ADAPTASI NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KE DALAM FILM SANG PENARI: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI

THE ADAPTATION OF NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK INTO SANG PENARI FILM: AN ECRANIZATION STUDY

Dian Nathalia Inda Balai Bahasa Kalimantan Barat Jalan Ahmad Yani/Jalan Balai Bahasa, Kalimantan Barat, Telepon (0561) 761094, Faksimile (0561) 582104 Pos-el: [email protected]

Naskah diterima: 11 April 2016; direvisi: 20 Mei 2016; disetujui: 3 Juni 2016

Abstrak Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya merupakan novel yang populer. Karena kepopulerannya, novel tersebut diadaptasi menjadi film Sang Penari. Adaptasi Ronggeng Dukuh Paruk menjadi film Sang Penari diteliti menggunakan kajian ekranisasi. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan perubahan dan aspek yang memengaruhinya dalam adaptasi novel Ronggeng Dukuh Paruk menjadi film Sang Penari yang berbeda konvensi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pustaka dan observasi dengan teknik catat. Metode analisis data menggunakan deskriptif komparatif. Sumber data yang digunakan adalah novel Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang Penari. Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi meliputi judul, usia tokoh, teknik penceritaan, latar, tokoh, dan peristiwa. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu moral, nasionalisme, durasi, penonton, dan komersial.

Kata Kunci: perubahan, adaptasi, ekranisasi, Ronggeng Dukuh Paruk, Sang Penari

Abstract Ronggeng Dukuh Paruk is a popular novel by Ahmad Tohari. The popularity of Ronggeng Dukuh Paruk has been adapted into a movie, Sang Penari. The adaptation of Ronggeng Dukuh Paruk into Sang Penari is studied by ecranization study. The research describes the changes that occurs as a result of adaptation of Ronggeng Dukuh Paruk into Sang Penari and aspects those influence it. Data collection method used is literary review by notetaking technique. The method used is descriptive comparative. The data are taken from the Ronggeng Dukuh Paruk novel and Sang Penari movie. The analysis results showed the changes include the title, age, setting, storytelling techniques, events, and character. These changes influenced by moral, nationalism, duration, audience, and commercial aspect.

Keywords: changes, adaptation, ecranization, Ronggeng Dukuh Paruk, Sang Penari

PENDAHULUAN film layar lebar yang ide ceritanya terinspirasi Dunia perfilmanIndonesia sedang berkembang, dari novel karya sastrawan Indonesia. seperti hal ini terlihat dari banyaknya film baru besutan film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel sineas tanah air yang dirilis dan ditayangkan Laskar Pelangi karya Andre Hirata, filmAyat- di bioskop. Bahkan, tahun 2000-an ini banyak Ayat Cinta yang diangkat dari novel berjudul

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 25 Adaptasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk ke dalam Film Sang Penari... (Dian Nathalia Inda) Halaman 25 — 38 yang sama karya Habiburahman El-Shirazy, Antara sebagai Rasus. Film Sang Penari ini film 5 cm karya Donny Dhirgantoro, dan banyak mendapat pujian dan penghargaan. film yang baru dirilis pada Januari 2016 lalu, Sang Penari meraih sepuluh nominasi pada Ketika Mas Gagah Pergi karya Asma Nadia. Festival Film Indonesia tahun 2011. Bahkan, Menurut Dendy Sugono dalam Republika Sang Penari berhasil memenangkan empat (2008, hlm. B7), saat ini eranya audio visual piala citra untuk penghargaan utama yaitu sehingga terjadi perubahan budaya membaca penghargaan tertinggi film terbaik, sutradara menjadi budaya nonton. Hal ini tampak pada terbaik untuk , aktris terbaik untuk fenomena peralihan novel yang seyogianya , dan aktris pendukung terbaik dibaca menjadi film yang ditonton, untuk Dewi Irawan. Hampir semua novel yang diangkat ke Pengangkatan sebuah novel ke dalam film layar lebar memiliki kesamaan, yaitu novel disebut ekranisasi. Ekranisasi disebut juga laris di pasaran. Selain ide cerita yang bagus, memfilmkan novel. Peralihan NovelRonggeng dikenalnya novel ini oleh masyarakat umum Dukuh Paruk menjadi film yang berjudul telah memberikan peluang para sineas untuk Sang Penari termasuk dalam ekranisasi. Film membuat film yang telah memiliki penikmat/ yang terinspirasi dari novel laris tentu telah pembaca sehingga aman dalam aspek komersial. memiliki peminat, yaitu para pembaca novel Salah satu novel laris dan fenomenal adalah yang penasaran dengan film ini. Mereka ingin novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad mengetahui sama atau tidaknya imajinasi yang Tohari, sastrawan asal Banyumas, Jawa tengah. telah mereka kembangkan saat membaca novel Novel ini merupakan novel trilogi Ronggeng dengan film yang ada. Bila film ekranisasi Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini melenceng jauh dari novel aslinya, maka Hari (1985), dan Jantera Bianglala (1986). akan timbul kekecewaan dari penonton dan Pada tahun 2003, Gramedia menerbitkan trilogi pengarang novel tersebut. Hal ini sesuai dengan ini dalam satu novel yang berjudul Ronggeng pernyataan Saputra (dalam Saputra, 2009, Dukuh Paruk. Keberadaan novel ini tak lekang hlm. 45) bahwa dalam perspektif sosiologis, oleh zaman, dari awal penerbitan sampai ekranisasi dapat menghasilkan karya yang sekarang banyak diminati pembaca sehingga bernilai positif, tetapi dapat menghasilkan karya sudah dicetak ulang sebanyak delapan kali dan yang bernilai negatif, baik bagi publik, pihak diterbitkan dalam tiga bahasa, yaitu bahasa yang menghasilkan novel (pengarang), maupun Jepang, Jerman, dan Belanda. film. Dalam perspektif umum, film hasil Kelarisan dan ketenaran Ronggeng Dukuh ekranisasi yang bernilai positif adalah film yang Paruk telah membuatnya diangkat ke layar lebar mampu mempresentasikan novel, sebaliknya sebanyak dua kali. Film pertama Ronggeng film yang tidak mampu mempresentasikan Dukuh Paruk adalah filmDarah dan Mahkota novel dipersepsikan sebagai hasil ekranisasi Ronggeng yang dibuat pada tahun 1983. Film yang bernilai negatif . ini kurang mendapat apresiasi dari masyarakat Kenyataannya, film hasil ekranisasi kadang karena penyampaian ceritanya yang lebih tidak sama dengan novel aslinya. Hal ini menonjolkan unsur pornografi. Film kedua disebabkan adanya adaptasi dari novel ke film. dari novel ini adalah Sang Penari. Sang Penari Adaptasi ini diperlukan karena adanya perbedaan merupakan film Indonesia yang dirilis pada signifikan antara novel dan film. Novel dan film Kamis, 10 November 2011. Film ini disutradarai adalah dua jenis sastra yang masing-masing oleh Ifa Isfansyah serta dibintangi oleh Prisia memiliki konvensi sehingga peralihan dari Nasution sebagai pemeran Srintil dan Oka novel ke film mau tidak mau memerlukan

