Nomor Akreditasi: ISSN : 2089-5380 630/AU2/P2MI-LIPI/03/2015

VOLUME : 28 NOMOR : 2 OKTOBER 2015

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM, DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI 2015 BANDA ACEH

PENANGGUNG JAWAB Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh

KETUA DEWAN REDAKSI DR. M. Dani Supardan, ST, MT (Rekayasa Proses)

ANGGOTA DEWAN REDAKSI DR. Mahidin, ST, MT (Energi) DR. Yuliani Aisyah, S.TP, M.Si (Pengolahan Hasil Pertanian) Dr. Rita Khathir, S.TP, M.Sc (Teknologi Pasca Panen)

REDAKSI PELAKSANA Ketua : Mahlinda, ST, MT Pemeriksa Naskah : Fitriana Djafar, S.Si, MT Meuthia Busthan, ST Editor Bahasa : Vinno Arifiansyah, ST Layout Editor : Fauzi Redha, ST

SEKRETARIAT Meuthia Busthan, ST

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala LIPI No. 335/E/2015 tanggal 15 April 2015 Jurnal Hasil Penelitian Industri (HPI) Ditetapkan sebagai Majalah Ilmiah Terakreditasi

Alamat Penerbit: BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI BANDA ACEH Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Lamteumen Timur, Banda Aceh 23236 Telp. (0651) 49714 ; Fax. (0651) 49556 Website: http://baristandaceh.kemenperin.go.id E-Mail : [email protected]

Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015

PENGANTAR REDAKSI

Redaksi mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT dengan terbitnya Jurnal HPI (Hasil Penelitian Industri), Volume 28 No. 2 Tahun 2015 untuk pembaca. Kami juga ingin menyampaikan berita gembira kepada pembaca sekalian bahwa Jurnal HPI kembali ditetapkan sebagai Majalah Ilmiah Terakreditasi oleh Kepala LIPI melalui SK Kepala LIPI nomor 335/E/2015 tanggal 15 April 2015. Jurnal HPI kali ini menyajikan 6 judul tulisan yang mencakup 4 artikel membahas tentang teknologi proses dan 2 artikel membahas tentang teknologi pangan. Selain jurnal versi cetak, Jurnal HPI saat ini sudah dapat diakses secara online melalui alamat website http://baristandaceh.kemenperin.go.id. Harapan kami, tulisan-tulisan ilmiah yang disajikan akan memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca semua. Selain itu, kami juga mengundang para pembaca mengirimkan tulisan ilmiah untuk terbitan selanjutnya. Redaksi juga mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas jurnal ini.

Selamat Membaca

Redaksi

i

DAFTAR ISI

PENGANTAR REDAKSI ...... i

DAFTAR ISI ...... ii

ABSTRAK…...... iv

PERANCANGAN PERALATAN PENGONGSENGAN BIJI KOPI SISTIM BLOWER (Design of Coffee Roaster Using Blower System) Syarifuddin ...... 60

SIFAT FUNGSIONAL TEPUNG KORO KRATOK HITAM, MERAH DAN PUTIH (Phaseolus lunatus L.) DENGAN PERLAKUAN LAMA PERENDAMAN (Functional Properties of Black, Red and White Lima Bean (Phaseolus lunatus L.) Flour Produced under Different Soaking Time) Nurud Diniyah, Wiwik Siti Windrati, Maryanto, Slamet Riady ...... 70

PRODUKSI SERBUK EKSTRAK NANGKA DENGAN TEKNIK ENKAPSULASI (Production of Jackfruit Extract Powder Using Encapsulation Technique) Enny Hawani Loebis, Lukman Junaidi ...... 78

ADSORPSI MINYAK SEREH DAPUR MENGGUNAKAN BENTONIT (Lemongrass Oil Adsorption Using Bentonite) Muhammad Dani Supardan, Arief Fatanen, Cut Erika ...... 88

EVALUASI MUTU FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MODIFIKASI SATU BERBASIS TEPUNG PISANG (Quality Evaluation of Physicochemical and Organoleptic Characteristic of Modified Satu Cake Based on Banana Flour) Achmat Sarifudin, Riyanti Ekafitri, Nur Kartika I.M ...... 95

ii

DAFTAR ISI

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP KOMPONEN VOLATIL YANG TERLIBAT PADA EKSTRAKSI ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC) (Effect of Dehydration of Fruit on Volatile Aroma Constituents of Andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC)) Yuliasri Ramadhani Meutia, Ning Ima Arie Wardayanie ...... 104

iii

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI Volume 28, No. 2, Oktober 2015

ABSTRAK

PERANCANGAN PERALATAN PENGONGSENGAN BIJI KOPI SISTIM BLOWER

Syarifuddin Baristand Industri Banda Aceh, Jl Cut Nyak Dhien No.377, Banda Aceh - E-mail : [email protected]

Aceh merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di Indonesia yang tumbuh di daerah dataran tinggi gayo yaitu di daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah. Masyarakat Aceh dalam mengolah biji kopi menjadi kopi bubuk, masih menggunakan peralatan sederhana dalam proses pengongsengannya, sehingga warna kopi menjadi hitam. Hal ini dapat menghilangkan citarasa khas kopi. Penelitian ini telah dilakukan perancangan peralatan dengan kapasitas 0,5 kg biji kopi per sekali gongseng, dengan dimensi reaktor selinder panjang 30 mm, diameter 20 mm, ketebalan plat steinles steel 5 mm, panjang kerangka peralatan 80 cm, lebar 50 cm dan tinggi 120 cm. Peralatan telah dilakukan uji coba di laboratorium proses Baristand Industri Banda Aceh. Uji coba di lakukan dengan memvariasikan dua variabel yaitu variabel tetap: kecepatan putaran selinder 75 rpm. Variabel berubah: Temperatur 120 oC, 130 oC, 140 oC dan 150 oC, waktu pengongsengan 8 menit, 9 menit,10 menit, 11 menit, 12 menit dan 30 menit, jumlah bahan 250 gr, 300 gr, 400 gr dan 500 gr. Kualitas kopi dianalisa berdasarkan parameter kadar air, rasa, warna, aroma dan infeksi kapang/khamir. Hasil analisa terhadap kadar air menunjukkan kadar air produk kopi sangat rendah 0,28 – 1,76%. Untuk rasa, aroma, warna sangat disukai untuk perlakuan waktu pengongsengan 10 menit, temperatur 130 oC karena rasa dan aroma khas kopi dapat dipertahankan. Kapang khamir bernilai negatif untuk semua perlakuan.

Kata kunci : Blower, biji kopi, kopi gayo, pengongsengan.

SIFAT FUNGSIONAL TEPUNG KORO KRATOK HITAM, MERAH DAN PUTIH (Phaseolus lunatus L.) DENGAN PERLAKUAN LAMA PERENDAMAN

Nurud Diniyah*, Wiwik Siti Windrati, Maryanto, Slamet Riady Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto, Jember 68121 Indonesia *E-mail : [email protected]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fungsional teknis tepung koro kratok hitam, merah, dan putih dengan perlakuan lama perendaman (12, 24 dan 36 jam). Daya dan stabilitas emulsi, daya dan stabilitas buih, Oil Holding Capacity (OHC), Water Holding Capacity (WHC) dan viskositas merupakan parameter yang dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung koro kratok putih perendaman 12 jam memiliki daya dan stabilitas emulsi tertinggi (164,28 m2/g; 4,39 jam); daya dan stabilitas buih, OHC dan WHC dari berbagai varietas koro kratok meningkat dengan lamanya waktu perendaman. Sedangkan viskositas menunjukkan nilai yang konstan untuk semua jenis koro kratok.

Kata kunci: Lama perendaman, tepung koro kratok hitam, merah, putih.

iv

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI Volume 28, No. 2, Oktober 2015

ABSTRAK

PRODUKSI SERBUK EKSTRAK NANGKA DENGAN TEKNIK ENKAPSULASI

Enny Hawani Loebis*, Lukman Junaidi Balai Besar Industri Agro, Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor, Indonesia, 16122 *E-mail : [email protected]

Penelitian produksi serbuk ekstrak nangka menggunakan teknik enkapsulasi dilakukan untuk diversifikasi produk olahan buah nangka yang dapat dijadikan komoditas industri. Perlakuan yang diamati meliputi pengaruh: penggunaan jenis anti-kempal magnesium oksida (MO), magnesium karbonat (MC), dan magnesium silikat (MS) dan masa simpan (0, 1, 2, dan 3 bulan) terhadap karakteristik mutu serbuk nangka. Hasil penelitian menunjukkan teknik enkapsulasi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan serbuk nangka yang memenuhi persyaratan mutu SNI 01-4320-1996. Berdasarkan karakteristik mutunya, serbuk nangka MC memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan serbuk nangka MS dan serbuk nangka MO. Serbuk nangka MC memiliki karakteristik mutu: kadar air 2,04%, pH 4,88, kadar gula 84,21%, vitamin C 3,74 mg/100g, total padatan terlarut 97,5%, Angka Lempeng Total 20 koloni/g, coliform < 3 APM/g dan tidak mengandung kapang dan khamir. Penyimpanan serbuk nangka sampai dengan 3 bulan mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar air, pH, dan ALT, dan sebaliknya mengakibatkan penurunan kadar gula, vitamin C dan total padatan terlarut. Berdasarkan karakteristik mutunya, serbuk nangka yang disimpan selama 3 bulan tetap memenuhi persyaratan mutu SNI 01-4320-1996.

Kata kunci: Anti kempal, buah nangka, enkapsulasi, serbuk nangka.

ADSORPSI MINYAK SEREH DAPUR MENGGUNAKAN BENTONIT

Muhammad Dani Supardan1,*, Arief Fatanen2, Cut Erika2 1)Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala, Jl. Syech Abdurrauf, No. 7, Banda Aceh - Indonesia 2)Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala, Jl. T. Hasan Krueng Kalee, No. 3, Banda Aceh - Indonesia *E-mail: [email protected]

Sereh dapur ( citratus) adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Mutu minyak atsiri dapat ditentukan dari sifat fisiko kimia minyak. Pada penelitian ini digunakan metode pemurnian secara kimiawi dengan menggunakan bentonit sebagai asorben. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama yang diamati adalah waktu adsorpsi (T) terdiri atas 4 taraf yaitu T1 = 30 menit, T2 = 60 menit, T3 = 90 menit, dan T4 = 120 menit. Faktor kedua yaitu konsentrasi adsorben yang terdiri dari 3 taraf yaitu K1 = 1%, K2 = 5%, dan K3 = 10%. Parameter yang diamati adalah rendemen, sifat fisik (indeks bias, kelarutan dalam etanol, putaran optik) dan komposisi kimia. Kedua faktor yang diamati berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen minyak sereh dapur hasil pemurnian (P≥0,01). Sifat fisik yang dihasilkan dari proses adsorpsi sesuai dengan Essential Oil Association of America namun beberapa di antaranya tidak sesuai dengan standar SNI. Proses adsorpsi tidak hanya menurunkan kandungan sitral pada minyak sereh dapur hasil adsorpsi, namun, juga menurunkan kandungan terpen-terpen tak teroksigenasi yang dapat merusak mutu minyak sereh dapur.

Kata kunci: Adsorpsi, bentonit, minyak sereh dapur, zeolit.

v

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI Volume 28, No. 2, Oktober 2015

ABSTRAK

EVALUASI MUTU FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MODIFIKASI KUE SATU BERBASIS TEPUNG PISANG

Achmat Sarifudin*, Riyanti Ekafitri, Nur Kartika I.M Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna (P2TTG-LIPI) Jl.K.S.Tubun No. 5 Subang, Jawa Barat, Indonesia *E-mail : [email protected]

Kue Satu secara umum dibuat dari campuran tepung kacang hijau dengan tepung gula. Pada penelitian ini kue Satu dibuat dari tepung pisang menggantikan tepung kacang hijau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi mutu kue Satu karena pengaruh perbandingan tepung gula dan tepung pisang pada formulasinya. Percobaan dilakukan dengan metode Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan yaitu perbandingan tepung gula dan tepung pisang pada rasio 1 : 1; 1 : 2 dan 1 : 3 dengan tiga kali ulangan. Parameter mutu yang diamati adalah sifat fisik (derajat putih dan kekerasan), kandungan proximat (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat), kadar serat, serta penerimaan secara organoleptik dengan metode skoring hedonik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan tepung pisang, maka nilai kekerasan, kadar air, kadar abu, kadar protein produk kue Satu berbasis tepung pisang semakin meningkat, namun nilai derajat putihnya semakin menurun. Perbedaan rasio tepung gula dengan tepung pisang tidak berpengaruh terhadap kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat. Kisaran nilai derajat putih Kue Satu berbasis tepung pisang yang dihasilkan antara 39,25- 44,23%, kekerasan 0,46-0,53 mm/gr/detik, kadar air 17,2-20,1%, kadar abu 0,8-1,3%, kadar protein 4,4-6,6%, kadar lemak 0,3-0,4%, kadar karbohidrat 71,1-74,4%, kadar serat 2,8-3,2%. Hasil uji organoleptik produk kue Satu yang paling disukai berdasarkan parameter penerimaan keseluruhan adalah Kue Satu yang terbuat dari tepung gula tepung pisang 1:1.

Kata kunci : Kue Satu, mutu fisikokima, penilaian organoleptik, tepung gula, tepung pisang.

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP KOMPONEN VOLATIL YANG TERLIBAT PADA EKSTRAKSI ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC)

Yuliasri Ramadhani Meutia*, Ning Ima Arie Wardayanie Balai Besar Industri Agro, Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor, Indonesia, 16122 *E-mail : [email protected]

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) merupakan tanaman rempah khas Sumatera Utara yang banyak digunakan sebagai masak karena memiliki citarasa yang khas. Selain itu andaliman memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai antimikroba, antioksidan dan sebagai immunomodulator. Studi mengenai pengaruh proses ekstraksi terhadap komponen flavor andaliman telah dilakukan, namun belum ada yang melihat pengaruh pengeringan bahan baku andaliman terhadap komponen flavor pada ekstrak yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengeringan pada buah andaliman sebelum diekstrak terhadap komponen volatil yang terlibat di dalamnya. Andaliman yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini diberi perlakuan pendahuluan dengan pengeringan kemudian diekstrak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol dan etil asetat (1:1) selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Hasil ekstraksi yang telah diuapkan pelarutnya kemudian dianalisis komponen volatilnya dengan menggunakan GC-MS dilanjutkan dengan analisis komponen aroma yang terdeskripsikan dengan GC-O. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen flavor utama yang dihasilkan dari proses ekstraksi andaliman tersebut didominasi oleh senyawa geranyl acetate baik untuk esktrak yang menggunakan bahan baku andaliman segar maupun andaliman yang sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu. Proses maserasi setelah 6 jam dapat memunculkan senyawa flavor baru yang dominan yaitu D-Limonene selain geranyl acetate pada kedua perlakuan bahan baku tersebut. Namun aroma yang terdeskripsikan pada GC-O tidak menunjukkan komponen flavor dominan yang terdeteksi pada GC-MS. Aroma yang terdeskripsikan dari sniffing port pada andaliman basah bervariasi dari andaliman-like, sour, green, dan flowery. Sedangkan pada andaliman kering aroma green lebih banyak terdeskripsikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa proses pengeringan bahan baku dapat mempengaruhi aroma yang terdeskripsikan dengan menggunakan GC-O

Kata kunci : Andaliman, flavor, komponen volatil, maserasi, Zanthoxylum acanthopodium.

vi

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI Volume 28, No. 2, Oktober 2015

ABSTRACT

DESIGN OF COFFEE ROASTER USING BLOWER SYSTEM

Syarifuddin Baristand Industri Banda Aceh, Jl Cut Nyak Dhien No.377, Banda Aceh - Indonesia Email : [email protected]

Aceh is one of the largest coffee producer in Indonesia. In Aceh Province, coffee plants generally grow in the region of Gayo highland (Aceh Tengah and Bener Meriah). Generally, coffe producers in Aceh are still using simple processing tools to roast the coffee resulting black beans and charred that can eliminate the distinctive taste of coffee. This research aims to design of coffee roaster by using blower system with the following specifications: reactor capacity of 0,5 kg, cylinder reactor dimension: length of 30 cm, diameter of Ø 20 cm and plate thickness 5 mm. The roaster itself had 80 cm length, 50 cm width and 120 cm height. The experiment was done under the variation of two variables: (a) in dependent variable: cylinder rotation speed 75 rpm, (b) dependent variables: processing temperature 120, 130, 140 and 150 oC, roasting time 8, 9 10, 11 and 12 minutes and coffee weight 250, 300, 400 and 500 gr. The quality of coffee were analyzed on moisture content, colour, aroma and the infection of fungi. Results showed that the moisture conten coffee were low about 0,28 – 1, 76%. Fortunately the best flavour, aroma and colour of coffee were obtained under the treatment of roasting time 10 minutes, processing temperature 130 0C as the flavor and aroma of coffee can be maintained. In addition, there was no infection from fungi as well as mold at all treated samples.

Keywords: Blower, coffee beans, gayo coffee, roasting

FUNCTIONAL PROPERTIES OF BLACK, RED AND WHITE LIMA BEAN (Phaseolus lunatus L.) FLOUR PRODUCED UNDER DIFFERENT SOAKING TIME

Nurud Diniyah*, Wiwik Siti Windrati, Maryanto, Slamet Riady Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto, Jember 68121 Indonesia *E-mail : [email protected]

The aim of this research is to determine technical functional characteristics of the varieties lima bean seed flour (black, red, and white) with different treatment soaking time (12, 24 and 36 hour). Parameter of emulsion activity and stability, foam activity and stability, OHC (Oil Holding Capacity), WHC (Water Holding Capacity) and viscosity are investigated. The results showed that white lima bean seed flour with 12 hour soaking time have the highest emulsion activity and stability (164,28 m2/g; 4,39 jam); foaming activity and stability, OHC and WHC of the varieties lima bean seed increased with increase in soaking time. While, viscosity showed constant value for all varieties of lima bean seed flour.

Keywords: Lima bean black, red and white flour, soaking time.

vii

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI Volume 28, No. 2, Oktober 2015

ABSTRACT

PRODUCTION OF JACKFRUIT EXTRACT POWDER USING ENCAPSULATION TECHNIQUE

Enny Hawani Loebis*, Lukman Junaidi Balai Besar Industri Agro, Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor, Indonesia, 16122 *E-mail : [email protected]

Research on production of jackfruit extract using encapsulation technique conducted to diversify jackfruit product to be used as industrial commodity. Treatment on this research was influence of: anti- caking magnesium oxide (MO), magnesium carbonate (MC), and magnesium silicate (MS), and storage period (0, 1, 2, and 3 months), on the characteristics of jackfruit powder quality. The results showed encapsulation could be applied to produce jackfruit powder that meets the requirements of SNI 01-4320-1996. Based on its quality characteristics, jackfruit powder MO resulted a better quality compared to jackfruit powder MC and jackfruit powder MS. Jackfruit powder MO has a quality characteristics: water content 2.04%, pH 4.88, sugar content 84.21%, vitamin C 3.74 mg/100g, total soluble solids 97.5%, TPC 120 colonies/g, coliform < 3 MPN/g, and contain no mold and yeast. Storage of jackfruit powder up to 3 months increased water content, pH, and TPC, and contrarily decreased sugar content, vitamin C, and total soluble solids. Based on the quality characteristics, jackfruit powder that was stored for 3 months still meets the SNI 01-4320-1996 requirements.

Keyworda: Anti caking, encapsulation, jackfruit fruit, jackfruit powder.

LEMONGRASS OIL ADSORPTION USING BENTONITE

Muhammad Dani Supardan1,*, Arief Fatanen2, Cut Erika2 1)Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala, Jl. Syech Abdurrauf, No. 7, Banda Aceh - Indonesia 2)Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala, Jl. T. Hasan Krueng Kalee, No. 3, Banda Aceh - Indonesia *E-mail: [email protected]

Lemongrass (Cymbopogon citratus) is one of the plants which produce essential oil. The quality of the essential oil can be determined from the physiochemical properties of the oil. In this study, chemical purification method is implemented by using bentonite as adsorbent. The Completely Random Design (CRD) factorial consisted of two factors is used in statistical data analysis. The first factor which is observed is the time of adsorption (T) which is consisted of 4 levels which are T1 = 30 minutes, T2 = 60 minutes, T3 = 90 minutes, and T4 = 120 minutes. The second factor is the absorbent concentration which is consisted of 3 levels which are K1 = 1%, K2 = 5%, and K3 = 10%. The result of this study showed that purification using bentonite can improve the quality of the oil. Time of adsorption and adsorbent concentration influenced the yield of lemongrass oil (P≥0,01). The physical properties of the oil produced were in accordance with the Essential Oil Association of America standard. Adsorption processes not only reduce the citral content of lemongrass oil, however, also reduce the content of non- oxygenated terpenes which can damage the quality of the lemongrass oil.

Keywords: Adsorption, bentonite, lemongrass oil, zeolite.

viii

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI Volume 28, No. 2, Oktober 2015

ABSTRACT

QUALITY EVALUATION OF PHYSICOCHEMICAL AND ORGANOLEPTIC CHARACTERISTIC OF MODIFIED SATU CAKE BASED ON BANANA FLOUR

Achmat Sarifudin*, Riyanti Ekafitri, Nur Kartika I.M Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna (P2TTG-LIPI) Jl.K.S.Tubun No. 5 Subang, Jawa Barat, Indonesia *E-mail : [email protected]

Satu cake is a traditional cake usually made from mixture of flour and sugar flour. The research had proposed Satu cake by subtituting mung bean flour to banana flour. The objective of this research was to evaluate the quality of Satu cake as the influence of the differences ratio of banana flour and sugar flour 1:1, 1:2, and 1:3, respectively and 3 replications for each The physical quality properties (whiteness and hardness), chemical properties (water, ash, protein, fat, carbohydrate, and fiber content) as well the sensory evaluation were evaluated. Results showed that increasing the percentage of banana flour in the Satu cake formula tended to increase the hardness value, water content, ash content, protein content, meanwhile the whiteness index tended to decrease. The different ratio between sugar flour and banana flour was not significantly effect to the fat content, carbohydrate content, fiber content of the Satu cake sample. The whiteness degree of the Satu cake ranging from 39,25-44,23%, hardness value from 0,46 to 0,53 mm/gr/sec, water content from 17,2 to 20,1%, ash content from 0,8 to 1,3%, protein content from 4,4 to 6,6%, fat content from 0,3 to 0,4%, carbohydrate content from 71 to 74,4%, fiber content from 2,8 to 3,2%. Result of sensory evaluation recommended the most favored among the Satu cake samples was sample from formulation sugar flour : banana flour 1:1.

Keywords: Banana flour, physicochemical quality properties, Satu cake, sensory evaluation, sugar flour.

EFFECT OF DEHYDRATION OF FRUIT ON VOLATILE AROMA CONSTITUENTS OF ANDALIMAN Zanthoxylum acanthopodium DC

Yuliasri Ramadhani Meutia*, Ning Ima Arie Wardayanie Balai Besar Industri Agro, Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor, Indonesia, 16122 *E-mail : [email protected]

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) is typical of North Sumatra spice plant that is widely used as specific flavor. In other hand andaliman has several benefits such as antimicrobial, antioxidant and as an immunomodulator. Studies on the effect of the extraction of the flavor components or potent odorant of andaliman has been done, but the effect of dehydration of the fruit before the extraction to the flavor components have not reported yet. This research were conducted to study the effect of dehydration of the andaliman’s fruit against theirs volatile compounds.. Andaliman used as raw materials in the study were given pretreatment by drying and then extracted by maceration method using ethanol and ethyl acetate (1 : 1) for 2 hours, 4 hours, and 6 hours. The extracts were analyzed using GC-MS followed by GC-O to analyze potential odorants. The results showed that geranyl acetate were the main compound of both andaliman extract with dehydration of the fruit and also andaliman extracted from its fresh fruit. Maceration process after 6 hours can bring a new dominant flavor compounds namely D-Limonene besides geranyl acetate on both the treatment of the raw material. However aroma were described from sniffing port of GC-O on wet andaliman vary from andaliman-like, sour, green and flowery. While the green aroma were mostly described on dehydrated andaliman’s fruit extract.. This may conclude that the process of drying of raw materials could affect aroma that described by using GC-O.

Keywords: Andaliman, flavor, maseration, volatil compound, Zanthoxylum acanthopodium.

ix Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 60-69

PERANCANGAN PERALATAN PENGONGSENGAN BIJI KOPI SISTIM BLOWER (Design of Coffee Roaster Using Blower System)

Syarifuddin Baristand Industri Banda Aceh, Jl Cut Nyak Dhien No.377, Banda Aceh - Indonesia Email : [email protected]

Riwayat Perlakuan Artikel: Diterima : 10 Juli 2015 Revisi : 20 Agustus 2015 Disetujui: 02 September 2015.

ABSTRAK. Aceh merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di Indonesia yang tumbuh di daerah dataran tinggi gayo yaitu di daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah. Masyarakat Aceh dalam mengolah biji kopi menjadi kopi bubuk, masih menggunakan peralatan sederhana dalam proses pengongsengannya, sehingga warna kopi menjadi hitam. Hal ini dapat menghilangkan citarasa khas kopi. Penelitian ini telah dilakukan perancangan peralatan dengan kapasitas 0,5 kg biji kopi per sekali gongseng, dengan dimensi reaktor selinder panjang 30 mm, diameter 20 mm, ketebalan plat steinles steel 5 mm, panjang kerangka peralatan 80 cm, lebar 50 cm dan tinggi 120 cm. Peralatan telah dilakukan uji coba di laboratorium proses Baristand Industri Banda Aceh. Uji coba di lakukan dengan memvariasikan dua variabel yaitu variabel tetap : kecepatan putaran selinder 75 rpm. Variabel berubah: Temperatur 120 oC, 130 oC, 140 oC dan 150 oC, waktu pengongsengan 8 menit,9 menit,10 menit, 11 menit, 12 menit dan 30 menit, jumlah bahan 250 gr, 300 gr, 400 gr dan 500 gr. Kualitas kopi dianalisa berdasarkan parameter kadar air, rasa, warna,aroma dan infeksi kapang/khamir.Hasil analisa terhadap kadar air menunjukkan kadar air produk kopi sangat rendah 0,28 – 1,76%. Untuk rasa, aroma, warna sangat disukai untuk perlakuan waktu pengongsengan 10 menit, temperatur 130 oC karena rasa dan aroma khas kopi dapat dipertahankan. Kapang khamir bernilai negatif untuk semua perlakuan.

Kata kunci : Blower, biji kopi, kopi gayo, pengongsengan.

ABSTRACT. Aceh is one of the largest coffee producer in Indonesia. In Aceh Province, coffee plants generally grow in the region of Gayo highland (Aceh Tengah and Bener Meriah). Generally, coffe producers in Aceh are still using simple processing tools to roast the coffee resulting black beans and charred that can eliminate the distinctive taste of coffee. This research aims to design of coffee roaster by using blower system with the following specifications: reactor capacity of 0,5 kg, cylinder reactor dimension: length of 30 cm, diameter of Ø 20 cm and plate thickness 5 mm. The roaster itself had 80 cm length,50 cm width and 120 cm height. The experiment was done under the variation of two variables: (a) in dependent variable: cylinder rotation speed 75 rpm, (b) dependent variables: processing temperature 120, 130, 140 and 150 oC, roasting time 8, 9 10, 11 and 12 minutes and coffee weight 250, 300,400 and 500 gr. The quality of coffee were analyzed on moisture content, colour, aroma and the infection of fungi. Results showed that the moisture conten coffee were low about 0,28 – 1, 76%. Fortunately the best flavour, aroma and colour of coffee were obtained under the treatment of roasting time 10 minutes, processing temperature 130 0C as the flavor and aroma of coffee can be maintained. In addition, there was no infection from fungi as well as mold at all treated samples.

