Peranan Hamka Dalam Organisasi Muhammadiyah Di Indonesia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Peranan Hamka Dalam Organisasi Muhammadiyah Di Indonesia PERANAN HAMKA DALAM ORGANISASI MUHAMMADIYAH DI INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) Oleh Anas Yusman NIM: 102022024352 PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M. PERANAN HAMKA DALAM ORGANISASI MUHAMMADIYAH DI INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) Oleh Anas Yusman NIM: 102022024352 PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M. PERANAN HAMKA DALAM ORGANISASI MUHAMMADIYAH DI INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) Oleh Anas Yusman NIM: 102022024352 Pembimbing, Drs. Tarmizy Idris. PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M. PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PERANAN HAMKA DALAM ORGANISASI MUHAMMADIYAH DI INDONESIA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 13 Nopember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta, 13 Nopember 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota, Drs. H.M. Ma'ruf Misbah, MA. Usep Abdul Matin, S.Ag., MA., MA. NIP: 150247010 NIP: 150288391 Penguji, Pembimbing, Dr. Parlindungan Siregar, M.Ag. Drs. Tarmizy Idris. NIP: 150268588 NIP: 150244516 ABSTRAK Anas Yusman Peranan Hamka dalam Organisasi Muhammadiyah di Indonesia Keberadaan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid sampai saat ini mengindikasikan bahwa para pemimpinnya memiliki kemampuan membaca dan memahami situasi dan kondisi dari waktu ke waktu, serta mampu mengelola jalannya roda organisasi tersebut. Keanggotan Hamka dalam Muhammadiyah menjadikannya sebagai inspirasi, guru dan pencetak kader-kader Muhammadiyah. Taufik Abdullah mengatakan bahwa Hamka dan para tokoh segenerasinya bukanlah termasuk "sang pemula" dalam gerakan pembaharuan Islam di Indonesia dan Hamka dilahirkan ketika masyarakat Minangkabau meniti periode baru dalam sejarah sosialnya. Hamka adalah anak zamannya yang dilahirkan dan dibesarkan tokoh-tokoh yang mengukir sejarah Indonesia ketika gerakan reformasi Islam lahir dan menyebar di Indonesia. Hamka sebagai seorang ulama pemikir, muballigh, dan sastrawan bukan saja aktor di atas pentas sejarah tanah air, ia adalah hasil yang otentik dari lingkungan kesejarahan yang mengitari dirinya. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana peranan Hamka bagi perkembangan Muhammadiyah di Indonesia. Melalui studi kepustakaan dan wawancara di ketahui bahwa sejak zaman kolonial Belanda, Jepang, Orde Lama, dan Orde Baru terjadi perubahan dan perkembangan politik, agama, dan sosial budaya dalam masyarakat. Hamka dan Muhammadiyah tampil sebagai agen perubahan dan pembaharuan Islam di Indonesia dalam tatanan masyarakat maupun konstitisonal. Terdapat tiga hal yang diteliti mengenai peranan Hamka dalam Muhammadiyah. Pertama yaitu sikap intern anggota Muhammadiyah, yang dilakukan sesama anggota persyarikatan Muhammadiyah untuk mengembangkan organisasinya, anggota dan amal usaha yang dimilikinya. Kedua, sikap antar organisasi, yang dilakukan dengan organisasi sosial maupun keagamaan lain yang berlainan mazhab dan juga pemikiran-pemikiran. Ketiga, sikap dengan pemerintah, yang dilakukan dengan konsistensi dan etika dalam aktivitas politik sangat mempengaruhi pemerintahan karena harus ada ketegasan dalam membela kebenaran. KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, rasa syukur yang teramat dalam, kehadirat Robbul Izzati, Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kasih sayang-Nya serta shalawat dan salam tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut risalah-nya. Maka selesailah penyusunan skripsi dengan judul Peranan Hamka dalam Organisasi Muhammadiyah di Indonesia, yang sangat dibutuhkan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam. Meskipun terdapat halangan dan cobaan yang selalu menghampiri di setiap gerak langkah penyusunan skripsi ini, namun berkat pertolongan Allah yang maha pengasih dan penyayang, serta bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dan ini penulis jadikan suatu pelajaran yang sangat berarti, yang tak akan terlupakan dalam sejarah kehidupan pribadi penulis. Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapakan : ﺟَ ﺰَ ا آُُُُ ﻢُ ا ﷲُ ﺧَ ﻴْ ﺮَ ا تِ وَ ﺳَ ﻌَ ﺎ دَ ا تِ اﻟﺪﱡﻧْﻴَﺎ وَاْﻵﺧِﺮَة . ﺁ ِﻣْﻴﻦ Khusunya penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, para Pembantu Dekan, Ketua dan Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam beserta seluruh Staf Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan Ikhlas dan ridha membimbing dan mendidik penulis agar berusaha meningkatkan intelektual Islam pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam. 2. Bpk. Drs. Tarmidzy Idris, beliau Dosen Pembimbing Skripsi saya yang selalu bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan kontribusi ide maupun gagasannya selama proses penulisan skripsi berlangsung hingga selesai karya tulis terbaik saya. 3. Bpk. Drs. H.M. Ma’ruf Misbah, MA, beliau sebagai Kajur SPI dan Dosen Pembimbing Akademik saya, beliau terus memotivasi agar segera menyelesaikan skripsi ini. 4. Pimpinan dan seluruh Staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Iman Jama’, Perpustakaan DPRD DKI Jakarta, dan Perpustakaan Umum Daerah DKI Jakarta, yang telah memberikan pelayanan dan segala fasilitas selama penulisan skripsi ini. 5. Bpk. H. Rusydi Hamka yang dengan rela memberikan keluangan waktunya untuk memberikan informasi yang berharga dan bermanfaat bagi penulisan skripsi ini. 6. Pusat Kajian Hamka Universitas UHAMKA Jakarta dan Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta yang telah banyak memberikan penulis data-data yang sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Ayahanda H. Selamet Kana dan Ibunda Hj. Muhiyah yang tercinta, dengan penuh kesabarannya senantiasa memotivasi penulis agar tetap bersemangat tanpa kenal lelah selama menuntut ilmu pengetahuan di UIN Syarif Hidayatullah dan proses penulisan skripsi. 8. Kakanda Zayadi Mufty, Ubay Bahrum, Dian Farsiah, Umar Riza dan adinda Parid Andy, cinta untuk kalian yang telah memberikan bantuan dan motivasi yang besar untuk menyelesaikan kuliah. 9. Semua teman-teman penulis khususnya temanku: Ghazali, Sidik, Fakhrizal, Iqbal, Zulmi, Kholis, Testriono, Bahruddin, Baiquni, Aden, Diana, Santi, Ifah, Yuni, Ria, Olman, dan teman-temanku yang lainnya, yang penulis tidak sebutkan namanya satu persatu. Namun memberikan kenangan indah, mesra nan damai menyejukkan hati, ketika bersama-sama dengan kalian. 10. Yuta, PTM Six, PTM Perwira, PTM Wiraguna, PTM Sahabat, PTM Pos Fatmawati, PTM Goro, dan PTM IPDN yang telah memberikan semangat dan motivasi penulis. Demikianlah kiranya, segala kritik dan masukan demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi diri pribadi penulis dan bagi para pembaca umumnya. Wassalamu'alaikum Wr. Wb Jakarta, 28 Oktober 2008 Penulis DAFTAR ISI ABSTRAK................................................................................................................ .....i KATA PENGANTAR……………………………………………………………….ii DAFTAR ISI………………………………………………………………………...iv BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………....1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………………....... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………………..11 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………….12 D. Metode Penulisan………………………………………………….…12 E. Tinjauan Pustaka……………………………………………………..13 F. Sistematika Penulisan………………………………………………..16 BAB II. BIOGRAFI HAMKA…………………………………………………17 A. Sejarah dan Kepribadian Hamka…………………………………….17 B. Karya-Karya Hamka…………………………………………………23 C. Kondisi Sosial Masyarakat…………………………………………..25 BAB III. KETERLIBATAN HAMKA DALAM ORGANISASI MUHAMMADIYAH DI INDONESIA……………………………….32 A. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah………………………...32 B. Tujuan dan Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia…………...40 C. Jabatan Politik Hamka ……………………….……………………...43 1. Hamka dalam Muhammadiyah………………………………….43 2. Hamka dalam Partai Masyumi…………………………………..46 3. Hamka dalam MUI………………………………………………49 BAB IV. HAMKA DAN GERAKAN MUHAMMADIYAH DI INDONESIA………………………………………………………..56 A. Peranan Hamka dalam Bidang Politik……………………………….56 B. Peranan Hamka dalam Bidang Agama ……………………………...67 C. Peranan Hamka dalam Bidang Sosial Budaya ………………………74 BAB V. KESIMPULAN……………………………………………...................87 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….....93 LAMPIRAN…………………………………………………………………….