PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MAKIAN DALAM BAHASA MANGGARAI DIALEK COLOL MANGGARAI TIMUR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh :

Maria Julmitri Grey Wendardins Ranus

NIM: 154114024

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Januari 2019

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Aku dapat melakukan segala sesuatu melalui Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Segala sesuatu aku cakap menanggung di dalam Dia yang menguatkan aku”. (Filipi 4: 13)

Skripsi ini saya persembahkan untuk yang selalu membuat saya

mengerti apa itu perjuangan:

Alm. Bapak Albert Ranus & Mama Yustince Mindjo.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas berkat dan rahmat yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi yang berjudul “Makian Dalam Bahasa Manggarai

Dialek Colol Manggarai Timur” dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari tidak bisa menyelesaikan skripsi tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang dengan caranya masing-masing telah membantu penulis dalam proses menyusun skripsi.

Pertama-tama penulis mengucapkan terima kasih terhadap kedua orang tua tercinta, Alm. Bapak Albert Ranus dan Mama Yustince S. Mindjo, kakak Berry

Ranus, kakak Ekka Layla, keponakan Hector, kakak Jerry Ranus dan adik Wendy

Ranus yang selalu mendukung dan mendoakan penulis sehingga tulisan ini bisa selesai sesuai waktu yang ditentukan. Kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum dan Ibu Maria Magdalena Sinta

Wardani, S.S, M. A selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II skripsi yang selalu memotivasi dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi. Ketiga, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Peni S. Adji, S.S, M. Hum, selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Keempat, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen-dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yogyakarta, Bapak Drs. Herry Antono, M. Hum (alm) selaku dosen pembimbing angkatan 2015, Bapak Dr. Ari Subagyo, M. Hum (alm), Bapak Dr. Yoseph Yapi

Taum, M. Hum, Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum, dan Bapak Sony Christian

Sudarsono, S.S, M. A., serta semua dosen pengampu mata kuliah di Program

Studi Sastra Indonesia yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Kelima, penulis mengucapkan terima kasih terhadap masyarakat desa Colol, Manggarai

Timur, , NTT yang menetap di Yogyakarta yang telah bersedia menjadi narasumber pengumpulan data dalam skripsi ini.

Keenam, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf sekretariat Fakultas Sastra dan staf pengurus Biro Administrasi Akademik

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu penulis melancarkan urusan perkuliahan. Ketujuh, ucapan terima kasih penulis sampaikan untuk seluruh staf perpustakaan yang telah membantu menyediakan buku-buku referensi yang penulis perlukan. Kedelapan, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Lucia Erline, Phelvine Immanuela, Amanda, Veronica Larasati,

Maria Navalia Lamudin, Restanti Kristiani, Intan Sebatu, Rio Selamat, Egi besli,

Gery Gunawan, Harty yang sudah mendukung, memotivasi, mendoakan serta menemani penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Terakhir, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman mahasiswa di Prodi Sastra

Indonesia, khususnya angkatan 2015 yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Ranus, Maria Julmitri Grey Wendardins. 2018. “ Makian dalam Bahasa Manggarai Dialek Colol Manggarai Timur”. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas makian dalam Bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur dengan fokus masyarakat desa Colol, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tujuan dalam penelitian ini adalah (i) mendeskripsikan sejarah masyarakat Manggarai, keadaan geografis, penduduk, dan keadaan bahasa Manggarai, (ii) menjelaskan jenis-jenis makian menurut referennya dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur, (iii) menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur.

Jenis penelitian ini dalah penelitian deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semantik dan teori sosiolinguistik. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap dan metode simak. Metode yang digunakan pada tahap analisis data adalah metode padan referensial dan metode padan pragmatis. Metode yang digunakan pada tahap penyajian hasil analisis data adalah metode formal dan informal.

Dalam penelitian ini, ditemukan sebelas jenis makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur. Jenis-jenis makian tersebut, yaitu: (i) makian yang menunjuk pada binatang, (ii) makian yang menunjuk pada tubuh binatang, (iii) makian yang menunjuk pada sikap atau watak jelek manusia, (iv) makian yang menunjuk pada bagian tubuh manusia, (v) makian yang menunjuk pada makhluk halus, (vi) makian yang menunjuk pada pekerjaan nista, (vii) makian yang menunjuk pada benda mati, (viii) makian yang menunjuk pada keadaan tertentu, (ix) makian yang menunjuk pada hubungan seksual, (x) makian yang menunjuk pada warna kulit, (xi) makian yang menunjuk pada ukuran badan. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi penutur bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur menggunakan makian, yaitu (i) menunjukkan keakraban, (ii) mengungkapkan emosi, (iii) menghina, dan menciptakan kesetaraan sosial.

Kata kunci: makian, bahasa Manggarai, semantik, sosiolingustik, dialek Colol Manggarai Timur

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Ranus, Maria Julmitri Grey Wendardins. 2018.”Invective in Colol’s Dialect of East Manggarai”. Thesis. Yogyakarta: Course of Study Indonesian Literature, Faculty of Literature, Sanata DharmaUniversity

This research is disscuses Invective in Manggarai Language Colol’s Dialect of East Manggarai focusing on people at Colol village, Poco Ranaka’s Sub-district, Manggarai’s District, Nusa Tenggara Timur. The purposes of this research are (i) describe the history Manggarai’s people, geographical condition, people and Manggarai Language’s condition, (ii) explain the variety of invective according to the referent in the Manggarai’s Language Colol’s dialect of East Manggarai, (iii) explain the factors of that affect the invective in Manggarai’s Language Colol’s dialect of East Manggarai. This type of research was descriptive with semantic and sosiolinguistic approach. Data collection methods that used in this research are speaking and listening method. Phase referral and pragmatic reference methods were used for the data analysis. The method that used in presentation’s stage of data’s analyzing results are formal and informal method. In this reasearch, are founded eleven kinds of invective in Manggarai’s Language Colol’s dialect of East Manggarai. The kinds of the invective are : (i) the invective that refers to animals, (ii) the invective that refers to animals’s body, (iii) the invective that refers to human’s attitude or bad characters of human, (iv) the invective that refers to human’s body, (v) the invective that refers to spirits or outsiders. (vi) the invective that refers to humiliated job, (vii) the invective that refers to things or inanimate objects, (viii) the invective that refers to the certain condition, (ix) the invective that refers to sexual things (x) the invective that refers to skin’s colour, (xi) the invective that refers to weight. There are four factors that affect the speaker of Manggarai’s Language Colol’s Dialect of East Manggarai in using the invective, namely (i) showing the intimates, (ii) express the feelings, (iii) insulting, and create the social equality.

Keywords : invective, Manggarai’s Language, semantic, sociolinguistic, Colol’s dialect of East Manggarai

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

MAKIAN DALAM BAHASA MANGGARAI DIALEK COLOL ...... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..... v HALAMAN PERSEMBAHAN ...... vi KATA PENGANTAR ...... vii ABSTRAK ...... x ABSTRACT ...... xi DAFTAR TABEL ...... xv DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM ...... xvi BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 4 1.3 Tujuan Penelitian ...... 4 1.4 Manfaat Hasil Penelitian ...... 5 1.5 Tinjauan Pustaka ...... 6 1.6 Landasan Teori ...... 9 1.6.1 Pengertian Makian ...... 10 1.6.2 Semantik dan Teori tentang referennya ...... 11 1.6.3 Faktor munculnya penggunaan pengungkapan kata makian ...... 13 1.7 Metode Penelitian ...... 15 1.7.1 Metode Pengumpulan Data ...... 15 1.7.2 Metode Analisis Data ...... 16 1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ...... 17 1.8 Sistematika Penyajian...... 18 BAB II SEJARAH MASYARAKAT MANGGARAI,KEADAAN GEOGRAFIS,PENDUDUK DAN KEADAAN BAHASA ...... 19 2.1 Sejarah Masyarakat Manggarai ...... 19 2.2 Letak Geografis ...... 28

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3 Penduduk ...... 31 2.3.1 Jumlah Penduduk ...... 31 2.3.2 Agama ...... 32 2.3.3 Keadaan Budaya dan Tradisi ...... 32 2.4 Keadaan Bahasa ...... 36 BAB III JENIS KATA MAKIAN DALAM BAHASA MANGGARAI DIALEK COLOL MANGGARAI TIMUR ...... 40 3.1 Pengantar ...... 40 3.2 Makian yang Menunjuk pada Binatang ...... 40 3.3 Makian yang menunjuk pada Bagian Tubuh Binatang ...... 42 3.4 Makian yang Menunjuk pada Sifat atau Watak Jelek Manusia ...... 44 3.5 Makian yang Menunjuk pada Bagian Tubuh Manusia ...... 45 3.6 Makian yang Menunjuk pada Mahkluk Halus ...... 46 3.7 Makian yang Menunjuk pada Tindakan Nista ...... 47 3.8 Makian yang Menunjuk pada Benda Mati ...... 48 3.9 Makian yang Menunjuk pada Keadaan Tertentu ...... 49 3.10 Makian yang Menunjuk pada Hubungan Seksual ...... 50 3.11 Makian yang Menunjuk pada Warna Kulit ...... 51 3.12 Makian yang Menunjuk pada Ukuran Badan ...... 52 BAB IV FAKTOR-FAKTOR SITUASIONAL YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN KATA MAKIAN DALAM BAHASA MANGGARAI DIALEK MANGGARAI TIMUR ...... 55 4.1 Pengantar ...... 55 4.2 Keakraban ...... 56 4.2.1 Menunjukkan keakraban dalam keluarga ...... 59 4.2.2 Menunjukkan Keakraban antar Teman ...... 61 4.3 Mengungkapkan Emosi ...... 56 4.4 Menghina ...... 62 4.5 Menciptakan Kesetaraan Sosial ...... 64 BAB V PENUTUP ...... 67 5.1 Kesimpulan ...... 67 5.2 Saran ...... 68

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA ...... 70 LAMPIRAN...... 73

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

2.1 Unsur Bahasa yang Mempunyai Kesamaan Antara Suku Manggarai dengan

Goa/Makasar/Bugis ...... 24

2.2 Luas Daerah Kabupaten Manggarai Timur Berdasarkan Kecamatan ...... 26

2.3 Jumlah Penduduk di Kabupaten Manggarai Timur ...... 29

2.4 Jumlah Penganut Agama di Kabupaten Manggarai Timur ...... 30

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM

2.1 Gambar Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Manggarai Timur ...... 28

2.2 Gambar Pembagian Dialek di Indonesia Provinsi Nusa Tenggara ...... 34

3.1 Diagram Tingkat Kekerasan Makian dalam Bahasa Manggarai Dialek

Colol Manggarai Timur …………………………………………………. 54

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Objek penelitian ini adalah makian yang terdapat di daerah Manggarai khususnya yang berada di daerah Colol Kabupaten Manggarai Timur. Bahasa

Manggarai adalah bahasa yang digunakan masyarakat Manggarai untuk berkomunikasi sehari-hari. Ketika bertemu dengan sesama, masyarakat Manggarai tidak segan untuk saling menyapa atau menanyakan kabar tanpa membedakan status sosial, usia, maupun hubungan keakraban. Orang yang lebih muda tidak harus menyapa terlebih dahulu orang yang lebih tua karena budaya saling sapa dalam masyarakat Manggarai lebih kepada siapa yang melihat duluan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono 2008: 863) maki adalah mengeluarkan kata-kata (ucapan) keji (kotor, kasar, dan sebagainya) sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel dan sebagainya. Sementara, kata makian adalah kata keji yang diucapkan karena marah dan sebagainya.

Makian mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dengan kata umpatan, yaitu

'perkataan yang keji-keji atau kotor yang diucapkan karena marah, jengkel atau kecewa'. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

Menurut Baryadi (1983: 37) bahasa merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan, yang sama dengan masyarakat yang lain, seperti perkawinan, pewarisan harta peninggalan dan sebagainya. Sebagai alat komunikasi, Bahasa

Manggarai digunakan oleh penuturnya untuk berinteraksi. Masyarakat mempunyai kebiasaan, watak, dan cara hidup yang berbeda-beda, yang tidak disadari telah mempengaruhi pemilihan perbendaharaan kata. Dalam berinteraksi, penutur kadang-kadang melibatkan emosi secara verbal maupun nonverbal. Emosi tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai faktor baik faktor dari dalam dirinya maupun faktor dari luar dirinya yaitu lingkungan sekitar. Kadang emosi tersebut diungkapkan secara verbal dengan cara yang berlebihan dalam bentuk sebuah makian atau dalam bahasa Manggarai disebut tida.

Memaki sebagai alat untuk mengekspresikan perasaan marah, jengkel, dan untuk menunjukkan keakraban rupanya dapat pula menjadi cermin dari nilai-nilai yang berkembang di masyarakat itu, tetapi sekaligus juga menggambarkan seberapa jauh penutur bahasa tertentu telah mengeksploitir bahasanya untuk mengungkapkan perasaan yang dalam (Sunaryono, 1983: 6 dikutip oleh Baryadi

1983: 38). Setiap bahasa memiliki kata makian tersendiri yang berbeda dengan kata makian yang ada dalam bahasa lain. Dalam penelitian ini dibicarakan kata- kata makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai timur.

Berikut ini contoh kata makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur yang sering digunakan dalam komunikasi sehari-sehari:

(1) Acu ceing kole ata emi barang daku? anjing siapa lagi orang ambil barang saya?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

“Anjing siapa yang mengambil barang saya?”

(2) Haer keta nggolo dandang ranga hitu a Sama seperti pantat dandang muka itu a “Mukamu seperti pantat dandang”

Pada contoh (1) terdapat kata makian yaitu acu yang berarti anjing.

Makian acu (anjing) termasuk dalam jenis makian yang menunjuk pada binatang.

Pada contoh (1) kata makian tersebut digunakan adalah untuk mengungkapkan kemarahan atau emosi.

Pada contoh (2) terdapat kata makian nggolo yang berarti pantat. Makian ini termasuk dalam jenis makian yang menunjuk pada bagian tubuh manusia. Pada contoh (2) kata makian tersebut digunakan dalam konteks bercanda ( apabila telah akrab) dan konteks menyindir.

Berdasarkan contoh kata makian (1) dan (2) di atas, ada tiga masalah yang akan dijawab dari penelitian ini. Pertama, sejarah masyarakat Manggarai, keadaan geografis, penduduk dan keadaan bahasa Manggarai. Kedua, apa saja jenis makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur. Ketiga, apa saja faktor- faktor situasional yang memengaruhi penutur bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur dalam menggunakan kata makian.

