Makna Simbolis Tradisi Mappaoli..... (Raodah) 365 MAKNA SIMBOLIS TRADISI MAPPAOLI BANUA PADA MASYARAKAT BANUA KAIYANG MOSSO PROVINSI SULAWESI BARAT

SIMBOLICAL MEANING OF MAPPAOLI BANUATRADITION IN BANUA KAIYANG MOSSO SOCIETY OF WEST SULAWESI

Raodah Balai Pelestarian Nilai Budaya Jalan Sultan Alauddin Km7 Makassar, 90221 e-mail: [email protected]

Abstrak Mappaoli banua merupakan tradisi ritual pada masyarakat Banua Kaiyang Mosso di Kabupaten Polman, Provinsi Sulawesi Barat. Mappaoli banua bertujuan untuk mengobati dan menyucikan kampung, terhindar dari bencana alam dan wabah penyakit. Sampai sekarang tradisi ritual itu tetap bertahan dan menjadi agenda tahunan masyarakat Banua Kaiyang Mosso. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan mendiskripsikan prosesi pelaksanaan tradisi ritual mappaoli banua dan makna simbolis yang terkandung dalam tradisi ritual tersebut. Tradisi ritual mappaoli banua, mencerminkan karakter dan jati diri masyarakat Banua Kaiyang Mosso sehingga perlu dikaji dalam upaya melestarikan budaya lokal, sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa, pelaksanaan tradisi ritual mappaoli banua terdiri atas beberapa tahap, yaitu: tahap persiapan, mapparawung sossorang (penurunan benda pusaka), mamminnai tedzong (pengolesan minyak pada kerbau), pangngereang tedzong (penyembelihan kerbau), massamaya (ziarah ke makam leluhur), dan mattanang uwae (memasang air untuk pengobatan). Setiap tahapan dalam ritual tersebut melambangkan simbol yang mengandung makna. Simbol mapparawung sossorang bermakna penghormatan kepada benda pusaka peninggalan leluhur, simbol mamminnai tedzong bermakna pembersihan pada hewan persembahan, simbol pangngereang tedzong bermakna hewan persembahan yang tertinggi kepada leluhur, simbol massamaya dimaknai sebagai wujud cinta dan bakti kepada leluhur dan ajang silaturrahmi masyarakat Banua Kaiyang Mosso. Simbol mattanang uwae bermakna sebagai pengobatan, keselamatan dan keberkahan manusia dan alam negeri Banua Kaiyang Mosso. Kata kunci: ritual mappaoli banua, Banua Kaiyang Mosso.

Abstract Mappaoli Banua is a ritual tradition in the community of Banua Kaiyang Mosso in Polman regency, West Sulawesi. Mappaoli Banua aims to treat and purify the village, in order to avoid natural disasters and disease outbreaks. Until now this ritual traditions survive and become an annual event of Banua Kaiyang Mosso community. This research is focused to identify and describe the ritual procession implementation of Mappaoli Banua tradition and the symbolic meaning contained in the ritual tradition. Mappaoli Banua ritual tradition reflects the character and identity of the Kaiyang Mosso people that need to be examined in an effort to preserve local culture, as part of the cultural wealth of the nation. This study used a qualitative method with descriptive approach. The technique of collecting data were through observation, interviews and documentation. The results revealed that the implementation of the tradition of ritual Mappaoli Banua consists of several stages: preparation, mapparawung sossorang (decrease heirlooms), mamminnaitedzong, (anointing on buffalo), pangngereang tedzong (slaughtering buffalo), 366 Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015: 365 - 380 massamaya (pilgrimage to ancestral graves) and mattanang uwae (install water treatment). Each stage in the ritual symbolizes the meaning implies. Symbol of mapparawung sossorang is meaningful homage to the ancestral heirlooms, symbols of tedzongmamminnai means cleaning animal offerings, tedzong pangngereang is a symbol of the highest animal sacrifice to the ancestors, massamaya symbols as a manifestation of love and devotion to the ancestors and the public arena of Banua Kaiyang Mosso. Mattanang Uwae symbol for the treatment, safety and human and natural land blessing of Banua Kaiyang Mosso. Keywords: mappaoli banua rituals, Banua Kaiyang Mosso. pula pada sebuah tradisi yang di dalamnya A. PENDAHULUAN selalu terdapat ritual-ritual, yang merupakan unsur kebudayaan, tentu tidak Ritual adalah seperangkat tindakan akan bertahan apabila masyarakat yang selalu melibatkan agama yang pendukungnya tidak merasakan dimantapkan melalui tradisi. Ritual secara manfaatnya lagi. Akan tetapi sebaliknya simbolik menggambarkan upaya manusia akan bertahan apabila tradisi tersebut menjalin komunikasi dengan kekuatan sudah menjadi bagian dari kehidupan transenden, apakah itu bersifat roh nenek masyarakat pendukungnya dan dirasakan moyang, makhluk halus, dewa-dewa, memberi manfaat baik untuk keselamatan, Tuhan ataupun daya magis lainnya. Suatu harmonisasi dalam kehidupan ritus dan upacara religi biasanya terdiri bermasyarakat. atas suatu kombinasi yang merangkaikan Tradisi sebagai salah satu bentuk satu, dua, atau beberapa tindakan seperti: kebudayaan mengandung sejumlah nilai berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, yang berfungsi mengukuhkan pandangan makan bersama, menari dan menyanyi, masyarakat dan memberi arah dalam berprosesi, berseni drama, berpuasa, pergaulan yang diinginkan oleh norma bertapa, dan bersemedi. Dengan demikian dalam masyarakat (Udu, 2012: 1). Hal ini ritus keagamaan merupakan kinerja erat hubungannya dengan tradisi sebagai peribadahan yang terbentuk melalui wadah penyimpanan norma sosial ekspresi simbolik yang terbentuk melalui kemasyarakatan. Tradisi bertahan dalam bahasa gerak dan pikir religius, yang jangka waktu tertentu dan mungkin lenyap kemudian menjadi keajaiban permanen jika benda material dibuang atau gagasan (sakral) yang dijalankan secara terus dilupakan. Tradisi akan muncul kembali menerus Koetnjaraningrat (1987: 81). setelah lama terpendam akibat terjadinya Mappaoli banua adalah salah satu perubahan dan pergeseran sikap aktif tradisi ritual masyarakat Banua Kaiyang terhadap masa lalu. Sebagian masyarakat Mosso yang masih bertahan sampai dapat diikutsertakan pada tradisi tertentu sekarang. Mappaoli banua artinya yang kemudian akan memengaruhi mengobati negeri/ kampung, agar masyarakat secara keseluruhan (Saifullah, masyarakat terhindar dari bencana alam 2007). dan wabah penyakit, merupakan tradisi Bagi masyarakat Banua Kaiyang kuno peninggalan nenek moyang Mosso, melaksanakan ritual mappaoli masyarakat Banua Kaiyang Mosso dan banua sudah menjadi kesepakatan sejak Arajang Balanipa. Suatu unsur kebudayaan dahulu, dan telah mengikat masyarakat akan tetap bertahan apabila masih pendukungnya untuk terus memiliki fungsi atau peran dalam melaksanakannya. Masyarakat Banua kehidupan masyarakatnya, sebaliknya Kaiyang Mosso rela untuk berkorban unsur itu akan punah apabila budaya materi dan tenaga demi terlaksananya tersebut tidak berfungsi lagi. Demikian tradisi tersebut setiap tahunnya. Perayaan

