Representasi Perempuan Dalam Film Sang Penari (Kajian Semiotika

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Representasi Perempuan Dalam Film Sang Penari (Kajian Semiotika BAB IV GAMBARAN UMUM FILM SANG PENARI Gambar 4.1 Cover “FILM SANG PENARI” 1.1. Struktur Produksi Film Sang Penari Produser : Shanty Harmayn Produser Eksekutif : Kemal Arsjad, Kristuadji Legopranowo, Bert Hofman, Bimo Setiawan, Indra Yudhistira, Elwin Siregar. Sutradara : Ifa Isfansyah Rumah Produksi : Salto Films Co. Produser : Natacha Devillers, Marcia Raharjo Ass. Produser : Ferdian Armia Produser Pelaksana : Agustiya Herdwiyanto Assisten Sutradara 1 : Wawan Muhammad Assisten Sutradara 2 : Nicho Yudhifar Penulis Naskah : Salman Aristo, Ifa Isfansyah, Shanty Harmayn Editor : Cesa David Luckmansyah Penata kamera : Yadi Sugandi Penata Artistik : Eros Eflin Penata Kostum : Chitra Subiyakto Penata Rias : Jimmy „Asoen‟ Tasmin Penata Musik : Aksan Sjuman, Titi Sjuman Penata Suara : Bruno Tarierre, Khikmawan Santosa Perekam Suara : Aufa R Triangga Ariaputra Casting : Amelya Oktavia, Riri Pohan Konsultan Naskah : Miguel Machalski Tim Pengembang Naskah : M Abduh Aziz, Michael Ratnadwijanti Pimpinan Produksi : Koko Permana 4.2 Pengenalan Tokoh Utama 1. Srintil (Prisia Nasution) Seorang Perempuan yang dari sejak kecil sudah mempunyai hobi, ketika melihat pertunjukan tari ronggeng, Srintil menyukai dan ingin menjadi penari ronggeng di tempat kelahiran nya Dukuh Paruk Gambar 4.2 Tokoh Srintil 2. Rasus (Nyoman Oka Antara) Teman cowok Srintil sejak kecil dan sampai beranjak dewasa, Rasus Menyukai Srintil dan mereka menjalin hubungan seperti berpacaran. Ketika dewasa Rasus mempunyai pekerjaan menjadi salah satu anggota keamanan militer. Gambar 4.3 Tokoh Rasus 3. Kertarajasa (Slamet Rahardjo) Seorang dukun ronggeng di Dukuh Paruk, dan saat pertunjukan tari ronggeng dukun ronggeng ini peran nya sangat penting karena dukun ronggeng ini yang dapat menentukan saat pertunjukan tari ronggeng berlangsung dari awal hingga berakhir. Gambar 4.4 Tokoh Kertarajasa 4. Nyai Kertarajasa (Dewi Irawan) Sebagai istri Kartareja dan juga dukun ronggeng Dukuh Paruk. bertugas menyiapkan segala perlengkapan & kebutuhan Srintil saat menari ronggeng, karakter yang jahat dan berorientasi dengan materi (Uang). Sehingga memanfaatkan peluang karier srintil yang istilahnya menjadi artis di dukuh paruk. Gambar 4.5 Nyai Kertarajasa 5. Sakarya (Landung Simatupang) Satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Srintil ketika orang tua nya telah meninggal, kakek ini mengetahui bakat menari yang dimiliki oleh Srintil, sehingga kakek Srintil ini mempunyai niat menyalurkan bakat menari srintil untuk menjadikan nya penari ronggeng. Gambar 4.6 Tokoh Sakarya 6. Sakum (Hendro Djarot) Seorang penabuh kendhang mahir yang mempunyai kekurangan dengan penglihatannya (buta), namun naluri dan pendengarannya yang tajam tak heran jika dia menjadi salah satu anggota kesenian ronggeng Dukuh Paruk. Dalam kesenian tari ronggeng alat musik kendhang bisa di bilang alat musik yang lebih dominan. Gambar 4.7 Tokoh Sakum 7. Bakar (Lukman Sardi) Berperan menjadi salah satu anggota partai komunis yang kembali ke Dukuh Paruk, dan karena kepintaran nya dalam berbicara serta menghasut warga Dukuh Paruk yang mengakibatkan ketidak nyamanan warga di Dukuh Paruk, namun aksi Bakar ini telah di amankan oleh petugas keamanan militer. Gambar 4.8 Tokoh Bakar 8. Sersan Binsar (Tio Pakusadewo) Berperan sebagai Kepala keamanan angkatan bersenjata, Sersan Binsar ini juga yang mengangkat Rasus untuk masuk di kesatuan yang di kepalai oleh Sersan Binsar. Selain itu Sersan Binsar juga yang memusnahkan Gerakan komunis yang terjadi di Dukuh Paruk akibat hasutan dari Bakar. Gambar 4.9 Tokoh Binsar 1.2. Sekilas Tentang Film Sang Penari Film ini merupakan film adaptasi kedua dari novel