56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian Legenda Tokoh Pencak Silat Indonesia Yaitu En
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian legenda tokoh pencak silat Indonesia yaitu Enny Rukmini Sekarningrat, Suko Winadi, dan Eddie Mardjoeki Nalapraya akan membahas mengenai sepak terjang ketiga tokoh tersebut di dalam mengembangkan pencak silat di Indonesia dan luar negeri. Penelitian legenda tokoh pencak silat Indonesia, Enny Rukmini Sekarningrat dilakukan di Jawa Barat terutama di Kabupaten Garut dan Kota Bandung. Kemudian penelitian legenda tokoh pencak silat Indonesia, Suko Winadi dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Terakhir penelitian legenda tokoh pencak silat Indonesia, Eddie Mardjoeki Nalapraya dilakukan di Provinsi DKI Jakarta. Langkah penelitian dimulai dengan melakukan wawancara, observasi, dan pengumpulan dokumentasi serta berbagai arsip yang berkaitan dengan legenda tokoh pencak silat Indonesia (Enny Rukmini Sekarningrat, Suko Winadi, Eddie Mardjoeki Nalapraya). Wawancara tidak hanya dilakukan dengan ketiga legenda tokoh pencak silat Indonesia tersebut melainkan juga dengan keluarga atau ahli waris dan para kerabat dekat pencak silat dari setiap tokoh. Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi lapangan seperti mengunjungi rumah legenda tokoh pencak silat Indonesia, Padepokan Pencak Silat Indonesia (PnPSI), dan beberapa tempat bersejarah yang berkaitan dengan legenda tokoh pencak silat Indonesia untuk menunjang dalam melakukan pengambilan data penelitian. 56 B. Pembahasan dan Temuan 1. Rd. Enny Rukmini Sekarningrat a. Riwayat Hidup Rd. Enny Rukmini Sekarningrat Enny Rukmini Sekarningrat cukup terkenal dikalangan masyarakat luas terutama bagi mereka yang mencintai seni budaya beladiri pencak silat. Bahkan namanya telah tercatat sebagai Majelis Pakar PB. IPSI (1999) dan Dewan Pertimbangan PB. IPSI (2003: 41). Tidaklah mengherankan apabila namanya sudah dikenal hingga ke tingkat Internasional. Memang kalau kita belum mengenalnya sekilas terlihat galak apalagi didukung oleh sorot mata yang tajam membuat orang yang melihatnya menjadi segan. Namun semua itu tidak benar, buktinya bila sudah terlibat perbincangan dengannya ternyata beliau adalah seorang yang ramah, baik, sopan dan rendah hati. Dalam Jessie Jasmin (2017) panggilan Enny Rukmini Sekarningrat dalam kesehariannya dipanggil dengan sebutan Ibu Enny. Tetapi umumnya para pesilat di lingkungan Himpunan Pencak Silat (HPS) Panglipur memanggilnya dengan sebutan mamih Enny. Sebutan terakhir ini adalah merupakan kebiasaan pesilat Panglipur yang sudah dekat dengannya. Pernah ada yang menanyakan, “Apakah betul Ibu ada keturunan Belanda”? “Saya jawab tidak dan memang sebenarnya saya bukan keturunan orang Belanda”, tuturnya. Bahkan pertanyaannya tidak cukup sampai di situ saja, kadang-kadang mereka suka meneruskan dengan pertanyaan lain, “Ah masa, buktinya raut muka 57 Ibu mirip Indo”? Mendengar pertanyaan seperti itu Enny Rukmini Sekarningrat hanya tersenyum “Mungkin karena saya cukup lama bersama-sama dengan orang Belanda, ketika masih sekolah di Zending School. Tidak heran apabila saya terpengaruh oleh kebiasaan orang Belanda dan kebetulan kulit saya putih, sehingga orang