Vol 29, No 2 (2017)

Aksara, Edisi Desember 2017

DOI: http://dx.doi.org/10.29255/aksara.v29i2

Table of Contents

FRONT COVER

FRONT COVER PDF PDF

PREFACE

PREFACE PDF PDF

Articles

REPRESENTASI KOLONIALISME DALAM TJERITA NJI PAINA KARYA H. PDF KOMMER 155- 10.29255/aksara.v29i2.72.155-169 169 Diah Meutia Harum EKSISTENSI PUISI DI PADA ERA KOLONIAL PDF 10.29255/aksara.v29i2.192.171-182 171-182 I Nyoman Darma Putra TRANSGENDER DALAM NOVEL CALABAI KARYA PEPI AL BAYQUNIE: PDF KAJIAN IDENTITAS 183- 10.29255/aksara.v29i2.74.183-196 196 Purwaningsih Purwaningsih PEMAKNAAN MOTIF TABU DALAM CERITA RAKYAT DI WILAYAH PDF BEKAS KERAJAAN MULAWARMAN, KERAJAAN HINDU TERTUA DI 197- INDONESIA 210 10.29255/aksara.v29i2.80.197-210 Derri Ris Rana PENGALIHWAHANAAN PARIBASA BALI LISAN KE DALAM LAGU BALI PDF POPULER 211- 10.29255/aksara.v29i2.124.211-224 224 Ni Nyoman Tanjung Turaeni INTERPRETASI SEGMEN BUNYI BAHASA JAWA KUNA: ANALISIS PDF SPEECH ANALYZER DAN FITUR DISTINGTIF 225- 10.29255/aksara.v29i2.79.225-238 238 Ni Ketut Ratna Erawati MAKNA KOSAKATA “JATUH” DALAM BAHASA SUNDA DAN BAHASA PDF JAWA 239- 10.29255/aksara.v29i2.38.239-252 252 Emma Maemunah IMPLIKATUR KAMPANYE POLITIK DALAM KAIN RENTANG DI RUANG PDF PUBLIK 253- 10.29255/aksara.v29i2.52.253-266 266 Suryo Handono ANALISIS WACANA KRITIS “SEMUA KARENA AHOK” PROGRAM MATA PDF NAJWA METRO TV 267- 10.29255/aksara.v29i2.54.267-282 282 Ni Nyoman Ayu Suciartini INTERPERSONAL METADISCOURSE MARKERS AS PERSUASIVE PDF STRATEGIES IN BARACK OBAMA’S 2012 CAMPAIGN SPEECHES 283- 10.29255/aksara.v29i2.82.283-292 292 Bayu Permana Sukma

EKSISTENSI PUISI INDONESIA DI BALI PADA ERA KOLONIAL

THE EXISTENCE OF INDONESIAN POETRY IN BALI ON THE COLONIAL ERA

I Nyoman Darma Putra Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana Jalan Pulau Nias No. 13 Denpasar, Bali, Indonesia Telepon (0361) 224121, Faksimile (0361) 224121 Pos-el: [email protected]

Naskah diterima: 11 Agustus 2017; direvisi: 3 Desember 2017; disetujui: 15 Desember 2017

Abstrak Kontribusi Bali pada masa-masa awal perkembangan sastra Indonesia dikenal sebatas karya-karya Panji Tisna. Hal ini tidak mengherankan karena tahun 1930-an Panji Tisna sudah menulis beberapa novel seperti Sukreni Gadis Bali (1936) yang diterbitkan dan menjadi karya klasik yang masih mengalami cetak ulang sampai sekarang. Sebetulnya, di luar karya Panji Tisna ada banyak puisi yang dipublikasikan penulis Bali di media massa seperti Surya Kanta, Bali Adnyana, dan Djatajoe, terbit di pada era kolonial, 1920-an hingga awal 1940-an. Rumusan penelitian ini mengidentifikasi puisi Indonesia penyair Bali yang terbit pada zaman kolonial dan menganalisis tema-temanya dikaitkan secara intertekstual dengan wacana sosial yang berkembang saat itu. Pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka dan histori dengan teknik baca dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan teknik pemahaman dan interpretasi. Hasil dan pembahasan penelitian ini menyimpulkan tiga hal. Pertama, puisi penyair Bali ikut memperkaya khasanah sastra Indonesia pada masa awal pertumbu- hannya. Kedua, kehadiran puisi penyair Bali di media massa lokal ikut memperkenalkan sastra nasional di daerah Bali. Ketiga, puisi penyair Bali dijadikan media bagi penulisnya untuk mengartikulasikan kepedulian sosial, misalnya masalah pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan dan kekhawatiran masyarakat Bali yang tidak siap menghadapi dampak pariwisata.