Keywords: Blower, coffee beans, gayo coffee, roasting

1. PENDAHULUAN digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami Kopi adalah sejenis minuman yang perubahan menjadi kahveh yang berasal dari berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi bahasa Turki dan kemudian berubah lagi biji tanaman kopi. Kata kopi sendiri berasal menjadi koffie dalam bahasa Belanda. dari bahasa Arab qahwah yang berarti Penggunaan kata koffie segera diserap ke kekuatan, karena pada awalnya kopi

60 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 60-69

dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi menunjukkan mutu dari biji kopi hasil yang dikenal saat ini. (Anonimous, 2010). pengongsengan menjadi lebih baik dan nilai Secara umum terdapat dua jenis biji ekonomis pun meningkat. Sebelum kopi, yaitu arabika (kualitas terbaik) dan dilakukan perancangan modifikasi peralatan robusta (kopi ukuran kecil). Sejarah ini merupakan pengongsengan system mencatat bahwa penemuan kopi sebagai vakum dengan menurunkan tekanan minuman berkhasiat dan berenergi pertama didalam selinder (Syarifuddin, 2013), akan kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di tetapi proses penurunan tekanan dengan benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) pompa vakum tidak efektif karena banyak yang lalu (Anonimous, 2010). Kopi kebocoran di dalam selinder. Di Aceh kemudian terus berkembang hingga saat ini jumlah industri pengongsengan kopi dalam menjadi salah satu minuman paling populer bentuk usaha rumah tangga dan industri di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kecil cukup banyak tersebar di pedesaan- kalangan masyarakat. Indonesia sendiri pedesaan yang menjadi sentra produksi telah mampu memproduksi lebih dari 400 kopi, mutu yang dihasilkan oleh industri ribu ton kopi per tahunnya (BPS Aceh, rumah tangga masih kurang baik karena 2012). Di samping rasa dan aromanya yang pengolahannya secara tradisional(BPS menarik, kopi juga dapat menurunkan risiko Aceh, 2012). terkena penyakit kanker, diabetes, batu Penelitian ini telah dilakukan empedu, dan berbagai penyakit jantung demontrasi pada industri pengolahan (deMan, 1989). industri bubuk kopi untuk mendapatkan Aceh merupakan daerah central teknologi pengolahan kopi bubuk yang penghasil kopi di Indonesia, dataran-dataran lebih baik dan bertepat guna, sehingga mutu tinggi di Aceh adalah tempat penghasil kopi dari bubuk kopi lebih meningkat dengan dengan kualitas terbaik yaitu daerah Aceh mempertahankan cita rasa dan aroma. Tengah dan Bener Meriah, daerah ini sudah Penelitian ini dilakukan dengan metode lama dikenal dunia sebagai salah satu percobaan langsung dengan menggunakan daerah penghasil kopi terbaik di dunia biji kopi dari petani dan melakukan (Melalatoa dan Junus, 2003). Masyarakat beberapa variabel percobaan sehingga Aceh sendiri sebagai konsumen kopi yang didapat kondisi yang optimal untuk kondisi berupa kopi bubuk, ini dapat dilihat dari operasi. Sasarannya informasi untuk banyaknya kedai kopi yang tersebar di industri rumah tangga dan IKM pengolahan Aceh. Mutu dari kopi bubuk yang kopi bubuk yang tersebar di Aceh, sehingga dihasilkan oleh Industri Kecil Menengah para pelaku industri bubuk kopi tidak lagi (IKM) di Aceh masih sangat kurang, menggunakan teknonogi konvensional kandungan logam masih tinggi dan sistim seperti penggunaan kuali untuk peralatan pengorengan masih cara konvensional pengorengan. (Najiati, Sri dan Danarti, 2004). Proses Kegiatan ini mulai dari rancang pengongsengan sistim blower merupakan bangun modifikasi peralatan suatu proses pengongsengan dimana pengongsengan bubuk kopi sistem blower tekanan di dalam selinder tempat sampai demontrasi di lapangan, sehingga pengongsengan di turunkan sehingga teknologi pengongsengan ini dapat temperatur yang dibutuhkan untuk disampaikan ke industri kecil. Tersedianya pengongsengan tidak terlalu tinggi dan teknologi pengongsengan kopi bubuk sistim dapat dikontrol sehingga produk yang blower untuk industri-industri IKM di Aceh, dihasilkan dari pengongsengan berupa biji sehingga pelaku industri bubuk kopi dapat kopi tidak berwarna hitam, waktu meningkatkan kualitas dan daya saing pasar pengongsengan lebih cepat dan kadar air yang kompetitif dan dapat mempertahankan dapat diturunkan sangat rendah dan ini aroma dan cita rasa khas kopi Aceh.

61 Syarifuddin Perancangan Peralatan Pengongsengan …

2. METODOLOGI sistem blower sebagai berikut: biji kopi yang dibeli di pasaran dijemur terlebih 2.1 Rancangan (Design) Riset dahulu, apabila kadar air sekitar 10% tidak perlu dilakukan penjemuran, kemudian Penelitian dilaksanakan meliputi dilakukan, penyortiran dimana dipisahkan perbandingan perubahan berat bahan baku, benda asing seperti kerikil, kulit biji kopi waktu pengongsengan, temperatur dan yang masih menempel pada biji dan biji putaran selinder tetap. Analisa mutu produk kopi yang busuk. Proses selanjutnya baru akhir yang dihasilkan yang meliputi uji dilakukan penggongsengan dengan waktu, warna, rasa, aroma, kapang/khamir dan temperatur, berat biji kopi dan putaran kadar air. Jumlah perlakukan sebanyak 23 selinder yang telah tentukan pada rancangan perlakuan. Uji coba di lakukan dengan riset. Setelah biji kopi matang dilakukan memvariasikan dua variable yaitu variabel pendinginan dan selanjutnya dilakukan tetap : kecepatan putaran selinder 75 rpm. penghancuran dengan crusser sehingga Variabel berubah: Temperatur 120 0C, 0 0 0 menjadi bubuk kopi dan siap untuk di 130 C, 140 C dan 150 C, waktu analisa kadar air, abu,kapang/khamir dan uji pengongsengan 8 menit, 9 menit,10 menit organoleptik. Kehilangan berat karena 11 menit, 12 menit dan 30 menit, jumlah proses pengongsengan sekitar 5% - 10%. bahan 250 gr, 300 gr, 400 gr dan 500 gr. Hasil produk tersebut dianalisa kadar 2.4 Parameter Kualitas air,rasa, warna,aroma dan kapang/khamir. Analisa produk akhir dilakukan 2.2 Bahan dan Alat terhadap parameter dengan prosedur sebagai berikut antara lain, analisa kadar air, analisa Bahan yang diperlukan dalam kadar abu, analisa kapang dan khamir penelitian ini biji kopi yang sudah dikering (BSN, 2006) dan analisa organoleptik yang sudah dianalisa kadar airnya dan meliputi uji rasa dan aroma (Soekarto, peralatan yang dibutuhkan meliputi 1985). Analisa organoleptik meliputi uji peralatan pengongsengan system blower, rasa dan aroma. Kopi yang telah dibuat kompor gas, grinder, cruser, timbangan, menjadi minuman kopi, dilakukan oleh 15 nampan. orang penelis dengan katogori tidak suka, Penelitian ini dilakukan perancangan suka dan sangat suka. peralatan dengan kapasitas 500 gr biji kopi per sekali gongseng, dengan dimensi reaktor selinder panjang 30 mm, diameter 20 mm, ketebalan plat stainless steel 5 mm, panjang kerangka peralatan 80 cm, lebar 50 cm dan tinggi 120 cm. Sebelum peralatan ini di lakukan demontrasi peralatan ini dilakukan uji coba di Laboratorium Proses Baristand Industri Banda Aceh. Teknologi proses pengolahan yang akan dilakukan meliputi proses pengeringan bahan baku, sortir bahan baku, penggosengan dan penggilingan menjadi kopi bubuk.

2.3 Prosedur Riset Gambar 1. Peralatan Pengongsengan Kopi Secara garis besar proses Sistem Blower pengongsengan biji kopi dengan cara

62 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 60-69

terkontrol, putaran selinder sekitar 75 rpm Biji kopi dengan dan waktu pengongsengan antara 8 sampai kadar air sekitar 10% 13 menit. Peralatan ini mudah dipindah- pindahkan karena menggunakan 4 roda pengerak dan produk yang dihasilkan bersih Sortir serta higenis karena menggunakan steiless steel sebagai alat produksi grade food Proses pengongsengan system (deMan, 1989). blower Bahan selinder yang berfungsi sebagai reaktor pengongsengan dari bahan stailees Pendinginan steel dengan ketebalan 5 mm sehingga pemanasan bahan tidak spontan dan sempurna dan biji kopi langsung Penggilingan/penghalusan bersentuhan dengan plat stainles steel dan dengan alat crusser reaktor berbentuk selinder di putar dengan putaran 75 rpm. Pemanasan bahan dengan Analisa kadar air, abu, kapang cara memanaskan selinder yang berputar khamir dan organoleptik dengan menggunakan kompor gas dan tidak menggunakan kayu bakar sehingga Gambar 2. Alur proses pengongsengan biji kopi dapat mengontrol temperatur. Gas yang sistem blower digunakan dapat menghemat dengan kisaran

kira-kira 12 kg gas untuk penggunaan 100 3. HASIL DAN PEMBAHASAN kali pengongsengan. Udara panas yang 3.1 Spesifikasi Peralatan Peng- ditarik oleh pompa blower di buang gongsengan Biji Kopi Sistem kedalam siklon untuk memisahkan dust/ Blower kulit ari dari biji kopi dan tidak langsung terbuang ke udara. Waktu pengongsengan Peralatan pengongsengan biji kopi sekitar 9 menit dan biji kopi sudah matang sistem blower ini dirancang untuk skala sempurna dan mengeluarkan aroma kopi kecil dengan kapasitas maksimum 500 gr yang sangat enak/aroma khas kopi per sekali operasi.Tekanan di dalam selinder gongseng. Fungsi blower pada penelitian ini terjadi penurunan tetapi tidak di ukur karena untuk menarik udara panas dalam selinder, dibuat 2 lubang untuk pertukaran keluar sehingga tekanan udara menjadi rendah dan masuk udara. Pada penelitian ini temperatur waktu pengongsengan dapat dipercepat divariasikan dengan menggunakan alat (Syarifuddin, 2013).

Tabel 1. Spesifikasi Peralatan Pengongsengan Biji Kopi Sistem Blower No Nama bagian Peralatan Spesifikasi 1 Alat pengonsengan biji kopi 500 gr biji kopi per sekali gongseng, dengan dimensi reaktor sistim blower selinder panjang 30 mm, diameter 20 mm, ketebalan plat steiles steel 5 mm, panjang kerangka peralatan 80 cm, lebar 50 cm dan tinggi 120 cm 2 Mesin pengerak Motor dinamo dengan putaran 1400 rpm. 3 Tempat penampung biji kopi Berbentuk selinder dengan diameter 30 cm dan ketinggian 15 cm. 4 Speed reducser 1/50 menghasilkan putaran sekitar 75 rpm 5 Kompor gas 1 sumbu (bentuk lingkaran besar dan kecil) 6 Box control Alat pengontrol temperatur dengan termokopel. 7 Siklon Tinggi 70 cm, diameter 20 cm

63 Syarifuddin Perancangan Peralatan Pengongsengan …

3.2 Hasil Uji Produk Biji Kopi Setelah 15 menit dan pada temperatur 130 oC, Pengongsengan waktu 15 menit. Analisa kadar abu dan kadar air pada biji kopi hasil gongsengan Dari data hasil penelitian pada Tabel 2 tidak pengaruh nyata terhadap waktu dan untuk volume gongseng 250 gram temperatur pengongseng. menunjukkan bahwa kadar air tidak Pada perlakuan 400 gram biji kopi berpengaruh signifikan terhadap perubahan dengan temperatur 140 oC, kadar air dan temperatur dan waktu pengongsengan, kadar abu produk kopi sangat berpengaruh tetapi pada analisa kadar abu terjadi lamanya (waktu) pengongsengan. Perlakuan kenaikan yang signifikan kadar abu akibat terbaik terjadi pada waktu 9 menit, 10 menit waktu dan temperatur pengongsengan. dan 11 menit di perlakuan ini (temperatur Waktu dan temperatur pengongsengan yang 140 oC) sebagaimana terlihat pada Tabel 4. lama sangat berpengaruh pada warna biji Hasil pada Tabel 5 menunjukkan kopi yang dihasilkan. Aroma, rasa dan kadar air dan kadar abu berpengaruh secara warna biji kopi dihasilkan pada temperatur signifika n terhadap perubahan temperatur. 150 oC, waktu 8 menit serta temperatur o Perlakuan terbaik pada waktu 8 menit. Pada 140 C pada waktu 9 menit dan 10 menit. proses pengongsengan sistim blower ini Dari data Tabel 3 pada volume 300 gr faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dari biji kopi yang digongseng perlakuan terbaik o biji kopi adalah perubahan temperatur dan pada temperatur 120 C, waktu w a k tu pengongsengan.

Tabel 2. Hasil Uji pada perlakuan 250 gr biji kopi, putaran selinder 75 rpm Variabel Waktu pengongsengan (Menit) Suhu (oC) Parameter Uji 7 8 9 10 Kadar air (%) 1,35 1,51 1,12 1,66 Kadar abu (%) 2,92 3,05 3,81 3,12 Warna Coklat muda Coklat muda coklat Coklat kehitaman 140 Aroma Khas kopi Khas kopi Khas kopi Khas kopi Rasa Getir Getir Khas kopi Hangus Kapang/khamir Negatif Negatif Negatif Negatif Kadar air (%) 1,42 1,76 1,54 1,42 Kadar abu (%) 3,71 3,48 3,69 3,52 Warna Coklat muda Coklat Coklat Coklat kehitaman 150 Aroma Khas kopi Khas kopi Khas kopi Khas kopi Rasa Getir Khas kopi Hangus/pahit Hangus/pahit Kapang/khamir Negatif Negatif Negatif Negatif

Tabel 3. Hasil Uji pada perlakuan 300 gr biji kopi, putaran selinder 75 rpm Variabel Waktu pengongsengan (Menit) Suhu (oC) Parameter Uji 10 12 13 15 17 Kadar air (%) 1,54 1,61 1,42 1,56 1,42 Kadar abu (%) 2,52 2,45 2,71 2,12 2,71 Warna Hijau Coklat Coklat muda coklat Coklat Coklat kehitaman 120 Aroma - Khas kopi Khas kopi Khas kopi Khas kopi Rasa Getir Getir Khas kopi Khas kopi Hangus/pahit Kapang/khamir Negatif Negatif Negatif Negatif Negative Kadar air (%) 1,61 - 1,43 1,62 - Kadar abu (%) 2,48 - 2,47 2,63 - Coklat - Coklat tua Coklat - Warna 130 kehitaman Aroma Khas kopi - Khas kopi Khas kopi - Rasa Khas kopi - Khas kopi Hangus/pahit Kapang/khamir Negatif - Negatif Negatif -

64 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 60-69

Tabel 4. Hasil Uji pada perlakuan 400 gr biji kopi, putaran selinder 75 rpm Variabel Waktu pengongsengan (Menit) Suhu (oC) Parameter Uji 8 9 10 11 Kadar air (%) 1,15 1,11 1,09 0,88 Kadar abu (%) 3,35 3,43 3,57 3,85 Warna Coklat Coklat Coklat Coklat 140 Aroma Khas kopi Khas kopi Khas kopi Khas kopi Rasa Khas kopi Khas kopi Khas kopi Khas kopi Kapang/khamir Negatif Negatif Negatif Negatif

Tabel 5. Hasil Uji pada perlakuan 500 gr biji kopi, putaran selinder 75 rpm Variabel Waktu pengongsengan (Menit) Suhu (oC) Parameter Uji 8 9 11 Kadar air (%) 1,26 1,23 1,16 Kadar abu (%) 3,10 3,63 3,74 Warna Coklat tua Coklat kehitaman Coklat/hitam 150 Aroma Khas kopi Khas kopi Khas kopi Rasa Khas kopi Khas kopi Hangus/pahit Kapang/khamir Negatif Negatif Negatif

3.3 Pengaruh Temperatur Peng- didalam biji kopi, makin lama waktu gongsengan terhadap kualitas kopi pengongsengan semakin banyak air yang teruapkan (Syarifuddin, 2013). Hasil Penggongsengan/sangrai merupakan penelitian Syarifuddin (2013) tentang proses pemberian panas pada bahan tertentu pengongsengan sistem vakum menunjukkan untuk menghilangkan air, makin besar penurunan kadar air sangat rendah, sehingga panas yang diberikan maka air yang rasa khas kopi hilang di hisap oleh pompa dikandung didalam bahan akan cepat vakum. Waktu pengongsengan yang lama teruapkan. Besar kecil temperatur juga dapat meyebabkan biji kopi menjadi hangus dipengaruhi oleh tekanan, makin besar atau warna biji kopi menjadi coklat tekanan makin besar juga temperatur kehitaman,kondisi ini sangat berpengaruh (Syarifuddin, 2012). Pada proses peng- terhadap mutu biji kopi gongseng. Lamanya gongsengan ini, untuk memisahkan air dari waktu pengongsengan yang normal yang biji kopi secara sempurna terjadi pada o o dapat menghasilkan mutu biji kopi yang temperature 130 C dan 140 C. Pada suhu bagus sekitar 9 menit sampai 11 menit pada yang rendah tidak dapat menguapkan/ temperatur 140 oC. melepaskan ikatan air yang ada dalam biji kopi, perubahan temperatur pada proses ini 3.5 Kadar Air dan Kadar Abu sangat mempengaruhi cepat-lambatnya kematangan biji kopi saat pengongsengan. Kadar air merupakan banyaknya air Lamanya penyimpanan biji kopi setelah yang terkandung dalam bahan yang pengongsengan, sangat dipengaruhi oleh dinyatakan dalam persen. Kadar air juga tinggi-rendahnya kadar air di dalam bahan. salah satu karakteristik yang sangat penting kadar air yang sangat rendah pada bahan pangan, karena air dapat memungkinkan daya simpan bahan makin mempengaruhi penampakan, tekstur, dan lama, karena aktifitas mikroorganisme tidak citarasa pada bahan pangan. Kadar air dapat berkembang. dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan 3.4 Pengaruh Waktu Pengongsengan tersebut, kadar air yang tinggi terhadap kualitas kopi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, Waktu pengongsengan sangat sehingga akan terjadi perubahan pada bahan berpengaruh terhadap jumlah penguapan air pangan (Winarno, 1997). Kadar air untuk

65 Syarifuddin Perancangan Peralatan Pengongsengan …

produk biji kopi berkisar antara 0,28% - mempunyai nilai pH antara 6-7,5 dan kadar 1,76% dan kadar abu berkisar antara 3,10% air yang sangat rendah sehingga pada sampai dengan 3,85%. produk kopi yang produk tidak dapat hidup mikroorganisme telah digongseng akan tahan lama di dan nilai kapang/khamir negatif (Badan bandingkan dengan biji kopi yang belum Standarisasi Nasional, 2006). Biji kopi digongseng dengan kadar air 10,85% dan setelah pengongsengan sebaiknya jangan kadar abu 2,85% lebih kecil dibandingkan disimpan ditempat yang lembab sehingga dengan hasil setelah digongseng. Besar kadar airnya tidak berubah. kecilnya kadar air dan kadar abu pada biji kopi yang telah digongseng dapat 3.7 Analisa Rasa, Aroma dan Warna dipengaruhi oleh lamanya pengongsengan, Rasa merupakan faktor penting dari dan temperatur pengongsengan. Makin lama produk pangan. Setiap bahan pangan waktu pengongsengan dan makin tinggi memiliki rasa yang khas sesuai dengan sifat temperatur maka kadar air semakin kecil. bahan itu sendiri atau karena ada zat lain 3.6 Analisa Mikrobiologi (Kapang dan yang ditambahkan pada saat proses Khamir) pengolahan, rasa aslinya menjadi berkurang atau mungkin menjadi lebih baik (Soekarto, Faktor-faktor yang mempengaruhi 1985). Rasa khas kopi dapat dipertahankan pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan dengan menggunakan peralatan ini karena makanan seperti oksigen, kadar air, waktu pengongsengan sangat cepat temperatur dan pH. Mikroorganisme dapat (10 menit). Produk yang dihasilkan tidak diklasifikasikan dari kebutuhan oksigennya. hangus/pahit, seperti kebanyakan industri Mikroba aerob membutuhkan oksigen, kopi di masyarakat. sedangkan anaerob tidak membutuhkan Aroma merupakan faktor yang sangat oksigen untuk proses pertumbuhannya. penting untuk menentukan tingkat Khamir (yeast) tumbuh dengan baik apabila penerimaan konsumen terhadap terhadap terdapat cukup oksigen, tapi beberapa suatu produk. Karena sebelum dimakan/ spesies dapat tumbuh pada kondisi tanpa minum biasanya konsumen lebih dahulu oksigen. Kapang dapat tumbuh hanya jika mencium aroma dari produk tersebut untuk terdapat oksigen, sedangkan bakteri ada mengetahui layak atau tidaknya dikonsumsi. yang aerob dan sebagian juga anaerob. Ahli Citarasa sesungguhnya terdiri dari tiga mikrobiologi menjelaskan efek dari kadar komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan air lingkungan pada mikroba sebagai water mulut. Aroma yang enak dapat menarik activity (a.w.). Water activity adalah rasio perhatian konsumen dan kemungkinan dari tekanan uap air pada larutan dengan besar memiliki rasa yang enak pula, tekanan uap pada air murni pada temperatur sehingga konsumen lebih cenderung dan tekanan yang sama. Larutan yang menyukai makanan dari aromanya homogen mempunyai rasio mendekati 1. (Winarno, 1997). Kebanyakan spesies bakteri, yeast dan Warna dari kopi dapat dipengaruhi kapang membutuhkan nilai a.w. 0.9 – 1 oleh pemanansan, makin tinggi temperatur untuk dapat hidup. Tetapi ada juga yang yang digunakan warna kopi akan menjadi dapat hidup pada kondisi a.w 0.6 – 0.7 coklat kehitaman atau menjadi hangus (Priyanto, 1988). sehingga penampakannya kurang menarik. Yeast dan kapang dapat tumbuh pada pH 2 – 8, sedangkan bakteri sensitif 3.8 Perhitungan Teknologi Ekonomi/ terhadap kondisi pH. Beberapa bakteri dapat Prakiraan Biaya tumbuh pada pH 4 – 8, sedangkan beberapa Perhitungan teknologi ekonomi di hanya dapat tumbuh pada pH 6.5 – 7.5 hitung pada industri pengongsengan biji (Priyanto, 1988). Produk biji kopi gongseng

66 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 60-69

kopi jenis robusta dengan asumsi produksi 20 hari dan menggunakan karyawan tetap 2 20 kg per hari dengan harga jual o r a n g , b erikut ini perhitungan tekno- Rp. 100.000/kg. masa kerja dalam sebulan ekonominya:

Tabel 6. Perhitungan teknoekonomi

I INVESTASI A. Modal Tetap - Mesin dan peralatan Rp. 20.000.000,- Jumlah A Rp. 20.000.000,- B. Modal Kerja per Bulan - Upah tenaga kerja (2 orang) Rp. 4.400.000,- - Bahan Baku 20 kg x 20 hari x Rp 30.000/kg Rp. 12.000.000,- - Listrik + Gas (20 hari x Rp. 30.000,-) Rp. 600.000,- Jumlah B Rp. 17.000.000,- C. Kebutuhan Investasi (C) = A + B Rp. 37.000.000,- II. BIAYA PRODUKSI UNTUK 1 TAHUN D. Biaya Tetap (D) - Upah kerja dan tunjangan Rp 4.400.000 x 12 bln Rp. 52.800.000,- - Biaya pemeliharaan peralatan Rp 100.000,- x 12 bln Rp. 1.200.000,- - Penyusutan peralatan 10 % Rp. 2.000.000,- - Bunga modal i. Modal tetap 10% Rp. 2.000.000,- ii. Modal kerja 10% Rp. 5.280.000,- - Biaya umum Rp. 100.000,- x 12 bln Rp. 1.200.000,- Jumlah D Rp. 64.480.000,- E. Biaya Tidak Tetap (E) - Bahan baku 20 kg x 20 hr x 12 bln x Rp 30.000,- Rp. 145.200.000,- - Promosi Rp 100.000,- x 12 bulan Rp. 1.200.000,- Jumlah E Rp. 157.200.000,- F. Biaya Produksi pertahun (F) = D + E Rp. 221.680.000,- G. Kapasitas Produksi Kapasitas produksi pertahun adalah jumlah total produksi perhari dikalikan 12 bulan dikalikan penyusutan 30% = 20 kg x 20 hari x 12 bulan x 70% = 3.360 kg H. Harga Jual (3.360 kg x Rp. 100.000,-) Rp. 336.000.000,- III. Analisa Probabilitas I. Perhitungan Keuntungan - Hasil Penjualan Rp. 336.000.000,- - Biaya Produksi Rp. 221.680.000,- - Keuntungan bersih per tahun Rp. 114.320.000,-

67 Syarifuddin Perancangan Peralatan Pengongsengan …

Tabel 6. (Lanjutan) J. Perhitungan Batas Rugi Laba (Break Even Point) a. Persentase pada batas rugi laba = Jumlah Biaya tetap / Hasil penjualan – Biaya tidak tetap x 100% = Rp 64.480.000,- / 336.000.000,- – Rp 157.200.000,- x 100% = 36,06 % b. Kapasitas pada batas rugi-laba = Persentase pada batas rugi laba x kapasitas produksi. = 36,06 % x 3.360 Kg = 1.211,70 kg/tahun IV. PENGEMBALIAN MODAL (RoI) Pengembalian modal = (keuntungan/tahun) + Penyusutan /Kebutuhan Investasi x 100% = Rp 114.320.000,- + Rp 2.000.000,- / Rp 37.000.000,- x 100% = 314,37%. Maka modal akan kembali dalam waktu = 12 bulan x 100 % / %Pengembalian modal = 12 x (100%/314,3%) = 3,8 bulan atau 4 bulan.

4. KESIMPULAN 6. Harga pembuatan peralatan murah, dapat dijangkau oleh industri kecil, 1. Peralatan ini dapat menggongseng biji pengembalian modal dapat dilakukan kopi dengan mutu terbaik pada kondisi selama 4 bulan. putaran selinder 75 rpm pada temperatur maksimum 140 0C, berat 5. Saran bahan baku 300 gr dan waktu pengongsengan optimum 9 menit . Produk biji kopi yang dihasilkan 2. Kadar air biji kopi sebelum sangat kering dan sebaiknya jangan pengongsengan 10,85%, kadar abu bersentuhan dengan tangan saat 2,83% dan kadar air produk biji kopi pengemasan, ini menghindari tumbuhnya setelah pengongsengan antara 0,88% - jamur, kapang/khamir. 1,76% dan kadar abu 3,10% sampai dengan 3,85%. DAFTAR PUSTAKA 3. Rasa, aroma dan warna biji kopi yang terbaik pada perlakuan waktu 9 menit, Anonimous. 2010. Sejarah Kopi. http://www.kopi.com 10 menit dan 11 menit pada temperatur 0 Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2006. SNI- 140 C, dengan jumlah bahan yang 06-2388-2006 Kopi Bubuk. digunakan 400 gram dan putaran Biro Pusat Statistik (BPS) Aceh. 2012. Aceh selinder 75 rpm. dalam Angka 2012. Biro Pusat Statistik 4. Uji mikrobiologi pada produk setelah Provinsi Aceh. masa penyimpanan pada suhu kamar deMan, J.M. 1989. Kimia Makanan. Bandung. selama 2 bulan tidak ditemukannya ITB Press. Melalatoa, dan Junus, M. 2003. Gayo Etnografi terjadi pertumbuhan mikroorganisme Budaya Melayu. Jakarta. Yayasan Budaya kapang/khamir. Nasional dan Kantor Kementrian dan 5. Spesifikasi peralatan pengongsengan Parawisata RI. yang dirangcang adalah: ketebalan plat Najiati, Sri, dan Danarti. 2004. Kopi Budi Daya stainles steel 5 mm, pajang selinder 30 dan Penanganan Pascapanen. Jakarta. cm, diameter 20 cm dan kecepatan PT. Penebar Swadaya. putaran 75 rpm dengan menggunakan Priyanto, G. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan Yoyakarta. PAU UGM. kompor gas sebagai sumber panas.