menyangka bahwa saya mirip orang bule. Padahal saya tidak ada keturunan Indo, ayah saya Abah Aleh keturunan Banten dan Ibu saya Ma Uki asli orang Garut”, tuturnya. Enny Rukmini Sekarningrat lahir di Gang Durman, Bandung pada tahun 1915 dari orang tua yang bernama Abah Aleh dan Ma Uki. Mempunyai dua orang anak, yang pertama Imas Sumartini dan yang kedua Djadja Widjayakusumah. Pada tahun 1946 Enny Rukmini Sekarningrat menjadi guru agama di Bandung di bawah pimpinan Ajengan Toha dan Rachmat Sulaeman. Enny Rukmini Sekarningrat menggabungkan diri sebagai wanita pejuang kemerdekaan pada pasukan Pangeran Papak di Wanaraja, Garut dibawah pimpinan Mayor S.M. Kosasih sebagai anggota pasukan penggempuran. Dalam M. Halwi Dahlan (2011: 264-265), tahun 1947 Enny Rukmini Sekarningrat bergabung dengan pasukan yang dipimpin oleh Letkol. Abimayu dan Mayor U. Rukman sampai hijrah ke Yogykarta lalu kembali ke Jawa Barat dan berhenti sebagai pejuang tahun 1949. Tahun 1950 Enny Rukmini Sekarningrat kembali dan menjadi masyarakat biasa. Pengembaraan di hutan belantara berakhir dengan turunnya para pengungsi ke kota Bandung. Enny Rukmini Sekarningrat 58 tadinya berjuang memakai senjata, namun setelah itu perjuangan beliau diteruskan dalam bentuk lain yaitu salah satunya melestarikan dan mengembangkan seni budaya pencak silat sebagai salah satu warisan budaya peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia. Sejak berdirinya PPSI pada tahun 1957, waktu itu dibawah pimpinan Pangdam Lima Siliwangi Jenderal Kosasih berusaha sekuat tenaga berserta keluarga besar Panglipur lainya menggalakan seni beladiri pencak silat. Tentu tidak seenak atau semudah yang beliau harapkan, sebab waktu itu bantuan dari pemerintah maupun masyarakat belum dapat diandalkan. Apalagi yang namanya pencak silat, banyak orang yang ingin memiliki kepandaian ini tetapi sedikit sekali yang mau mengeluarkan uang atau dana untuk itu. Namun Enny Rukmini Sekarningrat dan para kawan seperguruan dari Panglipur seperti Rd. H. Adang Mohammad Moesa, Harun, Tarmedi, Kol. H. MSTA Jhonny, M. Umbit, Bakri, Udi Widjaya dan warga Panglipur lainya terus berjuang melestarikan ilmu pencak silat warisan Abah Aleh sebagai pendiri Panglipur yang sebelumnya berjuang tanpa pamrih hingga Panglipur diakui pemerintah sebagai organisasi yang resmi. Enny Rukmini Sekarningrat sebagai pewaris dan sekaligus penerus HPS Panglipur diberi kepercayaan untuk memimpin Panglipur sampai dengan yang terakhir pada tahun 2010 beserta cabang-cabangnya senantiasa berpartisipasi mengisi program pemerintah dengan mengisi berbagai acara di Televisi pemerintah 59 maupun swasta. Mengikuti berbagai festival baik dalam tingkat nasional maupun internasional dan kejuaraan-kejuaraan yang diselenggarakan oleh IPSI baik tingkat IPSI Kabupaten atau Kota, IPSI Daerah maupun IPSI Pusat (PB. IPSI) baik dalam kejuaraan PORDA, PON, SEA Games dan event lain baik nasional maupun internasional. Mengadakan pementasan khusus dalam mencari dana dalam rangka malam amal Pekan Raya Jakarta (PRJ), bencana alam, HUT Kemerdekaan Republik Indonesia, HUT Siliwangi, juga turut aktif membina mental spiritual melalui paguron atau perguruan. Enny Rukmini Sekarningrat pernah melatih anggota tentara Rindam VI Siliwangi, Kompi Protokol pimpinan Kapten H. MSTA Jhonny (terakhir berpangkat Kolonel). Beliau juga pernah melatih angota tentara BPD II Siliwangi Pangalengan. Pada waktu itu komandannya adalah Letkol Suryamin dan melatih pemuda-pemuda yang putus sekolah. Di bidang pendidikan, beliau pernah melatih para murid dari sekolah dari SPG, SMP, SMA dan Mahasiswa serta siswa-siswa Dodiklat Polri, para anak dari orang tua Corps Polisi Militer (CPM) Cimahi, pernah mendirikan organisasi Himpunan Pengusaha Becak Indonesia (HPBI) Jawa Barat, membuka sekolah keterampilan Pertiwi pada tahun 1980 di Gang Panglipur, Jl. Dewi Sartika Bandung dengan nama Sekolah Keterampilan Pertiwi. Tahun 1980 memimpin rombongan pencak silat Panglipur ke Singapura bersama dengan Rd. H. Suhari Sapari dan terakhir ditunjuk sebagai pakar pencak silat oleh PB. IPSI untuk berangkat ke 60 Malaysia bersama-sama dengan Rd. H. Adang Mohammad Moesa sebagai perwakilan tokoh Jawa Barat dan yang kedua ke Trenggono Malaysia dengan E. Kusnadi ketua cabang Panglipur Cimahi Bandung. Atas prakarsa Gubernur Jawa Barat H. Aang Kunaefi pada tahun 1978 di bentuk suatu tim kesenian Jawa Barat yang khusus dipersiapkan untuk menyambut para tamu negara yang datang atau berkunjung ke Jawa Barat. Tim tersebut diberi nama Tim Protokoler Jawa Barat yang terdiri dari pencak silat Panglipur, tari, dogdog lajor, sisingaan, buncis, umbul-umbul dan lainnya. Gambar 1. Enny Rukmini Sekarningrat ketika masih muda. (Dokumen: HPS Panglipur) b. Masa Kecil Abah Aleh Abah Aleh lahir di Kabupaten Garut tahun 1856 dari pasangan R. Suriadilaga dan Eyang Pinot. Suriadilaga bekerja sebagai Anemer di Stasiun kereta api Cibatu, Garut, Jawa Barat. Selama bekerja di stasiun kereta api Cibatu, 61 Suriadilaga menetap di daerah Sumursari, Sukasono sebuah kampung yang berada di kaki gunung dekat dengan anak stasiun Pasir Jengkol. Di tempat tinggal sementaranya inilah Suriadilaga bertemu dan menikah degan gadis asli daerah tersebut yaitu ibu dari Abah Aleh yang bernama Eyang Pinot. Sebagai seorang Anemer yang berkerja di Stasiun kereta api tidak bisa seterusnya tinggal menetap selamanya dan kadang harus berpindah tempat. Pada saat waktu Eyang Pinot mengandung Abah Aleh, Suriadilaga mendapat perintah dari pemerintah Belanda agar berpindah tugas untuk kembali lagi di Banten. Mendengar Suriadilaga yang akan dipindah tugaskan ke Banten, Eyang Pinot tidak mau ikut dengan sang suami dikarenakan kondisi kandungan dan juga keluarganya yang tidak mengizinkan untuk meninggalkan Sukasono. Dengan terpaksa dan berat hati pasangan yang baru saja menikah serta akan memiliki buah hati tersebut harus bercerai serta meninggalkan Eyang Pinot yang mengandung Abah Aleh pada saat baru berumur 7 bulan didalam kandungan. Sebelum meninggalkan Garut, Suriadilaga sempat berpesan apabila kelak tidak bisa kembali ke Garut karena pekerjaanya, Suriadilaga berharap kelak anaknya nanti bisa menemuinya di kampung Menes, Banten. Setelah Abah Aleh lahir, tumbuh dan besar di bawah bimbingan Eyang Pinot. Setelah beberapa tahun Suriadilaga tidak bisa kembali ke Garut. Maka Eyang Pinot memutuskan untuk menikah kembali agar Aleh kecil memiliki ayah yang baik dan bisa menyayanginya. Ayah tiri Aleh bernama