PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH PISANG AMBON DENGAN BUBUK COKELAT DAN PENAMBAHAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) TERHADAP MUTU SELAI PISCOK (PISANG-COKELAT)

SKRIPSI

Oleh :

ESKANA HAMIMA MALAU 130305063/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH PISANG AMBON DENGAN BUBUK COKELAT DAN PENAMBAHAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) TERHADAP MUTU SELAI PISCOK (PISANG-COKELAT)

SKRIPSI

Oleh : ESKANA HAMIMA MALAU 130305063/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi : Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Pisang Ambon dengan Bubuk Cokelat dan Penambahan Carboxymethyl Cellulose (CMC) terhadap Mutu Selai Piscok (Pisang-Cokelat) Nama : Eskana Hamima Malau NIM : 130305063 Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Mimi Nurminah, STP. M.Si Ketua Anggota

Mengetahui :

Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si Ketua Program Studi

Tanggal Lulus : 07 Februari 2018

Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Pisang Ambon Dengan Bubuk Cokelat Dan Penambahan Carboxymethyl Cellulose (CMC) Terhadap Mutu Selai Piscok (Pisang-Cokelat)” adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan pembimbing. Semua data dan informasi yang digunakan dalam skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya. Skripsi ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi sejenis di Perguruan Tinggi lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2018

(Eskana Hamima Malau)

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

ESKANA HAMIMA MALAU: Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Pisang Ambon dengan Bubuk Cokelat dan Penambahan CMC (Carboxymethyl Cellulose) terhadap Mutu Selai Piscok (Pisang-Cokelat) dibimbing oleh HERLA RUSMARILIN dan MIMI NURMINAH. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC (Carboxymethyl Cellulose) terhadap mutu selai piscok (pisang-cokelat) beserta dengan interaksinya. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu pembuatan bubur buah pisang ambon, pembuatan selai piscok, pengamatan dan pengukuran data. Pembuatan selai piscok menggunakan bubur pisang ambon dicampur dengan bubuk cokelat (97,5:2,5; 95:5; 92,5:7,5; 90:10; dan 87,5:12,5%), ditambahkan susu bubuk (5%), gula pasir (50%), CMC (0,1; 0,2; dan 0,3%), garam (0,1%) dan asam sitrat (0,1%). Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu, total padatan terlarut, total mikroba, uji organoleptik warna, aroma, rasa dan daya oles. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat pada selai piscok (pisang-cokelat) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar abu, total padatan terlarut, total mikroba, nilai hedonik warna, dan nilai skor warna. Penambahan CMC pada selai piscok (pisang-cokelat) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air dan total padatan terlarut. Namun memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu, total mikroba, nilai hedonik warna, dan nilai skor warna. Interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC pada selai piscok (pisang-cokelat) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total padatan terlarut dan total mikroba. Namun memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar air. Formulasi terbaik pada pembuatan selai piscok (pisang-cokelat) berdasarkan uji organoleptik secara hedonik yaitu dengan perbandingan bubur buah pisang dengan bubuk cokelat 87,5%:12,5% dan penambahan CMC 0,2%.

Kata kunci : Pisang Ambon, Bubuk Cokelat, Carboxymethyl Cellulose, dan Selai.

i

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

ESKANA HAMIMA MALAU: Effect of ratio of Ambon Pulp with Chocolate Powder and Addition of CMC (Carboxymethyl Cellulose) on Quality of Piscok Jam (Banana-Chocolate), supervised by HERLA RUSMARILIN and MIMI NURMINAH. This research was conducted to determine the effect of the ratio of ambon banana pulp with cocoa powder and the addition of CMC (Carboxymethyl Cellulose) on quality of piscok jam (banana-chocolate) and its interaction. This research was consisted of three steps i.e: ambon banana pulp making, piscok jam making, observation and measurement of data. Preparation of piscok jam using ambon banana pulp mixed with chocolate powder (97.5:2.5, 95:5, 92.5:7.5, 90:10, and 87.5:12.5%), milk powder (5%), sugar (50%), CMC (0.1, 0.2, and 0.3%), salt (0.1%) and citric acid (0.1%). Parameters observed were water content, ash content, total soluble solids, total microbe, organoleptic test of color, flavor, taste, and stickiness. The results showed that the ratio of ambon banana pulp with chocolate powder in piscok jam (banana-chocolate) had highly significant effect (P <0.01) on water content, ash content, total soluble solids, total microbe, hedonic color values, and score color values. Addition of CMC in piscok jam (banana- chocolate) had highly significant effect (P <0.01) on water content and total soluble solids. However, the effect was not significant (P> 0.05) on ash content, total microbe, hedonic color value, and score color values. The interaction between the ratio of ambon banana pulp with cocoa powder and the addition of CMC in piscok jam (banana-chocolate) had a highly significant effect on total soluble solids and total microbe. However, the effect was significant on the water content. The best formulation of ambon banana pulp with chocolate powder in piscok jam (banana-chocolate) based on organoleptic test hedonic was ratio of banana pulp with chocolate powder of 87.5%: 12.5% and 0.2% CMC.

Keywords: Ambon Banana, Chocolate Powder, Carboxymethyl Cellulose and Jam.

ii Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

ESKANA HAMIMA MALAU dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 09 September 1994, dari Bapak Sahat Malau dan Ibu Mariana Vera Ellen

Panggabean. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN 122398 Pematangsiantar, penulis lulus dari SMP

Negeri 4 Pematangsiantar, dan SMA Negeri 4. Penulis lulus SMA pada tahun

2013 berhasil melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara melalui Jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis bertugas sebagai asisten

Laboratorium Teknologi Pangan, aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU, dan anggota Kebaktian Mahasiswa Kristen

(KMK). Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Stasiun

Karantina Ikan Kelas II Belawan, Medan, Sumatera Utara dari tanggal 08 Agustus sampai 09 September 2016. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan di Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Perbandingan Bubur Buah Pisang Ambon dengan Bubuk Cokelat dan

Penambahan Carboxymethyl Cellulose (CMC) terhadap Mutu Selai Piscok

(Pisang-Cokelat)”. Penelitian ini dilakukan bulan Juli 2017 sampai dengan

Desember 2017 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU.

iii Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Adapun judul skripsi “Pengaruh Perbandingan Bubur Buah

Pisang Ambon dengan Bubuk Cokelat dan Penambahan CMC

(Carboxymethyl Cellulose) terhadap Mutu Selai piscok (Pisang-Cokelat)” ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana teknologi pertanian di

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Sahat Malau dan Mariana Vera Ellen Panggabean) yang telah memberikan kasih sayang, membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan serta terima kasih kepada Abang Putra, Abang Gorga, Laura dan seluruh anggota keluarga yang selalu mendukung penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin,

MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Mimi Nurminah, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan yang berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, penyusunan skripsi, dan sampai pada ujian akhir.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, teman-teman seperjuangan ITP

2013, adik-adik ITP 2014 hingga 2016 dan semua pihak yang tidak dapat

iv Universitas Sumatera Utara

disebutkan satu per satu atas bantuan serta dukungan semangatnya membantu penulis saat penelitian hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, November 2017

Penulis

v Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ...... i

ABSTRACT ...... ii

RIWAYAT HIDUP ...... iii

KATA PENGANTAR ...... iv

DAFTAR ISI ...... vi

DAFTAR TABEL ...... x

DAFTAR GAMBAR ...... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...... xiii

PENDAHULUAN ...... 1 Latar Belakang ...... 1 Tujuan Penelitian ...... 3 Kegunaan Penelitian ...... 4 Hipotesa Penelitian ...... 4

TINJAUAN PUSTAKA ...... 5 Pisang ...... 5 Komposisi Kimia Pisang ...... 7 Bubuk Cokelat ...... 8 Selai ...... 9 Komponen Penunjang Pembuatan Selai Piscok ...... 12 Carboxymethyl Cellulose (CMC) ...... 12 Gula ...... 14 Susu Bubuk ...... 16 Asam Sitrat ...... 16 Garam ...... 17 Metode Pembuatan Selai ...... 17 Sortasi ...... 17 Pengupasan ...... 18 Blansing ...... 18 Penghancuran ...... 19 Pencampuran ...... 19 Pemasakan ...... 19 Pengemasan ...... 19

vi Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODA ...... 21 Waktu dan Tempat Penelitian ...... 21 Bahan Penelitian ...... 21 Reagensia ...... 21 Alat Penelitian ...... 21 Metode Penelitian ...... 22 Model Rancangan ...... 23 Pelaksanaan Penelitian...... 23 Pembuatan bubur pisang ambon ...... 23 Pembuatan selai piscok ...... 23 Pengamatan dan Pengukuran Data...... 24 Kadar air ...... 25 Kadar abu ...... 25 Total soluble solid...... 26 Penentuan kadar vitamin C...... 26 Penentuan total mikroba ...... 27 Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan daya oles ...... 28 Uji skor warna ...... 28 Uji skor daya oles ...... 29

SKEMA PENELITIAN ...... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 32 Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Pisang Ambon demgan Bubuk Cokelat terhadap Parameter yang Diamati ...... 32 Pengaruh Pebambahan CMC terhadap Parameter yang Diamati...... 33 Kadar ...... 35 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar air ...... 35 Pengaruh penambahan CMC terhadap kadar air ...... 36 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air ...... 38 Kadar Abu ...... 40 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar abu ...... 40 Pengaruh penambahan CMC terhadap kadar abu ...... 42 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar abu ...... 42 Total Padatan Terlarut ...... 42 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut ...... 42 Pengaruh penambahan CMC terhadap total padatan terlarut...... 44 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total padatan terlarut ...... 45

vii Universitas Sumatera Utara

Kadar Vitamin C ...... 47 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar vitamin C ...... 47 Pengaruh penambahan CMC terhadap kadar vitamin C ...... 47 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar vitamin C ...... 48 Total Mikroba ...... 48 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total mikroba ...... 48 Pengaruh penambahan CMC terhadap total mikroba ...... 50 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total mikroba ...... 50 Uji Organoleptik Warna (Hedonik) ...... 52 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap uji organoleptik warna (hedonik)...... 52 Pengaruh penambahan CMC terhadap uji organoleptik warna (hedonik) ...... 54 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji organoleptik warna (hedonik) ...... 54 Uji Organoleptik Aroma (Hedonik) ...... 54 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap uji organoleptik aroma (hedonik) ...... 54 Pengaruh penambahan CMC terhadap uji organoleptik aroma (hedonik) ...... 56 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji organoleptik aroma (hedonik) ...... 56 Uji Organoleptik Rasa (Hedonik) ...... 56 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap uji organoleptik rasa (hedonik) ...... 56 Pengaruh penambahan CMC terhadap uji organoleptik rasa (hedonik) ...... 56 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji organoleptik rasa (hedonik) ...... 56 Uji Organoleptik Daya Oles (Hedonik) ...... 57 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap uji organoleptik daya oles (hedonik) ...... 57 Pengaruh penambahan CMC terhadap uji organoleptik daya oles (hedonik) ...... 57 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji organoleptik daya oles (hedonik) ...... 57

vii Universitas Sumatera Utara

Uji Skor Warna (Numerik) ...... 57 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap uji skor warna (numerik) ...... 57 Pengaruh penambahan CMC terhadap uji skor warna (numerik) ...... 59 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji skor warna (numerik) ...... 59 Uji Skor Daya Oles (Numerik) ...... 59 Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap uji skor daya oles (numerik)...... 59 Pengaruh penambahan CMC terhadap uji skor daya oles (numerik) ...... 59 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji skor daya oles (numerik) ...... 60

KESIMPULAN DAN SARAN ...... 61 Kesimpulan ...... 61 Saran ...... 61

DAFTAR PUSTAKA ...... 62

LAMPIRAN ...... 67

vii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Komposisi kimia pisang secara umum per 100 g bahan ...... 7

2. Komposisi kimia bubuk cokelat per 100 g ...... 9

3. Standar mutu selai ...... 10

4. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan daya oles ...... 28

5. Skala uji skor terhadap aroma dan rasa ...... 28

6. Skala uji skor daya oles ...... 29

7. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap mutu selai piscok (pisang-cokelat) ...... 32

8. Pengaruh penambahan CMC terhadap mutu selai piscok (pisang-cokelat).. 34

9. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) ...... 35

10. Uji LSR pengaruh penambahan CMC terhadap kadar air (%) selai piscok (pisang-cokelat) ...... 37

11. Uji LSR interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang- cokelat) ...... 38

12. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar abu selai piscok (pisang-cokelat) ...... 40

13. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) ...... 42

14. Uji LSR penambahan CMC cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) ...... 44

15. Uji LSR interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) ...... 46

16. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total mikroba (log CFU/g) selai piscok (pisang-cokelat) ...... 48

x

Universitas Sumatera Utara

17. Uji LSR interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total mikroba selai piscok (pisang-cokelat) ...... 50

18. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat) ...... 52

19. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat) ...... 54

20. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor warna selai piscok (pisang-cokelat) ...... 58

xi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Struktur CMC ...... 13

2. Skema pembuatan bubur pisang ambon ...... 30

3. Skema pembuatan selai piscok...... 31

4. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) ...... 36

5. Pengaruh penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) ...... 37

6. Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) ...... 39

7. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhaddap kadar abu selai piscok (pisang-cokelat) ...... 41

8. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) .... 43

9. Pengaruh penambahan CMC terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) ...... 45

10. Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) ...... 47

11. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total mikroba selai piscok (pisang-cokelat) ...... 49

12. Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total mikroba selai piscok (pisang-cokelat) ...... 51

13. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhaddap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat) .... 53

14. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat) ...... 55

15. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor warna selai piscok (pisang-cokelat) ...... 58

xii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Kurva standar kadar vitamin C ...... 67

2. Data pengamatan kadar air dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 68

3. Data pengamatan kadar abu dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 69

4. Data pengamatan total padatan terlarut dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat)...... 70

5. Data pengamatan kadar vitamin C dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 71

6. Data pengamatan total mikroba dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 72

7. Data pengamatan skor hedonik warna dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 73

8. Data pengamatan skor hedonik aroma dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 74

9. Data pengamatan skor hedonik rasa dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 75

10. Data pengamatan skor hedonik daya oles dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 76

11. Data pengamatan skor warna dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 77

12. Data pengamatan skor daya oles dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat) ...... 78

13. Produk selai piscok (pisang-cokelat) ...... 79

xiii Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang Pisang merupakan salah satu buah yang cukup mudah ditemukan di

Indonesia. memiliki sekitar 200 jenis pisang. Keragaman ini dapat memberikan peluang untuk dapat memanfaatkan dan memilih jenis pisang komersial yang dibutuhkan masyarakat. Pada umumnya dikonsumsi setelah makan dalam bentuk segar sebagai pencuci mulut. Sebagian besar lapisan masyarakat menyukai pisang karena rasanya yang manis dan memiliki aroma yang harum.

Pisang termasuk tanaman klimaterik karena proses respirasi terus terjadi walaupun buah sudah dipetik. Pola respirasi pisang cukup tingi sehingga daya simpannya pendek. Pisang dapat menjadi salah satu sumber karbohidrat, vitamin, mineral, serta prebiotik yang dapat mempertahankan tubuh kita tetap sehat. Pisang dapat diolah menjadi beberapa produk seperti selai, , pisang sale, sari buah, dan keripik pisang.

Pisang ambon merupakan salah satu jenis pisang yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Pisang ini memiliki rasa yang manis dan beraroma khas. Pada umumnya pisang yang telah matang memiliki warna kuning namun pisang ambon memiliki ciri khas dengan warna kulit yang hijau sampai kuning-kehijauan. Buah pisang ambon memiliki warna yang putih dan rasa yang lezat. Biasanya pisang ini hanya dikonsumsi dalam bentuk segar sehingga produk olahahnnya masih jarang ditemukan di pasaran.