Peneliti memilih topik makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur karena fenomena budaya masyarakat yang khas atau unik di daerah Manggarai khususnya daerah Manggarai Timur. Dikatakan unik karena kata makian ini digunakan untuk memuji, bahkan untuk mengungkapkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

keakraban atau kedekatan dengan seseorang, topik mengenai makian dalam bahasa Manggarai belum pernah diteliti, dan peneliti sendiri merupakan penutur bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

a. Bagaimana sejarah masyarakat Manggarai, keadaan geografis,

penduduk, dan keadaan bahasa Manggarai?

b. Apa saja jenis-jenis makian menurut referennya dalam bahasa

Manggarai dialek Colol Manggarai Timur?

c. Faktor-faktor situasional apa saja yang mempengaruhi makian dalam

bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur. Tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan sejarah masyarakat Manggarai, keadaan geografis,

penduduk, dan keadaan bahasa Manggarai.

b. Menjelaskan jenis-jenis makian menurut referennya dalam bahasa

Manggarai dialek Colol Manggarai Timur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

c. Menjelaskan faktor-faktor situasional apa saja yang mempengaruhi

makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini berupa deskripsi mengenai jenis-jenis makian bahasa

Manggarai dialek Colol Manggarai Timur berdasarkan referennya, dan deskripsi faktor-faktor situasional yang mempengaruhi penutur bahasa Manggarai dialek

Colol Manggarai Timur dalam menggunakan makian. Hasil penelitian ini memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis dalam semantik adalah untuk memahami referen atau objek yang digunakan dalam makian bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur. Selain itu hasil penelitian ini juga memberikan sumbangan teoretis dalam ilmu sosiolinguistik yaitu, untuk mempelajari hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor kemasyarakatan.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya sekaligus untuk memahami kekhasan budaya komunikasi dan pola relasi masyarakat penutur bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai

Timur. Kekhasan tersebut lebih banyak digunakan untuk mengungkapkan emosi kepada mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

1.5 Tinjauan Pustaka

Purnama (2008) meneliti tentang makian dalam bahasa Melayu

Palembang: studi tentang bentuk, referen, dan konteks sosiokulturalnya. Menurut

Purnama, makian lazim digunakan oleh penutur sebagai sarana pengungkapan emosi, di mana makian tersebut terdapat dalam bahasa sehari-hari. Makian dalam bahasa Melayu Palembang digolongkan menjadi tiga, yakni berdasarkan bentuk, referen, dan konteks sosiokultural.

Bentuk makian dalam bahasa Melayu Palembang dibagi menjadi tiga, yaitu makian berbentuk kata, makian berbentuk frasa, dan makian berbentuk klausa. Makian yang berbentuk kata seperti kampang ‘anak haram’, burit ‘pantat’, bengak ‘bodoh’, pilat ‘kotoran pada kelamin pria’, tai ‘hasil sisa metabolisme’.

Makian yang berbentuk frasa dalam bahasa Melayu Palembang dibentuk dengan dua cara, yaitu dasar + (makian), dan woi + (makian). Terdapat keunikan dalam makian bentuk frasa ini, yaitu adanya pemakaian suku atau etnis tertentu yang sering digunakan oleh masyarakat untuk memaki. Hal itu disebabkan ketidakterimaan masyarakat Palembang terhadap suku atau etnis tersebut. Etnis atau suku yang dimaksud adalah Cina, Batak, dan Jawa. Pada makian berbentuk klausa, makian dibentuk dengan menambahkan pronomia di belakang makian.

Berdasarkan referennya, makian dalam bahasa Melayu Palembang dibagi menjadi sembilan, yaitu makian yang memiliki referen keadaan, makian yang memiliki referen sifat, makian yang memiliki referen etnis, makian yang memiliki referen binatang, makian yang memiliki referen makhluk halus, makian yang memiliki referen benda, makian yang memiliki referen bagian tubuh, makian yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

memiliki referen aktifitas, dan makian yang memiliki referen profesi. Referen keadaan yang dimaksud adalah keadaan mental, keadaan yang tidak sesuai dengan norma agama dan adat, dan keadaan yang berhubungan dengan hal-hal buruk.

Makian yang memiliki referen sifat menunjuk pada sifat buruk yang dimiliki mitra tutur. Makian yang memiliki referen etnis biasanya dikaitkan dengan sifat etnis tertentu berdasarkan pandangan masyarakat Palembang.

Misalnya, sifat etnis Batak yang rakus, sifat etnis Cina yang pelit, dan etnis Jawa yang suka bergaya. Referen binatang yang sering digunakan untuk memaki ialah binatang yang dipandang tidak baik, misalnya buayo ‘buaya’, beruk ‘kera besar berekor pendek dan kecil’, babi dan anjing. Makian yang memiliki referen makhluk halus yang sering digunakan oleh masyarakat Palembang untuk memaki adalah belis dan taun, kedua makhluk halus ini dianggap sebagai musuh umat beragama. Makian yang memiliki referen berupa bagian tubuh misalnya masyarakat Palembang sering menggunakan organ seksual untuk memaki, seperti kontol, peler, pepek, memek, tempek, puki, dan jembut. Makian yang memiliki referen aktifitas seksual yang sering digunakan untuk memaki yaitu kacok, ngentot, dan ngancit. Makian yang memiliki referen profesi yang sering digunakan yaitu lonte dan lonte lanang (gigolo).

Pengkajian konteks sosiokultural makian bahasa Melayu Palembang mencakup agama, adat, kondisi sosial, dan status sosial.

Puspitasi (2010) dalam tugas akhirnya meneliti tentang Makian dalam

Bahsa Indonesia (Suatu Kajian Bentuk dan referensi pada Komik). Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa penggunaan kata makian tidak hanya digunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

pada saat marah, tetapi juga digunakan pada situasi santai atau akrab. Selain itu, kata makian memiliki tujuan untuk menghina, meremehkan, mengungkapkan kekecewaan, keheranan,, dan simbol keakraban. Bentuk-bentuk makian yang ditemukan dalam pada komik yang diteliti adalah makian berbentuk kata yang dibagi menjadi dua, yaitu makian bentuk dasar yang berwujud kata-kata monomorfemik dan makian bentuk kata jadian atau tuturan atau berbentuk polimorfemik yang kemudian dibedakan menjadi dua jenis yaitu makian berafiks dan makian bentuk majemuk, makian berbentuk frasa, dan makian berbentuk klausa. Pada bentuk referensi, kata makian dalam komik berupa referen benda, referen binatang, referen berupa kekerabatan, referen berupa makhluk halus,referen berupa organ tubuh, referen berupa aktivitas, referen berupa profesi, dan referen berupa keadaan.

Wuwur (2013) dalam tugas akhirnya meneliti jenis-jenis umpatan dalam tutur berbahasa Indonesia di masyarakat Sumba Barat berdasarkan referennya dan maksud umpatan tersebut berdasarkan konteks kehidupan masyarakat Sumba

Barat. Wuwur menemukan empat jenis umpatan berdasarkan referennya yaitu jenis umpatan yang memiliki referen berupa manusia, hewan, tumbuhan, dan benda mati. Jika dikaitkan dengan konteks kehidupan masyarakat Sumba Barat, terdapat empat maksud yang terkandung di dalam umpatan-umpatan tersebut, yaitu umpatan yang bermaksud bercanda, menyindir, marah, dan menghina.

Karwayu (2017) dalam tugas akhirnya meneliti tentang jenis-jenis kata makian dalam bahasa Sikka dialek Lela Sikka. Karwayu menemukan 13 jenis makian dalam bahasa Sikka dialek Lela Sikka, yaitu : (i) makian yang menunjuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

pada binatang, (ii) makian yang menunjuk pada bagian tubuh binatang, (iii) makian yang menunjuk pada bagian tubuh manusia, (iv) makian yang menunjuk tumbuhan, (v) makian yang menunjuk pada mahluk halus, (vi) makian yang menunjuk pada mahluk halus, (vii) makian yang menunjuk pada kotoran hewan,

(viii) makian yang menunjuk pada benda mati, (ix) makian yang menunjuk pada keadaan tertentu, (x) makian yang menunjuk pada sifat atau watak jelek manusia,

(xi) makian yang menunjuk pada hubungan seksualitas, (xii) makian yang menunjuk pada warna kulit, (xiii) makian yang menunjuk pada ukuran badan.

Dalam penelitian tersebut juga terdapat empat faktor situsional yang mempengaruhi penutur bahasa Sikka dialek Lela Sikka menggunakan makian, yaitu: menunjukkan keakraban, mengungkapkan emosi, menghina, dan menciptakan kesetaraan sosial.

Berdasarkan beberapa penelitian mengenai makian seperti yang telah disebutkan di atas belum pernah ada yang meneliti mengenai makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur.

1.6 Landasan Teori

Berdasarkan topik penelitian ini akan dipaparkan teori-teori tentang (a) pengertian makian, (b) semantik dan teori tentang makna, (c) faktor-faktor situasional yang mempengaruhi munculnya penggunaan pengungkapan kata makian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

1.6.1 Pengertian Makian

Kata makian merupakan ungkapan yang dilihat sebagai saluran dari emosi dan sikap penutur yang menggunakan kata-kata tabu dalam cara yang nonteknis dan bersifat emotif.

Baryadi (1983: 38) menyebutkan bahwa kata makian termasuk di dalam kata-kata afektif, karena kata makian mengandung nilai rasa tertentu dari penutur yaitu rasa marah, atau jengkel. Ciri-ciri kata afektif adalah sebagai berikut.

Pertama selalu berkaitan dengan “segala sesuatu” yang pada dasarnya telah mengandung afek (rasa). Kedua, berkaitan dengan pendengar yang secara emosional rentan atau merangsang perasaannya terhadap kata tertentu yang digunakan dalam setting yang tidak selaras dengan kelayakan penggunaan kata itu. Ketiga, berkaitan dengan pembicara yang dalam kondisi kejiwaan tertentu harus melampiaskan, menumpahkan atau menyalurkan gejolak perasaannya lewat kata-kata. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa kata makian digunakan pada saat pembicaraan dalam kondisi kejiwaan sedang tegang, jengkel atau marah. Selain perasaan marah, tegang atau jengkel seorang dapat pula memaki pada saat sedang menyesal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono 2008: 863) maki adalah mengeluarkan kata-kata (ucapan) keji (kotor, kasar, dan sebagainya) sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel dan sebagainya. Sementara, kata makian adalah kata keji yang diucapkan karena marah dan sebagainya. Makian mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dengan kata umpatan, yaitu 'perkataan yang keji-keji atau kotor yang diucapkan karena marah, jengkel atau kecewa'.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa makian merupakan kata-kata khas atau unik, cercaan dan ejekan yang diucapkan oleh penutur untuk mengungkapkan emosi kepada mitra tutur, diri sendiri atau memaki sebuah objek.

1.6.2 Semantik dan Teori tentang referennya

Semantik memiliki arti tanda atau lambang. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat.

Oleh karena itu, semantik mencakup makna-makna kata, perkembangannya, dan perubahannya (Tarigan, 1986: 18). Dalam kacamata semantik, ada tiga elemen bahasa, yaitu bentuk, makna, dan referen. Bentuk-bentuk kebahasaan memiliki hubungan dengan makna yang dinyatakan. Hubungan antara bentuk dan makna bersifat arbitrer dan konvensional. Sifat arbitrer mengandung pengertian tidak ada hubungan kausal, logis, alamiah, ataupun historis, dan sebagainya antara bentuk dan makna. Sedangkan sifat konvensional menyarankan bahwa hubungan antara bentuk dan kebahasaan dan maknanya terwujud atas dasar konvensi atau kesepakatan bersama (Wijana dan Rohmadi, 2011: 4).

Bentuk kebahasaan memiliki hubungan dengan konsep dalam pikiran manusia yang disebut dengan makna (sense), dan konsep ini lazimnya berhubungan dengan sesuatu atau hal yang ada di luar bahasa yang disebut referen

(Wijana dan Rohmadi, 2011: 4).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Referen tidak selalu sesuai dengan simbol, karena konsep sebuah referen dapat dipahami jika sesuai dengan rujukan. Simbol (kata, rangkaian kata, gambar gerak, isyarat dan semua representasi gambar maupun bunyi imitatif) mengarahkan secara langsung, mengorganisasi, merekam, dan mengomunikasikan pemikiran atau referensi tersebut. Simbol-simbol yang telah diproses di dalam pemikiran atau referensi tersebut kemudian dikomunikasikan lagi dengan fakta dan kejadian. Fakta dan kejadian inilah yang disebut referen (Wijana, 2004: 4)

Referen adalah objek atau hal yang ditunjuk peristiwa, fakta dalam dunia pengalaman manusia (Djajasudarma, 1993: 24). Referen merupakan salah satu bagian dari segitiga semiotik, selain simbol dan rujukan (Richards, 1923: 14).

Referen tidak selalu sesuai dengan simbol, karena konsep sebuah referen dapat dipahami jika sesuai dengan rujukan. Pemikiran atau referensi sangat dipengaruhi oleh bahasa dan simbol (Martinet, 2010: 78).

PEMIKIRAN ATAU REFERENSI (reference)

SIMBOL REFEREN (referent)

Simbol (kata, rangkaian kata, gambar, gerak, isyarat, dan semua representasi gambar maupun bunyi imitatif) mengarah secara langsung,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

mengorganisasi, merekam, dan mengomunikasikan pemikiran atau referensi tersebut. Simbol-simbol yang telah diproses di dalam pemikiran atau referensi tersebut kemudian dikomunikasikan lagi dengan fakta dan kejadian. Fakta dan kejadian inilah yang kemudian disebut referen.

Simbol dalam segitiga semiotik berfungsi untuk menggantikan referen, karena simbol melakukan pentahbisan atau investitura. Ketika seseorang memahami apa yang dikatakan, maka suatu simbol akan membuat kita melakukan suatu tindakan referensi, dan sekaligus membuat kita mengambil suatu sikap yang sesuai dengan lingkungan yang mirip atau mendekati tindakan dan sikap lokutor.

Selain menggantikan referean, simbol juga memiliki satu relasi tidak langsung.

Misalnya, kata “anjing” tidak memiliki hubungan lain dengan “beberapa objek umum tertentu yang terdapat di jalanan” kecuali berkaitan dengan fakta yang sering kita gunakan ketika merujuk pada suatu binatang (Martinet, 2010: 79).

1.6.3 Faktor Munculnya Penggunaan Makian

Dilihat dari faktor psikologi, menurut Watson (dalam Dirgagunarsa 1978:

81), emosi timbul sebagai akibat adanya perubahan-perubahan dari mekanisme tubuh secara keseluruhan, terutama pada alat-alat dalam dan kelenjar-kelanjar.

