Quick viewing(Text Mode)

LAKON TARLING SANDIWARA ISTRI DURHAKA: ANALISIS KONFLIK ANTAR TOKOH DAN KRITIK SOSIAL Galuh Wulandari Sasongko, I Made Suparta

LAKON TARLING SANDIWARA ISTRI DURHAKA: ANALISIS KONFLIK ANTAR TOKOH DAN KRITIK SOSIAL Galuh Wulandari Sasongko, I Made Suparta

1

LAKON TARLING ISTRI DURHAKA: ANALISIS KONFLIK ANTAR TOKOH DAN KRITIK SOSIAL Galuh Wulandari Sasongko, I Made Suparta

Sastra Daerah Untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas , Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Jurnal ini menyajikan deskripsi tentang tarling sandiwara yang populer di wilayah Indramayu dan . Lakon tarling sandiwara yang dipilih berjudul Istri Durhaka. Metode kajian yang digunakan adalah deskriptif analisis penokohan tokoh dari video hasil transkripsi. Telaah kritik sosial juga disajikan untuk mengetahui permasalahan sosial yang ada pada saat ini melalui dialog yang disajikan. Kata kunci: tarling, drama, teater, kritik sosial, penokohan

THEATRICAL TARLING STORY ISTRI DURHAKA: ANALYZE OF CHARACTERS CONFLICT AND SOCIAL CRITICISM

This journal presents a description about “tarling sandiwara” or theatrical tarling that famous in Indramayu and Cirebon. Tarling theatrical story that selected as the main data of the study called Istri Durhaka. The method that used in this study is descriptive analysis and to figure characterization from the video transcript. Study of social criticism is also presented to determine the social problem that exist today through dialogues. Keyword:

Tarling, drama, theatre, social criticism, characteristic

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 2

1. Pengantar Teater merupakan bagian yang telah menyatu dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Suku bangsa di Indonesia yang beragam memiliki banyak jenis teater daerah, seperti teater , dulmunuk, mendu, maknyong, dan dari Sumatera. Di pulau Jawa terdapat , tarling, sintren, kethoprak, longser, uyeg, rudat, masres, janger, , uwong, dan teater boneka ( dan ). Di terdapat drama dan . Di Lombok terdapat amak abir, dan di Sulawesi terdapat teater sinrilik serta mamanda (Soedarsono, 1992:134). Teater daerah di Indonesia memiliki tiga hal mencolok yang dapat dikenali dengan mudah, yaitu pada suasana tontonan, aspek pendukung tontonan, dan acara pengungkapan pelaku- pelakunya (Bandem, Murgianto, 1996: 134). Teater daerah dibagi ke dalam dua jenis, yaitu teater tradisional dan teater rakyat. Teater tradisional berfungsi sebagai pelengkap upacara daur hidup manusia, seperti pemanggil roh leluhur, dan syukuran masa panen, sedangkan teater rakyat hanya berpusat pada fungsinya sebagai hiburan. Ciri khas yang kerap muncul pada teater rakyat adalah adanya sifat yang spontan, interaksi antara pemain dengan penonton, adanya saweran, dan acaranya dilakukan di tempat terbuka, serta gratis (Riantiarno, 2011:28). Penelitian ini membahas tentang salah satu kesenian rakyat, yaitu tarling yang tumbuh subur di sepanjang jalur pantai utara Indramayu dan Cirebon. Tarling merupakan kependekan dari kata ‘gitar’ dan ‘suling’. Namun menurut Sunarto, nama tarling juga memiliki falsafah “yen wis mlatar, kudu eling”, jika berbuat negatif harus segera sadar dan bertobat (Saptono, 2013:23). Kesenian ini pertama kali muncul pada tahun 1930-an, bermula ketika seorang Komisaris Belanda datang untuk memperbaiki gitarnya yang rusak pada Mang Sakim, seorang pengrajin di Desa Kepandean, Kabupaten Indramayu. Ide kreatif Sugra mampu mengubah gitar yang awalnya hanya dimainkan oleh bangsa Eropa dan priyayi menjadi alat musik yang merakyat sebagai pengiring dendangan tembang Dermayonan hingga saat ini. Sugra pula yang merupakan pemain pertama yang suaranya direkam dalam piringan hitam oleh seorang pengusaha di Indramayu bernama Babah Pranti (Saptono, 2013:8).