26 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283 Halaman 25 — 38 (Dian Nathalia Inda) The Adaptation of Novel Ronggeng Dukuh Paruk into Sang Penari... suatu adaptasi yang berdampak pada perubahan Makna Novel dan Film Ayat-Ayat Cinta: Kajian unsur sastra. Novel merupakan hasil kreativitas Ekranisasi”, yang mendeskripsikan perbedaan satu orang, sebaliknya film merupakan hasil berkenaan dengan novel dan film Ayat-Ayat kreativitas tim atau kelompok. Senada dengan Cinta, sedangkan penelitian mengenai novel hal tersebut, Lindgren mengatakan bahwa Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang Penari produksi film yang normal membutuhkan pernah dilakukan oleh Zajar (2015), berjudul kooperasi banyak ahli dan teknisi, yang bekerja “Analisis Perbandingan Perwatakan Srintil bersama sebagai satu tim, sebagai suatu unit dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk dengan produksi (Ajidarma, 2000, hlm. 1). film Sang Penari”. Zajar membahas mengenai Selain perbedaan di atas, novel dan film perbedaan dan persamaan watak Srintil dalam juga memiliki perbedaan pada bentuk. Novel novel Ronggeng Dukuh Paruk dengan film berbentuk susunan kata-kata. Semua karakter Sang Penari menggunakan teori strukturalisme. tokoh, alur, latar, dan peristiwa direpresentasikan Meskipun sudah ada penelitian tentang ekranisasi, dengan kata-kata sehingga pembaca harus bisa novel Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang berimajinasi membayangkan cerita novel yang Penari, kedua penelitian ini belum memberikan sedang dibaca. Pada film, penonton tidak harus informasi mengenai perubahan dan aspek yang berimajinasi karena cerita telah dituangkan ke memengaruhi adaptasi novel Ronggeng Dukuh dalam bentuk audiovisual yang membentuk Paruk menjadi film Sang Penari. Penelitian jalinan peristiwa. Film dapat mewujudkan ini bertujuan untuk memaparkan perubahan gambaran yang tidak dapat dimunculkan yang terjadi akibat adaptasi novel Ronggeng dalam novel. Perbedaan yang ada antara novel Dukuh Paruk menjadi film Sang Penari yang dan film memberikan nuansa baru untuk berbeda konvensi dan mendeskripsikan aspek menghadapi keduanya. Ketika membaca yang memengaruhi perubahan tersebut. Hasil novel, gambaran karakter tokoh, latar tempat penelitian ini diharapkan berguna untuk dan suasana memerlukan imajinasi untuk meningkatkan wawasan yang berkenaan dengan menangkap maksud yang disampaikan melalui perubahan wahana terutama perubahan novel kata-kata. Apalagi, jika pembaca tidak memiliki menjadi film/ekranisasi dan dapat dijadikan pengetahuan mengenai hal tersebut. Berbeda rujukan penelitian yang sejenis. jika menonton film, semua ekspresi tokoh, latar Perubahan dari satu kesenian ke kesenian tempat, dan suasana langsung dapat terlihat dan lain disebut alih wahana (Damono, 2009, hlm. tidak perlu imajinasi untuk membayangkannya 128). Beliau berpendapat bahwa karya sastra (Setyani, 2010, hlm. 157). Dalam kaitan hal itu, tidak hanya bisa diterjemahkan, yakni dialihkan bukan anomali jika kemudian novel Ronggeng dari suatu bahasa ke bahasa yang lain. Akan Dukuh Paruk pun memiliki perbedaan dengan tetapi, karya sastra dapat dialihwahanakan, film Sang Penari. yakni diubah menjadi kesenian yang lain. Berdasarkan latar belakang tersebut ada Berkaitan dengan hal tersebut, Erneste (1991, dua masalah dalam tulisan ini. Adapun masalah hlm. 60) membuat cakupan yang lebih spesifik tersebut adalah (a) apa saja perubahan novel mengenai alih wahana kesenian tersebut. Ia Ronggeng Dukuh Paruk menjadi film Sang menyatakan bahwa suatu proses pelayarputihan Penari dan (b) aspek apa saja yang memengaruhi atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke perubahan tersebut. dalam film adalah ekranisasi.Ekranisasi disebut Penelitian mengenai transformasi novel juga memfilmkan novel. Jadi, kalaualih wahana ke film/kajian ekranisasi ini telah dilakukan melingkupi perubahan kesenian secara umum, oleh Karkono (2009), berjudul “Perbedaan ekranisasi secara khusus hanya membahas

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 27 Adaptasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk ke dalam Film Sang Penari... (Dian Nathalia Inda) Halaman 25 — 38 perubahan novel menjadi sebuah film. dilihat bahwa dari sisi teksnya ciptaan yang Ekranisasi lebih banyak menekankan bernama sastra bersifat dinamis, sesuai dengan pada perbedaan-perbedaan antara novel kondisi dan konteks penerimaannya. Bahkan, dan film disebabkan oleh perbedaan sistem Iser menyatakan bahwa suatu teks memiliki sastra dan sistem film. Proses ekranisasi juga ruang kosong yang memang disediakan oleh dipengaruhi oleh perbedaan cara pandang penulis sehingga pembaca secara kreatif, secara seseorang dalam menafsirkan karya sastra. bebas dapat mengisinya (Ratna, 2011, hlm. Tanggapan pembaca terhadap suatu teks sastra 171). Ruang kosong ini membuat partisipasi kemudian mengolahnya menjadi sesuatu yang pembaca membuat teks suatu karya sastra tidak berbeda disebut sebagai proses resepsi sastra. stabil, berubah-ubah mengikuti pembacanya Resepsi adalah pengolahan teks, cara-cara (Chamamah-Soeratno, 2012, hlm. 186). pemberian makna terhadap karya, sehingga Kemampuan pembaca memegang peranan dapat memberikan respons terhadapnya (Ratna, penting sehingga perbedaan pengetahuan 2011, hlm. 165). dan latar sosial tertentu dapat menghadirkan Selaras dengan hal tersebut, suatu novel suatu karya baru yang merupakan wujud yang akan dibuat menjadi film tentu terlebih perombakan terhadap karya sebelumnya. Novel dahulu akan melalui proses pembacaan. yang bertransformasi menjadi film tentu akan Pembacaan yang beraneka macam terhadap mengalami beberapa perubahan sebagai upaya suatu karya sastra memperlihatkan peran adaptasi novel ke film yang berakibat pada pembaca dalam menemukan maknanya, esensi cerita. Novel merupakan karya yang Pembaca dengan latar belakang konteks yang rumit sehingga membutuhkan penyuntingan berbeda akan menghasilkan pembacaan yang yang jauh lebih banyak. Sebuah skenario berbeda pula (Chamamah-Soeratno, 2012, hlm. film mengandung 20.000 kata dibandingkan 199). Endraswara (2008, hlm. 115) menyatakan dengan novel yang terdiri dari 100.000 kata. bahwa aktivitas pembaca dapat sebagai penikmat Novel adalah proses rekaan yang panjang yang dan penyelamat karya sastra lama. Sebagai menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan penikmat, pembaca akan meresepsi dan sekaligus serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. memberikan tanggapan tertentu terhadap karya Pada hakikatnya, film merupakan pengisahan sastra sedangkan sebagai penyelamat, pembaca kejadian dalam waktu. Tetapi kejadian dalam yang mau menerima kehadiran sastra, juga film tidak terkonotasi pada ”kelampauan”, akan meresepsi dan selanjutnya melestarikan melainkan berkonotasi pada sesuatu yang dengan cara mentransformasikan. Luxemburg sedang terjadi (Erneste, 1991, hlm. 9—16). menyebutkan salah satu bentuk transformasi, Pemindahan dari novel ke layar putih mau misalnya, sebuah cerpen menjadi novel, drama, tidak mau mengakibatkan timbulnya berbagai film, lukisan, dan sebagainya (Ratna, 2011, perubahan. Perubahan yang terjadi bisa berupa hlm. 167). Pernyataan ini sejalan dengan Yunus penciutan, penambahan (perluasan), ataupun (dalam Wiyatmi, 2009, hlm. 102) yang me­ perubahan dengan sejumlah variasi (Erneste, ngatakan bahwa tanggapan pembaca terhadap 1991, hlm. 60). Hal ini sesuai pernyataan Damono karya sastra dapat bersifat aktif yaitu berupa (2009, hlm. 123—134) yang menyatakan bahwa komentar, kritik, ulasan, resensi, karya sastra jika sebuah karya sastra diubah menjadi media yang lain, maupun karya seni yang lain. lain, seperti film maka banyak hal yang harus Struktur teks suatu karya sastra tidaklah dilakukan sehingga menyebabkan perubahan. mantap stabil, melainkan berubah-ubah sesuai Selaras dengan hal ini, proses adaptasi film dari dengan pembacaannya. Dari sini dapatlah sebuah novel menunjukkan adanya beberapa

