UNSUR ANIMISME DALAM SUKU JAWA DI DESA PASAR SINGKUT KECAMATAN SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Jurusan Aqidah Filsafat

Oleh

AGUS MIYANTO NIM: UA131154

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2018

UNSUR ANIMISME DALAM SLAMETAN SUKU JAWA DESA PASAR SINGKUT KECAMATAN SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Oleh

AGUS MIYANTO NIM: UA131154

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2018

i

ii

iii

iv

MOTTO

قُمْ هُوَ انهَّهُ أَحَدٌ ﴿ ﴾ ١ انهَّهُانصًََّدُ ﴿٢﴾ نَىْ يَهِدْ وَنَىْ يُونَدْ ﴿٣﴾ وَنَىْ يَكٍُْ نَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia”.1

1 Departemen Agana RI, Al-Qur’an Tajwid dab Terjemah, (Bandung: CV. Ponegoro, 2010), 120.

v

ABSTRAK

Slametan merupakan tradisi yang telah ada dalam masyarakat Jawa sejak dahulu kala. Pada pola kehidupan masayarakat Jawa tidak terlepas dari unsur- unsur mistik dan tradisi kepercayaan terhadap roh. Ada hal yang perlu diperhatian berkaitan dengan tradisi kepercayaan, dimana masyarakat Jawa yang pada notabenenya ialah Muslim. Maka harus memahami batas-batas kepercayaan dan cara menyikapi kemudian mengimplementasikannya terhadap praktik-praktik sosial keagamaan seperti slametan salah satunya. Hal ini mendorong penulis untuk mendeskripsikan unsur animisme yang mnyelimuti tradisi slametan dan perkembangannya di Desa Pasar Singkut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Sedangkan lokasi penelitian berada di Desa Pasar Singkut yang perkembangan daerahnya cukup progresif. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan observasi, kemudian menggunakan dokumen pendukung lainnya. Kemudian data dianalysis berdasarkan kepentingan yang berkaitan dengan tujuan penulis Hasil temuan menunjukkan bahwa Seiring dengan perkembangan pemahaman masyarakat terhadap agama Islam yang mereka anut. Membuat tradisi slametan terus mengalami perubahan dan beradaptasi dengan Islam. Dengan adanya modernisasi, Telah banyak aspek yang dirubah dan disesuaikan dengan realita sosial disana. Tradisi slametan mengalami pengikisan karena adanya dorongan anti kesenjangan social. Faktor paling kuat dalam mempengaruhi bentuk tradisi slametan adalah pemahaman agama Islam yang menggantikan kepercayaan animisme. Akan tetapi tidak semua masyarakat membuang unsur mistik dalam tradisi slametan. Artinya, dalam realitas masyarakat Jawa Desa Pasar Singkut masih mengandung unsur animisme dalam tradisi slametan tertentu. Akhirnya penulis merekomndasikan kepada masyarakat Jawa Islam agar memahami esensi tradisi yang diwariskan guna menjaga kuwalitas keimanan.

vi

PERSEMBAHAN Karya kecil ini aku persembahkan kepada: Ayahanda “Muhktar Amin”, Ibunda “Umi Salamah” dan Kakak “Wahyono” Yang selalu menjadi cahaya dalam kehidupan ku. Menjadi Rembulan di saat datangnya kegelapan Tak peduli panas maupun hujan yang engkau alami demi memperoleh penghasilan Tanpa pamrih berjuang Rela berkorban membanting tulang dengan ketulusan hati yang terdalam Mengasuh, membesarkan, mendidik, membina dan membimbing Sungguh perjuangan yang melelahkan. Kakanda Wahyono yang senantiasa mensuport, Semoga ketulusan Ayah dan Ibu Diridhoi oleh Allah SWT dengan balasan Surga-Nya

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul“Unsur Animisme Dalam Slametan Suku Jawa” ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Program Studi Strata I Akidah Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Dr. Moh. Arifullah., M. Fil.I selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan kontribusi dan waktu demi terselesaikannya penulisan Skripsi ini. 2. Ibu Nilyati, S.Ag, M. Fil.I selaku Ketua Jurusan Akidah Filafat Islam dan sekaligus pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan waktu demi terselesaikannya penulisan Skripsi ini. 3. Ibu Nur Hasanah, M. Hum. Selaku Sekertaris Jurusan Akidah dan Filsafat Islam. 4. Drs. Munsarida, M.Fil.I selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa selalu memberikan saran, semangat, dan waktunya demi terselesaikannya Skripsi ini. 5. Bapak Dr. H. Abd. Ghaffar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi 6. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag selaku Wakil Dekan bidang akademik Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi 7. Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc., MA., Ph.D selaku Wakil Dekan bidang adminitrasi umum perencanaan dan keuangan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi 8. Bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag selaku Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan bidang kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan Studi AgamaUIN STS Jambi 9. Bapak Dr. H.Hadri Hasan, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 10. Bapak Dr. H.Su‟aidi Asy‟ari, M.A, Ph.D, Bapak. H Hidayat, M.Pd, M.A, Ibu Dr. H.Fadhillah, selaku Wakil Rektor I, II, dan III Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 11. Para Dosen Jurusan Ilmu Akidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi 12. Bapak Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi 13. Sahabat-sahabat Seperjuangan dan teman-teman mahasiswa Jurusan Akidah dan Filsafat Islam, yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat demi kelancaran penulisan Skripsi ini.

,

viii

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i NOTA DINAS ...... ii SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ...... iii PENGESAHAN ...... iv MOTTO ...... v ABSTRAK ...... vi PERSEMBAHAN ...... vii KATA PENGANTAR ...... viii DAFTAR ISI ...... ix PEDOMAN TRANSLITERASI ...... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 1 B. Permasalahan ...... 4 C. Batasan Masalah ...... 4 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...... 4 E. Kerangka Teori ...... 5 F. Metode Penelitian ...... 10 G. Pemeriksaan Keabsahan Data ...... 17 H. Studi Relevan …………………………………………………… 19

BAB II GAMBARAN UMUM DESA PASAR SINGKUT A. Sejarah dan Struktur Desa Pasar Singkut ...... 21 B. Data Monografi Desa Pasar Singkut ...... 23 C. Kondisi Sosial Budaya ...... 27

BAB III TRADISI SLAMETAN DALAM SUKU JAWA DESA PASAR SINGKUT A. Prosesi Slametan di Desa Pasar Singkut ...... 30 B. Sejarah Slametan di Desa Pasar Singkut ...... 31 C. Tujuan Slametan di Desa Pasar Singkut ...... 35 D. Makna dan Nilai yang Terkandung dalam Slametan ...... 43

BAB IV PERKEMBANGAN SLAMETAN DI MASA KINI A. Hubungan Slametan dengan Animisme ...... 49 B. Bentuk Unsur Animisme dalam Slametan Suku Jawa di Desa Pasar Singkut ...... 51 C. Perkembangan Slametan di Desa Pasar Singkut ...... 53

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...... 61 B. Rekomendasi ...... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN CURRICULUM VITAE

x

PEDOMAN TRANSLITERASI2

A. Alfabet

Arab Arab Indonesia ṭ ط ا ẓ ظ b ب „ ع t ت gh غ th ث f ف j ج q ق ḥ ح k ك kh خ l ل d د m و dh ذ r ٌ n ر h ه z ز w و s س , ء sh ش y ي ṣ ص ḍ ض

B. Vokal dan Harakat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia ī اِى ā ﺎَ a اَ aw اَو á اَى u اُ ay اَى ū اُو i اِ

C. Tā’ Marbūṭ ah Transliterasi untuk Tā’ Marbūṭ ah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya adalah /h/.

Arab Indonesia Ṣ alāh صال ة Mir‟āh ير ا ة

2 Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN STS JAMBI (Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS JAMBI, 2015), 147-148

xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai suatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara angota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial. Fakta yang menunjukkan bahwa nilai-nilai keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya perubahan-perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.3 Agama Islam mendominasi dalam mengarahkan perilaku keseharian masyarakat di Desa Pasar Singkut. Namun, dalam realitany masih terdapat beberapa unsur kepercayaan pra Islam yang berkembang. Kepercayaan- kepercayaan, yang terdiri dari syahadat-syahadat dan mitos-mitos (dongeng- dongeng), dan pengalaman-pengalaman (ibadat) yang terdiri dari upacara-upacara keagamaan dan peribadatan, membantu untuk mencapai tujuan mereka. Kepercayaan keagamaan tidak hanya mengakui keberadaan benda-benda dan mahkluk-mahkluk sakral tetapi seringkali memperkuat dan mengokohkan keyakinan terhadapnya.4 Sebenarnya, kepercayaan gaib (mistisisme) merupakan salah satu rukun iman. Namun, banyak manusia yang mengartikan kepercayaan ghaib itu menurut cara pandang dan kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan kesalahan tafsir terhadap makna kepercayaan gaib tersebut.5 Kerangka pikir, sikap dan perilaku anti tauhid adalah penyakit keyakinan yang

3 K.Nottingham Elizabeth, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama (Jakarta : Rajawali Pers, 1994), 42. 4 Elizabeth, Agama dan Masyarakat, 13. 5 Ikha Safitri, “Kepercayaan Gaib Dan Kejawen Studi Kasus pada Masyarakat Pesisir Kabupaten Rembang”, Jurnal Sabda, Volume 8, ISSN 1410-7910 (2013), 18.

1

2

menonjol dan bersifat masal serta sudah menggejala dikalangan umat-umat para Nabi terdahulu. Godaan, rayuan dan tipuan syetan selalu mengerumuni mereka agar terjerumus ke lembah syirik. Hampir setiap gejala-gejala kemusyrikan itu hampir tak tersadari, sampai dengan hari ini umat Nabi Muhammad SAW terus dan selalu digoda, dirayu bahkan ditipu agar mengikuti jejak-jejak yang tersesat itu.6 Mistisisme merupakan nafas bagi orang-orang suku Jawa7, hal ini terlihat dari suatu tradisi yang acap kali dilakukan oleh tokoh-tokoh Jawa setempat, seperti Slametan dalam memperingati suatu hari besar tertentu, dalam acara-acara sakral, slametan ketika hendak membangun sbuah rumah untuk tempat tinggal. Dari jeni-jnis slametan yang dilakukan seringkali terdapat embel-embel sajian yang diperuntukkan kepada aruah leluhur yang telah lama meninggal dunia.8 Tradisi tersebut seolah menjadi kebiasaan yang harus, mengapa penulis katakan demikian, pada setiap acara yang diyakini acara tersebut akan memperlibatkan aruah, ada sebuah rasa kecemasan tersendiri apabila ada unsur-unsur yang tidak terpenuhi guna menjauhkan balak atau kejadian yang tidak diharapkan terjadi. Slametan dalam versi Jawa merupakan upacara keagamaan yang paling umum di dunia. Ia melambangkan kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut serta didalamnya. Handai-taulan, tetangga, rekan sekerja, sanak keluarga, arwah setempat, nenek moyang yang sudah mati, semua duduk bersama mengelilingi satu meja.9 Dalam konteks tertentu, Slametan merupakan penegasan dan penguatan kembali tata kebudayaan umum kekuasaannya untuk menghilangkan kekuatan-kekuatan yang mengacau. Ketika makhluk-makhluk halus dan

6 Muhammad Thohir, Ayat-ayat Tauhid pencerahan aqidah tauhid berpadu logika sains iptek, (Surabaya : Bina ilmu, ), 143. 7 Herman Sinung Janutama, “kuliah umum ronggo warsito dan kejawen”, diakses melalui alamat https://www.youtube.com/watch?v=P4BnDtbCLqQ, tanggal 17 Desember 2017. 8 Hasil Observasi penulis terhadap kegiatan ritual pada acara pernikahan Suku Jawa di Desa Pasar Singkut tanggal 17 Agustus 2017. 9 Aswab Mahasin, , , Dalam Masyarakat Jawa, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul “The Religion of Java” oleh Clifford Geertz, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), 13.

3

kekacauan tak manusiawi sangat mengancam, maka dilakukan lah tradisi Slametan10. Perubahan bentuk praktik tradisi slametan yang paling besar dipengaruhi oleh perkembangan agama islam. Semakin tingginya pemahaman masyarakat mengenai ajaran agama islam berpengaruh pada persepsi masyarakat akan penting tidaknya tradisi tersebut dilakukan. Muncul golongan yang kemudian meyakini bahwa tradisi tersebut tidak penting, bahkan tidak boleh, untuk dilakukan. Anggapan tersebut karena tradisi slametan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sebelum islam ada di Indonesia. Tulisan ini hanya merupakan deskripsi sederhana tentang praktik keberagamaan masyarakat, sebagai upaya memahami pluralisme budaya yang pada gilirannya dapat mematrikan sikap saling hormat clan menjaga "wibawa" keyakinan masing-masing untuk meningkatkan daya tahan agama dalam ranah sosial yang terasa mulai digerogoti oleh kepentingankepentingan duniawi yang sesaat. Pada zaman modern ini, zaman dimana rasionalitas dan sains lebih maju ketimbang metafisika yang kian mudur bahkan dibuang. sebagian tua tengganai suku Jawa masih mempertahankan tradisi yang ia yakini tentang roh. Mereka menggunakan media-media dalam mengundang, diyakini proses penjinakan (menurut penulis), meminta, dll. Banyak macamnya perihal seperti apa media tersebut. Tradisi slametan merupakan ritual sentral dalam masyarakat Jawa. Hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Jawa memiliki prosesi slametan. Dalam tulisan ini dijelaskan mengenai perubahan yang terjadi pada tradisi slametan. Lebih khusus dalam penelitian ini akan mengkaji tentang tidak atau adanya unsur animisme yang terselip dalam upacara slametan yang banyak digelar oleh masyarakat jawa Desa Pasar Singkut.

10 Aswab Mahasin, Abangan, Santri, Priyayi, 36.

4

B. Permasalahan Persoalan pokok yang akan diangkat sebagai kajian utama dalam penelitian ini adalah: bagaimana bentuk unsur animisme dalam tradisi slametan masyarakat Jawa Desa Pasar Singkut? Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, kita dapat merumuskan hal/pokok permasalahan dalam susunan skripsi ini ialah sebagai berikut yang akan menjadi uraian dan sekaliugs menjadi bahasan pada bab selanjutnya. 1. Bagaimana proses dan makna slametan yang dilakukan oleh masyarakat jawa di Desa Pasar Singkut ? 2. Apa saja unsur animisme yang terkandung di dalam slametan yang dilakukan oleh masyarakat suku Jawa Desa Pasar Singkut ? 3. Bagaimana perkembangan slametan di Desa Pasar Singkut pada masa kini ?

C. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan yang terkait dengan unsur kepercayaan animisme dalam acara slametan hajatan dan slametan pembangunan rumah yang dilakukan oleh mayoritas Masyarakat Jawa di Ds. Pasar Singkut Kec. Singkut Kab. Sarolangun. D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Saya memohon kepada Allah SWT agar goresan tinta ini dapat bermanfaat dan menjadi nasehat buat sesama, dan bertujuan untuk menambah wawasan tentang : a. Dapat mengetahui proses dan makna tradisi slametan b. Mengetahui ada atau tidaknya unsur animisme dalam slametan yang dilakukan orang-orang Jawa di Desa Pasar Singkut. c. Mengetahui perkembangan slametan yang dilakukan umat Islam suku Jawa di Desa Pasar Singkut ketika diadakan upacara slametan

5

2. Kegunaan Penelitian Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memperkaya khazanah intelektual di bidang studi Islam, khususnya dalam bidang sosial- keagamaan yang berkenaan dengan peranan kebudayaan dalam integrasi sosial masyarakat beragama. E. Kerangka Teori 1. Bentuk Unsur Animisme Pengertian dari Animisme cukup banyak. Kata animisme berasal dari bahasa Latin “anima” yang berarti “roh”. Animisme adalah kepercayaan kepada mahluk halus dan roh, merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di kalangan manusia primitif. Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon, atau batu besar) mempunyai jiwa yang mesti di hormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu mereka dari semangat dan roh jahat dan juga dalam kehidupan seharian mereka.11 Secara epistemologi, animisme adalah keyakinan akan kecenderungan kodrat manusia untuk memproyeksikan kualitas-kualitas kehidupannya sendiri pada realitas eksternal yang tidak bernyawa (dan brnyawa). Dalam pandangan perba, misalnya, pohon, sungai, bulan dipercaya memiliki kehendak, perasaan, pikiran dan niat atau maksud. Dalam kosmologi kuno Animisme ialah keyakinan bahwa alam semesta – dunia kita ini dan juga segala benda langit – memiliki jiwa abadi. Jiwa ini merupakan sumber dari semua gerak dan perubahan. Diperkirakan terdapat hirarki jiwa-jiwa yang terdapat pada berbagai tingkatan eksistensi. Dalam metafisika, animisme adalah pandangan bahwa eksistensi (ada, alam semesta) berada sebagai keseluruhan hidup. Atau, pandangan bahwa ada suatu kekuatan hidup yang berhubungan erat dengan dan yang menggerakkan proses- proses dan arah kehidupan. Alam semesta itu sendiri entah merupakan suatu keseluruhan organis yang hidup, atau disuntikkan dengan suatu prinsip kehidupan batin.

11 Ahmad Afandi, “Kepercayaan Animisme-Dinamisme Serta Adaptasi Kebudayaan Hindu-Budha Dengan Kebudayaan Asli Di Pulau Lombok-Ntb”, Jurnal p-ISSN 2549-7332 |e- ISSN 2614-1167 Vol. 1, No. 1, Desember (2016), 3.