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 3

Tarling kemudian diberi tambahan drama yang berkisah tentang potret sosial masyarakat Indramayu yang lekat dengan kehidupan warga pesisir yang miskin, marjinal, dan kurang berpendidikan (Saptono, 2013:11-12). Sugra mencari pembaruan dalam pertunjukan tarling pada tahun 1938-1940 dengan menambahkan unsur drama di dalamnya. Kemudian terciptalah lakon Saida- Saeni, Pegat Balen dan Lair Batin yang sangat hits. Eksistensi tarling memuncak hingga tahun 1960-an hingga Sugra tenggelam oleh besarnya nama-nama seniman lain, seperti Jayana (salah satu murid Sugra), Abdul Adjib, Sunarto Marta Atmaja, serta dua penyanyi perempuan, Dadang Darniyah dan Dariyah. Unsur-unsur pokok yang menjadi benda wajib dalam pertunjukan tarling tak bisa lepas dari komposisi gamelan Dermayon-Cerbonan, yaitu tetalu1, bendrong2, barlen3, kiser4, langggam Cerbon Pegot dan Dermayonan (Saptono, 2013:11). Unsur pembentuk lainnya yaitu drama. Semuanya menyatu dalam pementasan yang mengusung nilai-nilai kedaerahan, yakni dalam laras, suasana lagu, tema drama, maupun bahasa pengantarnya, yaitu bahasa Jawa dengan dialek Dermayon-Cerbonan5 (Sulistijo, dkk, 2001:XIII- IX). Pertunjukan tarling biasanya digelar sehari-semalam dalam tiga bagian. Yang pertama yaitu sesi siang pada pukul 11.00-16.00, yaitu tarling klasik dan guyonan. Sesi kedua yaitu pada malam pukul 20.00-24.00, menampilkan pergelaran musik tarling yang serius, humor, dan sekaligus seronok. Kemudian sesi terakhir pada pukul 24.00-02.30 menampilkan drama yang menguras

1 Tetalu adalah instrumen tarling yang terdiri dari tujuh alat musik, yaitu dua gitar, satu suling, sepasang gendang, seperangkat gong, tutukan, dan kecrek. Tetalu ini berfungsi sebagai pembuka dan penarik perhatian penonton. 2 Bendrong merupakan jenis lagu yang bertempo cepat dan rancak yang digunakan sebagai pengiring jejogedan. 3 Barlen adalah singkatan dari “bubar kelalen”. Dalam istilah gamelan Indramayu, bagian ini digunakan sebagai iringan tetaluan 4 Kiser adalah pengaturan tempo musik, salah satu jenis kiser adalah kiser kreasi Abdul Adjib dan Kang Ato, yaitu kiser gancang yang dinamis dan ngepop. 5 Ada empat konteks kebahasaan yang perlu dicermati dari bahasa Jawa dialek Dermayu- Cerbon, yaitu 1) ucapan/tuturan (pelafalan yang tegas dan ngapak, contoh: endhog tetap dibaca endhog, bukan endhok), 2) secara penulisan terkesan berpengaruh dengan Sunda (contoh: sekolah: sekola), 3) penggunaan unggah-ungguh bahasa sama dengan dialek Surakarta- Yogyakarta, 4) memiliki ungkapan yang terpengaruh dengan bahasa asing/bahasa daerah lain (contoh: esuk-esuk pisan mah wis tangi), 5) memiliki kosakata serapan dari bahasa asing (contoh: ‘reyang’ dari bahasa Kawi ‘reh’ ing ‘Hyang’ yang berarti ‘aku’).

