PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ANALISIS KETRANSITIFAN DAN MODALITAS PADA HEADLINE DAN TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS DALAM PEMBERITAAN MASA PILKADA DKI JAKARTA PERIODE SEPTEMBER 2016- DESEMBER 2016: TINJAUAN ANALISIS WACANA KRITIS
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh Pitrus Puspito 141224029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
The beginning of all things are small.
-Marcus Tullius Cicero-
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada semua orang yang memiliki kemauan yang
besar untuk belajar.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Pitrus Puspito. 2018. Analisis Ketransitifan dan Modalitas pada Headline dan Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas Dalam Pemberitaan Pilkada DKI Jakarta 2017 Periode September 2016-Desember 2016: Tinjauan Analisis Wacana Kritis. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma. Pembimbing: Dr. B. Widharyanto, M.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai keindonesiaan yang dimanifestasikan ke dalam piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas. Ada dua hal yang dideskripsikan lebih lanjut, yakni (1) mendeskripsikan jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas yang digunaka surat kabar Kompas dalam pemberitaannya; (2) perspektif surat kabar Kompas yang dimanifestasikan ke dalam jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas terhadap nilai-nilai keindonesiaan.
Pendekatan yang diguanakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data yang berupa teks headline dan tajuk rencana, kemudian dianalisis untuk digolongkan ke dalam jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas. Data penelitian yang berupa klausa dan kalimat didekati dengan teori linguistik kritis Halliday (1985) dan analisis wacana kritis Fairclough (1995). Lebih lanjut, teknik analisis yang digunakan untuk mengkaji dan menginterpretasikan data adalah analisis perspektif yang dimanifestasikan ke dalam piranti kebahasaan ketransitif dan modalitas yang dikembangkan oleh Widharyanto (2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penggunaan jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan, yakni ketransitifan perbuatan, kejadian, mental dan verbal serta jenis-jenis piranti kebahasaan modalitas, yakni modalitas kebenaran, keharusan, keinginan, dan izin oleh surat kabar Kompas pada headline dan tajuk rencananya pada masa pilkada DKI Jakarta 2017, yakni antara bulan September 2016 hingga bulan Desember 2016; (2) hampir seluruh jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan jenis piranti modalitas yang digunakan mencerminkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai keindonesiaan. Hasil temuan penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukkan dan pertimbangan bagi analisis wacana, sosiolog, politikus, wartawan, dan ahli komunikasi untuk meneliti lebih lanjut hubungan antara bahasa, ideologi, dan kekuasaan atau dominasi dalam media masa Indonesia. Kata kunci: ketransitifan, modalitas, perspektif, manifestasi
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Pitrus Puspito. 2018. An Analysis of Transitivity and Modality on Kompas Newspaper is Headline and Editorial in Reporting Jakarta Governor Election 2017 from September-December 2016 Period: A Critical Discourse Analysisis. Undergraduate Thesis. Indonesian Language and Literature Education, Sanata Dharma University. Academic Sponsor: Dr. B. Widharyanto, M.Pd. The study aims at describing the perspective of Kompas newspaper toward the values of Indonesian-ness that have been manifested into the transitivity and modality language instrument. There are two aspects that will be described further in the study namely: (1) the description on the types of transitivity and modality language instrument that have been implemented by the Kompas newspaper in their news report; and (2) the perspective of the Kompas newspaper that has been manifested into the transitivity and modality language instrument toward the values of Indonesian-ness. In conducting the study, the approach that the researcher implemented was the qualitative approach. The data in the form of headline and editorial texts were analyzed in order to be categorized into the types of transitivity language instrument and modality language instrument. The clauses and the sentences that had been gathered from the data were approached by means of critical linguistic theory by Halliday (1985) and critical discourse analysis by Fairclough (1995). Furthermore, the techniques of analysis that the researcher implemented in reviewing and manifesting the data were the perspective analysis that had been manifested into the transitivity and modality language instrument that had been developed by Widharyanto (2000). The results of the study show several findings. (1) Dominantly the Kompas newspaper makes use of the transitivity and modality language on their headlines and editorials that have been published during the Governor Election 2011 for the Jakarta Special Capitol, precisely from September 2016 until December 2016. The types of transitivity language instrument that have been applied by the newspaper are namely action, event, mental and verbal. Then, the types of modality language instrument that have been applied by the newspaper are namely truth, obligation, expectation, and permission. (2) Almost all types of transitivity and modality language instrument that have been applied reflect the perspective of the Kompas newspaper, which is pro the value of Indonesian-ness (multiculturalism, tolerance, democracy, law enforcement, and alike). The findings of the study might serve as a matter of reference and consideration for critical discourse analyst, sociology, politician, journalist and communication expert in scrutinizing further the relationship among language, ideology, and power or dominance within the Indonesian mass media.
Keyword: trasntivity, modality, perspective, manifestation
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Ketransitifan dan Modalitas pada Headline dan Tajuk Rencana Surat Kabar
Kompas dalam Pemberitaan Masa Pilkada DKI Jakarta Periode September
2016-Desember 2016: Tinjauan Analisis Wacana Kritis. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pedndidikan, Jurusan
Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Rishe Purnama Dewi, S.Pd, M.Hum., selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
2. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang senantiasa
sabar untuk membimbing, memotivasi, mengarahkan jalan pikir
peneliti, serta memberikan berbagai masukan yang membangun dari
proses awal hingga akhir dari penelitian ini.
3. A. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A, selaku triangulator data yang
telah berkenan untuk meluangkan waktu, pikiran, serta memberikan
masukan yang membangun untuk kebaikan skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas
Sanata Dharma yang mendedikasikan untuk membimbing, mendidik,
memberikan dukungan, bantuan, arahan dari awal perkuliahan hingga
peneliti dapat sampai pada jenjang ini.
5. Orang tua wali saya, Bapak /Ibu Ratgono yang dengan penuh
pengertian serta dukungan yang tulus menjadikan saya manusia yang
lebih dewasa.
6. Kepada orang tua saya, Bapak Martinus Saidi, Ibu Lusia Surati yang
selalu menyertai dengan doa dan cinta mereka yang sungguh luar
biasa.
7. Kakak dan adik saya, Alfonsus Nico Eliyanto, dan Theresaia Oktavia
yang selalu mendoakan saya dan memberi motivasi.
8. Selanjutnya kepada teman-teman keluarga besar Prodi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan teman-teman Focused Group
Discussion (FGD) “Penghuni Kantin”, sebagai tempat berkumpul dan
berdiskusi mengenai masalah-masalah yang dihadapi penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kekurangan dan kelemahan, mohon pemaklumannya. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
JUDUL ...... i
LEMBAR PENGESAHAN ...... ii
LEMBAR PENGUJI ...... iii
MOTTO ...... iv
PERSEMBAHAN ...... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... vii
ABSTRAK ...... viii
ABSTRACT ...... ix
KATA PENGANTAR ...... xi
DAFTAR ISI ...... xiii
DAFTAR TABEL ...... xix
DAFTAR LAMPIRAN ...... xx
BAB I: PENDAHULUAN ...... 1
1.1 Latar Belakang ...... 1
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.2 Rumusan Masalah ...... 6
1.3 Tujuan ...... 7
1.4 Manfaat ...... 7
1.5 Definisi Istilah ...... 8
1.5.1 Piranti Kebahasaan ...... 8
1.5.2 Perspektif ...... 9
1.5.3 Headline ...... 9
1.5.4 Tajuk Rencana ...... 10
1.5.5 Nilai Toleransi ...... 10
1.5.6 Nilai Keberagaman ...... 10
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ...... 12
2.1 Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...... 12
2.1.1 Penelitian B. Widharyanto (2000) ...... 13
2.1.2 Penelitian Rizal Mallarangeng ...... 14
2.1.3 Penelitian Siti Nur Amaliyah ...... 16
2.1.4 Penelitian Dharma Karana Sinurat ...... 17
2.1.5 Penelitian Rezky Amelda ...... 17
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2 Landasan Teori ...... 18
2.2.1 Hakikat Bahasa ...... 18
2.2.2 Linguistik Kritis Halliday ...... 20
2.2.3 Analisis Wacana Kritis N. Fairclough ...... 22
2.2.4 Bahasa dan Kekuasaan ...... 25
2.2.5 Pendekatan Perspektif dalam Wacana ...... 28
2.2.6 Piranti Kebahasaan ...... 29
2.2.6.1 Piranti Kebahasaan Ketransitifan ...... 30
2.2.6.2 1 Piranti Kebahasaan Modalitas ...... 34
2.2.7 Surat Kabar Kompas ...... 38
2.2.8 Prinsip-Prinsip Penulisan Headline ...... 40
2.2.9 Prinsip-Prinsip Penulisan Tajuk Rencana ...... 43
2.2.10 Nilai-Nilai Toleransi dan Keberagaman ...... 45
2.3 Kerangka Berpikir …………………………………………………… 48
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ...... 49
3.1 Jenis Penelitian ...... 49
3.2 Data dan Sumber Data ...... 49
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...... 52
3.4 Instrumen Penelitian ...... 56
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ...... 57
3.5.1 Analisis Data untuk Masalah Pertama ...... 57
3.5.2 Analisis Data Untuk Masalah Kedua ...... 59
3.5.2.1 Analisis Data Ketransitifan ...... 60
3.5.2.2 Analisis Data Modalitas ...... 60
3.6 Tringulasi ...... 61
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...... 63
4.1 Deskripsi Data ...... 63
4.1.1 Jenis-Jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan dan Modalitas dalam
Headline dan Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas ...... 64
4.1.2 Perspektif Surat Kabar Kompas dalam Headline dan Tajuk
Rencananya ...... 65
4.2 Analisis Data ...... 66
4.2.1 Jenis-Jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan dan Modalitas dalam
Headline dan Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas ...... 66
4.2.1.1 Jenis-Jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan ...... 67
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.2.1.1.1 Ketransitifan Perbuatan ...... 67
4.2.1.1.2 Ketransitifan Kejadian ...... 68
4.2.1.1.3 Ketransitifan Verbal ...... 69
4.2.1.1. Ketransitifan Mental ...... 72
4.2.1.2 Jenis-Jenis Piranti Kebahasaan Modalitas ...... 75
4.2.1.2.1 Modalitas Keharusan ...... 75
4.2.1.2.2 Modalitas Kebenaran ...... 76
4.2.1.2.3 Modalitas Keinginan ...... 77
4.2.1.2.4 Modalitas Izin ...... 78
4.2.2 Manifestasi Perspektif Melalui Pemanfaatan Piranti Kebahasaan
Ketransitifan ...... 79
4.2.2.1 Proses Material Perbuatan ...... 80
4.2.2.2 Proses Material Kejadian ...... 83
4.2.2.3 Proses Mental ...... 85
4.2.2.3.1 Proses Mental Penglihatan ...... 85
4.2.2.3.2 Proses Mental Pemikiran ...... 86
4.2.2.3.3 Proses Mental Perasaan ...... 87
4.2.2.4 Proses Verbal ...... 90
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.2.2.4.1 Proses Verbal dengan Kutipan Langsung ...... 90
4.2.2.4.2 Proses Verbal dengan Kutipan Tidak Langsung ...... 92
4.2.3 Manifestasi Perspektif Melalui Pemanfaatan Piranti Kebasaan
Modalitas ...... 95
4.2.3.1 Modalitas Kebenaran ...... 96
4.2.3.2 Modalitas Keharusan ...... 97
4.2.3.3 Modalitas Keinginan ...... 99
4.2.3.4 Modalitas Izin ...... 101
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ...... 104
4.3.1 Pembahasaan Jenis-jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan dan
Modalitas yang Digunakan Oleh Surat Kabar Kompas pada Headline
dan Tajuk Rencananya ...... 104
4.3.2 Pembahasaan Manifestasi Perspektif Surat Kabar Kompas ke Dalam
Jenis-jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan dan Modalitas pada
Headline dan Tajuk Rencananya ...... 105
BAB V PENUTUP: ...... 107
5.1 Kesimpulan ...... 107
5.2 Saran-Saran ...... 109
DAFTAR PUSTAKA ...... 11
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel untuk Menganalisis Ketransitifan ...... 33
Tabel 2.2 Tabel Jenis-jenis Modalitas ...... 35
Tabel 2.3 Tabel Teknik Membuat Judul atau Headline Berita ...... 41
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Triangulasi …………………………………………………………… 116
Data Piranti Kebahasaan Ketransitifan …………………………………… 117
Data Piranti Kebahasaan Modalitas ………………………………………. 128
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Para filsuf Yunani memandang bahasa sebagai alat untuk mencari dan mengungkapkan kebenaran, untuk mengekspresikan hal-hal yang bersifat artistik, dan persuasif. Menurut Ernes Cassirer (1987:17), „dalam pandangan hidup orang
Athena abad ke-5, bahasa menjadi instrumen untuk mencapai tujuan tertentu, yang kongkret dan praktis‟. Dalam pengertian yang klasik itu, bahasa digunakan sebagai alat untuk berkesenian dan mempengaruhi seseorang. Para pakar lingusitik kontemporer melanjutkan kajian ini dengan pengkajian lebih rinci hubungan antara ilmu bahasa, sosial, psikologi dan politik.
Politik dalam konteks ini dipahami sebagai upaya mempengaruhi orang lain. Menurut Heryanto dalam Latif (1996:95), „sebagai alat, bahasa pada hakikatnya dianggap bersifat netral. Ia bersifat baik atau tidak baik dalam praktik penggunaannya oleh pihak (agen) tertentu‟. Kaitan antara politik dan bahasa terlihat pada pemanfaatan bahasa untuk mempengaruhi orang lain. Kondisi ini dapat dilihat di dalam pemberitaan media massa yang selalu menggunakan bahasa sebagai alat untuk mempengaruhi publik.
Menurut Hikam dalam Latif (1987:78), „penulisan berita yang menjadi pengalaman manusia yang diungkapkan dalam bahasa tidak salah sejauh ia dinyatakan secara logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan pengalaman
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
empiris‟. Namun, realitas yang ditulis seringkali melenceng karena perbedaan proses rekonstruksi pihak tertentu. Rekonstruksi realitas ini merupakan wujud keyakinan seseorang melihat peristiwa. Dalam konteks surat kabar, seorang wartawan memiliki sudut pandang tertentu terhadap objek suatu berita. Suatu peristiwa yang sama bisa dilaporkan berbeda oleh wartawan yang berbeda.
Menurut Widharyanto (2000), perbedaan sudut pandang dalam pelaporan peristiwa disebut perspektif. Lebih lanjut, Widharyanto menjelaskan untuk membangun perspektif pemberitaan, wartawan menggunakan strategi kebahasaan untuk memanifestasikan perspektifnya di dalam wacana yang kemudian disebut sebagai piranti kebahasaan. Secara umum, bentuk piranti kebahasaan itu adalah sistem ketransitifan, struktur leksikal dan pilihan kata, struktur nominalisasi, modalitas, tindak tutur, metafora, dan struktur informasi.
Menurut Mulyana (2005:1), „wacana merupakan unsur kebahasaan yang paling kompleks dan paling lengkap‟. Apabila dilihat berdasarkan hierarki satuan kebahasaan, wacana menduduki puncak satuan bahasa setelah paragraf. Lewat penjelasan tersebut, di dalam wacana terdapat kesatuan gagasan dan perasaan yang disampaikan seseorang. Untuk dapat memahami wacana harus mengkaji berbagai aspek yang berhubungan dengannya.
Menurut Mulyana (2005:3), „dalam analisis wacana, teks muncul akibat adanya konteks yang melatarbelakanginya. Istilah wacana dapat dimaknai sebagai
„ucapan‟, „perkataan‟, „bacaan‟ yang bersifat kontekstual, sedangkan teks, menurut KBBI (2008: 625), „adalah naskah berupa kata-kata asli dari pengarang‟.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Dengan demikian, analisis wacana merupakan kajian yang menempatkan teks dalam konteksnya yang utuh.
Menurut KBBI (2008), konteks merupakan situasi yang ada hubungannya dengan suatu peristiwa; bagian suatu kalimat yang dapat menambah kejelasan makna. Secara ekstrinsik, konteks adalah sesuatu di luar bahasa yang mempengaruhi makna bahasa. Secara instrinsik, konteks merupakan bagian suatu kalimat yang dapat menambah kejelasan makna.
Dalam wacana, konsep situasi diperkenalkan oleh Malinowsky dalam
Widharyanto (2000) sebagai keseluruhan lingkungan, tidak hanya lingkungan tutur (verbal), tetapi juga lingkungan keadaan tempat teks diucapkan. Situasi dapat dipahami sebagai faktor di luar tuturan (kebahasan) yang mempengaruhi makna tuturan tersebut. Halliday dan Hassan (1985) menawarkan kategori situasi konteks pada teks itu bertautan. Indikator yang dapat digunakan untuk memberikan konteks situasi atau lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi, yakni medan wacana (field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse), dan sarana wacana (mode of discourse).
Menurut Widharyanto (2000:37), „medan wacana menunjuk pada hal yang sedang terjadi, pada sifat tindakan sosial yang sedang berlangsung, yang di dalamnya bahasa ikut berperan serta sebagai unsur pokok tertentu‟. Medan wacana pada penelitian ini adalah periode pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Pada periode tersebut memunculkan berbagai tindakan sosial lain, seperti isu-isu intoleransi, anti keberagaman, hoax atau berita bohong, dan berbagai politik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
kepentingan yang mengatasnamakan suku, adat, ras dan agama (SARA). Peristiwa atau realitas sosial tersebut kemudian diungkapkan kembali dengan bahasa berupa teks berita.
Pelibat wacana dalam penelitian ini adalah surat kabar Kompas (sebagai penutur) dan publik (sebagai mitra tutur). Surat kabar Kompas “bertutur” kepada publik melalui teks berita, sehingga komunikasi bersifat monolog atau searah.
Menurut Mulyana (2005:9), „dalam tradisi tulis, teks bersifat „monolog noninteraksi‟, dan wacana lisan bersifat „dialog interaksi‟‟. Sifat monolog ini kemudian menuntut kebenaran informasi yang disampaikan media massa kepada publik. Menurut Haryatmoko (2007:9), „media memiliki idealisme, yaitu memberikan informai yang benar. Dengan idealisme semacam itu, media ingin berperan sebagai sarana pendidikan‟. Melalui definisi ini media idealnya sebagai sarana informasi sekaligus edukasi bagi publik.
Sarana wacana situasi dalam penelitian ini adalah headline dan rubrik tajuk rencana surat kabar Kompas. Headline merupakan judul berita utama dalam suatu surat kabar, sedangkan tajuk rencana atau editorial adalah pendapat dan perspektif resmi suatu media massa sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal dan atau kontroversial yang berkembang dalam masyarakat (Haris
Sumandiria, 2005:7). Di dalam tajuk rencana, editorial menjelaskan secara singkat masalah aktual yang menjadi sorotan, alasan mengapa media memilih berita yang diterbitkan beserta pandangan media terhadap masalah tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Penelitian ini menganalisis perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman di dalam memberitakan pilkada DKI Jakarta 2017.
Perspektif surat kabar Kompas tersebut akan dianalisis melalui piranti-piranti kebahasaan yang digunakan dalam headline dan tajuk rencananya, yakni piranti ketransitifan dan modalitas. Bentuk perspektif antara lain: positif, negatif dan netral, seperti yang dijelaskan oleh Widharyanto (2000: 191-192) sebagai berikut:
Perspektif yang dibangun oleh penulis saat memproduksi wacana berita dapat diklasifikasikan atas tiga tipe, yakni positif, negatif, dan netral. Pertama, perspektif positif memperlihatkan perspektif penulis dalam menyetujui, mendukung, mengiyakan (affirmative), menyenangkan atau menguntungkan (favourable) sesuatu hal, peristiwa, individu, kelompok, pihak atau institusi tertentu. Kedua, perspektif negatif memperlihatkan perspektif penulis seperti tidak menyetujui, tidak mendunkung, atau beroposisi, merugikan, dan tidak menyenangkan atau menguntungkan (unfavouable) sesuatu hal, peristiwa, individu, kelompok, pihak atau institusi tertentu. Ketiga, perspektif netral memperlihatkan perspektif penulis yang bimbang dan tidak memihak pada sesuatu hal, peristiwa, individu, kelompok, pihak atau institusi tertentu. Dipilihnya surat kabar Kompas sebagai objek penelitian, karena Kompas termasuk surat kabar independen dan terkategorikan sebagai surat kabar nasional.
Menurut Yakob Oetama (2008:4), „harian umum Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka, tidak melibatkan diri dalam kelompok yang bersifat politik, agama, sosial, budaya, dan ekonomi. Surat kabar Kompas merupakan sebuah surat kabar nasional dalam arti hadir di semua provinsi dan isinya mencoba mencakup peristiwa berskala nasional‟. Surat kabar Kompas juga menggunakan bahasa Indonesia yang relatif baik karena tidak memasukan bahasa daerah dalam pelaporannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Menurut survei yang dilakukan Bisnis.com pada tahun 2014, Kompas menduduki peringkat pertama sebagai media terpopuler di Indonesia. Jumlah pembaca terbanyak mengindikasikan surat kabar Kompas sebagai surat kabar terpercaya, sehingga surat kabar Kompas berpotensi sebagai rujukan publik untuk memperoleh berita terpercaya.
Pengambilan periodesasi pilkada DKI Jakarta 2017 sebagai fokus penelitian disebabkan karena DKI Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia sehingga dapat dijadikan barometer keberhasilan daerah-daerah lain di Indonesia. Keberhasilan itu dapat berupa bidang politik, sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
Selain pusat politik, pemerintahan, dan perekonomian, alasan lain dipilihnya periode DKI Jakarta adalah karena pada periode tersebut muncul berbagai isu terkait suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Hal ini terjadi karena salah satu calon kuat gubernur DKI beretnis dan menganut agama minoritas, yakni
Tionghoa dan beragama Kristen. Isu-isu sara tersebut telah menjadi persoalan bangsa, sehingga media massa berkategori nasional, seperti Kompas menjadi relevan sebagai media informasi dan edukasi bagi publik untuk mengklarifikasi isu-isu tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1. Jenis-jenis piranti ketransitifan dan modalitas apa sajakah yang digunakan
surat kabar Kompas dalam headline dan tajuk rencananya untuk
memberitakan isu-isu tentang toleransi dan keberagaman?
2. Apakah piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas yang digunakan surat
kabar Kompas dalam headline dan tajuk rencananya menunjukan perspektifnya
terhadap nilai toleransi dan keberagaman?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah bagaimana perspektif surat kabar
Kompas terhadap nilai toleransi dan keberagaman dalam pemberitaan pada periode pilkada DKI Jakarta 2017. Secara spesifik tujuan itu dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan jenis-jenis piranti ketransitifan dan modalitas yang digunakan
surat kabar Kompas dalam headline dan tajuk rencananya untuk memberitakan
isu-isu tentang toleransi dan keberagaman.
2. Mendeskripsikan perspektif surat kabar Kompas yang dimanifestasikan ke
dalam piranti-piranti kebahasaan yang digunakan dalam headline dan tajuk
rencananya.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat secara teoritis antara lain, pertama, temuan hasil penelitian diharapkan dapat memberikan verifikasi tentang dua hal, yakni (a) pengaruh ideologi dalam pemberitaan media massa, dan (b) penggunaan piranti-piranti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
kebahasaan ketransitifan dan modalitas untuk memanifestasikan perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman di dalam pemberitaan periode Pilkada DKI Jakarta 2017.