6

Pandangan salah satu Filsuf mengenai animisme, E.B. Tylor berpendapat bahwa semua agama lahir dari suatu keyakinan primitif akan animisme. Ini dapat diperlihatkan dengan mencari tahu hakikat ritus-ritus dan upacara keagamaan. Dalam hubungannya dengan agama, ada yang mengatakan bahwa pandangan animistis membentuk dasar agama-agama yang datang kemudian. Pada prinsipnya animisme merupakan bagian dari semua agama.12 Menurut Durkheim, sistem agama primitif seperti animisme dan dinamisme terdapat dalam masyarakat yang sangat sederhana, dan sistem agama tersebut dapat dijelaskan tanpa harus terlebih dahulu menjelaskan elemen-elemen lain dari agama yang lebih tua darinya. Ia mengatakan bahwa agama primitif lebih dapat membantu dalam menjelaskan hakikat religius manusia dibandingkan dengan bentuk agama lain yang datang setelahnya, sebab agama primitif mampu memerlihatkan aspek kemanusiaan yang paling fundamental dan permanen dalam memahami inti dari kepercayaan tersebut. Adapun agama dalam arti obyektif ialah segala apa yang dipercayai, sedangkan agama dalam arti subyektif ialah dengan cara bagaimana manusia berdiri di hadapan Tuhan dan bagaimana ia harus mentaati segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya.13 Ciri utama kepercayaan animisme adalah percaya kepada kewujudan roh. Diantaranya adalah penganut kepercayaan ini meyakini bahwa roh seseorang yang telah mati akan bergentayangan ibarat tanpa tuan, menganggu mereka, bahkan kembali datang mengunjungi mereka juga. Sebab itu, mereka mengadakan acara ritual kepada arwah tersebut pada hari ketiga, ketujuh, dan keseratus. Selain itu, mereka percaya bahwa tumbuhtumbuhan dan binatang memiliki kekuatan gaib. Dalam hal ini, penganut animisme melakukan pemujaan terhadap kekuatan roh tersebut yang dipimpin oleh pawang. Tujuannya adalah untuk memeroleh kebaikan dan terhindar dari bencana alam.

12 Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), 50-52 . 13 Hasan Ridwan. “Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam Aceh”. jurnal MIQOT, Vol. XXXVI. (2012), 5.

7

Agama yang memiliki peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat guna mengarahkan kepada hal-hal positif yang tidak keluar dari syariat, namun hal tersebut telah dipengaruhi oleh kebudayaan nenek moyang yang masih menjadi tradisi turun temurun, hal tersebut terjadi karena dekadensi ilmu pengetahuan agama yang kurang menjadi keyakinan masyarakat terdahulu, sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan sosial keagamaan masyarakat saat ini. 2. Slametan a. Definisi Slametan Salah satu istiadat, sebagai ritual keagamaan yang paling populer di dalam masyarakat Islam Jawa adalah "slametan", yaitu upacara ritual komunal yang telah mentradisi di kalangan masyarakat Islam Jawa yang dilaksanakan untuk peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.14 Bagi kelompok abangan, slametan diyakini merupakan simbolisme persembahan terhadap para roh halus, roh leluhur dan lain-lain agar masyarakat terhindar dari bencana dan kejahatan. Fenomena slametan yang dianggap sebagai ritual paling inti dalam masyarakat Jawa15. Slametan juga menyajikan simbolisme tertentu yang memerlukan penjelasan lebih rinci untuk dapat dimengerti dengan benar. Slametan yang menjadi tradisi luhur untuk mengiringi atau menandai berbagai perubahan dalam kehidupan seseorang adalah "do'a" dan harapan sebagai ekpresi keberagamaan untuk memohon agar diberi "kelempangan" jalan, berkah rizqi, nasib baik yang itu semua disadari tidak dapat diraihnya tanpa "interpensi" Tuhan di dalamnya. Karena itu, slametan, dengan berbagai istilah yang dipakai saat ini tidak lain adalah agama dalam kemasan budaya, yang tidak salah kalau tetap dilestarikan, asal tidak ber,nuansa foya,foya. Kalau foya,foya yang terjadi, berarti si pelaku menjadi teman "syaithan"

14Ahmad Khalil, “Agama Dan Ritual Slametan: Deskripsi-Antropologis Keberagamaan Masyarakat Jawa”, Jurnal "el-Harakah" Vol. 10, No. 3, (2008), 09. 15 Ummi Sumbulah, “Islam Jawa dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi Dan Ketaatan Ekspresif”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 (2012), 03.

8

berbicara tentang tradisi, hubungan antara masa lalu dan masa kni haruslah lebih dekat. Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu di masa kini ketimbang sekedar menunjukkan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Menurut arti yang lebih lengkap, tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang, atau dilupakan. Disini tradisi hanya berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu. Tradisi tidak tercipta atau berkembang dengan sendirinya secara bebas. Hanya manusia yang masih hidup, mengetahui dab berhasratlah yang mampu menciptakan, mencipta ulang, dan mengubah tradisi.16 Lebih jauh ada beberapa definisi terminologis yang digunakan dan perlu dijelaskan dalam penelitian ini, yaitu tentang unsur animisme dyang masih terbawa dari zaman hindu budha hingga perkembangan Islam yang sangat luas, hal tersebut akan mendapatkan jabaran lebih jauh dalam penelitian ini.

b. Sejarah Slametan Sebelum kedatangan agama Hindhu sekitar tahun 400 SM, tradisi keagamaan dari berbagai suku Melayu masih mengandung unsur-unsur animisme. Setelah berabad-abad kemudian tradisi animisme di Jawa ini terbukti mampu menyerap ke dalam unsur-unsur yang berasal dari Hindhu dan Islam yang datang belakangan pada abad XV M. Begitu juga menurut Geertz pada masa sekarang ini sistem keagamaan di pedesaan Jawa pada umumnya terdiri dari suatu perpaduan yang seimbang dari unsur-unsur animisme, Hindhu, dan Islam, suatu sinkretisme dasar yang merupakan tradisi rakyat yang sesungguhnya, suatu substratum dasar dari peradabannya.17 Dari sini terciptalah percampuran atau akulturasi antara Agama pendatang dengan kepercayaan nenek moyang. Dalam hal ini, ritual Selamatan adalah salah satu tradisi hasil akulturasi budaya yang masih tetap dilestarikan hingga saat ini.

16 Piӧ tr Sztomka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2012), 69-71. 17 Marzuki, M.Ag, “Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Perspektif Islam”, diakses di laman lambung pustaka UNY Online alamat : http://eprints.uny.ac.id/view/type/article.html, 6.

9

c. Jenis-jenis Slametan 1) Slametan Siklus Hidup Manusia Tradisi slametan berdasarkan siklus hidup manusia antara lain slametan untuk kehamilan, kelahiran, perkawinan, dan kematian. a) Slametan untuk kehamilan Jika seorang ibu sedang mengandung anak pertama, maka upacara slametan diadakan sebanyak tiga kali yaitu pada usia lima bulan (nglimani), tujuh bulan (mitoni), dan sembilan bulan (procotan). b) Slametan perkawinan Dalam acara perkawinan memiliki tahapan-tahapan yang dibarengi dengan upacara slametan, yatu (1) Kumbakaran; Slametan setelah memusyawarahkan segala hal yang akan dilaksanakan terkait dengan upacara pernikahan . umumnya dilaksanakan 7 hari sebelum acara di rumah yang akan menggelar hajat. (2) Pasang tarub; Slametan diadakan pada malam 2 atau 1 hari sbelum upacara, yakni mempersiapkan tempat acara. (3) Midadareni dan Majemukan; Ritual dan slametan malam upacara, sekaligus pelaksanaan tebusan kembar mayang. (4) Slametan Walimahan; Slametan yang dilaksanakan saat sesudah ijab qobul atau setelah upacara perkawinan. (5) Sepasaran manten; Slametan yang dilaksanakan pada hari ke-5 dari ijab dan qobul. c) Slametan kematian Adapun upacara slametan ini dilaksanakan untuk memperingati hari kematian (geblak)orang yang telah meninggal dunia, dari surtanah, tulung dinane, pitung dinane, patangpuloh dinane, satus dinane, setahun, rongtahun, dan nyewu (hari ke-1, k-3, k3-7, ke-40, ke-100, satu tahun, dua tahun, dan ke-seribu hari). Dalam hal ini hari-hari sesudah wafatnya seseorang diperingati dengan upacara slametan. Diantaranya yaitu (1) Surtanah; Ritual setelah mayat dikebumikan, agar ruhnya mendapat tempat baik di sisi Tuhan. (2) Nelung dina; Slametan hari ke-3 setelah kematian, untuk memohonkan ampunan kpada Allah, memperoleh jalan terang menuju Tuhan. (3) Mitung dina; Slametan hari ke-7 sesudah wafat. Berdo‟a agar ruh mayat mendapat jalan terang menuju Tuhan, dan bermakna menyempurnakan kulit, rambut, dan kuku jenazah. (4) Matang puluhan;

10

Slametan hari ke-40 dari wafat. Biasanya disertai dengan khataman al-quran. Tujuannya mendo‟akan agar ruh yang meninggal dapat diterima Allah sesuai dengan amal kebaikannya. (5) Nyatus dina; Slametan yang diadakan pada hari ke- 100 dari hari wafatnya. Tujuannya sama dengan slametan hari ke-40, dan juga untuk menyempurnakan yang bersifat badani. (6) Mendhak pisan; Peringatan satu tahun pertama dari kematian. Tujuan adalah untuk memintakan ampunan bagi ruh yang meninggal. Juga bermakna menyempurnakan semua anasir fisik selain tulang. (7) Mendhak pindho; Peringatan 2 tahun dari hari wafat. Tujuannya sama dengan mendhak pisan. Juga bermakna menyempurnakan anasir rasa dan bau menjadi lenyap. (8) Nyewu dina; Adalah purna upacara bagi orang yang sudah meninggal, pada hari ke-1000. (9) Haul; Slametan peringatan tahunan bagi orang yang sudah meninggal. Dilaksanakan pada hari dan bulan wafatnya. Intinya adalah do‟a memohon ampunan dari semua salah dan dosa, serta mendoakan keselamatan perjalanan ruh dan alam akhirat18 2) Slametan Hari-hari Raya Islam Salametan Hari besar islam yang kerap dilakukan di desa pasar singkut sejak dahulu meliputi : a) Slametan sasi suro Slametan sasi suro dilakukan tepat pada tahun baru hijriyah, yaitu 1 muharam, atau banyak dikenal satu suro. Slametan ini dilakukan pagi hari atau sore hari. Tiap individu yang mendapat giliran membawa ambeng beserta lauknya, ayam panggang dan pisang raja. Slametan ini rutin digelar stiap tahunnya, bertujuan untuk memohon agar Tuhan menghindarkan dari segala kejelekan dan nasib buruk dunia maupun akhirat. Sementara doa-doa yang biasanya dibaca adalah doa selamat dan tolak bala. b) Slametan punggahan Sudah Menjadi tradisi bagi masyarakat bila menjelang bulan suci ramadhan mengadakan Punggahan. Punggahan adalah salah satu cara masyarakat menyambut datangnya bulan suci, biasanya berkumpul di Masjid dengan membawa bekal kemudian setelah kita berdoa bersama dengan di pimpin Imam

18 Muhammad Sholikhin. Ritual & Tradisi Islam Jawa. (Yogyakarta : Narasi 2010), 28-29.

11

atau tokoh agama dan di tambah tausiyah. Kemudian setengah bekal kembali dibawa pulang untuk keluarga yang menunggu di rumah. Karena slametan ini dilakukan oleh para bapak-bapak dan pemuda, sadang perempuan tidak dan hanya dirumah. Slametan ini bertujuan untuk permohonan keberkahan selama bulam ramadhan serta dijauhkan dari balak. 3) Slametan Situasional a) Slametan mendirikan rumah Tradisi lain yang mencerminkan unsur-unsur perpaduan antara kebudayaan Jawa dengan syariat Islam adalah mendirikan rumah dan memasuki rumah baru. Rumah merupakan kelengkapan hidup bagi masyarakat Jawa. Rumah merupakan sarana penting untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga, fungsi utamanya sebagai tempat berlindung dari hujan dan panas, serta tempat merencanakan dan melaksanakan cita-cita keluarga Besarnya peranan rumah bagi masyarakat Jawa seperti tersebut di atas, mendorong mereka melakukan berbagai ritual khusus. Beberapa tindakan yang dilakukan masyarakat Jawa dalam membangun rumah yang bersifat ritual ada berbagai macam. Pertama mencari hari baik, kedua melaksanakan selamatan dan sajen ketika mulai menempati rumah baru.19 Kebiasaan itu sudah berlangsung sejak lama dan tetap dipertahankan sampai sekarang. b) Slametan nazar Slametan nazar biasanya bersifat positif, berkaitan dengan sesuatu yang telah tercapai, atau yang menjadi nazar telah tercapai. Slametan ini pada umumnya hanya membaca manaqib (riwayat sykh abdulqadir jaelani) dan doa saja. Slametan ini tidak terpaku pada waktu, biasanya slametan ini dibarengkan dengan hajat lain seperti syukuran kendaraan baru, rumah baru, slametan hendak bepergian jauh seperti hendak menunaikan haji dan slametan situasional lainnya.

19 Miftahul Huda, “Islam Dan Tradisi Jawa: Pencarian Motif Dan Makna Dalam Tradisi Selametan Mendirikan Rumah di Dusun Gentan Ngrupit Jenangan Ponorogo”, Jurnal Studi Islam dan Sosial, Vol 14, Iss 2, Pp 292-304 (2017), 294.

12

3. Masyarakat Jawa Masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat. Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat yang hidup dan berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya dan mendiami sebagian besar Pulau Jawa. Pada perkembangannya masyarakat Jawa tidak hanya mendiami Pulau Jawa, tetapi kemudian menyebar di hampir seluruh penjuru nusantara. Program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah mengakibatkan banyak ditemukannya komunitas Jawa di luar pulau Jawa.20 Dengan perkembangan IPTEKS (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni) yang semakin gencar seperti sekarang ini, masyarakat Jawa tetap eksis dengan berbagai keunikannya, baik dari segi budaya, agama maupun tata krama. Namun demikian, pengaruh IPTEKS tersebut sedikit demi sedikit mulai menggerogoti keunikan masyarakat Jawa tersebut, terutama di kalangan generasi mudanya. Di kota-kota besar seperti Yogyakarta sudah banyak ditemukan masyarakat Jawa yang tidak menunjukkan jati diri ke-Jawa-annya. Mereka lebih senang berpenampilan lebih modern yang tidak terikat oleh berbagai aturan atau tradisi- tradisi yang justru menghalangi mereka untuk maju21 Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya, meskipun terkadang tradisi dan budaya itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang ada beberapa tradisi dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi tanpa harus berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegangi ajaran Islam dengan kuat (kaffah) tentunya dapat memilih dan memilah mana budaya Jawa yang masih dapat dipertahankan tanpa harus berhadapan dengan ajaran Islam. Sementara masyarakat Jawa yang tidak memiliki pemahaman agama Islam yang cukup, lebih

20 Andik Wahyun Muqoyyidin, “Dialektika Islam Dan Budaya Lokal Dalam Bidang Sosial Sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun (2012), 3. 21 Marzuki M.Ag, “Tradisi Dan Budaya”, 8.

13

banyak menjaga warisan leluhur mereka itu dan mempraktekkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, meskipun bertentangan dengan ajaran agama yang mereka anut. Fenomena seperti ini terus berjalan hingga sekarang.22 Masyarakat Jawa, sebagai komunitas yang dalam ukuran tertentu telah terislamkan memang memeluk agama Islam. Namum dalam praktiknya, pola,pola keberagamaan mereka tidak jauh dari pengaruh unsur keyakinan dan kepercayaan pra-Islam, yakni keyakinan animisme-dinamisme dan Hindu-Budha yang jauh sebelum kedatangan Islam menjacli anutan masyarakat secara mayoritas.23 Orang Jawa mempunyai kepercayaan bahwa jiwa yang ada dalam diri seseorang akan hidup walapun ia telah meninggal. Seteah mati, jiwa itu tetap mempunyai perhatian kepada kehidupan bersama masyarakat. Oleh karena itu jiwa-jiwa ini bisa saja marah, ketika keturunan mereka tidak lagi memelihara tradisi atau tidak memenuhi kewajiban terhadap jiwa-jiwa itu.24 Berbicara tentang asal mula penduduk Jawa ibarat mencari jarum dalam sekam. Banyak sumber dan data sejarah yang menyatakan berbeda tentang asal mula penduduk Pulau Jawa atau orang Jawa pertama. Mengingat begitu banyak sumber sejarah yang berbeda pendapat itu, maka untuk bisa memastikan data sejarah yang betul-betul valid tentu siapa orang Jawa pertama menjadi polemik tersendiri. Namun setidaknya, sumber-sumber dan data-data sejarah yang ada itu memiliki rasionalitas tersendiri sehingga kebenarannya dapat dipertanggung- jawabkan secara ilmiah.25 Dalam bukunya prof. Dr bambang Pranowo yang dikutip dari Niels Mulder dikatakan, bahwa bagi sebagian besar orang Jawa, Mistisisme dan praktik-praktik magis-mistik selalu menjadi arus dasar terkuat.26 Hal ini sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh ki Herman Sinung dalam kuliah umum di gedung Salihara yang ketika itu membahas tentang islam di Nusantara dan Rangga Warsita. tuturnya,

22 Marzuki M.Ag, “Tradisi Dan Budaya”, 3. 23 Ahmad Khalil, “Agama Dan Ritual Slametan : Deskripsi-Antropologis Keberagamaan Masyarakat Jawa”, Jurnal el-Harakah Vol. 10, No. 3, ( 2008), 8-9. 24 Asti Musman, Agama Ageming Aji, (Yogyakarta : Pustaka Jawi, 2017), 63-64. 25 Soedjipto Abimanyu, , (Yogyakarta : Laksana, 2017), 35-36. 26 M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, (Jakarta : Pustaka Alvabet, 2009), 238.

14

mistisisme itu merupakan nafasnya orang-orang Jawa. Artinya orang-orang Jawa tidak dapat lepas dari doktrin-doktrin mistik, dan itu diterapkan dalam aksiologinya orang Jawa dalam kesempatan-kesempatan tertentu.

