BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hari Raya Kupatan adalah salah satu tradisi di dalam masyarakat

Islam Jawa, terkhusus di desa Durenan kabupaten Trenggalek. Tradisi

tersebut sudah mengakar dan menjadi salah satu bagian dari Hari Raya

Eidul Fitri. Maka tidak mungkin Hari Raya Kupatan itu dilaksanakan

kecuali dilakukan Hari Raya Eidul Fitri terlebih dahulu. Melihat hal

tersebut, maka peneliti mengambil metode kualitatif deskriptif dengan

pendekatan ednografi yaitu peneliti terjun langsung atau melebur Bersama

kebudayaan tersebut.

Budaya merupakan hasil teologis yang kemudian menjadi

kebiasaan individu dan secara alami menjadi kebiasaan masyarakat, atau

budaya merupakan kebiasaan-kebiasaan positif dan negatif di dalam suatu

masyarakat yang kemudian menjadi budaya.1

Budaya juga didefinisikan sebagai hasil manusia dalam menjawab

dinamika tantangan kehidupan, sehingga selalu melahirkan kebudayaan.

Dinamika manusia tersebut terus berkembang dari tahap yang satu ke

tahap selanjutnya. Secara umum realiatas manusia berhadapan langsung

dengan dinamika-dinamika di depannya. Karena kebudayaan akan

1Nurcholish Madjid, Nilai-nilai Dasar Perjuangan, (: PB. HMI, 2016), hal. 2

1 bermakana jika manusia dapat mengenal kebudayaannya dan mengerti kembali zamannya, kemudian manusia menemukan kembali jati dirinya.2

Dengan demikian dapat dipahami bahwa budaya adalah proses interaksi manusia dalam menjawab dinamika atau tantangan kehidupan.

Dari hal tersebut akan menghasilkan suatu kebiasaan di dalam masyarakat.

Biasanya kebiasaan-kebiasaan ini akan menjadi suatu tradisi turun- temurun.

Kebudayaan di suatu daerah adalah proses dari hasil-hasil kebiasaan masyarakat. Misalnya budaya kupatan atau Riyoyo Kupat

(bahasa Jawa). Budaya ini sudah lama ada di Jawa, bahkan sejak masa kejayaan Hindu dan Budha. Namun seiring perkembangan zaman, tradisi

Kupatan berakulturasi dengan tradisi Islam. Dan hampir setiap daerah memiliki ke khas-an Hari Raya .

Hal ini juga dirasakan oleh masyarakat Durenan, yaitu dalam tradisi Hari Raya Kupatan. Tradisi ini merupakan tradisi yang di selenggarakan setiap tahun. Biasanya dilaksanakan 7 hari setelah Hari

Raya Idul Fitri, yang sebelumnya dilaksanakan puasa bulan Syawal selama

6 hari. Menurut masyarakat setempat, tradisi Hari Raya Kupatan tidak hanya sekedar Hari Raya Budaya biasa, namun juga memiliki filosofisnya.3 Budaya Hari Raya Kupatan merupakan tradisi turun temurun

2Jannes Alexander Uhi, Filsafat Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hal. 2 3Agus Wahyudi, Pesona Kearifan Jawa, (Yogyakarta: DIPTA, 2014), hal, 43

2 yang dilaksanakan oleh generasi ke generasi selanjutnya dengan menggunakan media ketupat.

Tradisi Hari Raya Kupatan dilestarikan oleh Abdul Masyir atau biasa dipanggil dengan Mbah Mesir. Beliau merupakan pengasuh pondok Babul Ulum. Kronologi Hari Raya Kupatan diciptakan karena Mbah Mesir pada waktu itu melihat masyarakat Durenan yang setelah melaksanakan Hari Raya Eidul Fitri tidak melakukan puasa

Sunnah bulan Syawal. Padahal puasa bulan Syawal pahalanya sangat banyak dan bisa menghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang.

Melihat permasalahan sosial seperti itu akhirnya Mbah Mesir membuat gagasan baru dengan memadukan budaya dan syari’at yaitu puasa bulan Syawal selama 6 hari dan dilanjutkan dengan kupat

(tasyakuran ketupat) di pondok pesantrenya yang kemudian menyebar ke

Masjid-masjid dan -surau. Hingga tradisi tersebut menyebar ke

Desa-desa sekitar Durenan. Bahkan tradisi tersebut tidak hanya dilakukan oleh kalangan ’ namun juga dilakukan oleh kalangan

Muhammadiyah meskipun media perayaannya berbeda.

Awal pelestarian tradisi Hari Raya Kupatan sempat mengalami pro dan kontra. Ada yang beranggapan perayaan Hari Raya Kupatan itu tidak boleh. Karena urusan Agama itu tidak boleh dicampurkan dengan urusan budaya. Namun pendapat dari ulama’ yang lain mengatakan tidak apa-apa

3 untuk melakukannya. Karena di dalam tradisi Kupatan mengandung nilai- nilai kearifan dan ibadah kepada Tuhan yang Maha Esa.

Perayaan Hari Raya Kupatan di Durenan sangatlah ramai. Karena hampir setiap rumah warga Durenan selalu menyediakan ketupat dengan berbagai macam lauk dan sayur yang digunakan untuk menghidangkan para tamu, entah tamu dari keluarga jauh atau bahkan tamu dari orang- orang yang tidak dikenal dan mereka biasanya telah selesai berziarah dan kemudian bersilaturakhim ke rumah-rumah penduduk. Keunikan inilah yang penulis rasa sangat unik sekali.

Saat ini perayaan Hari Raya Kupatan, Pada malam harinya ada tradisi ziarah kubur ke makam Mbah Mesir yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dan -santri yang ada di daerah Durenan. Tradisi ziarah kubur merupakan salah satu tradisi Islam Jawa. Mereka berkeyakinan dengan berziaran ke makam seseorang yang dianggab wali akan mendapatkan berkah.4

Tradisi ziarah kubur ke makam Mbah Mesir dilaksanakan di desa

Semarum, yaitu bertempat di pemakaman umum dekat Masjid Joglo.

Banyak sekali orang-orang yang berbondong-bondong untuk berziarah yang kemudian dilanjutkan dengan slametan kupat sebagi wujud rasa syukur kepada Allah SWT dan juga sebagai puncak Hari Raya karena telah selelesai melakukan puasa Sunnah bulan Syawal.

4Mark R. Woodward, Islam Jawa (kesalehan normative versus kebatinan), (Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), hal. 118

4

Jadi, tradisi Hari Raya Kupatan merupakan media beribadah yang sangat mudah untuk diterima oleh masyarakat Jawa, terutama masyarakat

Durenan. Karena budaya ini sudah ada sejak dulu dan tinggal dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Bahkan media ketupat bisa dijadikan media solusi atas permasalahan masyarakat. Begitu juga, budaya Hari Raya Kupatan dijadikan sarana untuk bertemu atau silaturakhim antar orang-orang muslim di daerah sekitar Trenggalek

Sarana silaturakhim antar orang-orang muslim di Durenan dan sekitar Trenggalek itu, salah satunya di lakukan dalam agenda ritual ziarah kubur di makam Mbah Mesir. Karena disana orang-orang yang dulunya pengikut dan santri-santrinya Mbah mesir berkumpul dan saling tanya satu dengan yang lainya, entah itu terkait pekerjaan, biografi, dll.

Selain dengan ziarah kubur, media lepatan (silaturakhim) pada perayaan tradisi Hari Raya Kupatan adalah ketika seseorang yang dikenal maupun belum dikenal mampir kerumah warga Durenan kemudian makan atau sekedar mencicipi masakan yang di kombinasikan dengan ketupat.

Maka disana akan terbangun nuansa ta’aruf dan saling kenal mengenal.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa perayaan tradisi Hari

Raya Kupatan adalah wadah atau cerminan kecil dalam persatuan bangsa ini. Bagaimana tidak, dari berbagi macam latar belakang individu berkumpul dan saling kenal mengenal (ta’aruf) hingga terjalin tali

5 silaturakhim. Jadi ibarat kebhinekaan yang teraktualisasikan dalam wadah kebudayaan yaitu Hari Raya Kupatan.

Maksud kebhinekaan nya yaitu teraplikasi dalam bentuk masyarakat. Misalnya, dari kalangan ormas Islam besar di yaitu

Muhammadiyah dan Nahdlotul Ulama’. Kedua ormas tersebut kompak dalam menyambut dan merayakan Hari Raya Kupatan meskipun dalam segi penerapan spiritual yang berbeda. Tetapi esensinya sama, yaitu bersilaturakhim. Maka sangat wajar jika rumah-rumah di desa Durenan dan di Desa-desa Sekitar Durenan selalu menyuguhkan ketupat dan sayur- sayuran pedas untuk di hidangkan kepada para tamu. Hal tersebut memang nampak natural saja, tetapi hal tersebut tidak mungkin terjadi jikalau tanpa ada sebab terlebih dahulu.

Melihat gagasan tentang budaya Hari Raya Kupatan yang positif itu, maka sangat wajar jika masyarakat sekitar desa Durenan, bahkan daerah-daerah di sekitar kabuaten Trenggalek menirukan tradisi tersebut dan diterapkan di daerahnya masing-masing. Meskipun tidak sedikit yang menirukan tradisi Kupatan, namun untuk nilai-nilai dan esensi dari kupatan tersebut sangat sedikit yang di pelajari. Jadi hanya mengambil eksistensi kupatan sebagai sarana pesta saja dan tidak mempelajari esensi dibalik tradisi Hari Raya Kupatan.

Memang sangat di sayangkan jika suatu saat nanti budaya Kupatan hanya akan di kenal oleh masyarakat sebagai tradisi rutinitas saja tanpa

6 mengenal nilai-nilai yang ada di dalam tradisi tersebut. Dan dianggap tradisi Kupatan sebagai tradisi tahunan yang harus di pertahankan secara materi. Maka tidak heran jika ada di suatu daerah yang menggunakan sarana ketupat untuk di jadikan Hari Raya Ketupat namun di padukan dengan hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya. Mislanya memadukan

Kupatan dengan orkes, jaranan dll. Memang hal-hal tersebut itu tidak salah, namun itu seperti kurang tepat.

Jika di tinjau dalam perspektif historis, tradisi Hari Raya Kupatan sangatlah kaya dalam segi makna dan filosofisnya. Bahkan sejak zaman

Hindu dan Budha, ketupat memiiki posisi khusus dalam setiap ritual ibadah. Apa lagi setelah di adopsi oleh Islam dengan memadukan tradisi dan syri’at.

Sangat disayangkan jika kita melihat perayaan tradisi Hari Raya

Kupatan saat ini. Terutama di daerah-daerah yang menirukan tradisi Hari

Raya Kupatan di Durenan, di daerah tersebut hanya menirukan bentuk fisik Hari Raya Kupatan tanpa mendalami dan mengerti arti di balik perayaan Hari Raya Kupatan. Jadi tradisi hari Raya Kupatan di daerah tersebut seperti pesta biasa tanpa ada nilai-nilai religious.

Maka sangat diharapkan dalam penulisan ini dapat membantu dan mengupas terkait hilangnya nilai-nilai dan kebiasaan spiritualitas di balik suatu tradisi agar setiap filososfi di balik tradisi Kupatan itu masih eksis dan menjadi salah satu pedoman dalam menata diri dan masyarakat.

7

Apalagi budaya Hari Raya Kupatan merupakan budaya leluhur yang patut

di lestarikan. Bahkan dengan media ketupat yang dijadikan Hari Raya

Kupatan mampu merubah masyarakat yang lebih positif.

Hari Raya Kupat yang kaya dengan nilai-nilai historis sangatlah

bermanfaat untuk dikembangkan lebih lanjut. Karena tanpa disadari di

dalam Budaya tersebut terkandung kebhinekaan dalam mempersatukan

bangsa meskipun itu dalam skala kecil. Bentuk kebhinekaannya yaitu

dalam simbol tradisi Hari raya Kupatan.

B. Pertanyaan Penelitian

Sebagaimana latar belakang di atas yang menjadi pokok

permasalahannya adalah tentang tradisi Hari Raya Kupatan yang ada di

desa Durenan Kabupaten Trenggalek. Maka dalam kepenulisannya

memfokuskan tentang sejarah, filosofis, dan sosial kulturnya. Adapun

rumusan masalahnya yaitu:

1. Bagaimana sejarah perkembangan tradisi Kupatan di Durenan?

2. Bagaimana perspektif filosofisnya?

3. Bagaimana perspektif sosio kulturalnya?

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana pertanyaan penelitian di atas, adapun tujuann dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan tradisi Kupatan di

Durenan.

8

2. Untuk mengetahui tradisi Hari Raya Ketupat dalam perspektif

filosofis.

3. Untuk mengetahui tradisi Hari Raya Ketupat dalam perspektif

sosio kultur.

D. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini dirancang agar dapat memberikan sumbangsih dan

kontribusi agar bisa bermanfaat kepada khalayak yang fokus atau singkron

dengan penelitian ini, yaitu:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam

dunia Akademik tentang tradisi Hari Raya Kupatan di Durenan

kabupaten Trenggalek. Tradisi Kupatan sangat eksis dan terus

dilestarikan dari generasi ke generasi selanjutnya. Karena

selama ini tradisi tersebut tidak biasa dipisahkan dari

masyarakat. Hal ini lah yang dapat dikembangkan khazanah

keilmuan mengenai kearifan lokal, terutama yang berkaitan

dengan tradisi-tradisi Islam Jawa.