…. .98 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah mencatat bahwa Islam merupakan suatu kerangka bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban di dunia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban yang telah dibentuk oleh dunia Islam pada abad pertengahan banyak melahirkan tokoh-tokoh ilmuan dari berbagai ilmu pengetahuan. Tetapi setelah abad ke-13 ketika Bagdad dihancurkan oleh Hulagu Khan pada 1258 M, membawa dampak yang negatif bagi dunia Islam. Peradaban dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan mengalami kemunduran termasuk di bidang keagamaan.1 Di kalangan umat Islam pada saat itu mereka yang menyadari tentang keadaan kaum muslimin dan menilai kenyataan
Recommended publications
  • Surrealist Painting in Yogyakarta Martinus Dwi Marianto University of Wollongong
    University of Wollongong Research Online University of Wollongong Thesis Collection University of Wollongong Thesis Collections 1995 Surrealist painting in Yogyakarta Martinus Dwi Marianto University of Wollongong Recommended Citation Marianto, Martinus Dwi, Surrealist painting in Yogyakarta, Doctor of Philosophy thesis, Faculty of Creative Arts, University of Wollongong, 1995. http://ro.uow.edu.au/theses/1757 Research Online is the open access institutional repository for the University of Wollongong. For further information contact the UOW Library: [email protected] SURREALIST PAINTING IN YOGYAKARTA A thesis submitted in fulfilment of the requirements for the award of the degree DOCTOR OF PHILOSOPHY from UNIVERSITY OF WOLLONGONG by MARTINUS DWI MARIANTO B.F.A (STSRI 'ASRT, Yogyakarta) M.F.A. (Rhode Island School of Design, USA) FACULTY OF CREATIVE ARTS 1995 CERTIFICATION I certify that this work has not been submitted for a degree to any other university or institution and, to the best of my knowledge and belief, contains no material previously published or written by any other person, except where due reference has been made in the text. Martinus Dwi Marianto July 1995 ABSTRACT Surrealist painting flourished in Yogyakarta around the middle of the 1980s to early 1990s. It became popular amongst art students in Yogyakarta, and formed a significant style of painting which generally is characterised by the use of casual juxtapositions of disparate ideas and subjects resulting in absurd, startling, and sometimes disturbing images. In this thesis, Yogyakartan Surrealism is seen as the expression in painting of various social, cultural, and economic developments taking place rapidly and simultaneously in Yogyakarta's urban landscape.
    [Show full text]
  • Gus Dur, As the President Is Usually Called
    Indonesia Briefing Jakarta/Brussels, 21 February 2001 INDONESIA'S PRESIDENTIAL CRISIS The Abdurrahman Wahid presidency was dealt a devastating blow by the Indonesian parliament (DPR) on 1 February 2001 when it voted 393 to 4 to begin proceedings that could end with the impeachment of the president.1 This followed the walk-out of 48 members of Abdurrahman's own National Awakening Party (PKB). Under Indonesia's presidential system, a parliamentary 'no-confidence' motion cannot bring down the government but the recent vote has begun a drawn-out process that could lead to the convening of a Special Session of the People's Consultative Assembly (MPR) - the body that has the constitutional authority both to elect the president and withdraw the presidential mandate. The most fundamental source of the president's political vulnerability arises from the fact that his party, PKB, won only 13 per cent of the votes in the 1999 national election and holds only 51 seats in the 500-member DPR and 58 in the 695-member MPR. The PKB is based on the Nahdlatul Ulama (NU), a traditionalist Muslim organisation that had previously been led by Gus Dur, as the president is usually called. Although the NU's membership is estimated at more than 30 million, the PKB's support is drawn mainly from the rural parts of Java, especially East Java, where it was the leading party in the general election. Gus Dur's election as president occurred in somewhat fortuitous circumstances. The front-runner in the presidential race was Megawati Soekarnoputri, whose secular- nationalist Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) won 34 per cent of the votes in the general election.