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Untuk mengkaji persoalan dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Penggunaan metode penelitian ini yaitu ingin mendeskripsikan dan menemukan makna serta pemahaman mendalam atas permasalahan penelitian yang diteliti berdasarkan latar sosialnya. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pendekatan fenomenologi yang bertujuan untuk mencari esensi dari kegiatan-kegiatan objek yang bersifat mistik. penelitian ini dilaksanakan secara alamiah, apa adanya dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya. Kongkritnya penelitian ini menekankan pada deskripsi secara alami. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang tradisi slametan yang mengandung atau tidaknya unsur animisme berdasarkan sudut pandang dan penilaian masyarakat dilapangan. Atas deskripsi tersebut ditarik pemahaman mengenai fenomena yang berkembang didalam masyarakat. Karena pertimbangan inilah maka penelitian ini relevan jika dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini tidak dikenal adanya sampel, melainkan informan. Penentuan informan ini dilakukan untuk memperoleh data yang valid dan sesuai dengan kebutuhan yang sedang diteliti. Sebab itu orangorang yang menjadi informen kunci harus dari orang-orang yang di anggap dapat memberikan informasi dan berkaitan langsung dengan fokus yang sedang diteliti Beberapa ciri dominan dari penelitian deskriptif, yaitu: a. Bersifat mendeskripsikan kejadian atau pristiwa yang bersifat faktual. Adakalanya penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau narasi semata-mata dari suatu fenomena, tidak untuk mencari hubungan antarvariabel, menguji hipotesis, atau membuat ramalan.

15

b. Dilakukan secara survey. Oleh karena itu, penelitian deskriptif sering disebut juga sebagai penelitian survey. Dalam arti luas, penelitian deskriptif dapat mencakup seluruh metode penelitian, kecuali bersifat historis dan eksperimental. c. Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail. d. Mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung. e. Mendeskripsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang tertentu dalam waktu yang bersamaan27

2. Setting dan Subjek Penelitian a. Setting Penelitian Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (porposive) di Desa Pasar Singkut, Kec. Singkut, Kab.Sarolangun, pemilihan setting didasarkan atas pertimbangan rasional dan praktis. Pertimbangan rasional didasarkan pada kenyataan bahwa Pasar Singkut masih banyak suku jawa yang masih menyelenggarakan banyak tradisi-tradisi yang diambil dan dianut kepercayaannya, seperti slametan. Karena itu fokus penelitian akan dapat dilakukan secara fair, yang secara ekonomis juga dapat dijangkau oleh peneliti, dan karena latar belakang penulis adalah penduduk asli desa tersebut, maka penulis dapat memahami karakteristik dari setting penelitian.

b. Subjek Penelitian Subjek penelitian terdiri dari para informman jawa yang dianggap memahami mengenai upacara slametan di Desa Pasar Singkut, sekaligus berperan penting dalam tradisi salmetan. Subjek penelitian ini berpusat pada tokoh-tokoh masyarakat, pimpinan adat, pemerintah desa dan para sesepuh yang ada di daerah tersebut.

27 Danim Sudarwan, menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 41.

16

Peneliti mengambil nama-nama tersebut di atas sebagi subjek, karena subjek bertempat tinggal di Desa Pasar Singkut, memahami karakteristik masyarakat desa, dan berperan penting dalam prosesi slametan, dan faham terhadap slametan. 3. Sumber dan Jenis Data a. Sumber Data Menurut Neuman, data yang ada dalam penelitian kualitatif, bersifat empirik,28 terdiri dari dokumentasi ragam peristiwa prosesi slametan, rekaman setiap ucapan informan, kata dan gestures dari objek kajian, tingkah laku yang spesifik, dokumen-dokumen tertulis, serta berbagi imaji visual yang ada dalam sebuah fenomena sosial. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian melalui wawancara. Informasi tersebut dapat berupa pernyataan, keterangan, atau data-data yang dapat membantu dalam memahami persoalan atau permasalahan yang diteliti.

b. Jenis Data Dalam penelitian ini, jenis sumber data berupa (1) data primer, diperoleh melalui wawancara langsung dengan para informan utama (pimpinan adat, dan para sesepuh) dan informan pendukung (tokoh-tokoh masyarakat ); dan (2) data skunder, diperoleh dari arsip-arsip, buku-buku atau literatur dan dokumen- dokumen langsung terkait dengan penelitian ini. 29 4. Metode Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dalam studi ini menggunakan tiga teknik yang dilakukan secara berulang-ulang agar keabsahan datanya dapat dipertanggung- jawabkan. Ketiga teknik tersebut adalah: a. Observasi Menurut Moleong, pengamatan tidak terlibat merupakan pengamatan yang dilakukan tanpa keterlibatan peneliti dalam aktivitas yang diamati, peneliti dalam

28 Mahmud Muh.Arba‟in, Gender dan Kehutanan Masyarakat, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), 69 29. ibid

17

hal ini hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan.30 Fungsi teknik ini selain untuk mencari data juga sekaligus untuk mengadakan cross check terhadap data lain sehingga hasil pengamatan dapat dimaknai dan diinterpretasikan lebih lanjut berdasarkan teori yang menjadi acuan dalam penelitian. Hasil observasi dapat digunakan untuk melengkapi data yang berasal dari wawancara dan sangat bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan untuk menjelaskan permasalahan didalam penelitian ini. Hal-hal yang diobservasi dilapangan antara lain adalah sebagai berikut : 1) Proses berjalannya upacara slametan 2) Mengamati unsur animisme dalam Slametan 3) Perkembangan slametan yang terjadi di lapangan

b. Wawancara teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau seetidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.31 Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui cara lisan atau tatap muka antara peneliti dengan informan.32 Informan yang diwawancara oleh peneliti adalah orang yang telah memahami seluk beluk tentang upacara slametan. Dalam wawancara ingin mendapatkan data primer, berupa proses dari slametan, mengetahui asal usul slametan di desa pasar singkut, dan mengetahui apa saja yang berperan dalam upacara slametan. Peneliti sebelum melakukan penelitian, telah mengetahui informan yang akan diwawancara, karena sebelumnya peneliti telah melakukan pra-penelitian. c. Dokumentasi Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu. Semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang

30 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1989), 126 31 Sugiyono, Metode Penenlitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), 138 32Arikunto, Prosedur Penelitian, 139.

18

bersangkutan akan dicatat sebagai sumber informasi.33 Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data melalui data-data dokumenter, berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah. agenda ataupun jurnal yang dapat memberikan informasi tentang objek yang diteliti.34 Data dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Seperti arsip desa dan dokumen kepustakaan, gambaran Desa, sejarah Desa dll 4. Metode/ Tehnik Analisis Data Analisis data kualitatif menggunakan data yang berupa teks, gambar, suara, dan kombinasinya dan artifak. Data yang bukan angka tidak mudah untuk diinterpretasi, oleh karena itu diperlukan kemampuan menganalisis dan memaknai pola dan hubungan antar data. Menurut Seidel (1998) ada tiga langkah dalam analisis data kualitatif, yaitu: a. memperhatikan, meliputi melakukan observasi dan melakukan koding data b. mengumpulkan, meliputi kegiatan koleksi data dan melakukan pemilihan data c. memikirkan, mempunyai maksud memaknai koleksi data, melihat pola dan hubungan data, menemukan venomena yang sedang dikaji.35 Sesuai dengan bentuk penelitiannya, dalam penelitian ini, analisis data dilakukan sejak pengumpulan data hingga data duperoleh secara keseluruhan. Data kemudian dicek kembali, secara berulang, dan untuk mencocokkan data yang diperoleh, data disestimatiskan dan diinterprestasikan secara logis, sehingga diperoleh data yang memiliki keabsahan dan kredibilitas.36 Adapun teknis analisis data yang akan diterapkan dalam penelitian ini meliputi: analisis Reduksi data, analisis filosofis, dan analisis syariat agama. Data tradisi slametan ini kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai objek penelitian.

33 W.Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Grasindo, 2012), 123 34 Lihat Arikunto, Prosedur Penelitian, 188. 35 Sarwono Jonathan, Mixed Methods: cara menggabung riset kuantitaif dan riset kualitatif secara benar, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), 147-148. 36 Tim Penyusun, buku II: Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa (Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2014), 61

19

Metode ini menekankan pada deskripsi alami yang menggunakan konsep-konsep dalam hubungannya satu sama lain. Segala sesuatu yang dinyatakan oleh masyarakat secara tertulis atau secara lisan dan juga perilaku nyata masyarakat diteliti kemudian dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Memilah-milah data yang tidak beraturan menjadi potongan-potongan yang lebih teratur dengan mengoding, menyususnnya menjadi kategori, dan merangkumnya menjadi pola dan susunan yang sederhana.37 Catatan yang dianggap menunjang data penelitian, selalu dicatat agar kejadian-kejadian tersebut tidak terlupakan. Pada tahap ini data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menyusun desain secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan dilapangan.Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk mengkaji atau membuktikan kebenaran suatu teori tetapi teori yang sudah ada dikembangkan dengan menggunakan data yang dikumpulkan. Dengan dasar tersebut, maka penelitian kualitatif diharapkan mampu memberikan gambaran sebagai berikut: a. Mampu memberikan gambaran secara sistematis yaitu menjelaskan jalannya tradisi slametan dalam pelaksanaannya. b. Dapat menjelaskan apa makna dan sejarah dari tradisi slametan yang ada di desa pasar singkut c. Mampu menjelaskan sedetail mungkin unsur-unsur mitos atau kepercayaan yang ada dalam tradisi slametan Data yang telah terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan perekaman data kelisanan yang berupa catatan lapangan ini dilakukan langkah pemilahan data berdasarkan kategori tertentu. Fakta-fakta yang ada dilapangan kemudian digolongkan, diperiksa, mengarahkan, membuang data-data yang tidak perlu serta mengorganisasi data yang telah diperoleh dalam teknik observasi, wawancara, dan perekaman data kelisanan pada tradisi sedekah dusun.

37 Daymon cristine, Immy Holloway, Metode-metode riset kualitatif dalam public relation & marketing communication, (Yogyakarta: Bentang, 2008), 369.

20

Data yang diperoleh dari data tertulis maupun wawancara ini diharapakan dapat memaparkan secara lebih jelas tentang makna dan kandungan yang terdapat dalam tradisi slametan sehingga dapat menjawab permasalahan yang diteliti.

G. Pemeriksaan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan dan keandalan menurut versi „positivisme‟ dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria, dan paradigmanya sendiri.38 peneliti melakukan teknik pemeriksaan keabsahan data yang didasarkan atas sejumlah kriteria. Dalam penelitian kualitatif, upaya pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan lewat empat cara yaitu:

1. Perpanjangan Keikutsertaan Pelaksanaan perpanjangan keikutsertaan dilakukan lewat keikutsertaan peneliti di lokasi secara Iangsung dan cukup lama, dalam upaya rnendeteksi dan memperhitungkan penyimpangan yang mungkin mengurangi keabsahan data, karena kesalahan penilaian data (data distortion) oleh peneliti atau responden, disengaja atau tidak sengaja.39 Distorsi data dari peneliti dapat muncul karena adanya nilai-nilai bawaan dari peneliti atau adanya keterasingan peneliti dari lapangan yang diteliti. Sedangkan distorsi data dari responden, dapat timbul secara tidak sengaja, akibat adanya kesalahpahaman terhadap pertanyaan, atau muncul dengan sengaja, karena responden berupaya memberikan informasi fiktif yang dapat menyenangkan peneliti, ataupun untuk menutupi fakta yang sebenarnya. 2. Ketekunan Pengamatan Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti, rinci dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut selanjutnya ditelaah, sehingga peneliti dapat memahami faktor-faktor tersebut. Ketekunan pengamatan dilakukan dalam

38 Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 321. 39 Tim Penyusun, buku II: Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa, 61-62.

21

upaya mendapatkan karakteristik data yang benar-benar relevan dan terfokus pada objek penelitian. permasalahan dan fokus penelitian. Hal ini diharapkan pula dapat mengurangi distorsi data yang mungkin timbul akibat keterburuan peneliti untuk menilai suatu persoalan, ataupun distorsi data yang timbul dari kesalahan responden yang memberikan data secara tidak benar.40 3. Keteralihan Kriterium keteralihan berbeda dengan validasi eksterrnal dari non kualitatif. Konsep validasi itu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representatif mewakili polulasi itu.41 4. Kepastian Pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif sedangkan jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang, barulah dapat dikatakan objektif. Jadi, objektivitas-subjektivitasnya suatu hal bergantung pada orang seseorang. H. Studi Relevan Berbicara tentang Animisme maupun slametan Jawa, terdapat beberapa karya besar yang bicara tentang kepercayaan manusia primitif dan kebudayaan tersebut, di antaranya : 1. Karya buku dari Prof. Dr. M. Bambang Pranowo, dengan judul “Memahami Islam Jawa”. Poin utama buku ini menjelaskan watak kehidupan sosial- keagamaan Muslim Jawa seperti yang dijalani dan berkembang di wilayah Tegalroso, Jawa Tengah. Dalam usahanya memahami dinamika religiusitas penduduk desa sebagai Muslim. Secara kesluruhan, buku ini mencerminkan sikap skeptis terhadap ketepatan dikotomi santri-abangan yang disusun Clifford Geertz. Membahas pula mistisisme-nya santri di Pondok

40 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 117. 41 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 324-326

22

Tegal Rejo, perjalanan menuju tasawuf-nya Al-Ghazali melalui karyanya Ihya’ Ulum al-Din. Buku ini juga membahas tentang Budaya dan tradisi-tradisi lokal di Tegalrejo. Tetapi dalam buku ini tidak menelisik unsur-unsur kepercayaan/keyakinan kepada selain Allah. Walaupun sedikit banyak mengalami persamaan objek, namun arah penelitiannya berbeda.42 2. Dalam jurnal ilmiahnya Ridwan Hasan yang berjudul Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam Aceh, 2012. Penelitian ini berfokus pada tujuannya untuk menelisik adanya unsur-unsur animisme dinamisme dalam kebudayaannya maupun dalam kehidupan masyarakat aceh itu sendiri. Kajian yang berbeda terletak pada suku dan tradisi yang dilakukan oleh objek.43 3. Kemudian karya Sekripsi Arif Solaiman, alumni UIN STS JAMBI 2017 yang berjudul “Kearifan Lokal Tradisis Sedekah Dusun Di Desa Mekar Sari Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun”, dalam hal ini memiliki setting penelitian yang kurang lebih sama, yaitu di Ds Pasar Singkut. Namun apa yang dikaji memiliki perbedaan, walaupun objeknya kurang lebih sama. Dalam karyanya ia membahas proses berjalannya budaya kearifan lokal yang dipimpin oleh Sesepuh setempat, dan cara memepertahankan tradisi tersebut agar dapat teteap dilestarikan. Faktanya generasi penerus (Pemuda) banayk yang tidak memahami esensi dari budaya yang dilakukan dusun tersebut.44 4. Lalu jurnal ilmiah karya dari Ening Herniti Mahasiswi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN . Jl. Marsda Adisutjipto Yogyakarta yang berjudul “Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Santet, Wangsit, dan Roh Menurut Perspektif Edwards Evans-Pritchard”. Dalam tulisannya ia mengkaji

42 M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa. 43 Ridwan Hasan, Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam Aceh, jurnal MIQOT, Vol. XXXVI (Desember 2012) 44 Arif Solaiman, “Kearifan Lokal Tradisis Sedekah Dusun Di Desa Mekar Sari Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun”, Sekripsi (Jambi: Progam Sarjana UIN Sulthan Thaha Saifudin Jambi, 2017)

23

bagaimana kepercayaan masyarakat Jawa terhadap hal-hal yang tidak kasat mata dengan mengacu pada pemikiran Evans-Pritchard.45 5. Jurnal ilmiah dari Ummi Sumbulah yang berjudul Islam Jawa Dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi dan Ketaatan Ekspresif. Dalam karyanya ini ingin mencari tau hasil dari akulturasi budaya yang berdampak pada sinkretisme budaya, dan segala bentuk toleransi keagamaan. 6. Jurnal ilmiah dari A. Khalil yang berjudul Agama Dan Ritual Slametan (Deskripsi-Antropologis Keberagamaan Masyarakat Jawa). Didalam kajiannya Khail hanya mendeskripsikan secara sederhana tentang praktik keberagamaan masyarakat, sebagai upaya memahami pluralisme budaya yang pada gilirannya dapat mematrikan sikap saling hormat dan menjaga wibawa keyakinan masing- masing untuk meningkatkan daya tahan agama dalam ranah sosial yang terasa mulai digerogoti oleh kepentingankepentingan duniawi yang sesaat.

Artinya dari sekian karya akademisi di atas walaupun membicarakan tentang slametan, Jawa dan mistisisme maupun animisme, namun memiliki fokus yang berbeda dengan penelitian penulis. Terlebih memiliki latar belakang setting yang berbeda dan objek yang tidak sama. Berdasarkan studi relevan di atas penulis menemukan perbedaan, bahwa persoalan-persoalan budaya, tradisi, mapun suku banyak dikaji oleh para ilmuan di atas, namun belum ada penelitian yang secara spesifik dan khusus diarahkan untuk menganalisis persoalan kepercayaan animisme dalam slametan suku Jawa yang setting penelitiannya di Desa Pasar Singkut kecamatan Singkut kabupaten Sarolangun. yang terdapat Desa Pasar Singkut.

45 Ening Herniti, Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Santet, Wangsit, dan Roh Menurut Perspektif Edwards Evans-Pritchard , jurnal ThaqÃfiyyÃT, Vol. 13, No. 2, (2012).

24

BAB II GAMBARAN UMUM DESA PASAR SINGKUT A. Sejarah dan Struktur Desa Pasar Singkut 1. Sejarah Desa Pasar Singkut Desa Pasar Singkut salah satu desa yang masih dalam tahap membangun setelah berdiri sejak tanggal 08 Desember 1983 yang mana sebagai salah satu desa binaan di Kabupaten Sarolangun. Lingkungan dan letak geografis kondisi hutan sebelum didatangi oleh penduduk transmigrasi masih sangat alami. Ketika itu masyarakat yang didatangkan dari pulau Jawa sehingga masyarakat yang tinggal di desa tersebut asli-asli keturunan Jawa yang mana telah berdomisili di Desa Pasar Singkut. Masyarakat di Desa Pasar Singkut pada awal mulanya hanya sekitar 325 KK terbagi menjadi 5 Dusun dan 25 RT. Sedangkan pada saat ini sudah menjadi lebih banyak, masyarakat yang tinggal sekitar kurang lebih menjadi 4745 KK dan terbagi menjadi 8 Dusun serta 40 RT. Maksud kedatangan penduduk dari berbagai wilayah ke Desa Pasar Singkut ini pertama kali adalah sebagai transmigran untuk bertempat tinggal serta mencari mata pencaharian sebagai petani, kemudian mereka memulai mengolah hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Hasilnya cukup baik dan berkembang. Perkembangan penduduk Desa Pasar Singkut mengalami peningkatan dari tahun ketahun berikutnya sampai saat sekarang. Sektor kesehatan di Desa Pasar Singkut di mana masyarakat ketika sakit masih mengandalkan Puskesmas yang ada, dan terkadang masyarakat hanya datang ketempat bidan yang di anggap lebih dekat dibandingkan harus kerumah sakit. Menurut masyarakat biaya yang dikeluarkan lebih terjangkau menyesuaikan tingkat kesejahteraan masyarakat bila dibandingkan harus kerumah sakit besar.46 Sejak berdirinya Desa Pasar Singkut sampai sekarang telah tercatat 3 orang pemimpin desa yang mana pemilihan kepala desa menggunakan suara masrakat setempat yang sudah tujuh belas tahun keatas, karena demi mengurangi rasa

46 Perangkat Desa Pasar Singkut. Bidan Desa. dkk, Daftar Isian Tingkat Perkembangan Dsa Dan Kelurahan, (Sarolangun: Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Pmerintahan Desa, 2017), 21-24.