Di samping sumbangan teoritisnya, penelitian ini juga memiliki sumbangan praktis sebagai berikut. Pertama, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan pertimbangan bagi analisis wacana dan ahli komunikasi untuk meneliti lebih lanjut hubungan antara bahasa, ideologi, dan kekuasaan pada media massa di Indonesia.
1.5 Definisi Istilah
1.5.1 Piranti-piranti kebahasaan
Piranti-piranti kebahasaan menurut Widharyanto (2000), merupakan ekspresi bahasa pada level kata dan kalimat. Hal ini dijelaskan pada jurnal ilmiahnya untuk melihat perspektif dalam pemberitaan pada akhir Era Orde Baru. Sebelumnya
Widharyanto menjelaskan untuk melihat perspektif suatu media massa, dapat dilihat dari penyajian informasi (presentation of information) pada level wacana dan ekspresi bahasa yang digunakan dalam sajian bahasa berita pada level kalimat. Dari ketuju piranti kebahasaan yang dijelaskan oleh Widharyanto kemudian dipilih dua di antaranya, yakni piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas. Pemilihan dan penetapan kedua piranti kebahasaan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian awal yang memperlihatkan hasil bahwa kedua piranti kebahasaan tersebut yang dominan digunakan oleh surat kabar Kompas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.5.2 Perspektif
Menurut KBBI, kata perspektif/berperspektif; mengambil sikap (pendirian).
Pengambilan sikap pada penelitian ini ditujukan pada sikap peduli atau tidak peduli surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman. Sikap atau perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman akan terlihat pada piranti-piranti kebahasaan yang digunakannya. Berikut ini penjelasan perspektif menurut Widharyanto (2000):
Perspektif yang dibangun oleh penulis saat memproduksi wacana berita, menurut Widharyanto (2000), dapat diklasifikasikan atas tiga tipe, yakni positif, negatif, dan netral. Pertama, perspektif positif memperlihatkan perspektif penulis dalam menyetujui, mendukung, mengiyakan (affirmative), menyenangkan atau menguntungkan (favourable) sesuatu hal, peristiwa, individu, kelompok, pihak atau institusi tertentu. Kedua, perspektif negatif memperlihatkan perspektif penulis seperti tidak menyetujui, tidak mendukung atau beroposisi, merugikan, dan tidak menyenangkan atau menguntungkan (unfavourable) sesuatu hal, peristiwa, individu, kelompok, pihak atau institusi tertentu. Ketiga, perspektif netral memperlihatkan perspektif penulis yang berimbang dan tidak memihak pada sesuatu hal, peristiwa, individu, kelompok, pihak atau institusi tertentu.
1.5.3 Headline
Headline atau judul adalah “kepala berita” yang biasanya disusun beberapa kata saja. Menurut Chaer (2010:20), „headline news harus dibuat sedemikian rupa sehingga tampak menarik dan “hidup”. Headline adalah bagian surat kabar yang paling sering diamati oleh pembaca karena letaknya di halaman depan dan ditulis dengan ukuran tulisan yang cukup besar. Melalui headline, pembaca secara umum memperoleh gambaran seluruh isi berita hari itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1.5.4 Tajuk rencana
Menurut Haris Sumandiria (2004: 82), „secara teknis jurnalistik, tajuk rencana diartikan sebagai opini redaksi yang berisi aspirasi, pendapat, dan perspektif resmi media pers terhadap persoalan potensial, fenomenal, aktual dan atau kontroversial yang terdapat dalam masyarakat‟. Perspektif resmi media pers inilah yang mencerminkan kekhasan bahkan ideologi pers tersebut. Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Mallarangeng (2010), tajuk rencana adalah rubrik yang membawakan visi atau opini suatu surat kabar tentang satu atau beberapa hal.
1.5.5 Nilai Toleransi
Menurut Pusvita Sari (2015:vi), „bahwa toleransi adalah perspektif atau sifat menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri dengan adanya perjanjian internasional tentang toleransi ini‟. Sifat lapang hati dan membiarkan orang lain berpendapat adalah inti dari nilai toleransi, karena perspektif toleran bukan berarti selalu menerima pendapat yang berbeda dari orang lain, melainkan mengakui kebebasan hak-hak azasi orang lain dalam berpendapat dan berkeyakinan.
1.5.6 Nilai Keberagaman
Menurut KBBI (2008:1131), „keberagaman adalah banyak ragamnya; bermacam-macam; berwarna-warni‟. Dalam penelitian ini nilai keberagaman dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap situasi yang banyak ragamnya atau keberagaman. Keberagaman yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
keberagaman ras, suku, agama, budaya, bahasa dan lain sebagainya yang dimiliki bangsa Indonesia. Dalam konteks Indonesia, keberagaman diartikan sebagai bermacam-macamnya suku, ras, agama, bahasa yang bersatu membentuk bangsa
Indonesia, sehingga sifat-sifat persatuan, kesatuan, kedamaian dan harmoninya sebuah hubungan anatar bangsa di Indonesia menjadi indikasi nilai keberagaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan beberapa hal yang dijadikan acuan untuk melakukan penelitian. Acuan yang digunakan dalam penelitian ini berupa peneitian terdahulu yang relevan dan beberapa kajian teori sebagai kerangka berpikir. Berikut penjabarannya.
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tinjauan penelitian yang membahas tentang Analisis Ketransitifan dan
Modalitas pada Headline dan Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas dalam
Pemberitaan Pilkada DKI Jakarta 2017 Periode September 2016-Desember
2016: Tinjauan Analisis Wacana Kritis ini tidak bisa lepas dari buku-buku dan penelitian yang sebelumnya yang juga membahas tentang bahasa dan kekuasaan atau bahasa dan ideologi. Penelitian terdahulu yang relevan yang digunakan sebagai referensi penelitian ini antara lain: (1) Disertasi karya B. Widharyanto yang berjudul, “Manisfestasi Perspektif Pemberitaan Surat Kabar Indonesia pada
Akhir Era Orde Baru ke dalam Strategi Penyajian Informasi dan Bentuk-Bentuk
Ekspresi Bahasa”; (2) skripsi Rizal Mallarangeng yang kemudian diterbitkan oleh penerbit Tempo menjadi buku yang berjudul “Pers Orde Baru: Tinjauan Isi
Kompas dan Suara Karya”; (3) penelitian Siti Nur Amaliyah yang berjudul
“Bingkai Media Terhadap Berita Mengenai Ahok Dalam Pilkada DKI Jakarta
2017 1 Maret-31 Mei 2016”; (4) Penelitian Dharma Karana Sinurat yang berjudul
“Modalitas Dalam Pidato Politik Presiden Joko Widodo”; (5) Penelitian Rezky
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Amelda yang berjudul “Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Media Indonesia
Sebagai Public Relations Politik Dalam Pembentukan Branding Reputation
Basuki Tjahaya Purnama (Ahok)”; (6) Penelitian Mahardhika Zifana & Eri
Kurniawan yang berjudul “Ahok Dalam Dua Bingkai: Representasi Basuki
Tjahaya Purnama Dalam Pemberitaan Kasus Penistaan Agama di Portal Berita
Satu dan Republika”.
2.1.1 Penelitian B. Widharyanto (2000)
Penelitian yang pertama yang digunakan sebagai referensi penelitian ini adalah disertasi. Disertasi yang dimaksud adalah karya B. Widharyanto yang berjudul, “Manisfestasi Perspektif Pemberitaan Surat Kabar Indonesia pada
Akhir Era Orde Baru ke dalam Strategi Penyajian Informasi dan Bentuk-Bentuk
Ekspresi Bahasa” untuk meraih gelar doktoral di Program Studi Pendidikan
Bahasa Indonesia, Universitas Negeri Malang pada tahun 2000.
Disertasi karya B. Widharyanto tersebut berisi deskripsi ihwal perspektif pemberitaan surat kabar Indonesia dalam konteks masa akhir Orde Baru dan bentuk-bentuk manifestasinya di dalam bahasa. Ada tiga hal pokok yang dideskripsikan dalam disertasi itu, yakni (1) macam-macam perspektif pemberitaan surat kabar Indonesia pada akhir era pemerintahan Orde Baru; (2) manifestasi perspektif pemberitaan di dalam strategi penyajian informasi dalam teks-teks berita surat kabar Indonesia pada akhir era pemerintahan Orde Baru; dan
(3) manifestasi perspektif pemberitaan di dalam bentuk-bentuk ekspresi bahasa dalam teks-teks berita surat kabar Indonesia pada akhir era pemerintahan Orde
Baru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Disertasi B. Widharyanto sangat berperan dalam penelitian ini khususnya teori perspektif surat kabar yang dimanifestasikan ke dalam ekspresi bahasa
(piranti kebahasaan) serta teknik analisis piranti-piranti kebahasaan itu. Teori perspektif tersebut menjelaskan bagaimana perspektif pro, kontra, dan netral sebuah surat kabar ditinjau dari piranti-piranti kebahasaan yang digunakannya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian B. Widharyanto adalah jumlah objek penelitian yang diteliti, fokus penelitian, dan periodesasi yang dipilih. Jika penelitian yang dilakukan Widharyanto menggunakan objek penelitian pemberitaan empat surat kabar Indonesia pada akhir era Orde Baru, yaitu surat kabar Angkatan Bersenjata, Suara Karya, Kompas, dan Suara Karya, dan membandingkan keempat surat kabar itu dalam kaitannya dengan kontrol pemerintah dalam pemberitaan, penelitian ini menggunakan satu surat kabar
Indonesia saja, yaitu surat kabar Kompas pada masa pemerintahan Joko Widodo, dan penelitian difokuskan pada perspektif surat kabar Kompas pada nilai toleransi dan keberagaman bukan pada tokoh atau lembaga pemerintahan.
Berdasarkan penelitian awal, dapat disimpulkan bahwa posisi penelitian ini menyetujui penelitian B. Widharyanto. Persetujuan pertama mengenai manifestasi ideologi ke dalam bahasa. Persetujuan kedua mengenai piranti-piranti kebahasaan yang efektif untuk memanifestasikan ideologi tersebut, khususnya piranti ketransitifan dan modalitas.
2.1.2 Penelitian Rizal Mallarangeng
Karya ilmiah selanjutnya yang menjadi rujukan penelitian ini adalah skripsi
Rizal Mallarangeng yang kemudian diterbitkan oleh penerbit Tempo menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
buku yang berjudul “Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan Suara Karya”.
Penelitian Rizal Malarangeng ini bertujuan untuk membandingkan pemberitaan dua surat kabar di era pemerintahan Orde Baru, yaitu Kompas dan Suara Karya.
Secara khusus penelitian tersebut menganalisis rubrik berita utama dan tajuk rencana kedua surat kabar tersebut. Perbedaan pemberitaan dalam berita utama dan tajuk rencana kedua surat kabar tersebut itulah nantinya akan dilihat bagaimana kedua surat kabar tersebut mensiasati cengkraman sistem politik pemerintahan Orde Baru kepada pers Indonesia waktu itu.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizal
Mallarangeng selain objek penelitian, juga teori yang digunakan. Objek penelitian
Rizal Mallarangeng adalah rubrik berita utama dan tajuk rencana pada surat kabar
Kompas dan Suara Karya. Penelitian Rizal Mallarangeng menggunakan teori analisis isi dalam menganalisis datanya. Penelitian ini menggunakan teori analisis wacana kritis yang berfokus pada piranti-piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas yang digunakan dalam headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas dalam pemberitaannya pada massa pilkada DKI Jakarta 2017.
Hasil penelitian Rizal Mallarangeng berperan dalam penelitian ini khususnya pembahasan mengenai hakikat tajuk rencana dan fungsinya di dalam sebuah surat kabar. Hakikat tajuk rencana itu kemudian menjadi pemahaman dasar penelitian ini, khususnya rubrik tajuk rencana sebagai sikap atau opini sebuah surat kabar dalam memandang sebuah peristiwa. Selain itu, analisis isi yang dilakukan Rizal
Mallarangeng memberi gambaran penelitian ini dalam mendeskripsikan analisis data terkait dengan tajuk rencana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2.1.3 Penelitian Siti Nur Amaliyah
Penelitian lain yang relevan sebagai referensi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Nur Amaliyah, mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian oleh Siti Nur Amaliyah tersebut berjudul “Bingkai Media Terhadap Berita Mengenai Ahok Dalam
Pilkada Dki Jakarta 2017 1 Maret-31 Mei 2016”.
Pada penelitian yang berjudul “Bingkai Media Terhadap Berita Mengenai
Ahok Dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 1 Maret-31 Mei 2016”, membandingkan antara surat kabar Kompas dengan harian Republika periode 1 Maret hingga 31
Mei 2016. Ada pun tujuan penelitian tersebut adalah: menjelaskan bagaimana surat kabar Harian Kompas dan surat kabar Republika membingkai isu pencalonan Basuki Tjahaya Purnama „Ahok‟ sebagai bakal calon gubernur di
Pilkada DKI Jakarta 2017 dalam pemberitaan periode 1 Maret hingga 31 Mei
2016.
Penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian Siti Nur Amaliah berupa sumber data dan periode penelitian, yaitu surat kabar Kompas pada masa pencalonan gubernur DKI Jakarta 2017. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Siti Nur Amaliah adalah teori yang digunakan. Penelitian Siti Nur
Amaliah menggunakan teori framing (bingkai) dalam pemberitaan surat kabar
Kompas dan Republika. Penelitian ini menggunakan teori analisis wacana kritis terhadap objek tunggal: surat kabar Kompas.
Penelitian ini juga menganalisis piranti-piranti kebahasaan yang digunakan surat kabar dalam headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
pemberitaan isu-isu toleransi dan keberagaman pada masa Pilkada DKI Jakarta
2017, khususnya piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas. Penelitian terhadap kedua piranti kebahasaan tersebut nantinya akan diketahui perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai toleransi.
2.1.4 Penelitian Dharma Karana Sinurat
Penelitian Dharma Karana Sinurat yang berjudul “Modalitas Dalam
Pidato Politik Presiden Joko Widodo” membahas permasalahan jenis-jenis modalitas yang terkandung dalam pidato politik Joko Widodo sebelum menjadi presiden, setelah dilantik menjadi presiden, dan setelah menjadi presiden selama dua tahun. Setelah dianalisis, ada perbedaan modalitas yang terkandung dalam pidato politik Joko Widodo sebelum menjadi presiden, setelah dilantik menjadi presiden, dan setelah menjadi presiden selama dua tahun.
Penelitian Dharma Karana Sinurat yang berjudul “Modalitas Dalam
Pidato Politik Presiden Joko Widodo” ini sangat berkonstribusi dalam penelitian ini khususnya memberi gambaran dalam menganalisis piranti kebahasaan modalitas. Perbedaan penelitian Dharma Karana Sinurat dengan penelitian ini selain objek penelitiannya juga pada makna yang ingin diperoleh melalui penggunaan modalitas dalam sebuah wacana.
2.1.5 Penelitian Rezky Amelda
Penelitian Rezky Amelda yang berjudul “Analisis Wacana Kritis
Pemberitaan Media Indonesia Sebagai Public Relations Politik Dalam
Pembentukan Branding Reputation Basuki Tjahaya Purnama (Ahok)”, membahas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
pemberitaan Portal Online Media Indoesia.com sebagai Public Relations Politik dalam membentuk Branding Reputation Ahok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi Portal Online Media Indonesia.com cenderung branding reputation positive Ahok. Public Relations Politik dalam branding reputation ahok pada produksi teks dalam memaknai realitas kehadiran media adalah akumulasi pengaruh dari faktor individu pengelola media (wartawan dan redaktur), level rutinitas media, level organisasi, ideologi dan lain-lain.
Penelitian Rezky Amelda ini berkonstribusi dalam penelitian ini khususnya dalam membangun pemahaman perspektif atau keberpihakkan media masa terhadap peristiwa atau tokoh tertentu. Pembeda penelitian ini dengan penelitian Rezky Amelda adalah fokus kajiannya, pada penelitian ini kajian lebih difokuskan pada piranti kebahasaan yang terkandung dalam headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Analisis piranti- piranti kebahasaan itulah nantinya yang akan mengungkap perspektif surat kabar
Kompas terhadap nilai toleransi dan keberagaman.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Hakikat Bahasa
Menurut Supraptomo (2012:6), „bahasa merupakan salah satu identitas manusia‟. Sebagai identitas manusia, bahasa dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yaitu dari sudut pandang semiotika, fungsi, dan pragmatik. Kajian semiotika menurut Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, yaitu segala sesuatu yang berkenaan mengenai sistem tanda dan lambang dalam kehidupan‟. Penjelasan serupa juga diungkapkan oleh Scholes dalam Budiman (2011:ix), „pada dasarnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
semiotika merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apa pun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna.
Menurut Praptomo (2012:8), „dari segi fungsinya, bahasa mengemban dua fungsi utama. Fungsi pertama, bahasa berfungsi melambangkan, mewakili, atau mempresentasikan segala sesuatu. Fungsi yang pertama ini disebut fungsi referensial, representasional, atau ideasional. Fungsi yang kedua, bahasa berfungsi sebagai sarana menjalin komunikasi dengan sesama. Fungsi yang kedua ini lazim disebut fungsi komunikatif atau fungsi interaksional‟. Dengan kata lain bahasa dari segi fungsi digunakan untuk mengungkapkan perasaan, gagasan, dan untuk menjalin komunikasi.
Menurut Supraptomo (2012:8), „dari sudut pandang pragmatik, bahasa merupakan tindakan (action), yang disebut tindakan verbal (verbal act) atau tindak tutur‟. Tindak tutur dipahami sebagai tuturan yang tidak hanya mengandung makna (ungkapan gagasan dan perasaan), melainkan juga mengandung tindakan. Kemudian, Searle dalam Nadar (2009) membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan yang berbeda, yaitu tindak lokusioner
„utterance act‟ atau „locutionary act‟, tindak ilokusioner „illocutionary act‟, dan tindak perlokusioner „perlocutionary act‟.
Dari sudut pandang pertama, yaitu sudut pandang semiotik, merupakan penjabaran dari Lingusitik Struktural karena mengkaji bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang bermakna. Menurut Praptomo (2012:2), model kerja ilmiah para penganut Linguistik Struktural telah menghasilkan rumusan kaidah satuan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
satuan lingual (bunyi), fonem, morfem, kata, frasa klausa, kalimat, paragraf, wacana) dalam berbagai bahasa yang ada di dunia ini.
Dari sudut pandang kedua dan ketiga, yaitu sudut pandang fungsi dan pragmatik, merupakan penjabaran dari teori-teori baru, seperti teori fungsional, semiotik, pragmatik dan linguistik kritis. Teori-teori baru tersebut disebut teori
Linguistik Pascastruktural. Dengan demikian, ada perbedaan paradigma antara
Linguistik Struktural dengan Linguistik Pascastruktural. Praptomo (2012:3), menjelaskan perbedaan paradigma tersebut sebagai berikut.
Linguistik Struktural meneliti bahasa dari aspek internalnya (instrinsiknya), sedangkan Linguistik Pascastruktural tersebut mengkaji bahasa dari aspek eksternalnya (ekstrinsiknya). Dasar pandangan teori-teori Linguistik Pascastruktural adalah penggunaan bahasa manusia itu tidak semata-mata berhubungan dengan faktor-faktor internal (di dalam) bahasa itu sendiri, tetapi juga sangat berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (di luar) bahasa. Istilah yang umum dikenal untuk menyebut faktor eksternal bahasa adalah konteks (context) atau komponen tutur (component speech).
Teori Linguistik Pascastruktural ini terdiri atas beragam teori. Keragaman tersebut disebabkan oleh perbedaan penekanan aspek dan komponen tutur yang menjadi fokus kajian. Penelitian ini secara khusus difokuskan pada teori linguistik kritis (Critical Linguistics) atau analisis wacana kritis (discourse analisys critis).
2.2.2 Linguistik Kritis (critical linguistic) Halliday
Linguistik Kritis (critical linguistic) merupakan salah satu teori lingusitik pascastruktural yang mengkaji bahasa dengan bidang lain di luar bahasa. Menurut
Eriyanto (2001:15), „critical linguistic memusatkan analisis wacana pada bahasa dan menghubungkannya dengan ideologi‟. Wacana bahasa dalam penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dimaknai sebagai bahasa tulis, yakni teks headline dan tajuk rencana. Dengan demikian, kajian linguistik kritis ini digunakan untuk memahami bagaimana ideologi surat kabar Kompas dimanifestasikan ke dalam bahasa teks: headline dan tajuk rencananya, khususnya dalam memberitakan isu-isu toleransi dan keberagaman pada masa pilkada DKI Jakarta 2017.
Teks oleh Halliday (1978) dalam Widharyanto (2002: 35), „dipandang sebagai ruang sosial di mana dua proses sosial yang fundamental, yakni representasi pengalaman dan dunia, dan interaksi sosial antar partisipan secara serempak terjadi‟. Berdasarkan pengertian ini maka teks dipahami sebagai bahasa yang berfungsi sebagai pengungkap makna di dunia sekaligus interksi antar partisipan yang terlibat dalam teks itu. Interaksi inilah yang disebut sebagai konteks yang berperan menjelaskan makna teks.
Menurut Halliday dan Hassan (1985) dalam Widharyanto (2000) menyatakan bahwa suatu teks memiliki sifat-sifat sebagai berikut ini. Pertama, teks itu sesungguhnya terdiri atas makna-makna dan membentuk suatu makna. Makna tersebut tampak dalam teks bila dituliskan dengan kata-kata dan kalimat-kalimat.
Makna dalam hal ini dikodekan dengan struktur bahasa atau bersifat structural linguistic. Kedua, suatu teks sebenarnya merupakan suatu bentuk pertukaran makna yang bersifat sosial. Setiap jenis teks dalam setiap bahasa memiliki makna karena di dalamnya ada interaksi antara pembaca dan penulisnya.
Ketiga, teks adalah hasil dari lingkungannya. Teks merupakan hasil suatu proses pemilihan makna yang terjadi di suatu lingkungan tertentu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
menggambarkan makna lingkungan tersebut dalam sistem kebahasaan. Keempat, teks memiliki hubungan yang dekat dengan konteks. Bahkan Halliday dan Hassan
(1985:71) dalam Widharyanto (2000:36), menyatakan bahwa „kita tidak dapat mengungkapkan salah satu konsep tanpa menggunakan yang lain. Oleh karena itu, apabila terdapat suatu teks tentu ada teks lain yang menyertainya‟. Teks yang menerangkan makna teks lain ini disebut konteks. Dalam pengertiannya, konteks tidak sebatas segala sesuatu yang bersifat verbal atau kebahasaan, tetapi juga sesuatu di luar kebahasaan atau nonverbal.
Inti dari gagasan Linguistik Kritis atau (critical linguistics) adalah melihat bagaimana gramatika bahasa membawa posisi dan makna ideologi tertentu.
Dengan kata lain, aspek ideologi itu diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang dipakai. Menurut Eriyanto (2001:15) „bahasa, baik pilihan kata maupun struktur gramatika, dipahami sebagai pilihan, mana yang dipilih oleh seseorang untuk diungkapkan membawa makna ideologi tertentu‟.