tersebut setelah film Darah dan Mahkota Ronggeng (1983). Sang Penari membutuhkan dua tahun penelitian untuk menyajikan konteks sejarah dengan lebih baik, termasuk Gerakan 30 September dan peristiwa pembantaian anti-komunis yang mengikutinya. Rincian ini dalam novelnya disensor oleh pemerintahan Orde Baru kala itu, namun digambarkan lebih jelas dalam film ini. Walaupun film ini berlatar dan disyuting di Purwokerto, Jawa Tengah, kedua pemeran utama film ini bukan berasal dari etnis Jawa. Prisia Nasution, dalam peran debutnya, adalah orang Batak, sedangkan Oka Antara adalah orang Bali. Kekuatan film Sang Penari bukan sekadar mengangkat tema cinta biasa, pun menempatkan tokohnya pada dilema antara loyalitas kepada negara dan cinta kepada seorang penari ronggeng di sebuah desa miskin Indonesia pada pertengahan 1960-an. Rasus (Nyoman Oka Antara), seorang tentara muda menyusuri kampung halamannya, mencari cintanya yang hilang, Srintil (Prisia Nasution). Film yang terinspirasi dari trilogi "Ronggeng Dukuh Paruk" karya Ahmad Tohari ini melibatkan masyarakat. Desa di Banyumas, Jawa Tengah, tempat lokasi pembuatan film ini. Kelebihan lain film ini, dalam penggarapannya sampai membangunan jalan. Film ini pun menghidupkan kembali batik sebagai kostum pemaian, musik tradisional lokal dan juga memperjualkan buku tentang film tersebut. “Jadi ada dampak ekonomi yang positif di dalam pembuatan film ini,” kata Menparekraf Mari Elka Pangestu yang hadir dan memberikan piala citra kepada pemenang film terbaik FF 2011 ini di Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (10/12/20110) 1. 1 http://travelplusindonesia.blogspot.com/2011/12/nilai-plus-sang-penari-sebagai%20-film.html. diunduh pada tanggal 20 Januari 2013 jam 10.05 WIB Apresiasi terhadap film ini memenangi Empat Penghargaan Piala Citra di Festival Film Indonesia 2011 untuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Ifa Isfansyah), Aktris Terbaik (Prisia Nasution) dan Aktris Pendukung Terbaik (Dewi Irawan). Film ini adalah film yang diajukan Indonesia untuk penghargaan Academy Awards ke-85 untuk kategori Film Bahasa Asing Terbaik2. 1.3. Sinopsis Film Sang Penari Cerita cinta yang tragis ini terjadi di Jawa Tengah, Indonesia tahun 1960-an. Rasus (Oka Antara)adalah seorang tentara dari Dukuh Paruk, sebuah desa miskin di daerah Banyumas. Awal cerita terjadi ketika Rasus kembali dan menyusuri Dukuh Paruk, dan bertemu dengan Sakum (Hendro Djarot), seorang tunanetra yang memintanya untuk mencari seseorang bernama Srintil. Cerita kemudian berkilas balik ke Dukuh paruk dan hubungan cinta antara Rasus dan Srintil. Dukuh Paruk sempat mengalami masa kelam pada tahun 1953 silam. Santayib, pembuat tempe bongkrèk Dukuh Paruk, tak sengaja menjual tempe bongkrèk beracun, yang membunuh banyak warga, termasuk Surti (Happy Salma), ronggeng Dukuh Paruk. Penduduk dusun mulai panik dan rusuh, dan dalam kerusuhan tersebut, Santayib dan istrinya melakukan bunuh diri dengan 2 http://filmindonesia.or.id/article/ffi-2011-sang-penari-raih-penghargaan-film-terbaik. diunduh pada tanggal 22 Januari 2013 jam 10.23 WIB mengonsumsi tempe beracun buatan mereka. Putri dari Santayip, Srintil, selamat dan dibesarkan oleh kakeknya Sakarya (Landung Simatupang). Sejak insiden itu, Dukuh Paruk seperti kehilangan kehidupannya, tidak ada musik mengalun dan penari 3ronggeng lagi di dukuh tersebut. Sepuluh tahun kemudian, tahun 1963, Srintil (Prisia Nasution) dan Rasus yang sama-sama yatim piatu adalah teman yang sangat dekat sejak kecil. Rasus sendiri juga menyimpan perasaan cinta pada Srintil. Keadaan Dukuh Paruk yang mengalami kelaparan dan depresi sejak kehilangan sang penari ronggengnya. Keinginan Srintil sejak dari kecil yang istilahnya mempunyai bakat dalam bidang menari ternyata seperti mengandung kekuatan magis yang membuat Sakarya yakin bahwa Srintil bisa menjadi ronggeng. Suatu hari Sakarya mendapat pertanda bahwa Srintil akan menjadi ronggeng besar dan mampu menyelamatkan Dukuh Paruk dari kelaparan. Dia kemudian meyakinkan Srintil untuk menjadi ronggeng dan meminta Kertareja (Slamet Rahardjo), dukun ronggeng Dukuh Paruk untuk menjadikan Srintil seorang ronggeng. Srintil percaya bahwa dengan menjadi ronggeng, dia bisa membayar dosa kedua orang tuanya dalam insiden tragis sepuluh tahun lalu. Dia kemudian mencoba untuk membuktikan dirinya dengan menari di makam Ki Secamenggala, pendiri Dukuh Paruk. 