KOMUNIKASI SIMBOL : PECI DAN PANCASILA

Rama Kertamukti (Dosen Ilmu Komunikasi FISHUM UIN Yogyakarta)

ABSTRACT

The use of peci in the activities of the community in is an equivalent form of the symbol of amity and simple. Amity and the simplicity of it is visible in the form of a caps which usually contains only one element of black color and the shape of a tube-like caps follow the head of its users. The use of caps or in Indonesia has been regarded as the culture (Pancasila). Caps in Indonesia became a symbol of resistance in a simplicity pattern to form a balance in society concerned with the material. Black in a psychology color have stimuli the nature of human emotion strong and have expertise are defined although official or formal. Symbol- ism key of mental life typical human and exceeding tiers animal of economics. Basic needs will symbolization clear in humans serves continuously and is a process of fundamental the human mind. As users and interpreter of symbol, human sometimes irrational to think of as if there natural of a connection between a symbol with what symbolized.

: Peci, Pancasila, Symbol, Society

A. Pendahuluan khas cara berpakaian sebagian umat muslim Sejarah adalah pondasi masa sekarang, di Indonesia. Sebagai Penutup kepala, Peci ada- ketika membaca buku sejarah Indonesia pada lah sunnah nabi dan mereka meyakini bahwa masa pergerakan melawan penjajahan menggunakan penutup kepala berarti mereka imperialisme, banyak terlihat para pejuang mencintai nabinya. Mereka berpendapat ke- bangsa semisal Soekarno, Sutan Sjahrir, Moh. biasaan menelanjangi kepala, tanpa peci atau Hatta selalu menggunakan peci hitam yang surban adalah kebiasaan orang di luar Islam. sangat khas sekali. Sepertinya Peci menjadi hal Dalam sebuah hadist diriwayatkan bahwa yang mewakili kebangsaan atau nasionalisme “Amr bin Huroits radhiyallahu ‘anhu berkata bangsa Indonesia saat itu. Peci adalah bagian bahwa, Nabi Shallallahu‘alaihi wa sallam

Vol. 6, No. 1, April 2013 53 pernah berkhutbah, sedang beliau memakai Berpeci dalam kegiatan kemasyaraka- surban hitam” (HR Muslim dan Abu Dawud). tan di Indonesia adalah sebuah bentuk simbol pergaulan yang setara dan sederhana. Penye- B. Peci sebuah Simbolis taraan dan kesederhanaan itu terlihat dalam Komunikasi bentuk sebuah peci yang biasanya hanya terdiri Peci, merupakan istilah lain dari penu- satu unsur warna hitam dan bentuk peci yang tup kepala yang sering digunakan oleh seorang seperti tabung mengikuti kepala penggunanya. pria muslim untuk acara-acara keagamaan Penggunaan peci atau songkok di Indonesia maupun acara resmi lainnya. Peci sebagai se- telah dianggap sebagai hasil budaya. Budaya buah penutup kepala bagi umat islam di Indo- sendiri adalah sebuah sistem yang mempunyai nesia menjadi sebuah sejarah panjang, dari se- koherensi, berupa bentuk-bentuk simbolis buah nilai keagamaan menjadi sebuah nilai yang berupa kata, benda, laku, mite, sastra, lu- ideologi berbangsa. Peci memasuki wilayah pe- kisan, nyanyian, musik, kepercayaan mempu- mikiran simbolis para pemimpin Indonesia da- nyai kaitan erat dengan konsep-konsep epis- lam sejarah perjalanan bangsa. Bagaimana se- temologis dari sistem pengetahuan masyara- buah Peci menjadi sebuah “Visual bergerak” katnya (Kuntowijoyo, 1987: xi). Penggunaan untuk melambangkan bahwa pemakaiannya Peci di Indonesia sudah lama terlacak peng- adalah seorang pemimpin yang nasionalis se- gunaannya di Indonesia, dalam buku Sejarah kaligus agamis, khususnya Soekarno sebagai Nasional Indonesia III karangan Marwati pencetus lahirnya Pancasila dan yang mem- Djoened Poesponegoro dan Nugroho Noto- populerkan peci sebagai simbol nasionalisme, susanto, Peci sudah dikenal di Giri, salah satu menjadikan peci menjadi sebuah hal yang sa- pusat penyebaran Islam di Jawa. Ketika Raja ngat menarik. Sangat menarik memang me- Ternate Zainal Abidin (1486-1500) belajar aga- ngambil hubungan antara sebuah peci dengan ma Islam di madrasah Giri, dia kembali ke Ter- Pancasila yang memiliki lima sila sebagai dasar nate dengan membawa kopiah atau peci seba- negara RI. Diawali dengan cerita bagaimana gai buah tangan. Peci dari Giri dianggap magis sebuah peci hadir didalam masyarakat Indone- dan sangat dihormati serta ditukar dengan sia dan juga cerita sejarah pertamakali Soekar- rempah-rempah, terutama cengkeh tulis. Me- no sebagai pemimpin bangsa ingin menjadikan nurut Hendri F.Isnaeni (2010), peci sebagai identitas nasional, lalu dihubung- kan dengan Pancasila sebagai dasar negara In- C. Penanda Sosial donesia. Apa arti sebuah peci dengan nilai-nilai Peci kemudian menjadi penanda sosial yang terkandung dalam Pancasila, bagaimana seperti penutup kepala lainnya yang saat itu sebuah peci bermakna mendalam pada sebuah sudah dikenal seperti kain, turban, topi-topi ideologi bangsa? Keinginan ingin membuka Barat biasa, dan topi-topi resmi dengan bentuk sebuah semiotik semantik dalam perkara peci khusus. Pemerintah kolonial kemudian beru- sebagai penutup kepala sangatlah mengelitik saha mempengaruhi kostum lelaki di Jawa. untuk dikaji. Jean Gelman Taylor, yang meneliti interaksi antara kostum Jawa dan kostum Belanda pe- riode 1800-1940, menemukan bahwa sejak pertengahan abad ke-19, pengaruh itu tercer- min dalam pengadopsian bagian-bagian ter- tentu pakaian Barat. Pria-pria Jawa yang dekat dengan orang Belanda mulai memakai pakaian Gambar 1. Peci hitam dikenal dengan gaya Barat. Menariknya, blangkon atau peci Kopiah tak pernah lepas dari kepala mereka. Konon

