MITOS DALAM KUMPULAN CERPEN LAKI-LAKI PEMANGGUL GONI PADA CERPEN PILIHAN KOMPAS 2012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA DI SMA

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh Redita Dwi Pinasti 1111013000071

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2018 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

MITOS DALAM KUMPULAN CERPEN LAKI-LAKI PEMANGGUL GONI PADA CERPEN PILIHAN KOMPAS 2012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh Redita Dwi Pinasti 1111013000071

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Rosida Erowati, M.Hum. NIP. 19771030 200801 2 009

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

ABSTRAK

Redita Dwi Pinasti, NIM: 1111013000071, “Mitos dalam Kumpulan Cerpen Laki-laki Pemanggul Goni Pada Cerpen Pilihan KOMPAS 2012 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.” Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing Rosida Erowati, M.Hum.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan sikap manusia dalam menyikapi mitos yang disebabkan oleh adanya perpindahan masyarakat, budaya, dan perkembangan zaman. Penelitian berjudul “Mitos dalam Kumpulan Cerpen Laki-laki Pemanggul Goni Pada Cerpen Pilihan KOMPAS 2012 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA.” Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mitos dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni. Metode yang digunakan ialah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik kajian pustaka. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis struktural yakni membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa mitos dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni disebabkan oleh pola pikir yang kuno tentang adanya kekuatan gaib. Mitos hadir sebagai pemicu konflik dan sebagai sarana damai atau resolusi konflik tokoh utama. Kata kunci: Laki-laki Pemanggul Goni, Mitos, Pembelajaran Sastra

i

ABSTRACT

Redita Dwi Pinasti, NIM: 1111013000071 , “The Myth in the Short Story of Laki-laki Pemanggul Goni on Selection Short Story of KOMPAS 2012 and Its Implication towards Indonesian Language Learning and Literature in High School.” Indonesian Language and Literature, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, in 2018. Supervisor: Rosida Erowati, M.Hum. This study is motivated by the human changes in behave to the myth which is caused by the displacement of society, technology, culture and time change. This study is entitled “The Myth in the Short Story of Laki-laki Pemanggul Goni on Selection Short Story of KOMPAS 2012 and Its Implication towards Indonesian Language Learning and Literature in High School.” The aims of this study is to find the myth in Laki-laki Pemanggul Goni. The method used in this research is descriptive qualitative, in which data is collected by library search. The research result the myth in the short story is caused by mind system about mysterious power. The myth came as a conflict and also the resolution of the main character. Keywords: Laki-laki Pemanggul Goni, Myth, Literature Learning

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi yang berjudul “Mitos dalam Kumpulan Cerpen Laki- laki Pemanggul Goni Pada Cerpen Pilihan KOMPAS 2012 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.” Pada akhirnya dapat selesai dengan baik dan lancar. Salawat serta salam tidak lupa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, berkat perjuangan beliau kita dapat merasakan kehidupan yang lebih bermartabat dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada iman dan Islam. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dan masih jauh dari kata sempurna, namun berkat motivasi dan dorongan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 3. Dra. Hindun, M.Pd. selaku Penasehat Akademik, yang telah memberikan masukan dan nasehat selama penulis belajar hingga dapat menyelesaikan skripsi. 4. Rosida Erowati, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu di sela-sela kesibukannya, tenaga, serta pikiran untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi. 5. Seluruh dosen dan karyawan PBSI yang telah memberikan ilmu bagi penulis. Secara khusus saya ingin menyampaikan terima kasih untuk orang tua saya, Mama dan Ayah yang luar biasa mencintai, berkorban, mendukung serta tidak

iii henti mendoakan saya agar menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga untuk kakak saya yang selalu bertanya “Kapan sidang?” perjuangan ini sudah saya selesaikan, dan ini untuk kalian semua. Ucapan ini saya sampaikan untuk kalian, sahabatku. Terima kasih Desi Komalasari yang pindah jauh dari Tangerang keTangerang Selatan untuk menemani saya menyelesaikan skripsi ini (padahal bukan karena itu, tapi aku tetep merasa seperti itu). Untuk Nicky Dwiningrum dan Zakia Tunnisa yang tidak pernah lelah member semangat, mengajak bermain, dan bertukar pikiran, serta selalu mendukung apa yang saya kerjakan. Terima kasih pertemanan yang sangat indah yang kalian hadirkan untuk saya sejak kita masih belum mengenal pensil alis. Kalian luar biasa. Untuk Maimunah yang sudah mengajak perjalanan jauh selama kurang lebih tiga bulan, belajar memahami dan mengenal lebih jauh antara pribadi masing-masing, dan selalu member dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini sebelum drop out. Terima kasih sudah rela mendengarkan keluh kesah saya selama hampir dua tahun. Untuk Nurlaela Sari dan Fenty Yanuarti, dua teman yang selalu bertanya “sudah sampai bab berapa skripsi?” sekarang nama kalian saya tulis ketika bab skripsi saya sudah selesai semua, jadi sudah tidak ada pertanyaan lagi. Terima kasih untuk kalian semua, tanpa semangat, dukungan, dan pertanyaan tentang skripsi ini saya tidak akan sanggup menyelesaikan seperti sekarang. Terima kasih teman seperjuangan Ulfa Rahmatania atas semua cerita yang tak perlu diketik. Begitu banyak hal yang berarti bagi penulis, mohon maaf apabila saya banyak kesalahan dalam pembuatan skripsi dan membuat kalian kesal. Pengerjaan skripsi yang sudah saya lalui ternyata penuh warna, terima kasih.

Tangerang Selatan, Januari 2018 Penulis, Redita Dwi Pinasti

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ...... i ABSTACT ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ...... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 5 C. Batasan Masalah...... 5 D. Rumusan Masalah ...... 5 E. Tujuan Penelitian ...... 6 F. Manfaat Penelitian ...... 6 G. Metode Penelitian...... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Cerpen...... 9 B. Unsur Intrinsik Cerpen ...... 9 1. Tema ...... 11 2. Tokoh dan Penokohan ...... 12 3. Latar ...... 13 4. Alur ...... 15 5. Sudut Pandang ...... 17 6. Gaya Bahasa ...... 18 C. Mitos ...... 18 1. Pengertian Mitos ...... 18 2. Fungsi Mitos ...... 22

v

D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ...... 23 E. Penelitian yang Relevan ...... 25

BAB III PROFIL PENGARANG A. Biografi Pengarang...... 28 B. Gagasan Pemikiran...... 32 C. Sinopsis ...... 35

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Unsur Intrinsik Cerpen ...... 38 B. Analisis Mitos ...... 75 C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ...... 87

BAB V PENUTUP A. Simpulan ...... 89 B. Saran ...... 90

DAFTAR PUSTAKA ...... 91 LAMPIRAN A. RPP B. Lembar Uji Referensi C. Karya-karya

vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dan kehidupan adalah dua fenomena sosial yang saling melengkapi. Sebagai bentuk seni, kelahiran sastra bersumber dari kehidupan. Salah satu unsur nilai kehidupan di masyarakat adalah adanya paham tentang mitos. Mitos dianggap sebagai salah satu unsur budaya pada setiap masyarakat dan dianggap sebagai bagian dari rekaman perjalanan sejarah budaya masyarakat tertentu. Di sisi lain, masyarakat yang percaya terhadap mitos memiliki keyakinan yang berdasarkan cerita asal-usul, kesaktian, roh, maupun kekuatan. Tradisi budaya dan mitos dapat digali melalui khazanah teks sastra. Hal itu dikarenakan media utama karya sastra adalah bahasa. Dalam bahasa tersimpan seluruh aspek budaya seperti mitos yang dipercaya oleh sekelompok masyarakat tertentu sebagai fakta yang diyakini kebenarannya. Mitos sebagai bagian dari nilai kehidupan dapat menjadi bahan dalam proses kelahiran teks sastra. Seringkali pengarang menggunakan mitos sebagai dasar penciptaan karyanya. Kehadiran mitos dalam karya sastra juga sudah melampaui proses kreatif.1 Melalui karya-karyanya, pengarang memberi interpretasi dan pemahaman baru terhadap suatu “kebenaran” yang terkandung dalam mitos. Dengan demikian, harus dimaknai bahwa mitos itu sendiri selalu berhadapan dengan masyarakat yang bertentangan dengan mitos. Keterlibatan mitos dalam karya sastra seperti dalam novel, drama dan cerita pendek dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana mitos dapat membuktikan kebenarannya dalam kehidupan nyata, bukan hanya sebuah dongeng yang datang begitu saja dalam kehidupan tanpa makna. Mitos biasanya dipakai untuk menunjukan sebuah cerita yang tidak benar, cerita buatan yang tidak mempunyai kebenaran

1Suyitno, Sastra Tata Nilai dan Eksegesis, (: Penerbit Hanindita, 1986), h 3.

1 2

sejarah dan bukti empiris. Namun dalam karya sastra, mitos dapat dipahami sebagai kreasi estetik dari imajinsai manusia. Cerpen merupakan karya sastra berbentuk fisik yang mengungkapkan berbagai aspek di dalam masyarakat.Aspek tersebut dibangun melalui unsur-unsur yang terdapat dalam cerpen meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik serta berbagai nilai yang terkandung di dalamnya. Cerpen juga sering kali menyampaikan permasalahan yang kompleks yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, Pohon Hayat, dan Kurma Kiai Karnawi dalam cerpen pilihan KOMPAS yang terbit tahun 2012 silam. Kumpulan cerpen ini merupakan karya sastra yang menggunakan pendekatan mitos untuk membalut isu sosial yang dialami oleh manusia dalam kehidupannya. Selain Budi Darma, Mashdar Zainal, dan Agus Noor terdapat beberapa pengarang lain yang juga mengangkat mitos sebagai sumber gagasan dalam sebuah karya sastra. Pengertian mitos sebagai seni sastra berkaitan dengan fungsi utama mitos dalam pemikiran manusia yakni dapat menjaga tradisi dalam kelompok masyarakat tertentu. Kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni dalam cerpen pilihan Kompas banyak mengangkat mitos sebagai bentuk interpretasi dalam karya yang dihasilkan. Dalam pemahaman kerangka sosiologis, mitos tidak selalu identik dengan bentuk- bentuk pemikiran tradisional primitif seperti kehadiran dewa, tokoh sakti, dan hal-hal yang berhubungan dengan dunia mistis. Mitos juga dapat dilihat dari semua tindakan atau perilaku masyarakat modern yang berasal dari masa lalu seperti tradisi, perayaan, dan ritual atau upacara keagamaan.2 Mitos yang diyakini oleh masyarakat inilah yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Hal tersebut yang kemudian dikreasikan oleh Budi Darma, Mashdar Zainal, dan Agus Noor dalam cerpen-cerpen yang dihasilkannya. Budi Darma dalam cerpennya yang berjudul Laki-laki Pemanggul Goni, menceritakan sosok laki-laki yang digambarkan memanggul goni di tubuhnya. Pada

2Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 202-203. 3

kehidupan nyata sosok tersebut kerap disebut sebagai pemanggul sampah dan ditakuti terutama oleh anak-anak karena perawakannya yang menyeramkan. Di kalangan masyarakat tertentu sosok tersebut sering dijadikan cerita untuk menakuti anak kecil yang nakal dan kemudian dimasukkan ke dalam goninya. Pemfiksian karakter dalam cerpen ini menggunakan tokoh laki-laki pemanggul goni. Digunakannya tokoh tersebut dalam cerita sebagai gambaran masalah yang akan diungkapkan mengenai mitos yang berkembang di masyarakat. Selain itu, dilihat dari sudut pandang penceritaan, cerpen ini menggunakan sudut pandang seorang laki-laki yang sudah dewasa. Mashdar Zainal dalam cerpen yang berjudul Pohon Hayat, menceritakan kehidupan manusia berdasarkan daun yang berguguran. Penggambaran daun berguguran dalam kehidupan nyata sering terjadi saat musim gugur, hal ini menandakan berakhirnya fase kehidupan sel tumbuhan dan berganti dengan sel yang baru. Pemfiksian menggunakan daun gugur dalam cerpen ini sebagai gambaran manusia pasti akan meninggal sesuai dengan masanya. Agus Noor dalam cerpen yang berjudul Kurma Kiai Karnawi, bercerita tentang kurma Ajwa yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan dan dipercaya oleh sekelompok orang tertentu dapat melancarkan segala urusan apabila memakan kurma Ajwa tersebut. Digunakannya buah kurma Ajwa ini karena buah ini adalah buah kesukaan Nabi Muhammad SAW dan dipercaya memiliki khasiat-khasiat tertentu. Melalui ketiga cerpen dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goniini, ketiga pengarang ingin menunjukkan bahwa kehidupan orang dewasa tidak terlepas dari mitos tentang keyakinan yang mereka ciptakan sendiri. Mengungkapkan adanya mitos dalam cerita ini dijadikan sebagai perekat anggota masyarakat terhadap ikatan identitas masyarakat. Mitos mudah berkembang di masyarakat, bahkan sampai saat ini masih banyak masyarakat yang percaya adanya mitos atau cerita yang dibuat seakan-akan nyata dan benar adanya oleh orang terdahulu tentang adat atau kebiasaan dan menjadikannya sebagai cerita yang dianggap suci atau berpengaruh terhadap 4

kehidupan. Cerita yang dibuat oleh pembuat mitos tersebut merupakan suatu cara penyampaian pesan yang berfungsi mendistorsi suatu makna, sehingga mitos melahirkan makna yang dikehendaki oleh pembuat mitos. Mitos umumnya ditandai sebagai salah satu hakikat hidup seseorang. Selain itu dipercaya berfungsi untuk mengkonkretkan persepsi dan pandangan manusia yang khas dalam kehidupan, sehingga mitos dianggap sebagai peristiwa yang benar-benar terjadi atau peristiwa suci. Sampai saat ini, sastra dan mitos masih terus digarap oleh beberapa pengarang karena mitos memiliki keunikan cerita dalam setiap karya sastra. Hal ini membuat mitos sering digunakan sebagai kemajuan dalam karya sastra. Keunikan yang dibuat oleh pengarang membuat cerita yang tidak mudah dipahami hanya dengan sekali membaca karyanya. Namun, penulis sebagai peneliti akan menggali lebih dalam dan mencari tahu mitos yang terkandung dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni serta melihat hubungan yang terjadi antara mitos dengan tokoh di dalam cerpen. Cerita pendek atau cerpen merupakan salah satu materi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah, bagian dari karya sastra yang objeknya adalah pengalaman hidup manusia. Cerpen ini menjadi salah satu sarana untuk pembelajaran di sekolah. Dalam pembelajaran sastra di sekolah, mengkaji nilai intrinsik suatu karya sastra, salah satunya cerpen, merupakan sebuah kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat. Banyak hal positif yang dapat dijadikan pelajaran hidup yang berguna bagi kemajuan personal siswa. Selain itu, manfaat lainnya adalah dapat menanamkan kepedulian terhadap peristiwa yang terjadi di sekitar. Peserta didik diharapkan mampu berperan serta dalam mengatasi permasalahan sosial, setidaknya mereka mampu membedakan hal yang baik dan buruk, mampu mengoptimalkan jiwa sosial mereka, dan meningkatkan sikap simpati terhadap sesama. Melalui cerpen ini, nantinya peserta didik bisa menggunakan mitos yang ada dalam karya sastra sebagai sumber belajar bagi peserta didik. Tiga cerpen yang dibahas dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni bercerita tentang seorang laki-laki dewasa yang sudah mencapai kesuksesannya. Namun kesuksesan 5

yang diraih oleh laki-laki tersebut tidak membuat dirinya lantas bahagia karena masih membawa pemikiran lama tidak berpikir secara moderen. Hal ini yang dapat menjadikan pembelajaran serta refleksi diri bagi siswa bahwa kesuksesan yang diraih belum tentu membawa kebahagiaan. Berdasarkan pemaparan dari latar belakang tersebut, penulis akan mengkaji mitos yang dipertahankan oleh tokoh dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni pada cerpen pilihan KOMPAS 2012 dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

B. Identifikasi Masalah Permasalahan yang dikaji berdasarkan latar belakang adalah mengungkapkan makna mitos yang terdapat dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni sebagai sebuah refleksi dari kehidupan masyarakat.

C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, untuk memfokuskan kajian agar penelitian lebih terarah dan menghindari pembahasan yang kurang diperlukan, maka kajian dibatasi pada analisis mitos dalam kumpulan cerpen Laki- laki Pemanggul Goni dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

D. Rumusan Masalah 1. Bagaimana mitos yang terdapat dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni? 2. Bagaimana implikasi mitos dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA?

6

E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menjelaskan pengaruh mitos dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni. 2. Mengetahui implikasi mitos dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup aspek teoretis maupun praktis. 1. Manfaat secara teoretis diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai pembahasan mitos dalam karya sastra Indonesia, terutama dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. 2. Manfaat secara praktis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peserta didik mengenai mitos yang terdapat dalam cerpen. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidik sebagai masukan bahan pengembangan studi sastra yang berkaitan dengan penggunaan mitos dalam suatu karya sastra.

G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.Penelitian kualitatif ialah pendekatan yang menggambarkan dan menganalisis setiap individu dalam kehidupan dan pemikirannya.Peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif ini harus mampu menginterpretasikan segala fenomena dan tujuan melalui sebuah penjelasan.3 Agar objek dan peristiwa yang diteliti dapat dipahami, maka cara yang tepat ialah dengan cara mendeskripsikan ke dalam sebuah narasi

3Syamsudin dan Damaianti, Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 73. 7

bukan berupaangka atau numerik, karena objek dalam penelitian kualitatif adalahteks. Metode deskriptif ini bertujuan untuk mengungkapkan data dengan pendeskripsian secara cermat dan rinci untuk menggambarkan suatu hal, keadaan, dan fenomena yang meliputi analisis dan interpretasi tehadap objek yangditeliti. Dalam penelitian ini, objek yang diamati adalah cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, Pohon Hayat, Kurma Kiai Karnawi dan mitos yang terdapat dalam cerpen tersebut.

2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dandatasekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni yang terdapat dalam Cerpen Pilihan Kompas 2012: Laki-laki Pemanggul Goni yang diterbitkan oleh PT. Kompas Media Nusantara, Cetakan pertama: Juni 2013 dengan tebal 254 halaman. Sementara itu, data sekunder adalah data pelengkap dalam penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu buku-buku dan penelitian- penelitian sebelumnya yang terkait dengan objek penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka, dengan teknik simak dan catat. Teknik pustaka adalah yang menggunakan sumber-sumber data tertulis untuk memperoleh data penelitian. Teknik simak dan catat digunakan sebagai kunci dalam melakukan penyimakan secara cermat, dan terarah terhadap sumber data. Sumber-sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian karya sastra yang diteliti. Sumber-sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan analisis mitos yang diteliti. Peneliti melakukan penyimakan dan pencatatan secara cermat terhadap sumber data primer, yaitu teks kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2012: Laki-laki Pemanggul Goni untuk memperoleh data yang diperlukan. Hasil pencatatan tersebut kemudian digunakan sebagai sumber data primer yang akan 8

digunakan dalam penyusunan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai.

4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data antara lain: a. Menganalisis kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, dengan menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh.Berikutnya mengelompokkan teks-teks yang terdapat dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni yang mengandung unsur intrinsik cerpen berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan sudut pandang. b. Analisis selanjutnya dilakukan dengan membaca serta memahami kembali data yang diperoleh. Selanjutnya, mengelompokkan teks-teks yang berhubungan dengan pembahasan mitos yang terdapat dalam cerpen. c. Mengimplikasikan kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA dilakukan dengan cara menghubungkan materi pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. BAB II KAJIAN TEORETIS

A. Hakikat Cerpen 1. Pengertian Cerpen Cerpen atau cerita pendek merupakan karya sastra fiksi yang berbentuk prosa naratif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa cerita pendek adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).1 Namun ukuran pendek dari cerita tersebut tidak ada aturannya, tidak ada kesepakatan antar pengarang dan para ahli karena panjang cerpen itu bervariasi. Ada cerpen pendek (short short story), bahkan mungkin pendek sekali, berkisar 500-an kata, adapula cerpen yang panjangnya cukup (middle short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story) yang terdiri dari puluhan atau beberapa puluh ribu kata.2 Istilah pendek digunakan untuk membedakan prosa ini dengan novel, jika dibandingkan dengan novel yang memiliki alur konflik yang lebih rumit serta tokoh yang banyak, cerpen biasanya hanya mengisahkan satu penggalan kisah tentang kehidupan tokoh. Cerpen merupakan bagian dari prosa rekaan.Prosa rekaan dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama sering berwujud cerita rakyat (folktale). Bentuk prosa rekaan modern dibedakan atas roman, novel, dan cerpen.3 Cerpen memiliki rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur.

1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 263. 2Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Press, 2013), h. 10 3Yudiono K.S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 140.

9 10

Dalam cerpen, peristiwa-peristiwa tersebut dideskripsikan melalui kalimat sebagai ungkapan perasaan imajinasi pengarang. Cerpen Indonesia sering tampil sebagai rekaman masalah sosial zamannya.4 Peristiwa dideskripsikan dengan kata- kata sebagai perasaan imajinasi pengarang terhadap suatu peristiwa yang dibayangkannya. Oleh karena itu, jika puisi memiliki kekuatan utama pada diksi, kalimat, dan tipografi maka pada cerita terdapat pada deskripsi peristiwa yang baik, yang merupakan perpaduan antara tokoh, alur, dan latar. Rangkaian peristiwa itulah yang kemudian membentuk genre cerpen sehingga baik buruknya suatu cerpen ditentukan oleh penggambaran-penggambaran peristiwa yang dilukiskan oleh pengarangnya. Seperti yang pernah disebutkan oleh Edgar Alan Poe, salah satu ciri khas cerita pendek adalah biasanya akan terbaca habis hanya dalam sekali duduk.5 Pembacaan cerpen pada umumnya membutuhkan waktu singkat. Hal tersebut membuat cerpen memiliki keunggulan atas novel, yakni terletak pada fisiknya yang ringkas. Menurut Edgar Allan Poe dalam Stanton, tentang karya Nathaniel Hawthore yang berjudul Twice-Told Tales, cerpen dapat dibaca hanya dengan sekali duduk sehingga efek ‘kebersatuan’-nya akan lebih terasa oleh pembaca.6 Cerpen cenderung membatasi diri pada rentang waktu yang pendek. Rentang waktu yang dimaksud yakni dalam cerpen hanya menceritakan peristiwa tunggal, tidak dari awal hingga akhir. Peristiwa tersebut hanya memfokuskan pada satu atau dua watak, daripada menunjukkan adanya perkembangan dan kematangan watak pada diri tokoh. Cerpen merupakan karya fiksi yang memiliki kepadatan cerita, sehingga peristiwa yang disuguhkan dalam cerpen menarik dan sederhana. Konflik yang terjadi dalam cerpen dibuat secara singkat dan lugas, namun tetap memiliki unsur-unsur yang menarik. Unsur-unsur dari cerpen sama seperti unsur-unsur yang dimiliki prosa

4Hasanuddin W.S, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung, Titian Ilmu, 2007), h. 159. 5Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 33. 6Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, Terj. Oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 79. 11

rekaan lainnya, yaitu terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu karya hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.7 Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian dalam karya sastra.8 Bagaimanapun unsur ekstrinsik tetap berpengaruh terhadap totalitas cerita yang dihasilkan. Maka unsur ekstrinsik harus tetap dipandang sebagai hal yang penting. Untuk penelitian ini yang lebih difokuskan untuk meneliti kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni adalah penganalisisan unsur intrinsik. Unsur intrinsik yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu tokoh dan penokohan, tema, alur, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.

B. Unsur Intrinsik Cerpen 1. Tema Tema adalah gagasan umum yang mendasari suatu cerita yang terkandung dalam teks. Tema juga merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna” dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri manusia sendiri.9 Pada hakikatnya tema merupakan makna yang dikandung cerita, atau dengan kata lain sebagai makna cerita. Makna cerita dalam sebuah karya fiksi bisa saja lebih

7Burhan Nurgiantoro, Op Cit, h. 23. 8Ibid. 9Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.36-37. 12

dari satu. Hal inilah yang menyebabkan tidak mudahnya untuk menentukan tema pokok cerita atau tema mayor. Sedangkan makna yang hanya terdapat pada bagian- bagian tertentu dalam cerita dapat diidentifikasi sebagai makna tambahan atau dapat disebut dengan tema minor. Sementara itu, Esten menyatakan bahwa tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran, sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang. Tema merupakan persoalan yang diungkap dalam sebuah ciptarasa.10 Untuk menemukan tema dalam sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema adalah persoalan tentang apa saja yang diwujudkan sesuai kehendak pengarang, berdasarkan ide cerita yang disampaikan secara eksplisit dan implisit. Rene & Wellek dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam sebuah tema, yang menjadi unsur gagasan sentral yaitu topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai oleh pengarang adalah topik tersebut.11 Melalui tema, pengarang lebih fokus saat merangkai peristiwa-peristiwa dalam karyanya sehingga persoalan pokok yang hendak disampaikan sesuai dengan tujuan pengarang saat menulis. Tema bisa berupa permasalahan moral, etika, sosial, agama, budaya yang berhubungan erat dengan kehidupan.