Dalam penelitian ini kajian linguistik kritis digunakan untuk mengungkapkan bagaimana pilihan kata, khususnya yang membentuk piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas memperlihatkan sikap atau ideologi surat kabar
Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman atau nilai keindonesiaan pada umumnya.
2.2.3 Analisis Wacana Kritis (AWK) N. Fairclough
Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Menurut Mulyana (2005), satuan pendukung kebahasaan wacana meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf hingga karangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
yang utuh. Kajian wacana berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Yoce (2014) bahwa selain dibangun atas hubungan makna antarsatuan bahasa, wacana juga terikat dengan konteks. Dengan demikian, untuk memahami makna sebuah wacana, diperlukan pemahaman yang luas tentang kebahasaan dan hal-hal di luar kebahasaan (konteks) yang dapat dijadikan rujukan untuk memahami sebuah wacana.
Menurut Fairclough dan Wodak dalam Eriyanto (2001:7), „analisis wacana kritis melihat wacana-pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan-sebagai bentuk dari praktik sosial‟. Eriyanto lebih lanjut menjelaskan bahwa wacana sebagai praktik sosial menyebabkan hubungan dialektis di anatara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Sebuah wacana dapat menampilkan ideologi dan kepentingan tertentu, misalnya isu-isu rasisme, status sosial, kesenjangan sosial, gender, dominasi budaya tertentu dan lain sebagainya.
Menurut Eriyanto (2001), analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Menurut Fairclough dan Wodak (2001:7-8),
„analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing‟. Dalam penelitian ini, menganalisis bagaimana bahasa (teks) dalam headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas memberitakan isu-isu toleransi dan keberagaman pada masa pilkada DKI Jakarta 2017. Pemberitaan headline dan tajuk rencana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
itulah nantinya akan diketahui perspektif dan ideologi surat kabar Kompas terhadap nila-nilai toleransi dan keberagaman atau nilai keindonesiaan pada umumnya.
Fairclough berupaya menggabungkan teori sosial (wacana) dengan teori bahasa yang kemudian melahirkan linguistik kritis. Gabungan ini selanjutnya memiliki konstribusi yang besar untuk mengkaji relasi kekuasaan dan bahasa.
Menurut Fairclough dalam Haryatmoko (2017), analisis wacana kritis harus memperlihatkan tiga dimensinya, yaitu teks, praktik diskursif dan praktik sosial.
Pertama, teks, yaitu semua mengacu ke wicara, tulisan, grafik, dan kombinasinya atau semua bentuk linguistik teks (khasanah kata, gramatika, sintaksis, struktur metafora, retorika) (Haryatmoko, 2017:23).
Menurut Haryatmoko (2017:24), „dalam analisis teks, hal mendasar yang perlu dianalisis adalah penggunaan istilah dan metafora karena mengacu pada makna tertentu‟. Pemilihan kata tertentu dalam sebuah teks juga akan memperlihatkan sikap, keyakinan atau ideologi seseorang dalam memandang sebuah peristiwa yang dituliskannya. Pemilihan kata, khususnya pada penelitian ini erat hubungannya dengan sistem ketransitifan dan modalitas. Penggunaan kata kerja transitif akan mengungkapkan sikap penulis terhadap peristiwa dan partisipan-partisipan di dalamnya, sedangkan pemilihan kata dalam modalitas akan memperlihatkan komentar atau penilaian penulis terhadap sebuah peristiwa atau tokoh tertentu yang nantinya juga memperlihatkan sikap penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Kedua, praktik diskursif, Menurut Haryatmoko (2017:23), „yaitu semua bentuk produksi dan konsumsi teks. Dalam dimensi ini ada proses menghubungkan produksi dan konsumsi teks atau sudah ada interpretasi‟. Analisis praktik diskursif mau melihat kekuatan pernyataan dalam arti sejauh mana mendorong tindakan atau kekuatan afirmatifnya (Haryatmoko, 2017:24). Pada tahap ini praktik intertekstual mulai dibutuhkan untuk mengungkap makna-makna dalam teks secara utuh.
Ketiga, praktik atau praksis sosial, menurut Haryatmoko (2017:23),
„praksis sosial biasanya tertanam dalam tujuan, jaringan dan praksis budaya sosial yang luas. Dalam dimensi ini, sudah mulai masuk pemahaman intertekstual, peristiwa sosial yang memperlihatkan bahwa teks dibentuk oleh dan membentuk praksis sosial‟. Praksis sosial mau menggambarkan bagian aktivitas sosial dalam praksis, misalnya, menjalankan profesi (sebagai dokter, pelayan toko) selalu menggunakan bahasa khusus, demikian juga sebagai politisi ada kode sosial khusus (Haryatmoko, 2017:24).
2.2.4 Bahasa dan Kekuasaan
Dalam pemakaiannya, menurrut KBBI edisi ketiga terbitan Departemen
Pendidikan Nasional, (Balai Pustaka Jakarta, 2001), dalam petunjuk pemakaian kamus halaman xxv antara lain menyebutkan ragam menurut pokok pembicaraan.
Di situ diuraikan bahwa ada empat macam ragam yakni ragam bahasa undang- undang, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa sastra.
Dalam penelitian ini, ragam bahasa yang menjadi fokus kajian adalah ragam bahasa jurnalistik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Ragam bahasa jurnalisik adalah ragam bahasa Indonesia yang populer, karena sifatnya yang mudah dipahami oleh publik (yang terdiri dari berbagai kalangan).
Sifatnya yang mudah dipahami itu, menjadikan informasi yang terkandung dalam bidang jurnalistik sangat besar pengaruhnya kepada publik. Hal ini selaras dengan penegertian ragam jurnalistik menurut Rosihan Anwar dalam JS. Badudu
(2004:4), „ragam bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya‟.
Setiap tuturan selalu mengandung berbagai maksud dan kepentingan tidak terkecuali “tuturan” dalam dunia jurnalistik. Salah satu maksud itu berkenaan dengan kekuasaan. Menurut Kamus Terbaru Bahasa Indonesia (2008:390),
„kekuasaan merupakan kesanggupan; kemampuan orang atau golongan untuk menguasai orang atau golongan lain‟. Praptomo (2012:19) mengutip (Fairclough
1989 dan 1995), „menyatakan bahwa kekuasaan pada hakikatnya berkenaan dengan hubungan antarmanusia, yaitu hubungan yang tidak seimbang (unequal) di antara dua pihak, yaitu salah satu pihak mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada pihak lain‟.
Dalam kaitannya dengan pemberitaan, menurut Eryanto (2001:134), „bahasa menggambarkan bagaimana realitas dunia dilihat, memberi kemungkinan seseorang untuk mengontrol dan mengatur pengalaman pada realitas sosial‟.
Dalam surat kabar, bahasa selain digunakan untuk menampilkan realitas sosial yang begitu kompleks, juga berpotensi untuk memaksa pembaca memaknai realitas sesuai pemaknaan wartawan serta visi misi suatu media masa. Praktik-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
praktik inilah yang kemudian dikenal sebagai bahasa sebagai alat pencapai tujuan atau kekuasaan.
Tujuan analisis wacana kritis atau linguistik kritis adalah ingin mencari maksud tuturan yang tersembunyi. Menurut, Praptomo (2012:16), „maksud dapat disembunyikan oleh penuturnya melalui tindak tutur atau tuturan yang muatan maksudnya sudah menjadi pengertian umum di masyarakat sehingga pemahamannya sangat tergantung pada konteks‟.
Menurut Praptomo (2012:20), „dalam linguistik kritis, maksud yang berkenaan dengan kekuasaan ini disebut ideologi (ideology)‟. Jika maksud kekuasaan itu dipresentasikan dalam bahasa, bahasa lalu cenderung bersifat ideologis, yaitu bahasa menjadi tempat bersemayamnya ideologi (location of ideologhy) (Fairclough 1989 dan 1995).
Dalam lingusitik kritis, cara kelompok (dalam hal ini media massa) mempengaruhi kelompok lain (publik) termasuk ke dalam praktik dominasi. Hal ini selaras dengan pendapat Praptomo (2012:22), „yaitu dominasi berkenaan dengan praktik kekuasaan yang dilakukan. Praktik dominasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara, yaitu secara apresiatif, persuasif dan koersif sehingga berdasarkan cara dominasinya, kekuasaan dapat dibedakan menjadi kekuasaan apresiatif, kekuasaan persuasif, dan kekuasaan koersif‟.
Menurut Praptomo (2012:22), „kekuasaan persuasif adalah kekuasaan yang diwujudkan oleh individu/kelompok dengan cara mempengaruhi individu atau kelompok lain‟. Selaras dengan pengertian tersebut, secara umum penelitian ini melakukan analisis kekuasaan persuasi pada penggunaan bahasa oleh surat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
kabar Kompas pada headline dan tajuk rencananya. Dalam penelitian ini akan mengungkap bagaimana media masa memandang realitas yang kemudian diwujudnyatakan dalam pemberitaannya. Perwujudnyataan yang berupa bahasa itulah yang akan dianalisis dengan menggunakan Teori Perspektif Widharyanto
(2000).
2.2.5 Pendekatan Perspektif dalam Wacana
Menurut Kamus Terbaru Bahasa Indonesia (2008), perspektif merupakan cara melukiskan suatu benda dan sebagainya pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi; pandangan; sudut pandang. Perspektif dalam pandangan Renkema dalam Widharyanto (2000:47-
48), „memiliki cakupan makna yang lebih luas, tidak hanya berkaitan dengan posisi pencerita dalam melihat objek deskripsinya, seperti sifat dan karakter pribadi-pribadi lain dalam ceritanya, tetapi dikaitkan juga dengan latar belakang, nilai-nilai, pandangan hidup, dan sikap pencerita (atau penulis) yang dapat disorot dari segi sosiologi politik dan segi psikolinguistik‟.
Secara rinci, Renkema dalam Widharyanto (2000:48) „menjelaskan bahwa kajian terhadap fenomena perspektif sebenarnya dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yakni visi, fokalisasi, dan empati‟. Dalam penelitian ini, fenomena perspektif yang terlihat pada headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas dikaji dengan menggunakan pendekatan visi. Dengan demikian, penelitian ini lebih berorientasi pada upaya mengungkap aspek-apek ideologis yang mendasari dan membentuk perspektif pada tajuk rencana Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman pada periode Pilkada DKI Jakarta 2017.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Menurut Widharyanto (2000:50), „dalam produksi bahasa, khusunya tulisan, perspektif dapat dimanifestasikan dalam kaitannya dengan dua hal, yakni masalah strategi penyajian informasi (presentation of information) dan masalah pemilihan bentuk-bentuk ekspresi bahasa yang digunakan sebagai penanda perspektif‟.
Uraiannya sebagai berikut.
Dalam strategi penyajian informasi, kesatuan apa yang dikenal sebagai (1) pemilihan tema atau titik tolak pembicaraan, termasuk di dalamnya pemilihan judul, dan (2) “urutan wajar” dan “pembalikan urutan wajar” (lihat Levelt, 1981; dan Brown Yule, 1983) dalam penataan informasi memperlihatkan suatu perspektif tertentu. Selain itu, dalam pemilihan dan pemakaian bentuk-bentuk ekspresi bahasa tertentu seperti struktur transitivitas, struktur leksikal dan pemilihan kata, struktur nominalisasi, pemakaian bentuk modalitas, tindak tutur, metafora, dan informasi lama dan baru, tersimbolkan juga perspektif penulis.
2.2.6 Piranti-Piranti Kebahasaan
Dalam media masa, bahasa merupakan sarana utama untuk menyampaikan informasi. Pemilihan dan penggunaan bahasa tertentu dalam pemberitaan tidak sekadar demi keefektifan berbahasa melainkan mengakibatkan konskuensi tertentu pula. Penggunaan model kebahasaan yang digunakan dalam pemberitaan inilah yang disebut piranti kebahasaan. Piranti-piranti kebahasaan ini umumnya digunakan untuk menampilkan sebuah pandangan atau perspektif media masa terhadap sebuah peristiwa yang diungkapkan melalui teks berita.
Secara umum bentuk piranti kebahasaan itu adalah sistem ketransitifan, struktur leksikal dan pilihan kata, struktur nominalisasi, modalitas, tindak tutur, metafora, dan struktur informasi (Widharyanto, 2000:59). Dalam penelitian ini analisis dilakukan terhahap piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
digunakan surat kabar Kompas dalam pemberitaannya. Berikut ini penjabaran piranti-piranti kebahasaan tersebut.
2.2.6.1 Piranti Kebahasaan Ketransitifan
Menurut Chaer (2008:79), „verba transitif merupakan verba yang memiliki objek, sedangkan verba intransitif merupakan verba yang tidak memiliki objek‟.
Secara rinci, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1997:93) menerangkan bahwa
„setiap verba transitif mengenal bentuk yang berbeda-beda makna dan ciri sintaksisnya. Dari segi maknanya, verba transitif mengungkapkan peristiwa yang melibatkan dua atau tiga maujud, masing-masing „sumber‟ peristiwa
(pelaku/pengalam/peneral), maujud yang secara langsung dikenai oleh peristiwa itu („sasaran‟ atau „tujuan‟/„penderita‟) dan untuk verba dwitransitif-maujud yang dialatkan untuk mengadakan peristiwa tersebut (pelengkap)‟. Dengan demikian struktur ketransitifan dapat dipahami melalui verba yang dimunculkan dan partisipan-partisipan yang dimunculkan dalam sebuah prooposisi.
Untuk memahami verba dan partisipan-partisipan dalam sebuah proposisi, maka dapat dianalisis dari segi sintaksisnya. Analisis sintaksis digunakan untuk mengetahui makna partisipan dalam sebuah proposisi ada tiga macam, yakni analisis fungsi, analisis kategori, dan analisis peran. Dengan analisis sintaksis semacam ini penyebutan mempermudah penggolongan dan peneyebutan peran partisipan dalam sebuah proposisi, juga berguna untuk mengetahui perpsektif penulis terhadap partisipan-partisipan yang dimunculkan dalam tulisannya.
Misalnya di atas Chaer menyebut partisipan dengan sebutan subjek dan predikat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia menyebut partisipan-partisipan itu dengan istilah pelaku dan penderita.
Menurut J.D Parera (2009:6) „fungsi sintaksis mempersoalkan kedudukan satuan-satuan bahasa itu pada tataran yang lebih tinggi, yakni berfungsi membedakan makna. Misalnya sebuah kata berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, atau keterangan pada satuan klausa atau kalimat‟. Dalam analisis wacana kritis fungsi subjek, predikat, objek dapat memperlihatkan kecenderungan penulis terhadapnya, khususnya penonjolan fungsi-fungsi tersebut di dalam kalimat.
Sebuah peristiwa setidaknya dapat diperikan dari dua sudut, yaitu dari sudut fungsi subjek atau dari sudut fungsi objek. Kedua pandangan itu memerlukan bentuk verba tersendiri, masing-masing bentuk aktif dan bentuk pasif. Menurut
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1997:93), „subjek bentuk aktif adalah pelaku/pengalam/peneral, sedangkan subjek bentuk pasif adalah sasaran/tujuan/penderita yang dalam bentuk aktif menempati gatra objek‟.
Menurut Chaer (2008:27), kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata atau frasa yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina (N), verba (V), ajektiva (A), dan adverbial
(Adv), numeralia (Num), preposisi (Prep), konjungsi (Konj), dan pronominal
(Pron). Kategori sintaksis ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan bentuk dan distribusi kategori-kategori itu di dalam kalimat.
Abdul Chaer (2008:27) menjelaskan „hubungan antara kategori pengisi fungsi P, baik berkategori V maupun bukan, dengan pengisi fungsi-fungsi lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
disebut “peran sintaksis” atau “peran” saja‟. Dengan demikian fungsi verba di dalam preposisi menentukan hadirnya partisipan-partisipan yang lain. Chafe dan para pakar semantik generatif dalam Chaer (2008:29) berpendapat bahwa „verba atau kata kerja yang mengisi fungsi P merupakan pusat semantik dari sebuah preposisi‟. Dengan kata lain verba dapat menunjukkan peran partisipan di dalam kalimat, baik sebagai pelaku atau korban.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Eriyanto (2001:152), „model transitif berhubungan dengan proses, yakni melihat bagian mana yang dianggap sebagai penyebab suatu tindakan, dan bagian lain sebagai akibat dari suatu tindakan‟. Model transitif dipakai untuk menunjukkan tindakan yang oleh aktor atau pelaku yang dalam kalimat menempati fungsi subjek. Pusat perhatian dalam model kalimat transitif adalah aktor dan tindakkannya yang berimplikasi terhadap korban yang dalam kalimat menempati fungsi objek.
Halliday dalam Widharyanto (2000:60), „lebih menyoroti ketransitifan dalam kaitannya dengan fungsi ideasional yang dibawa suatu klausa, yakni sebagai alat untuk menganalisis representasi pola-pola pengalaman‟. Pengalaman- pengalaman yang dimaksud Halliday antara lain: (1) proses material yang berwujud perbuatan atau kejadian, (2) proses mental yang berupa pemikiran, penglihatan, atau perasaan, (3) proses verbal baik dengan ucapan langsung maupun tidak langsung, dan (4) proses relasional baik yang bersifat atribut maupun posesif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Fowler (1991), MacCarthy dan Carter (1994), dan Lee (1992) dalam
Widharyanto (2000), membuktikan bahwa masing-masing variasi bentuk ketransitifan memasukkan suatu pandangan maupun perspektif penulis yang berbeda tentang peristiwa yang dilaporkannya. Berikut ini disajikan klausa (1) sampai (6) sebagai ilustrasi pernyataan tersebut.
(1) polisi menembak mati enam demonstran
(2) enam demonstran ditembak mati oleh polisi
(3) enam demonstran tewas
(4) “enam demonstran tertembak mati”, ujar saksi mata
(5) saksi mata melihat enam demonstran mati tertembak
(6) enam mahasiswa yang tewas itu adalah Elang Mulia [...]
Analisis ketransitifan terhadap klausa (1) – (6) menghasilkan fitur-fitur seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1: tabel untuk menganalisis ketransitifan.
Kutipan Proses Partisipan yang Inferensi Ketransitifan dimunculkan 1 Perbuatan Pelaku, tujuan Proses yang diperlihatkan dari peristiwa yang dilaporkan adalah proses perbuatan Modus perbuatan disengaja Partisipan yang ditonjolkan adalah pelaku 2 Kejadian Tujuan, pelaku Proses yang diperlihatkan dari peristiwa yang dilaporkan adalah proses kejadian Modus tindakan disengaja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Partisipan yang ditonjolkan adalah tujuan 3 Kejadian Tujuan Proses yang diperlihatkan dari peristiwa yang dilaporkan adalah proses kejadian Pelaku disamarkan, dianggap tak penting atau dapat ditafsirkan dari konteks Partisipan yang ditonjolkan adalah tujuan 4 Verbal Ucapan, Proses yang diperlihatkan dari pengucapan peristiwa yang dilaporkan adalah proses verbal Pelaku disamarkan, dianggap tak penting atau dapat ditafsirkan dari konteks, atau pelaku tidak diketahui Modus perbuatan tidak disengaja 5 Mental Pengindera, Proses yang diperlihatkan dari fenomena peristiwa yang dilaporkan adalah proses mental Partisipan yang ditonjolkanadalah pengindera Pelaku disamarkan, dianggap tidak penting atau dapat ditafsirka dari konteks, atau pelaku tidak diketahui 6 Relasional Penunjuk, Proses yang diperlihatkan dari tertunjuk peristiwa yang dilaporkan adalah prose relasional Pelaku tidak penting, dapat ditafsirkan dari konteks, atau pelaku tidak diketahui Partisipan yang ditonjolkan adalah partisipan penunjuk
2.2.6.2 Piranti Kebahasaan Modalitas
Menurut KBBI (2008:453), „modalitas merupakan klasifikasi pernyataan
menurut hal menyuguhkan kemungkinan: makna kemungkinan, keharusan, dan
sebagainya yang dilukiskan dalam kalimat’. Modalitas oleh Fowler dalam
Widharyanto (2000) dimengerti sebagai komentar atau perspektif, yang berasal
dari teks, baik secara eksplisit atau implisit diberikan oleh penulis terhadap hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
yang dilaporkan, yakni keadaan, peristiwa, dan tindakan. Modalitas sebagai komentar atau perspektif dari penulis yang tertuang dalam teks dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni (1) kebenaran (epistemik), (2) keharusan, (3) izin
(deontik), dan (4) keinginan (intensionalitas).
Berbeda penyebutan istilah, menurut Alwi (1992:26), „modalitas dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) modalitas intensional, yang mengungkapkan maksud keinginan, harapan, ajakan pembiaran, dan permintaan;
(2) modalitas epistemik, yang berhubungan dengan kemungkinan, keteramalan, keharusan, dan kepastian; (3) modalitas deontik, yang berhubungan dengan izin dan perintah; dan (4) modalitas dinamik, yang mengungkapkan makna kemampuan’. Berikut ini adalah tabel jenis-jenis modalitas dan kata-kata penanda yang dipakai untuk mewakilinya.
Tabel 2.2: jenis-jenis modalitas
No Jenis Makna yang Kata yang Digunakan
Modalitas Diungkapkan
1 Intensional/ a. Keinginan Keinginan: ingin, mau,
keinginan b. Harapan hendak, akan, menginginkan,
c. Ajakan menhendaki, mendambakan,
berkeinginan, bertekad,
bermaksud, berhasrat
Harapan: mudah-mudahan,
semoga, moga-moga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
berharap, harapkan, dan
mengharapkan
Ajakan: imbau, mengajak,
mengimbau,mari (-lah), ayo
(-lah)
2 Epistemik/ a. Kemungkinan Kemungkinan: mungkin,
keharusan b. keteramalan brangkali, dapat saja, bisa
c. Kepastian saja, bisa jadi
Keteramalan: akan,
agaknya, tampaknya,
rasanya, kelihatannya,
menurut saya, menurut hemat
saya, pada hemat saya, saya
pikir, saya rasa, saya kira,
saya duga
Kepastian: pasti, tentu,
niscaya, dapat
3 Deontik/ izin a. Izin Izin: dapat, bisa, boleh,
b. Perintah mengizinkan,
memperbolehkan,
memperkenalkan, izinkan,
perbolehkan, dizinkan,
diperbolehkan,diperkenankan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Perintah: harus, mesti
mengharuskan,
memerintahka, perintahkan,
diharuskan, diperintahkan
4 Dinamik/ Mempersoalkan sikap
kebenaran pembicara terhadap
aktualisasi peristiwa.
Berikut ini kutipan (7) sebagai contoh penggunaan piranti modalitas keharusan atau deontik dalam pemberitaan. Kutipan ini dari judul headline surat kabar Media Indonesia.
(7) Parpol harus pulihkan kepercayaan… (Minggu, 18/02/2018)
Dengan modalitas keharusan ini, penulis menetapkan bahwa partisipan yang dimunculkan pada pemberitaan dalam suatu proposisi seharusnya atau tidak seharusnya melakukan tindakan dalam proposisi itu.
Dengan modalitas epistemik kepastian, penulis menyatakan kebenaran tentang berita yang disampaikan. Contoh modalitas tersebut dapat diamati dengan kutipan (8) berikut ini yang diambil dari judul berita surat kabar Kompas.