Jurnal Komunikasi PROFETIK 54 asal kata Peci sendiri berasal dari bahasa Setiap orang ternganga melihatnya tan- Belanda pet (topi) dan je (kecil). pa bicara. Mereka, kaum intelegensia, memben- Peci di Indonesia menjadi sebuah sim- ci pemakaian blangkon, sarung, dan peci ka- bol perlawanan sebuah kesederhanaan untuk rena dianggap cara berpakaian kaum lebih ren- membentuk pola keseimbangan dalam masya- dah. Dia pun memecah kesunyian dengan ber- rakat yang mementingkan material. Hitam da- bicara: “…Kita memerlukan sebuah simbol dari lam sebuah psikologi warna mempunyai rang- kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki si- sangan sifat emosi manusia yang kuat dan fat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh mempunyai keahlian walaupun diartikan resmi bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Me- atau formal (Marian L. David, 1987: 135). nurutku, marilah kita tegakkan kepala kita de- Penggunaan Warna hitam juga menunjukkan ngan memakai peci ini sebagai lambang Indo- sifat-sifat yang positif, menandakan sifat tegas, nesia Merdeka.” Sukarno menyebut peci se- kukuh, formal, struktur yang kuat (Sulasmi bagai “ciri khas saya... simbol nasionalisme Darmaprawira, 2002 :49). Bentuk yang me- kami.” Sukarno mengkombinasikan peci de- lingkar mengikuti bentuk kepala menandakan ngan jas dan dasi. Berpakaian seperti itu, me- bentuk peci yang luwes dalam membentuk ke- nurut Sukarno untuk menunjukkan kesetaraan pala. Pola kesederhanaan yang terbentuk dalam antara bangsa Indonesia sebagai bangsa yang pola perilaku masyarakat Indonesia, sederhana terjajah dan Belanda sebagai bangsa penjajah. tetapi dapat menciptakan ketangguhan. Ke- Semenjak peristiwa itu, Sukarno hampir selalu inginan itulah yang ingin dinyatakan dalam se- mengenakan peci hitam saat tampil di depan buah simbolisasi peci yang dikenakan masya- publik. Seperti yang dia lakukan saat memba- rakat terhadap sebuah peci. Kesederhanaan cakan pledoinya “Indonesia Menggugat” di Pe- inilah yang ditangkap Soekarno “Founding Fa- ngadilan Landraad , 18 Agustus 1930. ther” dalam sebuah pemaknaan peci sebagai Dan peci kemudian menjadi simbol nasio- simbol nasionalis untuk mempersatukan bang- nalisme, yang mempengaruhi cara berpakaian sa. Soekarno mengerti betul tentang simbol kalangan intelektual, termasuk pemuda Kristen. kesederhanaan itu dalam sebuah peci. Ada se- Karena itulah, George Quinn dalam The buah cerita tentang awal mula Sukarno mem- Learner’s Dictionary of Today’s Indonesia, mende- populerkan pemakaian peci, seperti ditutur- finisikan peci dengan mengambil contoh Su- kannya dalam Bung Karno Penyambung Lidah karno, “Soekarno sat in the courtroom wearing white Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams. trousers, a white jacket and a black cap (Sukarno Pemuda itu masih berusia 20 tahun. duduk di pengadilan, memakai celana putih, jas Dia tegang. Perutnya mulas. Di belakang tu- putih, dan peci hitam)”. Sebenarnya Sukarno kang sate, dia mengamati kawan-kawannya, bukanlah intelektual yang kali pertama meng- yang menurutnya banyak lagak, tak mau pakai gunakan peci. Pada 1913, rapat SDAP (Sociaal tutup kepala karena ingin seperti orang Barat. Democratische Arbeiders Partij) di Den Haag Dia harus menampakkan diri dalam rapat Jong mengundang tiga politisi, yang kebetulan lagi Java itu, di , Juni 1921. Tapi dia masih menjalani pengasingan di Negeri Belanda: ragu. Dia berdebat dengan dirinya sendiri. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan “Apakah engkau seorang pengekor Ki Hajar Dewantara. Ketiganya menunjukkan atau pemimpin?” identitas masing-masing. Ki Hajar mengguna- “Aku seorang pemimpin.” kan topi fez Turki berwarna merah yang kala “Kalau begitu, buktikanlah,” batinnya itu populer di kalangan nasionalis setelah ke- lagi. “Majulah. Pakai pecimu. Tarik nafas yang munculan gerakan Turki Muda tahun 1908 yang dalam! Dan masuklah ke ruang rapat... menuntut reformasi kepada Sultan Turki. Tjipto Sekarang!” mengenakan kopiah dari beludru hitam. Se-