2. Tokoh dan Penokohan Istilah tokoh merujuk kepada orangnya, pelaku cerita, sedangkan istilah penokohan atau perwatakan, karakter menunjuk kepada sikap, sifat para tokoh.Seperti dikatakan Jones dalam Nurgiantoro “penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.”12 Tokoh adalah komponen penting dalam cerita.13 Tokoh dalam cerpen dan novel memiliki perbedaan, baik dari jumlah maupun data jati diri tokoh, khususnya yang berkaitan

10Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, (Bandung: Angkasa, 2013), h.20. 11Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.161. 12Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit, h.165. 13Atmazaki, Ilmu Sastra: Teori dan Terapan, (Bandung: Angkasa Raya, 1990), h. 61. 13

dengan perwatakan, sehingga pembaca harus merekontruksi sendiri gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh tersebut. Menurut Siswanto, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin sebuah cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.14 Penokohan dalam sebuah karya sastra adalah cara pengarang untuk menampilkan para tokoh dengan wataknya, yakni sifat dan tingkah lakunya. Bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama tokoh dalam sebuah cerita. Penokohan yang baik ialah yang berhasil menggambarkan tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh tersebut yang mewakili tipe manusia. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, dapat dipisahkan antara tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peran paling sentral dalam cerita sekaligus memiliki porsi yang paling banyak dalam cerita. Tokoh tambahan adalah tokoh yang muncul dalam cerita namun tidak memiliki porsi yang besar dan cenderun hanya sebagai pelengkap cerita atau lawan dari tokoh utama. Seorang tokoh juga dapat mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi. Perubahan tokoh ini dikategorikan dalam tokoh statis dan berkembang. Dalam penelitian ini, tokoh dan penokohan dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan serta tokoh statis dan berkembang.

3. Latar Latar merupakan tempat peristiwa berlangsung. Latar juga diartikan sebagai waktu atau masa berlangsungnya suatu peristiwa, karena latar merupakan lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia atau metafora untuk mengekspresikan para tokoh.15 Pembaca dengan demikian merasa dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas.hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang

14Wahyudi Siswanto, Op Cit, h. 142. 15Ibid, h. 290-291 14

seolah-olah sungguh-sungguh benar terjadi. Menurut Abrams, latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.16 Unsur latar dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:17 1) Latar tempat, latar ini menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. 2) Latar waktu, latar ini berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Menurut Gentte dalam Burhan, masalah waktu dalam karya naratif, dapat bermakna ganda; di satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain merujuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita. 3) Latar sosial, latar ini menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan pada karya fiksi. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga behubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas. Siswanto mengemukakan bahwa latar cerita juga berguna bagi sastrawan dan pembaca.Bagi sastrawan, latar cerita dapat digunakan untuk mengembangkan cerita. Latar cerita dapat digunakan sebagai penjelas tentang tempat, waktu, dan suasana

16Burhan Nurgiantoro, Op Cit, h.216. 17Ibid, h.227-234. 15

yang dialami tokoh. Latar juga bisa membantu pembaca dalam memahami watak tokoh, suasana cerita, alur, maupun dalam rangka mewujudkan tema suatu cerita.18

4. Alur Alur adalah rangkaian peristiwa yang menggerakkan jalan cerita melalui tahapan klimaks dan penyelesaian. Alur merupakan jalur terjadinya peristiwa yang berusaha memecah konflik. Konflik dalam alur merupakan permasalahan utama, dengan melihat konflik pembaca dapat mengetahui peristiwa yang saling mendukung perkembangan alur. Luxemburg dalam Atmazaki menyatakan bahwa plot atau alur adalah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologis saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh pelaku.19 Sedangkan Abrams dalam Nurgiantoro mengatakan bahwa alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam cerita.20 Alur merupakan salah satu unsur yang membuat cerita menjadi lebih hidup. Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur merupakan komponen yang penting dalam suatu cerita, dengan adanya alur, sebuah cerita tersusun dengan runut dan memiliki hubungan satu sama lain. Dalam penelitian ini tahapan alur yang digunakan adalah pendapat Burhan Nurgiantoro yang dikemukakan oleh Tasrif. Kelima tahapan tersebut sebagai berikut:21 a. Tahap Penyituasian Tahap penyituasian yaitu tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita,

18Siswanto, Op. Cit, h. 149-151. 19Atmazaki, Op.Cit, h.60. 20Burhan Nurgiantoro, Op. Cit, h. 159. 21Ibid, h. 209-210. 16

pemberian informasi awal, dan lain-lain, yang terutama berfungsi sebagai landasan tumpu cerita pada tahap berikutnya. b. Tahap Pemunculan Konflik Tahap pemunculan konflik yaitu tahap yang memunculkan masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. c. Tahap Peningkatan Konflik Pada tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari. d. Tahap Klimaks Tahap klimaks yaitu tahap di saat konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Pada tahap ini klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian. e. Tahap Penyelesaian Tahap penyelesaian merupakan tahap di saat konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian. Konflik-konflik yang lain, sub-subkonflik, atau konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar. Sehingga, tahap ini disebut sebagai tahap akhir sebuah cerita.

17

5. Sudut Pandang Sudut pandang adalah pilihan pengarang dalam menggunakan tokoh cerita. Dalam sebuah cerita, kisah atau apa yang disajikan sebagai isi cerita, selalu disuguhkan dari sudut pandang tertentu. Hal itu dapat berasal dari berbagai pihak: pencerita yang memberi sudut pandang yang mencakup sebagai seorang tokoh dalam cerita atau salah seorang tokoh. Luxemburg menyatakan bahwa pihak yang dianggap sebagai sumber ungkapan bahasa yang membangun cerita disebut dengan istilah pencerita, demikian pula ada istilah teknis untuk sumber sudut pandang.Subjek sudut pandang yaitu orang yang melihat disebut fokalisator.22 Ada bermacam jenis sudut pandang dalam karya sastra yang dikemukakan oleh Nurgiantoro yakni sudut pandang persona ketiga “dia”, sudut pandang persona pertama “aku”, dan sudut pandang campuran. a) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku” Pelukisan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama ini terletak pada seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang persona pertama “Aku” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “Aku” (tokoh utama) dan “Aku” (tokoh tambahan). b) Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia” Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang ini terletak pada seorang narator yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata ganti orang. Dalam sudut pandang persona ketiga “Dia” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “Dia” mahatahu (narator mengetahui segalanya dan serba tahu) dan “Dia” terbatas atau hanya sebagai pengamat (narator mengetahui segalanya namun hanya terbatas pada seorang tokoh).

22Jan Van Luxemburg, Tentang Sastra, (Jakarta: Intermasa, 1989), h. 124. 18

c) Sudut Pandang Campuran Penggunaan sudut pandang ini lebih dari satu teknik. Pengarang dapat bergantiganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain. Semua tergantung pada kemauan pengarang untuk menciptakan sebuah kreativitas dalam karyanya.23

7. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah unsur-unsur bahasa yang dapat membangun atau menciptakan teknik bercerita yang khas. Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan nada dan suasana serta membuat dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antar sesama tokoh. Sementara itu Abrams (dalam Nurgiyantoro) mengemukakan bahwa stile, (style, gaya bahasa), adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.24 Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Meski dua pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama hasil tulisan keduanya bisa berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti, kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya.25

C. Mitos 1. Pengertian Mitos Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari berbagai cerita mitos. Mitos berasal dari bahasa Yunani mythos yang berarti sesuatu yang diungkapkan, sesuatu yang diucapkan, misalnya cerita.26 Mitos adalah cerita-cerita

23Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), h. 346- 356. 24Nurgiyantoro, Op.Cit.,h.369. 25Robert Stanton, Op.Cit.,h.61. 26Zulfahnur, Teori Sastra,(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), h. 45-46. 19

anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup, penjelasan- penjelasan bersifat mendidik yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada anak-anak mereka mengenai dunia, tingkah laku manusia, citra alam, dan tujuan hidup manusia. Mitos bersifat sosial berkaitan dengan keberadaan mitos itu sendiri. Mitos adalah milik masyarakat, diciptakan oleh masyarakat dan hidup di tengah lingkungan masyarakat. Mitos bersifat komunal dan anonim berarti bersifat bahwa keberadaan mitos diakui oleh masyarakat pendukungnya dan menjadi tuntunan, pencipta (pengarang) mitos tersebut tidak diketahui (telah hilang) atau dilupakan oleh masyarakat pendukungnya.27 Mitos merupakan cerita yang dapat menimbulkan arah kepada kelakuan dan merupakan suatu pedoman untuk kebahagiaan manusia. Segala peraturan yang tidak tertulis yang ada dalam masyarakat biasanya diterangkan dengan suatu mitos. Secara lengkap mitos adalah cerita yang bersifat simbolik dan suci yang mengisahkan serangkaian cerita nyata ataupun imajiner yang berisi asal-usul dan perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewa, kekuatan supranatural, pahlawan, manusia, dan masyarakat tertentu yang memilliki fungsi sebagai berikut: a) Meneruskan dan menstabilkan kebudayaan, b) Menyajikan petunjuk-petunjuk hidup, c) Mengesankan aktivitas budaya, d) Memberi makna hidup manusia, dan e) Memberikan model pengetahuan untuk menjelaskan hal-hal yang tidak masuk akal dan pelik.28 Istilah mitos dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, yang mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam, manusia dan bahasa itu sendiri yang mengandung arti secara

27Rene Wellek dan Austin Weren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990), h. 243-244. 28Sukatman, Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia, (Yogyakarta: LaksBang, 2012), h. 1. 20

mendalam yang diungkapkan dengan secara gaib.29 Mitos juga dapat dikatakan sebagai uraian naratif atau penuturan tentang suatu yang suci (sacred), yaitu peristiwa yang menyangkut kejadian-kejadian luar biasa yang berada di luar pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari. Penuturan itu umumnya diwujudkan dalam cerita-cerita tentang dunia supranatural.30 Mitos sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Ada beberapa masyarakat yang mempercayai mitos tersebut, ada juga masyarakat yang tidak mempercayainya. Akan tetapi jika mitos tersebut terbukti kebenarannya, maka masyarakat yang mempercayainya merasa untung, sebaliknya jika mitos tersebut belum terbukti kebenarannya, maka masyarakat bisa dirugikan. Sering kali mitos digunakan sebagai bahan cerita, yang di dalamnya terkandung dongeng, legenda, fabel, cerita rakyat, cerita masa lampau, atau sesuatu yang terjadi keberadaannya yang tidak masuk akal. Sedangkan ilmu yang membahas tentang mitos disebut mitologi. Budi Darma mengemukakan dalam bukunya bahwa kekuatan mitologi untuk menjadi sumber pemikiran terletak pada hakikat mitologi sendiri. Mitologi juga memberi kesadaran bahwa manusia sebetulnya lemah dan karena itu harus saling bergantung. Dalam mitologi seluruh alam semesta di luar kontrol manusia, sebab manusia hanyalah objek kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Ketakutan, kematian, kehidupan manusia itu semua adalah tema besar mitologi, yang kemudian muncul juga sebagai tema dalam sastra.31 Mitos adalah cerita-cerita anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup, penjelasan-penjelasan bersifat mendidik yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada anak-anak mereka mengenai dunia. Mitos bersifat sosial berkaitan dengan keberadaan mitos itu sendiri. Mitos adalah milik masyarakat, diciptakan oleh

29Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 922 30Kuncaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: UI Press, 1990), h. 60-62. 31Budi Darma, Bahasa, Sastra, dan Budi Darma, (: PT Temprina Media Grafika, 2007), h. 99. 21

masyarakat dan hidup di tengah lingkungan masyarakat. Dalam lingkup sosial mitos juga bisa berupa teks tertulis: prosa dan puisi, dan dapat berupa teks lisan. Beberapa mitos tersebut menjadi mitos bagi kelayakan hidup seseorang dalam masyarakat yang memiliki mitos tersebut. Mitos memiliki fungsi untuk mengkonkretkan persepsi manusia yang khas.32 Pendapat lain yang menjelaskan tentang mitos ialah seorang guru besar antropologi, James Danandjaja. Ia menjelaskan dalam Folklor Indonesia bahwa mitos termasuk ke dalam cerita prosa rakyat. Mitos pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam, dan sebagainya. Sebagai contoh mitos untuk kalangan masyarakat buta huruf menganggap bahwa cerita Adam dan Siti Hawa adalah mitos, sementara bagi penganut agama Islam dan Nasrani yang berpendidikan modern tentu cerita tersebut akan dianggap sebagai legenda. Mitos di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan tempat asalnya, yakni: mitos yang asli Indonesia dan yang berasal dari luar negeri.33 Elliade dalam Twikromo menyatakan bahwa mitos berarti suatu cerita yang benar dan cerita ini menjadi milik masyarakat pendukungnya yang paling berharga, karena mempunyai sesuatu yang suci bermakna menjadi contoh model bagi tindakan manusia, member makna dan nilai pada kehidupan ini. Mitos yang hidup dalam suatu masyarakat pendukungnya dianggap benar-benar terjadi dan berguna bagi kehidupan.34 Mitos merupakan sebuah cara manusia untuk berkomunikasi dengan sesama melalui lisan maupun tulisan serta untuk menjelaskan tentang kejadian yang dianggap pernah terjadi di masa lampau atau dikenal sebagai cerita legenda.

32A. Rozak Zaidan, dkk, Mitologi Jawa, (Jakarta: Depdikbud, 1997), h. 2-4. 33 James Dananjaja, Folklor Indonesia, (Jakarta: Grafiti Pers, 1984), h. 50-51 34Y. Argo Twikromo, Ratu Kidul, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2002), h. 22. 22

2. Fungsi Mitos Mitos sebagai sarana sosialisasi nilai dan norma hukum, memiliki fungsi untuk menampakkan dan memberi pengetahuan tentang kehidupan. Bagi masyarakat yang mempercayai adanya mitos dalam kehidupannya maka mereka berada dalam lingkaran kekuatan alam. Kekuatan ini dianggap ada ketika alam memiliki pikiran mistis, sehingga masyarakat memiliki norma atau ketentuan untuk mengatur tingkah laku masyarakat itu sendiri. Mitos merupakan penyadaran manusia baik dalam kebutuhan jasmani dan rohani yang didasarkan pada kekuatan gaib, sehingga mitos mampu memberikan sikap saling menghormati di antara masyarakat setempat. Elliade dalam Twikromo menyatakan bahwa, fungsi mitos yang utama adalah menetapkan contoh model bagi semua tindakan manusia, baik dalam upacara-upacara maupun kegiatan sehari-hari yang bermakna, misalnya makan, seksualitas, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya. Fungsi mitos adalah sebagai pedoman tingkah laku masyarakat pendukungnya agar alam kodrati menjadi selaras serta kehidupan yang ada menjadi selamat. Berdasarkan pendapat di atas, fungsi mitos ini yang benar-benar dijadikan pedoman dalam segala aktivitas hidup manusia sehari-hari, baik yang berhubungan dengan kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani.35 Menurut Hariyono, mitos memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Mitos menyadarkan manusia bahwa sebenarnya ada kekuatan-kekuatan ajaib di dunia. Mitos membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam serta kehidupan sukunya. 2. Mitos memberikan jaminan bagi kehidupan masyarakat pada saat itu juga, yaitu ketentraman, keseimbangan, dan keselamatan. Bersatunya manusia dengan alam gaib akan membentuk manusia dalam memperoleh keinginan-keinginan hidupnya.

35Ibid, h. 23-24. 23

3. Mitos memberi pengetahuan tentang dunia. Lewat mitos dapat dijelaskan tentang terjadinya alam semesta beserta isinya, juga tentang kelahiran manusia dan dewa-dewa, serta bagaimana dewa-dewi berperan dalam tindakan manusia.36 Selain fungsi mitos yang dijelaskan oleh Haryono, mitos difungsikan juga sebagai upaya mendukung dan memapankan tatanan sosial. Melalui mitos manusia menata kehidupan sosial menjadi sumber pola tindakan manusia dalam berinteraksi sosial. Ajaran tentang hidup berketuhanan, hidup sosial, dan cara membangun kepribadian juga diajarkan lewat mitos. Dengan demikian mitos berfungsi sebagai media pendidikan nilai.

E. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah diharapkan bermanfaat untuk menafsirkan dan memahami masalah-masalah di dunia nyata. Sastra memiliki relevansi terhadap dunia nyata. Sastra sebagai seni sastra pada dasarnya adalah untuk dinikmati, didengarkan, dibaca, ditonton, diucapkan, diragakan, dengan maksud untuk dihayati. Dari sastra diharapkan diperoleh kenikmatan. Kenikmatan yang tinggi adalah kenikmatan dengan pemahaman. Kenikmatan yang tinggi diperlukan pemahaman terhadap sastra. Demikianlah, sastra menjadi salah satu objek studi.37 Untuk itu, pengajaran sastra di sekolah harus dipandang sebagai sesuatu yang penting. Pengajaran sastra terutama mengenai analisis cerpen dapat membantu siswa memperdalam ilmu sastra. Tujuan pengajaran sastra adalah untuk mengajarkan kepada peserta didik agar dapat menghayati nilai-nilai luhur, agar siap dan mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan simpatik.38 Demi tercapainya tujuan dan pengajaran sastra di sekolah, semua pihak harus terlibat membangun kerjasama dalam

36Hariyono, Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Kanisius, 1996), h. 73. 37Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: C.V Dipenegoro, 1984), h.312. 38Ibid, h.313. 24

mewujudkannya.Pihak di sini adalah pendidik dan peserta didik. Pendidik diharapkan mampu menyajikan metode yang menarik agar peserta didik mampu memahami sastra dengan cara yang menyenangkan. Dibandingkan dengan pelajaran lainnya, sastra memunyai kemungkinan lebih banyak untuk mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemingkinan hidup manusia seperti, kebahagiaan, kesetiaan, kebanggaan diri sampai pada kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian, perceraian, dan kematian. Mendalamai berbagai ilmu yang terdapat dalam karya sastra akan mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan yang tidak bernilai. Pembelajaran sastra hendaknya mempertimbangkan keseimbangan pengembangan pribadi dan kecerdasan peserta didik. Pembelajaran semacam ini akan mempertimbangkan keseimbangan antara spiritual, emosional, estetika, dan kinestetika.39 Melalui pembelajaran sastra, peserta didik dituntut dan diajak untuk berpikir kreatif dan inovatif. Pembelajaran sastra di sekolah juga akan menjadi pembelajaran yang menyenangkan jika tujuan pembelajaran sastra tercapat dengan baik. Pelajaran bahasa dan sastra Indonesia mencakup empat kompetensi, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kompetensi menyimak meliputi kemampuan mendengarkan, memahami, dan mengapresiasi ragam karya sastra, sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Kompetensi berbicara meliputi kemampuan membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra sesuai denga konteks lingkungan dan budaya. Kompetensi membaca meliputi kemampuan membaca dan memahami berbagai jenis karya sastra. Kompetensi menulis meliputi kemampuan mengapresiasikan karya sastra dalam bentuk sastra tulis yang kreatif, dalam bentuk menulis kritik dan esai sastra berdasarkan jenis sastra yang telah dibaca. Salah satu kompetensi dasar dalam pembelajaran sastra adalah menentukan unsur intrinsik. Dalam menentukan unsur intrinsik yang terkandung dalam karya

39Siswanto, Op.Cit, h.172. 25

sastra, peserta didik diarahkan untuk membaca dan menganalisis cerpen, sehingga dapat membantu siswa dalam mengembangkan pola pikir peserta didik. Penelitian ini difokuskan pada pandangan mitos dalam cerpen, agar peserta didik diharapkan mampu membedakan mitos dan fakta dalam unsur cerpen, serta dapat berpengaruh terhadap pembentukan watak peserta didik. Menurut Rahmanto, manfaat dari pembelajaran sastra bagi peserta didik di sekolah yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta dapat menunjang pembentukan watak.40 Pembelajaran sastra diharapkan agar peserta didik mampu mengapresiasi karya sastra dengan baik dan mampu mengembangkan kepekaan peserta didik dalam memahami karya sastra. Selain itu, pembelajaran sastra bagi peserta didik diharapkan dapat mengembangkan pembentukan watak peserta didik tersebut.

F. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh I.A. Putri Adityarini pada tahun 2014 tentang analisis aspek stilistika pada kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni. Penelitian dalam jurnal yang berjudul Analisis Aspek Stilistika dan Nilai Pendidikan Karakter Pada Antalogi Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2012 Laki-laki Pemanggul Goni menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni bisa dikaji melalui beberapa teori, namun pada judul Analisis Aspek Stilistika pada Antologi Cerpen Kompas dikaji menggunakan metode dokumentasi untuk mendeskripsikan unsur stilistika yang terkandung dalam cerpen. Penggunaan metode ini bertujuan untuk membuktikan ketepatan penggunaan kata, ketepatan susunan kalimat, ketepatan penggunaan majas, ketepatan pemilihan bentuk penyiasatan struktur, ketepatan pilihan pencitraan, dan kekohesifan gagasan dalam cerpen tersebut. Ketepatan penggunaan unsur-unsur stilistika mengakibatkan ketepatan penyampaian

40B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 16. 26

pesan kepada pembaca dan terciptanya efek estetis serta penekanan pada gagasan- gagasan tertentu yang diinginkan oleh pengarang yang terdapat dalam cerpen terdiri atas unsur leksikal, unsur gramatikal, retorika, dan kohesi. Dari hasil penelitian, aspek stilistika yang digunakan pengarang dalam cerpen memiliki ketepatan penyampaian sehingga terciptanya efek estetis serta penekanan pada gagasan-gagasan tertentu yang diinginkan.41 Penelitian kedua yang juga telah dilakukan sebelumnya, diteliti oleh Maimunah pada tahun 2014 mengenai perlawanan alam dalam novel Pohon Jejawi karya Budi Darma, yang berjudul Perlawanan Alam Terhadap Kolonialisme Dalam Cerpen Pohon Jejawi Karya Budi Darma. Penelitian ini menggunakan metode analisis konten dan deskriptif kualitatif. Metode analisis ini digunakan untuk menelaah perlawanan alam terhadap kolonialisme. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan cara teknik postcolonial ecocentric. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa kolonialisme tidak hanya dilawan oleh masyarakat pribumi saja tetapi semesta juga melakukan perlawanan terhadap kolonialisme sebagaimana yang dilakukan oleh alam tropis dan bumi Hindia yang direpresentasikan melalui mistisisme Pohon Jejawi yang mampu mengacaukan rust en orde kolonial. 42 Penelitian ketiga yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ialah penelitian yang dilakukan oleh Anwar Efendi pada tahun 2006 mengenai realitas kematian dalam novel Ny. Talis. Penelitian yang berjudul Realitas Kematian Dalam Novel Ny.Talis karya Budi Darma menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pembacaan intensif dan berulang-ulang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud realitas kematian dan mendeskripsikan keterkaitan antara realitas kematian dan unsur struktur dalam novel Ny.Talis. Masalah kematian menjadi bagian yang relatif sering dituangkan dalam karya sastra. Kematian

41I.A. Putri Adityarini, Analisis Aspek Stilistika dan Nilai Pendidikan Karakter Pada Antalogi Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2012 Laki-laki Pemanggul Goni, (Bali: E-Jurnal UNDIKSHA oleh Universitas Ganesha, 2014). 42Maimunah, Perlawanan Alam Terhadap Kolonialisme Dalam Cerpen Pohon Jejawi Karya Budi Darma, (Surabaya: Jurnal, LITERA, Universitas Airlangga, 2014). 27

dapat terlihat melalui pengungkapan tema, sebagai kenyataan dalam cerita, peristiwa, maupun pandangan tokoh terhadapnya. Topik ini dipilih secara sengaja oleh Budi Darma karena hal tersebut sesuai dengan pandangan beliau, bahwa sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa.43 Persamaan ketiga penelitian relevan yang telah dikemukakan sebelumnya terdapat pada objeknya. Penelitian yang berjudul Analisis Aspek Stilistika dan Nilai Pendidikan Karakter Pada Antalogi Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2012 Laki-laki Pemanggul Goni dan penelitian yang akan penulis teliti sama-sama menggunakan kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni dan digunakan sebagai materi ajar di sekolah serta implikasinya dalam pembelajaran di SMA. Judul kedua dan ketiga dalam penelitian yang relevan ini memiliki kesamaan pada sisi pengarang yakni Perlawanan Alam Terhadap Kolonialisme Dalam Cerpen Pohon Jejawi Karya Budi Darma, sedangkan judul ketiga Realitas Kematian Dalam Novel Ny.TalisKarya Budi Darma. Meski menggunakan tiga karya yang berbeda, namun ketiga karya tersebut ditulis oleh orang yang sama yakni Budi Darma. Perbedaan ketiga objek dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori objektif sedangkan penelitian pertama yang berjudul Analisis Aspek Stilistika dan Nilai Pendidikan Karakter Pada Antalogi Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2012 Laki- laki Pemanggul Goni menggunakan teori stilistika untuk melihat ketepatan penggunaan kata, ketepatan susunan kalimat, ketepatan penggunaan majas, ketepatan pemilihan bentuk penyiasatan struktur, ketepatan pilihan pencitraan, dan kekohesifan gagasan dalam cerpen tersebut. Judul kedua Perlawanan Alam Terhadap Kolonialisme Dalam Cerpen Pohon Jejawi Karya Budi Darma dan judul ketiga Realitas Kematian Dalam Novel Ny.TalisKarya Budi Darma meskipun sama-sama menggunakan mistisisme dan permasalahan dalam hidup, perbedaan ketiganya yakni analisis karya yang digunakan.