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 4

perasaan dan air mata. Sesi ketiga ini diiringi dengan tarling klasik, dengan instrumen gong, gendang, dan tutuk (Saptono, 2013:12). Pada sesi ketiga, yaitu sesi drama umumnya berkisah tentang drama-drama kasih tak sampai, kawin- cerai, tragedi, perebutan harta, permainan guna-guna. Selama jeda tiap sesi pertunjukan, biasanya diisi dengan organ tunggal yang juga telah diundang oleh si empunya hajat. Keseluruhan kisah diangkat dari latar sosial dan budaya masyarakat agraris pesisiran Indramayu yang unik dan berbeda.

2. Tinjauan Teoritis Penelitian ini menggunakan analisis mengenai alur dan latar dari bidang kesusasteraan oleh Panuti Sudjiman dan analisis penokohan dari kajian dramatik oleh Burhan Nurgiyantoro. Menurut Sudjiman (1988:16), tokoh merupakan orang pelaku cerita atau individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam berbagai peristiwa pada cerita. Pada umumnya tokoh berwajah manusia, namun juga dapat berupa hewan, maupun benda yang dilisankan. Istilah tokoh lebih menekankan pada orang atau pelaku cerita (Nurgiyantoro, 1995:165). Sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas terhadap seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 1995: 165). Selain teori tentang tokoh dan penokohan, penelitian ini juga bermaksud mengungkap kritik sosial yang terkandung dalam cerita yang diangkat oleh kesenian tarling ini. Hal ini mengacu pada pernyataan Nurgiyantoro (1995:330-331) bahwa karya sastra dalam hal ini bisa sekaligus mengangkat masalah atau konflik yang ada di dalam masyarakat. Banyak karya sastra yang menampilkan pesan- pesan kritik sosial. Selain itu, kritik sosial yang disampaikan pengarang dalam karya sastra mempengaruhi aktualisasi karya yang bersangkutan.

3. Metode Penelitian Pengolahan data dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan ini bertujuan untuk menghasilkan analisis deskriptif. Data yang terkumpul dikategorikan terlebih dahulu sesuai dengan tema. Setelah itu, masing-masing

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 5

data dibandingkan pula dengan literatur maupun sumber-sumber lain yang menunjang sehingga data akhir yang didapat adalah data yang akurat. Selanjutnya, permasalahan diidentifikasikan dan dijawab dengan mengolah dan menganalisis data sehingga kemudian disimpulkan dalam bentuk laporan penelitian. Dialog dalam hasil transkripsi diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia untuk memudahkan pembaca ketika membaca penelitian ini. Dalam hal ini, acuan terjemahan mengacu pada Darusuprapta yang membagi analisis penerjemahan menjadi tiga garis besar, yaitu terjemahan harafiah yang menerjemahkan kata per kata, terjemahan isi atau makna yaitu mengungkapkan kata-kata dalam bahasa yang sepadan, serta terjemahan bebas yaitu mengganti keseluruhan teks dengan bahasa sasaran secara bebas (1984:9). Dalam hal ini, pemilihan terjemahan mengacu pada terjemahan bebas yang lebih mudah dipahami oleh pembaca sesuai dengan konteks kalimat.

4. Analisis Tokoh Penokohan, Konflik Antartokoh, dan Kritik Sosial 4.1 Analisis Tokoh Penokohan Berdasarkan fungsi peranan cerita, tokoh utama dan tambahan dapat ditinjau dari kepentingannya. Tokoh utama merupakan tokoh yang tergolong penting dan selalu ditampilkan sehingga terkesan mendominasi sebagian besar cerita. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, itu pun dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 1995:176). Tokoh dalam lakon ini terdiri dari tujuh orang. Ketujuh orang tersebut yaitu Aas, Kurnia, Pengendang, Greyot, Dolop, Ina, dan Masinis (Supir Sepur). Tokoh-tokoh dalam lakon ini merupakan hasil imajinasi dari sutradara, karena tidak nampak adanya keterangan pada transkrip dialog yang merupakan tokoh sesungguhnya di dunia nyata. Tokoh utama dalam lakon ini adalah Aas dan Kurnia. Kedua tokoh tersebut memiliki intensitas keterlibatan yang besar dalam berbagai peristiwa yang membangun cerita yang terjadi dalam lakon ini. Kedua tokoh ini paling sering muncul dan selalu berhubungan dengan tokoh yang lain. Sedangkan Ina merupakan tokoh tambahan. Tokoh ini hanya muncul dalam satu babak dengan

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 6

porsi penceritaan yang tidak begitu banyak. Kehadiran Ina hanya sebagai pendukung tokoh utama. Tokoh Ina tidak menduduki posisi sentral dalam cerita, namun kehadirannya sangat diperlukan untuk menyelesaikan konflik tokoh utama. Penokohan merupakan kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakan dengan tokoh lain (Sudjiman, 1986:80). Watak, perwatakan, dan karakter menunjukkan pada sifat dan sikap para tokoh. Bagi Nurgiyantoro (1995:165), karakterisasi kerap juga disamakan artinya dengan karakter atau perwatakan, yang menunjukkan pada penempatan tokoh-tokoh dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Berikut ini adalah hasil analisis tokoh didasarkan pada teknik-teknik dramatik Nurgiyantoro: 4.1.1 Kurnia dalam analisis pada lakon ini ditampilkan sebagai wanita cantik yang berperangai sangat buruk terhadap suaminya, yaitu tidak patuh terhadap suami, keras kepala, tidak setia, matrealistis, dan tidak telaten mengurusi suami. Kurnia berbuat seperti itu karena ia kecewa dengan Aas yang sakit dan tidak lagi menghasilkan. Ia butuh perhatian dan kasih sayang, namun ia tidak mendapatkan itu dari Aas, suaminya. Ia mencari jalan keluar permasalahan tersebut dengan cara mencari pria lain yang bisa menyayanginya. 4.1.2 Aas diwujudkan sebagai seorang pria yang sederhana, sangat menghormati wanita, berperilaku romantis, namun kerap salah memanggil nama istrinya. 4.1.3 Ina adalah istri baru Aas. Ina memiliki latar belakang konflik rumah tangga yang sama dengan Aas, yakni sama-sama pernah disakiti oleh pasangan yang sebelumnya. Ina ditampilkan sebagai ibu-ibu yang memiliki fisik tambun, berhidung pesek, berkulit putih, dan berdahi lebar. Walau begitu, Aas tetap mencintainya tanpa memandang fisik. Dalam lakon ini, Ina berkepribadian sebagai istri yang penyayang, telaten perhatian dengan suami, namun agak pencemburu. Di balik sifat cemburunya tersebut, terdapat sifat berjiwa besar ketika ia mau menerima kehadiran dan merawat Kurnia dalam hidupnya.

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 7

4.1.4 Dolop, berperan sebagai pembantu Ina. Walau hanya menjadi pembantu, Dolop tak segan-segan mengejek Ina, majikannya yang berhidung pesek itu. Berdasarkan hasil dari analisis berbagai teknik, Dolop memiliki watak jenaka dan mampu mencairkan suasana yang awalnya sangat serius. Bersama Greyot, mereka menjadi mitra dagelan yang mampu mengundang tawa para penonton. 4.1.5 Greyot, digambarkan sebagai pria yang berwatak polos dan cenderung bodoh, dengan gaya bicaranya yang kekota-kotaan, ia kerap melontarkan kata-kata berbahasa Indonesia. Dibandingkan dengan Dolop, Greyot masih jauh lebih sopan dan telaten bekerja ketika berhadapan dengan majikannya, Ina. 4.1.6 Supir Sepur, digambarkan sebagai pria ambisius yang sesumbar mengenai harta. Sikapnya tersebut membuat Kurnia menjadi tergila-gila dan tega meninggalkan suaminya begitu saja. Tak hanya itu, Supir Sepur juga licik, karena memaksa Kurnia untuk menjual rumah warisan orangtuanya. 4.1.7 Pengendang, dianggap sebagai tokoh karena kemunculannya dalam lakon ini cukup memancing jalannya alur cerita. Watak dari Pengendang dalam lakon ini adalah sifatnya yang selalu ingin tahu dan banyak bertanya.

4.2 Konflik Antartokoh Dalam lakon ini terdapat tiga konflik antar tokoh. Masing-masing dari konflik tersebut memiliki alasan dan latar belakang yang berbeda-beda. Berikut adalah deskripsi dan cuplikan dialog antar tokoh yang berkonflik pada lakon Istri Durhaka. 4.2.1 Aas dengan Kurnia Konflik antara Aas dan Kurnia terjadi akibat rasa tidak puas Kurnia yang merasa bahwa suaminya sudah tidak berguna lagi. Ia tak segan-segan memaki suaminya tersebut. Konflik ini didominasi oleh Kurnia. Konflik berisi percekcokan ketika Kurnia tidak pernah mau mendengarkan nasihat Aas. Aas yang sudah berusaha bertindak bijaksana dan mengingatkan Kurnia untuk tidak bertindak kasar pada suami. Penyebab konflik tersebut disebabkan oleh sifat Kurnia yang terlalu keras

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 8

kepala. Sedangkan pada konflik lain juga menggambarkan tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Kurnia. Konflik yang mereka hadapi seolah tidak ada jalan keluar atau solusinya, karena satu sama lain merasa wajib memaksakan kehendak, mencari-cari kesalahan, lebih memancing masalah ketimbang mencari jalan keluar, dan berusaha untuk tampil berkuasa. 4.2.2 Antara Kurnia dengan Supir Sepur Konflik antara Kurnia dengan Supir Sepur terjadi ketika Supir Sepur mengajak Kurnia untuk ikut tinggal di . Kurnia merasa berat hati karena ia masih belum rela menjual dan meninggalkan rumah warisan orangtuanya tersebut. Pada awalnya Kurnia tidak rela dengan keputusan Supir Sepur untuk meninggalkan kampung halaman dan menjual rumah warisan orangtuanya dan tetap kukuh pada keinginannya untuk tetap tinggal di kampung saja. Namun, ketidak relaan Kurnia langsung sirna ketika Supir Sepur mengiming-iminginya dengan rayuan manis. 4.2.3 Antara Ina dengan Aas Konflik antara Ina dengan Aas terjadi saat Kurnia muncul secara tiba- tiba. Ina terkejut ketika kedatangan orang gila yang mencari Aas di rumahnya. Setelah dijelaskan oleh Aas, Ina baru mengetahui bahwa Kurnia adalah istri Aas yang terdahulu. Ina yang awalnya merasa cemburu dengan kedatangan seorang wanita yang mencari-cari Aas di rumahnya. Ia tidak mengetahui bahwa wanita itu adalah istri Aas yang terdahulu. Setelah dijelaskan oleh Aas, Ina bisa menerima hal tersebut dan bahkan mau membantu kesembuhan jiwa Kurnia. Dari analisis konflik antar tokoh di atas, bahwa hal utama yang menjadi penyebab utama konflik adalah adanya permasalahan ekonomi dan perselingkuhan. Permasalahan ekonomi yang menyebabkan Kurnia merasa tidak disayang lagi. Bagi Kurnia, kasih sayang adalah berupa materi. Pencarian materi tersebut ia temukan ketika berselingkuh dengan Supir Sepur. Perselingkuhan merupakan bentuk ketidaksetiaan pasangan

