Nasionalisme Islam: Telaah Pemikiran Dan Kiprah Hadji Agus Salim

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Nasionalisme Islam: Telaah Pemikiran Dan Kiprah Hadji Agus Salim NASIONALISME ISLAM: TELAAH PEMIKIRAN DAN KIPRAH HADJI AGUS SALIM Novizal Wendry [email protected] Dosen Jurusan Syariah STAIN Padangsidimpuan Abstrak Hadji Agus Salim adalah salah seorang tokoh nasionalis Islam yang hidup dalam tiga zaman, Belanda, Jepang, dan awal kemerdekaan. Pemikiran nasionalisme Islam Salim dipengaruhi oleh pendidikan sekuler Belanda dan interaksinya dengan tokoh pembaharu lintas Negara seperti Jamaluddin al-Afgani dan karya-karya tokoh pembaharu Negara lainnya ketika ia menjadi penerjemah pada konsulat Belanda di Jeddah tahun 1906. Nasionalisme Islam yang digusung oleh Salim berkeinginan untuk memperjuangkan hak-hak kemerdekaan yang telah dirampas oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan asas-asas Islam. Nasionalisme Islam ini berbeda dengan nasionalisme sekuler yang digusung oleh Soekarno dan Hatta, karena memisahkan antara nasionalisme dengan agama. Haji Agus Salim is one of Islamic nationalist leaders who lived in three regimes; the Netherlands, Japan, and early Indonesian independence. Salim’s thought was influenced by the Dutch secular education and his interaction with transnational reformers like Jamaluddin al-Afgani and the works of other reformers when he became a translator at the Dutch consulate in Jeddah in 1906. Islamic Nationalism formulated by Salim wanted to fight the rights of freedom that has been seized by the Dutch government based on Islamic principles. Islamic nationalism was different from secular nationalism formulated by Sukarno and Hatta, when the second separated between nationalism and religion. Kata Kunci: Nasionalis Islam; Nasionalis Liberal; Agus Salim. Pengantar Hadji Agus Salim adalah sosok yang populer bagi masyarakat Indonesia. Nama ini telah dikenalkan kepada seluruh anak bangsa ini semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas sebagai salah seorang Pahlawan Nasional. Ia sering disandingkan dengan dua orang tokoh proklamator, Soekarno-Hatta dan tokoh pahlawan nasional lainnya. Namun, jika ditanya lagi tentang pokok-pokok pikiran serta pengaruhnya dalam pergerakan nasional dan dalam kancah internasional, tentu hanya sedikit yang mengetahuinya. Dilihat rentang waktu kehidupan Hadji Agus Salim diketahui bahwa ia hidup pada tiga zaman; zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, dan era awal 1 | P a g e kemerdekaan. Tak pelak lagi bahwa Hadji Agus Salim mengecap pahitnya penjajahan dan beratnya perjuangan Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka. Kecerdasan dan gebrakan berharga dilakukan oleh Hadji Agus Salim akan selalu dinikmati selama bangsa ini ada. Hamka antara lain mengatakan bahwa Agus Salim adalah sosok yang cerdas dan jarang dilahirkan Tuhan ke dunia ini. Jauh sebelumnya, Kartini tahun 1904 juga mengakui kecerdasan Agus Salim meski ia belum pernah berjumpa dengannya. Namun kenyataannya saat ini, sosok yang brilian ini seakan-akan tenggelam dalam deretan nama-nama pahlawan Nasional lainnya. Hal tersebut penulis buktikan ketika melacak literatur terkait biografi dan pemikiran Salim di beberapa toko buku terkemuka seperti Gramedia, buku khusus tentang Hadji Agus Salim tidak ditemukan. Penulis menemukan banyak buku tentang biografi dan pemikiran tokoh seperti Soekarno, Mohammad Hatta, KH Ahmad Dahlan, HOS. Tjokroaminoto, Tan Malaka, dan pahlawan nasional lainnya. Tak salah jika Siti Ruhaini Dzuhayatin memprediksi hal ini disebabkan oleh dua faktor, pertama tradisi penulisan sejarah Indonesia yang kental dengan tradisi politik dan militer daripada sejarah peradaban dan kedua minimnya dokumentasi gagasan tokoh secara utuh.1 Tulisan ini mencoba mengungkap sosok Hadji Agus Salim, serta peran dan pokok-pokok pemikirannya yang berarti bagi bangsa