43Anwar Efendi, Realitas Kematian Dalam Novel Ny.Talis, (Yogyakarta: Jurnal, LITERA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2006). BAB III BIOGRAFI DAN SINOPSIS CERPEN

A. Biografi Pengarang 1. Budi Darma Prof. Budi Darma, Ph.D. atau lebih dikenal dengan nama Budi Darma, adalah seorang sastrawan dan juga guru besar sastra Universitas Negeri Surabaya. Beliau lahir di Rembang, 25 April 1937, anak keempat dari enam bersaudara yang semuanya laki-laki. Pendidikan sekolah dasar diselesaikannya tahun 1950 di Kudus, Jawa Tengah. Sekolah menengah pertama diselesaikannya tahun 1953 di , Jawa Tengah.1 Sejak muda Budi Darma telah menyukai dunia tulis-menulis. Setelah lulus SMA di pada tahun 1956, beliau kuliah di Jurusan Sastra Barat, Universitas Gadjah Mada, dan lulus dengan predikat terbaik pada tahun 1963. Selama menjadi mahasiswa di Yogyakarta, Budi Darma tinggal di rumah Prof. . Saat itu, Prof. Nugroho adalah dosen Universitas Gadjah Mada.Sebagai seorang dosen UGM, beliau memiliki cukup banyak buku. Itulah yang membuat Budi Darma bertahan selama tinggal di rumah pamannya, di situ pula tumbuh keintelektualan Budi Darma. Di IKIP Negeri Surabaya, Budi Darma pernah berkali-kali menduduki jabatan antara lain, sebagai Ketua jurusan Sastra Inggris, Dekan FKSS, dan puncaknya menjadi Rektor (1984-1987). Di sela-sela kesibukannya, ia juga dipercaya sebagai anggota Dewan Kesenian Surabaya dan sebagai dosen terbang di Universitas Negeri Jember. Selain itu, kesibukan lainnya yang ia lakukan adalah pulang-pergi ke luar dan dalam negeri untuk memberikan ceramah dalam berbagai seminar. Beliau masih sempat menulis beberapa cerpen dan novel. Bahkan novel keduanya, Rafilus (Balai

1Ensiklopedia Kemendikbud, Budi Darma, Artikel diakses pada 21 November 2016 dari http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Budi_Darma | Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

28 29

Pustaka, 1988), juga ditulis ketika ia mengikuti serangkaian perjalanan dalam rangka English Studies Summer di Cambridge University. Namun, karena belum selesai, penulisan novel itu dilanjutkan di Singapura, Jakarta, dan selesai di Surabaya. Novel ketiganya, Ny. Talis (Grasindo, 1996) digarap juga (dalam waktu 2 bulan) ketika ia selama 6 bulan tinggal di Bloomington (1990-1991).2 Sebagai intelektual muda yang selalu ingin maju, ia menyalurkan bakat- bakatnya lewat majalah mahasiswa Gama sebagai redaktur. Sebagai seorang redaktur beliau sering mengikuti berbagai pertemuan di berbagai kota seperti, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Jakarta. Sebagai mahasiswa yang berminat ke bidang kesenian dan kebudayaan, Budi Darma juga banyak bergaul dan berbincang tentang kesenian dengan Subagyo, Rendra, dan Sapardi. Saat itu mereka sama-sama menjadi mahasiswa UGM. Karena itu, saat menjadi mahasiswa Budi Darma sangat sibuk. Kendati demikian, kesibukannya tidak terlalu menghambat studinya, tetapi justru memacu kemauan belajarnya. Itulah sebabnya, ia tidak lebih dari tujuh tahun mengenyam pendidikan. Budi Darma diwisuda dan menjadi sarjana (1963). Sebagai wisudawan terbaik ia memperoleh penghargaan berupa Bintang Bhakti Wisuda, sebuah penghargaan yang diberikan kepada mahasiswa terbaik di bidang pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat.3 Budi Darma menikah pada tanggal 14 Maret 1968 dengan Sitaresmi, S.H., yang lahir 7 September 1938. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai tiga orang anak, yaitu Diana (lahir di Banyuwangi, 15 Mei 1969), Guritno (lahir di Banyuwangi, 4 Februari 1972), dan Hananto Widodo (lahir di Surabaya, 3 Juni 1974). Kedua orang tua Budi Darma berasal dari Rembang. Ayahnya yang lahir pada tahun 1900 di Rembang bernama Munandar Darmowidagdo dan bekerja sebagai pegawai kantor pos. Ibunya bernama Sri Kunmaryati lahir di Rembang tahun 1909.

2Tirto Suwondo, Budi Darma: Ulasa, Proses Kreatif, dan Riwayat. Telah dimuat di majalah Horison: Kaki Langit, (Depok: Jurnal Sajak Indonesia, 2002), h.3-13. 3Tirto Suwondo, Mencari Jati Diri, (Yogyakarta: Elmatera Publishing, 2010), h. 9. 30

Karena tugas yang diemban ayahnya, Budi Darma sering berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti ayahnya, antara lain di Bandung, Yogyakarta, dan Semarang.4 Setelah menjadi dosen di jurusan Bahasa dan Sastra Inggris IKIP Surabaya (kini berubah menjadi Universitas Negeri Surabaya). Pada tahun 1974, ia memperoleh beasiswa melanjutkan studi master di Universitas Indiana, Amerika Serikat, jurusan Creative Writing. Lulus pada tahun 1976, ia mendapat beasiswa lagi untuk program doktor di jurusan Sastra Inggris dan selesai pada tahun 1978.5 Budi Darma sehari-harinya bekerja sebagai guru besar UNESA (Universitas Negeri Surabaya). Ia pernah juga memperoleh pendidikan di Universitas Hawaii, Amerika Serikat. Sebagai akademisi, Budi Darma pernah mengadakan berbagai macam penelitian di Indonesia mengenai Sastra Indonesia, di Universitas Indiana dan di American Studies Research Center (Hyderabad, India) mengenai Sastra Amerika, dan National Institute of Education, Nanyang Technological University (NIE-NTU Singapura), Angkatan Sasterawan 50 (Singapura) mengenai sastra Melayu. Selain mengajar di UNESA, Budi Darma juga pernah mengajar di Universitas Negeri Jember, Universitas Indonesia, NIE-NTU Singapura, ASAS 50 Singapura, dan menjadi External Examiner di Universitas Brunei Darussalam, Universiti Malaya, dan Universitas Kebangsaan Malaysia. Penghargaan yang pernah ia terima antara lain, hadiah Sastra dari Balai Pustaka tahun 1984, penghargaan dari Kompas, SEA-Write Award atas karyanya yang berjudul Orang-orang Bloomington pada tahun 1984 di Bangkok, Thailand, Anugerah Seni Pemerintah RI pada tahun 1993, Satya Lencana dari Presiden Republik Indonesia, Anugerah MASTERA di Brunei Darussalam6. Ia juga mendapatkan penghargaan melalui novel yang ia tulis yaitu penghargaan novel

4Ensiklopedia Kemendikbud, Op.Cit. 5Budi Darma, Bahasa, Sastra, dan Budi Darma, (Surabaya: PT Temprina Media Grafika, 2007), h. 241. 6Efix Mulyadi, Cerpen Pilihan Kompas 2012: Laki-laki Pemanggul Goni, (Jakarta: Kompas, 2013), h. 257. 31

terbaik Olenka dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1983, serta Freedom Institute Award oleh Ahmad Bakrie Award pada tahun 2005. Budi Darma memiliki puluhan karya yang telah dihasilkan. Melalui karyanya, beberapa kali cerpen Budi Darma terpilih menjadi cerpen terbaik harian Kompas. Karya tersebut berbentuk cerita pendek, novel, esai, dan puisi yang tersebar di berbagai media masa, baik dalam negeri maupun luar negeri. Budi Darma dianggap memelopori penggunaan teknik kolase, yaitu teknik penempelan potongan iklan bioskop dan tiket pertunjukan dalam karya-karyanya, seperti Orang-orang Bloomington dan Olenka.7

2. Mashdar Zainal Darwanto atau yang lebih dikenal dengan nama Mashdar Zainal. Ia lahir di Madiun 5 Juni 1984. Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang. Aktif menulis sejak tahun 2009. Tulisannya sudah banyak dimuat di media lokal dan nasional, seperti Kompas, Jawa Pos, Republika, Suara Merdeka, Majalah Sastra Horison, Suara Pembaruan, Suara Karya, Koran Sindo, dan Kedaulatan Rakyat. Ia kini bermukim di Malang, berkecimpung di Komunitas Sastra Budaya Lembah Ibarat dan Forum Lingkar Pena Malang. Hari-harinya ia isi dengan mengajar dan belajar bersama anak-anak didiknya di kelas satu SD IT Insan Permata.8 3. Agus Noor Agus Noor lahir di Tegal, Jawa Tengah, 26 Juni 1968. Ia memiliki latar belakang pendidikan Jurusan Teater Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Ia dikenal sebagai cerpenis dan piawai menulis naskah panggung dengan gaya parodi dan terkadang satir.9 Tahun 1987 cerpennya Kecoa dimuat Kompas pertama kali, dan

7 Badan Bahasa, Tokoh: Budi Darma, Artikel diakses pada 21 November 2016 dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh/735. 8 Efix Mulyadi, Cerpen Pilihan Kompas 2012: Laki-laki Pemanggul Goni, (Jakarta: Kompas, 2013), h.64. 9 Herry Mardianto, dkk, Orang-orang Panggung Daerah Istimewa Yogyakarta,(Yogyakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016), h. 23. 32

sejak itu cerpen-cerpennya mengalir di Kompas minggu. Kemudian cerpennya Peang masuk dalam buku Cerpen Pilihan Kompas yang ketiga. Puncaknya, cerpen Agus Kunang-kunang di Langit Jakarta bersanding dengan Salawat (Yanusa Nugroho) menjadi cerpen terbaik Kompas 2012.10 Agus Noor telah beberapa kali meraih penghargaan sastra, di antaranya, memenangkan juara I penulisan cerpen pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS) I tahun 1991, dan mendapat penghargaan sebagai cerpenis terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) IV tahun 1992. Sementara pada tahun 1999, tiga cerpennya, “Keluarga Bahagia”, “Dzikir Sebutir Peluru”, dan “Tak Ada Mawar di Jalan Raya” mendapat Anugerah Cerpen Indonesia yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta. Penghargaan lain yang pernah ia raih didapatkan lewat cerpen “Pemburu” yang oleh majalah sastra Horison dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik yang pernah terbit di majalah itu selama kurun waktu 1990—2000. Cerpen “Piknik” mendapat Anugerah Kebudayaan 2006, Departemen Seni dan Budaya untuk kategori cerpen. Di samping itu, kumpulan cerpennya Sepotong Bibir Paling Indah (2010) menjadi pemenang Penghargaan Bahasa dan Sastra untuk kategori Karya Sastra Terbaik 2011 yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa DIY.11

B. Gagasan Pemikiran12 a) Budi Darma Budi Darma secara konsisten mengatakan bahwa kepengarangannya disebabkan oleh takdir. Bakat, kemauan, dan kesempatan menulis hanyalah rangkaian pernyataan takdir. Bahkan, hambatan untuk menulis dalam bentuk apa pun, juga tidak lepas dari takdir. Takdir inilah yang mendasari Budi Darma sering menuliskan cerpen yang bertemakan mitos. Ia sering berpikir mengapa ia menulis. Ia merasa ada sesuatu

10 Cerpen Pilihan Kompas 2015: Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta?, (Jakarta: Kompas, 2016), h. 209. 11 Heri Mardianto, Op.Cit, h. 24. 12Imam Muhtarom Budi Darma: Antara Takdir dan Absurditas Manusia, Artikel diakses pada tanggal 21 November 2016 dari http://infosastra.com/2015/04/19/budi-darma-antara-takdir-dan-absurditas- manusia/. 33

dalam dirinya yang memaksanya untuk menulis. Ia merasa bahwa tanpa menulis ia akan menjadi manusia tidak bermanfaat. Namun begitu, katanya, seorang pengarang meski diliputi teka-teki, mau tidak mau menulis mengenai takdir: menulis tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Alasan lainnya adalah kerena obsesinya sendiri. Sejak kecil ia suka mempertanyakan berbagai hal dan sifatnya lebih hakiki. Obsesi itu terus mengejarnya. Oleh karena itu, ia terus menulis. Pada hakikatnya semua tulisan Budi Darma berkisar pada pertanyaan-pertanyaannya. Dengan pertanyaan tadi, ia memberi jawaban yang dijabarkan dalam bentuk cerpen atau novel. Setiap usai menulis, ia merasa tidak puas dengan jawabannya sendiri. Oleh karena itu, ia terus menulis lagi. Imajinasi merupakan modal kepengarangan Budi Darma. Baginya, kekuatan imajinasi identik dengan kepekaan seorang pengarang. Imajinasi dan kepekaan bagi seorang pengarang sifatnya personal.Kepengarangan bukanlah pertukangan. Kepekaan seorang pengarang akan meredup dengan sendirinya begitu ada kesibukan yang mengganggu, dan tidak akan kembali tajam begitu kesibukan itu hilang. Karena itu, menjadi pengarang jauh lebih sulit ketimbang menjadi, katakanlah, dekan, camat, atau polisi, meskipun tidak semua orang dapat dan sanggup menjadi dekan, camat atau polisi. Begitu seorang pengarang mati, tugasnya sebagai pengarang tidak dapat diambil alih orang lain. Sebaliknya, kalau dekan, camat, atau polisi mati, dalam waktu singkat akan ada orang yang dapat dan mampu menggantikannya.

b) Mashdar Zainal Kegemarannya terhadap cerpen dengan tema kehidupan anak-anak tidak terlepas dari keseharian Mashdar Zainal yang juga seorang guru SD. Ia memiliki konsistensi terhadap cerpen yang ia hasilkan. Tak jarang, ia mengaku kesulitan untuk mengatur waktu antara kesibukan mengajar dan menulis sebuah karya.13

13 Radar Malang, Mashdar Zainal: Sastrawan dari Malang Penerima Penghargaan Nasional Acara Sastra 2017. Artikel diakses pada tanggal 3 Maret 2018 dari http://www.radarmalang.id/mashdar- zainal-sastrawan-dari-malang-penerima-penghargaan-nasional-acarya-sastra-2017/ 34

Karya-karya yang dihasilkan Mashdar Zainal banyak mengangkat persoalan yang dihadapi anak. Mulai penelantaran dan—bahkan—kekerasan yang dilakukan orang tua sendiri, diskriminasi dan keterkucilan karena perbedaan dengan anak-anak lainnya, sampai persoalan-persoalan psikis yang biasa terjadi pada anak-anak karena kekeliruan dalam mengasuh. Latar belakang sebagai guru Sekolah Dasar (SD), membuat Mashdar mampu menyelami perasaan anak-anak dengan baik. Sekian cerpen hadir dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama (“aku”) dan orang ketiga serba tahu. Hal ini cukup menandakan, Mashdar sanggup memposisikan diri sebagai anak-anak; pemikiran, perasaan, dan imajinasi-imajanasi khas anak-anak. Pada akhirnya, setiap kali membaca karya Mashdar Zainal, pembaca seperti diajak menelusuri dunia anak yang berujung pada refleksi berbagai hal tentang kehidupan; baik tentang anak itu sendiri, alam, hewan, bahkan orang dewasa.14

c) Agus Noor Sebagai seorang sastrawan sekaligus seniman. Walaupun terkesan santai dan urakan. Agus Noor sesungguhnya merupakan seseorang yang tertib, ia disiplin dalam mengatur waktu untuk menulis, menyiapkan pertunjukan, dan lain-lainnya. Ia mengaku, saat menulis, ia menjadi makhluk soliter yang seolah putus dengan dunia sekitar. Ia seolah tenggelam dalam imaji-imaji aneh, termasuk sering membayangkan dirinya menjelma menjadi kunang-kunang, hewan yang menurut dia mistis sekaligus romantis. Selesai menulis, ia kembali berproses bersama teman-temannya di teater dan berubah menjadi manusia solider yang rindu bertukar gagasan maupun ego. Sebagaimana kutipan berikut “Aku tidak ingin jadi penulis penyendiri, merasa sebagai nabi yang mewakili zamannya, padahal ide-idenya belum tentu sesuai dengan hasrat dan impian pembaca. Aku memilih menjadi penulis yang menyelami perubahan zaman sehingga ide-ideku punya relasi dengan masyarakat sekarang.”15

14 Al Mahfud, Menyelami Dunia Anak Lewat Cerita, Artikel ini diakses pada tanggal 3 Maret 2018 dari https://gemuruhdalamsunyi.wordpress.com/tag/mashdar-zainal/ 15 Aryo Wisanggeni Gentong dan Budi Suwarna, Siasat Pangeran Kunang-Kunang, 2016, Artikel ini 35

Kutipan di atas menegaskan pemikirannya tentang kepenulisan bahwa penulis harus peka terhadap perubahan zaman. Dengan menyelami perubahan zaman, ide- idenya akan mempunyai relasi dan sesuai dengan masyarakat sekarang. Pertengahan 2000-an, misalnya, ia melihat gejala menguatnya intoleransi dan disintegrasi di Tanah Air, yaitu orang makin sensitif terhadap perbedaan. Melihat fenomena tersebut, ia bersama Butet Kartaredjasa dan Djaduk Ferianto kemudian menggagas Indonesia Kita, forum para seniman bekerja sama merancang pentas yang merangsang imajinasi keindonesiaan

C. Sinopsis a. Laki-laki Pemanggul Goni Karmain adalah seorang laki-laki yang hidup sendiri di sebuah apartemen jauh dari tanah air. Ia selalu ditarik oleh kekuatan yang luar biasa besar untuk melihat ke bawah jendela menyaksikan laki-laki pemanggul goni menembakkan matanya ke arah matanya. Setiap hari di waktu pagi, siang, sore, hingga tengah malam laki-laki pemanggul goni tersebut masih menunggu dan menantang Karmain untuk turun. Laki-laki pemanggul goni mengingatkan Karmain akan semua masa lalu nya saat masih di tanah air. Ia ingat saat masih remaja bersama tiga temannya, Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani berencana untuk mencuri mangga di kampung Barongan, di rumah yang terkenal karena anjingnya yang sangat galak. Namun, sebulan kemudian anjing tersebut mati terperangkap oleh racun hasil ramuan teman-temannya. Pada hari raya Idul Adha, saat semua warga melaksanakan kurban dan beribadah kepada Tuhan, ayahnya pergi memburu babi hutan dan kemudian meninggal karena tertembak. Ibu Karmain menjadi janda saat kejadian tersebut. Ibunya pernah bercerita tentang laki-laki pemanggul goni pada Karmain, “ada dua

diakses pada tanggal 10 Maret 2018 dari http://print.kompas.com/baca/sosok/2016/09/17/Siasat- Pangeran-Kunang. 36

laki-laki pemanggul goni.Laki-laki pemanggul goni yang sebenarnya, dan ada pula laki-laki pemanggul goni yang sebetulnya adalah setan.” Karmain adalah sosok laki-laki yang taat beribadah, ia mengajak laki-laki pemanggul goni naik ke apartemennya untuk melaksanakan ibadah bersama. Namun, saat Karmain tiba di apartemennya laki-laki pemanggul goni tersebut sudah ada dan meletakkan goni di samping sajadahnya. Setelah mereka bertemu dalam apartemen Karmain, laki-laki pemanggul goni tersebut kembali mengingatkan Karmain tentang masa lalunya. Ia berbicara tentang Karmain yang sudah tidak pernah lagi mengunjungi dan mengurus makam orangtua nya, kemudian membahas kejadian saat Karmain pergi meninggalkan rumah dengan keadaan lilin masih menyala sementara ia harus pergi ke masjid untuk menabuh beduk, saat itulah kebakaran hebat melanda kampung Burikan terjadi. Kejadian-kejadian yang diutarakan oleh laki-laki pemanggul goni terus menghiasi pikiran Karmain. Karmain dibuat agar merasa bersalah atas kejadian masa lalunya. Namun, saat ia mulai merasa bahwa dirinya lah penyebab kebakaran di kampungnya, ia menyadari bahwa dulu warga melihat ada sosok laki-laki pemanggul goni yang keluar dari rumah Karmain melempari bola-bola api ke dalam rumah Karmain.

b. Pohon Hayat Cerpen ini mengisahkan tentang seorang nenek dan cucunya yang tinggal di di sebuah kota. Kemudian sang nenek memberitahukan kepada cucunya tentang adanya pohon besar yang dipercaya sebagai pohon kehidupan. Tak ada yang tahu persis, kapan dan bagaimana pohon itu tumbuh. Sang nenek selalu menceritakan tentang akhir kehidupan manusia berdasarkan pohon yang berada di kotanya tersebut. Ia percaya bahwa kehidupan setiap penduduk di kota itu tersemat di tiap daun yang bertengger di cabang, ranting, dan tangkai pohon itu. Setiap kali ada satu daun yang gugur, artinya seseorang di kota ini telah lepas dari kehidupan. Satu daun artinya satu kehidupan. 37

Seiring berjalannya waktu, sang cucu pergi merantau dan tinggal jauh dari tempat tinggalnya. Sekembalinya ia di kota tersebut ia mendapati kota sudah tidak lagi seperti dahulu. Kotanya hancur, pohon besar itupun sudah rusak, hingga ia percaya oleh kata-kata neneknya dulu, suatu saat nanti akan tiba masanya, pohon itu akan tumbang tercabut dari akarnya.

c. Kurma Kiai Karnawi Diceritakan tentang khasiat kurma Ajwa atau yang biasa dikenal dengan kurma Nabi. Kurma ini dipercaya oleh masyarakat setempat dengan berbagai macam cerita yang sudah beredar. Seorang tokoh yan g dipercaya sering memakan kurma Ajwa ini adalah Kiai Karnawi. Hanafi, adalah seorang laki-laki yang sangat mempercayai akan khasiat dan kemampuan kurma Ajwa untuk digunakan dalam segala hal. Kisah paling dramatik yang Hanafi dengar, ialah saat terjadi bentrok petani dengan aparat, yang menembakkan pistol kea rah petani tersebut. Namun, kemunculan Kiai Karnawi mampu meredakan amuk buruh tani. Saat itu Kiai Karnawi berhasil menangkap sebutir peluru yang ditembakkan kepadanya. Satu peluru yang nyasar berhasil dikeluarkan oleh Kiai Karnawi karena ia memberi kurma Ajwa oleh dan keajainban pun terjadi, lubang bekas peluru itu menutup dengan sendirinya.

BAB IV ANALISIS CERPEN LAKI-LAKI PEMANGGUL GONI

A. Unsur Intrinsik Cerpen a) Laki-laki Pemanggul Goni Karya Budi Darma 1. Tema Tema merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam karya sastra, tema juga merupakan ide yang mendasari suatu cerita. Pengarang biasanya menyampaikan pokok pembicaraan pada sebuah karya melalui tema. Terdapat beberapa tema dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni. Tema yang akan dibahas dalam analisis ini adalah tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah tema yang mendasari cerita yaitu tentang ketidakbahagiaan manusia. Tema ini dipilih sebagai tema mayor karena keseluruhan cerita yang disampaikan oleh pengarang adalah ketidakbahagiaan tokoh utama. Sedangkan tema minor yang akan dibahas dalam analisis yaitu tentang ketaatan, rasa bersalah, dan pencapaian hidup tokoh utama. a. Tema Mayor Tema ketidakbahagiaan manusia digunakan Budi Darma sebagai media untuk membangun karakter tokoh, misalnya ketika suasana tenang, tiba-tiba sosok yang tidak dikenal hadir memperhatikan tokoh Karmain dan kemudian Karmain merasa terpengaruh dan cemas, serta mendorong dirinya memiliki keinginan untuk mengetahui keberadaan sosok asing berwujud laki-laki pemanggul goni. Perasaan tersebut membuat Karmain gelisah dan merasakan ketidakbahagiaan, karena ia terus merasa dipantau oleh orang lain. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Setiap kali akan sembayang, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembayang, Karmain selalu ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke bawah, ke jalan besar, dari apartemennya di lantai sembilan, untuk menyaksikan laki-laki pemanggul goni menembakkan matanya ke arah matanya.1

1Budi Darma, Laki-laki Pemanggul Goni, (Jakarta: Kompas, 2013), h.3.

