TOTOBUANG Volume 9 Nomor 1, Juni 2021 Halaman 117—129

EKSKLUSI PEREMPUAN, SASTRA, DAN PSIKOLOGI GENDER: STUDI PADA CERPEN KARYA BUDI DARMA TAHUN 2016--2020 (Female Exclusion, Literature, and Gender Psychology: Study On Budi Darma's Short Stories 2016--2020)

Anas Ahmadi Bahasa dan Sastra , Universitas Negeri Lidah Wetan, Surabaya, Indonesia Pos-el: [email protected]

Diterima: 20 Januari 2021; Direvisi: 25 Mei 2021; Disetujui: 27 Mei 2021 doi: https://doi.org/10.26499/ttbng.v9i1.290

Abstract The study of gender is currently attracting the researchers from various fields. One of them is research gender in literature. Therefore, this study aims to describe the exclusion of women contained in Indonesian literature through a gender psychology perspective. The method used qualitative with narrative exposure style. The data source used a short story by Budi Darma in 2016-2020. Data analysis techniques includes identification, classification, and data exposure. The results of the study and discussion showed that exclusion in literature emerged some categories: (1) exclusion of women through the selection of short story titles that were more tendent to men, (2) exclusion of wartime women, and (3) exclusion of women through labeling. Keywords: exclusion, literature, labelling, psychology, gender psychology

Abstrak Studi mengenai gender saat ini menarik perhatian peneliti berbagai bidang. Salah satunya adalah penelitian gender di bidang sastra. Berkait dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan eksklusi perempuan yang terdapat dalam sastra Indonesia melalui perspektif psikologi gender. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan gaya pemaparan naratif. Sumber data yang digunakan adalah cerpen karya Budi Darma tahun 2016-2020. Teknik analisis data meliputi, identifikasi, klasifikasi, dan pemaparan data. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa eksklusi dalam literatur muncul dengan kategori (1) eksklusi perempuan melalui pemilihan judul cerpen yang lebih condong kepada laki-laki, (2) eksklusi perempuan masa perang, dan (3) eksklusi perempuan. melalui pelabelan. Kata-kata kunci: eksklusi, sastra, labelling, psikologi, psikologi gender

PENDAHULUAN 2009), perempuan dan politik (Jeydel, 2004), Studi tentang perempuan saat ini perempuan dan sastra (Warren, 2005; sudah banyak dilakukan oleh peneliti, baik Orabueze, 2015), perempuan dan melalui perspektif pria ataupun perspektif keadilan/ketidakadilan (Gregory, 2003). perempuan itu sendiri. Keduanya, memiliki Studi perempuan perspektif gender tersebut koridor kritis dalam memahami dan menunjukkan bahwa perempuan mulai dari menginterpretasi perempuan. Dalam konteks dulu sampai sekarang mengalami dinamisasi gender, studi perempuan sudah digali dalam hal konsep, teori, dan metodologi melalui perspektif perempuan sebagai istri yang berkait dengan studi perempuan. dan janda (Lanza, 2007; Conger, 2009; Dinamisasi dalam studi perempuan dan studi Reeder, 2003), perempuan migran (Briones, gender itulah yang menarik untuk dikaji 117

Totobuang, Vol. 9, No. 1, Juni 2021: 117—129 secara mendalam, baik secara filosofis, Studi tentang perempuan dalam psikologis, sosiologis, antropologis, ataupun kaitannya dengan ketidakadilan gender religius. sudah pernah dilakukan oleh Jacobsen Berkait dengan konteks studi (2011) yang meneliti ketidakadilan gender mengenai perempuan yang ditinjau dari dalam konteks pekerjaan skala global. Dia perspektif gender, memang sudah banyak menunjukkan bahwa setiap tahun sebagaimana dipaparkan pada bahasan di ketidakadilan gender di konteks perkerjaan awal. Sebagaimana diketahui bersama, studi terjadi. Sakariyau & Zakuan (2017) yang tentang perempuan dalam perspektif gender meneliti ketidakadilan gender di Nigeria dan bisa ditinjau dari segi usia, seks, agama, Malaysia dalam konteks politik. Hasil perkawinan, pekerjaan, politik, sosial, penelitiannya menunjukkan bahwa budaya, filsafat, kriminologi, ketidakadilan, kedudukan perempuan dalam konteks politik migran, dan pendidikan. Studi tersebut di Nigeria dan di Malaysia masih rendah jika muncul dalam bentuk monodisipliner dan dibandingkan dengan kedudukan laki-laki interdisipliner. Dalam bentuk dalam di kancah politik. Hal ini monodisipliner, studi gender dikaitkan hanya mengeksplisitkan bahwa ketidakadilan dengan satu studi saya. Adapun studi gender dalam hal politik di kedua negara interdisipliner dikaitkan dengan dua atau tersebut masih tinggi. Kedua penelitian yang lebih studi yang digunakan. berkait dengan studi gender tersebut Berkait dengan gender, Ridgeway terdahulu tersebut belum menyentuh (2011) menunjukkan bahwa manusia konteks eksklusi dengan menggunakan modern saat ini, jika ditinjau dari perspektif perspektif psikologi gender. Padahal, gender, memang masih kuat dalam eksklusi perempuan dengan kacamata ‘inequality’. Hal tersebut terjadi pada psikologi gender mampu memberikan negara-negara besar yang sebenarnya cara terobosan baru dalam kaitannya dengan berpikir masyarakatnya sudah terbuka, peminggiran perempuan melalui koridor demokratis, dan berkeadilan. Apalagi, jika psikologis. Selain itu, masyarakat bisa melihat gender yang berada di negara-negara mendapatkan wacana baru bahwa studi yang cara berpikirnya masih tradisional dan gender juga bisa ditinjau dari perspektif masih banyak ditopang oleh pemikiran psikologi. patriarkhal. Berkait dengan konteks gender, sastra Fenomena yang ‘inequality’ di negara sebagai karya kreatif juga memunculkan maju ataupun di negara berkembang saat ini topik yang berkait dengan gender, sangat merugikan kaum perempuan sebab marginalisasi, ataupun penindasan. Peneliti ketidakadilan gender akan menguntungkan tersebut antara lain sebagai berikut. Corse satu pihak dan merugikan pihak yang & Westervelt (2002) meneliti sastra yang lainnya. Dalam hal ini, pihak yang banyak dikaitkan dengan pembacaan dari perspektif diuntungkan adalah kaum laki-laki. Mereka perempuan. Hasil penelitiannya sebagai kaum patriarkhal banyak menguasai menunjukkan bahwa terjadi perubahan negara dan membuat undang-undang yang strategi interpretasi pada pembacaan novel memenangkan kaum laki-laki. Hal tersebut yang dilakukan oleh perempuan pada era memang menjadi catatan Saadawi (2021) dulu dengan era modern. Perubahan tersebut bahwa laki-laki menguasai perempuan disebabkan oleh kesadaran perempuan melalui sistem yang dibuat oleh mereka. dalam hal pembacaan dan penginterpretasian Dengan demikian, perempuan dibuat tidak teks. Selama ini, teks cenderung dibaca dan berdaya dengan sistem yang sengaja dibuat diinterpretasi secara objektif. Padahal, teks oleh kaum laki-laki. sebagai sebuah ideologi dikonstruksi secara subjektif oleh si pencipta. Karena itu, 118

