Hubungan Negara Dan Masyarakat Sipil Dalam Kebijakan Reforma Agraria Dan Penyelesaian Permasalahan Tanah Dalam Kawasan Hutan Di Kabupaten Sigi
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
LAPORAN PENELITIAN SISTEMATIS HUBUNGAN NEGARA DAN MASYARAKAT SIPIL DALAM KEBIJAKAN REFORMA AGRARIA DAN PENYELESAIAN PERMASALAHAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN SIGI Oleh: Sutaryono Tjahjo Arianto Ahmad Nashih Luthfi SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2018 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Penelitian Hubungan Negara dan Masyarakat Sipil dalam Kebijakan Reforma Agraria dan Penyelesaian Permasalahan Tanah dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Sigi Disusun oleh: Sutaryono Tjahjo Arianto Ahmad Nashih Luthfi Telah diseminarkan pada Seminar Hasil Penelitian pada tanggal ….November 2018 di hadapan Reviewer/Steering Committee Mengetahui Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Dr. Julius Sembiring, S.H., M.P.A. NIP. 19640729 199103 100 8 2 PENGANTAR Kegelisahan peneliti dalam mensikapi penyelesaian penguasaan tanah pada kawasan hutan di berbagai wilayah mendapatkan momentum yang tepat pada saat melakukan penelitian kebijakan reforma agraria dan perhutanan sosial di Kabupaten Sigi. Kebijakan pelaksanaan RAPS yang diinisiasi dan dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Sigi menunjukkan bahwa Negara harus hadir dan menjadi aktor utama dalam menjalankan agenda RAPS. Alhamdulillah laporan penelitian yang mengelaborasi gagasan tentang pentingnya berbagi peran antar pemangku kepentingan dalam menjalankan agenda RAPS ini dapat terselesaikan. Hasil dan rekomendasi yang disampaikan menunjukkan bahwa agenda RAPS harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh seluruh pemangku kepentingan. Dalam kesempatan ini, terimakasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya disampaikan kepada Bupati Sigi beserta jajarannya, Ketua STPN dan Kepala PPPM beserta jajarannya, Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Tengah dan Kantor Pertanahan Kabupaten Sigi, Camat Tanambulava, Kepala Desa Sibalaya Utara, Tim GTRA Kabupaten Sigi dan pihak-pihak yang telah membantu selama proses penelitian hingga terselesaikannya laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) guna perbaikan kebijakan dalam menjalankan agenda RAPS. Yogyakarta, November 2018 Peneliti 3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL 1 HALAMAN PENGESAHAN 2 PENGANTAR 3 DAFTAR ISI 4 BAB I. PENDAHULUAN 5 A. Latarbelakang Masalah 5 B. Permasalahan Penelitian 9 C. Tujuan Penelitian 10 D. Manfaat Penelitian 10 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 11 A. Penyelesaian Permasalahan Tanah Dalam Kawasan Hutan 11 B. Kabijakan Sebagai Proses 13 C. RAPS sebagai “Struggle for Access” 14 D. Kelembagaan Lintas-Sektor Dan Multi-Level 15 E. “Strategi Kue Wingko” dalam Pelaksanaan Reforma Agraria 17 BAB III. METODE PENELITIAN 19 A. Format Penelitian 19 B. Lokasi Penelitian 19 C. Teknik Pengumpulan Data 20 BAB IV. KEBIJAKAN REFORMA AGRARIA DAN PENYELESAIAN PERMASALAHAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN SIGI 21 A. Gagasan Reforma Agraria Di Kabupaten Sigi 21 B. Proses Pengusulan Data TORA dan Perhutanan Sosial 23 C. Kolaborasi antar Pemangku Kepentingan 26 BAB V. PENUTUP 35 A. Kesimpulan 35 B. Rekomendasi 35 DAFTAR PUSTAKA 36 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Babak baru reforma agraria dimulai dengan terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden pada 2014. Nawacita memuat agenda reforma agraria dan strategi membangun Indonesia dari pinggiran dimulai dari daerah dan desa. Dalam Sembilan Agenda Prioritas atau yang dikenal sebagai Nawacita, disebutkan pembenahan agraria berupa, “Menjamin kepastian hukum hak kepemilikan tanah, penyelesaian sengketa tanah dan menentang kriminalisasi penuntutan kembali hak tanah masyarakat” (No. 4). Guna meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, dilakukan dengan cara “mendorong landreform dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar” (No. 5). Penjabaran Nawacita salah satunya dilakukan melalui Peraturan Presiden No.45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017. Di dalam RKP 2017 ini, reforma agraria menjadi salah satu prioritas nasional yang dijalankan oleh pemerintah pusat hingga daerah, yakni: (1) Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria; (2) Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria; (3) Kepastian Hukum dan Legalisasi Hak atas Tanah Objek Reforma Agraria; (4) Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas Tanah Obyek Reforma Agraria; (5) Pengalokasian Sumber Daya Hutan untuk Dikelola oleh Masyarakat; serta (6) Kelembagaan Pelaksana Reforma Agraria Pusat dan Daerah.1 Program-program prioritas Pelaksanaan Reforma Agraria dilaksanakan