38 39

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ketika bagian cerita masih sangat awal, tetapi pengarang sudah membubuhkan unsur ketidakbahagiaan yang dirasakan oleh tokoh utama. Karmain yang rajin beribadah, dikatakan ingin menjalankan ibadah sembayang, namun tidak bisa. Hal ini sejalan, ketika seseorang yang rajin beribadah, bagaimana pun ia akan mengalami gangguan kekhusukkan. Gangguan lain yang dialami oleh orang yang rajin beribadah ialah berhalusinasi seolah-olah ada orang lain, hal ini dapat terjadi ketika akan melakukan ibadah sendiri dan Karmain yang masih dalam kesendirian yang terkadang merasakan kehadiran sosok lain semakin membuatnya tidak bahagia.

b. Tema Minor Tidak hanya itu, selain tidak bahagia, perasaan gelisah yang dialami Karmain terus berlanjut di hari-hari selanjutnya. Terlihat Laki-laki pemanggul goni yang tidak bosan hadir untuk mengusik Karmain.

Sembahyang selesailah, lalu Karmain mendekati jendela, dan laki- laki pemanggulgoni masih di sana, masih menunjukkan wajah marah, masih menembakkan pandangan mengancam.2 Laki-laki pemanggul goni, satu-satunya sosok pria yang selalu hadir di kehidupan Karmain yang selalu mengganggu Karmain setiap kali ia akan melaksanakan ibadah sembayang. Melalui cara inilah, Karmain berhasil dibuat selalu merasakan kecemasan serta perasaan tidak bahagia. Persoalan yang membuat Laki-laki pemanggul goni selalu hadir dengan tatapan dan perawakan yang menyeramkan ini karena ia tahu bahwa Karmain memiliki perasaan kesepian sebab Karmain masih hidup sendiri.

Dulu, ketika masih kecil, Karmain bersahabat karib dengan Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, semuanya dari kampung Burikan.3

Kutipan di atas memperlihatkan bagaimana kehidupan Karmain pada saat ia masih tinggal di kampung halamannya. Hidupnya tidak kesepian karena ia masih bisa bermain dengan tokoh lain dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni.

2Ibid, h.6. 3Ibid.

40

Kesendirian bukan saja membuat dirinya tidak bahagia, namun telah menyita sebagian besar waktunya. Karmain selalu merasakan kecemasan dalam setiap aktivitas yang akan ia lakukan terutama beribadah.

Kisah berlanjut,Karmain sebagai seorang yang sudah sukses tidak lagi tinggal di kampung halamannya dan juga ia telah melupakan kehidupannya di masa lalu. “Karmain, kamu sekarang sudah menjadi orang penting.Kamu sudah menjelajahi dunia, dan akhirnya kamu di sini, di negara yang terkenal makmur.Bahwa kamu tidak mau kembali ke tanah airmu, bukan masalah penting.Tapi kenapa kamu tidak pernah lagi berpikir tentang makam ayahmu?Tidak pernah berpikir tentang makam ibumu.Makam orangtuamu sudah lama rusak, tidak terawat, tanahnya tenggelam tergerus oleh banjir setiap kali hujan datang, dan kamu tidak pernah peduli.”4

Kutipan di atas menjelaskan ketika Karmain telah menjadi orang sukses ia rela meninggalkan kehidupan di masa lalunya, termasuk tidak lagi mengingat mendiang orangtuanya. Tindakan Karmain yang tidak lagi sering mengunjungi makam terjadi karena ia telah terlepas dari akar tradisi atau desanya. Meskipun kini Karmain telah berhasil dalam kehidupan secara materi tetapi ia tetap merasa tidak bahagia, sebab ia selalu diingatkan oleh Laki-laki pemangguil goni bahwa Karmain memiliki masa lalu.

b) Pohon Hayat karya Mashdar Zainal Tema dalam cerpen Pohon Hayat karya Mashdar Zainal adalah tentang kehidupan. Tema kehidupan manusia digunakan pengarang sebagai media untuk membangun karakter tokoh, misalnya ketika tokoh Aku sedang berbicara dengan tokoh Nenek, seperti dalam kutipan berikut. “Kata nenek, kehidupan setiap penduduk di kota ini tersemat di tiap daun yang bertengger di cabang, ranting, dan tangkai pohon itu. Setiap kali ada satu daun yang gugur, artinya seseorang di kota ini telah lepas dari kehidupan. Satu daun artinya satu kehidupan, begitu kisah nenek.”5

4Ibid, h.8. 5Mashdar Zainal,Pohon Hayat, (Jakarta: Kompas, 2013), h.25.

41

Kutipan di atas menjelaskan bahwa setiap kehidupan pasti akan menemui akhir perjalannnya di dunia. Tokoh nenek yang mengibaratkan kehidupan sebagaimana sama dengan daun yang berguguran menandakan bahwa kehidupan manusia pun tidak akan lama.

c) Kurma Kiai Karnawi karya Agus Noor Cerpen ini mengangkat tema tentang kepercayaan seseorang. Kepercayaan yang dimaksudkan di sini adalah percaya tentang benda mati dan percaya tentang ilmu mistis. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. “Kiai Karnawi mengeluarkan sebutir kurma, dan menyuapkan ke mulut orang itu. Para saksi mata menceritakan: sesaat setelah kurma tertelan, tubuh orang itu terguncang hebat, seperti dikejutkan oleh badai listrik. Lalu cairan hitam kental meleleh dari mulutnya, berbau busuk, penuh belatung dan lintah. Dari bawah tubuhnya merembes serupa kencing kuning pekat, seolah bercampur nanah. Seekor ular keluar dari duburnya, dan — astagfirullah — puluhan paku berkarat menyembul dari pori-pori orang itu.”6

Kutipan di atas menggambarkan tokoh Karnawi yang dianggap orang sekitar sebagai orang “pintar” memiliki sebuah kurma. Dikatakanlah oleh masyarakat bahwa kurma tersebut adalah kurma Ajwa atau yang dikenal dengan sebutan kurma Nabi yang memiliki khasiat dan manfaat yang tidak dimiliki obat lain. Ketiga cerpen di atas memiliki tema yang berbeda-beda namun memiliki kesamaan dalam keseluruhan cerita. Hal ini yang menjadikan penulis menganalisis ketiga cerpen ini, karena tidak terlepas dari kisah masa lalu yang kemudian dibawa ke masa modern seperti sekarang.

6Agus Noor, Kurma Kiai Karnawi, (Jakarta: Kompas, 2013), h. 169.

42

2. Tokoh dan Penokohan a) Laki-laki Pemanggul Goni Istilah tokoh dan penokohan sering digunakan dalam pembicaraan dan analisis sebuah fiksi.Istilah tokoh merujuk kepada orang, pelaku cerita. Sedangkan istilah penokohan atau perwatakan, merujuk kepada sikap dan sifat para tokoh. Setiap menusia memiliki ciri sifat dan watak yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya. Dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni terdapat beberapa tokoh namun hanya ada dua tokoh yang paling berpengaruh dalam jalan ceritanya. Oleh karenaitu, penulis akan membahas tokoh berdasarkan fokus yang dutulis pengarang. Dua tokoh berpengaruh tersebut ialah Karmain dan Laki-laki Pemanggul Goni. Sementara tokoh tambahan lainnya Ibu, Ayah, Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani.

1. Tokoh Utama a. Karmain Karmain merupakan laki-laki berusia tiga puluh lima tahun, mapan, dan hidup sendiri. Dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, Karmain merupakan tokoh utama. dia menjadi tokoh penting karena semua cerita terfokus padanya. Ciri sosial Karmain kini sudah berubah, ia menjadi orang sukses diketahui ia tinggal di sebuah apartemen lantai sembilan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Wahai, laki-laki pemanggul goni, mengapakah kau tidak naik saja, dan ikut bersembayang bersama saya.” Kendati jarak antara jendela di lantai sembilan dan jalan besar di bawah sana cukup jauh, tampak laki- laki pemanggul goni mendengar ajakan lembut Karmain.7 Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Karmain sudah memiliki kehidupan yang layak, berkecukupan, serta seorang laki-laki yang mapan. Tinggal di apartemen lantai sembilan menandakan kemapanan yang dimiliki seseorang. Bahagia secara materi namun tidak berarti Karmain bahagia secara psikologi. Ia

7Ibid, h.4.

43

tetap merasa kesepian,kesuksesan yang ia raih dan tinggal jauh dari kampung halamannya membuatnya meninggalkan akar tradisi atau desanya. Kebiasaan hidup mandiri membuat dirinya tidak lagi mengingat tradisi yang sama seperti saat ia masih tinggal bersama orang tuanya. ”Karmain, kamu sekarang sudah menjadi orang penting. Kamu sudah menjelajahi dunia, dan akhirnya kamu di sini, di negara yang terkenal makmur. Bahwa kamu tidak mau kembali ke tanah airmu, bukan masalah penting. Tapi mengapa kamu tidak pernah lagi berpikir tentang makam ayahmu? Tidak pernah berpikir lagi tentang makam ibumu.”8 Kutipan di atas menjelaskan bahwa terjadi perbedaan antara Karmain yang dulu dan yang sekarang setelah menjadi orang sukses. Ia merantau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Gelar orang penting yang sudah ia dapatkan sekarang membuat dirinya tidak lagi ingin mengingat dari mana ia berasal. Hal ini sejalan dengan tokoh Karmain yang mengalami perubahan perwatakan atau dapat dikatakan Karmain adalah tokoh berkembang dalam cerpen. Ia yang sebelumnya menaati tradisi yang ada dalam kelompok di desanya, setelah ia merantau lepaslah semua tradisi tersebut dan bahkan sudah tidak lagi keinginan Karmain untuk datang ke desa nya sekedar mengingat masa kecilnya. Tuduhan yang diungkapkan oleh laki-laki pemanggul goni menjadikan Karmain termasuk kategori laki-laki yang mengejar kebahagiaan duniawi. Meskipun kini ia telah berhasil dan sukses namun Karmain tetap diingatkan bahwa dirinya memiliki masa lalu. Karmain adalah sosok yang pendiamsejak ia masih remaja. Pada saat remajaia milih untuk tidak menjadi seperti anak remaja seusianya yang bermain dan berbuat onar, ia banyak menghabiskan waktu untuk bermain sendiri di rumahnya.

Karmain ingat, ketika masih umurnya memasuki masa remaja, dia bercita-cita, kelak kalau sudah dewasa, dia akan memiliki gedung bioskop. Maka, dengan caranya sendiri, dia menciptakan bioskop-bioskopan.9

8Ibid, h.8. 9Ibid.

44

Kutipan di atas menggambarkan Karmain yang selalu bermain bioskop- bioskopan dan bercita-cita sebagai pemilik gedung bioskop ini tidak bisa dikategorikan sebagai cita-cita sederhana, sudah terlihat sejak Karmain masih remaja bahwa ia memiliki ciri sebagai seorang pemimpin. Ia berkeinginan untuk memiliki aset kekayaan, mempekerjakan banyak orang, dan bukan sebagai pekerja kantor. Sebagai manusia, terkadang hal duniawi membuat silau dan lupa akan masalah akhirat. Hal ini berbanding terbalik dengan Karmain, seorang anak remaja yang pandai dan sholeh sering kali menjadi penabuh beduk di masjid setiap kali waktu sembayang telah tiba.

Pada suatu hari, ketika sedang asyik-asyiknya bermain bioskop- bioskopan, tiba-tiba Karmain ingat, waktu untuk menabuh beduk sudah tiba. Maka berlarilah dia ke masjid, meninggalkan kertas-kertas tipis berserakan di lantai. Seorang anak kampung Burikan pula, Amin namanya, telah datang terlebih dahulu, dan telah menabuh beduk.10 Karmain terkenalrajin, sholeh, dan memang sosok anak remaja yang aktif di masjid karena tidak semua orang mau menabuh beduk di masjid. Namun ada dua aktivitas yang berbeda yang dilakukan oleh Karmain. Satu sisi ia memang seorang anak yang rajin di kampungnya, di sisi lain ia seorang anak remaja yang senang bermain bioskop. Bioskop di sini adalah sebuah hiburan duniawi yang bertolak belakang dengan kegiatan akhirat Karmain yaitu menabuh beduk. Meskipun Karmain telah meninggalkan kegiatan duniawi tetapi tetap saja ia terlambat menjalankan tugasnya. Selain itu, Karmain memang sosok yang taat beribadah sejak usia dini. Karmain diajarkan untuk tetap beribadah di manapun sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Begitu sempurnanya Karmain menjelaskan ajaran beribadah yang ibu nya pernah sampaikan kepadanya. Hal ini membuat Karmain tetap ingat dan melaksanakan ibadahnya walaupun ia sudah tinggal jauh dari desa asalnya.

”Baiklah, laki-laki pemanggul goni, kalau kau tak sudi naik dan sembahyang bersama saya, tunggulah saya di bawah. Saya akan sembahyang dulu. Sejak saya masih kecil sampai dengan saatnya ibu saya

10Ibid, h.9.

45

akan meninggal, ibu saya selalu mengingatkan saya untuk sembahyang dengan teratur lima kali sehari. Fajar sembahyang satu kali.Itulah sembahyang subuh.Tengah hari sembahyang satu kali.Itulah sembahyang lohor.Sore satu kali, itulah sembahyang ashar.Senja satu kali. Itulah sembahyang maghrib. Malam satu kali.Itulah sembahyang isya.Lima kali sehari. Dan kalau perlu, enam kali sehari, tambahan sekali setelah saya bangun lewat tengah malam dan akan tidur lagi. Itulah sembahyang tahajud.”11 Kutipan di atas menjelaskan bahwa betapa berjasa ibu Karmain yang telah mengajarinya sejak kecil tentang agama. Tindakan Karmain yang masih menjalankan ibadah ini menjadikan dirinya sebagai salah satu laki-laki yang walau sudah mendapatkan kesuksesan namun ia tetap taat beribadah. Karmain kerap mengajak laki-laki pemanggul goni tentang ibadah. Hal ini terjadi karena Karmain belum pernah berinteraksi langsung dengan laki-laki pemanggul goni, jadilah ia mengamati apa yang dilakukan pemanggul goni. Faktor kesendirian juga berpengaruh dengan sikapnya yang pendiam dan hanya melakukan ibadah. b. Laki-laki Pemanggul Goni Laki-laki pemanggul goni, laki-laki misterius berusia enam puluh tahun yang selalu datang pada waktu tertentu, memiliki ciri fisik yang khusus yaitu selalu membawa goni di punggungnya. Laki-laki pemanggul goni memiliki kebiasaan mengamati Karmain dari kejauhan. Dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni ia termasuk tokoh utama tambahan yang sederhana, karena tidak semua cerita hanya terfokus padanya. Dari segi fisik, laki-laki pemanggul goni digambarkan memiliki tubuh yang tidak berbeda dengan laki-laki pada umumnya.

Tubuh laki-laki pemanggul goni tidak besar, tidak juga kecil, dan tidak tinggi, namun juga tidak pendek, semenatara goni yang dipanggulnya selamanya tampak berat, entah apa isinya. Berdasarkan kutipan tersbut, laki-laki pemanggul goni tidak ada perbedaan dengan laki-laki pada umumnya.Hanya saja yang membedakan adalah ia selalu memanggul goni di punggungnya. Pantaslah jika Karmain merasa curiga dan cemas setiap kali ia melihat laki-laki pemanggul goni memperhatikan dirinya.

11Ibid,h.5.

46

…Di tengah-tengah jalan besar, laki-laki pemanggul goni berdiri membungkuk, mungkin karena goninya terlalu berat, sambil menembakkan matanya ke arah dirinya. Kendati lampu jalan tidak begitu terang, tampak dengan jelas wajah laki-laki pemanggul goni menyiratkan rasa amarah dan menantang Karmain untuk turun ke bawah.12

Kutipan di atas menggambarkan bahwa laki-laki pemanggul goni tidak hanya menyeramkan tetapi juga misterius.Ia seolah menyiratkan kemarahan atas apa yang dilakukan oleh Karmain. Laki-laki pemanggul goni selalu datang tiba- tiba dan tidak diketahui ia berasal dari mana, namun ia bisa mengetahui tempat tinggal Karmain. Ditambah ia selalu menunggu Karmain di tempat yang bukan selayaknya tempat menunggu. Tokoh laki-laki pemanggul goni merupakan tokoh yang statis, ia tidak memiliki perubahan perwatakan dari awal diceritakan hingga akhir cerita. Dulu ibunya pernah bercerita, bahwa pada waktu-waktu tertentu akan ada laki-laki pemanggul goni, mengunjungi orang-orang berdosa. Pekerjaan laki-laki pemanggul goni adalah mencabut nyawa, kemudian memasukkan nyawa korbannya ke dalam goni.Ibunya juga bercerita, beberapa hari sebelum suaminya tertembak, pada tengah malam laki-laki pemanggul goni datang, mengetuk-ngetuk pintu, kemudian pergi tanpa meninggalkan jejak.13 Kutipan di atas menunjukkan siapa laki-laki pemanggul goni yang sebenarnya.Cerita tentang laki-laki pemanggul goni ini berhasil membuat Karmain merasa cemas, sebab pencabut nyawa adalah sosok yang ditakuti semua manusia.Laki-laki pemanggul goni seorang yang memiliki cara untuk membuat orang lain tidak melupakan kesalahan di masa lalunya. Ia membuat siapapun yang bersalah harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya.

2. Tokoh Tambahan a. Ibu Ibu dikenal sebagai wanita single paren. Tokohini tidak banyak dihadirkan dalam cerita, namun perannya terhadap tokoh Karmain sangat berpengaruh.Ibu selalu mengajarkan Karmain tentang ilmu agama menjadikannya selalu berada

12Ibid, h.4. 13Ibid, h.7

47

dalam posisi tokoh yang baik.Ibu juga seorang tokoh tidak memiliki perubahan perwatakan atau dapat dikatakan sebagai tokoh statis.Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Sejak saya masih kecil sampai dengan saatnya ibu saya akan meninggal, ibu saya selalu mengingatkan saya untuk sembahyang dengan teratur lima kali sehari. Fajar sembahyang satu kali. Itulah sembahyang subuh. Tengah hari sembahyang satu kali.Itulah sembahyang lohor.Sore satu kali, itulah sembahyang ashar. Senja satu kali. Itulah sembahyang maghrib. Malam satu kali.Itulah sembahyang isya. Lima kali sehari. Dan kalau perlu, enam kali sehari, tambahan sekali setelah saya bangun lewat tengah malam dan akan tidur lagi. Itulah sembahyang tahajud.14

Berdasarkan kutipan di atas ternyata ibu tidak hanya menjalankan perannya sebagai ibu melainkan juga sebagai pembimbing Karmain untuk bekalnya di akhirat. Hal ini menjadikan Karmain sosok yang taat beribadah. Didikan secara mental dan nilai religi yang tanamkan sejak dini oleh ibu akanterus dibawa oleh Karmain hingga ia dewasa. Walaupun ibu adalah sosok orang tua yang mendidik anaknya sendirian, tetapi ia berhasil menjadikan Karmain sukses baik dunia maupun akhirat.

Ada foto ibunya ketika masih muda, seorang janda yang ditinggal oleh suaminya karena pada hari raya Idul Adha, suaminya tertembak ketika sedang berburu babi hutan bersama teman-temannya di hutan Medaeng.15 Kutipan tersebut menggambarkan betapa sulitnya menjadi seorang istri yang ditinggal suami secara tiba-tiba.Ia harus menjadi ibu sekaligus kepala rumah tangga serta mengurus Karmain yang pada saat itu masih kecil. Hari raya Idul Adha merupakan hari yang sakral untuk berkumpul bersama keluarga, tetapi takdir membuatnya harus kehilangan pendamping hidupnya. Bagaimana pun beratnya takdir yang ia terima tentang kematian suaminya membuatnya harus tetap menjalani kehidupan demi anak satu-satunya, Karmain.

14Ibid, h.5. 15Ibid, h.7.

48

b. Ayah Ayah sebagai seorang pemburu yang memiliki hasrat berburu cukup tinggi. Hal ini menjadikannya kurang pantas menjadi sosok kepala rumah tangga karena hanya mementingkan urusan dunia. Ayah tidak bisa menjadi teladan bagi anak laki-lakinya yakni Karmain karena ayah tidak memberikan didikan yang berguna untuk Karmain. Tokoh ayah merupakan tokoh statis karena perwatakan yang digambarkan melalui tokoh ayah tidak memiliki perubahan.

“…Ayah bejat. Pada saat seharusnya dia di masjid, bersembahyang, dan kemudian membantu orang-orang menyembelih kambing, ayahmu berkeliaran di hutan.Bukan untuk menyembelih kambing, tapi mengejar-ngejar babi hutan untuk dibunuh. Ingatlah, pada hari Idul Adha, ketika Nabi Ibrahim sedang menyembelih anaknya sendiri, Ismail, datang keajaiban. Bukan Ismail yang disembelih, tapi kambing.”16 Berdasarkan kutipan di atas, ayah tewastidak dalam kondisi baik, yakni kondisi sedang berburu.Selain itu, ayah melakukan tindakan yang tidak menjadi contoh tauladan bagi anak laki-lakinya. Seorang ayah seharusnya memberikan didikan yang sesuai dengan nilai moral dan agama, seperti mengajak anak laki- lakinya pergi ke masjid untuk beribadah di malam hari raya Idul Adha, namun ia memilih untuk berburu babi. Sikap ayah yang mementingkan urusan dunia ini memiliki kelemahan secara moral, maka takdir lebih memilih mengambil ayah Karmain dari pada apabila hidup ia tetap tidak bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik untuk Karmain dan ibu. c. Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani memiliki peranan sebagai teman masa kecil Karmain. Mereka tingal di satu lingkungan yang sama. Keempat anak laki- laki ini beranjak remaja bersama serta melakukan kenakalan bersama.

Dulu, ketika masih kecil, Karmain bersahabat karib dengan Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, semuanya dari kampung Burikan. Dan di kampung Burikan tidak ada satu orang pun yang memelihara anjing, dan anjing dari kampung-kampung lain pun tidak pernah berkeliaran di kampung Burikan. Terceritalah, ketika mereka sedang berjalan-jalan di

16Ibid, h.8-9.

49

kampung Barongan, mereka tertarik untuk mencuri buah mangga di pekarangan rumah seseorang yang terkenal karena anjingnya sangat galak. Belum sempat mereka memanjat pohon mangga, dengan sangat mendadak ada seekor anjing hitam, tinggi dan besar tubuhnya, menyalak-nyalak ganas, kemudian mengejar mereka.17 Kutipan di atas mempertegas pertemanan antara Karmain dan ketiga temannya. Mereka melakukan aktifitas bersama seperti pada anak seusianya. Namun ketiga teman karmain ini tidak memiliki sikap yang berubah-ubah, diceritakan ketiga temannya sejak awal cerita merupakan anak-anak yang berani melanggar aturan yang berlaku, maka tokoh ketiga teman Karmain ini merupakan tokoh statis.

b) Pohon Hayat Dalam cerpen Pohon Hayat terdapat dua tokoh yang paling berpengaruh dalam jalan ceritanya. Penulis akan membahas tokoh berdasarkan fokus yang dutulis pengarang. Dua tokoh berpengaruh tersebut ialah Aku dan Nenek. a. Aku Tokoh Aku merupakan seorang anak kecil yang polos yang memiliki rasa penasaran tentang kehidupan. Penasarannya itu pun ia kejar hingga ia menemukan pengetahuan baru yang diberikan oleh neneknya. Seperti dalam kutipan berikut. “Suatu ketika, aku pernah mendesak nenek untuk mengantarku ke alun-alun kota, untuk melihat langsung pohon itu. Tentu saja tanpa sepengetahuan ibu. Karena, kalau ibu tahu pasti ibu tak akan mengizinkan. Diam-diam kami pun berangkat, pelan-pelan aku menuntun nenek yang jalannya sudah tidak tegap lagi.”18

Pohon yang dimaksud dalam kutipan di atas adalah pohon kehidupan yang diceritakan oleh neneknya. Begitu antusiasnya ia ingin mengetahui tentang kehidupan melalui pohon tersebut. Kisah tentang pohon yang dianggap suci oleh sang nenek diturunkan ke tokoh Aku. Tokoh Aku dalam cerita ini tidak diijinkan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kehidupan, namun rasa penasaran yang dimiliki tokoh Aku cukup besar, seperti dalam kutipan.