2. Bagi peneliti lain yang sebidang ilmu, dapat memanfaatkan

hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam

mengkaji nilai-nilai kearifan budaya, khususnya folklor

kebudayaan Islam Jawa.

3. Bagi mahasiswa Aqidan dan Filsafat Islam, penelitian ini dapat

digunakan sebagai referensi dan bahan pertimbangan dalam

9

membentuk gagasan baru yang lebih kreatif demi kemajuan

mahasiswa serta jurusan.

4. Bagi pemuka Agama, penelitian ini bisa dijadikan tambahan

reverensi dalam da’wah terkait hubungannya antara Agama

dengan budaya lokal, terkhusus tentang tema Hari Raya

Kupatan atau Riyoyo Kupat Agar masyarakat awam tidak salah

perspektif tentang hal-hal ini.

E. Penegasan Istilah

Agar sejak awal pembaca dapat memahami apa yang ingin penulis

kupas dalam penelitian ini, maka perlu di berikan penegasan istilah

tentang tema skripsi. Adapun penegasan istilah nya yaitu:

1. Konseptual

a. Hari Raya Kupatan adalah salah satu tradisi Islam Jawa yang masih

di lestarikan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Tradisi

Hari raya Kupatan merupakan perkawinan tradisi Jawa dengan

Islam yang selalu di selenggarakan setelah Hari Raya Eidul Fitri

yang kemudian di lanjutkan dengan puasa Syawal.

b. Makna/filosofis adalah pengertian atau arti dari setiap simbol atau

benda, salah satunya yaitu tradisi.

c. Puasa Syawal adalah salah satu puasa sunnah di dalam ajaran Islam

yang di kerjakan pada bulan Syawal kecuali tanggal satu Syawal

(hari tasyriq) dan di kerjakan selama enam hari baik secara

berturut-turut maupun tidak berturut-turut.

10

d. Silaturakhim yaitu budaya saling memaafkan. Dan biasanya,

silaturakhim itu sering di lakukan pada momen Hari Rya Eidul Fitri

meskipun di luar Eidul fitri itu boleh di lakukan. Di dalam

silaturakhim basanya ada tradisi sungkem yaitu tradisi meminta

maaf atas kesalahan-kesalahan terhadap orang tua.

F. Operasional

Berdasarkan batasan-batasan judul skripsi yang akan penulis bahas

dalam kepenulisan ini, maka yang di maksud dengan judul “Hari Raya

Kupatan: Perspektif Filosofis dan Sosio-Kultural Masyarakat Trenggalek”

adalah suatu penelitian lapangan tentang adanya tradisi kupatan di desa

Durenan, kabupaten Trenggalek yang selalu di adakan pada setiap

tahunnya dengan perpektif filosofis dan sosio-kultural.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Theoretical Maping

1. Nilai-nilai Budaya

Nilai adalah pakem normatif yang mempengaruhi manusia

dalam menentukan pilihan diantara cara-cara tindakan alternatif.

Kluckhon menyatakan bahwa nilai adalah konsepsi (tersurat atau

tersirat, yang sifatnya membedakan ciri-ciri individu atau

kelompok) dari apa yang diinginkan yang mempengaruhi pilihan

tindakan terhadap cara pandang.

Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai acuan

manusia bertindak. Nilai juga berfungsi sebagai motivator dan

manusia adalah pendukung nilainya. Karena manusia bertindak

itu didorong oleh nilai yang diyakininya.

Nilai budaya merupakan nilai yang ada dan berkembang di

dalam masyarakat. Karena nilai budaya adalah tingkat pertama

kebudayaan ideal atau . Nilai budaya merupakan lapisan yang

paling tidak terwujud dan ruangnya luas. Jadi nilai budaya adalah

sesutau yang sangat berpengaruh dan di jadikan pedoman atau

rujukan bagi suatu kelompok masyarakat tertentu.5

5Ida Agustina Puspita Sari, 2015, Mitos Dalam ajran Turonggo Yakso di Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Karya tulis berupa skripsi.

12

Adapun nilai-nilai budaya bisa ditinjau dari segi:

a. Nilai-nilai budaya yang berkaitan hubungan manusia

dengan manusia

Nilai-nilai hubungan manusia dengan manusia yang

lain adalah salah satu nilai-nilai budaya yang dianjurkkan

didalam masyarakat Jawa. Karena akan menciptakan

kemakmuran bersama. Selain itu kedamaian dan

ketentraman akan terwujud.

Namun semua itu dilandasi dengan rasa ikhlas, baik

lahir maupun batin. Seseorang tidak perlu mengharapkan

imbalan ataupun kebaikan serupa dari orang lain.6

b. Nilai budaya yang berkaitan hubungan manusia dengan

alam

Pemanfaatan lingkungan mememiliki definisi

pemberdayaan sumberdaya alam dengan cara mengelola

sumberdaya alam di sekitara kita. Sumberdaya alam adalah

sesuatu yanga dapat dimanfaatkan untuk berbagai

kepentingan dan kebutuhan manusia agar hidup lebih

sejahtera.

c. Nilai budaya yang berkaitan hubungan manusia dengan

dirinya sendiri

6Gesta Bayu Adhy, Eling Lan Waspodo, (Yogyakarta: Saufa,2015), hal. 175

13

Nilai-nilai yang berhubungan dengan kecintaan

manusia terhadap dirinya sendiri adalah sesuatu yang

wajar, seperti manusia mandi yang artinya berbuat baik

kepada fisiknya agar selalau bersih dan tetap sehat.7

d. Yang berkaitan hubungan manusia dengan Tuhan

Nilai-nilai hubungan manusia dengan manusia yang

lain adalah salah satu nilai-nilai budaya yang dianjurkkan

didalam masyarakat Jawa. Karena akan menciptakan

kemakmuran bersama. Selain itu kedamaian dan

ketentraman akan terwujud.

Namun semua itu dilandasi dengan rasa ikhlas, baik

lahir maupun batin. Seseorang tidak perlu mengharapkan

imbalan ataupun kebaikan serupa dari orang lain.8

2. Budaya

Kata budaya dalam bahasa Ingris disebut Culture yang

berarti relativ rumit dan banyak teori, konsep, dan definisi. Jadi

kajian budaya adalah suatu upaya untuk memehami berbagai

perubahan yang sedang terjadi. Memang istilah budaya itu sangat

sulit untuk di definisikan secara pasti. Memahami budaya itu dapat

mengacu kepada pendapat Raymong Willia. Ia menawarkan tiga

definisi tentang Culture dalam arti luas. Pertama budaya dapat

7Ibid...... hal. 173

14

digunakan untuk mengacu kepada “suatu proses umum

perkembangan intelektual, spiritual, dan eksistensi. Kedua yaitu

budaya sebagai pandangan hidup suatu masyarakat. Ketiga budaya

sebagai rujukan karya-karya dan praktik intelektual.9

Dalam konteks yang lebih luas, pembentukan kebudayaan

di mulai dari konsepsi suatu pemahaman atau kemampuan untuk

menggunakan logika dan bahasa. Konsep merupakan gagasan-

gagasan orisinal yang ada secara potensial didalam jiwa manusia.10

Istilah kebudayaan berasal dari kata “budaya” yang berarti

pikiran, akal budi, adat istiadat, dan sesuatu yang sudah menjadi

kebiasaan. Budaya berasal dari kata “budh” (tunggal) dan

“budhaya” (majemuk), sehingga kebudayaan dapat diartikan

sebagai hasil pemikiran manusia atau hasil akal manusia.11

Menurut Barker, istilah kebudayaan berasala dari kata

“Abhyudaya” (bahasa Sansekerta) yang berarti hasil baik,

kemajuan, kemakmuran, dan kebahagiaan. Kartena istilah ini

dipakai dalam kitab Dharmasutra dan dalam kitab-kitab Agama

Budha untuk menunjukan kemakmuran, kebahagiaan,

kesejahteraan moral dan rohani sebagaia kebalikan dari Nirvana

9Edi Sdyawati, Budaya Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 38 10Edi Sdyawati, Kebudayaan Indonesia, (Depok: Komunitas Bambu, 2014), hal 21 11Jannes Alexander Uhi, Filsafat Kebudayaan, hal. 3

15

atau penghapusan segala musibah untuk mencapai kebaikan di

dunia.12

Edward Burnett Tylor mendefinisikan kebudayaan sebagai

komplek keseluruhan (Complex Whole), yang meliputi

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hokum, moral, kebiasaan, dan

lain-lain Yang di peroleh manusia sebagai anggoota masyarakat.

Menurut Kroeber, kebudayaan tidak hanya merupakan

fenomena unik, tetapi mempunyai pengaruh yang besar.

Kebudayaan dapat dilakukan oleh seseorang manusia atau

kelompok sehingga tidak hanya menyangkut hasil karya manusia.

Kebudayaan justru juga menyangkut keberadaan manusia yang

datang membawa pengaruh tingkah laku.13

Sedangkan kebudayaan menurut Harjoso yang ditinjau dari

berbagai macam komponen-komponen seperti biologi, psikologi,

dan sosiologi. Karena hal tersebut dilandaskan dengan tingkah laku

manusia yang membentuk cerminan kebudayaan. Cerminan

tersebut memiliki beberapa aspek, yaitu aspek biologis, psikologis,

sosiologis, dan antropologis. Selain itu tingkah lkau manusia juga

meliputi aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia

sebagai insan politik, ekonomi, hukum, dan sejarah.

12Ibid....…, hal. 3 13Ibid……., hal. 4

16

Definisi kebudayaan sangat berbeda dengan peradaban dan

adat. Karena kebudayaan merupakan keseluruhan totalitas dari apa

yang pernah dihasilkan oleh manusia. Sedangkan peradaban

(civilization) lebih dominan digunakan untuk bagian-bagian dan

unsur-unsur estetika dari pada kebudayaan. Misalnya kesenian,

ilmu pengetahuan, etika, dan sistem komunikasi yang kompleks

dalam masyarakat.

Jadi peradaban itu adalah bentuk yang luas dari

kebudayaan. Peradaban merupakan wilayah kultural. Yaitu

sekumpulan karakteristik dan fenomena kultural yang memiliki

karakteristik. Sifatnya sangat khusus dan akan menghasilkan

peradaban. Kebudayaan dan peradaban sama-sama mencakup nilai-

nilai, norma-norma, institusi-institusi, dan pola-pola piker yang

menjadi bagian penting dari suatu masyarakat.14

Istilah lain yang berkaitan dengan kebudayaan adalah adat.

Jika kebudayaan itu memiliki tiga wujud, yaitu wujud ideal, wujud

kelakukan, dan wujud fisik. Maka adat adalah wujud ideal dari

kebudayaan. Karena adat sering di identikan dengan bentuk

tatakrama atau etika.

14Ibid………., hal. 5

17

Ada 4 tingkatan adat, yaitu:

a. Niai budaya, yaitu merupakan lapisan yang paling abstrak

dan luas lingkupnya yang memberi ide-ide mengenai

konsep dari hal-hal yang bernilai dalam kehidupan

masyarakat. Tingkatan ini biasanya disebut dengan sistem

nilai budaya.

b. Norma-norma, yaitu peranan-peranan tertentu di dalam

masyarakat. Biasanya berbentuk aturan yang tidak tertulis

namun telah disepakati.

c. Hukum, yaitu pada tingkatan ini lebih konkrit. Karena

hukum itu nyata tentang berbagaimacam sektor hidup yang

sudah jelas batas-batas ruang lingkupnya.

d. Tingkatan aturan khusus, yaitu mengatur aktivitas-aktivitas

yang sudah jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam

masyarakat. Tingkat ini sifatnya konkrit.15

Bhikhu Parekh menyatakan, kebudayaan adalah sebuah

sistem arti dan makna yang tercipta secara historis atau sesuatu

yang menuju pada hal-hal yang sama. Misalnya sebuah sistem

keyakinan dan praktik suatu kelompok manusia memahami,

mengatur, dan menstrukturkan kehidupan individual dan kolektif

masyarakat.

15Ibid………, hal. 6

18

Kebudayaan merupakan sebuah cara untuk memahami

maupun mengorganisasikan kehidupan manusia. Definisi ini juga

mengandung pengertian bahwa kebudayaan mencakupi kelompok-

kelompok sosial yang membentuk dan mengembangkan pranata-

pranata yang ada dalam masyarakat.

Zeved Barbu menuliskan, bahwa kebudayaan adalah suatu

tingkah laku sosial yang termediasi oleh simbol-simbol.

Kebudayaan juga di identikan dengan hasil kreatif manusia yang

kapabilitasnya terlihat dalam keberadaan simbol. Jadi konsep

kebudayaan dengan sendirinya bergantung pada simbol yang

secara genetik memiliki konotasi kemunculan kebudayaan.16

Sebagaimana penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

ada banyak konsep kebudayaan, yang pada intinya adalah

memahami kebudayaan sebagai hasil karya manusia yang terwujud

pada peninggalan-peninggalan sejarah.

Definisi-definisi kebudayaan di atas sengaja di uraikan

untuk memberikan penekanan-penekanan akan adanya sesuatu

yang khas yang muncul atau ada dari manusia. Karena kebudayaan

sering mengingatkan orang pada sesuatu yang khas. Karena

kebudayaan bisa bermakna apabila dilihat dalam eksistensi dan

rencana hidup manusia. Hal ini menjelaskan bahwa sebagai agen

kebudayaan, manusia dengan sendirinya menjadi mahkluk dinamis.