Kata kunci: sastra Indonesia, masa kolonial, penyair Bali, intertekstualitas

Abstract The contribution of Bali in the early of Indonesian literary development is known only to the works of Panji Tisna. This is not surprising since the 1930s Panji Tisna has written several novels such as Sukreni Gadis Bali (1936) published by Balai Pustaka and became a classic work that is still reprint until now. In fact, beside Panji Tisna there are many poems pub- lished by Balinese writers in mass media such as Surya Kanta, Bali Adnyana, and Djatajoe, published in Singaraja in the colonial era, 1920s and early 1940s. This research formulation identifies the Indonesian poetry by Balinese poet published in colonial era and analyzes the intertextually themes related to the social discourse that developed at the time. Data collec- tion using literature study and history methods by reading and documentation techniques. Data were analyzed by analytical descriptive method with understanding and interpretation technique. The results and discussion of this study conclude three things. First, poetry of

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 171 Eksistensi Puisi Indonesia di Bali Pada Era Kolonial (I Nyoman Darma Putra) Halaman 171 — 182

Balinese poet enriched the repertoire of at the beginning of its growth. Secondly, the presence of poetry of Balinese poet in local mass media also introduce national literature in Bali area. Thirdly, poetry of Balinese poet is used as a medium for writers to articulate social concerns, such as the issue of the importance of education for women and the concerns of Balinese who are unprepared for the impact of tourism.

Keywords: Indonesian literature, colonial period, Balinese poet, intertextuality

PENDAHULUAN Belum ada kajian khusus tentang perkem- Sumbangan Bali pada perkembangan sastra bangan sastra Indonesia di Bali tahun 1920-an Indonesia pada awal kelahiran dan pertum- dan 1930-an. Ini bisa dipahami karena Bali buhannya tahun 1920-an dan 1930-an hanya lebih dikenal dalam kontesk sastra tradisional dikenal lewat karya Panji Tisna. Tahun 1930-an, Bali atau sastra Jawa Kuna. Sarjana dalam Panji Tisna sudah menerbitkan tiga novel yaitu negeri dan luar negeri banyak meneliti sastra Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935), Sukreni tradisional Bali, baik dengan pendekatan tek- Gadis Bali (1936), dan I Swasta Setahun di Be- stual, instrinsik, maupun kajian filologis atau dahulu (1938). Karya tersebut diterbitkan Balai suntingan teks (Creese 1998, 2004; Rubinstein Pustaka, milik pemerintah kolonial Belanda. 2000; Vickers 2005; Cika 2006; Suarka 2007). Karya Panji Tisna, terus dicetak ulang juga oleh Semua studi ini menguatkan kesan Bali sebagai Balai Pustaka (milik pemerintah Indonesia), daerah tempat tumbuh suburnya sastra Jawa dan kini seakan sudah menjadi karya klasik Kuna, di luar daerahnya di Jawa. Bali dianggap dalam sastra Indonesia modern. sebagai daerah penyelamat sastra Jawa Kuna. Tidak ada nama penulis Bali lain yang Sastra Indonesia, walaupun ada dan sedikit, masuk dalam deretan nama sastrawan dalam se- tertutupi oleh kehidupan sastra tradisional Bali jarah kelahiran dan awal pertumbuhan sastra In- atau Jawa Kuna. donesia, kecuali nama Panji Tisna. Tumbuhnya Kalaupun ada kajian yang menyebutkan penerbitan di Bali setidaknya mengungkapkan Bali atau pengarang Bali atau pengarang Indo- beberapa hal yang berkaitan dengan beberapa nesia datang dan mendapat inspirasi dari Bali, hal. Pertama, apakah tidak ada penulis sastra itu jelas dalam konteks perkembangan sastra lainnya di Bali. Kedua, kalau ada, siapakah Indonesia, bukan spesifik sastra Indonesia di mereka, dan jenis karya sastra apakah yang Bali. Kajian atau tulisan sejarah sastra Indone- mereka tulis. Ketiga, di mana karya mereka sia yang ada hanya menganalisis karya Panji terbit. Keempat, di mana beredar dan siapa saja Tisna (Teeuw 1967; 1986). Dari zaman kolo- kira-kira pembacanya. Kelima, mengapa karya nial, tidak ada nama Bali masuk atau tercantum mereka kurang dikenal. Keenam, apakah kon- dalam sastra Indonesia. tribusi karya mereka pada perkembangan atau Kajian Sukada (1982), Tusthi Eddy (1997), pengenalan sastra Indonesia di Bali. Rumusan Sutedja-Liem (2003) menelusuri perkemban- masalah penelitian ini membahas (1) perkem- gan sastra Indonesia di Bali, tetapi tidak men- bangan sastra dan media massa di Bali; (2) puisi gungkapkan perkembangan sastra Indoensia media massa di Bali tahun 1920-an sampai di Bali pada era sebelum merdeka. Studi Putra dengan 1930-an. Tujuan penelitian ini diharap- (2011) atas sastra Indonesia di Bali sebagai cer- kan mampu memberikan kontribusi terhadap min identitas dan modernitas di Bali membahas perkembangan sastra Indonesia modern di Bali. puisi dan cerpen serta novel, tetapi tidak khusus