mappaoli banua dipercaya dapat

membawa keberkahan, keselamatan dan Makna Simbolis Tradisi Mappaoli..... (Raodah) 367 ketentraman bagi negeri Banua Kaiyang simbol tertentu terhadap tahapan serta Mosso, yang berdampak pada berbagai prosesi pelaksanaan ritual tradisi tersebut. aspek kehidupan masyarakat, mulai dari Pemaknaan sendiri erat kaitannya dengan aspek sosial, ekonomi, religi, budaya dan apa yang dinamakan persepsi. Persepsi lain sebagainya. Realitas inilah, sehingga adalah proses memberikan makna pada dianggap perlu dilakukan pengkajian sensasi (sensasi merupakan proses tentang tradisi ritual mappaoli banua pada menangkap stimulasi melalui indera). masyarakat Banua Kaiyang Mosso, dalam Dengan kata lain, persepsi mengubah upaya melestarikan budaya lokal sebagai sensasi menjadi informasi. Persepsi bagian dari khazanah budaya Nusantara. merupakan pengalaman tentang objek, Adapun yang menjadi fokus dalam peristiwa, atau hubungan-hubungan yang penelitian ini adalah bagaimana prosesi diperoleh dengan menyimpulkan informasi pelaksanaan ritual mappaoli banua dan apa dan menafsirkan pesan (Desiderado, dalam makna simbol dari setiap tahapan dalam Jumiaty 2013: 13). ritual mappaoli banua. Tujuan penelitian Berkaitan dengan penelitian tradisi ini untuk mendiskripsikan prosesi ritual mappaoli banua pada masyarakat pelaksanaan ritual mappaoli banua dan Mandar, beberapa hasil penelitian untuk mengetahui makna simbol-simbol terdahulu yang berkaitan dengan tradisi dalam setiap tahapan ritual. ritual orang Mandar telah dilakukan di Dalam ritual mappaoli banua antaranya penelitian Hafid (2010:57) mengandung makna simbolik, yang tentang upacara baca-baca neneqta Adam bertujuan untuk disampaikan kepada di Lambanan Kabupaten Polman. Hasil masyarakat pendukungnya, agar dapat penelitian tersebut mengungkapkan bahwa dimengerti dan dipahami sebagai pedoman dalam pelaksanaan upacara adat baca-baca dan panutan dalam menjalani kehidupan neneqta Adam banyak mengandung makna sehari-hari. Kekuatan simbol mampu simbolik dalam proses pelaksanaannya, menggiring orang yang memercayai, maupun sesajen yang ditampilkan. Dengan mengakui, melestarikan atau mengubah demikian makna simbolik tersebut dapat persepsi hingga tingkah laku orang, dalam dijadikan sebagai filosofi dan pedoman bersentuhan dengan realitas. Daya magis dalam kehidupan pribadi maupun simbol tidak hanya terletak pada bermasyarakat. Masyarakat di Lambanan kemampuannya mempersentasikan begitu mengsakralkan upacara neneqta kenyataan, tetapi realitas juga Adam, sehingga masyarakat pendukungnya dipersentasikan lewat penggunaan logika rela berkorban materi dan tenaga untuk simbol. pelaksanaan upacara tersebut, dengan Ciri khas simbol menurut Turner harapan akan mendapat keselamatan dan (dalam Endahwati, dkk. 2012: 157-170) ketenteraman jiwa. Demikian pula yaitu: (a) multivokal, artinya simbol penelitian yang dilakukan oleh Ansaar memiliki banyak arti menunjuk pada (2010:65) tentang upacara massossor banyak hal, pribadi, dan fenomena, (b) manurung yaitu pencucian benda pusaka polarisasi simbol , karena simbol memiliki Kerajaan Mamuju. Penyelenggaraan banyak arti, sering ada arti simbol yang upacara massossor manurung diwarnai bertentangan, (c) unifikasi artinya oleh sikap, tindakan dan ucapan-ucapan memiliki arti terpisah. simbolik yang memiliki makna budaya Pemaknaan simbol-simbol sebagai sebagai cerminan adanya sistem nilai-nilai pemaknaan pesan adalah suatu keharusan luhur yang sejak lama telah tumbuh dan bagi sekelompok masyarakat terhadap berkembang dalam masyarakat aktivitas religi dan sistem kepercayaan pendukungnya. Dalam tulisan yang dianutnya. Dalam prosesnya setiap (Ismail,2014:277-287) ritual nelayan tradisi selalu terjadi pemaknaan simbol Mandar, mengungkapkan simbol-simbol 368 Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015: 365 - 380 dalam kuliwa (doa keselamatan) dari ke dalam suatu pola, kategori dan urutan berbagai sesajen yang disajikan. Simbol suatu dasar. Adapun analisis data yang tersebut mengandung makna doa digunakan, antara lain: reduksi data, dan keselamatan yang tidak terlafazkan. penyajian data (display data).