25

ketidak adilan dalam melaksanakan kegiatan kepemimpinan yang terkait dalam anggota pemerintahan dan seperti disajikan pada tabel 1 itulah nama-nama kepala desa. Letaknya yang juga sangat dekat dengan pusat perekonomian membuat lingkungan Desa Pasar kian berkembang dari tahun ketahun. Begitu juga akan membuat geberasi penerus semakin berantusias untuk tinggal menetap di Desa Pasar Singkut. 2. Struktur Desa Sebagaimana halnya suatu badan Organisasi, baik di bawah naungan Pemerintahan ataupun swasta, kecil maupun besar tidak lepas dari suatu badan yang disebut dengan Organisasi. Pengurus Organisasi mempunyai tanggung Jawab terhadap maju-mundurnya suatu Organisasi yang dipimpinnya. Demikianlah pula halnya dengan Desa Pasar Singkut Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun, dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pasar Singkut, dipimpin oleh seorang Kepala Desa sebagai Leader sekaligus Penanggung Jawab dalam pemerintahan untuk melaksanakan Program pembangunan baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah.47 Dari awal desa pasar berdiri, sudah mengalami tiga masa kepemimpinan kepala desa. Pertama dipimpin oleh bapak Halimi (1984-2000), kemudian diganti oleh bapak Satiyo (2000-2011), setelah itu diadakan perganian kepala desa bersistem demokrasi pada tahun 2011, dan digantikan oleh bapak Sumarsono (2011-2017).48 Desa Pasar Singkut selain dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang didampingi oleh Sekretaris Desa dalam menjalankan tugasnya, juga dibantu oleh kaur desa. Kaur atau Kasi di Desa Pasar Singkut diantaranya adalah Kasi Pemerintahan, Kasi Prek Pemb, Kaur Umum, Kaur Keuangan, Kasi Keso, Kasi Trantib. Dalam menjalankan progam, masyarakat juga sangat berperan penting dalam proses tersebut, karena sangat berpengaruh terhadap efektivitas progam yang digagas oleh pemrintah.

47 Lihat struktur pada lampiran 48 Lihat Tabel 1, pada lampiran

26

B. Data Monografi Desa Pasar Singkut Desa Pasar Singkut memiliki fasilitas pendidikan yang lumayan banyak, yakni 4 Taman Kanak-kanak, 3 Pendidikan Anak Usia Dini, 2 Sekolah Dasar, 1 Madarasah Tsanawiyah Negeri, 1 Sekolah Menengah Atas Negeri, 2 Pondok Pesantren, dan 3 Taman Pendidikan Qur‟an yang mengajarkan eja baca Al-Quran dan pendalaman ilmu Agama Islam.49 Bila melihat fasilitas pendidikan yang ada, kecil kemungkinan generasi penerus Desa Pasar Singkut yang tidak mengenyam bangku pendidikan, artinya hampir mayoritas bersekolah. Otomatis mampu menunjang anak-anak untuk dapat berfikir maju dan faham terhadap ajaran-ajaran keislaman. Jumlah penduduk yang besar biasa menjadi modal dasar pembangunan sekaligus bisa menjadi beban pembangunan. Bila melihat dari jumah sekolah dan pondok pesantren yang ada, dapat digambarkan bahwa hampir mayoritas masyarakat pernah menduduki bangku sekolah untuk belajar. Ini merupakan aset yang dimiliki oleh Desa Pasar Singkut untuk menunjang kemajuan kesejahteraan bersama. Supaya dapat menjadi dasar pembangunan maka jumlah penduduk yang besar harus disertai kualitas SDM yang tinggi. Penanganan kependudukan sangat penting sehingga potensi yang dimiliki mampu menjadi pendorong dalam pembangunan, khususnya pembangunan Desa Pasar Singkut. Berkaitan dengan kependudukan, aspek yang penting antara lain perkembangan jumlah penduduk, kepadatan dan persebaran serta strukturnya. Disamping itu, jumlah penduduk beragama Islam yang hampir 99,2% juga menjadi dasar pergerakan persatuan yang kokoh karena memiliki visi misi besar yang sama.50 Hal tersebut dapat terlihat dari salah satu kegiatan besar ketika malam penghujung Ramadhan, pemuda pemudi tumpah ruah melakukan takbir keliling sambil membawa aneka kendaraan yang terhias indah. Kegiatan tersebut diikuti hampir seluruh dusun yang ada di Desa Pasar Singkut.

49 Lihat Tabel 2, pada lampiran 50 Lihat Tabel 4, pada lampiran

27

Jumlah penduduk Desa Pasar Singkut secara keseluruhannya mencapai 5.655 jiwa, yang terdiri dari kaum laki-laki jumlah 2.949 dan kaum perempuan dengan jumlah 2.706 Jiwa. Jumlah penduduk Desa Pasar Singkut dalam hal ini cenderung meningkat karena tingkat kelahiran lebih besar dari pada kematian serta penduduk yang masuk lebih besar dari penduduk yang keluar.51 Persentase jumlah penduduk yang bekerja sebagai karyawan tergolong sedikit, hal ini diakibatkan oleh sumber daya manusia yang tersedia masih sangat minim. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih kurang, meskipun pemerintah sering memberikan penyuluhan diberbagai instansi yang ada di Desa Pasar Singkut. Meskipun tingkat pendidikan masih minim, namun kesadaran beragama pada masyarakat Desa Pasar Singkut dapat dikatakan baik. Jumlah penduduk suatu wilayah sebagai potensi sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan. Namun demikian jumlah penduduk cukup untuk kepentingan pembangunan apabila tidak diimbangi dengan kualitas yang memadai. Kuantitas dan kualitas penduduk akan memberikan gambaran profil sumber daya manusia. Pendidikan masyarakat tidak hanya dibatasi dengan pendidikan formal, tetapi juga ditambah dengan pendidikan non formal terutama di tempat-tempat ibadah atau pengajian. Berbeda dengan masyarakat kota, dimana pendidikan non formalnya lebih kepada ilmu pengetahuan umum bukan ilmu agama. Karena di masryrakat perdesaan lebih mengutumakan ilmu agama sebagai penuntun hidup, meskipun terkadang anak-anak mereka banyak yang susuah untuk mengaji demi untuk mendapatkan ilmu agama. Akibatnya didesa masih banyak generasi penerus ang tidak tahu bacaan ayatayat Al-qur‟an, malah kebanakan dari generasi penerus terbawa oleh dunia yang tidak baik.

1. Keadaan Geografis Desa Pasar Singkut Desa Pasar Singkut terletak di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi, secara geografis Desa ini berada pada ketinggian dari permukaan

51 Lihat Tabel 5, pada lampiran

28

laut 38M, pada dataran tinggi dengan suhu udara rata-rata 21‟C-29‟C dan luas wilayah 18 Km / 1800 ha. Desa Pasar Singkut mempunyai batas – batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bukit Murau b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bukit Tigo c. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sei Merah d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Benteng Dilihat dari sturktur diatas adalah bagian dari organisisai Desa Pasar Singkut yang dapat menstabilkan masyarakat setempat dalam melakukan kegiatan, yang bertujuan untuk menggerakan seluruh masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam melakukan kegiatan yang ada di desa.

2. Perkebunan dan Pertanian Ds.Pasar Singkut merupakan salah satu sentra perkebunan di kabupaten Sarolangun. Komoditi penting yang dihasilkan perkebunan di Ds.Pasar Singkut adalah karet, kelapa sawit. Dengan pengolahan yang baik perkebunan rakyat dapat menjadi salah satu alternativ untuk penanggulangan lahan kritis. Sejak tahun 2012, harga persatu kilogram karet mengalami penurunan yang sangat drastis, berkisar antara Rp 5.000 - Rp 8.000 /Kg. hal tersebut membuat banyak para petani karet merombak perkebunan karetnya menjadi perkebunan sawit. Karena dianggap harga perkilogram sawit memiliki daya fluktuasi yang lebih setabil. Hal ini sangat berbeda dengan harga karet yang kian meresahkan petani.

3. Peternakan Masyarakat Ds.Pasar Singkut yang aktif dalam bidang peternakan tidaklah begitu banyak. Binatang ternak yang umum dikembangkan yakni ikan, sapi, kambing. Namun dalam bidang peternakan ini tidak memiliki persentase yang tinggi, karena pada dasarnya masyarakat Ds.Pasar Singkut lebih memilih bertani. Diantara delapan dusun yang ada, hanya terdapat satu dusun yang memiliki prospek baik untuk beternak ikan. Karena memiliki aliran sungai yang stabil, dan

29

dataran rendah yang luas. Berbeda dengan dusun-dusun lain yang lebih banyak beternak sapi atau kambing, karena pada dasarnya tidak memiliki lahan yang strategis dalam berbududaya ikan.

4. Perindustrian Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang prindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan prekayasaan industri. Suatu kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjad barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Ds.Pasar Singkut ada banyak warganya yang memiliki usaha perindustrian, seperti pabrik tahu, pabrik tempe, usaha jahit, pabrik ubi, dan usaha kecil menengah lainnya. Karena lokasinya yang sangat dekat dengan pusat perekonomian, membuat wargannya banyak juga yang memilih membuka usaha produktif.

5. Pariwisata Pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan. Ia sangat peka terhadap kerusakan lingkungan,misalnya pencemaran oleh limbah domestic yang berbau dan nampak kotor, sampah yang bertumpuk, dan kerusakan pemandangan oleh penebangan hutan, serta sikap penduduk yang tidak ramah. Pariwisata saat ini sangat dikembangkan dengan giat oleh pemerintah diIndonesia. Di banyak tempat telah menunjukan peningkatan yang tajam terutama pariwisata domestik. Pada hari minggu dan hari libur lainnya banyak tempat pariwisata dibanjiri oleh wisatawan khususnya tempat-tempat pariwisata di Ds. Pasar singkut. Ada beberapa potensi yang ada di Ds. Pasar singkut yang harus dikembangkan, karena objek wisata di daerah ini layak untuk di kembangkan. Seperti wisata alam pemandian Sungai Dingin yang terletak di Lokasi Limo. Hal

30

ini terlihat saat libur akhir pekan, banyak warga diluar desa maupun kecamatan yang bebondong-bondong hadir untuk mandi di sungai tersebut.

C. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Pasar Singkut merupakan masyarakat yang heterogen, yang terdiri dari berbagai macam suku pendatang. Meskipun demikian mayoritas penduduk Desa Pasar Singkut didominasi oleh suku Jawa. Agama mayoritas di Desa Pasar Singkut adalah Islam. Dengan demikian, Islam sangat berpengaruh terhadap kebudayaan masyarakat di Desa Pasar Singkut. Kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan terus berkembang di Desa Pasar Singkut, hal ini dapat dilihat dari banyaknya generasi muda yang sudah melanjutkan pendidikannya sampai ke tingkat S1, bila dibandingkan dengan keadaan sebelumnya dimana angka putus sekolah di Desa Pasar Singkut cukup tinggi, para orangtua tidak mau menyekolahkan anaknya, berfikir hanya untuk mencari uang sehingga dari kecil anak-anak sudah diajarkan mencari uang sampai-sampai mengabaikan pendidikannya. Dengan kemajuan dan perkembangan zaman, kesadaran akan pentingnya pendidikan telah di fahami oleh sebagian besar masyarakat Desa Pasar Singkut. Masyarakat transmigran Jawa di Desa Pasar Singkut berasal dari daerah yang berbeda-beda, tentunya dalam hal budaya adat juga bersifat plural. Karena setiap daerah di Jawa memiliki budaya adat yang berbeda, dan begitu pula di Desa Pasar Singkut. Namun, dalam perihal slametan masyarakat Jawa Desa Pasar Singkut memiliki banyak kesamaan, tidak bnyak memiliki perbedaan. Pada dasarnya Desa Pasar Singkut merupakan daerah transmigrasi, yang berasal dari daerah-daerah di pulau Jawa. Yaitu, Gunung Kidul, Pati, Solo, Cianjur, Bantul, Cilacap, Yogyakarta dll. Latar belakang daerah yang berbeda membuat Desa Pasar Singkut sangat kaya akan tradisi kebudayaan Jawa, dan kebudayaan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sehingga sekarang ini mayoritas anak-anak Desa Pasar Singkut telah mengenyam pendidikan minimal sampai kepada tingkat SLTA bahkan sudah banyak yang sampai strata satu. Meskipun banyak berdiri lembaga pendidikan

31

umum, namun pengetahuan keagamaan tetap diajarkan oleh masyarakat kepada anak-anaknya, baik itu di rumah maupun di tempat-tempat ibadah yang dibimbing oleh para ulama dan tokoh agama setempat. Dinamika masyarakat Desa Pasar Singkut juga dapat dilihat dari sektor mata pencaharian. Meskipun tidak banyak yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil, namun tanggung Jawab mereka terhadap perekonomian sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari keberagaman corak mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Singkut. Berikut data jumlah penduduk menurut mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Singkut. Desa Pasar Singkut merupakan salah satu wilayah di kecamatan Singkut, kabupaten Sarolangun yang perkembangan daerahnya cukup progresif. Pasar Singkut memiliki jumlah penduduk, tingkat ekonomi, dan migrasi yang cukup tinggi di kecamatan singkut dan masih menjalankan tradisi slametan. Apa yang menarik adalah bahwa meskipun di daerah tersebut sudah dapat dikatakan modern namun masih menjalankan tradisi lokal. Sehingga menarik untuk dilihat bagaimana tradisi slametan tersebut dijalankan di tengah-tengah arus modernisasi. Masjid berjumlah 10, mushola berjumlah 20. Bila dilihat dari gambaran jumlah tempat ibadah yang ada, masyarakat Desa Pasar Singkut harusnya memiliki antusias untuk beribadah. Namun fakta dilapangan yang merupakan hasil observasi, hanya tiga masjid saja yang terlihat ramai saat waktu ibadah sholat lima waktu. Bisa jadi latar belakang pekerjaan sebagai petani adalah penyebabnya. Meskipun ditunjang oleh fasilitas pendidikan yang tercukupi, nampaknya tidak berpengaruh signifikan terhadap ketaatan beragama. 70,62% penduduk Desa Pasar Singkut merupakan suku jawa. Maka penduduk suku Jawa sangat mendominasi dibandingkan dengan suku-suku lainnya. Kuantitas jumalah suku jawa yang banyak tentu kaya akan budaya dan tradisi yang berkembang, maupun budaya dan tradisi yang susut akibat perkembangan zaman. Namun tradisi slametan di Desa Pasar Singkut masih tetap eksis di tengah kemajuan pemikiran rasionalistis dan dogma-dogma keislaman yang diajarkan disekolah-sekolah maupun dipondok pesantren dan taman pendidikan qur‟an.

BAB III TRADISI SLAMETAN DALAM SUKU JAWA DESA PASAR SINGKUT Pada dasarnya, yang dikenal dengan sebutan orang Jawa menurut Suseno adalah orang yang memakai bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa.52 Jadi masyarakat Jawa adalah kumpulan individu-individu manusia Jawa dan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, dan tinggal di bagian tengah dan timur pulau Jawa. Jawa menurut ki Herman SJ memiliki arti “mengerti”, batas butas kaweruhipun. Jadi orang Jawa ialah orang yang mengerti bagaimana dia berada dan mengada.53 Dalam kehidupan Orang Jawa hampir semua bidang kehidupan baik dalam pergaulan maupun upacara-upacara selalu terlihat pengungkapan rasa budaya, yang sifatnya mistik.54 Dalam konsepsi Jawa, manusia pertama-tama adalah makhluk rohani. Dominannya kepercayaan ini dapat dilihat dari konsep mereka tentang lingkungan. Konsepsi tentang manusia sangat dipengaruhi oleh ajaran agama Hindu, Budha, dan terutama Islam. Tiga agama ini memperkaya dan sangat membantu khazanah konsepsi dan sistematika ajaran tentang manusia dalam kebudayaan Jawa. Sikap batin yang tidak menganggap bahwa kepercayaan atau keyakinannya adalah yang paling benar dan yang lain salah merupakan lahan subur bagi tumbuhnya toleransi Jawa yang amat lapang dada, baik dalam kehidupan beragama maupun bidang kehidupan lainnya. Kondisi kehidupan “keagamaan” masyarakat Jawa sebelum datangnya agama Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan yang datang dari luar Jawa ataupun kepercayaan yang ada di dalam masyarakat Jawa telah berkembang dan diyakini selama beribu-ribu tahun lamanya dalam kehidupan masyarakat Jawa. Sebelum agama Hindu dan agama Buddha berkembang dalam masyarakat Jawa,

52 Ryko Adiansyah, “Persimpangan Antara Agama dan Budaya: Proses Akulturasi Islam dengan Slametan dalam Budaya Jawa”, Jurnal Intelektualita Vol 06, Nomor 02, (2017), 310. 53 Herman Sinung Janutama,”ronggo warsito Islam & kejawen”. 54 Miftahul Huda, “Islam dan Tradisi Jawa: Pencarian Motif Dan Makna Dalam Tradisi Selametan Mendirikan Rumah Di Dusun Gentan Ngrupit Jenangan Ponorogo”, Jurnal Sabda, Vol 8, ISSN 1414-7927. (2013), 296-297.