68 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 60-69

Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta. Syarifuddin. 2013. Rekayasa Peralatan Bharata Karya Aksara. Pengongsengan Biji Kopi Sistim Vakum, Syarifuddin. 2012. Perancangan Peralatan Laporan kegiatan penelitian dan Destilasi Fraksinasi Minyak Nilam Skala pengembangan. Balai Riset dan Industri Kecil Menengah. Jurnal Ilmiah Standardisasi Banda Aceh. Banda Aceh. Hasil Penelitian Industri (HPI).25(2): 67- Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. 75. Jakarta. Pustaka Gramedia.

69 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 70-77

SIFAT FUNGSIONAL TEPUNG KORO KRATOK HITAM, MERAH DAN PUTIH (Phaseolus lunatus L.) DENGAN PERLAKUAN LAMA PERENDAMAN (Functional Properties of Black, Red and White Lima Bean (Phaseolus lunatus L.) Flour Produced under Different Soaking Time)

Nurud Diniyah*, Wiwik Siti Windrati, Maryanto, Slamet Riady Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto, Jember 68121 Indonesia *E-mail : [email protected]

Riwayat Perlakuan Artikel: Diterima : 11 Mei 2015 Revisi : 13 Oktober 2015 Disetujui: 20 Oktober 2015

ABSTRAK. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fungsional teknis tepung koro kratok hitam, merah, dan putih dengan perlakuan lama perendaman (12, 24 dan 36 jam). Daya dan stabilitas emulsi, daya dan stabilitas buih, Oil Holding Capacity (OHC), Water Holding Capacity (WHC) dan viskositas merupakan parameter yang dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung koro kratok putih perendaman 12 jam memiliki daya dan stabilitas emulsi tertinggi (164,28 m2/g; 4,39 jam); daya dan stabilitas buih, OHC dan WHC dari berbagai varietas koro kratok meningkat dengan lamanya waktu perendaman. Sedangkan viskositas menunjukkan nilai yang konstan untuk semua jenis koro kratok.

Kata Kunci: Lama perendaman, tepung koro kratok hitam, merah, putih.

ABSTRACT. The aim of this research is to determine technical functional characteristics of the varieties lima bean seed flour (black, red, and white) with different treatment soaking time (12, 24 and 36 hour). Parameter of emulsion activity and stability, foam activity and stability, OHC (Oil Holding Capacity), WHC (Water Holding Capacity) and viscosity are investigated. The results showed that white lima bean seed flour with 12 hour soaking time have the highest emulsion activity and stability (164,28 m2/g; 4,39 jam); foaming activity and stability, OHC and WHC of the varieties lima bean seed increased with increase in soaking time. While, viscosity showed constant value for all varieties of lima bean seed flour.

Keywords: Lima bean black, red and white flour, soaking time.

1. PENDAHULUAN untuk karbohidrat, serat pangan, protein, lemak, dan mineral (Lin and Lai, 2006). Indonesia merupakan salah satu Oleh karena itu, kacang-kacangan Negara yang kaya akan tanaman kacang- merupakan sumber protein alternatif yang kacangan atau polong-polongan seperti penting dan terjangkau bagi orang miskin koro-koroan. Kacang-kacangan adalah dibeberapa negara (Ihekoronye and termasuk dalam tumbuhan tropis dari Ngoddy, 1985), khususnya Asia dan Afrika keluarga leguminosae, yang termasuk dimana kacang-kacangan tersebut tanaman penting setelah serealia dikonsumsi secara dominan. (Uzoechma, 2009). Kacang-kacangan Koro kratok (Phaseolus lunatus) adalah sayuran yang murah sebagai sumber adalah kacang-kacangan yang kurang protein dan mineral bila dibandingkan dikenal, hanya ditanam untuk benih dan dengan produk hewani, seperti daging, ikan jarang penggunaan-nya karena adanya dan telur (Apata and Ologhobo, 1997) dan faktor antinutrisi (Feyi, 2014). Menurut banyak dikonsumsi sebagai makanan sehari- Diniyah dkk (2013), pada koro-koroan hari karena merupakan sumber yang baik terdapat senyawa toksik yang terkandung

70 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 70-77

didalamnya, salah satunya adalah 2. METODOLOGI kandungan asam sianida (HCN) yang cukup tinggi yaitu 14,96-26,22 mg/g. Asam 2.1 Bahan dan Alat Penelitian sianida (HCN) merupakan racun yang Bahan utama yang digunakan dalam bereaksi cepat, berbentuk gas tak berbau penelitian ini adalah koro kratok hitam, dan tak berwarna. Selain itu juga terdapat merah dan putih. Bahan kimia yang zat antigizi lainnya seperti asam fitat yang digunakan untuk analisis adalah larutan SDS berkisar antara 8,76-19,75 mg/g. Koro 0,1%, Buffer phospat 0,05 M pH7, aquades, kratok merupakan salah satu sumber bahan minyak sawit. Peralatan yang digunakan pangan fungsional yang yang perlu terdiri dari oven cabinet, blender, ayakan 80 dipertimbangkan. Kandungan kimia koro mesh, kertas, pipet mikro, sentrifugas kratok kaya akan protein 19,93-21,40%, Yenaco model YC-1180 dan tabungnya, karbohidrat 60,55-74,62%, lemak 0,99- timbangan analitik, beaker glass, vortex 1,21%, kadar abu 3,46-3,61%, dan serat (Maxi Max 1 Type 16700), 4,20-5,50% baik pada koro kratok hitam, spectrofotometer (Spectronic 21D Milton). merah, dan putih. Proses pengolahan yang tepat dapat menurunkan kadar asam sianida 2.2 Metode Penelitian (HCN) dan kandungan asam fitat pada koro- koroan (Diniyah dkk, 2013). Salah satu 2.2.1 Pembuatan tepung koro kratok tahap dalam proses pengolahan tepung yang perlu diperhatikan adalah proses Koro kratok hitam, merah dan putih perendaman. Makin lama perendaman, disortasi kemudian dicuci dengan air makin banyak asam sianida (HCN) yang mengalir dan direndam selama 12 jam, 24 dapat dihilangkan (Sri, dkk., 2008). jam dan 36 jam. Setelah proses perendaman Menurut Adeleke and Odedeji (2010), bahan ditiriskan, dikupas, dan dijemur tepung merupakan serbuk halus yang dengan bantuan sinar matahari kurang lebih 2 hari, dan dikeringkan kembali dengan terbuat dari sereal atau produk berbasis o tepung lainnya. Tepung juga dapat dibuat pengeringan oven 60 C selama 24 jam, ini dari kacang-kacangan dan umbi-umbian bertujuan kandungan air dapat seperti singkong, ubi jalar dan lain-lain berkurang. Kemudian dilakukan yang dihasilkan dari sumber non gandum penggilingan dan pengayakan 80 mesh, atau dikenal sebagai tepung komposit. hasil tepung koro kratok disimpan pada Tepung ini memiliki sifat-sifat yang dapat suhu ruang. meningkatkan penggunaannya secara luas 2.2.2 Pengamatan seperti sifat OHC dan WHC, kapasitas dan stabilitas buih, kapasitas gelasi, kapasitas Analisis yang dilakukan meliputi daya dan stabilitas emulsi dan lain-lain (Adeyeye emulsi dan stabilitas emulsi (Parkington, et et al, 1994; Abbey and Ibeh, 1988). al, 2000), daya buih dan stabilitas buih, Sifat fungsional dari suatu makanan OHC dan WHC (Zayas, 1997), dan merupakan karakteristik intrinsik viskositas (AACC, 2000). fisikokimia, yang mempengaruhi perilaku protein dalam sistem makanan selama 3. HASIL DAN PEMBAHASAN proses, manufacturing, penyimpanan dan preparasi (Onimawo and Akubor, 2005). 3.1 Daya Emulsi dan Stabilitas Emulsi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 3.1.1 Daya Emulsi (Emulsi Activity Index / mengetahui karakteristik fungsional tepung EAI) koro kratok dengan perlakuan jenis koro kratok dan lama perendaman. Gambar 1 menunjukkan bahwa daya emulsi tepung koro kratok dari berbagai

71 Nurud Diniyah, dkk Sifat Fungsional Tepung …

varietas berkisar antara 121,76-164,28 m2/g. pembentukan emulsi minyak dan air serta Semakin lama perendaman, maka daya dalam proses penstabilannya. emulsi tepung koro kratok mengalami penurunan. Penurunan daya emulsi tepung 3.12 Stabilitas Eemulsi (Emulsi Stability koro kratok dikarenakan kemampuan untuk Index/ESI) menyerap minyak dan air sangat rendah. Lama perendaman juga berperan penting Gambar 2 menunjukkan kisaran dalam terbentuknya emulsi, semakin lama stabilitas emulsi tepung koro kratok perendaman protein yang terdapat pada berbagai varietas berkisar antara 2,89-4,39 tepung koro kratok akan semakin jam. Menurut Zayas (1997) kestabilan berkurang. emulsi tergantung pada kekentalan dan ketebalan membran atau flim protein yang terserap oleh permukaan antar fase minyak dan air.

Gambar 1. Daya emulsi tepung koro kratok hitam ( ), merah ( ), dan putih ( )

Suhardi (2003), mengatakan semakin Gambar 2. Stabilitas emulsi tepung koro kratok menurunnya kadar protein akibat lama hitam ( ), merah ( ), dan putih ( ) perendaman menyebabkan lepasnya ikatan struktur protein sehingga kemampunan Lama perendaman juga protein tepung koro kratok untuk menyerap mempengaruhi kestabilan emulsi, gugus hidrofobik (gugus yang berikatan dikarenakan air mengandung basa kuat, dengan lemak) dan gugus hidrofilik (gugus dimana dibawah titik isoelektrik protein yang berikatan dengan air) akan berkurang. akan mengalami perubahan muatan. Adanya (Elizade, dkk., 1991). Turunnya kadar perubahan muatan ini menyebabkan daya protein selama perendaman ini diduga tarik menarik antara melokel protein, karena ada protein yang larut selama sehingga molekul lebih mudah terurai. perendaman akibat dari proses hidrolisis Semakin jauh perbedaannya dari titik protein. isoelektrik maka kelarutan protein semakin Daya emulsi tertinggi terdapat pada meningkat (Nelson and Cox, 2015). tepung koro kratok putih dengan lama Tepung koro kratok yang memiliki perendaman 12 jam sebesar 164,283 m2/g. nilai stabilitas terbaik adalah tepung koro Menurut Elizade, dkk., (1991) emulsi kratok putih dengan lama perendaman 12 tergantung dari tingginya kapasitas absorbsi jam sebesar 4,39 jam. Moure, (2006) sifat terhadap minyak-air (w/o), dan menurut emulsifikasi ditentukan oleh kualitas protein Zayas, (1997), protein dengan jumlah bukan kuantitas atau banyaknya protein. hidrofobik tinggi akan diabsorbsi pada Kestabilan emulsi tergantung dari kekuatan permukaan antar fase minyak-air (w/o) dan interparsial bahan dalam mempertahankan protein akan menurunkan tegangan interaksi hidrofobik antara minyak dengan permukaan antara fase dan membentuk protein. Selain itu, menurut Zayas (1997), emulsi. Hal ini dapat menentukan stabilitas emulsi dipengaruhi oleh kondisi

72 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 70-77

emulsifikasi dalam protein, sumber protein komposisi, metode pembuihan yang dan konsentrasi, pH, kekuatan ionik (jenis dilakukan, temperatur dan lama pembuihan garam dan konsentrasi) dan viskositas di (Muthukumaran, 2007). dalam sistem makanan. Daya dan stabilitas Perendaman juga berperan penting emulsi dari berbagai varietas koro kratok dalam terbentuknya buih, lama pembuihan cocok digunakan dalam formulasi dasar dapat menyebabkan terbukanya ikatan- daging seperti pembuatan sosis, sup dan ikatan dalam molekul protein sehingga makanan yang dipanggang (baked food). rantai protein lebih panjang, lalu udara masuk diantara molekul yang terbuka 3.2 Daya Buih dan Stabilitas Buih rantainya dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume. Menurut Raikos, 3.2.1 Daya Buih dkk., (2007) sifat buih protein tergantung pada sifat ekstrinsik seperti temperatur, Daya buih tepung koro dari berbagai peralatan dan metode yang digunakan varietas berkisar antara 25-55% ditunjukkan dalam pembuihan dan menurut Darwis pada Gambar 3. Varietas koro kratok (2000), bahwa senyawa yang terekstraksi menghasilkan daya buih yang beragam. selama perendaman tergantung dari jenis Daya buih terbesar adalah pada varietas dan keefektifan pelarut yang digunakan. kratok hitam yaitu 55% dan terendah adalah Tingginya daya buih dari berbagai kratok putih yaitu 25%. Jika dibandingkan varietas tepung koro kratok dengan daya buih kacang tunggak (9-29%) mengindikasikan bahwa koro kratok dan kedelai (0,0%) (Okaka and Potter, memiliki kualitas protein yang bagus. 1979), daya buih koro kratok lebih besar. Onimawo and Akubor (2005), melaporkan Semakin tinggi nilai protein maka daya buih bahwa bentuk buih dan stabilitas buih yang dihasilkan juga semakin tinggi adalah fungsi dari jenis protein. Bentuk didukung oleh Diniyah, dkk., (2013) yang protein sangat penting di beberapa proses menyatakan bahwa kandungan protein koro dalam industri makanan dan minuman. Buih kratok hitam lebih banyak (20,93%) digunakan untuk memperbaiki tekstur, dibandingkan kadar protein koro kratok konsistensi dan kenampakan makanan. putih (19,93%). 3.2.2 Stabilitas Buih

Stabilitas buih tepung koro dari berbagai varietas berkisar antara 5,12-10 % ditunjukkan pada Gambar 4. Varietas koro kratok menghasilkan stabilitas buih yang rendah. Stabilitas buih tertinggi adalah pada varietas kratok hitam yaitu 10% dan terendah adalah pada kratok putih yaitu 5,13%. Jika dibandingkan dengan stabilitas buih full-fat kecipir (13,67%), protein

Gambar 3. Daya buih tepung koro kratok hitam konsentrat kecipir (63%) (Dwiani, dkk, ( ), merah ( ), dan putih ( ) 2014), stabilitas buih koro kratok lebih kecil. Semakin lama perendaman semakin Stabilitas buih mengalami tinggi daya buih tepung koro, sehingga peningkatan seiring dengan meningkatnya semakin banyak volume buih maka daya buih, maka tepung koro kratok kemampuannya untuk mempertahankan memiliki kemampuan untuk buih juga semakin tinggi. Pembentukan mempertahankan buih. Menurut Lahmudin, buih tergantung dari beberapa faktor seperti (2006) semakin lama perendaman stabilitas

73 Nurud Diniyah, dkk Sifat Fungsional Tepung …

buih, kemampuannya untuk permukaannya (Damodaran dalam Nakai mempertahankan buih lebih baik (buih tidak and Molder, 1993). Menurut Chavan, dkk. mencair). (2001) menyatakan kapasitas buih dipengaruhi oleh intramolekul dan fleksibilitas dari molekul protein.

3.3 Oil Holding Capacity (OHC)

OHC tepung koro dari berbagai varietas berkisar antara 213,37-255,71 % ditunjukkan pada Gambar 5. OHC pada ketiga varietas koro kratok tidak berbeda dan nilainya hampir sama, tetapi nilai OHC tertinggi adalah pada koro kratok putih dan terendah pada koro kratok merah. Hal ini Gambar 4. Daya buih tepung koro kratok hitam ( ), merah ( ), dan putih ( ) didukung oleh data Diniyah, dkk., (2013), yang menyatakan bahwa kandungan lemak Perendaman juga berpengaruh koro kratok putih lebih besar (1,21%) terhadap terbentuknya stabilitas buih, dibandingkan kandungan lemak koro kratok dikarenakan selama perendaman kandungan merah sebesar (1,07%) dan kandungan protein pada tepung koro kratok akan lemak koro kratok hitam sebesar (0,99%). mengalami perubahan. Perubahan tersebut Perendaman berpengaruh juga pada dapat menyebabkan terbukanya ikatan OHC, selama perendaman protein akan dalam molekul protein, rantai protein akan terlarut dengan air, sehingga menyebabkan lebih panjang, lalu udara masuk diantara lepasnya ikatan struktur protein. Menurut molekul yang terbuka rantainya dan Lawal (2004) penyerapan minyak selain tertahan sehingga terjadi pengembangan terjadi karena minyak terperangkap secara volume pada proses pembuihan fisik dalam protein tetapi juga terdapatnya berlangsung. ikatan non kovalen seperti interaksi Sama halnya dengan daya buih, hidrofobik, elektrostatik dan ikatan stabilitas buih koro kratok hitam lebih hidrogen pada interaksi lemak protein. dominan dari pada koro kratok putih, semakin tinggi kandungan protein tepung koro kratok semakin konstan stabilitas buih yang dihasilkan, hal ini didukung oleh data Diniyah, dkk., (2013), yang menyatakan kandungan protein koro kratok hitam lebih banyak dibandingkan koro kratok putih. Stabilitas buih yang memiliki nilai terbaik adalah tepung koro kratok hitam dengan lama perendaman 36 jam dengan stabilitas buih sebesar 10 %. Didukung oleh Dwiani, dkk (2014), tingginya stabilitas protein Gambar 5. Oil Holding Capacity (OHC) tepung konsentrat kecipir berhubungan dengan koro kratok hitam ( ), merah ( ), tingginya konsentrasi protein. Daya dan dan putih ( ) stabilitas buih meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi protein, dimana Nilai OHC yang terbaik terdapat pada peningkatan konsentrasi protein dapat tepung koro kratok putih pada perendaman meningkatkan viskositas dan membentuk 36 jam sebesar 255,71%. Menurut Zayas banyak lapisan cohesiv protein pada (2007) OHC akan meningkat dengan

74 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 70-77

hidrofobisitas yang tinggi, dimana protein 3.5 Viskositas yang tidak larut dalam air (hidrofobik) akan mempunyai kapasitas pengikatan minyak Viskositas tepung koro dari berbagai yang besar. Dalam pengolahan pangan sifat varietas berkisar antara 0,415-0,419 mp oil holding capacity dapat diaplikasikan ditunjukkan pada Gambar 6. Viskositas dari pada pembuatan sosis. ketiga varietas tepung koro memiliki nilai yang hampir sama. 3.4 Water Holding Capacity (WHC)

WHC tepung koro dari berbagai varietas berkisar antara 127,88-188,47 % ditunjukkan pada Gambar 6. WHC dari ketiga varietas tepung koro memiliki nilai yang beragam. Tepung koro kratok putih memiliki nilai WHC tertinggi sebesar 188,47%, sedangkan WHC terendah adalah pada tepung koro kratok merah yaitu 127,88 %. Tingginya nilai WHC pada berbagai varietas tepung koro mengindikasikan Gambar 7. Viskositas tepung koro kratok hitam bahwa mereka memiliki kemampuan ( ), merah ( ), dan putih ( ) menyerap air yang tinggi selama proses dan Viskositas tepung koro kratok pemasakan (Obiakor, 2014). cenderung konstan disetiap lama

perendaman. Fenomena ini didukung oleh Hasbullah dan Riskia (2013), viskositas akhir pada beras yang direndam 4, 6 dan 8 jam tidak memberikan pengaruh yang nyata, tetapi viskositas beras yang direndam memiliki nilai yang lebih besar daripada beras yang tidak direndam. Menurut Chen and Rasper (1982) semakin kecil ukuran partikel semakin luas permukaan penyerapan terhadap air semakin besar dan viskositas semakin meningkat. Viskositas Gambar 6. Water Holding Capacity (WHC) atau kekentalan merupakan gaya gesekan tepung koro kratok hitam ( ), merah ( ), antara molekul yang menyusun suatu fluida. dan putih ( ) Jadi molekul-molekul yang membentuk Lama perendaman pada tepung koro suatu fluida saling gesek-menggesek ketika kratok menyebabkan peningkatan nilai fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, WHC ini dapat dipengaruhi kandungan air viskositas disebabkan karena adanya gaya yang tinggi pada bahan. Tepung yang kohesi (gaya tarik menarik antara molekul memiliki kadar air tinggi dapat sejenis) (Susanto dan Yuwono, 2001). meningkatkan daya ikat air yang disebabkan 4. KESIMPULAN oleh sifat pati itu sendiri yang mudah menarik air. Kemampuan menyerap atau Daya dan stabilitas emulsi tepung mengikat air ini sangat dibutuhkan terutama koro kratok yang dihasilkan berbanding pada salah satu pangan yang paling penting terbalik, daya emulsi semakin turun dan dalam aplikasinya, dimisalkan pada stabilitas emulsi semakin stabil selama pembutan sosis. perendaman. Semakin lama perendaman nilai daya dan stabilitas buih tepung koro

75 Nurud Diniyah, dkk Sifat Fungsional Tepung …

kratok mengalami peningkatan. Nilai OHC Sumber Daya Manusia Dalam Bidang dan WHC tepung koro kratok mengalami Kimia Organik Bahan Alamai Hayati. peningkatan selama perendaman sedangkan Fakultas MIPA Universitas Andalas. Padang. viskositas tepung koro kratok yang Diniyah, N, Windrati WS, Maryanto. 2013. dihasilkan selama perendaman adalah Pengembangan Teknologi Pangan konstan. Berbasis Koro-koroan sebagai Pangan Alternatif Pensubstitusi Kedelai. UCAPAN TERIMA KASIH Prosiding Semnas Pengembangan Sumber Daya Lokal untuk Mendorong Penulis mengucapkan banyak terima Ketahanan Pangan dan Ekonomi, UPN kasih kepada pemberi dana pada Penelitian Veteran, Jawa Timur. Unggulan Perguruan Tinggi, BOPTN UNEJ Dwiani, Afe, Yunianta and Estiasih T. 2014. 2013 dengan nomor surat perjanjian Functional Properties of Winged Bean 771/UN25.3.1/LT.6/2013. (Psophocarpus tetragonolobus L.) Seed Protein Concentrate. Int. J. Chem Tech DAFTAR PUSTAKA Res. 6 (14): 5458-5465. Elizade, B.E., Pilosof, A.M.R., and Bartholomi, AACC (Approved Methods of the American G.B., 1991. Prediction of Emulsion Association of Cereal Chemists). 2000. Instability from Emulsion Composition Wheat and Flour Testing Methods: A and Phycochemical Properties of Proteins. Guide to Understanding Wheat and Flour J. Food Sci. 56:116-119. Quality. 10th Edition. St. Paul, MN. Feyi, A.S. 2014. Effect of Soaking Time on the Abbey, B.W and Ibeh, G.O. 1998. Functional Proximate, Mineral Compotitions and Properties of Raw and Heat Processed Anti-nutritional Factors of Lima Bean. J Cowpea Flour. J. Food Sci. 53: 1775- Food Science and Quality Management. 1991. 27: 1-3 Adeleke, R.O and Odedeji, J.O. 2010. Functional Hasbullah, R dan Riskia, D.P. Pramita. 2013. Properties of Wheat and Sweet Potato Pengaruh Lama Perendaman terhadap Flour Blends. Pakistan Journal of Mutu Beras Pratanak pada Padi Varietas Nutrition. 9 (6): 535-538. IR 64. Jurnal Keteknikan Pertanian. Adeyeye, I.A., Oshodi, A.A., and Ipinmonti, K.O. 27(1): 53-60. 1994. Functional Properties of Some Ihekoronye, A.I and Ngoddy, P.O. 1985. Varieties of African Yam Bean Flour. Int. Integrated Food Science and Technology J. Food Sci. 45: 829-836. for the Tropics. London. Macmillan Apata, D.F and Ologhobo, A.A. 1997. Trypsin Publishers Ltd. Inhibitor Snd The Other Anti-Nutritional Lahmudin, A., 2006. Proses Pembuatan Tepung Factors In Tropical Legume Seeds. Putih Telur Dengan Pengering Semprot. Tropical Science 37: 52-59 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Chavan, U.D., McKenzie, D.B., and Shahidi, F. Bogor. Bogor. 2001. Functional Properties Of Protein Lawal, O.S., 2004. Functionlity of African Locust Isolates From Beach Pea (Lathyrus Bean (Parking Bioglobossa) Protein Martimus L.). Food Chem. 74: 177-187. Isolat: Effect of pH, Ionic Strength and Chen, S.S., and Raspen, V.F. 1982. Functionality Various Protein Concentrations. J. Food. of Soy Proteins in Wheat Flour/Soy Chem. 86: 345-355. Isolate Doughs. II. Rheological Properties Lin, P.Y., and Lai, H.M. 2006. Bioactive and Bread Making Potential. Can Inst. J. Compounds in Legumes and their Food Sci. Technol. 15: 211-220. Germinated Products. J. of Agri and Food Damodaran, S. Functional properties. In: Nakai, S Chem. 54: 3807-3814. and Molder, H.W. 1993. eds. Food Moure. 2006. Physical Properties of Food and Proteins Properties And Food Processing System. England. Ellis Characterization. New Jersey. John Horwood Limited. Wiley Sons, Inc. Muthukumaran, A., 2007. Foam-mat Freeze Darwis, D., 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dryingof Egg Whiteand Mathemathical Dalam Penelitian Senyawa Bahan Alami Modeling. Macdonal Campus of MC Gill Hayati. Workshop Pengembangan University.

76 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 70-77

Nelson, D.L and Cox, M.M. 2015. Principles of Raikos, S.L., Campbell, S.R., Eustan. 2007. Chemistry Lehninger. Fourth edition. Effects of Sucrose and Sodium Chloride http://www.irb.hr/korisnici/precali/Znanos on Foaming Properties of Egg Yolk White t.o.Moru/Biokemija/Literatura/Lehninger Protein. Food Research International. 40: %20Principles%20of%20Biochemistry,% 347-355. 20Fourth%20Edition%20- Sri, Handajani., Dian. R., Pramita. D.S. 2008. %20David%20L.%20Nelson,%20Michael Karakteristik Kimia (HCN, Antioksidan %20M.%20Cox.pdf. dan Asam Fitat) Beberapa Jenis Koro Obiakor-Okeke, P.N. 2014. Comparative Lokal Dengan Berbagai Perlakuan Evaluation of Chemical and Functional Pendahuluan. Makalah disampaikan pada Properties of Some Lima Bean Varieties Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. (Phaseolus lunatus) Consumed in Jakarta. Arondizuogu, Imo State, Nigeria. J. of Suhardi. 2003. Pengaruh Lama Perendaman Food Sci. 2(4): 168-172. Kedelai dan Jenis Zat Penggumpal Okaka, J.C and Potter, N.N. 1979. Terhadap Mutu Tahu. Fakultas Pertanian, Physicochemical and functional Universitas Sumatera Utara. properties of cowpea powders processed Susanto, T dan Yuwono, S. 2001. Pengujian Fisik to reduce beany flavour, Journal of Food Pangan. FTP UB. Malang. Science. 12(2): 44-47 Uzoechma, O.B. 2009. Nutrient and Anti- Onimawo, L.A and Akubor, P.I. 2005. Food Nutrients Potentials of Brown Pigeon-Pea Chemistry. Benin City, Nigeria. Ambik (Cajanus cajan var bicolor) Seed Flour. Press Ltd. Nigeria Food Journal. 27: 10-16. Parkington, J.K., Xiong, Y.L., Blachard, S.P., Windowati.S., Damardjati, D.S. 2001. Menggali Xiong, S., Wang, B., Srinivan, S., Sumber Pangan Lokal. Jakarta. Majalah Froning, G.W. 2000. Food Chemistry and Pangan. Badan Urusan Logistik. Technology. Chemical Functional Zayas, J.F. 1997. Functionality of Protein in Properties of Oxidatively Modified Beef Food. Berlin. Spring. Heard Surimi Stired at 2 °C. Journal of Food Science. 65(3): 428-433.