    [Show full text]
  • Muhammadiyah Cosmopolitan from Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship
    JOURNAL OF CRITICAL REVIEWS ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 05, 2020 Muhammadiyah Cosmopolitan From Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship Isa Anshori, Muhammad, Arfan Mu’ammar Universita Muhammadiyah Surabaya, Indonesia Corresponding email: [email protected] Received: 28 February 2020 Revised and Accepted: 06 March 2020 Abstract Muhammadiyah as a social-religious movement in Indonesia has been was over century and has many faces like Nakamura saids. A lot of activities that have been carried out by Muhammadiyah as a socio- religious movement based on tauhid ( aqidah Islamiyah) through Islamic purification (tajrid) and in the other sides through modernity (tajdid) that’s puts forward enjoining whats is right and forbidding whats is wrong (amar ma’ruf nahi mungkar) as a theological bases (teologi al-ma’un). Have a lot of evidences shown in Muhammadiyah socio- religious movement in Indonesia, but the biggest challages is the ability to maintain the existence of and answered a range of challenges that are local and global (relations between islam and democration), pluralism, human rights and the marginals. Through tajdid Muhammadiyah has proven ability in respond of Islamic problems in Indonesia since before the independence of up to the twenty-first century.in a way to do interpretation of his base theologious through a shift paradigm in theologies and socio- religious movement (Thomas Kuhn). In fact, Muhammadiyah move forward with transformation of theological bases from theocentris to antrophocentris (Hasan Hanafi).Thus various issues on religious movement,political like nation-state wich is local or global had answered by Muhammadiyah with his theological bases and the charity efforts like educations, hospitals and the orphanage.
    [Show full text]
  • Nasionalisme Islam: Telaah Pemikiran Dan Kiprah Hadji Agus Salim
    NASIONALISME ISLAM: TELAAH PEMIKIRAN DAN KIPRAH HADJI AGUS SALIM Novizal Wendry [email protected] Dosen Jurusan Syariah STAIN Padangsidimpuan Abstrak Hadji Agus Salim adalah salah seorang tokoh nasionalis Islam yang hidup dalam tiga zaman, Belanda, Jepang, dan awal kemerdekaan. Pemikiran nasionalisme Islam Salim dipengaruhi oleh pendidikan sekuler Belanda dan interaksinya dengan tokoh pembaharu lintas Negara seperti Jamaluddin al-Afgani dan karya-karya tokoh pembaharu Negara lainnya ketika ia menjadi penerjemah pada konsulat Belanda di Jeddah tahun 1906. Nasionalisme Islam yang digusung oleh Salim berkeinginan untuk memperjuangkan hak-hak kemerdekaan yang telah dirampas oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan asas-asas Islam. Nasionalisme Islam ini berbeda dengan nasionalisme sekuler yang digusung oleh Soekarno dan Hatta, karena memisahkan antara nasionalisme dengan agama. Haji Agus Salim is one of Islamic nationalist leaders who lived in three regimes; the Netherlands, Japan, and early Indonesian independence. Salim’s thought was influenced by the Dutch secular education and his interaction with transnational reformers like Jamaluddin al-Afgani and the works of other reformers when he became a translator at the Dutch consulate in Jeddah in 1906. Islamic Nationalism formulated by Salim wanted to fight the rights of freedom that has been seized by the Dutch government based on Islamic principles. Islamic nationalism was different from secular nationalism formulated by Sukarno and Hatta, when the second separated between nationalism and religion. Kata Kunci: Nasionalis Islam; Nasionalis Liberal; Agus Salim. Pengantar Hadji Agus Salim adalah sosok yang populer bagi masyarakat Indonesia. Nama ini telah dikenalkan kepada seluruh anak bangsa ini semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas sebagai salah seorang Pahlawan Nasional.