Emosi adalah suatu bentuk dari perilaku tersirat (implicit behavior), di mana terjadi perubahan-perubahan pada alat-alat dalam (visceral) yang tersembunyi

(tidak dirasakan) yang mengakibatkan perubahan-perubahan lebih lanjut pada denyut nadi pernapasan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Mandler (dalam Hardy dan Heyes 1985: 160) menjelaskan emosi terjadi pada saat sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan di dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Seseorang dapat memperlihatkan perubahan emosi secara ekstrem, misalnya bergembira atau bergairah pada suatu saat, dan mengalami depresi atau marah pada saat berikutnya, sesuai dengan perubahan situasi.

Selain faktor psikologi, pemakaian ungkapan emosi negatif juga dipengaruhi oleh faktor sosial. Dilihat faktor sosial, pemakaian ungkapan emosi negatif yang diungkapkan melalui bahasa tersebut dapat dikaji melalui kajian sosiolinguistik. Menurut Sumarsono (2004: 61), sosiolinguistik tidak hanya mengkaji hubungan bahasa di dalam masyarakat, tetapi juga mengkaji hubungan antara gejala-gejala bahasa (fonem, kata, morfem, frase, klausa, kalimat) dan gejala-gejala sosial (umur, jenis kelamin, kelas sosial, tempat tinggal pendidikan, pekerjaan, sikap, dan sebagainya).

Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik, antara lain adalah faktor-faktor sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa misalnya status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Selain itu, pemakaian bahasa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana dan mengenai masalah apa (Fishman dalam Suwito 1991: 3).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

Faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian ungkapan emosi negatif yaitu faktor psikologi dan faktor sosial yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Tahap tersebut kemudian diuraikan sebagai berikut.

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Objek penelitian ini adalah makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur. makian tersebut terdapat dalam data berupa tuturan bahasa

Manggarai dialek Manggarai Timur.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode cakap dan metode simak.

Metode cakap atau percakapan atau percakapan karena memang berupa percakapan dan terjadi kontak antara peneliti selaku peneliti, penutur selaku narasumber (Sudaryanto, 2015:208). Metode cakap diterapkan melalui teknik dasar yang disebut “teknik pancing”, yaitu dengan “memancing” narasumber agar berbicara.

Metode berikutnya adalah metode simak. Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara menyimak penggunaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

bahasa (Sudaryanto, 2015: 203). Metode simak diterapkan dengan teknik simak libat cakap atau observasi berpartisipasi dan teknik simak bebas libat cakap atau observasi tidak berpartisipasi. Teknik simak libat cakap merupakan kegiatan pengguna bahasa dengan berpartisipasi sambil menyimak, atau si peneliti terlibat langsung dalam dialog. Teknik simak bebas libat cakap dilakukan dengan tidak berpartisipasi dalam percakapan atau dialog. Peneliti tidak bertindak sebagai pembicara yang berhadapan dengan mitra-bicara atau sebgai pendengar

(Sudaryanto, 2015: 204).

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara mengamati dan meneliti makian-makian yang sering digunakan oleh mahasiswa atau Masyarakat yang berdomisili di Yogyakarta yang berasal dari daerah Manggarai khususnya daerah Manggarai timur dalam percakapan sehari-hari.

1.7.2 Metode Analisis Data

Metode untuk menganalisis data pada penelitian adalah metode padan.

Menurut (Sudaryanto, 1993) metode padan atau metode identitas atau metode analisis data yang digunakan untuk menentukan identitas objek penelitian dengan alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa

(langue) yang diteliti. Metode padan yang digunakan untuk menganalisis data ini adalah metode padan referensial dan metode padan pragmatis. Metode padan refensial adalah metode padan yang alat penentunya berupa referen bahasa yakni untuk menjawab rumusan masalah (a) apa saja jenis makian menurut referennya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur sedangkan metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya berupa lawan atau mitra bicara yakni untuk menjawab rumusan masalah (b) apa saja faktor-faktor situasional yang mempengaruhi penutur bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur menggunakan makian.

(3) Ela pande apam hau nitu?

babi buat apa kau di situ?

‘Babi apa yang lakukan di situ?’

(4) Oe puki molor koe ba weki hitu!

oe alat kelamin perempuan benar sedikit bawa diri itu!

‘Alat kelamin perempuan yang benar pembawaan dirimu!’

Contoh pada tuturan (3) dan (4) merupakan penerapan pada kata makian yang digunakan pada tuturan (3) menunjuk pada binatang, sedangkan pada tuturan

(4) menunjuk kepada bagian tubuh manusia. Faktor yang mempengaruhi penutur menggunakan makian pada tuturan (3) adalah faktor keakraban, sedangkan pada tuturan (4) adalah faktor emosi.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode informal dan metode formal. Metode penyajian formal adalah perumusan dengan apa yang umum dikenal sebagai tanda dan lambang- lambang. Tanda dan lambang-lambang tersebut berupa rumus, bagan, diagram,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

tabel, dan gambar, sedangkan metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya

(Sudaryanto, 2015 : 241).

1.8 Sistematika Penyajian

Laporan penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab 1 berisi pendahuluan.

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II memaparkan deskripsi keadaan bahasa

Manggarai. Bab III berisi uraian tentang jenis makian menurut referennya. Bab

IV berupa faktor-faktor situasional yang mempengaruhi penggunaan kata makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur. bab V berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

BAB II

SEJARAH MASYARAKAT MANGGARAI, KEADAAN

GEOGRAFIS, PENDUDUK, DAN KEADAAN BAHASA

MANGGARAI.

2.1 Sejarah Masyarakat Manggarai

Terdapat dua sumber yang bisa ditelusuri untuk menemukan sejarah

Manggarai yang otentik, yakni sumber lisan dan sumber tertulis berdasarkan kajian-kajian para peneliti yang mencoba merekonstruksi kembali sejarah

Manggarai yang ternyata memiliki pluralitas dalam asal usul keturunannya (Deki,

2011:29). sumber lisan memiliki keterbatasan karena sering terkait dengan mitologi yang sudah bercampur dengan pelbagai unsur sastra, khususnya dengan maksud didaktis.

Dilihat dari sisi mitologi ada banyak kisah yang tersebar luas. Namun umumnya menurut orang Manggarai secara mitologi, dunia ini pada mulanya kosong dan tidak memiliki apa-apa sehingga disebut tana lino. Tana berarti tanah atau bumi dan lino berarti kosong. Tana lino berarti tanah atau bumi yang kosong.

Kehidupan, menurut masyarakat Manggarai berasal dari perkawinan Ame/ Ema

Eta ( Ayah di atas atau langit) dan Ine/ Ende Wa (harafiah: ibu di bawah atau bumi) sebagaimana nyata dalam pelbagai mitologi (Raho, 2003: 3).

Selain itu, ada sumber-sumber tertulis yang cukup membantu, khususnya arsip-arsip kerajaan Manggarai, Bima, dan Belanda seperti yang ditelusuri oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

W. P. H. Coolhaas, Verheijen dan Dami N. Toda. Sumber tertulis ini juga memiliki keterbatasan karena tidak semua unsur penting dari sejarah orang

Manggarai telah termuat dalam kajian-kajian itu.

Terdapat begitu banyak asal usul nama Manggarai dari perspektif historis. Berbagai usaha mengkaji etimologi nama tempat maupun penelusuran historis berdasarkan peristiwa yang terjadi pada saat itu telah dibuat. Sekurang- kurangnya ada tiga tokoh yang coba membuat penelusuran nama Manggarai dalam sejarah modern.

Usaha pertama dibuat oleh Van Bekkum sebagaimana dikutip oleh Jilis

Verheijen, seorang misionaris dan pakar budaya yang banyak membuat penelitian tentang Manggarai dan kebudayaannya, khususnya tentang Wujud Tertinggi, bahasa, flora dan fauna Manggarai. Menurut Van Bekkum yang mengutip pernyataan orang Bima, “Manggarai” adalah gabungan dari kata mangga yang berarti sauh dan rai yang berarti lari, berpautan dengan satu peristiwa terdahulu.

Selanjutnya, Verheijen mengacu pada Van Bekkum yang mengadopsi kisah lisan di Cibal tentang kisah tokoh yang bernama Mangga-Maci. Konon putra sulung

Nunisa itu diutus Bima untuk menaklukkan Manggarai bersama tiga saudaranya yang bernama Nanga-Lere, Tulus-Kuru dan Jena-ili-Woha. Mereka memberi nama Manggarai kepada Nuca Lale (Toda, 1999: 68-69).

Orang kedua yang mencoba membuat telaahan tentang hal yang sama adalah Doroteus Hemo (Toda, 1999: 68-69). Menurut Hemo, konon pada waktu perahu Mangga-Maci bersaudara sedang membongkar sauh dan mendarat, tiba- tiba pasukan Cibal menyerang, memotong sauh hingga perahu-perahu itu hanyut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Pasukan Bima pun terperanjat dan berteriak manga-rai (sauh berlari). Sejak peristiwa itulah Manggarai mendapat namanya sampai sekarang ini.

Orang ketiga, Dami N. Toda juga melakukan studi yang sama. Menurut

Toda, asal usul nama Manggarai dari Freijss maupun Wilhelmus Van Bekkum yang kemudian diikuti oleh Verheijen maupun Hemo tetap saja berisi kisah kekeliruan yang telah berdampak politis tatkala dihubungkan dengan istilah ata raja dengan semiotic souveniritas Raja Bima atas Manggarai dan diakui oleh pemerintah colonial Belanda. Menurut Toda, kata Manggarai sebenarnya berasal dari sebutan Manga dan Raja. Kata Manggarai “manga” berarti “ada” tetapi kata

“raja” sama sekali tidak bersinonim dengan kata “raja” dalam bahasa Melayu-

Indonesia. Dalam Bahasa Manggarai, kata raja berarti sebab musabab, masalah, biasa, manusiawi nyata (sebagai lawan kata: yang bersifat seberang sana, asing)

(Toda, 1999: 68-69).

Lebih lanjut, Toda membuat perluasan arti dari manga raja. Pasangan kata manga raja berarti: “ada (memiliki) sebab musabab” hanyalah sebuah frase yang bila dihidupkan akan menjadi kalimat harus memperoleh proses morfologis, misalnya manga rajan “ada sebab musabab, alasan, manga rajag “ada sebab musabab alasanku”. Ata raja dalam bahasa Manggarai tidak dimaksudkan dengan terjemahan “ada raja” seperti yang dibuat oleh Freijss, melainkan berarti ada orang, manusia biasa yang memiliki raga. Kata ini berlawanan dengan sebutan ata pele sina yang berarti orang (manusia) dari dunia seberang, manusia roh, mahluk halus (Toda, 1999: 68-69). Jika istilah ini yang dipakai dalam pemahaman tentang asal-usul kata Manggarai maka pengakuan akan souveniritas Bima dan Belanda

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

atas Manggarai merupakan sebuah pencaplokan atas suatu bangsa tertentu. Sebab,

Manggarai sebagai suku bangsa tertentu akan memiliki identitas, sistem pemerintahan, budaya dan semua unsur yang mencirikan mereka sebagai suatu suku bangsa yang berdaulat. Kata Manggarai lebih merupakan pengakuan sekaligus pemakluman bahwa “kami ada” dan karena itu kami memiliki otonomi atas diri dan kehidupan kami sendiri.

Peristiwa pada abad ke-18 tidak memiliki kecocokan historis dengan peristiwa kedatangan Mangga-Maci. Kedatangan formal ekspedisi Bima menuju pelabuhan Adak Todo (Kerajaan Todo) di pantai selatan Manggarai yang bernama

Nanga Ramut pada 6 November 1716 melayani permintaan bantua Todo ke Bima

(Toda, 1999:68-69).

Meskipun ada ketidaksamaan pemahaman dalam mengartikan

Manggarai, sebenarnya “Manggarai” sebelum abad ke-18 disebut dengan nama

Nuca Lale. Nuca berarti pulau dan Lale adalah nama pohon kerbang (artocarpus eastica) yang memiliki warna kekuning-kuningan. Menurut pengakuan para petani, pohon Lale merupakan lambang kesuburan.

Penelitian Dr. Verhoeven memberikan petunjuk tentang adanya kehidupan pada zaman purba di Manggarai. Tempat hidup manusia purba antara lain ditemukan di Labuan Bajo, sedangkan alat-alat batu yang pada umumnya berbentuk mikrolit (flake and blade) ditemukan di Golo Bekkum, Liang Momer dan Liang Panas. Pada tahun 1951 tim yang sama membuat penggalian di beberapa situs antara lain Liang Momer dan Liang Panas. Pada tempat itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

ditemukan tulang belulang manusia manusia purba yang ditetapkan sebagai manusia Protonegrito (Hemo, 1990: 25).

Pada masa sekarang bekas perkampungan atau tempat tinggal manusia serupa oleh para ahli prehistori disebut abris sous roches (tempat-tempat perlindungan di bawah karang). Tempat-tempat ini merupakan gua-gua atau karang-karang dengan himpunan tanah pada dasarnya, yang mengandung bekas- bekas alat-alat batu, tulang dan kerang dari zaman lampau. Tempat semacam ini banyak ditemukan di Flores Barat dan Irian (Koentjaraningrat, 2002: 5).

Selain itu, hingga saat ini kajian tentang historitas Orang Manggarai masih berlanjut. Meskipun demikian studi-studi kritis yang menelusuri sumber- sumber sejarah berusaha meluruskan sejarah yang di disorientasikan. Ada satu kesalahan dalam pelajaran sejarah yang menyatakan seakan-akan orang-orang

Manggarai berasal dari satu suku dan satu nenek moyang. Penelitian-penelitian ilmiah atas temuan-temuan fosil serta kontak yang tetap dengan pihak luar melalui perdagangan menunjukkan dengan tegas bahwa orang-orang Manggarai berasal dari suku dan keturunan yang berbeda. Dami N. Toda dalam hasil studinya menyebutkan keturunan-keturunan itu yakni asal keturunan Sumba, Mandosawu,

Pong Welak, imigran Sulawesi Selatan dan Bima, keturunan Melayu-Malaka,

Melayu-Minangkabau, dan Tanah Dena (Toda, 1999: 246).