B. METODE PENELITIAN C. HASIL DAN BAHASAN Penelitian ini menggunakan metode 1. Asal Mula Tradisi Mappaoli Banua kualitatif, dengan maksud untuk Keberadaan tradisi ritual mappaoli mendiskripsikan data yang diperoleh dari banua tidak lepas dari kilas balik sejarah orang-orang yang terlibat dalam tradisi Mosso sebagai kampung halaman raja mappaoli banua. Penelitian kualitatif ini pertama Kerajaan Balanipa. Kerajaan didasarkan pada pendekatan karakteristik Balanipa menganut sistem kepemimpinan penelitian antara lain: pertama pada ala perahu, yaitu Anakodai Arajang, Banua penelitian kualitatif, pengumpulan datanya Kaiyang to Lopo’. Artinya, yang menjadi dilakukan dalam latar yang wajar atau nakhoda adalah raja tapi yang memiliki alamiah (natural setting), bukan dalam perahu adalah Banua Kaiyang, yang mana kondisi yang terkendali atau laboratories. salah satunya adalah Mosso, yang sekarang Kedua, metode yang dilakukan dalam ini sudah menjadi Desa Mosso. penelitian ini didasarkan pada fenomena Masyarakat Banua Kaiyang Mosso adalah sosial, penelitian kualitatif yaitu penelitian suku Mandar yang bermukim di Desa yang menghasilkan data diskriptif berupa Mosso yang terletak di Kecamatan kata-kata tertulis atau lisan dari orang- Balanipa, Kabupaten Polman, Provinsi orang dan pelaku yang dapat diamati. Sulawesi Barat. Desa Mosso merupakan Ketiga, pendekatan ini diarahkan pada perkampungan tua yang berada di daerah individu yang utuh (Moeleong, 2001: 4). pegunungan pada ketinggian 300 meter Lokasi penelitian di Desa Mosso, dari permukaan laut. Berdasarkan letak Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polman geografisnya, hampir semua Provinsi Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi perkampungan kuno di Sulawesi Barat tersebut didasarkan atas pertimbangan terletak di daerah perbukitan. Demikian bahwa tradisi mappaoli banua sejak halnya dengan negeri-negeri pembentuk dahulu hanya dilakukan oleh masyarakat kerajaan Balanipa seperti Nepo dan Banua Kaiyang Mosso sebagai masyarakat Samasundu. Kerajaan Balanipa sebagai pendukung tradisi tersebut. Data yang peletak dasar pembangunan kerajaan dikumpulkan dalam penelitian ini berasal (landasan ideal dan landasan struktural), dari dua sumber yaitu data primer dan data dan sebagai bapak ketua perserikatan sekunder. Data primer adalah data yang seluruh kerajaan dalam wilayah Mandar diperoleh melalui pengamatan dan yaitu pitu ulunna Salu dan Pitu Ba’bana wawancara yaitu mengenai asal usul tradisi Binanga (7 kerajaan yang berada di mappaoli banua, prosesi pelaksanaan, pegunungan dan 7 kerajaan yang berada di makna dan simbol yang tekandung dalam pesisir pantai). Kerajaan Balanipa mulai upacara mappaoli banua. Data sekunder dikenal pada abad ke XV (tahun 1500) berupa dokumen-dokumen resmi, misalnya yang merupakan 4 federasi dari 4 kerajaan jurnal, artikel, buku-buku, hasil penelitian kecil yaitu Nepo, Samasundu, Todang- yang berwujud laporan, dan sebagainya Todang dan Mosso, selanjutnya ke-4 yang berhubungan langsung dengan kerajaan kecil ini bergabung dalam substansi penelitian. Teknik analisis data persekutuan adat yang disebut Appe Banua yang digunakan dalam penelitian ini Kaiyang. Masing-masing ke-4 negeri ini adalah analisis deskriptif kualitatif. mempunyai kepala pemerintahan yang Menurut Patton (dalam Moeleong, 2001: merupakan pemangku adat setempat 208) analisis data merupakan proses (pappuangan) dan sebagai pucuk mengatur urutan data, mengorganisasikan Makna Simbolis Tradisi Mappaoli..... (Raodah) 369 pimpinan ke-4 wilayah tersebut, dipilih Gambar 1. Bukit Tondoq dan Makam I Laso dan diangkat seorang raja yang bergelar Mosso Mara’dia. (Sewang, 2010: 1). Sumber: Dalif Tradisi ritual mappaoli banua merupakan peninggalan leluhur Secara harfiah mappaoli banua Masyarakat Banua Kaiyang Mosso yaitu I terdiri atas dua kata yaitu “mappaoli” Laso Mosso. I Laso Mosso adalah nenek terbentuk dari kata dasar “paoli” yang moyang To Dilaling, raja pertama berarti obat dan mendapat awalan ma Kerajaan Balanipa. Masyarakat Mosso (dalam Bahasa ma = awalan me) juga percaya bahwa I Laso Mosso sebagai yang dimaknai sebagai kata kerja. Jadi manusia pertama yang tinggal di Banua mappaoli adalah kegiatan mengobati. Kaiyang Mosso, jauh sebelum Islam Sedangkan pada kata “banua” diartikan masuk dan adanya istilah arayang (raja) di sebagai kampung/ tanah kelahiran. Jadi Mandar. I Laso Mosso dimakamkan di atas tradisi ritual mappaoli banua merupakan bukit Buttu Tondoq, bukit yang paling salah satu kegiatan atau acara ritual tinggi letaknya dari segi geografi sekitar mengobati kampung. Pengobatan di sini 500 meter dari permukaan laut. Dari sekian mempunyai makna multi tafsir, yang makam raja-raja atau tosalamaq di diarahkan pada penghormatan kepada Kerajaan Pitu Baqbana Binanga semuanya alam, penyucian diri (manusia), doa terletak di atas bukit, akan tetapi makam I bersama, dan yang paling utama adalah Laso Mossolah yang paling tinggi silaturahim atau ajang pertemuan letaknya. Begitu tingginya, di atas puncak antarkeluarga dan kerabat di makam I Laso Buttu Tondoq kita bisa melihat makam Mosso. raja-raja Balanipa yaitu I Manyambungi Kegiatan mappaoli banua adalah To Dilaling dan To Mepayung (raja kedua kegiatan tahunan yang dilaksanakan oleh Balanipa), dan Maradiqdia Pallis (Maradia masyarakat Banua Kaiyang Mosso yang pertama masuk agama Islam) yang Balanipa. Sejak masa moyang mereka “I ketinggiannya sekitar 400 meter dari Laso Mosso” kegiatan ini telah permukaan laut. Konon ketika akan wafat I dilaksanakan, hingga sampai generasi Laso Mosso minta dimakamkan di atas sekarang. Pelaksanaan kegiatan ini bukit yang paling tinggi agar senantiasa merupakan wujud dari kebersamaan dan dapat melihat keturunan-keturunannya persatuan masyarakat yang ada di Banua yang bermukim di bawah bukit. Kaiyang Mosso yaitu “Sumanga’ ammesang” yang diartikan sebagai semangat persatuan. Dengan konsep tersebut, masyarakat Banua Kaiyang Mosso bahu membahu dan saling gotong royong melakuan ritual mappaoli banua mulai dari persiapan ritual sampai pada proses pelaksanaannya.

2. Prosesi Pelaksanaan Ritual Mappaoli Banua Dalam pelaksanaannya ritual mappaoli banua terdiri atas beberapa tahap yaitu :