    [Show full text]
  • Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau Dalam Novel
    KRITIK BUYA HAMKA TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Filsafat Islam Oleh: Kholifatun NIM 11510062 PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016 MOTTO Kehidupan itu laksana lautan: “Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi”. (Buya Hamka) vi PERSEMBAHAN “Untuk almamaterku UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam program studi Filsafat Agama” “Untuk kedua orang tuaku bapak Sukasmi dan mamak Surani” “Untuk calon imamku mas M. Nur Arifin” vii ABSTRAK Kholifatun, 11510062, Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) Skripsi, Yogyakarta: Program Studi Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015/2016. Novel adalah salah satu karya sastra yang dapat menjadi suatu cara untuk menyampaikan ideologi seseorang. Pengarang menciptakan karyanya sebagai alat untuk menyampaikan hasil dari pengamatan dan pemikirannya. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara penyampaian serta gaya bahasa yang ia gunakan dalam karyanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa pemikiran Hamka di balik novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dengan latar belakang seorang agamawan, bagaimana Buya Hamka menyikapi adat Minangkabau yang bersistem matrilineal. Untuk menganalisis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini metode yang digunakan adalah metode analisis wacana kritis Norman Fairclough.
    [Show full text]
  • What Is Indonesian Islam?
    M. Laffan, draft paper prepared for discussion at the UCLA symposium ‘Islam and Southeast Asia’, May 15 2006 What is Indonesian Islam? Michael Laffan, History Department, Princeton University* Abstract This paper is a preliminary essay thinking about the concept of an Indonesian Islam. After considering the impact of the ideas of Geertz and Benda in shaping the current contours of what is assumed to fit within this category, and how their notions were built on the principle that the region was far more multivocal in the past than the present, it turns to consider whether, prior to the existance of Indonesia, there was ever such a notion as Jawi Islam and questions what modern Indonesians make of their own Islamic history and its impact on the making of their religious subjectivities. What about Indonesian Islam? Before I begin I would like to present you with three recent statements reflecting either directly or indirectly on assumptions about Indonesian Islam. The first is the response of an Australian academic to the situation in Aceh after the 2004 tsunami, the second and third have been made of late by Indonesian scholars The traditionalist Muslims of Aceh, with their mystical, Sufistic approach to life and faith, are a world away from the fundamentalist Islamists of Saudi Arabia and some other Arab states. The Acehnese have never been particularly open to the bigoted "reformism" of radical Islamist groups linked to Saudi Arabia. … Perhaps it is for this reason that aid for Aceh has been so slow coming from wealthy Arab nations such as Saudi Arabia.1 * This, admittedly in-house, piece presented at the UCLA Colloquium on Islam and Southeast Asia: Local, National and Transnational Studies on May 15, 2006, is very much a tentative first stab in the direction I am taking in my current project on the Making of Indonesian Islam.
    [Show full text]
  • Fragility, Aid, and State-Building
    Fragility, Aid, and State-building Fragile states pose major development and security challenges. Considerable international resources are therefore devoted to state-building and institutional strengthening in fragile states, with generally mixed results. This volume explores how unpacking the concept of fragility and studying its dimensions and forms can help to build policy-relevant under- standings of how states become more resilient and the role of aid therein. It highlights the particular challenges for donors in dealing with ‘chronically’ (as opposed to ‘temporarily’) fragile states and those with weak legitimacy, as well as how unpacking fragility can provide traction on how to take ‘local context’ into account. Three chapters present new analysis from innovative initiatives to study fragility and fragile state transitions in cross- national perspective. Four chapters offer new focused analysis of selected countries, drawing on comparative methods and spotlighting the role of aid versus historical, institu- tional and other factors. It has become a truism that one-size-fits-all policies do not work in development, whether in fragile or non-fragile states. This should not be confused with a broader rejection of ‘off-the-rack’ policy models that can then be further adjusted in particular situations. Systematic thinking about varieties of fragility helps us to develop this range, drawing lessons – appropriately – from past experience. This book was originally published as a special issue of Third World Quarterly, and is available online as an Open Access monograph. Rachel M. Gisselquist is a political scientist and currently a Research Fellow with UNU-WIDER. She works on the politics of the developing world, with particular attention to ethnic politics and group-based inequality, state fragility, governance and democratiza- tion in sub-Saharan Africa.