3 Ronggeng adalah tari tradisional dng penari utama wanita, dilengkapi dng selendang yg dikalungkan di leher sbg kelengkapan menari. (sumber: http://www.artikata.com/arti-348180-ronggeng.html. di unduh tanggal 28 April 2013 jam 15.33) Walaupun gagal meyakinkan Kartareja pada kali pertama, Rasus yang menaruh simpati pada tekad Srintil menolong Srintil dengan memberinya benda temuannya, sebuah pusaka ronggeng milik Surti, ronggeng Dukuh Paruk yang telah tiada. Setelah melihat pusaka tersebut, Sakarya akhirnya berhasil meyakinkan Kartareja. Srintil kemudian dipermak dan dirias oleh Nyai Kartareja (Dewi Irawan) untuk menjadi seorang ronggeng. Sementara itu, seorang aktivis dan anggota Partai Komunis Indonesia, Bakar (Lukman Sardi) tiba di Dukuh Paruk dan meyakinkan petani Dukuh Paruk untuk bergabung dengan partai komunis, untuk menyelamatkan wong cilik (kelas bawah) Dukuh Paruk dari kelaparan, kemiskinan, dan penindasan para tuan tanah yang serakah. Kepopuleran Srintil yang sampai ke Desa Dawuan, membuat Rasus, teman kecil sekaligus orang yang mencintainya, tidak senang dan nyaman. Menjadi ronggeng berarti bukan hanya dipilih warga dukuh untuk menari, namun juga untuk menjadi "milik bersama". Srintil harus melayani banyak lelaki di atas ranjang setelah menari. Setelah keberhasilan Srintil menari di makam Ki Secamenggala, Srintil harus menjalani ritual terakhir sebelum dia benar-benar bisa menjadi ronggeng yang disebut Bukak Klambu, di mana keperawanannya akan dijual kepada penawar tertinggi. Hal ini mengecewakan Rasus, yang mengatakan pada Srintil bahwa dia tidak senang dengan
Recommended publications
  • Download Article
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 231 5th International Conference on Community Development (AMCA 2018) Ronggeng: Cultural Artifact and Its Representation in Indonesian Film Yulianeta Universitas Pendidikan Indonesia [email protected] Abstract. Ronggeng is a cultural artifact that is very in several regions of Central Java and East Java. The last, popular in the life of Indonesian people, especially in people in West Java call them sindhen or ronggeng. This Java. In a historical context, ronggeng which is on the art spreads almost in all regions of Java Island [3]. concept was originally viewed as a sacred culture in Ronggeng word comes from Javanese language, its development into a profane culture. The reception which means tandak or female dancers accompanied by of ronggeng is not only uttered orally, but also in gamelan (Javanese traditional orchestra). Referring to the literature and film. This study aims to describe definition, women become the key of the art. In the ronggeng as a cultural artifact and its representation Ensiklopedi Tari Indonesia Seri P-T, ronggeng is in the film Nyi Ronggeng (1969), Darah dan Mahkota classified into couple entertainment dances performed by Ronggeng (1983), and Sang Penari (2011). The a woman and a man. On its shows, a female ronggeng method used in this research is descriptive analysis dancer usually asks a male dancer by throwing her shawl method representation theory of Stuart Hall, to see to the man to go up to the stage and dance together with how the image of ronggeng is represented in three her [4]. Once the dance is finished, the male dancer films.