a. Tahap persiapan Dalam pelaksanaan ritual mappaoli banua diperlukan persiapan yang matang, baik dari segi kesiapan dana maupun kesepakatan antara pemerintah setempat, 370 Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015: 365 - 380 tokoh adat dan masyarakat Mosso secara pelaksanaan yaitu di area pemotongan keseluruhan. Setelah kesepakatan kerbau, dan satu lagi ditempatkan di lokasi dilakukan, maka dibentuklah susunan makam leluhur di Bukit Tondoq. kepanitian yang akan mengurusi semua aspek-aspek kegiatan dalam pelaksanaan ritual mappaoli banua. Kepanitian yang terbentuk dibagi menjadi beberapa seksi yang bertanggungjawab sepenuhnya terhadap tugas yang dibebankan. Dalam pelaksanaan ritual mappaoli banua diperlukan dana yang cukup besar untuk membiayai seluruh keperluan upacara. Bagian yang bertugas mengumpulkan dana, mendatangi penduduk, tokoh adat, tokoh masyarakat untuk meminta Gambar 2. Pembuatan Anjat sumbangan. Biasanya masyarakat dengan Sumber: Dalif sukarela memberikan sumbangan, baik yang bermukim di Desa Mosso maupun b. Tahap Mapparawung Sossorang yang tinggal di perantauan. Setelah dana Hari pertama prosesi mappaoli terkumpul, selanjutnya dilakukan banua, dilakukan ritual mapparawung musyawarah untuk menentukan hari sossorang (menurunkan benda pusaka). pelaksanaan. Semua tokoh adat misalnya Beberapa benda pusaka Banua Kaiyang maradia balanipa, pappuangan, ananguru, Mosso tersimpan di rumah-rumah sando dan pemerintah setempat dimintai penduduk yang tergabung dalam kelompok pendapat untuk menentukan hari pappuangan. Mereka dipercaya dapat pelaksanaan ritual mappaoli banua. menyimpan benda-benda pusaka itu Setelah ada kesepakatan hari dengan baik, karena masih memiliki pelaksanaan maka panitia memesan kerbau hubungan kekerabatan dengan Raja (tedzong dalam bahasa Mandar), yang akan Balanipa. Menurut penuturan kepala Desa digunakan dalam ritual tersebut. Mosso, ketika terjadi peperangan melawan Pemesanan kerbau dilakukan di daerah Belanda, benda-benda kerajaan ini khusus yaitu di Tandung (nama salah satu disembunyikan oleh penduduk, sehingga desa di Kecamatan Tinambung yang keberadaan benda pusaka itu berada di dikenal dengan tempat pemeliharaan tangan orang-orang yang sempat kerbau). Satu hari sebelum kegiatan menyelamatkannya, dan sampai sekarang upacara/ ritual dimulai, kerbau tersebut mereka menyimpan benda pusaka itu di sudah dihadirkan di lokasi yang telah rumahnya (wawancara dengan Supri, 10 ditentukan. Persiapan selanjutnya adalah Pebruari 2015). pembuatan anjat, yaitu wadah yang terbuat Sossorang tersebut merupakan dari potongan bambu dan rotan peninggalan leluhur, berupa gong yang yang dirangkai menyerupai rumah- bernama taqbilohe, dua buah gendang, rumahan, serta diberi penutup berbentuk perangkat kostum, dan benda-benda ritual kubah dengan tiang penyangga di keempat peninggalan sando pertama. Penurunan sudutnya. Fungsi anjat adalah tempat benda pusaka itu dilakukan dengan penyimpanan atau meletakkan sesajen upacara adat, di mana para pemangku adat yang berisi makanan tradisional dan buah- dengan berpakaian adat Mandar buahan, serta hasil bumi lainnya. Anjat (pasangan) mendatangi rumah di mana harus selesai dibuat tiga hari sebelum hari benda pusaka itu tersimpan. Sebelum pelaksanaan, anjat biasanya dibuat dua penurunan sossorang terlebih dahulu buah, satu ditempatkan di lokasi dilakukan ritual pembacaan doa dipimpin Makna Simbolis Tradisi Mappaoli..... (Raodah) 371 oleh sando banua (dukun kampung) dan Sumber: Dalif dilengkapi dengan sesajian berupa , burasa, sokkol, ayam bakaka (ayam yang c. Pangngereang Tedzong dan Mamminnai dipanggang secara utuh). Selanjutnya Tedzong iring-iringan yang terdiri atas para Hari kedua dilakukan pangngereang pemangku adat diramaikan dengan tabuhan tedzong (penyembelihan kerbau), ritual gendang menuju ke tempat benda pusaka tersebut dilaksanakan di lokasi itu berada. Setelah benda pusaka itu “assimemang” (lokasi yang telah diturunkan, lalu dibawa ke tempat ditentukan). Proses ritual penyembelihan pelaksanaan upacara (baruga). Sebagai kerbau diawali dengan pembakaran dupa penghormatan, selama benda pusaka itu oleh sando banua (dukun kampung). dipajang di baruga , pada malam harinya Penyembelihan kerbau dihadiri seluruh diadakan pentas seni budaya. Berbagai pemangku adat dan disaksikan langsung sanggar seni budaya di Mandar diundang masyarakat pendukung kepercayaan untuk ikut serta berpartisipasi dalam tersebut. Sebelum penyembelihan kerbau pelaksanaan tradisi mappaoli banua. dilakukan ritual mamminnai tedzong, yaitu Pagelaran seni budaya pemberian minyak pada kepala kerbau. menampilkan berbagai kesenian, misalnya Pemberian minyak dilakukan oleh 24 seni tari, musik tradisional, vocal grup, dan pemangku adat dari ketiga rumpun yaitu drama tradisional masyarakat Banua Pappuangan Bulewanan, Pappuangan Kaiyang Mosso. Pagelaran seni ini Saleppa dan Pappuangan Lemo masing- bertujuan untuk melestarikan seni budaya masing dengan perangkat adatnya. lokal. Berdasarkan stratifikasi sosial masyarakat Mandar, pappuangan adalah golongan tau piya, yaitu golongan ini menempati lapisan kedua sesudah todiang laiyana (keturunan raja). Mereka yang termasuk dalam golongan ini menempati kedudukan sebagai Paqbicara, Pappuangang, dan Pukkali atau Puang Kali (kadhi). Kedudukan Paqbicara, Pappuangang dan Pukkali adalah sebagai menteri-menteri kerajaan (Yahya, 2013: 65). Para pemangku adat ini secara bergantian memberi minyak pada kepala kerbau yang telah diramu oleh sando dan diberi mantera. Caranya dengan mencelupkan tangan ke minyak lalu mengusap kepala kerbau dari bawah ke atas. Kerbau nampak dengan tenang dan menurut ketika diolesi minyak. Menurut penuturan sando banua, ada kesakralan ketika pemberian minyak pada kepala kerbau. Apabila yang mengolesi minyak adalah pemangkut adat maka kerbau tersebut terlihat tenang dan menurut, akan

tetapi apabila yang memberi minyak bukan

dari kalangan pemangku adat maka kerbau Gambar 3. Atraksi seni tradisional dan tersebut akan meronta-ronta, sehingga gong pusaka taqbilohe, gendang. ritual mamminnai tedzong tidak boleh dilakukan dari kalangan masyarakat biasa 372 Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015: 365 - 380

(Wawancara dengan Mustamin, 12 Sebelum berangkat semua bekal berupa Pebruari 2015). sesajen dan perangkat benda pusaka yang Setelah ritual mamminnai tedzong akan dibawa berziarah disiapkan, dan di selesai, selanjutnya dilakukan letakkan di hamparan tikar di panggung penyembelihan kerbau yang dipimpin upacara. Setelah para tamu undangan telah sando banua. Sebelum disembelih kerbau memenuhi tempat pelaksanaan ritual, maka dibersihkan dengan air yang diramu acara pembukaan dimulai dengan dengan bunga kelapa, daun sirih, pinang, pembacaan ayat suci al-Qur’an dan dan kulit kayu, ke dalam ember yang berisi dilanjutkan dengan sambutan-sambutan air. Penyembelihan kerbau dimaksudkan masing-masing oleh ketua pelaksana, sebagai penjernihan dan persembahan kepala Desa Mosso, dan Maradia Balanipa. kepada penguasa alam, agar nantinya alam, Acara selanjutnya adalah mempersilakan manusia dan budaya saling bersinergi satu seluruh anggota adat dari 24 pappungan sama lain dan mendapat restu dari leluhur. naik ke atas panggung untuk pelaksanaan Setelah kerbau disembelih kemudian ritual yaitu baca-baca salama’ yang dibersihkan dagingnya, dan diolah menjadi dipimpin oleh sando to baine ( dukun beraneka masakan, misalnya , perempuan) ibu dari sando banua. gorengan dan sate. Daging kerbau yang dijadikan sate dipotong persegi empat Gambar 5. Pembacaan Doa berukuran besar. Sebagian masakan kerbau Sumber: Dalif dijadikan hidangan pada tamu undangan yang datang menghadiri ritual mappaoli Setelah doa bersama, dilanjutkan banua, dan sebagian lagi digunakan dengan pemukulan gong sebagai tanda sebagai sesajen santapan ketika berziarah acara inti yaitu ritual massamaya akan ke makam leluhur pada keesokan harinya. dilakukan. Pemukulan gong dipercayakan Menurut keyakinan masyarakat Mosso kepada Pappuangan Saleppa, sebagai dengan memakan daging kerbau yang disembelih pada ritual mappaoli banua, dapat menjadi obat yang menguatkan tubuh.