Keturunan-keturunan yang beranekaragam ini kemudian tersebar di seluruh Manggarai. Keturunan Wangsa Kuleng (Mandosawu) mengasalkan nenek moyang mereka dari Turki, dan dari kepandaian yang mereka miliki, jelas bahwa mereka bukan berasal dari kebudayaan batu melainkan keturunan manusia yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

sudah mengenal kepandaian menyepuh logam. Maka amat mungkin orang-orang

Turki ini adalah pedagang-pedagang yang terdampar dan menetap di Manggarai pada abad ke-16. Wangsa Kuleng inilah yang mengasalkan adak (kerajaan yang membawahi kedaluan) Cibal dan adak Lamba Leda dan keturunannya tersebar di

Riwu, Sita, Ruteng, Ngkaer, Desu, Kolang-Torok.

Keturunan Sumba membuat adak Bajo yang berpusat di Tangge dan membawahi sejumlah wilayah Selatan Barat Daya dan Barat gelarang-gelarang adak da nada beberapa kedaluan seperti Dalu Kolang, Lo’ok Wontong, Munting

Welak, Matawae, dan Ramut. Menurut Damian N. Toda, keturunan Sumba di

Kedaluan Matawae masih dapat mengingat 20 lapis keturunan.

Selain keturunan Sumba dan Turki, ada pula imigran asal Sulawesi

Selatan dan Bima yang menetap di Manggarai, baik di bagian Barat maupun di

Pantai Utara dan sedikit di Selatan. Diduga kuat, migrasi ini terjadi pada abad ke-

16 tatkala kerajaan Luwu’ dan Goa Berjaya dan memperluas kerajaannya. Pada saat itu gelombang migrasi terjadi selain karena keinginan sukarela, juga karena adanya tekanan politik. Para lawan politik Raja Goa pertama yang Islam, Sultan

Alauddin, tak tahan berada dibawah paksaan lalu menjadi pelarian politik ke pulau-pulau lain, termasuk Manggarai. Tetapi, gelombang-gelombang migrasi besar-besaran berupa pelarian politil terjadi setelah Perjanjian Bungaya 18

November 1667 antara Belanda sebagai pemenang dan Goa-Tallo (Sultan

Hasanudin) sebagai pihak yang kalah. Sultan Goa-Tallo sempat menempatkan perwakilannya di Reok dan Pota (Toda, 1999: 323).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Sedangkan keturunan Bima kebanyakan bermukim di Reok setelah secara politis Bima membawahi sejumlah kedaluan di pantai utara Manggarai seperti Kedaluan Pacar, Kedaluan Berit, Kedaluan Rembong, Kedaluan Rembong,

Kedaluan Rego, Kedaluan Nggalak, Kedaluan Cibal, Kedaluan Lambaleda,

Kedaluan Congkar, Kedaluan Biting, dan Pasat serta 14 kedaluan lainnya di bagian barat dengan pusat perwakilannya di Labuan Bajo.

Pendatang Melayu-Minangkabau mendapat tempat tersendiri dalam sejarah Manggarai, karena selain tersebar luas di wilayah Manggarai, mereka juga kemudian menduduki posisi-posisi kepemimpinan di wilayah ini sejak zaman sebelum kolonialisme bangsa Belanda hingga periode tahun 1980-an. Kelompok yang lazim diakui sebagai keturunan langsung dari Minangkabau adalah keturunan Todo-Pongkor yang sekarang telah menyebar ke berbagai tempat di

Manggarai.

Menurut Dami N. Toda, “orang asli” (ata ici tana) Manggarai senantiasa dikisahkan tradisi pelisanan sebagai mahluk berbadan bulu, berpakaian kulit kayu, memakan makanan mentah, dan belum mengenal api (Toda, 1999: 221). Menurut hasil penelitian Verheijen, di Manggarai ditemukan beberapa subklan yang nenek moyangnya sebagai pendatang dari luar, antara lain Bugis, Goa, Makasar, Serang,

Sumba, Bima dan Boneng Kabo (1991: 23). Itu artinya bahwa moyang Manggarai berasal dari banyak suku yang datang dari luar. Kurangnya data tertulis menyebabkan sulit dipastikan pengelompokkan klan-klan di Manggarai berdasar suku asalnya, baik yang datang dari luar maupun suku asli Manggarai. Hampir pada umumnya setiap wilayah distrik (dalu) atau wilayah kecamatan di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Manggarai memiliki dialek bahasa yang berbeda-beda, meskipun bahasa daerah tetap satu yaitu bahasa Manggarai. Melihat hal itu, Verheijen berkesimpulan bahwa tidaklah jelas apakah golongan bangsawan (keraeng) pada umumnya berasal dari satu kelompok imigran tertentu (Verheijen, 1991: 24).

Suku luar yang cukup berpengaruh di Manggarai kebanyakan berasal dari

Sulawesi Selatan (Kerajaan Goa/Makasar/Bugis). Misalnya istilah Keraeng sesungguhnya merujuk pada sebutan bangsawan yang sama dengan yang digunakan di Makasar (Goa). Hanya sedikit perbedaan dari segi penulisan dan pelafalannya. Orang Manggarai menyebutnya keraeng (ke-ra-eng), sedangkan orang Makasar menyebutnya karaeng (ka-ra-eng). Mengapa istilah itu dijadikan pertimbangan yang kuat, hal itu dikarenakan istilah tersebut mengarah pada istilah bangsawan. Bangsawan merupakan status sosial masyarakat yang terhormat.

Golongan bangsawan sebagai pemangku adat/tua adat untuk mengatur tata hidup sosial.

Ada beberapa pertimbangan lain yaitu berupa unsur bahasa yang mempunyai kesamaan antara suku Manggarai dengan Goa/ Makasar/ Bugis, antara lain:

Tabel 2.1 Unsur Bahasa yang Mempunyai kesamaan antara suku

Manggarai dengan Goa/ Makasar/ Bugis

Bugis Goa/ Makasar Manggarai Indonesia

Manuk - Manuk Ayam

Lipa Lipa Lipa/ Towe Kain/ Sarung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Kasiasi - Kasiasi Miskin

- Somba Opu Somba Opu Menghormati

Leluhur

- Lampa Lampa Jalan / Melangkah

- Karaeng Keraeng Bangsawan

- Nyarang Jarang Kuda

Bembe Bembe Bembe/ Mbe Kambing

(Nggoro, 2006: 27)

Dari uraian yang menyelisik asal usul ini dapat disimpulkan bahwa orang

Manggarai tidak berasal dari satu keturunan saja. Mereka datang dari Sumba,

Melayu-Malaka, Melayu-Minangkabau, Sulawesi Selatan, Bima dan bahkan dari

Turki dengan pemukiman dan persebaran utamanya yang berbeda-beda pula.

(Mirsel dan Embu, 2004: 8).

Kabupaten Manggarai timur lahir dari kesadaran dan cita-cita. Kesadaran akan fakta pembangunan yang belum maksimal dan cita-cita untuk mengubah keadaan, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta pemerataan pembangunan.

Dalam rekam peristiwa, wacana pembentukkan Kabupaten Manggarai

Timur telah digulirkan sejak 1986. Berbagai elemen masyarakat berjuang agar

Kabupaten Manggarai dibagi menjadi tiga yakni Manggarai Barat, Manggarai

Tengah dan Manggarai Timur. Wacana ini lahir dari kesadaran bahwa wilayah

Manggarai terlalu luas. Jika dimekarkan, kualitas pelayanan publik akan lebih baik dan tepat sasaran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

Pendekatan demi pendekatan gencar dilakukan. Puncak dari perjuangan ini adalah lahirnya Undang Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan

Kabupaten Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang disahkan pada tanggal 17 Juli 2007.

2.2 Letak Geografis

Secara Geografis Kabupaten Manggarai Timur terletak antara 08°.14’ LS

- 09°.00 LS dan 120°.20’ BT - 120°.55’° BT. Kabupaten Manggarai Timur merupakan salah satu kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara

Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ngada, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Manggarai

Tengah, sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores dan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Sawu. Kabupaten Manggarai Timur memiliki Luas

Wilayah 2.642,93 km2. Iklim di Kabupaten Manggarai Timur merupakan iklim daerah tropis, dalam setahun hanya ada 2 musim yaitu musim kemarau antara bulan April sampai bulan September dan musim penghujan antara bulan Oktober sampai bulan Maret. Temperatur udara rata-rata adalah 28,060C dengan suhu perbulan minimum 24,10oC dan maksimum 31,70oC, sehingga Manggarai Timur secara umum bersuhu udara panas. Kecepatan angin berkisar 4 knot dengan kelembaban udara 80% sedangkan rata-rata curah hujan sebanyak 1.906 mm dengan hari hujan sebanyak 142 hari. Kabupaten Manggarai Timur memiliki

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

sembilan kecamatan, 17 kelurahan dan 159 desa dengan luas tiap kecamatan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Luas Daerah Kabupaten Manggarai Timur Berdasarkan Kecamatan

No Nama Kecamatan Luas Daerah (Ha)

1 Kecamatan Borong 28.202

2 Kecamatan Elar 32.825

3 Kecamatan Elar Selatan 23.934

4 Kecamatan Kota Komba 49.194

5 Kecamatan Lamba Leda 34.943

6 Kecamatan Poco Ranaka 10.423

7 Kecamatan Poco Ranaka Timur 10.423

8 Kecamatan Rana Mese 20.824

9 Kecamatan Sambi Rampas 40.009

Total 251.855

(sumber: Badan perencanaan, penelitian, dan pengembangan Kabupaten Manggarai Timur 2016)

Kabupaten Manggarai Timur terdiri dari Sembilan kecamatan, yakni:

Borong, Elar, Elar Selatan, Kota Komba, Lamba Leda, Poco Ranaka, Poco

Ranaka Timur, Rana Mese, dan Sambi Rampas dalam peta sebagai berikut

(sumber: Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten

Manggarai Timur 2016)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

Gambar 2.1 Gambar Peta Wilayah Administrasi Kabupaten

Manggarai Timur

(sumber: Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten Manggarai Timur 2016)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

2.3 Penduduk

Hal-hal yang akan dijelaskan dalam penduduk ini yaitu jumlah penduduk, agama, keadaan budaya dan tradisi dan keadaan bahasa Manggarai.

2.3.1 Jumlah Penduduk

Adapun jumlah penduduk yang terdapat di Kabupaten Manggarai Timur pada tahun 2016 yang tersebar di Sembilan Kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk di Kabupaten Manggarai Timur

No Kecamatan Jumlah Penduduk

1 Kecamatan Borong 36.076

2 Kecamatan Elar 15.006

3 Kecamatan Elar Selatan 17.065

4 Kecamatan Kota Komba 48.702

5 Kecamatan Lamba Leda 33.818

6 Kecamatan Poco Ranaka 32.547

7 Kecamatan Poco Ranaka Timur 26.582

8 Kecamatan Rana Mese 27.081

9 Kecamatan Sambi Rampas 26.265

Total 263.142

(sumber: Badan perencanaan, penelitian, dan pengembangan Kabupaten Manggarai Timur 2016)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

2.3.2 Agama

Jumlah pemeluk agama di Kabupaten Manggarai Timur sampai dengan bulan April 2018 sebanyak 278. 294 jiwa, terdiri dari 257. 051 jiwa beragama

Katholik, 20.400 jiwa beragama Islam, 795 jiwa baragama Kristen Protestan, dan

48 jiwa beragama Hindu.

Tabel 2.4 Jumlah Penganut Agama di Kabupaten Manggarai Timur

No Penganut Masing-Masing Agama Jumlah

1 Penganut Agama Katholik 257. 051

2 Penganut Agama Islam 20.400

3 Penganut Agama Kristen Protestan 795

4 Penganut Agama Hindu 48

5 Rohaniwan/Rohaniwati Budha -

Total 278. 294

(sumber: Kantor Departemen Agama Kab. Manggarai Timur, 2018)

2.3.3 Keadaan Budaya dan Tradisi

Pada umumnya gambaran Masyarakat Manggarai bisa dilihat dari corak maupun ragam budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-sistem yang berlaku. Beragam sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yang dapat memperlihatkan bagaimana sesungguhnya corak kebudayaan di Manggarai.

Sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yaitu sub-sistem religi, sub-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

sistem organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian atau ekonomi, dan sistem teknologi (Bagul, 2008: 21-23).

Ada beberapa tradisi dan budaya yang dimiliki masyarakat Manggarai dalam mempertahankan budaya serta tradisi yang telah diwariskan nenek moyang.

Tradisi yang dimiliki masyarakat Manggarai tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

Pertama, tadisi Tarian Caci: merupakan tarian perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai. Lawan memukul dengan cemeti sedang yang satu menangkis dengan menggunakan tameng berbentuk bulat yang terbuat dari kulit kamping, kerbau dan sapi. Keunikan dari tarian ini adalah menari-nari sambil melantunkan nyanyian lokal. Tarian ini mengungkapkan kegembiraan dari masyarakat Manggarai terhadap ritual adat seperti syukuran atas tabisan Imam, peresmian rumah adat, serta acara adat besar lainnya. Dalam tarian ini, tidak ada permusuhan yang terjadi setelah bagian badan seseorang terkena cambukan. Tarian caci ini memegang nilai persatuan dan kesatuan serta keperkasaan seorang laki-laki dalam berperang dan melindungi diri.

Kedua, Penti: merupakan tradisi yang dapat diartikan sebagai syukuran.

Acara penti ini dilaksanakan satu kali dalam setahun. Acara ini dilaksanakan untuk mensyukuri hasil panen yang telah didapat oleh masyarakat suatu kampong.

Semua masyarakat dari beberapa suku dalam satu kampung akan berkumpul

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

dalam rumah adat yang disebut Mbaru Gendang untuk bertemu satu sama lainnya.

Penti ini sering dilaksanakan pada awal tahun atau pertengahan tahun.

Ketiga, Arsitek Rumah Gendang Manggarai atau yang biasa disebut

Mbaru Gendang. Rumah adat atau Mbaru Gendang ini atapnya berbentuk kerucut dan selalu mengerucut ke langit. Atap rumah gendang ini dibuat menggunakan bahan wunut atau ijuk, sehingga rumah adat ini sering disebut Mbaru Gendang atau Mbaru Wunut.

Keempat, Sanda, Mbata dan Danding merupakan seni olah vokal dan permainan kata-kata dalam bentuk lagu yang dinyanyikan oleh pria dan wanita yang berisi pantun kehidupan, syair tentang cinta, persahabatan, nasihat atau kisah kehidupan lainnya. Sanda dinyanyikan sambil berdiri membentuk lingkaran dan gerak berputar dan sesekali disertai sentakan kaki seirama namun dinyanyikan tanpa diiringi alat musik. Mbata dinyanyikan sambil duduk melingkar atau membentuk suatu barisan sambil diiringi pukulan gong dan gendang. Sedangkan

Danding juga dinyanyikan secara berkelompok sambil berdiri atau bergerak mengitari lingkaran. Danding dipimpin oleh seorang yang disebut nggejang, yang terdiri ditengah lingkaran untuk mengatur gerakan serta hentakan kaki. Hampir sama seperti Sanda, Danding dinyanyikan tanpa iringan musik, namun irama pada

Danding lebih cepat dan lebih bersemangat. (sumber: Badan Perencanaan,

Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten Manggarai Timur. 2017).