    [Show full text]
  • National Heroes in Indonesian History Text Book
    Paramita:Paramita: Historical Historical Studies Studies Journal, Journal, 29(2) 29(2) 2019: 2019 119 -129 ISSN: 0854-0039, E-ISSN: 2407-5825 DOI: http://dx.doi.org/10.15294/paramita.v29i2.16217 NATIONAL HEROES IN INDONESIAN HISTORY TEXT BOOK Suwito Eko Pramono, Tsabit Azinar Ahmad, Putri Agus Wijayati Department of History, Faculty of Social Sciences, Universitas Negeri Semarang ABSTRACT ABSTRAK History education has an essential role in Pendidikan sejarah memiliki peran penting building the character of society. One of the dalam membangun karakter masyarakat. Sa- advantages of learning history in terms of val- lah satu keuntungan dari belajar sejarah dalam ue inculcation is the existence of a hero who is hal penanaman nilai adalah keberadaan pahla- made a role model. Historical figures become wan yang dijadikan panutan. Tokoh sejarah best practices in the internalization of values. menjadi praktik terbaik dalam internalisasi However, the study of heroism and efforts to nilai. Namun, studi tentang kepahlawanan instill it in history learning has not been done dan upaya menanamkannya dalam pembelaja- much. Therefore, researchers are interested in ran sejarah belum banyak dilakukan. Oleh reviewing the values of bravery and internali- karena itu, peneliti tertarik untuk meninjau zation in education. Through textbook studies nilai-nilai keberanian dan internalisasi dalam and curriculum analysis, researchers can col- pendidikan. Melalui studi buku teks dan ana- lect data about national heroes in the context lisis kurikulum, peneliti dapat mengumpulkan of learning. The results showed that not all data tentang pahlawan nasional dalam national heroes were included in textbooks. konteks pembelajaran. Hasil penelitian Besides, not all the heroes mentioned in the menunjukkan bahwa tidak semua pahlawan book are specifically reviewed.
    [Show full text]
  • Friend - Wahid
    Foreign Policy Research Institute E-Notes A Catalyst for Ideas Distributed via Email and Posted at www.fpri.org January 2010 ABDURRAHMAN WAHID, THE INDONESIAN REPUBLIC, AND DYNAMICS IN ISLAM By Theodore Friend Abdurrahman Wahid, known as Gus Dur, died on 30 December 2009 at the age of sixty-nine. The genial complexity of his character, which drew millions to him, was not adequate to the pressures of the presidency. But his life, career, and elements of caprice contain abundant clues for anyone who would understand modern Sufism, global Islam, and the Republic of Indonesia. Premises of a Republic Wahid was five years old in 1945 at the time of Indonesia’s revolutionary founding as a multi-confessional republic. Sukarno, in shaping its birth, supplied the five principles of its ideology: nationalism, international humanity, consensus democracy, social justice, and monotheism. Hatta, his major partner, helped ensure freedom of worship not only for Muslims but for Catholics and Protestants, Hindus and Buddhists, with Confucians much later protected under Wahid as president. The only thing you could not be as an Indonesian citizen was an atheist. Especially during and after the killings of 1965-66, atheism suggested that one was a communist. In this atmosphere, greatly more tolerant than intolerant, Wahid grew up, the son of the Minister of Religious Affairs under Sukarno, and grandson of a founder of Nahdlatul Ulama (NU) in 1926—a traditionalistic and largely peasant-oriented organization of Muslims, which now claims 40 million members. Wahid himself was elected NU’s chairman, 1984-1999, before becoming, by parliamentary election, President of the Republic, 1999-2001.
    [Show full text]
  • A REAL THREAT from WITHIN: Muhammadiyah's Identity
    Suaidi Asyari A REAL THREAT FROM WITHIN: Muhammadiyah’s Identity Metamorphosis and the Dilemma of Democracy Suaidi Asyari IAIN Sulthan Thaha Saifuddin - Jambi Abstract: This paper will look at Muhammadiyah as a constantly metamorphosing organism from which have grown modernist-reformist, liberalist progressive, political pragmatist and potentially violent fundamentalist-radical Muslims. It will argue that the trajectory passed by and the victory of the radical-puritan element in the National Congress 2005 can potentially become an obstacle for Muhammadiyah's involvement in the process of implementing democratic values in Indonesia in the future. To keep watching Muhammadiyah’s trajectory is crucially important due to the fact that this organization is one of the powerful forces in the world toward the democratization process. In order to be on the right track of democracy, Muhammadiyah has to be able to cope with its internal disputes over democratic values. Only by means of coping with these internal disputes can this organization ensure its role in propagating and disseminating democratic ideas as well as practices in Indonesia. Keywords: Muhammadiyah, metamorphoses, identity, democracy Introduction: An Overview of Muhammadiyah To date, Muhammadiyah has been plausibly assumed to be a moderate Islamic organization which is in a similar position to Nahdlatul Ulama (NU) and does not have any connections with radical individuals or organizations that could be associated with radical Islamic ideology. This paper will I argue that there are some important 18 JOURNAL OF INDONESIAN ISLAM Volume 01, Number 01, June 2007 Muhammadiyah and the Dilemma of Democracy factors that have been overlooked or ignored in this understanding of Muhammadiyah.