pappuangan tertua dalam Kerajaan Balanipa. Selanjutnya benda pusaka gong dan gendang ditabuh beramai-ramai. Dilanjutkan dengan pembacaan patroalla yaitu ikrar dan janji suci kepada leluhur Gambar 4. Prosesi Mamminnai Tedzong Sumber: Ridwan oleh salah seorang pemangku adat. Sebelum berangkat menuju ke Bukit d. Massamaya (Ziarah ke Makam Leluhur I Tondoq ditampilkan atraksi pencak silat Laso Mosso) oleh sando banua dan perangkat adat dari Inti dari seluruh rangkaian upacara masing-masing pappuangan. Setelah mappaoli banua adalah massamaya yaitu atraksi pencak silat selesai, maka mengunjungi makam I Laso Mosso yang berbondong-bondonglah masyarakat terletak di Bukit Tondoq (nama kampung beserta pemangku adat menuju ke Bukit kecil dalam Desa Mosso) pada hari ketiga. Tondoq untuk melakukan ziarah ke makam I Laso Mosso. Setiap rumpung keluarga Makna Simbolis Tradisi Mappaoli..... (Raodah) 373 membawa bekal makanan dan minuman sendiri, untuk dijadikan sesajen pada ritual pembacaan doa di makam I Laso Mosso.

.

Gambar 7. Pembacaan doa di makam I Laso Mosso. Sumber: Dalif.

Setelah pembacaan doa masing- masing rumpung keluarga mengambil sesajennya untuk dimakan bersama dengan keluarga mereka yang ikut serta dalam ziarah akbar tersebut. Menurut kepercayaan masyarakat Banua Kaiyang Mosso, sesajen dari berbagai macam makanan apabila telah didoakan di makam

leluhur I Laso Mosso akan mendapat berkah, sehingga baik untuk dimakan bagi seluruh anggota keluarga. Setelah acara Gambar 6. Atraksi Patroalla dan Pencak Silat santap bersama, para peserta upacara Sumber: Dalif. melakukan siraman ke makam I Laso Mosso. Ketika prosesi penyiraman air, Perjalanan menuju ke Bukit Tondoq, pada batu nisan di makam I Laso Mosso memerlukan tenaga untuk mendaki karena dilakukan oleh sando banua, masyarakat begitu tingginya, sehingga banyak warga beramai-ramai mengambil air dengan cara yang lanjut usia kewalahan untuk mendaki menadahkan wadah pada tumpahan air Bukit Tondoq, namun hal tersebut tidak yang disiramkan ke batu nisan. Air menyurutkan semangat mereka untuk siraman tersebut dipercaya dapat dijadikan berziarah. Setiba di puncak terlihat obat untuk menyembuhkan berbagai masyarakat berkumpul di makam I Laso penyakit. Mosso, untuk pembacaan doa. Para pemangku adat dengan berpakaian pasangan memasuki area makam I Laso Mosso, yang menyerupai rumah. Di dekat makam digelar tikar untuk tempat pembacaan doa dan meletakkan berbagai macam sesajian. Kemudian sando banua duduk bersila di hadapan makam I Laso Mosso di samping pedupaan dan sesajen, begitu pedupaan mengepul sando mulai membaca doa yang ditujukan kepada arwah leluhur I Laso Mosso dan diikuti Gambar 8. Siraman di atas makam I Laso dengan hikmat para pemuka masyarakat Mosso. dan pemangku adat. Sumber : Dalif

374 Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015: 365 - 380

Selain air siraman, masyarakat juga apabila orang lain yang memukulkan akan mengambil gundukan tanah di makam I terasa sakit (wawancara dengan Mustamin Laso Mosso, untuk disimpan di kebun. 12 Pebruari 2015). Setelah pengobatan Gundukan tanah itu dipercaya dapat pasien, maka warga beramai-ramai menyuburkan tanaman dan penangkal dari mengambil sisa air untuk disimpan dan hama penyakit. Kenyataan tersebut sejalan dijadikan obat. yang dikemukakan Geertz (1992: 33) bahwa dalam ritus terdapat sederetan suasana hati dan motivasi di suatu pihak yang dipertemukan dan membentuk kesadaran spiritual sebuah masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Mosso, ritual mappaoli banua merupakan perwujudan dari harapan dan motivasi serta memberi spirit pada masyarakat dalam menjalani kehidupannya. e. Mattannang Uwai Gambar 9. Prosesi Ritual Mattannang Uwai Setelah kembali dari massamaya Sumber: Dalif. (ziarah akbar) dilakukan ritual mattannang uwai artinya memasang air, untuk Tahapan terakhir dari upacara digunakan merendam benda pusaka mappaoli banua adalah kunjungan ke laut, peninggalan sando pertama. Warga untuk memberi doa kepada keturunan yang masyarakat berkumpul untuk berada di laut dengan membuat sesajen melaksanakan ritual mattannang uwai, di yang diletakkan ke dalam wadah yang rumah kepala Desa Mosso. Benda pusaka berbentuk perahu. Sebelum sesajen di yang direndam berupa: (1) dua pisau yang luncurkan ke laut, sando banua digunakan sando pertama untuk memotong membacakan doa sebagai persembahan tali pusar bayi yang baru lahir, menurut kepada dewa penguasa laut agar senantiasa mitos pisau tersebut datang secara gaib dan menjaga masyarakat Banua Kaiyang diberikan kepada sando pertama; (2) uang Mosso dari bencana dan senantiasa logam yang bertulisan Arab, menurut dilimpahkan rezeki kepada masyarakat mitos uang logam tersebut keluar dari Banua Kaiyang Mosso. Ketika sesajen di perut sando pertama; (3) gulungan kain luncurkan ke laut warga beramai-ramai bertulisan huruf Arab. Kesemua benda untuk turun ke laut mengambil makanan pusaka tersebut dimasukkan dalam ember dalam perahu. Mereka memercayai bahwa berisi air dan diikatkan di tiang pusat makanan tersebut dapat membawa berkah. rumah. Kegembiraan masyarakat Banua Kaiyang Prosesi pengobatan dilakukan oleh Mosso ditunjukkan dengan beramai-ramai sando, dengan membacakan mantera di laut, dengan harapan dapat sebelum air tersebut dimandikan atau membuang sial. Pelaksanaan ritual di laut disiramkan pada tubuh seseorang yang merupakan penutup dari seluruh prosesi diobati. Sando mencelupkan rangkaian mappaoli banua yang diselenggarakan bunga kelapa, daun sirih, daun enau ke selama empat hari. dalam rendaman air benda pusaka, kemudian dipukulkan ke tubuh orang yang 3. Makna Simbolis dalam Tradisi Ritual akan diobati. Pengobatan dengan cara Mappaoli Banua. memukulkan rangkaian bunga kelapa ke Integritas manusia sepanjang tubuh pasien tidak terasa sakit apabila hidupnya berkecimpung dalam simbol, sando yang memukulkan, akan tetapi simbol merupakan bagian integral dari hidup manusia. Pendapat Maram dalam Makna Simbolis Tradisi Mappaoli..... (Raodah) 375