Kebudayaan masyarakat Manggarai juga dapat diwujudkan, salah satunya, dalam tradisi lisan. Tradisi lisan adalah sebuah kebudayaan yang diwariskan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

terutama melalui aspek kelisanan (oral traditional) (Takari, 2013: 2). Tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan lisan (non- verbal) (Sibarani, 2015: 7). Salah satu bentuk tradisi lisan adalah ungkapan tradisional. Ungkapan tradisional adalah salah satu kajian folklore lisan yang perlu dilestarikan karena ungkapan-ungkapan tradisional ini banyak mengandung pengajaran-pengajaran, nasihat-nasihat, pendidikan, norma-norma, yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat (Purba, 2005:2).

Ungkapan tradisional ini sering disebut dengan pribahasa, pepatah, atau bidal dan dalam bahasa Manggarai disebut go’et. Go’et umumnya sering diartikan sebagai peribahasa, namun arti yang sesungguhnya lebih dari itu. Go’et dalam bahasa Manggarai tidak digunakan secara bebas. Go’et sering digunakan dalam pembicaraan resmi (upacara adat) yang berorientasi untuk mendidik dan mengajar. Namun hal tersebut dinyatakan secara implisit. Artinya makna, maksud, dan nilai yang hendak diajarkan tidak disampaikan secara gamblang. Go’et umumnya hanya terdiri dari dua baris dan bahkan ada yang terdiri dari satu baris.

Isi dan pesan yang ingin disampaikan lewat go’et menyentuh berbagai dimensi kehidupan manusia pada umumnya dan masyarakat Manggarai pada khususnya.

Hubungan keluarga, hubungan antar sesama dalam masyarakat, sikap orang tua terhadap anak, sikap anak terhadap orang tua serta berbagai bentuk tindak tanduk hidup manusia dalam masyarakat lain umumnya termuat dalam go’et. Oleh karena itu, go’et yang ada dalam budaya Manggarai lahir dari situasi dan persoalan hidup

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

masyarakat Manggarai sendiri dan disandingkan dengan realitas alam yang tampil memesona sebagai bentuk pengajarannya.

2.4 Keadaan Bahasa

Bahasa Manggarai menjadi umum di Manggarai dan hamper dikuasai oleh semua orang Manggarai di berbagai wilayah. Meskipun bahasa Manggarai menjadi umum, namun dua wilayah timur yakni Rongga dan Rembong memiliki bahasa yang khas dan berbeda dengan bahasa Manggarai. Menurut Fransiskus

Xaverius Do KoO, pembagian bahasa di Manggarai dapat ditelusuri dari klasifikasi kata “tidak” (1984: 25). Orang Manggarai Tengah dan bahasa yang digunakan di wilayah ini disebut bahasa Toe. Orang Rongga dengan bahasa

Rongga menggunakan bahasa Mbaen. Orang Rembong dengan bahasa Rembong yang wilayahnya dekat dengan perbatasan Kabupaten Ngada menggunakan bahsa

Pae. Perbedaan yang paling mencolok ketiga jenis bahasa ini terletak dalam kosa kata, dialek, dan konsonan-vocal yang dimiliki tiap bahasa.

Sementara itu, di wilayah Manggarai Barat, hampir semua kata yang digunakan sama dengan kosa kata yang di pakai di Manggarai Tengah. Perbedaan yang cukup kentara terletak dalam dialek, sedangkan konsonan-vokal tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Verheijen melihat perbedaan itu dalam kekhususan yang dimiliki setiap bahasa (Verheijen, 1978: 1430). Misalnya bunyi

[è] dalam suku akhir tertutup diganti dengan bunyi [o]. kata temèk dalam bahasa

Manggarai Tengah (MT) menjadi temòk dalam bahasa Manggarai Timur (MTi).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

Di MT kita temukan pada akhir kata bunyi [-ng], di MTi terdapat[-n] misalnya

MTi lantun pada kata yang sama di MT latung, maupun [-ng] MTi lasen, MT laseng (Verheijen, 1987: 1429). Di Manggarai Barat (MB) lafal-lafal bunyi menyerupai bunyi-bunyi di MT. Perubahan terjadi pada pronominal personal misalnya di MT ami (kami), meu (kamu) menjadi hami, hemi di MB. Selain itu ada kosa kata yang berbeda, misalnya ciri yang dalam bahasa MT berarti jadi dan kata yang sama diubah menjadi jiri di MB. Ada juga kata-kata pinjaman dari bahasa Bima seperti bisa (pandai), daha (senjata), disa (berani), kani (pakaian), ngango (rebut), dsb (Verheijen, 1987: 1263). Kata-kata ini tidak terdapat di MT dan MTi. Wilayah yang memiliki kekhususan bahasa di Manggarai Barat hanyalah orang Komodo. Bahasa Komodo merupakan campuran antara bahasa

Manggarai dan bahasa Bima.

Menurut Verheijen (1950) menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau Komodo, bahasa Waerana di

Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang wilayahnya meluas ke

Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg, termasuk bahasa Manggarai Timur. Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan genealogis yang lebih besar di

Manggarai adalah Wa’u (klan patrilineal) dan perkawinan pun ikut dan tinggal di kampung asal suami (patrilokal). Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Bahasa Manggarai adalah bahasa yang digunakan suku Manggarai yang berada di pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bahasa Manggarai merupakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di Indonesia. Bahasa

Manggarai digunakan oleh masyarakat Manggarai. Penuturnya terdapat di kabupaten Manggarai Barat, Manggarai serta Manggarai Timur. Pengguna bahasa

Manggarai selain untuk berkomunikasi, juga untuk mempererat hubungan antar sesama masyarakat. Dalam percakapan sehari-hari terdapat beberapa dialek yang menjadi ciri khas dari suatu wilayah di Manggarai. Dialek tersebut cenderung berbeda di setiap etnis hal itu dipengaruhi oleh unsur kebahasaan yang disebut unsur suprasegmental. Unsur suprasegmental terdiri atas keras lemahnya suara

(tekanan), tinggi rendahnya suara (nada), panjang-pendeknya ucapan (durasi) dan jarak waktu pengucapannya (jeda) (Wijana dan Rohmadi, 2011: 2).

Pembagian dialek dalam bahasa Manggarai, yaitu dialek Manggarai

Barat, dialek Manggarai Tengah (Ruteng), dialek Manggarai Barat-Tengah, dan

Manggarai Timur. Bahasa Manggarai memiliki sekitar 43 subdialek. Dalam laporannya dialek ini mirip dengan dialek Riung. Dialek di daerah Manggarai dituturkan oleh 900.000 orang

(sumber: https://www.ethnologue.com/language/mqy )

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

Gambar 2.2 Gambar Peta Pembagian Dialek di Provinsi Nusa Tenggara Timur Indonesia

p

(sumber: https://www.ethnologue.com/map/ID_nt_)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

BAB III

JENIS KATA MAKIAN DALAM BAHASA MANGGARAI

DIALEK COLOL MANGGARAI TIMUR

3.1 Pengantar

Pada bab ini dibahas jenis-jenis kata makian yang masih sering digunakan oleh penutur bahasa daerah Manggarai dialek Colol Manggarai Timur. Di dalam bahasa Manggarai, dialek Colol Manggarai Timur terdapat 11 (sebelas) jenis kata makian, yaitu: (a) makian yang menunjuk pada binatang, (b) makian yang menunjuk pada tubuh binatang, (c) makian yang menunjuk pada sifat atau watak jelek manusia, (d) makian yang menunjuk pada bagian tubuh manusia, (e) makian yang menunjuk pada makhluk halus, (f) makian yang menunjuk pada tindakan nista, (g) makian yang menunjuk pada benda mati, (h) makian yang menunjuk pada keadaan tertentu, (i) makian yang menunjuk pada hubungan seksual, (j) makian yang menunjuk pada warna kulit, (k) makian yang menunjuk pada ukuran badan.

3.2 Makian yang Menunjuk pada Binatang

Makian yang menunjuk pada binatang umumnya digunakan dalam makian di tiap daerah di Indonesia. Masyarakat Manggarai menggunakan makian yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

menunjuk pada binatang karena binatang memiliki sifat yang buruk dan najis.

Makian dalam jenis ini ada delapan makian, yang mencakup (a) acu (anjing), (b) ela (babi), (c) kaba (kerbau), (d) mbe (kambing), (e) po (burung hantu), (f) jarang

(kuda), (g) kode (monyet), dan (h) japi (sapi). Binatang-binatang tersebut sering digunakan masyarakat Manggarai dalam makian karena binatang-binatang tersebut merupakan binatang-binatang yang ada di sekitar atau binatang yang menjadi peliharaan masyarakat Manggarai pada umumnya. Berikut contoh makian tersebut:

(5) Acu ceing kole ata emi barang daku!? Anjing siapa lagi orang ambil barang saya!? ‘Anjing siapa yang mengambil barang saya!?’

(6) Eme hau hang gah haer hang de ela! kalau kau makah saja seperti makan nya babi! ‘Kamu kalau makan seperti seekor babi!’

(7) Haer keta toko de kaba toko leso hoo de hau bo Sama seperti tidur nya kerbau tidur siang ini punya kamu tadi ‘ Tidurmu seperti seekor kerbau siang ini’ (8) Weki dehau haer wau ta’i mbe badan kamu seperti bau ta’i kambing ‘Badanmu bau seperti ta’i kambing’

(9) Mbolok kalah mata de po! melotot kalah mata nya burung hantu ‘Matamu melotot mengalahkan mata seekor burung hantu’

(10) Gelang tu’ung cebong de hau, haer cebong de jarang cepat sekali mandi nya kamu, seperti mandi nya kuda ‘Cepat sekali kamu mandi, seperti mandi seekor kuda’

(11) Haer keta ranga de kode! sama seperti muka nya monyet ‘Mukamu seperti monyet’

(12) Woko ase kae gu japi, hang terus kaut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

karena adik kakak dengan sapi, makan terus saja ‘Karena bersaudara dengan sapi, kamu makan terus’

Kata-kata makian yang digunakan pada kalimat (5) s.d (12) adalah sebagai berikut. Pada contoh (5) kata makian acu artinya ‘anjing’, pada contoh (6) kata makian ela artinya ‘babi’, pada contoh (7) kata makian kaba artinya ‘kerbau’, pada contoh (8) kata makian mbe artinya ‘kambing’, pada contoh (9) kata makian po artinya ‘burung hantu’, pada contoh (10) kata makian jarang artinya ‘kuda’, pada contoh (11) kata makian kode artinya ‘monyet’, dan pada contoh (12) kata makian japi artinya ‘sapi’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada binatang karena hal tersebut dapat mengekspresikan makian secara langsung mengacu kepada sifat-sifat individu yang dijadikan sasaran makian, yang artinya ada sifat dari binatang-binatang yang memiliki kemiripan atau kesamaan dengan individu atau keadaan yang dijadikan sasaran makian. Binatang-binatang yang digunakan sebagai kata makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai

Timur adalah binatang yang memiliki sifat tertentu, yaitu acu (menjijikkan), babi

(menjijikkan), kaba (pemalas dan kotor), mbe (menjijikkan), po (seram), jarang

(kotor), kode (jelek), dan japi (kotor dan rakus)

3.3 Makian yang menunjuk pada Bagian Tubuh Binatang

Tubuh binatang merupakan anggota tubuh yang melekat pada binatang.

Anggota tubuh binatang digunakan oleh penutur bahasa Manggarai dialek Colol

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

Manggarai Timur untuk memaki. Penutur bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur sering menunjuk pada bagian tubuh binatang, seperti la’e acu

(alat kelamin anjing), ranga ela (muka babi) dan weki kaba (badan kerbau).

(13) La’e acu neka watu bail sa’i hitu Alat kelamin anjing jangan batu sekali kepala itu ‘Alat kelamin anjing jantan jangan terlalu keras kepala’ (14) Haer ranga ela keta molas hitu, nduk seperti muka babi sama cantik itu, nduk ‘Seperti muka babi cantik wajahmu, nduk’

(15) Koe weki de hau cama keta weki de kaba kecil badan nya kamu sama seperti badan nya kerbau ‘Badanmu kecil seperti badan kerbau’

(16) Emak utek de ela tu’ung dehau hitu tema molor ba wekim! Mungkin otak nya babi sekali kamu punya itu tidak benar bawa diri ‘Mungkin otak babi otak mu itu sampai pembawaan dirimu tidak benar’

(17) Mauk acum tung hia hitu alat kelamin anjing sekali dia itu ‘Alat kelamin anjing betina memang dia itu’ Kata-kata makian yang digunakan pada kalimat (13) s.d (17) adalah sebagai berikut. Pada contoh (13) kata makian la’e acu artinya ‘alat kelamin laki- laki pada anjing’, pada contoh (14) kata makian ranga ela artinya ‘wajah seekor babi’, pada contoh (15) kata makian weki kaba artinya ‘badan sapi’, pada contoh

(16) kata makian utek de ela artinya ‘otak babi’ dan pada contoh (17) kata makian mauk acum artinya ‘alat kelamin anjing betina’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada tubuh binatang karena makian tersebut mengacu pada bentuk fisik atau alat kelamin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

yang masing-masing disamakan dengan wajah atau bentuk tubuh manusia serta beberapa sifat manusia yang tidak sopan.

3.4 Makian yang Menunjuk pada Sifat atau Watak Jelek Manusia

Sifat merupakan ciri khas yang ada pada seseorang yang dibawa sejak lahir yang menentukan dan mencerminkan bagaimana seseorang terhadap yang lainnya atau terhadap lingkungannya. Masyarakat Manggarai sering menggunakan sifat-sifat negatif pada manusia untuk memaki.

(18) Bo kat molas, tapi gah sombong bail! Percuma saja cantik, tetapi sombong sekali! ‘Percuma cantik, tetapi terlalu sombong!’