    [Show full text]
  • Studi Semiotika Tentang Makna Pengangguran Terdidik Dalam Film “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)”)
    POTRET PENGANGGURAN TERDIDIK DALAM FILM (Studi Semiotika Tentang Makna Pengangguran Terdidik dalam Film “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)”) Bimantara Kurniawan Dra. Noorshanti Sumarah, M.I.Kom. A. A. I. Prihandari Satvikadewi, S.Sos, M.Med. Kom ABSTRAK Film “Alangkah Lucunya (Negeri ini)” merupakan film drama komedi satire Indonesia yang dirilis pada 15 April 2010 yang disutradarai oleh Deddy Mizwar. Film ini juga dipenuhi bintang film Indonesia, tercatat ada sembilan nama peraih piala citra yang berkolaborasi di film ini antara lain Slamet Rahardjo, Deddy Mizwar, Tio Pakusadewo, dan Rina Hasyim. Film “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” mencoba mengangkat potret nyata yang ada dalam kehidupan bangsa Indonesia. Gambaran dari realitas yang berlaku di tengah masyarakat salah satunya adalah pengangguran. Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak sedang mencari pekerjaan. Pengangguran di Indonesia bukan hanya dari kalangan yang tidak memiliki pendidikan tinggi. Faktanya, hingga saat ini para sarjana di Tanah Air masih mengalami berbagai persoalan ketika memasuki dunia kerja. Latar belakang tersebut membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna simbolis mengenai pengangguran terdidik yang ingin disampaikan pada film “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbasis kualitatif dengan pendekatan semiotika Roland Barthes yang bertujuan untuk menganalisis makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat dalam Film. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori komunikasi massa dan teori film. Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah bagaimana film ini memaknai pengangguran terdidik berdasarkan simbol dan tanda yang terdapat dalam film, film ini mengandung kritik-kritik yang ditujukan kepada pemerintah dan juga masyarakat terkait pengangguran terdidik, sehingga mampu menambah wawasan masyarakat tentang gambaran pengangguran terdidik yang ada di Indonesia.
    [Show full text]
  • 28 Tohari's Women the Depiction of Banyumas
    Proceedings TOHARI'S WOMEN THE DEPICTION OF BANYUMAS WOMEN IN AHMAD TOHARI'S LITERARY WORKS Dhenok Praptiningrum Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Purwokerto [email protected] Abstract: As part of Javanese culture, Banyumas actually has its particular Javanese social and cultural characteristics. The social structure and culture, especially related to the position and the definition of women, are reflected in Ahmad Tohari's literary works. In some of his literary works such as Ronggeng Dukuh Paruk (The Dancer) and Bekisar Merah (The Red Bekisar) Tohari even portraits Banyumas women as the main characters of the novel. Both in Ronggeng Dukuh Paruk and Bekisar Merah, the women characthers depicted in figure of strong and powerful women. Meanwhile, Lingkar Tanah Air and Kubah portrait women characters almost in the opposite figure of piety and submissive women. Thus, this paper would analyze the depiction of Banyumas women in Tohari's four novels to provide specific descriptions of Banyumas women archetype from the perspectives of religious life, the role in a family, and the role as a woman in a society. Keywords: Banyumas women, Ahmad Tohari, women depiction, women archetype, Indonesian literature INTRODUCTION There have been various kind of studies about Javanese culture and Indonesian literary works. However, the studies mainly focus on the idea of Javanese in general that build the idea of Javanese culture, especially women archetype, as particular one kind of Javanese idea. As part of Javanese culture, Banyumas is geographically located in Central Java, in fact has its own specific Javanese culture, value, even accents. Thus, this study focuses on the idea of Banyumas culture reflected in three novels written by Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk – The Dancer (1982), Bekisar Merah – The Red Bekisar (1993), and Kubah – The Dome (1980).