Eksklusi Perempuan, Sastra, dan Psikologi Gender …. (Anas Ahmadi) dibutuhkan pembacaan dan Sastra adalah dunia realitas dalam fiksi penginterpretasian yang mendalam agar bisa yang sebenarnya di dalamnya memang mendapatkan temuan yang kritis berkait benar-benar menggambarkan realitas lain dengan makna teks. yang kadang tidak diungkap dalam media Page (2003) meneliti sastra perspektif massa. Hal tersebut disebabkan media massa perempuan dalam kaitannya dengan yang bungkam dengan kondisi realitas feminisme naratologi. Dalam konteks ini, ‘inequality’ sebab mereka sudah dibungkam Page menandaskan bahwa teks sastra harus oleh penguasa yang lebih banyak didominasi dibaca secara mendalam melalui perspektif oleh kaum laki-laki. feminisme naratologi atas bisa menggali teks Bertolak dari paparan tersebut dalam sastra secara tepat. Janssen & Muracher artikel ini bertujuan untuk mengungkap dan (2005) meneliti tentang gender dalam sastra mengeksplorasi eksklusi perempuan dalam yang dikaitkan dengan konteks pembaca. sastra Indonesia perspektif psikologi gender. Dia menunjukkan bahwa aspek jenis Secara spefisik, artikel ini difokuskan pada kelamin pengarang tidak bisa cerpen karya Budi Darma yang ditulis pada disembunyikan dari pembaca sebab hal tahun 2016-2020. Dipilihnya karya-karya tersebut tampak dalam karyanya. Budi Darma sebagai sumber data penelitian Selain itu, penelitian yang dilakukan sebab karya-karya yang ditulis oleh Budi oleh Suman (2018) mengkaji masalah Darma sangat kuat dalam menonjolkan migrasi dan gender dalam konteks aspek psikologis (Siswanto, 2005). Hal kesasraan. Hasil penelitiannya menunjukkan tersebut sangat kuat dalam pemunculan bahwa migrasi memiliki pengaruh terhadap psike dan perilaku tokoh dalam karya yang tulisan para sastrawan dalam kiatannya ditulis oleh Budi Darma, baik dalam bentuk dengan konteks gender. Penelitian yang cerpen (Darma, 2002) ataupun novel dilakukan Suman tersebut menunjukkan (Darma, 1988, 1996, 2009) yang ditulisnya bahwa gender dalam sastra juga bisa dikaji baik ketika di Amerika maupun di Indonesia. melalui perspektif migrasi. Adapun Ahmadi Tujuan penelitian ini adalah (2021) meneliti trauma perempuan konteks mendeskripsikan eksklusi perempuan dalam gender dalam sastra Indonesia yang cerpen yang ditulis oleh Budi Darma rentang difokuskan pada novel yang di dalamnya tahun 2016-2020. Manfaat penelitian ini merepresentasikan tragedi 11 Mei. Hasil diharapkan dapat memberikan kontribusi penelitiannya menunjukkan bahwa sastra teoretis maupun praktis dalam khasanah Indonesia sebagai teks fiksi juga kritik sastra yang berkait dengan psikologi mengungkapkan kebenaran melalui sastra. sastra, khususnya psikologi gender. Kebenaran yang kadang tidak diungkap dalam media massa sebab dianggap sebagai hal yang sensitif untuk dipublikasikan ke LANDASAN TEORI masyarakat. Dalam perspektif psikologi, studi Studi mengenai gender dalam sastra psikologi gender memang bukan masuk merupakan hal yang menarik sebab melalui dalam kategori arus utama. Psikologi arus sastra bisa ditemukan konstruksi eksklusi utama ialah psikologi mainstream, misalnya terhadap perempuan (Saadawi, 2015, 2021) psikoanalisis, behavioral, eksistensialisme, yang selama ini ditutupi oleh kekuatan ataupun humanisme. Psikologi gender patriakhi. Sastra adalah ‘suara lain’ yang merupakan psikologi generasi baru yang mampu menunjukkan ketidakadilan gender, merupakan kategori studi interdisipliner eksklusi, dan penindasan terhadap kaum antara studi psikologi dan studi gender. perempuan yang dilakukan oleh laki-laki. Dalam pandangan tradisional, istilah gender sering dihampirsamakan dengan seks. 119