(Pramono, 2009: 5) bahwa pengetahuan, andil dalam pelaksanaan tradisi ritual kepercayaan, norma dan nilai-nilai tidak tersebut. Ada simbol kegotongroyongan dapat eksis tanpa adanya simbol-simbol. dan kerja sama ketika pembuatan baruga Simbol memungkinkan manusia untuk yaitu tempat pelaksanaan ritual dan menciptakan, mengkomunikasikan dan pembuatan anjat. Simbol ini dimaknai mengambil bagian serta mengalihkan dalam kehidupan bahwa pekerjaan berat komponen-komponen kebudayaan ke akan terasa ringan, apabila dilakukan generasi berikutnya. Demikian halnya secara bersama-sama. Menurut Kades dalam tradisi mappaoli banua, berbagai Mosso, bahwa masyarakat Mosso merasa rangkaian prosesi pelaksanaannya bertanggungjawab sepenuhnya terhadap memiliki simbol-simbol yang memberi pelaksanaan ritual tersebut, tidak hanya makna atau pesan kepada generasi menyerahkan sepenuhnya kepada panitia keturunan dari leluhur mereka I Laso pelaksana, akan tetapi dimaknai sebagai Mosso. Adapun makna dari simbol-simbol bakti mereka kepada leluhurnya apabila yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi mereka mengambil peran dalam ritual mappaoli banua adalah sebagai pelaksanaan ritual tersebut (wawancara berikut: dengan Supri,10 Pebruari 2015). Ketika dilakukan prosesi a. Makna Simbolis dalam Interaksi mapparawung sossorang, masyarakat Masyarakat. beserta pemangku adat berpartisipasi Dalam proses interaksi sosial, melakukan arak-arakan ke tempat manusia mengkomunikasikan arti-arti pengambilan benda pusaka. Kegiatan ini kepada orang lain melalui simbol-simbol. dimaknai sebagai penghormatan warga Kemudian orang lain menginterpretasikan Mosso terhadap benda kebesaran simbol-simbol itu dan mengarahkan peninggalan leluhur. Berkumpulnya para tingkah laku mereka berdasarkan pemangku adat maradia balanipa, ketiga interpretasi mereka. Dengan kata lain, pappuangan, pemerintah setempat dan dalam interaksi sosial, aktor-aktor terlibat sando, merupakan simbol dari sistem dalam proses saling memengaruhi (Meed kekerabatan dan kedudukan para penguasa dalam Datuan, 2011: 36). Dalam di Kerajaan Balanipa, yang mengandung pelaksanaan ritual mappaoli banua, makna sebagai kepatuhan para lembaga melibatkan hampir keseluruhan adat ini menjalankan perannya masyarakat Banua Kaiyang Mosso, sebagaimana status kedudukan dalam pemuka adat dan pemerintah. masyarakat Banua Kaiyang Mosso. Keikutsertaan orang-orang untuk memberi dukungan, baik moril maupun materil, b. Makna Simbolis Peralatan Ritual dapat dimaknai sebagai kepedulian dan 1) Anjat kecintaan kepada sang leluhur. Anjat sebagai tempat sesajen adalah Berkumpulnya seluruh pendukung simbol penghormatan dan persembahan kepercayaan ini merupakan ajang jamuan kepada leluhurnya. Anjat yang silaturahmi sebagai simbol persaudaraan terbuat dari bambu kuning sebagai simbol dan kebersamaan serta keikhlasan untuk emas, tumbuhnya harus menghadap ke turut serta dalam pelaksanaan tradisi ritual matahari dan pemotongannya hanya dapat mappaoli banua. Ada simbol kepedulian dilakukan oleh sando banua. Dimaknai dan keikhlasan ketika masyarakat Banua bahwa apa yang dipersembahkan kepada Kaiyang Mosso menyumbangkan dana dan leluhur haruslah yang terbaik dan memiliki tenaga untuk pelaksanaan ritual. Tidak derajat yang tinggi. Implementasi dari hanya masyarakat yang berdiam di Mosso, perilaku tersebut bahwa masyarakat tetapi warga Mosso yang bertempat Mosso sangat menghargai dan menjunjung tinggal di daerah lain, turut serta memberi tinggi norma-norma dan tata krama yang 376 Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015: 365 - 380 santun ketika mereka menjamu tamu. Tedzong (kerbau) adalah salah satu Simbol dari anjat dimaksudkan pula untuk unsur utama yang harus ada dalam ritual mengundang kehadiran leluhur saat mappaoli banua. Tanpa kehadiran tedzong pemotongan kerbau dan pada saat ritual maka ritual tersebut tidak dapat massamaya di makam I Laso Mosso. dilaksanakan. Kerbau merupakan binatang yang disakralkan pada berbagai ritual di 2) Sossorang (Benda Pusaka) Sulawesi Selatan. Misalnya di Toraja, Sossorang adalah benda pusaka kerbau adalah hewan paling istimewa warisan leluhur yang dianggap keramat karena kerbau menjadi alat transaksi dalam dan sangat disakralkan. Merupakan simbol perkawinan, dalam pewarisan, dan dalam kebesaran leluhur yang selalu dihadirkan pesta kematian. Kepemilikan kerbau dalam prosesi ritual mappaoli banua. menjadi salah satu simbol status sosial Makna dari kehadiran benda pusaka adalah (https://msdatuan.wordpress.com/artikel/ke menghadirkan roh leluhur untuk ikut serta rbau-dalam-tradisi-masyarakat-Toraja/). dalam ritual karena menurut kepercayaan Demikian halnya pada masyarakat mereka bahwa benda pusaka itu memiliki Mandar, kerbau adalah hewan yang kekuatan gaib. Menurut penuturan sando disakralkan serta dihormati yang banua, bahwa kekuatan gaib yang ada dimitoskan sebagai hewan tomanurung. pada benda pusaka tersebut dapat memberi Dengan demikian hewan ini menurut isyarat jika akan terjadi sesuatu di kepercayaan masyarakat bahari Mandar, Kampung Mosso, misalnya bencana alam, binatang yang dilarang keras disebut ketika wabah penyakit atau kejadian luar biasa berada di laut karena dianggap pemali yang akan menimpa negeri. Tanda-tanda yang dapat mendatangkan bencana. isyarat tersebut biasanya hanya dapat Pengorbanan kerbau di Mandar bukan diketahui oleh sando melalui mimpi, atau hanya dilakukan pada saat ritual mappaoli benda pusaka itu akan bergetar dan banua, akan tetapi pada upacara-upacara mengeluarkan bunyi. Ketika isyarat itu lain, misal pelantikan maradia diharuskan datang maka merupakan pertanda atau menanam kepala kerbau. Demikian halnya peringatan dari leluhur, bahwa masyarakat pada upacara perkawinan ketika pihak Banua Kaiyang Mosso harus mengadakan mempelai wanita meminta mensyaratkan ritual mappaoli banua, agar terhindar dari kerbau sebagai sorong, berarti wanita bencana alam atau wabah penyakit yang tersebut adalah keturunan bangsawan akan terjadi (wawancara dengan (http://ridwanmandar.blogspot.com/2015/0 Mustamin, 12 Pebruari 2015). 1/pengorbanan-kerbau-ritus-kuno- Pada hari pelaksanaan ritual yang.htm). mappaoli banua benda pusaka berupa Menurut pemahaman masyarakat gong dan gendang dibunyikan sebagai Banua Kaiyang Mosso bahwa, kerbau simbol penanda akan dimulainya kegiatan merupakan hewan persembahan yang ritual dan dimaknai sebagai pemanggil memiliki kehormatan tertinggi dalam suatu roh-roh leluhur untuk ikut serta dalam ritual. Dalam ritual mappaoli banua, ritual. Masyarakat Banua Kaiyang Mosso kerbau adalah simbol kesuburan, meyakini bahwa benda pusaka (sossorang) persatuan dan status sosial. Pada saat tidak dapat dipisahkan dengan leluhur, di pemotongan kerbau masyarakat beramai- mana benda pusaka itu berada maka di ramai mengambil darah kerbau untuk sana pula ada roh leluhur. Bunyi-bunyian dijadikan sebagai obat dan digunakan pula itu dimaknai pula sebagai sarana pengiring sebagai penjaga kebun untuk pengusir dan pelipur lara leluhur. hama tanaman. Begitu sakralnya pemahaman masyarakat Banua Kaiyang c. Makna Simbolis Tedzong (Kerbau) Mosso tentang hewan kerbau, sehingga bagian-bagian tertentu dari binatang Makna Simbolis Tradisi Mappaoli..... (Raodah) 377 tersebut dimaknai sebagai obat atau misalnya: buras (nasi yang dibungkus pembawa keberkahan. daun pisang), atupe nabi (ketupat Nabi berbentuk segi tiga), sate daging yang d. Makna dan Simbolis Mamminai Tedzong diiris besar-besar, pupu (ikan yang Ritual mamminai tedzong yaitu dihaluskan dibentuk segi tiga dan mengolesi kepala kerbau dengan minyak, digoreng), tallo annas (telur asin), bau merupakan simbol penjernihan dan tappi (ikan asap), sokkol (nasi ketan), pembersihan pada kerbau sebelum cucur, beberapa sisir loka raya (pisang disembelih. Pengolesan minyak dilakukan raja), dan loka manurung. Kesemua dengan cara mengusap kepala kerbau dari sesajen itu di letakkan pada nampan yang bawah ke atas, adalah simbol kesuburan berukuran besar yang disebut ande kappar. dan kelancaran dalam segala usaha yang Hidangan tersebut merupakan satu dilakukan masyarakat Mosso dan simbol kesatuan dari sesajen yang dihidangkan pengobatan untuk alam dan sekitarnya. pada berbagai upacara ritual pada Mamminnai tedzong dimaknai sebagai masyarakat Mandar. Sesajen ini kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk merupakan simbol persembahan pada dari doa dan harapan masyarakat Banua penguasa alam semesta dan persembahan Kaiyang Mosso akan kemakmuran dalam kepada leluhur sebagai bentuk rasa syukur kehidupan mereka. Ada harapan bahwa masyarakat Mosso. tanam-tanaman akan tumbuh lebih subur, serta alam senantiasa bersahabat, jauh dari bencana alam dan hama yang akan mengganggu tanaman. Begitu diagungkannya kerbau dalam ritual mamminnai tedzong, sehingga orang- orang yang dapat mengolesi kepala kerbau hanyalah dari kalangan kelompok adat Gambar 10. Sesajen pada ritual mappaoli misalnya maradia, pappuangan, dan sando banua. banua. Simbol ini memberi pesan bahwa Sumber: Dalif 2015 keseluruhan dari lembaga adat harus Setelah pembacaan doa, semua bersatu dan rukun dalam menjaga negeri, makanan yang disajikan selain untuk baik yang ada di pegunungan (pitu babana persembahan kepada leluhur, juga binanga) maupun yang di daerah pantai dijadikan santapan jamuan kepada seluruh (pitu ulunna salu), agar senantiasa peserta upacara. Setiap rumpung keluarga menjalin silaturahmi dan mempererat di Mosso membuat sesajen untuk persaudaraan. dipersembahkan kepada leluhur, dimaknai bahwa leluhur dapat menjadi wasilah e. Makna dan Simbolis Sesajen untuk mengabulkan permohonan mereka. Dalam ritual mappaoli banua Doa yang berlafazkan Islam yang berbagai sesajen yang dihadirkan sebagai dibacakan pada ritual baca-baca salama kelengkapan ritual, ada berupa makanan, adalah simbol keyakinan dan kepercayaan minuman dan peralatan upacara. Peralatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang upacara berupa undung (dupa), indoleu diyakini sebagai pencipta manusia dan (terbuat dari daun-daunan dan akar seluruh alam semesta. Apabila masyarakat tumbuhan), makna dan simbol dupa yang Mosso telah melakukan ritual mappaoli dibakar untuk memanggil dan banua, biasanya kehidupan masyarakat mendatangkan para roh leluhur untuk hadir Mosso dalam keadaan aman dan damai, dalam ritual tersebut. Bermacam-macam serta hasil bumi akan tumbuh dengan subur makanan yang disajikan masyarakat Mosso (wawancara dengan Mustamin, 12 ketika melakukan ritual mappaoli banua Pebruari 2015).