172 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) Halaman 171 — 182 (I Nyoman Darma Putra) The Existence of Indonesian Poetry In Bali on the Colonial Era membahas eksistensi puisi dan perannya dalam paling berpengaruh pada abad ke-20. pengenalan sastra Indonesia di Bali. Menurut Barthes (1981, hlm. 31—32), Berdasarkan kajian yang ada, eksistensi intertekstual sebagai kombinasi berbagai teks puisi penyair Bali zaman kolonial, dalam hal ini dalam sebuah teks. Kombinasi tersebut telah tahun 1920-an dan 1930-an, masih belum ban- melahirkan teks baru yang lahir dari kreativitas yak terungkap. Pengungkapannya memberikan pengarangnya. Teori intertekstual memandang manfaat ganda. Pertama, dapat memperjelas bahwa sebuah teks yang ditulis meniscayakan eksistensi puisi Indonesia karya penulis (kalau mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah kurang cukup disebutkan penyair). Kedua, ditulis orang sebelumnya. Tidak ada sebuah teks memberikan gambaran mengenai tema dan pun yang benar-benar mandiri, dalam arti pen- kaitan tema puisi dengan keadaan sosial zaman ciptaannya dengan konsekuensi pembacaannya, puisi itu ditulis. Dengan kata lain, puisi dari juga dilakukan tanpa sama sekali berhubungan zaman ini mungkin dapat dijadikan sumber dengan teks lain yang dijadikan semacam untuk mengenal sisi lain dari kehidupan sosial contoh, teladan, kerangka, atau acuan (Teeuw, masyarakat pada zaman itu. 2015, hlm. 145; Nurgiyantoro, 2005, hlm. 35). Teori yang digunakan dalam penelitian Dari teori intertekstual Kristeva tersebut kemu- ini adalah intertekstualitas. Kristeva (1996, dian dikembangkan dalam penelitian ini untuk hlm. 37) mengemukakan bahwa “… Any text is mengkaji puisi-puisi zaman kolonial di Bali. constructed as a mosaic of quatations: any text is the absorption and tranformation of another. METODE The nation of intertextuallity replaces that of Penelitian dilaksanakan dengan memeriksa intersubjectivity…” Sebuah teks lahir itu tidak arsip, terutama media massa yang terbit di Bali berawal dari kekosongan karena pengarang tahun 1920-an dan 1930-an. Arsip yang diteliti melahirkan karyanya tidak mendapat ilham adalah majalah Surya Kanta, Bali Adnjana, dari sebuah kekosongan. Julia Kristeva adalah Bhawanegara, dan Djatajoe. Keempat media tokoh yang mempopulerkan teori dialogika massa ini terbit di Singaraja, kota yang menik- Bakhtin ini di Prancis. Menurut Allen (2000, mati kemajuan lebih awal daripada Denpasar, hlm. 14; Kristeva, 1971; Kristeva, 1996), is- karena Bali Utara lebih dulu dikuasai pemerintah tilah intertekstual kali pertama dikenal dalam kolonial Belanda. Di daerah ini banyak kalangan bahasa Prancis, yaitu melalui karya awal Julia terdidik, guru, dan merekalah yang menerbitkan Kristeva pada abad Pertengahan sampai den- media massa. Para guru dan intelektual lainnya gan akhir tahun 1960. Dalam esainya berjudul inilah yang menyumbangkan tulisan di media “The Bounded Teks” dan “Word, Dialogue, and massa tersebut. Mereka aktif berorganisasi dan Novel”, Kristeva memperkenalkan karya dari organisasi inilah yang menjadi penerbit media pakar teori sastra Rusia M.M. Bakhtin ke dalam massa tersebut. Anggota organisasi tersebut bahasa Prancis. Karya Bakhtin, saat ini, memu- biasanya diwajibkan untuk berlangganan. Tidak nyai pengaruh yang luar biasa dalam bidang mengherankan kalau banyak kegiatan organisasi teori dan kritik sastra, dalam teori linguistik, seperti risalah rapat terkadang termuat dalam politik dan sosial, filsafat, dan lainnya. Kristeva media yang mereka terbitkan. tidak hanya memperkenalkan istilah intertek- Arsip media massa ini diperoleh dengan stual, tetapi juga memperkenalkan sosok yang memfotokopi dari Gedong Kirtya di Singaraja. sejak saat itu dikenal sebagai pakar teori sastra Walaupun arsip tidak 100 persen lengkap,

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 173 Eksistensi Puisi Indonesia di Bali Pada Era Kolonial (I Nyoman Darma Putra) Halaman 171 — 182 tetapi sebagian besar dapat diperoleh, sehingga 1920-an sampai dengan 1939 dengan jumlah 39 penelitian bisa dikatakan representatif. Satu per puisi dengan analisis berikut ini. satu majalah itu diperiksa, untuk mendata karya sastra yang dimuat. Artikel lain yang berkaitan Sastra dan Media Massa di Bali tema karya juga dikaji, untuk memaknainya Media massa memainkan peranan penting dengan pendekatan intertekstualitas. dalam perkembangan sastra. Hal ini tidak saja Sesudah karya-karya yang ada teridentifika- terjadi di Indonesia secara umum, tetapi juga di si, analisis dilakukan terhadap karya khususnya Bali. Jauh sebelum koran Bali Post (sebelum- karya puisi. Analisis intertekstual dilakukan nya bernama Suara Indonesia, Suluh Marhaen) untuk melihat kaitan antara dengan situasi sos- mempublikasikan sastra, di Bali Utara tahun ial ketika diterbitkan. Pendekatan intertekstual 1920-an dan 1930-an sudah terbit media massa mengarahkan bahwa teks senantiasa memiliki yang memuat karya sastra utamanya puisi. Ada hubungan dengan teks lain, seperti ditulis Allen lima media yang terbit di Singaraja yang men- (2000, hlm. 2) bahwa makna teks ditentukan jadi sumber utama penelitian ini, yaitu Shanti hubungannya dengan teks lain. Intertekstuali- Adnjana, Surya Kanta, Bali Adnjana, Bhawa- tas menolak adanya makna tetap sebuah teks, negara, dan Djatajoe (Tabel 1).