    [Show full text]
  • Halaman Depan
    DINAMIKA PERFILMAN INDONESIA (SEJARAH FILM INDONESIA TAHUN 1968-2000) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah OLEH Anselmus Ardhiyoga NIM: 034314001 JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 ii iii Look, if you had one shot, one opportunity To seize everything you ever wanted, one moment Would you capture it, or just let it slip? You own it; you better never let it go You only get one shot do not miss your chance to blow This opportunity comes once in a lifetime You can do anything You set your mind to (EMINEM) SKRIPSI INI DIPERSEMBAHKAN KEPADA : ¯ TUHAN YESUS KRISTUS ¯ KAKEK DAN PAMANKU YANG TELAH ADA DI SURGA ¯ KELUARGA BESARKU YANG TERCINTA ¯ FITRIA SRI WULANDARI (Thnks Fr Th Mmmrs) ¯ Universitas Sanata Dharma (Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Sejarah) iv ABSTRAK Ardhiyoga, Anselmus. 2008. “Dinamika Perfilman Indonesia (Sejarah Film Indonesia Tahun 1968-2000)”. Skripsi Strata I (SI). Yogyakarta: Prodi Ilmu Sejarah, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh ideologi pembangunan terhadap perkembangan kebudayaan populer masyarakat. Akan tetapi secara khusus, penelitian ini lebih menyoroti tentang perkembangan film Indonesia karena merupakan film salah satu bagian dari kebudayaan populer dalam masyarakat. Penelitian tentang film, dibagi dalam tiga permasalahan: (1) Bagaimana pengaruh pembangunan terhadap perkembangan film tahun 1968-1980? (2) Bagaimana pengaruh pembangunan terhadap perkembangan film tahun 1980-1990? (3) Bagaimana pengaruh pembangunan terhadap perkembangan film tahun 1990- 2000? Dalam menjawab permasalahan tersebut, Penelitian ini mempergunakan metode penelitian pustaka atau tinjauan/studi pustaka dan menggunakan kritik intren untuk membandingkan data yang diketemukan Dari hasil penelitian tampak bahwa pada tahun 1968-1980, pemerintah ikut campur tangan dalam perkembangan film Indonesia.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Film
    1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Film merupakan bentuk seni kompleks dan media komunikasi unik yang pengaruhnya dapat menjangkau seluruh segmen sosial masyarakat. Film tidak hanya merupakan media hiburan yang luar biasa, tetapi film juga memberikan semacam rasa kehadiran dan kedekatan dengan suatu dunia yang tidak tertandingi dengan tempat lain, dunia yang tidak terbayangkan. Film dapat memberikan perasaan yang intens dan melibatkan orang secara langsung dan nyata dengan dunia “di luar sana” dan di dalam kehidupan orang lain. Menonton film membawa penonton keluar dari kehidupan mereka sehari-hari dan serasa berada di dunia yang berbeda. Penonton tenggelam ke dalam kehidupan karakter fiksi, pikiran mereka pun mulai mengembangkan opini tentang kejadian-kejadian bersejarah dalam film, dan terus terpikat oleh kombinasi warna, cahaya dan suara yang artistik. Film mengikat penonton secara emosional dan memiliki kekuatan yang besar dari segi estetika. Beberapa orang mengkritik film sebagai semacam hiburan untuk pelarian diri. Tetapi ada juga yang memujinya sebagai bentuk seni imajinatif yang mengizinkan orang untuk sadar akan mimpi dan fantasi mereka. Film sebagai media komunikasi massa memiliki peran yang cukup penting yaitu sebagai alat untuk menyalurkan pesan-pesan kepada penontonnya. 2 Pesan tersebut dapat membawa dampak positif maupun negatif. Banyak orang yang bisa “menangkap” pesan dari suatu film dengan mudah. Tetapi banyak juga yang kesulitan dalam hal ini. Apalagi yang menonton hanya dengan maksud hiburan belaka. Banyak yang mengkritik orang-orang yang menganalisis film karena menurut mereka hal ini adalah sia-sia dan film tidak dinikmati sama sekali. hal ini sebenarnya tidaklah salah, karena setiap orang berhak menentukan dengan caranya sendiri bagaimana ia akan memproses suatu film, seperti salah satunya dengan menikmati suatu film tanpa terlalu serius memikirkan makna pesan di baliknya.