Totobuang, Vol. 9, No. 1, Juni 2021: 117—129

Padahal, seks dan gender memiliki Psikologi gender sebagaimana yang keberbedaan makna yang mendalam. Seks dikonseptualisasi oleh Helgeson (2012), berkait dengan kodrati yang stagnan dan psikologi yang memfokuskan kajian pada sulit diubah, sedangkan gender berkait representasi konstruksi sosio-budaya dengan konstruksi budaya yang terdapat masyarakat yang memengaruhi pria dan dalam masyarakat. Dengan demikian, seks perempuan. Dalam konteks ini, psikologi dan gender memiliki keberbedaan yang turut berperan serta sebab konstruksi besar dalam hal pemaknaan dan psikologis individu juga muncul di implementasi pemaknaan tersebut di masyarakat sebagai bentuk keterpengaruhan, masyarakat. relasional, ataupun timbal balik. Dengan Sastra sebagai konkretisasi dari dunia demikian, perilaku dan proses mental pemikiran dan imajinasi sang pengarang individu turut dipengaruhi oleh konstruksi tidak lepas pula dari konteks psikologi sosio-budaya masyarakat sehingga (Ahmadi, 2015). Begitu pula dengan sastra memunculkan adanya keseimbangan gender, Indonesia, di dalamnya juga ketidaksedimbangan gender, ataupun merepresentasikan dunia psikologi, baik hubungan relasional dalam gender. psikologi pengarang, karya, dan pembaca. Psikologi gender dalam kaitannya Studi sastra Indonesia, sebagaimana dengan sastra difokuskan pada ide, narasi, diketahui bersama, saat ini memang ataupun perlakukan tokoh yang dimunculkan mengalami perkembangan yang pesat dan oleh sang pengarang, baik dalam bentuk ditinjau dari berbagai studi (Ahmadi, dkk, monolog ataupun dialog. Selain itu, 2019a; Ahmadi, 2019b; Ahmadi, 2019c). psikologi gender dalam sastra juga berkait Studi itu menunjukkan bahwa sastra dengan narasi sang pengarang sebagai Indonesia memang sangat dinamis dalam hal kreator karya sastra. Dalam konteks kajian, mulai dari yang monodisipliner, psikologis, sang pengarang secara sadar interdisipliner, sampai dengan ataupun tidak sadar memunculkan transdisipliner. ketidaksetaraan gender dalam karya- Studi yang saat ini menaik dalam karyanya. ranah sastra, salah satu di antaranya studi gender. Ahmadi (2014, 2015, 2017) menunjukkan bahwa sastra memang tidak METODE bisa lepas dari konteks relasi opresi- Penelitian ini menggunakan jenis kooptasi, keadilan-ketidakadilan, dan deskriptif kualitatif sebab peneliti lebih maskulinitas-feminitas. Konteks tersebut banyak menggunakan dan memaparkan data merupakan wilayah studi gender. Melalui secara deskriptif. Dalam kaitannya dengan studi gender, sastra dianggap sebagai konteks pendekatan sastra, peneliti artefak kebudayaan yang di dalamnya secara mengunakan pendekatan psikologi sadar ataupun tidak sadar merepresentasikan kualitatif, yakni studi psikologi sastra yang pertarungan budaya yang dikonstruksi oleh di dalamnya lebih banyak menggunakan pria ataupun perempuan. Selama ini, studi data-data berupa verbal dan deskriptif gender cenderung mengarah pada suatu deskripsi (Ahmadi, 2019a). Pendeskripsian kontruksi yang dibangun oleh laki-laki tersebut merupakan hasil dari interpretasi dalam menguatkan kekuasaannya. Hal inilah kualitatif terhadap data yang digunakan oleh yang menjadi topik besar dalam studi peneliti. Jika dikaitkan dengan konteks gender. Meskipun demikian, tidak menutup kesastraan, metode psikologi kualitatif lebih kemungkinan bahwa laki-laki juga cenderung pada memaparkan data dikalahkan oleh perempuan dalam berbagai kesastraaan dengan menggunakan deskripsi, segmentasi kehidupan. bukan pada angka. 120

Eksklusi Perempuan, Sastra, dan Psikologi Gender …. (Anas Ahmadi) Gergen (2010:103) memberikan lebih optimal dan meminimalisasi bias yang batasan bahwa metode dalam penelitian terdapat dalam penelitian. Melalui gender bisa berkait dengan studi naratif triangulasi tersebut diharapkan hasil paparan sebab peneliti menggunakan gaya paparan menjadi lebih ilmiah dan dapat dalam analisis dan pembahasan. Berkait dipertanggungjawabkan secara rasional. dengan hal tersebut, metode dalam Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini lebih diarahkan pada naratif penelitian ini mengacu pada studi sastra teks. riset (Creswell & Creswell, 2019) yang Dengan begitu, peneliti menggunakan mengacu pada konteks interpretasi dan teknik dokumentatif dan kepustakaan yang inquiri riset. Dalam kaitannya dengan studi memiliki relevansi dengan cerpen yang gender yang menggunakan naratif, peneliti ditulis oleh Budi Darma rentang tahun 2016- lebih banyak mengeksplorasi dan 2020. Secara spesifik, teknik dokumentatif menginterpretasi data teks sastra (berupa tersebut dilakukan oleh peneliti dengan cara cerita pendek) dengan bahasa yang natural mencari, mengumpulkan, dan memilah dan reflektif. Dengan begitu, hasil analisis cerpen karya Budi Darma yang tersebar di dan pembahasan yang dipapakan oleh media massa, yakni Kompas dan Jawa Pos. peneliti lebih bersifat reflektif-interpretatif. Peneliti memilih media massa Kompas dan Berkait dengan studi psikologi gender, Jawa Pos sebab dalam skala nasional, kedua Helgeson (2012:38) menjustifikasi bahwa media massa tersebut memuat naskah sastra penelitian psikologi gender memiliki salah (genre cerpen) dan tulisan Budi Darma satu kesulitan yang unik, yakni bias gender. dimuat di media massa tersebut. Selain itu, Seorang peneliti kadang terpengaruh secara Kompas dan Jawa Pos juga merupakan emosional dalam memaparkan data yang koran yang menjadi barometer nasional berkait dengan hasil penelitian. Hal tersebut dalam kaitannya dengan konstelasi sastra di memang wajar dalam kaitannya dengan Indonesia. peran gender yang memang akan Sumber data yang digunakan dalam memengaruhi konstruksi pikir seseorang. penelitian ini berupa cerpen Indonesia yang Untuk mengurangi kadar bias gender ditulis oleh Budi Darma rentang 2016-2018 yang terjadi dalam proses penggalian data, yang dimuat di Kompas dan Jawa Pos, yakni proses penginterpretasian data, proses “Suara di Bandara (2018, Kompas), “Lorong pengonstruksian data penelitian tersebut, Gelap (2018, Kompas), “Bukan Mahasiswa peneliti melakukan tingulasi data, triangulasi Saya” (2017, Jawa Pos), Tarom (2017, teori, dan triangulasi metodologi. Kompas), “Tukang Cukur” (2016, Kompas), Triangulasi data dilakukan oleh “Presiden Jebule” (2016, Kompas), “Darojat peneliti dengan cara pembacaan secara dan Istrinya” (2016, Jawa Pos), “Tamu” simultan sehingga bisa ditemukan (2019, Kompas), “Prokol Bambu Martoyo” kelemahan pada data. Triangulasi teori (Jawa Pos, 2020). dilakukan oleh peneliti dengan cara Data yang digunakan dalam penelitian melakukan pembacaan secara simultan berupa diksi, frasa, kalimat, dan struktur teks berkait dengan teori dan penambahkan yang terdapat dalam cerpen karya Budi diskusi teori yang terbaru (relevan dengan Darma yang ditulis dan diterbitkan rentang psikologi gender) dengan harapan teori bisa tahun 2016 sampai dengan 2020. Teknik lebih kokoh. Adapun tiangulasi metodologis analisis data yang dilakukan oleh peneliti dilakukan oleh peneliti dengan cara menggunakan tahapan sebagai berikut (1) mendiskusikannya dengan praktisi sastra dan tahapan identifikasi data yang relevan mendapatkan masukan dari teman sejawat dengan eksklusi perempuan dalam cerpen berkait dengan metodologis. Dengan begitu, karya Budi Darma; (2) tahapan klasifikasi data, teori, dan metodologi diharapkan bisa data yang relevan dengan eksklusi 121