(8) Penyelundupan narkoba dipastikan masih akan terjadi. (22/02/2018)
(9) Kita tetap berharap kampanye pilkada serentak yang sudah dimulai
tetap diwarnai keriaan. (29/10/2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Dengan modalitas berharap pada kutipan (9), yakni kalimat dalam tajuk rencana surat kabar Kompas tanggal 29 Oktober 2016, surat kabar Kompas menetapkan persetujuannya atas keinginannya kampanye pilkada serentak tetap diwarnai keriaan atau kegembiraan. Dengan demikian kalimat itu memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang setuju dan mendukung terhadap nilai demokrasi yang baik dan benar.
2.2.7 Surat Kabar Kompas
Menurut Dwi dan Rhoma (2007:827), „secara umum Kompas bisa disebut menjadi salah satu media candradimuka tersemainya semangat inklusifisme dan pluralisme di Indonesia. Berangkat dari acuan nilai itu, semua opini yang masuk di halaman 4 (sekarang 6), mestilah berpijak pada kerangka besar humanisme transendental itu‟. Opini yang dimaksud pada halman 6 yakni rubrik tajuk rencana.
Menurut Jakob Otema (2008: 4), „humanisme transendental atau kemanusiaan yang beriman, yang berarti menempatkan nilai dan asas kemanusiaan sebagai nilai tertinggi, diterjemahkan dalam bidang kegiatan yang menunjang sepak terjang Kompas sesuai dengan konteks wilayah kerja masing- masing, meliputi unit redaksi, bisnis, teknologi informasi, penelitian dan pengembangan, dan sumber daya manusia-umum‟. Dengan penjelasan tersebut maka terungkaplah bahwa selain surat kabar Kompas cenderung berpihak pada nilai kemanusiaan, juga memandang keberagaman (baik wilayah maupun sumber daya manusianya), dan kemajuan teknologi sebagai nilai yang harus dipelihara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Berikut ini dipaparkan juga nilai-nilai yang menjadi pilar surat kabar Kompas beserta visi misinya.
Nilai-Nilai 5C Kompas (Caring, Credible, Competen, Customer Delight)
1. (Caring) peduli terhadap sesama
2. (Credible) dapat dipercaya dan diandalkan
3. (Competent) cakap dan terampil dalam bidangnya
4. (Competitive) terdorong untuk menjadi yang terunggul
5. (Customer delight) memberikan yang terbaik sehingga pelanggan merasa
puas
Berikut ini Visi Misi Kompas yang dilengkapi dengan penjelasan dari Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Visi Misi Kompas
Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), toleran (berperspektif tenggang rasa, berperspektif menghargai pendirian orang lain; penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja), aman (merasa bebas dari bahaya, merasa terlindungi) dan sejahtera (aman sentosa dan makmur) dengan mempertahankan Kompas sebagai
„market leader‟ secara nasional melalui optimalisasi sumber daya serta sinergi bersama mitra strategis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2.2.8 Prinsip-prinsip Penulisan Headline
Headline atau judul adalah “kepala berita” yang biasanya disusun beberapa kata saja. Menurut Chaer (2010:20), „headline news harus dibuat sedemikian rupa sehingga tampak menarik dan “hidup”. Umpamanya, untuk membuat judul lebih “hidup” dan lebih menarik perhatian, lazim dibuat dengan menanggalkan prefiks me- dan ber- yang ada pada verba atau kata kerjanya; padahal pada bahasa ragam baku kedua prefiks itu harus disampaikan‟. Pendapat serupa diutarakan oleh Sareb (2016:64), „bahwa judul adalah “mata kail” yang sanggup menarik masuk seluruh perhatian dan daya cipta audience agar mau mengikuti berita yang Anda tulis'.
Headline adalah bagian surat kabar yang paling sering diamati oleh pembaca karena letaknya di halaman depan dan ditulis dengan ukuran tulisan yang cukup besar. Melalui headline, pembaca secara umum memperoleh gambaran seluruh isi berita hari itu. Rivers dan Mathews (1994) yang menyatakan bahwa sekitar 98% dari semua pembaca surat kabar membaca berita yang di halaman muka.
Agar menarik, menurut Sareb (2016:64-66), menulis judul atau headline berita dapat dilakukan dengan menggunakan bebarapa teknik dalam tabel berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel 2.3: teknik membuat judul atau headline berita.
No Teknik Definisi Contoh
1 “Apa- Teknik “apa-mengapa” Pesawat Mandala (apa),
Mengapa” dimaksudkan untuk Jatuh (mengapa)
mempermudah menyusun
judul dengan mengajukan
pertanyaan dengan kata tanya
“apa” dan “mengapa.
2 “Siapa- Di dalam sebuah peristiwa Lady Diana (siapa)
Mengapa” pelaku (tokoh) dianggap Mengalami Kecelakaan
penting, dan merupakan Mobil (mengapa).
public figure, atau tokoh
yang tidak dikenal, namun
memiliki sisi menarik, maka
pola “siapa-mengapa” dapat
digunakan sebagai judul.
3 Intisari Berita Wartawan yang meliput Bom Kembali
peristiwa, menganggap Mengguncang Bali: 24
bahwa sisi yang penting Orang Tewas, Puluhan
diangkat ialah apa yang Lainnya Luka-Luka
terjadi (what) dan siapa yang
menjadi korban (who).
4 Pola Hasil Pola membuat judul Barcelona Permalukan
Akhir menggunakan hasil akhir ini Real Madrid 4-0.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
sering dipakai wartawan,
terutama wartawan di bidang
olah raga.
5 Gunakan Lazimnya, judul kalimat 1. Dua orang pemuda
Kalimat Aktif, menggunakan kalimat aktif memperkosa seorang
Bukan Pasif karena dayanya lebih gadis cantik (kalimat
dahsyat. aktif)
2. Seorang gadis
cantik diperkosa,
lalu dibunuh
(kalimat pasif)
6 Judul Berita Judul berita tidak panjang,
Terdiri atas 4-7 yang paling baik terdiri atas
Kata 4-7 kata. Namun, dalam kata
yang sangat singkat itu,
wartawan harus sanggup
memancing rasa ingin tau
pembaca.
2.2.9 Prinsip-Prinsip Penulisan Tajuk Rencana
Menurut Sumadiria (2004:82), „secara teknis jurnalistik, tajuk rencana
diartikan sebagai opini redaksi yang berisi aspirasi, pendapat, dan perspektif resmi
media pers terhadap persoalan potensial, fenomenal, aktual dan atau kontroversial
yang terdapat dalam masyarakat‟. Perspektif resmi media pers inilah yang
mencerminkan sikap bahkan ideologi media massa itu. Ideologi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
dimaksudkan adalah keyakinan media massa terhadap nilai yang ideal yang kemudian dijadikan dasar dalam pemberitaannya, secara khusu tajuk rencana.
Menurut Mallarangeng (2010:10), „tajuk rencana adalah rubrik yang membawakan visi atau opini suatu surat kabar tentang satu atau beberapa hal‟.
Mallarangeng juga menjelaskan bahwa penulis tajuk rencana adalah pemimpin redaksi atau tim yang dibentuk pemimpin redaksi yang umumnya para wartawan senior. Oleh karena itu isi rubrik tajuk rencana dipertanggungjawabkan oleh redaksional.
Mallarangeng (2010: 12-13) juga secara rinci membedakan antara rubrik- rubrik informasi dalam surat kabar dengan rubrik tajuk rencana sebagai berikut:
„Berbeda dengan informasi pada halaman-halaman lain yang berpotensi objektif, tajuk rencana pada hakikatnya adalah informasi yang subjektif-optionated news. Karena itu, jika dikatakan bahwa informasi pada tajuk rencana bersifat subjektif dan pada rubrik-rubrik lain, misalnya berita utama, bersifat objektif, maka yang dimaksudkan sebenarnya lebih pada takaran serta kesadaran bahwa pada tajuk si penulis sah dan harus sadar dalam menggunakan subjektivitas secara maksimal. Dengan kata lain, orientasi yang ada pada tajuk adalah subjektivitas yang objektif, sementara pada rubrik-rubrik news yang lain adalah objektivitas yang subjektif‟.
Menutut Prof. Arpan dalam Mallarangeng (2010), fungsi tajuk rencana adalah mendorong daya pikir pembaca dan mengajaknya berbincang-bincang tentang sesuatu sebelum pendapat umum mengenai sesuatu itu terbentuk. Jadi tajuk rencana ditujukan untuk membimbing dan memengaruhi masyarakat agar mengambil perspektif tertentu terhadap suatu hal atau beberapa masalah. Pendapat serupa juga diberikan oleh Charles A. Sprague dalam Mallarangeng (2010:16), menegaskan bahwa „tajuk harus memerangi ketidakpedulian, ketakutan, hipokrisi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
rasialisme, dan pemikiran yang kabur‟. Tajuk rencana selain berfungsi sebagai rubrik informasi juga bersifat persuasif bagi pembacanya.
Selain mengetahui sifat dan fungsinya, untuk dapat menganalisis tajuk rencana, maka harus tahu juga unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.
Menurut Assegaff (1983:64) dalam Sumadiria (2004:83), „tajuk rencana setidaknya harus mengandung lima unsur yang satu sama lain saling terkait: (1) menyatakan suatu pendapat, (2) pendapat itu disusun secara logis, (3) singkat, (4) menarik, serta dimaksudkan untuk, (5) mempengaruhi pendapat para pembuat kebijakan dalam pemerintah atau masyarakat‟. Seperti dijelaskan di atas, tajuk rencana adalah perspektif media massa terhadap peristiwa yang terjadi berupa pendapat. Tajuk rencana ditulis secara singkat dan menarik, tetapi logis dan referensial. Artinya, tajuk rencana sebagian besar ditulis menggunakan data dan pendapat ahli guna meyakinkan pembaca.
Dalam konteks analisis wacana, pendapat atau sikap redaktur suatu media masa sangat penting untuk mengungkapkan perspektifnya terhadap pemberitaan.
Selain itu, melalui pemahaman bahwa tajuk rencana merupakan sikap yang mencerminkan ideologi suatu media inilah maka substansi tajuk rencana dapat dijadikan salah-satu konteks yang diwajibkan dalam penelitian pragmatik dan analisis wacana kritis. Hal itu ditegaskan oleh Louise Cummings (2007:5), „kita tidak dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan‟.
Secara tegas Dwi dan Rhoma (2007:827) „berpendapat bahwa mencermati dua rubrik, yakni opini dan tajuk rencananya, kita pun tahu bahwa nilai yang dibawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Kompas adalah humanisme transendental‟. Humanisme transendental adalah kemanusiaan yang beriman, artinya surat kabar Kompas menempatkan nilai dan asas kemanusiaan sebagai nilai tertinggi yang diwujudnyatakan dalam pemberitaannya.
2.2.10 Nilai-nilai toleransi dan Keberagaman
Nilai toleransi berasal dari gabungan kata nilai dan toleransi. Menurut KBBI
(2008:468), „nilai merupakan kata benda yang berarti harga, sedangkan kata bernilai merupakan kata keterangan yang berarti mempunyai harga, mempunyai nilai; bermutu, berharga‟. Nilai adalah segala sesuatu yang dianggap berharga, baik, dan benar. Menurut Budiyono (1938:140) „kata toleransi berasal dari bahasa
Latin, “tolerare” artinya menahan diri, berperspektif sabar, membiarkan orang berpendapat lain, berhati lapang terhadap orang-orang yang berlainan aliran‟.
Dengan menggabungkan arti kedua kata tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai toleransi adalah menjunjung tinggi perspektif sabar atau lapang dada terhadap perbedaan yang dimiliki oleh orang lain.
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Pusvita Sari (2015:vi), „bahwa toleransi adalah perspektif atau sifat menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasan, kelakuan dan sebagainya yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri dengan adanya perjanjian internasional tentang toleransi ini‟. Sifat lapang hati dan membiarkan orang lain berpendapat adalah inti dari nilai toleransi, karena perspektif toleran bukan berarti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
selalu menerima pendapat yang berbeda dari orang lain, melainkan mengakui kebebasan hak-hak azasi orang lain dalam berpendapat dan berkeyakinan.
Dalam konteks Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku, agama, bahasa, dan budaya, perspektif toleransi menjadi penting. Hal ini menjadi acuan para pendiri bangsa dalam menyusun ideologi dan perundang-undangan. Dalam
Pembukaan UUD 1945, alinea pertama misalnya, dinyatakan, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dari pernyataan tersebut, kemudian negara memiliki peran menjamin dan melindungi hak kemerdekaan seluruh warga negara
Indonesia.
Nilai-nilai toleransi di Indonesia menurut Budiyono (1983:159) antara lain:
1. „Mengakui hak orang lain 2. Menghormati keyakinan orang lain 3. Setuju di dalam perbedaan 4. Saling mengerti 5. Kesadaran dan kejujuran 6. Jiwa falsafah Pancasila‟.
Toleransi juga dinyatakan dalam sila-sila Pancasila, khususnya sila ke-2, ke-3 dan sila ke-5. Sila kedua yang berbunyi, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” berarti menempatkan martabat manusia sebagai pilar negara. Menurut Yudi Latif
(2011:238), „sila kemanusiaan adalah humanisasi secara lahir maupun batin.
Paham kemanusiaan tersebut dilengkapi oleh konsep keadilan dan keberadaban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Artinya, penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia berdasarkan keseimbangan lahiriah maupun batiniah‟.
Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” juga merupakan penghargaan terhadap keberagaman dan nilai toleransi. Persatuan antarsuku bangsa merupakan kekuatan bangsa Indonesia. Yudi Latif (2011:373) mengutip ungkapan Soekarno,
„bahwa membangun rasa kebangsaan dengan membangkitkan sentimen nasionalisme yang menggerakkan “suatu itikat, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu adalah satu golongan, satu bangsa”‟.
Sila kelima yang berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, juga merupakan wujud nyata nilai toleransi menjadi dasar negara. Keadilan yang dimaksudkan untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan staus sosial, golongan, suku dan budaya terentu. Menururt Hamid dkk (2012:287), „sila kelima merupakan sila yang menganut paham persamaan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban‟.
Yudi Latif (2011:243) „lebih tegas menjelaskan bawa kesadaran akan kedudukan sebagai bangsa dilandasi oleh rasa hormat teradap sesama manusia.
“Kesadaran akan kesamaan dan kesederajatan antarbangsa yang dilandasi oleh penghargaan atas martabat manusia dan saling hormat antarsesama warga bangsa dan umat manusia. Kini, hanya bangsa yang menghargai hak-hak azasi manusialah yang dianggap sebagai bangsa yang beradab‟.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
2.3 Kerangka Berpikir
Setelah mengkaji berbagai teori dan hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menyusun kerangka berpikir sebagai kerangka dasar untuk menganalisis masalah penelitian ini sebagai berikut.
1. Penelitian ini lebih berorientasi pada perspektif surat kabar Kompas
terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman atau nilai keindonesiaan
pada umumnya, peneliti ini menggunakan 5 nilai yang diyakini dan visi
misi surat kabar Kompas guna memberi pemahaman dasar ideologi surat
kabar tersebut apakah sesuai dengan indikasi nilai-nilai toleransi dan
keberagaman atau tidak.
2. Untuk fenomena apa saja jenis piranti keransitifan dan modalitas yang
digunakan surat kabar Kompas pada headline dan tajuk rencananya untuk
memberitakan isu-isu tentang toleransi dan keberagaman, peneliti
menggunakan teori piranti modalitas yang dikemukaan Fowler dalam
Widharyanto (2000) dan Alwi (1992) dan teori ketransitifan yang
dikemukakan Abdul Chaer (2008) dan Widharyanto (2000).
3. Untuk fenomena apakah piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas
yang digunakan surat kabar Kompas untuk memanifestasikan perspektif
terhadap nilai toleransi dan keberagaman, peneliti mengunakan teori
perspektif Widharyanto (2000) untuk membedah fenomena tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian tentang “Analisis Ketransitifan dan Modalitas pada Headline dan
Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas dalam Pemberitaan Pilkada DKI Jakarta
2017 Periode September 2016-Desember 2016: Tinjauan Analisis Wacana
Kritis”, termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penggunaan pendekatan kualitatif deskriptif pada penelitian ini didorong oleh beberapa sifat yang tampak dalam penelitian yang dikaji serta tujuan penelitian yang ingin dicapai.
Pertama, objek penelitian yang dikaji adalah fenomena perspektif dalam bahasa headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas yang dimanifestasikan ke dalam bentuk piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas. Fenomena yang dikaji ini memiliki latar alami atau fenomena sosial yang diberitakan di sebuah surat kabar. Kealamian itu tampak pada penggunaan bahasa dalam pembentukkan headline dan tajuk rencana untuk memberitakan isu-isu tentang toleransi dan keberagaman pada masa Pilkada DKI Jakarta 2017.
Selain itu, objek penelitian yang berupa fenomena perspektif dalam kata dan frasa, dan klausa pada headline serta kata, frasa, klausa, dan kalimat, pada tajuk rencana hanya dapat ditafsirkan oleh peneliti sendiri, dalam hal ini peneliti sebagai instrumen inti. Keterlibatan yang mendalam antara peneliti dengan kata dan frasa, dan klausa pada headline serta kata, frasa, klausa, dan kalimat, pada tajuk rencana
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
merupakan kunci untuk memahami perspektif yang dibangun surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman. Keterlibatan peneliti dengan yang diteiti ini sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Sugiyono (2017: 38), „dalam penelitian kualitatif peneliti tidak mengambil jarak dengan yang diteliti, bahkan menemukan dan mengkonstruksi makna terhadap apa yang diobservasi‟.
Kedua, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau memaparkan tentang penggunaan piranti kebahsaan ketransitifan da modalitas (bahasa Indonesia) oleh surat kabar serta penjelasan pengaruh faktor-faktor di luar kebahasaan yang mempengaruhi penggunaan bahasa tersebut. Secara rinci deskripsi itu mengenai (1) jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas yang digunakan surat kabar
Kompas dalam headline dan tajuk rencananya untuk memberitakan isu-isu toleransi dan keberagaman dan (2) perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai toleransi dan keberagaman yang dianifestasikan ke dalam piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas pada headline dan tajuk rencananya.
Ketiga, hasil penelitian ini tidak terlepas dari interpretasi peneliti terhadap data yang diteliti. Proses interpretasi peneliti terhadap apa yang diteliti ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2017: 38), „Metode ini juga sering disebut sebagai metode interpretative karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Dalam penelitian ini data- data ditemukan pada headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
3.2 Data dan Sumber Data
Data penelitian tentang analisis piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas pada headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas ini berupa objek dan konteksnya. Objek penelitian dalam hal ini adalah (1) jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas yang terdapat dalam kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf, (2) fenomena perspektif atau sikap surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman yang dimanifestasikan ke dalam piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas. Dengan demikian wujud data penelitian ini ada dua, yakni wacana secara keseluruhan dan satuan kebahasaan seperti paragraf, kalimat, klausa, frasa, dan kata baik yang terdapat dalam judul headline maupun pada tajuk rencana.
Wujud data pertama adalah teks berita yang berupa judul headline, judul tajuk rencana dan isi tajuk rencana secara keseluruhan. Teks-teks tersebut dipergunakan untuk mengungkap objek penelitian yang berupa jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas yang digunakan surat kabar Kompas. Karakteristik teks yang dipergunakan sebagai data penelitian adalah sebgai berikut. Pertama, teks berita ini menginformasikan peristiwa sosial politik, seperti isu-isu toleransi, keberagaman, berita bohong (hoax), demokrasi, penegakkan hukum dan seputar pilkada Jakarta sendiri. Subjek berita yang seperti ini cenderung memunculkan perspektif berupa keyakinan atau ideologi sebuah surat kabar. Kedua, teks peristiwa sosial politik tersebut dilaporkan dalam bentuk headline dan tajuk rencana yang dimuat oleh surat kabar Kompas. Peristiwa yang dilaporkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
bentuk headline dan tajuk rencana tersebut terjadi pada masa pilkada DKI Jakarta
2017, yakni edisi September 2016 hingga Desember 2016.
Seperti sudah dijelaskan pada BAB I, surat kabar yang dipilih sebagai sumber data adalah urat kabar Kompas. Alasan dipilihnya surat kabar Kompas sebagai sumber data, karena surat kabar Kompas merupakan surat kabar nasional.
Karakteristik surat kabar nasional antara lain: pertama, dari lingkup informasi yang disediakan mencakup seluruh Indonesia dan berorientasi kepada pembaca secara nasional pula. Kedua, pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sebagai medium penyampai pesan.
Periodesasi yang ditentukan sebagai sumber data penelitian adalah pada masa pilkada DKI 2017, yakni surat kabar Kompas yang terbit antara bulan September
2016 hingga Desember 2016. Pemilihan periodesasi tersebut sebagai sumber data penelitian karena pada massa pilkada tersebut berbagai peristiwa sosial dan politik, termasuk isu-isu toleransi dan keberagaman sering muncul. Dengan demikian, penggunaan teori analisis wacana kritis akan semakin relevan untuk membuktikan hubungan antara bahasa dan ideologi atau bahasa sebagai alat politik.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi, yakni peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen yang berupa surat kabar Kompas pada bagian headline dan tajuk rencana periode September 2016 hingga Desember
2016. Selanjutnya, metode dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik dan metode padan yang dikemukakan Sudaryanto (2015). Sebelumnya, dalam buku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Sudaryanto itu, diterima pandangan bahwa teknik merupakan jabaran metode yang ditentukan oleh alat yang dipakai (cf. Saudaryanto, 1992,26). Teknik yang ada oleh Sudaryanto dibedakan menjadi dua, yakni teknik dasar dan teknik lanjutan.
Pertama, teknik dasar, menurut Sudaryanto (2015,25), „teknik dasar yang dimaksud disebut “teknik pilah unsur penentu. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki penelitinya”‟. Dalam penelitian ini, data dipilah berdasarkan unsur penentu, pertama, teks-teks headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas periode September 2016 hingga desember 2016 yang bertemakan isu-isu toleransi, keberagaman, demokrasi, penegakkan hukum, kampanye pilkada, kabar bohong (hoax), dan peristiwa sosial politik lainnya.
Kedua, unsur penentu kedua berupa indikator-indikator piranti kebahasan ketransitifan dan modalitas.
Kedua, teknik lanjutan, Sudaryanto (2015:31), „dalam teknik penelitian yang sesungguhnya, hubungan padan itu berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan dengan semua unsur data yang ditentukan‟. Dalam penelitian ini, teknik kedua ini dilakukan secara cermat dan berkali-kali dikoreksi kembali agar didapatkan data yang sesuai dengan indikator-indikator piranti kebahsaan ketransitifan dan modalitas. Secara rinci prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut. Pertama, peneliti mengumpulkan surat kabar sumber data, yakni surat kabar Kompas yang terbit antara bulan September 2016 hingga bulan
Desember 2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Pertama, peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen yang berupa surat kabar
Kompas khususnya pada bagian headline dan tajuk rencana periode September
2016 hingga Desember 2016, kemudian membacanya, mengkajinya, dan menentukan mana saja dari headline dan tajuk rencana itu yang memenuhi kriteria untuk kemudian diangkat menjadi data penelitian. Adapun kriteria pertama yang ditentukan adalah teks-teks headline dan tajuk rencana yang memberitakan isu-isu toleransi, keberagaman, demokrasi, penegakkan hukum, kampanye pilkada, kabar bohong (hoax), dan peristiwa sosial politik lainnya.