16Ibid……..,hal. 7

19

Sehingga kebudayaan manusia malah terletak di dalam aktivitas

manusia itu sendiri.17

Persoalan kebudayaan tidak terletak kepada bendanya

atau bentuk budaya itu sendiri. Namun persoalan budaya itu

terletak di balik wujud budaya itu sendiri atau di dalam nilai-nilai

budaya. Karena kebudayaan adalah segala upaya manusia dalam

memandang, memaknai, dan menembus benda menjadi sesuatu

yang berarah dan memiliki tujuan. Upaya melampaui tujuan itu

merupakan keniscayaan yang di tempuh oleh manusia untuk

mencapai kesempurnaan eksistensi manusia.18

3. Perspektif filosofis

Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa

Yunani, yaitu Philosophia. Kata philosophia merupakan kata

majemuk yang terdiri dari dua kata yaitu Philos (cinta) dan Sophia

(kebijaksanaan atau kearifan). Jadi philosopis berarti pecinta

kebijaksanaa (love of wisdom). Kalu di dalam bahasa Indonesia

lazimnya disebut dengan istilah filosof atau orang-orang yang

mencintai kebijaksanaan dan bijaksana.19

Menurut tradisi filsafat era klasik Yunani, seseorang yang

pertama kali memperkenalkan istilah Philosophia adalah

17Ibid……….., hal. 8 18Ibid...……..., hal. 9 19Zaprulkhan, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2015), hal. 2

20

Pythagoras, Ia merupakan salah satu filsuf Yunani kuno yang

sangat ahli dalam bidang matematika dan geometri. Jadi, ketika

ada seseorang yang bertanya tentang Pythagoras, maka Pythagoras

akan menjawab “Saya hanyalah seorang filosof”. Degan demikian,

secara umum filsafat merupakan sebuah kegiatan pencarian dan

petualangan tanpa henti mengenai makna kebijaksanaan dan

kebenaran dalam kehidupan. Begitu juga, makna filsafat dapat

dikaji dari aspek: filsafat suatu sikap, filsafat sebagai suatu metode,

filsafat sebagai suatu kelompok persoalan, filsafat sebagai

sekelompok pemikiran. Dan filsafat sebagai usaha untuk mencari

pandangan secara menyeluruh.

Dengan demikian filsafat adalah usaha untuk mencintai

kebijaksananaan yang memiliki dua makna yang tidak bisa

dipisahkan. Pertama yaitu insight yakni pengertian mendalam yang

meiliputi seluruh kehidupan manusia dalam segala aspeknya dan

hubungan-hubungan antara semua itu. Kedua, sikab hidup yang

benar, baik, dan tepat. Berdasarkan pengertian tadi yang dapat

mendorong akan hidup, sesuai dengan pengertian yang dicapai

itu.20

Jika filsafat di korelasikan dengan judul yang penulis ingin

kupas maka filsafat akan bertemu dengan kebudayaan atau disebut

dengan filsafat kebudayaan. Filsafat kebudayaan membahas

20Ibid……….., hal. 3

21

tentang hakikat kebudayaan atau apa kebudayaan itu. Karena

pembahasan filsafat kebudayaan menempatkan kebudayaan pada

ranah metafisis yang merujuk pada penempatan nilai sebagai aspek

formal intrinsik.

Biasanya filsafat kebudayaan lebih tertarik menggali

kebudayaan secara ontologis, sehingga menemukan hakikat

kebudayaan yang kemudian dibedakan dengan praktik pada

masyarakat. Karena filsafat kebudayaan menggarap pertanyaan

mengenai dari mana asalnya dan kemana arahnya kebudayaan.

Perspektif filosofis terhadap kebudayaan adalah usaha

untuk mengembalikan makna asli suatu kebudayaan tersebut dan

mengarah kepada totalitas manusiawi, agar praktik kebudayaan

tetap kepada hakikat sebenarnya.21

Hal ini menunjukan bahwa filsafat kebudayaan bukan lagi

merupakan tujuan sendiri, melainkan menjadi alat atau sarana

merenungkan kebudayaan manusia yang dilakukan secara teoritis.

Tetapi menyediakan sarana-sarana yang dapat membantu manusia

memaparkan suatu strategi kebudayaan untuk masa depan.

Ada beberapa teori atau pendekatan filsafat kebudayaan.

Menurut Van Peursen, kebudayaan adalah proses dinamika

manusia dalam menjawab tantangan kehidupan, sehingga

21Jannes Alexander Uhi, Filsafat Kebudayaan, hal. 1

22

melahirkan kebudayaan. Dinamika manusia tersebut terus

berkembang dari tahab satu ke tahab selanjutnya. Karena secara

umum, realitas manusia selalu berhadapan dengan dinamika.22

Pendekatan Van Puersen untuk menjelaskan tentang filsafat

kebudayaan bermula dari penjelasan filsafat itu sendiri.

Menurutnya berfilsafat sama dengan mendambakan kebijaksanaan

dan hikmah, sehingga filsafat merupakan suatu pertanyaan tentang

bagaimana dan mengenai hakikat yang memberi penjelasan tentang

kebenaran.

Filsafat dilihat sebagai suatu percakapan yang tidak pernah

selesai, sehingga dapat dimengerti bahwa filsafat merupakan

serangkaian sistem dan susunan yang mengesankan. filsafat

kebudayaan akan bermakna, ketika manusia dapat kembali

mengenal kebudayaanya sendiri.23

4. Perspektif Sosiologis

Sosiologi secara umum merupakan kajian sistematik

terhadap manusia dalam skala masyarakat dengan menekanan pada

kelompok sosial beserta berbagai konsekuensi kehidupan bersama.

Sosiologi dapat di identikan dengan studi tentang struktur

kehidupan masyarakat beserta konsekuensinya. Struktur sosial

merupakan pola perilaku sosial.

22Ibid…………., hal. 2 23Ibid……………, hal. 3

23

Sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu saling

berinteraksi secara teratur sehingga menumbuhkan pola tertentu

(pola interaksi sosial), hukum-hukum atau prinsip-prinsip yang

mengatur hubungan dan interaksi sosial. Sehingga menumbuhkan

dialektika antara manusia sebagai individu dan masyarakat.24

Pada dasarnya, sosiologi tidak bertujuan untuk

menghasilkan para praktisi, tetapi sosiologi bertujuan untuk

menumbuhkan para pemikir yang senantiasa peka dan kritis

terhadap realitas sosial. Sumbangan sosiologi terhadap usaha

pengembangan masyarakat memang tidak langsung bisa di

rasakan, tetapi sifatnya mendasar.25

Jadi bisa dikatakan kalua sosiologi itu bukanlah ilmu

praktik, tetapi sosiologi adalah upaya untuk memahahami realitas

yang ada di sekitar kita. Dan realitas tersebut biasanya bersifat

permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat atau meliputi

orang-orang banyak.26

Menurut Aguste Comte (1798-1857), Ia mengatakan bahwa

fenomena sosial itu memiliki kemiripan dengan fenomena alam.

Oleh karena itu Ia menggunakan istilah sosiologi untuk merujuk

kepada “fisika sosial” yang berfungsi untuk menjelaskan

24Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), hal. 13 25Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks dan Terapan, (Jakarta; Kencana, 2006), hal. 2 26Ibid………, hal. 15

24

fenomena-fenomena sosial. Salah satu kemiripan karakteristik

antara fenomena sosial dengan fenomena alam adalah proses

perkembangannya, yaitu sama-sama mengalami evolusi.27

Sosiologi dinobatkan sebagai disiplin ilmu yaitu pada abad

ke-19 di benua Eropa. Kemudian pada pertengahan abad ke-19

mengalami perkembangan yang pesat baik dari segi wilayah

penyebarannya maupun dari segi aliran-alirannya. Pada saat itu,

berbagi macam perkembangan pemikiran bahwa metode ilmu

sosial dapat di aplikasikan dengan permasalahan sosial dan

pengembangan solusi.28 Memang pada saat itu para sosiolog

sangan fakus terhadap permasalahan-permasalahan sosialnya.

Permasalahan sosial pada waktu itu adalah efek dari

revolusi Prancis dan revolusi industri, dua hal yang membawa

perubahan bagi masyarakat Eropa. Namun disisi lain juga terdapat

dampak negatif yang menurut para ahli harus segera diselesaikan.

Hal itu dikarenakan kelahiran sosiologi tidak terlepas dari konteks

sosial.29

Revolusi industri yang berasal dari Inggris memberikan

dampak tranformatif dari masyarakat agraris menjadi masyarakat

industri. Tranformatif tersebut juga berdampak pada cara pandang

dan gaya hidup. Sehingga berdampak lebih besar lagi yaitu

27Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, hal 14 28Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, hal. 7 29Ibid…….., hal. 14

25

kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, keterasingan, dan

eksploitasi tenaga kerja.30

Selain Aguste Comte, ilmuan yang mengembangkan

sosiologi adalah Herbert Spenser (1820-1903). Ia berpendapat

bahwa masyarakat berkembang secara evolusioner dari kondisi

semula (barbarian) menuju masyarakat yang berperadapan

(civilized). Spencer sangat terpengaruh dengan teori evolusi

Darwin dalam biologi, dan Ia berusaha untuk menerapkan teori

Darwin untuk teori sosiologi yang dikembangkannya.31

Menurut Spanser, masyarakat itu seperti organisme

makhluk hidup lain yang mengalami perkembangan untuk menuju

kompleksitas kesempunaan atau kompleks. Indikator kompleksitas

masyarakat adalah diferensiasi dan diversifikasi unit-unit yang ada

didalamnya. Jadi, suatu masyarakat itu semakin kompleks maka

suatu mayarakat tersebut akan semakin diferensiasi dan

spesialisasi.32

Evolusi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama

akan meningkatkan diferensiasi penduduk dan struktur-struktur

yang mengorganisasi aktivitas sosial. Penyebabnya adalah

pertumbuhan penduduk yang meningkatkan beban logistik dan

fungsi sosial produksi, reproduksi, distribusi, maupun regulasi.

30Ibid………, hal. 15 31 Ibid………, hal. 16 32Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks dan Terapan, hal. 11

26

Meningkatnya jumlah penduduk, maka akan meningkat pula

solusi-solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut dan

menemukan cara-cara baru bagi peningkatan produksi, penjaminan

agar distribusi modal manusia tepat sasaran, dan pengaturan

aktivitas sosial.33

Hal serupa juga dilakukan oleh tokoh sosiologi yaitu C.

Wright Mils. Ia memiliki pandangan tentang sosiologi harus

mempunyai kontribusi dalam menciptakan tatanan baru didalam

masyarakat. Sosiologi yang dikembangkan Mils adalah

sociological imagination. Menurut Mils, sumber persoalan sosial

itu terletak pada struktur dan kultur masyarakat. Untuk memahami

persoalan sosial secara komprehensif diperlukan paling tidak dua

pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan mikro (sosiologi mikro)

dan pendekatan makro (sosiologi makro).

Sosiologi mikro adalah pendekatan yang digunakan untuk

mengkaji permasalahan kultur, sedangakan sosiologi makro adalah

pendekatan yang digunakan untuk mengkaji persoalan struktur

masyarakat.34

Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa sosiologi itu

adalah upaya untuk mengkaji persoalan-persoalan yang ada di

masyarakatat atau upaya untuk mendekati secara komprehensif

33Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, hal. 16 34Ibid………….., hal. 17

27

terkait persoalan-persoalan yang meliputi orang-orang banyak,

yang kemudian mengembangkan dan mencarisolusi untuk

mengatasi permasalahan tersebut.

Visi bahwa sosiologi harus memiliki kemanfaatan nyata

bagi masyarakat disuarakan dengan lantang oleh para teoritik

kritik. Misalnya, Marx Hokaimer berpendapat bahwa ilmusosial

harus mempunyai keberpihakan signifikan terhadapa perbaikan

masyarakat yang mengalami penderitaan sebagai efek negative

perkembangan kapitalisme.

Menurut Ritzer dan Goodman, secara khusus teori kritik

menyerang disiplin imu sosiologi sebagai ilmu yang terjebak dalam

perspektif bahwa pengembangan metode ilmiah sebagai tujuan.

Selain itu sosiologi dituduh menerima status quo. Teori kritik

berpandangan bahwa sosiologi tidak serius mengkritik masyarakat,

tidak berusaha merombak struktur sosial masa kini. Menurut teori

kritik, sosiologi telah melepaskan kewajibannya untuk membantu

rakyat tertindas. 35

Para ahli mengatakan, sosiologi memiliki berbagai

perspektif pemikiran. Hoton dan Hunt mengatakan ada empat

perspektif didalam sosiologi yaitu evolusionis, interaksionis,

fungsionalis, dan konflik. berdasarkan karya Comte dan Spancer,

35Ibid………….., hal. 18

28

perspektif evolusionis merupakan kegiatan menganalisis

bagaimana perkembangan masyarakat.36

Perspektif interaksionis memusatkan perhatiannya pada

interaksi antar individu dan kelompok. Sedangkangkan perspektif

fungsionalis yaitu melihat masyarakat sebagai suatu jaringan

kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi yang terfokus

secara teratur. Maksudnya yaitu perspektif ini berpendapat bahwa

setiap elemen masyarakat mempunya fungsi tertentu bagi

keseluruhan sistem sosial.37

Sedangkan perpektif konflik didasarkan pada teori Karl

Marx yaitu teori yang melihat adanya kejanggalan di dalam

struktur masyarakat atau lapisan masyarakat, seperti eksploitasi

kelas sebagai penggerak utama kekuatan-kekuatan dalam sejarah.