Totobuang, Vol. 9, No. 1, Juni 2021: 117—129 perempuan dalam cerpen karya Budi Darma, diri daripada mengarah pada etika yang dan (3) pemaparan data. terdapat di masyarakat. Berkait dengan hal tersebut, Budi PEMBAHASAN Darma, sang pengarang dalam cerpen- Eksklusi Perempuan dalam Konteks cerpennya, rentang 2016-2020 menunjukkan Pengunaan Judul Cerpen bahwa judul cerpen yang ditulisnya Konstruksi psikologis seorang merupakan representasi dari eksklusi pengarang akan memengaruhi cara perempuan. Hal itu tampak kuat pada pilihan menuangkan gagasan dalam karya sastranya. diksi yang digunakan sebagai judul. Dalam Sang pengarang dalam hal ini terkadang pandangan psikologi dinamik, diksi yang tidak sadar memunculkan konstruksi- dimunculkan oleh seseorang tidak akan lepas konstruksi psikologis dalam karyanya. dari hasrat ketidaksadaran individualnya. Konstruksi psikologis tersebut bisa muncul Diksi judul cerpen “Suara di Bandara dalam bentuk proyeksi, sublimasi, ataupun (2018, Kompas), “Lorong Gelap (2018, kondensasi. Kompas), “Bukan Mahasiswa Saya” (2017, Hal tersebut sejalan dengan Jawa Pos), “Tarom” (2017, Kompas), pandangan psikologi Freudian (Freud, 1920) “Tukang Cukur” (2016, Kompas), “Presiden bahwa manusia lebih banyak didorong oleh Jebule” (2016, Kompas), “Darojat dan pulsi ketidaksadaran individual. Munculnya Istrinya” (2016, Jawa Pos), “Prokol Bambu ketidaksadaran individual tersebut didorong Martoyo (Jawa Pos, 2020) menunjukkan energi besar yang berada dalam alam bawah bahwa pria lebih banyak dimunculkan sadar manusia agar muncul ke permukaan daripada perempuan. Judul yang dalam bentuk yang lain. Energi tersebut menggunakan diksi pria ada dua, yakni muncul dengan kuat sebab terdorong oleh id ‘Tarom’, ‘Darojat’, dan Martoyo, yang terdapat dalam diri manusia. Id dalam sedangkan diksi untuk perempuan tidak hal ini bersifat instinktif dan setiap individu dimunculkan dengan penamaan nama, tetapi memiliki. Id tersebutlah yang akan hanya penyebutan saja ‘istri’. Hal ini menggerakkan alam ketidaksadaran menunjukkan eksklusi terhadap perempuan. manusia. Dalam konteks psikologis, sang pengarang Manusia yang memiliki id yang kuat, terkadang tidak sadar memunculkan diksi akan mengalahkan kekuatan struktur tersebut sebab didorong oleh eksistensi kepribadian yang lainnya,yakni ego dan gender yang melekat pada dirinya. supergego. Dalam hal ini, ego adalah Sebagaimana diketahui bersama bahwa Budi penyembang antara id dan superego ketika Darma, sang pengarang, adalah pria keduanya bertentangan. Super ego dalam hal pengarang. Dengan begitu, secara tidak ini merupakan struktur kepribadian yang sadar kekuatan untuk menguatkan gender lebih banyak mengarah pada realitas prianya masih berakar dalam diri. Namun, kehidupan, etika, dan apa yang harus eksklusi yang dimunculkan dalam pilihan dilakukan manusia dalam kehidupan judul tersebut tidak ekstrim sebab diksi yang bermasyarakat. Jika id yang memang dalam digunakan di judul hanya menggunakan kata pertarungan dengan ego dan superego, pria tanpa ada embel-embel menguatkan manusia akan lebih banyak dituntun oleh atau menunjukkan sisi keunggulan pria. ketidaksadaran individual yang instinktif dan Begitu juga dengan perempuan, diksi istri primitif. Ketidaksadaran ini lebih juga tidak dimunculkan secara kuat apakah mengedepankan hasrat manusia yang kadang istri yang baik ataukah istri yang buruk. infantil, jahat, seks, dan kebinatangan. Fenomena pemunculan laki-laki Dalam konteks yang lebih luas, id lebih sebagai judul cerpen merupakan alam mengarah pada pemenangan hasrat dalam ketidaksadaran individual sang pengarang 122