(19) Ata bapa tu’ung hau, eme poli emi barang data teing kole! Orang bodoh sekali kamu, kalau sudah ambil barang orang kasih lagi! ‘Bodoh sekali kamu, kalau sudah ambil barang orang harus dikembalikan!’ Kata-kata makian yang digunakan pada kalimat (18) dan (19) adalah sebagai berikut. Pada contoh (18) kata makian sombong bail artinya ‘terlalu sombong’ dan pada contoh (19) kata makian ata bapa artinya ‘bodoh’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada watak atau sifat jelek manusia karena makian yang diucapkan mengacu kepada sifat-sifat atau watak manusia atau individu yang tidak layak untuk dimaklumi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

3.5 Makian yang Menunjuk pada Bagian Tubuh Manusia

Anggota tubuh manusia yang sering digunakan untuk memaki adalah anggota tubuh yang berkaitan dengan aktivitas sosial. Aktivitas sosial bersifat sangat pribadi dan kurang sopan jika dibicarakan orang lain. Organ-organ tubuh yang sangat penting juga bahkan sering digunakan untuk memaki, selain itu organ tubuh yang penting juga dipakai untuk memaki. Anggota tubuh yang sering digunakan untuk memaki adalah sebagai berikut.

(20) Puki mai molor koe eme tombo! alat kelamin perempuan benar sedikit kalau ngomong! ‘Alat kelamin perempuan yang jelas kalau berbicara!’

(21) La’e neka sombong bail jadi manusia’ alat kelamin laki-laki jangan sombong sekali jadi manusia ‘Alat kelamin laki-laki jangan terlalu sombong jadi manusia’

(22) Puki wara endem tuung ba weki dahu hitu tah! alat kelamin perempuan ibumu sekali bawa diri nya kamu tah! ‘Alat kelamin perempuan ibumu kelakuanmu itu tidak benar!’

(23) Lontek enden hia te hang kue daku! alat kelamin perempuan ibumu dia yang makan kue saya! ‘ Alat kelamin ibumu yang makan kue saya!’

(24) Le nggolo wau de hau teing hang anak koe hitu! Pakai pantat bau nya kamu kasih makan anak kecil itu! ‘Pakai pantat baumu beri makan anak itu!’

(25) Telo lelo barang bolo mai hitu, lelo koe eme lako! alat kelamin laki-laki lihat barang depan itu, lihat dulu kalau jalan! ‘Alat kelamin laki-laki lihat barang di depanmu, perhatikan kalau sedang berjalan’ Kata-kata makian yang digunakan pada kalimat (20) s.d (25) adalah sebagai berikut. Pada contoh (20) kata makian puki mai artinya ‘alat kelamin perempuan’, pada contoh (21) kata makian la’e artinya ‘alat kelamin laki-laki’,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

pada contoh (22) kata makian puki wara endem artinya ‘alat kelamin perempuan namun lebih mengkhususkan kepada seorang ibu’, pada contoh (23) kata makian lontek enden artinya Lontek ‘alat kelamin perempuan namun akan terdengar lebih kasar dari kata puki’ sementara enden artinya ‘milik ibu nya’, lontek ende berarti memaki jenis kelamin ibu dari orang yang memakan kue si penutur makian, pada contoh (24) kata makian nggolo artinya ‘pantat’ dan pada contoh (25) kata makian telo artinya ‘alat kelamin laki-laki namun sering ditujukan kepada anak-anak’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada bagian tubuh manusia karena bagian tubuh manusia tersebut erat kaitannya dengan dengan organ intima atau aktivitas seksual yang sifatnya sangat personal.

3.6 Makian yang Menunjuk pada Makhluk Halus

Makhluk halus atau makhluk gaib adalah makhluk yang tidak kasat mata yang eksistensinya tidak dapat dijangkau oleh pancaindra manusia. Meski termasuk makhluk yang tak kasat mata, penutur bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur menggunakan ini untuk memaki.

(26) Emak wai keta gu darat hau danong, hitutara haer keta poti pande de anakm Mungkin kawin sekali dengan setan kamu dulu, makanya seperti sama setan buat nya anakmu ‘Mungkin kau dulu menikah dengan jelmaan setan sehingga anakmu kelakuannya seperti setan’

(27) Cama keta ineweu tara diha oo sama seperti setan perempuan rupa dia oo ‘Mukanya sama seperti setan perempuan’ (mirip kuntilanak)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

(28) Poti koe senget koe tombo de ata tu’a setan kecil dengar dulu ngomong nya orang tua ‘Setan kecil dengarkan kata orang tua’

Kata-kata makian yang digunakan pada kalimat (26) s.d (28) adalah sebagai berikut. Pada contoh (26) kata makian darat artinya ‘setan jadi-jadian’, pada contoh (27) kata makian ineweu artinya ‘setan perempuan seperti kuntilanak’ dan pada contoh (28) kata makian poti koe artinya ‘setan kecil seperti tuyul’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada mahluk halus karena orang Manggarai menganggap bahwa mahluk halus merupakan sosok yang sering mengganggu kehidupan manusia sehingga manusia mendapat sesuatu yang dianggap sial dalam hidup.

3.7 Makian yang Menunjuk pada Pekerjaan Nista

Pekerjaan nista adalah pekerjaan kotor atau pekerjaan yang tidak pantas dilakukan di lingkungan masyarakat. Orang yang memiliki pekerjaan nista biasanya menjadi buah bibir atau bahan gosip bagi para tetangga lingkungan tempat tinggal. Orang-orang yang biasa melakukan pekerjaan nista ini biasanya tidak diterima baik oleh masyarakat.

(29) Memang inewai mberong muing hia, kuat keta ganggu rona data memang perempuan pelacur memang dia, kuat sekali ganggu suami orang ‘Memang dia itu perempuan pelacur, suka sekali ganggu suami orang’

(30) Ata rona bapa hio am rang la’en, senang ketay ganggu wina data

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

Laki-laki bodoh itu mungkin alat kelaminnya gatal, senang sekali ganggu istri orang ‘laki-laki bodoh itu mungkin alat kelaminnya gatal, senang sekali ganggu istri orang’

Kata-kata makian yang digunakan pada kalimat (29) dan (30) adalah sebagai berikut. Pada contoh (29) kata makian mberong artinya ‘pelacur’ dan pada contoh (30) kata makian rang la’e artinya ‘laki-laki gatal’ atau ‘lelaki penggoda’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada pekerjaan nista karena pada makian ini penggunaannya figuratif atau ingin menggambarkan seorang wanita atau pria yang dengan mudah mengganti-ganti pasangan atau mudah jatuh cinta dengan pasangan lain.

3.8 Makian yang Menunjuk pada Benda Tidak Bernyawa

Benda mati merupakan benda atau barang yang tidak dapat bergerak sendiri ataupun bernafas, atau benda yang tidak memiliki gejala hidup. Benda mati juga digunakan oleh penutur bahasa daerah Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur untuk memaki.

(31) Memang utek de watu muing de hau, tombo lata manga eng Memang otak nya batu memang nya kau, ngomong orang tidak ‘Memang otak batu (keras kepala) sekali kamu, orang ngomong tidak kamu ikuti’

Kata makian pada kalimat (31) watu artinya ‘batu’. Batu disini berarti merujuk kepada sifat keras kepala yang dimiliki seseorang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada benda mati karena dilihat dari keburukan referennya yaitu dalam contoh adalah watu artinya batu yang dianggap sebagai sesuatu yang keras sehingga hal tersebut merujuk kepada sifat individu yang menjadi sasaran makian.

3.9 Makian yang Menunjuk pada Keadaan Tertentu

Keadaan tertentu merupakan suatu keadaan ketika manusia bertindak di luar kesadaran. Keadaan tertentu tersebut kadang membuat orang berpikir tentang suatu yang aneh mengenai seseorang.

(32) Woko ata wedol, sebarang kaut kerja diha memang orang gila, sembarang saja kerja dia ‘Memang dasar orang gila, kerjanya sembarangan saja’

(33) Ata welengao hau tara cebong le wie? orang gila kau maka mandi malam? ‘Kau sudah gila sehingga kau mandi semalam ini?’

(34) Mata olo keta remeng ciek hau musi hitu! mati duluan saja lagi teriak kamu dibelakang itu! ‘Mati duluan saja kau yang sedang teriak itu!’

(35) Gilek wase matam tara tema lelo ata olo maim? buta tali matamu sampai tidak lihat orang di depan ‘Buta matamu sampai kamu tidak melihat orang di depanmu?’

Kata makian pada contoh (32) s.d (35) adalah sebagai berikut. Pada contoh

(32) kata makian ata wedol artinya ‘orang gila’ atau ‘orang yang mengalami gangguan kejiwaan’, pada contoh (33) kata makian welengao artinya ‘seseorang melakukan sesuatu pekerjaan di luar nalar manusia bekerja’ atau ‘melakukan sesuatu pekerjaan yang tidak biasa orang lain lakukan’, pada contoh (34) kata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

makian mata olo artinya ‘mati’ atau ‘meninggal dunia duluan’ dan pada contoh

(35) kata makian gilek artinya ‘buta’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada keadaan tertentu karena hal tersebut mengekspresikan keterkejutan dan keheranan pada apa yang dikerjakan orang lain atau individu yang dijadikan sasaran makian karena hal yang orang tersebut lakukan jarang dilakukan sebagai aktivitas yang sering dilakukan kebanyakan orang.

3.10 Makian yang Menunjuk pada Hubungan Seksual

Hubungan seksualitas merupakan hubungan yang sangat sakral. Tetapi penutur bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur menggunakan sebagai makian.

(36) Kido emam hau te tema utek hitu! hubungan seksual bapakmu kau yang tidak punya otak itu! ‘Bapakmu berhubungan seksual sampai kamu tidak berotak! seperti itu!’

Kata makian pada contoh (36) kido emam artinya berhubungan seksual.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada hubungan seks karena makian tersebut merupakan makian yang dianggap pantas diumpatkan ketika seseorang sedang merasa sangat emosi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

3.11 Makian yang Menunjuk pada Warna Kulit

Warna kulit adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang. Dalam bahasa Manggarai pada umumnya warna kulit menjadi pemicu seseorang untuk memaki orang lain misalnya warna kulit yang gelap.

(37) Eme hau neni haer rawuk kalau kau hitam seperti abu dapur ‘kamu hitam seperti abu dapur’

(38) Bakok dahu kalah bakok de nggolo dandang Putih kamu kalah putih nya pantat dandang ‘kulitmu putih mengalahkan putih pantat dandang’

(39) Di’a ngai kuntem ranga hitu de nana. bagus sekali hitam legam muka itu nya nana ‘Bagus sekali hitam mukamu, nana’

Kata-kata makian pada contoh (37) s.d (39) adalah sebagai berikut. Pada contoh (37) kata makian neni artinya ‘berkulit hitam kotor’, pada contoh (38) kata makian bakok artinya ‘putih’ dan pada contoh (39) kata makian kuntem artinya

‘hitam namun lebih mengarah kepada hitam seperti pantat periuk’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada warna kulit karena makian tersebut dianggap sebagai makian paling halus untuk menghina warna kulit dari individu yang dijadikan sasaran makian. Kata bakok dapat dijadikan makian karena kata makian ini dianggap sebagai penghalusan dari keadaan yang sebenarnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

3.12 Makian yang Menunjuk pada Ukuran Badan

Ukuran badan merupakan sesuatu yang melekat pada diri seseorang.

Penutur bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai timur menggunakan ukuran badan untuk memaki atau menyindir orang lain.

(40) Langger dite kurang kaut langkas de tiang listrik Tinggi anda kurang saja tinggi nya tiang listrik ‘tinggimu mengalahkan tingginya tiang listrik’

(41) Bece hitu nana de, kalah kaut lite ela musi kandang gendut itu nana de, kalah saja anda babi dibelakang kandang ‘Besar bedanmu mengalahkan babi yang ada dikandang’

Kata-kata makian pada contoh (40) dan (41) adalah sebagai berikut. Pada contoh (40) kata makian langger artinya ‘tinggi sekali’ dan pada contoh (41) kata makian bece artinya ‘gendut’.

Orang Manggarai sering menggunakan makian yang menunjuk pada ukuran badan karena makian tersebut sedikit lebih halus untuk menjelaskan keadaan fisik dari individu yang dijadikan sasaran makian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Diagram 3.1 Tingkat Kekerasan Makian dalam Bahasa Manggarai Dialek

Colol Manggarai Timur

1. Bagian Tubuh Manusia

2. Binatang KASAR

3. Hubungan Seksual

4. Bagian Tubuh Binatang

5. Sifat atau Watak Jelek Manusia

6. Pekerjaan Nista

7. Keadaan Tertentu

8. Makhluk Halus

TIDAK 9. Ukuran Badan KASAR 10. Warna Kulit

11. Benda Tidak Bernyawa

Pengklasifikasian tingkat kekasaran jenis makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggrai berdasarkan dengan yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Jenis makian dengan tingkat kekasaran paling tinggi tersebut adalah makian yang menunjuk pada bagian tubuh manusia, makian yang menunjuk pada binatang, makian yamh menunjuk pada hubungan seksual, makian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

yang menunjuk pada bagian tubuh binatang, makian yang menunjuk pada sifat atau watak jelek manusia, dan makian yang menunjuk pada pekerjaan nista.

Ketika penutur mengucapkan makian tersebut, mitra tutur akan langsung merasa tersinggung dan marah, sehingga dapat menimbulkan pertengkaran atau perselisihan, tidak hanya sampai pada beradu mulut namun bisa juga berujung adu fisik.

Beberapa percakapan lainnya didominasi dengan menganggap jenis makian berikutnya yaitu makian yang menunjuk pada keadaan tertentu dan makian yang menunjuk pada makhluk halus. Dalam percakapan antara penutur dan mitra tutur hanya terdapat beberapa efek ringan yang ditimbulkan, misalnya mitra tutur merasa tersinggung dan akan membiarkan begitu saja, atau bahkan hanya berhenti pada adu mulut antara penutur dan mitra tutur.

Sebagian kecil di antaranya di dalam percakapan menggunakan tiga jenis makian lainnya, yaitu makian yang menunjuk pada ukuran badan, makian yang menunjuk pada warna kulit, dan makian yang menunjuk pada benda tidak bernyawa tidak menimbulkan efek apa-apa karena jenis makian ini masih dianggap halus sehingga tidak menimbulkan sesuatu yang membuat penutur dan mitra tutur berdebat atau tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR SITUASIONAL YANG MEMENGARUHI

PENGGUNAAN KATA MAKIAN DALAM BAHASA MANGGARAI

DIALEK COLOL MANGGARAI TIMUR

4.1 Pengantar

Dalam komunikasi sehari-hari, kita menemukan berbagai cara untuk mengungkapkan pikiran, perasaan atau pun gagasan. Dalam komunikasi tersebut diwarnai dengan berbagai perasaan misalnya marah, sedih, kaget, ataupun jengkel terhadap orang lain, diri sendiri atau keadaan. Hal tersebutlah yang kemudian memicu seseorang untuk berkata kasar dalam bentuk makian. Pemakaian kata- kata makian ditentukan oleh situasi perasaan penutur atau situasi antara penutur dan mitra tutur.