Vol. 6, No. 1, April 2013 55 dangkan Douwes Dekker tak memakai penutup sasi adalah kebutuhan pokok manusia, sedang- kepala. Tampaknya Sukarno mengikuti jejak kan Wieman dan Walter mengutarakan bahwa gurunya, lebih memilih peci beludru hitam. salah satu sifat dasar manusia adalah kemam- puannya dalam menggunakan simbol (Johan- D. Orientasi Humaniora nesen, 1996:46). Kemampuan manusia men- Pancasila menurut Kuntowijoyo adalah ciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sebagai orientasi humaniora Indonesia, Hu- sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam maniora bukan sebuah sosiologi pengetahuan berkomunikasi, mulai dari simbol yang seder- atau sosiologi budaya atau psikologi budaya. hana seperti bunyi dan isyarat sampai kepada Humaniora berkepentingan terhadap kelang- simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sig- sungan objeknya. Oleh karena itu Humaniora nal-signal melalui gelombang udara dan cahaya juga merupakan bagian dari pendidikan, lib- seperti radio, televisi, telegram, telex dan satelit eral education, yang tidak mengajarkan sebuah (Sobur, 2003:164). Kemampuan tersebut, se- keterampilan tertentu tetapi mengajarkan pe- bagian orang menyebutnya sebagai sebuah ke- rihal wisdom, mendidik bagaimana menjadi ma- harusan, untuk mengubah data mentah hasil nusia (Kuntowijoyo, 1987:67). Humaniora me- pengalaman indera menjadi simbol-simbol di- nafsirkan-rekontruksi bagaimana sebuah sim- pandang sebagai khas manusia. bol diciptakan-kontruksi oleh manusia perora- Manusia bukan hanya dapat segera me- ngan dan masyarakat, semua itu diamati karena ngubah data tangkapan indera menjadi simbol- humaniora berkepentingan dengan berkesi- simbol, tetapi juga dapat menggunakan simbol- nambungan simbol itu. Pencetus Pancasila simbol untuk menunjuk kepada simbol lain Soekarno, menyadari betul penggunaan simbol seperti konsepsi tujuan, nilai, cita dan untuk Peci ketika digunakan disetiap momen acara digunakan sebagai alat mewariskan pengetahuan yang dihadiri, dengan menggunakan peci Soe- dan wawasan yang terpendam dari generasi ke karno mengharapkan adanya kontruksi visual generasi. Penggunaan penutup kepala dengan bahwa seorang Pancasilais harus sederhana Peci itulah yang ingin disimbolkan manusia dan kritis dalam menanggapi masalah dalam nasionalis oleh Soekarno, beliau ingin me- kehidupan mereka. Walau peci sendiri hadir wariskan Pancasila kepada generasi berikutnya dalam masyarakat Indonesia karena mendu- dengan sebuah simbol peci di kepala. Manusia kung ibadah umat Islam. Tetapi divisualisasi- memang satu-satunya hewan yang menggunakan kan oleh Soekarno sebagai bentuk Kebangsaan lambang dan itulah yang membedakan dengan yang ditandai dengan cara berpakaian beliau manusia lainnya. Keunggulan manusia atas dan selalu digunakan secara berulang-ulang di- mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka tiap kesempatan. Kontruksi simbol ini seperti sebagai animal symbolicum, seperti yang diutarakan ini dikuatkan oleh Barthez peneliti dalam bi- Ernst Cassier (Sobur, 2003:164). dang kajian semiotika, beliau mengungkapkan Bahkan, Susanne Langer menambah- bahwa simbol menjadi sebuah simbol tertentu kan simbolisme merupakan kunci kehidupan berdasarkan konvensi dan penggunaan, se- mental khas manusia dan melebihi tingkatan hingga pemaknaan simbol mampu untuk me- hewani belaka. Kebutuhan dasar akan simbo- nunjuk sesuatu yang lain, sehingga bila sese- lisasi jelas pada manusia berfungsi secara kon- orang berpikiran Pancasilais dia sedapatnya tinu dan merupakan proses fundamental piki- menggunakan penutup kepala peci simbol ran manusia. Sebagai pengguna dan penafsir bahwa dia membela rakyat sesuai paham simbol, manusia terkadang irasional dengan Pancasila yang ia pahami. menganggap seolah-olah ada kemestian atau Susanne K Langer dalam Semiotika ada hubungan alamiah antara suatu simbol de- Komunikasi mengungkapkan bahwa simboli- ngan apa yang disimbolkan. Seperti apa yang

Jurnal Komunikasi PROFETIK 56 terjadi pada peci, Soekarno menggunakan peci kapkan Soekarno “Kita tidak menghendaki hitam sebagai rasa nasionalismenya pada tanah satu masyarakat Indonesia yang beberapa or- air pengguna sesudahnya pun merasakan hal ang Indonesia hidup mewah, tetapi sebagian yang sama ketika mereka menggunakan peci orang terbesar daripada rakyat hidup papa dan hitam ketika tampil di muka umum. sengsara sebagai orang yang tertindas, sebagai orang yang menjadi korban daripada exploita- tion de l’homme par l’homme (eksploitasi manusia atas manusia). Kita tidak menghendaki hal itu, oleh karena itu maka kita hendak merobah sama sekali konstelasi yang sejati, masyarakat adil dan makmur yang sejati. Mempersatukan kekuatan semua go- longan yang tertindas, yang antikapitalis dan imperialis, tampaknya diletakkan sebagai pilar Gambar 2. Ir.Soekarno menggunakan Peci utama untuk mencapai masyarakat demokrasi hitam ketika menjadi Presiden RI I ke arah pergaulan hidup sama rata, sama ba- hagia, yang disesuaikan dengan semangat dan Peci merupakan penutup kepala yang jiwa rakyat Indonesia, itulah yang dipikirkan biasanya terbuat dari beludru, dipahami seba- Soekarno setelah bertemu dengan sosok gai topi tradisional di kalangan masyarakat Me- “Marhaen.” keadaan obyektif bangsa Indone- layu dan umumnya bewarna hitam. Sejak tahun sia telah lama dipikirkan Soekarno. Guna 1921, pemuda soekarno mempopulerkan Peci membangun keadaan obyektif bangsa Indone- di kalangan pergerakan pemuda. Di tahun itu, sia saat itu, tidak dapat dilakukan dengan para pemuda merasa tidak terwakili secara in- menggunakan berbagai ideologi dunia yang telektual bila menggunakan peci, apalagi ke- saat itu sangat pupuler. Pada saatnya, pemiki- banyakan para pemuda mengenyam pendidi- ran Bung Karno dapat diangkat ke permukaan kan barat, sedangkan peci yang digunakan Soe- setelah diilhami oleh karakteristik kehidupan karno dianggap mewakili tradisi lembek, rakyat marhaen di kota Bandung selatan, sehingga jelata dan kelas rendah. Seorang Marhaen yang lahirlah Marhaenisme. menjadi sosok rakyat Indonesia kebanyakan Marhaenisme digali dan dirumuskan menjadi pemikiran Soekarno ketika bertindak Bung Karno pada dasarnya adalah berupa alat dalam memahami cara berpikir beliau, peng- perjuangan, untuk membela masyarakat yang gunaan Peci pun menjadi bentuk perjuangan memiliki alat produksi, tetapi berada dalam ke- beliau untuk mendengarkan apa yang dipikir- adaan miskin. Agar alat perjuangan ini menjadi kan rakyat Indonesia. Pribumi berpeci adalah kenyataan, maka Marhaenisme harus diwujud- sebuah simbol dalam masyarakat Indonesia kan dalam gerakan massa marhaen. Karena saat itu, yang terpinggirkan tetapi mereka tetap Marhaenisme diwujudkan dalam massa mar- merasa bahagia dalam kehidupannya. haen, maka tidak dapat dihindari Marhaenisme Hubungan Marhaen dengan peci ada- yang memiliki nuansa atau wawasan ideologi lah suatu simbolisasi yang digunakan Soekar- harus ditampilkan dengan nyata dalam gerakan no. Marhaen yang diungkap Soekarno sarat de- hidup pribadi, hidup beragama, kehidupan po- ngan nuansa untuk memperjuangkan keadilan, litik, kehidupan ekonomi, dan kehidupan sosial persamaan hak, dan memperjuangkan kepen- budaya. tingan kaum tertindas dengan upaya mengha- puskan pemerasan dan mempersatukan semua golongan yang tertindas. Seperti yang diung-