Jadi, jika perspektif fungsionalis berpendapat bahwa

masyarakat itu selalu berada dalam keadaan keseimbangan dan

melihat masyarakat itu dalam sebagai suatu jaringan kelompok

yang bekerja sama secara terorganisasi, maka perpektif konflik

melihat masyarakat selalu dalam keadaan konflik antar komponen

yang terdapat didalamnya.

Perpektif fungsionalis dan konflik merupakan sosiologi

makro. Sedangkan perspektif interaksionis adalah perspektif mikro.

36Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks dan Terapan, hal. 12 37Ibid………, hal. 18

29

Perspektif interaksionis berpandangan bahwa untuk mempelajari

masyarakat maka harus dilakukan melalui pendekatan studi

terhadap interaksi antar individu atau kelompok kecil dalam

masyarakat.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sosiologi

makro adalah studi sosiologi yang memfokuskan pada fenomena-

fenomena pada skala besar (masyarakat), sedangkan sosiologi

mikro adalah sosiologi yang memfokuskan pada interaksi sosial

dan karakter individual.38

5. Sosiologi Agama

Sebagaimana judul penelitian yang telah penulis ingin

kupas. Bahwasanya pengkajian secara sosiologis jika dipertemukan

dengan tradisi Hari Raya Kupatan, maka tidak akan lepas dari

pengkajian sosiologi Agama. Karena objek kajian sebagaimana

penulis unggah tersebut tidak lepas dari unsur Agama.

Sosiologi Agama adalah ilmu yang mempelajari fenomena

Agama dengan menggunakan perspektif, pendekatan, dan kerangka

penjelasan sosiologis. Studi sosiologi Agama memfokuskan pada

kelompok-kelompok atau organisasi keagamaan, perilaku individu

38 Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, hal. 20

30

dalam kelompok-kelompok tersebut, dan bagaimana Agama

berkaitan dengan institusi sosial.39

Sosiologi Agama merupakan ilmu yang memperlakukan

Agama sebagai fakta sosial. Sosiologi Agama menggunakan

perspektif sosiologi dalam mendeskripsikan, memahami, dan

menjelaskan berbagai cara tentang bagaimana Agama diterima dan

berlaku di masyarakat. Jadi, fokus sosiologi Agama bukanlah

terpusat kepada Tuhan saja, namun lebih mengkaji kepada

masyarakat.40

Jadi sosiologi Agama merupakan salah satu disiplin ilmu

sosiologi yang memperbincangkan masalah-masalah kepercayaan,

agama dan perilaku keagamaan masyarakat. Sosiologi Agama lahir

atau diperkenalkan oleh ilmu-ilmu sosial yang berkaitan dengan

perbedaan-perbedaan yang berlaku dalam upaya memanifestasikan

eksistensi yang sakral.41

Dalam perspektif sosiologi Agama, Agama tidak dimaknai

sebagai hubungan antara manusia dengan Tuhan saja. Namun

dimaknai dalam perspektif yang luas. Yaitu terkait hubungan

manusia dengan manusia yang bersinggungan dengan agama

39 Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, hal.30 40 Ibid……, hal. 31 41Silfia Hanani, Menggali Interaksi Sosiologi dan Agama, (: Humaniora, 2011), hal. 1

31

maupun dampak yang dimunculkan akabiat dinamika agama itu

sendiri.

Dari segi psikologis, Sigmund freud juga telah menemukan

Agama sangat berpengaruh terhadapa perilkau individu. Konsep

psikoanalisis yang di ajukan oleh Freud pada kenyataanya

menjelaskan secara gamblang bahwa Agama mempunyai pengaruh

yang sangat jelas terhadapa tindakan seseorang. Agama tidak

hanya berada dalam ranah pikiran akal-rasional. Namun Agama

berada di dalam ranah bawah sadar.42

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sosiologi Agama

mengandung makna kajian tentang keagamaan, dalam arti bukan

persoalan ritual-sakral dan dinamika kemunculan Agama tersebut.

Namun pengkajian Agama menurut sosiologi agama adalah sangat

luas, terutama terhadapa dampak kultural yang muncul dari agama

itu.43

Hal ini dikarenakan Agama merupakan aspek penting

dalam kehidupan manusia. Begitu juga Agama merupakan

fenomena universal karena hampir ditemukan di setiap masyarakat.

Keberadaannya sudah ada sejak zaman prasejarah. Pada saat itu

orang-orang sudah percaya terhadap kekuatan-keutan yang tak

42Ibid…………., hal. 3 43Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, (Jakarta Timur: Pernada Media, 2004), hal. 34

32

terhingga diluar dirinya dan kepercayaan tersebut mempengaruhi

di dalam kehidupan masyarakat.44

Pada zaman Yunani kuno, masyarakat pada waktu itu

memercayai adanya Dewa dan Dewi sebagai wujud penguasa

elemen sumber kehidupan. Disisilain, ada juga para filsuf yang

mempertanyakan mengenai penyebab utama (causa prima) alam

semesta meskipun hasil perenungan yang dilakukan ialah secara

spekulatif mitos-mitos yang diyakini kebenarannya oleh

masyarakat.

Dalam literatur antropologi terdapat banyak teori yang

menjelaskan mengenai keberadaan dan perkembangan Agama.

Kebanyakan teori antropologi melihat Agama sebagai suatu entitas

yang mengalami perkembangan secara evolusioner. Misalnya

pendapat bahwa perkembangan Agama manusia melalui

perkembangan dari animisme, totenisme, dan fethisisme.45

Bentuk-bentuk ekspresi kepercayaan tersebut adalah

pemujaan terhadap pohon atau sungai-sungai yang

pengorbanannya ditujukan kepada kekuatan supranatural. Bentuk-

bentuk pemujaan tersebut mengalami perkembangan. Misalnya,

animisme yang menganggap roh atau jiwa memiliki kedudukan

independent dalam dunia material. Selanjutnya adalah totenisme

44Silfia Hanani, Menggali Interaksi Sosiologi dan Agama, hal. 3 45Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, hal. 20

33

yang beranggapan bahwa binatang dan tumbuh-tubuhan itu

memiliki roh yang absolut. Sedangkan fethisisme adalah

kepercayaan tentang manusia yang bias membujuk atau merayu

terhadapa kekuatan-kekuatan supranatural yang diambil dan

digunakan untuk kepentingannya.

Agama merupakan objek studi yang banyak mendapat

perhatian dari para ahli ilmu sosiologi, antropologi, psikologi,

ekonomi, sejarah, dan politik. Perkembangan teori sosiologi agama

dapat dikatakan identik dengan sejarah perkembangan sosiologi itu

sendiri.46

Menurut Durkheim, konsep Agama meliputi perbedaan dua

kategori yang saling berlawanan (oposisi biner), yaitu antara yang

sakral dan yang profan maupun pembedaan kolektif dan individual.

Konsepsi mengenaisakral (sacred) mengarah kepada sesuatu yang

suci. Misalnya terkait ketuhanan dan sesuatu yang berada di luar

jangkauan akal-rasional manusia.

Sementara parafon adalah dunianyata, yaitu dunia

kehidupan sehari-hari yang berada di bawah kendali manusia. Jadi

Agama merupakan diminan masyarakat (kolektif) seperti ritual

yang dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan magis

merupakan praktik yang dilakukan secara individual.

46Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, hal. 22

34

Dalam konteks masyarakat Indonesia, magis bisa di kaitkan

dengan ritual-ritual yang dilakukan oleh dukun atau semacam ritual

yang bisa disamakan dengan ritus-ritus untuk melayani pasien

(klien)-nya. Berkaitan dengan oposisi biner antara yang sacral

dengan yang prafon, agama hadir sebagai jembatan yang

menghubungkan antara keduanya. Hal ini diperlukan karena

manusia membutuhkan kepastian di tengah ketidak pastian.47

Dalam kontelasi teori sosiologi Agama, teori yang

dikembangkan Durkheim termasuk dalam perspektif fungsionalis

karena menekankan pada fungsi Agama. Bagi Durkheim, fungsi

utama Agama adalah meningkatkan kohesi dan solidaritas sosial.

Unsur kohesi dan solidaritas sosial yang tinggi akan menyebabkan

kontrol sosial yang juga kuat.

Karakteristik utama semua Agama dalam pandangan

Durkheim adalah kolektifitas baik dalam pandangannya terhadap

dunia (world of view), sistem simbol yang digunakan (totem), ritual

yang dilakukan, maupun dalam mempertahankan kesucian

(sacred). Pada level individual, agama mempunyai fungsi

mengarahkan tujuan hidup manusia. Salah satu kelemahan teori

Durkheim adalah bahwa Agamama merupakan kontruksi sosial.48

47Ibid……………,hal. 23 48Ibid…………, hal. 24-25

35

Berdasarkan perjalanan sejarah kajian sosiologi Agama dapat diidentifikasikan dengan beberapa pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan fenomena Agama dalam perpektif sosiologis. Metode atau pendekatan yang bisa digunakan dalam hal ini identik dengan metode atau pendekatan yang digunakan dalam sosiologis. Hal itu di karenakan Agma memiliki posisi yang sama dengan bidang kajian lain dalam sosiologi.

Fokus sosiologi Agama adalah fenomena yang terjadi pada organisasi atau kelompok keagamaan atau prilaku keagamaan individu dalam kelompoknya atau dapat pula bagaimana Agama berkaitan dengan institusi sosial lainnya. Secara garis besar ada dua tipe metode atau pendekatan dalam sosiologi Agama. Yaitu pendekatan yang di gunakan pada level analisis makro dan metode yang digunkan pada level analisis mikro.

Pada level analisis makro, metode atau pendekatan yang digunakan meliputi evolusionistik, fungsionalisme, konflik, dan kultural serta sosiologi pilihan rasional. Jadi pada level analisis makro, cakupannya dalah secara meluas, seperti kelompok/masyarakat secara keseluruhan. Data yang diperlukan dalam menganalisis yaitu juga data makro. Cakupan penelitiannya dapat bersifat sinkronis maupun diakrinis.

36

Sedangkan pada level analisis mikro, metode atau

pendekatan yang digunakan meliputi interpretative, fenomenologi,

dan interaksionisme simbolis. Fenomena Agama yang dilihat pada

level analisis mikro yaitu pada tingkat individual atau Agama

dalam dimensi individualnya. Begitu juga, data yang digunakan

dalam menganalis Agama yaitu data individualnya.

Sosiologi Agama pada level mikro pada umumnya tidak

melakukan inferensi dan prediksi seperti halnya pendekatan makro,

tetapi melakukan pendeskripsian secara mendalam terhadap

fenomena Agama pada tingkat individual.

B. Prior-Research

Prior-research merupakan temuan atau hasil penelitian terdahulu

yang masih berkaitan dengan tema yang peneliti ambil. Ada beberapa

penelitian terdahulu yang di dapatkan. Kemungkinan dari hasil penelitian

terdahulu tersebut dapat dijadikan acuan untuk meneliti tradisi Hari Raya

Kupatan dalam perspektif filosofis dan sosio-kultur masyarakat

Trenggalek.

Beberapa penelitian relevan yang berkenaan dengan tradisi Hari

Raya Ketupat atau Kupatan (bahasa Jawa) yaitu bersumber dari jurnal

Linda Yuliati. Jurnalnya berjudul “Pelaksanaan Nilai-nilai Gotong Royong

Dalam Perayaan Kupatan Di Msyarakat Kecamatan Durenan Kabupaten

Trenggalek. Objek penelitian ini di desa Durenan, yaitu salah satu

37 kecamatan di kabupaten trengalek. Desa Durenan terletak di sebelah Barat dari pusat kota, yaitu terletak di perbatasan kabupaten Trenggalek dan kabupaten Tulungagung. Sehingga kebiasaan-kebiasaan masyarakat di desa Durenan pada khususnya dan masyarakat se kecamatan Durenan pada umumnya terakulturasi dengan budaya-budaya dari Tulungagung.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengupas tentang Hari Raya

Kupatan dalam hal nilai-nilai gotong royong. Karena nilai-nilai gotong royong adalah nilai-nilai yang sudah natural di dalam masyarakat desa, terkhsusu desa Durenan, misalnya yaitu ketika tetangga memiliki hajat atau acara, begitu juga ketika tetangga memiliki hajat untuk membangaun rumah. Maka biasanya warga desa akan membantu.

Melihat studi kasuss sosial yang tertera di masyarakat desa

Durenan seperti itu, Maka untuk mengupas dan menganalisis penelitian tentang tradisi Hari Raya ketupat tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Yaitu mencatat secara teliti gejala (fenomena) yang di lihat, di dengar, dan yang di bacanya (lewat wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, video, tape, dokumen pribadi, dll).