77 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 78-87

PRODUKSI SERBUK EKSTRAK NANGKA DENGAN TEKNIK ENKAPSULASI (Production of Jackfruit Extract Powder Using Encapsulation Technique)

Enny Hawani Loebis*, Lukman Junaidi Balai Besar Industri Agro, Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor, Indonesia, 16122 *E-mail : [email protected]

Riwayat Perlakuan Artikel: Diterima : 09 Mei 2015 Revisi : 01 September 2015 Disetujui: 15 September 2015

ABSTRAK. Penelitian produksi serbuk ekstrak nangka menggunakan teknik enkapsulasi dilakukan untuk diversifikasi produk olahan buah nangka yang dapat dijadikan komoditas industri. Perlakuan yang diamati meliputi pengaruh: penggunaan jenis anti-kempal magnesium oksida (MO), magnesium karbonat (MC), dan magnesium silikat (MS) dan masa simpan (0, 1, 2, dan 3 bulan) terhadap karakteristik mutu serbuk nangka. Hasil penelitian menunjukkan teknik enkapsulasi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan serbuk nangka yang memenuhi persyaratan mutu SNI 01-4320-1996. Berdasarkan karakteristik mutunya, serbuk nangka MC memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan serbuk nangka MS dan serbuk nangka MO. Serbuk nangka MC memiliki karakteristik mutu: kadar air 2,04%, pH 4,88, kadar gula 84,21%, vitamin C 3,74 mg/100g, total padatan terlarut 97,5%, Angka Lempeng Total 20 koloni/g, coliform < 3 APM/g dan tidak mengandung kapang dan khamir. Penyimpanan serbuk nangka sampai dengan 3 bulan mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar air, pH, dan ALT, dan sebaliknya mengakibatkan penurunan kadar gula, vitamin C dan total padatan terlarut. Berdasarkan karakteristik mutunya, serbuk nangka yang disimpan selama 3 bulan tetap memenuhi persyaratan mutu SNI 01-4320- 1996.

Kata Kunci : Anti kempal, buah nangka, enkapsulasi, serbuk nangka.

ABSTRACT. Research on production of jackfruit extract using encapsulation technique conducted to diversify jackfruit product to be used as industrial commodity. Treatment on this research was influence of: anti-caking magnesium oxide (MO), magnesium carbonate (MC), and magnesium silicate (MS), and storage period (0, 1, 2, and 3 months), on the characteristics of jackfruit powder quality. The results showed encapsulation could be applied to produce jackfruit powder that meets the requirements of SNI 01-4320-1996. Based on its quality characteristics, jackfruit powder MO resulted a better quality compared to jackfruit powder MC and jackfruit powder MS. Jackfruit powder MO has a quality characteristics: water content 2.04%, pH 4.88, sugar content 84.21%, vitamin C 3.74 mg/100g, total soluble solids 97.5%, TPC 120 colonies/g, coliform < 3 MPN/g, and contain no mold and yeast. Storage of jackfruit powder up to 3 months increased water content, pH, and TPC, and contrarily decreased sugar content, vitamin C, and total soluble solids. Based on the quality characteristics, jackfruit powder that was stored for 3 months still meets the SNI 01-4320-1996 requirements.

Keywords : Anti caking, encapsulation, jackfruit fruit, jackfruit powder.

I. PENDAHULUAN sebagai makanan fungsional (Odoemelam, 2005). Buah nangka (Artocarpus Namun demikian sebagaimana heterophyllus), merupakan tumbuhan yang komoditas pertanian lainnya, buah nangka memiliki banyak manfaat. Buah nangka memiliki sifat mudah rusak dan pasokannya dilaporkan mengandung protein, pati, bersifat musiman, sehingga tidak mudah kalsium, dan tiamin dalam jumlah yang untuk didistribusikan secara komersil. cukup tinggi (Swami et al, 2012). Tepung Untuk meningkatkan nilai tambah buah buah nangka dilaporkan memiliki sifat nangka perlu dilakukan diversifikasi produk

78 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 78-87

yang memiliki umur simpan lama dan posfat, sehingga produk serbuk tetap pasokannya tidak tergantung musim, seperti bersifat bebas/tidak menggumpal (Jaya and produk serbuk ekstrak sari buah nangka Das, 2005). (serbuk nangka) dengan menggunakan Untuk mengembangkan buah nangka teknik enkapsulasi. menjadi komoditas industri maka perlu Salah satu bentuk teknik enkapsulasi diteliti diversifikasi produk buah nangka adalah teknik ko-kristalisasi, yang menjadi produk serbuk nangka dengan digunakan untuk melapisi bahan atau penggunaan teknik enkapsulasi. Penelitian campuran berbagai bahan dalam produk ini bertujuan untuk mempelajari atau sistem yang lain (Madene et al, 2006; karakteristik serbuk nangka enkapsulasi dan Poshadri and Kuna, 2010). Dalam proses pengaruh penyimpanan terhadap ko-kristalisasi, ingredien kedua dimasukkan karakteristik mutunya. ke dalam butiran yang bersifat porous yang terbuat dari mikro-kristal sukrosa yang 2. METODOLOGI dibentuk dalam proses kristalisasi spontan. 2.1 Bahan dan Alat Proses ko-kristalisasi dilakukan dengan memekatkan sirup sukrosa sampai tercapai Bahan baku yang digunakan adalah kondisi super jenuh dan kemudian buah nangka yang dibeli di pasar Bogor. ditambahkan bahan inti dan dilakukan Bahan penolong terdiri dari gula, asam pengadukan intensif yang mengakibatkan sitrat, vanili, garam, flavor, aspartam, terbentuknya aglomerasi (Astolfi-Filho et pektin, natrium sitrat, natrium karboksimetil al, 2005). selulosa, anti kempal (magnesium oksida, Mikro - enkapsulasi merupakan magnesium karbonat, dan magnesium penggabungan bahan makanan, enzim, sel, silikat), natrium benzoat, dan bahan atau bahan lainnya dalam kapsul kecil. pengemas aluminium foil (tebal ± 1,5 mm). Mikro-enkapsulasi dapat digunakan untuk Alat yang digunakan adalah: oven, blender, melindungi komponen makanan yang mollen dryer, disk mill, dan Packaging sensitif, mencegah kehilangan nutrisi, Sachet Semi Automatic. melindungi rasa dan aroma, serta mengubah cairan menjadi bahan padat yang mudah 2.2 Penelitian Pendahuluan ditangani (Desai and Park, 2005). Teknik enkapsulasi dapat digunakan untuk Pada penelitian pendahuluan memperpanjang umur simpan dan dilakukan proses produksi serbuk nangka memperbaiki penampilan produk, sehingga untuk mengurangi terbentuknya endapan memberikan beberapa keuntungan dalam apabila produk serbuk nangka diseduh. pemakaian selanjutnya. Idham et al (2012) Perlakuan yang diamati adalah teknik menyebutkan bahwa teknik enkapsulasi pemisahan filtrat hasil ekstraksi, yaitu: digunakan untuk mengurangi interaksi (1) cara sentrifugasi dan (2) cara dekantasi. bahan pangan dengan faktor lingkungan, Hasil kedua percobaan tersebut diuji dengan seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan cara penilaian organoleptik untuk oksigen. menentukan penerimaan panelis terbaik dari Dalam proses produksi serbuk kedua cara tersebut. Hasil yang terbaik nangka, salah satu faktor yang perlu digunakan untuk proses produksi serbuk diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya nangka pada penelitian lanjutan. penggumpalan produk yang disimpan lama, 2.2.1 Proses enkapsulasi serbuk ekstrak sari karena adanya absorpsi air dari lingkungan. buah nangka Untuk menghindari terjadinya penggumpalan produk perlu ditambahkan Proses produksi serbuk ekstrak nangka anti kempal food-grade seperti trikalsium dimulai dengan pembelahan buah nangka

79 Enny Hawani Loebis dan Lukman Junaidi Produksi Serbuk Ekstrak …

untuk mengambil isinya, lalu dipisahkan kadar air, pH, kadar gula, vitamin C, total antara daging buah dengan bijinya, padatan terlarut, dan cemaran mikroba kemudian daging buah diblender dengan (angka lempeng total, kapang, khamir, dan penambahan air 1:1. Jus buah nangka coliform). Pengamatan dilakukan setiap kemudian dipisahkan dengan cara bulan selama penyimpanan 3 bulan. sentrifugasi. Hasil ekstraksi diformulasi untuk proses enkapsulasi lalu dimasukkan 2.4 Analisis ke dalam mollen dryer dan dipanaskan pada suhu 60-70°C, kemudian diputar dengan Analisis yang dilakukan meliputi: kecepatan perputaran 24 rpm sampai kadar air, pH, vitamin C, total padatan mengkristal/menjadi serbuk. Serbuk terlarut, (AOAC, 2005), kadar gula menurut nangka kemudian dihaluskan dengan SNI 01-2892-1992 (BSN, 1992), dan menggunakan disk mill (Ridwan dkk, 2005). cemaran mikroba menurut SNI 01-2897- Lalu ke dalam setiap 1 kg serbuk nangka 1992 (BSN, 1992). Sedangkan penilaian ditambahkan 1 gram anti kempal. organoleptik dilakukan berdasarkan uji Kemudian dikemas dalam aluminium foil kesukaan dengan bobot nilai 1 (tidak suka), dan disimpan selama 0, 1, 2, dan 3 bulan. 2 (agak suka), 3 (biasa), 4 (suka), dan 5 Formula yang digunakan pada proses (sangat suka), dengan jumlah panelis enkapsulasi diuraikan pada Tabel 1. sebanyak 15 orang (Larmond, 1977).

Tabel 1. Formula bahan baku untuk produksi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN serbuk nangka No Jenis Bahan Komposisi (g) 3.1 Analisis Bahan Baku 1 Daging buah nangka 1000 2 Gula 1500 Hasil analisis buah nangka 3 CMC 5 ditunjukkan pada Tabel 2.

4 Pektin 5 Tabel 2. Hasil analisis buah nangka 5 Asam sitrat 40 6 Natrium sitrat 40 No Parameter Uji Satuan Komposisi 7 Aspartam 20 1 Kadar Air (%) 80,93 8 Garam 2,5 2 Kadar Abu (%) 0,71 9 Flavor 5 3 Protein (%) 1,93 10 Pewarna 0,1 4 Lemak (%) 1,5 2.3 Penelitian Lanjutan 5 Serat Kasar (%) 1,47 6 Karbohidrat (%) 8,25 Pada penelitian lanjutan dilakukan 7 Total Gula (%) 1,43 pencampuran bahan anti-kempal magnesium karbonat (MC), magnesium 8 pH - 6,21 silikat (MS), dan magnesium oksida (MO), 9 Vitamin C Mg 14,32 ke dalam produk serbuk nangka yang dihasilkan sesuai proses produksi yang Berdasarkan hasil analisis tersebut diuraikan pada penelitian pendahuluan. dapat dilihat bahwa buah nangka yang Jumlah anti-kempal yang ditambahkan digunakan mengandung kadar air yang adalah 1 g/kg serbuk nangka. Produk tinggi yaitu 80,93% sedang sisanya dalam serbuk nangka yang telah ditambahi anti- jumlah yang kecil, tersebar merata dalam kempal dikemas dalam sachet aluminium bentuk mineral, protein, lemak, serat kasar foil dan disimpan selama 3 bulan untuk dan gula. Dengan komposisi tersebut maka diamati karakteristik mutunya, meliputi:

80 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 78-87

buah nangka dapat diolah menjadi produk selisih 0,48 poin. Berdasarkan hasil serbuk nangka dengan adanya penambahan penilaian organoleptik tersebut, dapat gula dalam proses ko-kristalisasi. disebutkan bahwa teknik sentrifugasi pada proses ko-kristalisasi serbuk nangka 3.2 Penelitian Pendahuluan memberikan rasa serbuk nangka yang lebih baik dibandingkan menggunakan teknik Penelitian pendahuluan bertujuan dekantasi. untuk mendapatkan proses ekstraksi sari Berdasarkan hasil penilaian buah nangka yang terbaik. Ekstraksi organoleptik yang ditunjukkan pada dilakukan dengan penambahan air Gambar 1, terlihat bahwa untuk semua seminimal mungkin. Hasil penilaian secara unsur penilaian (rasa, warna, aroma dan organoleptik terhadap produk serbuk penampakan), produk serbuk nangka nangka dengan metoda sentrifugasi dan sentrifugasi memberikan nilai yang lebih dekantasi dapat dilihat pada Gambar 1. baik dibandingkan produk serbuk nangka dekantasi. Dengan demikian untuk penelitian lanjutan dipilih proses ko- kristalisasi dengan teknik sentrifugasi pada proses pemisahan filtrat dengan ampas.

3.3 Penelitian Lanjutan

3.3.1 Teknik enkapsulasi

Proses enkapsulasi dapat dilakukan dengan berbagai teknik yaitu: coacervation,

Gambar 1. Hasil Penilaian Organoleptik Serbuk co-crystallization, molecular inclusion, Nangka Sentrifugasi dan Dekantasi spray drying, spray cooling, chilling, extrusion and fluidized bed drying. Pada Berdasarkan grafik pada Gambar 1 Tabel 3, disajikan berbagai teknik dapat dilihat bahwa tingkat penerimaan enkapsulasi tersebut (Srivastava et al, panelis terhadap rasa, warna, aroma dan 2013). penampakan serbuk nangka menunjukan bahwa ekstraksi dengan cara sentrifugasi Tabel 3. Karakteristik Teknik Enkapsulasi memberikan nilai antara 3,08 sampai 3,68 Ukuran (biasa sampai suka), sedangkan produk cara Teknik Enkapsulasi Partikel (μm) dekantasi menunjukkan nilai antara 2,37 sampai 2,63 (agak suka sampai biasa). Simple coacervation 20-200 Complex coacervation 5-200 Apabila dilakukan perhitungan rata-rata Tenik Molecular inclusion 5-50 Kimia hasil penilaian organoleptik serbuk nangka Cocrystallization 3-30 maka diperoleh nilai serbuk nangka Interfacial polymerization > 1 sentrifugasi adalah 3,26 (biasa - suka), sedangkan serbuk nangka dekantasi adalah Spray drying 1-50 Tenik Spray chilling 20-200 2,52 (agak suka-biasa). Mekanis Extrusion 200-2000 Perbedaan nilai organoleptik paling Fluidized bed >100 besar antara serbuk nangka sentrifugasi dengan serbuk nangka dekantasi adalah Pada penelitian ini digunakan teknik pada penilaian rasa, yaitu dengan selisih enkapsulasi dengan proses ko-kristalisasi. 1,13 poin, dan perbedaan paling kecil Keunggulan utama teknik ko-kristalisasi adalah pada penilaian warna yaitu dengan adalah produk serbuk yang dihasilkan

81 Enny Hawani Loebis dan Lukman Junaidi Produksi Serbuk Ekstrak …

memiliki sifat higroskopis rendah serta penelitian pendahuluan, dan dihasilkan tiga fluiditas dan stabilitas yang baik. Di jenis produk yaitu serbuk nangka yang samping itu ko-kristalisasi merupakan ditambahi anti-kempal MC, MS dan MO. alternatif teknik enkapsulasi yang lebih Penilaian terhadap perlakuan jenis ekonomis dan sederhana, sehingga lebih anti-kempal dan pengaruh lama mudah untuk diaplikasikan di industri penyimpanan, dilakukan berdasarkan (Munin and Levy, 2011). Teknik ko- pengujian karakteristik mutu serbuk nangka, kristalisasi dapat menghasilkan produk dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3. enkapsulasi yang baik untuk berbagai jenis Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat bahan/produk antara lain: jus buah, minyak dilihat bahwa produk serbuk nangka yang atsiri, flavor, dan gula serbuk coklat dihasilkan memenuhi karakteristik mutu (Madene et al, 2006). sesuai dengan persyaratan Standar Nasional Tahapan utama dalam proses ko- Indonesia (SNI) 01-4320-1996: Serbuk kristalisasi meliputi: penyiapan larutan Minuman Tradisional (BSN, 1996) sukrosa super jenuh, penambahan inti ke Data pada Tabel 4 menunjukkan kadar dalam larutan super jenuh, dan emisi panas air serbuk nangka bervariasi dari 2,04% - setelah tercapai suhu kristalisasi sukrosa 2,35%. Serbuk nangka MO memiliki kadar (Poshadri and Kuna, 2010). Pada penelitian air paling rendah yaitu 2,04% dan serbuk ini proses ko-kristalisasi dilakukan nangka MC memiliki kadar air paling tinggi menggunakan mollen dryer, dengan yaitu 2,35%. Faktor kadar air sangat kecepatan putar 24 rpm dan suhu 60-70°C. berperan dalam mempengaruhi daya tahan Ridwan dkk (2005) melakukan penilitian simpan produk, sehingga diharapkan ko-kristalisasi produk serbuk lidah buaya dengan kadar air awal produk yang rendah dan minuman serbuk mengkudu, dan akan memiliki daya tahan simpan yang memperoleh kecepatan putar mollen dryer lebih lama. yang optimal adalah 24 rpm dengan suhu Hasil analisis pH terhadap ketiga jenis 65°C. produk serbuk nangka menunjukkan nilai pH maksimum 4,88. Dengan demikian 3.3.2 Pengaruh jenis anti kempal terhadap produk serbuk nangka ini tergolong produk karakteristik mutu serbuk nangka pangan dengan tingkat keasaman tinggi (high acid food). Dari sudut pandang nilai Pada penelitian lanjutan dilakukan keasaman maka produk serbuk nangka akan penambahan anti-kempal ke dalam produk lebih aman terhadap kerusakan serbuk nangka yang dihasilkan pada mikrobiologis.

Tabel 4. Hasil analisis karakteristik mutu produk ko-kristalisasi serbuk nangka Serbuk Serbuk Serbuk SNI 01-4320- No Karakteristik mutu Satuan Nangka MC Nangka MS Nangka MO 1996 1 Kadar Air % 2,35 2,13 2.04 Maks. 3 2 pH - 4,63 4,37 4.88 -- 3 Kadar Gula % 82,55 83,42 84,21 Maks. 85 4 Vitamin C mg/100g 4,06 3,70 3,74 -- 5 Total padatan terlarut % 97,5 97,4 97.5 -- 6 Cemaran Mikroba: 6.1 ALT koloni/g 85 20 120 3x103 6.2 Kapang koloni/g 0 0 0 -- 6.3 Khamir koloni/g 0 0 0 -- 6.4 Coliform APM/g < 3 < 3 < 3 < 3

82 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 78-87

Hasil analisis parameter mutu kadar maksimum ALT 3 x103 koloni/g dan gula menunjukkan nilai kadar gula untuk coliform < 3 APM/g. ketiga produk serbuk nangka bervariasi antara 82,55% sampai 84,21%. Kadar gula 3.3.3 Pengaruh lama penyimpanan terhadap produk serbuk nangka sebagian besar karakteristik mutu serbuk nangka berasal dari gula yang ditambahkan untuk proses ko-kristalisasi. Berdasarkan data a. Kadar air formula bahan baku untuk proses ko- Untuk mengevaluasi pengaruh kristalisasi yang ditunjukkan pada Tabel 1, penyimpanan terhadap kadar air serbuk maka dapat dihitung persentase gula yang nangka, dilakukan penelitian penyimpanan ditambahkan pada formula sebesar 57,36% selama 0, 1, 2, dan 3 bulan dan hasilnya (basis basah) dan buah nangka sebesar ditunjukkan pada Gambar 2. 38,24% (basis basah). Apabila dihitung persentase gula pada produk serbuk nangka akan diperoleh kadar gula sebesar 82,53% (basis kering). Hasil analisis kadar gula serbuk nangka menunjukkan produk serbuk nangka yang dihasilkan memenuhi persyaratan SNI 01-4320-1996, yaitu dibawah 85%. Hasil analisis parameter mutu total padatan terlarut menunjukkan nilai total padatan terlarut yang cukup besar, yaitu sekitar 97%. Ketiga jenis serbuk nangka Gambar 2. Korelasi antara waktu penyimpanan memiliki nilai total padatan terlarut yang dan kadar air serbuk nangka hampir sama, yaitu antara 97,4 – 97,5%. Total padatan terlarut merupakan parameter Kadar air serbuk nangka MC selama mutu yang sangat penting untuk produk penyimpanan 3 bulan berkisar dari 2,35% - minuman serbuk. Nilai total padatan 2,45%, serbuk nangka MS berkisar dari terlarut menentukan tingkat kelarutan 2,13% - 2,22% dan serbuk nangka MO produk apabila diseduh dengan air. Semakin berkisar dari 2,04 - 2,12%. Hasil analisis tinggi nilai total padatan terlarut akan tersebut menunjukkan bahwa kadar air semakin baik produk tersebut, karena makin produk serbuk nangka yang dihasilkan sedikit ampas atau sisa bahan yang tidak dengan proses ko-kristalisasi masih dapat dikonsumsi sebagai minuman serbuk. memenuhi persyaratan SNI 01-4320-1996, Kadar vitamin C pada serbuk nangka yaitu maksimum 3%. bervariasi antara 3,7 sampai 4,06 mg/100g. Berdasarkan data pada Gambar 2 Vitamin C pada serbuk nangka seluruhnya dapat dilihat adanya kecenderungan berasal dari bahan baku buah nangka, kenaikan kadar air sejalan dengan lama sehingga kadar vitamin C hanya penyimpanan serbuk nangka. Apabila dipengaruhi oleh kadar vitamin C yang ada dianalisis menggunakan regressi linier, pada buah nangka. maka akan diperoleh persamaan regresi Analisis mikrobiologis produk serbuk linier korelasi antara peningkatan kadar air nangka memberikan hasil Angka Lempeng serbuk nangka dengan waktu penyimpanan Total (ALT) 20 sampai 120 koloni/g, sebagai berikut: coliform < 3 APM/g, serta tidak ada y (Serbuk Nangka MC) = 0,035 X + 2,33 (1) pencemaran Kapang dan Khamir. Hasil uji y (Serbuk Nangka MS) = 0,027 X + 2,11 (2) mikrobiologis ini memenuhi persyaratan y (Serbuk Nangka MO) = 0,029 X + 2,01 (3) SNI 01-0432-1996 yang memberi batas

83 Enny Hawani Loebis dan Lukman Junaidi Produksi Serbuk Ekstrak …

Berdasarkan persamaan regresi linier menurunkan tingkat keasaman produk. yang ditunjukkan di atas dapat dilihat Cardozo et al (2012) menyebutkan, pada bahwa kemiringan (slope) grafik regresi proses penyimpanan buah akan terjadi antar ketiga jenis produk serbuk nangka penurunan pH sampai hari ke-6, yang tidak berbeda nyata. Slope yang paling kemudian secara perlahan pada besar dihasilkan oleh serbuk nangka MC, penyimpanan lebih dari 6 hari akan terjadi yaitu sebesar 0,035 dan kemudian diikuti peningkatan pH. Hal ini disebabkan oleh oleh slope regressi serbuk nangka MO dan penurunan derajat keasaman (peningkatan serbuk nangka MS. Dengan demikian pH) yang diakibatkan oleh konsumsi asam serbuk nangka MC akan mengalami organik untuk metabolisme mikroba (Park kecenderungan peningkatan kadar air yang et al, 2006). paling besar sejalan dengan lamanya Hasil analisis pH serbuk nangka yaitu penyimpanan dibandingkan dengan serbuk berkisar antara 4,37- 4,89, masih tergolong nangka MO dan MS. sebagai produk dengan tingkat keasaman Apabila dilakukan perkiraan kadar air tinggi, sehingga diharapkan tingkat berdasarkan persamaan regressi linier keasaman tersebut dapat menghambat atau tersebut, maka untuk penyimpanan 12 mencegah pertumbuhan mikroorganisme bulan, akan diperoleh berturut-turut kadar pembusuk. air serbuk serbuk nangka MC, MS dan MO sebesar 2,75%, 2,43%, dan 2,35%. Dengan demikian penyimpanan serbuk nangka sampai 12 bulan masih memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan pada SNI Serbuk Minuman Tradisional, yaitu sebesar maksimum 3%. b. Tingkat Keasaman (pH) Hasil analisis pH serbuk nangka menunjukkan nilai yang relatif konstan.

Hal ini disebabkan nilai pH serbuk nangka Gambar 3. Korelasi waktu penyimpanan dan hanya dipengaruhi oleh tingkat keasaman nilai pH serbuk nangka buah nangka dan penambahan asam sitrat, sehingga tidak dipengaruhi oleh faktor c. Kadar Gula proses dan faktor bahan baku lainnya. Hasil analisis kadar gula selama Nilai pH serbuk nangka MC selama penyimpanan dari bulan ke-0 sampai bulan penyimpanan 3 bulan berkisar dari 4,63 - ke-3, ditunjukkan pada Gambar 4. 4,67, MS berkisar dari 4,37 - 4,4 dan MO berkisar dari 4,87 – 4,89. Secara grafik hasil analisis pH serbuk nangka pada masa penyimpanan sampai 3 bulan disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai pH serbuk nangka MC, MS, dan MO, setelah disimpan 3 bulan mengalami kenaikan 0,02 sampai 0,03 dibandingkan nilai pH pada awal produksi. Kenaikan pH pada penyimpanan bulan ke-3 kemungkinan besar disebabkan peningkatan Gambar 4. Korelasi antara waktu penyimpanan kadar air serbuk nangka, sehingga sedikit dan kadar gula serbuk nangka

84 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 78-87

Berdasarkan data pada Gambar 4 kandungan Vitamin A dan Vitamin C yang dapat dilihat bahwa kadar gula serbuk diakibatkan pertumbuhan miroorganisme nangka relatif konstan selama penyimpanan pembusuk. 3 bulan. Kadar gula serbuk nangka MC, MS, dan MO hanya mengalami penurunan e. Total Padatan Terlarut masing-masing 0,05; 0,1 dan 0,09% selama Total padatan terlarut dapat diartikan penyimpanan 3 bulan. Penurunan ini sebagai besarnya padatan yang terlarut diduga diakibatkan peningkatan kadar air dalam suatu larutan. Secara grafik hasil serbuk nangka dan adanya penguraian gula analisis total padatan terlarut produk serbuk seiring dengan pertumbuhan mikroba nangka selama penyimpanan 3 bulan (ALT). Abbo et al (2006) menelti disajikan pada Gambar 6. penyimpanan jus buah pada suhu 28oC dan 4oC, dan menyimpulkan bahwa terjadi penurunan kadar gula pada jus, yang ditandai dengan menurunnya derajat brix jus buah yang disimpan pada suhu 28oC, dari 14obrix menjadi 3obrix selama periode penyimpanan 2 bulan. Sedangkan jus nangka yang disimpan pada suhu 4oC, derajat brix-nya relatif konstan. d. Vitamin C

Hasil analisis kandungan Vitamin C Gambar 6. Korelasi waktu penyimpanan dengan serbuk nangka selama periode penyimpanan total padatan terlarut serbuk nangka 3 bulan disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan grafik pada Gambar 6 dapat dilihat setelah penyimpanan 1 bulan terjadi kecenderungan penurunan total padatan terlarut serbuk nangka. Cardozo et al (2012) meneliti karakteristik sifat fisiologis dan fisiko kimia buah dan menyimpulkan terjadinya penurunan total padatan terlarut setelah hari ke-6 penyimpanan buah. Penurunan ini disebabkan terjadinya pemecahan karbohidrat menjadi gula sederhana yang selanjutnya digunakan Gambar 5. Korelasi waktu penyimpanan dan untuk proses respirasi pertumbuhan mikroba kadar vitamin C serbuk nangka (Kader, 2002). Walaupun terdapat kecenderungan penurunan, hasil analisis Berdasarkan data pada Gambar 5 total padatan terlarut serbuk nangka setelah tersebut dapat dilihat terjadinya penyimpanan 3 bulan masih tinggi, yaitu kecenderungan penurunan kadar vitamin C Serbuk Nangka MC 97%, Serbuk Nangka setelah periode penyimpanan 1 bulan. MS 96,7%, dan Serbuk Nangka MO 97%. Kecenderungan penurunan Vitamin C ini sejalan dengan hasil penelitian Nweke dan f. Cemaran Mikroba Ibiam (2012) tentang pasca panen buah dan Hasil analisis pertumbuhan hubungannya dengan kerusakan kandungan mikroorganisme (ALT) pada serbuk gizi buah akibat mikroorganisme, yang nangka, secara grafis ditunjukkan pada menyimpulkan bahwa terjadi penurunan Gambar 7. Penyimpanan serbuk nangka

85 Enny Hawani Loebis dan Lukman Junaidi Produksi Serbuk Ekstrak …

selama 1 bulan menunjukan nilai ALT Penyimpanan produk serbuk nangka sampai relatif konstan, dan kemudian terjadi dengan 3 bulan mengakibatkan terjadinya kecenderungan kenaikan ALT setelah masa peningkatan kadar air, pH, dan angka penyimpanan 1 bulan sampai 3 bulan. Nilai lempeng total, dan sebaliknya ALT maksimum setelah penyimpanan 3 mengakibatkan penurunan nilai kadar gula, bulan terjadi pada serbuk nangka MS yaitu vitamin C dan total padatan terlarut. sebesar 125 koloni/g. Nilai ALT ini masih Berdasarkan karakteristik mutunya, produk memenuhi persyaratan SNI 01-4320-1996. serbuk nangka selama penyimpanan 3 bulan tetap memenuhi persyaratan mutu SNI 01- 4320-1996 (Serbuk minuman tradisional).