Vol. 6, No. 1, April 2013 57 sepertiga hektare. Tak dinyana, pandangan Su- karno tertumbuk pada sosok petani muda yang tengah giat mencangkul. Dia seorang diri. Bung Karno pun tertarik menghampiri. Di pinggir galangan sawah, Bung Karno berdiri termenung, menatap petani muda yang terus dan terus mengayunkan cangkul ke atas-ke ba- wah. Sejurus kemudian, Sukarno mendekat. Lebih dekat ke arah petani tadi. Demi menge- tahui seseorang menghampiri, petani tadi menghentikan aktivitas mencangkul, dan me- lempar pandang ke arah Sukarno. Terjadilah Gambar 3. Ir.Soekarno dan Fatmawati tegur-sapa, sebuah tegur-sapa ramah khas In- Mengujungi rakyat (sumber: Rakyat donesia. Tidak ada ekspresi curiga, melainkan Marhaen). seringai sungging senyum pada kedua orang itu. Peci yang digunakan rakyat kebanyakan “Saha nu kagungan ieu sadayana nu dipi- seperti terlihat dalam gambar diatas adalah sum- damel ayeuna ku aranjeun,” tanya Bung Karno ber inspirasi Soekarno dalam menyebarkan dalam bahasa Sunda yang fasih. Artinya kurang nasionalisme, ia menyamakan dirinya dengan lebih, “Siapa yang punya semua yang engkau mereka. Nasionalisme yang dipegang teguh oleh kerjakan sekarang ini?” Soekarno adalah karena rakyat Indonesia sendiri “Saya, juragan,” jawab petani itu. seperti itu mereka berbuat, menghasilkan dan Bung Karno bertanya lagi, “Apakah diperuntukkan untuk lingkungan mereka sendiri engkau memiliki tanah ini bersama-sama tanpa menggantungkan pada orang lain, dan dengan orang lain?” lebih terpenting adalah nilai ibadah tetap mereka “O, tidak gan. Saya sendiri yang junjung tinggi dengan tanpa melupakan nilai punya.” syukur pada Allah SWT. Ada nilai sejarah dalam “Tanah ini kaubeli?” penggunaan simbol rakyat dengan penggunaan “Tidak. Warisan bapak kepada anak nama “Marhaen” oleh Soekarno, nama ini turun-temurun.” bukan nama orang dari Eropa Barat pada jaman Sejenak Bung Karno terdiam. Demi pergerakan dulu yang cenderung berpaham melihat “tamu sawah” itu diam, si petani pun Sosialis ataupun Komunis, nama Marhaen kembali mencangkul. Menggali dan menggali. adalah nama orang Jawa Barat, yang ditemui Sedangkan Sukarno pun melakukan pengga- oleh Soekarno pada tahun 1920an ketika beliau lian mental. Menggali teori. Mencangkul filo- kuliah di THS (ITB sekarang), seperti cerita sofi di otaknya, hingga mengalirkan pertanya- yang diambil dari Pena Soekarno, an-pertanyaan lain yang bertubi: “Bagaimana Pagi hari di saat pikiran suntuk, Sukar- dengan sekopmu? Sekop ini kecil, tapi apakah no muda mengayun langkah, mengambil se- kepunyaanmu juga?” peda onthel, dan mendayungnya tanpa tujuan. Petani muda kembali menghentikan Kebetulan saja arah laju sepeda menuju Ban- kegiatan, dan menjawab, “Ya, gan.” dung Selatan, suatu daerah pertanian yang pa- “Dan cangkulnya?” dat. Itu terjadi tahun 1920-an. Suasana Ban- “Ya, gan.” dung Selatan ketika itu, adalah suasana daerah “Bajak?” pertanian. Petani mengerjakan sawahnya yang “Saya punya, gan.” kecil, yang masing-masing luasnya kurang dari “Untuk siapa hasil yang kau kerjakan.”