Indonesia. Agus Salim; dari Europesche Lagere School (ELS) hingga Cornell University Agus Salim kecil diberi nama oleh ayahnya sebagai Mashudul Haq, berarti pembela kebenaran. Ia lahir di Koto Gadang2 Bukittinggi Sumatera Barat pada tanggal 8 Oktober 1884 dari pasangan Sutan Muhammad Salim dan Siti Zainab. Ayah Salim, Sutan Muhammad Salim adalah seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda, tepatnya sebagai hoofd’jaksa pada Landraad di Riau en Onderhorigeden (jaksa tinggi pada Pengadilan Negeri Riau).3 Sebagai seorang yang dekat dengan pemerintah ketika itu, ia berkesempatan memasukkan anaknya pada sekolah sekuler Belanda pada tahun 1891. Diakui oleh Salim seperti yang dikutip oleh Deliar Noer, bagi kalangan tradisional atau masyarakat awam di Minangkabau, menyekolahkan anak 1 Siti Ruhaini Dzuhayatin, “Lebih Maju dari Pandangan Kartini”, dalam St. Sularto (ed.), H. Agus Salim (1884-1954) tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 70. 2Koto Gadang pada penghujung abad XIX hingga awal XX merupakan daerah yang maju. Menurut Elizabeth E. Graves, daerah ini tempat berhimpunnya orang pandai. Sampai tahun 1915, sebanyak 165 orang tercatat sebagai pegawai pemerintah, 79 orang bekerja di luar Minangkabau serta 72 orang fasih berbahasa Belanda. Lebih hebat lagi, tahun 1942, sekitar 40 orang putra Koto Gadang lulus sekolah tinggi kedokteran Stovia Belanda. Rohana Kudus dan Agus Salim adalah kelahiran daerah ini. Baca Elizabeth E. Graves, Asal Usul Elite Minangkabau Modern, Respons terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX, terj. Novi Andri dkk., (Jakarta, Yayasan Obor Jakarta, 2007), hlm. 245. Lihat juga http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/27/the-grand-old-man-jalan-perjuangan-h- agus-salim/, diakses 26 Maret 2012. 3Adreas Yoga Prasetyo, “Menelusuri Jejak Nasionalisme Haji Agus Salim,” dalam St. Sularto (ed.), H. Agus Salim (1884-1954) tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 145. 2 | P a g e pada sekolah Barat atau pemerintah Belanda ketika itu sama halnya dengan masuk sekolah kristen. Hal tersebut sangat naif, karena beresiko beralih agama menjadi kristen. Berdasarkan tradisi ketika itu, masyarakat awam menyekolahkan anak- anaknya pada sekolah tradisional yang didirikan oleh pribumi yang mengajarkan pelajaran agama saja. Hal inilah yang menyebabkan ayah Salim mendapatkan tekanan dari familinya karena memasukkan Salim dan adiknya pada sekolah Belanda.4 Salim menyelesaikan jenjang pendidikan dasarnya pada Europesche Lagere School (ELS) tahun 1898 kemudian melanjutkan pendidikannya pada Hogere Burger School (HBS) di Jakarta. Ayah Salim menitipkannya di rumah Prof. TH Kock. Pelayan Prof. TH Kock, memanggil Salim dengan sebutan “Gus”, berarti putera yang bagus. Kemudian orang Belanda memanggilnya dengan August, sehingga akhirnya ia populer dengan sebutan Agus Salim yang dinisbahkan kepada kata terakhir nama ayahnya. Salim berhasil menyelesaikan HBS tahun 1903. Ia memeroleh nilai tertinggi, bahkan tertinggi dari tiga HBS yang ada di pulau Jawa (Jakarta, Semarang, dan Surabaya) ketika itu. Ia menguasai sembilan bahasa asing, antara lain Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Arab, Turki, dan Jepang. Atas hasil ini, Salim berkeinginan melanjutkan pada Kedokteran di Belanda. Melihat kemajuan dan keinginan kuat anaknya, ayah Salim mengajukan permohonan beasiswa (gilijkgesteld) bagi anaknya yang bukan keturunan Eropa. Tahun 1904, permohonan penyamaan status tersebut dikabulkan, namun bukan dalam bentuk beasiswa.5 Permohonan ayah Salim ini menguatkan tesis, bahwa ciri masyarakat kolonial Hindia Belanda adalah eksploitatif dalam bidang ekonomi dan serba diskriminatif dalam lapangan sosial seperti pendidikan.6 Pada saat bersamaan, prestasi Salim ini diketahui oleh Kartini. Kartini yang ketika itu mendapat tawaran sekolah ke Belanda “terpaksa” tidak mengambilnya karena alasan adat, ia