Eksklusi Perempuan, Sastra, dan Psikologi Gender …. (Anas Ahmadi) yang lebih kuat sisi kelaki-lakiannya. Karena sebagai orang yang suka menghina orang itu, alam bawah sadar sang pengarang lain. Gambaran tersebut tampak pada menuntun dirinya untuk membuat judul dan konteks berikut. memunculkan nama laki-laki. Nama laki- laki yang dimunculkan tersebut bukan tanpa “Dia cantik, cekatan, berani, dan suka ketidaksengajaan, tetapi lebih mengarah menghina orang lain (Darma, 2018a) pada alam bawah sadar yang menuntun seseorang untuk melakukan tindakan Berdasarkan kutipan tersebut tampak tertentu. Karena itu, dalam hal ini, sang bahwa eksklusi perempuan berkait dengan pengarang bisa saja mengelak bahwa dia perempuan yang melakukan penghinaan. sebenarnya tidak berniat untuk menuliskan Dalam konteks ini, perempuan memang nama laki-laki dalam judul cerpennya. direpresentasikan sebagai subjek, tetapi Namun, sebenarnya dalam konteks subjek tersebut merupakan bentuk subjek psikologis, si pengarang tersebut memang di yang negatif. Subjek tersebut merupakan dorong oleh alam bahwa sadar yang kadang eksklusi sebab menggambarkan perempuan sang pengarang sendiri tidak merasakan dan dalam bingkai yang jahat (dalam konteks kadang menyangkal dengan hal tersebut. psikologis bisa dikategorikan dalam Berkait dengan penyangkalan dalam demonologis). Artinya, perempuan ketidaksadaran yang dilakukan oleh direpresentasikan sebagai sosok yang jahat, seseorang, Freud (2019) menunjukkan meskipun dari luarnya kelihatan baik. bahwa memang kadang pengarang atau Eksklusi terhadap perempuan yang seseorang menyangkal perbuatan dinarasikan oleh sang pengarang tersebut ketidaksadarannya sebab dia memang tidak menggunakan diksi yang halus sebab merasa melakukan hal tersebut. Padahal, dia eksklusi memunculkan bentuk kelebihan sebagai sang pelaku telah melakukan hal pada sosok perempuan. Sosok perempuan tersebut. Dengan demikian, disangkal atau memang digambarkan positif, tetapi pada tidak, alam ketidaksadaran memang sudah paparan akhir ditunjukkan dan digambarkan melakukan cara kerjanya, yakni berada di bahwa perempuan itu juga memiliki sisi alam bawah sadar sehingga si pelaku kadang negatif. tidak menyadari jika dia melakukan suatu Eksklusi dalam bahasa yang tindakan/perilaku yang dalam kesadarannya konkretisasikan dengan diksi yang ekstrim tidak tidak mengenalnya. muncul dalam bentuk yang menggambarkan Dalam cerpen “Suara dari Bandara”, kejahatan, kekejaman, penghinaan, eksklusi perempuan dimunculkan dalam pengkhianatan, penipuan, ataupun bentuk yang contradictiointerminis, yakni pencurian. Eksklusi tersebut terkategorikan pada satu sisi, sang pengarang sebagai dalam eksklusi yang kuat dan kerasa. narator memunculkan diksi bahwa sang Namun, dalam konteks bahasa yang halus, perempuan adalah sosok yang memiliki eksklusi muncul dalam bentuk perundungan, kecantikan dan kecekatan. Sosok perempuan dan pelecehan secara bahasa. Bentuk yang direpresentasikan sebagai sosok yang seolah halus tersebut terkategorikan eksklusi yang sempurna dan memiliki kesempurnaan. halus sebab dalam konteks tersebut diksi Namun, di sisi lain sang pengarang sebagai bahasa. Penggunaan bahasa memang tidak narator juga menunjukkan bahwa sosok akan lepas dari bentuk eksklusi sebab sang perempuan adalah perempuan yang suka pengarang sebagai sosok kreator tidak akan menghina orang lain. Perempuan yang lepas dari konstruksi pikir kegenderannya. memiliki kekurangan. Diksi inilah yang Dalam hal ini, eksklusi terhadap memunculkan konstruksi eksklusi terhadap perempuan dilakukan dengan menggunakan perempuan sebab perempuan digambarkan 123

Totobuang, Vol. 9, No. 1, Juni 2021: 117—129 bahasa yang halus sehingga seolah-olah jugun ianfu, budak pada masa penjajahan tidak mengeksklusi perempuan. Karena itu, Jepang. Armiwulan (2014) memberikan diksi yang dimunculkan menggunakan gambaran bahwa jugun ianfu merupakan bahasa simbol yang di dalamnya dibungkus potret kelam perempuan pada masa secara bagus dan hanya orang-orang yang penjajahan. Perempuan yang masuk dalam mampu membongkarnya sehingga bisa jugun ianfu benar-benar diperlakukan tidak memahami hal tersebut. Diksi /suka manusiawi. menghina orang lain/ yang sebelumnya disejajarkan dengan diksi /Dia cantik, Gertrude menunduk, lalu berkata: Saya tahu cekatan, berani/ yang diungkapkan oleh sang siapa dia. Martin Bormann namanya. Darah saya kotor (Darma, 2017) tokoh berkait dengan perempuan yang suka menghina merupakan representasi bahasa Tokoh Gertrude dalam kutipan halus pengekslusian sebab menunjukkan tersebut merupakan tokoh perempuan secara implisit bahwa perempuan tersebut sekarang yang sebenarnya merasa kurang baik secara etika. tereksklusi oleh narasi masa lalu. Narasi zaman penjajahan yang banyak Eksklusi Perempuan pada Masa Perang menenggelamkan dan merenggut cita-cita Cerpen “Tarom” mengisahkan luhur perempuan dalam menunjukkan perempuan masa kini yang dikisahkan ke eksistensinya sebagai seorang perempuan. masa lalu. Sebuah masa perang besar yang Mereka terbatasi, terkungkung, dan tergarisi di kenal dengan perang dunia I dan perang oleh apa yang disebut dengan perbudakan. dunia II. Pada masa inilah, para pria dari ras Lebih parah lagi, perbudakan perempuan. penjajah dengan segala daya dan dengan Sebuah perbudakan yang radikal seradikal- segala hasrat libidinalnya melakukan radikalnya. ‘penuangan hasrat’ pada perempuan. Gertrude merupakan anak dari Pada masa perang tersebut banyak perempuan yang hidup pada masa kejadian pemerkosaan, pelecehan seksual, penjajahan. Karena itu, sebagai perempuan bahkan penculikan pada perempuan. Fakta dia merasa tidak nyaman dengan masa tersebut menunjukkan bahwa perempuan lalunya yang bisa jadi dianggap kelam oleh dalam masa-masa itu menjadi sosok yang sebagaian besar orang. Dalam hal ini sama sekali tidak berdaya dalam kekelaman tersebut bukan karena menghadapi opresi dari laki-laki. Laki-laki disebabkan oleh dirinya sendiri, melainkan yang menjadi penjajah negara sekaligus karena keadaan dan situasi politik waktu itu. menjadi sosok pemerkosa, pembunuh, dan Dia sebagai sosok perempuan merupakan penculik perempuan. Kasus seperti itu jika individu yang tidak berdaya pada masa itu. mengacu pada pandangan Altman (2001) Karena itu, dia menjadi perempuan yang menjadi bagian dari seks global. Seks yang menjadi budak nafsu laki-laki penjajah. sebenarnya kategori transnasional dan harus Dalam konteks psikologis tokoh Gretrude, diselesaikan oleh masyarakat internasional. sebagai sosok perempuan yang mengalami Penyelesaian penanganan terhadap kasus masa-masa pahit --perbudakan perempuan penindasan seksual terhadap perempuan tersebut—merasakan bahwa hal tersebut tingkat global bukan hal yang mudah sebab adalah kekejaman. itu memerlukan sinergi dari berbagai pihak Apa yang dirasakan oleh Gertrude terutama konteks internasional-kollaboratif. pada masa kini merupakan memori kolektif Salah satu kasus internasional yang masa lalu yang sangat menyakitkan. Hal itu berkait dengan pelecehan dan penindasan mengakibatkan dirinya juga tereksklusi oleh seksual terhadap perempuan di Indonesia memori masa lalu tersebut. Padahal, dia salah satu di antaranya yang terkenal adalah tidak bersalah sama sekali dan itu juga 124