Tabel 1 Media Massa yang Terbit di Bali 1920-an hingga 1940-an No Nama Media Penerbit Tahun

Shanti Adnjana Shanti 1924-1925

Bali Adnjana IGP Tjakra Tenaja 1925-1931

Surya Kanta Surya Kanta 1925-1928

Bhawanegara Liefrinck-Van der Tuuk Foundation 1931-1935

Djatajoe Bali Darma Laksana 1936-1941 karena makna teks bergantung pada dari Koran yang terbit pertama adalah Shanti kepada teks apa yang diproyeksikan. Teks Adnjana, diterbitkan oleh Shanti, organisasi puisi dilihat dari teks yang dimuat di media intelektual Bali dengan tujuan, antara lain me- massa yang menerbitkannya karena ked- majukan pendidikan di Bali, misalnya dengan uanya merupakan produk wacana sezaman. mendirikan sekolah (Picard, 1999, hlm. 33; Putra, 2003, hlm. 56). Arsip ini tidak terlacak HASIL DAN PEMBAHASAN sehingga tidak diketahui apakah pernah memuat Pembahasan ini menguraikan dua masalah karya sastra atau tidak hingga sekarang ini. penelitian. Pertama, sastra dan media massa di Shanti Adnjana pecah menjadi dua karena Bali yang memuat terbitan tahun 1920-an sam- perbedaan paham pengelolanya, yaitu Bali Ad- pai dengan 1940-an. Sebagai data penelitian ada njana dan Surya Kanta. Majalah Bali Adnjana lima media massa terbitan pada masa kolonial. dikelola oleh I G.P. Tjakra Tenaja (Lihat Foto Kedua, puisi terbitan media massa di Bali tahun 1 dan Foto 2), terbit tiga kali sebulan. Dalam edisi 1 Januari 1925, Bali Adnjana memuat

174 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) Halaman 171 — 182 (I Nyoman Darma Putra) The Existence of Indonesian Poetry In Bali on the Colonial Era puisi “Selamat Tahun Baru untuk Bali Adnjana” Gambar 2 Surat kabar Bali Adnjana karya Gd. P. Kertanadi. Inilah puisi pertama yang diketahui muncul di Bali. Selain puisi, ma- jalah ini juga memuat artikel budaya dan ulasan pertunjukan teater. Ulasan pertunjukan teater yang terbit dalam Bali Adnjana, misalnya pen- tas drama kelompok HUDVO (tidak diketahui singkatan dari apa), yaitu perhimpunan pelajar Bali di Jawa. Pada saat liburan, mereka pulang ke Bali untuk menggali dana beasiswa dengan mementaskan pertunjukan. Tiket pertunjukan dikumpulkan untuk beasiswa atau membantu anggota yang tidak mampu. Teater yang mereka pentaskan disebut dengan tonil (toneel), dari is- tilah bahasa Belanda yang berarti teater (Putra, 2008, hlm. 46). Pementasan dilaksanakan di dua kota, yaitu Singaraja dan Denpasar. Walaupun berita dan ulasannya pendek, informasi tersebut sangat berharga untuk menunjukkan kehadiran pertunjukan modern atau tonil atau teater di Bali pada zaman kolonial. Surya Kanta diterbitkan oleh Surya Kanta dengan pemimpin redaksi K’toet Nasa (Foto Gambar 1 I G.P. Tjakra Tenaja 3 dan Foto 4), seorang guru dari Bubunan, Buleleng. Majalah ini terbit sebulan sekali, dengan perwajahan lebih menarik daripada Bali Adnjana, karena menggunakan teknik cetak. Selain itu, Surya Kanta cukup agresif dalam memuat tulisan. Artikel di Surya Kanta dan Bali Adnjana sering saling sahut dalam polemik, terutama dalam isu kasta. Surya Kanta banyak memuat puisi dan satu naskah drama anonim berjudul “Kesetiaan Perempuan” (1926). Tema cerita adalah konflik kasta, sebagai perpanjan- gan dari isu polemik antara Bali Adnjana dan Surya Kanta.