    [Show full text]
  • Analisis Semiotika Film ^Alangkah Lucunya Negeri Ini
    Journal ^! 5]µv_ Volume IV. No.1. Tahun 2015 ANALISIS SEMIOTIKA FILM ^ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI_ Oleh: Anderson Daniel Sudarto (e-mail: [email protected]) Jhony Senduk (e-mail: [email protected]) Max Rembang (e-mail: [email protected]) Abstrak Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) mengangkat potret nyata yang ada dalam kehidupan bangsa Indonesia. Film ini juga dipenuhi bintang film Indonesia, tercatat ada sembilan nama peraih piala citra yang berkolaborasi secara sempurna untuk menyajikan tontonan yang berkualitas. Slamet Rahardjo, Deddy Mizwar, Tio Pakusadewo, dan Rina Hasyim. Keseluruhan film dipenuhi satir-satir politik yang cerdas. Jauh dari itu film ini membuka mata kita semua. Tentang pendidikan, tentang pengangguran, tentang kerasnya hidup di jalanan, serta kritik pada penguasa negeri ini. Tanpa pemahaman, film ini hanya akan sekedar menjadi komedi belaka. Dengan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna simbolis mengenai pesan moral yang ingin disampaikan pada film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). Maka itu, sangat penting untuk mengetahui Semiotika Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) agar masyarakat bisa mengetahui film-film yang mendidik dan lewat film ini, bisa memberikan inspirasi bagi generasi penerus bangsa tentang pentingnya pendidikan untuk membangun suatu bangsa negara yang lebih baik kedepannya. Dengan Mengetahui Semiotika dari Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) maka Masyarakat maupun penonton bisa tahu yang film yang komedi biasa atau komedi tak berisi (absurb) dengan film komedi satir (sindiran) yang sarat akan pesan positif bagi pemerintah, para pembuat film dapat belajar dari Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) dengan memberikan pada masyarakat film yang berisi harapan dan cita-cita kedepan untuk pendidikan dan karakter bangsa dan negara kita Indonesia.
    [Show full text]
  • BAB II A. Sutradara Film Alangkah Lucunya Negri Ini 1. Deddy Mizwar
    BAB II A. Sutradara Film Alangkah Lucunya Negri Ini 1. Deddy Mizwar Deddy Mizwar adalah seorang aktor, sutradara, dan produser film. Ia banyak terjun dalam perfilm-an Indonesia baik secara langsung sebagai aktor ataupun tidak langsung sebagai sutradara dan produser. Film-film yang ia garap banyak bernuansa da'wah dengan pesan moral dan agama yang ringan dan menghibur. Deddy Mizwar, lahir di Jakarta, 5 Maret 1955. Ia pertama kali terjun ke dunia film pada 1976, dengan membintangi film Cinta Abadi arahan sutradara Wahyu Sihombing. Aktor senior pemenang 4 piala Citra (untuk film) dan 2 piala Vidya (untuk sinetron) ini sudah berpengalaman membuat sejumlah sinetron bermuatan dakwah dari serial Pengembara, Mat Angin sampai Lorong Waktu. Kecintaan aktor asli Betawi ini pada dunia seni tidak terbantahkan lagi. Buktinya, selepas sekolah, ia sempat berstatus pegawai negeri pada Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Namun ayah dari 2 anak ini hanya betah 2 tahun saja sebagai pegawai, karena ia lebih gandrung main teater. Ia bergabung di Teater Remaja Jakarta. Selebihnya, jalan hidupnya banyak ia baktikan pada dunia seni, lebih tepatnya seni peran. Darah seni itu rupanya mengalir deras dari ibunya, Ny. Sun'ah yang pernah memimpin sangar seni Betawi. Akhirnya, ia dan ibunya kerap mengadakan kegiatan seni di kampung sekitarnya. 30 Kecintaannya pada dunia teater telah mengubah jalan hidupnya. Beranjak dewasa, sekitar tahun 1973, Deddy mulai aktif di Teater Remaja Jakarta. Dan lewat teater inilah bakat akting Deddy mulai terasah. Deddy pernah terpilih sebagai Aktor Terbaik Festival Teater Remaja di Taman Ismail Marzuki. Tidak sekedar mengandalkan bakat alam, Deddy kemudian kuliah di LPKJ, tapi cuma dua tahun.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media Massa
    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa menjadi salah satu kebutuhan pokok dalam mendapatkan informasi pada perkembangan jaman saat ini. Media massa terdiri dari surat kabar, radio, televisi, dan film. Film merupakan salah satu media massa yang berbentuk audio visual dan sifatnya sangat kompleks. Film merupakan karya seni estetika sekaligus sebagai alaht informasi yang terkadang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, serta medium untuk menyampaikan pesan (Kurnia, 2008:138). Film sebagai media komunikasi massa memiliki peran yang cukup penting yaitu sebagai alat untuk menyalurkan pesan-pesan kepada penontonnya. Pesan tersebut dapat membawa dampak positif maupun negatif. Informasi atau pesan pesan yang disampaikan di film mengandung berbagai macam gagasan, konsep, serta dapat memunculkan dampak dari penayangannya, baik yang ditayangkan di televisi atau bioskop, selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan dibaliknya, tanpa berlaku sebaliknya. Melalui film, masyarakat dapat melihat secara nyata apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tertentu pada masa tertentu. Kemampuan dan kekuatan film menjangkau banyak orang menjadi potensi untuk mempengaruhi masyarakat yang menotonnya. 1 2 Peredaran film pada saat ini memang jauh lebih berkembang dari pada beberapa dekade lalu. Melihat sejarah perkembangan perfilman di Indonesia, pada tahun 1980-an adalah salah satu masa kejayaan. Namun, setelah itu perfilman Indonesia mengalami masa suram yakni diawal dekade 1990-an sampai dengan awal dekade 2000-an. Kemunculan televisi swasta menjadi salah satu alasan kenapa produksi film di Indonesia sempat menurun pada era 1990-an. Menurut Yan Widja, suguhan sinetron dan siaran yang atraktif di televisi swasta membuat masyarakat lebih tertarik untuk menonton televisi daripada datang ke bioskop.