Eksklusi Perempuan, Sastra, dan Psikologi Gender …. (Anas Ahmadi) bukan kesalahan dari ibunya pula. Namun, mati semati-matinya untuk kebebasan. kesalahan dari pria-pria libidis yang Eksklusi perempuan di sini eksklusi yang menyalurkan hasrat libidinalnya pada radikal sebab mengakar sampai ke akar- perempuan-perempuan yang tak punya akarnya. Tidak ada kebebasan sama sekali di kuasa untuk menolak dan melawan. Memori dalamnya. Bahkan, kebebasan untuk kolektif yang mengakitkan tersebut akan memerdekakan diri sendiri sebab mereka menjadikan trauma yang mendalam bagi diri dijadikan budak libidinal oleh penjajah. kaum perempuan yang mengalami kekerasan Itulah gambaran perempuan masa seksual tersebut. lalu yang tak mampu membebaskan dirinya Ketidakadilan terhadap perempuan sendiri dari belenggu libidis laki-laki. dalam hal seksual memang sangat kuat Imbasnya, di masa kini, belenggu tersebut terjadi pada masa lalu, terutama tatkala masih ada dan hal tersebut dianggap sebagai gelombang feminisme belum menguat. Hal noda yang takkan hilang oleh perempuan. itu ditunjukkan oleh Saadawi (2015) bahwa Dalam hal ini, salah harga diri perempuan perempuan pada masa lalu banyak Asia (timur) terletak pada masalah dikalahkan, ditindas, dan disakiti oleh kaum kegadisannnya. Ketika dia merasa tidak laki-laki. Dalam konteks ini, laki-laki gadis lagi gara-gara diperkosa, dia merasa menjadi sosok penguasa yang memiliki tidak nyaman dengan dirinya sendiri. kekuasaan mahabesar sehingga bisa melakukan apa saja kepada perempuan, baik Esklusi Pelabelan Perempuan dalam segi perempuan di keluarga ataupun Pelabelan merupakan bagian dari perempuan di tempat kerja. Perempuan eksklusi terhadap perempuan berkait dengan dikalahkan oleh budaya patriarkhi yang pemberian stigma yang negatif. Hal ini memang sudah ditanamkan sejak dahulu muncul dalam bentuk pengataan yang oleh kaum laki-laki. Dengan begitu, meminggirkan, menyudutkan, menjelekkan, perempuan menjadi tidak berdaya sebab dan mengobjekkan perempuan. Dalam mereka kalah dari segi budaya yang memang cerpen “Darojat dan Istrinya” sang didominasi oleh laki-laki. pengarang menunjukkan representasi Dalam konteks penjajahan, eksklusi eksklusi yang berkait dengan pelabelan perempuan tidak hanya pada konteks terhadap perempuan. Gambaran tersebut psikologis saja, melainkan konteks fisik. tampak pada kutipan berikut. Perempuan sebagai manusia yang merdeka secara lahiriah dan batiniah ternyata Darmono berbohong lagi: “Wahai semuanya direnggut oleh penjajah. Inilah perempuan jalang, seluruh dunia tahu dokter bejat ini punya banyak perempuan simpanan yang disebut dengan eksklusi terhadap (Darma, 2016) perempuan, baik secara lahir dan batin. Perempuan benar-benar tidak diberi hak Penggunaan diksi /perempuan untuk menyuarakan dirinya sendiri sebagai jalang/, /perempuan simpanan/ menunjukkan manusia merdeka. Hal ini merupakan eksklusi perempuan melalui bahasa. dampak dari penjajahan yang tidak hanya Perempuan dieksklusikan sebagai sosok menjajah negara dan mengambil sumber yang jalang dan simpanan. Dalam bahasa daya alam yang terdapat di dalamnya, tetapi keseharian, perempuan jalang, perempuan juga mengambil hak-hak perempuan. simpanan, merupakan bahasa yang Perempuan sebagai sosok yang menyudutkan, meminggirkan, menghinakan, teropresi memang tidak mampu melakukan dan menjelekkan perempuan. Perempuan perlawanan terhadap penjajah yang yang mendapatkan julukan seperti itu tentu demikian hebatnya memasung dan merasa tidak senang dan tidak nyaman sebab mengebiri kebebasan. Itulah yang disebut dia dieksklusikan sebagai orang yang 125