Kedua, peneliti membaca headline-headline dan teks-teks tajuk rencana itu secara sekilas untuk menyeleksi berdasarkan tema yang telah ditentukan, yakni isu-isu pilkada, intoleransi, hoax, antikebinekaan, penegakkan hukum, dan demokrasi. Data-data yang memenuhi kriteria diangkat sebagai data penelitian.
Ketiga, peneliti membaca teks-teks headline dan tajuk rencana yang sudah diklasifikasikan itu secara cermat dan kritis untuk menemukan data-data penelitian. Data-data tersebut berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf sesuai prinsip-prinsip piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas yang telah dijelaskan di BAB II, yang memperlihatkan objek penelitian.
Keempat, peneliti memasukkan data-data penelitian yang sudah ditemukan itu ke dalam file data di komputer. File data di komputer terdiri atas dua bagian, yakni (1) file data jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan, (2) file data jenis- jenis piranti kebahasaan modalitas. Kedua data ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah satu yakni pemaparan tentang jenis-jenis piranti kebahasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
ketransitifan dan modalitas sekaligus untuk menjawab rumusan masalah kedua yakni bagaimana jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan tersebut digunakan untuk memanifestasikan perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman.
Kelima, peneliti menyusun satuan-satuan data pada masing-masing file data, dan memberi kode untuk masing-masing satuan data dengan kode seperti: (I) kode untuk data jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan, (II) kode untuk data jenis-jenis piranti kebahasaan modalitas. Pada data jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan, kode (I) masih dilengkapi dengan subkode yang berupa angka 1, 2,
3 dan seterusnya untuk menandai jenis-jenis ketransitifan yang mengungkapkan proses perbuatan, proses kejadian, proses mental, dan proses verbal. Pada data jenis-jenis piranti kebahasaan modalitas, kode (II) masih dilengkapi dengan subkode yang berupa angka 1, 2, 3, dan seterusnya untuk menandai jenis-jenis modalitas, yakni modalitas kebenaran, modalitas keharusan, modalitas keinginan dan modalitas izin.
Setelah data terkumpul, data-data tersebut diberi kode. Data untuk headline diberi kode berupa huruf [H] disertai nomor untuk mengurutkan data berdasarkan tanggal pemberitaan. Untuk data tajuk rencana, data-data diberi kode dengan huruf (T) disertai dengan nomor untuk mengurutkan data berdasarkan tanggal pemberitaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data yang terdiri atas data kata, frasa, klausa, kalimat dan paragraf hanya dapat diperoleh peneliti melalui keterlibatan langsung dengan teks-teks headline dan tajuk rencana itu dengan membaca dan memahaminya. Hal ini seperti yang diungkapkan Sugiyono
(2011:216), „pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut‟.
Menurut Moelong (1989:21), „pencari tahu alamiah pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagi alat pengumpulan data. Orang
(peneliti) sebagai instrumen memiliki senjata “dapat memutuskan” yang secara luwes dapat digunakannya. Ia senantiasa dapat menilai keadaan dan dapat mengambil keputusan‟. Jadi, peneliti sebagai instrumen utama berperan dalam memilih dan memutuskan data mana yang akan diangkat sebagai data penelitian.
Agar peneliti dapat berperan sebagai instrumen pengumpul data yang efektif, (1) peneliti membekali diri dengan berbagai pengetahuan dan wawasan yang luas yang berkaitan dengan masalah piranti-piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas dilihat dari aliran bahasa struktural dan pascatruktural untuk memahami pemanfaatan kedua piranti tersebut untuk memanifestasikan perspektif oleh sebuah surat kabar, (2) peneliti menggunakan instrumen pembantu seperti komputer untuk memproses data di dalam file-file dokumen mulai dari pengetikan, penyimpanan, pengklasifikasian, dan pengkodean.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
3.5.1 Analisis Data Untuk Masalah Pertama
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode padan.
Menurut Sudharyanto (2015:15), „metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Metode itu dapat dibedakan macamnya paling tidak menjadi lima sub-jenis berdasarkan macam alat penentu yang dimaksud‟. Sudharyanto lebih lanjut menjelaskan macam-macam sub-jenis metode padan sebagai berikut:
Metode itu dapat dibedakan macamnya paling tidak menjadi lima sub-jenis berdasarkan macam alat penentu yang dimaksud. Sub- jenis yang pertama, alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk atau diacu oleh Bahasa atau referent Bahasa; sub-jenis yang kedua, alat penentunya organ pembentuk Bahasa atau organ wicara; dan sub- jenis yang ketiga, keempat, dan kelima berturut-turut alat penentunya bahasa lain atau langue lain, perekam dan pengawet Bahasa (yaitu tulisan), serta orang yang menjadi mitra-wicara. Dalam penelitian ini menggunakan sub-jenis yang pertama, alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk atau diacu oleh Bahasa atau referent
Bahasa. Data-data yang diperoleh dari headline dan tajuk rencana surat kabar
Kompas yang terbit September 2016 hingga Desember 2016 dipadankan dengan alat penentunya, yakni indikasi-indikasi ketransitifan dan modalitas yang telah dijelaskan di BAB II. Sudharyano (2016:15-16) menjelaskan bahwa „objek sasaran penelitian itu, kesejatiannya atau identitasnya ditentukan berdasarkan tingginya kadar kesepadanannya, keselarasannya, kesesuaiannya, kecocokannya, atau kesamaannya dengan alat penentu yang bersangkutan yang sekaligus menjadi standard atau pembaku-nya‟.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Analisis terhadap headline dan teks tajuk rencana surat kabar Kompas untuk menunjukkan jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas apa saja yang digunakan surat kabar Kompas untuk memberitakan isu-isu tentang toleransi dan keberagaman. Untuk data piranti kebahasaan ketransitifan, peneliti menggunakan teori yang dikemukakakn oleh Abdul Chaer (2008) dan
Widharyanto (2000), sedangkan untuk data jenis-jenis modalitas, peneliti menggunakan teori modalitas yang dikemukakan Widharyanto (2000) dan Alwi
(1992).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:1484), „transitif bersangkutan dengan kata kerja yang memerlukan objek‟. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Chaer (2008:79), „verba transitif merupakan verba yang memiliki objek, sedangkan verba intransitif merupakan verba yang tidak memiliki objek‟. Dalam analasis wacana kritis, ketransitifan digunakan untuk mengungkapkan interpretasi pengalaman seseorang terhadap suatu peristiwa.
Gagasan-gagsan tersebut nantinya akan memperlihatkan perspektif seseorang tentang peristiwa yang dialaminya.
Pengalaman-pengalaman yang dimaksud Halliday dalam Widharyanto
(2000:60) „antara lain: (1) proses material yang berwujud perbuatan atau kejadian,
(2) proses mental yang berupa pemikiran, penglihatan, atau perasaan, (3) proses verbal baik dengan ucapan langsung maupun tidak langsung, dan (4) proses relasional baik yang bersifat atribut maupun posesif‟. Dengan demikian penggolongan ketransitifan didasarkan pada proses yang diperlihatkan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
pengalaman-pengalaman tersebut, yakni proses perbuatan, proses kejadian, proses mental, dan proses verbal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:923), „modalitas merupakan, (1) klasifikasi pernyataan menurut hal menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau keharusan, (2) cara pembicara menyatakan sikap terhadap suatu situasi di suatu komunikasi antarpribadi, (3) makna kemungkinan, keharusan, keharusan, kenyataan, dan sebagainya yang dinyatakan dalam kalimat
(di Bahasa Indonesia dinyatakan dengan kata barangkali, harus, dsb)‟.
Dalam analisis wacana, modalitas dapat dimanfaatkan untuk melihat perspektif seseorang terhadap peristiwa melalui tuturan atau tulisannya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan teori modalitas yang dikemukakan
Widharyanto (2000) dan Alwi (1992). Kedua ahli ini menggunakan teori modalitas guna membuktikan perspektif surat kabar atau wartawan sebagai penulis terhadap peristiwa yang dituliskannya. Dua ahli ini memiliki perbedaan penyebutan terhadap jenis-jenis modalitas, misalnya Widharyanto menyebut modalitas keinginan sedangkan Alwi menyebutnya dengan sebutan modalitas intensionalitas, keharusan sebagai epistemik, kebenaran sebagai dinamik, dan izin sebagai deontik.
3.5.2 Analisis Data Untuk Masalah Kedua
Data bentuk-bentuk ekspresi bahasa atau piranti kebahasaan berwujud paragraf, kalimat, yakni jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas klausa dan kata yang sebelumnya telah dijelaskan di analisis data untuk masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
pertama, kemudian dianalisis untuk mengetahui perspektif seorang wartawan atau surat kabar yang dimanifestasikan di dalamnya. Untuk menganalisis data-data ini maka digunakan teori Widharyanto (2000). Berikut ini uraian untuk masing- masing analisis data.
3.5.2.1 Analisis Data Ketransitifan
Data ketransitifan berwujud kalimat dan klausa. Kalimat dan klausa tersebut dianalisis struktur semantisnya untuk mengetahui: (1) proses semantis yang dibawakannya, (2) partisipan-partisipan yang terlibat dalam proses tersebut, dan
(3) keadaan yang berhubungan dengan proses tersebut (Widharyanto, 2000:131).
Pemilihan proses tertentu, yang di dalamnya ditampilkan partisipan-partisipan serta keadaan yang erat kaitannya dengan proses tersebut memperlihatkan keberpihakkan tertentu.
3.5.2.2 Analisis Data Modalitas
Data modalitas berwujud kalimat, yang kemudian ada unsurnya yang merupakan modalitas. Unsur atau kata modalitas di dalam kalimat akan dianalisis maknanya untuk mengetahui sikap wartawan terhadap proposisi yang dibawakan dalam kalimat tersebut. Sikap wartawan itu mencerminkan pengetahuan, gagasan, dan keyakinan yang dianut yang terekspresikan di dalam modalitas kebenaran, keharusan, dan keinginan (Widharyanto, 2000:133). Pilihan modalitas tertentu akan memperlihatkan keberpihakkan media massa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
3.6 Triangulasi
Agar diperoleh temuan dan interpretasi yang benar tentang fenomena (1) jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas, (2) perspektif pemberitaan yang dimanifestasikan ke dalam piranti ketransitifan dan modalitas pada headline dan tajuk rencana, maka perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan temuan, caranya dengan menggunakan triangulasi. Triangulasi menurut Moeloeng
(2007) adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu, sehingga data itu layak digunakan sebagai data penelitian.
Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi penyidik dan triangulasi teori.
Triangulasi penyidik adalah triangulasi dengan cara memanfaatkan ahli dalam bidangnya untuk memeriksa derajat keakuratan data. Dalam triangulasi penyidik, peneliti memilih Bapak A. Danang Satria Nugraha S.S., M. A, Dosen Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta sebagai triangulator. Peneliti memberikan analisis data kepada triangulator, kemudian triangulator memeriksa analisis data tersebut.
Adapun triangulasi teori adalah triangulasi dengan cara membandingkan data dengan teori pada landasan teori yang dijelaskan pada BAB II. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori ketrasnitifan Abdul Chaer dan Widharyanto, teori modalitas Widharyanto dan Alwi. Untuk mengungkap perspektif peneliti menggunakan teori perspektif Widharyanto (2000) untuk menganalisis fenomena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
perspektif surat kabar terhadap peristiwa, tokoh, dan ideologi nilai tertentu yang dimanifestasikan ke piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini melaporkan pembahasan temuan-temuan penelitian sekaligus deskripsinya. Sistematika pelaporan disusun sebagai berikut: (1) jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas yang digunakan surat kabar Kompas dalam headline dan tajuk rencananya pada masa pilkada DKI
Jakarta tahun 2017; (2) pembahasan temuan tentang manifestasi perspektif pemberitaan headline dan tajuk rencana oleh surat kabar Kompas ke dalam piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas.
4.1 Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini berupa kalimat dan klausa dari headline dan artikel tajuk rencana surat kabar Kompas. Data tersebut diambil pada periode
September 2016 hingga Desember 2016. Jumlah judul headline dan artikel tajuk rencana yang dianalisis masing-masing sebanyak 11 judul headline dan 11 artikel tajuk rencana. Data dari 11 judul headline dan 11 artikel tajuk rencana kemudian digolongkan menjadi dua, yakni data untuk ketransitifan dan data untuk modalitas. Kategori data ketransitifan dan kategori data modalitas nantinya masih digolongkan berdasarkan jenis-jenis kedua kategori tersebut. Berikut ini dipaparkan data-data tersebut secara lebih rinci.
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
4.1.1 Jenis-jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan dan Modalitas dalam
Headline dan Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas
Data yang menandai piranti kebahasaan ketransitifan dapat diklarifikasikan menjadi 4 jenis data, yakni (1) ketransitifan perbuatan, (2) ketransitifan kejadian, (3) ketransitifan verbal, dan (4) ketransitifan mental. Data yang menandai piranti kebahasaan modalitas dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis data, yakni (1) modalitas keharusan, (2) modalitas kebenaran, (3) modalitas keinginan, dan (4) modalitas izin.
Melalui teori ketransitifan dan modalitas yang telah dijelaskan pada BAB
II, data yang diperoleh itu kemudian dicocokkan dengan indikator-indikator jenis- jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas. Indikator- indikator tersebut berupa kata penanda yang menunjukkan jenis kedua piranti kebahasaan tersebut. Data ketransitifan dianalisis dengan kata kerja yang digunakan dalam sebuah klausa atau kalimat. Kata kerja yang digunakan akan menampilkan partisipan tertentu dan proses tertentu, misalnya proses perbuatan, kejadian, mental atau verbal. Untuk mengungkap perspektif surat kabar terhadap peristiwa yang diberitakannya, proses-proses tersebut dapat digunakan untuk membuktikannya.
Data modalitas dianalisis berdasarkan kata-kata penanda modalitas yang digunakan. Kata-kata tersebut dapat mengungkapkan modalitas kebenaran, modalitas keharusan, modalitas keinginan, dan mdalitas izin sebagai bentuk ekspresi dan keyakinan wartawan atau surat kabar. Untuk mengungkap perspektif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
surat kabar terhadap peristiwa yang diberitakannya, jenis modalitas tersebut dapat dipakai untuk mengugkap sikap wartawan atau surat kabar terhadap suatu peristiwa atau tokoh tertentu. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap 11 judul headline dan 11 tajuk rencana surat kabar Kompas yang terbit pada September 2016 hingga Desember 2016, diperolehlah data piranti kebahasaan ketransitifan sebanyak 58 data yang terdiri dari 12 data ketransitifan kejadian, 19 data ketransitifan perbuatan, 14 data ketransitifan verbal, dan 13 data ketransitifan mental. Data piranti kebahasaan modalitas yang diperoleh sebanyak
77 data yang terdiri dari 22 data modalitas keharusan, 18 data modalitas keinginan, 25 data modalitas kebenaran, dan 13 data modalitas izin. Data-data piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas yang diperoleh berbentuk kata, frasa, dan klausa.
4.1.2 Perspektif Surat Kabar Kompas dalam Headline dan Tajuk
Rencananya
Data yang dianalisis untuk rumusan masalah kedua ini sama dengan data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah satu, baik dari segi bentuk maupun jumlah datanya. Perbedaan antara data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah satu dan dua, yakni data dalam rumusan masalah kedua ini disertakan kalimat secara utuh untuk mengetahui konteks situasi dan ideologi yang dibawakannya.
Data tersebut dianalisis secara kritis untuk mengungkap sikap atau keyakinan surat kabar Kompas yang dicerminkan dengan penggunaan piranti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
kebahasaan ketransitifan dan modalitas. Data ketransitifan dianalisis melalui penggunaan kata kerjanya yang menempati fungsi predikat dalam kalimat. Selain itu analisis juga dilakukan pada fungsi subjek dan objek yang dalam ilmu-ilmu sosial lainnya disebut sebagai pelaku dan korban/tujuan. Data piranti kebahasaan modalitas dianalisis ekspresi ideasioanal yang dibawakan pada kata-kata modalitas yang diguanakan. Ekspresi itulah yang menadakan penilaian dan keyakinan wartawan atau surat kabar terhadap peristiwa yang dilaporkannya.
4.2 Analisis Data
Berikut ini diuraikan analisis data, yakni analisis data jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas yang digunakan oleh surat kabar Kompas pada masa pilkada DKI Jakarta 2017, yakni pada bulan
September 2016 hingga bulan Desember 2016 dalam headline dan tajuk rencananya. Kedua, analisis data tentang manifestasi perspektif surat kabar
Kompas terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman ke dalam jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas.
4.2.1 Jenis-Jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan dan Modalitas dalam
Headline dan Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas
Pada bagian ini diuraikan analisis temuan data jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas secara rinci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
4.2.1.1 Jenis-Jenis Piranti Kebahasan Ketransitifan
Jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan yang ditemukan adalah sebagai berikut.
4.2.1.1.1 Ketransitifan Perbuatan
Data ketransitifan perbuatan yang ditemukan sebanyak 19 data. Berikut ini diberikan 2 contoh data yang menyatakan proses material perbuatan tersebut.
(1) SBY Temui Wapres dan Wiranto (KH1: judul headline 2 November
2016)
(2) Jokowi-Prabowo Kembangkan Budaya Baru (KH2: judul headline18
November 2016)
Kedua data yang berupa klausa di atas merupakan data ketransitifan yang menampilkan proses material perbuatan. Pada data (1) dapat dilihat dari pemilihan kata kerja temui sebagai pengisi fungsi predikat yang kemudian diikuti partisipan tujuan berupa dua nomina (Wapres dan Wiranto) pengisi fungsi objek serta adanya partisipan pelaku berupa nomina (SBY) sebagai pengisi fungsi subjek.
Kata kerja temui pada data (1) memperlihatkan makna perbuatan yang diakukan oleh partisiapan (SBY) terhadap partisipan tujuan (Wapres dan Wiranto). Dengan demikian klausa itu termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses perbuatan.
Pada data (2) dapat dilihat dari pemilihan kata kerja kembangkan sebagai pengisi fungsi predikat yang kemudian diikuti partisipan tujuan berupa frasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
nomina (Budaya Baru) pengisi fungsi objek serta adanya partisipan pelaku berupa dua nomina (Jokowi-Prabowo) sebagai pengisi fungsi subjek. Kata kerja kembangkan pada data (2) memperlihatkan makna perbuatan yang dilakukan oleh partisipan (Jokowi-Prabowo) terhadap partisipan tujuan (budaya baru). Dengan demikian klausa itu termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses perbuatan. Untuk data-data sejenis yang menyatakan ketransitifan proses perbuatan dapat dilihat di BAB LAMPIRAN pada kode data KHI dan KH2 untuk data ketransitifan proses perbuatan dalam judul headline, dan KT13 hingga KT29 untuk data ketransitifan proses perbuatan dalam tajuk rencana.
4.2.1.1.2 Ketransitifan Kejadian
Data ketransitifan kejadian yang ditemukan sebanyak 12 data. Berikut ini diberikan 2 contoh data yang menyatakan proses material kejadian tersebut.
(3) Sosok Negarawan Dibutuhkan (KH5: judul headline 24 November 16)
(4) Optimisme itu yang ditegaskan Presiden Joko Widodo di pengujung
akhir tahun 2016. (KT33: tajuk rencana 24 Desember 2016)
Kedua data di atas merupakan data ketransitifan yang menampilkan proses material kejadian. Pada data (3) dapat dilihat dari pemilihan kata kerja dibutuhkan sebagai pengisi fungsi predikat yang didahului partisipan pelaku berupa frasa nomina (Sosok Negarawan) sebagai pengisi fungsi subjek. Dengan demikian klausa itu termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses kejadian atau apa yang terjadi. Dipilihnya kata kerja dibutuhkan juga mencerminkan perspektif positif surat kabar Kompas terhadap praktik kenegaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
dan kebangsan di Indonesia, karena kata kerja dibutuhkan bermakna penting dan mendesak.
Pada data (4) juga dapat dilihat dari pemilihan kata kerja ditegaskan sebagai pengisi fungsi predikat dan partisipan-partisipan yang dimunculkan.
Dengan demikian kalimat itu termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses material kejadian atau apa yang terjadi. Dipilihnya kata kerja ditegaskan memperlihatkan perspektif positif atau mendukung surat kabar
Kompas terhadap nilai-nilai keindonesiaan yang berpengharapan. Untuk data-data sejenis yang menyatakan ketransitifan proses kejadian dapat dilihat di BAB
LAMPIRAN pada kode data KH3, KH4, dan KH5 untuk data ketransitifan proses kejadian dalam judul headline, dan KT30 hingga KT38 untuk data ketransitifan proses kejadian dalam tajuk rencana.
4.2.1.1.3 Ketransitifan Verbal
Data ketransitifan verbal yang ditemukan sebanyak 14 data. 14 data tersebut masih digolongkan menjadi proses verbal kutipan langsung dan proses verbal kutipan tidak langsung. Data yang menunjukkan proses verbal kutipan langsung sebanyak 10 data. Data yang menunjukkan proses verbal kutipan tidak langsung sebanyak 4 data. Berikut ini diberikan 2 contoh data untuk masing- masing data proses verbal tersebut.
Berikut ini dua contoh data ketransitifan yang menunjukkan proses verbal kutipan langsung.
(5) Hormati Proses Hukum (KH10: judul headline 20 November 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
(6) MUI: Kemajemukan Bangsa Mesti Dipertahankan (KH12: judul
headline 24 September 2016)
Kedua data di atas merupakan data ketransitifan yang menampilkan proses verbal kutipan langsung. Pada data (5) merupakan kutipan langsung surat kabar
Kompas yang dijadikan judul tajuk rencana tanggal 17 November 2016. Dalam kutipan itu digunakan kata kerja hormati yang kemudian diikuti partisipan tujuan
(proses hukum). Dipilihnya data (5), Hormati Proses Hukum sebagai judul headline pada tanggal 20 November 2016 telah memperlihatkan perspektif positif atau mendukung surat kabar Kompas terhadap nilai keadilan di Indonesia.
Data (6) merupakan kutipan langsung dari MUI yang dijadikan judul headline oleh surat kabar Kompas pada tanggal 24 September 2016. Dalam kutipan itu digunakan kata kerja mesti dipertahankan yang didahului partisipan tujuan (kemajemukan bangsa). Kata mesti pada kata kerja data (6) telah mencerminkan perspektif positif atau setuju surat kabar Kompas terhadap nilai- nilai kemajemukan atau persatuan bangsa Indonesia. Dengan demikian kedua data tersebut termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses verbal kutipan langsung serta membawakan perspektif surat kabar Kompas terhadap peristiwa yang dilaporkannya tersebut.