(Repro AA Putra Agung, 2001)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 175 Eksistensi Puisi Indonesia di Bali Pada Era Kolonial (I Nyoman Darma Putra) Halaman 171 — 182

Gambar 3 K’toet Nasa Surya Kanta tutup 1928 dan disusul Bali Adnjana tahun 1931. Setelah itu, Liefrinck-Van der Tuuk Foundation, yayasan pendiri Gedong Kirtya, menerbitkan Bhawanegara (Lihat Foto 5). Bhawanegara bisa dikatakan corong pemer- intah kolonial untuk menjaga kedamaian Bali, agar tidak ada konflik atau polemik apalagi tentang kasta. Bhawanegara ini banyak memuat sastra tradisional seperti gaguritan, disalin dari lontar koleksi Gedong Kirtya, dan hanya satu sastra modern, yaitu puisi “Cinta”. Sementara itu, majalah Bhawanegara bubar tahun 1935.

Gambar 5 Bhawanegara

(Repro AA Putra Agung, 2001)

Gambar 4 Surat Kabar/Majalah Surya Kanta

Sesudah Bhawanegara tutup, muncul Djatajoe (1935) pimpinan Panji Tisna dkk. Majalah ini memuat artikel budaya, puisi, cerita bersambung, dan cerpen (hanya satu). Format isinya tampak mirip dengan majalah Poed- jangga Baru, tampaknya Djatajoe mendapat pengaruh dari Poedjangga Baru. Melalui hubungan persahabatan antara Pandji Tisna dengan Armijn Pane sebagai pengelola ma-

176 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) Halaman 171 — 182 (I Nyoman Darma Putra) The Existence of Indonesian Poetry In Bali on the Colonial Era

Gambar 6 Majalah Kebudayaan Djatajoe Gambar 7 Panji Tisna

jalah Poedjangga Baru. Antara kedua majalah Puisi Pada Media Massa di Bali 1920-an tersebut sering terjadi saling kirim nomor-tukar, Hingga 1939 artinya pengelola Djatajoe mengirim majalah Berdasarkan hasil pemeriksaan atas media ke kantor Poedjangga Baru ke , pen- massa yang terbit di Bali, Surya Kanta, Bali gelola Poedjangga Baru mengirim ke kantor Adnjana, Bhawanegara, dan Djatajoe, dapat Djatajoe di Bali. diidentifikasi sejumlah 39 judul puisi. Puisi tersebut dimuat dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Puisi yang Dimuat Media Massa di Bali 1920-an hingga 1939 No Judul Puisi Penulis Sumber Selamat Tahun Baru untuk Bali Gd.P. Kertanadi Bali Adnjana, 1 Januari 1925:1 Adnjana Assalamualaikum WD Surya Kanta, Oktober 1925:7 Ilmu AWD Surya Kanta, November 1925:3 Tachyul MAR Surya Kanta, Februari 1926:19-20 O! Zaman M.T Surya Kanta, Maret 1926:35 SK Soekarsa Surya Kanta, Maret 1926:45 Hiduplah SK MAR Surya Kanta, Mei 1926:74 Berlanggananlah Surat Bulanan SK KK Surya Kanta, Juni-Juli 1926:88-89 Kemanusiaan A. Kobar Surya Kanta, Agustus 1926:103-4 Rukunlah Surya Kanta WL Surya Kanta, Agustus 1926:106-8 Sadarlah M Surya Kanta, Agustus 1926:114 Ilmu Padi harus Dituntut L Surya Kanta, September-Oktober 1926:131-2

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 177 Eksistensi Puisi Indonesia di Bali Pada Era Kolonial (I Nyoman Darma Putra) Halaman 171 — 182

Cermin MDr Surya Kanta, September-Oktober 1926:155 Darma Sinar Surya Kanta, September-Oktober 1926: 150 Syair SK M. Gama Surya Kanta, Januari-Februari 1927:19 Setia pada SK Soekarsa Surya Kanta, Maret -April 1927:36 Tjinta Kedjora Bhawanegara, Desember 1933:102-103 Harta K. Kandia Djatajoe, 25 November (?):116-7 BDL Ktut Gde Maroete Djatajoe, 25 Maret 1937:250 Karena Berpahala K. Kandia Djatajoe, 25 June 1937: 309 Ke Arah Nan Maha Kuasa Ida Bagus Tugar Djatajoe, 25 Maret 1937:270 Ke Taman BDL Ktut Gde Maroete Djatajoe, 25 Desember 1936:138 Kodrat Cinta IG Ng Sidemen Djatajoe, Januari 1937:173 Ke Arah Nan Maha Kuasa Ida Bagus Tugar Djatajoe, 25 Maret 1937:270 Karena Berpahala K. Kandia Djatajoe, 25 Juni 1937: 309 Kenangan IG Ng Sidemen Djatajoe, 25 Juni 1937: 328 Oh Bali P. Windia Djatajoe, Februari 1937:197 Wahai Kama K. Kandia Djatajoe, Januari 1937:168-69 Ya Dharma K. Kandia Djatajoe, Februari 1937:186 Syair Seruan Djatajoe IG Ng Sidemen Djatajoe, Februari 1937:185 Oh Putriku Wayan Sami Djatajoe, 23 Maret 1937:226 Hiduplah Badala K. Djeloen Djatajoe, 25 Maret 1938:239 O Ibuku I Gusti P. Matharam Djatajoe, 25 Mei 1938: 318 Di Tepi Samudra P. Mudelare/ Nj Ke- Djatajoe, 25 September 1938:51 dasih. Och Ratna M. Oke Djatajoe, 25 Mei 1938:317-18. Seruan Ni Made Tjatri Djatajoe, 25 September 1938:51 Bladvulling, Kampungku Nj Merati Djatajoe, 25 Februari 1939:262 Di Rantau Mara Ati Djatajoe, 25 Februari 1939:244 Dilamun Maha Yogi Tanah Bali Tone Indara Djatajoe, 25 November 1939: 113 Sumber: Hasil Penelitian 2017