Totobuang, Vol. 9, No. 1, Juni 2021: 117—129 terkategorikan ‘jalang’ dan ‘simpanan’. kopi, dia bisa mati. Hal ini menunjukkan Pengeksklusian tersebut disebabkan adanya secara kuat bahwa perempuan dilabelkan pertarungan bahasa antara bahasa yang sebagai sosok jahat, sosok tidak memiliki digunakan oleh pria dan perempuan. Dalam etika pada mertua. Pada sisi lain, si menantu cerpen “Darojat dan Istrinya” penggunakan (perempuan) digambarkan sebagai sosok diksi perempuan jalang dan perempuan gembel. Gambaran tersebut tampak pada simpanan dimunculkan oleh tokoh pria. Hal kutipan berikut. ini menunjukkan bahwa yang mengeksklusikan perempuan adalah sosok Istri Suroto, yaitu menantu saya berasal dari pria. keluarga jembel, mirip-mirip pengemis (Darma, 2019). Dalam perspektif wacana kritis, bahasa juga mampu mengeksklusikan Berdasarkan kutipan tersebut tampak seseorang sebab bahasa merupakan alat secara eksplisit bahwa diksi /jembel/ yang ‘permainan’ yang mampu meminggirkan disematkan pada menantu perempuan dan menguatkan orang. Karena itu, dalam merupakan pelabelan yang merugikan bagi pandangan Dijk (2006, 2008, 2014), di kaum perempuan. Hal tersebut disebabkan si dalam bahasa terepresentasikan perempuan disetarakan dengan jembel dan ketidakadilan, keopresian, dan kekuasaan. pengemis. Padahal, si mertua sebagai Bahasa memiliki simbol-simbol yang representasi dari laki-laki tidak tersembunyi dalam diksi-diksi harus menunjukkan asal-muasal dirinya. Ini diinterpretasikan secara heuristik dan menunjukkan labelisasi perempuan dengan hermeneutik agar bisa ditemukenali makna cara melabeli perempuan sebagai sosok yang terkandung di dalamnya. jembel, sedangkan laki-laki tidak Penginterpretasian tersebut memngutuhkan mendapatkan pelabelan. Dalam hal ini, penggalian pada tahapan permukaan dan pelabelan yang dimunculkan untuk tahapan inti bahasa. Karena itu, teks, koteks, perempuan merupakan representasi kuasa dan konteks dalam pandangan Dijk (2006) laki-laki dalam konteks bahasa. sangat dibutuhkan untuk memahami secara Dalam “Prokol Bambu Martoyo” komprehensif sebuah bahasa. Dalam sosok perempuan digambarkan sebagai “Tamu”, sosok perempuan digambarkan pembunuh. Perempuan yang bernama Bik secara jelas dengan menggunakan diksi Rimang, dalam novel tersebut membunuh ‘jahat’. Gambaran tersebut tampak pada suaminya sendiri yang bernama Jemprot kutipan berikut. yang telah bermain dengan seorang pelacu. Amarah Bik Rimang memuncak sebab suaminya melakukan hubungan seksual Tapi sayang, katanya, menantunya yaitu istri Suroto, benar-benar jahat (Darma, 2019) dengan pelacur di rumah mereka sendiri. Dalam cerpen tersebut sang pengarang menarasikan bahwa Bik Rimang membunuh Penggunaan diksi /jahat/ tersebut sang suami. menunjukkan secara eksplisit pelabelan terhadap diri perempuan. Dalam konteks ini, perempuan sebagai sosok menantu kepala Jemprot ditebas oleh Bik Rimang digambarkan jahat sebab dia (si menantu) menjadi dua bagian… (Darma, 2020) menyuruh si mertua minggat dari rumah. Padahal itu, adalah rumahnya dia sendiri. Berdasarkan kutipan tersebut tokoh Tidak hanya itu, si menantu (perempuan) Jemprot mati seketika tatkala dia dicelurit tidak berkenan memberikan/membuatkan oleh Bik Rimang. Dalam cerpen tersebut kopi untuknya. Padahal, jika dia tidak diberi 126

Eksklusi Perempuan, Sastra, dan Psikologi Gender …. (Anas Ahmadi) digambarkan bahwa otak suaminya terburai Namun, dalam hal ini pengarang (baik laki- ke mana-mana. Penggambaran ini laki pengarang ataupun perempuan menunjukkan bahwa eksklusi dimunculkan pengarang) sama-sama menyuarakan untuk perempuan dalam kaitannya dengan kebenaran mengenai eksklusi perempuan. pembunuhan. Tokoh Bik Rimang, seorang Rekomendasi/saran untuk peneliti perempuan yang bersuami, ternyata tega selanjutnya, penelitian ini masih terbatas membunuh suaminya sendiri dengan pada karya sastra yang ditulis oleh Budi menggunakan celurit. Perempuan dalam Darma. Karena itu, peneliti bisa menggali konteks ini dilabeli sebagai pembunuh. Dia, lebih dalam eksklusi gender dalam sastra Bik Rimang adalah pembunuh suaminya Indonesia yang ditulis oleh berbagai sendiri. Diksi ‘pembunuh’ menunjukkan pengarang. Dengan demikian, bisa bahwa sosok orang yang sudah dilabeli ditemukan eksklusi gender secara pembunuh adalah kategori jahat, berbahaya, komprehensif dalam sastra Indonesia. dan mematikan. Karena itu, orang-orang yang dilabeli pembunuh harus dijauhi. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A. (2021) The Traces of PENUTUP Oppression and Trauma to Ethnic Berdasarkan hasil pemaparan di muka Minorities in Indonesia Who disimpulkan sebagai berikut. Dalam Experienced Rape on the 12 May perspektif psikologi gender, cerpen karya 1998 Tragedy: A Review of Budi Darma memunculkan eksklusi Literature. Journal of Ethnic and perempuan yang terepresentasikan melalui Cultural Studies, 8(2),126-144. tiga segmentasi. Pertama, eksklusi http://dx.doi.org/10.29333/ejecs/744 perempuan muncul melalui penggunaan Ahmadi, A. (2014). Perempuan Agresif judul yang lebih banyak menonjolkan, dan Opresif dalam Antologi Cerpen menguatkan, dan memajankan diksi Kompas 2012: Tinjauan Psikologi kepriaan. Adapun judul yang menggunakan Gender. Jurnal Lentera, 10 (1): 65— diksi keperempuanan tidak dimunculkan 74. secara kuat. Kedua, eksklusi perempuan Ahmadi, A. (2015). Perempuan dalam masa perang. Pada masa lalu, perempuan Sastra Lisan di Pulau Raas: Kajian direpresentasikan sebagai sosok yang Gender. Jurnal Bahasa dan Seni. 43 diopresi dan diinjak-injak oleh pria. Mereka (1): 57—65. dijadikan budak libinal oleh pria. Trauma Ahmadi, A. (2015). Psikologi Sastra. tersebut sampai sekarang tidak akan hilang Surabaya: Unesapress. dalam diri perempuan. Ketiga, pelabelan Ahmadi, A. (2017). Maskulinitas dalam perempuan. Dalam konteks ini, perempuan Sastra Tiongkok. Manusia, dilabelkan sebagai sosok yang jalang dan Kebudayaan dan Politik., 32 simpanan. Pelabelan tersebut meminggirkan, (2):103—113. menyudutkan, dan menjelekkan martabat Ahmadi, A. (2019a). Metode Penelitian perempuan. Sastra. Gresik: Graniti. Dalam konteks yang universal, sastra Ahmadi, A. (2019b). The Use of Sinta menyuarakan kebenaran yang berkait (Science and Technology Index) dengan eksklusi perempuan. Karena itu, Database to Map the Development dalam berbagai sastra di berbagai negera, Of Literature Study In Indonesia. terdapat eksklusi perempuan yang International Journal of Mechanical digambarkan oleh pengarang dengan Engineering and Technology menggunakan estetika yang berbeda. (IJMET), 10 (2):918-923 127