17Ibid, h.6. 18Ibid, h.25

50

”Nek,” aku menjawil lengan nenek. ”Ya?” ”Apakah daun-daun kering yang berserakan di bawah ini adalah jasad orang-orang yang sudah mati?” ”Ya, daun-daun itu adalah jasad tilas mereka dari pohon kehidupan.” ”Berarti jasad tilas ayah ada di antara daun-daun kering itu?” ”Mungkin.Tapi nenek kira, kini, jasad ayahmu sudah menyatu kembali dengan tanah.”19

Tokoh Aku dalam kutipan di atas mulai mempercayai perkataan nenek. Selain ia mulai mempercayai perkataannya neneknya, ia juga masih kecil saat bertanya tentang hal itu, maka wajar apabila ia merasa penasaran tentang kehidupan dan tentang kematian. Namun, pernyataann neneknya ini diterima oleh tokoh Aku. Setelah rasa penasarannya terjawab, saat ia merasa neneknya akan meninggal maka ia datang menemui pohon tersebut. “Berjam-jam aku berdiri di bawah pohon itu.Tak tampak satu daun pun yang gugur.Nenek hanya sakit tua biasa.Ia akan segera sembuh, bisikku dalam hati. Ketika aku beranjak pergi meninggalkan pohon itu, tiba-tiba angin berhembus.Sekilas hembus.Beberapa daun dari pohon itu melayang-layang di udara dan akhirnya rebah di tanah.Aku terdiam menyaksikannya, lalu pergi dengan rahasia yang masih mengepul kepala. Sampai di rumah, tiba-tiba ibu memelukku dengan isakan lirih, ”Nenekmu sudah pergi.”20

Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Aku mengakui bahwa apa yang dikatakan oleh neneknya benar. Dalam hal ini pandangan tentang cerita masa lalu yang ditanamkan oleh tokoh nenek pun berhasil membuat ia percaya bahwa cerita neneknya benar. b. Nenek Tokoh nenek adalah sosok warga yang masih mempercayai kisah mitos tentang asal usul manusa. Kisah masa lalu yang kemudian ia ceritakan dengan

19Ibid, h.26. 20Ibid, h.28.

51

seorang cucu yang dianggap masih mudah untuk mewariskan cerita-cerita yang ia miliki. Ia mempercayai bahwa hidup manusia adalah rahasia takdir. ”Mereka adalah orang-orang tua yang masih hidup di kota ini, mereka-mereka yang sudah lama bertengger di atas pohon kehidupan.” ”Apakah mereka akan segera gugur.” ”Tentu saja, Nak.Gugur adalah takdir mereka.” ”Apa Nenek ada di antara salah satu daun kemuning yang ada di atas sana, yang siap gugur itu?” ”Nenek tak tahu. Itu rahasia yang di atas, tak seorang pun berhak tahu.”21

Takdir yang nenek katakan kepada sang cucu diibaratkan sama dengan daun yang berguguran dari pohonnya. Nenek meyakini bahwa takdir itu bisa menghampiri siapa saja termasuk anak muda. Seperti yang ia yakini tentang daun yang masih hijau. “Nenek mengernyitkan dahi, ”Siapa bilang? Setiap lembar daun kehidupan yang ada di atas sana adalah rahasia. Tak ada seorang pun yang tahu. Gugur adalah hak semua daun, dari yang kemuning, yang masih segar dan hijau, bahkan yang masih tunas pun bisa saja patah dan gugur.”

Kutipan di atas menegaskan bahwa cerita yang nenek jelaskan kepada cucunya ini adalah benar tentang kehidupan seseorang yang hidup dan meninggal. Peristiwa hidup dan meninggalnya seseorang nenek mempercayakan kepada sebuah pohon besar yang ia yakini sebagai pohon kehidupan masyarakat setempat.

c) Kurma Kiai Karnawi Cerpen Kurma Kiai Karnawi karya Agus Noor memiliki dua tokoh yang paling berpengaruh dalam jalan ceritanya. Dua tokoh tersebut ialah Hanafi dan Karnawi. Diceritakan Hanafi adalah tokoh utama yang mempercayai hal-hal di luar akal sehat yang dilakukan oleh Karnawi seorang Kiai.

21Ibid, h.26.

52

a. Karnawi Karnawi adalah seorang Kiai yang dihormati di desa tempat ia tinggal. Ia memiliki sejarah dapat menyembuhkan warga sekitar hanya dengan kurma Nabi yang ia miliki. Hal tersebut dalam kutipan berikut. “Kiai Karnawi mengeluarkan sebutir kurma, dan menyuapkan ke mulut orang itu. Para saksi mata menceritakan: sesaat setelah kurma tertelan, tubuh orang itu terguncang hebat, seperti dikejutkan oleh badai listrik. Lalu cairan hitam kental meleleh dari mulutnya, berbau busuk, penuh belatung dan lintah.”22

Dalam kehidupan nyata kutipan di atas dianggap sebagai guna-guna akibat ilmu hitam. Dengan bantuan Karnawi penyakit tersebut bisa hilang.Warga mempercayai khasiat yang terkandung dalam kurma yang dibawa oleh Karnawi karena kurma tersebut adalah kurma spesial yang dipetik langsung oleh Karnawi di tembat Nabi. “Itu kurma ajwah, kata orang-orang. Kurma Nabi. Kurma dari surga, yang bisa menangkal sihir dan racun.Kanjeng Nabi sendiri yang menanam bibit pohon kurma itu di Madinah.Warnanya kehitaman, tak lebih hanya setengah jari orang dewasa, lebih kecil dibanding kurma lainnya, tapi paling enak rasanya.Kiai Karnawi memetik langsung kurma itu dari pohon yang ditanam Kanjeng Nabi.”23

Dengan penjelasan dan cerita dari warga sekitar semakin memantapkan kemampuan Karnawi untuk menyembuhkan orang. Keyakinan masyarakat yang mengandalkan berobat dengan Karnawi pun terjawab karena ia meyakinkan warga bahwa kurma Ajwa yang ia dapatkan adalah benar dari perkebunan Nabi. Secara fisik tokoh Karnawi berperawakan biasa tidak seperti kiai modern atau orang yang hebat seperti kebanyakan orang ceritakan. “Perawakan Kiai Karnawi kurus, agak pendek, berkulit coklat gelap. Penampilannya sama sekali tidak meyakinan sebagai seorang kiai yang kharismatik. Tidak bergaya, gumam Hanafi saat pertama kali melihatnya, tidak seperti kebanyakan tokoh agama sekarang yang sering

22Ibid, h.169. 23Ibid, h.171.

53

dilihatnya di televisi, yang selalu berpakaian modis atau bersurban putih necis. “Hehe, saya ini memang kiai jadul,”

Kutipan di atas menunjukkan bahwa fisik seseorang tidak melulu seperti apa orang tersebut. Terbukti bahwa Karnawi yang tidak seperti “kiai kebanyakan ternyata memiliki “ilmu” atau kerap disebut dengan “orang pinter”.

b. Hanafi Hanafi adalah sosok seorang yang polos dan mudah percaya dengan cerita mitos. Tetapi kepercayaannya hanya ia dapat melalui pendengaran saja. Seperti dalam kutipan berikut. “Kemunculan Kiai Karnawi mampu meredakan amuk buruh tani. Saat itu Kiai Karnawi berhasil menangkap sebutir peluru yang ditembakkan kepadanya (Hanafi suka membayangkan adegan ini secara slow motion seperti dalam film: ketika peluru itu meluncur ke arah Kiai Karnawi, dan dengan gerakan ringan Kiai Karnawi menangkapnya) dan langsung membentak komandan pasukan, agar menarik mundur semua aparat. Bocah yang kepalanya tertembak dibopong Kiai Karnawi.Disuapkan sebutir kurma.Pelan-pelan, peluru yang menancap dalam kepala bocah itu menggeliat keluar.Dan lobang bekas peluru itu, menutup dengan sendirinya.”24

Dari kutipan di atas, Hanafi mempercayai bahwa yang dilakukan Karnawi benar kejadiannya.Walaupun Hanafi hanya mendengar dari warga tentang kehebatan Karnawi tetapi Hanafi benar-benar mempercayai kehebatan Karnawi.

3. Latar Latar merupakan salah satu unsur yang menunjanng terjadinya suatu cerita. Latar ialah tempat umum, waktu kesejarahan, dan kebiasaan masyarakat. Latar tempat merupakan lingkungan tempat peristiwa terjadi, latar waktu ialah waktu kapan terjadinya peristiwa, latar sosial juga pada umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, kebiasaan, cara hidup dan bahasanya.

24Ibid, h.170.

54

a. Latar Tempat 1) Laki-laki Pemanggul Goni Latar tempat merupakan lokasi kejadian yang ada di dalam cerpen. Melalui latar tempat, pembaca dapat membayangkan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar tempat yang terdapat pada cerpen Laki-laki Pemanggul Goni merupakan salah satu desa wilayah di Indonesia, yaitu desa Burikan dan Barongan di Kudus, Jawa Tengah dan satu tempat di apartemen. 1) Apartemen Apartemen adalah lokasi pembuka cerita yang menjadi tempat tinggal Karmain setelah dewasa. Budi Darma memilih apartemen berlantai sembilanuntuk dijadikan latar tempat tinggal Karmain karena untuk menunjukkan status sosial Karmain yang sudah hidup mapan.

Karmain selalu ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke bawah, ke jalan besar, dari apartemennya di lantai sembilan.25

Apartemen berlantai sembilan di sebuah pusat kota yang langsung berhadapan dengan jalan raya merupakan sesuatu yang mewah untuk seorang perantau yang bekerja jauh dari desa. Semakin tinggi apartemen yang dimiliki maka dapat diukur kekayaan orang tersebut. Ciri apartemen yang terdapat dalam cerpen merupakan ciri apartemen yang berada di negara maju seperti Singapore. Dari atas jendela ruangan apartemen bisa langsung melihat ke bawah, taman, serta aktifitas warga lainnya.

2) Burikan dan Barongan Burikan dan Barongan adalahdua desa yang terletak di wilayah Kudus, Jawa Tengah.Kedua desa ini digunakan oleh Karmain untuk singgah, Burikan adalah desa tempat tinggal Karmain sedangkan Barongan tempat Karmain dan teman-temannya bermain.

Dulu, ketika masih kecil, Karmain bershabat baik dengan Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, semuanya dari kampung Burikan. Dan di kampung

25Ibid, h.3.

55

Burikan tidak ada satu orang pun yang memilhara anjing, dan anjing dari kampung-kampung lain pun tidak pernah berkeliaran di kampung Burikan. Terceritalah, ketika mereka sedang berjalan-jalan di kampung Barongan, mereka tertarik untuk mencuri buah mangga di pekarangan rumah seseorang yang terkenal karena anjingnya yang galak..26 Berdasarkan kutipan tersebut, desa Burikan menjadi desa yang terbilang agamis, karena tidak ada satupun warga di desa tersebut yang memlihara anjing, binatang yang dalam agama Islam diharamkan. Berbeda dengan desa Barongan yang menjadi tempat bermain Karmain. Satu desa yang memiliki perbedaan karena terdapat warganya yang memlihara hewan yang diharamkan tersebut. Perbedaan itu yang membuat Karmain penasaran dan memilih untuk bermain di desa Barongan.

3) Hutan Madaeng Hutan Madaeng merupakan lokasi meninggalnya ayah Karmain akibat beruburu babi hutan pada saat Idul Adha.

Seorang janda yang ditinggal oleh suaminya karena pada hari raya Idul Adha, suaminya tertembak ketika sedang berburu babi hutan bersama teman-temannya di hutan Madaeng.27 Kutipan di atas menunjukkan bahwa, hobi berburu ayah menjadi motif pemburuan babi hutan di malam Idul Adha. Ia hanya menuruti keinginannya untuk berburu di dalam hutan Madaeng tanpa memikirkan hal buruk yang dilakukan di malam Idul Adha. Karena pada saat malam Idul Adha umat Muslim percaya bahwa melaksanakan sunnah ke Masjid adalah yang terbaik sesuai dengan ajaran agama.

4) Gunung Muria Gunung Muria merupakan lokasi di sekitar Kudus yang memang terkenal dengan kekuatan mitosnya. Gunung Muria menjadi lokasi menghilangnya ketiga teman Karmain secara tiba-tiba.

26Ibid, h.8. 27Ibid, h.7.

56

“Apakah kamu berserta sahabat-sahabatmu, Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani pernah tersesat di hutan Gunung Muria?” “Ya.” “Tahkah kamu kemana sahabat-sahabatmu itu pergi?” “Mereka saya ambil. Saya tahu, kalau mereka tidak saya ambil, pada suatu saat kelak dunia akan gaduh. Gaduh karena, kalau tetap hidup, mereka akan mengacau, membunuh, dan menyebarkan nafsu besar untuk berbuat dosa.”28 Berdasarkan kutipan di atas, kasus ini menjelaskan bahwa siapapun, tidak terkecuali orang dewasa atau anak kecil yang boleh sembarangan bermain di gunung. Gunung adalah tempat sakral bagi sebagian orang atau yang biasa disebut “kuncen” untuk melakukan penyembahan kepada makhluk yang tinggal di dalam gunung tersebut. Melalui latar tempat yang dihadirkan dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni dapat dilihat perkembangan ciri sosial tokoh. Perubahan latar yang dialami tokoh utama dari yang berlatarkan di desa kecil hingga sebuah apartemen mewah, menjadikan tokoh utama memiliki status sosial yang berbeda.

2) Pohon Hayat Latar tempat yang terdapat pada cerpen Pohon Hayat terdapat di alun-alun kota dan di rumah nenek. 1) Alun-alun Kota Alun-alun kota merupakan tempat berdirinya pohon besar dan keramat yang dianggap suci oleh tokoh nenek. “Suatu ketika, aku pernah mendesak nenek untuk mengantarku ke alun-alun kota, untuk melihat langsung pohon itu.Tentu saja tanpa sepengetahuan ibu. Karena, kalau ibu tahu pasti ibu tak akan mengizinkan. Diam-diam kami pun berangkat, pelan-pelan aku menuntun nenek yang jalannya sudah tidak tegap lagi. Jarak antara rumah dan alun- alun kota sebenarnya tidak terlalu jauh. Kami cukup naik angkutan umum satu kali, tak sampai setengah jam kami sudah sampai.”29

28Ibid, h.8. 29Ibid, h.25.

57

Berdasarkan kutipan di atas, alun-alun kota yang merupakan latar tempat bukan merupakan tempat umum yang dijumpai oleh anak sesusia tokoh aku. Meskipun jarak yang dekat, tetapi tetap harus didampingi oleh orang dewasa.

2) Rumah Rumah di dalam cerpen adalah tempat tinggal nenek dan tokoh Aku. Rumah itu juga menjadi tempat Nenek untuk menghabiskan masa tua hingga menghembuskan napas terakhirnya. “Sampai di rumah, tiba-tiba ibu memelukku dengan isakan lirih, ”Nenekmu sudah pergi.” Bujur tubuh nenek mengingatkanku pada daun kemuning yang rebah di tanah, di alun-alun kota beberapa saat lalu.”30

3) Kurma Kiai Karnawi Latar tempat yang terdapat pada cerpen Kurma Kiai Karnawi hanya terdapat di satu lokasi yaitu di rumah Kiai Karnawi. Rumah ini digunakan sebagai tempat berkumpulnya warga untuk mengadakan pengajian, salah satunya pengajian lailatul qodar. “Ada kejadian yang dilihat langsung Hanafi terkait hal itu.Ia diajak majikannya mengikuti pengajian Kiai Karnawi. Ratusan orang hadir di pengajian lailatur qadar di rumah Kiai Karnawi yang kecil dan sederhana.”31

Dalam kutipan di atas, menggambarkan bahwa meskipun rumah kiai Karnawi terlihat kecil dan sederhana, namun tetap memiliki pilihan dan memiliki daya tarik sebagai tempat berkumpul dan mengadakan pengajian.

30Ibid, h.28. 31Ibid, h.172.

58

b. Latar Waktu 1) Laki-laki Pemanggul Goni Latar waktu ialah latar yang menggambarkan kapan peristiwa itu terjadi. Dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni latar waktu yang disebutkan tidaklah banyak a. Tengah Malam Pada suatu hari, ketika hari sudah melewati tengah malam dan Karmain sudah bangun lalu membersihkan tubuh untuk sembahyang, korden jendela seolah-olah terkena angin dan menyingkap dengan sendirinya.32 Berdasarkan kutipan di atas, digunakannya tengah malamsebagai latar waktu untuk menunjukkan beberapa hal. Hal pertama tengah malam bisa menunjukkan betapa heningnya suasana malam.Kemudian malam bagi sebagian orang, terutama umat muslim dipercaya merupakan waktu yang khusuk untuk melakukan ibadah. Namun, malam yang seharusnya menjadi waktu yang dinantikan pun hilang ketika Karmain merasa cemas dengan suasana malam. b. Fajar “Karmain tertidur, dan ketika terbangun, waktu sembahyang fajar sudah tiba.Dan setelah Karmain membersihkan tubuh, siap untuk sembahyang, korden jendela menyingkap lagi.Laki-laki pemanggul goni berdiri di tengah jalan lagi, wajahnya menunjukkan kemarahan lagi, dan matanya menyala-nyala, menantang lagi.”33 Berdasarkan kutipan tersebut, waktu fajar dapat diartikan sebagai pagi hari. Pagi hari adalah awal dari segala aktivitas yang dilakukan setiap hari. Seperti sembahyang, kemudian lanjut melakukan aktivitas pekerjaan lain. Namun hal tersebut tidak dirasakan oleh Karmain, sebab setiap kali ia akan melaksanakan ibadah atau memulai aktivitas lainnya,ia akan merasa terganggu oleh kecemasan akan sosok yang datang untuk mengamati kehidupan Karmain. Kecemasan yang ia rasakan tidak mengenal waktu.

32Ibid, h.4. 33Ibid, h.7.

59

c. Awal tahun 1980an Ketika masih umurnya memasuki masa remaja, dia bercita-cita, kelak kalau sudah dewasa, dia akan memiliki gedung bioskop. Maka, dengan caranya sendiri, dia menciptakan bioskop-bioskopan.Kertas tipis dia gunting, dia bentuk menjadi orang-orangan.Lalu dengan tekun dia membuat roda kecil dari kayu.Orang-orangan dari kertas tipis dia ikat pada benang, benang ditempelkan pada roda kayu.Lalu dia memasang kertas minyak, menutup semua jendela supaya gelap, menyalakan lilin, menggerak-gerakkan orang-orangan. Dari balik kertas minyak terpantulah bayangan orang-orangan. Mereka bisa berlari-lari, berkejar-kejaran, dan saling membunuh, seperti yang terjadi pada tontonan wayang kulit.34 Pada awal tahun 1980an, perekonomian Indonesia belum sebaik sekarang.Permainan yang dibuat hampur seluruhnya mengginggakan keterampilan tangan. Pada saat itu juga sedang marak hiburan malam seperti wayang kulit, wayang orang. Karmain yang menginjak usia remaja pada tahun yang sama sedang gemar membuat permainan yang ia buat sendiri mirip seperti wayang kulit. Permainan yang terkenal pada jamannya itu ia buat sebagus mungkin agar dapat ia mainkan secara berulang.

d. Tahun 2010an Karmain, kamu sekarang sudah menjadi orang penting. Kamu sudah menjelajahi dunia, dan akhirnya kamu di sini, di negara yang terkenal makmur.35 Berdasarkan kutipan tersebut, kehidupan Karmain sudah jauh lebih baik dari segi materi dan sudah tidak lagi mendapatkan kesulitan ekonomi. Pada perkiraan awal tahun 2010an perekonomian pun berubah. Perubahan inilah yang membuat pola kehidupan Karmain berubah juga. Ia sekarang tinggal di apartemen, dapat dikatakan tempat tinggal untuk orang-orang yang memiliki penghasilan lebih dari cukup. Perubahan latar waktu yang dialami tokoh utama tidak membuat keadaan psikis Karmain menjadi lebih baik. Pagi atau malam, bahkan tahun saat ia masih remaja dan setelah ia menjadi sukses pun tidak berarti ia bisa hidup dengan bebas

34Ibid, h.9. 35Ibid, h.8.

60

dan bahagia seperti laki-laki lain pada umumnya. Semakin status sosial Karmain berubah, semakin tinggi kesuksesan yang ia raih, perasaannya semakin gelisah.

2) Pohon Hayat Latar waktu dalam cerpen Pohon Hayat tidak dituliskan secara langsung dan jelas oleh pengarang. Latar waktu pada cerpen ini digunakan untuk memperkuat alur kilas balik. Jika dilihat dari tahun cerpen ini diterbitkan, pada tahun 2012 terjadi peristiwa bencana alam yang terjadi di Pulau Jawa, tepatnya di daerah Malang yang merupakan tempat tinggal pengarang. Sehingga dapat dikatakan bahwa peristiwa bencana yang terjadi dalam cerpen memiliki latar waktu yang sama dengan peristiwa sesungguhnya.

3) Kiai Kurma Karnawi Latar waktu dalam cerpen Kurma Kiai Karnawi tidak dituliskan secara langsung dan jelas oleh pengarang. Namun terlihat latar pada saat pemilu, yaitu sekitar tahun 2012. Seperti kutipan di bawah ini. “Wali Kota resmi diumumkan: Umar Rais terpilih sebagai Wali Kota! Suasana rumah majikannya dipenuhi sukacita kebahagiaan.Dua anak laki-laki Pak Umar yang sudah mahasiswa bahkan tak bisa menyembunyikan kegembiraannya dengan berlarian teriak-teriak keliling halaman, “Yeaah, akhirnya Bapak jadi Wali Kota! Wali Kota!!”36

Berdasarkan kutipan di atas, majikan Hanafi terpilih sebagai Wali Kota daerah setempat. Kegembiraan pun mewarnai suasana pesta rakyat yang diselenggarakan pada waktu yang bersamaan pada tahun tersebut.

36Ibid, h.175.

61

c. Latar Sosial 1) Laki-laki Pemanggul Goni Latar sosial pada umumnya mencakup tentang keadaan masyarakat, kelompok sosial, kebiasaan, cara hidup, dan bahasa. Dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni latar sosial yang ditemukan pada sikap yang terjadi dalam cerpen.

Karmain kembali ke lantai sembilan, masuk ke dalam apartemen, kemudian mencari berkas-berkas lama yang sudah lama tidak ditengoknya. Setelah membuka-buka sana dan sini, Karmain menemukan album lama. Ada foto ibunya ketika masih muda, seorang janda yang ditinggal oleh suaminya karena pada hari raya Idul.37 Kutipan di atas menunjukkan status sosial baru Karmain saatdewasa.Status sosial inilah yang membuat Karmain melupakan jati dirinya. Jika ia adalah anak yang mengahrgai jasa kedua orang tuanya, maka ia akan memperlakukan kenangan dengan semestinya. Terlihat bahwa ia tidak menghargai peristiwa yang berkaitan dengan masa kecilnya. Bahkan foto ibunya tidak ia pasang di dinding ruangan rumahnya, tapi ia biarkan semua menjadi tumpukkan cerita lama yang tidak pernah ia ingat lagi. Maka pantas jika ada pepatah yang berkata, semakin tinggi status sosial seseorang, semakin lupa iadengan masa lalunya.

Demikianlah, pada suatu hari, ketika sedang asyik-asyiknya bermain bioskop-bioskopan, tiba-tiba Karmain ingat, waktu untuk menabuh beduk sudah tiba. Maka berlarilah dia ke masjid, meninggalkan kertas-kertas tipis berserakan di lantai. Seorang anak kampung Burikan pula, Amin namanya, telah datang terlebih dahulu, dan telah menabuh beduk.Setelah selesai sembahyang, Karmain dan beberapa orang pulang.38 Kutipan tersebut bertolak belakang dengan sikap Karmain saat ia dewasa.Karmain saat masih remaja, masih tinggal di kampung, iaramah dan ringan tangan. Kebiasaannya tidak lain adalah bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Sikap ini bertujuan untuk bisa mengenal, mengakui dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai ada di dalam masyarakat. Maka Karmain akan lebih mudah

37Ibid, h.7. 38Ibid, h.9.

62

dalam berkomunikasi antar warga kampungnya. Permainanannya pun sederhana, yakni terbuat dari kertas yang ia buat sendiri bukan gadget. Bahkan untuk melaksanakan ibadah sembahyang saja ia pergi ke masjid sesuai dengan waktunya. Dalam latar sosial kareakterisasi tokoh utama semakin dikuatkan. Hal ini dapat dilihat dari sikap Karmain yang sekarang semakin berbeda dari saat ia masih kecil, perbedaan Karmain ditampilkan dalam latar sosial. Karakter Karmain yang menjadi lebih angkuh dan bersikap tidak peduli, serta hidup sendiri, berbanding terbalik dengan masa lalu nya.

2) Pohon Hayat Latar sosial dalam cerpen Pohon Hayat ditemukan pada sikap tokoh yang terjadi dalam cerpen. “Setiap manusia pasti akan pergi ke muasalnya. Tak ada hubungannya dengan pohon dan daun-daun. Tapi entahlah, hati kecilku selalu mengatakan bahwa cerita nenek itu benar adanya. Aku jadi bertanya-tanya, apakah setiap pohon yang ada di alun-alun kota adalah pohon kehidupan yang menyimpan rahasia kehidupan setiap penduduknya? Entahlah, kukira itu juga sebuah rahasia.”39

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat sikap sosial tokoh Aku yang tidak berubah meskipun ia telah dewasa. salah satunya ia tetap mempercayai cerita mitos yang diceritakan oleh neneknya tentang takdir dan kehidupan berdasarkan pohon kehidupan dan daun yang berguguran.

3) Kurma Kiai Karnawi Latar sosial dalam cerpen Kurma Kiai Karnawi ditemukan pada sikap tokoh yang terjadi dalam cerpen. “Sekarang ini tak cukup hanya jadi pengusaha,” jawab Umar Rais.“Kamu tahu, jadi pengusaha kalau tidak dekat dengan partai juga sulit dapat proyek. Tidak bakalan dapat bagian. Semua politikus itu sudah melebihi pengusaha cara berfikirnya. Mereka hanya berfikir untung,

39Ibid, h.28.