Dari hasil penelitian diketahui bahwa puisi tiap bait. Bait pertama ditandai dengan tiap pertama yang terbit adalah “Selamat tahun baru baris dimulai dengan huruf B: Bali Adnjana untuk Bali Adnjana” karya Gd.P. Kertanadi, taman jauhari/ Buat pengerah putra dan putri/ terbit Januari 1925. Tema puisi ini berkaitan Bersinar bagaikan matahari/ Bagi suluh BALI dengan misi Bali Adnjana, dan kontekstual negeri. Pesannya adalah bahwa Bali Adnjana dengan Tahun Baru. Puisi ini berbentuk syair, adalah taman para cendekiawan (juhari) yang terdiri dari 11 bait, sama dengan jumlah huruf menyinari negeri Bali, sebuah promosi buat dalam kata ‘Bali Adnjana’, karena memang Bali Adnjana. tiap bait diawali dengan baris-baris yang huruf Puisi yang terbit di Surya Kanta pun ber- awalnya huruf ‘B-A-L-I A-D-N-J-A-N-A’. Di bentuk syair dan berisi pesan promosi visi misi sinilah letak uniknya, karena menggunakan dari koran yang memuatnya. Ada puisi “Hidu- pola akrostik dari kata Bali Adnjana yang di- plah SK” karya MAR, “Berlanggananlah Surat jejer dari atas ke bawah sebagai huruf pertama Bulanan SK” karya KK, dan “Setia pada SK”

178 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) Halaman 171 — 182 (I Nyoman Darma Putra) The Existence of Indonesian Poetry In Bali on the Colonial Era karya Soekarsa. Promosi Surya Kanta sudah bekerja sebagai guru. Mereka tergabung dalam terasa di judul seperti promosi agar pembaca organisasi Puteri Bali Sadar. Lewat organisasi berlangganan. ini, mereka menyumbangkan waktu dan tenaga Kecenderungan sama juga terdapat dalam serta uang mereka untuk memajukan pendidi- Djatajoe, majalah yang diterbitkan oleh Bali kan kaum perempuan. Tahun 1930-an, persepsi Darma Laksana, persatuan pemuda/pelajar Bali. publik bersifat merugikan perempuan yang Ini terlihat dalam sajak “Ke Taman BDL” karya menganggap perempuan tidak perlu bersekolah. Ketut Gde Maroeta dan “Hiduplah Badala” Masa depan mereka adalah mengurus rumah karya K. Djeloen. Kata-kata BDL di judul tangga. Beda dengan laki-laki yang dianggap adalah singkatan dari Bali Darma Laksana, akan membina karier di luar rumah, pantas demikian juga akronim Badala yang berarti Bali disekolahkan. Sebaliknya, perempuan tidak Darma Laksana. Puisi yang ditulis dengan gaya perlu disekolahkan. akrostik penuh atau semi akrostik atau akrostik Persepsi yang timpang inilah hendak dilu- yang bervariasi merupakan salah satu ciri intrin- ruskan oleh anggota Puteri Bali Sadar. Mereka sik yang bisa ditandai dalam sajak-sajak Indo- berusaha untuk mendorong agar anak-anak nesia penulis Bali tahun 1920-an dan 1930-an. perempuan mendapat pendidikan yang sejajar Gaya seperti ini tidak dominan dalam penulisan dengan laki-laki. Anak-anak perempuan dido- era sesudahnya sampai sekarang. Namun, gaya rong untuk bersekolah. Organisasi Bali Darma itu bukannya hilang sepenuhnya. Gaya seperti Laksana juga bergerak di bidang pendidikan, itu masih muncul dalam puisi anak-anak. tetapi bagi anggota Puteri Bali Sadar akan jauh Tema lain dari puisi Djatajoe adalah ma- lebih efektif kalau mereka yang mendorong salah yang dihadapi Bali sebagai daerah tujuan kaum perempuan. Untuk itu, Puteri Bali Sadar wisata, identitas kasta, dan tentang pentingnya berusaha menggali dana dan membantu orang pendidikan untuk kaum perempuan. Saat itu, tua yang kesulitan ekonomi dalam menyekolah- pendidikan dianggap hak laki-laki, perempuan kan anaknya. Untuk perempuan usia sekolah, dianggap akan menjadi ibu rumah tangga, mereka didorong bersekolah, untuk perempuan tidak perlu pendidikan. Pesan ini terungkap dewasa yang tidak bisa membaca dan menulis dalam “O Putriku” karya Ni Wayan Sami dan didorong untuk mengikuti program pemberan- “Seruan” karya Ni Made Tjatri. Puisi “O Pu- tasan buta huruf (PBH). Sebagai guru, anggota triku” mendorong kaum perempuan untuk aktif, Puteri Bali Sadar melakukan semuanya. Mereka jangan bermalas-malasan (Gerakkan tangan mengabdi untuk kemajuan kaumnya, dan kalau yang berpangku/ Gerakkan jiwa yang lebih perempuan maju, berarti bangsa juga maju. bebas). Konteksnya adalah mengajak perem- Kontribusi kaum perempuan juga berguna bagi puan bergerak maju, mencapai kemajuan setara nusa dan bangsa (Putra, 2003, hlm. 41). dengan laki-laki. Puisi tentang perempuan yang Perempuan Bali yang tergabung dalam Put- ditulis perempuan ini, menunjukkan bahwa eri Bali Sadar tidak saja mendorong anak-anak perempuan Bali sudah aktif menyampaikan perempuan bersekolah, tetapi juga mendorong pendapat di media massa era 1930-an. Tema mereka yang sudah terpelajar untuk aktif beror- puisi ini sama dengan wacana media massa ganisasi. Lewat organisasi, mereka diharapkan yang memuatnya, seperti tulisan-tulisan tentang dapat mengabdikan diri dengan membantu pemberantasan buta huruf untuk perempuan kaum perempuan yang tidak mampu. Penulis (Putra, 2003, hlm. 25). I Wayan Sami memanggil perempuan terdidik Perempuan Bali yang menulis di Djatajoe, untuk tidak bermalas-malasan, tetapi harus aktif baik puisi maupun artikel lainnya, umumnya bergerak, mengabdikan diri untuk ibu pertiwi.