    [Show full text]
  • 54 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data Berdasarkan Penelitian Ini Data-Data Yang Digunakan Adalah Film Religi B
    BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data Berdasarkan penelitian ini data-data yang digunakan adalah Film Religi bestseller Periode 2015 yang bertemakan religi di Indonesia. Film- film religi tersebut ditayangkan tahun 2015 dimana pada tayangan tersebut menduduki rating tertinggi dalam perfilman religi Indonesia. Data-data tersebut diobservasi peneliti yang sudah kategorikan berdasarkan Film Religi bestseller Periode 2015 berikut Film yang termasuk dipilih peneliti berdasarkan pengkategorian rating tertinggi penayangan filmnya antara lain film mencari hilal, harim ditanah haram, surga yang tak dirindukan, ayat-ayat adinda, dan air mata surga film ini yang menduduki rating tertinggi pada film religi periode tahun 2015.1 Pada keterangan dibawah akan dijelaskan sinopsis dari setiap film religi bestseller Indonesia periode 2015 sebagai berikut: 1 Diakses http://www.tribunnews.com/tribunners/2016/03/31/10-film-indonesia-dengan-rating- tertinggi-di-imdb pada tanggal 11 Oktober 2016 54 55 1. Film Mencari Hilal2 a. Sinopsis Film Mencari Hilal Gambar 4.1 Di benak Mahmud, tak ada yang lebih mulia selain tulus berjuang menerapkan perintah Islam secara kaffah dalam semua aspek hidup. Bertahun-tahun lamanya Mahmud berdakwah agar setiap orang percaya bahwa Islam adalah satu-satunya solusi semua persoalan hidup. Sayangnya semangat Mahmud tercederai saat mendengar isu sidang Isbat Kementrian Agama yang menelan dana sembilan milyar untuk menentukan hilal. Realita itu membuatnya teringat lagi tradisi mencari hilal yang dilakukan pesantrennya dulu. Sebuah tradisi yang tak berjalan lagi sejak pesantrennya bubar puluhan tahun lalu. 2 Diakses dari movie.co.id/mencari-hilal/sinopsis/ pada tanggal 15 Nofember 2016 56 Mahmud ingin mengulang tradisi itu untuk membuktikan kepada semua orang bahwa ibadah tidak dibuat untuk memperkaya diri.
    [Show full text]
  • An Analysis of Ronggeng Dukuh Paruk Novel by Using Biographical Critism
    AN ANALYSIS OF RONGGENG DUKUH PARUK NOVEL BY USING BIOGRAPHICAL CRITISM SKRIPSI Submitted In Partial Fulfillment of the Requirements For the Degree of SarjanaPendidikan (S.Pd) English Education Program By ; TRISNA HARDININGRUM NPM. 1302050198 FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN 2017 ABSTRACT Trisna Hardiningrum; ‘’An Analysis of Ronggeng Dukuh Paruk Novel by Using Biographical Critism’’. Skripsi: English Department of Teacher Training and Education Muhammadiyah University of North Sumatera 2017. This research showed that the biography of the author indirectly attached and gave an overview of the actual content of the novel. The relationship between Ahmad Tohari as a author with his work entitled Ronggeng Dukuh Paruk was a major topic of discussion. The objectives of this research were to find out the theme of the novel and relationship between Ronggeng Dukuh Paruk novel with Ahmad Tohari’s biography. Descriptive qualitative method was carried out to analyze the data. The source of the data was taken from the novel Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari. In collecting the data, some references related to biographical critism were applied. The data were analyzed by reading the novel, underlining statement of Ronggeng Dukuh Paruk novel that related to Ahmad Tohari’s biography, analyzing and describing the relationship between Ronggeng Dukuh Paruk novel with Ahmad Tohari’s biography. It was concluded that the theme was the complexity of ronggeng dancer’s life, they included social, human trafficking, character assassination and politic theme and there was the relationship between the biography of Ahmad Tohari to the content of the Ronggeng Dukuh Paruk novel.