Pisang kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor, dan kalsium, mengandung vitamin A, B6 dan C serta mengandung serotonin yang

1 Universitas Sumatera Utara 2

aktif sebagai neurotransmitter untuk kecerdasan otak. Kandungan mineral yang unggul dalam buah pisang adalah kalium yakni berkisar 440 mg. Kalium bermanfaat untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh, kesehatan jantung, tekanan darah, dan membantu pengiriman oksigen ke otak (Satuhu dan

Supriyadi, 2008). Penyerapan zat besi pada buah pisang hampir 100% dapat diserap oleh tubuh, jika dibanding dengan makanan nabati lainnya (Khomsan dan Anwar, 2008).

Pisang sangat mudah mengalami reaksi pencokelatan, apabila kulit telah dikupas maka warna pisang akan berubah menjadi cokelat. Warna ini kurang disukai oleh masyarakat, sehingga pisang dapat diolah menjadi produk dengan beberapa penambahan bahan yang dapat menutupi warna cokelat yang kurang disukai tersebut. Warna merupakan salah satu faktor penting dalam penerimaan konsumen terhadap produk pangan. Konsumen lebih memilih produk dengan warna dan flavor yang menarik untuk dibeli.

Salah satu produk yang dapat dibuat dengan bahan dasar pisang adalah selai. Pengolahan pisang menjadi selai selain memiliki rasa yang enak juga dapat meningkatkan daya simpannya sehingga lebih ekonomis. Selai merupakan produk yang popular di kalangan masyarakat, karena cukup enak rasanya jika dioleskan di roti tawar. Hal ini cukup praktis untuk dilakukan sehingga disukai oleh masyarakat.

Cokelat dan produk olahan cokelat disukai hampir semua lapisan masyarakat. Penambahan cokelat dapat memberikan rasa cokelat yang gurih dengan aroma yang khas cokelat (Wikipedia, 2016). Penambahan bubuk cokelat pada pembuatan selai pisang dapat menutupi warna cokelat hasil proses

Universitas Sumatera Utara 3

pencokelatan yang kurang disukai. Penambahan cokelat juga dapat maningkatkan rasa pada selai pisang. Cokelat juga dapat memperbaiki aroma selai yang dihasilkan.

Berdasarkan sifat dan fungsinya maka carboxymethyl cellulose (CMC) dapat digunakan sebagai bahan aditif pada produk bahan pangan dan juga aman untuk dikonsumsi (Kamal, 2010). Penambahan carboxymethyl cellulose

(CMC) pada selai juga dapat meningkatkan tekstur atau sifat oles selai. Hal ini terjadi karena CMC memiliki sifat yang dapat mengikat air dengan baik sehingga dapat mempengaruhi tekstur atau sifat oles selai.

Perkembangan jenis selai cukup pesat karena memiliki prospek yang besar di masyarakat. Penggemar selai juga banyak sehingga memungkinkan penerimaan inovasi produk selai yang masih tinggi. Pembuatan selai dengan teknologi yang sederhana ini juga dapat digunakan oleh usaha kecil menengah (UKM) yang ada di Indonesia. Selai ini dapat dijadikan menjadi salah satu produk UKM yang dapat menunjang perekonomian masyarakat. Produk selai piscok (pisang-cokelat) ini diharapkan dapat menjadi salah satu produk inovasi selai yang memiliki prospek yang besar di pasaran.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik meneliti “pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan carboxymethyl cellulose (CMC) terhadap mutu selai piscok

(pisang-cokelat)”.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan carboxymethyl

Universitas Sumatera Utara 4

cellulose (CMC) terhadap mutu selai piscok (pisang-cokelat) beserta dengan interaksinya.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna sebagai salah satu sumber informasi dalam pembuatan selai piscok (pisang-cokelat), dan sebagai sumber data dalam penyusunan tugas akhir (skripsi) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian Hipotesa penelitian ini adalah ada pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan carboxymethyl cellulose

(CMC) serta interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan carboxymethyl cellulose (CMC) terhadap mutu selai piscok (pisang-cokelat).

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis seperti

Indocina dan Asia Tenggara. Tanaman pisang sangat cocok pada iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Para ahli botani mengatakan bahwa asal mula tanaman pisang berada di Asia Tenggara salah satunya Indonesia.

Berbagai macam spesies tanaman pisang yang ada di Indonesia membuat konsumen dapat memilih berbagai jenis pisang. Pisang yang memiliki spesies yang sama namun tumbuh di daerah yang berbeda belum tentu memiliki mutu yang sama (Satuhu dan Supriyadi, 2007).

Menurut Cahyono (2009), pisang ambon memiliki beberapa kultivar yaitu ambon putih, ambon kuning, ambon nangka, ambon badak, ambon angling, ambon cavendish, dan ambon lumut. Pisang ambon lumut memiliki ukuran buah lebih kecil, kulit lebih tebal, daging buah sedikit lebih putih, daging buah berasa lebih manis dan beraroma harum, kulit buah berwarna hijau meskipun sudah matang namun jika sudah sangat matang maka kulit buah akan berwarna kekuningan dengan bercak coklat kehitaman.

Pisang memiliki rasa yang manis sehingga banyak orang suka mengonsumsi buah ini. Pisang memiliki kandungan kalium yang cukup tinggi yang dapat berguna bagi kesehatan. Kalium yang terdapat pada pisang ambon dapat menurunkan tekanan darah dan penyakit kardiovaskular lainnya seperti jantung koroner, aritmia jantung, dan miocard infark. Manfaat lain dari pisang adalah menurunkan tingkat stres (depresi) dan melindungi pencernaan sehingga baik untuk penderita gastritis (Suherman dan Rusli, 2010).

5 Universitas Sumatera Utara 6

Pisang sangat mudah dijumpai pada setiap daerah di Indonesia dengan berbagai macam jenis, yang dapat menjadi satu sumber mineral alami terutama kalium dan magnesium bagi masyarakat (Imam & Akter 2011). Sebuah pisang dengan kulit yang memiliki berat 115 g mengandung berbagai mineral antara lain

451 mg kalium, 32 mg magnesium, dan 22 mg fosfor (Fennema 1996).

Taksonomi tumbuhan pisang ambon menurut Cronquist (1981) dan United

State Departement of Agriculture (2012) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Liliopsida

Subclassis : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Family : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Collam

Pisang memiliki rasa yang lezat dan terkenal di kalangan masyarakat.

Buah pisang juga dijadikan sebagai sumber vitamin dan mineral bagi tubuh.

Pisang dapat dikonsumsi segar sebagai buah meja atau juga dapat diolah menjadi berbagai produk seperti pisang sale, tepung pisang, selai atau jam, sirup, keripik, , , dan pisang bakar yang dapat menambah nilai ekonomisnya

(Satuhu dan Supriyadi, 2008).

Pisang ambon berpotensi sebagai antioksidan namun diperlukan konsentrasi yang cukup besar. Aktivitas antioksidan sampel pisang susu yaitu ±

28,38% dan aktivitas sampel pisang ambon yaitu 19,42%. Kebutuhan antioksidan

Universitas Sumatera Utara 7

oleh tubuh untuk satu hari dapat dipenuhi dengan mengonsumsi ± 2 buah pisang susu atau ± 4 buah pisang ambon (Saputro dan Sudarsono, 2014).

Daging buah pisang ambon yang telah matang mengandung gula 88,28%, gula reduksi 5,44%, sukrosa 1,05%, protopektin 0,21%, lemak 0,53%, serat kasar

1, 28%, dan kadar abu 1,33%. Pisang ambon yang telah matang juga kaya akan vitamin seperti betakaroten, vitamin B2, vitamin B6, niasin dan vitamin C. Mineral utama yang terdapat pada buah pisang ini adalah fosfor, kalium dan besi. Pisang ambon juga mengandung asam folat yang baik dokonsumsi ibu hamil dan kandungan zat besi pada pisang ambon juga baik bagi penderita anemia

(Analisispangan, 2016).

Komposisi Kimia Pisang Komposisi kimia pisang secara umum menurut Direktorat Gizi

Departemen Kesehatan Republik Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia pisang secara umum per 100 g bahan Komposisi Kimia Jumlah Energi (kkal) 100 Betakaroten ekivalen (mg) 225 Air (g) 71,6 Retinol (mg) 45 Kalium (mg) 401 Fosfor (mg) 32 Karbohidrat (mg) 26,1 Vitamin C (mg) 14 Kalsium (mg) 12 Natrium (mg) 4 Protein (mg) 1,2 Lemak (mg) 0,3 Besi (mg) 0,8 Tiamin (mg) 0,03 Riboflavin (mg) 0,04 Serat kasar (%) 0,6 Abu (%) 0,9 Sumber : Nurchasanah (2008)

Universitas Sumatera Utara 8

Bubuk Cokelat Produk-produk hasil olahan coklat yang utama saat ini adalah lemak dan tepung coklat. Proses pemisahan lemak dan tepung ini dilakukan terhadap biji kakao yang telah terfermentasi. Teknik pengepresan mekanis dipandang juga jauh lebih praktis dan murah terutama untukpemakaian oleh industri kecil dan menengah. Proses pemisahan ini menyebabkan kandungan lemak pada bubuk kakao lebih rendah (Indarti, 2007).

Proses pembuatan bubuk cokelat terdapat dua jenis yaitu pertama melalui proses natural dan yang kedua melalui proses dutch. Bubuk cokelat dari proses natural memiliki rasa sedikit lebih asam, sedangkan bubuk cokelat dari proses dutch warna cokelat kemerahan dan cokelatnya lebih lembut. Bubuk cokelat digunakan pada pembuatan brownies, cookies, dan cake (Joyofbaking, 2017).

Bubuk kakao memiliki peranan yang cukup penting selain dari rasanya yang enak, aromanya yang menarik. Bubuk kakao juga dapat berfungsi sebagan antioksidan, dimana didalamnya terkandung senyawa flavonoid. Bahan pangan yang mengandung cokelat dengan kadar flavonoid yang tinggi dapat meningkatkan kapasitas plasma dan mengurangi reaktifits platelet (Sudibyo,

2012).

Biji buah kakao mengandung senyawa aktif seperti katekin, leukosianidin, dan antosianin. Biji buah kakao yang telah diberi perlakuan menjadi bubuk biji kakao bebas lemak akan mengalami penurunan jumlah senyawa aktif tersebut.

Biji kakao mentah mengandung senyawa fenolik yang tinggi terkhusus monomer flavanol yaitu epikatekin dan katekin (Misnawi, 2005).

Penambahan bubuk cokelat dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20 % pada pembuatan selai cokelat kulit pisang barangan menghasilkan produk selai

Universitas Sumatera Utara 9

terbaik dengan konsentrasi bubuk cokelat 5% (Matondang dkk., 2014). Komposisi kimia bubuk cokelat per 100 g dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia bubuk cokelat per 100 g Komposisi kimia Jumlah Kalori (kkal) 228,49 Lemak (g) 13,50 Karbohidrat (g) 53,35 Serat (g) 27,90 Protein (g) 19,59 Potasium (mg) 1495,50 Sodium (mg) 8,99 Kalsium (mg) 169,45 Besi (mg) 13,86 Seng (mg) 7,93 Tembaga (mg) 4,61 Mangan (mg) 4,73 Air (g) 2,58 Kadar abu 6,33 Sumber : Erniati (2007)

Bubuk kakao biasa di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan minuman, yang lebih lezat jika ditambahkan dengan susu dan gula. Selain itu, produk cokelat lainnya seperti mentega, biasa digunakan sebagai produk pangan olahan cokelat. Cokelat banyak digunakan karena, aromanya yang khas dan menarik serta rasanya yang lezat (Joel, dkk., 2013). Bubuk kakao biasanya digunakan sebagai bahan pelengkap pengolahan pangan seperti pada roti, susu, es krim dan lain-lain

(Widayat, 2013).

Selai Selai merupakan produk olahan pangan yang terbuat dari 45% berat sari buah dan 55% berat gula yang dikentalkan (Desroisier, 2008). Perbedaan selai

(jam) dengan jeli terletak pada penampakannya. Selai (jam) mengandung serat dari buah sehingga penampakannya tidak transparan sedangkan jeli memiliki penampakan yang transparan (Suprapti, 2005).

Universitas Sumatera Utara 10

Salah satu alternatif pemanfaatan daging buah adalah pengolahan menjadi selai. Pengolahan daging buah menjadi selai merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai guna. Daging buah diolah menjadi produk pangan olahan akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Faktor-faktor yang penting dalam pembuatan selai antara lain gula, pektin dan asam. Pada pembuatan selai umumnya menggunakan gula pasir sebagai sumber gula

(Karseno dan Setyawati, 2013).

Selai digunakan sebagai bahan pelengkap pada roti tawar atau bahan pengisi roti manis, nastar, juga dijadikan pemanis pada minuman dan es krim

(Syahrumsyah, dkk., 2010). Standar mutu selai dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar mutu selai Kriteria uji Persyaratan Warna Normal Aroma Normal Rasa Normal Serat buah Positif Padatan terlarut Minimal 65% fraksi massa Cemaran logam timah (Sn)* Maksimal 250,0 mg/kg Cemaran arsen (As) Maksimal 1,0 mg/kg Angka lempeng total Maksimal 1x103 koloni/g Bakteri coliform < 3 APM/g Staphylococcus sp. Maksimal 2x101 koloni/g Clostridium sp. < 10 APM/g Kapang/khamir Maksimal 5x101 koloni/g *) Dikemas dalam kaleng Sumber : SNI (2008)

Beberapa masalah yang sering terjadi dalam proses pembuatan selai buah secara umum, antara lain jenis bahan baku, persentase gula, dan jumlah asam yang ditambahkan. Apabila perbandingan bahan-bahan tersebut kurang tepat, selai yang dihasilkan akan kurang baik mutunya seperti kurang cerah, tidak jernih, kurang kenyal seperti dengan tekstur tidak terlalu keras (Andress & Harrison,

2006).

Universitas Sumatera Utara 11

Penggunaan buah yang telah matang penuh pada pembuatan selai akan menghasilkan selai dengan mutu yang baik. Buah yang telah matang memiliki aroma yang kuat. Pektin pada buah juga dapat menentukan tekstur selai sehingga dapat dilakukan penggunaan campuran buah yang telah matang dan mengkal

(mengandung pektin lebih banyak). Pektin dapat mengentalkan selai sehingga tekstur selai yang baik (Fachruddin, 2005). Kadar air sangat mempengaruhi daya tahan selai. Kadar air yang tinggi akan mudah mengakibatkan mudahnya bakteri dan jamur serta mikroba lainnya untuk berkembang biak, sehingga akan mempengaruhi mutu dari selai (Mutia dan Yunus, 2016).

Peningkatan konsentrasi agar-agar dan karagenan menyebabkan peningkatan kadar air selai lembaran pisang raja bulu karena semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid maka air yang terikat dalam jaringan hidrokoloid lebih banyak. Air yang terukur sebagai kadar air adalah air bebas dan air teradsorbsi dimana air teradsorbsi ini merupakan air yang terikat dalam jaringan hidrokoloid.

Kadar air selai lembaran pisang raja bulu berkisar antara 38,02%-45,81% wb telah masuk dalam standar kadar air yaitu maksimal 45% (Putri, dkk., 2013).