seorang wanita dan kebetulan telah bertunangan ketika itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang Jawa Tengah. Kemudian Kartini menulis sebuah surat kepada Nyonya Abendanon—isteri pengelola beasiswa pemerintah Belanda ketika itu—agar bantuan sebesar f 4.800 Golden dapat dialihkan kepada orang lain meskipun belum pernah dilihat dan dikenalnya. Kartini menyatakan dalam suratnya: “Kami menaruh perhatian besar kepada seorang anak muda dan ingin melihat dia bahagia. Namanya Salim, seorang anak Sumatera dari Riau. Tahun ini ia lulus ujian HBS sebagai nomor satu dari ketiga HBS. Ia ingin sekali ke Holland…kami akan merasa bahagia, jika dapat membikin orang lain bahagia, 4Keterangan Agus Salim ini berdasarkan seminar yang ia sampaikan pada Cornell University tanggal 20 Februari 1953, lihat Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1996), h. 9. 5Adreas Yoga Prasetyo, “Menelusuri Jejak Nasionalisme Haji Agus Salim”, h. 146-147. 6M. Masyhur Amin, Saham HOS Tjokroaminoto dalam Kebangunan Islam dan Nasionalisme di Indonesia, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1980), h. 8. 3 | P a g e yang mempunyai cita-cita dan perasaan yang sama dengan kami…Salim sendiri tidak tahu mengenai permintaan kami ini…”7 Pemerintah Hindia Belanda menolak permohonan ini, karena pada prinsipnya subsidi tersebut diberikan secara pribadi kepada Kartini dan adiknya Roekmini serta tidak bisa dioperkan kepada orang lain.8 Kemudian Salim mendapat tawaran bekerja sebagai penerjemah pada konsulat Belanda di Jeddah tahun 1906.9 Ayah Salim mendukung tawaran ini. Selain bekerja sebagai penerjemah (dragoman), ia banyak belajar agama kepada Syaikh Ahmad Khatib yang kebetulan saudara sepupu ayahnya.10 Posisi Syaikh Ahmad Khatib di Makah berfungsi sebagai jembatan antara tradisi dan inovasi. Yudi Latif mengibaratkannya sebagai perantara (liminal), sebagai bidan bagi kelahiran generasi ulama dan intelektual reformis modernis masa depan Indonesia seperti halnya Salim.11
Recommended publications
  • Muhammadiyah Cosmopolitan from Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship
    JOURNAL OF CRITICAL REVIEWS ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 05, 2020 Muhammadiyah Cosmopolitan From Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship Isa Anshori, Muhammad, Arfan Mu’ammar Universita Muhammadiyah Surabaya, Indonesia Corresponding email: [email protected] Received: 28 February 2020 Revised and Accepted: 06 March 2020 Abstract Muhammadiyah as a social-religious movement in Indonesia has been was over century and has many faces like Nakamura saids. A lot of activities that have been carried out by Muhammadiyah as a socio- religious movement based on tauhid ( aqidah Islamiyah) through Islamic purification (tajrid) and in the other sides through modernity (tajdid) that’s puts forward enjoining whats is right and forbidding whats is wrong (amar ma’ruf nahi mungkar) as a theological bases (teologi al-ma’un). Have a lot of evidences shown in Muhammadiyah socio- religious movement in Indonesia, but the biggest challages is the ability to maintain the existence of and answered a range of challenges that are local and global (relations between islam and democration), pluralism, human rights and the marginals. Through tajdid Muhammadiyah has proven ability in respond of Islamic problems in Indonesia since before the independence of up to the twenty-first century.in a way to do interpretation of his base theologious through a shift paradigm in theologies and socio- religious movement (Thomas Kuhn). In fact, Muhammadiyah move forward with transformation of theological bases from theocentris to antrophocentris (Hasan Hanafi).Thus various issues on religious movement,political like nation-state wich is local or global had answered by Muhammadiyah with his theological bases and the charity efforts like educations, hospitals and the orphanage.