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 179 Eksistensi Puisi Indonesia di Bali Pada Era Kolonial (I Nyoman Darma Putra) Halaman 171 — 182

Berikut adalah kutipan penuh sajaknya. ‘apakah ini zaman bahari’, alias zaman kuno? Jika diksinya diperhatikan, puisi ini meng- O, Putriku gunakan pola syair dengan membuat bunyi akhir sama, tetapi tidak sepenuhnya demikian O, putriku, kaum bangsaku karena ada ciri kuat puisi modern yang bebas Marilah kita beramai-ramai! Turut mengabdi dalam puisi ini. Yang dipentingkan adalah pe- Ibu Pertiwi nyampaikan gagasan yang bernas, tidak semata keindahan bunyi. Sampai di sini, kelebihan O, kakakku, O, adikku! puisi Wayan Sami serentak terletak pada gaya Gerakkan badan yang lemah ucap dan gagasan yang dilontarkan, yaitu sama- Lunglai sama ‘dinamik’, optimistik akan masa depan. Siapakah pembaca puisi-puisi mereka? O, Putriku, sejawat bangsaku Lepaskan sifat bermalas-malas! Jawaban atas pertanyaan ini sulit diberikan, tetapi yang pasti adalah para pelanggan majalah Ya, ke laut tempat puisi dimuat. Jumlah pelanggannya pasti Nan larut tidak banyak. Umumnya anggota organisasi Gerakkan tangan yang berpangku penerbitnya, para anggota seperti kena kewa- Gerakkan jiwa yang lebih bebas jiban untuk berlangganan. Sekian ganas gema mendesau Gelisah, rancak, derak menderu SIMPULAN Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Menggema 1920-an dan 1930-an penulis Bali sudah Mendiang sukma mempublikasikan puisi berbentuk syair di Membelai alam yang menghimbau media massa lokal, yaitu Bali Adnjana, Surya Menyerak awan mendung nan biru Kanta, Bhawanegara, dan Djatajoe. Jumlah karya mereka cukup banyak, mendekati 40 Tetapi, di mana kaum putriku? Sampai payah, tak dapat dicari, puisi. Temanya beragam, mulai dari promosi Sunyi, sepi media massa yang memuatnya, kekhawatiran Masih bermimpi? akan dampak pariwisata, dan dorongan bagi Aduhai, kenapa masih berpangku? perempuan untuk meraih kemajuan setara kaum laki-laki. Tema ini menunjukkan bahwa Apakah ini zaman bahari? penulis Bali juga menjadikan karya sastra untuk mengekspresikan kepedulian sosial mereka. (Djatajoe, 23 Maret 1937, hlm. 226). Eksistensi puisi-puisi penulis Bali dari za- Setidaknya ada dua suara dalam sajak man kolonial ini dapat digunakan untuk meny- yang dimuat dalam Djatajoe (23 Maret 1937, impulkan bahwa sastra sudah hadir dan diperke- hlm. 226) ini, yaitu suara mengajak agar kaum nalkan oleh para penulis kepada pembaca lokal perempuan tidak bermalas-malasan, tetapi aktif Bali dan Lombok, wilayah edar majalah ini. bergerak mengabdi untuk Ibu Pertiwi. Suara Karya sastra ini tidak sampai menjadi perhatian yang satu lagi adalah kekhawatiran karena kritikus sastra, sehingga tidak pernah menjadi perempuan masih bermalas-malasan, tidak ada bagian dari sejarah sastra Indonesia secara nasi- yang muncul, tidak ada yang bangkit. Sampai- onal. Meskipun demikian, karya puisi ini tetap sampai penyairnya secara retoris bertanya berjasa untuk menunjukkan bahwa selain Panji