28 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283 Halaman 25 — 38 (Dian Nathalia Inda) The Adaptation of Novel Ronggeng Dukuh Paruk into Sang Penari... perubahan seperti tokoh, latar, alur, dan dialog 158) menuturkan bahwa adaptasi buku ke film dalam setiap adegannya, sehingga dapat hampir selalu dinilai dengan ukuran-ukuran mengusut ideologi apa yang terdapat di balik yang sangat “moralitis”, yaitu ketidaksetiaan perubahan-perubahan tersebut. (infidelity), pengkhianatan (betrayal), perubahan Ekranisasi sebagai proses pelayarputihan bentuk menjadi lebih buruk (deformation), dan novel ke film, juga tidak lepas dari perspektif perubahan menjadi vulgar yang memiliki nilai kajian bandingan yaitu membandingkan antara lebih rendah (vulgarization). Setelah diketahui novel dengan film. Novel termasuk dalam kajian perubahan-perubahan yang terjadi pada novel sedangkan film termasuk kajian sinematografi. Ronggeng Dukuh Paruk yang berekranisasi Meskipun begitu, ekranisasi telah membuat menjadi Sang Penari maka akan diketahui Sang novel dan film yang berada dalam kajian yang Penari termasuk dalam kategori ketidaksetiaan berbeda menjadi berhubungan erat. Hal ini (infidelity), pengkhianatan (betrayal), perubahan terjadi karena novel merupakan suatu ide bentuk menjadi lebih buruk (deformation), atau cerita dalam film ekranisasi. Dengan demikian, perubahan menjadi vulgar yang memiliki nilai mengkaji novel dan film hasil ekranisasi tidak lebih rendah (vulgarization). lepas dari sastra bandingan. Benedecto Crose berpendapat bahwa studi METODE sastra bandingan adalah kajian yang berupa Penelitian ini merupakan penelitian pustaka eksplorasi perubahan (vicissitude), penggantian yang menggunakan metode deskriptif kom- (alternation), pengembangan (development), paratif. Metode penelitian dapat diperoleh dan perbedaan timbal balik antara dua karya melalui gabungan dua metode, dengan syarat atau lebih (dalam Endraswara, 2008, hlm. kedua metode tidak bertentangan (Ratna, 2011, 158). Sementara itu, Damono (2005, hlm. hlm. 53). Metode deskriptif komparatif meng- 2) juga menyatakan bahwa sastra bandingan gunakan cara mengguraikan dan memband- adalah membandingkan sastra sebuah negara ingkan. Jenis penelitian ini merupakan kuali- dengan sastra negara lain dan membandingkan tatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah sastra dengan bidang lain sebagai keseluruhan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad kehidupan. Dengan kata lain, karya sastra tidak Tohari yang diterbitkan oleh Gramedia, pada hanya dapat dibandingkan dengan karya sastra tahun 2011 sebanyak 408 halaman dan film negara lain. Namun, sastra bandingan juga dapat Sang Penari yang diproduksi tahun 2011. membandingkan karya sastra dengan bidang Teknik pengumpulan data dalam ilmu dan bentuk karya seni lain seperti lukis, penelitian ini menggunakan teknik catat, musik, patung dan lain-lain. Sastra bandingan yaitu mencatat hal atau temuan data yang juga bisa untuk membandingkan karya seni dijadikan model analisis data. Pengolahan yang mengalami perubahan sebelumnya menuju data dalam penelitian ini dilakukan dengan wahana yang berbeda atau melalui terjemahan. langkah (1) menelaah data, yaitu membaca Dalam tulisan ini, novel Ronggeng Dukuh novel Ronggeng Dukuh Paruk dan menonton Paruk akan dibandingkan dengan film Sang filmSang Penari; (2) mencatat data mengenai Penari sehingga akan diketahui perubahannya. perubahan novel Ronggeng Dukuh Paruk ke Perbandingan novel dan film ini ditelaah Sang Penari; (3) menganalisis bentuk-bentuk melalui unsur-unsur pembangunnya, seperti perubahan tersebut; 4) mendeskripsikan aspek judul, tokoh, alur, peristiwa dalam cerita, dan yang terdapat dalam perubahan-perubahan latar. Robert Stam (dalam Setyani 2010, hlm. tersebut.