Berikut ini dua contoh data ketransitifan yang menunjukkan proses verbal kutipan tak langsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
(7) Presiden Joko Widodo pertengahan Desember lalu memang telah
menegaskan, tidak boleh ada ruang sekecil apa pun di Indonesia bagi
terorisme. (KT55: tajuk rencana 26 Desember 2016)
(8) Apel Nusantara Bersatu menyampaikan pesan agar seluruh
komponen bangsa merajut kebersamaan serta menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. (KT57: tajuk rencana 01 Desember 2016)
Kedua data di atas merupakan data ketransitifan menampilkan proses verbal kutipan tak langsung. Data (7) merupakan ketransitifan verbal kutipan tak langsung, yakni kutipan Presiden Joko Widodo yang diparafrasekan oleh surat kabar Kompas. Pada data (7) berisi himbauan presiden bahwa tidak boleh ada ruang sekecil apa pun di Indonesia bagi terorisme, sedangkan pengucapnya adalah
Presiden Joko Widodo. Dipilihnya kata kerja menegaskan pada data (7) yang juga merupakan proses parafrase, mencerminkan perspektif positif atau mendukung surat kabar Kompas terhadap keamanan di Indonesia. Kata menegaskan lebih bersifat positif atau pro jika dibandingkan dengan kata-kata menyampaikan, memberitahukan dan lain sebagainya, yang memiliki makna yang hampir sama.
Perihal keamanan dan keharmonisan di Indonesia ini, juga telah tertera pada visi misi sueat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), aman
(merasa bebas dari bahaya, merasa terlindungi)”.
Data (8) merupakan kutipan tak langsung dari pesan Apel Nusantara
Bersatu yang juga diparafrasekan oleh surat kabar Kompas. Data (8) berisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
himbauan kepada seluruh komponen bangsa untuk merajut kebersamaan serta menjadi persatuan dan kesatuan, sedangkan pengucapnya adalah Apel Nusantara
Bersatu. Dengan demikian kedua data tersebut termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses verbal tak kutipan langsung.
Untuk data-data sejenis yang menyatakan ketransitifan proses verbal, baik verbal kutipan langsung maupun proses verbal kutipan tak langsung, dapat dilihat di BAB LAMPIRAN pada kode data KH7 hingga KH12, untuk data ketransitifan proses verbal dalam judul headline, dan KT51 hingga KT58 untuk data ketransitifan proses verbal dalam tajuk rencana.
4.2.1.1.4 Ketransitifan Mental
Data ketransitifan mental yang ditemukan sebanyak 13 data. 13 data tersebut masih digolongkoan menjadi 3, yakni proses mental penglihatan, mental perasaan, dan mental pemikiran. Data yang menunjukkan proses mental penglihatan sebanyak 2 data, data yang menunjukkan proses mental perasaan sebanyak 11 data, dan data yang menunjukkan proses mental pemikiran tidak ada atau 0. Berikut ini diberikan 2 contoh data untuk masing-masing data proses mental penglihatan dan proses mental perasaan tersebut.
(9) Perasaan cemas sempat berkecamuk. (KT50: tajuk rencana 26 desember
2016)
(10) Media sosial kian meneguhkan masuknya Indonesia ke era
demokrasi bicara (talking democracy). (KT40: tajuk rencana 29
Oktober 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Kedua data di atas merupakan data ketransitifan yang menampilkan proses mental perasaan. Pada data (9) dapat dilihat dari pemilihan frasa verbal cemas sempat berkecamuk sebagai pengisi fungsi predikat. Secara gramatikal frasa tersebut berarti perasaan cemas yang sempat dirasakan. Dipilihnya adverbial sempat pada data (9), mencerminkan perspektif positif surat kabar Kompas terhadap nilai keamanan di Indonesia, karena adverbial tersebut bermakna pernah atau tidak berlangsung lama. Perihal keamanan dan keharmonisan di Indonesia ini, juga telah tertera pada visi misi sueat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis
(serasi, selaras), aman (merasa bebas dari bahaya, merasa terlindungi)”. Dengan demikian frasa tersebut termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses mental perasaan sekaligus membawakan perspektif sura kabbar Kompas terhadap peristiwa yang dilaporkannya.
Pada data (10) dapat dilihat dari pemilihan kata kerja meneguhkan sebagai pengisi fungsi predikat. Secara leksikal, kata meneguhkan bermakna memberi peneguhan atau berkenaan dengan perasaan teguh. Dengan demikian kalimat itu termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses mental perasaan.
Berikut ini dua contoh data ketransitifan yang menunjukkan proses mental penglihatan.
(11) Pada Rabu kemarin, masyarakat menyaksikan Apel Nusantara
Bersatu serentak di Tanah Air. (KT46: tajuk rencana 01 Desember
2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
(12) Wacana politik belakangan ini, seperti munculnya isu makar, isu
pengambilalihan kekuasaan, dan mobilisasi kekuasaan massa
sebagai kelompok penekan, menunjukkan belum matangnya
demokrasi Indonesia. (KT41: tajuk rencana 25 November 2016)
Kedua data di atas merupakan data ketransitifan yang menampilkan proses mental penglihatan. Pada data (11) dapat dilihat dari pemilihan kata kerja menyaksikan sebagai pengisi fungsi predikatnya. Secara leksikal menyaksikan tersebut berarti melihat atau menonton atau berkenaan dengan indera penglihatan.
Dengan demikian frasa tersebut termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses mental penglihatan.
Pada data (12) dapat dilihat dari pemilihan kata kerja menunjukkan sebagai pengisi fungsi predikat. Secara leksikal, kata menunjukkan berarti memperlihatkan, memberi petunjuk atau berhubungan dengan indera penglihatan.
Dengan demikian kalimat itu termasuk ke dalam data ketransitifan yang menampilkan proses mental penglihatan.
Untuk data-data sejenis yang menyatakan ketransitifan proses mental, baik proses mental penglihatan, perasaan maupun pemikiran, dapat dilihat di BAB
LAMPIRAN pada kode data KH6 untuk data ketransitifan proses mental dalam judul headline, dan KT39 hingga KT50 untuk data ketransitifan proses mental dalam tajuk rencana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
4.2.1.2 Jenis-Jenis Piranti Kebahasan Modalitas
Jenis-jenis piranti kebahasaan modalitas yang ditemukan adalah sebagai berikut.
4.2.1.2.1 Modalitas Keharusan
Data modalitas keharusan yang ditemukan sebanyak 22 data. Berikut ini diberikan 2 contoh data yang menyatakan modalitas keharusan.
(13) Keberagaman Jadi Anugerah (MH2: judul headline 13 November
2016)
(14) Para tokoh elite nasional patut ikut menyelesaikan masalah
kebangsaan dengan damai dan sejuk. (MH4: lead headline 01
November 2016)
Kedua data yang berupa klausa di atas merupakan data modalitas keharusan. Pada data (13), modalitas keharusan itu ditandai dengan pemakaian kata jadi. Kata jadi dalam kausa (13) secara implisit bermakna telah dan harus menjadi. Dipilihnya kata jadi pada judul headline tanggal 13 November 2016 ini memperlihatkan perspektif positif surat kabar Kompas terhadap nilai keberagaman dan persatuan di Indonesia. Kata jadi lebih menampilka perspektif positif atau pro terhadap sesuatu jika dibandingan dengan frasa bisa jadi, boleh jadi, dan lain sebagainya yang memiliki makna hampir sama.
Pada data (14), modalitas itu ditandai dengan kata patut. Kata patut juga secara implisit bermakna mengharuskan atau berkenaan dengan keharusan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Dipilihnya kata patut pada data (14) juga mencerminka perspektif positif surat kabar Kompas terhadap tugas dan kewajiaban tokoh elite atau pemerintah dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Dengan demikian kedua data itu termasuk ke dalam data modalitas keharusan. Untuk data-data sejenis yang menunjukkan jenis modalitas keharusan, dapat dilihat pada BAB LAMPIRAN pada kode data MH1 hingga MH4 untuk data modalitas keharusan dalam judul headline, dan MT13 hingga MT30 untuk data modalitas keharusan dalam tajuk rencana.
4.2.1.2.2 Modalitas Kebenaran
Data modalitas kebenaran yang ditemukan sebanyak 25 data. Berikut ini diberikan 2 contoh data yang menyatakan modalitas kebenaran.
(15) Keberagaman, toleransi, dan saling menghargai antarwarganya
adalah kekuatan kota ini. (MH6: lead headline 30 Oktober 2016)
(16) Jakarta memang sarat dengan kompleksitas persoalan. (MT34: tajuk
rencana 24 september 2016)
Kedua data yang berupa kalimat di atas merupakan data modalitas kebenaran. Pada data (15) modalitas kebenaran itu ditandai dengan pemakaian kata adalah. Kata adalah secara implisit menggambarkan pengetahuan atau pengaktualisasikan kebenaran. Dipilihnya kata adalah ada data (15), memperlihatkan perspektif positif atau setuju surat kabar Kompas terhadap nilai- nilai keberagaman, toleransi, dan rasa saling menghormati. Nilai-nilai toleransi dan saling menghormati ini juga telah tertera pada visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), toleran (berperspektif tenggang rasa, berperspektif menghargai pendirian orang lain”.
Pada data (16), modalitas itu ditandai dengan kata memang. Kata memang juga bermakna membenarkan sesuatu atau berkenaan dengan nilai kebenaran.
Kata memang yang digunakan pada data (16) di atas secara semantik berarti menunjukkan kenyataan. Dipilihnya kata memang pada data (16) juga memperlihatkan perspektif positif atau setuju surat kabar Kompas bahwa di kota besar seperti Jakarta atau negara besar seperti Indonesia, kompleksitas persoalan adalah sesuatu yang wajar dan benar adanya.
Dengan demikian kedua data itu termasuk ke dalam data modalitas kebenaran sekaligus membawakan perspektif surat kabar Kompas terhadap peristiwa yang dilaporkan. Untuk data-data sejenis yang menunjukkan jenis modalitas kebenaran, dapat dilihat pada BAB LAMPIRAN pada kode data MH5 hingga MH10 untuk data modalitas kebenaran dalam judul headline, dan MT31 hingga MT49 untuk data modalitas kebenaran dalam tajuk rencana.
4.2.1.2.3 Modalitas Keinginan
Data modalitas keinginan yang ditemukan sebanyak 18 data. Berikut ini diberikan 2 contoh data yang menyatakan modalitas keinginan.
(17) Umat Islam, khususnya para santri, diharapkan tetap menjaga
semangat jihad kebangsaan dalam menghadapi tantangan baru
setelah Indonesia merdeka. (MT59: tajuk rencana 23 Oktober 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
(18) Kita mendorong proses hukum dijaga bersama agar supremasi
hukum tegak, demokrasi kian matang, kebersamaan kita sebagai
bangsa terjaga. (MT64: tajuk rencana 01 Desember 2016)
Kedua data yang berupa kalimat di atas merupakan data modalitas keinginan. Pada data (17) modalitas keinginan itu ditandai dengan pemakaian kata diharapkan, sedangkan pada data (18), modalitas keinginan itu ditandai dengan kata mendorong. Kedua kata modalitas yang digunakan pada kedua data di atas secara semantik berarti menunjukkan keinginan dan harapan surat kabar Kompas terhadap sesuatu. Dengan demikian kedua data itu termasuk ke dalam data modalitas keinginan.
Untuk data-data sejenis yang menunjukkan jenis modalitas keinginan, dapat dilihat pada BAB LAMPIRAN pada kode data MT50 hingga MT67 untuk data modalitas keinginan dalam tajuk rencana.
4.2.1.2.1 Modalitas Izin
Data modalitas izin yang ditemukan sebanyak 13 data. Berikut ini diberikan 2 contoh data yang menyatakan modalitas izin.
(19) Biarlah polisi menyidik, jaksa menuntut, pembela membela, dan
hakim memutuskan apakah Basuki terbukti menista agama atau
tidak. (MT74: tajuk rencana 17 November 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
(20) Kita hargai proses hukum Polri yang melakukan penyelidikan
terbuka, independen, dan profesional. (MT75: tajuk rencana 17
November 2016)
Kedua data yang berupa kalimat di atas merupakan data modalitas izin.
Pada data (19) modalitas izin itu ditandai dengan pemakaian kata Biarlah, sedangkan pada data (20), modalitas izin itu ditandai dengan kata hargai. Kedua kata modalitas yang digunakan pada kedua data di atas secara semantik berarti sikap permisif dan mengizinkan surat kabar Kompas terhadap sesuatu. Dengan demikian kedua data itu termasuk ke dalam data modalitas izin.
Untuk data-data sejenis yang menunjukkan jenis modalitas izin, dapat dilihat pada BAB LAMPIRAN pada kode data MH11 hingga MH12 untuk data modalitas izin dalam judul headline, dan MT68 hingga MT77 untuk data modalitas izin dalam tajuk rencana.
4.2.2 Manifestasi Perspektif melalui Pemanfaatan Piranti Kebahasaan
Ketransitifan
Di dalam penelitian ini ditemukan bahwa ketransitfan dengan berbagai macam proses yang dibawakannya, seperti proses material, proses mental, dan proses verbal, dipergunakan oleh surat kabar Kompas dalam headline dan tajuk rencananya untuk membangun perspektif pemberitaan. Apabila dipresentasikan dari data ketransitifan yang ada, 100% memperlihatkan perspektif pro terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman, nilai kemanusiaan serta keindonesiaan pada umumnya. Pemilihan dan pemakaian proses tertentu dan bukan proses yang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
baik dalam deretan klausa atau kalimat oleh surat kabar Kompas, untuk menggambarkan realitas sosial yang terjadi berdasarkan persepsi dan keyakinannya.
4.2.2.1 Proses Material Perbuatan
Membangun perspektif dalam suatu kalimat atau klausa dengan menggunakan proses material dapat dilakukan dengan cara menampilkan proses perbuatan. Proses ini mengisyaratkan pemerian tentang apa yang dilakukan oleh partisipan tertentu, yakni partisipan pelaku dan partisipan tujuan pada suatu peristiwa tertentu.
Ilustrasi untuk fenomena yang dimaksud dapat dicermati pada data (21) dan (22) berikut ini.
(21) Bangsa ini membutuhkan negarawan-negarawan yang punya
komitmen dan memikirkan masa depan bangsa, bukan semata-mata
politisi pemburu kekuasaan. (KT42: tajuk rencana 25 November 2016)
(22) Di Tangerang Selatan, 20 Desember, aparat menangkap seorang
terduga teroris dan menembak mati tiga terduga teroris lain yang
merakit bom untuk diledakkan saat Natal. (KT16: tajuk rencana 26
Desember 2016)
Data (21), yakni kalimat dalam tajuk rencana surat kabar Kompas tanggal
25 November 2016 menggunakan kata kerja membutuhkan sebagai pengisi fungsi predikat. Konskuensi dari pemilihan verba ini adalah terbentuknya struktur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
semantis {verba proses perbuatan+ [pelaku, perbuatan]}. Untuk membentuk perspektif pro terhadap nilai toleransi dan keberagaman, partisipan pelaku dalam kalimat ini diisi dengan frasa nomina bangsa ini dan partisipan tujuan diisi dengan frasa nomina, yakni negarawan-negarawan yang punya komitmen dan memikirkan masa depan bangsa yang diberi keterangan, bukan semata-mata politisi pemburu kekuasaan.
Partisipan pelaku dan partisipan tujuan sama-sama ditonjolkan dalam kalimat tersebut. Penonjolan kedua partisipan itu akan memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas terhadap kedua partisipan tersebut. Pertama adalah partisipan pelaku, yakni bangsa ini. Keterangan ini pada partisipan pelaku mengacu pada
Bangsa Indonesia. Kedua, partisipan tujuan, yakni negarawan-negarawan yang punya komitmen dan memikirkan masa depan bangsa, bukan semata-mata politisi pemburu kekuasaan. Penonjolan itu tampak pada keterangan yang menerangkan partisipan tujuan itu, yakni yang punya komitmen dan memikirkan masa depan bangsa, bukan semata-mata politisi pemburu kekuasaan.
Berdasarkan fenomena ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan frasa nomina bangsa ini sebagai partisipan pelaku dan negarawan-negarawan yang punya komitmen dan memikirkan masa depan bangsa sebagai partisipan tujuan, serta frasa bukan semata-mata politisi pemburu kekuasaan sebagai keterangan menampakkan perspektif surat kabar Kompas pada nilai toleransi dan keberagaman atau keindonesiaan pada umumnya. Sikap pro surat kabar Kompas terhadap nilai keindonesiaan dan toreansi ini sesuai dengan visi misi konpas yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), toleran (berperspektif tenggang rasa”.
Data (22), yakni kalimat dalam tajuk rencana surat kabar Kompas tanggal
26 September 2016 menggunakan dua verba, yakni menangkap dan menembak sebagai pengisi fungsi predikat. Konskuensi dari pemiihan verba ini adalah terbentuknya struktur semantis {verba proses perbuatan+ [pelaku, perbuatan]}.
Dengan ditetapkannya dua verba pada kalimat tersebut, menunjukkan bahwa perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap proses perbuatan itu sendiri, yakni upaya memerangi terorisme. Selain itu, untuk membentuk perspektif pro terhadap nilai toleransi dan keberagaman, partisipan pelaku dalam kalimat ini diisi dengan nomina aparat dan partisipan tujuan diisi dengan dua partisipan pengisi objek, yakni seorang terduga teroris dan tiga terduga teroris lain.
Selain itu keterangan yang ditempatkan pada kalimat itu juga akan memperjelas perspekif pro surat kabar Kompas terhadap upaya memerangi terorisme. Keterangan-keterangan itu berupa keterangan tempat dan keterangan waktu yang ditempatkan pada awal kalimat. Kedua, keterangan yang menjelaskan partisipan tujuan, yakni yang merakit bom untuk diledakkan saat Natal.
Keterangan-keterangan ini selain berfungsi untuk memperjelas makna kalimat, juga mengingatkan bahaya terorisme.
Berdasarkan fenomena ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan nomina aparat sebagai partisipan pelaku dan seorang terduga teroris dan tiga terduga teroris lain sebagai partisipan tujuan, serta frasa Di Tangerang Selatan, 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Desember dan merakit bom untuk diledakkan saat Natal sebagai keterangan menampakkan perspektif surat kabar Kompas pada upaya memerangi terorisme atau pro terhadap keamanan bangsa atau nilai keindonesiaan pada umumnya.
Situasi aman ini juga menjadi visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi,
“Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis, aman (merasa bebas dari bahaya, merasa terlindungi) dan sejahtera
(aman sentosa dan makmur)”.
4.2.2.2 Proses Material Kejadian
Berbeda dengan pemerian peristiwa dengan proses perbuatan yang lebih ditujukan untuk mengungkapkan apa yang dilakukan oleh partisipan tertentu pada partisipan yang lain, sedangkan pemerian peristiwa dengan proses material kejadian lebih mengungkapkan apa yang terjadi pada partisipan tertentu.
Ilustrasi untuk fenomena yang dimaksud dapat dicermati dari data (23) berikut ini.
(23) Gejolak politik memanas, kejahatan marak, musibah terjadi silih
berganti, dan ancaman terorisme tidak menyurutkan optimisme dan
harapan. (KT30: tajuk rencana 24 Desember 2016)
Data (23) yakni kalimat dalam tajuk rencana surat kabar Kompas tanggal
24 Desember 2016 menggunakan verba yang didahului negasi, yakni tidak menyurutkan mengungkapkan fitur makna kejadian. Konskuensi dari pemiihan verba ini adalah terbentuknya struktur semantis {verba proses kejadian+ [pelaku,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
perbuatan]}. Untuk membentuk perspektif pro terhadap nilai toleransi dan keberagaman, partisipan yang dimunculkan sebagai sumber pemberitaan tersebut adalah partisipan tujuan.
Perspektif pro surat kabar Kompas terhadap nilai toleransi dan keberagaman pada kalimat (23) ini semakin diperkuat dengan adanya negasi tidak pada predikat yang digunakannya. Negasi tidak pada predikat menyurutkan memberi makna ketidakmampuan partisipan pelaku terhadap partisipan tujuan.
Secara eksplisit negasi tidak itu juga mencerminkan sikap kontra surat kabar
Kompas terhadap partisipan pelaku yang memiliki makna bertentangan dengan nilai toleransi dan keberagaman.
Berdasarkan fenomena ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan partisipan pelaku yang dimunculkan dalam kalimat tersebut berjumlah empat yang semuanya berbentuk frasa, yakni gejolak politik memanas, kejahatan marak, musibah terjadi silih berganti, dan ancaman terorisme dan optimisme dan harapan sebagai partisipan tujuan, serta negasi tidak sebagai keterangan predikat menampakkan perspektif surat kabar Kompas pada nilai toleransi dan keberagaman atau keindonesian pada umumnya. Selain itu, data (23) juga mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis, aman
(merasa bebas dari bahaya, merasa terlindungi) dan sejahtera (aman sentosa dan makmur)”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
4.2.2.3 Proses Mental
Perspektif pemberitaan dapat pula dimanifestasikan ke dalam ketransitifan dengan menggunakan proses mental yang berupa penglihatan, pemikiran, ataupun perasaan. Berikut ini penjabarannya.
4.2.2.3.1 Proses Mental Penglihatan (percelving)
Fenomena manifestasi perspektif pemberitaan di dalam ketransitifan dengan proses penglihatan dapat dicermati pada data (25) berikut ini.
(25) Pada Rabu kemarin, masyarakat menyaksikan Apel Nusantara
Bersatu serentak di Tanah Air. (KT46: tajuk rencana 01 Desember
2016)
Data (25), yakni kalimat pada tajuk rencana surat kabar Kompas tanggal 1
Desember 2016 menggunakan kata kerja menyaksikan sebagai pengisi fungsi predikatnya yang mengekspresikan proses mental penglihatan. Kata kerja menyaksikan ini menghasilkan struktur semantis {kata kerja proses penglihatan+[pengindera, fenomena]}. Untuk melihat perspektif pro surat kabar
Kompas terhadap nilai toleransi, keberagaman atau keindonesiaan, dapat dilihat dari entitas pengisi partisipan pengindera dan fenomena yang dihasilkannya.
Data (25), pengisi partisipan pengindera adalah masyarakat. Masyarakat yang dimaksud pada data (25) adalah masyarakat Indonesia. Ditampilkannya entitas partisipan pengindera masyarakat mencerminkan perspektif pro surat kabar Kompas terhadap masyarakat atau bangsa Indonesia. Selain itu, entitas ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
menjadi pemerian fenomena Apel Nusantara Bersatu. Fenomena Apel Nusantara
Bersatu bertujuan untuk memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Peserta apel terdiri atas pelajar dari tingkat SMP sampai Universitas, tokoh lintas agama, budayawan, pejabat publik, musisi, artis, dan lain sebagaianya.
Selain itu penambahan adjektiva serentak dan adverbia di Tanah Air pada fenomena itu memperlihatkan sikap setuju, mendukung dan positif surat kabar
Kompas terhadap acara Apel Nusantara Bersatu tersebut. Dengan demikian kalimat tersebut memperlihatkan sikap pro surat kabar Kompas terhadap nilai persatuan dan kesatuan. Nilai kesatuan dan persatuan ini mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras),”
4.2.2.3.2 Proses Mental Pemikiran (thinking)
Fenomena manifestasi perspektif pemberitaan ke dalam ketransitifan dengan proses mental pemikiran dapat ditemukan dari data (26) berikut ini.