Jurnal Komunikasi PROFETIK 58 “Untuk saya, gan.” berdasarkan perikemanusiaan, persamaan na- “Apakah cukup untuk kebutuhanmu?” sib, gotong royong, hidup kemasyarakatan yang Petani mengangkat bahu mengernyit- sehat, kerja sama untuk mencapai sama ba- kan dahi… “Bagaimana sawah yang begini ke- hagia,tidak untuk menggencet dan menghisap, cil bisa cukup untuk seorang istri dan empat ada semangat kerja sama dan gotong royong orang anak?” antara bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa “Apakah ada yang dijual dari hasilmu.” lain. Itulah nilai kebangsaan yang digali “Hasilnya sekadar cukup untuk makan Soekarno dan dikembangkan menjadi Panca- kami. Tidak ada lebihnya untuk dijual.” sila. Sedangkan sosio demokrasi adalah paham “Kau mempekerjakan orang lain?” yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. “Tidak, juragan. Saya tidak dapat Rakyat yang mengatur negaranya, perekonomi- membayarnya.” annya, dan kemajuannya, supaya sesuatu bisa “Apakah engkau pernah memburuh?” bersifat adil, tidak membeda-bedakan orang “Tidak, gan. Saya harus membanting yang satu dengan yang lainnya. Rakyat sangat tulang, akan tetapi jerih-payah saya semua menginginkan berlakunya demokrasi politik, untuk saya.” demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial. Kemudian Bung Karno menunjuk se- Asas Marhaenisme sarat dengan nu- buah gubuk kecil seraya bertanya, “Siapa yang ansa untuk memperjuangkan keadilan, persa- punya rumah itu?” maan hak, dan memperjuangkan kepentingan “Itu gubuk saya, gan. Hanya gubuk ke- kaum tertindas dengan upaya menghapuskan cil saja, tapi kepunyaan saya sendiri.” pemerasan dan mempersatukan semua golo- “Jadi kalau begitu,” kata Bung Karno ngan yang tertindas. Keinginan mempersatu- menyaring pikiran-pikiranya sendiri, “Semua kan kekuatan semua golongan yang tertindas, ini engkau punya?” yang antikapitalis dan imperialis, tampaknya “Ya, gan.” diletakkan sebagai pilar utama untuk mencapai Setelah itu, Bung Karno menanyakan masyarakat demokrasi ke arah pergaulan hidup nama petani muda itu. Dan petani itu menja- sama rata, sama bahagia, yang disesuaikan de- wab, “Marhaen”. Nama Marhaen adalah nama ngan semangat dan jiwa rakyat Indonesia. biasa. Sama biasanya dengan nama Jones atau Perbedaan antara Marhaenisme de- Smith di Amerika. Akan tetapi, dari dialog de- ngan Pancasila hanya terletak pada perbedaan ngan Marhaen yang rakyat jelata itu pula Bung simbol, atau pada perbedaan bentuk, sedang- Karno mendapat ilham untuk rakyatnya. Jelas kan isi keduanya adalah sama. Ketidakmam- terlihat dari cerita Soekarno dengan Marhaen, puan membedakan bentuk dan isi antara Mar- rakyat Indonesia kebanyakan saat itu tiada per- haenisme dan Pancasila atau ketidaklayakan ke- nah menggantungkan diri mereka dengan or- mampuan konservasi, menyebabkan mereka ang lain, tetapi kesederhanaan jelas terlihat dan memandang Marhaenisme dengan Pancasila nilai syukur terhadap rizki yang diberikan Al- itu berbeda. Marhaenisme yang terdiri dari un- lah SWT, Soekarno melihat itu dan simbol bu- sur nasionalisme yang diberi muatan kemanu- sana yang digunakan rakyat Indonesia ketika siaan atau sosio nasionalisme dan unsur de- itu dalam mencari penghidupan adalah baju mokrasi yang diberi muatan keadilan atau sosio sederhana dan berpeci. demokrasi, pada dasarnya bersumber dari ke- Asas Marhaenisme bila ditelusuri dari kuatan membumikan agama, itulah yang di- berbagai tulisan Soekarno, mengandung mak- ungkap Prof.Dr. Djohar, MS, Guru Besar Uni- na sosio nasionalisme dan sosio demokrasi. versitas Sarjanawiyata Yogyakarta. Pengalaman Sosio nasionalisme adalah paham yang Marhaenisme dalam hidup beragama, mem- mengandung nilai kebangsaan yang sehat dan buat manusia yang pandai berserah diri kepada

Vol. 6, No. 1, April 2013 59 Tuhan, menjadi orang yang pandai bersyukur, da atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal menjadi orang yang pandai melakukan analisis kepada seseorang (Sobur, 2003 :155). Biasanya dan sintesis, menjadi orang mampu menang- simbol terjadi berdasarkan metonimi kap dinamika kehidupan, dan menjadi manusia (metonimy), yakni nama untuk benda lain yang yang pandai menghargai hak-hak orang lain. berasosiasi atau yang menjadi atributnya. Se- Kehidupan beragama menjadikan manusia ti- mua simbol melibatkan tiga unsur; Simbol itu dak egoistis, tidak sombong, dan tidak merasa sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan benar sendiri dan dapat menikmati hidup di antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini atas keberagaman. merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Alat komunikasi manusia pada hakikat- Simbol adalah bentuk yang menandai nya tidak hanya berupa bahasa tulisan, lisan sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk atau bahasa isyarat melainkan juga bahasa rupa simbolik itu sendiri. Dalam kaitan ini Peirce yang merupakan tanda komunikasi simbolik tokoh semiotika mengemukakan bahwa “A atau komunikasi rupa. Bahasa rupa memang Symbol is a sign which refers to the object that is de- tidak memiliki kaidah gramatika seperti halnya notes by virtue of a law, usually an association of bahasa lisan atau bahasa tulisan sehingga setiap general ideas, which operates to cause the symbol tobe orang yang melihat kadang memiliki pendapat interpreted as referring to that object.” Dengan de- dan penafsiran yang berlainan. Simbol sebagai mikian dalam konsep Peirce simbol diartikan bahasa rupa tidak muncul dalam suatu ruang sebagai tanda yang mengacu pada objek ter- hampa sosial, melainkan dalam suatu konteks tentu diluar tanda itu sendiri. Hubungan antara atau situasi tertentu. Peci menjadi bahasa rupa simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang bagi pemakainya, ketika seseorang menggu- ditandakan (petanda) sifatnya konvensional. nakan peci, penafsiran publik terhadap dirinya Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pe- menilai bahwa ia seorang yang memahami be- makainya menafsirkan ciri hubungan antara tul Pancasila. Berkat perjuangan Soekarno se- simbol dengan obyek yang diacu dan menaf- bagai pencetus Pancasila dalam menggunakan sirkan maknanya. Dalam arti demikian, Peci komunikasi rupa dan memaknai peci sebagai merupakan bentuk simbol karena hubungan busana kaum nasionalis, peci menjadi simbol Peci dengan dunia acuannya ditentukan ber- yang secara umum dimaknai sebagai simbol dasarkan kaidah si penggunanya dan asalnya. kaum pancasilais. Makna suatu simbol bukan- Sebagai penutup kepala seorang nasionalis lah pertama-tama ciri fisiknya, namun apa yang (Soekarno) dan pemikirannya (Pancasila), dan orang dapat lakukan mengenai simbol terse- asal peci sebagai sunnah nabi sehingga diang- but. Dengan kata lain sebagaimana yang dika- gap agamis. Simbol tidak dapat disikapi secara takan Shibutani “Makna pertama-tama meru- isolatif, terpisah dari hubungan asosiatifnya de- pakan properti perilaku dan kedua merupakan ngan simbol lainnya. Walaupun demikian ber- properti objek” (Mulyana, 2001:77). Dengan beda dengan bunyi, simbol telah memiliki ke- demikian, semua objek simbolik menyarankan satuan bentuk dan makna. Berbeda pula de- suatu rencana tindakan (plan of action) dan bah- ngan tanda (sign), simbol merupakan kata atau wa alasan untuk berperilaku dengan suatu cara sesuatu yang bisa dianalogikan sebagai kata tertentu terhadap suatu objek antara lain di- yang telah terkait dengan : 1. Penafsiran pe- isyaratkan oleh objek tersebut. makai, 2. Kaidah pemakaian sesuai dengan je- Secara etimologis, simbol (symbol) ber- nis wacananya, dan 3. Kreasi pemberian makna asal dari kata Yunani “sym-ballein” yang berarti sesuai dengan intensi pemakainya. melemparkan bersama suatu (benda, per- buatan) dikaitkan dengan suatu ide. Ada pula E.Komunikasi Simbol yang menyebutkan “symbolos” yang berarti tan- Penggunaan Peci sebagai simbol ber-

Jurnal Komunikasi PROFETIK 60 pikir Nasionalis dan Pancasilais dapat diurai winata. Cerpen yang dimuat dalam Mimbar In- menggunakan pandangan Ogden dan donesia No. 34, 21 Agustus 1948 ini mengi- Richards, sahkan sejarah peci sejak masa Hindia Belanda, Pikiran atau Referensi zaman pendudukan Jepang hingga awal ke- merdekaan. Dalam cerpen itu dikisahkan per- jalanan peci dan hubungannya dengan orang Indonesia yang tak sekadar berfungsi sebagai penutup kepala. Mulai dari peci sebagai iden- Simbol Acuan titas kelas masyarakat, gaya hidup, sampai iden- titas bangsa. Aneh juga memang, karena cer- Gambar 4. Semiotic Triangle Ogden dan pen itu tidak sekalipun menyinggung hubu- Richards (Aminuddin, 1997:206) ngan peci dengan identitas agama (Islam). Kekuatan sebuah simbol peci dalam ni- Dalam pandangan Ogden dan Richar- lai kebangsaan pun terungkap pada zaman ds, simbol memiliki hubungan asosiatif de- penjajahan Jepang. Anti Nasionalisasi dengan ngan gagasan atau referensi serta referen atau mendeskreditkan Peci sebagai simbol nasio- dunia acuan. Peci memiliki hubungan dengan nalisme sering dimunculkan di koran Asia Raya si penggunanya yang memiliki alam berpikir seperti yang diungkap Ridha Al Qadri dalam tersendiri sehingga pemaknaan yang muncul harian Suara Merdeka, pada saat itu pemerin- pada khalayak yang diciptakan secara berulang tah Jepang secara diam-diam merasa alergi ter- menghasilkan pemaknaan yang sesuai diharap- hadap segala lambang yang menyatukan na- kan si penggunanya (Soekarno) yaitu nasionalis sionalisme Indonesia seperti Peci yang dipo- dan agamis. Dan penyertaan Pancasila adalah pulerkan oleh Soekarno. Cara yang dilakukan hasil pemikiran seseorang yang nasionalis dan Jepang dengan merendahkan nilai simbol se- agamis, atau dalam istilah umumnya atas dasar buah peci sebagai penutup kepala. Visual rupa hasil pemikiran terbuahkan suatu referensi pria tak berpeci sebagai orang kantoran, duduk yang menghasilkan penggambaran maupun dibelakang meja, menulis dan membaca koran, konseptualisasi acuan simbolik. Dalam kasus menikmati secangkir kopi, berpakaian necis ini referensi merupakan gambaran hubungan dan bersih, dengan kata lain tak berpeci ber- antara tanda berupa Peci dengan dunia acuan makna manusia modern. Dan propaganda ti- yang membuahkan satuan pengertian tertentu dak berpeci ini diperkuat dengan visual rupa (manusia Pancasila). Seperti contoh Peci men- setahun menjelang proklamasi, Jepang me- jadi sebuah simbol kebangsaan karena adanya munculkan karikatur Oesaha Hoeroef di daerah dunia acuan terungkap pada sebuah cerpen di Djakarta Tokubetsu Shi (Asia Raya, 29 Juli 1944) tahun 1948, isi cerpen tersebut memuat ten- dengan memperlihatkan karikatur pria berpeci tang nilai sebuah simbol peci dan nasionalisme, yang hendak dijadikan melek huruf. Salah sa- “...gambar Bung Karno yang berpeci sambil tunya memperlihatkan sosok pemuda pribumi memegang dagu, menjadi model yang suka berpeci diatas kepalanya tampak sebuah ta- ditiru pemuda dan dengan tiada sengaja ngan mengenggam dan menarik peci sekaligus menjadi alat reklame peci juga. Perasaan rambutnya, membuat wajah itu tegak dan diba- persatuan semakin kokoh. Cara berpakaian wahnya terdapat tulisan : kedaerahan terdesak dan diganti oleh cara ”Boekalah mata mereka agar mereka djoega berpakaian nasional, ialah berpeci.” dapat membatja dan menoelis”.

Kutipan di atas berasal dari cerita pen- Pribumi berpeci, sebuah subjek yang dek (cerpen) “Peci” karya Mas Saleh Sastra- ditempatkan dalam posisi yang harus diangkat