    [Show full text]
  • A REAL THREAT from WITHIN: Muhammadiyah's Identity
    Suaidi Asyari A REAL THREAT FROM WITHIN: Muhammadiyah’s Identity Metamorphosis and the Dilemma of Democracy Suaidi Asyari IAIN Sulthan Thaha Saifuddin - Jambi Abstract: This paper will look at Muhammadiyah as a constantly metamorphosing organism from which have grown modernist-reformist, liberalist progressive, political pragmatist and potentially violent fundamentalist-radical Muslims. It will argue that the trajectory passed by and the victory of the radical-puritan element in the National Congress 2005 can potentially become an obstacle for Muhammadiyah's involvement in the process of implementing democratic values in Indonesia in the future. To keep watching Muhammadiyah’s trajectory is crucially important due to the fact that this organization is one of the powerful forces in the world toward the democratization process. In order to be on the right track of democracy, Muhammadiyah has to be able to cope with its internal disputes over democratic values. Only by means of coping with these internal disputes can this organization ensure its role in propagating and disseminating democratic ideas as well as practices in Indonesia. Keywords: Muhammadiyah, metamorphoses, identity, democracy Introduction: An Overview of Muhammadiyah To date, Muhammadiyah has been plausibly assumed to be a moderate Islamic organization which is in a similar position to Nahdlatul Ulama (NU) and does not have any connections with radical individuals or organizations that could be associated with radical Islamic ideology. This paper will I argue that there are some important 18 JOURNAL OF INDONESIAN ISLAM Volume 01, Number 01, June 2007 Muhammadiyah and the Dilemma of Democracy factors that have been overlooked or ignored in this understanding of Muhammadiyah.
    [Show full text]
  • KH Ahmad Dahlan
    107 tahun K.H. Ahmad Dahlan [1] [2] K.H. Ahmad Dahlan K.H. Ahmad Dahlan ( 1868 - 1923 ) Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan K.H. Ahmad Dahlan ( 1868 - 1923 ) Pengantar : R. Tjahjopurnomo Kepala Museum Kebangkitan Nasional Penulis: Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, Prof. Dr. Djoko Marihandono, Tim Museum Kebangkitan Nasional Editor: Prof. Dr. Djoko Marihandono, Desain dan Tata Letak: Sukasno ISBN 978-602-14482-8-1 Diterbitkan: Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [2] K.H. Ahmad Dahlan KATA SAMBUTAN KEPALA MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan mengucap Syukur ke hadirat Allah swt, berkat Rahmat dan Karunia-Nya, buku yang berjudul K.H. Ahmad Dahlan Perintis Modernisasi di Indonesia dapat diterbitkan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan dan selesai tepat pada waktunya. Hal ini merupakan suatu prestasi yang luar biasa mengingat persiapan yang dilakukan tidak begitu lama. Oleh karena itu, terima kasih saya ucapkan atas prestasi, jerih payah, dan usaha yang dilakukan oleh mereka yang menangani persiapan penerbitan ini. Selain itu, terima kasih juga saya ucapkan kepada para kontributor, yakni Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Djoko Marihandono, Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dan Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed, sekretaris umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020 yang juga dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta yang telah bersusah payah menyiapkan tulisan ini. Dengan terbitnya buku ini, satu tulisan tentang jasa pahlawan sudah diterbitkan lagi oleh Museum Kebangkitan Nasional di samping pahlawan- pahlawan lain yang sudah berhasil ditulis jasanya dan diterbitkan.