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 29 Adaptasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk ke dalam Film Sang Penari... (Dian Nathalia Inda) Halaman 25 — 38

HASIL DAN PEMBAHASAN hlm. 1182), ronggeng berarti tari tradisional Adaptasi Ronggeng Dukuh Paruk menjadi dengan penari utama wanita, dilengkapi dengan Sang Penari selendang yang dikalungkan di leher sebagai Proses ekranisasi Ronggeng Dukuh Paruk kelengkapan menari. Kata ronggeng telah menjadi Sang Penari membutuhkan suatu mengalami peyorasi. Peyorasi berarti perubahan adaptasi. Adaptasi ini perlu dilakukan karena makna yang mengakibatkan sebuah ungkapan adanya perbedaan konvensi antara novel dan menggambarkan sesuatu yang lebih tidak enak, film yang berdampak pada perubahan pada tidak baik, dsb. Kata yang mengalami peyorasi, novel dan film ekranisasinya. Berikut ini nilai rasanya lebih rendah daripada kata adalah perubahan Ronggeng Dukuh Paruk yang sebelumnya (Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa, berekranisasi menjadi Sang Penari. 2008, hlm. 1069). Pada zaman sekarang nilai rasa kata ronggeng ini telah mendapat stigma Perubahan Judul negatif, sedangkan kata penari masih memiliki Judul merupakan hal pertama yang mudah stigma positif yang diharapkan mampu menarik dikenali karena sampai saat ini tidak ada karya minat dan rasa penasaran pemerhati film untuk yang tanpa judul (Wiyatmi, 2009, hlm. 40). menonton film ini. Wiyatmi pun menyatakan sebuah judul dipilih oleh pengarang dengan alasan kemenarikan. Perubahan Latar Selaras dengan pernyataan tersebut, sebuah film Secara umum latar tempat utama pada RDP pun harus memiliki judul yang menarik untuk dan SP tidak berubah, yaitu Dukuh Paruk dan mendapatkan minat penonton. Bila judul sebuah Pasar Dawuan. Perubahan latar tempat terjadi film tidak menarik dan terlalu panjang, tentu pada beberapa peristiwa. Berikut ini beberapa tidak banyak orang yang tertarik menonton film perubahan latar tempat yang terjadi pada film. tersebut. Judul sebuah film haruslah gampang Perubahan latar tempat yang pertama, saat diingat, singkat, mudah dipahami, dan eye Rasus masuk ke dalam bilik Srintil yang sedang catching. , Ifa Isfansyah, dan tidur pulas dan meletakkan keris tersebut di Shanty Harmayn sebagai penulis skenario atas bantal Srintil. Pada peristiwa yang sama film terhadap novel Ronggeng Dukuh Paruk latar tempat tidak lagi di bilik tidur Srintil, (selanjutnya disingkat menjadi RDP) memiliki tetapi Rasus memberikan keris tersebut melalui sudut pandang yang berbeda dengan Ahmad jendela. Dalam novel, peristiwa ini dapat Tohari sehingga memunculkan interpretasi diamati pada kutipan berikut. baru yang dituangkan dalam filmSang Penari (selanjutnya disingkat menjadi SP). Tangan Srintil kutata supaya keris yang kuletakkan dekat bantal berada dalam Perbedaan utama yang paling menonjol pelukannya. Bajuku masih membungkus benda dan terlihat jelas adalah judul. Novelnya itu. Nanti bila Srintil terbangun, dia akan tahu berjudul Ronggeng Dukuh Paruk, tetapi ketika siapa yang meletakkan keris itu di dekatnya difilmkan judul tersebut berubah menjadiSang (Tohari, 2011, hlm. 41). Penari. Perubahan judul ini dilakukan sebagai Ada norma-norma yang berlaku di upaya untuk menarik perhatian penonton dalam masyarakat, satu diantaranya adalah karena aspek penonton menjadi aspek utama norma kesopanan. Norma kesopanan dalam yang harus diperhitungkan dalam pembuatan masyarakat bisa saja berbeda-beda, tetapi film. Perubahan judul juga disebabkan oleh sebagian masyarakat masih menganggap pergeseran nilai kata ronggeng. Menurut tabu seorang lelaki yang bukan muhrim Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa (2008,

30 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283 Halaman 25 — 38 (Dian Nathalia Inda) The Adaptation of Novel Ronggeng Dukuh Paruk into Sang Penari... masuk ke dalam kamar seorang perempuan membabi buta.Santayib terus melangkah apalagi yang sedang tertidur pulas. Hal ini ke bilik tidurnya. Derit daun pintu bambu. Tampak istrinya tidur tengadah dengan adalah bentuk ketidaksopanan. Perubahan keringat membasahi badannya. Wajahnya pucat latar tempat yang kedua terjadi dari bilik kebiruan. Terkadang perempuan itu meringis tidur menjadi di depan rumah. Dalam novel bila merasa urat-urat di perutnya menegang. dan film diceritakan kisah penduduk dukuh Terkadang perempuan itu meringis bila merasa yang keracunan tempe bongkrek buatan ayah urat-urat di perutnya menegang. Tetapi, Srintil berceloteh lucu sekali di samping tubuh ibunya Srintil. Kemudian, ayah Srintil memakan tempe (Tohari, 2011, hlm 27—28). tersebut untuk membuktikan tempenya tidak beracun. Sayangnya, sang ibu pun ikut-ikutan Latar waktu RDP dan SP tidak berubah memakan tempe tersebut. Adegan ini bak cerita yaitu antara tahun 1953 sampai tahun 1975. garapan Shakespeare yang berjudul Romeo dan Dalam film terlihat suasana tahun 1950-an pada Juliet. Kedua tokoh utamanya saling mencintai, bentuk bangunan, pakaian, makanan, perkakas, tetapi meninggal secara tragis. Perubahan yang dan kendaraan yang digunakan. Suasana terjadi di film adalah kedua orangtua Srintil Dukuh Paruk juga berhasil dihadirkan melalui langsung mati di hadapan warga dukuh di percakapan antartokoh dengan menggunakan depan rumah mereka. Berikut cuplikan gambar bahasa Jawa beraksen Banyumasan medok. terjadinya peristiwa di atas. Antara novel dan film ada dua perubahan Gambar 1 Kedua Orang tua Srintil Memakan Tempe Bongkrek

Sumber: Film Sang Penari Pada novel RDP, kedua orangtua Srintil latar waktu yang divariasikan. Pertama, saat mati di bilik kamar. Dari kutipan di bawah ini peristiwa Rasus bertemu dengan Sersan tampak bahwa orang tua Srintil yang kesakitan Slamet di Pasar Dawuan setelah peristiwa setelah memakan tempe bongkrek beracun bukak-kelambu Srintil, tetapi di Sang Penari masuk ke dalam bilik tidur dan meregang Rasus bertemu dengan Sersan Binsar sebelum nyawa di sana ditemani Srintil yang masih bukak-kelambu Srintil. Kedua, kematian nenek kecil. Hal ini terdapat pada kutipan berikut. Rasus memang ada di SP dan RDP. Namun, waktu kematiannya yang dibuat berbeda. Bila Santayib tertawa terbahak-bahak lalu berlari keluar rumah. Sambil berjalan melompat- di SP nenek Rasus meninggal setelah peristiwa lompat, dicacinya semua orang dengan perampokan Dukuh Paruk, sebaliknya di dalam ucapan yang paling kasar dan cabul. Dukuh RDP peristiwa tersebut terjadi saat Rasus Paruk dikelilinginya. Santayib tidak peduli pulang ke Dukuh Paruk setelah peristiwa atas kepanikan luar biasa yang melanda para pemberontakan komunis. tetangga. Tatapan matanya jalang. Teriakannya