32

33

masyarakat prasejarah yang ada di Jawa telah mempunyai keyakianan yang bercorak animisme dan dinamisme.55 Sejak dahulu kala dinyatakan bahwa masyarakat itu telah mengenal suatu kekuatan yang dianggap melebihi dari kekuatan manusia. Demikian lebinya kekuatan tersebut dari apa yang dimiliki oleh manusia, maka manusia hendak memperalat kekuatan tersebut demi kepentingannya. Dengan demikian, maka timbullah “upacara” untuk membujuk kekuatan tersebut agar mau memberinya kepada manusia. Pemujaan-pemujaan yang didampingi oleh persembahan- persembahan atau sesaji kepada kekuatan tersebut melahirkan bentuk-bentuk upacara. Bahkan, akhirnya timbul semacam tatacara untuk berupacara kepada kekuatan-kekuatan tersebut.56

A. Prosesi Slametan di Desa Pasar Singkut Dalam setiap digelarnya slametan memiliki proses dan persiapan yang berbeda. Perbedaannya terletak dari niat hajat dari penyelenggara slametan. Karena dalam rangkaian acara memiliki tahapan dan sesi acara yang berbeda. Sebelumnya pihak penyelenggara atau pemangku hajat mengundang tetangga dan sanak familinya secara lisan untuk menghadiri acara itu yang akan diselenggarakan di rumah. Upacara slametan baru dimulai apabila para undangan sudah banyak yang datang dan dianggap cukup, lebih khusus yaitu para tokoh agama yang nantinya akan memimpin berjalannya acara. Proses berjalannya acara yang sudah menjadi adat kebiasaan, dipimpin oleh seorang tokoh masyarakat, kalau bukan seorang ulama atau ustad yang sengaja disiapkan oleh penyelenggara. Hal ini dilakukan karena keterbatasan dalam retorika pada mayoritas masyarakat. Walapun disisi lain terdapat unsur yang dianggap etis bagi kalangan Jawa apabila sahibul bath diwakili dalam penyampaian hajatnya oleh orang tertentu.

55 Budiono Kusumohamidjojo. Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi Manusia.(Yogyakarta: Jalasutra 2010), 78. 56 Bungaran Antonius Simanjuntak, Tradisi, Agama, dan Akseptasi pada Masyarakat Pedesaan Jawa. (Jakarta: yayasan pustaka obor, 2016),16.

34

Namun pada umumnya yang berlaku pada saat ini, di desa pasar singkut dalam upacara slametan memiliki rangkaian acara sebgai berikut : a) Pembukaan Dalam tahap awal, acara diawali dengan pembukaan yang dipandu oleh pembawa acara. Biasanya pembawa acara bukan dari pihak penyelenggara, namun dimintai pertolongan oleh pemangku hajat untuk memandu keberlangsungan acara. Pembawa acara memilih para tokoh agama yang diyakini mumpuni untuk memimpin sub-acara. Kemudian mempersilahkan untuk tiap petugas upacara slametn yang telah ditunjuk untuk memulai sub-acara pada bagian yang tlah ditentukan. b) Pembacaan surat Yasin dan Tahlil Pembacaan yasin dipimpin oleh tokoh agama atau ustad. Diawali dengan mengirim alfatihah kepada nabi, sahabat nabi, dan para umat muslim yang telah mendahului. Kemudian pembacaan yasin tahlil agar fadilahnya ditujukan atau disesuaikan dengan pemangku hajat atau sesuai niat yang dikehendaki tuan rumah. Dilanjutkan dengan membaca tahlil, tahlil itu memiliki esensi, yaitu membaca kalimat tauhid lailahaillallah. Menurut imam ghozali, yaitu tokoh agama yang banyak menjadi anutan umat islam di daerah desa pasar singkut. c) Pembacaan Do‟a Do‟a pada masyarakat Jawa dalam bentuk upacara slametan pada dasarnya memiliki tujuan yaitu ingin mencari keadaan tentram, selamat, dan sejahtera. Akan tetapi muara akhir dari do‟a yang dipanjatkan oleh masyarakat Jawa hanya terbatas pada hajat awal yang ingin dituju oleh penyelenggara hajat. Biasanya pembacaan do‟a dipimpin oleh ustad yang dituakan atau dita‟zimi, lalu semua yang hadir mengikuti upacara membaca amin. d) Penutup dan Ramah Tamah Setelah slametan ditutup oleh pembawa acara, kemudia diisi dengan ramah tamah dan tuan rumah memberikan makanan kepada orang-orang yang mengikuti slametan. Selain sebagai sedekah motivasi tuan rumah adalah sebagai

35

penghormatan kepada para tamu yang turut serta dalam terlaksananya slametan dan mendo‟akan apa yang menjadi hajat terkabul. Rangkaian acara tersebut mirip dengan kebiasaan masyarakat ketika malam jum‟at, yaitu yasinan, demikian masyarakat menyebutnya. Bedanya terletak pada sajian yang dihidangkan. Ketika slametan ada sajian berupa ingkung, bubur abang puteh, jadah, pisang rojo, air kembang, tumpeng, jajan pasar, dan lainnya yang diletakkan di tengah para orang-orang yang mengikuti acara tersebut hingga acara selesai. Rangkaian slametan yang ada pada saat ini tidaklah murni seperti awal diadakannya tradisi tersebut. Telah terjadi evolusi yang bertahap seiring datangnya tokoh-tokoh agama islam baru. Awal slametan tidak terdapat rangkaian acara seperti pembacaan surat yasin, tahlil. Ketika itu acara intinya yaitu pembacaan ikrar yang dipimpin oleh sesepuh adat. Agama Islam berpengaruh besar dalam masyarakat Jawa, namun tradisi dan adat kebiasaan masyarakat Jawa yang tidak dapat dihilangkan dan tetap tertanan di dalam diri masyarakat. Hal ini sangat sulit dihilangkan, namun dengan cara mengklabolirasi antara budaya Jawa (nenek moyang) dengan ajaran Islam dilakukan para wali untuk bisa masuk ke dalam masyarakat Jawa pada waktu itu. Maka hal inilah yang masih berkembang dalam masyarakat Jawa. Rangkaian acara ini merupakan prosesi pokok dalam tradisi slametan yang dilakukan bersama seraya memohon kepada Allah agar apa yang diniatkan diijabah oleh yang maha kuasa. Pembacaan yasin tahlil dan do‟a ini biasanya dipimpin oleh sesepuh agama atau orang yang dipercayai mumpuni dalam hal tersebut, karena tokoh-tokoh agama dipercaya oleh masyarakat sebagai tokoh yang mengerti tentang agama. Dalam perilaku hidup orang Jawa yang selalu melakukan Do‟a dalam bentuk upacara slametan. Slametan bertujuan untuk mencapai keadaan slamet, yaitu suatu keadaan dimana peristiwa-peristiwa akan bergerak mengikuti jalan yang telah ditetapkan dengan lancar dan tak akan terjadi kemalangan-kemalangan kepada sembarang orang.

36

Pembacaan do‟a selain dikhususkan kepada niat hajat penyelenggara slametan, pembacaan do‟a juga dikhususkan kepada para aruah leluhur. Melalui do‟a tersebut masyarakat berharap agar aruah para leluhur berada dalam rahmat Allah. Karena keyakinan yang telah dibentuk oleh para tokoh agama yaitu, mengirim do‟a kepada aruah leluhur dapat dijadikan wasilah menuju Allah. Masyarakat Jawa sebelum datangnya Islam mereka menganut kepercayaan animisme dan dinamisme, kepercayaan pada benda-benda yang dianggap bertuah dan kepercayaan pada roh yang memiliki kekuatan yang luar biasa. Mereka berdo‟a memohon segala sesuatu dalam hidupnya dengan cara membawa sesajen dan mengucapkan mantra-mantra yang dapat mendatangkan roh yang dipercayai itu, lantas mereka mengucapkan apa yang menjadi permintaannya. Do‟a biasanya dilakukan di tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral dan angker serta dirangkai dalam upacara slametan57. Slametan adalah konsep yang berasal dari sumber ajaran Islam yaitu kata bahasa Arab „salam‟ yang brarti „menjadi baik‟, „selamat‟. Maka yang diminta dalam ritual slametan adalah permohonan doa untuk kebaikan, kesejahteraan dan keselamatan. Agama Jawa berasal dari tradidi Islam dan slametan adalah praktek interpretsi teks skriptual Islam dan banyak dipraktekkan secara popular di Asia dan Asia Tenggara.58 Dalam buku Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, slametan diartikan sebagai upacara sedekah makanan dan doa bersama, yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan ketentraman untuk ahli keluarga yang menyelenggarakan. Upacara slametan termasuk kegiatan batiniah yang bertujuan untuk mendapat Ridha dari Tuhan. Kegiatan slametan menjadi tradisi hampir seluruh kehidupan di pedusunan Jawa. Ada bahkan yang meyakini bahwa slametan adalah syarat spiritual yang wajib, dan jika dilanggar akan mendapatkan ketidakberkahan atau kecelakaan. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari insiden- insiden yang tidak dikehendaki.

57 Abdul Wahab Rosyidi. “Do‟a Dalam Tradisi Islam Jawa”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 (2012). 6, 58 Asliah Zainal. Menjaga Adat, Menguatkan Agama Katoba dan Identitas Muslim Muna, (Yogyakarta : deepublish, 2018), 3.

37

Sehingga slametan bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan masyarakat Jawa yang biasanya digambarkan sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah maupun di desa, bahkan memiliki skala yang lebih besar. Dengan demikian, slametan memiliki tujuan akan penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur umum. Di samping itu juga untuk menahan kekuatan kekacauan (tolak balak). Masyarakat Jawa melakukan slametan sebagai bentuk untuk menyatakan bahwa segala sesuatunya dalam keadaan slamet. Slametan menjadi kegiatan sentral bagi orang Jawa sebagai bentuk perwujudan keselarasannya dengan dunia. Sebagai kegiatan sentral, ritual tersebut melingkupi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, seperti kelahiran dan kematian, masa tanam dan panen, serta membangun dan pindah rumah. Karena adanya perubahan yang terus terjadi pada skala global, tradisi slametan pun beradaptasi pada perubahan tersebut agar mampu untuk terus bertahan.59

B. Sejarah Slametan di Desa Pasar Singkut Upacara slametan merupakan salah satu elmen kebudayaan Jawa yang paling sulit berubah dibandingkan dengan elemen kebudayaan Jawa lainnya. Sebab, aspek penting dalam upacara slametan adalah mitos kepercayaan. Tanpa hadirnya mitos kepercayaan, tentu upacara ini tidak memiliki roh, yang artinya akan mudah ditinggalkan oleh masyarakat. Slametan merupakan bentuk aktifitas sosial berwujud upacara yang dilakukan secara tradisional. Slametan di Desa Pasar muncul karena kebiasaan yang ada di daerah asalnya pulau Jawa yang terbawa hingga mereka berada di daerah transmigran. Artinya tradisi tersebut merupakan turunan, bukan sesuatu hal yang baru diciptakan. Tradisi ini dibawa oleh para orang-orang transmigran Jawa terdahulu pada tahun 1975.60

59 Dr. Arie Setyaningrum, M.A, “Praktik Tradisi Slametan Dalam Masyarakat Pogung Lor”, Skripsi (Yogyakarta: Program Sarjana UGM, 2017), 10. 60 Suhardi, tokoh Adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio

38

Hanya saja slametan pada saat ini sedikit mengalami kontaminasi agama islam, yaitu adanya penambahan dan pengurangan sesi-sesi acara seperti ditambahnya pembacaan surat yasin dan tahlil secara bersama-sama oleh seluruh anggota yang hadir dalam acara tersebut. Adapula seseuatu hal yang dikurangi, artinya tidak dilaksanakan kembali oleh sebagian besar orang-orang Jawa sekitar desa. Seperti pada pembuatan pancen saat slametan kematian, penanaman telur angsa pada pondasi rumah yang akan baru dibangun setelah slametan digelar, meletakkan sajen diruang tertentu saat stelah upacara slametan hajat perkawinan dll. Berkurangnya tradisi sajen disebabkan oleh adanya unsur keayakinan yang mendalam terhadap agama islam.61 Berawal dari mencoba untuk tidak melaksanakan adat seperti sajen, masyarakat merasa tidak terdapat hal yang bersifat negatif menyentuh niat hajat penyelenggara. Maka berangsur-angsur masyarakat semakin banyak untuk tidak melaksanakan adat tersebut Walaupun telah mengalami pergeseran, upacara slametan masih diselenggarakan masyaraklat Jawa. Orang Jawa memiliki mitos kepercayaan, bahwa roh-roh yang telah meninggal dunia dapat diajak berkomunikasi. Saat melakukan slametan, orang Jawa mengundang para tetangga, saudara, dan handai taulan. Selain itu juga mengundang roh-roh leluhur. Sebagai wujud rasa komunikasi dengan roh-roh leluhur, menu hidangan yang disajikan selain makanan (nasi) juga berupa sesaji. Bentuk sesaji bermacam-macam dan tujuannya dipersembahkan kepada roh-roh leluhur dan jagad gede.62 Bagi kelompok abangan, slametan diyakini merupakan simbolisme persembahan terhadap para roh halus, roh leluhur dan lain-lain agar masyarakat terhindar dari bencana dan kejahatan.63 Dengan demikian upacara slametan tidak hanya ditujukan untuk manusia, akan tetapi juga untuk mahkluk yang tidak kasat mata (tidak terlihat).

61 Muhmartin, Tokoh Adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio 62 Mbah supri, Sesepuh adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio 63 Ummi Sumbulah, “Islam Jawa Dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi Dan Ketaatan Ekspresif”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun (2012), 34.

39

Para ahli menduga bahwa slametan pada awalnya adalah bentuk upacara masyarakat Jawa penganut animisme. Ketika agama Islam masuk ke Jawa, para Wali mengadakan pendekatan. Unsur-unsur dalam upacaranya tidak dihapuskan semuanya, tetapi beberapa doa diganti dan disesuaikan dengan doa ajaran Islam. Menurut Soebardi dalam jurnal Ikha Safitiri, corak Islam yang dikembangkan di Jawa lebih mengarah kepada pendekatan sufistik yang cenderung identik dengan paham mistik agama sebelumnya sehingga melahirkan corak keberagaman umat Islam Jawa yang khas yaitu Islam Kejawen.64 Misalnya, saat mengadakan slametan untuk orang yang meninggal, maka saat memimpin doa, modin mengatakan, “mugi-mugi aruahipun bapak prawiro direjo dipun ampuni kesalahanipun, dipun lebur dosa-dosanipun, dipunjembaraken kuburipun, lan dipunparingi papan ingkang sae, inggih punika suwarganipun gusti Alla” (semoga aruah bapak prawiro direjo diampuni kesalahannya, diler dosa-dosanya, dilapangkan jalan kuburnya, dan diberi tempat yang terbaik yaitu surga disisi Allah). Setelah memimpin doa itu, modin akan melafalkan doa-doa dalam bahasa Arab. Dalam doa ini terdengar kata-kata bismillah, mukamad, alkamdulillah, ngalamin, dan amin yang berarti doa-doa yang disertai doa-doa Islami.65 Masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat kompleksitas internalnya. Di tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur. Di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas dan prganisasi. Di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Maasyarakat buka sebuah kesatuan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda. Seperti dinyatakan oleh Edward Shils “masyarakat adalah fenomena antarwaktu. Masyarakat terjelma bukan karena keberadaannya disatu saat dalam perjalanan waktu. Tetapi ia hanya ada melalui waktu. Ia adalah jelmaan waktu”.66 Maka hal ini selaras dengan gambaran para ahli tentang sejarah slametan yang berawal dari kepercayaan animisme menuju perubahan kepercayaan kepada tuhan.

64 Ikha Safitri, “Kepercayaan Gaib Dan Kejawen: Studi Kasus pada Masyarakat Pesisir Kabupaten Rembang”, Jurnal Sabda, Volume 8, ISSN 1410-7910 (2013:), 25. 65 Asti Musman, Agama Ageming Aji, 180. 66 Piӧ tr Sztomka, “Sosiologi Perubahan Sosial”, 65.

40

Slametan juga diartikan sebagi wujud syukur kepada Yang Maha Kuasa. Dia telah melimpahkan bermacam-macam karunia, baik kesehatan, rizki, dan rasa tentram membuat kehidupan ini jauh daribencana. Upacara slametan bukan hanya dilakukan saat beruntung, misalnya panen melimpah, lulus sekolah ataupun selesai mmbangun rumah, akan juga dilakukan seusai terkena musibah, misalnya sakit berbulan-bulan, kecelakaan, maupun kehilangan uang atau harta lainnya. Situasi yang susah maupun senang yang agak ekstrim ini dianggap situasi yang tidak normal. Keduanya membahayakan orang Jawa. Oleh karenanya, agar segala sesuatu mendapatkan keselamatan harus dislenggarakan slametan. Dalam pandangan masyarakat Jawa, manusia hidup di dunia melewati banyak tahapan dari kandungan, bayi, anak, remaja, menikah hingga meninggal dunia. Ketika naik satu tahap, berarti telah meninggal satu tahap sebelumnya. Ia meninggalkan alam yang telah ia kenal yaitu alam kandungan menuju alam yang belum ia kenal. Demikianpun juga ketika seseorang meningal dunia, maka dia akan meninggalkan alam dunia yang telah ia kenal menuju alam baka yang belum ia kenal. Setiap kenaikan satu tahapberarti memasuki satu alam yang belum ia kenal, ini berarti manusia telah memasuki tahap yang belum ia kenal. Selain itu, dalam kepercayaan Jawa, suatu peristiwa yang berhubungan dengan hidup seseorang bukanlah suatu peristiwa kebetulan, misalnya kelahiran, pernikahan dan kematian. Di sini lah manusia memasuki sesuatu yang disebut saat-saat yang amat tegang, kritis, dan bahkan yang bersangkutan dalam situasi lemah dan sakral. Situasi ini dapat memunculkan bahaya sosial yang menyebabkan tatanan sosial yang berwujud keseimbangan kosmos itu terganggu. Maka, menurut kepercayaan orang Jawa, sat itu perlu diselenggarakan slametan dengan tujuan agar selamat dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.67 Warisan sosial merupakan semua yang disalurkan kepada kita melalui proses sejarah. Di tingkat makro, semua yang diwarisi masyarakat dari fase-fase proses historisterdahulu merupakan “warisan historis”; di tingkat mezo, apa saja yang diwarisi komunitas atau kelompok dari fase kehidupannya terdahulu

67 Asti Musman, Agama Ageming Aji, 181-182.

41

merupakan “warisan kelompok”; di tingkat mikro, apa saja yang diwarisi individu dari biografinya terdahulumerupakan “warisan pribadi”.68 Merujuk pada karya Clifford Geertz yang membagi keberagamaan Jawa menjadi Islam Abangan dan Islam Putihan, yang pada dasarnya memiliki pola keberibadatan yang berbeda. Islam Abangan yang masih tidak lepas dari corak kepercayaan Hindu-Budha berbeda dengan Islam Putihan yang banyak diajarkan di pondok-pondok pesantren kala itu. Kepercayaan religius para abangan merupakan campuran khas penyembahan unsur-unsur alamiah secara animisme yang berakar dalam agama-agama Hinduisme yang semuanya telah ditumpangi oleh agama Islam. Ibadah orang abangan meliputi upacara perjalanan, upacara cocoktanam dan upacara pengobatan yang semuanya berdasar pada kepercayaan terhadap roh-roh jahat. Upacara pokok dalam agama Jawa tradisional ialah slametan (slametan atau kenduri).ini merupakan acara agama yang paling umum di antara para abangan, dan melambungkan social mistik dan social dari orang-orang yang ikut serta dalam slametan itu. Slametan dan lambang-lambang yang mengiringinya memberikan gambaran yang jelas tentang cara pemaduan antara kepercayaan abangan yang animis dan Budha-Hindu dengan unsur Islam serta membentuk nilai pokok masyarakat pedesaan.