Perbedaan konsentrasi gula dan asam sitrat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kenampakan, aroma, rasa, warna dan tekstur selai jambu biji lembaran yang dihasilkan. Selai jambu biji lembaran dengan penambahan gula

90% dan asam sitrat 0,04% menunjukkan nilai organoleptik rasa tertinggi.

Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan atau osmolalitas dan kekuatan gel yang terbentuk. Proses pemasakan selai dengan konsentrasi gula yang tinggi akan meningkatkan viskositas gel (Ramadhan dan Trilaksani, 2017)

Selai biasanya digunakan sebagai bahan olesan roti dan juga sebagai bahan tambahan untuk pembuatan kue maupun makanan lainnya. Penggunaan selai

Universitas Sumatera Utara 12

sebagai bahan pelengkap roti semakin meningkat, karena terjadinya perubahan kebiasaan masyarakat, terutama pemilihan makanan untuk sarapan. Banyak anggota masyarakat memilih roti dengan selai sebagai pengganti nasi. Konsumsi roti dengan selai juga lebih praktis dan menghindari rasa terlalu kenyang, sehingga permintaan masyarakat akan selai meningkat (Fardiaz, 1989).

Komponen Penunjang Pembuatan Selai Piscok

Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Komponen aditif penting dalam industri pangan karena kemampuannya dalam mengubah sifat fungsional produk pangan. Hidrokoloid alami yang telah dimodifikasi seperti CMC sering digunakan sebagai zat aditif. CMC dapat berfungsi dalam menentukan sifat tekstural produk pangan seperti kekuatan gel, sifat yang berhubungan dengan air, konsistensi, kekentalan, serta kekenyalan (Fardiaz, 1986).

Kekentalan selai nanas cenderung meningkat dengan semakin banyaknya

CMC yang ditambahkan. CMC merupakan hidrokoloid yang mempunyai kemampuan mengikat dan memerangkap molekul-molekul air sehingga mampu membentuk gel yang menyebabkan kekentalan pada selai meningkat

(Syahrumsyah, dkk., 2010).

Peningkatan jumlah CMC yang digunakan akan menyebabkan jumlah air yang terserap semakin banyak. CMC dalam larutan cenderung membentuk ikatan silang dalam molekul polimer yang menyebabkan molekul pelarut akan terjebak didalamnya sehingga menyebabkan kecenderungan viskositas meningkat (Kamal, 2010). Struktur CMC dapat dilihat pada Gambar 1.

Mekanisme kerja Na-CMC sebagai stabilisator emulsi berhubungan erat dengan kemampuannya yang sangat tinggi dalam mengikat air, sehingga

Universitas Sumatera Utara 13

meningkatkan viskositas larutan. Semakin naiknya konsentrasi Na-CMC maka nilai rata-rata total padatan terlarut produk juga semakin meningkat. Penambahan

Na-CMC pada minuman asam sari tebu dengan konsentrasi 0,02%, 0,04%, dan

0,08 menghasilkan produk terbaik dengan konsentrasi Na-CMC 0,04%

(Siskawardani, dkk., 2013).

Salah satu komponen penting dalam pengolahan produk adalah bahan penstabil. Bahan penstabil efektif untuk menghasilkan tekstur yang lembut melalui kemampuannya untuk mengikat air di dalam campuran adonan. CMC merupakan sejenis hidrokoloid yang tidak memiliki komponen volátil yang dapat menguap sehingga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap aroma bahan makanan (Rini, dkk., 2012).

Konsentrasi CMC antara 0,01%-0,8% dapat mempengaruhi sifat pada produk pangan, seperti jeli buah, sari buah, mayonaise, dan lain-lain. CMC yang ditambahkan dapat berfungsi sebagai pembentuk gel, mencegah retrogradasi, dan membentuk tekstur yang baik (Belitz dan Grosch, 1986). Penambahan CMC pada jam pisang nangka dengan konsentrasi 0%; 0,1%; 0,2%; dan 0,3% menghasilkan produk terbaik dengan konsentrasi CMC 0,2% (Khoiroh, 2007).

Gambar 1. Struktur CMC (Kamal, 2010)

Universitas Sumatera Utara 14

Gula

Salah satu fungsi dari penambahan gula pada industri pangan adalah sebagai pengawet. Jenis produk pangan yang menggunkan gula sebagai pengawet antara lain jam, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buahan, manisan buah-buahan, kulit buah atau umbi-umbian yang dimaniskan, buah-buahan beku yang telah dimaniskan, manis, susu kental manis, madu dan lain sebagainya

(Muchtadi dan Sugiyono, 2013).

Gula memiliki sifat dapat menyerap air sehingga diperlukan pada pembuatan selai. Gula dapat mempengaruhi tekstur, penampakan, flavor, dan pembentukan gel pada selai. Selain itu, gula dengan konsentrasi yang tinggi dapat menghambat petumbuhan mikroorganisme. Proses pemasakan yang dilakukan pada pembuatan selai dan asam yang ditambahkan dapat memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Rizky, 2012).

Penggunaan gula pasir dalam pembuatan selai mempengaruhi daya oles selai. Adanya proporsi gula yang tinggi pada pembuatan selai pala memberikan pengaruh pada warna selai menjadi gelap karena kadar gula reduksi yang tinggi yang menyebabkan reaksi pencokelatan berjalan lebih cepat (Karseno dan

Setyawati, 2013).

Selain itu pengolahan makanan dengan pendinginan juga membutuhkan teknik pengolahan lain seperti pengolahan dengan asam, pengolahan fisik (pengeringan, pendinginan dan lain-lain) dan penambahan bahan pengawet seperti gula. Kadar gula yang tinggi (40%-50%) bila ditambahkan kedalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan menjadi terikat sehingga menurunkan nilai aktivitas air dan tidak dapat digunakan

Universitas Sumatera Utara 15

oleh mikroba. Sehingga bahan pangan menjadi menjadi tahan lama untuk disimpan dan tidak cepat rusak (Utomo, dkk., 2015).

Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan konsentrasi tinggi menyebabkan sebagian air berkurang yang ada menjadi tidak tersedia untuk mikroorganisme dan Aw bahan pangan berkurang. Daya larut gula yang tinggi, kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan sukrosa dipakai dalam pengawetan bahan makanan (Gianti dan Evanuarini, 2011).

Gula selain berfungsi sebagai penambah rasa manis juga terlibat dalam pengawetan pangan. Penggunaan gula 40% pada permen jeli dapat menekan pertumbuhan mikroba. Rata-rata nilai total mikroba dengan lama penyimpanan

0 hari dan 15 hari masih memenuhi persyaratan permen jeli yang ditetapkan oleh SNI 2008 (Putri, dkk., 2015).

Konsentrasi gula yang ditambahkan pada produk pangan (paling sedikit

40%) dapat mengikat sebagian air sehingga aktivitas air dari produk pangan akan berkurang maka dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Penambahan gula dengan konsentrasi hingga 65% dapat menyebabkan sel-sel mikroorganisme dalan produk pangan mengalami dehidrasi atau plasmolisis (Buckle, dkk., 2010).

Gula yang ditambahkan pada pembentukan selai berfungsi sebagai dehydrating agent, yaitu menarik molekul-molekul air yang terikat dengan molekul-molekul air yang terikat dengan molekul pektin sehingga akan mempengaruhi keseimbangan pektin dan air yang ada sehingga kekukuhan dan kekenyalan selai dapat dipertahankan. Disamping itu gula pasir yang ditambahkan akan mempengaruhi terbentuknya gel, bila terlalu banyak maka akan terjadi

Universitas Sumatera Utara 16

kristalisasi pada permukaan gel tetapi bila gula yang ditambahkan kurang, maka gel yang terbentuk terlalu lunak ( Mutia dan Yunus, 2016).

Susu Bubuk

Susu bubuk merupakan produk dari hasil evaporasi susu. Tujuan dari pembuatan susu bubuk ini adalah untuk meningkatkan umur simpan susu karena kandungan airnya sangat rendah dan penyimpanannya tidak perlu suhu rendah

(refrigerator). Susu dalam bentuk bubuk juga dapat mengurangi biaya transportasi dalam pendistribusiannya (Wikipedia, 2017).

Susu merupakan bahan makanan yang istimewa karena kelezatannya dan komposisinya yang seimbang. Selain itu, susu mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh seperti misalnya protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin (Zakaria, dkk., 2013). Penambahan susu bubuk pada minuman probiotik dapat mempengaruhi warna, aroma, kekentalan, dan rasa produk tersebut

(Manurung, dkk., 2013).

Asam Sitrat

Pengkristalan gula pada pembuatan selai dapat dihindari dengan penambahan asam. Asam yang ditambahkan juga dapat mengatur pH selai yang dikehendaki sekitar 3,10-3,46. Asam sitrat, asam malat, dan asam tartarat dapat digunakan pada pembuatan selai. Suasana terlalu asam pada selai akan mengurangi kekentalan selai karena air keluar dari gel (Fachruddin, 2005).

Asam sitrat (C6H8O7) merupakan asam organik lemah yang dapat digunakan sebagai pengawet alami, sebagai antioksidan, serta penambah rasa masam pada makanan dan minuman. Asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih pada suhu kamar. Bentuknya dapat berupa anhydrous (bebas air)

Universitas Sumatera Utara 17

atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat. Industri makanan dan minuman menggunakan sitrat sebagai zat pemberi cita rasa dan pengawet serta sebagai pengendali pH (Wikipedia, 2017).

Penambahan asam pada minuman ringan atau sari buah dapat meningkatkan cita rasa. Asam juga dapat berfungsi sebagai pengawet karena dapat menurunkan pH produk sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk dapat dihambat. Asam sitrat dapat ditemukan secara alamiah pada buah-buahan bersamaan dengan vitamin C. Asam sitrat juga dapat melindungi kandungan vitamin C (Kusumawati, 2008).

Garam

Garam dapat menghambat mikroorganisme tertentu secara selektif. Garam dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan cara mengikat air sehingga aktivitas air (Aw) bahan menjadi rendah maka pertumbuhan mikroba dapat ditekan (Buckle, dkk., 2010).

Garam dapat meningkatkan cita rasa pada produk dengan konsentrasi tertentu. Konsentrasi penambahan garam 2-5% dari total bahan baku dapat meningkatkan cita rasa pada produk (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Metode Pembuatan Selai

Sortasi

Sortasi dilakukan untuk menggolongkan bahan pangan sesuai dengan ukuran dan ada tidaknya cacat sehingga hasil yang didapatkan dari pengolahan memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda. Penggolongan dapat dilakukan berdasarkan ukuran bahan pangan, bobot, warna, kebersihan, kemasakan,

Universitas Sumatera Utara 18

kebebasan dari bahan-bahan asing, serta kebebasan dari luka atau cacat. Cacat pada bahan termasuk cacat fisik, mekanik, mikrobiologis, dan cacat yang disebabkan serangga (Satuhu, 1996).

Pengupasan

Pengupasan betujuan memisahkan kulit buah dengan daging buah sehingga mempermudah pengolahan. Pengupasan sebaiknya menggunakan pisau stainless steel dan setelahnya buah dimasukkan ke dalam air agak tidak terjadi proses pencokelatan (Susanto dan Saneto, 1994).

Blansing

Blansing dilakukan pada suhu + 60-80 0C selama 10 menit. Blansing bertujuan mencegah reaksi pencokelatan, mencerahkan warna dan mengempukan daging buah. Enzim oksidatif pada buah yang menyebabkan reaksi pencokelatan juga akan dinonaktifkan (Potter, 1996).

Blansing bertujuan untuk menonaktifkan enzim terutama polifenolaksidase

(penyebab pencokelatan enzimatis), lipoksigenase (penyebab ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab penguraian vitamin C), serta katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai indikator kecukupan blansing); menghilangkan kotoran yang melekat; mengurangi jumlah mikroorganisme; melenturkan jaringan hingga mudah masuknya ke dalam kemasan; dan mengeluarkan udara dari jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi, mencegah agar tekanan dalam kemasan sewaktu sterilisasi jangan terlalu tinggi, memudahkan sortasi berdasarkan berat jenis serta membuat jaringan yang hijau tampak lebih cerah (Tjahjadi dan Marta, 2011).

Universitas Sumatera Utara 19

Penghancuran

Proses penghancuran dilakukan pada daging buah yang sudah dipisahkan dari kulit. Daging buah tersebut dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan air. Penambahakan air bertujuan mempermudah kerja blender dan mempercepat proses penghancuran. Penghancuran selesai ditandai dengan teksturnya sudah seperti bubur buah (Kumalaningsih, dan Suprayogi, 2006).

Pencampuran

Campuran cairan larut adalah pencampuran sederhana yang secara fisik terdiri penggabungan dua atau lebih material hingga partikel, bagian, atau tetes masing-masing komponen disebarluaskan dalam satu sama lain secara memuaskan. Tingkat pencampuran dari partikel adalah masalah penilaian subjektif seperti apa yang diperlukan (Hasbullah, 2001).

Pemasakan

Suhu pemasakan (pemanasan) yang tinggi pada pengolahan selai yaitu sekitar 105 oC- 106 oC (Muchtadi dan Sugiyono, 2013). Hal ini mengakibatkan terlarutnya vitamin C dan A karena merupakan vitamin yang rentan terhadap pemanasan. Akibatnya ada perbedaan kadar vitamin dan mineral antara manisan dan buah segar (Susangka, dkk., 2006).

Pengemasan

Pengemasan bertujuan untuk menghindari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba, fisik, kimia, biokimia, perpindahan uap air dan gas, sinar UV, dan perubahan suhu. Kemasan yang digunakan harus mempertimbangkan nilai ekonomis, mampu menekan ongkos produksi, mudah dikerjakan secara manual,

Universitas Sumatera Utara 20

tidak mudah bocor, mudah dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi

(Syarief dan Irawati, 1988).

Pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan tiga fungsi utama, harus dapat mempertahankan produk agar lebih bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya, harus memperhatikan perlindungan kepada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar, dan harus berfungsi benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengepakan (Buckle, dkk.,

2010).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2017 di

Laboratorium Teknologi Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Program Studi

Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang ambon, bubuk cokelat van houten, susu bubuk, garam dan gula yang diperoleh dari Pasar

Tradisional Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan, Medan. Bahan lain yang digunakan adalah asam sitrat dan carboxylmethyl celullose (CMC) diperoleh dari

CV. Rudang Jaya Jalan DR. Mansyur, Medan.

Reagensia

Reagensia yang digunakan dalam penelitian adalah akuades, NaCl 0.9%, larutan dye, larutan oksalat,dan PCA (Plate Count Agar).

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam pembuatan bubur pisang adalah timbangan, pisau stainless steel, panci pengukusan stainless steel dan baskom. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan selai piscok adalah timbangan, panci stainless steel, sendok pengaduk stainless steel, kompor, baskom, dan tempat selai. Peralatan yang digunakan untuk menganalisis sifat fisik-kimia dan fungsional selai piscok adalah timbangan analitik, cawan aluminium, cawan porselin, oven, corong, labu tera, beaker glass, gelas ukur, desikator, spatula, mikropipet, cawan petri, hand

21 Universitas Sumatera Utara 22

refractometer, tabung reaksi, hot plate, erlenmeyer, pipet tetes, spektrofotometer, inkubator dan colony counter.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) yang berdasarkan Bangun (1991), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:

Faktor I : Perbandingan bubur buah pisang dengan bubuk cokelat (P) yang

terdiri dari 5 taraf, yaitu:

P1 = 97,5% : 2,5%

P2 = 95% : 5%

P3 = 92,5% : 7,5%

P4 = 90% : 10%

P5 = 87,5% : 12,5%

Faktor II : Penambahan CMC (S) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu:

S1 = 0,1%

S2 = 0,2%

S3 = 0,3%

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah

3 x 5 = 15, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut:

Tc (n – 1) ≥ 15

15 (n – 1) ≥ 15

15n - 15 ≥ 15

15n ≥ 30 n ≥ 2 Jadi, dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.

Universitas Sumatera Utara 23

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf

ke-j dengan ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor P pada taraf ke-i

βj : Efek dari faktor S pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor P pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range) (Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan bubur pisang ambon

Pisang disortasi kemudian dikupas kulitnya lalu diblansing dengan suhu

80-90 oC selama 3 menit. Pisang yang telah diblanshing dihancurkan dengan sendok hingga menjadi bubur. Skema proses pembuatan bubur buah dapat dilihat dari Gambar 2.

Pembuatan selai piscok

Pada pembuatan selai piscok jumlah bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat sebanyak 200 g. Bubur pisang ambon dicampur dengan bubuk cokelat

(97,5%:2,5%, 95%:5%, 92,5%:7,5%, 90%:10%, dan 87,5%:12,5). Bubuk cokelat

Universitas Sumatera Utara 24

dilarutkan dengan 50 ml air. Bubur pisang ambon dan larutan cokelat dimasukkan ke wajan lalu ditambahkan susu bubuk (5%), gula pasir (50%), CMC (0,1%,

0,2%, 0,3%), garam (0,1%) dan asam sitrat (0,1%) dari jumlah bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat (200 g).

Kemudian dimasak, setelah selai mencapai suhu 80 oC proses pemasakan dilakukan hingga 10 menit lalu dihentikan. Selai dikemas ke dalam jar yang telah disterilisasi kemudian dilakukan proses exhausting dan cooling. Dilakukan analisis setelah 3 hari terhadap kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, total padatan terlarut, total mikroba, uji organoleptik warna, aroma, rasa dan sifat oles. Skema proses pembuatan selai piscok dapat dilihat dari Gambar 3.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter berikut :

1. Kadar air (%)

2. Kadar abu (%)

3. Total Soluble Solid (TSS) (oBrix)

4. Kadar vitamin C (mg/100 g bahan)

5. Total mikroba (CFU/g)

6. Uji organoleptik warna (hedonik)

7. Uji organoleptik aroma dan rasa (hedonik)

8. Uji organoleptik daya oles (hedonik)

9. Uji skor warna (numerik)

10. Uji skor daya oles (numerik)

Universitas Sumatera Utara 25

Kadar air

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode AOAC (1995). Bahan ditimbang sebanyak 5 g di dalam cawan aluminium yang telah diketahui berat kosongnya. Bahan tersebut dikeringkan di dalam oven dengan suhu sekitar 105 ºC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Bahan dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan kembali di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali.

Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Dihitung kadar air dengan rumus :

Berat Sampel Awal (g) – Berat Sampel Akhir (g) Kadar Air (%) = x 100% Berat Sampel Awal (g)

Kadar abu

Penentuan kadar abu dilakukan sesuai dengan SNI-01-3451-1994.

Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dipijarkan diatas pembakar mecker kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara perlahan-lahan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam tanur dengan suhunya 500 – 600oC sampai terbentuk abu. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnyaberturut-turut dengan selisih lebih kecil dari 0.001 g. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai berikut.

Bobot abu (g) Kadar abu (%) = x 100 % Bobot sampel (g)

Universitas Sumatera Utara 26

Total soluble solid

Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan dalam beaker glass. Kemudian dilakukan pengenceran dengan ditambah akuades

20 ml kemudian diaduk hingga merata. Diambil 1 tetes larutan dan teteskan pada hand refraktometer kemudian nilai total padatan terlarut ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih (Muchtadi, 1992).

Total padatan terlarut (oBrix) = angka hand refractometer x FP

Penentuan kadar vitamin C dengan metode kalorimetri a. Larutan dye dan asam askorbat

Larutan dye dengan cara ditimbang 100 mg 2,6-diklorofenol-indofenol, lalu ditambahkan 50 ml akuades panas dan 84 mg natrium bikarbonat. Kemudian larutan didinginkan dan diencerkan sampai 100 ml akuades. Disaring kemudian diencerkan 25 ml larutan tersebut sampai volume 500 ml dengan akuades. Dibuat larutan asam askorbat standar dengan cara ditimbang tepat 100 mg asam askorbat dan larutkan sampai volume 100 ml dengan H2C2O4 (asam oksalat) 2%.

Diencerkan 4 ml larutan tersebut sampai volume 100 ml dengan H2C2O4 (asam oksalat) 2% (1 ml = 40 µg asam askorbat). a. Persiapan sampel

Persiapan sampel untuk analisis asam askorbat secara kalorimetri sama dengan persiapan sampel untuk analisis secara titrasi, akan tetapi H2C2O4 yang digunakan konsentrasinya 2%. Apabila sampel yang akan dianalisis berupa padatan atau semi padat, dicampur 50-100 g sampel dengan H2C2O4 6%.

Kemudian diencerkan sampai volume 100 ml. b. Pembuatan kurva standar

Universitas Sumatera Utara 27

Asam askorbat dipipet ke dalam labu tera 5 ml standar sebanyak 40 µl, 80

µl, 100 µl, 120 µl, dan 160 µl. Sehingga diperoleh konsentrasi 8 µg/ml, 16 µg/ml,

20 µg/ml, 24 µg/ml, dan 32 µg/ml. Kemudian diencerkan dengan H2C2O4 2% sampai volume 5 ml. Dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan cepat 10 ml larutan dye, dihomogenkan dan diukur absorbansi larutan pada spektrofotometri vis dengan panjang gelombang 518 nm. Untuk blanko digunakan larutan yang terdiri dari 5 ml H2C2O4 2% dan 10 ml akuades dan diukur absorbansi dengan panjang gelombang 518 nm. Kemudian dibuat kurva absorbansi vs konsentrasi. c. Pengukuran sampel

Ekstrak sampel dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan cepat larutan dye 10 ml kemudian diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 518 nm dan dicatat hasil absorbansinya (Apriyantono, dkk., 1989). Kandungan asam askorbat dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :

Kadar Vitamin C Konsentrasi as .askorbat x vol . ekstrak total x 100 (mg/100g bahan) = x FP ml sampel x 1000 x berat sampel

Penentuan total mikroba

Total mikroba ditentukan dengan metode Fardiaz (1992). Bahan yang diambil sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan NaCl 0,9% sebanyak 9 ml dan diaduk sampai merata.

Dari hasil pengenceran pada tabung tersebut diambil sebanyak 1 ml dan diratakan pada medium agar PCA yang telah disiapkan diatas cawan petri,

Universitas Sumatera Utara 28

selanjutnya diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 32oC dengan posisi terbalik.

Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter.

Total koloni/g = jumlah koloni hasil perhitungan x 1/faktor pengenceran

Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan daya oles

Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan daya oles dilakukan berdasarkan

Soekarto (1985). Sampel berupa selai piscok disajikan dengan roti tawar diberikan pada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah aroma dan rasa dari selai piscok yang dihasilkan dengan skala hedonik dan numerik seperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan daya oles Skala hedonik Skala numerik Sangat suka 5 Suka 4 Agak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1

Uji skor warna

Uji skor warna dilakukan berdasarkan Soekarto (1985) dengan jumlah panelis sebanyak 15 orang. Selai piscok disajikan dengan roti tawar diberikan pada panelis dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah warna selai piscok dengan skala numerik seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Skala skor terhadap warna Skala hedonik Skala numerik Cokelat tua 5 Cokelat agak tua 4 Cokelat 3 Cokelat agak muda 2 Cokelat muda 1

Universitas Sumatera Utara 29

Uji skor daya oles

Uji skor daya oles dilakukan berdasarkan Soekarto (1985) dengan jumlah panelis sebanyak 15 orang. Sampel berupa selai piscok disajikan dengan roti tawar diberikan pada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah daya oles dari selai piscok yang dihasilkan dengan skala numerik seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Skala skor daya oles Skala hedonik Skala numerik Sangat halus 5 Halus 4 Agak halus 3 Tidak halus 2 Sangat tidak halus 1

Keterangan :

Sangat halus = Hanya dengan sekali oles langsung rata dan melekat pada permukaan roti

Halus = Masih terdapat patahan jika dioleskan pada permukaan roti

Agak halus = Hasil olesan selai tidak rata pada permukaan roti

Tidak halus = Selai susah dioleskan dengan rata pada permukaan roti

Sangat tidak halus = Selai sangat susah dioleskan dengan rata pada permukaan roti

Universitas Sumatera Utara 30

SKEMA PENELITIAN

Pisang ambon

Disortasi

Dikupas

Diblansing (80-90 oC 3 menit)

Dihancurkan buah pisang ambon dengan sendok

Bubur buah pisang ambon

Gambar 2. Skema pembuatan bubur pisang ambon

Universitas Sumatera Utara 31

CMC (S) S = 0,1% 1 S2 = 0,2% Bubur pisang Bubur pisang S = 0,3% dengan bubuk dengan bubuk 3 cokelat (200 g) cokelat (P) P = 97,5% : 2,5% 1 P2 = 95% : 5% P = 92,5% : 7,5% 3 penambahan Dicampur hingga P4 = 90% : 10% P = 87,5% : 12,5% gula 50%, homogen 5 garam 0,1%, susu bubuk 5%, asam sitrat 0,1% Dimasak o (setelah 80 C, pemasakan dilakukan hingga 10 menit)

Dikemas di dalam jar yang telah disterilisasi

Exhausting

Cooling

Selai piscok Kadar air (%) Kadar abu (%) Total padatan terlarut (oBrix) Kadar vitamin C (mg/100g) Dianalisis setelah Total mikroba (CFU/g) 3 hari Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan daya oles (hedonik) Uji skor warna (numerik) Uji skor daya oles (numerik)

Gambar 3. Skema pembuatan selai piscok

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perbandingan Bubur Pisang Ambon dengan Bubuk Cokelat terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total padatan terlarut (oBrix), kadar vitamin C (mg/100g bahan), total mikroba (CFU/g), uji organoleptik warna, uji organoleptik aroma, uji organoleptik rasa, uji organoleptik daya oles, uji deskriptif warna, dan uji deskriptif daya oles pada selai piscok (pisang-cokelat) yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap mutu selai piscok (pisang-cokelat) Parameter Perbandingan bubur buah pisang dengan bubuk cokelat (P) P1 P2 P3 P4 P5 (97,5%:2,%) (95%:5%) (92,5%: 7,5%) (90%: 10%) (87,5%: 12,5%) Kadar air (%) 42,6205 37,5089 34,9785 32,6973 30,0731 Kadar abu (%) 0,9653 1,2861 1,3131 1,4309 1,7462 Total padatan 47,6667 45,9167 43,8333 41,5833 41,000 terlarut (oBrix) Kadar vitamin 6,9562 6,9662 6,9882 6,9980 7,0145 C (mg/100g bahan) Total mikroba 2,9530 2,8092 2,7013 2,6303 2,4979 (log CFU/g) Skor hedonik 2,9778 3,2889 3,8222 3,7607 3,9000 warna Skor hedonik 3,0889 3,4222 3,8556 3,7778 3,9111 aroma Skor hedonik 3,3667 3,5000 3,7000 3,8333 3,9667 rasa Skor hedonik 3,4222 3,3667 3,5778 3,4889 3,6000 daya oles Skor warna 4,2778 3,7556 3,1889 2,8222 2,4333 Skor daya oles 3,2444 3,3667 3,4778 3,3222 3,6000

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar air teringgi diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 42,6205% dan terendah P5 sebesar 30,0731%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 1,7462% dan terendah pada P1

32 Universitas Sumatera Utara 33

sebesar 0,9653%. Nilai total padatan tetinggi diperoleh pada perlakuan P1 sebesar

47,6667 oBrix dan terendah sebesar 41,000 oBrix. Kadar vitamin C tetinggi diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 7,0145 mg/100g bahan dan terendah P1 sebesar 6,9562 mg/100 g bahan. Total mikroba tertinggi diperoleh pada perlakuan

P1 sebesar 2,9530 log CFU/g dan terendah P5 sebesar 2,4979 log CFU/g.

Skor hedonik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 3,9000

(suka) dan terendah P1 sebesar 2,9778 (agak suka). Skor hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 3,9111 (suka) dan terendah P1 sebesar 3,0889

(agak suka). Skor hedonik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 sebesar

3,9667 (suka) dan terendah P1 sebesar 3,3667 (agak suka). Skor hedonik daya oles tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 3,6000 (suka) dan terendah P1 sebesar 3,4222 (agak suka). Skor warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 4,2778 (cokelat) dan terendah P5 sebesar 2,4333 (cokelat kehitaman).

Skor daya oles tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 sebesar 3,6000 (halus) dan terendah P1 sebesar 3,2444 (agak halus).

Pengaruh Penambahan CMC terhadap Parameter yang Diamati

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total padatan terlarut (obrix), kadar vitamin C (mg/100g bahan), total mikroba (CFU/g), dan uji organoleptik warna, uji organoleptik aroma, uji organoleptik rasa, uji organoleptik daya oles, uji deskriptif warna, dan uji deskriptif daya oles pada selai piscok

(pisang-cokelat) yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara 34

Tabel 8. Pengaruh penambahan CMC terhadap mutu selai piscok (pisang-cokelat) Parameter Penambahan CMC (S) S1 (0,1%) S2 ( 0,2%) S3 (0,3%) Kadar air (%) 34,3083 35,3894 37,0292 Kadar abu (%) 1,3818 1,3383 1,3249 Total padatan terlarut (obrix) 43,2000 43,8000 45,0000 Kadar vitamin C (mg/100g bahan) 6,9733 7,0059 6,9748 Total mikroba (log CFU/g) 2,6914 2,7203 2,7433 Skor hedonik warna 3,5067 3,6000 3,5431 Skor hedonik aroma 3,5667 3,6133 3,6533 Skor hedonik rasa 3,6533 3,7733 3,5933 Skor hedonik daya oles 3,5133 3,4667 3,4933 Skor warna 3,3533 3,1467 3,3867 Skor daya oles 3,3600 3,4667 3,3800

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 sebesar 37,0292% dan terendah S1 sebesar 34,3083%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 1,3818% dan terendah pada S3 sebesar 1,3249%. Nilai total padatan tetinggi diperoleh pada perlakuan S3 sebesar

o o 45,0 Brix dan terendah S1 sebesar 43,20 Brix. Kadar vitamin C tetinggi diperoleh pada perlakuan S2 sebesar 7,0059 mg/100g bahan dan terendah S1 sebesar 6,9733 mg/100 g bahan. Total mikroba tertinggi diperoleh pada perlakuan

S3 sebesar 2,7433 log CFU/g dan terendah S1 sebesar 2,6914 log CFU/g.

Skor hedonik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan S2 sebesar 3,6000

(suka) dan terendah S1 sebesar 3,5067 (agak suka). Skor hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 sebesar 3,6533 (suka) dan terendah S1 sebesar 3,5667

(suka). Skor hedonik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan S2 sebesar 3,7733

(suka) dan terendah S3 sebesar 3,5933 (suka). Skor hedonik daya oles tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 3,5133 (suka) dan terendah S2 sebesar 3,4667

(agak suka). Skor warna tertinggi diperoleh pada perlakuan S2 sebesar 3,4667

(cokelat) dan terendah S1 sebesar 3,3600 (cokelat tua). Skor daya oles tertinggi

Universitas Sumatera Utara 35

diperoleh pada perlakuan S2 sebesar 3,4667 (agak halus) dan terendah P1 sebesar

3,3600 (agak halus).

Kadar Air

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar air

Analisis sidik ragam pada (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air selai piscok (pisang- cokelat). Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 4.

Tabel 9. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) LSR Perbandingan bubur Notasi Jarak buah pisang ambon Rataan 0,05 0,01 dengan bubuk cokelat 0,05 0,01

- - - P1= 97,5%:2,5% 42,6205 a A

2 0,7834 1,0831 P2=95%:5% 37,5089 b B 3 0,8214 1,1297 P3=92,5%:7,5% 34,9785 c C

4 0,8448 1,1601 P4=90%:10% 32,6973 d D

5 0,8609 1,1819 P5=87,5%:12,5% 30,0731 e E Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 42,6205% dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 30,0731%. Hubungan perbandingan bubur buah pisang pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar air selai piscok (pisang- cokelat) dapat dilihat pada Gambar 4.

Universitas Sumatera Utara 36

50 42,6205aA bB 37,5089 cC 40 34,9785 dD 32,6973 30,0731eE 30 20

Kadar (%) air Kadar 10 0 P1 P2 P3 P4 P5 (97,5%:2,5%) (95%:5%) (92,5%:7,5%) (90%:10% (87,5%:12,5%) Perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat

Gambar 4. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat)

Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah bubur buah pisang maka kadar air selai piscok (pisang-cokelat) akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan jumlah kadar air pada buah pisang dan bubuk cokelat. Kadar air buah pisang ambon yang tinggi menyebabkan bubur buah pisang ambon juga tinggi.

Buah pisang ambon memiliki kadar air sebesar 72% (Analisispangan, 2016) dan berdasarkan Erniati (2007) kadar air pada bubuk cokelat sebesar 2,58%.

Penurunan jumlah bubur buah pisang ambon menyebabkan penurunan kadar air pada selai piscok (pisang-cokelat).

Pengaruh penambahan CMC terhadap kadar air

Analisis sidik ragam pada (Lampiran 2) diketahui bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat). Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 5.

Universitas Sumatera Utara 37

Tabel 10. Uji LSR pengaruh penambahan CMC terhadap kadar air (%) selai piscok (pisang-cokelat) LSR Penambahan Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 CMC 0,05 0,01

- S1= 0,1 % 34,3083 c C

2 0,0611 0,0845 S2= 0,2% 35,3894 b B

3 0,0641 0,0881 S3= 0,3% 37,0292 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 37,0292% dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 34,3083%. Hubungan penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Gambar 5.

38,00 ŷ = 13,60S + 32,85 37,00 r = 0,9930 36,00

35,00

34,00 Kadar (%) air Kadar 33,00

32,00 0 0,1 0,2 0,3

Penambahan CMC (%)

Gambar 5. Pengaruh penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang- cokelat)

Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah penambahan

CMC, maka kadar air selai piscok (pisang-cokelat) akan semakin tinggi juga. Hal ini dikarenakan CMC dapat mengikat air bebas dan membentuk gel.

Syahrumsyah, dkk., (2010) mengatakan bahwa CMC merupakan hidrokoloid yang mempunyai kemampuan mengikat dan memerangkap molekul-molekul air

Universitas Sumatera Utara 38

sehingga mampu membentuk gel. Kadar air sangat ditentukan oleh kandungan air bebas yang terdapat pada suatu bahan. Peningkatan jumlah CMC yang ditambahkan pada pembuatan selai piscok (pisang-cokelat) dapat mengikat air bebas sehingga dapat meningkatkan kadar air selai. Semakin besar kadar CMC, jumlah air yang terserap makin banyak (Kamal, 2010).

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan

CMC memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat). Hasil uji LSR pengaruh interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 6.

Tabel 11. Uji LSR interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) LSR Jarak Perlakuan Rataan Notasi 0,05

- - P1S1 41,4747 c 2 0,0010 P1S2 42,0811 b 3 0,0011 P1S3 44,3056 a 4 0,0011 P2S1 35,3649 g 5 0,0011 P2S2 36,9939 e 6 0,0011 P2S3 40,1678 d 7 0,0012 P3S1 34,2653 i 8 0,0012 P3S2 34,9214 h

9 0,0012 P3S3 35,7487 f 10 0,0012 P4S1 31,9750 l 11 0,0012 P4S2 32,6529 k 12 0,0012 P4S3 33,4638 j 13 0,0012 P5S1 28,4618 o 14 0,0012 P5S2 30,2977 n 15 0,0012 P5S3 31,4598 m Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

Universitas Sumatera Utara 39

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1S3 yaitu sebesar 44,3056% dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan P5S1 yaitu sebesar 28,4618%. Hubungan interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Gambar 6.

45,0 P1; ŷ = 14,15S + 39,79 r = 0,9492

P2; ŷ = 24,01S + 32,70 40,0 r = 0,9829 P3; ŷ = 7,417S + 33,49 35,0 r = 0,9975 P4; ŷ = 7,444S + 31,20 r = 0,9985

Kadar Air Air (%) Kadar 30,0 P5; ŷ = 14,99S + 27,07 r = 0,9915

25,0 P1 (97,5%:2,5%)

P2 (95%:5%) 20,0 P3 (92,5%:7,5%) 0 0,1 0,2 0,3 P4 (90%:10%) Penambahan CMC (%) P5 (87,5%:12,5%)

Gambar 6. Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat)

Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah bubur buah pisang ambon dan semakin tinggi jumlah penambahan CMC maka kadar air selai piscok

(pisang-cokelat) akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin tinggi jumlah penambahan CMC, maka semakin banyak air yang akan diikat oleh CMC sehingga kadar air selai piscok (pisang-cokelat) akan semakin tinggi juga.

Menurut Syahrumsyah, dkk., (2010) mengatakan bahwa CMC merupakan hidrokoloid yang mempunyai kemampuan mengikat dan memerangkap molekul-

Universitas Sumatera Utara 40

molekul air sehingga mampu membentuk gel. Kadar air sangat ditentukan oleh kandungan air bebas yang terdapat pada suatu bahan. Peningkatan jumlah CMC yang ditambahkan pada pembuatan selai piscok (pisang-cokelat) dapat mengikat air bebas menjadi air terikat sehingga dapat meningkatkan kadar air selai.

Semakin besar kadar CMC, jumlah air yang terserap makin banyak (Kamal,

2010).

Kadar Abu

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar abu

Analisis sidik ragam pada (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu selai piscok (pisang- cokelat). Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar abu selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 7.

Tabel 12. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar abu selai piscok (pisang-cokelat) LSR Perbandingan bubur Notasi Jarak buah pisang ambon Rataan 0,05 0,01 dengan bubuk cokelat 0,05 0,01

- - P1= 97,5%:2,5% 0,9653 d C

2 0,1417 0,1960 P2= 95%:5% 1,2861 c B 3 0,1486 0,2044 P3= 92,5%:7,5% 1,3131 bc B

4 0,1528 0,2099 P4= 90%:10% 1,4309 b B

5 0,1558 0,2138 P5= 87,5%:12,5% 1,7462 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 1,7462% dan kadar abu terendah terdapat

Universitas Sumatera Utara 41

pada perlakuan P1 yaitu sebesar 0,9653%. Hubungan perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap kadar abu selai piscok (pisang- cokelat) dapat dilihat pada Gambar 7.

2,0 1,7462aA 1,4309bB 1,5 1,2861cB 1,3131bcB 0,9653dC 1,0

Kadar (%) abuKadar 0,5 0,0 P1 P2 P3 P4 P5 (97,5%:2,5%) (95%:5%) (92,5%:7,5%) (90%:10%) (87,5%:12,5%) Perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat

Gambar 7. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhaddap kadar abu selai piscok (pisang-cokelat)

Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah bubur buah pisang ambon, maka kadar abu selai piscok (pisang-cokelat) akan semakin tinggi.

Hal ini dikarenakan jumlah kadar abu atau kandungan mineral seperti kalium, fosfor, magnesium, besi, seng, dan sebagainya pada bubur buah pisang dan bubuk cokelat. Buah pisang memiliki kadar abu sebesar 0,9% (Nurchasanah, 2008) dalam Analisispangan (2016) mengatakan bahwa pisang ambon memiliki kadar abu sebesar 1,33%, kalsium 8,0 mg, fosfor 28,0 mg, dan besi 0,5 mg. Bubuk cokelat memiliki kadar abu sebesar 6,33% kalsium 169,45 mg, besi 13,86 mg, seng 7,93 mg dan mineral-mineral lainnya (Erniati, 2007). Perlakuan P5 memiliki jumlah bubuk cokelat yang paling tinggi sehingga kadar abu pada perlakuan ini juga tinggi.

Universitas Sumatera Utara 42

Pengaruh penambahan CMC tehadap kadar abu

Analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu selai piscok (pisang-cokelat).

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar abu

Analisis sidik ragam pada (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara jumlah perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap abu selai piscok (pisang-cokelat).

Total Padatan Terlarut

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut

Analisis sidik ragam pada (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total padatan terlarut (oBrix) selai piscok (pisang-cokelat). Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 8.

Tabel 13. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) LSR Perbandingan bubur Notasi Jarak buah pisang ambon Rataan 0,05 0,01 dengan bubuk cokelat 0,05 0,01

- - - P1= 97,5%:2,5% 47,6667 a A 2 0,8254 1,1412 P2= 95%:5% 45,9167 b B 3 0,8654 1,1902 P3= 92,5%:7,5% 43,8333 c C 4 0,8900 1,2222 P4= 90%:10% 41,5833 d D

5 0,9070 1,2452 P5= 87,5%:12,5% 41,000 d D Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara 43

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Total padatan terlarut

o tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 47,6667 Brix dan total padatan

o terlarut terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 41,000 Brix. Hubungan perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Gambar 8.

60

aA 47,6667 bB 50 45,9167 cC 43,8333 dD Brix) 41,5833 dD

° 41,0000 40

30

20

10 Total padatan terlarut( Total

0 P1 P2 P3 P4 P5 (97,5%:2,5%) (95%:5%) (92,5%:7,5%) (90%:10%) (87,5%:12,5%)

Perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat

Gambar 8. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat)

Gambar 8 menunjukkan bahwa penurunan jumlah bubur buah pisang ambon maka total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) akan semakin rendah. Penurunan jumlah bubur buah pisang ambon menyebabkan total padatan selai piscok juga menurun. Hal ini dikarenakan pisang ambon merupakan sumber gula sehingga penurunan jumlah bubur buah pisang ambon menyebabkan padatan terlarut selai juga menurun.

Universitas Sumatera Utara 44

Pengaruh penambahan CMC terhadap total padatan terlarut

Analisis sidik ragam pada (Lampiran 4) diketahui bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat). Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh penambahan CMC terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang- cokelat) dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 9.

Tabel 14. Uji LSR penambahan CMC cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) LSR Penambahan Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 CMC 0,05 0,01

- S1= 0,1% 43,2000 B B 2 0,6394 0,8840 S2= 0,2% 43,8000 B B 3 0,6703 0,9219 S3= 0,3% 45,0000 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 45,0000% dan total padatan terlarut terendah terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 43,2000%. Hubungan penambahan CMC terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah penambahan

CMC, maka total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) akan semakin besar. Peningkatan jumlah CMC yang ditambahkan pada pembuatan selai piscok

(pisang-cokelat) dapat mengikat air bebas yang dapat meningkatkan kadar air selai sehingga padatan yang dapat terlarut juga semakin besar. Dalam

Siskawardani, dkk. (2013), semakin meningkatnya konsentrasi Na-CMC maka nilai rata-rata total padatan terlarut juga semakin meningkat. Astuti, dkk. (2015)

Universitas Sumatera Utara 45

mengatakan bahwa CMC memiliki kemampuan mengikat air yang lebih besar dibanding zat penstabil yang lainnya.

46,00 Brix) ° ŷ = 9S + 42,2 45,00 r = 0,9818 44,00

43,00

42,00 Total padatan terlarut ( terlarut padatan Total 41,00

40,00 0 0,1 0,2 0,3 Penambahan CMC (%)

Gambar 9. Pengaruh penambahan CMC terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat)

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total padatan terlarut

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan

CMC memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air selai piscok (pisang-cokelat). Hasil uji LSR pengaruh interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 10.

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Total padatan terlarut

o tertinggi terdapat pada perlakuan P1S3 yaitu sebesar 50,50 Brix dan total padatan

o terendah terdapat pada perlakuan P5S1 yaitu sebesar 40,75 Brix. Hubungan interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan

Universitas Sumatera Utara 46

penambahan CMC terhadap total padatan terlarut (oBrix) selai piscok (pisang- cokelat) dapat dilihat pada Gambar 10.

Tabel 15. Uji LSR interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) LSR Notasi Jarak Perlakuan Rataan 0.05 0.01 0.05 0.01

- P1S1 45,2500 c D 2 1,4297 1,1412 P1S2 47,2500 b B

3 1,4989 1,1902 P1S3 50,5000 a A 4 1,5416 1,2222 P2S1 45,0000 cd D 5 1,5710 1,2452 P2S2 45,7500 bc CD 6 1,5919 1,2625 P2S3 47,0000 b BC 7 1,6075 1,2762 P3S1 43,5000 de E 8 1,6189 1,2871 P3S2 43,5000 de E 9 1,6279 1,2962 P3S3 44,5000 d DE 10 1,6346 1,3036 P4S1 41,5000 e F 11 1,6398 1,3099 P4S2 41,5000 e F 12 1,6436 1,3154 P4S3 41,7500 e F 13 1,6464 1,3200 P5S1 40,7500 e F 14 1,6488 1,3238 P5S2 41,0000 e F 15 1,6498 1,3271 P5S3 41,2500 e F Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin besar jumlah bubur buah pisang ambon dan semakin tinggi jumlah penambahan CMC maka total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin besar jumlah penambahan CMC, maka semakin banyak air yang akan diikat oleh

CMC sehingga kadar air selai piscok (pisang-cokelat) akan semakin tinggi maka padatan yang terlarut juga akan semakin besar. Menurut Syahrumsyah, dkk.,

(2010) mengatakan bahwa CMC merupakan hidrokoloid yang mempunyai kemampuan mengikat dan memerangkap molekul-molekul air. Semakin besar kadar CMC, jumlah air yang terserap makin banyak (Kamal, 2010). Semakin

Universitas Sumatera Utara 47

meningkatnya konsentrasi Na-CMC maka nilai rata-rata total padatan terlarut juga semakin meningkat (Siskawardani, dkk., 2013).

60,0 P1; ŷ = 26,25S + 42,41 r = 0,9905 P2; ŷ = 10S + 43,91 Brix) o r = 0,9894 50,0 P3; ŷ = 5S + 42,83 r = 0,8660 P4; ŷ = 1,25S + 41,33 40,0 r = 0,8660 P5; ŷ = 2,5S + 40,5 r = 1,000 30,0 P1 (97,5%:2,5%) 20,0 P2 (95%:5%) Total Padatan ( Padatan Terlarut Total 0 0,1 0,2 0,3 P3 (92,5%:7,5%) P4 (90%:10%) Penambahan CMC (%) P5 (87,5%:12,5%

Gambar 10. Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat)

Kadar Vitamin C

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat tehadap kadar vitamin C

Analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C (mg/100g) selai piscok

(pisang-cokelat).

Pengaruh penambahan CMC tehadap kadar vitamin C

Analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C (mg/100g) selai piscok (pisang-cokelat).

Universitas Sumatera Utara 48

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap kadar vitamin C

Analisis sidik ragam pada (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara jumlah perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C selai piscok (pisang-cokelat).

Total Mikroba

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat tehadap total mikroba

Analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total mikrona (log CFU/g) selai piscok (pisang- cokelat). Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total mikroba selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel 16 dan Gambar 11.

Tabel 16. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total mikroba (log CFU/g) selai piscok (pisang-cokelat) LSR Perbandingan bubur Notasi Jarak buah pisang ambon Rataan 0,05 0,01 dengan bubuk cokelat 0,05 0,01

- - P1= 97,5%:2,5% 2,9530 a A 2 0,0712 0,0984 P2= 95%:5% 2,8092 b B 3 0,0747 0,1027 P3= 92,5%:7,5% 2,7013 c C 4 0,0768 0,1054 P4= 90%:10% 2,6303 c C 5 0,0782 0,1074 P5= 87,5%:12,5% 2,4979 d D Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 2,9530 (log CFU/g) dan total mikroba terendah terdapat pada perlakuan P5 yaitu sebesar 2,4979 (log CFU/g). Hubungan

Universitas Sumatera Utara 49

perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Gambar 11.

3,5 aA 2,9530 bB 2,8092 2,7013cC cC 3,0 2,6303 2,4979dD 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 P1 P2 P3 P4 P5 Total mikroba mikroba (log koloni/g) Total (97,5%:2,5%) (95%:5%) (92,5%:7,5%) (90%:10%) (87,5%:12,5%) Perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat

Gambar 11. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap total mikroba selai piscok (pisang-cokelat)

Gambar 11 menunjukkan bahwa penurunan jumlah bubur buah pisang ambon akan membuat total total mikroba selai piscok (pisang-cokelat) juga menurun. Pertumbuhan mikroba memiliki hubungan yang erat dengan kadar air bahan pangan. Semakin banyak jumlah air yang terdapat pada selai maka semakin besar kemungkinan pertumbuhan mikroba terjadi. Kadar air pada perlakuan P1

(42,6205%) lebih besar dari kadar air pada P5 (30,0731%) sehingga total mikroba pada P1 lebih banyak dari P5. Kadar air dapat digunakan untuk memperkirakan kualitas keamanan bahan dari kontaminasi mikroorganisme. Bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi cenderung lebih mudah ditumbuhi mikroorganisme

(Sunaryo, 2006). Setyani, dkk. (2014) mengatakan bahwa semakin banyak kadar air yang terkandung dalam bahan pangan akan memicu pertumbuhan mikroba untuk berkembang biak.

Universitas Sumatera Utara 50

Pengaruh penambahan CMC tehadap total mikroba

Analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total mikroba (log CFU/g) selai piscok (pisang-cokelat).

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total mikroba

Analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total mikrona (log CFU/g) selai piscok (pisang-cokelat). Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh interaksi perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total mikroba selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 12.

Tabel 17. Uji LSR interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total mikroba selai piscok (pisang-cokelat) LSR Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Perlakuan 0,05 0,01 - P1S1 3,0603 a A 2 0,1233 0,1705 P1S2 3,0207 ab A 3 0,1293 0,1778 P1S3 2,7782 cd BCD 4 0,1330 0,1778 P2S1 2,9031 bc AB 5 0,1355 0,1826 P2S2 2,8741 c ABC 6 0,1373 0,1886 P2S3 2,6505 de DEF 7 0,1387 0,1907 P3S1 2,5396 ef EF 8 0,1397 0,1923 P3S2 2,6901 d CDE 9 0,1404 0,1937 P3S3 2,8741 c ABC 10 0,1410 0,1948 P4S1 2,4771 f F 11 0,1415 0,1957 P4S2 2,5396 ef EF 12 0,1418 0,1965 P4S3 2,8741 c ABC 13 0,1420 0,1972 P5S1 2,4771 f F 14 0,1422 0,1978 P5S2 2,4771 f F 15 0,1423 0,1983 P5S3 2,5396 ef EF Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara 51

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Total mikroba yang terdapat pada selai piscok (pisang-cokelat) adalah 2,4771-3,0603 log CFU/g.

Total mikroba tertinggi diperoleh pada perlakuan P1S1 sebesar 3,0603 log CFU/g dan terendah pada P4S1, P5S1, dan P5S2 sebesar 2,24771 log CFU/g. Hubungan interaksi perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total mikroba (log CFU/g) selai piscok (pisang- cokelat) yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 12.

3,5 P1;ŷ = 2,112S + 2,249 r = 0,9970 3,0 P2;ŷ = 0,919S+ 2,487 r = 0,9230 2,5 P3;ŷ = 1,672S + 2,366 r = 0,9980 2,0 P4;ŷ = 1,984S + 2,233 r = 0,9295 1,5 P5;ŷ = 0,312x + 2,435 r = 0,8660 1,0 P1 (97,5%:2,5%)

Total mikroba mikroba (log CFU/g) Total 0,5 P2 (95%:5%)

0,0 P3 (92,5:7,5%) 0 0,1 0,2 0,3 P4 (90%:10%) Penambahan CMC (%) P5 (87,5%:12,5)

Gambar 12. Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap total mikroba selai piscok (pisang-cokelat)

Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah bubur buah pisang dan semakin rendah jumlah penambahan CMC maka total mikroba pada selai yang dihasilkan akan menurun. Pertumbuhan mikroba memiliki hubungan yang erat dengan kadar air bahan pangan. Semakin banyak jumlah air yang terdapat pada selai maka semakin besar kemungkinan pertumbuhan mikroba terjadi. Peningkatan jumlah CMC yang digunakan akan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara 52

peningkatan kadar air selai. Bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi cenderung lebih mudah ditumbuhi mikroorganisme (Sunaryo, 2006). Setyani, dkk.

(2014) mengatakan bahwa semakin banyak kadar air yang terkandung dalam bahan pangan akan memicu pertumbuhan mikroba untuk berkembang biak. Total mikroba pada selai piscok (pisang-cokelat) adalah 2,2386-3,0603 (log CFU/g).

Hal ini masih memenuhi syarat yang telah di tentukan oleh SNI yaitu Maksimal

1x103 koloni/g.

Uji Organoleptik Warna (Hedonik)

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat tehadap uji organoleptik warna (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat).

Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel 18 dan Gambar 13.

Tabel 18. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat) LSR Perbandingan bubur Notasi Jarak buah pisang ambon Rataan 0,05 0,01 dengan bubuk cokelat 0,05 0,01

- - P1= 97,5%:2,5% 2,9778 c D 2 0,1917 0,2650 P2=95%:5% 3,2889 b C 3 0,2009 0,2764 P3=92,5%:7,5% 3,8222 a AB

4 0,2067 0,2838 P4=90%:10% 3,7607 a B 5 0,2106 0,2891 P5=87,5%:12,5% 3,9000 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 18 menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Skor hedonik warna tertinggi terdapat

Universitas Sumatera Utara 53

pada perlakuan P5 sebesar 3,9000 (suka) dan yang terendah pada perlakuan P1 sebesar 2,9778 (agak suka). Hubungan perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Gambar 13.

4,50 aAB 3,9000aA 4,00 3,222 3,7607aB 3,50 3,2889bC 2,9778cD 3,00 2,50 2,00 1,50

Skor hedonik hedonik Skor warna 1,00 0,50 0,00 P1 P2 P3 P4 P5 (97,5%:2,5%) (95%:5%) (92,5%:7,5%) (90%:10%) (87,5%:12,5%) Perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokleat

Gambar 13. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat)

Gambar 13 menunjukkan bahwa uji organoleptik warna (hedonik) memiliki perbedaan pada tiap perlakuan. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah bubuk cokelat sehingga selai memiliki warna cokelat yang disukai. Maka pada perlakuan P5 warna selai lebih disukai oleh panelis sedangkan pada perlakuan P1 kurang disukai panelis. Winarno (1997), menyatakan bahwa suatu bahan pangan yang bernilai gizi, enak dan teksturnya sangat baik kurang dinikmati bila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.

Universitas Sumatera Utara 54

Pengaruh penambahan CMC tehadap uji organoleptik warna (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat).

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji organoleptik warna (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat).

Uji Organoleptik Aroma (Hedonik)

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat tehadap uji organoleptik aroma (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat).

Hasil uji LSR dan hubungan pengaruh perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel 19 dan Gambar 14.

Tabel 19. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat) LSR Perbandingan bubur Notasi Jarak buah pisang ambon Rataan 0,05 0,01 dengan bubuk cokelat 0,05 0,01

- - P1= 97,5%:2,5% 3,0889 D D

2 0,1364 0,1886 P2=95%:5% 3,4222 C C 3 0,1431 0,1967 P3=92,5%:7,5% 3,8556 Ab AB

4 0,1471 0,2020 P4=90%:10% 3,7778 B B

5 0,1499 0,2058 P5=87,5%:12,5% 3,9111 A A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Universitas Sumatera Utara 55

Tabel 19 menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Skor hedonik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan P5 sebesar 3,9111 (suka) dan yang terendah pada perlakuan P1 sebesar 3,0889 (agak suka). Hubungan perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Gambar 14.

4,5 aA 3,8556abAB bB 3,9111 4,0 3,7778 3,4222cC 3,5 3,0889dD 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 Skor hedonik hedonik Skor aroma 0,5 0,0 P1 P2 P3 P4 P5 (97,5%:2,5%) (95%:5%) (92,5%:7,5%) (90%:10%) (87,5%:12,5%) Perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat

Gambar 14. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat)

Gambar 14 menunjukkan bahwa uji organoleptik aroma (hedonik) memiliki perbedaan pada tiap perlakuan. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah bubuk cokelat sehingga selai memiliki aroma cokelat yang disukai. Maka pada perlakuan P5 warna selai lebih disukai oleh panelis sedangkan pada perlakuan P1 kurang disukai panelis. Sudibyo (2012) mengatakan bahwa bubuk kakao memiliki peranan yang cukup penting selain dari rasanya yang enak, aroma dari bubuk kakao juga menarik.

Universitas Sumatera Utara 56

Pengaruh penambahan CMC tehadap uji organoleptik aroma (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat).

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji organoleptik aroma (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat).

Uji Organoleptik Rasa (Hedonik)

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat tehadap uji organoleptik rasa (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik rasa selai piscok (pisang- cokelat).

Pengaruh penambahan CMC tehadap uji organoleptik rasa (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik rasa selai piscok (pisang-cokelat).

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji organoleptik rasa (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan

Universitas Sumatera Utara 57

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik rasa selai piscok (pisang-cokelat).

Uji Organoleptik Daya oles (Hedonik)

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat tehadap uji organoleptik daya oles (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik daya oles selai piscok

(pisang-cokelat).

Pengaruh penambahan CMC tehadap uji organoleptik daya oles (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik daya oles selai piscok (pisang-cokelat).

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji organoleptik daya oles (hedonik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik daya oles selai piscok (pisang-cokelat).

Uji Skor Warna (Numerik)

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat tehadap uji skor warna (numerik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap skor warna selai piscok (pisang-cokelat). Hasil uji

LSR dan hubungan pengaruh perbandingan bubur pisang ambon dengan bubuk

Universitas Sumatera Utara 58

cokelat terhadap skor warna selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Tabel

20 dan Gambar 15.

Tabel 20. Uji LSR perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor warna selai piscok (pisang-cokelat) LSR Perbandingan bubur Notasi Jarak buah pisang ambon Rataan 0,05 0,01 dengan bubuk cokelat 0,05 0,01

- - P1= 97,5%:2,5% 4,2778 a A 2 0,2885 0,3988 P2=95%:5% 3,7556 b B

3 0,3024 0,4160 P3=92,5%:7,5% 3,1889 c C 4 0,3111 0,4272 P4=90%:10% 2,8222 d D 5 0,3170 0,4352 P5=87,5%:12,5% 2,4333 e D Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 20 menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 4,2778 yaitu berwarna cokelat dan yang terendah pada perlakuan P5 sebesar 2,4333 yaitu berwarna cokelat kehitaman. Hubungan perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat) dapat dilihat pada Gambar 15.

4,5 4,2778aA bB 4,0 3,7556 cC 3,5 3,1889 2,8222dE 3,0 2,4333eA 2,5 2,0 1,5 Skor warna Skor 1,0 0,5 0,0 P1 P2 P3 P4 P5 (97,5%:2,5%) (95%:5%) (92,5%:7,5%) (90%:10%) (87,5%:12,5%) Perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat (P)

Gambar 15. Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat terhadap skor warna selai piscok (pisang-cokelat)

Universitas Sumatera Utara 59

Gambar 15 menunjukkan bahwa uji skor warna memiliki perbedaan pada tiap perlakuan. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah bubuk cokelat sehingga selai memiliki warna cokelat tua. Maka pada perlakuan P5 warna yang lebih gelap dibandingkan dengan warna pada P1.

Pengaruh penambahan CMC tehadap uji skor warna (numerik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor warna selai piscok (pisang-cokelat).

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji skor warna (numerik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor warna selai piscok (pisang-cokelat).

Uji Skor Daya Oles (Numerik)

Pengaruh perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat tehadap uji skor daya oles (numerik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor daya oles selai piscok (pisang- cokelat).

Pengaruh penambahan CMC tehadap uji skor daya oles (numerik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor daya oles selai piscok (pisang-cokelat).

Universitas Sumatera Utara 60

Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan CMC terhadap uji skor daya oles (numerik)

Analisis sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat dan penambahan

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor daya oles selai piscok (pisang-cokelat).

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total

padatan terarut (oBrix), total mikroba (log CFU/g), uji organoleptik warna

(hedonik), dan uji skor warna pada selai piscok (pisang-cokelat).

2. Penambahan CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar

air (%), dan total padatan terarut (oBrix) , tetapi memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata terhadap kadar abu (%), total mikroba (log CFU/g), uji

organoleptik warna (hedonik), dan uji skor warna pada selai piscok (pisang-

cokelat).

3. Interaksi antara perbandingan bubur buah pisang ambon dengan bubuk cokelat

dan penambahan CMC memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar

total padatan terlarut (oBrix), dan total mikroba tetapi berbeda nyata terhadap

kadar air (%).

4. Perlakuan terbaik pada pembuatan selai piscok (pisang-cokelat) berdasarkan uji

organoleptik secara hedonik yaitu dengan perbandingan bubur buah pisang

dengan bubuk cokelat 87,5%:12,5% dan penambahan CMC 0,2%.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan lama

penyimpanan selai untuk mengetahui umur simpan pada selai piscok (pisang-

cokelat).

61 Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Analisispangan. 2016. Pisang Ambon (Musa paradisiaca L. var sapientum) dan Komposisi Kimia Pisang Ambon. http://www.analisispangan.com (23 Oktober 2017).

Andreas, E. L. dan J. A. Harrison. 2006. Preserving Food. 5th ed. Cooperative Extension. The University of Georgia, Athens.

[AOAC] Association of Analytical Chemist Publisher. 1995. Official Methods of Analysis. AOAC Publisher, Washington DC.

Astuti, W. F. P., R. J. Nainggolan dan M. Nurminah. 2015. Pengaruh jenis penstabil dan konsentrasi zat penstabil terhadap mutu fruit leather campuran jambu biji merah dan sirsak. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 4(1): 65-71.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press, Bogor.

Bangun, M. K. 1991. Perancangan Percobaan untuk Menganalisis Data Bagian Biometri. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Belitz, H. D. dan W. Grosch.1986. Food Chemistry. Springer, Berlin.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Cahyono, B. 2009. Pisang Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Revisi Kedua. Kanisius, Yogyakarta.

Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. Columbia University Press, New York.

Desrosier, N. W. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah: M. Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.

Erniati. 2007. Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak terhadap Sifat Antioksidan dan Proliferatif Limfosit Manusia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fachruddin, L. 2005. Membuat Aneka Selai. Kanisius, Yogyakarta.

Fardiaz, D. 1986. Hidrokoloid dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Bogor.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. IPB-Press, Bogor.

62 Universitas Sumatera Utara 63

Fardiaz, S. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan. IPB-Press, Bogor.

Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Third Edition. Marcel Dekker, Inc., New York.

Gianti, I. dan H. Evanuarini. 2011. Pengaruh penambahan gula dan lama pernyimpanan terhadap kualitas fisik susu fermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 6(1): 28-33.

Hasbulloh. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jakarta.

Imam M. Z. dan S. Akter. 2011. Musa paradisiaca L. and Musa sapientum L.: a phytochemical and pharmacological review. JAPS 1(05):14-20.

Indarti, E. 2007. Efek pemanasan terhadap rendemen lemak pada proses pengepresan biji kakao. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 6(2): 50- 54.

Joel, N., B. Pius, A. Deborah dan U. Chris. 2013. Production and quality evaluation of cocoa products (plain cocoa powder and chocolate). American Journal Of Food And Nutrition. 3(1): 31-38.

Joyofbaking. 2017. Cocoa Powder. http://joyofbaking.com (25 April 2017).

Kamal, N. 2010. Pengaruh bahan aditif CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) terhadap beberapa parameter pada larutan sukrosa. Jurnal Teknologi. 1(17): 78-84.

Karseno dan R. Setyawati. 2013. Karakteristik selai buah pala: pengaruh proporsi gula pasir, gula kelapa, dan nenas. Jurnal Pembangunan Pedesaan. 13(2): 147-155.

Khoiroh, S. M. 2007. Pengaruh Variasi Penambahan CMC (Carboxymethyl Cellulose) dan Lama Pemasakan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Jam Pisang Nangka (Musa sp.). Skripsi. Universitas Jember, Jember.

Khomsan, A. dan Anwar. 2008. Sehat itu Mudah Wujud Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Hikmah, Jakarta.

Kumalaningsih, S. dan Suprayogi. 2006. Tamarillo (Terung Belanda). Trubus Agrisarana, Surabaya.

Kusumawati, R. P. 2008. Pengaruh Penanbahan Asam Sitrat dan Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) terhadap Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Universitas Sumatera Utara 64

Manurung, N., S. Ginting dan E. Yusraini. 2013. Pengaruh konsentrasi susu bubuk dan gelatin terhadap mutu minuman probiotik sari ubi jalar ungu. J. Rekayasa Pangan dan Pert. 1(4): 47-57.

Matondang, D., Z. Lubis dan M. Nurminah. 2014. Study pembuatan selai cokelat kulit pisang barangan. J. Rekayasa Pangan dan Pert. 2(2): 111-116.

Misnawi, S. 2005. Effect of cocoa liquor roasting on polyphenol content hydrophobicity astrigentc. ASEAN Food Journal. 12(2): 103-113.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Alfabeta, Bandung.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu pengetahuan Bahan Pangan. IPB-Press, Bogor.

Mutia, A. K. dan R. Yunus. 2016. Pengaruh penambahan sukrosa pada pembuatan selai langsat. Jtech. 4(2): 80-84.

Nurchasanah. 2008. What is Your Food? Rahasia Di Balik Makanan. Hayati Qualita, Bandung.

Putri, I. R., Basito, dan E. Widowati. 2013. Pengaruh konsentrasi agar-agar dan karagenan terhadap karakteristik fisik, kimia, dan sensorik selai lembaran pisang (Musa paradisiaca L.) varietas raja bulu. Jurnal Teksosains Pangan. 2(3): 112-120.

Putri, R. M. S., R. Ninsix, dan A. G. Sari. 2015. Pengaruh jenis gula yang berbeda terhadap mutu permen jelly rumput laut (Eucheuma cottonii). Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. 19(1): 1410-1920.

Potter, N. 1996. Food Science. AVI Publishing Company, Westport.

Ramadhan, W. dan W. Trilaksani. 2017. Formulasi hidrokoloid-agar, sukrosa dan acidulan pada pengembangan produk selai lembaran. JPHPI. 20(1): 95- 108.

Ranganna, S. 1978. Manual of Analysis for Fruit and Vegetable Products. Mc. Graw Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Rini, A. K., D. Ishartani, dan Basito. 2012. Pengaruh kombinasi bahan penstabil CMC dan gum arab terhadap mutu velva wortel (Daucus carota L.) varietas selo dan varietas tawangmangu. Jurnal Teknosains Pangan. 1(1): 86-94.

Rizky, A. 2012. Penggulaan dan Selai. http://www.scribd.com (16 April 2017).

Saputro, A. H. dan Sudarsono. 2014. Potensi penangkapan radikal 2,2-difenil-1- pikril hidrazil (DPPH) oleh buah pisang susu (Musa paradisiaca L.

Universitas Sumatera Utara 65

“Susu”) dan pisang ambon (Musa paradisiaca L. “Ambon”). Trad. Med. Journal. 19(1): 6-13.

Satuhu, S. 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Satuhu, S. dan A. Supriyadi. 2008. Pisang: Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setyani, S. D., H. Aulia, N. Hikmah, S. I. Masripah dan W. Anggreini. 2014. Penentuan kadar air dan abu dalam biskuit. Jurnal Praktikum Kimia Analitik 2. UIN Syarifhidayatullah, Jakarta.

Siskawardani, D. D., N. Komar dan M. B. Hermanto. 2013. Pengaruh konsentrasi Na-CMC (natrium–carboxymethyle cellulose) dan lama sentrifugasi terhadap sifat fisik kimia minuman asam sari tebu (Saccharum officinarum L.). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 1(1): 54-61.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Angkasa, Bandung.

Sudibyo, A. 2012. Peran cokelat sebagai produk pangan derivat kakao yang menyehatkan. Jurnal Riset Industri. 4(1): 23-40.

Sunaryo, M. 2006. Mempelajari Pengaruh Kadar Air terhadap Karakteristik Mutu dan Minimalisasi Waste Selama Proses Produksi Taro Net di PT.Rasa Mutu Utama, Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

SNI. 2008. Selai Buah. Badan Standarisasi Nasional.

Suherman, J. dan M. Rusli. 2010. Pengaruh konsumsi pisang ambon (Musa Acuminata Colla) terhadap tekanan darah wanita dewasa pada cold stress test. Jurnal Medika Planta. 1(1): 21-26.

Suprapti, M. L. 2005. Aneka Olahan Pisang. Kanisius, Yogyakarta.

Susangka, Hariyanti dan Andriyani. 2006. Evaluasi nilai gizi limbah sayuran produk cara pengolahan berbeda dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan nila. Universitas Padjajaran, Bandung.

Susanto dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.

Syahrumsyah, H., W. Murdianto dan N. Pramanti. 2010. Pengaruh penambahan karboksil metil selulosa (CMC) dan tingkat kematangan buah nenas (Ananas comosus (L) Merr.) terhadap mutu selai nenas. Jurnal Teknologi Pertanian. 6(1): 34-40.

Universitas Sumatera Utara 66

Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran, Bandung.

United States Departement of Agriculture, 2012. Plant Profile: Musa acuminata Colla. Natural Resources Conservation Service. Diakses tanggal 20 Maret 2017.

Utomo, T. P., B. D. Argo dan W. A. Nugroho. 2015. Pengaruh penambahan gula dan asam askorbat pada pengolahan minimal terhadap kualitas fisik buah apel manalagi (Mallus sylvestris Mill). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 3(2): 192-198.

Widayat, H. P. 2013. Perbaikan mutu bubuk kakao melalui proses ekstraksi lemak dan alkalisasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 5(2): 12- 16.

Widyanto, P. S. dan A. Nelistya. 2009. Rosella Aneka Olahan, Khasiat dan Ramuan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wikipedia. 2016. Kakao. http://id.wikipedia.org (25 April 2017).

Wikipedia. 2017. Asam Sitrat. http://id.wikipedia.org (24 April 2017).

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Powdered Milk. http://en.wikipedia.org (24 April 2017).

Zakaria, Y., Yurliasni, M. Delima, dan E. Diana. 2013. Analisa keasaman dan total bakteri asal laktat yogurt akibat bahan baku dan persentase Lactobacillus casei yang berbeda. Agripet. 13(2): 31-35.

Universitas Sumatera Utara 67

Lampiran 1. Kurva standar kadar vitamin C

35 30

25 ŷ = 72,00x - 17,48 20 r = 0,990 15 10 Konsentrasi Konsentrasi (µg/ml) 5 0 0 0,2 0,4 0,6 0,8 Absorbansi

Gambar 1. Kurva standar kadar vitamin C

Universitas Sumatera Utara 68

Lampiran 2. Data pengamatan kadar air dan sidik ragam selai piscok (pisang- cokelat)

Data kadar air (%) selai piscok (pisang-cokelat) Perlakuan Ulangan Total Rataan I II

P1S1 41,5137 41,4357 82,9494 41,4747 P1S2 42,2409 41,9213 84,1622 42,0811 P1S3 44,6342 43,9770 88,6112 44,3056 P2S1 35,4056 35,3243 70,7299 35,3649 P2S2 37,6751 36,3127 73,9878 36,9939 P2S3 41,5459 38,7897 80,3356 40,1678 P3S1 34,3146 34,2159 68,5305 34,2653 P3S2 34,5644 35,2785 69,8428 34,9214 P3S3 35,7819 35,7156 71,4975 35,7487 P4S1 32,1867 31,7634 63,9501 31,9750 P4S2 33,0946 32,2113 65,3059 32,6529 P4S3 33,4204 33,5073 66,9277 33,4638 P5S1 28,2076 28,7159 56,9235 28,4618 P5S2 30,0761 30,5192 60,5953 30,2977 P5S3 31,6922 31,2274 62,9196 31,4598 Total 1067,2691 Rataan 35,5756

Tabel 2. Sidik ragam kadar air selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F.hit Notasi F 0,05 F 0,01 perlakuan 14 600,0445 42,8603 105,7273 ** 2,4244 3,5639 P 4 553,7221 138,4305 341,4788 ** 3,0556 4,8932 S 2 37,5344 18,7672 46,2947 ** 3,6823 6,3589 S Linier 1 37,0142 37,0142 91,3061 ** 4,5431 11,2586 S Kuadrat 1 0,5202 0,5202 1,2833 tn 4,5431 8,6831 P x S 8 8,7880 1,0985 2,7098 * 2,6408 4,0045 galat 15 6,0808 0,4054 total 29 606,1252 20,9009

Keterangan FK = 37968,7749 KK =1,0738% tn = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata

Universitas Sumatera Utara 69

Lampiran 3. Data pengamatan kadar abu dan sidik ragam selai piscok (pisang- cokelat)

Data kadar abu (%) selai piscok (pisang-cokelat) Ulangan Perlakuan Total Rataan I II P1S1 1,0194 1,0213 2,0407 1,0204 P1S2 0,9382 0,9621 1,9003 0,9501 P1S3 0,9248 0,9258 1,8506 0,9253 P2S1 1,7394 1,2147 2,9541 1,4771 P2S2 1,2147 1,2314 2,4461 1,2231 P2S3 1,1487 1,1677 2,3165 1,1582 P3S1 1,2478 1,1541 2,4020 1,2010 P3S2 1,2945 1,2887 2,5831 1,2916 P3S3 1,4340 1,4595 2,8935 1,4467 P4S1 1,4523 1,4235 2,8758 1,4379 P4S2 1,4126 1,4109 2,8234 1,4117 P4S3 1,5957 1,2905 2,8862 1,4431 P5S1 1,7055 1,8399 3,5453 1,7727 P5S2 1,8105 1,8193 3,6298 1,8149 P5S3 1,6481 1,6542 3,3023 1,6512 Total 40,4498 Rataan 1,3483

Sidik ragam kadar abu selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F.hit 0,05 0,01 perlakuan 14 2,1171 0,15122 11,395 ** 2,42436 3,56394 P 4 1,9020 0,4755 35,8299 ** 3,05557 4,89321 S 2 0,0177 0,00885 0,66673 tn 3,68232 6,35887 S Linier 1 0,0162 0,01618 1,21939 tn 4,54308 11,2586 S Kuadrat 1 0,0015 0,00151 0,11407 tn 4,54308 8,68312 P x S 8 0,1974 0,02468 1,85956 tn 2,6408 4,00445 galat 15 0,1991 0,01327 total 29 2,3162 0,07987

Keterangan FK = 54,5396 KK = 8,5440% tn = tidak nyata ** = sangat nyata

Universitas Sumatera Utara 70

Lampiran 4. Data pengamatan total padatan terlarut dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat)

Data total padatan terlarut (oBrix) selai piscok (pisang-cokelat) Perlakauan Ulangan Total Rataan I II P1S1 45,00 45,50 90,50 45,25 P1S2 46,50 48,00 94,50 47,25 P1S3 51,50 49,50 101,00 50,50 P2S1 44,50 45,50 90,00 45,00 P2S2 45,50 46,00 91,50 45,75 P2S3 47,50 46,50 94,00 47,00 P3S1 44,00 43,00 87,00 43,50 P3S2 44,00 43,00 87,00 43,50 P3S3 44,00 45,00 89,00 44,50 P4S1 42,00 41,00 83,00 41,50 P4S2 41,50 41,50 83,00 41,50 P4S3 42,00 41,50 83,50 41,75 P5S1 40,50 41,00 81,50 40,75 P5S2 41,00 41,00 82,00 41,00 P5S3 41,00 41,50 82,50 41,25 Total 1320,00 Rataan 44,00

Tabel 10. Sidik ragam total padatan terlarut selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F.hit Notasi 0,05 0,01 Perlakuan 14 225,7500 16,1250 35,8333 ** 2,4244 3,5639 P 4 191,9167 47,9792 106,6204 ** 3,0556 4,8932 S 2 16,8000 8,4000 18,6667 ** 3,6823 6,3589 S Linier 1 16,2000 16,2000 36,0000 ** 4,5431 11,2586 S Kuadrat 1 0,6000 0,6000 1,3333 tn 4,5431 8,6831 P x S 8 17,0333 2,1292 4,7315 ** 2,6408 4,0045 Galat 15 6,7500 0,4500 Total 29 232,5000 8,0172

Keterangan FK = 58080,0 KK = 1,5246% tn = tidak nyata ** = sangat nyata

Universitas Sumatera Utara 71

Lampiran 5. Data pengamatan kadar vitamin C dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat)

Data kadar vitamin C (mg/100 g) selai piscok (pisang-cokelat) Ulangan Perlakuan Total Rataan I II P1S1 6,9620 6,9024 13,8644 6,9322 P1S2 7,0012 6,9702 13,9714 6,9857 P1S3 6,9964 6,9048 13,9012 6,9506 P2S1 6,8933 6,9870 13,8803 6,9401 P2S2 7,0037 6,9730 13,9767 6,9883 P2S3 6,9781 6,9622 13,9403 6,9702 P3S1 6,9592 7,0063 13,9655 6,9828 P3S2 7,0314 7,0402 14,0715 7,0358 P3S3 6,9815 6,9108 13,8923 6,9462 P4S1 6,9837 6,9691 13,9528 6,9764 P4S2 7,0362 7,0088 14,0450 7,0225 P4S3 6,9923 6,9982 13,9904 6,9952 P5S1 7,0261 7,0435 14,0696 7,0348 P5S2 7,0158 6,9781 13,9939 6,9969 P5S3 6,9821 7,0416 14,0237 7,0118 Total 209,5391 Rataan 6,9846