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 31 Adaptasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk ke dalam Film Sang Penari... (Dian Nathalia Inda) Halaman 25 — 38

Perubahan Usia Tokoh Karena sering berada di tengah rapat itu maka Usia Srintil saat menjalani bukak-kelambu rombongan ronggeng Dukuh Paruk mengenal Pak Bakar; orang yang selalu berpidato berapi- (penyerahan keperawanan kepada penawar api. Pak Bakar dari Dawuan yang amat pandai tertinggi) mengalami perubahan, bila di novel bicara, sudah beruban tetapi semangatnya luar usia Srintil menjadi ronggeng 11 tahun maka di biasa (Tohari, 2011, hlm. 228). film diubah menjadi 17 tahun. Perbedaan usia ini tidak hanya terjadi pada Srintil, tetapi juga Pada kutipan tersebut usia Bakar memang Rasus. Usia Rasus dari 14 tahun menjadi 20 tidak disebutkan secara jelas, namun kata tahun. Perbedaan umur ini dilakukan karena ’beruban’ yang terdapat di novel secara implisit adanya pertimbangan moral. Menurut Semi merujuk kalau Bakar adalah orang yang sudah mengungkapkan bahwa moral dapat diartikan tua. Di film, Bakar dipelihatkan sebagai seorang sebagai norma, suatu konsep tentang kehidu- pemuda yang dulunya merupakan penduduk pan yang dijunjung tinggi oleh sebagian besar Dukuh Paruk sehingga ia leluasa untuk keluar masyarakat. Moral yang dipegang teguh oleh masuk Dukuh Paruk tanpa menimbulkan masyarakat tidak bersifat statis, tidak berubah. kecurigaan warga dukuh. Perubahan usia ini Akan tetapi, ukuran moral yang terdapat di memungkinkan terjalinnya keakraban antara dalam masyarakat juga mengalami perubahan Bakar dan pemuda-pemuda dukuh karena usia menurut gerak pertumbuhan masyarakat yang yang sama/seumuran. Perbedaan umur yang bersangkutan (dalam Triyastuti, 2009, hlm. tidak terlalu jauh tentu tidak akan menimbulkan 10). kesenjangan minat serta pemikiran akan suatu Pernyataan Semi sesuai dengan peristiwa hal. Bakar akan lebih mudah membaur dan yang terjadi saat ini, bila kita telusuri Ahmad menghasut pemuda Dukuh Paruk lainnya untuk Tohari membuat novel RDP berlatar tahun membenci pemerintah. 1960-an. Pada saat itu, usia 11 tahun bagi anak perempuan adalah usia dewasa. Bahkan, di usia Perubahan Tokoh tersebut sudah banyak yang menikah. Perbe- Perubahan tokoh yang terjadi ada tiga, yaitu daan waktu tahun 1960-an sampai tahun 2010- perubahan nama tokoh, perubahan berupa an adalah sekitar setengah abad. Kurun waktu penambahan tokoh, dan penghilangan tokoh. yang cukup lama ini berimbas pada perubahan Sang Penari masih menggunakan nama pola pikir masyarakat dulu dan sekarang seh- tokoh yang ada dalam RDP seperti Rasus dan ingga terjadi penggeseran norma-norma yang Srintil (tokoh utama), Sakarya (kakek Srintil ada di masyarakat. Kini, umur 11 tahun masih sekaligus sesepuh Dukuh Paruk), Kartareja dianggap sebagai anak-anak, sedangkan usia 17 (dukun ronggeng), Nyai Kartareja (istri dukun tahun telah memasuki usia dewasa. Di usia 17 ronggeng), Sakum (pemain gendang yang tahun, seseorang sudah memiliki ketetapan hati buta), Sersan Pujo serta Bakar (orang partai untuk memilih hal-hal yang dianggapnya baik. komunis). Perubahan nama tokoh yang terjadi Bila kita cermati secara saksama di Indonesia adalah perubahan nama tokoh Sersan Slamet usia 17 tahun adalah usia seorang warga negara menjadi Sersan Binsar, tentara yang merekrut dapat menggunakan hak suaranya untuk memi- Rasus menjadi seorang tobang. lih wakil rakyat pada pemilu. Selain perbedaan Aku mengira sepasang pakaian bekas yang usia Srintil dan Rasus, terdapat perbedaan usia sudah bertisik di sana-sini itu adalah upah tokoh Bakar. Tokoh Bakar merupakan seorang yang dijanjikan Sersan Slamet sesaat aku mulai provokator yang memengaruhi pemuda-pemu- bekerja, Rupanya tidak demikian. Sersan itu da Dukuh Paruk. telah menjeratku agar aku mau bekerja menjadi

32 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283 Halaman 25 — 38 (Dian Nathalia Inda) The Adaptation of Novel Ronggeng Dukuh Paruk into Sang Penari...

kacung yang harus melayani diri serta seluruh ronggeng secara sembunyi-sembunyi melalui anggota pasukannya (Tohari, 2011, hlm. 92). sebuah sarung. Berikut ini cuplikan gambar peristiwa di atas. Kutipan tersebut memperlihatkan Rasus Adegan ini tidak terdapat dalam RDP yang direkrut oleh Sersan Slamet, sersan yang karena dalam novel ini diceritakan ronggeng berasal dari Jawa untuk menjadi kacung/tobang. yang terakhir ada saat mereka berdua masih Namun, nama Sersan Slamet di dalam film kecil. Bahkan, saat itu Srintil masih berumur diubah menjadi Sersan Binsar. Binsar adalah lima bulan. Penonton diharapkan menyadari nama yang lazim digunakan oleh orang yang pilihan Srintil menjadi ronggeng di film ini bersuku Batak di Sumatera Utara. Perubahan bukan hanya karena sebuah tradisi ataupun nama ini dilatarbelakangi oleh semboyan menebus kesalahan orang tuanya. Srintil Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda menjadi ronggeng karena Srintil memang tetapi satu jua. Indonesia adalah negara yang menyukai ronggeng. Tokoh Surti juga berperan memiliki keanekaragaman suku dan budaya penting dalam terpilihnya Srintil menjadi bangsa. Cerita film ini mengenaibudaya Jawa seorang ronggeng Dukuh Paruk yang diakui dan latar tempat berada di Pulau Jawa. Namun, masyarakat. Hal ini dapat dicermati dari keris Pulau Jawa tidak hanya milik suku yang berada yang diberikan Rasus kepada Srintil diubah di Jawa saja, suku yang berasal dari pulau lain kepemilikannya menjadi milik Surti, ronggeng pun dapat berdiam dan berinteraksi secara baik terakhir Dukuh Paruk. Keris jaran guyang di sana. Hal inilah yang ingin diusung oleh para itu terjatuh saat Surti tewas setelah memakan sineas pembuat filmSang Penari. tempe bongkrek. Keris tersebut dipungut dan Penambahan tokoh yang terjadi di disimpan oleh Rasus. Padahal di RDP, keris film adalah munculnya tokoh Surti. Surti jaran guyang tersebut seharusnya milik ayah adalah ronggeng terakhir Dukuh Paruk yang Rasus. diperankan oleh Happy Salma. Kehadiran tokoh Surti menjadi benang merah penghubung Kata mereka, tubuh Srintil masih terlampau cerita yang ada di film sehingga cerita menjadi kecil bagi kerisnya yang terselip di punggung. lebih berterima di masyarakat. Melalui tokoh Celoteh semacam ini membuka jalan karena ini diperlihatkan bahwa kepandaian Srintil di rumahku ada sebuah keris kecil peninggalan meronggeng bukan karena kerasukan indang ayah (Tohari, 2011, hlm. 39). ronggeng. Namun, Srintil bisa meronggeng Perubahan kepemilikan keris dari ayah karena meniru gerakan Surti saat meronggeng. Rasus menjadi milik Surti, ronggeng terakhir Penonton pun diajak untuk melihat Srintil yang Dukuh Paruk ini membuat kesan yang lebih baru berusia tujuh tahun, tetapi telah menyukai dramatis sehingga penonton mengetahui ronggeng. Hal ini diperlihatkan melalui adegan pentingnya keberadaan keris ini bagi seorang Srintil dan Rasus menonton pementasan Gambar 2 Srintil Menonton Surti Meronggeng

