1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepak Bola Merupakan
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepak bola merupakan olahraga yang populer di dunia. Sepertinya tidak ada olahraga lain yang dimainkan dan ditonton oleh banyak orang seperti sepak bola. Tidak bisa dipungkiri, dewasa ini sepak bola menjadi hal yang sulit dipisahkan dari keseharian masyarakat. Penyebabnya, olahraga yang dimainkan oleh 11 orang dalam satu tim tersebut sudah menjadi salah satu sarana hiburan masyarakat yang tak tergantikan oleh hiburan yang lainnya. Peran sepak bola sebagai sarana hiburan masyarakat tersebut berlangsung hampir di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia (goal.com). Membahas mengenai sepak bola tidak bisa terlepas dari para fans atau yang biasa kita kenal dengan sebutan suporter. Hakikat suporter adalah kerumunan, di mana kerumunan tersebut diartikan sebagai sejumlah orang yang berada pada tempat yang sama, ada kalanya tidak saling mengenal, dan memiliki sifat yang peka pada stimulus (rangsangan) yang datang dari luar (kompasiana.com, 2015). Seiring perkembangan zaman, sepak bola Indonesia semakin universal. Tidak ada lagi batasan-batasan tertentu bagi penggemar sepak bola, seperti usia dan jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan menyukai sepak bola. Hal itu dapat dibuktikan dengan perbauran mereka di tribun penonton pada banyak pertandingan sepak bola hampir di seluruh Indonesia. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sepak bola bukan hanya olah raga bagi laki-laki, tetapi juga bagi kaum perempuan. Perbedaan gender bukan menjadi halangan bagi penggemar sepak bola. Sejarah sepak bola Indonesia membuktikan, para penonton atau lebih dikenal dengan suporter, sudah menjadi hal penting yang mempengaruhi kinerja sebuah tim sepak bola. Melalui dukungan langsung baik dari stadion maupun malalui layar televisi, tidak bisa dipungkiri bahwa penampilan sebuah tim sepak bola cenderung menjadi 1 Universitas Kristen Petra lebih baik. Dorongan psikologis dari para suporter menumbuhkan semangat dalam diri setiap pemain yang bermain dalam sebuah pertandingan sepak bola. Kita bisa melihat buktinya pada Final Piala AFF 2010 antara tim nasional Indonesia melawan Malaysia bulan Desember 2010, telah menjadi bukti tingginya animo masyarakat Indonesia terhadap sepak bola. Bahkan, siaran pertandingan tersebut menjadi tayangan yang paling banyak ditonton dan mampu mengalahkan final Piala Dunia 2010. Hasil riset The Nielsen Company mengungkapkan bahwa persentase orang yang menonton atau audiens share siaran pertandingan laga kedua final Piala AFF 2010 antara Malaysia melawan Indonesia pada 29 Desember mencapai angka 65,7% dengan rating 23,1, atau ditonton oleh kurang lebih 11,4 juta orang berusia 5 tahun ke atas di 10 kota besar di Indonesia (www.agbnielsen.net). Hampir setiap klub peserta Liga Indonesia memiliki suporter fanatik. Di Indonseia, menurut observasi peneliti, banyak sekali klub-klub sepak bola memiliki kelompok suporter yang terkenal, seperti Viking (Persib Bandung), The JakMania (Persija Jakarta), Slemania (PSS Sleman), Banaspati (Persijap Jepara), Pasoepati (Persis Solo), dan Bonekmania / Green Force (Persebaya Surabaya). Menurut Fajar Junaedi (2012, p.7) dalam bukunya Bonek: Komunitas Suporter dan Terbesar di Indonesia, suporter Surabaya merupakan suporter terbesar dan pertama di Indonesia yang mentradisikan away supporters secara massal dan berseragam (pendukung sepak bola yang mengiringi tim pujaannya bertandang ke kota lain). Komunitas suporter Bonek merupakan pendukung fanatik Persebaya. Bonek periode 1980-1990 dikenal masyarakat sebagai suporter yang kreatif, atraktif, dan sportif. Keberadaan suporter Bonek tidak terlepas dari kota Surabaya dan juga budaya “arek” yang mencerminkan karakter suporter Persebaya dan juga Persebaya itu sendiri. Namun seiring dengan berkembangnya waktu yaitu pada periode 1990-2006, Bonek justru dikenal sebagai kelompok suporter yang cenderung berperilaku 2 Universitas Kristen Petra tidak sportif, anarkis dan brutal. Kelompok suporter ini tidak luput dari stigma kekerasan. “Surabaya - Pertandingan Copa Dji Sam Soe antara Persebaya melawan Arema di Stadion Gelora 10 November, Surabaya, berakhir rusuh. Sekitar 30 ribu suporter tuan rumah mengamuk dan berbuat rusuh. Kerusuhan meledak 5 menit sebelum pertandingan berakhir, saat skor masih 0-0. Suporter Persebaya yang dikenal dengan \\\'Bonek\\\' (Bondo Nekat) tak kuasa menahan emosinya dan menyerbu turun ke lapangan, melakukan pengrusakan dan pembakaran dan papan reklame, termasuk membakar gawang. Beruntung api cepat dipadamkan. Gejala pertandingan akan rusuh sudah tercium sejak awal. Massa dari Persebaya sudah melakukan pelemparan batu ke lapangan. Bahkan kiper Arema Ahmad Kurniawan sempat tersungkur terkena batu. Amuk massa tidak terkendali dan aparat berusaha membubarkan. Namun perlawanan massa kian ganas, akhirnya aparat balik lempar batu. Satu polisi Dalmas terluka parah, dipandu ke dalam stadion. Di dalam ada beberapa titik yang dibakar. Termasuk kayu- kayu yang mereka bawa. Hingga saat ini massa mulai mencair, sementara asap hitam mengepul di udara. Polisi konsentrasi di tengah lapangan. Belum diketahui jumlah persis yang jadi korban, namun beberapa anak- anak bocor di bagian kepalanya, darah pun mengucur. Ini adalah pertandingan kedua babak perempat final di antara kedua kesebelasan. Hari Jumat (1\/9\/2006) lalu Persebaya ditundukkan Arema 0-1 di Stadion Kanjuruhan” (www.detik.com). 