    [Show full text]
  • Sun Nan Ka Alijaga A
    PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H. AHMAD DAHLAN TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME STATE ISLAMIC UNIVERSITY SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA OLEH: MU’ARIF, S.Pd.I. NIM: 1220410023 TESIS Diajukan Kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperolah Gelar MaM ster of Art Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Studi Pemikiran Pendidikan Islam YOGYAKARTA 2017 i PERNYATAAN KEASLIAI'.; Yang bertanda tangaa di bawah ini: Nama : Mu'arif, S.Pd.I MM : 1220410023 Jenjang : Magister Program Studi : Pendidikan lslam Konsentrasi : Pemikiran Pendidikan Islam menyatakan, bahwa naskah tesis ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecriali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Yogyakarta, 18 Agustus 2016 ** -ons menyatakan, Mu'arif, S.Pd,I. NIIM: 1220410023 F] PERT\ YATAAN BEBAS PLAGIASI Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mu'arit S.Pd.I NIM : 1220410023 Jenjang : Magister Program Studi : Pendidikan Islam Konsentrasi : Pemikirlnn Pendidikan Islam menyatakan, bahwa naskah tesis ini secara keseluruhaa adalah hasil penelitiar/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbemya. Yogyakarta, 18 Agustus 2016 Mu'arif, S.Pd.[. NIM: 1220410023 lI F KEMBNTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA UIN SUNAN KALUAGA YOGYAKARTA PASCASARIANA PENGESAIIAN Tesis berjudul : PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H. AHMAD DAHLAN TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESryISME Nama : Mu'arif, S.Pd.I. NIM :1220410023 Prodi : Pendidikan Islam Konsentrasi : Pemikiran Pendidikan Islam Tanggal Ujian : 19 Agustus 2016 Telah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) NIP:19711207 199503 I 1V PERSETUJUAI\ TIM PENGUJI UJIAI\ TESIS Tesisberjudul : PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H. AHMAD DAHLAN TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME Nama Mu'arif, S.Pd.I. NIM 1220410023 Prodi Pendidikan Islam Konsentrasi PemikiranPendidikan Telahdisetuj uitimpenguj iuj ianmunaqosah Ketua : ( Pembimbing/Penguji : ( Penguji Diuji di Yogyakarta padatanggal 19 Agustus 2016 Waktu : 15.00 s.d.
    [Show full text]
  • Cultivation of Character According K.H. Ahmad Dahlan in Early Childhood
    The First International Conference on Child - Friendly Education CULTIVATION OF CHARACTER ACCORDING K.H. AHMAD DAHLAN IN EARLY CHILDHOOD 1Dewi Eko Wati 1PG PAUD Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta [email protected] Abstract Cultivation of character in the world of education becomes obligatory for education not only makes students become intelligent but also behaved so well that he became personally meaningful and useful. Planting begins character of Early Childhood Education to the level of Higher Education. With embedded code from an early age are expected to fundamental problems in education related to moral behavior and students can be addressed and is formed of qualified human resources, which has the insight, intellectual, personality, responsibility, innovative, creative, and independent. Planting this character becomes a very important concern for K.H. Ahmad Dahlan. Their Kindergarten Busthanul Athfal is evidence of concern to the world of early childhood education. K.H. Ahmad Dahlan is the founder of Muhammadiyah Persyarikatan. Muhammadiyah has now developed into one of the largest Islamic social organization in Indonesia. The object is to build the missionary movement Muhammadiyah soul and spirit of renewal at all levels of society. This is the process of character education that do K.H. Ahmad Dahlan. According K.H. Ahmad Dahlan students' character development is a priority that can not be compromised in the learning process. Education alone is not the only intellectual but also form a good character in children. Basic moral education (characters) K.H. Ahmad Dahlan based on the teachings of Islam consists of faith, science, and charity. There are three cultivation of character according K.H.