Sumber: Film Sang Penari

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 33 Adaptasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk ke dalam Film Sang Penari... (Dian Nathalia Inda) Halaman 25 — 38 ronggeng. Di RDP diceritakan Kartareja sang plot progresif. Peristiwa-peristiwa dikisahkan dukun ronggeng langsung menerima Srintil secara runtut dan bersifat kronologis dari awal- sebagai calon ronggeng. Sebaliknya di film, tengah-akhir. Berbeda dengan novelnya, SP Kartareja si dukun ronggeng tidak mau menggunakan plot regresif atau flash-back atau menerima Srintil sebagai calon ronggeng. sorot balik. Peristiwa-peristiwa dimunculkan Peristiwa ini digambarkan melalui adegan tidak berurutan, adegan satu dengan yang Srintil meronggeng, tetapi sang dukun tidak lainnya cenderung melompat-lompat. Dalam hadir sehingga para penduduk bubar. Srintil film, peristiwa disusun dari tengah-awal-akhir, pun akhirnya meronggeng tanpa ada yang adegan yang semestinya berada di tengah novel menonton. Keberadaan tokoh Surti sang dimunculkan menjadi adegan pembuka. ronggeng terdahulu yang kerisnya terjatuh saat Adegan pembuka dan penutup pada film dia meninggal menjadi titik balik perubahan tidaklah sama dengan RDP. Di film, adegan sikap Kartareja sang dukun ronggeng. Keris pertama saat Rasus yang telah menjadi yang terjatuh itu diserahkan Rasus kepada tentara membuka sebuah ruangan yang berisi Srintil. Kepemilikan Srintil akan keris tersebut sekumpulan orang, adegan pun beralih ke membuatnya diakui oleh Kartareja sebagai Rasus yang pulang ke Dukuh Paruk setelah titisan ronggeng. Tokoh Surti diciptakan untuk peristiwa pemberontakan komunis. Adegan melancarkan jalan cerita dan memberi kesan ini sebenarnya ada di dalam RDP di buku dramatis sehingga menjadi sebuah cerita yang terakhir Jantera Bianglala bab 1, tetapi terangkai dan terjalin indah. dijadikan adegan pembuka. Perbedaan ini Selain penambahan tokoh juga ada bertujuan untuk memancing rasa penasaran penghilangan beberapa tokoh yang terdapat penonton sehingga penonton bertanya-tanya di dalam RDP. Misalnya, tokoh Bajus, Sentika, dan larut dalam adegan demi adegan yang Waras, Marsusi, dan Tampi. Berdasarkan ditayangkan. Penonton diajak untuk kembali kebutuhan cerita dalam film, peran tokoh- ke masa lalu, melihat kehidupan Srintil dan tokoh ini dianggap tidak begitu signifikan. Rasus di Dukuh Paruk pada tahun 1953. Hal Tokoh-tokoh ini ketika tidak dimunculkan tidak ini membuat penonton larut dalam kehidupan akan memengaruhi inti cerita. Penghilangan di masa lalu sehingga unsur dramatiknya lebih tokoh Bajus otomatis menghilangkan beberapa menyentuh. Reaksi penonton mungkin akan peristiwa yang ada pada novel. Sebenarnya datar bila adegan pertama sesuai dengan RDP, Bajus sangat berperan pada akhir cerita novel, yaitu adegan sepasang burung bangau yang ia adalah orang yang menyebabkan Srintil terbang mencari air. Pada adegan pembuka kehilangan jiwa, harga diri, dan kewarasannya. SP, Rasus pulang ke Dukuh Paruk seorang diri Bajus membuat Srintil berharap menjadi wanita dan hanya bertemu dengan Sakum, si penabuh somahan. Namun, harapan itu pupus saat Bajus gendang yang buta. Padahal, di dalam RDP menjualnya pada seorang lelaki sebagai upaya Rasus pulang ditemani Sersan Pujo dan bertemu melancarkan proyeknya. Sayangnya, akhir dengan penduduk kampung. Dari kutipan di cerita film yang berbeda dengan novelnya bawah ini tampak bahwa kembalinya Rasus membuat kemunculan tokoh ini menjadi tidak ke tanah kelahirannya, Dukuh Paruk ditemani signifikan. oleh Sersan Pujo. Mereka menemukan para penduduk Dukuh Paruk dalam keadaan Perubahan Teknik Penceritaan ketakutan dan histeris yang berkumpul di Teknik penceritaan yang digunakan dalam sebuah rumah. RDP adalah teknik penceritaan maju atau Dan Rasus yang dikawal Sersan Pujo me­

34 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283 Halaman 25 — 38 (Dian Nathalia Inda) The Adaptation of Novel Ronggeng Dukuh Paruk into Sang Penari...

ngayunkan langkah pertama menginjakkan kecewa karena adegan penutup yang berbeda kaki di atas tanah kelahirannya (Tohari, 2011, dari novel aslinya. hlm. 254).