C. Tujuan Slametan di Desa Pasar Singkut Desa Pasar Singkut salah satu desa yang masih dalam tahap pembangun telah berdiri sejak tanggal 08 Desember 1983.69 Pertama dimulainya tradisi slametan di Desa Pasar Singkut tidak diketahui dengan pasti dan sulit diteliti, karena kurangnya sumber data yang mendukung. Seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk transmigran yang datang semakin banyak. Terdiri dari berbagai daerah di pulau Jawa, ada dari daerah Solo, Gunung Kidul, Pati, Cianjur dll. Tidak semua orang-orang transmigran Jawa memahami cara-cara dalam melaksanakan slametan.

68 69 Muhmartin, Tokoh masyarakat sekaligus sesepuh Jawa Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio

42

Berdasarkan analisa sumber data yang didapat di lapangan, ternyata penduduk desa Pasar Singkut yang mayoritas suku Jawa tidak dapat menceritakan sejak kapan tradisi slametan ini dilakukan. Mereka hanya dapat menyatakan bahwa upacara ini sudah sejak dulu dilakukan, kini mereka tinggal meneruskan adat yang telah berlaku turun temurun. Tradisi selametan merupakan salah satu bentuk upacara tradisi yang diwariskan leluhur. Tradisi ini dilakukan sejak awal masuknya transmigran dari pulau Jawa pada tahun 1970. Karena tradisi dari Jawa sudah ada, maka mereka hanya meneruskan kebiasaan yang ada dari daerah asal mereka70. Namun prosesi awal pertama slametan dilakukan berbeda dengan proses slametan yang ada pada saat ini. Datangnya orang-orang paham agama Islam barulah ada penambahan- penambahan proses berlangsungnya acara slametan. Upacara slametan juga merupakan ekspresi keberagamaan yang bersifat personal, karena ia murni "milik" si pelaku, di mana slametan tersebut berawal dari apa yang diimani, dipikirkan, dan dirasakan. Tetapi slametan juga menjadi milik bersama, dalam artian terlembaga dalam suatu wadah komunitas sosial keagamaan. Oleh karena itu, orang akan dianggap "cacat" bila pada saat-saat tertentu di mana ia semestinya melakukan slametan tidak melakukannya.71 Unsur-unsur animisme hingga kini pengaruhnya masih mewarnai sendi- sendi kehidupan mayarakat desa Pasar Singkut, terutama dalam ritualitas kebudayaan. Hal ini bisa diamati pada seremonial-seremonial budaya dalam masyarakat masih menunjukkan akan kepercayaannya terhadap makhluk supranatural. Bila ditelusuri lebih dalam mengenai tradisi slametan yang biasa dilakukan oleh masyarakat, terdapat suatu keyakinan yang beranggapan bahwa bila tidak melakukan slametan maka akan mempengaruhi kelancaran acara atau hajat yang dikehendaki. Yang mendasari diadakannya upacara adalah kekhawatiran adanya hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi malapetaka, meskipun kadang-kadang merupakan kebiasaan rutin saja yang dijalankan sesuai adat keagamaan. Slametan

70 Suhardi, tokoh Adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio 71 A. Khalil, hal: 13

43

diyakini sebagai saran spiritual yang mampu mengatasi segala bentuk krisis yang melanda serta bisa mendatangkan berkah bagi yang melakukan D. Makna dan Nilai yang Terkandung Dalam Slametan di Desa Pasar Singkut 1. Makna Slametan Slametan merupakan proses permohonan kepada Allah SWT agar diberikan keselamatan dan kelancaran sesuai dengan hajat yang diinginkan melalui rangkaian acara-acara yang tersusun sesuai dengan kebiasaan yang sering berlaku di daerahnya. Definisi tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, yang narasumbernya yaitu bapak Suhardi selaku sesepuh setempat: “slametan iku ibarate syukuran jalok slamet, lan slametan iku yo tergantung niate arep slametan opo. Tapi intine tetep jalok slamet karo sing kuoso. Apapun tujuan slametan intine yo tetep jaluk slamet. Mengikuti naluri adat wong-wong tuo mbiyen gitu lah.” “slametan itu ibarat syukuran meminta selamat, dan slametan itu juga tergantung dengan niatnya hendak slametan apa. Tetapi intinya tetap meminta selamat kapada sang maha kuasa. Apapun niatan mengadakan slametan intinya tetap meminta keselamatan. Mengikuti adat orang-orang tua terdahulu” Berarti, upacara selametan diadakan agar mendapat keselamatan baik yang menyelenggarakan maupun yang diselamati. Menurut sesepuh masyarakat Jawa desa pasar singkut, arwah yang masih mempunyai persoalan selayaknya untuk dikirim do‟a dengan cara menyelenggarakan selametan. “slametan iku syukuran, syukor ora mung alhamdulillah tok, marai Slametan iku sakral, dadi yo nganggo islam yo nganggo jowo. Tergantung kanggone, slametan nggo wong urep opo wong mati”.72 slametan itu syukuran, syukur bukan sekedar melafadkan alhamdulillah, karena slametan itu bersifat sakral, jadi juga menggunakan perpaduan antara cara isalm dan cara jawa. Itu semua tergantung kegunaanya, slametan untuk orang yang masih hidup atau orang yang sudah meninggal dunia.

72 mbah Supri, sesepuh Jawa Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio.

44

Tradisi slametan bermakna permohonan atas keselamatan, selain itu juga merupakan bentuk syukur atas kenikmatan yang diperoleh yang diwujudkan melalui sedekah makanan yang disajikan kepada tamu-tamu undangan, tetangga, sanak keluarga yang hadir dalam acara slametan tersebut. Disamping itu slametan juga merupakan kegiatan menguiri-uri tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu. menguri-uri dalam frase Jawa juga sering dikaitkan dengan merawat tradisi atau segala bentuk kebudayaan (Jawa). Nguri-uri budaya diartikan sebagai kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjaga warisan leluhur Jawa yang dikemas dalam tata cara, nilai-nilai atau selebrasi Jawa.73 “slametan iku kan termasuk nguri-uri cikal bakal, lan nguri-uri perjuangan transmigrasi sing wis ora ono, marai slametan iku hukum adat lingkungan” Slametan itu juga termasuk nguri-uri cikal bakal, dan menguri-uri perjuangan transmigran yang telah meninggal. Karena slametan itu hukum adat lingkungan. Keberlangsungan tradisi slametan terus dijaga oleh orang-orang jawa di desa pasar singkut, hal ini ditegaskan oleh sesepuh adat mbah muhmartin yang meyakini bahwa slametan merupakan hukum adat yang disangsi secara zohir maupun batin oleh sang maha pencipta. Maka dari itu generasi jawa tetap melestarikannya sesuai adat kebiasaan yang berlaku pada umumnya. Slametan di Desa Pasar Singkut dilestarikan sejak tahun 1975 hingga saat ini, karena hal tersebut merupakan hukum adat lingkungan sekitar. Sekaligus juga bertujuannya menguri-uri cikal bakal agar tidak punah atau tetap lestari di era perkembangan zaman dan banyaknya faham yang kian rasionalistis. Selametan dapat diadakan untuk memenuhi semua hajat orang yang sehubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati. Sebagian besar warga desa pasar singkut, selametan diselenggarakan diwaktu malam hari. Upacara ini hanya dilakukan oleh kaum pria. Wanita tinggal di mburi (belakang/di dapur).

73 Dika Sri Pandanari, “Nguri-uri Budaya”, diakses melalui alamat https://www.qureta.com/post/nguri-uri-budaya-2, tanggal 20 Juli 2018

45

2. Nilai Keislaman Dalam Tradisi Slametan Masyarakat Jawa Desa Pasar Singkut

Nilai adalah hal-hal atau sifat yang bermanfaat dan penting untuk kemanusiaan.74 Nilai yang dibicarakan dalam bab ini adalah nilai keagamaan. Nilai keagamaan merupakan sebuah bagian dari nilai budaya. Nilai keagamaan adalah konsep tentang penghargaan suatu warga masyarakat terhadap masalah-masalah pokok dalam kehidupan beragama yang suci sehingga merupakan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warganya. Nilai budaya yaitu merupakan konsep abstrak sehubungan dengan masalah dasar yang bernilai dan sangat penting bagi kehidupan manusia.75 Pada dasarnya nilai keagamaan berhubungan dengan kemampuan jiwa manusia dalam melaksanakan dan memahami berbagai bentuk kepercayaan, ritual-ritual dan lain sebagainya. Karenanya, berbicara tentang nilai religius akan selalu berhubungan dengan aspek kejiwaan manusia yang termanifestasikan dalam bentuk ritual agama dan ritual budaya. Sejak awal masuknya transmigran di daerah pasar singkut, telah dibahas seblumnya dalam sejarah slametan, hingga saat ini telah terjadi perubahan- perubahan, baik itu penambahan maupun pengurangan dalam melaksanakan tradisi atau upacara slametan. Seperti contoh, penambahan acara pembacaan surat yasin, dan tahlil secara bersama-sama, dan pembacaan asma‟ulhusna (nama- nama Allah yang indah dan baik). Hal ini terjadi saat para alim yang paham agama masuk ke desa pasar singkut setelah sekian tahun desa pasar singkut berdiri. Tradisi yang original dalam slametan ketika sebelum tersemtuh nuansa keislaman memang berbeda, bedanya terletak pada pemimpin upacara. Sesuai paparan dari bapak suhardi :

74 Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991)., h. 1035 75 ibid

46

“jaman biyen ki urong ono qur’anan, biasane mung diikralno karo mbah warso. Lan do’ane wes nganggo arab nanging yo sih ono jawane. Nek saiki kan wes okeh do nganggo qur’anan nek beyen urong ono”. “Zaman dulu belum ada qur‟anan, biasanya hanya diikralkan oleh mbah warso, dan doa‟anya sudah menggunakan bahasa arab tetapi masih ada jawanya. Jika saat ini sudah pada banyak menggunakan qur‟anan jika dahulu belum ada” Hal yang terkait dengan mistik lebih terasa erat pada saat upacara slametan ori, yang tidak banyak menggunakan acara qur‟anan, yaitu pembacaan-pmbacaan surat dalam alqur‟an seperti surat yasin dan tahlil. Nilai-nilai yang amat menentukan etika dan kepribadian manusia timbul karena manusia tidak puas dengan hanya apa yang terdapat dalam alam kebendaan. Hal itu disebabkan manusia memiliki wawasan dan tujuan hidup tertentu sesuai dengan kesadaran dan cita-citanya. Karena itu, ada enam nilai budaya yang amat menentukan wawasan etika dan kepribadian manusia maupun masyarakat. Keenam nilai budaya tersebut adalah nilai teori atau nilai rasional, nilai ekonomi, nilai agama, nilai estetik, nilai kekuasaan dan nilai solidaritas. Islam adalah agama bagi umat manusia dan pesannya bersifat universal. Islam membimbing manusia sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah swt. Yang diterima Rasulnya, Muhammad saw. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad dengan kitabnya Alquran merupakan agama untuk manusia dan alam semesta ini. Islam sebagai agama, bertujuan untuk membangun manusia sejahtera lahir batin dan berbahagia di dunia dan akhiratnya. Islam menyebarkan ajarannya melalui media dakwah. Tanpa melalui dakwah Islam sulit berkembang. Di Jawa, Islam menyebarkan ajarannya melalui berbagai macam cara seperti melalui media tradisi. Tradisi digunakan sebagai salah satu media untuk memperkenalkan nilainilai ajaran Islam ke dalam masyarakat, seperti tradisi slametan. Masyarakat Desa Pasar khususnya, memiliki karakteristik sangat menonjol dengan disandarkan kepada nilai agama dalam hal ini Islam yang menjadi patokan utama

47

dalam setiap perbuatan. Demikian pula dengan kegiatan tradisi slametan ini pun tidak terlepas dari unsur keagamaan. Karakteristik masyarakat Desa Pasar yang bersandar kepada nilai-nilai Islam inilah yang menjadi landasan ritual tradisi slametan sehingga tetap berjalan sampai sekarang. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan menjelaskan bahwa prilaku keagamaan masyarakat Ds. Pasar Singkut secara kualitas adalah baik. Ini terlihat dari maraknya acara-acara keagamaan yang dilakukan seperti memperingati mauled Nabi Muhammad SAW. dan lain sebagainya. Warga Ds. Pasar Singkut yang mayoritas beragama Islam tetap memberikan kebebasan menjalankan ibadah bagi para pemeluk agama lainnya. Tentunya hal ini tidak terlepas dari pemahaman masyarakat akan arti pentingnya kerukunan beragama, dan juga pemahaman keagamaan warganya tentang ajaran agamanya masing-masing. Bagi pemeluk agama Islam, terutama bagi mereka yang masih melakukan tradisi-tradisi warisan leluhur. Tentunya mereka tidak hanya sekedar mewarisi ritusnya saja, tetapi juga mewarisi nilai-nilai yang terkandung dalam ritus-ritus tradisi yang mereka lakukan. Pewarisan nilai-nilai tersebut kemudian mendasari prilaku mereka dalam bermasyarakat secara umum dan beragama khususnya. Dengan demikian antara ajaran agama dan tradisi terdapat korelasi yang kemudian keduanya saling mempengaruhi dan menyentuh berbagai aspek kehidupan. Tradisi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Tradisi merupakan manifestasi dari pikir, rasa dan karsa. Islam membenarkan adanya pelaksanaan tradisi sepanjang tidak menimbulkan kemungkaran. Tradisi dapat digunakan sabagai salah satu metode dakwah. Selama berada di lapangan, terdapat beberapa temuan yang mempengaruhi perubahan pada tradisi slametan. Perubahan bentuk praktik tradisi slametan yang paling besar dipengaruhi oleh perkembangan agama islam. Semakin tingginya pemahaman masyarakat mengenai ajaran agama islam berpengaruh pada persepsi masyarakat akan penting tidaknya tradisi tersebut dilakukan. Muncul golongan yang kemudian meyakini bahwa tradisi tersebut tidak penting, bahkan tidak boleh,

48

untuk dilakukan. Anggapan tersebut karena tradisi slametan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sebelum islam ada di Indonesia. Sedangkan do‟a-do‟a yang ditujukan kepada roh nenek moyang dan penunggu desa yang biasanya menggunakan bahasa Jawa diganti dengan do‟a- do‟a dengan bahasa arab yang ditujukan untuk Allah SWT dan shalawat nabi. Perubahan tersebut menjadikan tradisi slametan satu dengan yang lainnya terlihat serupa. Yang membedakannya hanya pada tujuan diadakannya slametan tersebut.

BAB IV BENTUK UNSUR ANIMISME DALAM SLAMETAN SUKU JAWA Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya. Tradisi dan budaya Jawa tidak hanya memberikan warna dalam sosial masyarakat, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek keagamaan. Begitu juga pengaruh keyakinan agama yang mereka anut ikut mewarnai tradisi dan budaya mereka sehari-hari. Dengan perkembangan IPTEKS (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni) yang semakin gencar seperti sekarang ini, masyarakat Jawa tetap eksis dengan berbagai keunikannya, baik dari segi budaya, agama, tata krama, dan lain sebagainya. Namun demikian, pengaruh IPTEKS tersebut sedikit demi sedikit mulai menggerogoti keunikan masyarakat Jawa tersebut, terutama dimulai di kalangan generasi mudanya. Hal ini terlihat saat banyak acara slametan diselenggarakan hanya sedikit pemuda yang menghadirinya. 76 A. Hubungan Slametan Dengan Animisme Pengertian dari Animisme cukup banyak. Ahli antropologi bersepakat bahawa definisi animisme menurut etimologi berasal daripada animaus atau anima dalam bahasa Latin yang bermaksud jiwa, roh atau kehidupan. Menurut terminologi pula, animisme adalah kepercayaan bahawa setiap sesuatu yang wujud di muka bumi ini seperti batu, kayu, angin dan lain-lain mempunyai jiwa atau roh. Ia bersifat bebas daripada manusia tetapi mencampuri dan mempengaruhi urusan kehidupan manusia. Orang yang mempercayai animisme digelar sebagai “animis.77 Animisme adalah suatu kepercayaan terhadap makhluk halus dan roh, serta keyakinan seperti ini sudah banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan ataupun belum pernah menerima ajaran yang berdasarkan daripada

76 Andik Wahyun Muqoyyidin, “Dialektika Islam dan Budaya Lokal Dalam Bidang Sosial Sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun (2012), 21. 77 Mohd Khairulnazrin bin Mohd Nasi, dkk. “Kepercayaan Animisme Menurut Perspektif Sunnah Nabawi dan Ahli Antropologi Barat : Satu Kajian Awal”. Jurnal pengajian Islam Fakulti Pengakian Peradaban Islam, ISSN 1823-7126 / e-ISSN 0127-8002 BIL 9, ISU II: (2016), 150.