Tabel 15. Tabel sidik ragam kadar vitamin C selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F.hit 0,05 0,01 Perlakuan 14 0,0305 0,0022 1,7910 tn 2,4244 3,5639 P 4 0,0134 0,0034 2,7601 tn 3,0556 4,8932 S 2 0,0068 0,0034 2,7830 tn 3,6823 6,3589 S Linier 1 0,0000 0,0000 0,0097 tn 4,5431 11,2586 S Kuadrat 1 0,0068 0,0068 5,5563 * 4,5431 8,6831 P x S 8 0,0103 0,0013 1,0585 tn 2,6408 4,0045 Galat 15 0,0182 0,0012 Total 29 0,0487 0,0017

Keterangan FK = 1463,5552 KK = 0,4990% tn = tidak nyata * = nyata

Universitas Sumatera Utara 72

Lampiran 6. Data pengamatan total mikroba dan sidik ragam selai piscok (pisang- cokelat)

Data total mikroba (CFU/g) selai piscok (pisang-cokelat) Ulangan Log Perlakuan Rataan I II Total Rataan 2 2 2 2 P1S1 12,0x10 11,0x10 23,0x10 11,5x10 3,0603 2 2 2 2 P1S2 10,0x10 11,0x10 21,0x10 10,5x10 3,0207 2 2 2 2 P1S3 6,0x10 6,0x10 12,0x10 6,0x10 2,7782 2 2 2 2 P2S1 8,0x10 8,0x10 16,0x10 8,0x10 2,9031 2 2 2 2 P2S2 8,0x10 7,0x10 15,0x10 7,5x10 2,8741 2 2 2 2 P2S3 5,0x10 4,0x10 9,0x10 4,5x10 2,6505 2 2 2 2 P3S1 3,0x10 4,0x10 7,0x10 3,5x10 2,5396 2 2 2 2 P3S2 6,0x10 4,0x10 10,0x10 5,0x10 2,6901 2 2 2 2 P3S3 7,0x10 8,0x10 15,0x10 7,5x10 2,8741 2 2 2 2 P4S1 3,0x10 3,0x10 6,0x10 3,0x10 2,4771 2 2 2 2 P4S2 4,0x10 3,0x10 7,0x10 3,5x10 2,5396 2 2 2 2 P4S3 7,0x10 8,0x10 15,0x10 7,5x10 2,8741 2 2 2 2 P5S1 3,0x10 3,0x10 6,0x10 2,0x10 2,4771 2 2 2 2 P5S2 3,0x10 3,0x10 6,0x10 3,0x10 2,4771 2 2 2 2 P5S3 4,0x10 3,0x10 7,0x10 3,5x10 2,5396 2 Total 175x10 Rataan 2,7184

Sidik ragam total mikroba selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F.hit Notasi 0,05 0,01 Perlakuan 14 1,1893 0,0849 25,3683 ** 2,4244 3,5639 P 4 0,7198 0,1800 53,7398 ** 3,0556 4,8932 S 2 0,0135 0,0067 2,0156 tn 3,6823 6,3589 S Linier 1 0,0134 0,0134 4,0137 tn 4,5431 11,2586 S Kuadrat 1 0,0001 0,0001 0,0174 tn 4,5431 8,6831 P x S 8 0,4560 0,0570 17,0207 ** 2,6408 4,0045 Galat 15 0,0502 0,0033 Total 29 1,2395 0,0427

Keterangan FK = 221,6829 KK = 4,2379% tn = tidak nyata ** = sangat nyata

Universitas Sumatera Utara 73

Lampiran 7. Data pengamatan skor hedonik warna dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat)

Data skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat) ulangan Perlakuan Total Rataan I II P1S1 3,2000 2,9333 6,1333 3,0667 P1S2 2,8667 2,9333 5,8000 2,9000 P1S3 2,9333 3,0000 5,9333 2,9667 P2S1 3,0000 3,3333 6,3333 3,1667 P2S2 3,4000 3,4000 6,8000 3,4000 P2S3 3,3333 3,2667 6,6000 3,3000 P3S1 3,7333 3,6667 7,4000 3,7000 P3S2 3,8000 4,1333 7,9333 3,9667 P3S3 3,8000 3,8000 7,6000 3,8000 P4S1 3,8000 3,5333 7,3333 3,6667 P4S2 3,8667 3,8667 7,7334 3,8667 P4S3 4,0000 3,4977 7,4977 3,7489 P5S1 3,8667 4,0000 7,8667 3,9334 P5S2 3,7333 4,0000 7,7333 3,8667 P5S3 3,8667 3,9333 7,8000 3,9000 Total 106,4976 Rataan 3,5499

Tabel 21. Sidik ragam skor hedonik warna selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F.hit 0,05 0,01 perlakuan 14 4,0203 0,28716 11,8365 ** 2,42436 3,56394 P 4 3,81986 0,95496 39,3622 ** 3,05557 4,89321 S 2 0,04426 0,02213 0,91215 tn 3,68232 6,35887 S Linier 1 0,00664 0,00664 0,27366 tn 4,54308 11,2586 S Kuadrat 1 0,03762 0,03762 1,55064 tn 4,54308 8,68312 P x S 8 0,15618 0,01952 0,8047 tn 2,6408 4,00445 galat 15 0,36391 0,02426 total 29 4,38422 0,15118

Keterangan FK = 378,058 KK = 4,3877% tn = tidak nyata ** = sangat nyata

Universitas Sumatera Utara 74

Lampiran 8. Data pengamatan skor hedonik aroma dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat)

Data skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat) Ulangan Perlakuan Total Rataan I II P1S1 3,1333 3,0667 6,2000 3,1000 P1S2 3,1333 3,0000 6,1333 3,0667 P1S3 3,2000 3,0000 6,2000 3,1000 P2S1 3,3333 3,2667 6,6000 3,3000 P2S2 3,4667 3,4000 6,8667 3,4334 P2S3 3,4667 3,6000 7,0667 3,5334 P3S1 3,8667 3,8000 7,6667 3,8334 P3S2 3,8667 3,8667 7,7334 3,8667 P3S3 4,0000 3,7333 7,7333 3,8667 P4S1 3,8000 3,6667 7,4667 3,7334 P4S2 3,7333 3,9333 7,6666 3,8333 P4S3 3,6667 3,8667 7,5334 3,7667 P5S1 3,8000 3,9333 7,7333 3,8667 P5S2 3,7333 4,0000 7,7333 3,8667 P5S3 3,9333 4,0667 8,0000 4,0000 Total 108,3334 Rataan 3,6111

Sidik ragam skor hedonik aroma selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F.hit 0,05 0,01 perlakuan 14 3,0074 0,21482 17,4696 ** 2,42436 3,56394 P 4 2,9156 0,72889 59,2759 ** 3,05557 4,89321 S 2 0,0376 0,01882 1,53019 tn 3,68232 6,35887 S Linier 1 0,0376 0,03756 3,05438 tn 4,54308 11,2586 S Kuadrat 1 0,0001 0,0001 0,00599 tn 4,54308 8,68312 P x S 8 0,05422 0,00678 0,5512 tn 2,6408 4,00445 galat 15 0,1844 0,0123 total 29 3,1919 0,11006

Keterangan FK = 391,2042 KK = 3,0708% tn = tidak nyata ** = sangat nyata

Universitas Sumatera Utara 75

Lampiran 9. Data pengamatan skor hedonik rasa dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat)

Data skor hedonik rasa selai piscok (pisang-cokelat) Ulangan Perlakuan Total Rataan I II P1S1 3,4667 3,0667 6,5334 3,2667 P1S2 3,4667 3,4667 6,9334 3,4667 P1S3 3,4667 3,2667 6,7334 3,3667 P2S1 3,4000 3,4000 6,8000 3,4000 P2S2 3,6667 3,3333 7,0000 3,5000 P2S3 3,5333 3,6667 7,2000 3,6000 P3S1 3,9333 3,7333 7,6666 3,8333 P3S2 4,2000 3,6000 7,8000 3,9000 P3S3 3,7333 3,0000 6,7333 3,3667 P4S1 3,6667 4,0000 7,6667 3,8334 P4S2 4,2667 3,9333 8,2000 4,1000 P4S3 3,8000 3,3333 7,1333 3,5667 P5S1 3,8667 4,0000 7,8667 3,9334 P5S2 3,5333 4,2667 7,8000 3,9000 P5S3 3,9333 4,2000 8,1333 4,0667 Total 110,2001 Rataan 3,6733

Sidik ragam skor hedonik rasa selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F.hit 0,05 0,01 perlakuan 14 2,1519 0,1537 1,9761 tn 2,4244 3,5639 P 4 1,4185 0,3546 4,5592 * 3,0556 4,8932 S 2 0,1680 0,0840 1,0800 tn 3,6823 6,3589 S Linier 1 0,0180 0,0180 0,2315 tn 4,5431 11,2586 S Kuadrat 1 0,1500 0,1500 1,9286 tn 4,5431 8,6831 P x S 8 0,5653 0,0707 0,9085 tn 2,6408 4,0045 Galat 15 1,1668 0,0778 Total 29 3,3186 0,1144

Keterangan FK = 404,8021 KK = 7,5825% tn = tidak nyata * = nyata

Universitas Sumatera Utara 76

Lampiran 10. Data pengamatan skor hedonik daya oles dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat)

Data skor hedonik daya oles selai piscok (pisang-cokelat) Ulangan Perlakuan I II Total Rataan P1S1 3,3333 3,6000 6,9333 3,4667 P1S2 3,4000 3,4667 6,8667 3,4334 P1S3 3,3333 3,4000 6,7333 3,3667 P2S1 3,2667 3,4000 6,6667 3,3334 P2S2 3,6667 3,1333 6,8000 3,4000 P2S3 3,6000 3,1333 6,7333 3,3667 P3S1 3,6000 3,6667 7,2667 3,6334 P3S2 3,3333 3,6000 6,9333 3,4667 P3S3 3,6667 3,6000 7,2667 3,6334 P4S1 3,4000 3,5333 6,9333 3,4667 P4S2 3,7333 3,2667 7,0000 3,5000 P4S3 3,3333 3,6667 7,0000 3,5000 P5S1 3,6000 3,7333 7,3333 3,6667 P5S2 3,6000 3,4667 7,0667 3,5334 P5S3 3,6000 3,6000 7,2000 3,6000 Total 104,7333 Rataan 3,4911

Sidik ragam pengamatan skor hedonik daya oles dan sidik ragam selai pisang cokelat (piscok) SK db JK KT F.hit Notasi 0,05 0,01 perlakuan 14 0,3088 0,0221 0,6228 tn 2,4244 3,5639 P 4 0,2376 0,0594 1,6777 tn 3,0556 4,8932 S 2 0,0110 0,0055 0,1548 tn 3,6823 6,3589 S Linier 1 0,0020 0,0020 0,0565 tn 4,5431 11,2586 S Kuadrat 1 0,0090 0,0090 0,2530 tn 4,5431 8,6831 P x S 8 0,0602 0,0075 0,2124 tn 2,6408 4,0045 galat 15 0,5312 0,0354 total 29 0,8399 0,0290

Keterangan FK = 365,6355 KK = 5,3902% tn = tidak nyata

Universitas Sumatera Utara 77

Lampiran 11. Data pengamatan skor warna dan sidik ragam selai piscok (pisang- cokelat)

Data skor warna selai piscok (pisang-cokelat) Ulangan Perlakuan Total Rataan I II P1S1 4,1333 4,2667 8,4000 4,2000 P1S2 4,0000 4,4000 8,4000 4,2000 P1S3 4,2000 4,6667 8,8667 4,4334 P2S1 4,0667 3,4667 7,5334 3,7667 P2S2 3,6667 3,7333 7,4000 3,7000 P2S3 3,6667 3,9333 7,6000 3,8000 P3S1 3,4667 3,5333 7,0000 3,5000 P3S2 2,8000 2,7333 5,5333 2,7667 P3S3 3,5333 3,0667 6,6000 3,3000 P4S1 2,5333 3,2000 5,7333 2,8667 P4S2 2,8000 2,6667 5,4667 2,7334 P4S3 2,9333 2,8000 5,7333 2,8667 P5S1 2,3333 2,5333 4,8666 2,4333 P5S2 2,3333 2,3333 4,6666 2,3333 P5S3 2,4000 2,6667 5,0667 2,5334 Total 98,8666 Rataan 3,2956

Tabel 29. Sidik ragam skor warna selai piscok (pisang-cokelat) SK db JK KT F,hit 0,05 0,01 perlakuan 14 13,6531 0,9752 17,7435 ** 2,4244 3,5639 P 4 12,9316 3,2329 58,8202 ** 3,0556 4,8932 S 2 0,3381 0,1690 3,0757 tn 3,6823 6,3589 S Linier 1 0,0056 0,0056 0,1011 tn 4,5431 11,2586 S Kuadrat 1 0,3325 0,3325 6,0503 * 4,5431 8,6831 P x S 8 0,3834 0,0479 0,8720 tn 2,6408 4,0045 galat 15 0,8244 0,0550 total 29 14,4776 0,4992

Keterangan FK = 352,8202 KK = 7,1138% tn = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata

Universitas Sumatera Utara 78

Lampiran 12. Data pengamatan skor daya oles dan sidik ragam selai piscok (pisang-cokelat)

Data skor daya oles selai piscok (pisang-cokelat) Ulangan Perlakuan Total Rataan I II P1S1 3,0000 3,3333 6,3333 3,1667 P1S2 3,5333 3,2000 6,7333 3,3667 P1S3 3,4000 3,0000 6,4000 3,2000 P2S1 3,2000 3,8000 7,0000 3,5000 P2S2 3,2000 3,2667 6,4667 3,2334 P2S3 3,2000 3,2667 6,4667 3,2334 P3S1 2,8667 3,2667 6,1334 3,0667 P3S2 3,4667 3,4000 6,8667 3,4334 P3S3 3,4667 3,7333 7,2000 3,6000 P4S1 3,5333 3,6667 7,2000 3,6000 P4S2 3,8000 3,0000 6,8000 3,4000 P4S3 3,4000 3,4667 6,8667 3,4334 P5S1 3,2667 3,6667 6,9334 3,4667 P5S2 4,4667 3,3333 7,8000 3,9000 P5S3 3,4000 3,4667 6,8667 3,4334 Total 102,0669 Rataan 3,4022

Sidik ragam skor daya oles selai piscok (pisang-cokelat) SK Db JK KT F,hit 0,05 0,01 perlakuan 14 1,2198 0,0871 0,8438 tn 2,4244 3,5639 P 4 0,4643 0,1161 1,1242 tn 3,0556 4,8932 S 2 0,0643 0,0321 0,3113 tn 3,6823 6,3589 S Linier 1 0,0020 0,0020 0,0194 tn 4,5431 11,2586 S Kuadrat 1 0,0623 0,0623 0,6032 tn 4,5431 8,6831 P x S 8 0,6912 0,0864 0,8367 tn 2,6408 4,0045 galat 15 1,5489 0,1033 total 29 2,7688 0,0955

Keterangan FK = 347,2551 KK = 9,4451% tn = tidak nyata

Universitas Sumatera Utara 79

Lampiran 13. Produk selai piscok (pisang-cokelat)

Perbandingan bubur buah Penambahan CMC (S) pisang ambon dengan S1 (0,1%) S2 (0,2) S3 (0,3) bubuk cokelat (P) P1 (97,5%:2,5%)

P2 (95%:5%)

P3 (92,5%:7,5%)

P4 (90%:10%)

P5 (87,5%:12,5%)

Universitas Sumatera Utara