5. SARAN

Perlu dilakukan kajian tekno ekonomi produksi serbuk nangka dengan teknik enkapsulasi sehingga dapat dijadikan sebagai informasi untuk pendirian industri serbuk nangka.

Gambar 7. Korelasi waktu penyimpanan dan UCAPAN TERIMA KASIH: pertumbuhan mikroba (ALT) pada serbuk nangka Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Indra Neffi R.dan Bapak 4. KESIMPULAN Dede Abdurahman yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini. Teknik enkapsulasi menggunakan prinsip ko-kristalisasi dapat dimanfaatkan DAFTAR PUSTAKA untuk menghasilkan produk serbuk nangka yang dapat meningkatkan nilai tambah buah Abbo, E.S., Olurin, T.O. and Odeyemi, G. 2006. nangka. Pada proses ko-kristalisasi perlu Studies on the storage stability of soursop (Annona muricata L.) Juice. African ditambahkan bahan anti-kempal, agar Journal of Biotechnology. 5(19): 1808- produk tidak menggumpal dalam kemasan 1812. selama penyimpanan. Berdasarkan AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of The karakteristik mutunya, produk serbuk Association of Official Analytical Chemist nangka yang ditambahkan bahan anti- 18th Edition. USA. kempal magnesium karbonat memberikan Astolfi-Filho, Z., Souza, A.C., Reipert, E.C.D., hasil yang lebih baik dibandingkan dengan and Telis, V.N.R. 2005. Encapsulation of passion fruit juice by co-crystallization produk nangka magnesium silikat dan with sucrose: crystallization kinetics and serbuk nangka magnesium oksida. Produk physical properties. Cienc. Tecnol. serbuk nangka MO memiliki karakteristik Aliment. 25(4): 795-801 mutu: kadar air 2,04%, pH 4,88, kadar gula Badan Standardiasi Nasional (BSN). 1992. Cara 84,21%, Vitamin C 3,74 mg/100g, total Uji Gula (SNI 01-2892-1992). Badan padatan terlarut 97,5%, ALT 120 koloni/g, Standarisasi Nasional. Jakarta. koliform < 3 APM, dan tidak mengandung Badan Standardiasi Nasional (BSN). 1992. Cara Uji Cemaran Mikroba (SNI 01-2897- kapang dan khamir. Karakteristik mutu 1992). Badan Standarisasi Nasional. serbuk nangka yang dihasilkan dengan Jakarta. proses ko-kristalisasi ini memenuhi Badan Standardiasi Nasional (BSN). 1996. Serbuk persyaratan mutu SNI 01-4320-1996 Minuman Tradisional (SNI 01-4320- (Serbuk minuman tradisional). 1996). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

86 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 78-87

Cardozo, C.J.M., Lozano,V.V., Betancur, D.P.Y., Nweke, C.N. and Ibiam, O.F.A. 2012. Pre and Velásquez, H.J.C., and Valenzuela, J.R.C. Post Harvest Fungi Associated with The 2012. Physiological and Physico- Soft Rot of The Fruit of Annona muricata, Chemical Characterization of The and Their Effects on The Nutrient Content Soursop Fruit (Annona muricata L. cv. of The Pulp. Am. J. Food. Nutr. 2(4): 78- Elita). Rev. Fac. Nal. Agr. Medellín. 85 65(1): 6477-6486. Odoemelam, S.A. 2005. Functional properties of Desai, K.G.H. and Park, H.J. 2005. Recent raw and heat processed jackfruit Developments in Microencapsulation of (Artocarpus heterophyllus) flour. Food Ingredients. Drying Technology. 23: Pakistan J. Nutr. 4(6): 366–70. 1361–1394 Park, Y.S., Jung, S.T., and Gorinstein, S. 2006. Idham, Z., Muhamad, I. I., and Sarmidi, M.R. Ethylene Treatment of "Hayward" 2012. Degradation Kinetics and Color Kiwifruits (Actinidia deliciosa) during Stability of Spray-Dried Encapsulated Ripening and Its Influence on Ethylene Anthocyanins from Hibiscus sabdariffa L. Biosynthesis and Antioxidant Activity. Journal of Food Process Engineering. 35: Scientia Horticulturae. 108(1): 22-28 522–542. Poshadri, A. and Kuna, A. 2010. Jaya, S., and Das, H. 2005. Accelerated Storage, Microencapsulation technology: a review. Shelf-Life and Color of Mango Powder. J. Res. ANGRAU. 38(1): 86-102. Journal of Food Processing and Ridwan I.N., Loebis E.H. Maurexa P. 2005. Preservation. 29: 45–62. Pengaruh Suhu dan Kecepatan Perputaran Kader, A. 2002. Postharvest Technology of Mollen Dryer, terhadap Karakteristik Ko- Horticultural Crops. Agriculture and Kristalisasi Lidah Buaya (Aloe vera Natural Resources. 3rd edition. University Linn). Warta IHP. 22(1): 36-43 of California, Davis, CA. p.535. . Srivastava, Y., Semwal, A.D. and Sharma, G.K. Larmond, E. 1977. Laboratory Methods for 2013. Application of Various Chemical Sensory Evaluation of Food. Agriculture and Mechanical Micro-encapsulation Canada, Research Branch. techniques in Food Sector - A Review. Madene, A., Jacquot, M., Scher, J. and Desobry, Intl. J. of Food. Ferment. Technol. 3(1): S. 2006. Flavour Encapsulation and 1-13. Controlled Release - A Review. Int.J. Swami, S.B., Thakor, N. J., Haldankar, P. M. and Food Science & Technology. 41: 1–21. Kalse, S. B. 2012. Jackfruit and Its Many Munin, A. and Levy, F.E. 2011. Encapsulation of Functional Components as Related to Natural Polyphenolic Compounds: a Human Health: A Review. Review. Pharmaceutics. 3: 793-829. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 11: 565-576.

87 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 88 - 94

ADSORPSI MINYAK SEREH DAPUR MENGGUNAKAN BENTONIT (Lemongrass Oil Adsorption Using Bentonite)

Muhammad Dani Supardan1,*, Arief Fatanen2, Cut Erika2 1) Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala, Jl. Syech Abdurrauf, No. 7, Banda Aceh - Indonesia 2) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala, Jl. T. Hasan Krueng Kalee, No. 3, Banda Aceh - Indonesia *E-mail: [email protected]

Riwayat Perlakuan Artikel: Diterima : 15 April 2015 Revisi : 06 Mei 2015 Disetujui: 15 Juni 2015

ABSTRAK. Sereh dapur (Cymbopogon citratus) adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Mutu minyak atsiri dapat ditentukan dari sifat fisiko kimia minyak. Pada penelitian ini digunakan metode pemurnian secara kimiawi dengan menggunakan bentonit sebagai asorben. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama yang diamati adalah waktu adsorpsi (T) terdiri atas 4 taraf yaitu T1 = 30 menit, T2 = 60 menit, T3 = 90 menit, dan T4 = 120 menit. Faktor kedua yaitu konsentrasi adsorben yang terdiri dari 3 taraf yaitu K1 = 1%, K2 = 5%, dan K3 = 10%. Parameter yang diamati adalah rendemen, sifat fisik (indeks bias, kelarutan dalam etanol, putaran optik) dan komposisi kimia. Kedua faktor yang diamati berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen minyak sereh dapur hasil pemurnian (P≥0,01). Sifat fisik yang dihasilkan dari proses adsorpsi sesuai dengan Essential Oil Association of America namun beberapa di antaranya tidak sesuai dengan standar SNI. Proses adsorpsi tidak hanya menurunkan kandungan sitral pada minyak sereh dapur hasil adsorpsi, namun, juga menurunkan kandungan terpen-terpen tak teroksigenasi yang dapat merusak mutu minyak sereh dapur.

Kata kunci: Adsorpsi, bentonit, minyak sereh dapur, zeolit.

ABSTRACT. Lemongrass (Cymbopogon citratus) is one of the plants which produce essential oil. The quality of the essential oil can be determined from the physiochemical properties of the oil. In this study, chemical purification method is implemented by using bentonite as adsorbent. The Completely Random Design (CRD) factorial consisted of two factors is used in statistical data analysis. The first factor which is observed is the time of adsorption (T) which is consisted of 4 levels which are T1 = 30 minutes, T2 = 60 minutes, T3 = 90 minutes, and T4 = 120 minutes. The second factor is the absorbent concentration which is consisted of 3 levels which are K1 = 1%, K2 = 5%, and K3 = 10%. The result of this study showed that purification using bentonite can improve the quality of the oil. Time of adsorption and adsorbent concentration influenced the yield of lemongrass oil (P≥0,01). The physical properties of the oil produced were in accordance with the Essential Oil Association of America standard. Adsorption processes not only reduce the citral content of lemongrass oil, however, also reduce the content of non-oxygenated terpenes which can damage the quality of the lemongrass oil.

Keywords: Adsorption, bentonite, lemongrass oil, zeolite.

1. PENDAHULUAN dari senyawa sitral yang terkandung dalam minyak atsiri sereh (Guenther, 1990). Sereh dapur (Cymbopogon citratus) Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh adalah salah satu tanaman penghasil minyak beberapa faktor seperti jenis tanaman, umur atsiri. Di Indonesia, spesies yang lebih panen, perlakuan bahan sebelum dan setelah dikenal adalah West Indian Lemongrass penyulingan, jenis peralatan, kondisi proses, yang umumnya digunakan oleh masyarakat kemasan dan teknik penyimpanan. Mutu sebagai campuran bumbu dapur dan minyak atsiri dapat ditentukan dari sifat rempah-rempah karena mempunyai aroma fisiko kimia minyak yang menjadi khas seperti lemon. Aroma ini diperoleh komponen dalam standar mutu minyak

88 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 88 - 94

atsiri. Minyak atisri yang tidak sesuai Fe, Mg, Ca, Na, Ti, dan K. Bentonit standar mutu yang telah ditetapkan dapat berwarna dasar putih dengan sedikit berindikasi bahwa minyak telah kecoklatan atau kemerahan atau kehijauan terkontaminasi dengan komponen lain, tergantung dari jenis dan jumlah fragmen adanya pemalsuan dan minyak mineral-mineralnya. Bentonit memiliki dikategorikan minyak atsiri bermutu rendah. lapisan silikat bermuatan negatif dengan Proses pemurnian merupakan salah kation-kation di dalam antar lapisnya dan satu teknik untuk memperbaiki kualitas memiliki kemampuan mengembang, sifat minyak atsiri agar mempunyai nilai jual penukar ion, luas permukaan yang besar yang lebih tinggi. Pemurnian dapat sehingga memungkinkan penggunaannya dilakukan secara secara kimia ataupun sebagai adsorben (Wijaya dkk., 2003). fisika. Beberapa hasil penelitian Selain itu, bentonit mudah menyerap air dan menunjukkan bahwa teknik pemurnian mempunyai kapasitas penukar ion yang dapat memperbaiki kualitas minyak atsiri tinggi (Patterson, 1992). Indeswari (2013) khususnya dalam hal warna, sifat fisiko menggunakan bentonit teraktivasi asam kimia dan konsentrasi komponen utamanya untuk meningkatkan karakteristik minyak (Rossi dkk., 2001; Rossi dkk., 2003). nilam. Kinninmonth dkk. (2013) Teknik pemurnian secara kimiawi melaporkan kelayakan penggunaan bentonit yang umum dilakukan adalah dengan untuk adsorbsi 5 jenis minyak atsiri yaitu menggunakan metode adsorpsi. Adsorpsi geranium bourbon, rosewood, origanum, adalah proses difusi suatu komponen pada manuka dan grape seed oil. suatu permukaan atau antar partikel. Dalam Penelitian ini bertujuan melakukan proses adsorpsi terjadi proses pengikatan pemurnian minyak sereh dapur secara oleh permukaan adsorben padatan atau kimiawi dengan menggunakan asorben cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion- bentonit. ion atau molekul-molekul gas atau cairan lainnya, yang melibatkan ikatan 2. METODOLOGI intramolekuler di antara keduanya. Proses adsorpsi dapat digunakan untuk 2.1 Bahan dan Alat menghilangkan warna dan logam yang terkandung dalam suatu bahan (Kadirvelu Bahan yang digunakan dalam dkk., 2003; Rossi dkk., 2003). Teknik penelitian ini adalah minyak sereh dapur, air pemurnian secara adsorpsi dapat destilata, bentonit, zeolit, etanol dan asam menghasilkan minyak atsiri dengan warna klorida. Sedangkan alat-alat yang digunakan yang lebih cerah dan karakteristik yang dalam penelitian ini adalah, timbangan memenuhi persyaratan standar mutu yang analitik, gunting, botol kaca, pipet tetes, telah ditetapkan. Untuk proses tersebut, kertas saring, oven, cawan, gelas ukur, dapat digunakan adsorben, baik yang ayakan, magnetic stirrer dan hot plate. bersifat polar (silika, alumina dan tanah diatom) ataupun non polar (arang aktif) 2.2 Rancangan Percobaan (Putra, 1998). Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen Penelitian ini menggunakan tertentu dari suatu fase fluida. Adsorben Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang paling umum dipakai adalah karbon yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama aktif, alumina, silika gel dan zeolit (Sriyanti yang diamati adalah waktu adsorpsi (T) dan Taslimah, 2003). terdiri atas 4 taraf yaitu T1 = 30 menit, T2 = Penyusun utama bentonit 60 menit, T3 = 90 menit, dan T4 = 120 ((MgCa)O.Al2O3.5SiO2nH2O) adalah silika menit. Faktor kedua yaitu konsentrasi dan alumina, dengan kandungan lain yaitu adsorben yang terdiri dari 3 taraf yaitu K1 =

89 Muhammad Dani Supardan, dkk. Adsorpsi Minyak Sereh …

1%, K2 = 5%, dan K3 = 10%. Setiap minyak sereh dapur menjadi lebih jernih. perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali, Kecenderungan hasil yang sama juga sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. dilaporkan oleh Siew dkk. (1994) dan Rossi Langkah kerja untuk prosess adsorpsi dkk. (2003). adalah sebagai berikut (Risfaheri dan Mulyono, 2006): (i) Minyak sereh dapur sebanyak 5 gram diaduk dengan adsorben (konsentrasi adsorben1%, 5%, dan 10%) dengan menggunakan magnetic stirrer, masing-masing selama waktu sesuai perlakuan (30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit) dengan kecepatan sedang dan tanpa pemanasan; (ii) Setelah mencapai waktu yang ditentukan campuran diendapkan selama 24 jam setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring. Gambar 1. Pengaruh konsentrasi adsorben Filtratnya yang merupakan minyak sereh terhadap rendemen minyak sereh dapur hasil dapur hasil pemurnian dengan proses adsorpsi menunjukan berpengaruh sangat nyata (P≥0,01) berdasarkan uji BNT = 5,10, adsorpsi disimpan dalam botol yang 0.01 KK = 6,45. (nilai yang diikuti huruf yang sama selanjutnya akan dilakukan analisis standar. menunjukkan perbedaan tidak nyata)

2.3 Analisis Hasil analisis rendemen minyak sereh dapur yang diperoleh berkisar antara 46- Analisis minyak sereh dapur yang 84% dengan rata-rata 72,58%. Hasil sidik diperoleh dari hasil pemurnian meliputi ragam menunjukkan bahwa sumber rendemen, sifat fisik dan komposisi kimia. keragaman yaitu konsentrasi adsorben Komposisi kimia minyak sereh dapur berpengaruh sangat nyata (P≥0,01) terhadap ditentukan dengan menggunakan gas rendemen minyak sereh dapur hasil kromatografi-spektrofotometri massa (GC- adsorpsi. Pengaruh konsentrasi adsorben MS) terhadap rendemen minyak sereh dapur hasil adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 1. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji BNT0.01 menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan konsentrasi 3.1 Rendemen Minyak Sereh Dapur adsorben 1% (K1) memiliki nilai rendemen (76,75%) yang berbeda tidak nyata dengan Hasil penelitian menunjukkan adanya rendemen pada konsentrasi adsorben 5% perubahan warna dan kejernihan minyak (76,13%). Nilai rendemen terendah pada sereh dapur sebelum dan sesudah konsentrasi 10% (K3) yaitu sebesar 64,88% dimurnikan. Minyak sereh dapur sebelum yang berbeda sangat nyata dengan dimurnikan mempunyai warna yang kuning rendemen pada dua konsentrasi lainnya. Hal pucat. Setelah dilakukan adsorpsi ini menunjukkan bahwa semakin banyak menggunakan adsorben bentonit pada konsentrasi adsorben yang bercampur pada konsentrasi adsorben 10% dengan variabel minyak sereh dapur maka rendemen minyak waktu 120 menit terjadi perubahan warna sereh dapur yang dihasilkan berkurang. dan kejernihan minyak sereh. Hal ini Faktor yang diduga mempengaruhi nilai disebabkan karena bentonit mempunyai rendemen ialah luas permukaan adsorben. sifat menyerap logam yang terdapat dalam Semakin luas permukaan adsorben yang minyak sereh dapur. Dengan berkurangnya digunakan maka semakin banyak adsorben logam dalam minyak sereh dapur, maka yang menyerap minyak sereh dapur dan

90 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 88 - 94

berdampak pada penurunan nilai rendemen. 1,4860 dengan rata-rata 1,4850. Pengaruh Pengaruh waktu adsorpsi terhadap konsentrasi adsorben terhadap indeks bias rendemen minyak sereh dapur dapat dilihat minyak sereh dapur hasil adsorpsi dapat pada Gambar 2. dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi adsorben Gambar 2. Pengaruh waktu adsorpsi terhadap terhadap indeks bias minyak sereh dapur hasil rendemen minyak sereh dapur hasil adsorpsi adsorpsi menunjukan berpengaruh nyata menunjukan berpengaruh sangat nyata (P≥0,01) (0,05≤P≤0,01) berdasarkan uji berdasarkan uji BNT = 5,88, KK = 0,11. 0.01 BNT = 0,002455, KK = 0,11. (nilai yang (nilai yang diikuti huruf yang sama 0.01 diikuti huruf yang sama menunjukkan menunjukkan perbedaan tidak nyata). perbedaan tidak nyata).

Hasil sidik ragam menunjukkan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa sumber keragaman yaitu waktu bahwa sumber keragaman yaitu konsentrasi adsorpsi berpengaruh sangat nyata (P≥0,01) adsorben berpengaruh nyata (0,05≤P≤0,01) terhadap rendemen minyak sereh dapur terhadap nilai indeks bias minyak sereh hasil adsorpsi. Hasil uji BNT0.01 dapur hasil adsorpsi. Hasil uji BNT0.01 menunjukkan bahwa perlakuan dengan menunjukkan bahwa perlakuan dengan faktor waktu adsorpsi dengan nilai tertinggi menggunakan konsentrasi adsorben 10% diperoleh pada waktu adsorpsi 60 menit dan (K3) memberikan hasil cenderung tertinggi nilai rendemen terendah diperoleh pada yaitu sebesar 1,4856 diikuti dengan waktu adsorpsi 120 menit. Faktor yang konsentrasi adsorben 5% (K2) sebesar mempengaruhi rendemen minyak berkurang 1,4845 dan perlakuan dengan konsentrasi dikarenakan sifat dasar dari minyak atsiri adsorben 1% memberikan nilai indeks bias yang mudah menguap dan lamanya waktu cenderung terendah yaitu sebesar 1,4834. adsorpsi. Waktu optimal adsorpsi pada Menurut Sariadi (2012), ukuran minyak sereh dapur berkisar dari 30 - 60 partikel bentonit berpengaruh terhadap luas menit. permukaan dalam menyerap ion logam Fe maupun impuritis yang ada pada minyak 3.2 Sifat Fisika-Kimia Minyak Sereh sehingga dengan sirkulasi selama 2 jam Dapur semakin lama kandungan ion Fe semakin lama berkurang dan mampu meningkatkan Hasil analisis indeks bias minyak nilai indeks bias pada minyak nilam. sereh dapur yang telah diadsorpsi dengan Dengan begitu minyak yang telah konsentrasi 1%, 5%, dan 10 % tidak dapat dimurnikan memiliki standar mutu yang memenuhi standar yang dirujuk oleh SNI memenuhi syarat Essential Oil Association yaitu 1,466-1,475. Indeks bias minyak sereh of America (EOA) tetapi tidak memenuhi dapur sebelum pemurnian adalah 1,4691 SNI No. 06-3953-1995. sedangkan setelah pemurnian 1,4820-

91 Muhammad Dani Supardan, dkk. Adsorpsi Minyak Sereh …

Hasil analisis kelarutan dalam etanol telah memenuhi kriteria EOA yaitu berkisar menunjukkan bahwa pengujian dengan rasio antara (-3) sampai dengan (+1) dan kriteria minyak 1 ml dengan etanol 70% 1 ml (1:1) yang direkomendasikan oleh (SNI 06-3953- dihasilkan larutan yang keruh. Pada 1995) yaitu sebesar (0) - (-6). pengujian 1:5 dihasilkan larutan keruh dan jika disimpan terjadi pemisahan antara 3.3 Komposisi Kimia Minyak Sereh minyak dengan etanol. Dapur Minyak yang dianalisis dengan perbandingan 1:9 sedikit keruh. Hasil Berdasarkan hasil analisis GC-MS adsorpsi telah memenuhi standar EOA pada minyak sereh dapur sebelum tetapi tidak memenuhi standar SNI, dimana pemurnian menunjukkan bahwa terdapat standar EOA menetapkan tingkat kelarutan sekitar 14 senyawa yang teridentifikasi minyak sereh dapur dalam etanol 70% yaitu sedangkan hasil analisis GC-MS sesudah sedikit keruh, sedangkan dalam SNI 06- pemurnian terdapat sekitar 19 senyawa yang 3953-1995 menetapkan tingkat kelarutan teridentifikasi dalam minyak sereh dapur minyak sereh dapur dalam etanol 70% (Tabel 1). dengan rasio 1:2 menghasilkan larutan jernih. Tabel 1. Komposisi Kimia Minyak Sereh Hasil analisis minyak sebelum Dapur pemurnian memiliki nilai sebesar 0,8750. Sebelum Setelah Nilai bobot jenis yang dihasilkan dari semua Senyawa Pemurnian Pemurnian perlakuan berkisar antara 0,8732 – 0,9129 (%) (%) dengan rata-rata 0,8968. Jika dilihat dari Beta-myrcene 10,22 9,53 persyaratan mutu EOA nilai bobot jenis Linalool 1,10 1,28 berkisar antara 0,869 - 0,894 dan (SNI 06- Bicyclo 1,83 1,96 3953-1995) dengan nilai bobot jenis 3-cyclohexene 2,82 2,81 berkisar antara 0,880 – 0,922. Dalam hal ini Beta-citronellol dapat disimpulkan bahwa minyak sereh - 0,77 dapur yang diperoleh dari hasil penelitian Z-citral 49,13 47,19 memenuhi standar EOA dan SNI 06-3953- Geraniol 1,20 2,51 1995. Nilai yang diperoleh dari penelitian Citral 23,15 15,45 tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Geranyl acid 1,19 2,47 Mahlizar (2013), dengan nilai bobot jenis Neryl acetate 1,06 1,24 yang diperoleh berkisar antara 0,8847 – Caryophyllene 0.9012 dengan rata-rata 0,8913. 0,70 0,72 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Delta-guaiene 0,85 0,77 nilai putaran optik dari minyak yang Delta-cadinene 0,85 0,89 sebelum diadsorpsi memiliki nilai putaran Selina-6-en-4-ol 3,68 4,71 optik (-2,20) dan (-2,10). Minyak sereh Alpha-cadinol 0,82 1,33 dapur sebelum diadsorpsi memenuhi standar Elemol - 1,49 mutu yang telah ditetapkan oleh SNI No. 1-naphtalenol 06-3953-1995 yaitu sebesar (0) - (-6) dan - 1,04 EOA yaitu berkisar antara (-3) sampai naphtalene - 1,05 dengan (+1). Hasil analisis nilai putaran 1-tetradecyne - 0,85 optik minyak sereh dapur pemurnian berdasarkan perlakuan terbaik dengan Tabel 1. menunjukan kadar sitral adsorben bentonit konsentrasi 5% dan minyak sebelum pemurnian diperoleh waktu 60 menit memiliki nilai putaran optik sebesar 71,28%. Hasil ini didapat dari sebesar (-1,2). Nilai putaran optik tersebut gabungan antara Z-sitral dengan sitral.