    [Show full text]
  • Peranan Kiai Haji Mas Mansur Dalam Muhammadiyah Tahun 1921-1946
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANAN KIAI HAJI MAS MANSUR DALAM MUHAMMADIYAH TAHUN 1921-1946 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: ALPIAN NIM: 051314015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANAN KIAI HAJI MAS MANSUR DALAM MUHAMMADIYAH TAHUN 1921-1946 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: ALPIAN NIM: 051314015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO “Quod libentissime accepi, libentissisme et dabo” (apa yang dengan gembira saya terima, dengan gembira pula saya bagikan). Janganlah cemas dan gelisah memikirkan masa yang akan datang, burung-burung di udara, tak menabur tak menuai namun diberi makan, apalagi kita manusia. Kejeniusan adalah hasil dari 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Aku mengenalmu agar kamu dikenal, aku menulismu agar kamu tertulis, aku mengenangmu agar kamu dikenang, aku mengingatmu agar kamu diingat, aku mencintaimu agar kamu dicintai. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini aku persembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbing langkahku, menuntun, memberi kekuatan dan ketabahan padaku dalam menghadapi berbagai hal yang aku hadapi. Buat papa ( Bernad) dan mama ( Tikuk), adikku Hermanus Sompet, Trisno Tutuh, Rusdy Alok, Yanto B, dan abangku Petrus Awet, Udak Karno, Donatus Denggeng, Nani Lestari, SE. yang aku sayangi dan banggakan.
    [Show full text]
  • The Sixth Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Ahmad Dahlan 2018
    Journal of Physics: Conference Series PAPER • OPEN ACCESS The Sixth Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Ahmad Dahlan 2018 To cite this article: 2019 J. Phys.: Conf. Ser. 1188 011001 View the article online for updates and enhancements. This content was downloaded from IP address 125.166.231.116 on 14/04/2021 at 05:50 The Sixth Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Ahmad Dahlan 2018 IOP Publishing IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 1188 (2019) 011001 doi:10.1088/1742-6596/1188/1/011001 The Preface of the Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SENDIKMAD) 2018 Puguh Wahyu Prasetyo Editor in Chief of SENDIKMAD’s 2018 Publication, Universitas Ahmad Dahlan Kampus IV UAD, Jl. Ringroad Selatan, Kragilan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55191 E-mail: [email protected] Preface The Sixth Seminar Nasional Pendidikan Matematika Ahmad Dahlan is a biennial event of Department of Mathematics Education of Universitas Ahmad Dahlan. The objectives are to improve mathematics teaching and to expand mathematics contributions to the society. The main topics of the conference are divided into five categories namely Analysis, Statistics, Algebra, Applied Mathematics, and Mathematics Education. The keynote presentations are provided especially to show the contribution of Mathematician and Mathematics Educators in the world of mathematics and mathematics education towards research and knowledge sharing where our conference theme for this year is Developing literation skills and High Order Thinking Skills by Innovative Mathematics Learning in Industry Era 4.0. The main event is the talk of the Minister for the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia, Professor Dr.
    [Show full text]
  • Hos Cokroaminoto and Kh. Ahmad Dahlan Thoughts on Education
    DOI: 10.21276/sjhss Saudi Journal of Humanities and Social Sciences ISSN 2415-6256 (Print) Scholars Middle East Publishers ISSN 2415-6248 (Online) Dubai, United Arab Emirates Website: http://scholarsmepub.com/ Hos cokroaminoto and kh. Ahmad dahlan Thoughts on education Anis fauzi1, Syarif hidayatullah2 1Institut agama islam negeri sultan maulanahasanuddinbanten 2Institut agama islam negeri sultan maulana hasanuddin banten *Corresponding Author: Syarif hidayatullah Email: [email protected] Abstract: The main concern on this study is HOS Cokroaminoto and KH. Ahmad Dahlan’s thoughts on the Islamic education. The result of this study is expected to be an alternative solution to solve the problems of the nation's education through the idea of HOS Tjokroaminoto and KH. Ahmad Dahlan. This research is a library research used descriptive analysis, by which the object of the study is the thought of HOS Tjokroaminoto and KH. Ahmad Dahlan on Islamic Education. The data used were taken from the works of the respective figures and expert opinion in such matters. In the thought of HOS Cokroaminoto, Islamic Education does not teach only aqal intelligence, but must also inculcate the Islamic principles. In one hand, KH. Ahmad Dahlan asserts that Islamic education should be based on a solid foundation; the Qur'an and Sunnah. This foundation is a philosophical framework in formulating the concept and ideals of Islamic education, both vertically and horizontally. The Islamic educational thought owned by HOSTjokroaminoto and KH. Ahmad Dahlan have similarities in terms of the foundation and the difference in the objectives, whereas the first is more directed at the education that led to the independence of the Muslims; while the second leads to the integralization of religious sciences and general sciences.The similarities and differences of HOS Tjokroaminoto and KH.AhmadDahlan’s thoughts on Islamic education can be seen from three aspects; the basic principles of Islamic education, curriculum and teaching methods.
    [Show full text]
  • Character Education Concept by KH Ahmad Dahlan in the Context of Covid-19 Crisis
    Annals of R.S.C.B., ISSN:1583-6258, Vol. 25, Issue 3, 2021, Pages. 2938 - 2950 Received 16 February 2021; Accepted 08 March 2021. Character Education Concept by KH Ahmad Dahlan in the Context of Covid-19 Crisis Suhirman1, Nurlaili2, Rohimin3, Zulkarnain S4, Wiwinda5 1,2,3,4,5IAIN Province Bengkulu, Bengkulu, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected],[email protected] ABSTRACT The purpose of this study is to determine the value of tolerance character education, and the value of social care character education from K.H.Ahmad Dahlan based on the value of character education from the Ministry of National Education. This research is a library research with the type of qualitative research, and the approach used is philosophical and pedagogical approach. The results of this study, from the concept of KH character education. Ahmad Dahlan values tolerance education that KH. Ahmad Dahlan explained that every human being needs to listen to anyone's opinion, do not refuse or do not want to listen to the voice of the other party, then the voices must be thought through deeply and weighed, filtered and chosen correctly. While from the concept of KH character education. Ahmad Dahlan from the value of social care that KH. Ahmad Dahlan is very concerned about people who can not afford, based on the QS. Al-Maaun made KH. Ahmad Dahlan for the welfare of the people who are not able to, not only not capable in material, but care about the health, education and survival of the people who are unable.
    [Show full text]
  • Strengthening of Religious Character Education Based on School Culture in the Indonesian Secondary School
    THE EUROPEAN EDUCATIONAL RESEARCHER DOI: 10.31757/euer.331 http://www.eu-er.com/ Strengthening of Religious Character Education Based on School Culture in the Indonesian Secondary School Fitri Nur Hayati, Suyatno, & Edhy Susatya Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia Abstract: This research aims to answer how the implementation of religious character education building based on school culture and conducted a successful program at SMAN 5 Yogyakarta (Yogyakarta 5 Public High School). This study is highly important to conduct since the religious character is an essential value in the learning process in Indonesia. The research subjects consisted of school principals, teachers, and students. Determination of the subjects carried out by purposive sampling. Data collection used interview, observation, and documentation. An interactively inductive data analysis technique performed data analysis with data reduction stages, data displays, and conclusion drawing. The results of the study showed that: 1) the implementation of religious character education building based on school culture was carried out through character building based on religious values, school climate based on religious values, extracurricular activities based on religious values, as well as building relationships between schools and the societies. 2) The impact of the strengthening program of character education produces two themes as follows: the growth of students’ religious awareness and the growth of tolerance among religious communities. The findings of this study indicated the importance of the school’s cultural base in implementing holistic religious character education programs in schools. This finding also strengthens the previous research findings, which had mentioned that the religious character is an essential character for students in a secondary school in Indonesia, and also strengthen that Indonesia’s society, in general, is religious people.