63

untung dan untung. Mereka harus dapat bagian untuk setiap proyek yang mereka anggarkan. Proyek belum berjalan, mereka harus diberi persekot di depan. Sementara keuntungan pengusaha yang makin sedikit juga mesti dialokasikan buat setor ke partai. Kalau tidak ya tidak bakal bisa menang tender…”40

Berdasarkan kutipan di atas, status sosial terjadi di kalangan masyarakat terkait dengan politik. Tidak dipungkiri, masyarakat yang berkecimpung di dunia politik memiliki penghasilan yang lebih besar dibanding berwirausaha. Hal ini mennjadikan “mendadak politik” marak di kalangan masyarakat, termasuk tokoh dalam cerpen Kurma Kiai Karnawi.

4. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita.Alur dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni dan Pohon Hayat ini menggunakan alur campuran (maju-mundur). Alur dalam cerpen tersebut dimulai ketika peristiwa konflik telah selesai kemudian mundur (flash back) menceritakan tentang kronologis terjadinya konflik yang dialami para tokoh. Alur campuran ini dimulai penceritaan tokoh utama pada setiap kejadian yang dialami (tokoh tersebut merupakan korban konflik). Kemudian pembaca seolah diajak mengenang peritiwa yang dialami oleh tokoh, dalam hal ini yaitu peristiwa konflik sosial. Sedangkan satu cerpen lainnya yang berjudul Kurma Kiai Karnawi memiliki alur yang berbeda. Cerpen ini menggunakan alur maju. Alur bermula sesuai dengan kejadian tahapan alur, yang berakhir dengan tahapan penyelesaian.

Laki-laki Pemanggul Goni a. Tahap Penyituasian Persitiwa yang terjadi pada tahap penyituasian berawal dari kecemasan Karmain terhadap sosok laki-laki pemanggul goni yang memperhatikan dirinya setia kali ia hendak melakukan ibadah. Dalam suatu perasaan cemas, Karmain memerhatikan pemanggul goni dari rumahnya.

40Ibid, h. 173.

64

Setiap kali akan sembahyang, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang, Karmain selalu ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke bawah, ke jalan besar, dari apartemennya di lantai sembilan, untuk menyaksikan laki-laki pemanggul goni menembakkan matanya ke arah matanya.41 Kutipan di atas menjelaskan bagaimana perasaan Karmain sebagai tokoh utama yang diperkenalkan mengalami kecemasan. Karmain selalu memperhatikan soosk lain yang selalu mengganggu dirinya. Kehadiran laki-laki pemanggul goni di kehidupan Karmain bertujuan untuk mengingatkan kembali sosok laki-laki pemanggul goni yang pernah dikenal oleh Karmain pada masa kecilnya dahulu. Pertemuan antara Karmain dan laki-laki pemanggul goni menjadi pertemuan pertamanya setelah ia dewasa.

b. Tahap Pemunculan Konflik Konflik muncul ketika laki-laki pemanggul goni datang menemui Karmain dengan cara masuk ke rumah Karmain tanpa sepengetahuannya.

Ketika Karmain tiba kembali di apartemennya, ternyata laki-laki pemanggul goni sudah ada di dalam, duduk di atas sajadah, melantunkan ayat-ayat suci, sementara goninya terletak di sampingnya.42

Dari kutipan di atas, terlihat bahwa yang dilakukan oleh laki-laki pemanggul goni dengan muncul tiba-tiba di hadapan Karmain membuat dirinya terkejut. Dipilihnya sajadah tempat untuk bertemu Karmain oleh pengarang bukan tanpa sebab. Sejak awal Karmain menganggap bahwa laki-laki pemanggul goni tidak melaksanakan ibadah karena hanya mengamati Karmain dari luar jendela saja. Hal ini dibuat sebagai sentilan bagi Karmain bahwa laki-laki pemanggul goni juga seorang yang bisa beribadah.

c. Tahap Peningkatan Konflik Pada tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembanngkan kadar intensitasnya. Dalam cerpen

41Ibid, h.3. 42Ibid, h.8.

65

Laki-laki Pemanggul Goni, peningkatan konflik terjadi ketika Karmain berani mengungkapkan jati diri laki-laki pemanggul goni.

”Wahai, laki-laki pemanggul goni,” kata Karmain setelah terdiam agak lama.”Ibu saya dulu pernah berkata, ada laki-laki pemanggul goni yang sebenarnya, ada pula pemanggul goni yang sebetulnya setan, dan menyamar sebagai laki-laki pemanggul goni.” Laki-laki pemanggul goni tersengat, kemudian memandang tajam ke arah Karmain. Wajahnya penuh kerut-kerut menandakan rasa amarah yang sangat besar, dan matanya benar-benar merah, benar-benar ganas, dan benar-benar menantang.43

Berdasarkan kutipan di atas, kondisi seperti itu memungkinkan Karmain untuk berdialog dengan laki-laki pemanggul goni. Bukan hanya berdialog biasa tetapi Karmain dengan lantang menyebutkan sosok aslilaki-laki pemanggul goni yang ia ingat dari masa lalunya. Hal itu menjadikan Karmain berani untuk mengungkapkan kebenaran bahwa bukan dirinya yang salah salah dan ia tidak pantas mendapat perilaku yang dilakukan oleh laki-laki pemanggul goni kepada dirinya.

d. Tahap Klimaks Tahap klimaks yaitu tahap di saat konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Pada tahap klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni konflik terjadi ketika Karmain membantah pernyataan yang dilontarkan oleh laki-laki pemanggul goni. Laki-laki pemanggul goni, dengan kerut-kerut wajahnya dan nyala matanya, dengan nada ganas berkata: ”Hanya sayalah yang tahu apa yang akan terjadi seandainya mereka saya biarkan hidup.” ”Wahai, laki-laki pemanggul goni, hanya Nabi Kidirlah yang tahu apakah seorang anak kelak akan menciptakan dosa-dosa besar atau tidak. Apakah kamu tidak ingat, Nabi Kidir menenggelamkan perahu seorang anak muda yang tampan? Nabi Kidir tahu, kelak anak tampan ini akan

43Ibid, h.10.

66

menjadi pengacau dunia. Dan Nabi Kidir pun mempunyai hak untuk menghancurleburkan sebuah rumah mewah.Sebuah rumah mewah yang dihuni oleh seorang bayi yang kelak akan membahayakan dunia.”44 Kutipan di atas menjelaskan bahwa Karmain tidak percaya dengan semua ucapan yang dilontarkan oleh laki-laki pemanggul goni.Karmain mempunyai pendapat yang dapat memperkuat keyakinannya. Oleh karena itu ia menjelaskan tentang adanya Nabi Khidir yang menurut agama islam. Keputusan Karmain untuk menjelaskan secara agama dapat dibilang tepat, namun di sisi lain hal tersebut membuat laki-laki pemanggul goni semakin marah karena Karmain tidak percaya dengan dirinya.

e. Tahap Penyelesaian Tahap penyelesaian merupakan tahap di saat konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian. Pada cerpen Laki-laki Pemanggul Goni tahap penyelesaian ditandai dengan yakinnya Karmain bahwa kesalahan di masa lalunya bukan disebabkan oleh kelalaian dirinya. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut. Dan Karmain ingat benar, dulu, menjelang kebakaran hebat melanda kampung Burikan, kata beberapa orang saksi, laki-laki pemanggul goni datang. Lalu, kata beberapa saksi pula, laki-laki pemanggul goni masuk ke rumah Karmain, kemudian bergegas-gegas ke luar, dan melemparkan bola-bola api ke rumah Karmain. Dan setelah api berkobar-kobar ganas menjilati sebagian rumah di kampung Burikan, beberapa orang dari kampung Burikan dan kampung Barongan sempat melihat, laki-laki pemanggul goni melarikan diri di antara lidah-lidah api yang makin membesar.45

Kutipan di atas membuktikan bahwa kesalahan yang dilemparkan laki-laki pemanggul goni kepada Karmain itu tidak benar. Ketika Karmain selalu dituduh memiliki kesalahan di masa lalu, iaberhasil meyakinkan dirinya bahwa kebakaran yang terjadi di kampungnya bukan akibat dari kelalaiannya meninggalkan lilin menyala di dalam rumahnya.Ingatannya pun pulih, dengan adanya keterangan saksi-saksi yang menegaskan bahwa mereka melihat ada sosok laki-laki pemanggul goni yang datang ke kampungnya untuk membuat kebakaran, dan

44Ibid, h.10. 45Ibid, h.11.

67

melimpahkan rasa penyesalan serta kecemasan pada diri Karmain dan kemudian perasaan itu ia bawa hingga ia dewasa.

Pohon Hayat a. Tahap Penyituasian Peristiwa yang terjadi pada tahap penyituasian berawal dari kesedihan tokoh Aku yang kehilangan tokoh nenek karena telah meninggal akibat usia. Dalam perasaan sedih Aku dibawa oleh perasaanya untuk memperhatikan pohon kemuning cerita dari neneknya. “Kian hari tubuh nenek kian kering. Bahkan ia sudah tidak sanggup lagi bicara. Saat itu aku benar-benar takut.Takut ditinggalkan nenek.Takut kehilangan nenek.Tiba-tiba aku teringat pohon itu.Daun-daun kemuning itu. Tanpa izin ibu, aku beringsut pergi menuju alun-alun kota. Aku berdiri di bawah pohon itu dengan kepala tengadah. Berjaga-jaga jika sewaktu-waktu sebuah daun gugur dari sana. Tapi tidak, detik itu aku tak ingin ada satu daun pun gugur dari sana. Tapi seperti kata nenek, daun- daun di atas sana adalah rahasia. Tak seorang pun berhak tahu atas rahasia itu.”46

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana perasaan tokoh Aku sebagai tokoh utama yang mengalami kesedihan. Aku yang mempercayai mitos pohon dan daun gugur itu pun kemudian menjadi terus mengawasi sewaktu-waktu daun yang gugur adalah pertanda akhir dari kehidupan neneknya.

b. Tahap Pemunculan Konflik Konflik muncul ketika Aku melihat nenek saki setelah berjalan-jalan melihat pohon di tengah alun-alun kota. “Sepulang dari alun-alun kota, nenek mengeluhkan kaki tuanya yang keram. Beberapa hari berikutnya nenek terbaring sakit.Ibu menyebut penyakit nenek dengan ’penyakit orang tua’. Musabab itulah ibu tidak memarahiku ketika kukatakan bahwa sebenarnya akulah yang menyebabkan nenek sakit.Kian hari penyakit nenek kian parah.Tubuh nenek mati separuh.Tak bisa digerakkan.”47

46Ibid, h. 47Ibid, h.27.

68

Kutipan di atas menggambarkan kepanikan tokoh Aku, saat ia mengetahui neneknya jatuh sakit. Tetapi ia sedikit lega karena menyadari bahwa neneknya sudah tua dan hal tersebut biasa terjadi pada setiap orang yang sudah tua.

c. Tahap Peningkatan Konflik Pada tahap peningkatan konflik, konflik yang telah ada dari sebelumnya berkembang.Dalam cerpen Pohon Hayat peningkatan konflik terjadi pada saat tokoh nenek meninggal setelah Aku meyakinkan dirinya bahwa neneknya hanya sakit karena sudah tua. “Berjam-jam aku berdiri di bawah pohon itu.Tak tampak satu daun pun yang gugur.Nenek hanya sakit tua biasa.Ia akan segera sembuh, bisikku dalam hati. Ketika aku beranjak pergi meninggalkan pohon itu, tiba-tiba angin berhembus. Sekilas hembus.Beberapa daun dari pohon itu melayang-layang di udara dan akhirnya rebah di tanah.Aku terdiam menyaksikannya, lalu pergi dengan rahasia yang masih mengepul kepala. Sampai di rumah, tiba-tiba ibu memelukku dengan isakan lirih, ”Nenekmu sudah pergi.”48

Kutipan di atas menggambarkan kesedihan yang dirasakan Aku karena pada saat yang bersamaan ia mengunjungi pohon untuk mengetahui nasib terkahir neneknya. Setelah apa yang kemudian terjadi pada nenek, membuat ia semakin yakin bahwa daun yang terdapat di pohon tersebut adalah benar-benar daun yang menandakan takdir kehidupan manusia.

d. Tahap Klimaks Tahap ini terjadi pada saat Aku memutuskan untuk merantau setelah neneknya meninggal.Terlihat dalam kutipan berikut. “Seiring usia, masa kecilku hilang dilalap masa. Sebagai remaja yang bebas, aku pun merantau dari kota ke kota. Satu hal yang kemudian kusadari, setiap kota yang kusinggahi selalu memiliki pohon besar yang tumbuh menjulang di alun-alunnya. Hal itu mengingatkanku pada cerita

48Ibid, h.28.

69

nenek tentang pohon kehidupan di alun-alun kotaku.Namun, geliat zaman menyulap cerita itu menjadi cerita picisan yang sulit untuk dipercaya.”49

Pada kutipan di atas, Aku yang sudah dewasa terlihat lebih bijak dan memahami tentang kehidupan. Tetapi meskipun ia telah merantau ke berbagai kota, pola pikir Aku tentang mitos pohon besar yang ia percayai tidak luput dari ingatannya. Hal ini menjadikan Aku terus mengingat kota kelahirannya meskipun zaman sudah berubah dan kotanya pun telah banyak berubah.

e. Tahap Penyelesaian Pada cerpen Pohon Hayat ini tahap penyelesaian ditandai dengan bencana alam yang melanda kota kelahiran tokoh Aku. Hingga melenyapkan seluruh kota nya tanpa meninggalkan sisa apapun kecuali dirinya yang baru pulang setelah merantau. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. “Ketika aku kembali ke kota itu, yang kutemui hanya kota yang mati.Dengan sisa-sisa kenangan, aku merelakan ibu, merelakan kotaku, merelakan tilas masa kecilku.Bersama air mata, semua kularung ke udara. “Aku merangkak mendatangi alun-alun kota yang telah porak poranda.Dari kejauhan, pohon itu masih tampak menjulang meski compang-camping.Di bawah pohon itu, tubuhku gemetar memandangi satu-satunya daun yang masih bertengger di sana.”50

Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Aku kembali dengan penyesalan atas bencana yang terjadi di kota kelahirannya. Semua warga yang tinggal di kota tersebut telah meninggal begitupun ibunya. Namun, hanya satu yang tidak pernah berubah dari sosok Aku, ia masih percaya dengan pohon takdir yang sesuai dengan kenyataan ia melihat ada satu daun yang belum gugur, yang ia yakini bahwa itu adalah dirinya.

49Ibid, h.28. 50Ibid, h.30.

70

Kurma Kiai Karnawi a. Tahap Penyituasian Peristiwa yang terjadi pada tahap penyituasian berawal dari kesepakatan warga yang mengakui kesaktian kiai Karnawi dengan buah kurma Ajwa nya yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. “Kiai Karnawi, yang dipanggil seorang tetangga, muncul. Beliau menatap penuh kelembutan pada orang yang tergeletak di kasur itu. Kesunyian yang mencemaskan membuat udara dalam kamar yang sudah pengap dan berbau amis terasa semakin berat. Beberapa orang yang tak tahan segera beranjak keluar dengan menahan mual.Kiai Karnawi mengeluarkan sebutir kurma, dan menyuapkan ke mulut orang itu. Para saksi mata menceritakan: sesaat setelah kurma tertelan, tubuh orang itu terguncang hebat, seperti dikejutkan oleh badai listrik. Lalu cairan hitam kental meleleh dari mulutnya, berbau busuk, penuh belatung dan lintah.”51

Berdasarkan kutipan di atas, digambarkan kehebatan seorang kiai dengan kurma Nabi yang ia miliki. Hanya dengan memberikan kurma yang ia percayasebagai penyembuh dari segala penyakit tanpa bantuan medis.

b. Tahap Pemunculan Konflik Pada cerpen ini konflik muncul saat Hanafi seperti yang lainnya, yakni mempercayai kekuatan kurma milik kiai Karnawi. “Ada kejadian yang dilihat langsung Hanafi terkait hal itu.Ia diajak majikannya mengikuti pengajian Kiai Karnawi. Ratusan orang hadir di pengajian lailatul qadar di rumah Kiai Karnawi yang kecil dan sederhana.Hanafi melihat sebutir kurma tersaji di piring seng yang sudah tampak kuno. Bergiliran, ratusan orang yang hadir mengambil kurma itu dan memakannya — atau ada yang mengantunginya untuk dibawa pulang — tapi di piring itu: tetap saja masih ada sebutir kurma…”52

Berdasarkan kutipan di atas, sosok Hanafi mulai mempercayai akan kekuatan yang terdapat dalam kurma milik Karnawi tersebut. setelah sebelumnya

51Ibid, h.169. 52Ibid, h.172.

71

ia selalu mendengar kehebatan Karnawi, kali ini ia mendapat kesempatan untuk membuktikan secara langsung. Pembuktian itu membuahkan hasil yang membuat dirinya semakin percaya akan adanya mitos kurma Nabi milik Karnawi.

c. Tahap Peningkatan Konflik Pada tahap ini konflik dalam cerpen Kurma Kiai Karnawi, mengalami peningkatan konflik.Peningkaan ini terjadi ketika Hanafimenegetahui bahwa majikannya ingin mencalonkan diri di Pemilu. “Sore itu Hanafi melihat majikannya agak gugup. “Cepat kamu ke rumah Kiai Karnawi…” Wajah Umar Rais yang tak bisa menyembunyikan kepanikkan membuat Hanafi malah jadi bingung, dan bengong.“Ayo, cepat.Besok sudah pencoblosan.Kiai Karnawi mau memberi saya kurma.Mestinya saya mengambilnya sekarang.Tapi saya mesti rapat konsolidasi terakhir dengan para pimpinan partai pendukung.Jangan sampai lupa.Biar saya dianter Hamid, kamu yang ambil kurma itu. Sebelum jam duabelas nanti, kurma itu harus sudah saya terima. Jangan lupa!”53

Kutipan di atas menggambarkan saat majikan Hanafi yang mulai percaya kehebatan kurma kiai Karnawi meminta bantuan agar dapat menjadikannya pemenang pada saat pemilu.Kehebatan kurma ini mulai disalah gunakan oleh orang lain. Mereka yang percaya kehebatannya mulai beranggapan dengan memakan kurma itu manusia dapat menjadi apa saja termasuk menang pada saat pemilu.

d. Tahap Klimaks Pada cerpen ini, tahapan klimaks terjadi saat Hanafi yang mencoba menghantikan majikannya untuk menjadi kader sebuah partai.Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. “Saya tidak mencalonkan diri, Hanafi,” jawab Pak Umar sambil tersenyum.“Saya ini hanya dicalonkan.Banyak partai yang meminta dan mendukung.Yah, saya ini ibaratnya hanya menjalankan amanah. Kalau

53Ibid, h.173.

72

nanti saya menang, kan kamu juga ikut senang. Kamu nanti saya jadikan kader partai nomer satu… ” “Jadi kader partai itu tidak enak, nanti malah jadi tumbal,” Hanafi melirik majikannya yang terdiam.“Saya lebih senang Bapak jadi pengusaha saja.Politik itu mengerikan.” “Mengerikan bagaimana?” “Ya, takut saja nanti Bapak kena KPK…”54

Pada kutipan di atas terlihat jelas bahwa Hanafi tidak suka dengan keputusan majikannya yang ingin mencalonkan diri sebagai kader partai.Ia menjelaskan hal yang tidak ia inginkan. Contohnya KPK, dibahas dalam kutipan di atas bahwa korupsi sangat dekat dengan kehidupan para politisi. Hanafi berusaha untuk menyadarkan agar kelak majikannya tidak terlibat dalam kasus yang juga akan menyeret Hanafi.

e. Tahap Penyelesaian Pada cerpen Kurma Kiai Karnawi ini tahap penyelesaian ditandai dengan menangnya majikan Hanafi dalam pemilu yang terjadi saat itu.Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. “Nanti kamu antar saya ke Kiai Karnawi.Saya mesti sowan.Mesti berterimakasih. Saya yakin, berkat kurma Kiai Karnawi itulah saya bisa menang…” Hanafi cepat-cepat mengangguk.Bukan mengiyakan, tetapi lebih untuk menyembunyikan kegugupannya. Tiba-tiba ia ingat ketika mengambil kurma Kiai Karnawi sebagaimana disuruh majikannya. Ia berharap majikannya tak terpilih, makanya kurma dari Kiai Karnawi itu ia makan sendiri. Ada pun kurma yang dia berikan pada majikannya hanyalah kurma yang ia beli di pinggir jalan…”55

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Hanafi memiliki niat yang lucik terhadap majikannya dengan cara memakan dan menggantikan kurma yang ia sudah ambil dari kiai Karnawi. Ia percaya dengan mengganti kurma tersebut majikannya tidak akan menang dalam hasil pemilu. Namun, kekuatan Karnawi

54Ibid, h.175. 55Ibid, h.175.

73

dan keyakinan majikannya untuk menang membuat Hanafi merasakan kebalikan dari kejadian yang ia harapkan. Kisah ketiga cerpen ini ditutup dengan penemuan tokoh di luar hasil yang mereka harapkan. Karmain yang berhasil mengungkapkan bahwa dirinya tidak bersalah.Semua tuduhan yang dituduhkan oleh laki-laki pemanggul goni untuk Karmain pun dapat dipangkas melalui fakta-fakta yang Karmain temukan.Aku yang kembali dari rantauan melihat kondisi tempat tinggalnya yang sudah hancur oleh bencana dan zaman tidak menjadikannya berubah untuk tetap percaya pada pohon takdir. Hanafi yang akhirnya mendapat kebalikan peristiwa atas perbuatan liciknya untuk memakan kurma Ajwa Karnawi yang seharusnya menjadi amanat untuk majikannya.

5. Sudut Pandang Sudut pandang atau point of view adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni dan Kurma Kiai Karnawi memiliki kesamaan dalam penceritaan. Keduanya menggunakan sudut pandang persona ketiga “Dia” serbatahu atau narator berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata ganti orang. Sedangkan satu cerpen lainnya yang berjudul Pohon Hayat menggunakan sudut pandang orang pertama “Aku” sebagai pelaku sampingan (sebagai narator atau pencerita).

6. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan gagasannya melalui bahasa yang dipilihnya. Seorang pengarang biasanya memiliki gaya atau ciri khasnya sendiri. Gaya bahasa yang digunakan pengarang cenderung merepresentasikan dirinya. Secara keseluruhan gaya bahasa yang digunakan dalam ketiga cerpen initidak terlalu banyak. Hanya saja, pengarang tetap

74

memanjakan pembaca dengan diksi yang indah. Gaya bahasa yang digunakan antara lain menggunakan majas personifikasi dan majas polisendeton. a. Majas Personifikasi Majas personifikasi memberikan sifat manusia kepada benda mati.Maka, benda mati tersebut dapat bersikap dan bertingkah laku sebagaimana halnya manusia. Hal ini terlihat di dalam kutipan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni.

Seperti biasa pula, lampu di tempat pemberhentian bus menyala, sebetulnya terang, tetapi tampak redup.Selebihnya sepi, kecuali angin yang tetap menderu-deru. Karmain pindah ke kamar lain, yang korden jendelanya ternyata juga terbuka, kemudian melihat jauh ke sana. Di sanaitu, ada laut, dan meskipun gelap, terasa benar bahwa laut benar-benar sedang gelisah.56

Kutipan di atas menjelaskan bahwa fakta alam yang merupakan benda mati, angin yang seolah menangis dan laut yang memiliki rasa gelisah sesungguhnya adalah ciri sifat yang menyerupai manusia.tidak ada benda mati yang bisa menangis atau merasakan kegelisahan, hal ini dibuat untuk lebih menghidupkan latar dalam cerita. Pada cerpen kedua berjudul Pohon Hayat juga memiliki majas yang sama untuk memperindah diksi yang terkandung dalam cerita. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut. “Tak ada yang tahu persis, kapan dan bagaimana pohon itu tumbuh. Sewaktu nenek kecil, pohon itu sudah menjulang meneduhi alun- alun kota, serupa payung raksasa. Menilik kokohnya, tampaknya akarnya telah menancap jauh ke kedalaman bumi.Batangnya pun tampak seperti lengan lelaki yang kuat dan penuh urat.Dahan dan ranting berjabar serupa jari-jemari yang lentik.Dedaunnya lebar serupa wajah-wajah yang tengah tersenyum dalam keabadian.”57

Kutipan di atas menjelaskan bahwa pohom dam daun adalah benda mati meskipun pohon tetap tergolong makhluk hidup tetapi dalam cerpen dianggap sebagaimana manusia. Jemari yang lentik dan wajah yang tersenyum hanya

56Ibid, h.6. 57Ibid, h.25.

75

dimiliki oleh manusia, sedangkan dalam cerita pengarang memberikan diksi yang dapat membuat pembaca membayangkan betapa indah pohon tersebut.

b. Majas Polisindenton Majas Polisindenton juga menjadi pilihan pengarang untuk memberikan kesan estetik dalam karyanya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni berikut.