(26) Demokrasi juga menganut prinsip pergantian kekuasaan secara
periodik melalui mekanisme pemilu. (KT44: tajuk rencana 25
November 2016)
Pada data (26), kata kerja pengisi fungsi predikat adalah kata kerja yang mengekspresikan proses mental pemikiran, yakni verba menganut yang menghasilkan struktur semantis {kata kerja proses pemikiran+[pengindera, fenomena]}. Pada data (26), pengisi partisipan pengindera adalah demokrasi.
Pengindera ini merupakan sistem kenegaraan Indonesia, oleh karenanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
keberadaan partisipan ini dapat menandakan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai keindonesiaan atau persatuan. Perspektif yang sudah ditampakkan dalam partisipan pengindera juga dikukuhkan dengan adanya partisipan yang isinya juga mencerminkan perspektif pro keindonesiaan yang baik, seperti berikut ini.
[…] prinsip pergantian kekuasaan secara periodik melalui mekanisme
pemilu
Latar belakang munculnya fenomena di atas, karena DKI Jakarta akan melakukan pemilihan kepala daerahnya, sehingga surat kabar Kompas dalam hal ini mengingatkan akan pentingnya pemilihan umum dalam mengganti kekuasaan lama atau memilih kepala daerah secara jujur dan adil. Fenomena yang memperlihatkan penilaian seperti ini, memperlihatkan perspektif surat kabar
Kompas yang pro pada nilai-nilai demokrasi dan keindonesiaan. Nilai demokrasi ini mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan berperspektif menghargai pendirian orang lain”.
4.2.2.3.3 Proses Mental Perasaan (feeling)
Proses mental perasaan dapat didasarkan pada apa saja yang dirasakan tentang suatu peristiwa atau aspek-aspek tertentu dari peristiwa. Proses seperti ini oleh Halliday (1985) dalam Widharyanto (2000:315), „dinamai proses perasaan, yang di dalamnya terimplikasikan adanya partisipan pengindera, sebutan untuk partisipan yang mengalami dan merasakan proses itu, dan sebutan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
partisipan fenomena adalah sebutan untuk sesuatu hal yang memicu terjadinya proses itu‟.
Apabila di dalam suatu kalimat atau klausa, seorang wartawan ingin menampilkan proses mental perasaan terhadap peristiwa tertentu, wartawan harus memutuskan apakah partisipan yang dimunculkan untuk mendampingi kata kerja- kata kerja pengisi fungsi predikat yang menampilkan proses mental perasaan sebagai pengisi partisipan pengindera atau partisipan fenomena. Menurut
Widharyanto (2000:315-316), „kata kerja pengisi fungsi predikat haruslah diisi oleh kata kerja yang memperlihatkan makna afeksi (affection) seperti menyesal, memprihatinkan, merisaukan, semakin emosi, mengkuatirkan, mencintai, menyenangkan, dan sebagainya. Pemilihan (frase) nomina atau pronominal tertentu sebagai pengisi partisipan pengindera dan partisipan fenomena menentukan perspektif yang terbangun dalam kalimat atau klausa. Berikut ini diberikan ilustrasi dari data (27) dan (28) berikut ini.
(27) Peringatan hari santri teguhkan keindonesiaan. (KH6: lead headline
23 Oktober 2016 )
(28) Bangsa Indonesia sedang menapaki masa-masa kritis sekaligus
ujian terhadap demokrasi dan kebersamaan kita sebagai bangsa.
(KT45: tajuk rencana 01 Desember 2016)
Pada data (27), pengisi partisipan pengindera adalah peringatan hari santri. Entitas pengisi partisipan pengindera ini merupakan representasi perwakilan agama mayoritas di Indonesia, yakni agama Islam. Secara semantis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
bahwa agama mayoritas dalam memeringati salah satu hari besarnya, dimaknai sebagai meneguhkan keindonesiaan, atau secara khusus persatuan. Oleh karena itu, keberadaan partisipan ini di dalam struktur semantik adalah sebagai pengindera dan sumber pemerian fenomena dan dapat diidentifikasi menandakan perspektif pro terhadap nilai-nilai keindonesian, perastuan dan keberagaman. Nilai persatuan Indonesia ini mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras)”.
Pada data (28), pengisi partisipan pengindera adalah Bangsa Indonesia.
Entitas pengisi partisipan pengindera ini merupakan representasi bangsa dan negara Indonesia. Secara semantis, bahwa Bangsa Indonesia sedang berjuang untuk mengatasi masa-masa kritis demokrasi dan kebersamaannya. Oleh karena itu, keberadaan partisipan ini di dalam struktur semantik adalah sebagai pengindera dan sumber pemerian fenomena dan dapat diidentifikasi menandakan perspektif pro surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai demokrasi, perastuan, dan keberagaman. Nilai persatuan Indonesia dan demokrasi ini mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), toleran
(berperspektif tenggang rasa, berperspektif menghargai pendirian orang lain;”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
4.2.2.4 Proses Verbal
Manifestasi dengan menggunakan proses verbal ada dua macam, yakni proses verbal dengan kutipan langsung dan proses verbal dengan kutipan tidak langsung.
4.2.2.4.1 Proses Verbal dengan Kutipan Langsung
Proses verbal dengan kutipan langsung mengisyaratkan bahwa wartawan atau surat kabar menulis apa yang diucapkan oleh sumber berita persis apa adanya tanpa mengubah, menambahi, atau mengurangi isi ucapan. Dalam pemberitaan ditemukan bahwa proses verbal dengan kutipan langsung dapat juga dipergunakan untuk menampakkan perspektif dalam suatu kalimat atau klausa. Di dalam penelitian ini ditemukan bahwa surat kabar Kompas ketika menulis tajuk rencana beberapa kali mengutip secara langsung ucapan seorang tokoh, negarawan, pemerintah, atau siapa saja untuk memperkuat perspektif yang dibangunnya dalam wacana.
Berikut kutipan (29) yang memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai toleransi dengan menggunakan ketransitifan proses verbal kutipan tidak langsung.
(29) Presiden: Jaga Jihat Kebangsaan (KH7: judul headline 23 Oktober
2016)
(30) Junjung Tinggi NKRI (KH10: judul headline 20 November 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Kedua data di atas merupakan kutipan langsung dari judul headline dan tajuk rencana surat kabar Kompas. Pada kalimat (29) perspektif yang ditandakan adalah perspektif pro terhadap nilai keindonesiaan. Ada dua indikator yang memperlihatkan perspektif ini dalam kalimat (29), yakni partisipan ucapan dan partisipan pengucap. Pertama, partisipan ucapan yang berisi proposisi yang mengekspresikan sikap positif terhadap nilai keindonesiaan, yakni menjaga dan mempertahankan kebangsaan. Indikasi kedua adalah partisipan pengucap.
Pertama, partisipan ucapan, yakni Jaga Jihat Kebangsaan. Ucapan ini ditujukan dalam konteks menjaga persatuan antar suku bangsa. Kedua, partisipan pengucap. Partisipan pengucap pada kalimat (29) adalah presiden (Presiden Joko
Widodo). Partisipan pengucap yang diisi oleh presiden selaku kepala negara tentu ucapannya yang bermakna himbauan dalam judul headline itu memiliki pengaruh yang besar terhadap pembaca. Dimunculkannya partisipan presiden secara implisit sebagai kepala negara menghimbau untuk menjaga jihat kebangsaan.
Dengan demikian pengisi partisipan ucapan dan partisipan pengucap ini secara jelas menandakan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai persatuan, keberagaman dan keindonesiaan.
Pada kalimat (30) perspektif surat kabar Kompas yang ditandakan adalah perspektif pro terhadap nilai keindonesiaan atau NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia). Ada dua indikator yang memperlihatkan perspektif ini dalam klausa (30), yakni partisipan ucapan dan partisipan pengucap. Pertama, partisipan ucapan yang berisi proposisi yang mengekspresikan sikap positif terhadap nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
keindonesiaan, atau upaya menjunjung tinggi NKRI. Indikasi kedua adalah partisipan pengucap.
Pertama, partisipan ucapan, yakni Junjung Tinggi NKRI. Ucapan ini ditujukan dalam konteks menjaga persatuan anatar suku bangsa. Kedua, partisipan pengucap, yakni surat kabar Kompas. Surat kabar Kompas dalam menentukan headline ini secara tegas menunjukkan sikapnya yang berupa menghimbau untuk menjaga NKRI. Dengan demikian pengisi partisipan ucapan dan partisipan pengucap ini secara jelas menandakan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai persatuan, keberagaman dan keindonesiaan.
Pada data (29) dan (30) yang merupakan judul headline surat kabar
Kompas, mencerminkan sikap surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai keindonesiaan dan persatuan. Nilai-nilai persatuan Indonesia ini mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), toleran
(berperspektif tenggang rasa”.
4.2.2.4.2 Proses verbal dengan kutipan tidak langsung
Penyajian proses verbal dengan kutipan tidak langsung mengisyaratkan bahwa wartawan atau surat kabar menulis proposisi atau apa yang diucapkan oleh sumber berita dengan kata-katanya sendiri. Oleh karena itu, ekspresi proses verbalnya berbeda dengan kutipan langsung. Dalam pelaporan suatu berita, ditemukan bahwa proses verbal dengan kutipan tidak langsung dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
dipergunakan untuk menampakkan perspektif dalam suatu klausa atau kalimat. Di dalam penelitian ini, surat kabar Kompas ketika menulis tajuk rencananya beberapa kali mengutip secara tidak langsung ucapan seorang tokoh, aparat keamanan, pemerintah, atau pihak mana saja yang terkait untuk memperkuat perspektif yang dibangunnya.
Berikut diberikan kutipan (31) dan (32) yang memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai toleransi dengan menggunakan ketransitifan proses verbal kutipan tidak langsung.
(31) Selaku kepala negara, Presiden Jokowi mengingatkan seluruh anak
negeri bahwa keberagaman bangsa ini semestinya dipandang sebagai
anugerah dan tidak menjadi sumber perpecahan. (KT53: tajuk rencana
24 November 2016)
(32) Selaku panglima tertinggi, Presiden Jokowi juga menginstruksikan
segenap anggota Polri dan prajurit TNI agar waspada dari berbagai
upaya memecah belah bangsa. (KT14: tajuk rencana 24 November 2016)
Kedua data ini merupakan kutipan tidak langsung di dalam tajuk recana surat kabar Kompas pada tanggal 14 November 2016. Pada data (31) perspektif yang ditandakan adalah perspektif pro terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman. Ada dua indikator yang memperlihatkan perspektif ini dalam data
(31), yakni partisipan ucapan dan partisipan pengucap. Pertama, partisipan ucapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
yang berisi proposisi yang mengekspresikan sikap positif terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman. Kedua adalah partisipan pengucap.
Pertama, partisipan ucapan, yakni bahwa keberagaman bangsa ini semestinya dipandang sebagai anugerah dan tidak menjadi sumber perpecahan.
Ucapan ini ditujukan kepada seluruh anak negeri. Kedua, partisipan pengucap, yakni Presiden Jokowi. Partisipan pengucap ini diberi keterangan berupa selaku kepala negara. Keterangan ini berdampak pada partisipan pengucap serta proposisi ucapannya. Dengan demikian pengisi partisipan ucapan dan partisipan pengucap ini secara jelas menandakan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman.
Pada data (32) perspektif yang ditandakan adalah perspektif pro terhadap nilai persatuan bangsa. Ada dua indikator yang memperlihatkan perspektif ini di dalam data (32), yakni partisipan ucapan dan partisipan pengucap. Pertama, partisipan ucapan yang berisi proposisi yang mengekspresikan sikap positif terhadap nilai persatuan bangsa. Indikasi kedua adalah partisipan pengucap.
Pertama, partisipan ucapan, yakni intruksi agar segenap anggota Polri dan prajurit TNI agar waspada dari berbagai upaya memecah belah bangsa. Kedua, partisipan pengucap, yakni Presiden Jokowi. Partisipan pengucap ini diberi keterangan berupa selaku panglima tertinggi. Keterangan ini berdampak pada pengaruh partisipan pengucap terhadap proposisi isi ucapannya. Dengan demikian pengisi partisipan ucapan dan partisipan pengucap ini secara jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
menandakan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai persatuan bangsa.
Pada data (30) dan (31) yang merupakan isi tajuk rencana surat kabar
Kompas, mencerminkan sikap surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai keindonesiaan dan persatuan. Nilai-nilai persatuan Indonesia ini mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), toleran
(berperspektif tenggang rasa”. Data-data serupa untuk sikap positif, mendukung, dan simpati terhadap nilai toleransi dan keberagaman dilampirkan pada BAB VI.
4.2.3 Manifestasi Perspektif melalui Pemanfaatan Piranti Kebahasaan
Modalitas
Di dalam penelitian ini ditemukan bahwa modalitas sebagai manifestasi perspektif pemberitaan dalam tataran kalimat cenderung menempatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai toleransi dan keberagaman atau nilai- nilai keindonesiaan pada umumnya. Apabila dipresentasikan dari data modalitas yang ada, 96% data digunakan surat kabar Kompas untuk menampilkan persektif pronya terhadap nilai-nilai toleransi dan keberagaman atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya.
Modalitas sebagai komentar atau sikap dari waratawan atau institusinya yang tertuang dalam teks dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni (1) modalitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
kebenaran, (2) modalitas keharusan, (3) modalitas keinginan, dan (4) modalitas izin.
4.2.3.1 Modalitas Kebenaran
Di dalam penelitian ini ditemukan bahwa surat kabar Kompas dengan modalitas kebenaran mengindikasikan atau menyatakan secara tidak langsung pada pembaca: (1) suatu komitmen pada kebenaran dari suatu preposisi yang dituliskannya, dan (2) suatu prediksi tingkat kemungkinan dari deskripsi suatu kejadian yang terjadi. Komitmen dan prediksi yang diberikan ini merupakan indikator penting untuk mengungkap perspektif pemberitaan oleh surat kabar dalam suatu kalimat.
Data (33) dan (34) berikut merupakan ilustrasi yang tepat untuk fenomena manifestasi perspektif pemberitaan dengan modalitas kebenaran.
(33) Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dicengkeram kuat kaki burung
Garuda jelas menunjukkan bahwa hidup dalam keberagaman sudah
diwariskan berabad-abad di Nusantara; sebuah keniscayaan. (MT32:
tajuk rencana 14 November 2016)
(34) Semangat persatuan yang terkandung dalam semboyan Bhineka
Tunggal Ika masih dijunjung tinggi. (MH9: lead headline 30 Oktober
2016)
Modalitas jelas pada data (33), memperlihatkan komitmen dan keyakinan surat kabar Kompas terhadap kebenaran bahwa semboyan Bhineka Tunggal Ika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
yang dicengkeram kaki burung garuda menunjukkan bahwa hidup dalam keberagaman sudah diwariskan berabad-abad di Nusantara. Dengan demikian kalimat itu memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang setuju, mendukung, dan positif terhadap keberagaman sebagai jati diri bangsa Indonesia.
Modalitas masih pada data (34), memperlihatkan komitmen dan keyakinan surat kabar Kompas terhadap kebenaran bahwa semangat persatuan yang terkandung dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika masih dijunjung tinggi.
Dengan demikian kalimat itu memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang setuju, mendukung, dan positif terhadap semangat persatuan dan keberagaman atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya.
Pada data (33) merupakan isi tajuk rencana surat kabar Kompas , sedangkan data (34) merupakan lead pada headline surat kabar Kompas.
Keduanya memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai keindonesiaan dan persatuan. Nilai-nilai persatuan Indonesia ini mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), toleran (berperspektif tenggang rasa”.
4.2.3.2 Modalitas Keharusan
Dengan modalitas keharusan, surat kabar menetapkan bahwa partisipan dalam suatu proposisi seharusnya atau tidak seharusnya melakukan tindakan tertentu dalam proposisi itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Data (35) dan data (36) berikut ini merupakan ilustrasi yang tepat untuk fenomena manifestasi perspektif pemberitaan melalui modalitas keharusan.
(35) Semua pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
mempunyai tanggung jawab untuk menjaga Pemilihan Kepala
Daerah 2017 berjalan aman dan damai. (MH3: lead headline 25
September 2016)
(36) Jika semua proses hukum itu berjalan sebagaimana mestinya dan
hasilnya bisa diterima semua pihak dan prosesnya berjalan damai,
itu akan menjadi modal untuk penguatan demokrasi Indonesia.
(MT14: tajuk rencana 13 Desember 2016)
Dengan modalitas mempunyai tanggung jawab pada data (35), memperlihatkan sikap surat kabar Kompas yang setuju dan mengharuskan semua pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk bersama-sama menjaga Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 agar berjalan aman dan damai. Dengan demikian kalimat itu memperlihatkan perspektif surat kabar
Kompas yang setuju dan mendukung nilai demokrasi yang baik, aman dan damai khusunya waktu Pilkada DKI Jakarta 2017.
Dengan modalitas akan menjadi pada data (36), memperlihatkan sikap surat kabar Kompas yang setuju akan berjalannya proses hukum yang adil dan semestinya guna memperkuat demokrasi di Indonesia. Dengan menetapkan kalimat akan menjadi pada kalimat (36) maka memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang setuju dan mendukung nilai keadilan dan demokrasi atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Pada data (35) merupakan lead pada headline surat kabar Kompas, sedangkan data (36) merupakan isi tajuk rencana surat kabar Kompas. Pada data
(35) memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai keamanan dan persatuan Indonesia, sedangkan pada dat (36) memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai demokrasi. Kedua persepktif surat kabar yang pro terhadap keamanan, persatuan dan demokrasi di
Indonesia itu mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi,
“Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), toleran (berperspektif tenggang rasa, berperspektif menghargai pendirian orang lain”.
4.2.3.3 Modalitas Keinginan
Dengan modalitas keinginan, wartawan mengindikasikan persetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap keadaan atau hal dalam proposisi yang dikomunikasikan. Kata-kata modalitas yang digunakan adalah ingin, mau, dan akan yang mungkin dapat divariasikan dengan kata modalitas lain seperti sangat, kurang, hanya, tidak, tak, dan lain sebagainya.
Data (37) dan data (38) berikut ini merupakan ilustrasi yang tepat untuk fenomena manifestasi perspektif pemberitaan melalui modalitas keinginan.
(37) Kita mendorong proses hukum dijaga bersama agar supremasi
hukum tegak, demokrasi kian matang, kebersamaan kita sebagai
bangsa terjaga. (MT64: tajuk rencana 01 Desember 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
(38) Sebagai barometer politik, kita berharap Pilkada Jakarta akan
menjadi kontestasi gagasan dan program serta model
kepemimpinan.(MT62: tajuk rencana 24 September 2016)
Dengan modalitas mendorong pada data (37), yakni kalimat dalam tajuk rencana surat kabar Kompas tanggal 1 Desember 2016, surat kabar Kompas menetapkan persetujuannya dan dukungannya atas keinginannya bahwa proses hukum harus dijaga bersama agar supremasi hukum tegak, demokrasi kian matang, kebersamaan kita sebagai bangsa terjaga. Dengan demikian kalimat itu memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang setuju dan mendukung terhadap nilai keadilan, demokrasi, dan keberagaman atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya.
Dengan modalitas berharap pada data (38), yakni kalimat dalam tajuk rencana surat kabar Kompas tanggal 24 September 2016, surat kabar Kompas menetapkan persetujuannya atas keinginannya bahwa Pilkada Jakarta akan menjadi kontestasi gagasan dan program serta model kepemimpinan mengingat
Jakarta menjadi barometer politik di Indonesia. Dengan demikian kalimat itu memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang setuju dan mendukung terhadap nilai demokrasi yang baik dan benar atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya.
Pada data (37) dan data (38) merupakan isi tajuk rencana surat kabar
Kompas. Keduanya memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai keadilan dan demokrasi di Indonesia. Nilai-nilai keadilan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
demokrasi di Indonesia ini mencerminkan visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), berperspektif menghargai pendirian orang lain; penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja), aman
(merasa bebas dari bahaya, merasa terlindungi) dan sejahtera (aman sentosa dan makmur)”.
4.2.3.4 Modalitas Izin
Dengan modalitas izin, wartawan atau partisipan yang dilaporkan oleh wartawan mengindikasikan suatu persetujuan atau sebaliknya ketidaksetujuan pada partisipan (lain) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kata-kata modalitas yang digunakan adalah boleh, dapat, dan bisa yang mungkin juga divariasikan dengan kata modalitas lain, seperti sangat, kurang, hanya, tidak, tak, dan lain sebagainya. Menurut Widharyanto (2000), kata-kata yang digunakan sebagai penanda komentar dan sikap penulis atau surat kabar dalam tipe ini lebih netral daripada modalitas kebenaran dan keharusan. Dalam penelitian ini data-data modalitas izin yang diperoleh, sebagian besar menampilkan perspektif surat kabar
Kompas yang pro terhadap niai-nilai toleransi dan keberagaman atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya.
Data (39) dan data (40) berikut merupakan ilustrasi yang tepat untuk fenomena manifestasi perspektif pemberitaan dengan modalitas izin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
(39) Dalam negara demokrasi konstitusional, panggung peradilanlah
yang punya otoritas menentukan seseorang bersalah atau tidak
bersalah. (MT70: tajuk rencana 17 November 2016)
(40) Kebinekaan Jangan Dilemahkan (MH11: subjudul headline 20
November 2016)
Modalitas peradilanlah atau lebih tepatnya partikel lah yang melekat pada kata peradilan pada data (39), merupakan hasil interpretasi redaktur terhadap kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama
(Ahok). Partikel lah yang melekat pada kata peradilan bermakna memberi penekanan pada kata peradilan tersebut. Fenomena perspektif juga dapat diungkap dengan partisipan tujuan dan keterangan yang digunakan pada kalimat tersebut. Partisipan yang dimaksud adalah yang punya otoritas menentukan seseorang bersalah atau tidak bersalah, dan keterangan berupa dalam negara demokrasi konstitusional. Dengan demikian kalimat (39), memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai keadilan atau keindonesiaan pada umumnya.
Modalitas jangan pada data (40) termasuk ke dalam modalitas izin bermakna himbauan. Himbauan surat kabar Kompas pada data (40), yakni agar kebinekaan tetap kuat jangan sampai dilemahkan. Dengan demikian data (40), mencerminkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai kebinekaan dan keberagaman atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Pada data (39) merupakan isi tajuk rencana surat kabar Kompas , sedangkan data (40) merupakan lead pada headline surat kabar Kompas. Pada data (39) memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai- nilai keadilan, sedangkan pada data (40) memperlihatkan perspektif surat kabar
Kompas yang pro terhadap nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai keadilan dan demokrasi di Indonesia ini telah tercermin pada visi misi surat kabar Kompas yang berbunyi, “Menjadi agen perubahan dalam pembangunan komunitas
Indonesia yang lebih harmonis (serasi, selaras), berperspektif menghargai pendirian orang lain; penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja), aman (merasa bebas dari bahaya, merasa terlindungi) dan sejahtera (aman sentosa dan makmur)”.