Sumber data yang di ambil adalah dari Toga dan Tomas maupun aparat. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Yaitu dengan memberikan predikat kepada variabel yang diteliti sesui dengan kondisi yang sebernarnya di lapangan. Tahapan-tahapan penelitiannya yang pertama adalah tahap orientasi atau pra lapangan,

38 dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Tahapan yang kedua yaitu tahap persiapan, dengan dilakukan pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan menarik kesimpulan. Tahap yang ketiga yaitu tahap pelaporan dengan menyusun hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian.49

Sumber yang kedua yaitu jurnal dari Yuhana tentang “Tradisi

Bulan Ramadhan Dan Kearifan Budaya Komunitas Jawa di Desa Tanah

Datar Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu”. Penelitian ini dilakukan di desa Tanah datar provinsi Riau. Subjek penelitian ini ditentukan dengan purposive sampling yaitu mengambil atau menarik sampling yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Selain itu juga di lakukan observasi sebagi salah satu teknik pengumpulan data dilapangan dengan melihat dan mengamati secara cermat agar data yang di dapat itu akurat. Kemudian sesi wawancara sebagai teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung. Selanjutnya dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data tidak langsung.50

49Linda Yuliati, “Pelaksanaan Nilai-nilai Gotong Royong Dalam Perayaan Kupatan Di Masyarakat Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek”, Jurnal Universitan Negeri Malang, 12;5, (Malang; April 2013), 5 50Yuhana, “Tradisi Bulan Ramadhan dan Kearifan Budaya Komunitas Jawa di Desa Tanah Batar Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indra Giri Hulu”, Jurnal Universitas Riau, 3;1, (Riau; Februari 2016), 1

39

Sumber yang ketiga yaitu di ambil dari jurnal Rauda Blongkod dengan judul Studi Komparatif Tradisi Ketupat (Suatu Penelitian di

Yosonegoro dan Atinggola). Penelitian ini bertempat di Gorontalo yang di dalamnya terdapat berbagai macam suku, misalnya suku Jawa dan suku

Tondano yang mayoritas beragama Islam. Kedua suku ini telah mempengaruhi pola kebudayaan Gorontalo sehingga terjadi akulturasi kebudayaan, salah satunya yaitu tradisi Hari Raya Ketupat.

Tradisi Hari Raya Ketupat di Gorontalo merupakan tradisi dari

Jaton yaitu tradisi warisan dari keraton Solo dan Jogjakarta. Lebaran ketupat (ba’do ketupat) merupakan budaya yang memiliki makna Agama dan budaya yang sangat penting. Tradisi ini begitu menyatu dan berkembang pada masyarakat Gorontalo yang mayoritas penduduknya beragama Islam serta telah menjadi ciri khas yang harmonis bagi masyarakat Gorontalo.

Maka dari itu penelitian ini menggunkan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskrisptif, yaitu menjelaskan dan menggambarkan secara sistematis objek penelitian dan prosedur pemecahan suatu masalah yang di selidiki dengan membuat suatu rekontruksi sosial.

Metode penelitian kualitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat post positifisme, yaitu di gunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah. Jadi, kondisi yang alamiah adalah objek yang berkembang

40 apa adanya, tidak di manipulasi oleh peneliti. Maka dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggambarkan objek sebagaimana mestinya tanpa mengada-ngada. Jadi sumber data yang di kumpulkan adalah data benar keabsahannya yang terdiri dari:

a. Sumber primer, yaitu sumber responden yang meliputi

tokoh-tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh Agama, dan

instansi-instansi yang meliputi sumber-sumber yang dapat

di percaya dalam memberikan informasi.

b. Sumber sekunder, yaitu data atau sumber yang tidak

langsung dalam memberikan data atau informasi. Jadi

sumber data dalam tahab ini adalah seperti literasi ilmiah,

buku-buku referensi, gambar, artikel-artikel baik dari

internet maupun dari media lainnya yang berhubungan

dengan masalah akulturasi budaya dalam prosesi

akulturasi.51

Sumber yang ke empat yaitu jurnal dari I-Made Karda, seorang mahasiswa ISI Denpasar, Bali dengan judul Filsafat dan Simbolisme

Ketupat. Jurnal tersebut secara umum menjelaskan tentang arti filsafat dan simbolisme ketupat dalam Agama Hindu, yang di dalam Agama Hindu, ketupat sering di gunakan dalam acara keagamaan.

51Rauda Blongkod, Studi komparatif Tradisi Ketupat (suatu penelitian di Yosonegoro dan Atinggola), Universitas Negeri gorontalo, (2014), 7

41

Di dalam jurnal ini, ketupat di simbolkan sebagai cetusan hati nurani seseorang sebagai rasa terimakasih terhadap Ida Sang Hyang Widhi

Wasa beserta maniestasinya. Dalam jurnal ini memang di jelaskan tentanf filsafat dan simbolisme ketupat dalam Agama Hindu, namun tidak menganalisis lebih jauh tentang makna, sejarah, dan keindahan kemasan ketupat. begitu juga, dalam jurnalnya tidak mebahan tentang ketupat perpektif Islam, jadi dalam jurnal ini hanya di fokuskan terhadap ketupar perspektif Hindu.52

Sumber yang ke lima yaitu di ambil dari jurnal Nyoman Ayu Nila

Dewi dengan judul “Perancangan Aplikasi Mobile Untuk Perhitungan

Ketupat”. Jurnal ini menjelaskan tentang cara penggunaan aplikasi mobile untuk perhitunagan volume ketupat. Penelitian ini dailakukan selama lima bulan di STMK STIKOM Bali.

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan melibatkan data berupa angka-angka yang akurat dan spesifik. Karena hasil dari penelitian ini berupa aplikasi yang ada di mobile phone untuk perhitungan volume dan kalori di ketupat yang kemudian sangat berguna untuk kesehatan. Tahapan-tahapan penelitiannya adalah observasi, study literatur, teknis analisis.53

52I Made Karda, Filsafat dan Simbolisme Ketupat Sebuah Kajian estetik, Institut Seni Indonesi DenpasarI,4;3, (2003), 6 53Nyoman Ayu Nila Dewi,”Perancangan Aplikasi Mobile Untuk Perhitungan Ketupat”, Jurnal STIKOM, 3;2, (Denpasar; Mei 2016), 138-140

42

Dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah tertera di atas yaitu berkenaan dengan Hari Raya Ketupat atau tradisi kupatan, rata-rata membahas tentang bentuk dari Hari Raya Kupatan itu sendiri, misalnya tentang kondisi sosial masyarakat ketika melakukan tradisi Hari Raya

Kupat dan nilai-nilai gotong royong, seperti yang ada di jurnal pertama, kedua, dan ketiga. Begitu juga di dalam jurnal yang ke empat yang membahas filosofi dari ketupat namun hanya dalam perspektif Agama

Hindu.

Melihat hal tersebut, peneliti menemukan ruang kecil yang belum di bahas dalam kepenulisan Hari Raya Ketupat atau riyoyo kupat yaitu tentang sejarah, filosofis ketupat dalam perspektif Islam Jawa, serta Sosio

Kultural masyarakat desa Durenan Kabupaten Trenggalek.

Maka dari itu peneliti akan mengupas dan mengembangkan tentang sejarah, filosofis ketupat dalam perspektif Islam Jawa, serta Sosio Kultural masyarakat desa Durenan Kabupaten Trenggalek. Agar penelitian ini menjadi slah satu dari bagian sumbangsih tentang Hari Raya Kupatan terkhusus di desa Durenan.

43

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara atau aturan peneliti untuk

mendapatkan informasi dan data dalam kepenulisan skripsi. Metode

penelitian berisi tentang metode-metode yang peneliti gunakan untuk

tahapan-tahapan penelitian. Karena seorang peneliti yang akan melakukan

penelitian harus mengetahui dan memahami metode serta sistematika

penelitian. Maka jika peneliti tersebut akan mengungkapkan kebenaran

dari hasi penelitiannya, haruslah melalui kaidah-kaidah empiris dan ilmiah.

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu

berakar pada latar alamiah atau natural dengan menjadikan manusia

sebagai objek penelitian. Metode deskriptif digunakan untuk

menjelaskan dan mengarahkan penelitian sebagai usaha menemukan

teori yang bersifat deskriptif. Jadi motode ini lebih mementingkan

proses dari pada hasil. Metode ini juga bisa digukanan untuk meneliti

objek berupa nilai-nilai budaya, sistem pemikiran filsafat, karya seni,

sekelompok manusia, dan objek budaya lainnya

Dalam metode ini juga melibatkan fenomenologi sebagi usaha

untuk menganalisis terjadinya pengalaman komunal. Begitu juga

menentukan syarat-syarat dan kaedah-kaedah bagi koheren dan

44

keutuhan dari berbagai macam pengalaman. Pendekatan fenomenologi

sangatlah relevan untuk mengkaji suatu budaya sebagai azas atau

landasan cara bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Selain itu juga

dibutuhkan metode intepretasi untuk menjelaskan konsep dan makna

pemikiran filosofis.54

Di sisi lain, data penelitian kualitatif harus lengkap, yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data dalam bentuk

verbal atau kata-kata yang diucapkan lewat lisan atau perilaku yang di

lakukan oleh subyek yang dapat di percaya. Sedangkan data sekunder

adalah data yang di peroleh dari data-data atau dokumen-dokumen

grafis (tabel, catatan, notulen rapat, sms, dan lain-lain). Jadi, sumber

data penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan

atau tertulis yang dicermati secara detail oleh peniliti.55

Ada dua teknik sampling di dalam penelitian kualitatif yaitu

sampling secara internal dan (internal sampling) dan sampling waktu

(timesampling). Sampling internal di lakukan sesui dengan apa yang

diteliti, dengan siapa untuk melakukan wawancara, kapan dan berapa

lama akan di lakukan penelitian, dan berapa banyak data yang akan di

butuhkan untul penelitian.56

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah etnografi. Etnografi adalah

penelitian lapangan yang menjadi ciri khas dari ilmu antropologi

55Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hal. 21-22 56Ibid……, hal. 24

45

budaya. Etnografi berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy

(menguraikan). Antropologi termasuk dalam disiplin ilmu yang

menerapkan kerangka evolusi masyarakat dan budaya yang disusun

oleh para ahli. Namun, jika ingin memperoleh pengetahuan yang lebih

matang. Maka seorang antropolog harus terjun langsung kedalam

masyarakat guna meneliti lebih dalam dan menggali informasi yang

ada di dalam budaya masyarakat tersebut.

Dengan demikian etnografi berarti studi yang mempelajari

tentang kehidupan manusia dalam suatu kebudayaan tertentu secara

natural. Jadi etnografi adalah bertujuan untuk menguraikan suatu

budaya yang menyeleruh, yakni semua aspek budaya baik yang

bersifat material dan yang bersifat abstrak

Penelitian etnografi ini memiliki ciri khas penelitian lapangan

yang menggunkan analisis kualitatif dalam rangka mendapatkan

native’s point of view (memunculkan pandangan suatu kebudayaan

dari penduduk asli sendiri).57 Yang bertujuan untuk mendapatkan data

yang ilmiah. Dalam penulisannya bersifat holistik dalam penulisan

etnografi.

Menurut Frey et al, etnografi digunakan untuk meneliti

manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Begitu juga etnografer

berusaha memahami dan menangkap semaksimal mungkin, dan

berdasarkan perspektif orang yang diteliti, cara orang menggunakan

57 James P. Spradley, Metode Etnografi, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), hal. 41

46

simbol dalam konteks spesifik. Etnografi sering dikaitkan dengan

“hidup secara intim dan untuk waktu yang sangat lama dengan suatu

komunitas pribumi yang diteliti yang bahasanya dikuasai oleh

peneliti”.58

Dari semua disiplin yang kita kenal, antropologi lah yang

tampaknya paling sering menggunakan etnografi. Beberapa

antropolog terkenal yaitu Bronislaw Malinowski, A. R. Radcliffe-

Brown, Frans Boas Margared Mead, dan Clifford Geertz. Yang pasti

etnografer akan menggunakan dan memanfaatkan metode apapun

yang membantu untuk mencapai tujuan etnografi yang baik.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian tradisi Hari Raya Kupatan: Perpektif Filosofis dan

Sosial-Kultural dalam Masyarakat Trenggalek di lakukan di desa Durenan

yaitu salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Trenggalek. Desa

Durenan yang juga salah satu kecamatan di kabupaten Trenggalek terletak

di sebelah Barat kabupaten Trenggalek. Jadi lokasi desa Durenan itu

berada di perbatan antara wilayah kabupaten Trenggalek dengan

kabupaten Tulungagung.

Adapun rentan waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juni

2018 sampai bulan Juli 2018 dengan mengambil data pendukung berupa

data lisan dan data dokumentasi pada tahun 2018.

58Dedi Mulyana, metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT. Remaja rosdakarya offset) hal. 161

47

C. Sumber Data

Sumber data adalah sumber yang di peroleh dari subyek tentang

dari mana data tersebut di peroleh. Ada beberapa macam jenis sumber

data. Pertama, wawancara, dalam pengumpulan data di sebut dengan

responden (orang yang merespon/menjawab pertanyaan-pertanyaan dari

peneliti). kedua, observasi, yaitu sumber data yang berupa benda

gerak/proses sesuatu. Ketiga, Teknik dokumentasi, yaitu berupa catatan

dan dokumentasi.

Adapun sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga

macam, yaitu:

1. Person

Sumber data berupa orang, yaitu:

a. Bapak Yahya, yaitu salah satu keturunan dari Kiyai Abdul

Masyir dan panitian pelaksanaan Hari Raya Kupatan di desa

Durenan.

b. Bapak Hasan Bukori, yaitu salah satu Kiyai dan Gus di pondok

pesantren Babul ulum.

c. Bapak Guntur, yaitu salah satu tokoh Agama

d. Bapak Maki, yaitu salah satu Dongke atau sesepuh yang paham

tentang tradisi-tradisi Jawa.