378 Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015: 365 - 380 f. Makna dan Simbolis Atraksi Pencak Silat Laso Mosso. Ziarah akbar ke makam I dan Pagelaran Seni Budaya Laso Mosso, merupakan ajang silaturahmi Atraksi pencak silat yang dimainkan antarwarga masyarakat bersama lembaga pada pelaksanaan ritual mappaoli banua adat ketiga pappuangan dan maradia merupakan permainan warisan leluhur balanipa. Berziarah ke makam I Laso masyarakat Mosso. Pencak silat adalah Mosso adalah simbol kecintaan simbol keindahan gerak, keselarasan dari masyarakat Mosso terhadap leluhurnya, kreativitas seni yang dimainkan kaum pria, yang diyakini dapat memotivasi mereka demikian pula sumpah setia kepada leluhur untuk senantiasa meningkatkan etos kerja dari anak cucunya yang dipersembahkan dan menjaga persaudaraan sesama warga lewat patroalla. Pagelaran seni yang Banua Kaiyang Mosso. dilaksanakan pada malam hari selama berlangsungnya ritual mappaoli banua, D. PENUTUP merupakan perwujudan dari kecintaan Eksistensi ritual mappaoli banua masyarakat Mosso akan seni budaya pada masyarakat Banua Kaiyang Mosso, peninggalan leluhur, dan menjadi tugas merupakan media komunikasi masyarakat mereka untuk menjaga kelestariannya agar pendukung kepercayaan tersebut terhadap dapat diwariskan ke generasi selanjutnya. leluhurnya. Pelaksanaan ritual mappaoli Leluhur mereka telah menciptakan banua dimaksudkan bahwa manusia dan beragam seni budaya yang mempunyai cita alam harus senantiasa saling bersinergi, rasa seni yang tinggi sebagai bagian dari untuk mendapatkan keselamatan, perwujudan karakter dan jati diri ketentraman dan keberkahan bagi seluruh masyarakat Banua Kaiyang Mosso. warga masyarakat serta wujud bakti terhadap leluhur mereka I Laso Mosso. g. Makna dan Simbolis Ziarah ke Makam Setiap tahapan pelaksanaan ritus kuno ini Leluhur tetap mengacu pada tata cara yang Masyarakat Banua Kaiyang Mosso diwariskan pendahulu mereka, dan menganggap bahwa I Laso Mosso adalah berproses sesuai dinamika kehidupan nenek moyang orang Mosso, dan cikal masyarakat pendukungnya. Tradisi ritual bakal atau manusia pertama yang mappaoli banua adalah cerminan dari mendiami Banua Kaiyang Mosso, karakter dan jati diri masyarakat Mosso sehingga masyarakat Mosso senantiasa yang dilandasi pada perilaku gotong memuja dan mengkultuskan makamnya. royong dan jalinan persaudaraan yang Makna dan simbol ziarah akbar yang terbangun dalam mempertahankan dan dilakukan masyarakat Mosso sebagai melestarikan budaya serta kesenian wujud kecintaan dan penghormatan masyarakat Banua Kaiyang Mosso. mereka kepada sang leluhur. Di makam I Tradisi mappaoli banua sarat Laso Mosso dilakukan ritual pembacaan dengan simbol yang memberi makna doa untuk ketenangan arwah leluhur di dalam kehidupan masyarakat Mosso. Pada alam baqa dan wujud bakti mereka kepada ritual mamminai tedzong, sebagai simbol sang leluhur. Makna dan simbol siraman di kesuburan dimaknai bahwa semua tanam- makam I Laso Mosso adalah pensucian tanaman yang tumbuh di bumi Banua pada batu nisan untuk ketenangan Kaiyang Mosso akan tumbuh dengan arwahnya. Air siramannya digunakan subur, agar dapat mensejahterakan untuk mengobati berbagai penyakit, masyarakat. Benda pusaka (assosorang) penangkal dari segala mara bahaya dan sebagai simbol kebesaran dan kejayaan ada juga yang menggunakan sebagai masa lampau, dan dipercayai sebagai penyubur tanaman. Makan bersama setelah tempat bersemayamnya roh-roh leluhur, ritual dimaknai sebagai pernyataan rasa dengan mensucikan benda pusaka syukur akan rezeki dan karunia dari yang peninggalan leluhur berarti menghormati Kuasa yang disaksikan oleh roh leluhur I Makna Simbolis Tradisi Mappaoli..... (Raodah) 379 dan memuja akan kebesarannya. dalam Prosiding. Kendari: Universitas Mattanang uwai adalah simbol dari Haluoleo. kekuatan benda-benda pusaka dalam Ismail, Arifuddin. 2014. mengobati berbagai penyakit yang ”Unsur-Unsur Islam dalam Ritual bermakna bukan hanya mengobati Nelayan Mandar di Pambusuang manusia, akan tetapi mengobati kampung/ Kabupaten Poliwali Mandar Provinsi negeri, agar terhindar dari berbagai wabah Sulawesi Barat” dalam Walasuji Vol. 5 penyakit. Massamaya adalah ziarah akbar No. 2. Desember 2014. Hlm.277-287. ke makam leluhur mereka I Laso Mosso, Jumiaty. 2013. merupakan simbol kecintaan dan Makna Simbolik Tradisi To Ma’badong penghormatan kepada leluhur, dengan dalam Upacara Rambu Solo di senantiasa mengunjungi dan memilihara Kabupaten Tana Toraja. Skripsi. makamnya. Ziarah akbar merupakan Makassar: Jurusan Komunikasi Fakultas wujud persaudaraan dan ajang silaturahmi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas masyarakat Mosso baik yang bertempat Hasanuddin. tinggal di Mosso maupun yang datang dari Pramono, Ari Agung, 2009. perantauan. Tradisi mappaoli banua Makna Simbol Ritual Cembengan di merupakan asset budaya masyarakat Madukismo Kabupaten Bantul. Skripsi. Banua Kaiyang Mosso Mandar yang tetap Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin bertahan di tengah arus modernisasi dan Universitas Islam Sunan Kalijaga. dinamika perkembangan kebudayaan. Oleh Saifullah, Andi. 2007. karena itu perlu dukungan dari pemerintah Tradisi Sompa, Studi tentang setempat dan instansi terkait untuk tetap Pandangan Masyarakat Wajo di Tengah memberi peluang dan ruang bagi Perubahan Sosial. Skripsi SHI. Malang: masyarakat pendukung kepercayaan Universitas Islam Negeri Malang. tersebut dalam melestarikan Soehadha, Muhammad. 2006. kebudayaannya. “Teori Victor Turner, Aplikasi dan Implikasi Metodologisnya untuk Studi Agama-Agama” dalam Esensia Vol. 7 No. 2. Juni 2006. Hlm 207-212. DAFTAR SUMBER 1. Jurnal, Makalah, Laporan Penelitian, Yahya, Nurul Wardani.2013. Skripsi dan Tesis Strata Sosial Masyarakat Balanipa: Studi atas Ketatanegaraan Islam. Datuan, Maeke Yulita. 2011. Skripsi. Makassar: Fakultas Syariah dan Makna Simbolik Tau-tau dalam Sistem Hukum UIN Alauddin. Stratifikasi Sosial pada Pelaksanaan