3 Universitas Kristen Petra Gambar 1.1 Keberingasan Bonek 4 September 2006 Sumber : www.detik.com Peristiwa di atas menjadi puncak keanarkisan Bonek, setelah itu mereka melewati masa-masa paling kelam. Bermula konflik internal Persebaya sejak tahun 2005 yang berkepanjangan terkait prestasi tim dan konfilk kepengurusan, serta adanya polemik kepengurusan pusat PSSI era Nurdin Halid pada tahun 2011 (kompasiana.com). Dalam harian Kompasiana.com tahun 2011, disitu dituliskan bahwa jika ingin berbuat kriminal tanpa dijatuhi hukuman, maka bergabunglah dengan Bonek. Bonek hanya bermodal kenekatan dan pada saat itu Bonek hampir selalu melakukan anarkisme di setiap laga Persebaya. Dan yang menjadi sorotan juga adalah mereka tidak mendapat tindakan tegas dari pihak kepolisian. Jadi pada masa-masa itu Bonek hampir selalu menebar ketakutan bagi masyarakat. Kepengurusan Persebaya pecah menjadi dua, satu kepengurusan membentuk tim baru dengan nama Persebaya 1927, sedangkan satu lagi kepengurusan tetap memakai nama Persebaya. Masing-masing kepengurusan berafiliasi di dua kepengelolaan liga PSSI yang berbeda (kompasiana.com). Munculnya dua kepengelolaan PSSI itu tak lepas dari perseteruan pengurus pusat PSSI era Nurdin Halid (kompasiana.com). Pada saat itu Bonek pun terpecah menjadi dua, ada yang pro terhadap Persebaya 1927 dan ada juga yang pro terhadap Persebaya. Dualisme dalam tubuh organisasi dan pengaruh Bonek didalam kekisruhan Persebaya tak juga mencapai titik temu penyelesaian sampai kepengurusan PSSI Pusat kembali rujuk. Tahun 2015 kompetisi sepakbola ISL dan Divisi Utama kembali bergulir, namun karena dualisme Persebaya belum terselesaikan maka mereka tidak bisa memenuhi syarat administrasi untuk ikut dalam kompetisi tersebut (kompasiana.com). Kini segala permasalahan di tubuh Persebaya telah berakhir, dan lewat kepenguruan PSSI yang baru membuka pintu bagi tim Persebaya 4 Universitas Kristen Petra berjuluk “Bajul Ijo” tersebut untuk kembali meramaikan kompetisi sepak bola nasional (kompasiana.com). Seiring dengan bangkitnya Persebaya di kancah sepak bola Indonesia paska dibungkam oleh masalah internal kurang lebih lima tahun, kini Bonek telah berubah ke arah yang lebih baik. Seakan berlalu tanpa mendengar bualan isu yang menyebar ke berbagai pelosok, bahwa “Bonek sangat menyeramkan, anarkis, dan slengean”. Kini menjadi “Bondo, Nekat, dan Kreatif”. Itu semua terbukti saat pertandingan uji coba pertama antara Persebaya Surabaya melawan PSIS Semarang, pada tanggal 19 Maret 2017. Melalui wawancara dengan peneliti, Ipul selaku dirigen Bonek mengatakan bila Bonek yang sekarang sudah jauh lebih baik, sepanjang 90 menit pertandingan, Bonek sangat santun dalam memberikan dukungan. Mereka pun lebih menghormati suporter tamu, nyanyian bernada hujatan maupun rasis tak lagi terdengar. Persebaya wes tangi turu (Persebaya sudah bangun dari tidurnya). Semenjak saham mayoritas PT. Persebaya Indonesia dibeli oleh Jawa Pos Sportainment, Persebaya Surabaya dan Bonekmania menatap era baru. Membentuk image suporter yang dewasa dan profesional menjadi impian semua rekan-rekan Bonek. Menurut Gerson selaku pemerhati sejarah Bonek dalam wawancara, Bonek merupakan suporter terbesar, dan yang menarik lagi adalah dari dulu Bonek tidak pernah mengenal filosofi adanya ketua, mereka masih tradisional, Bonek hanya nurut kepada cacak- cacaknya (kakak-kakaknya). Kakak-kakak itu akhirnya yang dipercaya rekan-rekan Bonek untuk menjadi koordinator. Filosofi tersebut terlihat jelas pada laga persahabatan melawan PSIS Semarang, dimana para koordinator Bonek menghimbau rekan-rekannya untuk taat berlalu lintas saat menuju Stadion Gelora Bung Tomo. Taat lalu lintas disini dimaksudkan seperti memakai helm, tidak berboncengan tiga, tidak menerobos lampu merah, tidak membawa atribut yang membahayakan pengendara lain, dan lain lain. Yang menjadi masalah menurut Ipul adalah masih adanya segelintir orang yang menyalah gunakan nama Bonek, sudah dihimbau tetapi tetap masih ada yang melanggar. 5 Universitas Kristen Petra Didukumg dengan budaya arek yang sangat kental, para Bonekmania tumbuh demgan kepatutan terhadap cacak-cacaknya sangat tinggi. Budaya arek sangat dikenal dengan ciri