92 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 88 - 94

Sampel minyak dengan konsentrasi senyawa terpen tak teroksigenasi semakin adsorben bentonit 1% dan waktu 120 menit menurun. Hasil analisis bobot jenis sesuai memiliki kadar sitral sebesar 62,64%. dengan syarat SNI maupun EOA. Kadar sitral yang diperoleh dari Hasil analisis putaran optik minyak minyak sereh dapur cenderung menurun sereh dapur setelah pemurnian cenderung jika dibandingkan dengan minyak sereh menurun dibandingkan dengan minyak dapur awal sebelum pemurnian. Penurunan sereh dapur sebelum pemurnian. Hal ini kadar sitral diduga disebabkan karena diduga karena bercampurnya pelarut saat adsorben yang digunakan tidak hanya analisis dilakukan. Faktor yang menyerap zat pengotor tetapi juga menyerap mempengaruhi putaran optik diantaranya komponen aktif dari minyak sereh dapur temperatur, panjang gelombang, banyaknya yaitu sitral. Namun demkian adsorben molekul pada jalan cahaya, struktur bentonit dapat menyerap komponen yang molekul, jenis zat, ketebalan, konsentrasi kurang disukai kehadirannya dalam minyak dan juga pelarut. Pengukuran dalam atsiri seperti mirsen. Terjadi penurunan polarimeter dipengaruhi oleh panjang sel, senyawa terpen tak teroksigenasi yaitu konsentrasi dan suhu. beta.-myrcene dari 10,22 menjadi 9,53%. Kandungan sitral dari minyak hasil Adapun faktor lain yang pemurnian lebih rendah daripada sitral pada menyebabkan penurunan kadar sitral minyak sebelum pemurnian. Hal ini diantaranya minyak yang menguap saat disebabkan adsorben bentonit selain proses adsorpsi berlangsung. Minyak yang menyerap zat pengotor pada minyak, telah diadsorpsi belum sesuai dengan bentonit juga menyerap komponen sitral standar yang ditetapkan oleh EOA dan SNI yang terdapat pada minyak sereh dapur. No. 06-3953-1995 yaitu minimal 75%. Namun demikian, proses pemurnian dapat Menurut Mahlizar (2013) kadar sitral menurunkan kandungan terpen-terpen tak yang masih rendah diakibatkan suhu teroksigenasi seperti mirsen yang dapat penyulingan yang digunakan masih rendah merusak mutu minyak sereh dapur. daripada titik didih sitral yaitu 2240C pada tekanan 1 atm. Menurut penelitian Ma’mun 4. KESIMPULAN dan Nanan (1993), kadar sitral yang diperoleh berkisar antara 80-85% dengan 1. Konsentrasi adsorben dan waktu rata-rata 83%. adsorpsi berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen minyak sereh dapur 3.4 Perbandingan Minyak Sereh Dapur setelah pemurnian, Sebelum dan Sesudah Pemurnian 2. Waktu optimal adsorpsi pada minyak sereh dapur berkisar antara 30-60 Minyak sereh dapur sebelum menit, pemurnian memiliki warna kuning pekat 3. Semakin tinggi konsentrasi adsorben dan minyak sereh dapur setelah pemurnian maka nilai indeks bias semakin tinggi, memiliki warna kuning jernih. Terjadi 4. Konsentrasi sitral pada minyak hasil peningkatan indeks bias minyak sereh dapur pemurnian lebih rendah daripada yang sesuai dengan syarat yang ditetapkan sebelum pemurnian. EOA tetapi tidak memenuhi syarat SNI. 5. Adsorpsi dengan menggunakan Analisis kelarutan dalam etanol tidak sesuai bentonit dapat menurunkan kandungan dengan SNI tetapi sudah sesuai dengan terpen-terpen tak teroksigenasi seperti syarat EOA. Pada analisis kelarutan dalam mirsen. etanol terdapat komponen senyawa terpen 6. Parameter mutu yang diamati sesuai tak teroksigenasi seperti mirsen. Semakin dengan standar mutu EOA. luas permukaan adsorben maka nilai

93 Muhammad Dani Supardan, dkk. Adsorpsi Minyak Sereh …

UCAPAN TERIMAKASIH Patterson, H.B.W. 1992. American Oil Chemists Society. Bleaching and Purifying Fats and Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Oils Theory and Practice. Champaign, Illinois. AOCS Press. Jenderal Pendidikan Tinggi dan Universitas Putra, R.S.A. 1998. Desain Alat Pemucat Minyak Syiah Kuala melalui Hibah Kompetensi Akar Wangi Skala Industri Kecil. Skripsi. Tahun Anggaran 2014. Fateta. IPB Bogor. Risfaheri dan E Mulyono. 2006. Standar Proses DAFTAR PUSTAKA Produksi Minyak Atsiri, Prosiding Konfrensi Nasional Minyak Atsiri. Solo Guenther,E. 1990. The Essential Oil. Vol. 4. Rossi, M., Gianazza, M., Alamprese, C., dan Jakarta. UI Press. Stanga, F. 2001. The effect of bleaching Kadirvelu, K., M. Kavipriya, C. Karthika, M. and physical refining on color and minor Radhi ka, V. Vennilamani, S. Pattabhi. components of palm oil. Journal of the 2003. Utilization of various agricultural American Oil Chemists' Society. 78: wastes for activated carbon preparation 1051-1055 and application for the removal of dyes Rossi, M., M. Gianazza, C. Alamprese, and F. and metal ions from aqueous solutions. Stanga. 2003. The role of bleaching clays Bioresource Technology. 87: 129-132 and synthetic silica in palm oil physical Kinninmonth, M.A., Liauw, C.M., Verran, J., refining. Food Chemistry. 82: 291-296 Edwards-Jones, V., Shaw, D., Webb, M. Sariadi. 2012. Pemurnian Minyak Nilam Dengan 2013. Investigation into the suitability of Proses Adsorpsi Menggunakan Bentonit. layered silicates as adsorption media for Jurnal Teknologi. 12(2): 100-104 essential oils using FTIR and GC–MS. Siew, W. L., Tan, Y.A., dan Tang, T.S. 1994. Applied Clay Science. 83–84, 415–425 Silica refining of palm oil. Journal of the Indeswari, N.S. 2013. Identification of Patchouli- American Oil Chemists Society. 71: 1012- Oil Physical Properties on Oil Purification 1016 by Using Acid-Activated Bentonite. Sriyanti dan Taslimah. 2003. Kinetika Adsorpsi International Journal on Advanced Besi(III) dalam Medium Air pada Zeolit Science, Engineering and Information Alam Termodifikasi 2-merkaptobenzo- Technology. 3. 14-16 tiasol. Universitas Diponegoro, Mahlizar. 2013. Modifikasi Ketel Penyulingan Semarang. pada Penyulingan Daun Sereh Dapur Wijaya, K., I. Tahir dan Mudasir. 2003. Sintesis (Cymbopogon citratus) dengan dan karakterisasi montmorillonit terpilar Penambahan Sekat Horizontal. Skripsi. serta aplikasinya sebagai fotokatalis, Teknologi Hasil Pertanian Universitas bahan foto fungsional dan adsorben. Syiah Kuala. Banda Aceh. Berkala Ilmiah MIPA. 13: 1-16 Ma'mun dan Nanan. 1993. Pengaruh Perajangan Dan Lama Pelayuan Terhadap Rendemen Dan Mutu Minyak Sereh Dapur. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 8(1). Balitro, Bogor.

94 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 95 - 103

EVALUASI MUTU FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MODIFIKASI KUE SATU BERBASIS TEPUNG PISANG (Quality Evaluation of Physicochemical and Organoleptic Characteristic of Modified Satu Cake Based on Banana Flour)

Achmat Sarifudin*, Riyanti Ekafitri, Nur Kartika I.M Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna (P2TTG-LIPI) Jl.K.S.Tubun No. 5 Subang, Jawa Barat, Indonesia *E-mail : [email protected]

Riwayat Perlakuan Artikel: Diterima : 25 Mei 2015 Revisi : 30 September 2015 Disetujui: 13 Oktober 2015.

ABSTRAK. Kue Satu secara umum dibuat dari campuran tepung kacang hijau dengan tepung gula. Pada penelitian ini kue Satu dibuat dari tepung pisang menggantikan tepung kacang hijau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi mutu kue Satu karena pengaruh perbandingan tepung gula dan tepung pisang pada formulasinya. Percobaan dilakukan dengan metode Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan yaitu perbandingan tepung gula dan tepung pisang pada rasio 1 : 1; 1 : 2 dan 1 : 3 dengan tiga kali ulangan. Parameter mutu yang diamati adalah sifat fisik (derajat putih dan kekerasan), kandungan proximat (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat), kadar serat, serta penerimaan secara organoleptik dengan metode skoring hedonik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan tepung pisang, maka nilai kekerasan, kadar air, kadar abu, kadar protein produk kue Satu berbasis tepung pisang semakin meningkat, namun nilai derajat putihnya semakin menurun. Perbedaan rasio tepung gula dengan tepung pisang tidak berpengaruh terhadap kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat. Kisaran nilai derajat putih Kue Satu berbasis tepung pisang yang dihasilkan antara 39,25- 44,23%, kekerasan 0,46-0,53 mm/gr/detik, kadar air 17,2-20,1%, kadar abu 0,8-1,3%, kadar protein 4,4- 6,6%, kadar lemak 0,3-0,4%, kadar karbohidrat 71,1-74,4%, kadar serat 2,8-3,2%. Hasil uji organoleptik produk kue Satu yang paling disukai berdasarkan parameter penerimaan keseluruhan adalah Kue Satu yang terbuat dari tepung gula tepung pisang 1:1.

Kata Kunci : Kue Satu, mutu fisikokima, penilaian organoleptik, tepung gula, tepung pisang.

ABSTRACT. Satu cake is a traditional cake usually made from mixture of mung bean flour and sugar flour. The research had proposed Satu cake by subtituting mung bean flour to banana flour. The objective of this research was to evaluate the quality of Satu cake as the influence of the differences ratio of banana flour and sugar flour 1:1, 1:2, and 1:3, respectively and 3 replications for each The physical quality properties (whiteness and hardness), chemical properties (water, ash, protein, fat, carbohydrate, and fiber content) as well the sensory evaluation were evaluated. Results showed that increasing the percentage of banana flour in the Satu cake formula tended to increase the hardness value, water content, ash content, protein content, meanwhile the whiteness index tended to decrease. The different ratio between sugar flour and banana flour was not significantly effect to the fat content, carbohydrate content, fiber content of the Satu cake sample. The whiteness degree of the Satu cake ranging from 39,25- 44,23%, hardness value from 0,46 to 0,53 mm/gr/sec, water content from 17,2 to 20,1%, ash content from 0,8 to 1,3%, protein content from 4,4 to 6,6%, fat content from 0,3 to 0,4%, carbohydrate content from 71 to 74,4%, fiber content from 2,8 to 3,2%. Result of sensory evaluation recommended the most favored among the Satu cake samples was sample from formulation sugar flour : banana flour 1:1.

Keyword: Banana flour, physicochemical quality properties, Satu cake, sensory evaluation, sugar flour.

95 Ahmat Sarifudin, dkk Evaluasi Mutu Fisikokimia …

1. PENDAHULUAN saat hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Natal dan lainnya. Cara pembuatannya Pisang merupakan tanaman yang yang mudah membuat kue ini digemari ibu- masa berbuahnya tidak mengenal musim ibu rumah tangga untuk membuat sendiri di dan selalu berbuah sepanjang tahun. Pisang rumah. Sementara itu dari sisi kandungan banyak ditanam di berbagai daerah di gizi, kue Satu dari kacang hijau cukup baik. Indonesia, karena penanaman dan Dari 15 gram kue Satu terkandung energi perawatannya yang mudah. Berdasarkan sebesar 59 kilokalori, protein 1,9 gram, BPS (2013), rata–rata produksi pisang pada karbohidrat 11,9 gram, lemak 0,4 gram, tahun 2012 di Indonesia cukup tinggi yaitu kalsium 0,04 miligram, dan zat besi 1,22 sebesar 6.189.052 ton dan banyak miligram (Depkes RI, 2005). dihasilkan di daerah Jawa Barat, Jawa Pada penelitian ini dikembangkan Timur, dan Lampung. produk kue Satu dengan menggunakan Pisang merupakan buah yang bahan baku tepung pisang Nangka. Produk mempunyai kandungan gizi yang cukup olahan pangan berbasiskan tepung pisang baik terutama kandungan vitamin dan ini memiliki keunggulan diantaranya mineralnya. Vitamin yang banyak mempunyai daya cerna dan kalori yang terkandung dalam pisang adalah vitamin B tinggi, kandungan gula fruktosa yang tinggi kompleks (1.10 mg/100 g) sedangkan serta mudah diubah menjadi sumber energi mineralnya adalah Kalium (310 mg/100 g). bagi tubuh, kandungan kalium yang tinggi Vitamin lain yang terkandung pada pisang sehingga baik bagi kerja jantung serta adalah vitamin C sedangkan mineralnya mempunyai kandungan serat yang baik adalah fosfor dan besi (PKBT IPB, 2005). untuk pencernaan. Sebagai produk baru, Buah pisang sebagian besar masih dibutuhkan informasi mengenai sifat dikonsumsi dalam bentuk segar, sedangkan fisikokimia, dan penerimaan sensori dari penanganan pasca panen sebelumnya yang kue Satu berbasis tepung pisang. kurang, membuat bayak pisang menjadi Oleh karena itu penelitian ini bertujuan busuk. Salah satu jalan untuk mengatasinya untuk mengetahui pengaruh perbandingan adalah melakukan penanganan dan tepung gula dan tepung pisang pada pengolahan buah pisang menjadi tepung pembuatan kue Satu tepung pisang terhadap pisang. Berbagai penelitian menyebutkan karakteristik fisik, kandungan proksimat bahwa tepung pisang dari buah mentah dan penilaian organoleptiknya. Informasi dapat dimasukkan ke dalam berbagai mengenai karakterisik - karakteristik produk pangan inovatif seperti cookies tersebut diharapkan dapat digunakan dalam berdaya cerna rendah (Aparicio dkk., 2007) perbaikan proses, formulasi, peralatan serta dan produk roti berserat tinggi (Juarez dkk., nilai gizi sehingga produk yang dihasilkan 2006). Hal ini karena tepung pisang dari sesuai dengan standar ataupun keinginan buah yang masih mentah mempunyai konsumen. Produk kue Satu yang kandungan total pati yang tinggi (73,4 %), dihasilkan telah didaftarkan paten, dengan serta kandungan pati resisten yang besar nomor pendaftaran paten P00201404544. (17,5 %) dan kadar serat makanan yang bisa mencapai 14,5 % (Juarez dkk., 2006). 2. METODOLOGI Salah satu bentuk olahan tepung pisang yang dapat dikembangkan adalah 2.1 Alat dan Bahan kue Satu berbasis tepung pisang. Kue Satu merupakan kue tradisional Indonesia yang Alat yang digunakan dalam penelitian umumnya dibuat dari campuran tepung ini terdiri dari peralatan pembuatan kue Satu kacang hijau dengan tepung gula. Kue ini dan peralatan analisa. Peralatan untuk sangat sering disajikan sebagai kue pada pembuatan kue Satu antara lain timbangan

96 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 95 - 103

digital, vibrator screen, kompor gas, wajan, dari total berat tepung, selanjutnya diaduk sendok, cetakan tablet effervescent, balok sambil terus disangrai selama 15 menit pemukul, loyang aluminium, oven hingga tercampur secara homogen dan tidak pemanggang yang terdapat di Laboratorium terdapat gumpalan. Selanjutnya adonan Pengembangan Produk Bakery Non dicetak dengan cetakan tablet effervescent Gandum, PUSBANG TTG-LIPI. Peralatan agar ukuran dan tekanan pada proses untuk pengujian fisik berupa derajat putih pencetakan kue Satu dapat seragam. Tablet menggunakan Whiteness Tester bermerek kue Satu dengan diameter 1,5 cm dan Kett Electric Laboratoy tipe C-100-3 dan uji ketebalan 0,6 cm. Selanjutnya tablet kue kekerasan menggunakan Universal Satu dikeringkan dengan oven pengering Penetrometer bermerek Humboldt, Type H pada suhu 50°C selama 60 menit. Kue Satu 1200 menggunakan spindle bernomor H- selanjutnya didinginkan di suhu ruang 1270. Uji kandungan proksimat mengikuti selama 3 jam, dikemas dalam wadah plastik BSN (1992a) yang meliputi kadar air, kedap udara dan disimpan di suhu ruangan lemak, protein, abu dan serat. Kandungan sebelum dilakukan analisis. karbohidrat ditentukan menggunakan metode by difference. Analisa fisik serta 2.2.2 Metode analisa kue Satu. kimia menggunakan peralatan pengujian di Laboratorium Jasa Analisa Kimia Analisa yang dilakukan pada PUSBANG TTG-LIPI, sedangkan uji penelitian ini terdiri dari analisa fisik, organoleptik kue Satu dilakukan di analisa kandungan proksimat dan uji Laboratorium Organoleptik PUSBANG organoleptik. Analisa fisik yang dilakukan TTG-LIPI. meliputi uji derajat putih dan uji kekerasan. Tepung gula yang digunakan dalam Derajat putih diuji dengan alat Whiteness penelitian ini diperoleh dari pasar tester bermerek Kett Electric Laboratoy tipe tradisional Subang, sedangkan tepung C-100-3. Uji kekerasan dilakukan dengan pisang Nangka berasal dari UKM Cinta menggunakan Universal Penetrometer Mekar, Kecamatan Tanjung Siang. Bahan- bermerek Humboldt, Type H 1200 bahan kimia yang digunakan untuk analisa menggunakan spindle bernomor H-1270. proksimat adalah bahan kimia dengan grade Analisa kandungan proksimat mengikuti pro-analysis. Uji organoleptik dilakukan BSN (1992a) yang meliputi kadar air, kepada 30 orang panelis semi terlatih yang lemak, protein, abu dan serat. Kandungan merupakan staf pegawai baik peneliti dan karbohidrat ditentukan menggunakan non peneliti di Pusbang TTG LIPI. metode by difference. Pelaksanaan uji organoleptik menggunakan metode uji 2.2 Metode Penelitian skoring, dimana tiga sampel kue Satu dengan perlakuan yang berbeda dinilai dan 2.2.1 Persiapan kue Satu diberi skor oleh 30 orang panelis semi terlatih dalam rentang 5 tingkat Tepung pisang hasil pembelian diayak kesukaannya (1: sangat tidak suka; 2: tidak dengan ayakan 80 mesh kemudian tepung suka; 3: biasa; 4: suka dan 5: sangat suka) yang lolos ayakan digunakan dalam proses terhadap 5 kriteria mutunya yaitu aroma, selanjutnya. Tepung pisang halus disangrai rasa, warna, kekerasan dan kesukaan secara dengan api kecil selama 20 menit sampai menyeluruh. berwarna kecoklatan, selanjutnya dicampur dengan tepung gula putih bubuk, dengan 2.2.3 Metode pengolahan data perbandingan tepung gula : tepung pisang berturut-turut 1:1; 1:2 dan 1:3 sambil terus Analysis of variance (ANOVA) diaduk selama 15 menit. Kemudian adonan digunakan untuk mengolah data yang diangkat dan ditambah air sebanyak 28,8% diperoleh dengan menggunakan SPSS

97 Ahmat Sarifudin, dkk Evaluasi Mutu Fisikokimia …

18.0.0.2009, untuk menentukan apakah atau bahan lainnya atau perlakuan lainnya terdapat perbedaan antar perlakuan. Tes untuk mengurangi reaksi pencoklatan Least Significant Difference (LSD) tersebut, sehingga tepung yang dihasilkan dilakukan sebagai analisis statistik lanjut berwarna kecoklatan dan mempengaruhi dalam menentukan tingkat signifikansi warna kue Satu yang dihasilkan. perlakuan yang berbeda tersebut. Nilai kekerasan kue Satu berbahan baku tepung pisang berkisar antara 0,46 - 3. PEMBAHASAN 0,53 mm/gram.detik dapat dilihat pada Tabel 1. Kekerasan kue Satu yang terbuat 3.1 Analisa Fisik dari perbandingan tepung gula : tepung pisang 1:1 tidak berbeda nyata dengan kue Satu dari pelakuan lainnya (p ≤ 0,05). Analisa sifat fisik yang dilakukan Kekerasan kue Satu yang terbuat dari pada penelitian ini meliputi uji derajat putih perbandingan tepung gula : tepung pisang dan uji kekerasan. Data hasil pengujiannya 1:2 berbeda nyata dengan kekerasan kue dapat dilihat pada Tabel 1. Satu yang terbuat dari tepung gula : tepung Hasil pengujian terhadap derajat putih pisang 1:3 (p ≤ 0,05). Semakin tinggi nilai produk kue Satu dari tepung pisang berkisar kekerasan, menunjukkan produk semakin antara 39,25 - 44,23 % (Tabel 1). Derajat lunak. Pada Tabel 1 terlihat bahwa semakin putih kue Satu yang terbuat dari tepung gula tinggi penggunaan tepung pisang nilai : tepung pisang 1:1 tidak berbeda nyata kekerasan semakin tinggi, yang dengan kue Satu yang terbuat dari tepung menunjukkan produk semakin lunak. Hal ini gula : tepung pisang 1:2 dan berbeda nyata diduga disebabkan oleh penggunaan tepung dengan kue Satu yang terbuat dari tepung gula yang semakin sedikit diikuti dengan gula : tepung pisang 1:3 (p ≤ 0,05). Kue peningkatan jumlah tepung pisang yang Satu dengan perbandingan tepung gula dan semakin banyak. Hal ini menyebabkan tepung pisang 1:1 memiliki derajat putih produk semakin remah. Hal ini juga sesuai tertinggi (44,23%), diikuti dengan kue Satu dengan kadar air kue Satu yang dihasilkan. yang terbuat dari tepung gula 1:2 (41,95%) Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa kue dan 1:3 (39,25%). Tabel 1 menunjukkan Satu tepung pisang yang terbuat dari bahwa semakin tinggi penggunaan tepung perbandingan tepung gula dan tepung pisang maka nilai derajat putih kue Satu pisang 1 : 1 memiliki kadar air tertinggi yang dihasilkan semakin menurun, artinya (20,1%) sehingga memiliki kekerasan yang warna kue Satu yang dihasilkan semakin rendah (0,53 mm/gram/detik). Jika tidak putih. Hal ini disebabkan penggunaan dihubungkan dengan tren perubahan kadar tepung pisang yang semakin banyak. air, maka nilai kekerasan semakin menurun Gaplek pisang yang digunakan untuk karena kandungan air dalam produk yang pembuatan tepung pisang diduga meningkat sehingga karakteristik renyah mengalami browning enzimatik akibat produk hilang (produk menjadi melunak) adanya enzim polifenolase. Menurut Palupi menyebabkan nilai kekerasannya menurun (2012) dalam pembuatan tepung pisang, (Cauvain dan Young, 2000). pisang yang telah dikupas direndam dalam larutan natrium metabisulfit (NaS2O5). Chang (1999) menyatakan tujuan 3.2 Analisa Kandungan Proksimat penggunaan sulfit pada makanan adalah mengendalikan reaksi pencoklatan Kandungan proksimat dan serat enzimatis dan non-enzimatis, menghambat kue Satu tepung pisang dapat dilihat pada pertumbuhan mikroba dan pemutih. Tepung Tabel 2. pisang yang diperoleh dari UKM Cinta Mekar ini tidak menggunakan Na-bisulfit

98 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 95 - 103

Tabel 1. Analisa Fisik Kue Satu dari Tepung Pisang Tepung gula : Tepung pisang *Derajat putih [%] *Kekerasan [mm/gram/ detik] 1:1 44,23±2,97a 0,48±0,05ab 1:2 41,95±0,13a 0,46±0,03a 1:3 39,25±0,58b 0,53±0,04b *superscript yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada p ≤ 0,05

Tabel 2. Kandungan Proksimat dan Serat Kue Satu Tepung Pisang Tepung gula : Kadar air Kadar abu Kadar Kadar Kadar Kadar serat Tepung pisang (%) (%) protein (%) lemak (%) karbohidrat (%) (%) 1:1 17,2±1,5ab 0,8±0,1a 4,4±0,1a 0,4±0,1a 74,4±1,8a 2,8±0,5a 1:2 17,4±0,8a 1,3±0,2b 5,1±0,2b 0,3±0,2a 73,4±2,0a 2,5±1,4a 1:3 20,1±1,7b 1,3±0,1b 6,6±0,2c 0,4±0,2a 71,1 ±1,9a 3,2±2,1a

Kadar air dalam bahan pangan ikut (2008) menyatakan unsur mineral juga menentukan kesegaran dan daya awet dikenal sebagai zat anorganik atau kadar bahan pangan tersebut, kadar air yang abu. Kadar abu kue Satu tepung pisang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, berkisar 0,8 - 1,3%. Kadar abu kue Satu kapang, dan khamir untuk berkembang yang terbuat dari tepung gula : tepung biak, sehingga akan terjadi perubahan pada pisang 1:1 berbeda nyata dengan kadar abu bahan pangan. Makin rendah kadar air, kue Satu yang terbuat dari tepung gula : makin lambat pertumbuhan mikro- tepung pisang 1:2 dan 1: 3 (p ≤ 0,05), tetapi organisme berkembang biak, sehingga kadar abu kue Satu yang terbuat dari tepung proses pembusukan akan berlangsung gula : tepung pisang 1:2 dan 1: 3 tidak lebih cepat (Winarno, 2008). Ketiga kue berbeda nyata (p ≥ 0,05). Semakin tinggi Satu tepung pisang yang dihasilkan berkisar penggunaan tepung pisang, kadar abu antara 17,20 - 20,10%. Kadar air kue Satu produk semakin meningkat. Hal ini dapat yang terbuat dari tepung gula : tepung disebabkan oleh kandungan mineral yang pisang 1:1 tidak berbeda nyata dengan kadar lebih banyak akibat penggunaan tepung air kue Satu yang terbuat dari tepung gula pisang yang lebih banyak. Pada pisang 1:2 dan 1:3 (p ≤ 0,05), tetapi kadar air kue kandungan mineral adalah mineral kalium Satu yang terbuat dari tepung gula 1:2 (PKBT IPB, 2005). Kalium merupakan berbeda nyata dengan kadar air kue Satu mineral yang sangat penting untuk transport yang terbuat dari tepung gula: tepung pisang aktif sel sehingga dengan adanya mineral 1:3 (p ≤ 0,05). Semakin tinggi penggunaan kalium maka metabolisme tubuh menjadi tepung pisang, kadar air kue Satu semakin lebih lancar. Menurut BSN (1992b) yaitu meningkat. Untuk kategori biskuit menurut SNI 01-2973-1992, kadar abu biskuit yang BSN (1992b), kadar air kue Satu tepung dipersyaratkan maksimum 1,6%. pisang tergolong tinggi, yaitu melebihi Berdasarkan hal tersebut kadar abu kue Satu kadar air maksimum cookies 5%. Menurut tepung pisang yang dihasilkan sesuai Winarno (2008) batas kadar air minimum dengan yang dipersyaratkan SNI. dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah Protein merupakan salah satu 14 - 15% (b/b). Hal ini menunjukkan kue kelompok bahan makronutrien. Menurut Satu yang dihasilkan rentan terhadap Winarno (2008), protein merupakan suatu kerusakan. zat makanan yang amat penting bagi Abu adalah zat organik sisa hasil tubuh, karena zat ini di samping pembakaran suatu bahan organik. Winarno berfungsi sebagai bahan bakar dalam

99 Ahmat Sarifudin, dkk Evaluasi Mutu Fisikokimia …

tubuh juga berfungsi sebagai zat menyebabkan kadar lemaknya berkurang. pembangun dan pengatur. Kadar protein kue Komponen gizi lemak berubah Satu tepung pisang berkisar antara 4,1 - disebabkan oleh pecahnya komponen- 6,6% (Tabel 2). Kadar protein kue Satu komponen lemak menjadi produk volatil, yang terbuat dari tepung gula : tepung seperti aldehid, keton, alkohol, asam-asam pisang 1:1 berbeda nyata dengan kue Satu dan hidrokarbon, yang sangat berpengaruh yang terbuat dari tepung gula ; tepung terhadap pembentukan flavor. Proses pisang 1:2 dan berbeda nyata pula dengan pemanasan dapat menurunkan kadar lemak kadar abu kue Satu yang terbuat dari tepung bahan pangan. gula : tepung pisang 1:2 dan 1: 3 (p ≤ 0,05). Karbohidrat banyak terdapat dalam Semakin tinggi penggunaan tepung pisang, bahan nabati, baik berupa gula sederhana, kadar protein produk semakin meningkat. heksosa, pentosa, maupun karbohidrat Hal ini disebabkan oleh penggunaan tepung dengan berat molekul yang tinggi, seperti pisang yang semakin tinggi dan penggunaan pati, pektin, selulosa, dan lignin (Winarno tepung gula yang semakin berkurang. 2008). Kadar karbohidrat kue Satu tepung Menurut Ekafitri dkk., (2011) tepung pisang pisang berkisar antara 71,1 - 74,4% (Tabel nangka memiliki kandungan protein sebesar 2). Kadar karbohidrat kue Satu ketiga 4,08%, sementara menurut Direktorat Gizi perlakuan perbandingan tepung gula : Departemen Kesehatan RI (1996) gula tidak tepung pisang tidak berbeda nyata pada p ≥ mengandung protein hanya mengandung 0,05. Menurut Direktorat Gizi Departemen karbohidrat sebesar 94%. Menurut BSN Kesehatan RI (1996) gula sebagian besar (1992b) yaitu SNI 01-2973-1992, kadar terdiri dari karbohidrat yaitu 94%. Dalam protein biskuit minimum 9%. Kue Satu SNI 01-2973-1992, kadar karbohidrat tepung pisang yang digunakan memiliki biskuit minimum 70%. Terlihat bahwa kue kadar protein yang lebih rendah Satu tepung pisang yang kadar dibandingkan yang dipersyaratkan SNI. Hal karbohidratnya memenuhi persyaratan ini diakibatkan pada pembuatan kue Satu tersebut adalah yang terbuat dari tidak digunakan sumber protein seperti perbandingan tepung gula dan tepung halnya pada pembuatan biskuit yang pisang 1 : 3 (74%). kebanyakan menggunakan telur sebagai Serat kasar adalah bagian dari pangan sumber protein. yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan- Lemak merupakan bagian integral bahan kimia yang digunakan untuk dari hampir semua bahan pangan. Lemak menentukan kadar serat kasar, yaitu H2SO4 dan minyak terdapat pada hampir semua dan NaOH (Muchtadi, 2001). Kadar serat bahan pangan dengan kandungan yang kasar kue Satu tepung pisang adalah 2,5 - berbeda-beda (Winarno, 2008). Kadar 3,2% (Tabel 2). Kadar serat ketiga lemak kue Satu tepung pisang berkisar perlakuan perbandingan tepung gula : antara 0,3 - 0,4% (Tabel 2). Kadar lemak tepung pisang 1:1, 1:2, dan 1:3 tidak ketiga perlakuan perbandingan tepung gula : berbeda nyata pada p ≥ 0,05 tetapi pada tepung pisang 1:1, 1:2, dan 1:3 tidak Tabel 2 terlihat bahwa semakin tinggi berbeda nyata pada p ≥ 0,05. Menurut penggunaan tepung pisang semakin tinggi Ekafitri dkk., (2011) kadar lemak tepung serat kasar yang terdapat pada kue Satu pisang nangka sebesar 1,53%. Terlihat tepung pisang. Hal ini diduga karena pada penurunan terhadap kadar lemak kue Satu pembuatan kue Satu tepung pisang dibandingkan dengan bahan bakunya. Hal merupakan komponen terbesar yang ini disebabkan karena selama proses mengandung serat. Tepung pisang diduga pemanasan maupun pengeringan lemak memiliki komponen yang lebih tahan dapat mengalami kerusakan akibat terhadap hidrolisis H2SO4 dan NaOH. adanya panas (Muchtadi, 1989) yang Menurut Morton (1987) tepung pisang