Maka Karmain pun bergegas mendekati jendela, dan menyaksikan di bawah sana, di tengah-tengah jalan besar, laki-laki pemanggul goni berdiri membungkuk mungkin karena goninya terlalu berat, sambil menembakkan matanya ke arah dirinya.58

Kutipan di atas menggunakan majas polisindenton, karena dalam kalimat tersebut mendapatkan penekanan yang sama. Penggunaan majas tersebut mampu membangkitkan efek retoris dalam cerita. Gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, Pohon Hayat, dan Kurma Kiai Karnawi berfungsi untuk meningkatkan minat membaca serta dapat menciptakan keadaan perasaan hati tertentu pada pembaca.

B. Analisis Mitos dalam Cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, Pohon Hayat, dan Kurma Kiai Karnawi Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok masyarakat. Keberadaan mitos diakui oleh masyarakat pendukungnya dan menjadi tuntutan. Pada kumpulan cerpen pilihan Kompas, penulis menganalisis cerpen yang berjudul Laki-laki Pemanggul Goni, Pohon Hayat, Kurma Kiai Karnawi memiliki kesamaan dari sisi mitos dan difokuskan pada tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam jalannya cerita. Cerita, mitos dibawa oleh tokoh yang disegani oleh tokoh lainnya. Dengan cara berpikir tokoh tersebut yang menanamkan kepercayaan mitos kepada keturunannya dan masyarakat sekitarnya. Namun, mitos yang dipengang oleh tokoh-tokoh tersebut mengalami

58Ibid, h.4.

76

perubahan fungsi yang semula memberi makna hidup bagi manusia, kini menjadi cerita yang diagungkan dan sakral. “Dulu ibunya pernah bercerita, bahwa pada waktu-waktu tertentu akan ada laki-laki pemanggul goni, mengunjungi orang-orang berdosa.Pekerjaan laki-laki pemanggul goni adalah mencabut nyawa, kemudian memasukkan nyawa korbannya ke dalam goni.”59

Kutipan pada cerpen Laki-laki Pemanggul Goni di atas dapat terlihat bagaimana ibu menceritakan tentang mitos laki-laki pemanggul goni kepada Karmain. Ibu tidak menjadikan mitos sebagai pedoman hidup yang dianggap suci oleh orang-orang yang mempercayai mitos, tetapi ibu menyuguhkan mitos seolah- olah kisah tersebut menyeramkan. Pada situasi inilah terbentuknya konsep baru yang dibuat oleh ibu. Melalui konsep, sejarah yang sama sekali baru dicangkokkan ke dalam mitos. Tidak ada yang pasti dalam konsep mitos, karena konsep tersebut bisa berubah, berwujud, bercerai-berai, lantas menghilang begitu saja.60 Pada cerpen yang berjudul Pohon Hayat, mitos yang dikemukakan menggunakan pohon kemuning sebagai penanda takdir kehidupan seseorang.Hal ini yang dipercayai oleh tokoh nenek, seperti pada kutipan berikut. ”Kalau daun-daun kemuning yang ada di atas sana itu siapa?” ”Mereka adalah orang-orang tua yang masih hidup di kota ini, mereka-mereka yang sudah lama bertengger di atas pohon kehidupan.” ”Apakah mereka akan segera gugur.” ”Tentu saja, Nak.Gugur adalah takdir mereka.” ”Apa Nenek ada di antara salah satu daun kemuning yang ada di atas sana, yang siap gugur itu?” ”Nenek tak tahu. Itu rahasia yang di atas, tak seorang pun berhak tahu.”61

Berdasarkan kutipan di atas, memperlihatkan mitos mengenai kepercayaan terhadap pohon kemuning yang dianggap suci oleh tokoh tertentu.Keberadaan pohon yang telah ada sejak ratusan atau ribuan tahun yang lalu membuat mitos ini

59Ibid, h.7. 60Roland Barthes,Mitologi,(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2015), h. 168,171. 61Mashdar Zainal, Pohon Hayat dalam Kumcer Pilihan Kompas 2012, (Jakarta: Kompas, 2013), h.26.

77

dipercaya secara turun temurun. Hal ini dibuktikan dengan kepercayaan tokoh nenek yang menceritakan kepada tokoh Aku agar tokoh Aku percaya dan menjaga cerita mitos tersebut secara turun-temurun. Pada cerpen yang berjudul Kurma Kiai Karnawi mitos yang dikemukakan menggunakan buah kurma Ajwa dipercaya sebagai kurma yang berkhasiat menangkal sihir dan menyembuhkan penyakit. Hal ini diperkuat dengan kutipan berikut. “Itu kurma ajwah, kata orang-orang. Kurma Nabi. Kurma dari surga, yang bisa menangkal sihir dan racun. Kanjeng Nabi sendiri yang menanam bibit pohon kurma itu di Madinah.Warnanya kehitaman, tak lebih hanya setengah jari orang dewasa, lebih kecil dibanding kurma lainnya, tapi paling enak rasanya.”62 Berdasarkan kutipan di atas, memperlihatkan mitos mengenai kepercayaan terhadap buah kurma Ajwa atau yang lebih dikenal dengan kurma Nabi yang dipercaya dapat menyembuhkan serta berkhasiat menangkal segala jenis penyakit. Hal ini dibuktikan dengan kepercayaan tokoh Hanafi yang percaya terhadap kiai Karnawi yang memiliki kurma Nabi tersebut. Konsep mitos dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, Pohon Hayat, Kurma Kiai Karnawi yang disepakati oleh tokoh-tokoh dalam cerpen merupakan tindakan wajar, karena kebijakan yang mereka lakukan pada umumnya bersifat irasional atau memang didasarkan oleh mitos atau kepercayaan. Oleh sebab itu mitos laki-laki pemanggul goni, pohon kemuning, dan kurma Ajwa yang dibuat oleh tokoh yang dianggap berpengaruh karena menyebarkan mitos kepada tokoh lain diterima oleh seluruh tokoh dalam cerpen tersebut. Karena tokoh lain yang mempercayai mitos memiliki cara berpikir yang sama, sehingga dapat memegang kuat kepercayaan tersebut. Terlepas dari mitos yang diberikan oleh ibu kepada Karmain, yang sejak kecil, tokoh Aku yang mempercayai cerita nenek, dan tokoh hanafi yang percaya dengan mitos kurma kiai Karnawi. Karmain dan tokoh Aku dalam dua cerpen yang berbeda merantau, seperti pemuda lainnya yang ingin sukses dan berhasil di negara lain. Kuliah dan bekerja untuk menghasilkan kehidupan yang lebih layak

62Ibid, h.170.

78

dari kehidupan sebelumnya. Perpindahan ini terjadi karena stereotip masyarakat desa jauh dari kata maju dan tertinggal.63 Perjalanan panjang yang ia lalui nyatanya tidak membuat Karmain dan tokoh Aku melupakan kepercayaan akan sosok laki-laki pemanggul goni dan kenangan tentang sejarah pohon Kemuning seperti yang ibu dan neneknya katakan. Meskipun kini kedua tokoh dalam dua cerpen tersebut sudah sukses dalam perihal materi, hal tersebut tidak membuatnya tenang dan menjadikan ia tidak lagi mengingat mitos. Karmain adalah seorang laki-laki dewasa, memiliki materi yang cukup dan tinggal di salah satu kota besar ini masih hidup menyendiri. Ia sejak kecil terpengaruh oleh cerita mitos. Bagi Karmain, mitos merupakan cerita yang dipercaya oleh keluarganya, namun Karmain memilih untuk meninggalkan keberadaan mitos tersebut. Karmain memiliki kehidupan yang berbeda. Kehidupan tersebut tidak lain adalah mengenai masa kecil dan kehidupannya saat ini. Hal demikian terlihat pada kutipan berikut.

“Dulu ibunya pernah bercerita, bahwa pada waktu-waktu tertentu akan ada laki-laki pemanggul goni, mengunjungi orang-orang berdosa.Pekerjaan laki-laki pemanggul goni adalah mencabut nyawa, kemudian memasukkan nyawa korbannya ke dalam goni.Ibunya juga bercerita, beberapa hari sebelum suaminya tertembak, pada tengah malam laki-laki pemanggul goni datang, mengetuk-ngetuk pintu, kemudian pergi tanpa meninggalkan jejak.”64

Berdasarkan kutipan di atas, usaha Karmain untuk meninggalkan laki-laki pemanggul goni dari desanya pun gagal, ia diingatkan kembali oleh cerita Ibunya tentang sosok yang mencabut nyawa Ayahnya. Ketakutan Karmain terhadap sosok Laki-laki Pemanggul Goni tidak hanya dalam pikirannya, namun juga kesehariannya yang selalu dibayang-bayang oleh Laki-laki Pemanggul Goni. Tidak hanya bayang-bayang yang berupa halusi Karmain, cerita mitos yang dialami Karmain ini termasuk ke dalam fungsi masyarakat untuk memberikan pengetahuan untuk menjelaskan hal-hal yang tidak masuk akal dan pelik. Selain

63Muhammad Najib, Berbondong-bondong ke Kota Siapa yang ke Desa?, (Jakarta: Detikcom, 2017), diunduk pada tanggal 10 Januari 2018, pukul 20:00. 64Ibid.

79

memiliki rasa penasaran terhadap cerita mitos yang diceritakan, Karmain mewujudkan rasa penasarannya dengan mencoba menemui langsung Laki-laki Pemanggul Goni yang selalu mengunjungi dirinya. Ia juga meyakini bahwa yang ia lihat bukan hanya sebuah cerita mitos. Pada cerpen yang berjudul Pohon Hayat, tidak dijelaskan perubahan status sosial seperti yang terdapat pada cerpen sebelumnya. Tokoh Aku tetap mengingat tempat tinggalnya meskipun ia telah merantau. Merantau tidak menjadikannya meningglakan asal usul dari mana ia tinggal dan dibesarkan. Ia juga selalu pulang ke kota kelahirannya dan tetap mengingat tentang mitos pohon kehidupan yang sudah ia percaya sejak kecil, hal ini digambarkan seperti dalam kutipan. “Meski hidup dalam rantauan, aku selalu pulang ke kota ibu, kota lahirku, paling tidak setahun sekali.Setiap lebaran fitri.Dan benar, setiap tahun, alun-alun kotaku selalu mengalami perubahan.”65

Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Aku jelas terlihat tidak berubah meskipun sudah merasakan menjadi anak rantau yang tinggal di kota. Kalau dibandingkan dengan cerpen sebelumnya tokoh utama sudah tidak lagi mau mengingat kota kelahirannya setelah ia merantau. Berbeda dengan Aku, ia yang rutin mengunjungi kota kelahirannya pun tetap merasa terperangah ketika kota nya mengalami perubahan dan itu tidak menjadikan ia malu akan kota kelahirannya. Pada cerpen yang berjudul Kurma Kiai Karnawisama dengan cerpen kedua. Cerpen ini juga tidak mendapat penjelasan tentang perubahan status sosial yang dialami oleh tokoh Hanafi. Hanya saja tokoh Hanafi mengalami perubahan pandangan tentang konsep mitos yang ia dengar. “Kurma itulah yang harus segera diambil oleh Hanafi. “Hanya Hanafi yang terlihat bengong ketika hasil penghitungan suara pemilihan Wali Kota resmi diumumkan: Umar Rais terpilih sebagai Wali Kota! Suasana rumah majikannya dipenuhi sukacita kebahagiaan.”66

65Ibid, h.28 66Ibid, h. 175.

80

Kutipan di atas menggambarkan tentang tokoh Hanafi yang merasa dibohongi oleh cerita mitos yang ia dengar. Majikannya menang sedangkan ia telah memakan kurma Nabi yang ia ambil dari Karnawi. Di sini lah konsep mitos berubah, tidak lagi seperti yang ia percaya tentang khasiat kurma Nabi karena ia yakin dengan memakan dan tidak memberikan kurma tersebut kepada majikannya, maka majikannya tidak akan menang dalam pemilu. Mitos yang dialami Karmain dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, Aku dalam cerpen Pohon Hayat, dan Hanafi dalam cerpen Kurma Kiai Karnawi mengalami perubahan berdasarkan kejadian yang mereka alami. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mitos dalam diri tokoh yakni:

a) Status Sosial

Status sosial Karmain dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni yang kini sudah berubah, memiliki materi yang cukup, menyebabkan dirinya berpikir secara modern. Pola pikir Karmain berubah karena cara hidup yang berubah juga. Masyarakat perkotaan yang memiliki kecenderungan hidup sendiri-sendiri pun kini dialami oleh Karmain. Ia melihat laki-laki pemanggul goni yang semula ia takutkan, kini ia mulai berani untuk mencari tahu kebenaran dari pria tersebut. Hal demikian terlihat dalam kutipan di bawah ini.

“Beberapa kali terjadi, ketika jalan sedang ramai dan laki-laki pemanggul goni menembakkan mata kepadanya, Karmain dengan tergesa- gesa turun, lalu mendekati semak-semak dekat trotoir, tetapi laki-laki pemanggul goni pasti sudah tidak ada lagi.Dan ketika Karmain bertanya kepada beberapa orang apakah mereka tadi melihat ada seorang laki-laki pemanggul goni, mereka menggeleng.”67

Dari Kutipan di atas terlihat jelas bahwa Karmain ingin mencari tahu pria yang diingatnya sebagai tokoh menyeramkan saat ia kecil. Keyakinannya bahwa ia sudah berani dan melupakan tokoh masa kecilnya pun menjadi berbanding terbalik dengan kenyataan saat orang-orang tidak melihat laki-laki pemanggul goni. Rasa terganggu pun mulai Karmain rasakan.Seperti pada kutipan berikut.

67Ibid, h.4.

81

“Pada suatu hari, ketika hari sudah melewati tengah malam dan Karmain sudah bangun lalu membersihkan tubuh untuk sembahyang, korden jendela seolah-olah terkena angin dan menyingkap dengan sendirinya. Maka Karmain pun bergegas mendekati jendela, dan menyaksikan di bawah sana, di tengah-tengah jalan besar, laki-laki pemanggul goni berdiri membungkuk mungkin karena goninya terlalu berat, sambil menembakkan matanya ke arah dirinya. Kendati lampu jalan tidak begitu terang, tampak dengan jelas wajah laki-laki pemanggul goni menyiratkan rasa amarah, dan menantang Karmain untuk turun ke bawah.”68

Kutipan di atas menggambarkan bahwa kehidupan baru Karmain tidak menjadikan dirinya tinggal dengan nyaman. Kecurigaannya terus-menerus bertambah saat ia semakin penasaran dengan laki-laki pemanggul goni. Hal ini jauh dari kehidupan perkotaan pada umumnya, karena masyarakat yang tinggal di kota memiliki mobilitas tinggi, bersifat heterogen atau hidup dalam berbagai keberagaman.69 Status sosial Aku dalam cerpen Pohon Hayat terlihat dari sikap yang ia tunjukkan saat ia kembali ke kota kelahirannya setelah merantau dari kota ke kota. Hal tersebut cukup untuk menjadikan pola pikirnya sedikit berubah tentang mitos yang pernah ditanamkan oleh neneknya.Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. “Seiring usia, masa kecilku hilang dilalap masa. Sebagai remaja yang bebas, aku pun merantau dari kota ke kota. Satu hal yang kemudian kusadari, setiap kota yang kusinggahi selalu memiliki pohon besar yang tumbuh menjulang di alun-alunnya. Hal itu mengingatkanku pada cerita nenek tentang pohon kehidupan di alun-alun kotaku.Namun, geliat zaman menyulap cerita itu menjadi cerita picisan yang sulit untuk dipercaya.”70

Berdasarkan kutipan di atas, pola pikir Aku mulai berubah.Ia mulai sedikit merasa bahwa cerita tentang pohon kehidupan itu hanya sebagai dogeng yang pernah diceritakan oleh neneknya. Namun, seiring dengan perubahan itu saat ia benar-benar kembali ke kota kelahirannya pemikiran tentang mitos tersebut timbul lagi dan menjadi semakin memperkuat cerita nenek.

68Ibid. 69Agusniar Rizka Luthfia, Menilik Urgensi Desa di Era Otonomi Daerah, (Solo: Jurnal Universitas Sebelas Maret, 2013), diunduh pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 19:35 wib. 70Ibid, h.28

82

“Setiap manusia pasti akan pergi ke muasalnya.Tak ada hubungannya dengan pohon dan daun-daun.Tapi entahlah, hati kecilku selalu mengatakan bahwa cerita nenek itu benar adanya. Aku jadi bertanya-tanya, apakah setiap pohon yang ada di alun-alun kota adalah pohon kehidupan yang menyimpan rahasia kehidupan setiap penduduknya? Entahlah, kukira itu juga sebuah rahasia.”71

Kutipan di atas memperlihatkan perubahan sikap yang dialami oleh tokoh Aku. Semula ia berpikir setelah ia merantau ia akan melupakan sedikit cerita mitos yang pernah ia yakini tentang pohon kehidupan. Namun, ia tetap harus menerima kenyataan bahwa cerita yang ditanamkan oleh neneknya tetap tersimpan dan ia yakini kebenarannya. Status sosial Hanafi dalam cerpen Kurma Kiai Karnawi tidak diperlihatkan secara nyata oleh pengarang. Hanya saja Hanafi sering kali berhayal hal-hal yang tidak masuk akal seperti yang ia lihat di televisi. “Kemunculan Kiai Karnawi mampu meredakan amuk buruh tani. Saat itu Kiai Karnawi berhasil menangkap sebutir peluru yang ditembakkan kepadanya (Hanafi suka membayangkan adegan ini secara slow motion seperti dalam film: ketika peluru itu meluncur ke arah Kiai Karnawi, dan dengan gerakan ringan Kiai Karnawi menangkapnya) dan langsung membentak komandan pasukan, agar menarik mundur semua aparat.”72

Kutipan di atas memperlihatkan Hanafi yang tampak seperti orang biasa yang lebih sering mendengarkan atau menonton dibanding menyaksikan kejadian secara langsung. Sikap Hanafi ini membuat dirinya mudah terkontaminasi oleh pimikiran yang dibawa oleh tokoh lain dalam cerpen tersebut tentang konsep mitos kurma Nabi milik Karnawi. Mitos memang bisa berubah, dari pandangan bahwa mitos nyata menjadi hanya kisah pengantar agar seorang anak tidak melakukan kesalahan. Pada cerpen Laki-laki Pemanggul Goni kepindahan Karmain lah yang membuat dirinya lebih terbuka tentang kehidupan dan lebih bijak menyikapi cerita mitos. Hal ini tampak dalam kutipan saat Karmain bertemu dengan Laki-laki Pemanggul Goni.

71Ibid 72Ibid, h.170.

83

”Wahai, laki-laki pemanggul goni,” kata Karmain setelah terdiam agak lama.”Ibu saya dulu pernah berkata, ada laki-laki pemanggul goni yang sebenarnya, ada pula pemanggul goni yang sebetulnya setan, dan menyamar sebagai laki-laki pemanggul goni.”73

Kutipan di atas, terlihat jelas bahwa Karmain berusaha meyakinkan dirinya bahwa tidak ada sosok Pemanggul Goni yang mencabut nyawa manusia seperti yang pernah Ibunya katakana sebelumnya. Karmain yang berhasil bertatapan langsung dengan Pemanggul Goni membuat percakapan dan saling meyakinkan bahwa Pemanggul Goni yang hadir dihadapannya sekarang adalah sosok yang sama saat Ayahnya meninggal dahulu. Hal ini tidak menyurutkan ambisi Karmain untuk mengetahui serta menyakinkan dirinya bahwa cerita mitos itu tidak ada, hanya ada makhluk selain manusia yang menyamar untuk membuat takut dirinya. Pola mitos pada cerpen kedua yang berjudul Pohon Hayat hampir sama dengan cerpen pertama. Tokoh Aku merantau jauh dari kampung halamannya.Ia kemudian mulai melupakan cerita mitos tentang pohon besar di kota kelahirannya itu. Namun, setibanya ia di kota kelahirannya, ia melihat banyak warga yang sudah tewas, hanya menyisakan pohon besar dan satu daun yang belum gugur. Hal tersebut membuatnya berpikir bahwa mitos bahwa pohon itu adalah pohon kehidupan adalah benar. Pada kenyataannya, pohon yang diceritakan dalam cerpen ini adalah pohon kemuning yang memang dipercayai oleh masyarakat Jawa, khususnya Jawa Timur memiliki kekuatan mistis dan pohon ini adalah salah satu pohon yang diagungkan keberadaanya. Sedangkan cerpen ketiga yang berjudul Kurma Kiai Karnawi memiliki pola mitos yang tidak berhasil dibawa oleh tokoh Hanafi hingga akhir cerita. Kehebatan kurma Nabi yang dipercaya oleh tokoh lain dalam cerpen memiliki kemampuan untuk menyambuhkan serta menolong orang lain. Namun hal ini dibantahkan pada akhir cerita. Tokoh Hanafi yang semula mempercayai adanya kekuatan ghaib dalam kurma Nabi milik kiai Karnawi harus mendapat kenyataan

73Ibid, h.10.

84

bahwa mitos memang ada untuk orang-orang yang percaya dan mensugesti keberadaan mitos tersebut.

b) Kepercayaan Agama

Salah satu pemicu hadirnya Laki-laki Pemanggul Goni ialah saat Karmain hendak melakukan ibadah di tempat tinggalnya. Pemanggul Goni yang selalu hadir di waktu-waktu tertentu seolah meragukan Karmain. Ia merasa diganggu setiap kali akan melaksanakan ibadah.

“Setiap kali akan sembahyang, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang, Karmain selalu ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke bawah, ke jalan besar, dari apartemennya di lantai sembilan, untuk menyaksikan laki-laki pemanggul goni menembakkan matanya ke arah matanya.”74

Kutipan tersebut menggambarkan kekhusukan Karmain menghilang setelah mendapat gangguan seperti biasanya. Ketaatan Karmain diuji, ia merasakan ada seseorang yang memperhatikan dirinya dari bawah tempat tinggalnya. Ia tidak bisa melakukan aktivitas ibadahnya dengan khusuk karena faktor luar yang mengganggu pikirannya. Ketaatan seseorang tidak berarti menjadikan mereka berbeda dari masyarakat pada umumnya.Status ketaatan yang melekat pada diri Karmain menjadi faktor legitimasi dalam menempatkannya sebagai seseorang yang taat ibadah.75

Kebiasaan Karmain melakukan aktivitas ibadah ternyata tidak hanya di lingkungan keluarga saja, tetapi ia juga aktif di lingkungan masyarakat. Karmain kerap mendapatkan tugas di masjid dekat rumahnya sebagai penabuh bedug sebelum adzan.Hal tersebut tampak dalam kutipan di bawah ini.

“Berhenti sebentar, kemudian laki-laki pemanggul goni bertanya dengan nada menuduh:Apakah benar, ketika kamu masih remaja, kamu menjadi penabuh beduk masjid kampung Burikan? Setiap saat

74Ibid, h.3. 75Zainuddin Syarif, Mitos Nilai-nilai Kepatuhan Santri, (Pamekasan: Ejournal STAIN, 2013) oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, diunduh pada tanggal 13 Januari 2018, pukul 13:00 wib.

85

sembahyang tiba, lima kali sehari, kamu menabuh beduk mengingatkan semua orang untuk sembahyang?”76

Kutipan tersebut diungkapkan Laki-laki Pemanggul Goni kepada Karmain, dengan maksud mengetahui apakah sesunguhnya Karmain adalah sosok anak muda yang rajin beribadah dan bertangung jawab terhadap kewajibannya.

Pada cerpen Pohon Hayat tokoh Aku tidak digambarkan sebagai sosok yang taat beragama. Namun, gambaran lain yang diberikan oleh tokoh Aku adalah ketaatannya terhadap orang tua, yakni seorang Ibu membawanya menuju keberhasilan.

“Di zaman yang sudah berubah ini, ruang tak pernah menjadi penghalang. Meski ruang kami berjauhan, setidaknya, setiap seminggu sekali, aku dan ibu saling bertukar kabar, bersilang doa. ”Kian waktu, dunia kian renta, Nak, seperti juga ibumu.Dari itu, pandai-pandailah engkau menempatkan diri,” begitu nasihat ibu yang terakhir yang sempat kurekam. ”Kian waktu, daun-daun itu pun akan luruh satu per satu dan habis. Suatu saat nanti, akan tiba masanya, pohon itu akan tumbang tercabut dari akarnya. Semua sudah tercatat dan tersimpan rapi dalam perkamen rahasia yang tergulung di atas sana.”77

Kutipan di atas terlihat bahwa ibunya juga memberi sebuah nasihat yang tidak jauh dari mitos pohon kehidupan tentang takdir hidup yang disamakan dengan usia manusia. Hal ini semakin memperkuat Aku untuk lebih mempercayai bahwa rahasia tersebut terdapat dalam sebuah pohon bukan lagi takdir yang ditentukan oleh Tuhan. Pada cerpen ketiga Kurma Kiai Karnawi, ketaatan ibadah yang diperlihatkan oleh Hanafi hanya sebatas mengikuti pengajian di rumah Karnawi. Karnawi menjadi tauladan bagi tokoh lain serta ia juga disegani karena menjadi kiai yang taat dan menurut tokoh-tokoh lain ia juga memiliki hubungan langsung dengan Nabi.