Totobuang, Vol. 9, No. 1, Juni 2021: 117—129

Ahmadi, A. (2019c). Narasi Kematian Darma, B. (2009). Olenka. : Balai Dalam Fiksi Indonesia Modern: Pustaka. Perspektif Psikologi Darma, B. (1988). Rafilus. Jakarta: Balai Kematian. Jurnal Bahasa Lingua Pustaka. Scientia, 11(1), 27-40. Budi, D. (1996). Ny. Talis: Kisah mengenai http://doi.org/10.21274/ls.2019.11.1. Madras. Jakarta: Gramedia 27-40. Widiasarana Indonesia. Ahmadi, A. Ghazali, A.S., Dermawan, T., Darma, B. (2016a). Darojat dan Istrinya. Maryaeni. (2019). Ecopsychology Jawa Pos, 17 Juli. and Psychology of Literature: Darma, B. (2016b). Tukang Cukur. Kompas, Concretization of Human Biophilia 11 September. That Loves the Environment in Two Darma, B. (2016c). Presiden Jebule. Indonesian Novels. The International Kompas, 5 Juni. Journal of Literary Humanities, Darma, B. (2017a). Tarom. Kompas, 20 17(1): 47- Agustus. 60.http://doi.org/10.18848/2327- Darma, B. (2017b). Bukan Mahasiswa Saya. 7912/CGP/v17i01/47-59 Jawa Pos, 20 Agustus Altman, D. (2001). Global Sex: Politisasi Darma, B. (2018a). Suara di Bandara. Seksual, Komersialisasi Tubuh, dan Kompas, 2 Desember. Hubungan Internasional. Darma, B. (2018b). Lorong Gelap. Kompas, Terjemahan Dede Nurdin. Jakarta: 24 Juni. Qalam. Darma, B. (2019). Tamu. Kompas, 29 Armiwulan, H. (2014). Jugun Ianfu Sebagai Agustus. Potret Kelam Perempuan Korban Darma, B. (2020). Prokol Bambu Martoyo. Kejahatan Perang (1). Aina: Citra Jawa Pos, 30 Agustus. Perempuan Indonesia, 4, 15-18. Dijk TA. (2006). Discourse and Briones, L. (2019). Empowering Migrant manipulation. Journal Discourse and Women. Burlington: Ashgate. Society. 17(3):359—383. Corse, S. M., & Westervelt, S. D. (2002). doi.org/10.1177/0957926506060250 Gender and Literary Valorization: The Dijk TA. (2008). Discourse and context: A Awakening of a Canonical sociocognitive approach. New York: Novel. Sociological Cambridge University Press. Perspectives, 45(2), 139– Dijk TA. (2014). Discourse-Cognition- 161. https://doi.org/10.1525/sop.2002. Society. InChristopher Hart & Piotr 45.2.139 Cap (Eds). Contemporary Studies in Conger, V. (2009). The Widows' Might: Critical Discourse Analysis. (pp. Widowhood and Gender in Early 121-146).London: Bloomsbury. British America. New York: New Freud, S. (1920). A General Introduction to York University Press. Psychoanalysis. New York: Horace Creswell, J. W., & Creswell, J. D. Liveright. (2019). Research Design: Freud, S. (2019). The Interpretation of Qualitative, Quantitative, and Mixed Dreams. Muncen, German: Muncen Methods Approaches. Thousand Neobook. Oaks, California : SAGE Gergen, M. M. (2010). Qualitative Inquiry in Publications Gender Studies. InJoan C. Chrisler & Darma, B. (2002). Kritikus Adinan dan Donald R. McCreary (Eds), cerita lainnya. Jogjakarta, Indonesia: Handbook of Gender Research in Bentang Budaya. 128

Eksklusi Perempuan, Sastra, dan Psikologi Gender …. (Anas Ahmadi) Psychology, pp.103-132.New York: Literature, 12(1), 43– Springer. 56. https://doi.org/10.1177/096394700 Gregory, R. F. (2003). Women and 301200103 Workplace Discrimination: Reeder, L. (2003). Widows in White: Overcoming Barriers to Gender Migration and the Transformation of Equality.New Brunswick, N.J.: Rural Women, Sicily, 1880-1928 Rutgers University Press (Studies in Gender and History). Helgeson, V. J. (2012). The Psychology of Toronto: University of Toronto Gender. Boston: Pearson. Press. Janssen, A., & Murachver, T. (2005). Ridgeway, C. L. (2011). Framed by Gender: Readers’ Perceptions of Author How Gender Inequality Persists in Gender and Literary Genre. Journal of the Modern World. Oxford: Oxford Language and Social University Press Psychology, 24(2), 207– Saadawi, N. (2021). The Hidden Face of 219. https://doi.org/10.1177/0261927X Eve: Women in the Arab World. 05275745 London: Zed Book. Jacobsen, J. P. (2011). Gender Inequality A Saadawi, N. (2015). Women at Point Zero. Key Global Challenge: Reducing London: Zed Book. Losses due to Gender Inequality. Sakariyau, R.& Zakuan, U.A.A. (2017). Midlle Town: Copenhagen Gender Inequality and the Consensus on Human Challenges. Challenges of Human Development: Jeydel, A. (2004). Political Women: The The Nigerian and Malaysian Women's Movement, Political Experience. JGD, 13 (1), 65-82. Institutions, the Battle for Women's Siswanto, W. (2005). Budi Darma: Karya Suffrage and the ERA . London: dan dunianya. Jakarta: Gramedia Routledge. Widiasarana Indonesia. Lanza, J. M. (2007). From Wives to Widows Suman (2018). Gendered Migrations and In Early Modern Paris. Burlington: Literary Narratives: Writing Ashgate. Communities in South Asian Diaspora. Orabueze, F. O. (2016). Society, women and Millennial Asia, 9(1), 93– literature in Africa. Port Harcourt, 108. https://doi.org/10.1177/09763996 Nigeria: M & J Grand Orbit 17753755 Communications Ltd. Warren, J. W. (2005). Women, Money, Page, E. R. (2003). Feminist narratology? and the Law: Nineteenth-Century Literary and linguistic perspectives on Fiction, Gender, and Courts. Iowa gender and narrativity. Language and City : Press

129