100 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 95 - 103

mengandung serat sebesar 3,2 - 4,5%. diminati. Nilai rata-rata penerimaan Menurut BSN (1992b) yaitu SNI 01-2973- organoleptik terhadap warna kue Satu 1992, kadar serat kasar yang dipersyaratkan tepung pisang adalah 2,8 - 3,4 (Tabel 3). pada biskuit adalah maksimum 0,5%. Pada yang secara deskripsi berarti tingkat kue Satu tepung pisang terlihat bahwa kasar kesukaan tidak disukai hingga disukai. Hasil serat kasar lebih tinggi dibandingkan yang analisa statistik menunjukkan bahwa tingkat dipersyaratkan untuk produk biskuit. kesukaan terhadap warna pada kue Satu Perbedaan tersebut diduga dapat disebabkan dengan perbandingan tepung gula : tepung oleh pada pembuatan biskuit biasanya yang pisang 1:1 berbeda nyata dengan tingkat digunakan adalah tepung terigu yang kesukaan terhadap warna kue Satu yang memiliki kadar serat lebih rendah terbuat dari tepung gula : tepung pisang 1:2 dibandingkan dengan tepung pisang. dan 1:3 (p ≤ 0,05). Berdasarkan nilai Menurut Murtini dkk., (2005) tepung penerimaan terhadap warna terlihat bahwa gandum berbagai varietas memiliki panelis lebih menyukai warna kue Satu kandungan serat kasar 1,97 - 2,26%. tepung pisang yang terbuat dari perbandingan tepung gula dan tepung 3.3 Uji Organoleptik pisang 1 : 2 dan 1 : 3. Tekstur merupakan salah satu Uji sensori (organoleptik) dilakukan parameter dalam pengujian sifat sensori untuk mengetahui tingkat penerimaan (organoleptik) dengan menggunakan konsumen terhadap suatu produk. Menurut indera perabaan (tangan) yang dinyatakan Soekarto (1990) uji fisik dan kimia serta uji dalam keras atau lunak. Tekstur bisa gizi dapat menunjukkan suatu produk diterima bila bahan yang dalam keadaan pangan bermutu tinggi, namun tidak normal dan tergantung pada spesifik akan ada artinya jika produk tersebut bahan (Kusmawati dkk., 2000). Nilai rata- tidak dapat dikonsumsi karena tidak enak rata penerimaan terhadap tekstur kue Satu atau sifat organoleptiknya tidak tepung pisang adalah 2,8 - 3,3 (Tabel 3) membangkitkan selera atau tidak dapat yang secara deskripsi berarti tidak disukai diterima konsumen. Nila rata-rata skor hingga disukai. Hasil analisa statistik organoleptik kue Satu tepung pisang yang menunjukkan bahwa tingkat kesukaan meliputi parameter warna, tekstur, aroma, terhadap tekstur pada kue Satu ketiga rasa, dan penerimaan keseluruhan dapat perlakuan tidak berbeda nyata pada p ≥ dilihat pada Tabel 3. 0,05, namun pada Tabel 3 terlihat bahwa Menurut Fennema (1985) warna semakin banyak penggunaan tepung pisang, adalah atribut kualitas yang paling penting. tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur Bersama-sama dengan tekstur dan rasa, kue Satu semakin menurun. Panelis lebih warna berperan dalam penentuan tingkat menyukai kue Satu yang terbuat dari penerimaan konsumen terhadap suatu perlakuan tepung gula : tepung pisang 1 : 1 produk, meskipun produk tersebut bernilai (nilai kesukaan 3,3). Berdasarkan hasil uji gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik kekerasan, panelis menunjukkan lebih namun jika warna tidak menarik maka akan menyukai kue Satu yang lunak. menyebabkan produk tersebut kurang

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Skor Organoleptik Kue Satu Tepung Pisang* Tepung gula : Penerimaan Warna Tekstur Aroma Rasa Tepung pisang keseluruhan 1:1 2,8a 3,3a 3,6a 3,5a 3,4a 1:2 3,4b 3,1a 3,3a 3,0b 3,3a 1:3 3,4b 2,8a 3,3a 2,5c 2,8b *superscript yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada p ≤ 0,05

101 Ahmat Sarifudin, dkk Evaluasi Mutu Fisikokimia …

Aroma adalah salah satu komponen parameter keseluruhan yang tidak berbeda cita rasa (flavor). Aroma merupakan nyata dengan kue Satu yang terbuat dari sensasi subyektif yang dihasilkan dengan tepung gula : tepung pisang 1:2 (p ≥ 0,05) penciuman (pembauan). Berdasarkan Tabel dan berbeda nyata dengan kue Satu yang 3 diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis menggunakan tepung gula : tepung pisang terhadap aroma kue Satu berkisar antara 1: 3 (p ≤ 0,05). Berdasarkan skor rata-rata 3,3 - 3,6 yang artinya tingkat kesukaan kesukaan tertinggi, kue Satu tepung pisang netral hingga suka. Hasil analisa statistik yang terbuat dari perbandingan tepung gula menunjukkan bahwa tingkat kesukaan dan tepung pisang 1 : 1 merupakan produk terhadap aroma pada kue Satu ketiga yang paling disukai dengan nilai rata-rata perlakuan tidak berbeda nyata pada p ≥ kesukaan terhadap parameter penerimaan 0,05. Pada Tabel 3 terlihat bahwa kue Satu keseluruhan 3,4 (Tabel 3). yang memiliki tingkat kesukaan kesukaan tertinggi terhadap parameter aroma adalah 4. KESIMPULAN yang terbuat dari tepung gula : tepung Perbandingan tepung gula dan tepung pisang 1:1. Hal ini menunjukkan bahwa pisang pada pembuatan kue satu tepung panelis menyukai aroma pisang yang lebih pisang berpengaruh terhadap karakteristik banyak pada kue Satu. fisik, kandungan proksimat dan penilaian Atribut rasa merupakan atribut yang organoleptiknya. Semakin banyak sangat penting dalam menentukan penggunaan tepung pisang pada pembuatan keputusan konsumen untuk menerima atau kue satu , maka nilai kekerasan, kadar air, menolak suatu produk makanan. Kue Satu kadar abu, kadar protein dan kadar serat tepung pisang memiliki tingkat kesukaan semakin meningkat. Sedangkan nilai derajat terhadap rasa dengan nilai rata-rata berkisar putih semakin menurun. Perbandingan antara 2,5 - 3,5 (Tabel 3) yang artinya tepung gula : tepung pisang tidak tingkat kesukaan tidak suka hingga disukai. berpengaruh terhadap kadar lemak,kadar Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa karbohidrat dan kadar serat. Derajat putih tingkat kesukaan terhadap rasa pada kue kue satu berbasis tepung pisang yang Satu ketiga perlakuan berbeda nyata pada dihasilkan berkisar antara 39,25-44,23%, p ≤ 0,05. Pada Tabel 3 terlihat bahwa kekerasan 0,46-0,53 mm/gr/detik, kadar air panelis menyukai kue Satu yang terbuat dari 17,2-20,1%, kadar abu 0,8-1,3%, kadar perbandingan tepung gula dan tepung protein 4,4-6,6%, kadar lemak 0,3-0,4%, pisang 1:1 dengan nilai rata-rata kesukaan kadar karbohidrat 71,1-74,4%, kadar serat tertinggi yaitu 3,5. 2,8-3,2%. Hasil uji organoleptik produk kue Pengujian kesukaan keseluruhan satu yang paling disukai berdasarkan merupakan penilaian terhadap semua parameter penerimaan keseluruhan adalah faktor mutu yang diamati meliputi warna, kue satu yang terbuat dari tepung gula : bau (aroma), tekstur, dan kenampakannya. tepung pisang 1:1. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis UCAPAN TERIMA KASIH terhadap suatu produk. Nilai rata-rata kesukaan terhadap parameter keseluruhan Penulis mengucapkan terima kasih kue Satu tepung pisang berkisar antara 2,8 dan penghargaan kepada Dewi Sartika hingga 3,4 (Tabel 3) yang artinya tingkat mahasiswa Politeknik Negeri Lampung kesukaan tidak disukai hingga disukai. Hasil yang membantu dalam penelitian ini. analisa statistik menunjukkan bahwa kue Satu tepung pisang yang terbuat dari DAFTAR PUSTAKA perbandingan tepung gula dan tepung Aparicio, S. A., Sayago, A., Sonia, G., Vargas, T., pisang 1:1 memiliki nilai kesukaan terhadap Apolonio, Tovar, J., Ascencio, O., Tania,

102 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 95 - 103

E., Andllo, P., Luis, A. 2007. Slowly Fennema, R.O. 1985. Food Chemistry 2nd Digestible Cookies Prepared From Edition. Revised and Expanded. New Resistant Starch-Rich Lintnerized Banana York. Academic Press. Starch. Journal of Food Composition and Kusmawati, A., Ujang, H., dan Evi, E. 2000. Analysis. 20:175-181 Dasar-Dasar Pengolahan Hasil BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013. Produksi Pertanian I. Jakarta. Central Grafika. Buah-Buahan Indonesia 1995-2012. Juarez, G.E., Agama, A.E., Sayago, A.S.G., Jakarta: Badan Pusat Statistik. Rodriguez, A.S.L and Bello, P.L.A. 2006. BSN [Badan Standardisasi Nasional]. 1992a. Composition, Digestibility and Biskuit, SNI 01-2973-1992. Jakarta : Application in Breadmaking of Banana Dewan Standarisasi Nasional. Flour. Plant Foods for Human Nutrition. BSN [Badan Standardisasi Nasional]. 1992b. Uji 61: 131-137 Makanan dan Minuman , SNI 01-2891- Morton, J. 1987. Banana in: Fruits of Warm 1992. Jakarta : Dewan Standarisasi Climates. Miami. Florida Flair Books. Nasional. Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Cauvain, S. P dan L. S. Young. 2000. Bakery Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor. Food Manufacture and Quality : Water Depdikbud PAU Pangan dan Gizi IPB. Control and Effects. Gloucester. Muchtadi, D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Blackwell Science. Serat Pangan untuk Mencegah Timbulnya Chang, P. Y. 1999. Sulfites and Food. in Wiley Penyakit Degeneratif. Jurnal Tekno dan Encyclopedia of Food Science and Industri Pangan. 12(1): 61-71. Technology. P : 67 in F.J. Francis Murtini, E., Tri, S dan Ratih, K. 2005. Depkes. 2005. Piranti Lunak Nutri Clin versi 2.0 Karakterisasi Sifat Fisik, Kimia dan edisi kedua, Subdit Gizi Klinis, Fungsional Tepung Gandum Lokal Departemen Kesehatan Indonesia, Varietas Selayar, Nias dan Dewata. Jakarta. Jurnal Teknologi Pertanian. 6 (1) : 57-65. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Palupi, H.T. 2012. Pengaruh Jenis Pisang dan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bahan Perendam Terhadap Karakteristik Jakarta. Bathara. Tepung Pisang (Musa spp). Jurnal Ekafitri, R., Rohmah, L., dan Taufik, R. 2011. Teknologi Pangan. 4(1): 102-120 Karakterisasi Bahan Baku Pembuatan PKBT IPB. 2005. Laporan Akhir Rusnas Snack bar Berbasis Pisang Untuk Pangan Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Darurat. Dalam: Ade, M.K., Edy, S., Indonesia. IPB, Bogor. Totok, H., Muhammad, S., Wahyu, K.S., Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan Asep, Y., Muhammad, A.A.P et al, editor. Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan. Prosiding Seminar Perteta FTIP-UNPAD, Bogor. IPB Press. 6-8 Desember 2011, Bandung, 2011. Hal Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. 178-185. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

103 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 104 - 113

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP KOMPONEN VOLATIL YANG TERLIBAT PADA EKSTRAKSI ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC) (Effect of Dehydration of Fruit on Volatile Aroma Constituents of Andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC)

Yuliasri Ramadhani Meutia*, Ning Ima Arie Wardayanie Balai Besar Industri Agro, Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor, Indonesia, 16122 *E-mail : [email protected]

Riwayat Perlakuan Artikel: Diterima : 01 September 2015 Revisi : 21 Seprember.2015 Disetujui: 01 Oktober 2015.

ABSTRAK. Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) merupakan tanaman rempah khas Sumatera Utara yang banyak digunakan sebagai bumbu masak karena memiliki citarasa yang khas. Selain itu andaliman memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai antimikroba, antioksidan dan sebagai immunomodulator. Studi mengenai pengaruh proses ekstraksi terhadap komponen flavor andaliman telah dilakukan, namun belum ada yang melihat pengaruh pengeringan bahan baku andaliman terhadap komponen flavor pada ekstrak yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengeringan pada buah andaliman sebelum diekstrak terhadap komponen volatil yang terlibat di dalamnya. Andaliman yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini diberi perlakuan pendahuluan dengan pengeringan kemudian diekstrak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol dan etil asetat (1:1) selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Hasil ekstraksi yang telah diuapkan pelarutnya kemudian dianalisis komponen volatilnya dengan menggunakan GC-MS dilanjutkan dengan analisis komponen aroma yang terdeskripsikan dengan GC-O. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen flavor utama yang dihasilkan dari proses ekstraksi andaliman tersebut didominasi oleh senyawa geranyl acetate baik untuk esktrak yang menggunakan bahan baku andaliman segar maupun andaliman yang sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu. Proses maserasi setelah 6 jam dapat memunculkan senyawa flavor baru yang dominan yaitu D-Limonene selain geranyl acetate pada kedua perlakuan bahan baku tersebut. Namun aroma yang terdeskripsikan pada GC-O tidak menunjukkan komponen flavor dominan yang terdeteksi pada GC-MS. Aroma yang terdeskripsikan dari sniffing port pada andaliman basah bervariasi dari andaliman-like, sour, green, dan flowery. Sedangkan pada andaliman kering aroma green lebih banyak terdeskripsikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa proses pengeringan bahan baku dapat mempengaruhi aroma yang terdeskripsikan dengan menggunakan GC-O.

Kata kunci: Andaliman, flavor, komponen volatil, maserasi, Zanthoxylum acanthopodium.

ABSTRACT. Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) is typical of North Sumatra spice plant that is widely used as specific flavor. In other hand andaliman has several benefits such as antimicrobial, antioxidant and as an immunomodulator. Studies on the effect of the extraction of the flavor components or potent odorant of andaliman has been done, but the effect of dehydration of the fruit before the extraction to the flavor components have not reported yet. This research were conducted to study the effect of dehydration of the andaliman’s fruit against theirs volatile compounds. Andaliman used as raw materials in the study were given pretreatment by drying and then extracted by maceration method using ethanol and ethyl acetate (1 : 1) for 2 hours, 4 hours, and 6 hours. The extracts were analyzed using GC- MS followed by GC-O to analyze potential odorants. The results showed that geranyl acetate were the main compound of both andaliman extract with dehydration of the fruit and also andaliman extracted from its fresh fruit. Maceration process after 6 hours can bring a new dominant flavor compounds namely D-Limonene besides geranyl acetate on both the treatment of the raw material. However aroma were described from sniffing port of GC-O on wet andaliman vary from andaliman-like, sour, green and flowery. While the green aroma were mostly described on dehydrated andaliman’s fruit extract. This may conclude that the process of drying of raw materials could affect aroma that described by using GC-O.

Keywords: Andaliman, flavor, maseration, volatil compound, Zanthoxylum acanthopodium.

104 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 104 - 113

1. PENDAHULUAN 6% yang mampu memberikan penghambatan terhadap B.cereus melalui Andaliman merupakan tanaman khas peningkatan hidrofobisitas dan Sumatera Utara yang termasuk dalam genus permeabilitas sel bakteri tersebut. Zanthoxylum dengan nama latin Wijaya et al. (1999) mengindikasikan Zanthoxylum acanthopodium, merupakan bahwa minyak esensial dari andaliman tumbuhan semak parenial dengan tinggi terdiri dari komponen-komponen mencapai 5 meter dan memiliki batang dan antioksidan antara lain komponen terpenoid cabang yang berduri. Daun majemuk seperti geraniol, linalool, dan limonene. menyirip dengan anak daun ganjil sebanyak Penelitian dengan metode tiosianat 3 sampai 11 anak daun dan pada ibu tangkai menunjukkan bahwa ekstrak andaliman daun terdapat duri dan sayap. Tata letak yang diperoleh dari metode ekstraksi daun tersebar dengan bunga lengkap yang soxhlet memiliki aktivitas antioksidan lebih merupakan bunga majemuk berbatas yang tinggi dibandingkan dengan α-tokoferol, memiliki 5 sampai 7 daun kelopak, 5 namun sedikit lebih rendah dibandingkan sampai 6 benang sari, dan 3 sampai 4 putik BHT. masing-masing dengan 1 bakal biji tanpa Pengujian biologis menggunakan sel daun mahkota (Siregar, 2002). limfosit manusia secara in vitro Beberapa penelitian mengenai khasiat menunjukkan bahwa ekstrak andaliman andaliman telah dilaporkan. Ekstrak kasar yang diekstraksi menggunakan andaliman telah terbukti memiliki aktivitas soxhlet sebesar 4000 mg/l secara signifikan antioksidan, antimikroba, dan dapat menekan radikal bebas (71,90 mM) immunostimulan. Andaliman dapat dibandingkan dengan kontrolnya berfungsi dalam memperpanjang umur (114,81 mM) pada sel yang diinduksi simpan makanan melalui aktivitas dengan paraquat. Ekstrak andaliman dalam antibakteri yang dimiliki oleh ekstrak jumlah tersebut dilaporkan dapat andaliman tersebut. Wijaya et al. (1999) mempertahankan jumlah sel limfosit melakukan penelitian untuk mengukur terbanyak yang bertahan hidup. Data radikal aktivitas antimikroba andaliman. Ekstrak bebas yang diperoleh dari makrofage mencit buah andaliman dipreparasi melalui menunjukkan bahwa ekstrak andaliman beberapa metode antara lain metode soxhlet, yang diekstrak dengan etil alkohol dan maserasi, dan ekstraksi dengan air. Melalui etanol dengan perbandingan (10:1) memiliki metode uji difusi agar, dimana semua aktivitas antioksidan dan immunoregulator ekstrak yang diperoleh dari berbagai metode (Wijaya, 1999). tersebut diujikan dengan bakteri patogen Yanti et al. (2011) melakukan studi pada makanan (foodborne pathogen) dan menggunakan ekstrak andaliman dalam bakteri pembusuk antara lain Pseudomonas peningkatan stimulasi terhadap aktivitas aeruginosa, Bacillus stearothermophilus, antiinflamasi dalam menurunkan produksi Salmonella typhimurium, dan Vibrio berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, cholerae. Melalui metode difusi agar IL-6, MMP-9, COX-2 dan iNOS pada tersebut dilaporkan bahwa ekstrak yang makrofage yang diberi perlakuan dengan dikeringbekukan yang diperoleh dari proses lipopolisakarida. Dilaporkan bahwa ekstrak maserasi menunjukkan efek bakterisidal andaliman (lemon pepper fruit extract / tertinggi. Parhusip et al. (2005) mempelajari LPFE) dapat menurunkan produksi TNF-α kemampuan ekstrak andaliman dalam dan IL-6 yang sekaligus memblok proses meningkatkan permeabilitas dan induksi enzim pemicu inflamasi (iNOX dan hidrofobisitas sel Bacillus cereus, dimana COX-2). Penelitian yang sama juga dilaporkan bahwa konsentrasi minimal menunjukkan adanya penghambatan ekstrak ekstrak andaliman yang digunakan sebesar andaliman terhadap mikroba patogen

105 Yuliasri Ramadhani dan Ning Ima A.W Pengaruh Pengeringan …

antara lain Escherichia coli, Salmonella Beberapa permasalahan yang terjadi typhii, Vibrio parahaemolyticus, dan terkait andaliman antara lain buah Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil andaliman yang mudah rusak dan berjamur penelitian tersebut ekstrak andaliman sangat dikarenakan buah yang dipanen potensial bila dikembangkan sebagai mengandung kadar air yang tinggi. Masa suplemen makanan atau pengobatan herbal simpan buah andaliman hanya beberapa hari untuk menyembuhkan inflamasi, terutama dalam suhu kamar, dan petani belum yang berkaitan dengan inflamasi mengetahui teknik pengawetan buah gastrointestinal. andaliman (Napitupulu, 2004). Untuk itu Tensiska et al. (2003) melakukan perlu dilakukan penelitian pengaruh proses studi aktivitas antioksidan dari andaliman perlakuan pengeringan pada buah yang diekstrak dengan menggunakan andaliman sebelum diekstraksi terhadap pelarut polar dan non polar yaitu etanol dan komponen volatil dan senyawa aroma yang heksan dengan sistem aqueous. Dilaporkan terdeskripsikan pada andaliman untuk bahwa ekstrak andaliman yang diekstrak fungsinya dalam pengembangan bahan dengan menggunakan etanol mempunyai flavor. Penelitian ini bertujuan untuk aktivitas antioksidan terbaik dengan mempelajari pengaruh pengeringan pada menggunakan antioksidan komersial BHT buah andaliman sebelum diekstrak terhadap sebagai pembanding. Suryanto et al. (2004) komponen volatil yang terlibat di dalamnya. juga melaporkan bahwa andaliman yang diekstrak menggunakan etanol memiliki 2. METODOLOGI aktivitas anti radikal pada konsentrasi 200 2.1 Bahan ppm dimana menunjukkan aktivitas penghambatan sebesar 61,8%. Bahan-bahan yang digunakan pada Beberapa metode ekstraksi terhadap penelitian ini meliputi buah andaliman andaliman telah dilakukan oleh Wijaya et (Zanthoxyylum acanthopodium) yang al. (2002) dan telah diketahui komponen diperoleh dari daerah Sidikalang, Sumatera volatil dan komponen kunci aroma dari Utara, pelarut yang digunakan pada proses andaliman. Metode ekstraksi yang telah ekstraksi ini adalah etil asetat dan etanol dilakukan antara lain ekstraksi dengan dengan perbandingan (1:1), serta natrium metode head space, Lickens- Nickerson, sulfat anhidrat. maserasi, dan destilasi vakum. Ekstrak andaliman yang memiliki aroma paling 2.2 Alat menyerupai bahan bakunya adalah ekstrak hasil metode maserasi dan diikuti dengan Peralatan yang digunakan antara lain metode destilasi vakum (Wijaya, 2002). neraca, waring blender, peralatan gelas Akyla (2014) melaporkan bahwa ekstrak seperti labu ukur, erlenmeyer, dan pipet andaliman memiliki flavor yang mirip serta volumetrik, oven pengering, bejana untuk memiliki karakteristik trigeminal maserasi, rotary vacuum evaporator, dan sebagaimana bahan bakunya pada ekstrak gas chromatography-mass spectrometry yang diperoleh melalui proses maserasi (GC-MS) (Shimadzu GC 9AM) dan gas menggunakan etil asetat: etanol (1:1) chromatography olfactometry (GC-O) sebagai pelarut, dengan rendemen ekstraksi (Shimadzu QP). 4,22% dibandingkan dengan jumlah 2.3 Metode andaliman segar yang digunakan. Namun pada penelitian tersebut belum dilakukan 2.3.1 Ekstraksi Andaliman analisis komponen volatil yang terlibat dalam proses tersebut. Pada penelitian ini ekstraksi andaliman dibagi menjadi 2 perlakuan yaitu

106 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 104 - 113

langsung diekstrak dalam kondisi segar (B), injeksi 1 µl. Nilai LRI (Linear Retention dan yang dikeringkan terlebih dahulu (K). Indices) masing-masing peak dihitung Proses ekstraksi dilakukan pada suhu ruang berdasarkan data waktu retensi n-alkana dengan menggunakan campuran pelarut standar (C8 – C22 tanpa C9 dan C19) yang etanol dan etil asetat dengan perbandingan disuntikkan pada kondisi yang sama dengan 1:1, sedangkan waktu proses ekstraksi kondisi penyuntikan sampel (Wijaya, 2001). dilakukan selama 2, 4, dan 6 jam. Variabel perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat 2.3.3 Analisis dengan GC-O pada Tabel 1 Kondisi analisis GC merk Shimadzu Tabel 1. Variabel Perlakuan Ekstraksi GC-9AM, kolom kapiler HP-5 (panjang Andaliman 30 m, diameter dalam 0,32 mm, ketebalan Lama Proses Ekstraksi film 0,25 µm), detektor FID. Gas pembawa Bahan Baku 2 jam 4 jam 6 jam Helium dengan aliran 1 ml/menit. Suhu Andaliman B2TR B4TR B6TR injektor 230 °C, suhu detektor 230 °C (5 Basah menit), suhu program 50 °C (3 menit), 8 °C/ Andaliman K2TR K4TR K6TR Kering menit, 220 °C (5 menit). Ekstrak volatil andaliman disuntikkan ke dalam Setiap hasil ekstraksi tersebut kromatografi gas yang dilengkapi dengan dipekatkan dengan rotary vacuum sniffing port. Pengujinya adalah 2 orang evaporator menggunakan suhu 70 °C. panelis terlatih. Pemisahan komponen Natrium sulfat anhidrat dimasukkan ke volatil dalam kolom kapiler GC/O dalam hasil ekstraksi untuk menghilangkan dilakukan dengan menginjeksikan 2 µl air dari ekstrak. Dilakukan penyaringan sampel ke dalam instrumen GC (Wijaya, ekstrak dengan kertas saring sebelum 2001). dilakukan analisis dengan GC-MS dan GC- O. 3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Ekstraksi Andaliman 2.3.2 Analisis dengan GC-MS Hasil ekstrak andaliman dengan GC-MS dengan kolom kapiler DB-5 proses maserasi yang diperoleh dapat dilihat (30 m, diameter dalam 0,25 mm, tebal film pada Gambar 1 dan Gambar 2. Gambar 1 0,25 µm) dan detektor FID yang digunakan menunjukkan ekstrak yang berasal dari untuk menganalisis komponen volatil dari andaliman segar (basah), sedangkan ekstrak hasil dari berbagai perlakuan pada Gambar 2 menunjukkan ekstrak yang Tabel 1. Kondisi ekstraksi adalah sebagai berasal dari andaliman yang telah berikut: suhu injektor 230 °C, suhu detektor dikeringkan (kering). 230 °C, suhu program 40 °C (5 menit), 4°C/ menit, 230 °C (2 menit). Volume

Keterangan: B2TR : Ekstrak andaliman basah dengan proses maserasi pada suhu ruang selama 2 jam B4TR : Ekstrak andaliman basah dengan proses maserasi pada suhu ruang selama 4 jam B6TR : Ekstrak andaliman basah dengan proses maserasi pada suhu ruang selama 6 jam B2TR B4TR B6TR

Gambar 1. Hasil ekstraksi andaliman basah.

107 Yuliasri Ramadhani dan Ning Ima A.W Pengaruh Pengeringan …

Keterangan: K2TR : Ekstrak andaliman basah dengan proses maserasi pada suhu ruang selama 2 jam K4TR : Ekstrak andaliman basah dengan proses maserasi pada suhu ruang selama 4 jam K6TR : Ekstrak andaliman basah dengan proses maserasi pada suhu ruang selama 6 jam

K2TR K4TR K6TR

Gambar 2. Hasil ekstraksi andaliman basah

Berdasarkan penampakan ekstrak terdeteksi, bahan baku andaliman basah secara visual, dapat dilihat bahwa ekstrak memiliki jumlah komponen flavor yang yang berasal dari andaliman kering pun lebih sedikit dibandingkan bahan baku mempunyai warna yang lebih pekat andaliman kering, berturut turut jumlahnya dibandingkan dengan ekstrak yang berasal 29 – 46 komponen flavor dan 43 – 53 dari andaliman basah.Semakin lama waktu komponen flavor. Perbedaan ini terjadi maserasi yang dilakukan juga menunjukkan karena andaliman basah yang memiliki warna ekstrak yang lebih pekat. Pembedaan kandungan air yang tinggi mengurangi perlakuan pada bahan baku andaliman ini optimasi proses ekstraksi, sedangkan dimaksudkan agar dalam aplikasi ke andaliman kering memiliki kandungan air depannya dapat diketahui seberapa besar yang rendah sehingga pelarut dapat lebih perbedaan dari flavor alami andaliman yang mudah mengekstrak komponen flavor yang dihasilkan dari bahan baku andaliman yang terkandung didalamnya. Dari jumlah dikeringkan, mengingat sifat dari bahan tersebut hanya sekitar 8 – 12 komponen baku yang sangat mudah rusak. Sabri et al. flavor yang mempunyai relative peak area (2007) melakukan ekstraksi andaliman lebih dari 1 % yang mempunyai dengan menggunakan etanol dan melakukan berkontribusi lebih dari 92 % relative peak karakterisasi dari simplisia yang dihasilkan area terhadap keseluruhan komponen flavor. dan aktivitasnya sebagai antifertilitas pada Rekapitulasi data komponen flavor dengan mencit. Namun pada penelitian tersebut relative peak area lebih dari 1 % pada tidak dilakukan perbedaan pada bahan baku masing-masing perlakuan dapat dilihat pada andaliman. Damanik et al. (2012) Tabel 2 dan Tabel 3. melakukan ekstraksi katekin dari daun Pada andaliman basah yang gambir dengan metode maserasi dimaserasi pada suhu ruang, komponen menggunakan pelarut polar pada berbagai volatil dominan pada 2 jam maserasi antara variasi suhu maserasi dimana diperoleh lain geranyl acetate (35,12%) , citronellol kadar katekin tertinggi pada kondisi (15,64%), dan D-Limonene (11,87%). maserasi dengan suhu 60 °C dengan waktu Setelah 6 jam maserasi terjadi pergeseran maserasi 6 jam menggunakan pelarut etil dominasi komponen aroma yang dominan asetat. Namun proses maserasi flavor yaitu berasal dari D-limonene (37,87%) dan berbeda dengan proses maserasi untuk diikuti dengan geranyl acetate (23,97%). komponen aktif lain atau ekstraksi oleoresin Secara umum geranyl acetate merupakan karena sifat flavor alami sebagian besar komponen volatil yang dominan pada setiap bersifat non polar yang bersifat sangat perlakuan maserasi pada andaliman basah, volatile. namun perubahan waktu maserasi dapat mempengaruhi persentase relative peak 3.2 Analisis Komponen Volatil area terhadap komponen yang teridentifikasi. Jenis bahan baku andaliman cukup mempengaruhi komponen flavor yang

108 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 104 - 113

Tabel 2. Komponen Volatil (Relative Peak Area > 1%) dari Ekstrak Andaliman Basah Perlakuan Maserasi pada Suhu Ruang Relative Peak Area Relative Peak Area Relative Peak Area Komponen Volatil pada Maserasi 2 jam pada Maserasi 4 jam pada Maserasi 6 jam (%) (%) (%) Acetic acid, butyl esther 12,19 7,93 2,96 5-hepten-2-one, 6 methyl 8,53 4,87 1,92 dl-6-Methyl-5-hepten-2-ol 4,86 3,87 1,16 D-limonene 11,87 5,93 54,27 (1R)-(-)Myrtenal - - 2,76 β-linalool 1,19 - - (R)-(+)-citronellal 3,87 4,35 2,56 Citronellol 15,64 15,21 4,96 Geraniol 2,84 3,19 - Geranyl acetate 35,12 47,40 23,97 unknown - - 1,74 N,N-Dimethyltryptamine 1,55 1,28 - Total 97,65 94,03 96,29

Tabel 3. Komponen Volatil (Relative Peak Area > 1%) dari Ekstrak Andaliman Kering Perlakuan Maserasi pada Suhu Ruang Relative Peak Area Relative Peak Area Relative Peak Area Komponen Volatil pada Maserasi 2 jam pada Maserasi 4 jam pada Maserasi 6 jam (%) (%) (%) Acetic acid 6,88 3,96 - Acetic acid, butyl esther 7,59 4,36 5,97 5-hepten-2-one, 6 methyl 4,22 5,02 3,48 dl-6-Methyl-5-hepten-2-ol 3,70 3,60 1,39 D-Limonene 3,61 3,83 21,56 (1R)-(-)Myrtenal - - 1,70 β-linalool 1,30 1,66 - (R)-(+)-citronellal 5,93 8,26 7,48 Citronellol 16,01 9,32 11,16 Geraniol 5,04 3,77 2,93 Geranyl acetate 35,13 47,63 39,65 N,N-Dimethyltryptamine 1,81 1,19 - Total 94,77 94,85 95,96

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat perbandingan antara komponen volatil bahwa ekstrak andaliman yang sebelumnya dominan pada ekstrak andaliman basah dan dikeringkan terlebih dahulu juga memiliki kering dapat dilihat bahwa perlakuan komponen flavor utama geranyl acetate pengeringan bahan baku sebelum proses baik pada 2 jam maserasi (35,13%), 4 jam ekstraksi dengan pelarut etanol dan etil maserasi (47,63%), dan 6 jam maserasi asetat (1:1) tidak berpengaruh terhadap (39,65%). Hampir sama dengan ekstrak komponen volatil dominan yang terdapat andaliman yang berasal dari bahan baku pada ekstrak tersebut. basah, setelah 6 jam maserasi terjadi Komponen flavor utama (yang peningkatan komponen volatil lainnya yaitu memiliki relative peak area> 10 %) D-Limonene (21,56%). Berdasarkan berbeda-beda tergantung perlakuan yang

109 Yuliasri Ramadhani dan Ning Ima A.W Pengaruh Pengeringan …

diberikan, kecuali senyawa geranyl acetate Citrus japonica (Nguyen, et.al., 1996). selalu merupakan komponen flavor utama Namun pada beberapa perlakuan jumlah pada setiap perlakuan, dengan relative peak Limonene memang lebih tinggi area berkisar antara 11.67 – 48.15 %. dibandingkan geranyl acetate terutama pada Fenomena ini berbeda dengan jenis perlakuan maserasi lebih dari 6 jam. tumbuhan zanthoxylum yang lain seperti Z. Identifikasi aroma selanjutnya piperitum (Kim et al., 1989), Z simulans diteruskan dengan olfactory unit dari GC-O. (Chyau et.al., 1996) dan Z. bungeaman Hasil uji olfactory pada ekstrak andaliman (Trillini and Stoppini, 1994), dimana hasil maserasi berbagai perlakuan dapat limonene merupakan komponen utama dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. seperti pada tanaman rutaceae contohnya

Tabel 4. Hasil Uji Olfactory dengan GC-O pada Andaliman Basah Perlakuan Maserasi pada Suhu Ruang Komponen Volatil Perlakuan B2TR B4TR B6TR 2,3-butanediol fruity, sour - Acetic acid, butyl ester - sour, green - unknown (RT 9,79) sour,green - - Benzaldehyde - - green, sweet 2-Ethyl-2-hydroxybutiric acid - green, sweet - Acetophenone flowery, green - - 5-hepten-2-one, 6-methyl andaliman, sour - - unknown green, sweet - - Phenylethyl alcohol green, sweet, sour - - p-Menth-8-en-3-ol andaliman, sour - - 2-(4-Methoxyphenyl) ethanol - - green, earthy Terpin hydrate - sweet, sour - Methoxycitronellal green - - N,N-Dimethyltryptamine green - -

Tabel 5. Hasil Uji Olfactory dengan GC-O pada Andaliman Kering Perlakuan Maserasi pada Ruang Komponen Volatil Perlakuan K2TR K4TR K6TR Acetic acid green, acid - - 2,3-Butanediol green, flowery - green Furan, tetrahydro-2,5- - - green, earthy dimethyl- 5-Hepten-2-one, 6-methyl- green - - D-Limonene green, lemony - - β-Linalool - green, sweet - 2,4-Hexadiene,2,5-dimethyl- - - green, sweet 1,2-Benzenediol - smookie - Isopulegol - green, spicy (star like) - Geranyl acetate - - sweet, grass unknown (RT 26,11) green - - Methyl vanillate - sweet, star anise-like - α-Cadinol green, earthy - - α-Gurjunene - green, earthy - unknown (RT 34,84) - earthy, green

110 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 104 - 113

Berdasarkan hasil uji olfactory pada yang berbeda (penggunaan pelarut, suhu Tabel 4 dan Tabel 5 dapat dilihat bahwa dan waktu maserasi) dapat menghasilkan maserasi pada andaliman basah lebih aroma yang berbeda yang terdeskripsikan banyak mengeluarkan aroma yang dari sniffing port. menyerupai andaliman dibandingkan Penelitian serupa dilakukan oleh Yang dengan pada andaliman kering. Pada (2008) yang melakukan analisis komponen andaliman yang dikeringkan terlebih dahulu aroma pada jenis Zanthoxylum lainnya, sebelum diekstrak, aroma dominan yang yaitu Zanthoxylum bungeanum dan dikeluarkan adalah green, namun senyawa Zanthoxylum schinifolium melaporkan aroma yang dapat terendus cenderung lebih bahwa Zanthoxylum bungaeanum terdiri banyak dibandingkan dengan ekstrak dari linalyl acetate (15%), linalool (13%), andaliman yang berasal dari bahan baku dan limonen (12%) sebagai komponen andaliman segar. Namun bila dibandingkan volatil utama, sedangkan Zanthoxylum antara komponen volatil paling dominan schinifolium terdiri dari linalool (29%), dengan aroma yang timbul terlihat tidak ada limonene (14%), dan sabinene (13%) korelasi antara keduanya. Komponen volatil sebagai komponen volatil utamanya. Pada yang memiliki relative peak dominan untuk penelitian tersebut terdapat beberapa setiap perlakuan adalah geranyl acetate, komponen volatil yang berperan terhadap diikuti dengan limonene dan citronellal. aroma yang terdeskripsikan pada kedua Sementara aroma yang teridentifikasi pada jenis Zanthoxylum tersebut yaitu linalool, α- uji olfactory bukan berasal dari komponen terpineol, myrcene, 1,8-cineole, limonene, volatil yang paling dominan pada GC-MS. dan geraniol. Chang dan Kim (2008) yang Berdasarkan hasil ekstraksi andaliman juga melakukan analisis komponen aroma yang menggunakan bahan baku segar pada Zanthoxylum schinifolium dan (basah) dapat dilihat bahwa komponen 5- Zanthoxylum piperitum AP.DC yang hepten-2-one, 6-methyl dengan aroma diisolasi dengan metode destilasi vakum terdeskripsikan sebagai andaliman dan sour menunjukkan bahwa komponen dominan (Tabel 4) juga memiliki relative peak area yang teridentifikasi pada Zanthoxylum lebih besar dari 1% pada analisis dengan schinifolium antara lain Phellandrene GC-MS (Tabel 2). Ekstrak andaliman yang (22,54%), citronellal (16,48%), dan geranyl menggunakan bahan baku yang terlebih acetate (11,39%), sedangkan komponen dahulu dikeringkan memiliki deskripsi volatil dominan yang teridentifikasi pada aroma yang berbeda dengan ekstrak Zanthoxylum piperitum AP.DC antara lain andaliman yang menggunakan bahan baku Limonene (18,04%), geranyl acetate dari andaliman basah. Berdasarkan data (15,33%), dan cryptone (8,52%). Hal ini tersebut dapat dinyatakan bahwa perlakuan menunjukkan bahwa perbedaan metode yang berbeda terhadap bahan baku ekstraksi pada Zanthoxylum menyebabkan andaliman dapat mempengaruhi komponen komponen volatil dominan yang volatil yang muncul dan aroma yang teridentifikasi pun berbeda. terdeskripsikan pada ekstrak andaliman. Wijaya et al. (2001) yang melakukan 4. KESIMPULAN analisis komponen kunci aroma pada andaliman menggunakan metode Aroma Kesimpulan dari penelitian ini adalah Extract Dillution Analysis (AEDA) komponen flavor utama yang dihasilkan melaporkan bahwa citronellal merupakan dari proses ekstraksi andaliman dengan komponen kunci aroma pada andaliman maserasi menggunakan pelarut etanol: etil yang dimaserasi dengan dietil eter dengan asetat (1:1) didominasi oleh senyawa memberikan aroma sitrus, kuat dan hangat. geranyl acetate baik untuk esktrak yang Hal ini menunjukkan, perlakuan maserasi menggunakan bahan baku andaliman segar maupun andaliman yang sebelumnya

111 Yuliasri Ramadhani dan Ning Ima A.W Pengaruh Pengeringan …

dikeringkan terlebih dahulu. Jenis bahan penelitian ini sehingga penelitian dapat baku andaliman cukup mempengaruhi diselesaikan. komponen flavor yang terdeteksi, bahan baku andaliman basah memiliki jumlah DAFTAR PUSTAKA komponen flavor yang lebih sedikit dibandingkan bahan baku andaliman kering, Akyla, C. 2014. Official Effect of Spray Drying berturut turut jumlahnya 29 – 46 komponen Encapsulation Method on Flavor Quality of Andaliman (Zanthoxylum flavor dan 43 – 53 komponen flavor. acanthopodium DC.) Powder. Thesis. Perbedaan ini terjadi karena andaliman Food Technology Department, Faculty of basah yang memiliki kandungan air yang Science and Technology. Universitas tinggi mengurangi optimasi proses Pelita Harapan. ekstraksi, sedangkan andaliman kering Chang, Kyung-Mi dan Kim Gun-Hee. 2008. memiliki kandungan air yang rendah Analysis of Aroma Components from sehingga sangat pelarut dapat lebih mudah Zanthoxylum. Food Science and Biotechnology. 17 (3): 669-674. mengekstrak komponen flavor yang Chyau, C.C., Mau, J.L. dan Wu,C.M. 1996. terkandung didalamnya.Proses maserasi Characteristics of the Stem Distiled Oil setelah 6 jam dapat memunculkan senyawa and Carbon Dioxide Extract of flavor baru yang dominan yaitu D- Zanthoxylum simulans Fruit. Journal of Limonene selain geranyl acetate pada kedua Agriculture and Food Chemistry. 44 (4): perlakuan bahan baku tersebut. Namun 1096 – 1099. aroma yang terdeskripsikan pada GC-O Damanik, D.D.P, Surbakti, N. dan Hasibuan, R. 2012. Ekstraksi Katekin dari Daun tidak menunjukkan komponen flavor Gambir (Uncaria gambir roxb) Dengan dominan yang terdeteksi pada GC-MS. Metode Maserasi. Jurnal Teknik Kimia Aroma yang terdeskripsikan dari sniffing USU. 3(2): 10 – 14. port pada andaliman basah bervariasi dari Napitupulu, B., Simatupang, S. dan Sinaga,M. andaliman-like, sour, green, dan flowery. 2004. Potensi Andaliman sebagai Food Sedangkan pada andaliman kering aroma Additive Tradisional Etnis Batak green lebih banyak terdeskripsikan. Hal ini Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing dapat menunjukkan bahwa proses Pangan Tradisional. pengeringan bahan baku dapat Nguyen, M.P., Lo, V.N., Nguyen, X.D. dan mempengaruhi aroma yang terdeskripsikan Leclercq, P.A. 1996. Constituent of the dengan menggunakan GC-O. Fruit Peel Oil of Sitrus japonica L. from Vietnam. Journal of Essential Oil UCAPAN TERIMA KASIH Research. 8(4): 415 – 416. Parhusip, A.J.N., Jenie, B.S.L.,Rahayu, W.P. dan Yasni, S. 2005. Effect of Andaliman Kami mengucapkan terima kasih yang (Zanthoxylum acanthopodium DC) sebesar-besarnya kepada Balai Besar Extract Upon Permeability and Industri Agro (BBIA) yang telah Hidrophobicity of Bacillus cereus. Jurnal mendukung dan mendanai penelitian ini Teknologi dan Industri Pangan. 16: 1. pada tahun 2014. Ucapan terima kasih juga Sabri, dan Emita. 2007. Efek Perlakuan Ekstrak kami berikan kepada Prof. Hanny Wijaya Andaliman (Zanthoxylum yang telah memberikan masukan-masukan acanthopodium) pada Tahap Praimplantasi terhadap Fertilitas dan dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima Perkembangan Embrio Mencit (Mus kasih juga tidak lupa kami sampaikan muculus). Jurnal Biologi Sumatera. 2 (2): kepada Bapak Indera Wirawan selaku 28 – 32. teknisi yang membantu dalam pelaksanaan Siregar, B.L. 2002. Determinasi Tanaman penelitian ini serta tim monev dari BBIA Andaliman. Visi. 10 (2): 52- 62. yang telah membantu dalam hal sumbang Suryanto, E. Sastrohamidjojo, H. dan Raharjo,S. saran dan evaluasi dalam kelanjutan 2004. Antiradical Activity of Andaliman (Zanthoxyum acanthopodium DC) Fruit

112 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 2 – Oktober 2015, hal. 104 - 113

Extract. Indonesian Food and Nutrition Wijaya, C.H., Hadiprodjo, I.T. dan Apriyantono, Progress. 11 (1): 15 – 19. A. 2001. Komponen Volatil dan Tensiska, Wijaya, C.H. dan Andarwulan,N. 2003. Karakterisasi Komponen Kunci Aroma Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Buah Andaliman (Zanthoxylum andaliman (Zanthoxylum acanthopodium acanthopodium DC). Jurnal Teknologi DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan dan Industri Pangan. 12 (2): 117 – 125. Kestabilan Aktivitasnya terhadap Kondisi Wijaya, C.H., Hadiprodjo, I.T., dan Apriyantono, Suhu dan pH. Jurnal Teknologi dan A. 2002. Identification of Volatile Industri Pangan. 14(1): 29 – 39. Compounds of Andaliman Fruit Trillini, B. dan Stoppini,A.M. 1994. Volatile (Zanthoxylum acanthopodium DC). Food Constituents of the Fruit Secretory Glands Science and Biotechnology. 11 (6): 680 – of Zanthoxylum bungeanum Maxim. 683. Journal of Essential Oil Research. 6(3): Yang, Xiaogen. 2008. Aroma Constituents and 249 – 252. Alkylamides of Red and Green Huajiao Wijaya, C.H., Lioe, H.N, Purnomo, E.H., (Zanthoxylum bungeanum and Widiastuti, B. dan Siswadi, I. 1999. Zanthoxylum schinifolium). Journal of Komponen Volatil dan Aktivitas Agriculture and Food Chemistry. 56 (5): Fisiologis Aktif Andaliman (Zanthoxylum 1689 – 1696. acanthopodium DC). Rempah Tradisional Yanti, T.E. Pramudito, Nuriasari, N. dan Juliana, Sumatera Utara. Laporan Penelitian K. 2011. Lemon Pepper Fruit Extract Project Grant Perguruan Tinggi. Di dalam (Zanthoxylym acanthopodium DC). Irawan, D. dan C.H. Wijaya. 2002. The Supresses the Expression of Inflamatory Potencies of Natural Food Additives as Mediators in Lipopolysaccharide – Bioactive Ingredients. Prosiding Induced Macrophages In vitro. American Kolokium Nasional Teknologi Pangan. Journal of Biochemistry and Biotechnology. 7(4): 190 – 195.

113 Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 & 2, Tahun 2015

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada Volume 28 Tahun 2015, Jurnal Hasil Penelitian Industri (HPI) mengundang Mitra Bestari untuk berpartisipasi dalam penelaahan naskah yang masuk ke Redaksi. Partisipasi dari luar Dewan Redaksi Tetap ini diperlukan untuk menjamin bahwa naskah yang masuk benar-benar ditelaah oleh para ahli dalam bidang yang bersangkutan sehingga dapat meningkatkan mutu Jurnal HPI ini.

Mitra Bestari yang turut berpartisipasi adalah: No. Nama Jabatan dan Instansi 1. Dr. Ir. Darmadi, MT Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala 2. Dr. Ir. Husni Husin, MT Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala 3. Dr. Sri Mulyati, ST, MT Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala 4. Dr. M. Faisal, ST., M.Eng Staf Pengajar Fak. Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala 5. Cut Erika, S.TP., M.Sc Staf Pengajar Fak. Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala 6. Satriana, S.TP, MT Food Sains & Teknologi Universiti Kebangsaan Malaysia – PhD Candidate 7. Dian Hasni, S.TP, M.Sc Staf Pengajar Fak. Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala

Untuk itu, Redaksi Jurnal HPI mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan kami berharap bahwa kerjasama dan partisipasinya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

114

INDEKS PENGARANG

Busthan, M., 41 Indrianti, N., 17 Riady, S., 70 Riza, M., 1 Darmadi, 1 Junaidi, L., 78 Rohaeti, E., 27 Darusman, L. K., 27 Daulay, A. S., 9 Loebis, E. H., 78 Sarifudin, A., 95 Diniyah, N., 70 Lubis, M. R., 1 Sholichah, E., 17 Djafar, F., 41 Supardan, M. D., 88 Maryanto, 70 Syarifuddin, 60 Ekafitri, R., 95 Meutia, Y. R., 104 Erika, C., 88 Wardayanie, N. I. A., 104 Nurdiani, 27 Windrati, W. S., 70 Fatanen, A., 88 Nur Kartika I.M, 95

Haryanto, A., 17 Oktarina, E., 49 Hasibuan, H. A., 9

INDEKS SUBYEK adsorben, 27 jackfruit powder, 78 palm kernel cake, 9 adsorbent, 28 protein, 9 Adsorpsi, 88 komponen volatil, 104 Adsorption, 88 kopi gayo, 60 response surface alkali, 9 Kue Satu, 95 methodology, 1 alkaline, 9 Rhizopus oryzae, 41 ampas pala, 1 lama perendaman, 70 roasting, 60 andaliman, 104 lemongrass oil, 88 anti-caking, 78 Lima bean black, red and Satu cake, 95 anti kempal, 78 white flour, 70 Scale-up, 17 limbah cair tapioka, 49 sensory evaluation, 95 banana flour, 95 serbuk nangka, 78 bentonit, 88 maserasi, 104 sintesis, 27 bentonite, 88 maseration, 104 SNI 06-2385-2006, 41 biji kopi, 60 material balance, 17 soaking time, 70 binahong leaf, 28 metana, 49 sugar flour, 95. bioreductor, 28 methane, 49 synthesis, 28 bioreduktor, 27 mi jagung, 17 blower, 60 minyak sereh dapur, 88 tapioka, 49 buah nangka,78 mutu fisikokima, 95 tapioca, 49 bungkil inti sawit, 9 tapioca waste water, 49 neraca bahan, 17 tepung gula, 95 coffee beans, 60 nilam, 41 tepung pisang, 95 corn noodle, 17 waste, 1 Tepung koro kratok hitam, merah dan putih, 70 daun binahong, 27 oleoresin, 1 optimasi, 1 volatil compound, 104 ekstraksi, 1, 9, 41 optimization, 1 enkapsulasi, 78 Zanthoxylum patchouli, 41 encapsulation, 78 acanthopodium, 104 pengongsengan, 60 Extraction, 1, 9, 41 zeolit, 88 penilaian organoleptik, 95 Zeolit@AuNPs@MET, 27, Peningkatan kapasitas, 17 flavor, 104 28 physicochemical quality

properties, 95 gayo coffee, 60 pilot plant, 17 jackfruit fruit, 78

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Jurnal Hasil Penelitian Industri adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh, terbit dua kali dalam setahun. Jurnal ini merupakan wadah penyebaran hasil penelitian dan pengembangan sektor industri bidang pangan, industri proses, rancang bangun peralatan, tekhnologi hasil pertanian, lingkungan, teknologi minyak atsiri/oleo dan energi.

Redaksi menerima naskah yang sesuai untuk dipublikasikan dalam Jurnal ini. Naskah yang sesuai disampaikan rangkap 2 (dua) eksemplar, tercetak asli disertai dengan rekaman (softcopy) dalam bentuk CD atau dapat juga dikirim secara elektronik melalui email attachment ke alamat berikut:

Redaksi Jurnal Hasil Penelitian Industri Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Lamteumen Timur, Banda Aceh 23236 Telp. (0651) 49714 ; Fax. (0651) 49556 E-mail : [email protected]

Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penulisan naskah antara lain:

Naskah atau artikel yang diajukan merupakan hasil penulis (surname) dan tahun publikasi, misalnya (Rifai, penelitian, ulasan ilmiah dan catatan penelitian 1983). Bila referensi terdiri dari dua orang penulis (research notes), yang belum pernah diterbitkan dan digunakan ‘dan’, sedangkan bila lebih dari dua orang tidak direncanakan diterbitkan dalam penerbitan- penulis digunakan ‘dkk’, namun harus ditulis lengkap penerbitan lain. dalam daftar pustaka.

Format naskah atau artikel diketik menggunakan Ms. Daftar Pustaka berisikan daftar referensi yang Word dengan satu kolom, menggunakan font Times digunakan dan ditulis dengan pola baku, seperti contoh New Roman dengan ukuran font 12 point, spasi 1. Batas berikut: atas dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan kanan 2 cm, dicetak satu muka pada kertas berukuran A4, dan tidak Jurnal lebih dari 10 (sepuluh) halaman. Peterson, R.L., and Zelmer, C. 1998. Fungal Symbioses with Orchid Protocorms. Symbiosis. 25:29-55 Sistematika penulisan artikel terdiri atas judul, nama penulis, instansi, abstrak dan kata kunci (bahasa Buku Indonesia dan bahasa Inggris), pendahuluan, Luyben, W.L., and Chien, I. L. 2010. Design and metodologi, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan Control of Distillation Systems for Separating saran, ucapan terima kasih (bila ada) dan daftar Azeotropes. New Jersey. John Wiley & Sons, Inc. pustaka. Reynolds, J. P., Jeris, J.S., and Teodhore, L. 2002. Handbook of Chemical and Environmental Judul diketik dengan huruf capital tebal (Bold), memuat Engineering Calculations. New Jersey. John Wiley maksimum 20 kata, ditulis dalam 2 bahasa, Bahasa & Sons, Inc. Indonesia dan Bahasa Inggris, terjemahan judul dalam bahasa Inggris diketik dengan huruf kecil dan miring, Prosiding dituliskan di bawah judul yang berbahasa Indonesia . Argent, G. 1989. Vireya Taxonomy in Field and Laboratory. In Proceedings of The Forth Nama penulis ditulis di bawah judul dengan ketentuan International Rhododendron Conference. jika penulisnya lebih dari satu dan intansinya berbeda Wollongong, NSW maka ditandai dengan 1), 2) dan seterusnya. Instansi/alamat dan Email ditulis di bawah Nama Skripsi/Thesis/Disertasi penulis. Mo, B. 2004. Plant ‘integrin-like’ Protein in Pea (Pisum sativum L.) Embryonic Axws. PhD Abstrak diketik dengan huruf miring (italic) maksimal Dissertation. Department of Biology, University of 250 kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. South Dakota. South Dakota

Kata Kunci/Keywords terdiri dari 3 hingga 5 kata, Website disusun menurut abjad dan dicetak tebal. Bucknell University Information Services and Resources. Information Services and Resources Tabel diberi nomor dan ditulis singkat serta jelas Homepage. http://www.isr.bucknell.edu dibagian atasnya. Shukla, O.P. 2004. Biopulping and Biobleaching: An

Grafik, gambar dan foto harus tajam dan jelas agar Energy and envioronment Saving Technology for cetakan berkualitas baik dan diberi nomor, judul dan Indian Pulp and Paper Industry. EnviroNews. No. keterangan yang jelas dibawahnya. Softcopy foto atau 2. Vol.10. http://isebindia.com/01_04/04-04-3.html gambar turut disertakan dalam format *JPEG.

Referensi hendaknya berasal dari sumber yang jelas dan terpercaya. Referensi yang ditampilkan dalam naskah mengikuti pola baku dengan mencantumkan nama Jl. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur, Banda Aceh - 23236 Telp. (0651) 49714, Fax. (0651) 49556, E-mail: [email protected] http://baristandaceh.kemenperin.go.id