    [Show full text]
  • The West Papua Dilemma Leslie B
    University of Wollongong Research Online University of Wollongong Thesis Collection University of Wollongong Thesis Collections 2010 The West Papua dilemma Leslie B. Rollings University of Wollongong Recommended Citation Rollings, Leslie B., The West Papua dilemma, Master of Arts thesis, University of Wollongong. School of History and Politics, University of Wollongong, 2010. http://ro.uow.edu.au/theses/3276 Research Online is the open access institutional repository for the University of Wollongong. For further information contact Manager Repository Services: [email protected]. School of History and Politics University of Wollongong THE WEST PAPUA DILEMMA Leslie B. Rollings This Thesis is presented for Degree of Master of Arts - Research University of Wollongong December 2010 For Adam who provided the inspiration. TABLE OF CONTENTS DECLARATION................................................................................................................................ i ACKNOWLEDGEMENTS ............................................................................................................. ii ABSTRACT ...................................................................................................................................... iii Figure 1. Map of West Papua......................................................................................................v SUMMARY OF ACRONYMS ....................................................................................................... vi INTRODUCTION ..............................................................................................................................1
    [Show full text]
  • Buya Hamka Dan Mohammad Natsir Tentang Pendidikan Islam Abdul Nashir*
    Buya Hamka dan Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam Abdul Nashir* Abstrak Pendidikan Islam dewasa ini ditengarai banyak pihak masih bersifat parsial, karena belum diarahkan kepada pembentukan insan kamil. Perhatian yang kurang terhadap keseimbangan antara aspek spiritual dan intelektual menyebab- kan produk pendidikan saat ini belum bisa dianggap sebagai manusia yang seutuhnya melainkan manusia yang individualis, materialis, dan pragmatis. Di samping itu sistem Pendidikan Islam sering kali berjalan apa adanya, alami, dan tradisional, karena dilakukan tanpa perencanaan konsep yang matang. Akibatnya, mutu Pendidikan Islam kurang menggembirakan. Artikel ini mencoba untuk memaparkan konsep Pendidik- an Islam menurut dua orang pemikir Pendidikan Islam yaitu Buya Hamka dan Moh. Natsir. Mereka mempunyai latar belakang yang berbeda meskipun hidup di zaman yang sama. Persamaan dan perbedaan konsep pendidikan menurut Buya Hamka dan Moh. Natsir, serta kontribusi pemikirannya bagi dunia Pendidikan Islam di Indonesia saat ini sangat menarik untuk dicermati. Kata Kunci: Konsepsi, dikotomi, intelektualitas, spiritualitas, islamisasi Muqoddimah Pendidikan pada akhir-akhir ini memiliki beberapa permasalahan. Pendidikan kurang menekankan adanya keseimbangan antara aspek spiritual dan intelektual. Sehingga, manusia sebagai produk pendidikan saat ini bukanlah utuh layaknya khalifah di bumi, melainkan manusia yang individualis, materialis, pragmatis. Akibatnya yang kuat menindas yang lemah, yang berwenang sewenang-wenang dan yang berkuasa bertindak tanpa ingat dosa dan siksa.1 * Alumni FT PAI ISID Gontor (2006) 1Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghozali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustka Pelajar, 1995) p. 3 59 Buya Hamka dan Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam Oleh karena itu perlu diadakan rekonstruksi pendidikan dengan mengadakan perubahan dalam sistem pendidikan guna menghasilkan perubahan pada masyarakat. Sehingga pada akhirnya tercapai tujuan utama yaitu membentuk masyarakat muslim, mu’min, muhsin, kafah yang layak menjadi khalifah di bumi Allah.
    [Show full text]