180 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) Halaman 171 — 182 (I Nyoman Darma Putra) The Existence of Indonesian Poetry In Bali on the Colonial Era

Tisna ada sejumlah penulis yang menciptakan Kristeva, J. (1971). “The Bounded Teks” and karya sastra dan mewarnai kehidupan sastra “Word, Dialogue, and Novel”. In Semeio- Indonesia di Bali. Bukti-bukti puisi dan seman- tike: Recherches Pour Une Semanalyse. gat kemajuan yang dikumandangkan dengan Paris: Seuill. bernas dan optimistik adalah bukti bahwa Bali Kristeva, J. (1996). “Intertextuality and Literary juga berpartisipasi dalam pengembangan sastra Interpretation”. In Julia Kristeva Inter- Indonesia di Bali. Kontribusi penulis Bali pada views, p. 189. Ross Guberman (Ed.). New kehidupan sastra Indonesia seperti ini terus York: Columbia University Press. berlanjut sampai sekarang. Nurgiyantoro, B. (2005). Teori Pengkajian DAFTAR PUSTAKA Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Univer- sity Press. Agung, A.A.G.P. (2001). Perubahan Sosial dan Pertentangan Kasta di Bali Utara. Yogya- Picard, M. (1999). “The Discourse of Kebalian; karta: Yayasan Untuk Indonesia. Transcultural Constructions of Balinese Identity”. In Raechelle Rubinstein and Barthes. R. (1981). “Theory of the Text”. In Linda Connor (Eds.). Staying Local in Unitying the Text: A Post Structuralist the Global Village; Bali in the Twentieth Reader, pp. 31—34. Robert Young (Ed). Century, pp. 15—49. Honolulu: University London and New York: Routledge. of Hawai’i Press.

Allen, G. (2000). Intertextuality. London: Putra, I N.D. (2003). Perempuan Bali Tempo Routledge. Doeloe Perspektif Masa Kini. Denpasar: Pustaka Larasan. Cika, I W. (2006). Kakawin Sabha Parwa: Analisis Filologis. Denpasar: Pustaka Putra, I N.D. (2008). “Modern Perform- Larasan. ing Arts as a Reflection of Changing Balinese Identity”. Indonesia and the Creese, H. (1998). Parthayana, The Journey- Malay World, Vol. 36 , Issue. 104, pp. ing of Partha: an Eighteenth-Century 87–114. http://www.tandfonline.com/doi/ Balinese Kakawin. Leiden : KITLV Press. abs/10.1080/13639810802017842.

Creese, H. (2004). Women of the Kakawin Putra, I N.D. (2011). A Literary Mirror: Bali- World: Marriage and Sexuality in the nese Reflections on Modernity and Identity Indic Courts of Java and Bali. London: in The Twentieth Century. Leiden: KITLV. M.E. Sharpe. Rubinstein, R. (2000). Beyond the Realm of Eddy, N.T. (1997). “Puisi Bali, Selintas-Pintas”. the Senses: the Balinese Ritual of Kakawin Horison, 31—33; 27—29. Composition. Leiden: KITLV Press.

Hunter, T.M. (1998). “Figure in the Carpet: A Suarka, I N. (2007). Kidung Tantri Piśācaraṇa. Selection of Modern Indonesian Poetry of Denpasar: Pustaka Larasan. Bali”. Rima: Review of Indonesian and Malaysian Affairs, Volume 32, Issue 1, Sukada, I M. (1982). “Perkembangan Sastra June 1998, pp. 1—23. http://search.infor- Nasional di Bali”. Dalam Catatan Kebu- mit.com.au/documentSummary;dn=2001 dayaan dari Bali. I Made Sukada, Ngurah 05150;res=IELAPA. Parsua, dan Wirawan Sudewa (Eds.). Den- pasar: Lembaga Seniman Indonesia Bali.

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 181 Eksistensi Puisi Indonesia di Bali Pada Era Kolonial (I Nyoman Darma Putra) Halaman 171 — 182

Sutedja-Liem, M. (2003). The Turning Wheel tion, pp. 190—203. C.D. Grijns and S.O. of Time: Modernity and Writing Identity Robson (Eds.). Dordrecht, Holland: Foris in Bali 1900—1970. PhD thesis Leiden Publications. University. Teeuw, A. (2015). Sastra dan Ilmu Sastra. Ja- Teeuw, A. (1967). Modern Indonesian Litera- karta: Pustaka Jaya. ture. Vols. I and II. The Hague: Martinus Nijhoff. Vickers, A. (2005). Journeys of desire: A study of the Balinese text Malat. Leiden, The Teeuw, A. (1986). “Translation, Transforma- Netherlands: KITLV Press. tion, and Indonesian Literary History”. In Cultural Contact and Tekstual Interpreta-

182 , Vol. 29, No. 2, Desember 2017 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)