76Ibid, h.9. 77Ibid, h.30.

86

“Ratusan orang hadir di pengajian lailatul qadar di rumah Kiai Karnawi yang kecil dan sederhana.Hanafi melihat sebutir kurma tersaji di piring seng yang sudah tampak kuno. Bergiliran, ratusan orang yang hadir mengambil kurma itu dan memakannya — atau ada yang mengantunginya untuk dibawa pulang — tapi di piring itu: tetap saja masih ada sebutir kurma… “Kurma ajwah pemberian Nabi Khidir, begitu banyak orang meyakini.”78 Berdasarkan kutipan di atas, ketaatan Karnawi pun masih diiringi oleh mitos yang dipercaya oleh masyarakat. Kurma yang ia miliki berbeda dengan kurma Nabi yang dijual luas di pasaran. Masyarakat mempercayai bahwa kurma tersebut langsung diberikan oleh Nabi.Sementara tokoh Hanafi dalam cerpen tidak memiliki aktivitas ibadah apapun selain mengikuti pengajian di rumah kiai Karnawi. Hanafi yang hanya seorang biasa mempercayai apa yang dikatakan oleh orang-orang tentang Karnawi. Ia juga mengagungkan tokoh Karnawi melalui cerita yang dibawa turun-temurun dan tidak terlepas dari mitos, sebab hanya dialah satu-satunya yang disegani dan menjadi tokoh masyarakat di desa tersebut. Dari analisis yang telah dilakukan, ketiga tokoh Karmain, Aku, dan Hanafi masih memiliki ingatan tentang cerita mitos yang dibawa oleh tokoh yang disegani.Namun beberapa cerpen berhasil menepis dan mengganti mitos tersebut dengan pemikiran yang logis.Mitos yang berhasil ditepis tersebut terjadi oleh beberapa faktor yaitu status sosial dan aktivitas ibadah.Oleh karena itu, Ketiga tokoh ini sangat beruntung karena pernah mengetahui cerita tentang mitos dalam kehidupannya.Hingga akhir cerita tokoh Karmain, Aku, dan Hanafi memberikan pemikiran bahwa cerita mitos hanya untuk mereka yang mempercayai keberadaannya.Tidak untuk orang-orang yang berpikir logis.

78Ibid, h.172.

87

C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia yang menggabungkan pelajaran bahasa Indonesia dengan sastra membuat pelajaran sastra seolah dianaktirikan. Hal ini membuat khawatir karena tidak semua pendidikmata pelajaran bahasa memiliki kemampuan yang cukup mumpuni dalam mengajarkaan sastra di kelas.Sehingga pelajaran ini dihindari oleh pendidik yang tidak cakap tersebut. Peran pendidik sebagai eksekutor sangat besar, mengajarkan sastra kepada peserta didik selain merupakan kewajiban, ini juga menjadi tanggung jawab moral. Tidak dapat dipungkiri bahwa sastra mampu membantu peserta didik menemukan dirinya, membantu pembentukkan wataknya. Sebagai pendidik mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, sudah sepatutnya memberikan materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.Pelajaran sastra di sekolah mempunyai posisi yang strategis sebagai pembentuk kepribadian dan moral peserta didik. Pendidik yang kreatif dan cerdas akan memilihkan karya-karya yang baik secara mutu dan sesuai dengan kebutuhan siswa juga sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan pemerintah. Implikasi cerpen dalam materi ajar di sekolah berarti keterlibatan cerpen dalam pembelajaran sastra di sekolah. Pembelajaran sastra di sekolah terdapat dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam penelitian ini, cerpen yang dijadikan untuk diimplikasikan ke dalam pembelajaran sastra adalah kumpulan cerpen Pilihan KOMPAS 2012: Laki-laki Pemanggul Goni. Pengajaran sastra di sekolah saat ini masih dapat dikatakan kurang baik. Hal ini disebabkan sebagian besar sekolah di Indonesia masih belum memahami tentang pentingnya pelajaran sastra. Sebagian besar sekolah belum masih belum mendukung sepenuhnya pengajaran sastra. Hal ini terbukti dengan kurangnya ketersediaan buku-buku sastra di sekolah. Masih banyak sekolah yang belum menyediakan buku sastra atau karya sastra. Oleh karena itu, minat siswa terhadap sastra menjadi berkurang. Analisis mitos dalam cerpen akan diimplikasikan pada materi pembelajaran di SMA kelas XI semester 1 dengan standar kompetensi memahami

88

wacana sastra melalui kegiatan menganalisis teks cerpen dengan keterampilan membaca. Kompetensi dasar yang dipilih dalam pembahasan mengenai cerpen ini yaitu menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan belajar ini, dimulai dengan menumbuhkan minat peserta didik untuk membaca khususnya pada karya sastra, yaitu cerpen. Kemudian, peserta didik diminta untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur intrinsik dari mulai unsur tema, tokoh dan penokohan, latar, dan alur.Setelah itu, mereka mengaitkan unsur intrinsik tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Selain melatih keterampilan membaca, kegiatan belajar ini juga dapat melatih keterampilan menulis peserta didik. Pendidik dapat memberikan tugas berupa menulis laporan hasil bacaan atau hasil analisis unsur intrinsik.Kemudian peserta didik dapat membuat laporan hasil dari bacaannya atau dengan membaca cerpen peserta didik dapat terinspirasi untuk menulis cerpen. Kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni adalah salah satu cerpen yang mengandung unsur sosial yang berkaitan dengan mitos.Jika kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni ini dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra di sekolah, diharapkan peserta didik dapat memahami konsep mitos sosial dengan baik. Dalam mempelajari pembelajaran sastra terutama yang berkaitan dengan mitos, peserta didik diharpkan dapat mengembangkan pembentukan watak dalam kehidupan sehari-hari. Analisis mitos ini diharapkan dapat mengembangkan kepekaan peserta didik terhadap lingkungan dan karya sastra yang dibacanya. Ketidakpahaman peserta didik terhadap konsep mitos dapat membuat peserta didik terlibat pada suatu pemikiran mitos yang terjadi di masyarakat. Seperti kepercayaan terhadap benda mati, kepercayaan terhadap hal gaib, dan lain- lain. Oleh sebab itu, melalui kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni ini diharapkan peserta didik dapat memahami konsep mitos dengan baik, memahami bahwa mitos dalam bentuk apapun tidak selamanya benar dan dapat menghindari kepercayaan serta mencari kebenaran atau faktanya terhadap mitos dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat mengarahkan peserta didik untuk menggunakan teknik membaca intensif dalam menganalisis cerpen. Melalui teknik membaca intensif,

89

peserta didik dapat mengetahui secara lebih rinci mengenai analisis unsur intrinsik yang dianalisis. Selain menganalisis, peserta didik juga diminta untuk mengemukakan hasil temuannya kepada teman-teman lainnya untuk menuntut sikap aktif dan kreatif siswa di kelas. Seperti dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, peserta didik diharuskan membaca intensif agar dapat menemukan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya mitos pada tokohnya. Dengan cara seperti itu, pengetahuan peserta didik dapat bertambah, karena peserta didik sudah mampu mengapresiasi cerpen dengan cara menganalisisnya, bukan hanya dengan membacanya saja.

BAB V PENUTUP

A. Simpulan 1. Analisis mitos dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni, Pohon hayat, dan Kurma Kiai Karnawi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa mitos dalam ketiga cerpen ini dialami oleh tokoh utama. Tokoh-tokoh tersebut mempercayai mitos yang disebabkan oleh tokoh lainnya, kemudian meneruskan cerita mitos yang telah berkembang di masyarakat desa. Dari ketiga cerpen tersebut meskipun tokoh utama telah mengalami perubahan ciri sosial yang seharusnya memungkinkan dirinya berpikir secara logis dan moderen tetapi bentuk mitos yang diturunkan oleh tokoh yang dituakan kepada tokoh lainnya adalah bagian dari bawah sadar para tokoh. Mitos tersebut muncul dan memaksa masuk ke dalam kehidupan tokoh-tokoh yang bersangkutan. Mitos dalam cerpen dipahami sebagai sumber pemicu konflik dan klimaks sekaligus sebagai alat penyelesaian dan sarana resolusi atau pemecah konflik para tokoh yang mempercayai mitos didasari atas keyakinan dan pengetahuan. 2. Analisis mitos dalam kumpulan cerpen Laki-laki Pemanggul Goni ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah dalam aspek membaca. Pada pembelajaran sastra ini, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah menganalisis teks cerpen dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsic serta memfokuskan pada peserta didik untuk menganalisis mitos dalam cerpen pada tokoh yang terdapat dalam cerpen. Dalam mempelajari pembelajaran sastra terutama yang berkaitan dengan mitos, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan pembentukan watak dalam kehidupan sehari-hari. Analisis mitos ini juga diharapkan dapat mengembangkan kepekaan peserta didik terhadap lingkungan yang mungkin terjadi dalam kehidupan, baik yang dipengaruhi oleh teman atau keluarga dan dapat disikapi dengan bijak. Mitos dalam karya sastra yang dibaca dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah yang dialami peserta didik sebagai remaja. Ketidakpahaman peserta didik terhadap konsep mitos dapat membuat peserta

90 91

didik terlibat pada suatu pemikiran mitos yang terjadi di masyarakat. Seperti kepercayaan terhadap benda mati, kepercayaan terhadap hal gaib. Pembelajaran tentang analisis karya sastra ini juga dapat menjadikan peserta didik mendapatkan wawasan yang lebih luas mengenai sebuah karya sastra.

B. Saran Berdasarkan uraian hasil analisis terhadap cerpen Laki-laki Pemanggul Goni karya Budi Darma, Pohon Hayat karya Mashdar Zainal, Kurma Kiai Karnawi karya Agus Noor, penulis memberikan saran sebagai berikut. 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk penelitian selanjutnya mengenai tema mitos di dalam teks sastra. 2. Bagi pendidik, diharapkan lebih rinci dalam menjelaskan unsur-unsur pembangun karya sastra, terutama penokohan yang terdapat dalam unsur ekstrinsik, karena unsur pembangun karya sastra tidak terlepas dari unsur instrinsik dan ekstrinsik. 3. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk memunculkan penelitian mengenai mitos. 4. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam analisis “Mitos dalam Kumpulan Cerpen Laki-laki Pemanggul Goni pada Cerpen Pilihan KOMPAS 2012 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.” Penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik sehingga penulis bisa menjadi lebih baik lagi dalam menganalisis sebuah karya.

DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Bandung: Angkasa Raya. 1990.

Aziez, Furqonuldan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.

Badan Bahasa. Tokoh: Budi Darma. Artikel diakses pada 21 November 2016 dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh/735/.

Dananjaja, James. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti Pers, 1984.

Darma, Budi. Bahasa, Sastra, dan Budi Darma. Surabaya: PT Temprina Media Grafika. 2007.

Efendi, Anwar. Realitas Kematian Dalam Novel Ny.Talis. Yogyakarta: Jurnal, LITERA. UniversitasNegeri Yogyakarta. 2006.

Ensiklopedia Kemendikbud. Budi Darma. Artikel diakses pada 21 November 2016 dari http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Budi_Darma.Ensiklopedi aSastraIndonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikandan Kebudayaan Republik Indonesia.

Esten, Mursal. Kesusastraan Pengantar Teoridan Sejarah. Bandung: Angkasa. 2000.

Hariyono. Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Kanisius. 1996.

K.S, Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. 2007.

Kuncaraningrat. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press. 1990.

Luthfia, Agusniar Rizka. Menilik Urgensi Desa di Era Otonomi Daerah. Solo: Jurnal Universitas SebelasMaret. 2013.

Luxemburg, Jan Van. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa. 1989.

92 93

Maimunah. Perlawanan Alam Terhadap Kolonialisme Dalam Cerpen Pohon Jejawi Karya Budi Darma. Surabaya: Jurnal LITERA. Universitas Airlangga. 2014.

Mulyadi, Efix. Cerpen Pilihan Kompas 2012: Laki-laki Pemanggul Goni. Jakarta: Kompas. 2013.

Najib, Muhammad. Berbondong-bondong ke Kota Siapa yang ke Desa? Jakarta: Detikcom. 2017.

Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2013.

Putri Adityarini, I.A. Analisis Aspek Stilistika dan Nilai Pendidikan Karakter Pada Antalogi Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2012 Laki-laki Pemanggul Goni. Bali: E-Jurnal UNDIKSHA oleh Universitas Ganesha. 2014.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.

Rahmanto, B . Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. 1988.

Rusyana, Yus. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V Dipenegoro. 1984.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.

Sukatman. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia. Yogyakarta: LaksBang, 2012.

Suwondo, Tirto. Budi Darma: Ulasa, Proses Kreatif dan Riwayat. Telah dimuat di majalah Horison: Kaki Langit. Depok: Jurnal Sajak Indonesia. 2002.

Suwondo, Tirto. Mencari Jati Diri. Yogyakarta: Elmatera Publishing. 2010.

Suyitno. Sastra Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Penerbit Hanindita. 1986.

Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. Terj.Oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.

94

Syarif, Zainuddin. Mitos Nilai-nilai Kepatuhan Santri. Pamekasan: Ejournal STAIN 2013.

Twikromo, Argo Y. Ratu Kidul. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 2002.

Vismania, Syamsudin, dan Damaianti. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.

W.S, Hasanuddin. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. 2007.

Wellek, Rene, Austin Waren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1993.

Barthes, Roland. Mitologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2015.

Zaidan, Abdul Rozakdkk. Mitologi Jawa. Jakarta: Depdikbud. 1997.

Zulfahnur. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas : XI/1 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. STANDAR KOMPETENSI Membaca 6. Memahami berbagai hikayat, novel/ cerpen Indonesia

B. KOMPETENSI DASAR 6.1 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen Indonesia

C. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1. Mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen Indonesia 2. Mampu menganalisis unsur intrinsik (alur, tokoh, latar, tema, sudut pandang) dan ekstrinsik cerpen Indonesia 3. Mampu membandingkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen Indonesia

D. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Peserta didik mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen Indonesia 2. Mampu menganalisis unsur intrinsik (alur, tokoh, latar, tema, sudut pandang) dan ekstrinsik cerpen Indonesia 3. Mampu membandingkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen Indonesia

E. KARAKTER PESERTA DIDIK YANG DIHARAPKAN Sopan Percaya diri Bertanggung jawab Kreatif

F. MATERI PEMBELAJARAN 1. Analisis teks cerpen 2. Identifikasi unsur intrinsik 3. Analisis mitos dalam cerpen

G. METODE PEMBELAJARAN :  Penugasan  Diskusi  Tanya Jawab  Demonstrasi

H. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN :

Nilai Budaya Dan No. Kegiatan Belajar Karakter Bangsa 1. Kegiatan Awal : Bersahabat/ - Guru mengucapkan salam dan berdoa bersama komunikatif - Guru mengabsen murid. - Guru menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran hari ini. - Guru memberikan stimulus tentang pembelajaran hari ini. 2. Kegiatan Inti: Kreatif Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi : - Menanyakan kepada peserta didik mengenai hobi dalam membaca karya sastra terutama cerpen, serta menanyakan pengertian cerpen - Peserta didik secara individu memperhatikan cerpen yang dicontohkan guru - Membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok - Melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran di kelas Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi: - Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengembangkan hasil temuan yang didapat dari aktifitas membaca - Memberi kesempatan peserta didik untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas dan peserta didik lainnya memberikan tangapan atas asumsi kelompok yang telah maju.

Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru dan siswa: - Memberikan umpan balik yang positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, ataupun penghargaan terhadap keberhasilan peserta didik dalam menyampaikan komentar secara logis - Melakukan tanya jawab mengenai hal-hal yang belum diketahui oleh peserta didik - Guru menambahkan informasi untuk lebih menguatkan hasil pembelajaran tentang cerpen 3. Kegiatan Akhir Bersahabat/ - Guru dan peserta didik bersama-sama membuat komunikatif simpulan mengenai menganalisis unsur intrinsik - Menyampaikan amanat dan manfaat dari pembelajaran menganalisis unsur intrinsik dan menemukan mitos dalam cerpen Laki-laki Pemanggul Goni - Menanyakan hambatan yang dialami siswa dalam mengidentifikasi serta menganalisis unsur intrinsik cerpen - Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya

I. PENILAIAN : Jenis Tagihan: . Tuga skelompok Bentuk Instrumen: . Uraian bebas Penugasan: a. Buatlah kelompok diskusi! Masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 siswa. b. Setiap kelompok membaca dan menentukan unsur intrinsik (alur, tokoh, latar, tema, sudut pandang) dan ekstrinsik dalam cerpen, dan mempresentasikan di depan kelas.

Jakarta, 9 Januari 2018 Mengetahui, Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

( ) (Redita Dwi Pinasti) NIM. 1111013000071

Karya-karya Budi Darma NOVEL: Olenka (1983), Rafilus (1988), Ny. Talis (1996).

KUMPULAN CERPEN: Orang-orang Bloomington (1980), Kritikus Adinan (2002), Fofo dan Senggring (2005), Laki-laki Lain dalam Sepucuk Surat: Pilihan Cerita (2008).

CERITA PENDEK: Kecap Nomor Satu di Sekeliling Bayi (1969), Ranjang (1970), Nancy Krie (1970), Tanah Minta Digarap (1970), Mangut-Mangut Semacam Ini Biasakah (1970), Mbah Jambe (1970), Pistol (1970), Kitri (1970), Pengantin (1971), Sebelum Esok Tiba (1971), Gadis (1971), Anak (1972), Bulan (1973), Alang Kepalang (1976), Derabat (1977), Gauhati (1984), Madelun (1993), Mata yang Indah (2001), Kisah Pilot Bejo (2007), Bluke Kecil (2009), Pohon Jejawi (2010), Laki-laki Pemanggul Goni (2012).

KUMPULAN ESAI: • Moral dalam Sastra (1981) • Solilokui (1983) • Sejumlah Esai Sastra (1984) • Art and Culture in Surabaya: A Brief Introduction (1992) • Harmonium (1995) • Bahasa, Sastra, dan Budi Darma (2007)

ESAI: • Sebuah Solilokui mengenai Goenawan Mohamad (1977) • Pengaruh Zionisme atas Sastra Dunia (1978) • Sastra Amerika Masa Kini (1979) • Beberapa Gejala dalam Penulisan Prosa (1983) • Keindahan: Pandangan Romantik (1983) • Novel Indonesia adalah Dunia Melodrama (1983) • Persoalan Proses Kreatif (1983) • Kemampuan Mengebor Sukma (1984) • Perihal Kritik Sastra (1984) • Kritikus Nirdawat: Seorang Kritikus Sastra (1985) • Pengalaman Pribadi dengan Nugraho Notosusastro (1985) • Perkembangan Puisi Indonesia (1985) • Manusia Indonesia Berbicara (1987) • Kritik Sastra dan Karya Sastra (1987) • Romantika Sastra, Kita (1988) • Tanggung Jawab Pengarang (1988) • Konstalasi Sastra : Homo Comparatikus (1989) • Melihat Citra Bangsa melalui Novel (1990) • Sastra Indonesia Mutakhir (1990) • Stagnasi Kritik Sastra (1990) • Kisah Sebuah Odise (1991) • Sastra dan Kebudayaan (1992) • Novel dan Jati Diri (1993) • Manusia Konotasi dan Manusia Denotasi (1997) • Mempersoalkan Cerita Pendek (1999) • Dalang Wayang Kulit (2000) • Pendidikan Seni Pertunjukan (2000) • Suratman Markasan : Sastra Melayu Singapura (2000) • Fiksi dan Biografi (2001) • Ironi si Kembar Siam : Tentang Posmo dan Kajian Budaya (2001) • Manusia sebagai Makhluk Budaya (2001) • Sastra dan Kebangsaan (2001) • Sastra dan Pluralisme (2001) • Visi Pengembangan Kebudayaan (2001) • Memperhitungkan Masa Lampau (2004)

TEORI SASTRA: • Pengantar Teori Sastra (2005)

TERJEMAHAN: • The Legacy (1996)

NONSASTRA: • Sejarah 10 November 1945 (1987, Pemda Jatim) • Culture in Surabaya (1992, IKIP Surabaya) • Modern Literature of ASEAN (Chief Editor, 2000) • Kumpulan Esai Sastra ASEAN Asean Committee on Culture and Information.

Karya-karya Agus Noor

Antologi Ambang (1992), Pagelaran (1993), Lukisan Matahari (1994). Sedangkan cerpen- cerpennya yang terhimpun dalam antologi bersama, di antaranya Lampor (Cerpen Pilihan Kompas, 1994), Jalan Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Kitab Cerpen Horison Sastra Indonesia (Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002), dan Dari Pemburu ke Tapuetik (Majelis Sastra Asia Tenggara dan Pusat Bahasa, 2005).

Buku-buku kumpulan cerpennya yang sudah terbit antara lain, Memorabilia (Yayasan untuk Indonesia, 1999), Bapak Presiden yang Terhormat (Pustaka Pelajar, 2000), Selingkuh Itu Indah (Galang Press, 2001), Rendezvous: Kisah Cinta yang Tak Setia (Galang Press, 2004), Potongan Cerita di Kartu Pos (Penerbit Buku Kompas, 2006), Sebungkus Nasi dari Tuhan, Sepasang Mata Penari Telanjang, Matinya Toekang Kritik (Lamalera, 2006), Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia(Bentang, 2010), Cerita Buat Para Kekasih (Gramedia Pustaka Utama, 2015).

UJI REFERENSI

Nama : Redita Dwi Pinasti

NIM : 1111013000071

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi : MITOS DALAM KUMPULAN CERPEN LAKI-LAKI PEMANGGUL GONI PADA CERPEN PILIHAN KOMPAS 2012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA

Dosen Pembimbing : Rosida Erowati, M.Hum.

Paraf No. Nama Buku Pembimbing 1. Atmazaki. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Bandung: Angkasa Raya. 1990. 2. Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010. 3. Badan Bahasa. Tokoh: Budi Darma. Artikel diakses pada 21 November 2016 dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh/73 5/Budi%20Darma. 4 Barthes, Roland. Mitologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2015. 5. Dananjaja, James. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti Pers, 1984. 6. Darma, Budi. Bahasa, Sastra, dan Budi Darma. Surabaya: PT Temprina Media Grafika. 2007. 7. Efendi, Anwar. Realitas Kematian Dalam Novel Ny.Talis. Yogyakarta: Jurnal, LITERA. Universitas Negeri Yogyakarta. 2006. 8. Ensiklopedia Kemendikbud. Budi Darma. Artikel diakses pada 21 November 2016 dari http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Budi_Da rma. Ensiklopedia Sastra Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 9. Esten, Mursal. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa. 2000. 10. Hariyono. Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Kanisius. 1996. 11. K.S, Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. 2007. 12. Kuncaraningrat. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press. 1990. 13. Luthfia, Agusniar Rizka. Menilik Urgensi Desa di Era Otonomi Daerah. Solo: Jurnal Universitas Sebelas Maret. 2013. 14. Luxemburg, Jan Van. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa. 1989. 15. Maimunah. Perlawanan Alam Terhadap Kolonialisme Dalam Cerpen Pohon Jejawi Karya Budi Darma. Surabaya: Jurnal, LITERA. Universitas Airlangga. 2014. 16. Mulyadi, Efix. Cerpen Pilihan Kompas 2012: Laki-laki Pemanggul Goni. Jakarta: Kompas. 2013. 17. Najib, Muhammad. Berbondong-bondong ke Kota Siapa yang ke Desa? Jakarta: Detikcom. 2017. 18. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2013. 19. Putri Adityarini, I.A. Analisis Aspek Stilistika dan Nilai Pendidikan Karakter Pada Antalogi Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2012 Laki-laki Pemanggul Goni. Bali: E- Jurnal UNDIKSHA oleh Universitas Ganesha. 2014. 20. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008. 21. Rahmanto, B .Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. 1988. 22. Rusyana, Yus. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V Dipenegoro. 1984. 23. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008. 24. Sukatman. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia. Yogyakarta: LaksBang, 2012. 25. Suwondo, Tirto. Budi Darma: Ulasa, Proses Kreatif, dan Riwayat. Telah dimuat di majalah Horison: Kaki Langit. Depok: Jurnal Sajak Indonesia. 2002. 26. Suwondo, Tirto. Mencari Jati Diri. Yogyakarta: Elmatera Publishing. 2010. 27. Suyitno. Sastra Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Penerbit Hanindita. 1986. 28. Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. Terj. Oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007. 29. Syarif, Zainuddin. Mitos Nilai-nilai Kepatuhan Santri. Pamekasan: Ejournal STAIN. 2013. 30. Twikromo, Argo Y. Ratu Kidul. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 2002. 31. Vismania, Syamsudin, dan Damaianti. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011. 32. W.S, Hasanuddin. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. 2007. 33. Wellek, Rene, Austin Waren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1993. 34. Zaidan, Abdul Rozak dkk. Mitologi Jawa. Jakarta: Depdikbud. 1997. 35. Zulfahnur. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997.

Jakarta, 19 Januari 2018 Pembimbing,

Rosida Erowati, M.Hum NIP. 19771030 200801 2 009