    [Show full text]
  • A Discourse Historical Analysis on Local Culture in the First Book Trilogy “Ronggeng Dukuh Paruk” by Ahmad Tohari
    CAHAYA PENDIDIKAN, Vol.4 No.2:57-66 Desember 2018 ISSN : 1460-4747 A DISCOURSE HISTORICAL ANALYSIS ON LOCAL CULTURE IN THE FIRST BOOK TRILOGY “RONGGENG DUKUH PARUK” BY AHMAD TOHARI Sri Sugiharti Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam [email protected] Abstract: The aim of the research is to examine the representation of Javanese local culture in an old text entitled “Ronggeng Dukuh Paruk”. Framed generally by CDA (Critical Discourse Analysis) theory and the method of the research is qualitative study, analyzed by using DHA (Discourse Historical Approach’s) perspective, involving three levels of analysis (cf Cresswell, 1998; Alwasilah, 2003; Reisigl & Wodak, 2009; and Wodak & Meyer eds., 2009). These levels are three dimensions of discourse analysis that include: (1) identification of discourse content/topic; (2) analysis of discourse strategy; and (3) realization of topic and linguistic strategy at lexical/syntactic level (Reisigl & Wodak, 2009:93). Since the discourse analyzed in this research is on local wisdom of Javanese society especially as in text in thefirst trilogy book of “Ronggeng Dukuh Paruk”, then, the topic of discourse is also about local wisdom and culture in general. Thus, in this study, the analysis of topic of discourse is not undertaken. The examination is focused on observing the five discursive strategies in micro- analysis under DHA, which includes strategies of nomination, predication, argumentation, perspectivation, and mitigation. The discussion also highlights the socio-cultural background of Javanese people in that period to see its influence on the content of the text itself. Thus, the integration of two disciplinaries of historical study and linguistics is well-achieved.
    [Show full text]
  • The Fukuoka City Public Library Movie Hall Ciné-Là
    THE FUKUOKA CITY PUBLIC LIBRARY MOVIE HALL CINÉ-LÀ FILM PROGRAM SCHEDULE AUGUST 2015 JAPANESE ANIMATION FILMS August 5-August 8 No English subtitles HUMAN RIGHTS THROUGH “ANY DAY NOW” August 9 Film in English Lecture in Japanese INDONESIAN FILMS WITH RIRI RIZA August 12-August 28 English subtitles ON EXHIBIT NOW! POSTER COLLECTION EXHIBIT OF ARCHIVED TURKISH FILMS A tie-in campaign with the “Collection of Turkish Films” to be shown at our theater from July 15-August 2 EXHIBIT RUNS: JULY 1 –JULY 30 SHOWCASE CORRIDOR FUKUOKA CITY PUBLIC LIBRARY 1F FUKUOKA CITY PUBLIC LIBRARY ENGLISH HOME PAGE http://www.cinela.com/english To download this program schedule: http://www.cinela.com/english/cinelaschedule.htm JAPANESE ANIMATION FILMS August 5-8 No English subtitles Japanese animation films for the summer. No English subtitles. HYŌTAN SUZUME Director: Ryūichi Yokoyama 1959/35mm/ Color/ 55 min./ No English subtitles STORY: In a frog kingdom, a rowdy frog and his son end up killing a treasured sparrow. A grave is created for the sparrow from which a gourd plant sprouts…WANPAKU ŌJI NO OROCHI TAIJI Director: Yūgo Serikawa 1963 /35mm /Color/86 min./No English subtitles STORY: A young boy meets a princess and learns that a 8-headed dragon has abducted all her sisters... NAGAGUTSU WO HAITA NEKO Director: Kimirou Yabuki 1969 /35mm/Color/80 min./No English subtitles STORY: King Cat sends his cats to kill Pero, the cat, for having saved a mouse. Pero meets Pierre, a boy, who falls in love with Princess Rosa, who is then abducted by Lucifer, the Magician.
    [Show full text]