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 9

karena adanya kehadiran orang lain dalam suatu rumah tangga. Bila perselingkuhan tidak dapat diatasi, maka perceraian adalah jalan terakhir. 4.3 Kritik Sosial Sastra yang mengandung pesan kritik umumnya muncul jika terjadi hal-hal yang tidak beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Setidaknya hal tersebut ditangkap secara peka oleh si pengarang dan mengaplikasikan bentuk imajinasinya tersebut (Nurgiyantoro, 1995: 331). Penggambaran kritik sosial dalam karya sastra merupakan catatan sejarah. Masyarakat dalam interaksinya membentuk kelas, strata, konflik, sehingga pengarang cerita bisa menuangkan idenya untuk memperbaiki tingkah laku masyarakat. Berikut adalah kritik sosial yang digambarkan dalam lakon Istri Durhaka: a. Pernikahan Tak Lagi Sakral, Esensi Pernikahan Berkurang Dalam cerita Istri Durhaka, Kurnia sebagai istri secara terang- terangan menyatakan bahwa alasannya menikahi Aas dulu adalah karena kekayaan Aas. Namun, karena Aas telah jatuh miskin dan sakit-sakitan, ia memaki-maki suaminya sesuka hati. Ia bahkan jujur mengatakan bahwa ia telah memiliki pengganti suaminya yang lebih mapan dan tampan. Keadaan rumah tangga pada Aas dan Kurnia sudah sangat tidak harmonis karena tidak adanya rasa menghormati dari pihak istri pada suami. Hal ini juga memberi pesan kepada penonton untuk tidak meniru perbuatan Kurnia yang sudah berbuat kelewatan terhadap suaminya. Bagian ini mengkritik tentang keadaan masyarakat saat ini yang sudah tidak mensakralkan perkawinan. Perkawinan hanya dianggap sebagai status sosial dan sebagai pemuas nafsu saja, padahal kenyataannya tidak semudah itu. Perkawinan adalah suatu ikatan antara pria dengan wanita dewasa berdasarkan hukum, adat istiadat, atau undang-undang (Hawari, 2004:19). Perkawinan tidak hanya bertujuan untuk mengesahkan hubungan seks antara pria dengan

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 10

wanita. Perkawinan memiliki fungsi sebagai penyepakat hidup bersama untuk mendidik garis keturunan (Dhiana, 1991:146). Cara menjaga keutuhan perkawinan adalah dengan saling menjaga, menghormati, dan mengasihi, serta menjauhi hal-hal yang dapat merusak hubungan rumah tangga, seperti sikap arogan, tidak percaya, serta bermain serong atau selingkuh dengan orang lain. b. Kelembutan dan Kesetiaan Istri yang Memudar Kurnia yang bertindak sebagai tokoh utama digambarkan sebagai tokoh yang berparas ayu, namun bersifat tidak setia, kasar, keras kepala, dan matrealistis. Dalam dialog-dialognya, banyak kata kasar yang dilontarkan kepada suaminya sebagai bentuk amarahnya atas kemiskinan dan ketidakberdayaan suaminya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa ia sebagai istri bukan lagi sosok wanita yang halus, lembut, dan penuh kasih sayang terhadap suami. Selain itu, ia bahkan terang-terangan kepada suaminya bahwa ia telah memiliki kekasih baru meskipun ia masih secara sah berstatus sebagai istri Aas. Bahkan secara kasar, ia mengusir suaminya sendiri dari rumah karena dianggap tidak berguna lagi sebagai suami. Lakon ini mengkritik tentang fenomena perselingkuhan yang marak pada kehidupan rumah tangga. Hal ini yang ‘mengetuk’ sang sutradara untuk mengingatkan bahwa seorang istri harus patuh pada suami, dapat menenangkan suami, menerima keadaan suami, dapat menjaga diri, dan bertata krama. Sebuah rumah tangga yang semula harmonis dapat berubah karena munculnya tuntutan sikap tidak setia terhadap pasangan dan orang lain karena orang lain tersebut dianggap lebih baik dan dapat lebih membuat ia merasa bahagia. c. Runtuhnya Wibawa Suami di Mata Istri Aas yang berstatus sebagai suami Kurnia digambarkan sebagai sosok laki-laki yang seolah tak lagi punya harga diri. Secara finansial, ia tak bisa memenuhi tuntutan kebutuhan istrinya yang memang terkenal matrealistis. Selain itu, ia juga sedang sakit-sakitan sehingga semakin terlihat ditindas oleh istrinya yang semena-mena. Bahkan

