Template Fikrah
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Perubahan Interaksi Sosial Acara Halal bi Halal… Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan issn 2354-6174 eissn 2476-9649 Tersedia online di: journal.iainkudus.ac.id/index.php/fikrah Volume 8 Nomor 1 2020, (1-24) DOI: 10.21043/fikrah.v8i1.7633 Perubahan Interaksi Sosial Acara Halal bi Halal pada Masa Pandemi Covid-19 di FISHUM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Napsiah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia [email protected] Marfuah Sri Sanityastuti Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia [email protected] Abstract During the Corana Virus pandemic, social interaction in the implementation of the halal bi halal tradition was carried out online to anticipate the spread of the Corana Virus. This activity is something new for the Muslim archipelago. Because of this, the interaction changes from offline to online. This study aims to determine the changes that occur when implementing the halal bi halal tradition. Qualitative descriptive method with direct interview and observation techniques and strengthened by using secondary data obtained from previous research, websites and books are used to obtain this information. The findings of this study are that online social interaction does not fully facilitate social interaction, because online interactions cannot display expressions of sincerity, relief, and joy, which are the expressions of Nusantara Islam in expressing halal bi halal. This is because the use of technology is limited by space and time in the zoom meeting media. Thus, conveying the message of halal bi halal to strengthen relationships can use technology, but not to display halal bi halal expressions. Keywords: Halal bi halal, online systems, religious expression, social interaction 295 Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 8 Nomor 2 2020 Napsiah & Marfuah Sri Sanityastuti Abstrak Pada masa pendemi Covid-19, interaksi sosial pada pelaksanaan tradisi halal bi halal dilakukan secara daring untuk mengantisipasi penyebaran Virus Corana. Aktivitas tersebut merupakan hal yang baru bagi muslim Nusantara. Karena itu, terjadi perubahan interaksi dari luring ke daring. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada saat melaksanakan tradisi halal bi halal. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi secara langsung serta diperkuat dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian terdahulu, website, dan buku digunakan untuk mendapatkan informasi tersebut. Temuan penelitian ini adalah interaksi sosial secara daring tidak sepenuhnya mempermudah interaksi sosial, karena interaksi secara daring tidak bisa menampilkan ekspresi tentang ketulusan, kelegaan, dan kegembiraan yang merupakan ekspresi Islam Nusantara dalam mengekspresikan halal bi halal. Hal ini disebabkan karena penggunaan teknologi dibatasi oleh ruang dan waktu pada media zoom meeting. Dengan demikian, menyampaikan pesan halal bi halal untuk mempererat hubungan silaturahmi dapat menggunakan teknologi, tetapi tidak untuk menampilkan ekspresi halal bi halal. Kata kunci: Ekspresi keagamaan, halal bi halal, interaksi sosial, sistem daring Pendahuluan Berbagai tradisi umat muslim di seluruh dunia menyambut Bulan Syawal (Hordern, 2016; Ives & Kidwell, 2019) seperti umat muslim di Turki, perayaan Idul Fitri ada tradisi 'Hari Raya Gula' atau dalam bahasa lokalnya Seker Bayram. Setiap keluarga akan menerima dan memberi manisan dan permen. Di China, warga muslim dari etnis Hui di Provinsi Ningxia, ada satu tradisi setelah Salat Idul Fitri mereka melakukan ziarah kubur untuk mendoakan keluarga dan nenek moyang yang tewas akibat revolusi kebudayaan dan persekusi Dinasti Qing. Warga muslim India merayakan Idul Fitri dengan berkumpul bersama keluarga dan menyantap servai yaitu sejenis bihun dan Sheer Kurma. Masyarakat Afganistan ada tradisi Tokhm-Jangi atau perang telur yang telah diwarnai ke taman-taman (Hanifah, 2019). Di Indonesia, perayaan Idul Fitri ada tradisi halal bi halal dengan cara tradisi mudik yang dilakukan setiap tahun sekali (Kuswaya, 2016). Fenomena ini seakan menjadi kesepakatan umum, bahwa seseorang diharuskan mudik untuk menyampaikan langsung suka cita bersama sanak kelurga di perkampungannya (Soebyakto, 1829). Sekalipun tradisi mudik ini memakan biaya yang besar karena harus membawa oleh-oleh untuk saudara-saudara yang di kampung halaman dan juga biaya transportasi. Namun, sampai saat ini tradisi mudik tetap dilakukan terlebih dengan kemudahan akses transportasi, biaya yang dikeluarkan tidak menjadi persoalan bagi pemudik, asalkan mereka bisa bersilaturahmi dengan sanak saudara di kampung halaman (Kuswaya, Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 8 Nomor 2 2020 296 Perubahan Interaksi Sosial