2. Place

48

Sumber data yang berupa tempat dalam penelitian. Adapun

penelitian ini bertempat di desa Durenan, kecamatan Durenan,

kabupaten Trenggalek. Yaitu salah satu kecamtan di kabupaten

Trenggalek Jawa Timur.

3. Paper

Yaitu sumber data berupa simbol atau sumber data yang

menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, simbol-

simol, dan lain-lain.

D. Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan memerlukan beberapa tahapan penelitian untuk

mendapatkan data yang valid dan diharapkan dapat membantu dalam

proses penelitian tentang Hari Raya Kupatan: Perpektif Filosofis dan

Soail-Kultural Dalam Masyarakat Trenggalek. Berikut tahapan-tahapan

nya:

1. Pembuatan desain riset

Untuk menyusun desain riset, langkah awal yang

diperlukan yaitu mempelajari pokok-pokok yang bersinggungan

dengan tema yang sedang diteliti dan melakukan wawancara awal

dengan seseorang yang paham dengan seluk beluk tradisi Hari

Raya Kupatan.

2. Penggalian data

49

a. Wawancara terbuka dan mendalam

Wawancara terbuka yaitu wawancara yang tidak

harus sesuai dengan list pertanyaan. Jadi harus

menggunakan keluwesan untuk mengadakan pertanyaan

pertanyaan pendalaman (probing) terbuka.59 Dan semua itu

tergantung dari pada situasi wawancara dan kecakapan

wawancara. Sehingga tercipta percakapan wawancara yang

harmonis dan memiliki rasa persahabatan.

Wawancara seperti ini sangat bermanfaat dilakukan

apabila pewawancara memiliki beberapa informan dan

terwawancara yang cukup banyak jumlahnya. Dan itu, tentu

saja masih tetap terfokus pada tema yang ada. Namun bisa

bebas mengajukan pertanyaan tanpa harus terikat dengan

pertanyaan yang ada di lits. Pertanyaan lanjutan ini dapat

membantu peneliti untuk mengetahui lebih dalam terkait

dengan tema yang ada.60

Salah satu bentuk wawancara mendalam adalah

wawancara sejarah hidup (life history) sejarah hidup

mempresentasikan pengalaman atau definisi yang dianut

peneliti, suatu kelompok budaya atau organisasi, ini

menafsirkan pengalam-pengalaman tersebut.

59Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya offset, 2014) hal. 88 60Ibid……., hal. 186

50

Dalam melakukan wawancara untuk memperoleh

data secermat mungkin, sebaiknya peneliti akan

menggunakan tape recorder, apalagi wawancara

berlangsung lama dan intensif. Keuntungan peneliti dalam

menggunakan tape recorder adalah peneliti dapat

konsentrasi penuh terhadap informasi yang diberikan oleh

informan. Sehingga lebih leluasa untuk merumuskan

temuannya.

Dalam menentukan siapa informan yang

diwawancarai, peneliti menggunakan pemilihan dan

pemilihan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian

yang ada. Hal ini disebut dengan pengambilan sampel. b. Observasi-partisipasi

Observasi-partisipasi merupakan observasi yang

turut melibatkan peneliti dengan kegiatan sehari-hari

informan yang sedang diamati atau sedang melakukan

pengamatan sebagai sumber data penelitian. Sambil

melakukan pengamatan peneliti akan ikut melakukan

pengamatan apa yang dilakukan oleh sumber data, dan ikut

suka duka. Secara metodologis, melakukan pengamatan

51

berguna untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari

segi motif.61

Sebagai metode yang inklusif atau menyeluruh

(kombinasi metode-metode dan teknik-teknik penelitian

kualitatif), observasi-observasi lazim digunakan dalam

masyarakat primitif, subkultir menyimpang, organisasi

yang menyimpang.62

c. kajian atas literatur

Salah satu yang dapat membantu dalam penelitian

adalah kajian atas literatur atau sumber buku. Karena kajian

literratur dan suberbuka dapat membantu memberikan

perspektif yang menguatkan data atas data yang terkumpul

dari observasi dan wawancara. Pembacaan buku akan

menguatkan dan mengembangkan data yanga ada. Sumber

berupa buku sangatlah penting bagi peneliti. Karena akan

memudahkan untuk menjejaki keadaan per seseorang atau

masyarakat di tempat penelitian yang akan dilakukan.

d. Dokumentasi

Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumen bisa berbentuk catatan, misalnya catatan

61Sigiono, metode penelitian kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2011) hal. 227 62Sutrisno Hadi, Metodologi esearch, (Yogayakarta: Andi Offiset, 2004), hal. 151

52

harian atau sejarah kehidupan (life histories). Begitu juga,

dokumen bisa berbentuk foto, gambar hidup, sketsa, dan

lain-lain. Ada juga dokumen yang berbentuk karya,

misalnya patung, lukisan, film dan lain sebagainya. Studi

dokumen ini merupakan pelengkap dari penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian.63

3. Menguji keabsahan data

Untuk menetapkan keabsahan data dan hasil-hasil

penelitian yang relefan dan kemudian di uji, maka diperlukan

teknik pemeriksaan data. Untuk melakukan teknik keabsahan atau

pemeriksaan penelitian, maka peneliti menggunakan empat tahap,

yaitu:

a. derajat kepercayaan (credibility), dan keterampilan

(transperability),

b. ketergantungan (dependability), dan kepastian

(confirmability).

Begitu juga pengujian keabsahan data bisa menggunakan

teknik triangulasi. Triangulasi yaitu sebagai teknik pengumpulan

data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik yang ada

dan berbagai sumber yang telah ada.

4. Penulisan hasil penelitian

63Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya offset, 2014) hal. 240

53

Penulisan hasil penelitian merupakan penulisan dari hasil-

hasil penelitian di lapangan. Menurut para ahli, ada enam macam

penulisan hasil penelitian, yaitu:

a. penulisan hendaknya dilakukan secara formal.

b. penulisan itu hendaknya tidak bersifat penafsiran atau

evaluatif kecuali bagian yang tidak mempersoalkan hal itu.

c. penulisan seharusnya tidak memasukan data yang terlalu

banyak.

d. penulis berjaji untuk tidak membocorkan informasi yang

bersifat rahasia.

e. penulis hendaknya menjajaki proses audit.

f. penulis seharusnya menetapkan batas waktu penyelesaian

laporannya.64

64Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 104

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Tradisi Kupatan di desa Durenan.

Salah satu tradisi di Jawa, terkhusus di desa Durenan kabupaten

Trenggalek adalah Hari Raya Kupatan. Hari raya ini di adakan setelah 7

hari pelaksanaan Hari Raya Iedul Fitri. Kupatan, pertamaka kali di adakan

tanpa sengaja oleh Kyai Abdul Masyir atau masyarakat sekitar sering

menyebut dengan nama Mbah Mesir. Penyebutan nama Mbah Mesir di

karenakan lidah orang Jawa yang selalu melafalkan huruf-huruf asli (Arab)

dengan vokal lidah Jawa, jadi nama Abdul Masyir berubah menjadi Mbah

Mesir.

Menurut Bapak Yahya, beliau adalah salah satu dari keturunan

Mbah Mesir. Beliau menceritakan sejarah awal mula tradisi Hari Raya

Kupatan itu bermula dari kalangan keluarga Kyai Abdul Masyir dan di

pondok pesantren yang diasuhnya, yaitu pondok pesantren Babul Ulum di

desa Durenan. Hari Raya Kupatan bermula dari kebiasaan Kyai Abdul

Masyir yang selalu berpuasa di bulan Syawal selama enam hari. Hal itu di

lakukan karena manfaat atau pahala yang di dapat akibat melaksanakan

puasa Syawal selama enam hari.65

Kyai Abdul Masyir atau sering dipanggil dengan Mbah Mesir

adalah putra dari Kyai Yahudo, Slorok, Pacitan yang masih keturunan dari

65Wawancara dengan Bapak Yahya, 10 Juni 2018

55

Mangkubuwono III, yaitu salah satu keturunan dari Pangeran Diponegoro.

Kyai Abdul Masyir sangat terkenal, sehingga beliau punya kedekatan dengan Bupati Trenggalek saat itu.

Karena keakrabannya ini, belaiu selalu di undang oleh Bupati trenggalek ke pendopo. Saat di undang oleh Bupati Trenggalek, Kyai

Abdul Masyir biasanya selalu berpuasa Syawal selama enam hari berturut- turut dan setelah itu beliau pulang kerumahnya di Durenan. Saat itulah para santi dan warga sekitar berbondong-bondong untuk bersilaturakhim ke rumah beliau.

Kebiasaan berpuasa sunnah Syawal selama enam hari yang di lakukan Kyai Abdul Masyir setelah hari tasyrik membuat para santri dan masyarakat sekitar sungkan atau tidak enak hati untuk bersilaturahim kerumah beliau. Karena beliau dan keluarga sedang berpuasa. Jadi para santri dan masyarakat sekitar memilih hari ke tujuh setelah sholat Ied untuk sowan dan silaturahim kerumah Kyai Abdul Masir karena pasti beliau sudah selesai berpuasa Syawal-nya.66

Peristiwa seperti itu terjadi dari tahun ke tahun hingga menjadi sebuah kebiasaan kalau ingin sowan dan silaturakhim ke kyai Abdul

Masyir itu harus hari raya ke delapan. Karena sebelum itu kyai Abdul

Masyir pasti sedang berpuasa Syawal, jadi tidak enak jika ketika

66Wawancara dengan Bapak Yahya, 10 Juni 2018

56 bersilaturakhim ke rumah beliau kemudian memakan hidangan yang telah beliau hidangkan, sementara beliau sedang berpuasa.67

Begitu juga, menurut sumber yang lain yaitu dari Babak Hasan

Bukori, beliau juga salah satu dari keturunan Kyai Abdul Masyir. Beliau menceritakan asal mula terjadinya tradisis Hari Raya Kupatan bermula dari kebiasaan Kyai Abdul Masyir yang selalu mendapatkan undangan dari Bupati Trenggalek untuk berkunjung ke pendopo Kabupaten

Trenggalek. Undangan kunjungan tersebut selalu pada hari raya ke dua sampai ke lima. Namun Kyai Abdul Masyir selalu tidak mau untuk memakan makanan yang di hidangkan oleh pihak pendopo. Untuk mengatasi hal tersebut, Kyai Abdul Masyir dan para santrinya melakukan

Puasa Syawal. Selain itu di karenakan puasa Syawal memiliki faedah atau manfaatnya yang banyak, misalnya seperti akan di hapus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang bagi orang-orang yang mau mengerjakannya.68

Setelah Kyai Abdul Masyir melakukan puasa sunnah Syawal, biasanya beliau membuat hidangan berupa ketupat dan sayur-sayuran untuk disajikan kepada para santri dan warga sekitar yang bersilaturakhim ke rumahnya. Tak jarang sebelum memakan hidangan berupa ketupat dan sayur-sayuran di dahuli dengan berdo’a bersama seperti slametan.69

67Wawancara dengan Bapak yahya, 10 Juni 2018 68Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018 69Wawancara dengan bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018

57

Kebiasaan seperti itu terjadi dari tahun ke tahun sehingga menjadi sebuah kebiasaan, dari kebiasaan menjadi tradisi kalau hari raya kedelapan akan ada Hari Raya Kupatan. Namun sebelum itu Kyai Abdul Masyir selalu berpuasa sunnah Syawal selama enah hari. Tidak jarang para santri dan masyarakat sekitar menirukan kebiasaan yang mulia dari Kyai abdul

Masyir termasuk kebiasaan selalu membuat hidangan berupa ketupat dan sayur-sayuran untuk di hidangkan kepada para tamu dan untuk slametan di masjid atau langgar.70

Lama kelamaan kebiasaan membuat hidangan berupa ketupat dan sayur-sayuran menjadi tradisi di sekitar pondok pesantren Babul Ulum.

Kemudian sampai sekarang tradisi tersebut menyebar ke desa-desa sekitar desa Durenan.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Hari Raya Kupatan itu bermula dari kebiasaan puasa sunnah di bulan Syawal yang di lakukan setelah hari tasyrik oleh Kyai Abdul Masyir. Karena setelah hari tasyrik beliau berpuasa, maka tidak ada para santri maupun masyarakat sekitar untuk sowan dan silaturakhim ke rumah Kyai Abdul Masyir di karenakan sungkan. Tetapi biasanya para santri dan warga sekitar yang mau silaturakhim ke rumah beliau itu pada hari raya ke delapan karena pasti beliu sudah selesai melakukan puasa sunnah Syawal yang kemudian di lanjutkan dengan makan ketupat yang telah di hidangkan. Lama-kelamaan kebiasaan tersebut menjadi tradisi dan menyebar ke masyarakat sekitar.

70Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018

58

Begitu juga Hari Raya Kupatan dalam memperingatinya dengan slametan kupat.71

Bapak Hasan Bukori atau sering di panggil dengan Gus Hasan juga menjelaskan bahwa tradisi slametan yang dilakukan oleh masyarakat jawa pada umumnya dan masyarakat Durenan pada khususnya sebagai ekspresi untuk melestarikan estafet da’wah yang telah di lakukan oleh para Da’i- da’i dalam menyebarkan Islam di jawa. Karena tidak mungkin Islam bisa di sebar luaskan tanpa menggunakan budaya lokal. Padahal waktu itu budaya lokal sangatlah di pengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha, begitu juga budaya Jawa juga di pengaruhi oleh ajaran animism dan dinamisme.72

Melihat permasalahan budaya yang masih ada pertentangan dengan syariat Islam, maka para Da’i-dai atau sering masyarakat Jawa mengatakan dengan sebutan Kyai-kyai atau dalam buku sejarah Islam

Nusantara menyebutkan dengan sebutan Sunan itu mencoba untuk menggabungkan atau mengakulturasikan antra budaya local dengan syariat

Islam. Jadi tidak ada niatan untuk merusakan syariat Islam. Namun hanya menggunkan media budaya untuk strategi da’wah.73

Strategi da’wah yang seperti itu sama hal nya dengan tradisi Hari

Raya Kupatan. Seperti yang telah di singgung di atas, bahwa Hari Raya

Kupatan merupakan media untuk ber da’wah. Karena di balik tradisi tersebut mengajarkan untuk bersedekah dan bersilaturakhim antar umat

71Wawancara dengan Baoak Yahya, 10 Juni 2018 72Wawancara dengan bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018 73Wawancara dengan bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018

59

Islam. Dan itu sangat baik. Apalagi melihat karakter orang Jawa yang sulit untuk diajak kumpul-kumpul bareng tangpa ada modus tertentu. Maka dari itu sangat wajar jika para wali dalam menyebarkan da’wah nya selalu mengemas dengan tradisi yang sudah berkembang di masyarakat sekitar, misalnya dengan menggunakan media ketupat sebagai sarana da’wah.74

Beliau juga menegaskan, bahwa tidak ada usnur lain, bahkan kesengajaan jikalau kebiasaan yang di lakukan oleh Kyai Abdul Masyir akan berubah menjadi sebuah tradisi bahkan budaya yang melembaga di dalam masyarakat desa Durenan dan sekitarnya. Sekarang ini tradisi Hari

Raya Kupatan menjadi ikon masyarakat Durenan.75

Maka dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam sejarah tradisi Hari Raya Kupatan di desa Durenan bermula dari Kyai Abdul

Masir atau sering di panggil dengan sebutan Mbah Mesir yang selalu menyuguhkan ketupat kepada para tamu-tamunya, baik dari santri-santri dan warga sekitar nya di Hari Raya Eidul Fitri yang ke delapan, karena hari-hari sebelum itu beliau selalu berpuasa sunnah Syawal setelah hari tasyriq.

Jadi pada awalnya, Hari Raya Kupatan di Durenan itu bermula dari

Keluarga Kiyai Abdul Masyir atau sering di panggi dengan sebutan Mbah

Mesir. Namun seiring perkembangan zaman. Kebiasaan tersebut di tiru oleh orang-orang desa Durenan. Saat ini, tradisi tersebut menyebar ke

74Wawancara dengan bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018 75Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018

60

desa-desa se kecamatan Durenan, misalnya desa Semarum, Pakis,

sumbergayam, Pandean, dan Kamulan.

B. Filosofis Ketupat

Hari Raya Kupatan adalah hari raya dengan menggunakan ketupat

sebagai media silaturakhim. Banyak jenis ketupat yang beredar di

masyarakat, salah satunya adalah ketupat sinto. Menurut bapak Yahya,

Ketupat sinto yaitu ketupat yang berbentuk seperti nanas. Jadi ketupat

sinto yang di gunakan untuk Hari Raya Kupatan di desa Durenan

sangatlah berbeda dengan jenis ketupat tompo dan ketupat biasa.

Menurut bapak Yahya, akar kata ketupat sinto berasal dari bahasa

Arab yaitu kuffa dan sittah. Kedua kata tersebut memiliki arti kuffa

(cukup) dan sittah (enam). Pengambilan dan penggabungan kedua kata

tersebut berasal dari nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran Agama,

yaitu puasa Syawal yang di lakukan selama enah hari, jadi puasa syawal

itu cukup di kerjakan selama enam hari.76

Penggunaan media ketupat sebagai ciri khas dari tradisi hari raya

kupatan juga karena ketupat sangat ekonomis dan sangat terjangkau untuk

di dapatkan. Karena nasi yang di masak di dalam ketupat sangat berlipat

ganda dari pada nasi yang di masak seperti biasa. Jadi ketika sudah

waktunya hari raya kupatan dan semua masyarakat memasak ketupat,

76Wawancara dengan Bapak Yahya, 10 Juni 2018

61 maka masyarakat tidak terlalu terbebani yang kemudian di hidangkan kepada para tamu yang ber silaturakhim ke rumah warga.77

Begitu juga, penggunaan ketupat sebagai ciri khas dari hari raya kupatan itu karena ketupat sejak zaman pra Islam sudah menjadi ciri khas dari budaya Jawa. Menurut bapak Hasan Bukori Ketupat sudah ada di

Nusantara sejak zaman Hindu dan Budha. Hal itu bisa di temui di budaya

Bali yang biasanya masyarakat Hindu Bali menggunakan ketupat untuk acara ritual-ritual tertentu dalam pemujaan Dewa-dewa.78

Menururt Bapak Hasan Bukori dalam penjelasannya terkait sejarah

Hari Raya Kupatan dan filosofisnya itu, beliau menjelaskan, bisa jadi tradisi Hari Raya Kupatan di Durenan itu sama dengan hasil akulturasi yang pernah dilakukan oleh waktu menggabungkan budaya dengan syariat sehingga menjadi budaya slametan.79

Beliau juga memaparkan bahwa tradisi Hari Raya Kupatan hanyalah tradisi untuk bersilaturakhim atau temu rose antar keluarga dan antara Kyai pondok dengan santri-santrinya. Jadi tidak ada unsur-unsur yang lain. Meskipun ada unsur yang lain, mungkin itu hanyalah simbolitas saja.80 Misalnya yang pernah penulis wawancara dengan Bapak Guntur tentang Janur (daun kelapa muda). Menurut beliau, konon janur di ambil dari Bahasa Arab yaitu jatining dan an-Nur yang artinya hati cahaya.

77Wawancara dengan Bapak Yahya, 10 Juni 2018 78Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018 79Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018 80Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22 JUni 2018

62

Begitu juga, kenapa ketupat di isi dengan beras putih. Beras putih menandakan tentang nafsu duniawi. Namun ada juga yang mengartikan kata beras itu adalah sabar dan ikhlas. Sedangkan anyaman janur itu menggambarkan tentang kompleksitas masyarakat Jawa yang erat dengan silaturakhim. Bentuk ketupat itu menggambarkan kiblat papat limo pancer yaitu kiblat papat menggambarkan arah mata angin, sedangkan limo pacer menggambarkan ka’bah atau kiblat.81

Menurut Bapak Maki, yaitu salah dongke di masyarakat. Ia menjelaskan bahwa biasanya untuk mengkombinasikan ketupat, selain dengan sayur-sayuran yang pedas juga dengan kerupuk. Makna dari kerupuk itu sendiri adalah ketumpuk-tumpuk. Jadi maksudnya yaitu kesalah-kesalahan di masa lalu yang telah tertupuk-tumpuk tersebut bisa terhapus dengan saling memaafkan satu dengan lainnya. Maka orang

Jawa, terkhusus yang Bergama Islam, jika paham betul dengan kejawaan hatinya akan legowo bisa memaklumi dan memaafkan kesalahan- kesalahan bagi orang yang minta maaf.

Beliau juga menjelaskan tentang makna Jawa dari sudut etika.

Kenapa orang Jawa itu yang berperikaku baik di sebut dengan Jowo atau orang Jawa yang berperilaku tidak baik itu di sebut dengan ora Jowo, maksudnya adalah Jawa itu tidak hanya di maknai sebagai geografis atau kewilayahan saja. Begitu juga Jawa tidak bisa di maknai dengan suku saja.

Tetapi Jawa itu lebih dari itu semua. Karena di dalam tardisi-tradisi Jawa

81Wawancara dengan Bapak Guntur, 24 Juni 2018

63 mengandung filosfis dan pesan-pesan yang ingin di sampaikan kepada masyarakat tentang kebaikan-kebaikan, baik secara vertical maupun horizontal. Dan implikasinya adalah kepada perilaku secara personal orang

Jawa itu sendiri. Maka sangan wajar jika di dalam budaya Jawa sering di temui istilah Jowo dan ora Jowo.82

Hal serupa juga di temui di dalam tradisi Hari Raya Kupatan yang identik dengan tradisi sungkeman dan bersilaturakhim. Jika orang tersebut benar-benar tulus dalam maaf dan memaafkan satu dengan yang lainnya.

Begitu juga ikhlas dalam berpuasa serta mau untuk berbagi dan membantu orang lain dalam hal kebaikan. Maka orang tersebut bisa di bilang dengan wong kuwi Jowo.83

Filosofi dari pada ketupat sama hal nya dengan tradisi-tradisi Jawa yang lain, yaitu kaya dengan makna dan filosofis atau tujuan tertentu dari tradisi tersebut. Agar masyarakat yang menjalankan tradisi tersebut dapat tahu arti dan pesan yang ingin di sampaikan dalam setiap ritual-ritual tradisi Jawa, misalnya tradisi Hari raya ketupat. Dalam filosofi Jawa, arti dari ketupat sendiri memiliki arti ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan).

Makna dari ngaku lepat adalah maaf dan memaafkan atas kesalahan pribadi dan orang lain. Namun dalam kasus yang lain ngaku lepat bisa di artikan dengan sungkeman atau sungkem kepada orang tua.

82Wawancara dengan Bapak Maki, 24 Juni 2018 83Wawancara dengan Bapak Maki, 24 Juni 2018

64

Yaitu meminta maaf kepada orang tua dengan memohon keikhlasan dan ampunan. Jadi tradisi sungkeman mengajarkan tentang pentingnya menghormati orang tua dan mengikhlaskan kesalahan orang lain.84

Sedangkan maksud dari laku papat adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Makna dari lebaran yaitu memnandakan telah usainya puasa. Jadi orang yang telah selelsai melakukan ibadah puasa baik wajib maupun sunnah akan di ampuni dosa-dosa nya dan kembali kepada fitri (suci). Makna dari luberan yaitu meluber atau melimpah, sebagai simbol kepedulian terhadap orang lain. Misalnya dengan , infaq, dan sedekah. Kalua makna dari leburan yaitu melebur. Maksudnya setiap pada momen lebaran, setiap orang selalu bersilaturakhim atau maaf dan memaafkan. Jadi diharapkan pada momen yang fitri tersebut manusia bisa saling memaafkan antar sesame manusia agar bisa kembali fitri (suci).

Sedangkan makna dari laburan yaitu berasal dari kata labur atau kapur. Di dalam ilmu bangunan, kapur berfungsi sebagai penjernih air maupun pemutih dinding. Jadi maksud pesan ini supaya manusia selalu menjaga kesucian baik lahir maupun batin satu dengan yang lainnya.85

Kompleksitas rancangan ketupat dengan bahan asal dari janur sehingga membentuk ketupat itu, di dalam Islam memiliki pesan filosofis.

Misalnya, Janur agese jatining nur yaitu orang yang telah melakukan puasa sunnah Syawal akan di ampuni dosa-dosanya satu tahun yang lalu

84Wawancara dengan Bapak Guntur, 24 Juni 2018 85Wawancara dengan Bapak Guntur, 24 Juni 2018

65 dan yang akan datang. Jadi orang yang telah melakukan puasa Syawal sama hal nya kembali kepada fitrah (suci). Maka sangat di harapkan jika berpuasa harus sungguh-sungguh agar bisa kembali kepada fitah (suci).

Begitu juga filosofis dari beras yaitu sabar dan ikhlas. Makna tersebut bertujuan, orang yang berpuasa baik wajib (Ramadhan) maupun sunnah

(Syawal) haruslah sabar dan ikhlas dan semata-mata hanya kepada Allah

SWT. Tujuan yang lain adalah orang bersilaturakhim harus ikhlas meminta maaf dan memaafkan. Karena kegiatan maaf dan memaafkan sangatlah berat, butuh rasa sabar dan ikhlas.86

Maka dapat di ambil kesimpulan bahwa filosofis dari pada komponen-komponen ketupat yang berasal dari janur tesebut memiliki tujuan yang ingin di harapkan untuk masyarakat. Jadi setiap tradisi Jawa, terkhusus tradisi Hari Raya Kupatan itu memiliki pesan agar masyarakat dapan menjadi baik. Sangat salah jika masyarakat yang melaksanakan setiap tradisi-tradisi Jawa namun tidak tahu maknanya.

Tradisi Hari Raya Kupatan di Durenan di rayakan pertama kali di pondok pesantrean Babul Ulum dengan model seperti slametan. Jadi di sanana nanti para Kyai dan santri-santri berdoa bersama sebelum menyantap hidangan ketuapat dan sayur-sayuran. Tradisi seperti itu bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur dan mengharap keselamatan kepada Allah SWT.87

86Wawancara dengan Bapak Guntur, 24 Juni 2014 87Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018

66

Setelah slametan biasanya saling berjabat tangan atau bersilaturakhim sebagai wujud bahwa manusia itu adalah makhluk bersosial dan tidak luput dari kesalahan dan dosa, terutama kesalahan- kesalahan antar umat manusia. Maka untuk melebur dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan itu dengan bersilaturakhim, yaitu memaklumi kesalahan satu dengan yang lainnya.