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 11

terang-terangan istrinya berani mengungkapkan tentang kekasih barunya yang lebih unggul, kemudian mengusirnya secara kasar dari rumah. Bagian ini mengkritik tentang sikap istri yang dominan atau menguasai pada suami memungkinkan jika keadaan suami yang sedang tidak produktif. Sikap tersebut semakin memudahkan istri untuk ‘menindas’ suami dengan alasan tidak ada lagi nafkah yang ia dapat dari suami. Dominasi ini juga dapat terjadi jika status atau kedudukan sosial istri lebih tinggi, lebih kaya, dan berwatak lebih keras dari suami. d. Gaya Hidup yang Kekota-kotaan Greyot dalam lakon ini diceritakan sering menggunakan bahasa campuran antara Jawa dan Indonesia yang tidak lazim dan terkesan dibuat-buat. Hal ini menggambarkan adanya sikap ingin terlihat kekota-kotaan karena dianggap lebih modern. Perubahan sosial yang seba cepat memiliki dampak pada nilai- nilai kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi dari modernisasi, industrialisasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang membuat orang terpukau (Hawari, 2002:1) dan menganggap bahwa hal di sekitarnya adalah kuno dan ketinggalan zaman. Kritik sosial ini digambarkan oleh sutradara melalui dialog-dialog dan gaya berpakaian yang dikenakan oleh tokoh-tokoh tertentu di dalam lakon ini. e. Kebutuhan Ekonomi yang Menghalalkan Segala Cara Himpitan ekonomi menjadi salah satu alasan terbesar Kurnia yang tak lagi menaruh hormat kepada suaminya, bahkan menyatakan telah memiliki kekasih baru (selingkuhan) yang dianggap lebih kaya secara terang-terangan. Keputusannya untuk menjual rumah warisan dan ikut dengan sopir sepur ke Jakarta juga dilatarbelakangi oleh iming-iming kehidupan di Jakarta yang glamour dan lebih menjanjikan. Lakon ini mengkritik tentang keadaan masyarakat akan kebutuhan ekonomi yang mendesak juga berdampak pada perubahan-perubahan

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 12

pola hidup masyarakat yang awalnya sosial religius menjadi individualis dan materialistis, mengubah pola hidup yang produktif menjadi konsumtif, serta hubungan kekeluargaan yang semula erat menjadi longgar dan rapuh (Hawari, 2002:3). Hal ini yang menyebabkan segala yang berhubungan dengan uang menjadi harga mati, tidak bisa diganggu gugat, hingga dapat mengguncang keadaan rumah tangga sekalipun. f. Sikap Kurang Menghormati Atasan/Majikan Tingkah Dolop dalam lakon Istri Durhaka memang terkesan akrab dan sangat kenal dengan majikannya, yaitu Ina. Namun terkadang sikapnya tersebut berlebihan sehingga kemudian menimbulkan kesan kurang menghormati Ina sebagai majikannya. Pada dasarnya, semua manusia memiliki derajat yang sama. Keadaan sosial yang membuat perbedaan di antara manusia. Perbedaan tersebut berdasarkan jenis pekerjaan, keadaan ekonomi, dan tingkat pendidikan. Untuk menyikapi hal tersebut, manusia dapat menempatkan diri secara bijak sesuai dengan hak dan kewajibannya.

5. Kesimpulan Belakangan ini banyak lakon tarling yang menampilkan cerita kekinian. Salah satu lakon yang menjadi obyek dalam penelitian ini yaitu naskah yang telah ditranskripsikan dari lakon tarling dengan judul Istri Durhaka. Lakon ini mengisahkan tentang kemelut rumah tangga yang dihadapi oleh sepasang suami istri. Kemelut ini berawal dari cekcok seputar kebutuhan ekonomi dan munculnya Pria Idaman Lain (PIL) dalam rumah tangga mereka. Konflik-konflik tersebut sekaligus memberikan gambaran mengenai kritik sosial atas masyarakat pada umumnya yang tersirat melalui cerita dan tersurat melalui cakapan atau dialog pada tokoh, baik tokoh utama maupun tokoh tambahan. Kritik sosial yang diungkapkan antara lain mengenai pernikahan tak lagi sakral, berkurangnya esensi pernikahan, kelembutan dan kesetiaan istri yang memudar, hilangnya wibawa suami di mata istri, gaya hidup yang kekota- kotaan, kebutuhan ekonomi yang menghalalkan segala cara, serta sikap kurang menghormati atasan atau majikan.

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 13

Dari analisis ini juga diketahui tentang adanya harmoni dan disharmoni keluarga dan dinamika sosial yang terwujud melalui penggambaran tokoh utama, yaitu Kurnia dengan Aas serta satu tokoh tambahan, Ina. Dinamika sosial yang tertuang dalam naskah lakon ini menunjukan sikap keterbukaan dan spontanitas pengungkapan pikiran seorang istri tentang haknya kepada suami.

Daftar Referensi

Sumber Video

Baridin http://www.youtube.com/watch?v=e2xtMYF6m2c

Baridin 2 http://www.youtube.com/watch?v=AGG3Ts6tD4E

Istri Durhaka http://www.youtube.com/watch?v=UOlwtIlrX6I

Saeda Saeni http://www.youtube.com/watch?v=9k9YTZcMTEE

Keder Balike http://www.youtube.com/watch?v=E7zLxbxh15I

Wadon Perkasa http://www.youtube.com/watch?v=bItoGG1HXjs Seluruh video tersebut diakses pada 28 Januari 2014 Sumber Buku Bandem, I Made dan Sal Murgiyanto. 1996. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius Darusuprapta, 1984. Babad Blambangan: Pembahasan, Suntingan Naskah, dan Terjemahan. Yogyakarta Hawari, Dadang. 2004. Love Affair (Perselingkuhan) Prevensi dan Solusi. Jakarta: FKUI Ihromi, T.O (ed). 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Luxemburg, Jan van, dkk. 1991. Tentang Sastra, terj. Jakarta: Intermasa Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Presss Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata dan Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 14

Riantiarno, N. 2011. Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia Saptono, Hariadi (ed). 2013. Warisan Budaya Wangsa Cerbon-Dermayu. Jakarta. BentaraBudaya

Soedarsono, R.M. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka Sudjiman, Panuti. 1988. Membaca Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Teeuw, A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya Waluyo, Herman J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT. PrasetyaWidya Pratama Veltrusky, Jiri. 1977. Drama as Literature. Lisse: The Peter de Ridder Press

Wellek, Rene dan Austin Waren. 1989. Teori Kesusasteraan. Terj Melanie Budiaanta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Kamus Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. Groningen, Batavia: JB Wolters’ Uitgevers-Maatschappij

Sulistijo, dkk. 2001. Kamus Basa Indramayu. Indramayu: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu

Karya Ilmiah Skripsi Dhiana, Iin. 1991. Skripsi: Gambaran Rumah Tangga Orang Jawa Cirebon dalam Lagu dan Dialog Tarling. Depok: FISIP UI

Ramdhini, Laili. 2013. Skripsi: Representasi Perempuan Biduan Dangdut Tarling pada Rubrik Selingan di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 9-15 Juli 2012. Bandung: Universitas Padjajaran

Zaman, Tamaru. 2012. Skripsi: Pertunjukan Kesenian Tarling Nada Budaya Pimpinan Nart Martaatmaja di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Bandung: UPI

Tesis Salam, Chaerul. 2004. Tesis: Perlawanan Wanita terhadap Dominasi Patriarki dalam Teks Tarling Cirebon: Sebuah Analisis Semoitika Riffatere. Yogyakarta: Pascasarjana Fakultas Filsafat UGM

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014 15

Jurnal/Makalah Jaeni. 2009. Makalah: Studi Komunikasi Seni Pertunjukan pada Tarling Candrakirana Cirebon. Bandung: STSI

Soekarba, Siti Rohmah dan Embun Kenyowati. 2011. Makalah: Tragedi Cinta dan Rumah Tangga dalam Lirik Lagu Tarling Indramayuan: Studi Kasus terhadap Lirik Lagu Tarling Indramayuan. Jurnal: International Conference and Summer School on Indonesian Studies (ICSSIS)

Lakon tarling sandiwara istri durhaka..., Galuh Wulandari Sasongko, FIB UI, 2014