Upacara Rambu Solo Kabupaten Tana 2. Buku Toraja. Skripsi. Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNHAS. Ansaar, 2010. Nilai Budaya dalam Upacara Endahwati, Sri, dkk. 2012. Massossor Manurung di Kabupaten Upacara Adat Jolenan di Kecamatan “ Mamuju. Makassar: Penerbit Dian Istana Kaligesing Kabupaten Purworejo: kerja sama dengan BPSNT Makassar. Kajian Makna Simbolik dan Nilai Religius” dalam. Basastra Vol. 1 No. 1 Geertz, Clifford. 1992. April 2012. Hlm 157-170. Kebudayaan dan Agama. (Terjemahan). Yogyakarta: Kanisus. Hamiruddin, Udu. 2012. “Tradisi Kangkilo: Salah Satu Modal Hafid, Abdul. 2010. Sosial Budaya bagi Pembentukan Penerapan Hukum Adat dalam Prosesi Karakter Positif Masyarakat Buton”, Baca-baa Nneneqta Adam di Lambanan Kabupaten Polman. Makassar: Dian 380 Patanjala Vol. 7 No. 3 September 2015: 365 - 380

Istana kerja sama dengan BPSNT Makassar. Koentjaraningrat. 1997. Pengantar Antropologi (Pokok-Pokok Etnografi II). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Moeloeng, L.J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. : PT Remaja Rosdakarya. Sewang, Anwar.2001. Sosialisasi Siri pada Masyarakat Mandar. Penerbit Yayasan Maha Putra Mandar

3. Sumber Internet http://ridwanmandar.blogspot.com/2015/0 1/pengorbanan-kerbau-ritus-kuno- yang.html diakses tanggal 30 Maret 2015 https://msdatuan.wordpress.com/artikel/ker bau-dalam-tradisi-masyarakat- toraja/diakses tanggal 27 Mei 2015.

4. Informan Mustamin (54 tahun). 2015 Sando Banua. Wawancara. Balanipa, 12 Pebruari 2015.

Supri (45 tahun)2015 Kepala Desa Mosso. wawancara. Mosso, 10 Pebruari 2015