49

50

agama samawi (wahyu). Animisme juga diistilah dalam bidang antropologi yang merujuk kepada kepercayaan manusia purba atau primitif.78 Adapun karakteristik masyarakat yang menganut paham ini, antara lain adalah mereka selalu memohon perlindungan dan permintaan sesuatu kepada rohroh, misalnya untuk penyembuhan penyakit, sukses dalam bercocok tanam, terhindar dari gangguan hama tanaman, hidup rukun, berhasil dalam berburu, selamat dalam perjalanan jauh dan berperang, terhindar dari gangguan bencana alam seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi, kebakaran, dan gangguan cuaca; mudah dalam melahirkan, masuk surga setelah melahirkan, selamat saat membangun dan masuk rumah baru, serta mencapai kedudukan. Inti dari pemahaman animisme ialah mempercayai bahwa setiap benda di bumi seperti laut, gunung, hutan, gua, dan kuburan mempunyai jiwa yang harus dihormati dan dijunjung agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, bahkan dapat membantu mereka dalam kehidupan untuk menjalankan aktifitas kesehariannya. Di kalangan masyarakat Jawa terdapat kepercayaan adanya hubungan yang sangat baik antara manusia dan yang gaib. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai ritual sakral. Geertz menuturkan bahwa hubungan manusia dengan yang gaib dalam dimensi kehidupan termasuk cabang kebudayaan.79 Salah satunya adalah Budaya slametan di Desa Pasar Singkut. Tradisi ini merupakan implementasi kepercayaan mereka akan adanya hubungan yang baik antara manusia dengan yang gaib. Sebagian besar masyarakat Jawa telah memiliki suatu agama secara formal, namun dalam kehidupannya masih nampak adanya suatu sistem kepercayaan yang masih kuat dalam kehidupan religinya, seperti kepercayaan terhadap adanya dewa, makhluk halus, atau leluhur. masyarakat Jawa memiliki tradisi dana dat yang bernilia tinggi. Tradisi dalam budaya Jawa hingga kini masih tetap dijalankan secara turun temurun oleh masyarakat dari dahulu kala. Kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa erat

78 Ridwan Hasan, “Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam Aceh”, jurnal MIQOT, Vol. XXXVI (Desember 2012), 286. 79 Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (1983), 8.

51

kaitannya dengan upacara dan kegiatan yang bersifat ritual baik yang berkaitan dengan lingkar kehidupan manusia maupun acara khusus lainnya. Berbagai macam upacara tradisional masih diselenggarakan masyarakat Jawa dan setiap upacara tradisional memiliki tata cara dan kelengkapan yang berbeda-beda. salah satu kelengkapan upacara yang selalu ada pada setiap upacara atau ritual Jawa adalah tumpeng. Sebagai perlengkapan upacara, tumpeng mempunyai makna simbolik yang berkaitan dengan upacara yang diselenggarakan. Tumpeng dan kelengkapan yang digunakan dalam setiap upacara akan berbeda-beda. "Tumpeng merupakan kependekan dari tumapaking penguripan-tumindak lempeng-tumuju Pangeran, yang artinya berkibatlah kepada pemikiran bahwa manusia itu harus hidup menuju jalan Allah. Masyarakat tradisional Jawa mempunyai kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib di luar diri manusia yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka merasa perlu memelihara hubungan dengan kekuatan tersebut agar terjadi keseimbangan dengan kehidupan mereka. 80 Dalam memohon perlindungan, keselamatan, kesejahteraan, dan ridho Tuhan Yang Maha Esa juga terdapat dalam upacara-upacara dalam rangka menyelaraskan kekuatan gaib dengan kehidupan manusia. Secara umum hal tersebut dinamakan dengan slametan, yaitu upaya membina keseimbangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata atau gaib. Selamatan sering dilakukan dengan cara kenduri yang berarti makan bersama. Kenduri yang di dalamnya mengandung harapan untuk memperoleh keselamatan selalu menghidangkan tumpeng yang dikelilingi lauk-pauk yang beraneka macam jenisnya dan kelengkapan lain sesuai dengan hajat yang bersangkutan. Lauk-pauk dan kelengkapan yang menyertai tumpeng selalu dipilih bahan-bahan yang berkaitan dengan upaya untuk mengusahakan keselamatan isi pemangku hajat.81

80 Muhammad Solikhin. hal: 49-50 81 Murdijati gardjito, Serba serbi tumpeng tumpeng dalam kehiupan masyarakat Jawa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010) hal: V

52

B. Bentuk Unsur Animisme dalam Slametan Suku Jawa di Desa Pasar Singkut Bagi masyarakat muslim Jawa, ritualitas sebagai wujud pengabdian dan ketulusan penyembahan kepada Allah, sebagian diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol ritual yang memiliki kandungan makna mendalam. Simbol-simbol ritual tersebut diantaranya adalah umbarampe (piranti atau hardware dalam bentuk makanan), yang disajikan dalam ritual slametan. Hal itu merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan.82 Upaya akumulasi budaya yang bersifat abstrak juga terkadang dimaksudkan sebagai uapaya negosiasi spiritual, sehingga segala hal yang ghaib yang diyakini berada diatas manusai tidak akan menyentuhnya secaar negatif. Inti dari kepercayaan keagamaan secara substansial adalah keyakinan adanya Tuhan, yang transenden, yang sakral, yang suci, yang di atas segalanya atau apa saja yang dihubungkan dengan suatu "Dzat Yang Maha Agung". Ada pun secara fungsional agama adalah upaya untuk dapat mengatasi masalah, masalah kehidupan, masalah eksistensi. Agama selalu membawa kepada keluhuran yang didambakan setiap orang, baik nilai maupun wujud fisik suatu aksi. Meskipun demikian, tidak jarang pada praktik yang dilakukan pemeluknya agama menampilkan wajah yang sebaliknya. Seorang yang memiliki kepastian mutlak terhadap mistik, yang notabenenya berbeda dari jalan agama. Dalam kehidupan beragama dan proses mengarungi kehidupan, do‟a merupakan komponen yang penting. Kepentingan itu terlihat manakala seseorang sedang dilanda rasa tidak nyaman. Disitulah muncul naluri keberagamaan yang sudah menjadi ritual agama dan disebut dengan berdo‟a. Kebutuhan tersebut meliputi perlindungan dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan serta hubungan manusia dengan sesama atau dengan alam sekitar, kaitannya dengan ”peluang” memenuhi kebutuhan dalam kehidupan.

82 Muhammad Sholikhin, Ritual & Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta : Narasi 2010), 49.

53

Slametan yang pada dasarnya adalah memohon dilimpahkan keselamatan atas hajat. membuat orang-orang jawa melakukan sesuatu yang abstrak, dan diyakini bahwa hal tersebut mempengaruhi efektifitas hajat. Namun tidak semua jenis slametan mengandung unsur-unsur yang penulis maksudkan mengandung animisme. Hanya slametan-slametan tertentu yang pada notabenenya membutuhkan kekuatan supranatural. Hal ini sejalan dengan penjelasan Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat, selamatan dibagi menjadi 2 jenis yaitu slametan yang bersifat kramat dan slametan yang bersifat tidak kramat. Slametan yang bersifat kramat biasanya ditandai dengan adanya getaran emosi keagamaan, baik pada waktu menetukan upacara,orang yang mengadakan pacara maupun pada waktu upacara sedang berjalan. Yang mendasari diadakannya upacara adalah kekhawatiran akan adanya hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi malapetaka, meskipun kadang-kadang merupakan kebiasaan rutin saja yang dijalankan sesuai adat keagamaan. Berebda halnya dengan slamatan yang bersifat tidak kramat karena tidak menimbulkan getaran emosi keagamaan baik pada orang yang mengadakan naupun yang hadir dalam upacara slamatan. Slamatan seperti ini biasanya bersifat kegembiraan, seperti pindah rumah, kenaikan pangkat, hendak berpergian jauh, sembuh dari sakit, dan upacara yang berhiubungan dengan pertanian.83 Slamatan diyakini oleh masyarakat desa pasar singkut sebagai sarana spiritual yang mampu mengatasi segala bentuk krisis yang melanda serta bisa mendatangkan berkah bagi yang melakukannya. Pemahaman muslim tradisional di desa-desa menekankan bahwa agama dan adat istiadat saling melengkapi, sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan yang hams dipertentangkan satu sama lain, kalaupun ada sifatnya kabur, tidak dapat dipisahkan secara tegas.84

83 Koentjaraningrat, kerbudayaan jawa, 347-348. 84 A. Khalil, “Agama Dan Ritual Slametan: Deskripsi-Antropologis Keberagamaan Masyarakat Jawa, Jurnal el-Harakah Vol. 10, No. 3 (2008), 7.

54

C. Perkembangan Slametan di Desa Pasar Singkut Islam memiliki nilai yang universal dan absolut sepanjang zaman, namun demikian Islam sebagai dogma tidak kaku dalam menghadapi zaman dan perubahannya. Islam selalu memunculkan dirinya dalam bentuk yang luwes, ketika menghadapi masyarakat yang dijumpainya dengan beraneka ragam budaya, adat kebiasaan atau tradisi. Sebagai sebuah kenyatan sejarah, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi (parennial) dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat berkembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama sebagai kolektivitas tidak akan mendapat tempat. Islam merespon budaya lokal, adat/tradisi di manapun dan kapanpun, dan membuka diri untuk menerima budaya lokal, adat/tradisi sepanjang budaya lokal, adat/tradisi tersebut tidak bertentangan dengan spirit nash Alquran dan as- Sunnah.` Demikian halnya dengan Islam yang berkembang di masyarakat Jawa yang sangat kental dengan tradisi dan budayanya. Tradisi dan budaya Jawa hingga akhir-akhir ini masih mendominasi tradisi dan budaya nasional di Indonesia. Nama-nama Jawa juga sangat akrab di telinga bangsa Indonesia, begitu juga jargon atau istilah-istilah Jawa. Hal ini membuktikan bahwa tradisi dan budaya Jawa cukup memberi warna dalam berbagai permasalahan bangsa dan negara di Indonesia. Di sisi lain, ternyata tradisi dan budaya Jawa tidak hanya memberikan warna dalam percaturan kenegaraan, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek keagaman. Masyarakat Jawa memiliki tradisi dan budaya

55

yang banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindu dan Budha terus bertahan hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan atau agama yang berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya. Sejak dahulu kala dinyatakan bahwa masyarakat itu telah mengenal suatu kekuatan yang dianggap melebihi dari kekuatan manusia. Demikian lebinya kekuatan tersebut dari apa yang dimiliki oleh manusia, maka manusia hendak memperalat kekuatan tersebut demi kepentingannya. Dengan demikian, maka timbullah “upacara” untuk membujuk kekuatan tersebut agar mau memberinya kepada manusia. Pemujaan-pemujaan yang didampingi oleh persembahan- persembahan atau sesaji kepada kekuatan tersebut melahirkan bentuk-bentuk upacara. Bahkan, akhirnya timbul semacam tatacara untuk berupacara kepada kekuatan-kekuatan tersebut.85 Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya, meskipun terkadang tradisi dan budaya itu bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang ada beberapa tradisi dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi tanpa harus berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga yang bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegang ajaran Islam dengan kuat tentunya dapat memilih dan memilah mana budaya Jawa yang masih dapat dipertahankan tanpa harus berhadapan dengan ajaran Islam. Sementara masyarakat Jawa yang tidak memiliki pemahaman agama Islam yang cukup, lebih banyak menjaga warisan leluhur mereka itu dan mempraktekkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, meskipun bertentangan dengan ajaran agama Islam. Fenomena ini terus berjalan hingga sekarang. Gambaran masyarakat Jawa seperti di atas menjadi penting untuk dikaji, terutama terkait praktek keagamaan kita sekarang. Sebagai umat beragama yang baik tentunya kita perlu memahami ajaran agama kita dengan memadai, sehingga ajaran agama ini dapat menjadi acuan dalam berperilaku dalam kehidupan kita. Karena itulah, dalam tesis ini mengungkap masalah tradisi keislaman atau

85 Bungaran antonius simanjuntak, tradisi, agama, dan akseptasi modernisasi pada masyarakat pedesaan Jawa, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), 16-17.

56

nilainilai lokal terutama dalam masyarakat Jawa dalam pandangan ajaran agama Islam. Apakah tradisi dan budaya Jawa ini sesuai dengan ajaran Islam atau sebaliknya, bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagian besar masyarakat Jawa sekarang ini menganut agama Islam. Diantara mereka masih banyak yang mewarisi agama nenek moyangnya, yakni beragama Hindu atau Budha, dan sebagian yang lain menganut agama Nasrani, baik Kristen maupun Katolik. Khusus yang menganut agama Islam, masyarakat Jawa bisa dikelompokkan menjadi dua golongan besar, golongan yang menganut Islam murni (sering disebut Islam Santri) dan golongan yang menganut Islam Kejawen (sering disebut Agama Jawi atau disebut juga Islam Abangan).86 1. Slametan Trans Awal Awal masuknya transmigran dari Jawa ke Desa Pasar telah banyak mengadakan upacara slametan, walaupun keterbatasan ilmu keagaamaan islam. Artinya masyarakat tidak memahami hukum-hukum agama secara jelas, belum mengetahu makna dari unsur-unsur yang ada dalam slametan. Karena suatu kegiatan-kegiatan yang ada dalam slametan saat itu berdasar pada pengalaman yang kemudian diyakini. Namun, keyakinan atas permohonan untuk keselamatan dan keberkahan tetap dijalankan melalui kegiatan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh suhardi. “slametan iku digowo seko jowo, dilastarikne neng kene. Mbiyen slametan iku dadi siji nenggone mbah Warso tur yo dipimpin karo mbah Warso. Wong jowo mbiyen nek dungo mung ngwujudne utowo ngikrarne, dungo arab e yo wes ono87. Slametan nek jaman biyen iku yo urong pati diringkes, nek jaman saiki kan wes okeh sing diringkes”.88 “slametan itu dibawa dari pulau Jawa, dilestarikan di Desa Pasar. Dulu slametan menjadi satu tempat di rumah mbah Warso sebagai sesepuh dan yang memimpin acara sekaligus. Orang Jawa dulu bila berdoa hanya mewujudkan atau mengikrarkan, do‟a menggunakan bahasa Arab pun juga sudah ada. Slametan bila zaman dahulu belum begitu diringkas tidak seperti pada saat ini”. Pada zaman dahulu jenis-jenis slametan masih sangat kompleks untuk dilaksanakan, termasuk ada proses pengikraran yang bertujuan untuk permohonan

86 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 211. 87 Pak suhardi, Kepala Dusun Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio 88 Mbah muhmartin, tokoh Adat Desa Pasar Singkut, Wawancara dengan Penulis, tanggal, Kabupaten Sarolangun, Rekam Audio

57

keselamatan. Setiap acara slametan zaman dahulu selalu ada sajian yang diletakkan ditengah-tengah diantara orang-orang yang hadir dalam acara slametan. Hal itu merupakan wujud dan kemudian diikrarkan melalui perantara wujud tersebut. 2. Slametan Saat Ini Seiring perkembangan daerah yang kian maju membuat banyak para pendatang dari pulau Jawa yang masih memiliki ikatan keluarga dengan para transmigran ataupun bukan untuk ikut menetap di Desa Pasar. Hal ini membuat kemajuan ilmu pengetahuan kian membaik. Karena kedatangan para ustad yang membuat ilmu-ilmu agama kian berkembang dan menjadi banyak pedoman oleh masyarakat Jawa yang mulanya awam akan ilmu kegamaan Islam. Slametan pada era saat ini juga terjadi perubahan bertahap dari segi proses maupun keyakinannya. Perubahan bentuk praktik tradisi slametan yang paling besar dipengaruhi oleh perkembangan agama Islam. Tokoh-tokoh agama masuk ke Desa Pasar Singkut tidak bebarengan dengan para transmigran awal. Mereka datang dengan membawa ajaran dan hukum-hukum islam. Mayoritas para ustad yang datang adalah pengikut NU (Nahdatul Ulama) yang toleran terhadap tradisi slametan. Menurut suhardi: “slametan jaman biyen urong ono qur’anan koyo saiki.89 saiki slametan okeh sing wes diringkes”.90 “slametan zaman dahulu belum ada pembacaan ayat-ayat Al-Quran seperti pada saat ini. Sekarang slametan justru banyak yang diringkas” Dampak dari perkembangan agama yang menjadikan proses slametan pada saat ini mengalami penambahan-penambahan dan pengurangan. Seperi penambahan pembacaan asma’ulhusna secara bersama, dan penambahan ayat- ayat Al-Quran pada saat pengikraran. Adapun hal-hal yang dihilangkan pada saat proses slametan pada saat ini yaitu pengikraran yang dilakukan didepan umum. Artinya pengikraran tetap ada, namun dilakukan secara personal oleh pemangku hajat.