Acara Halal bi Halal… 2016). Pada Idul Fitri 1441 H, Indonesia adalah salah satu negara yang terkena bencana virus pendemi covid-19 sejak awal Maret 2020. Pemerintah memberlakukan Surat Edaran bahwa seluruh aktivitas perkantoran dilakukan di rumah dengan istilah Work from Home (Bekerja di rumah), begitu juga anak- anak sekolah mereka sekolah tidak lagi berangkat ke sekolah melainkan seluruh aktivitas kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah. Pemerintah menyatakan memberikan peraturan tegas terkait protokol kesehatan untuk memutus mata rantai penularan virus dengan salah satu di antaranya melarang masyarakat melakukan mudik. Terkait dengan itu, maka pelaksanaan halal bi halal yang sebelumnya menggunakan interaksi sosial secara langsung atau secara luring (luar jaringan), maka pada Idul Fitri 1441 H dilakukan dengan cara tidak langsung atau secara daring (dalam jaringan) yakni menggunakan media untuk menyatukan anggotanya. Aktivitas ini adalah hal yang baru bagi masyarakat muslim, karena biasanya kegiatan yang dianggap sakral dan religius serta bertujuan untuk mempererat persaudaraan dilakukan secara langsung dalam ruang yang sama. Perubahan pelaksanaan seperti ini menarik dikaji karena pada umumnya praktik tradisi diubah pelaksanaanya bertujuan untuk komodifikasi tradisi, sehingga makna dari tradisi tersebut mengalami kelonggaran dari segi nilai religiusnya. Kajian ini memfokuskan pada perubahan interaksi sosial dalam menjalankan tradisi halal bi halal yang dilakukan dengan menggunakan media tehnologi khususnya zoom meeting dapat mempengaruhi makna halal bi halal itu sendiri. Kajian tentang tradisi halal bi halal sudah banyak diteliti seperti Kuswaya (2016) mengkaji tentang tradisi badan yang dilakukan oleh warga Salatiga secara besar-besaran yang memerlukan biaya yang tinggi hanya untuk memperoleh kata maaf. Padahal di dalam Al-Quran sudah jelas disebutkan bahwa permintaan maaf tidak perlu mengeluarkan biaya, melainkan dengan taubat dengan cara tidak mengulang perbuatan yang salah, maaf dengan cara melakukan perbuatan yang terpuji, lapang dada dengan berjabat tangan, pengampuan dengan cara memberi maaf kemudian menjaganya agar tidak berbuat kesalahan lagi. Meskipun telah diatur di dalam Al-Quran dan sudah dipahami oleh warga, namun masih saja warga melakukan tradisi badan setiap tahunnya. Kajian ini menyimpulkan bahwa warga melakukan tradisi badan tidak semata-mata hanya meminta maaf, namun di balik tradisi tersebut mengandung makna membina kerukunan dan keguyuban antarsesama tidak saja warga yang beragama Islam tetapi juga warga yang berbeda agama. 297 Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 8 Nomor 2 2020 Napsiah & Marfuah Sri Sanityastuti Fuad (2011) mengkaji di balik kehidupan mudik lebaran menyimpulkan bahwasanya mudik adalah kegiatan rutinitas tahunan yang dilakukan oleh para perantau kembali ke perkampungannya dengan niat berkumpul bersama keluarga untuk berziarah kubur dan bersalaman-salaman. Aktivitas tersebut berdampak pada kesehatan mental karena pemudik memperoleh energi postif. Fenomena mudik juga pernah dikaji oleh Somantri (2016) yang mengemukakan bahwa mudik dianggap sebagai liburan massal warga kota- kota besar ke daerah asal mereka. Kegiatan ini dilakukan pada Idul Fitri yang membawa energi produktif bagi para pemudik, karena pemudik termotivasi kembali untuk bekerja keras untuk mempersiapkan mudik pada tahun berikutnya. Selain itu, mudik keuntungan lainnya adalah mempererat modal sosial. Penelitian serupa juga dikaji oleh Zulfikar (2018) penelitian ini mengemukakan bahwa tradisi halal bi halal adalah momen yang paling tepat untuk bersilturahim dan saling meminta maaf. Hal seperti itu merupakan ajang komunikasi yang produktif karena diikuti oleh semua warga yang berbeda agama, suku, dan ras yang tidak memiliki beban psikologis sehingga berdampak positif yakni menumbuhkan sikap toleransi terhadap perbedaan. Kajian-kajian tersebut dilakukan pada masa sebelum terjadi bencana pendemi Virus Corana (Covid-19) sehingga tradisi halal bi halal dilaksanakan secara langsung (luring) seperti tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan kajian halal bi halal pada masa pendemi Virus Corona (Covid-19) terkait dengan pelaksanaan halal bi halal dikaji oleh Aunillah (2020), kajian yang menggunakan perspektif komunikasi ini menyimpulkan bahwa masyarakat sangat cepat mengadaptasikan diri untuk menggunakan media teknologi untuk aktivitas sosial keagamaan seperti acara halal bi halal. Beberapa artikel yang ada, belum ditemukan yang fokus tentang interaksi sosial acara halal bi halal di masa Covid-19 dari perspektif sosiologi. Karena itu, penelitian ini memfokuskan pada kajian halal bi halal yang dilakukan pada masa pendemi Virus Corana (Covid-19) yang dilakukan secara virtual seperti yang dilakukan