Di tengah pintu Rasus tertegun. Bimbang Perubahan Peristiwa bukan main melihat orang-orang Dukuh Ada juga perubahan peristiwa saat Rasus, Paruk meringkuk takut seperti tikus dalam Darsun dan Warta yang masih kecil bermain cakar kucing buas. Lihatlah mata Sakarya di tepi kampung. Mereka berusaha mencabut yang cemas dan pasrah. Wajah Kartareja yang pasi, dan cuping hidung si buta Sakum sebatang singkong namun, usaha mereka sia-sia yang bergerak-gerak seakan menanti godam karena tanahnya kering dan berbatu. Mereka jatuh untuk memecahkan kepalanya. Hening pun akhirnya mengencingi singkong tersebut beberapa detik, kemudian pecah oleh lolongan agar dapat mudah dicabut. Peristiwa ini terdapat Nyai Kartareja (Tohari, 2011, hlm. 256). dalam film SP, tetapi pencabutan singkong Perubahan adegan yang paling signifikan berlangsung dengan mudah karena tanah yang adalah adegan penutup saat Rasus akhirnya ditanami singkong tersebut tanah yang gembur. bertemu kembali dengan Srintil setelah 10 Transformasi peristiwa ini menjadi suatu hal tahun. Efek kejut sangat terasa saat melihat yang penting, berkaitan dengan moral dan adegan penutup pada film SP. Bila mengikuti nasionalisme. Mengencingi makanan kemudian novelnya, seharusnya Rasus yang pulang ke memakan makanan tersebut adalah hal yang Dukuh Paruk bertemu dengan Srintil yang tidak baik untuk dilakukan. Perilaku ini tidak telah kehilangan kewarasannya. Peristiwa ini sehat dan menunjukkan moral masyarakat diubah menjadi Rasus bertemu Srintil yang yang rendah. Perubahan tanah kering membatu sedang meronggeng di pasar bersama Sakum. menjadi tanah gembur menunjukkan rasa Berikut cuplikan gambar terjadinya peristiwa nasionalisme para sineas terhadap Indonesia, tersebut. sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawi. Adegan penutup yang berbeda, yaitu dari Bahkan, Koes Plus dalam lagunya yang berjudul Gambar 3 Srintil Mengamen di Pasar

Sumber: Film Sang Penari sad ending menjadi happy ending bertujuan Kolam Susu menggambarkan Indonesia sebagai untuk memuaskan dan menyenangkan negeri yang kaya dan subur melalui liriknya penonton. Kebanyakan penonton lebih senang yang berbunyi orang bilang tanah kita tanah menonton film yang berakhir bahagia daripada surga/tongkat kayu dan batu jadi tanaman. tragis. Sayangnya, bagi penonton yang pernah Untuk memfilmkan novel tidak semua hal membaca novel RDP mungkin akan merasa yang terjadi dalam novel diceritakan dalam film sehingga terjadi pemotongan peristiwa.

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 35 Adaptasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk ke dalam Film Sang Penari... (Dian Nathalia Inda) Halaman 25 — 38

Menurut Erneste (1991, hlm. 61—64) salah satu meronggeng tidak ditampilkan secara utuh. langkah yang ditempuh dalam proses perubahan Tidak diceritakan pula saat Srintil melarikan sastra ke film adalah penciutan. Penciutan diri ke Pasar Dawuan untuk menghindari adalah pengutangan atau pemotongan unsur Marsusi yang datang meminta jasanya. cerita dalam sastra, dalam proses perubahan. Ekranisasi juga memungkinkan terjadinya Proses penciutan membuat tidak semua hal variasi peristiwa seperti berikut ini. Rasus yang diungkapkan ke dalam novel akan mencari Srintil yang ditahan. Ia akhirnya dijumpai pula dalam film. Hal ini berarti terjadi menemukan Srintil. Di RDP diceritakan Rasus pemotongan atau penghilangan bagian di dalam bertemu dengan Srintil selama sepuluh menit karya sastra dalam proses perubahan ke film. walaupun tidak ada kata yang terucap diantara Rohman (2012) menyatakan bahwa mereka. Di Sang Penari, Rasus hanya dapat melayarputihkan novel tidak memungkinkan melihat Srintil dari jauh. Berbeda dengan semua hal yang terjadi dalam novel diceritakan novelnya, di film, tentara yang datang ke Dukuh dalam film, maka dari itu terjadi pemotongan Paruk untuk menangkap Srintil dan Kartareja. kejadian-kejadian. Sutradara pastinya sudah Padahal, Srintil dan Kartareja yang pergi ke menangkap hal-hal yang penting dalam novel kantor polisi untuk meminta perlindungan yang akan difilmkan. Selain itu, aspek durasi/ akhirnya ditangkap. Perhatikan kutipan berikut waktu tayang film yang tidak terlalu lama, yaitu ini. 1 jam 51 menit menjadi pertimbangan sehingga peristiwa yang ada di novel RDP tidak semua “... Mereka saling pandang karena pada saat dapat ditampilkan dari awal sampai akhir, genting seperti itu dua orang yang dikenal sering tampil bersama Bakar muncul di kantor tetapi sampai Jantera Bianglala bab 1 saja. polisi.” Cerita dalam bab 2 sampai bab 4 ditiadakan ”... Bahwa Kartareja dan Saudara Srintil sehingga penulis tidak akan membahas cerita termasuk orang-orang yang harus kami yang ada dalam bab tersebut. tahan. Ini perintah atasan. Dan kami hanya Penghilangan peristiwa yang akan dibahas melaksanakan tugas” (Tohari, 2011, hlm pada bab satu hanyalah peristiwa yang 240—241). berhubungan dengan cerita SP saja. Berikut ini beberapa peristiwa di novel RDP yang Berbagai peristiwa yang ditiadakan/ mengalami penghilangan peristiwa. Rasus pergi divariasikan sebenarnya memiliki peran penting dari Dukuh Paruk dan tinggal di Pasar Dawuan di dalam novel sehingga alur cerita di dalam setelah bukak kelambu, sayangnya setelah novel tidak melompat-lompat, tetapi terangkai difilmkan tidak ada secuil pun kisah Rasus indah menjadi satu kesatuan yang utuh. Berbeda yang hidup di pasar. Ada dua ritual sebelum dengan film yang dipengaruhi oleh durasi Srintil menjadi ronggeng, yaitu bukak kelambu dan persoalan penonton, rangkaian peristiwa dan upacara pemandian di depan cungkup ini bila tetap ditampilkan apa adanya akan makam Ki Secamenggala. Adegan pemandian mengganggu keutuhan cerita dalam film. tidak ditampilkan di dalam film. Padahal, itu adalah salah satu syarat yang harus dilakukan Aspek yang Memengaruhi Perubahan Rong­ sebelum menjadi Srintil resmi menjadi seorang geng Dukuh Paruk Menjadi Sang Penari ronggeng. Peristiwa-peristiwa yang terjadi saat Perbedaan hasil kerja dan bentuk pada novel dan Srintil mengalami patah hati karena Rasus film hanyalah aspek teknis yang memengaruhi menolak keinginannya untuk berumah tangga. transformasi novel Ronggeng Dukuh Paruk Kesedihan dan pupusnya keinginan untuk menjadi Sang Penari. Dari uraian di atas, dapat