Faktor situasional yang memengaruhi penggunaan kata makian menunjukkan penggunaan kata makian dilihat dari faktor yang paling berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, yaitu (a) mengungkapkan emosi, (b) keakraban, (c) menghina, dan (d) mengkritik.

Faktor Psikologi memengaruhi penggunaan kata makian sebagai ungkapan emosi dan faktor sosial yang memengaruhi penggunaan kata makian dalam bahasa

Manggarai Dialek Colol Manggarai Timur adalah faktor yang terkait penutur seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan status sosial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

4.2 Mengungkapkan Emosi

Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, marah dan sebagainya (Sugono 2008: 368).

Bentuk-bentuk emosi adalah sebagai berikut: marah, takut, terkejut, jengkel dan malu. Penutur bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur sering menggunakan kata-kata makian ketika sedang emosi. Kata-kata makian yang digunakan tersebut seringkali menimbulkan perselisihan dan pertengkaran antara penutur dan mitra tutur.

(1) Acu neka ngaok bail, remeng tombo guru bolo anjing jangan rebut sekali, lagi ngomong guru di depan ‘Anjing jangan terlalu ribut, guru sedang berbicara di depan’

(2) Oe la’e dema neka ngaok jaga ongga hau le ibu to’ong oe alat kelamin bapak jangan rebut awas pukul kau oleh ibu sebentar ‘Oe alat kelamin bapak jangan rebut nanti ibu guru memukulmu’

(3) Ela neka pande sebarang, jaga cicik hau le ibu babi jangan buat sembarang, awas pukul kau oleh ibu ‘Babi jangan berbuat sembarang, nanti ibu mengusirmu’

(4) Poti hio, neka di ngo lako hau jaga hena ongga hau tong setan itu, jangan dulu pergi jalan kau awas kena pukul kau sebentar ‘Setan, jangan dulu banyak jalan nanti kau dipukul’

Kata-kata makian pada contoh (1) s.d (4) adalah kata-kata makian yang diucapkan oleh seseorang karena ia merasa kesal kepada temannya yang ribut dan melakukan kegaduhan di kelas sehingga bisa membuat gurunya marah. Kata makian (1) acu artinya ‘anjing’, kata makian (2) la’e dema artinya ‘jenis kelamin laki-laki namun mengarah kepada orang tua laki-laki/ bapa’, kata makian (3) ela artinya ‘babi’, dan kata makian (4) poti artinya ‘setan’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

(5) Inewai mberong emo hau ruis gu anak daku! perempuan pelacur cukup kau dekat dengan anak saya! ‘Perempuan pelacur cukup kamu dekati anak saya!’

(6) Puki endem hau inewai toe dia! alat kelamin ibumu kau perempuan tidak baik! ‘Alat kelamin ibumu kau perempuan tidak baik!’

(7) Acu da’at hau katel keta jadi inewai anjing jelek kau gatal sekali jadi perempuan ‘ Anjing jelek gatal sekali jadi perempuan’

(8) Kido endem hau tara toe di’a ba wekim jadi inewai hubungan seksual ibumu kau sampai tidak baik bawa dirimu jadi perempuan ‘Ibumu berhubungan seksual sehingga pembawaan dirimu sebagai perempuan tidak baik ’

Kata-kata makian pada contoh (5) s.d (8) adalah kata-kata makian yang diucapkan seorang wanita yang marah kepada perempuan lain yang mendekati suaminya dan perempuan yang memiliki banyak suami. Kata makian (5) mberong artinya ‘pelacur’, kata makian (6) puki endem artinya ‘jenis kelamin perempuan tetapi lebih khusus kepada seorang ibu’, kata makian (7) acu da’at artinya ‘anjing jelek’, dan kata makian (8) kido endem artinya ‘melakukan hubungan seks’.

(9) Ata wedol bae koe hormat ata tu’a!

‘Orang gila tau menghormati orang tua!’

(10) Acu da’at di’a koe tombo gu ata hot cewe tu’a one mai hau

‘Anjing baik-baik kalau berbicara dengan orang yang lebih tua darimu’

(11) Kode senget koe tombo data tu’a rum

‘Monyet dengar omongan orang tua mu sendiri’

(12) Welengao di’a koe pande bolo mai ata tu’a

‘Orang gila tunjukkan perbuatan baik di depan orang tua’

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

Kata-kata makian (9) s.d (12) adalah kata-kata makian yang diucapkan seseorang kepada teman atau orang yang kebih muda untuk menghormati orang yang lebih tua. Kata makian (9) ata wedol artinya ‘orang gila yang memiliki gangguan jiwa’, kata makian (10) acu da’at artinya ‘anjing jelek’, kata makian

(11) kode artinya ‘monyet’, dan kata makian (12) welengao artinya ‘orang yang otaknya bodoh atau lemot’.

4.3 Keakraban

Akrab adalah dekat, erat (intim). Keakraban adalah hal atau kedekatan yang erat seseorang dengan orang lain (Sugono, 2008: 28). Keakraban seseorang dengan orang lain dapat dilihat dari cara berkomunikasi yang tidak selalu serius tetapi dibawakan dengan candaan atau gurauan. Hal ini biasanya digunakan pada situasi santai atau bukan serius seperti menggunakan kata makian sebagai suatu panggilan kepada lawan bicara. Hubungan penutur dan mitra tutur yang akrab menjadi faktor yang menyebabkan orang menggunakan makian untuk menunjukkan kedekatan bukan untuk menghina, sehingga dalam berkomunikasi tidak ada pihak-pihak yang merasa disakiti, dan tidak terjadinya perselisihan atau pertengkaran antara yang satu dengan yang lain. Penutur bahasa Manggarai dialek

Colol Manggarai Timur sering menggunakan kata-kata makian untuk bercanda antara satu dengan yang lain. Contoh keakraban di sini adalah keakraban di dalam keluarga dan pertemanan karena adanya jarak sosial yang dekat antara penutur dan mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

4.3.1 Menunjukkan keakraban dalam keluarga

Di dalam lingkungan keluarga, makian hanya boleh digunakan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda, misalnya makian dari bapak atau ibu kepada anaknya, atau dari seorang kakak kepada adiknya. Dalam budaya

Manggarai, orang-orang sangat menghormati yang lebih tua, karena itu walau makian menunjukkan keakraban dalam lingkungan keluarga, orang yang lebih muda harus tetap menghormati yang lebih tua. Adik tetap tidak boleh memaki kakak karena adanya perbedaan usia dan rasa menghormati yang lebih tua.

(13) Aduh acu koe de mama, semakin tu’a semakin molas aduh anjing kecil nya mama, semakin tua semakin cantik ‘Aduh anjing kecilnya mama, semakin tua semakin cantik’

(14) Dehh puki acu hoo aa, semakin tu’a semakin molas dehh alat kelamin anjing betina ini aa, semakin tua semakin cantik ‘Duh alat kelamin anjing ini, semakin tua semakin cantik’

(15) Aduh inewai wedol ho’o, semakin keta molas aduh perempuan gila ini, semakin sekali cantik ‘Aduh perempuan gila ini semakin cantik’

(16) Lontek ho’o, semakin tu’a semakin molas alat kelamin perempuan ini, semakin tua semakin cantik ‘Alat kelamin perempuan ini, semakin tua semakin cantik’

Kata-kata makian pada contoh (13) dan (16) adalah makian yang digunakan oleh mama kepada anak perempuannya. Kata makian (13) acu koe artinya ‘anjing kecil’, kata makian (14) puki acu artinya ‘alat kelamin perempuan’, kata makian (15) inewai wedol artinya ‘perempuan gila’ dan kata makian (16) lontek artinya alat ‘kelamin perempuan’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

(17) Ela mai hang gi, uek kin musi ho to’ong eme toe teing hang babi mari makan sudah, teriak masih belakang di sebentar kalau tidak kasih makan ‘Babi sini makan sudah, nanti marah-marah kalau tidak diberi makan’

(18) Poti koe mai hang, neka retang kali eme taung nda’uk ho’o to’ong setan kecil mari makan, jangan menangis saja kalau habis nasi ini sebentar ‘Setan kecil mari makan, jangan menangis kalau sebentar nasinya habis’

(19) Nggolo wau mai hang gi jaga taung nda’uk so’o to’ong Pantat bau mari makan sudah awas habis nasi ini sebentar ‘Pantat bau mari sini makan awas nanti nasinya habis’

Kata-kata makian pada contoh (17) s.d (18) adalah makian yang digunakan oleh orang tua kepada anaknya. Kata makian (17) ela artinya ‘babi’, kata makian

(18) poti koe artinya ‘setan kecil’, dan kata makian (19) nggolo artinya ‘pantat’.

(20) Puki acu neka emi baju daku e Alat kelamin perempuan jangan ambil baju saya e ‘Puki anjing jangan ambil baju saya’

(21) Oe neni hau toe bae wale di’a ata tu’a Oe hitam kau tidak tau jawab baik orang tua ‘Oe hitam kamu tidak sopan menjawab orang tua’

(22) Ata rona watu emi ember hio ba musi dapur laki-laki batu ambil ember itu bawa belakang dapur ‘laki-laki kepala batu ambil ember itu di bawa ke dapur’

Kata-kata makian pada contoh (20) s.d (22) adalah makian yang sering digunakan oleh kakak kepada adiknya. Kata makian (20) puki acu artinya ‘jenis kelamin anjing’, kata makian (21) neni artinya ‘hitam kotor’, dan kata makian

(22) watu artinya ‘batu yang merujuk pada sifat keras kepala’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

4.3.2 Menunjukkan Keakraban Antarteman

Dalam sebuah lingkungan pertemanan makian digunakan untuk menunjukkan keakraban antara satu orang dengan orang yang lain atau kepada orang yang telah akrab. Percakapan ini pun ingin menunjukkan komunikasi yang baik atau dibawakan dengan candaan atau gurauan. Makian yang digunakan ini pun tidak bermaksud menyinggung atau menyakiti perasaan lawan bicara karena antara penutur dan mitra tutur saling membalas melemparkan kata makian.

(23) Oe la’e acu cenggo eta mbaru to’ong ee! oe alat kelamin anjing jantan singgah di atas rumah sebentar ee! ‘Oe kelamin anjing sebentar singgah di rumah ya!’

(24) Kode one pisa caim hau e? monyet dalam kapan datang kau e? ‘Monyet kapan kamu sampai di sini?’

(25) Kaba ngo cebong ngo gi, wau wekim hitu aa kerbau pergi mandi pergi sudah, bau badan kamu itu aa ‘Kerbau pergi mandi sana, badanmu bau’

(26) Inewai bapa ngo niam kole gah, nuk anak musi perempuan bodoh pergi kemana lagi sudah, ingat anak dibelakang ‘Perempuan bodoh kamu mau kemana? Ingat anakmu di rumah’

(27) Puki toe belajar hau one wie ko? alat kelamin perempuan tidak belajar kau tadi malam kah? ‘Alat kelamin perempuan kamu tidak belajar malam tadi?’

(28) Cama keta utek de ela pe utek de hau hitu ee sama seperti otak nya babi pe otak nya kau itu ee ‘Otakmu sama seperti otak seekor babi’

Kata makian pada contoh (23) s.d (28) adalah kata makian yang digunakan seorang teman kepada teman yang lainnya dalam konteks keakraban. Kata makian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

(23) la’e acu artinya ‘alat kelamin laki-laki’, kata makian (24) kode artinya

‘monyet’, kata makian (25) kaba artinya ‘kerbau’, kata makian (26) inewai bapa artinya ‘seorang perempuan bodok’, kata makian (27) puki artinya ‘alat kelamin perempuan’, dan kata makian (28) utek de ela artinya ‘otak babi’.

4.4 Menghina

Menghina merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang memandang rendah orang lain, memburukkan nama baik orang serta menyinggung perasaan orang lain (Sugono 2008: 499). Perbuatan menghina bisa menimbulkan perpecahan, pertengkaran dalam kehidupan bermasyarakat. Penutur bahasa

Manggarai dialek Colol Manggarai Timur sering menggunakan kata makian untuk saling menghina antara satu dengan yang lainnya.

(29) La’e ende molas hitu nduk, kalah kaut lite molas de japi alat kelamin laki-laki cantik itu nduk, kalah saja kamu cantik nya sapi ‘Alat kelamin laki-laki cantikmu mengalahkan kecantikan seekor sapi’

(30) Kido ema reak reba hitu hai gambar de kelas satu SD hubungan seksual bapak anak ganteng itu seperti gambar nya kelas satu SD ‘ Berhubungan seksual, wajah gantengmu seperti gambar anak kelas satu SD’

Kata-kata makian pada contoh (29) dan (30) adalah kata-kata makian dari seseorang ketika ia menghina orang lain yang memiliki rupa yang jelek menurutnya. Kata makian (29) la’e artinya ‘jenis kelamin laki-laki’, ende artinya

‘mama’ kemudian digabungkan kedua kata tersebut sehingga artinya menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

tidak jelas antara ingin memaki laki-laki atau memaki seorang mama atau perempuan. Kata makian (30) kido artinya ‘melakukan hubungan seks’, ema artinya ‘bapa’ dan reak artinya ‘anak-anak’ kemudian digabungkan ketiga kata tersebut sehingga artinya tidak terlalu jelas antara melakukan seks dengan bapa atau anak atau hubungan seks antara bapa dan anak.

(31) Mata olo memang watu muing utek hitu cama utek acu tara toe pintar mati duluan memang batu memang otak itu sama otak anjing maka tidak pintar ‘Mata olo memang otakmu batu seperti otak anjing makanya tidak pintar’

Makian pada tuturan (31) merupakan makian yang bermaksud untuk menghina seseorang yang bodoh. Makian mata olo artinya ‘menyumpahi seseorang untuk cepat meninggal’.

(32) Langger cama tiang listrik maik sombong tinggi sekali sama tiang listrik tapi sombong ‘Badanmu sangat tinggi seperti tiang listrik tapi sombong sekali’

(33) Bece hai kaba hio wekin gendut seperti kerbau itu badannya ’Badannya besar seperti kerbau”

Kata-kata makian pada contoh (32) dan (33) adalah kata-kata makian yang diucapkan oleh seseorang untuk orang lain karena ingin menghina keadaan fisik orang lain. Kata makian (32) langger artinya ‘sangat tinggi’ dan kata makian

(33) bece artinya ‘sangat besar’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

4.5 Mengkritik

Menurut KBBI daring, kritik adalah kecaman, tanggapan, atau kupasan kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Penutur bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur sering menggunakan kata makian untuk mengkritik karena si penutur ingin membuat suatu kesenjangan sosial yang sama dengan mitra tutur.

Masyarakat Manggarai sering mengkritik menggunakan makian secara langsung kepada mitra tutur karena perbuatan dari mitra tutur yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan yang baik dalam masyarakat.

(34) La’e acu hau berani keta ganggu anak inewai data alat kelamin anjing jantan kau berani sekali ganggu anak perempuan orang ‘Alat kelamin laki-laki, berani sekali kamu mengganggu anak perempuan orang’

(35) Kode tema ita le hau ata remeng bersih mbaru ho’o, lewat kat hau monyet tidak lihat oleh kau orang sedang bersih rumah ini, lewat saja kau ‘Monyet kau tidak melihat saya sedang membersihkan rumah, seenaknya saja kamu lewat’

(36) Poti molor koe bersih le hau mbaru ho’o setan benar sedikit bersih oleh kau rumah ini ‘Setan yang benar kalau kamu membersihkan rumah’

(37) Welengao keta hau woko tema molor bersih mbaru bodoh sekali kau karena tidak benar bersih rumah ‘ Bodoh sekali kamu tidak pernah benar membersihkan rumah’

Makian pada tuturan (34) dan (35) merupakan kata makian dari seorang perempuan terhadap seorang laki-laki, sementara pada tuturan (36) dan (37) merupakan kata makian seorang laki-laki terhadap seorang perempuan. Hal ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

terjadi karena tidak adanya larangan bahwa perbedaan jenis kelamin membatasi masyarakat Manggarai untuk saling memaki. Kata makian (34) la’e acu artinya alat kelamin anjing jantan, kata makian (35) kode artinya ‘monyet’, kata makian

(36) poti artinya ‘setan’, dan kata makian (37) welengao artinya ‘bodoh’.

(38) Oe la’e cepisa polin kuliah de hau hitu? oe alat kelamin laki-laki kapan selesai kuliah nya kamu itu? ‘Oe alat kelamin laki-laki kapan kuliahmu selesai?’

(39) Eme acu da’at hio meseng sarjana hia nia ngoeng kat panden kalau anjing jelek itu mentang-mentang sarjana dia mana mau saja buat ‘Kalau anjing jelek itu mentang-mentang dia seorang sarjana sembarang saja kelakuannya’

(40) Lontek acu neka meseng guru hau, ongga kat le hau anak daku e alat kelamin anjing betina jangan karena guru kau, pukul saja oleh kau anak saya e ‘Alat kelamin anjing betina jangan karena kamu guru, seenaknya kamu pukul anak saya’

Makian pada tuturan (38) s.d (40) merupakan kata makian dari seseorang kepada orang yang memiliki tingkat pendidikan tertentu. Dalam Kata makian

(38) acu artinya ‘anjing’, kata makian (39) poti artinya ‘setan’ dan kata makian

(40) lontek acu artinya ‘alat kelamin anjing betina’.

Dalam budaya masyarakat Manggarai, memaki orang yang memiliki tingkat pendidikan masih dirasa wajar karena masyarakat masih menilai dari pembawaan diri orang yang memiliki tingkat pendidikan tersebut.

(41) Am gilek manusia hio tema ita keluargan te kasiasi sepertinya buta manusia itu tidak lihat keluarganya yang miskin ‘Mungkin manusia itu buta sampai tidak melihat kalau keluarganya miskin’

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

(42) Memang utek de ela tu’ung diha, nggo keta pande rugi ite te tema apa- apa memang otak nya babi betul dia, begini sekali buat rugi kita yang tidak punya apa-apa ‘Memang otak babi dia itu sampai merugikan kita yang tidak punya apa- apa ini’

(43) Puki neka sangge ngoeng keta woko bora ata tu’a de hau alat kelamin perempuan sembarang mau saja karena kaya orang tua nya kau ‘Alat kelamin perempuan jangan seenaknya saja karena orang tuamu kaya’

Makian pada tuturan (41) s.d (43) merupakan makian dari seorang untuk orang yang tingkat ekonominya lebih. Kata makian (41) gilek artinya ‘buta’, kata makian (42) utek de ela artinya ‘otak babi’ dan kata makian (43) puki artinya ‘alat kelamin perempuan’.

Dalam budaya masyarakat Manggarai, memaki orang yang memiliki tingkat ekonomi lebih tinggi atau kaya tetap bisa dilakukan karena dalam masyarakat masih menilai kesopanan dari orang yang ekonominya tinggi kepada orang yang ekonominya pas-pasan atau kurang.

Berdasarkan contoh yang telah di sebutkan, semua jenis makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur dapat digunakan dalam keadaan atau suasana apapun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai makian dalam bahasa Manggarai dialek

Colol Manggarai Timur dapat disimpulkan hal-hal berikut.

Makian yang digunakan oleh penutur bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur ada sebelas jenis. Makian tersebut dideskripsikan menurut jenis-jenisnya yaitu (i) makian yang menunjuk pada binatang adalah acu (anjing), ela (babi), kaba (kerbau), mbe (kambing), po (burung hantu), jarang (kuda), kode

(monyet), dan japi (sapi), (ii) makian yang menunjuk pada tubuh binatang adalah la’e acu (alat kelamin anjing), ranga ela (muka babi), dan weki kaba (badan kerbau), utek de ela (otak babi), mauk acum (alat kelamin wanita) (iii) makian yang menunjuk pada sifat atau watak jelek manusia adalah sombong bail (terlalu sombong), dan ata bapa (bodoh), (iv) makian yang menunjuk pada bagian tubuh manusia adalah puki mai (alat kelamin wanita), la’e (alat kelamin laki-laki), puki wara endem (alat kelamin perempuan), lontek (alat kelamin wanita) dan nggolo

(pantat), (v) makian yang menunjuk pada makhluk halus adalah darat (setan jadi- jadian), ineweu (kuntilanak), dan poti (setan) (vi) makian yang menunjuk pada tindakan nista adalah mberong (pelacur) dan rang la’en (pelacur), (vii) makian yang menunjuk pada benda mati adalah utek watu (kepala batu), (viii) makian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

yang menunjuk pada keadaan tertentu adalah wedol (gila), welengao (bodoh), mata olo (meninggal duluan) dan gilek (buta), (ix) makian yang menunjuk pada hubungan seksual adalah kido (berhubungan seksual), (x) makian yang menunjuk pada warna kulit adalah neni (hitam), bakok (putih) dan kuntem (hitam legam), dan (xi) makian yang menunjuk pada ukuran badan adalah langger (sangat tinggi) dan bece (gendut).

Terdapat empat faktor situasional yang memengaruhi penutur bahasa

Manggarai dialek Colol Manggarai Timur menggunakan makian dilihat dari faktor yang paling berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, yaitu mengungkapkan emosi, menunjukkan keakraban, menghina dan mengkritik.

Penelitian berupa makian ini dalam bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur merupakan temuan yang khas karena semua kata makian dapat digunakan dalam semua situasi, dan makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur banyak digunakan untuk mengungkapkan berbagai emosi atau perasaan serta kedekatan penutur dengan mitra tuturnya.

5.2 Saran

Penelitian tentang makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol

Manggarai Timur ini masih terbatas pada jenis-jenis makian dan faktor-faktor yang memengaruhi makian dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai

Timur. Masih ada masalah-masalah lain yang dapat diteliti dari sapaan dalam bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur, yaitu (1) makian yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

digunakan dalam situasi formal dan informal dan (2) penggunaan makian dalam struktur sosial masyarakat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten Manggarai Timur. 2017. “Profil Daerah Kabupaten Manggarai Timur”. Stable URL: ///C:/Users/LADY%20ROSE/Downloads/BUKU%20Profil%20Daerah% 20Matim%202017%20OKE.pdf. Diunduh: 27/ 03/ 2018 , 15.24 WIB Bagul, Antony. 2001. “Budaya Daerah Manggarai”. Ende: Nusa Indah Baryadi, Praptomo.1983. “Kata-Kata Pisuhan atau Makian dalam Bahasa Jawa” dalam Badrawada. Yogyakarta: Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. Deki, Kanisius Teobaldus. 2011. Tradisi Lisan Orang Manggarai-Membidik Persaudaraan Dalam Bingkai Sastra. Jakarta: Parrhesia Institute Dirgagunarsa, Singgih. 1978. Pengantar Psikologi. Jakarta: Mutiara.

Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Eresco Do KoO, Fansiskus Xaverius. 1984. “Jiwa Sesuai Paham Manggarai Asli dan Pergeseran Pengaruh Pandangan Kristiani” Skrispi. Maumere: STFK Ledalero Embu, Eman J dan Robert Mirsel [eds]. 2004. Gugat! Darah Petani Kopi Manggarai. Maumere: Ledalero Ethnologue. Stable URL: https://www.ethnologue.com/language/mqy. Diunduh 20/ 01/2018, 20.56 WIB Ethnologue. Stable URL: https://www.ethnologue.com/map/ID_nt_. Diunduh 20/01/2018, 20.59 WIB Hardy, Malcom dan Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi: Edisi Kedua. Alih Bahasa: Soenardji. Jakarta: Erlangga. Helmon, Stefania. 2018. “Analisis Nilai Budaya dan Kearifan Lokal dalam Peribahasa Masyarakat Manggarai (Go’et): Kajian Antrolinguistik” dalam Seminar Internasional Riksa Bahasa XII (Nov., 2018). Stable URL: http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa. Diunduh: 28/01/2019, 23.53 WIB Hemo, Doroteus. 1990. Pola Penguasaan Pemilikan Tanah dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional Daerah Nusa Tenggara Timur. Kupang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Investasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Daerah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Karwayu, Anna Asi. 2017. “Makian dalam Bahasa Sikka Dialek Lela Sikka” Skripsi Strata1 (S1). Program Studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djembatan Letuna, Serafina. 2015. “Torok: Puisi Ritual Orang Manggarai Kajian Terhadap Ritus, Makna dan Fungsi” Skripsi S-1. Program Studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Mertiret, Jeane. 2010. Semiologi. Yogyakarta: Jalasutra

Nggoro, Adi M. 2006. Budaya Manggarai. Ende: Nusa Indah

Purnama, Hanu Lingga. 2008. “Makian dalam Bahasa Melayu Palembang: Studi tentang Bentuk, Referen, dan Konteks Sosiokulturalnya”. Dalam Jurnal Ilmiah Sintesis, Oktober 2008, halaman 168-186. Puspitasari, Indah. 2010. “Makian dalam Bahasa Indonesia: Suatu Kajian Bentuk dan Referensi pada Komik”. Skripsi S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia. Raho, Bernard. 2003. “Asal-Usul Kehidupan Menurut Orang Manggarai” Dalam Majalah La’at Natas Edisi 3 Tahun, II, Juni. Ruteng Richard. 1923. The Meaning of Meaning. London. Routledge/ Thoemmes Press. Sibarani, Robert. 2015. “Pendekatan Antropolinguistik terhadap Kajian Tradisi Lisan” Retorika, I (1): 1-17 Sudaryanto. 1993. “Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press Sudaryanto.2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Sanata Dharma University press. Yogyakarta. Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Sumarsono. 2004. Buku Ajar: filsafat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

Suwito. 1991. Sosiolinguistik. Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret. Takari, Muhammad. 2013. Tradisi Lisan di Alam Melayu: Arah dan Pewarisannya. Makalah dalam https://www.researchgate.ney/publication/259188251. Diakses tanggal 28/08/2019. Tarigan, Henry Guntur. 1986. “Pengajaran Pragmatik”. Bandung: Angkasa. Toda, Dami N. 1999. Manggarai Mencari Pencarian Historigrafi. Ende: Nusa

Indah

Verheijen. A. J. 1977. Manggarai Text 2. Stensilan. Regio SVD Ruten Verheijen. A. J. 1978. Manggarai Text 5. Stensilan. Regio SVD Ruteng Verheijen. A. J. 1980. Manggarai Text 6. Stensilan. Regio SVD Ruteng. Verheijen. A. J. 1987. Manggarai Text 7. Stensilan. Regio SVD Ruteng Verheijen. A. J. 1978. Manggarai text 8: “Dialek-Dialek Manggarai Timur dan Barat. Stensilan. Regio SVD Ruteng Verheijen. A. J. 1987. “Pulau Komodo Tanah, Rakyat dan Bahasanya” Terjemahan Achadiati Ikram. Jakarta: Balai Pustaka. Wijana, I Putu Dewa. 2004. “Kartun: Studi tentang Permainan Bahasa”. Yogyakarta: Ombak. Wijana, D. P. dan Rohmadi, M. 2011. Semantik Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. Wuwur, Valentina Ida Roswita.2013.”Umpatan dalam Tuturan Berbahasa Indonesia di Masyarakat Sumba Barat” Skripsi Strata1 (S1). Program Studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

LAMPIRAN

Data makian dalam Abjad No. Bahasa Manggarai dialek Makna Colol Manggarai Timur A 1. Acu Anjing 2. Ata Bapa Bodoh B 3. Bece Gendut 4. Bakok Putih D 5. Darat Setan jadi jadian/ siluman E 6. Ela Babi G 7. Gilek Buta I 8. Ineweu Setan wanita/ kuntilanak J 9. Japi Sapi 10. Jarang Kuda K 11. Kaba Kerbau 12. Kido Hubungan seksual 13. Kode Monyet 14. Kuntem Hitam seperti pantat periuk L 15. La’e Alat kelamin laki-laki 16. La’e acu Alat kelamin anjing (jantan) 17. Langger Sangat tinggi 18. Lontek Alat kelamin wanita M 19. Mauk Alat kelamin perempuan 20. Mauk acu Alat kelamin anjing (betina) 21. Mata olo Mati duluan 22. Mbe Kambing 23. Mberong Pelacur N 24. Nggolo Pantat 25. Neni Hitam P 26. Po Burung hantu 27. Poti Setan 28. Puki mai Jenis kelamin wanita 29. Puki wara Jenis kelamin wanita R 30. Rang La’e Lelaki gatal 31. Ranga Ela Muka Babi T 32. Telo Alat kelamin laki-laki U 33. Utek ela Otak Babi W 34. Weki Kaba Badan kerbau 35. Watu Batu 36. Wedol Gila 37. Welengao Bodoh