89 Suhardi, Kepala Dusun 90 Mbah muhmartin, tokoh adat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Slametan adalah konsep yang berasal dari sumber ajaran Islam yaitu kata bahasa Arab „salam‟ yang brarti „menjadi baik‟, „selamat‟. Slametan juga diartikan sebagai upacara sedekah makanan dan doa bersama Maka yang diminta dalam ritual slametan adalah permohonan doa untuk kebaikan, kesejahteraan dan keselamatan. yang bertujuan untuk mendapat Ridha dari Tuhan, memohon keselamatan dan ketentraman untuk ahli keluarga yang menyelenggarakan. Dalam setiap digelarnya slametan memiliki proses dan persiapan yang berbeda. Perbedaannya terletak dari niat hajat dari penyelenggara slametan. Karena dalam rangkaian acara memiliki tahapan dan sesi acara yang berbeda. Sebelumnya pihak penyelenggara atau pemangku hajat mengundang tetangga dan sanak familinya secara lisan untuk menghadiri acara itu yang akan diselenggarakan di rumah. Upacara slametan baru dimulai apabila para undangan sudah banyak yang datang dan dianggap cukup, lebih khusus yaitu para tokoh agama yang nantinya akan memimpin berjalannya acara. Kegiatan inti pada slametan di desa pasar singkut pada umumnya meliputi pembacan yasin, pembacaan tahlil dan berdo bersama yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agam setempat. Unsur mistisisme pada slametan terjadi pada jenis slametan tertentu, dan itu diyakini. Ungkapan mistisisme diwujudkan dalam bentuk simbol-simbul, yang pada dasarnya banyak masyarakat jawa desa pasar singkut tidak memahami makna dari simbol-simbol ungkapan mistik tersebut. Intinya hanya melaksanakan tradisi dengan penuh harapan dan do‟a-do‟a. Diantaranya adalah slamtan pembangunan rumah baru, slamtan hajatan (pesta), slametan walimahan yang bebarengan dengan hajat (pesta). Selama berada di lapangan, terdapat beberapa temuan yang mempengaruhi perubahan pada tradisi slametan. Perubahan bentuk praktik tradisi slametan yang paling besar dipengaruhi oleh perkembangan agama Islam. Semakin tingginya pemahaman masyarakat mengenai ajaran agama Islam berpengaruh pada persepsi

58

59

masyarakat akan penting tidaknya tradisi tersebut dilakukan. Muncul golongan yang kemudian meyakini bahwa tradisi tersebut tidak penting, bahkan tidak boleh, untuk dilakukan. Anggapan tersebut karena tradisi slametan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sebelum Islam ada di Indonesia Arus modernisasi dan globalisasi yang sangat cepat telah merubah cara pandang generasi penerus masyarakat Jawa di Desa Pasar Singkut terhadap tradisi kepercayaan terhadap kekuatan supranatural. Dengan tidak adanya regenerasi yang baik, suatu tradisi dan kepercayaan tersebut tidak akan mampu bertahan. Begitu pula dengan tradisi slametan yang berurgensi pada kekuatan mistis ini, apabila generasi berikutnya semakin tidak berminat dalam menjalankannya maka hanya tinggal menunggu waktu untuk tradisi ini hilang. . B. Rekomendasi Masyarakat yang meyakini bahwa tradisi slametan merupakan tradisi yang baik untuk dilakukan. Akan tetapi tradisi tersebut perlu dibenahi pada beberapa aspek agar tidak menyalahi ajaran agama Islam. Pembenahan yang dilakukan seperti menghilangkan sesaji dan doa-doa yang masih diselimuti dengan nuansa supranatural. Sesaji yang sebelumnya ada ditiadakan dan hanya ada makanan yang dihidangkan untuk pelaku slametan. Persekutuan antra agama dengan mitologi harus difahami secara individual, karena esensi dari keyakinan adalah jiwanya. Blum dapat diartikan secara jelas dan pasti bahwa setiap penyelenggaraan slametan maka di situ pula terdapat unsur keyakinan mistik yang terjadi. Walapun sejatinya ada, namun tidak semua jenis- jenis slametan mengandung hal tersebut. Dikatakan sebelumnya, bahwa untuk mengetahui dan memastikannya perlu memahami tiap-tiap individu selaku penyelenggara upacara slametan.

DAFTAR PUSTAKA .

A. Karya Ilmiah Departemen Agana RI. Al-Qur’an Tajwid dab Terjemah, Bandung: CV. Ponegoro. 2010Abimanyu Soedjipto. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta : Laksana. 2017 Arikunto. Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. 1989 Bagus Loren. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia. 2002 Bakhtiar Amsal. filsafat agama. Jakarta: Rajawali Pers. 2009 Daymon cristine, Immy Holloway. Metode-metode riset kualitatif: dalam public relation & marketing communication. Yogyakarta: Bentang. 2008 Gardjito Murdijati, Serba serbi tumpeng tumpeng dalam kehiupan masyarakat Jawa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010 Geertz Clifford, Abangan, Santri dan Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, 1983 Gulo W, Metodologi Penelitian, Jakarta: Grasindo, 2012 Herman Sinung Janutama. Islam dan Mistisisme Nusantara Ronggo Warsito Islam & Kejawen. kuliah umum. Jakarta : Gedung Teater Salihara. 28 Juli 2012 Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers. 2011 Jonathan Sarwono, Mixed Methods: cara menggabung riset kuantitaif dan riset kualitatif secara benar, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011 K.Nottingham Elizabeth. Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta : Rajawali Pers. 1994 Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1994 Kusumohamidjojo Budiono. Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi Manusia.Yogyakarta: Jalasutra 2010 Mahasin Aswab. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul “The Religion of Java” oleh Clifford Geertz. Jakarta: Pustaka Jaya. 1983 Mahmud Muh.Arba‟in. Gender dan Kehutanan Masyarakat. Yogyakarta: Deepublish. 2015 Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013 Mulyana Dedy. metode peneltian kualitatif. Bandung: Remaja Rosyadakarya. 2013 Musman Asti. Agama Ageming Aji menelisik akar spiritualisme Jawa. Yogyakarta : Pustaka Jawi. 2017 Nawawi Hadari, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2007 Perangkat Desa Pasar Singkut. Bidan Desa. dkk, Daftar Isian Tingkat Perkembangan Dsa Dan Kelurahan, (Sarolangun: Badan Pemberdayaat Masyarakat Dan Pmerintahan Desa. 2017 Piӧ tr Sztomka. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada. 2012 Pranowo M. Bambang. Memahami Islam Jawa. Jakarta : Pustaka Alvabet, 2009 Salim, Peter dan Yenni Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. 1991

Sarwono Jonathan. Mixed Methods: cara menggabung riset kuantitaif dan riset kualitatif secara benar. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2011 Sholikhin Muhammad. Ritual & Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta : Narasi 2010 Simanjuntak Antonius Bungaran, Tradisi, Agama, dan Akseptasi pada Masyarakat Pedesaan Jawa. Jakarta: yayasan pustaka obor, 2016 Sudarwan Danim, menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002 Sugiyono. Metode Penenlitian: Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2012 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1989 Tim Penyusun. buku II: Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa. Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi. 2014 Thohir Muhammad. Ayat-ayat Tauhid: pencerahan aqidah tauhid berpadu logika sains iptek. Surabaya : Bina ilmu W.Gulo. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. 2012 Zainal Asliah. Menjaga Adat, Menguatkan Agama Katoba dan Identitas Muslim Muna, Yogyakarta : deepublish, 2018

B. Jurnal Ahmad Afandi, “Kepercayaan Animisme-Dinamisme Serta Adaptasi Kebudayaan Hindu-Budha Dengan Kebudayaan Asli Di Pulau Lombok-Ntb”, Jurnal p- ISSN 2549-7332 |e-ISSN 2614-1167 Vol. 1, No. 1, (2016) Hasan Ridwan, “Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Dalam Masyarakat Islam Aceh”. jurnal MIQOT, Vol. XXXVI. Desember 2012 Herniti Ening, “Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Santet, Wangsit, dan Roh Menurut Perspektif Edwards Evans-Pritchard”. Jurnal ThaqÃfiyyÃT. Vol. 13. No. 2. Desember 2012 Huda Miftahul, “Islam dan Tradisi Jawa: Pencarian Motif Dan Makna Dalam Tradisi Selametan Mendirikan Rumah Di Dusun Gentan Ngrupit Jenangan Ponorogo”, Jurnal Sabda, Vol 8, ISSN 1414-7927. 2013 Khalil Ahmad, “Agama Dan Ritual Slametan: Deskripsi-Antropologis Keberagamaan Masyarakat Jawa”. Jurnal "el-Harakah" Vol. 10, No. 3, (2008) Adiansyah Ryko, “Persimpangan Antara Agama dan Budaya: Proses Akulturasi Islam dengan Slametan dalam Budaya Jawa”, Jurnal Intelektualita Vol 06, Nomor 02, 2017 Mohd Khairulnazrin bin Mohd Nasi, dkk. “Kepercayaan Animisme Menurut Perspektif Sunnah Nabawi dan Ahli Antropologi Barat : Satu Kajian Awal”. Jurnal pengajian Islam Fakulti Pengakian Peradaban Islam, ISSN 1823- 7126 / e-ISSN 0127-8002 BIL 9, ISU II: 2016 Muqoyyidin Andik Wahyun. “Dialektika Islam Dan Budaya Lokal Dalam Bidang Sosial Sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa. Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun (2012) Rosyidi Abdul Wahab. “Do‟a Dalam Tradisi Islam Jawa”. Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 (2012)

Safitri Ikha, “Kepercayaan Gaib Dan Kejawen Studi Kasus pada Masyarakat Pesisir Kabupaten Rembang”. Jurnal Sabda, Volume 8, ISSN 1410-7910. 2013 Setyaningrum Arie, M.A, “Praktik Tradisi Slametan Dalam Masyarakat Pogung Lor”, Skripsi Yogyakarta: Program Sarjana UGM, 2017 Solaiman Arif, “Kearifan Lokal Tradisis Sedekah Dusun Di Desa Mekar Sari Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun”. Sekripsi. Jambi: Progam Sarjana UIN Sulthan Thaha Saifudin Jambi, 2017 Sumbulah Ummi, “Islam Jawa Dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi Dan Ketaatan Ekspresif”, Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun .2012

C. Web-site Marzuki, M.Ag, “Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Perspektif Islam”. Diakses di laman lambung pustaka UNY Online alamat : http://eprints.uny.ac.id/view/type/article.html. Tanggal 17 Juli 2018 Pandanari Dika Sri, “Nguri-uri Budaya”, diakses melalui alamat https://www.qureta.com/post/nguri-uri-budaya-2, tanggal 20 Juli 2018 D. Wawancara Muhmartin, Tokoh Adat Desa Pasar Singkut. Wawancara dengan Penulis. 16 Juli 2018. Kabupaten Sarolangun. Rekam Audio Suhardi, Kepala Dusun VI Desa Pasar Singkut. Wawancara dengan Penulis. 15 Juli 2018. Kabupaten Sarolangun. Rekam Audio Suparno, Masyarakat Desa Pasar Singkut. Wawancara dengan Penulis. 18 Juli 2018. Kabupaten Sarolangun. Rekam Audio Supri, Masyarakat Desa Pasar Singkut. Wawancara dengan Penulis. 18 Juli 2018. Kabupaten Sarolangun. Rekam Audio

STRUKTUR BADAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Ketua Sudarsono

Wakil Ketua

Masyur

Sekertaris Sudaryanto

Ketua Komisi A ketua Komisi B Ketua Komisi C Ketua Komisi D Paimin Joko Sudarno Katijo Ali Ahmadi Anggota Supriono Anggota Anggota Anggota Abdul Ghofur Lina Roslina asnawi

STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA PASAR SINGKUT

Kepala Desa

Sumarsono

Sekertaris Desa Gianto

Kasi Trantib Kasi Kasi Prek Pemb Kasi Kesos Jailani AB Pemerintahan Rukun S Rukun Susanto

Kaur Umum Kaur Keuangan Bendahara Desa Aris Supryono Iin Indriyati Rudy asnawi

Kadus 1 Kadus II Kadus III Kadus IV Vebriansyah Sahli Ahmat Misrat samin

Kadus V Kadus VI Kadus VII Kadus VIII Sukatmin Suhardi Sulaiman Ayub Burhanudin

TABEL 1 PERKEMBANGAN KEPEMIMPINAN DESA PASAR SINGKUT

No Nama Tahun menjabat Sebutan

1 Halimi 1984-2000 Kepala Desa 2 Satiyo 2000-2011 Kepala Desa 3 Sumarsono 2011-2017 Kepala Desa Sumber : Arsip kantor Desa Pasar Singkut

TABEL 2 FASILITAS PENDIDIKAN DI DESA PASAR SINGKUT No Nama Jumlah

1 Taman kanak-kanak 4

2 PAUD 3

3 Sekolah Dasar Negeri 2

4 Madarasah Tsanawiyah Negeri 1

5 Sekolah Menengah Atas Negeri 1

6 Pondok pesantren 2

TABEL 3 FASILITAS TEMPAT IBADAH DAN SARANA KESEHATAN DI DESA PASAR SINGKUT No Nama Jumlah 1 Masjid 10 2 Mushola 20 3 Gereja 0 4 Puskesmas Desa 1

TABEL 4 MASYARAKAT PEMELUK AGAMA No Nama Jumlah 1 Islam 4.704 2 Kristen 33 3 Khatolik 8 4 Hindu - 5 Budha -

TABEL 5 JUMLAH PENDUDUK DESA PASAR SINGKUT No Jenis kelamin Keterangan 1 Laki-Laki 2.949 Jiwa 2 Perempuan 2.706 Jiwa Jumlah 5.655 Jiwa

TABEL 6 JUMLAH PENDUDUK MNURUT USIA Jenis Kelamin No Laki-laki Perempuan 1 7-15 7-15 2 16-25 16-25 3 26-40 26-40 4 40-60 40-60 5 61 keatas 61 keatas Jumlah 2593 Jiwa 2152 Jiwa

TABEL 7 MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA PASAR SINGKUT No Pekerjaan Jumlah 1 Karyawan 38 Orang 2 Tani 336 Orang 3 Buruh Tani 123 Orang 4 Pertukangan 88 Orang 5 Pensiunan 21 Orang 6 Wiraswasta 107 Orang

Persentase Suku

aceh 0,35% batak 2,34% nias 0,07% melayu 8,26% minang 1,55% sunda 16% jawa 70,62% bali 0,51% minahasa 0,11%

Persentase Jumlah Pemeluk Agama

Islam 97,4%

Kristen 2,2%

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA Skripsi UNSUR ANIMISME DALAM SLAMETAN SUKU JAWA DESA PASAR SINGKUT KECAMATAN SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN NO JENIS DATA METODE SUMBER DATA 1 Letak Geografis Ds.Pasar - Observasi - Setting . Singkut - Dokumentasi - Dokumen Desa

2 Sejarah dan Makna tradisi - Wawancara - Tokoh/Sesepuh Jawa . Slametan - Dokumentasi - Dokumen Desa - Dokumen Tentang Upacara Slametan

3 Kondisi Sosial Keagamaan - Obsevasi - Setting Lokasi . masyarakat

4 Proses Slametan - Obsesvasi - Praktik Slametan . - Wawancara - Tokoh Masyarakat/ adat

5 Perkembangan Slametan - Wawancara - Masyarakat . - Dokumentasi - Dokumen Tradisi Slametan

6 Persenyawaan slamtan - Wawancara - Masyarakat - Dokumentasi - Tokoh Adat dengan animisme

A. Panduan Observasi No Jenis Data Primer Obejek Observasi 1 Letak Geografis Ds.Pasar Keadaan dan Letak Geografis Singku

2 Kondisi Sosial Keagamaan - Jamaah Sholat lima waktu di masjid - Kondisi Masyarakat saat ada acara Masyarakat slametan

Pihak penyelenggara dan Masyarakat 3 Acara Slametan yang hadir

B. Panduan Dokumentasi No Jenis Data Skunder Data Dokumentasi 1 Letak Geografis Data Dokumentasi Letak geografis Desa Ds.PasarSingkut Pasar Singkut

2 Makna dan Sejarah slametan Data dokumentasi yang membahas slametan dan animisme

3 Perkembangan Slametan Data Dokumentasi tentang slametan

4 Persenyawaan slamtan Data Dokumentasi yang membahas dengan animisme tentang unsur-unsur dalam slametan

C. Butir-butir Wawancara No Jenis Data Primer Sumber Data dan Substansi Wawancara 1 Makna dan Sejarah Tokoh Adat: slametan - Apa yang dimaksud dengan slametan? - Apa makna dan tujuan diadakan

slametan? - Bagaimana sejarah awal slametan hingga sampai di desa pasar singkut?

- Kapan awal tradisi slametan di selenggarakan? 2 Prosesi Slametan Masyarakat/Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat: - Kapan slametan biasa dilakukan? - Bagaimana susunan upacaranya? - Hal-hal yang perlu/harus dilakukan setelah slametan selesai ? - Siapa saja yang ikut serta dalam upacara slametan?

3 Perkembangan Slametan Tokoh Adat: - Bagaimana awal-awal dulu ketika tradisi tersebut dilaksanakan? - Adakah slametan yang dulu kerap dilakukan namu sekrang sudah mulai jarang? - Adakah perbedaan dengan slametan yang ada di pulau jawa? - Ada berapa jenis slametan yang dilakukan oleh masyarakat? - Jenis slametan yang sering dilakukan - Jenis slametan yang jarang dilakukan - Jenis slametan yang sudah tidak lagi dilakukan ? alasan

4 Persenyawaan slamtan Masyarakat/Tokoh Adat : dengan animisme - Adakah kaitannya antara roh atau mahkluk halus dengan niat hajat penyelenggara slametan? - Adakah peran dari roh atau mahkluk halus dalam meraih keselamatan yang diharapkan? - Apa ada kaitannya antara menanam telur

saat membangun rumah baru dengan roh atau mahkluk halus? - Apakah fungsi sesaji yang ada di gedong saat acara hajatan ada kaitannya dengan roh atau mahkluk halus? Bagaimana bila tidak terdapat sesaji? - Apa tujuan dari membakar dupa, kemenyan dan menabur beras saat hajatan?

DOKUMENTASI

Sajen Slametan pembuatan rumah Foto (Agus 30 Desember 2017)

Panggang Tarob pada acara lokasi hajatan yang berbeda Foto (Agus 11 September dan 15 April 2017)

Sesajen Pesta Pernikahan acara slametan pesta pernikahan

Ingkung

Slametan sasi Suro

Slametan Manaqib

Wawancara narasumber wawancara narasumber Bpk. Suhardi Bpk. Muhmartin

Wawancara Narasumber Wawancara Narasumber Mbah Supri Suparno

CURRICULUM VITAE

Nama : Agus Miyanto Tempat/Tanggal Lahir : Singkut, 25 Desember 1995 NIM : UA. 131154 Fakultas/Jurusan : Ushuluddin dan Studi Agama/AqidahFilsafat Nama Ayah : Sutarno Nama Ibu : Parinem Alamat Asal : RT 008, Dusun 06, Desa pasar Singkut, Kecamatan Singkut, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi Alamat Sekarang : Perumahan Arza Gria Mandiri I , Rt 06, Desa Mendalo Indah, Kecamatan Jaluko, Kabupaten Muaro Jambi

JENJANG PENDIDIKAN Tahun 2001 ~ 2007 : SDN 135/IX Singkut Kabupaten Sarolangun Tahun 2007 ~ 2010 : SMPN 3 Sarolangun Tahun 2010~ 2013 : SMAN 8 Sarolangun Tahun 2012~ 2016 : Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi