SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT KASEPUHAN-KASEPUHAN BANTEN KIDUL CISOLOK SUKABUMI Eka Kurnia Firmansyah Nurina Dyah

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT KASEPUHAN-KASEPUHAN BANTEN KIDUL CISOLOK SUKABUMI Eka Kurnia Firmansyah Nurina Dyah SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT KASEPUHAN-KASEPUHAN BANTEN KIDUL CISOLOK SUKABUMI Eka Kurnia Firmansyah Nurina Dyah Putrisari Yani Rohmayani PENDAHULUAN Menjadi sebuah ketentuan dalam pelestarian budaya akan adanyawujud budaya, dimana artinya Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. bahwa budaya yang dilestarikan memangmasih ada dan Masyarakatnya terdiri dari berbagai macam suku bangsa diketahui, walaupun pada perkembangannya semakin yang tersebar di seluruh kawasan nusantara. Setiap suku di terkisisatau dilupakan.Pelestarian itu hanya bisa dilakukan setiap daerah memiliki kebudayaan yang dikembangkan secara efektif manakalabenda yang dilestarikan itu tetap secara turun-temurun. Kemajemukan budaya yang digunakan dan tetap ada dijalankan. Kapanbudaya itu tak dimiliki setiap suku pada dasarnya merupakan kekayaan lagi digunakan maka budaya itu akan hilang. bangsa Indonesia. Berdasarkan realitas, kekayaan budaya Maka dari itu pelestarian budaya secara umum yang dimiliki oleh bangsa Indonesia banyak yang belum merupakan perilaku atau tindakan (upaya) yang bertujuan dikembangkan secara proporsional. Arti yang dimaksud untuk mempertahankan keadaan dan keberadaan suatu adalah kebudayaan belum sepenuhnya menyentuh peninggalan generasi masa lampau melalui proses masyarakat sebagai media penumbuhan jati diri bangsa inventarisasi, dokumentasi, dan revitalisasi. Salah satu dan sebagai sumber potensi diri. prioritas dalam pembangunan nasional adalah pelestarian Keragaman budaya sejatinya dapat dijadikan modal (perlindungan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan untuk memperkuat identitas kebangsaan. Di samping itu, pengembangan) terhadap warisan budaya sebagai aset keragaman budaya termasuk kesenian dimungkinkan bangsa yang memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, dapat dijadikan komoditas nasional yang dapat dan ekonomi. memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat. Masing-masing komponen pemerintah, masyarakat, Pelestarian, dalam KamusBesar Bahasa Indonesia pewaris/ ahli waris, kaum agamawan, dan budayawan, (KBBI offline,QT Media , 2014) berasal dari kata mempunyai peranan sendiri-sendiri, namun saling terkait dasarlestari,yang artinya adalah tetapselama-lamanya dalam upaya pelestarian suatu tinggalan budaya, termasuk tidak berubah. Kemudian, dalam kaidah penggunaan juga mengenai sitem religi dan kepercayaan yang BahasaIndonesia, pengunaan awalan pe-dan akhiran– terdapat di Kampung Adat Kasepuhan-kasepuhan Banten an artinya digunakan untukmenggambarkan sebuah Kidul terutama Kasepuhan Ciptamulya, Sinar Resmi proses atau upaya (kata kerja).Jadi berdasarkan dan Ciptagelar Desa Sirna Resmi Kecamatan Cisolok katakuncilestariditambah awalan pe-dan akhiran–an, maka Kabupaten Sukabumi. yang dimaksudpelestarian adalah upayaatau prosesuntuk membuat sesuatu tetap selama-lamanya tidak berubah. Bisa METODE pula didefinisikan sebagai upaya untukmempertahankan Religi/ Agama sesuatu supaya tetap sebagaimana adanya. Koentjaraningrat (bapak antropologi Indonesia) Merujuk pada definisi pelestarian dalam Kamus mendefinisikan religi yang memuat hal-hal tentang Bahasa Indonesiadiatas, maka dapat didefinisikan bahwa keyakinan, upacara dan peralatannya, sikap dan perilaku, yang dimaksud pelestarian budaya(ataupun budaya lokal) alam fikiran dan perasaan disamping hal-hal yang adalah upaya untuk mempertahankan agar/supayabudaya menyangkut para penganutnya sendiri. tetap sebagaimana adanya. Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu Salah satu tujuan diadakannya pelestarian budaya mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara adalah juga untukmelakukan revitalisasi budaya emosi keagamaan itu diantara pengikut-pengikutnya. (penguatan). Mengenai revitalisasi budayaProf.A.Chaedar Dengan demikian emosi keagamaan merupakan unsur Alwasilah mengatakan adanya tiga langkah, yaitu penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur lain, :(1)pemahaman untuk menimbulkan kesadaran, (2) yaitu (i) sistem keyakinan; (ii) sistem upacara keagamaan; perencanaan secara kolektif,dan (3) pembangkitan (iii) suatu umat yang menganut religi itu (Koentjaraningrat, kreatifitas kebudayaaan. 2015: 295) Pelestarian adalah sebuah upaya yang Dalam membahas pokok antropologi tentang religi, berdasar, dan dasar ini disebutjuga faktor-faktor yang sebaiknya juga dibicarakan system ilmu gaib sehingga mendukungnya baik itu dari dalam maupun dari pokok itu dapat dibagi menjadi dua pokok khusus, yaitu : luardari hal yang dilestarikan. Maka dari itu, sebuah (1) sistem religi dan (2) sistem ilmu gaib (Koentjaraningrat, proses atau tindakanpelestarian mengenal strategi 2015:294) atapun teknik yang didasarkan pada kebutuhandan kondisinya masing-masing(Chaedar, 2006: 18) Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan Menurut Koentjaraningrat (2015:296) upacara itu religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya sendiri banyak juga unsurnya, yaitu: disebut emosi keagamaan (religious emotion). Emosi 1) Bersaji, keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, 2) Berkorban; walaupun getaran emosi itu mungkin halnya berlangsung 3) Berdo’a; untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. 4) Makan bersama makanan yang telah disucikan den- Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan gan do’a; tindakan-tindakan bersifat religi. 5) Menari tarian suci; Diantara subunsur religi adalah mengenai umat 6) Menyanyi nyanyian suci; yang menganut agama atau religi yang bersangkutan. 7) Berpropesi atau berpawai; Secara khusus subunsur itu meliputi masalah pengikut 8) Memainkan seni darama suci; suatu agama, hubungan antara satu dengan yang lainnya, 9) Berpuasa; hubungan dengan para pemimpin agama, baik dalam saat 10) Bertapa; adanya upacara keagamaan maupun kehidupan sehari-hari; 11) Bersemedi. dan akhirnya subunsur itu juga meliputi masalah seperti Diantara unsur-unsur upacara keagamaan tersebut organisasi dari para umat, kewajiban, serta hak-hak para ada yang dianggap penting sekali dalam satu agama, warganya (Koentjaraningrat, 2015:297) tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan demikian juga sebaliknya. Selain itu suatu upacara biasanya mengandung Kepercayaan suatu rangkaian yang terdiri dari sejumlah unsur tersebut. Sistem kepercayaan/ kayakinan secara khusus Dengan demikian dalam suatu upacara untuk kesuburan mengandung banyak sub-unsur lagi. Dalam rangka ini tanah misalnya, para pelaku upacara dan para pemimpin para ahli antroplogi biasanya menaruh perhatian terhadap ritual berpawai terlebih dahulu menuju ke tempat- konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang tempat bersaji, lalu mengorbankan seekor ayam, setelah jahat; sifat-sifat dan tanda-tanda dewa-dewa; konsepsi itu menyajikan bunga kepada dewa kesuburan, disusul tentang mahluk-mahluk halus lainya seperti roh-roh dengan doa yang diucapkan oleh para pelaku, kemudian leluhur, roh-roh lain yang baik maupuan yang jahat, menyanyi bersama berbagai nyanyian suci, dan akhirnya hantu dan lain-lain; konsepsi tentang dewa tertinggi semuanya bersama kenduri makan hidangan yang telah dan pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan alam disucikan dengan do’a (Koentjaraningrat, 2015:296) (kosmologi); masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat Ritual dan sistem kepercayaan merupakan salah satu dunia dan alam (kosmologi); konsepsi tentang hidup dan unsur kebudayaan yang bisa dihampiri dalam setiap kelompok mati konsepsi tentang dunia roh dan dunia akhirat lain-lain masyarakat di dunia. Ritual keagamaan merupakan sarana (Koentjaraningrat, 2015:295) yang menghubungkan manusia dengan yang keramat, inilah Adapun sistem kepercayaan dan gagasan, pelajaran agama dalam praktek (in action). Ritual bukan hanya sarana aturan agama, dongeng suci tentang riwayat-riwayat yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi dewa-dewa (mitologi), biasanya tercantum dalam suatu ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan himpunan buku-buku yang biasanya juga dianggap peristiwa-peristiwa penting, dan yang menyebabkan krisis sebagai kesusastraan suci. seperti kematian, tidak begitu mengganggu bagi masyarakat, Sistem upacara keagaman menurut Koentjaraningrat dan bagi orang-orang yang bersangkutan lebih ringan untuk (2015: 296) secara khusus mengandung emosi aspek yang diderita (Soekadijo, 1993; 207). menjadi perhatian khusus dari para ahliantroplogi ialah: Upacara sepanjang masa kehidupan masa 1) Tempat upacara keagamaan dilakukan; kehidupan (rites de passage) dilaksanakan oleh setiap 2) Saat-saat upacara keagamaan dijalankan; masyarakat suku bangsa di dunia, karena upacara ini 3) Benda-benda dan alat-alat upacara; merupakan upacara rangkaian hidup yang penting 4) Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara. bagi kehidupan seorang individu sebagai anggota Aspek yang pertama berhubungan dengan tempat- masyarakat. Hal ini sesuai dengan anggapan Van Gennep tempat keramat di mana upacara dilakukan, yaitu makam, yang menyatakan bahwa rangkaian ritus dan upacara candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, mesjid dan sepanjang tahap-tahap pertumbuhan, atau “Lingkaran sebagainya. Aspek ke-2 adalah aspek yang mengenai Hidup” individu (life cycle rites) itu, sebagai rangkaian saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci dan ritus dalam masyarakat dan kebudayaan manusia sebagainya. Aspek ke-3 adalah tentang benda-benda (Koentjaraningrat, 1987: 75). Dengan demikian, upacara yang dipakai dalam upacara termasuk patung-patung lingkaran hidup ini bersifat universal, dimana upacara yang melambangkan dewa-dewa, alat-alat bunyi-bunyian ini ada pada semua kebudayaan di muka bumi.Oleh seperti lonceng suci, seruling suci, gendering
Recommended publications
  • Mythology and the Belief System of Sunda Wiwitan: a Theological Review in Cisolok of Sukabumi Regency of West Java, Indonesia
    International Journal of Research and Review Vol.7; Issue: 4; April 2020 Website: www.ijrrjournal.com Research Paper E-ISSN: 2349-9788; P-ISSN: 2454-2237 Mythology and the Belief System of Sunda Wiwitan: A Theological Review in Cisolok of Sukabumi Regency of West Java, Indonesia Tita Rostitawati Department of Philosophy, State Islamic University of Sultan Amai Gorontalo, Indonesia ABSTRACT beliefs that are based on ideas in the teachings of ancestors or spirits. There are This study examined the mythology and belief several villages in West Java, which are systems adopted by the Sunda Wiwitan manifestations of the existence of community that were factually related to the indigenous peoples in Indonesia. credo system that was considered sacred in a The existence of traditional villages belief. Researcher in collecting data using interviews, observation, and literature review is a special attraction for the community methods. The process of data analysis was done because there is a unique culture and is with qualitative data analysis techniques. In the different from the others, such as the process of analyzing research data, the Sundanese people in the Cisolok village of researcher organized data, grouped data, and Sukabumi Regency. Human life requires a analyzed narratively. The results showed that belief in which the belief is in the form of the Sunda Wiwitan belief system worshiped religious teachings or views that, according ancestral spirits as an elevated entity. Aside to the community, are considered good and from worshiping ancestors, Sunda Wiwitan also true. In Cisolok of Sukabumi Regency, there had a God who was often called Sang Hyang are cultural and traditional elements that are Kersa.
    [Show full text]
  • The Sundanese Eco-Religion Kampong of Kasepuhan Ciptagelar Indigenous Local Community: Case Study Kampong Cengkuk, Sukabumi Regency
    KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 29 No. 1, Mei 2020 (39-50) THE SUNDANESE ECO-RELIGION KAMPONG OF KASEPUHAN CIPTAGELAR INDIGENOUS LOCAL COMMUNITY: CASE STUDY KAMPONG CENGKUK, SUKABUMI REGENCY Kampung Eko-Religi Sunda Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar: Studi Kasus Kampung Cengkuk, Kabupaten Sukabumi Ary Sulistyo Tim Ahli Cagar Budaya Kota Depok, Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Depok Gedung Baleka 2 Depok Lt.9, Jl. Margonda Raya No.54 [email protected] Naskah diterima : 22 Januari 2020 Naskah diperiksa : 30 Maret 2020 Naskah disetujui : 30 Mei 2020 Abstract. This research focused on eco-religion of indigenous Sundanese local community of Kasepuhan Ciptagelar at Southern Halimun Mountain on how to manage sustainable environment. The Kampong Cengkuk is one of several kampongs that still follow the tradition of indigenous local community of Kasepuhan Ciptagelar for hundred years. This descriptive qualitative research aims to reveal the internal and external factors led to deforestation of natural forests with average around 6-8% per year. The research shows that the kampong is still practicing eco-religion tradition by protecting forestland (leuweung tutupan) only for their subsistence. The hypothesis is that the social-culture changes had been occurred in the community not only to restrict outer island agriculture in the forest, but also, in wet rice cultivation activities, to manage sustainable environment. The reduction in process and ceremonial activities also happened, which was originally eight ceremonies of outer island agriculture rituals into five ceremonies of wet rice cultivation. The more profane activities were developing economic crops in home garden. Keywords: Ecoreligion, Kampong, Environment, Forest, Tradition Abstrak.
    [Show full text]
  • Studi Pada Kesatuan Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul)
    Hermanto, Filosofi Hidup Sebagai Basis Kearifan Lokal | 1 JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI FILOSOFI HIDUP SEBAGAI BASIS KEARIFAN LOKAL (Studi pada Kesatuan Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul) Hermanto1); Gurniwan Kamil Pasya2); Suwarma Al Muchtar3); Nursid Sumaatmadja4) 1) Kandidat Doktor pada prodi IPS SPS UPI, tahun 2012; 2) Pembimbing 1, Prodi IPS SPS- UPI; 3) Pembimbing 2, Prodi IPS SPS-UPI; 4) Pembimbing 3, Prodi IPS SPS-UPI; ABSTRAK Tujuan penelitian untuk memahami sistem sosial-budaya Masyarakat Kasepuhan di Kabupaten Sukabumi. Penelitian bersifat deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif dengan metoda etnografi dan metoda fenomenologi, teknik pengumpulan data melalui wawancara secara mendalam, observasi patisipasi dan studi dokumentasi. Informan dipilih secara purposive dengan kriteria informan awal (pokok) dan informan yang ditunjuk (pangkal). Hasil penelitian menunjukan filosofi hidup yang dilandasi doktrin “Pancer pangawinan” yaitu mempersatukan manusa jeung kemanusaanna (manusia dan kemanusiaannya) pembinaan moral “Ngaji diri”(mawas diri) tercermin dalam semboyan “Tilu sapamulu, dua sakarupa nu hiji eta keneh”mempunyai arti; tiga kesesuaian/menyatu, dua serupa dan yang satu itu juga, pilar kehidupan tekad, ucap jeung lampah (kemauan/niat, perkataan dan perilaku), nyanghulu ka hukum nyanghunjar ka nagara mufakat kudu sarerea (taat pada hukum dan berlindung pada negara mufakan harus keseluruhan)yang tercermin dalam sistem kepercayaan, kemasyarakatan dan kelembagaan sebagai tatali paranti karuhun mampu mempertahankan kearifan
    [Show full text]
  • Land- ​ En Volkenkunde
    Music of the Baduy People of Western Java Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal- , Land- en Volkenkunde Edited by Rosemarijn Hoefte (kitlv, Leiden) Henk Schulte Nordholt (kitlv, Leiden) Editorial Board Michael Laffan (Princeton University) Adrian Vickers (The University of Sydney) Anna Tsing (University of California Santa Cruz) volume 313 The titles published in this series are listed at brill.com/ vki Music of the Baduy People of Western Java Singing is a Medicine By Wim van Zanten LEIDEN | BOSTON This is an open access title distributed under the terms of the CC BY- NC- ND 4.0 license, which permits any non- commercial use, distribution, and reproduction in any medium, provided no alterations are made and the original author(s) and source are credited. Further information and the complete license text can be found at https:// creativecommons.org/ licenses/ by- nc- nd/ 4.0/ The terms of the CC license apply only to the original material. The use of material from other sources (indicated by a reference) such as diagrams, illustrations, photos and text samples may require further permission from the respective copyright holder. Cover illustration: Front: angklung players in Kadujangkung, Kanékés village, 15 October 1992. Back: players of gongs and xylophone in keromong ensemble at circumcision festivities in Cicakal Leuwi Buleud, Kanékés, 5 July 2016. Translations from Indonesian, Sundanese, Dutch, French and German were made by the author, unless stated otherwise. The Library of Congress Cataloging-in-Publication Data is available online at http://catalog.loc.gov LC record available at http://lccn.loc.gov/2020045251 Typeface for the Latin, Greek, and Cyrillic scripts: “Brill”.
    [Show full text]
  • Ruang Publik Dan Ritual Warga Kampung Kasepuhan Ciptagelar Di Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat Oleh: Nuryanto *)
    Ruang Publik dan Ritual Warga Kampung Kasepuhan Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat Oleh: Nuryanto *) Abstrak Ruang antar bangunan dipahami sebagai area-area terbuka yang dapat diakses oleh masyarakat, dan biasanya terletak di antara bangunan-bangunan. Ruang antar bangunan dalam kajian ini menjadi menarik karena di dalamnya dapat terselenggara aktivtas bersifat publik dalam skala komunitas yang cukup terbatas. Sepintas lalu ruang antar bangunan adalah sebuah ruang publik yang dimiliki secara komunal oleh komunitas atau fasilitas negara yang diperuntukan untuk kepentingan publik. Namun kenyataan yang terjadi tidaklah demikian. Sebagian ruang-ruang antar bangunan yang ada adalah milik pribadi. Lapangan-lapangan yang biasa digunakan untuk olah raga, sebagian besar adalah milik pribadi yang belum dimanfaatkan lalu dibiarkan dimanfaatkan oleh publik hingga suatu saat ia memanfaatkannya, sehingga definisi ruang publik dalam hal ini bukan sekedar ruang untuk masyrakat publik, tapi juga diselenggarakan oleh masyarakat secara swadaya. Riset ini bersifat eksploratif dengan memanfaatkan pendekatan fenomenologis hermenitik dalam arsitektur dan etnografi. Sebagai kesimpulan umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena ruang antar bangunan sebagai ruang terbuka publik masih dieksplorasi sebagai sebuah fenomena umum dari ruang terbuka. Ruang publik akan terlihat bermakna pada saat ada acara-acara adat tertentu (ritual adat), seperti: seren tahun, ngadegkeun imah, hajat sasih, dan lain-lain. Di luar acara-acara tersebut, maka ruang publik seakan telah kehilangan fungsinya secara jelas. Ruang publik hanya dimaknai sebagai ruang terbuka biasa untuk kegiatan sehari-hari warganya. Hasil riset memberikan kontribusi pada pengembangan riset tentang budaya lokal yang akan memperkaya pengajaran tentang arsitektur vernakular. Di bidang praksis, riset ini dapat dimanfaatkan dalam desain ruang publik kontemporer Sunda, seperti restoran, café, dan sebagainya.
    [Show full text]
  • God When Smiling Created Him (Kasepuhan Sinar Resmi of Sukabumi Regency West Java Indonesia)
    GOD WHEN SMILING CREATED HIM (KASEPUHAN SINAR RESMI OF SUKABUMI REGENCY WEST JAVA INDONESIA) By : ENDANG NARYONO STIE PASIM SUKABUMI Lecturer [email protected] ABSTRACTION An increasingly advanced world with the development of science that is increasingly fast has a huge impact on this modern human civilization, eroding the pattern of human behavior from traditional to modern. One of the massive changes at this time is very high industrialization as a form of government programs in equitable development and the realization of the nation's great ideals of social justice for all Indonesian people. Agricultural land into factories and housing makes agricultural land shrinking, livelihoods from agriculture become factory workers due to the modernization of industry so far. One of the behaviors that are no less shifting is creativity, human initiative that reflects the personality as a nation begins to fade, such as hospitality, courtesy, religion and mutual cooperation which are the identity of the Indonesian nation which has the philosophy of Pancasila as the basis of the state. Now it has begun to shift, tending to imitate western, Japanese and European civilizations, they seem to enjoy and be proud of everything from language, food, association to foreign-made products. But not everything has changed, namely in the traditional village of Sinar Resmi, Sukabumi Regency, a village that holds fast to tradition even though times have changed, a simple life, mutual cooperation and the same fate. The vast expanse of agricultural land with suitable gardens without a touch of modernization, ways of socializing with mutual cooperation and hospitality and courtesy towards parents, leaders, fellow students and guests are still upheld.
    [Show full text]
  • Upacara Seren Taun Sebagai Sarana Memperkuat Silaturahmi Antarwarga Di Desa Sindang Barang Bogor
    Upacara Seren Taun sebagai sarana memperkuat silaturahmi antarwarga di Desa Sindang Barang Bogor Mada Dimas Nurwahid Ardiansyah Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia. Email : [email protected] Abstract. Indonesia is a country with a lot of culture, one of which is the Seren Taun Ceremony held in the village of Pasir Eurih Sindang Barang Bogor district because the people in the village continue to preserve the cultural heritage to this day. This article aims to introduce the culture in the village of Sindang Barang Bogor, namely the seren taun ceremony to be more widely known by the people of Indonesia and explain what the benefits and functions are in the Seren Taun ceremony. The method used to make this research is to use qualitative descriptive through content analysis approach by taking data by random sample and literature study techniques. Produce that the Sindang Barang Bogor Village has the potential to become a cultural village because of its uniqueness that can attract the attention of the general public that can be visited by tourists as a means of introducing local culture while also increasing the economic income of the Sindang Barang Bogor Village community. This research can be a source of delivery to the general public to get to know and know the benefits and functions contained in the Seren Taun Ceremony. Keywords: Seren Taun Ceremony, Village Sindang Barang Bogor, Village of Culture. 1.PENDAHULUAN Hakikat kebudayaan adalah tata cara atau aturan-aturan yang ada sejak zaman dahulu atau kebiasaan-kebiasaan yang terus dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat yang dipercaya memiliki fungsi dan tujuan yang baik.
    [Show full text]
  • Cultural Communication of Sundanese Communities at Seren Taun in Cigugur, Kuningan West Java- Indonesia
    International Journal of Humanities and Social Science Research International Journal of Humanities and Social Science Research ISSN: 2455-2070; Impact Factor: RJIF 5.22 Received: 25-01-2020; Accepted: 26-02-2020; Published: 27-03-2020 www.socialsciencejournal.in Volume 6; Issue 2; 2020; Page No. 51-57 Cultural communication of sundanese communities at seren taun in cigugur, Kuningan West Java- Indonesia Rialdo Rezeky Manogari Lumban Toruan1*, M Saefulloh2, Yos Horta Meliala3 1-3 Department of Communication, Faculty of Communication, University of Prof. Dr. Moestopo, Indonesia Abstract Seren Taun is similar to Thank Giving Day in western culture. It is harvest celebrations in Indonesia. It has various sequences of events that contain spiritual meaning and entertainment in the cultural arts such as the Procession of Disposal of Pests, Buyung Dance, Mashing Rice, Ngarajah, Ngareremokeun, and Babarit. Seren Taun has also been in a Calender of Tourism Event in West Java since 1976. This research is a study of communication ethnography that focuses on ritual events in transcendental communication meaning. The purposes of the Seren Taun are: (1) Communication Situation; (2) Communication Program; (3) Communication Acts and (4) Communication Patterns. This research is a qualitative research and constructivist paradigm. Furthermore, the analysis also refers to the theory of Symbolic Interactionism. Data, mainly findings from in-depth observations, interviews and textual analysis were collected from Seren Taun Traditional Ceremony. Research findings reveal the understanding of the Cigugur community about the communication patterns in the Seren Taun Traditional Ceremony in Cigugur, Kuningan - West Java - Indonesia. Keywords: communication ethnography; simbolic interactionism; Seren Taun Introduction realized this is very strongly influenced by local cultural Local knowledge is important for every member of society values and customs that exist in every area.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasepuhan Ciptagelar Merupakan Masyarakat Hukum Adat Yang Berada Di Kawasan Pedalama
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasepuhan Ciptagelar merupakan masyarakat hukum adat yang berada di kawasan pedalaman Gunung Halimun, Salak. Istilah kasepuhan berasal dari bahasa Sunda, yang secara umum artinya adalah mereka yang dituakan. Secara spesifik wilayah perkampungan masyarakat Kesapuhan Ciptagelar tersebar di tiga kabupaten yang berada di sekitar wilayah perbatasan Provinsi Banten dan Jawa Barat. Berdasarkan catatan yang ada, Kasepuhan Adat Ciptagelar mulai berdiri pada 1368 dan telah beberapa kali mengalami perubahan kepemimpinan yang dilakukan secara turun temurun. Sampai saat ini Kasepuhan Ciptagelar juga telah mengalami beberapa kali perpindahan desa pusat pemerintahan yang disebut sebagai Kampung Gede, karena masih menjalankan tradisi berpindah yang berdasar pada wangsit yang diterima dari para leluhur (karuhun) (https://ciptagelar.info/tentang/, diakses pada tanggal 15 Agustus 2018). Kasepuhan Ciptagelar mempunyai rangkaian acara yang mana setiap acaranya memiliki keunikan tersendiri seperti Ngaruwat Imah Ki Putri (telah selesainya proses pembuatan bangunan, acara adat Serentaun yang merupakan acara puncak yang dilaksanakan setahun sekali untuk memperingati musin tanam sampai dengan masa panen yang diawali dengan 1 tradisi Turun Nyambut sebagai permulaan musim, Panen Raya : Sawah Rugukan Legok yang merupakan salah satu dari rangkaian aktivitas panen yang melibatkan seluruh warga Kasepuhan Ciptagelar, dan masih banyak rangkaian acara lainnya yang dimiliki oleh Kasepuhan Ciptagelar. Seiring majunya teknologi saat ini, Kasepuhan Ciptagelar tentunya bukan suatu tempat yang mana orang menganggap ini sebagai desa yang tertinggal tetapi sebaliknya, ini sangat menarik untuk diikuti karena masih mengikuti adat istiadat dan tradisi yang sudah ada sebelumnya. Salah satu ritual adat tahunan Kasepuhan yang selalu menarik minat masyarakat adalah upacara Seren Taun, yang sesungguhnya adalah pernyataan syukur warga Kasepuhan atas keberhasilan panen padi.
    [Show full text]
  • Public Space and Ritual in a Sundanese Traditional Hamlet Case: Kampung Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi Regency, West Java By: Sri Rahaju B.U.K
    Public Space and Ritual in a Sundanese Traditional Hamlet Case: Kampung Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi Regency, West Java by: Sri Rahaju B.U.K. Dept. of Architecture, Bandung Institute of Technology (ITB) [email protected] Nuryanto Dept. of Architecture, Indonesia University of Education (UPI) [email protected] History of the Formation of Kampung Kasepuhan Ciptagelar Kampung Kasepuhan Ciptagelar is a small hamlet, the place of the central government of an ancient traditional community of Ciptagelar (Kasepuhan Ciptagelar), which resided in several hamlets in the surrounding areas. The community is a part of the United Ancient Traditional Community of South Banten (Kasepuhan Kesatuan Adat Banten Kidul). Ciptagelar was built after the community leader had have a divine revelation or dream to move (hijrah wangsit) from the old location. According to ancient believe, it carried along an order from their ancestors, to leave their old hamlet, move, and built a new one at a certain location. This dream could happen several times to a leader, regardless of place and time. According to oral history, the events of moving motivated by hijrah wangsit could still be traced back to the time of Abah Ardjo, the late community leader. During his reign he had moved the central hamlet (kampung gede) several times. First, he had a dream to move kampung gede from Cidamar to Sirnaresmi, Cisolok District. Second, he moved from Sirnaresmi to Ciganas which he changed its name to Sirnarasa. Sirna meant lost, rasa meant "taste or trace" from city life. It’s meant that the community of the village isolated themselves from the influence of city life.
    [Show full text]
  • Analysis of Character Values in the Traditional Games Collection of Seren Taun Custom Rituals: an Etnographic Study
    Journal of Elementary Education P-ISSN: 2580-9326 Volume 4, Number 2, September 2020 E-ISSN: 2580-7714 ANALYSIS OF CHARACTER VALUES IN THE TRADITIONAL GAMES COLLECTION OF SEREN TAUN CUSTOM RITUALS: AN ETNOGRAPHIC STUDY Gilang Kripsiyadi Praramdana1, Febby Fajar Nugraha2 1Universitas Kuningan 2Universitas Kuningan [email protected], [email protected] Abstract Character education has a major aim to develop quality and excel the human resources. It is based on the Republic of Indonesia's National Education Objectives. The values of this nation's character education are embedded in the ancestral heritage, one of them is a traditional game. The descriptive- analytic method with an ethnographic approach that we used in this study was to analyze and describe the phenomena. Therefore, we chose the Spradley ethnographic method (cognitive anthropology) as a method with phased progressive research (The Developmental Research Sequence). Based on 15 traditional games in the Ritual AdatSerenTaun in Cigugur, we have classified potential major character values which include: (1) five (33%) types of games have independent major character values; (2) seven (46%) types of games have gotongroyong major character values; and (3) four (27%) types of games have integrity major character value. While both religious and nationalist major character values have not been found based on our analysis of 15 types of games in this study. Keywords: charactervalue, traditional games, serentaun Abstrak Pendidikan karakter memiliki tujuan utama untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul. Hal ini dilatarbelakangi dari Tujuan Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Nilai-nilai pendidikan karakter bangsa ini tertanam dalam warisan leluhur, salah satunya permainan tradisional.
    [Show full text]
  • Peran Tradisi Seren Taun Dalam Upaya Meningkatkan Pewarisan Nilai-Nilai Sosial Dan Budaya Di Kalangan Remaja Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan
    PERAN TRADISI SEREN TAUN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DI KALANGAN REMAJA KELURAHAN CIGUGUR KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN KUNINGAN 1 2 3 Annisa Utami ,, Asep Mulyana , dan Itaristanti IAIN Syekh Nurjati Cirebon1, 2, 3 [email protected];[email protected];[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan tradisi seren taun, nilai-nilai sosial dan budaya yang terkandung di dalamnya, dan mengetahui proses pewarisan nilai-nilai sosial dan budaya dalam tradisi seren taun di kalangan remaja Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan. Harapan idealnya adalah budaya seren taun itu tetap lestari dan menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Penelitian ini dilakukan dengan studi lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi secara menyeluruh, wawancara dan dokumentasi untuk mendapatkan informasi mengenai masalah yang diteliti. Desa yang dijadikan sebagai tempat penelitian yaitu di Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat (Kepala Kelurahan Cigugur, Ketua Adat, dua orang panitia, dua orang sesepuh, dan enam remaja). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi seren taun adalah ungkapan rasa syukur masyarakat Sunda yang dilakukan setiap tahun seraya berharap hasil pertanian mereka di tahun yang akan datang meningkat. Proses pelaksanaan tradisi seren taun ada tiga tahapan yaitu damar sewu, pesta dadung, dan tari buyung. Dalam perayaan tradisi seren taun mengandung nilai-nilai positif untuk manusia dan kebudayaannya. Nilai-nilai sosial dan budaya yang terkandung dalam tradisi seren taun di Kelurahan Cigugur antara lain adanya nilai kebersamaan, nilai kesatuan, nilai kegotong royongan, nilai religiusitas tercermin dalam doa bersama yang dilakukan masyarakat Cigugur terdiri dari berbagai pemeluk ajaran agama, adanya nilai pelestarian budaya, saling menghargai, dan saling menghormati satu sama lain.
    [Show full text]