Vol. 6, No. 1, April 2013 61 derajatnya, ditegakkan, diberi pendidikan sama sur kebudayaan itu menjadi bagian intrinsik artinya dianggap sebagai masyarakat pramo- yang tak dapat dipisahkan dari eksistensi ma- dern. Bodoh! Pada zaman itu seolah-olah mun- nusia. Ia menjadi elemen yang menunjukkan cul penafsiran tandingan bagi nasionalisme pe- secara paradigmatik tentang moral, etika ci yakni sebuah penafsiran orang yang tak ber- (dalam Islam: akhlaq) dan etiket dari komunitas peci berarti modern dan melek huruf. Seba- masyarakat budaya tertentu. Nilai-nilai itulah liknya, pribumi berpeci mewakili tradisi, buta yang menjadi titik awal mengenali jalan pikir, huruf, kotor, tubuhnya berpenyakitan dan juga semangat, cita-cita dan jalan hidup masyarakat. distereotipkan sebagai perokok, muncul pada Pancasila adalah hasil dari itu semua. Pancasila sebuah iklan rokok kretek cap Garbis Manggis hasil dari kebudayaan masyarakat Indonesia. (Asia Raya, 24 Juli 1942). Peci pada masa pen- Dalam memahami kebudayaan, ST. Alisjah- dudukan Jepang seperti didorong kedalam bana melihatnya sebagai aktivitas, kegiatan dan kontradiksi yakni antara ditampilkan sebagai bahkan sebagai perjuangan. Menurutnya, ke- identitas nasional sekaligus direndahkan seba- budayaanlah yang membentuk manusia, bukan gai identitas tradisional. Penafsiran tandingan manusia yang membentuk kebudayaan. Ia me- yang dilakukan Jepang dapat dianggap berhasil mandang kebudayaan sebagai kegiatan dan ke- karena beberapa tahun setelah kemerdekaan aktifan mencipta berdasarkan kekuatan akal agaknya sulit untuk menerima simbol peci se- budi. Makanya, kebudayaan tidak dijelaskan bagai sebuah lambang nasionalis, tidak banyak dengan teori-teori empiris, namun lebih ber- tokoh politik saat itu yang merawat ide nasio- dasarkan pada teori nilai nalisme peci ini. Sutan Sjahrir mulai menang- Nilai menjadi aspek formal kebudayaan, galkan peci dalam tiap kesempatan politiknya, hasil olahan dari fakta, realita, situasi dan peristiwa bahkan Muhammad Hatta sesekali rambutnya yang telah ditransformasikan menjadi kebaikan ditampakkan secara klimis terbuka meski hadir ideal berupa spiritualitas, keadilan, kesejahteraan, dalam acara-acara resmi negara. Pada fase ini supremasi hukum dan seterusnya. Nilai menjadi Pancasila sebagai nilai sebuah nasionalisme begitu penting dalam takaran martabat pun mulai tergerus karena semakin berkurang- kebudayaan. Tanpa nilai, praktek hidup budaya nya popularitas Soekarno karena adanya per- akan keluar dari arah kehidupan itu sendiri. tentangan politik saat itu. Dan juga kita tahu Kebudayaan kemudian dipahami sebagai tidak semua tokoh nasionalisme awal kita se- penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai- perti Tan Malaka mengagungkan peci seba- nilai insani, yang merujuk pada penyempurnaan gaimana Soekarno menjadikan peci sebagai rasa-karsa dan karya. (JWM. Bakker, 1984). identitas nasional. Dalam memahami kebudayaan, ST. Alisjahbana melihatnya sebagai aktivitas, kegiatan dan bahkan F. Pancasila dan Hasil Budaya sebagai perjuangan. Menurutnya, kebudayaanlah Komunikasi yang membentuk manusia, bukan manusia yang Pancasila adalah hasil nilai rasa yang membentuk kebudayaan. Ia memandang kebu- dirasakan Soekarno pada masyarakat Indone- dayaan sebagai kegiatan dan keaktifan mencipta sia, beliau merasakan keberagaman rakyat, ke- berdasarkan kekuatan akal budi. Makanya, sengsaraan rakyat, keberagamaan rakyat dan kebudayaan tidak dijelaskan dengan teori-teori imperialisme ekonomi menjajah rakyat Indo- empiris, namun lebih berdasarkan pada teori nilai nesia. Nilai rasa adalah nilai yang membedakan (Abdullah Badri dalam Semiotika Pancasila). orang yang berpikir dan yang tidak. Soekarno Dalam kebudayaan, ada empat subsis- tahu betul bahwa Sebagai makhluk sosial, tem yang bermain. 1) Subsistem gagasan yang manusia tidak bisa melepaskan diri dari unsur berisi tentang pandangan hidup dan nilai bu- kebudayaan. Nilai-nilai kemanusiaan dalam un- daya. 2) Subsistem normatif yang meliputi

Jurnal Komunikasi PROFETIK 62 norma-norma moral, , hukum dan aturan- tapi ketika peci tersebut digunakan kalangan aturan khusus. 3) Subsistem kelakuan yang me- Melayu-, peci akan mempunyai arti liputi sikap, tingkah laku dan keputusan tin- yang berbeda. Peci dikalangan masyarakat dakan. 4) Subsistem hasil kebudayaan. Dari sini Malaysia menandakan ia adalah pemeluk kita bisa memahami bahwa kebudayaan itu agama Islam, ia muslim. bersifat dinamis, tidak statis. Kebudayaan bu- Bahkan, peci bukan hanya menjadi kan “kata benda”, namun “kata kerja”. Van simbol nasionalisme, saat menjelang pilkada Peursen mengatakan kebudayaan, dalam arti dan pemilu, dan juga para terdakwa kasus ko- kata sebagai “kata kerja” tidak bisa diidentik- rupsi para “tokoh” tersebut menggunakan peci kan sebagai koleksi barang-barang kebudaya- sebagai strategi visual mereka menjadikan peci an, seperti karya-karya kesenian, buku-buku, sebagai muslihat “eksploitasi simbol agama” alat-alat, gedung-gedung dll, namun ia adalah berharap mampu mempengaruhi sisi sentimen kegiatan manusia dari waktu ke waktu. Barang- publik dan mempengaruhi hukum bahkan barang peninggalan dari hasil kreasi manusia simpati masyarakat dengan hanya sebuah sim- dalam wujud benda disebut dengan peradaban. bol peci dikepala, peci menyelamatkan sisa mu- Jadi, kalau kebudayaan itu aktivitas abstraksi ka yang hancur di tengah opini publik. manusia, peradaban adalah ekspresi empiris Ada sebuah artikel pendek yang sangat manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan, tek- menarik dicuplik dari Kompasiana.com diki- nologi, gedung-gedung, buku-buku dan lain- rim oleh Ahmad Wahidi, dia menulis, Pada saat lain, yang pada dasarnya diorientasikan untuk pemilihan kepala Desa di Kampung Gak Tahu memenuhi kebutuhan materi manusia, gejala Namanya, ada 2 orang calon yang mendaftar- yang dibuat. Dalam ungkapan ringkas dikata- kan diri, yang pertama sebut saja si Calon Ber- kan bahwa kebudayaan itu adalah apa yang kita peci, dan calon yang kedua sebut saja si Calon rindukan, sementara peradaban adalah apa Gak Berpeci. Si Calon Berpeci, selalu berpe- yang kita butuhkan. Kebudayaan lebih bersifat nampilan rapi, pake baju koko dan celana pan- spiritual, sementara peradaban bersifat mate- jang kemana pun dia pergi, rambut disisir rapi, rial (http://abdallaoke.blogspot.com/2010/ kepalanya pun gak pernah lepas sama yang na- 07/semiotika-pancasila-mencari-narasi.html). manya peci, dalam berorasi bicaranya pun ele- Pancasila adalah hasil dari kebudayaan, gan, tak jarang dia melantunkan ayat-ayat yang sedangkan Peci adalah Pesan yang terkandung menyejukkan hati, bicaranya hati-hati dan ke- (signified) dalam obyek (Pancasila-nasionalisme) lihatan sopan. Hobinya memberi ceramah. terbentuk dari hubungan antara pemberi tanda Si Calon Gak Berpeci, Gak pernah mem- (signifier) dalam hal ini Soekarno dan fungsi pedulikan penampilannya, kemana-mana selalu nyata atau sifat benda bahwa peci adalah pe- pake kaos oblong, rambut gondrong tak rapi, nutup kepala (pikiran) dan bernilai agamis. Se- dalam berorasi bicaranya ceplas-ceplos, ngo- hingga ketika ada seseorang menggunakan mong selalu apa adanya, ayat-ayat yang dia pela- Peci sebagai pelengkap busananya. Simbol Peci jari tak pernah terdengar saat orasi, tapi dia selalu sebagai nasionalisme dan agamis memperli- tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Hobinya hatkan secara nyata, simbol juga dapat meng- memberi sedekah. Ketika saya bertanya pada gambarkan suatu ide abstrak dimana tidak ada seorang warga Yang Saya Gak Tahu Namanya, kemiripan antara bentuk dan arti. Sehingga bila “Siapakah yang akan Anda pilih?” tidak ada konvensi di masyarakat tersebut “ Ya pasti si Calon Yang Berpeci terhadap simbol maka masyarakat tidak tahu Donk”, jawabnya. arti simbol tersebut. Seperti halnya Peci di- “Alasan Anda milih dia apa?” gambarkan seseorang yang pancasilais ketika “Beliau selalu pakai peci, jadi gak simbol itu berada di masyarakat Indonesia, te- mungkin korupsi” ,jawabnya.