Silaturakhim dan saling memaafkan itu memang di dukung dengan kebiasaan masyarakat Jawa dan karakter orang Jawa yang legowo dan suka memaafkan.

Menurut Bapak Guntur, ketupat atau kupat di tanah Jawa itu sudah ada sejak zaman Hindu dan Budha. Namun dalam pengaplikasiannya adalah dengan bentuk sesajen. Hal tersebut bertujuan agar arwah manusia yang meninggal dunia dalam masa bayi bisa tenang. Maka di dalam tradisi

Jawa kuno, kupatan itu sama dengan Hari raya Kecil atau hari raya untuk ritual arwah-arwah anak kecil.88

Dari pemaparan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa tradisi kupatan itu sudah ada sejak zaman Jawa kuno. Kupatan yang dikemas dalam bentuk tradisi hari raya orang Islam Jawa itu hanyalah modifikasi para ulama’ untuk menyebarkan syiar Islam. Karena masyarakat Jawa sangat sulit untuk di Islamkan kecuali melalui tradisi-tradisi yang sudah berlaku di kalangan masyarakat. Jadi para ulama’ zaman dulu hanya

88Wawancara dengan Bapak Guntur, 24 Juni 2018

67

mengubah makna dari setiap tradisi tanpa harus menghapus tradisi

tersebut.

E. Sosio Kultur Hari Raya Kupatan di Desa Durenan

Setelah kami wawancara dengan Bapak Yahya, beliau menjelaskan

bahwa tradisi Hari Raya Kupatan di desa Durenan sangat mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Pasalnya tradisi tersebut dapat mempermudah

untuk bersilaturakhim layaknya Hari Raya Iedul Fitri. Jadi banyak para

santri dan masyarakat sekitar yang memanfaatkan momen tradisi Hari raya

Kupatan untuk bersilaturakhim dengan kerabat-kerabat dekat maupun

dengan teman-teman dekat. Hal itulah mengapa tradisi kupatan di sebut

dengan sebutan hari raya kedua. Karena setiap momen hari raya pasti

ramai dengan khlayak yang alu-lalang, begitu juga hal ini terjadi ketika

kupatan yang selalu ramai dengan orang-orang yang meramaikannya.

Maka sangat wajar jika tradisi Kupatan di sebut dengan Hari Raya

kedua.89

Menurut penjelasan beliau, dalam perayaan Hari Raya Kupatan itu

selalu di tandai dengan slametan, yaitu dengan ber-do’a bersama-sama

mengharap berkah dan keselamatan kepada Allah SWT. Ritual tersebut di

lakukan pada pagi hari di Masjid-masjid dan di Surau-surau. Banyak

sekali warga desa Durenan dan di sekitar desa Durenan berbondong-

bondong untuk menghadiri acara slametan baik di Masjid maupun di

Surau. Bentuk acara slametan yaitu dengan membawa ketupat yang di

89Wawancara dengan Bapak Yahya, 10 Juni 2018

68 wadahkan ke dalam ember, baik ember plastik maupun ember yang terbuat dari besi khas desa. Setelah itu ketupat yang di wadahkan ke dalam ember di kumpulkan di tengah-tengah di antara lingkaran para Bapak-bapak yang duduk bersila. Sedangkan Ibu-ibu biasanya duduk di belakang. Kemudian berdo’a bersama-sama mengharapkan berkah dan keselamatan kepada

Tuhan yang maha esa.90

Setelah membaca do’a bersama-sama kemudian ketupat tersebut di bagi-bagikan. Setelah selesai slametan, banyak dari masyarakat yang berjabat tangan atau bersilaturakhim. Dugaan Saya, mungkin hal-hal seperti ini lah yang kemudian masyarakat dengan tidak sengaja menyebutkan bahwa tradisi kupatan juga bisa di sebut dengan Hari raya, karena di dalamnya juga terdapat silaturakhim dll.

Tidak jarang, banyak dari orang-orang luar kecamatan Durenan maupun kabupaten Trenggalek yang datang ke desa Durenan dan sekitarnya untuk bersilaturakhim ke keluarganya dan kerabat dekat yang ada di kecamatan Durenan untuk bersilaturakhim dan mencicipi ketupat yang di padukan dengan sayur-sayuran. Dan sayur-sayurannya itu di masak dengan pedas. Hal itu bertujuan agar orang yang telah selesai bersilaturakhim itu tidak lupa dan bisa enak hati layaknya memakan ketupat dan sayur-sayuran pedas, yang setelah selesai dimakan, meskipun pedas tetapi bisa lega karena perutnya tidak lapar lagi. Begitu juga bersilatuirakhim, meskipun biasanya sungkan atau berat hati, tetapi jika

90Wawancara dengan Bapak Yahya, 10 Juni 2018

69 silaturakhim itu di lakukan maka orang yang bersilaturakhim tersebut akan merasakan legowo (puas hati).91

Jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa tradisi Hari raya Kupatan itu bisa dijadikan media untuk bersilaturakhim dan slametan atau ber-do’a bersama. Karena hal tersebut memang sebagai identitas Islam Jawa, yaitu tidak mungkin orang-orang Jawa yang melakukan suatu syariat itu tanpa ada media yang berupa tradisi lokal yang melandasinya.92

91Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22Juni 2018 92Wawancara dengan Bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018

70

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hari Raya Kupatan merupakan salah satu Tradisi Islam Jawa yang

masih di lestarikan sampai sekarang. Hari Raya Kupatan atau

riyoyo kupat adalah salah satu simboh silaturakhim antar umat

Islam, meskipun dahulu kupatan adalah tradisi yang di lakukan

oleh orang-orang yang beragama Hindu ketika menjalankan ritual

terhadap roh anak-anak kecil.

2. Sejarah tradisi Hari Raya Kupatan di desa Durenan pertamakali di

lakukan oleh satu keluga, yaitu keluarga Kyai Abdul Masyir atau

sering di panggil dengan mbah Mesir yang bertempat di desa

Durenan. Pada waktu itu, setiap Hari Raya Eidul Fitri yang ke dua

sampai ke tujuh, rumah Kyai Abdul Masyir selalu tertutup di

karenakan sedang bepuasa sunnah Syawal selama enam hari. Maka

sangat wajar jika para santri-santrinya dan masyarakat sekitar yang

ingin sowan dan silaturakhim menjadi sungkan atau tidak enak hati

di karenakan Kyai Abdul Masyir masih berpuasa.

3. Filosofi kupat atau ketupat adalah makna yang ada di dalam tradisi

tersebut, misalnya tentang makna janur, ketupat, bentuk-bentuk

ketupat, sowan, silaturakhim, dll.

4. Sosio Kultur Masyarakat desa Durenan kabupaten Trenggalek dari

Hari Raya Kupatan adalah terbentuknya budaya silaturakhim antar

71

umat Islam dengan menggunakan media ketupat. Bentuk

silaturakhimnya adalah seperti tradisi, sowan, sungkem, dan

menghormati atar umat beragama.

B. Saran

Berdasarkan hasil peneitian Hari Raya Kupatan: Perspektif

Filosofis dan Sosio-Kultural Masyarakat Trenggalek yang

bertempat di desa Duerenan kecamatan Durenan dengan

menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan

ednografi. Maka peneliti dalam penelitian ini dapat mengetahui

sejarah terjadinya Hari Raya Kupatan yang ada di desa Durenan

dan perkembangannya. Begitu juga dalam penelitian ini dapat

mengetahui filosofi atau makna yang ada di dalam ketupat dan

komponen-komponen ketupat, meskipun dalam sudut pandang

pemahaman Islam dan Jawa. Dan yang terpenting adalah sosio-

kultural masyarakat di desa Durenan ketika merayakan tradisi

kupatan. Melihat hal tersebut, maka beberapa saran yang dapat di

jadikan sebagai acuan atau pedoman untuk perbaikan pada

penelitian selanjutnya adalah sebagi berikut:

1. Pelaksanaan tradisi Hari Raya Kupatan harus di jaga dan

di lestarikan sebagai wujud identitas bangsa, terkhusus

identitas Islam Jawa. Karena hanya di Indonesia yang

memiliki tradisi tersebut. Yaitu tradisi sowan dan

72

silaturakhim dengan menggunakan ketupat sebagai

medianya.

2. Pelaksanaan Hari Raya Kupatan haruslah tahu tentang arti

maupun filosofis yang ada di dalam tradisi tersebut.

Filosofis yang ada di dalam tradisi Hari Raya Kupatan,

baik itu arti dari janur maupun ketupat sangatlah

bermanfaat dalam kehidupan. Karena setiap kebudayaan

Timur itu selalu ada pesan-pesan dan nilai-nilai di dalam

budaya.

3. Bagi pemuka Agama, Kyai, dan peneliti. Agar juga

paham tentang budaya Jawa. Banyak dalam budaya Jawa,

dalam sejarahnya telah berakulturasi dengan Islam, dan

itu pernah di lakukan oleh para Wali-wali terdahulu.

73

DAFTAR PUSTAKA

Adhy, Bayu Gesta. 2015. Eling Lan Waspodo. Yogyakarta: Saufa

Dedi Mulyana, Dedi. metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT. Remaja rosdakarya offset) hal. 161

Haryanto, Sindung. 2015. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi esearch. Yogayakarta: Andi Offiset

Kunto, Ari Suharsimi. 2010 Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta

Majdid, Nurcholis. 2016. Nilai-nilai Dasar Perjuangan. Jakarta; PB. HMI

Moleong, J Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya offset

Muhajir, Noeng. 1996. Metologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Raja Grafindo

Persada

Spradley P, James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Yogya

Sdyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sdyawati, Edi. 2014. Kebudayaan Indonesia. Depok: Komunitas Bambu

Sigiono. 2011. metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta

Wahyudi Agus. 2014. Pesona Kearifan Jawa. Yogyakarta: DIPTA

74

Woodward, Mark R. 2017. Islam Jawa (kesalehannormativ versus kebatinan).

Yogyakarta: IRCiSoD

Zaprulkhan. 2015. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo

Uhi, Alexander Junnes. 20016. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Yuliati, Linda, “Pelaksanaan Nilai-nilai Gotong Royong Dalam Perayaan

Kupatan Di Masyarakat Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek”. 2013.

Malang. Jurnal Universitan Negeri Malang. Vol. 12. No. 5

Yuhana. 2016. Riau. “Tradisi Bulan Ramadhan dan Kearifan Budaya Komunitas

Jawa di Desa Tanah Batar Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indra Giri

Hulu”. Jurnal Universitas Riau. Vol 3. No. 1

Blangkod, Rauda. 2014. Studi komparatif Tradisi Ketupat (suatu penelitian di

Yosonegoro dan Atinggola), Universitas Negeri gorontalo

Karda, Made. 2003. Filsafat dan Simbolisme Ketupat Sebuah Kajian estetik,

Institut Seni Indonesi Denpasar, Vol. 4. No. 2

Dewi, Nila Yoman Ayu. 2016. Denpasar. ”Perancangan Aplikasi Mobile Untuk

Perhitungan Ketupat”. Jurnal STIKOM. Vol. 3. No. 2

Wawancara dengan Bapak Yahya, 10 Juni 2018

Wawancara dengan Bapak Guntur, 24 Juni 2018

Wawancara dengan Bapak Maki, 24 Juni 2018

Wawancara dengan bapak Hasan Bukori, 22 Juni 2018

75

LAMPIRAN

Gambar ketika wawancara dengan Bapak K. H. Hasan Bukori (keturunan Kyai abdul Matsyir)

76

Gambar wawancara dengan Bapak K.H Yahya (keturunan dari Kyai Abdul Matsyir)

Gambar wawancara dengan Ustadz guntur

77

Gambar gunungan ketupat di Durenan

Gambar gunungan ketupat di durenan

78

Gambar Kupat Sinto

Gambar ketupat luar

79

Gambar ketupat tompo

Gambar inovasi ketupat

80

Gamabar Budayta silarurakhim pada tradisi kupatan

81

BIOGRAFI PENULIS

Hamzah Nur Azis atau biasa di panggil Hamzah

oleh teman-teman Kampus dan di panggil dengan

sebutan Azis oleh teman-teman perumahan dan

organisasi, lahir dari pasangan suami-istri, Bapak

Muji Wahono dan Ibu Pur Wati. Terlahir sebagai

anak pertama di Trenggalek, 01 Juli 1994,

berdomisili di dusun Karang Nongko, ds. Kamulan,

kec. Durenan, kab. Trenggalek.

Penulis mengawali pedidikannya di R.A pada tahun 1999-2001, selanjutnya penulis menempuh jenjang pendidikan di MI Muhammadiyah

Kamulan, lulus pada tahun 2007. Setelah lulus dari jenjang sekolah dasar penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di Mts. M 15 Lamongan, kemudian lulus pada tahun 2010. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya menengah atas di MA. M 09 Lamongan, lulus pada tahun 2013. Selama menempuh pendidikan di kota Lamongan, penulis juga mendalami pendidikan

Agama Islam di Pon.Pes. Al-Mizan Muhammadiyah Lamongan. Setelah itu penulis melanjutkan jenjang pendidikan di IAIN Tulungagung dengan mengambil jurusan Filsafat Agama yang saat ini berganti nama menjadi Aqidah dan Filsafat

Islam fakultas Ushuluddin Adab dan Da’wah.

82