    [Show full text]
  • Modernisation Agricole, Développement Économique Et Changement Social Le Riz, La Terre Et L’Homme À Java
    Modernisation agricole, développement économique et changement social Le riz, la terre et l’homme à Java Jean-Luc Maurer Éditeur : Graduate Institute Publications Année d'édition : 1986 Édition imprimée Date de mise en ligne : 24 mars 2015 ISBN : 9782130396222 Collection : International Nombre de pages : 328 ISBN électronique : 9782940549351 http://books.openedition.org Référence électronique MAURER, Jean-Luc. Modernisation agricole, développement économique et changement social : Le riz, la terre et l’homme à Java. Nouvelle édition [en ligne]. Genève : Graduate Institute Publications, 1986 (généré le 08 septembre 2016). Disponible sur Internet : <http://books.openedition.org/iheid/4452>. ISBN : 9782940549351. Ce document a été généré automatiquement le 8 septembre 2016. Il est issu d'une numérisation par reconnaissance optique de caractères. © Graduate Institute Publications, 1986 Creative Commons - Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported - CC BY-NC-ND 3.0 1 La modernisation d'une agriculture entraîne toujours une diversification de l'économie et un renforcement de la différenciation sociale. Condition première d'un développement économique équilibré pour les uns, cause majeure d'un changement social inégalitaire pour les autres, cette stratégie fait l'objet d'un bilan controversé dans tous les grands pays d'Asie où elle a été appliquée. Prenant l'Indonésie comme étude de cas, cet ouvrage établit un diagnostic précis et nuancé sur ce problème fondamental. Il s'articule essentiellement autour d'une analyse comparative très minutieuse de quatre villages du centre sud de Java. Par le biais d'une approche interdisciplinaire originale, il montre toute la complexité des relations existant entre l'homme, la terre et le travail dans une des régions rizicoles les plus densément peuplées de la planète.
    [Show full text]
  • Analysing the Role of Islam Within Indonesia's Culture
    Vol. 73 | No. 4 | Apr 2017 International Journal of Sciences and Research ANALYSING THE ROLE OF ISLAM WITHIN INDONESIA’S CULTURE AND POLITIC Prayudi Department of Communication Science/University of Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Indonesia/Email: [email protected] ABSTRACT The purpose of this study was to analyse how Islam has been playing role in Indonesia’s cultural politic. Political Islam has played a significant role in shaping the modern Indonesian political state. Its influence can be seen in the period of pre-independence, through to the Sukarno government, Suharto's New Order and the reform era. This paper employed a chronological framework of analysis to examine the development of political Islam and its impact on the evolution of civil society and democracy in Indonesia. The result showed that the interplay of Islam, culture and politics in Indonesia was dynamic. Despite the supressed condition of the role of Islam in early modern Indonesia, its contribution toward the development of Indonesia politic was undeniable. Keywords: Islam, politic, Indonesia INTRODUCTION The study of Islam in South East Asian region is gaining an increased amount of attention among both scholars and students (Eliraz, 2004). As a country comprising almost 87 percent Muslims, the development of Indonesia as a modern political state strongly relates to the development of the religion in the country. The relationship between Islam and cultural politics in Indonesia, however, is extremely complex. As stated by William & Worden — From the very outset of independence, Islam and the Indonesian state had a tense political relationship. The Pancasila's promotion of monotheism is a religiously neutral and tolerant statement that equates Islam with the other religious systems: Christianity, Buddhism, and Hindu-Balinese beliefs.
    [Show full text]