Vol. 6, No. 1, April 2013 63 Sambil mengerutkan kening saya, saya jelis hakim akan iba dan meringankan huku- bergumam, “ Ternyata pepatah yang bilang Ja- mannya. Karena telah insyaf dan kembali ngan Lihat Buku hanya dari sampulnya itu gak menjadi hamba Tuhan yang baik. berlaku di indonesia, harusnya diganti jadi, “Li- Berpeci layaknya Soekarno dengan fi- hatlah Buku dari Sampulnya Saja”. losofinya Marhaenisme yang sarat dengan nu- Kini, peci dipakai dalam acara-acara ansa untuk memperjuangkan keadilan, persa- resmi kenegaraan maupun keseharian umat maan hak, dan memperjuangkan kepentingan Muslim di Indonesia seperti upacara perkawi- kaum tertindas dengan upaya menghapuskan nan, lebaran, atau ibadah salat. Peci tak lagi pemerasan dan mempersatukan semua golo- menjadi tanda kemusliman dan kesalehan se- ngan yang tertindas. Kemudian keinginan seorang. Kini, ia menjadi busana formal. Na- mempersatukan kekuatan semua golongan mun kini, peci bukan hanya identifikasi bagi yang tertindas dengan simbol masyarakat yang seorang muslim, pembeda dengan penjajah, berpeci, yang antikapitalis dan imperialis, se- simbol kekuasaan, ataupun simbol nasionalis- pertinya sudah tinggal nostalgia. Peci hanya me. Lihat saja upacara–upacara pelantikan pe- berkenan ketika dipakai sang tokoh, mendu- jabat Negara, meskipun dia bukan seorang kung ia dalam berbicara tentang dasar negara muslim, tidak sedikit yang memakai penutup dan filosofi Pancasila, setelah itu hanya meng- berbahan beludru ini. Sering pula kita saksikan, gantung didinding-dinding ataupun cantolan bahkan kebanyakan, para Terpidana memakai pakaian menunggu waktu mengubah warna hi- kopiah ketika tersudut di depan meja hijau. tamnya menjadi kecoklatan. Seperti halnya Berubah fungsikah? nilai-nilai Pancasila di masyarakat Indonesia Di mata umat, kedudukan peci amatlah yang kian hari kian memudar untuk menjadi mulia. Ia menjadi simbol kesalehan seseorang. pandangan hidup berbangsa. Padahal, nilai-ni- Politisi, calon bupati atau Presiden pun dipas- lai Pancasila sejak dulu merupakan suatu cita- tikan mengenakan. Agar dinilai orang saleh - cita moral yang luhur yang berwujud dalam Pancasilais karena dasar negara kita Pancasila, kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebe- dan karenanya layak dipilih. Anehnya kita, se- lum terbentuk menjadi negara. Pancasila ha- ring mudah terpedaya dengan aksi tipu-tipu kekatnya bukanlah merupakan suatu pedoman seperti itu. Begitu mudahnya kita terlena de- yang langsung bersifat normatif ataupun prak- ngan pencitraan diri si calon, lalu kita coblos tis, melainkan merupakan suatu sistem nilai- saja gambar pecinya dengan mantap sambil nilai etika, layaknya sebuah peci yang mem- mengucap Bismillah...Contoh nyata di ruang punyai etika berwibawa, adil, pemersatu, inte- pengadilan. Semua terdakwa pasti memakai lektual, sederhana, dan agamis, dan kini ber- baju putih lengan panjang, umumnya baju siap-siap ditinggalkan bangsanya. Koko dan mengenakan peci. Harapannya, ma-

Aminuddin, Stilistika: Pengantar memahami Daftar Pustaka Bahasa dalam Karya Sastra, IKIP Semarang Press, Semarang, 1997 Agus Sachari, Budaya Rupa, Penerbit Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Erlangga, Bandung, 2005 Kualitatif, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, John Fiske, Cultural and Communication 2003 Studies, Jalasutra, Yogyakarta,

Jurnal Komunikasi PROFETIK 64 Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, PT. http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/ Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1987 2011/05/memahami-negara-hukum- dalam-semiotika.html Lahirnya Pancasila, Departemen Penerangan RI, Cetakan Kedua, Penerbitan http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2011/03/ Khusus nomor 153 22/peci-sebagai-simbol-politik- pencitraan/ Pawito, Komunikasi Politik:Media Massa Dan Kampanye Pemilihan, Jalasutra, 2009 Ridha Al Qadri, Nasib Peci, Artikel Suara Merdeka, 2011 http://abdallaoke.blogspot.com/2010/07/ semiotika-pancasila-mencari- narasi.html

Vol. 6, No. 1, April 2013 65 Jurnal Komunikasi PROFETIK 66