36 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283 Halaman 25 — 38 (Dian Nathalia Inda) The Adaptation of Novel Ronggeng Dukuh Paruk into Sang Penari... diketahui bahwa ada beberapa aspek yang proses ekranisasi perlu adanya adaptasi. memengaruhi perubahan Ronggeng Dukuh Dalam proses ekranisasi Ronggeng Dukuh paruk menjadi Sang Penari. Aspek-aspek itu Paruk menjadi Sang Penari, penulis skenario adalah aspek moral, aspek nasionalisme, aspek menafsirkan beberapa hal yang berbeda durasi, aspek penonton, dan aspek komersial. dengan Ahmad Tohari, pengarang novelnya. Aspek moral menjadi sebuah pertimbangan Sang penari dapat dinyatakan film yang tidak dalam membuat filmSang Penari, hal-hal yang setia dalam mengikuti novel aslinya. Penulis menunjukkan moral tidak baik di dalam novel skenario hanya mengambil inti cerita kemudian bila tetap ditampilkan di film dapat memberi menginterpretasikannya sesuai kreativitasnya pengaruh jelek bila ditiru oleh penonton. dan keadaan saat film tersebut dibuat. Oleh karena itu, peristiwa-peristiwa tersebut Ada beberapa perubahan yang dapat divariasikan. dicermati dari novel Ronggeng Dukuh Paruk Para sineas mencoba membangkitkan ke film Sang Penari. Perubahan yang paling rasa nasionalisme dari penonton melalui menonjol adalah perubahan judul dan akhir penggambaran keadaan alam dan keaneka­ cerita film, perubahan judul dari novel yang ragaman suku yang ada di Indonesia. Aspek berjudul asli Ronggeng Dukuh Paruk menjadi durasi merupakan alasan utama penghilangan film yang berjudul Sang Penari. Akhir cerita beberapa peristiwa dan tokoh. Peristiwa dan pada film pun diubah dari yang berakhir sedih tokoh yang terdapat dalam RDP sangat banyak. menjadi bahagia. Ada juga penambahan tokoh Padahal, film ekranisasi ini hanya berdurasi Surti, ronggeng terakhir Dukuh Paruk. Bahkan, 111 menit sehingga tidak semua adegan yang teknik penceritaan pun mengalami perubahan ada di novel dapat ditampilkan ke dalam dari beralur maju menjadi beralur flash back. film. Aspek penonton juga menjadi hal yang Perubahan yang terjadi ini tidak mengubah memengaruhi terjadinya perubahan pada RDP. inti cerita, tetapi hanya memperlancar dan Para sineas membuat film untuk dinikmati oleh memperindah keterjalinan cerita. Pada dasarnya pecinta film/penonton sehingga kesenangan kekurangan ataupun kelebihan yang terdapat dan kebutuhan penonton diutamakan. Mereka di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dan membuat sebuah film yang mengalir indah film Sang Penari harus kita hargai karena dengan efek kejut serta kesan dramatis sehingga hasil karya seseorang/sekelompok orang yang film ini menjadi lebih hidup, berwarna, dan menyalurkan daya imajinasi dan kreativitasnya tidak monoton saat ditonton. Aspek komersial untuk menciptakan karya yang memberi juga menjadi bahan pertimbangan yang perlu manfaat untuk penikmat sastra. diperhitungkan. Banyaknya penonton yang menonton film ekranisasi ini tentu akan berimbas pada laba produksi. Tidak dapat DAFTAR PUSTAKA dimungkiri bahwa pembuatan sebuah film tidak hanya menginginkan film yang bermutu Ajidarma, S.G. (2000). Layar Kata. Yogyakarta: saja, tetapi juga menginginkan adanya laba/ Yayasan Bentang Budaya. keuntungan. Chamamah-Soeratno, S. (2012). “Penelitian Sastra dari Sisi Pembaca: Satu pembicaran SIMPULAN Metodologi”. Dalam Teori Penelitian Sastra. Jabrohim (ed.), hlm. 183—196. Film Sang Penari tidak dapat menampilkan Yogyakarta: Pustaka Pelajar. segala hal yang ada pada novel Ronggeng Dukuh Paruk secara utuh karena dalam Chamamah-Soeratno, S. (2012). “Penelitian

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 37 Adaptasi Novel Ronggeng Dukuh Paruk ke dalam Film Sang Penari... (Dian Nathalia Inda) Halaman 25 — 38

Resepsi Sastra dan Problematikanya”. Setyani, T.I. (2010). “The Road, dari Novel Dalam Teori Penelitian Sastra. Jabrohim ke Film”. Dalam Riris Sarumpaet dan (ed.), hlm.197—209. Yogyakarta: Pustaka Melani Budianta (ed.), Rona Budaya: Pelajar. Festschrift untuk Sapardi Joko Damono, Damono, S.D. (2005). Pegangan Penelitian hlm. 156—178. : Yayasan Pustaka Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Obor Indonesia. Bahasa. Sugono, D. (2008). “Kongres Bahasa dan Nasib Damono, S.D. (2009). Sastra Bandingan. Sastra Daerah”. Republika, 26 Oktober, Jakarta: Editum. hlm. B7. Endraswara, S. (2013). Metodologi Penelitian Suseno. (2011). Ekranisasi (http://indonesia. Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan unnes.ac.id/artikel/filmisasi-karya-sas- Aplikasi. Yogyakarta: CAPS (Center For tra-indonesia-kajian-ekranisasi-pada- Academic Publishing Service). cerpen-dan-film-%E2%80%9Ctentang- dia%E2%80%9D.html). Diakses tanggal Erneste, P. (1991). Novel dan Film. Jakarta: 14 Februari 2013, pukul 20.30 WIB. Nusa Indah. Tim Produksi Film Sang Penari. (2011). Sang Karkono. (2009). “Perbedaan Makna Novel dan Penari. Salto Films. Film Ayat-Ayat Cinta: Kajian Ekranisasi”. Atavisme volume 12 tahun 2009, hlm Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa. (2008). Kamus 167—180. Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ratna, N.K. (2011). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme Tohari, A. (2011). Ronggeng Dukuh Paruk. hingga Postrukturalisme Perspektif Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Triyastuti, (2009). “Nilai-Nilai Moral dalam Pelajar. Novel Tanah Baru,Tanah Air Kedua Rohman, W.T. (2012). Ekranisasi Novel dan Karya NH. Dini dan Kemungkinannya Film di Bawah Lindungan Ka’bah. Sebagai Bahan Ajar di SMPN 2”. Jurnal (http://jayustic.blogspot.com/2012/10/ Lemlit, Vol. 3 No. 2 Desember. ekranisasi-novel-dan-film-di-bawah. Wiyatmi, (2009). Pengantar Kajian Sastra. html). Diakses tanggal 17 Februari 2016, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. ukul 14.15 WIB. Zajar, A.A.A. (2015). Analisis Perbandingan Saputra, H. (2009). “Transformasi Lintas Perwatakan Srintil dalam Novel Genre: dari Novel ke Film, dari Film Ronggeng Dukuh Paruk dengan Film ke Novel”. Humaniora Volume 21. hlm Sang Penari. Tangerang Selatan: 41—55. Universitas Pamulang.

38 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283