oleh masing-masing Kementerian dan Lembaga Pemerintah maupun bekerjasama secara sinergis dan lintas-sektor, serta dikendalikan dan dikordinasikan oleh Kantor Staf Presiden bersama Kementerian Koordinator 1 Kantor Staf Kepresidenan, Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria 2016 – 2019, Arahan dari Kantor Staf Presiden, Jakarta, 28 April 2016, hlm 1. Selanjutnya untuk merujuk 5 Perekonomian. Pelaksanaan Reforma Agraria dikendalikan Kantor Staf Presiden (KSP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden. Pelaksanaan Reforma Agraria ini menyasar empat kategori tanah, yakni: (i) Tanah-tanah legalisasi aset yang menjadi objek dan sekaligus arena pertentangan klaim antara kelompok masyarakat dengan pihak perusahaan dan instansi pemerintah, dan tanah-tanah yang sudah dihaki masyarakat namun kepastian hukum nya belum diperoleh penyandang haknya; (ii) Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) untuk diredistribusikan kepada kelompok masyarakat miskin pedesaan; (iii) Hutan negara yang dialokasikan untuk desa dan masyarakat desa melalui skema-skema hutan adat dan perhutanan sosial termasuk Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan sebagainya; dan (iv) Pengelolaan dan pengadaan lahan aset desa untuk diusahakan oleh rumah tangga petani miskin secara bersama.2 Sasaran reforma agraria selama 2 tahun (2014-2016) dijalankan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional adalah program redistribusi dan legalisasi (sampai dengan 31 Agustus 2016).3Dalam hal ini, Kementerian ATR/BPN menjabarkan tanah untuk reforma agraria berjumlah 9 juta hektar yang dibagi menjadi dua, yaitu legalisasi aset dan redistribusi tanah yang masing-masing 4,5 juta hektar. dokumen ini, akan disebut dengan Strategi Nasional. 2 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden 3Topik Khusus Reforma Agraria 2 Tahun Kerja Nyata Jokowi-JK https://kerjanyata.id/portfolio/ topik-khusus-reforma-agraria, diakses tanggal 23 Desember 2016. 6 Reforma Agraria (9 Juta Hektar) Legalisasi Aset (4,5 Juta Hetar) Redistribusi Tanah (4,5 Juta Hektar) Tanah Transmigrasi Legalisasi Aset HGU Habis dan Pelepasan belum bersertifikat (4,5 Juta Tanah Terlantar Kawasan Hutan (0,6 Juta Hektar) Hektar) (0,6 Juta Hektar) (4,1 Juta Hektar) Gambar 1. Skema Pelaksanaan Reforma Agraria (2015)4 Legalisasi Aset 4,5 juta hetar, setengah dari program reforma agraria masih dipersoalkan oleh para pengiat agraria, karena dianggap tidak ada kaitannya dengan reforma agraria. Legalisasi aset merupakan bagian dari pendaftaran tanah yang sudah menjadi pekerjaan rutin birokrasi administrasi pertanahan untuk mewujudkan kepastian hukum bagi pemilikan tanah secara individual. Legalisasi asset berpontensi terkosentrasinya pemilikan tanah yang dapat menimbulkan ketimpangan kepemilikan dan penguasaa tanah. Dengan demikian, diperlukan “reformulasi ulang” konsepsi tentang reforma agraria. Redistribusi Tanah 4,5 juta hektar yang terbagi dari hak guna usaha (HGU) yang telah habis serta dari tanah-tanah yang ditelantarkan dan dari Pelepasan Kawasan Hutan. Untuk menyelesaikan kosentrasi aset dan mengurai persoalan-persoalan pokok diatas salah satunya adalah dengan menertibkan tanah- tanah yang ditelantarkan, untuk menciptakan perombakan struktur yang timpang, terutama dalam hal kepemilikan dan penguasaan sumber daya alam khususnya tanah dan didayagunakan salah satunya dengan cara reforma agraria. Dalam konteks reforma agraria pada kawasan hutan, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH). Regulasi ini menjadikan agenda RA melalui skema pelepasan kawasan hutan ataupun melalui perubahan tata batas 7 kawasan hutan dapat dipercepat akselerasinya. Secara kelembagaan, Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) secara bertahap juga sudah dibentuk, baik GTRA Nasional, GTRA Pusat, maupun GTRA di daerah. Bahkan untuk mendukung pelaksanaan agenda reforma agrarian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menerbitkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pekerjaan Bidang Penataan Keagrariaan di Daerah Tahun 2018. Petunjuk teknis tersebut dimaksudkan sebagai pedoman bagi Kanwil BPN Provinsi, c.q, Kabid 3 Bidang Penataan Pertanahan dalam melaksanakan kegiatan penataan pertanahan terkait Gugus Tugas Reforma Agraria. Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja bidang Penataan Pertanahan yang menjadi tugas pembinaan dari Direktorat Jenderal Penataan Agraria. Disamping hal di atas, terkait agenda RA, salah satu rumusan dalam Rakernas Kementerian ATR/BPN Tahun 2018 tentang RA adalah melakukan koordinasi pelaksanaan Inventarisasi dan Verifikasi (Inver) P4T dalam rangka implementasi Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dengan Pemerintah Provinsi dan BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) setempat. Agenda ini juga