Data-data jenis modalitas yang lain yang mengungkapkan sikap positif, mendukung, dan simpati surat kabar Kompas terhadap nilai toleransi dan keberagaman atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya dilampirkan pada
BAB LAMPIRAN.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Berikut ini dilaporkan pembahasan temuan-temuan penelitian tentang jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas yang digunakan surat kabar Kompas pada headline dan tajuk rencananya dalam pemberitaan pilkada DKI Jakarta 2017. Temuan-temuan itu antara lain: (1) penggunaan piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas oleh surat kabar Kompas pada headline dan tajuk rencananya pada masa pilkada
DKI Jakarta 2017, yakni antara bulan September 2016 hingga bulan Desember
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
2016; (2) hampir seluruh jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan jenis piranti modalitas yang digunakan mencerminkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai keindonesiaan; (3) secara garis besar, penelitian ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian sebelumnya, khususnya penelitian
Widharyanto (2000), hanya saja pada jenis piranti kebahasaan modalitas izin dalam penelitian ini ternyata juga memperlihatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai-nilai keindonesiaan.
4.3.1 Pembahasaan Jenis-Jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan dan
Modalitas yang Digunakan oleh Surat Kabar Kompas pada Headline
dan Tajuk Rencananya.
Pertama, penemuan jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dalam penelitian ini sesuai dengan teori ketransitifan Fowler (1991), MacCarthy dan
Carter (1994) dan Lee (1992) dalam Widharyanto (2000). Kedua, penemuan jenis- jenis piranti kebahasaan modalitas dalam penelitian ini sesuai dengan teori modalitas Alwi (1992) dan Widharyanto (2000). Penemuan jenis-jenis piranti kebahasaan modalitas ini juga mendukung penelitian terdahulu, yakni penelitian
Dharma Karana Sinurat yang berjudul “Modalitas Dalam Pidato Politik Presiden
Joko Widodo” dan penelitian Widharyanto (2000). Penemuan jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas dalam penelitian ini membuktikan bahwa surat kabar Kompas secara dominan menggunakan piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas dalam pemberitaan pada masa pilkada, yakni antara bulan September 2016 hingga bulan Desember
2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
4.3.2 Pembahasaan Manifestasi Perspektif Surat Kabar Kompas ke dalam
Jenis-Jenis Piranti Kebahasaan Ketransitifan dan Modalitas pada
Headline dan Tajuk Rencananya.
Data-data tentang jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas yang ditemukan kemudian dianalisis untuk mengungkap perspektif surat kabar Kompas terhadap nilai-nilai toleransi, keberagaman atau secara luas nilai keindonesiaan. Di dalam penelitian ini ditemukan bahwa ketransitifan dengan berbagai macam proses yang dibawakannya, seperti proses material (perbuatan dan kejadian), proses mental (penglihatan, perasaan, dan pemikiran), dan proses verbal (kutipan langsung dan kutipan tidak langsung), dipergunakan oleh surat kabar Kompas dalam menuliskan headline dan tajuk rencananya untuk membangun perspektif pemberitaan. Apabila dipresentasikan dari data ketransitifan yang ada, 100% data ketransitifan memperlihatkan perspektif pro terhadap nilai-nilai, kemanusiaan, toleransi dan keberagaman serta nilai keindonesiaan pada umumnya.
Di dalam penelitian ini ditemukan bahwa modalitas sebagai manifestasi perspektif pemberitaan dalam tataran kalimat cenderung menempatkan perspektif surat kabar Kompas yang pro terhadap nilai toleransi dan keberagaman. Apabila dipresentasikan dari data modalitas ada 96% data digunakan surat kabar Kompas untuk menampakkan persektif pro pada nilai-nilai toleransi dan keberagaman.
Penemuan jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas sebagai beberapa cara yang digunakan untuk memanifestasikan ideologi atau kepentingan sesuai dengan teori Linguistik Kritis Halliday dan Analisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Wacana Kritis Fairclough yang menjadi landasan teori dilakukannya penelitian ini.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan
Widharyanto (2000) yang berjudul, “Manisfestasi Perspektif Pemberitaan Surat
Kabar Indonesia pada Akhir Era Orde Baru ke dalam Strategi Penyajian
Informasi dan Bentuk-Bentuk Ekspresi Bahasa”, khususnya pembahasaan mengenai macam-macam perspektif pemberitaan surat kabar Indonesia pada akhir era pemerintahan Orde Baru, khususnya manifestasi perspektif ke dalam piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas. Penelitian ini juga menemukan kebaruan, yakni pada piranti kebahasaan modalitas jenis izin yang pada penelitian
Widharyanto cenderung menampilkan sikap netral terhadap sebuah peristiwa, dalam penelitian ini jenis modalitas izin juga menampilkan perspektif surat kabar
Kompas yang pro terhadap nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, keberagaman, dan keindonesiaan secara luas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini disajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan terkait dengan hasil-hasil penelitian dalam menjawab masalah dan tujuan penelitian. Selanjutnya, saran terkait dengan implikasi lebih lanjut hasil-hasil penelitian ini baik secara teoritis maupun secara praktis.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan butir-butir temuan penelitian yang meliputi, (1) jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasan modalitas dalam pemberitaan headline dan tajuk rencana oleh surat kabar Kompas pada masa pilkada DKI Jakarta 2017, (2) manifestasi perspektif surat kabar Kompas ke dalam jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas.
Ketransitifan dan modalitas merupakan piranti kebahasaan yang dominan yang digunakan surat kabar Kompas dalam pemberitaan pada headline dan tajuk rencananya pada periode September 2016 hingga Desember 2016. Jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan yang digunakan tersebut antara lain: ketransitifan yang berupa proses material perbuatan, ketransitifan yang berupa proses material kejadian, ketransitifan berupa proses verbal yang meliputi proses verbal kutipan langsung dan proses verbal kutipan tidak langsung, dan ketransitifan berupa proses mental yang meliputi penglihatan, perasaan, dan pemikiran. Jenis-jenis
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
piranti kebahasaan modalitas yang digunakan meliputi: modalitas keharusan, modalitas kebenaran, modalitas keinginan, dan modalitas izin.
Pada masa pilkada DKI Jakarta 2017, jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan modalitas tersebut digunakan untuk memberitakan peristiwa- peristiwa sosial politik. Peristiwa sosial politik yang terjadi pada masa pilkada
DKI Jakarta 2017 antara lain isu toleransi, keberagaman yang menyangkut isu suku, ras, agama dan budaya (SARA), kampanye pilkada, demokrasi, penegakan hukum, terorisme, dan kabar bohong (hoaxs) yang beredar di media masa. Dari berbagai isu itu kemudian yang menjadi fokus adalah isu toleransi dan keberagaman yang erat kaitannya dengan isu yang lain atau nilai-nilai keindonesiaan pada umumnya.
Jenis-jenis piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas yang digunakan surat kabar Kompas dalam pemberitaan pada headline dan tajuk rencananya, juga memperlihatkan perspektifnya terhadap peristiwa- peristiwa yang dilaporkannya pada masa pilkada DKI Jakarta 2017 tersebut.
Perspektif pemberitaan surat kabar dapat berwujud uraian pro (favorable), kontra
(unfavorable) dan netral, yang mencerminkan institusinya terhadap objek berita.
Fenomena perspektif dapat diungkap dengan mengkaji transformasi ideologi dengan pendekatan visi di dalam wacana berita melalui piranti-piranti dan Critical
Linguistic (CL) atau Linguistik Kritis dan Critical Discourse Analysis (CDA) atau
Analisis Wacan Kritis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Dalam sistem ketransitfan, manifestasi perspektif pemberitaan dapat diketahui dari proses-proses ketransitifan yang dimunculkan, seperti proses material, proses mental, dan proses verbal. Dari proses material, hal yang ditekankan dalam pemberitaan adalah perbuatan dan kejadian. Dari proses mental, hal yang mendapat perhatian dalam pemberitaan adalah apa yang dilihat, dirasakan, dan dipikirkan oleh partisipan tertantu. Terakhir, dari proses verbal, yang ditonjolkan adalah apa yang diucapkan dan siapa partisipan pengucap.
Melalui modalitas yang dipergunakan dalam kalimat, manifestasi perspektif pemberitaan dapat diketahui dari sikap surat kabar Kompas terhadap partisipan atau peristiwa yang dilaporkan. Sikap tersebut mencerminkan pengetahuan, gagasan, dan keyakinan yang dianut atau diyakini; yang terekspresikan dalam modalitas kebenaran, keharusan, keinginan dan izin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa piranti kebahasaan ketransitifan dan piranti kebahasaan modalitas terbukti mengungkap perspektif surat kabar Kompas yang pro (favorable) terhadap nilai-nilai keindonesiaan, atau secara khusus terhadap nilai-nilai toleransi dan nilai keberagaman.
5.2 Saran-saran
Pada bagian ini diberikan saran-saran berkaitan dengan implikasi lebih lanjut dari temuan-temuan penelitian ini. Implikasi tersebut berkaitan dengan hal yang bersifat teoritis maupun praktis. Hal tersebut meliputi: pertama, teks lahir selalu berdasarkan konteks yang melatarbelakanginya, sehingga untuk memahami sebuah teks harus memahami juga konteknya secara menyeluruh. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
penelitian ini konteks yang melatarbelakangi teks berita adalah konteks ideologi yang dimiliki surat kabar, dalam hal ini surat kabar Kompas.
Kedua, dengan ideologi yang dimiliki surat kabar Kompas, maka akan berpengaruh dalam melihat dan memberitakan peristiwa, yang kemudian disebut sebagai perpsektif. Perspektif pemberitaan dapat dimanifestasikan ke dalam kode- kode bahasa, sistem atau struktur bahasa, baik tataran wacana, sintaksis, maupun struktur leksikal.
Ketiga, dalam pemberitaan sebuah surat kabar tentang peristiwa sosial politik bahasa dapat digunakan sebagai salah satu disiplin ilmu dari berbagai multidisipliner yang dapat memberikan pemahaman yang luas dan komprehensif terhadap peristiwa-peristiwa sosial politik. Dengan demikian bahasa memiliki konstribusi yang besar dalam melihat dan memahami persoalan sosial politik.
Keempat, hasil temuan penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukkan dan pertimbangan bagi analisis wacana, sosiolog, politikus, wartawan, dan ahli komunikasi untuk meneliti lebih lanjut hubungan antara bahasa, ideologi, dan kekuasaan atau dominasi dalam media masa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
(http://m.detik.com/news/berita/d-3358336/Begini-Penampakan-Meriahnya-
Apel-Nusantara-Bersatu-di-Monas : diunduh pada 12 Maret 2018)
Abdul, Chaer, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
Agung Dwi Hartono & Rhoma Dwi Aria Yuliantri dalam Taufik Rahzen,
Seabad Pers Kebangsaan, (I:Boekoe: Yogyakarta, 2007)
Alwi dalam Dharma Karana, Modalitas dalam Pidato Politik Presiden Joko
Widodo, Prosiding: Mengenang Kiprah J. S. Badudu dalam Pengembangan
Bahasa Indonesia (Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran dan
Program Studi Sastra Indonesia Bekerja Sama dengan Kantor Riset, PPM, dan
Inovasi)
Anwar, Roshan, Bahasa Jurnalistik Indonesia & Komposisi, (Yogyakarta:
Media Abadi, 2004)
Budiyono, Membina Kerukunan Hidup Antarumat Beriman, (Yogyakarta,
Kanisius, 1983)
Chaer, Abdul, Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008)
Charles A. Sprague dalam Rizal Mallarangeng, Pers Orde Baru: Tinjauan Isi
Kompas dan Suara Karya, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010)
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia, 2008)
Detik.com/oplah-tertinggi-surat-kabar-di-indonesia: diunduh pada bulan
November 2017
Dewabrata, Kalimat Jurnalistik: Panduan Mencermati Penulisan Berita,
(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2004)
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta:
LkiS, 2001)
Ernes Cassirer dalam Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang
Manusia, Alih Bahasa oleh Alois A. Nugroho, (Jakarta: gramedia, 1987) dalam Latif, Yudi, Bahasa dan Kekuasaan (Bandung: Mizan)
George Yule, Kajian Bahasa, (Edisi Kelima/ Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015)
Hamid, Abdul. Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan, (Bandung:
Pustaka Setia, 2012)
Haris Sumadiria, 2005, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media)
Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis: Landasan
Teori, Metodologi dan Penerapan), (Jakarta: Rajawali Pers, 2017)
Haryatmoko, Etika Komunikasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hikam dalam Latif, Yudi, Bahasa dan Kekuasaan (Bandung: Mizan)
J.D Parera, Dasar-Dasar Analisi Sintaksis, (Jakarta: Erlangga, 2009)
Jakob Otema, Buku Panduan Kompas, (Jakarta:Kompas, 2008)
Louise Cummings, Pragmatic:Sebuah Perspektif Multidipliner, (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 5; judul asli Pragmatic, A Multidisciplinary
Perspective¸(Oxford University Press Inc, New York, 2009)
Masri Sareb Putra, Teknik Menulis Berita & Feature, (Jakarta: Indeks, 2016)
Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remadja Karya, 1989)
Mulayana, Kajian Wacana: Teori & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wcaana
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005),
Nadar, Pragmatik & Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009)
Praptomo Baryadi, Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan¸(Yogyakarta:
Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2012),
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Gramedia, 2008)
Pusvita Sari (edior) dalam Voltaire, Traktat Toleransi, (Yogyakarta: LKiS,
2015)
Rizal Mallarangeng, Pers Orde Baru: Tinjauan Isi Kompas dan Suara Karya,
(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010),
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Scholes dalam Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem
Ikonisitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011)
Sudaryanto, Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahan Kebudayaan Secara Lingusitis, (Yogyakarta: Sanata Dharma
University Press, 2015)
Sugiyono, Metode Penelitian Kebijakan, (Bandung: Alfabeta,2017)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2011)
Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Reality Publisher,
2008)
Widharyanto, Manisfestasi Perspektif Pemberitaan Surat Kabar Indonesia pada Akhir Era Orde Baru ke dalam Strategi Penyajian Informasi dan
Bentuk-Bentuk Ekspresi Bahasa, (Malang: Universitas Negeri Malang
Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa November, 2002),
Yudi Latif, Negara Paripurna:Historisita, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011)
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI &
Yogyakarta, 1 I April 2018
Yth. A. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A
Dosen Pendidikan dan Bihasa Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Dengan Hormat
Saya, pitrus Puspito, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, ''.'..... Universitas Sanata ,Dharma sedang menyusun skripsi yang berjudul Analisis Ketransitifan r',.,:::. t,' ... _tt i I ;t:'ili:; :i ::.i:r Periode September :i dan Modalit*Pada Headlie dan Tajuk $encana Surat Kabar Kompas . .,., ' .::"',.:ir'': i'l angulator .,"-:ii.''",:, f11oggu Desember ZntA: Kajian Analisig Wacafia Kritis". Saya membutuhkan t ,: ' - ,:: r., fj ::.lri:|t:- i unttrk mengecek keabsahan data penelitian saya. ( Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kesediaan bapak untuk berkenan menjadi
triangulator dalam penelitian saya. Demikian surat ini saya buat, afg kesediaan dan kerja_ sama bapak saya ucapkan terima kasih.
Mengetahui, Hormat Saya,
r+.ll-i: ;,:1.";.i;i tr PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
- I U
J .D( F t 0 t\ r ($ L \\ + ? r\ N 6 ':- b c \ a_ 6 i t 6 -t( I J oo '<) L -9 _P d sJ * L 5 $ 0) ) ) 5 6) 7 ,
E \ \ z 3 \ fr - F CE al-( \ \ z \ il a0 F Cg SJ\ ri C5e' () e-' .t v \)v CB CE d a (c P P I tr (s :< (d (B (t (g (s E\ cd G 6 (co F € -oti ) 5i 63 = c) -oL -oLi -ol- .D EN L CE 'tr o c) o) b 'a () a g J4N >,3s la 6E (D 6 4\ -) 6)tr D Q'A 6D E o Bi r\ E aq) d b r^ 6 d:c @ a hI) *t oo. L) ua 6 6 cl 6.\ (b .a/ lr tL ES rL /L a.a d. &E & & 01 At< d{- pl --J ,) -SJ f;{ ) q) g rr) o0{ (\ ot c.n C€ q) vr\ E\ EEUNh0 I *r aJ = E-{ '6'nCl- '{l o OOr\ - "t Ss s.) c\ 'l d 6A 0 (n o dN\ (B\ =t $\ 9- s.t E^\ tr\ $s EI-.] 6 *\ 8\ _g\ E\) g\,E\ €.3() H-F M *t FA \ -sz A a\ .$ A r.t z ..$ \o LG ss & ,K d =v ES 'D= ?U= .9 eJ E\ \ \ (t$.-' a t =\i .s *x 8[ C) 31 > -\-- '\o (€ a b0 VNA}J li 6\ .E 9b' b0 v6 .E 6 lr G' tr\o (€i o 6 CB YO .lS o cso'x 60 $X (i9 O.N J.(B 00.6E c trl- (\ CB Gc3 () -d *r c.l a.u ()L (.) 5 L '\oz 5 ()9i c E'6 Vi55€ Xo M3 € bo 2 c.) H0) ,a^ -- -o i:A ..1 CB^ -; .qJ 1.l* '.7Y 6v E o v ,A \J 4) .tI !c9pi -VA5^Xt*- C3- ai C).a no a- .so oc) 6a2 E&!B= 9" c6 3J &c! \a EZ \A v!l orM );i0.ol a -9S
z c.t ca $ rrl \o t--- oo o\ {.r!5 S., \*otx \ \ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN DATA KETRANSITIFAN DAN DATA MODALITAS YANG SUDAH DIBERI KODE PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DATA KETRANSITIFAN
No Data Ketransitifan pada Headline Kode Data Proses yang Surat Kabar Kompas Diperlihatkan 1 SBY Temui Wapres dan Wiranto (2 KH1 Proses perbuatan November 2016) 2 Jokowi-Prabowo Kembangkan Budaya KH2 Proses perbuatan Baru (18 November 2016) 3 Kontestasi Diprediksi Berlangsung KH3 Proses kejadian Ketat (23 Oktober 2016) 4 Untuk Ketiga Kalinya, Presiden Joko KH4 Proses kejadian Widodo Bertemu Dengan Prabowo Subianto. (1 November 2017) 5 Sosok Negarawan Dibutuhkan (24 KH5 Proses kejadian November 16) 6 Peringatan Hari Santri Teguhkan KH6 Proses mental Keindonesiaan (23 Oktober 2016) perasaan 7 Presiden: Jaga Jihad Kebangsaan (23 KH7 Proses verbal ucapan Oktober 2016) langsung 8 Jaga Kedamaian Pilkada (25 September KH8 Proses verbal 2016) 9 Hormati Proses Hukum (17 Nobvember KH9 Proses verbal 2016) 10 Junjung Tinggi NKRI (20 November KH10 Proses verbal 2016) 11 Presiden: Saling Ejek Dan Memaki KH11 Proses verbal Bukan Jati Diri Bangsa (13 November 2016) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12 MUI: Kemajemukan Bangsa Mesti KH12 Proses verbal Dipertahankan (24 September 2016)
No Data Ketransitifan pada Tajuk Kode Data Proses yang Rencana Surat Kabar Kompas Diperlihatkan 13 MUI mengusulkan ada dialog nasional KT13 Proses Perbuatan yang melibatkan semua elemen bangsa agar tidak ada perpecahan bangsa (25 November 2016) 14 Selaku panglima tertinggi, Presiden KT14 Proses Perbuatan Jokowi juga menginstruksikan segenap anggota Polri dan prajurit TNI agar waspada dari berbagai upaya memecah belah bangsa. (24 November 2016) 15 Dalam penggerebekan di Bekasi, 10 KT 15 Proses Perbuatan Desember, misalnya, aparat menangkap tiga terduga teroris yang berniat meledakkan bom bunuh diri di Istana Negara. (26 Desember 2016) 16 Di Tangerang Selatan, 20 Desember, KT16 Proses Perbuatan aparat menangkap seorang terduga teroris dan menembak mati tiga terduga teroris lain yang merakit bom untuk diledakkan saat Natal. (26 Desember 2016) 17 Kemarin, Densus 88 juga KT17 Proses Perbuatan menggerebek dan menembak dua PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terduga teroris di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. (26 Desember 2016) 18 Langkah presiden Joko Widodo KT18 Proses Perbuatan menemui sejumlah ulama pada pekan lalu, anatara lain, untuk memberikan pemahaman tentang keberagaman bangsa. (13 November 2016) 19 Presiden Joko Widodo tak akan KT19 Proses Perbuatan mengintervensi penanganan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaya Purnama. (13 November 2016) 20 Sejumlah tokoh PDI-P yang sempat KT20 Proses Perbuatan bersama Koalisi Kekeluargaan meninggalkan koalisi dan mendukung pasangan Basuki-Djarot. (24 September 2016) 21 Menyusul koalisi Partai Demokrat, KT21 Proses Perbuatan PKB, PAN, dan PPP dengan tokoh sentral Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengusung calon baru. (24 September 2016) 22 ”Poros Yudhoyono” mengusung putra KT22 Proses Perbuatan sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Sylviana Murni sebagai calon gubernur dan calon wakil PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gubernur. (24 September 2016) 23 Partai Gerindra-PKS dengan tokoh KT23 Proses Perbuatan sentral Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno. (24 September 2016) 24 Mereka yang berkontestasi, yakni KT24 Proses Perbuatan Basuki (50), Agus (38), dan Anies (47), menampilkan kesan muda, modern, dan bukan orang partai. (24 September 2016) 25 Basuki meninggalkan Partai Gerindra KT25 Proses Perbuatan dan maju melalui PDI-P dan tiga parpol lainnya. (24 September 2016) 26 Agus berkarier di militer dan kini KT26 Proses Perbuatan terjun ke politik dan meninggalkan dinas kemiliteran. (24 September 2016) 27 Penyidik Mabes Polri meningkatkan KT 27 Proses Perbuatan status hukum Basuki Tjahaja Purnama dari penyelidikan ke penyidikan atas dugaan kasus penistaan agama. (17 Desember 2016) 28 Gubernur petahana (non-aktif) Basuki KT28 Proses Perbuatan Tjahaja Purnama menghormati proses hukum dan menerima statusnya sebagai tersangka. (17 Desember 2016) 29 Pemerintah mengantisipasi KT29 Proses Perbuatan perkembangan itu dengan merevisi UU PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Informasi Transaksi dan Elektronik yang berlaku Senin, 28 November, ini. ( 28 November 12) 30 Gejolak politik memanas, kejahatan KT30 Proses Kejadian marak, musibah terjadi silih berganti, dan ancaman terorisme tidak menyurutkan optimisme dan harapan. (24 Desember 2016) 31 Untuk keempat kali setelah pemilihan KT31 Proses Kejadian presiden 2014, Presiden Joko Widodo bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto. (18 November 2016) 32 Pencalonan Basuki Tjahaya Purnama KT32 Proses Kejadian sebagai gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 tak gugur dan tak dibatalkan meski yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama. (17 November 2106) 33 Optimisme itu yang ditegaskan KT33 Proses Kejadian Presiden Joko Widodo di pengujung akhir tahun 2016. (24 Desember 2016) 34 Kemandirian peradilan Indonesia KT34 Proses Kejadian dalam kasus dugaan penistaan agama oleh akan diuji Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama. (13 Desember 2016) 35 Sikap profesional dan taat pada kode KT35 Proses Kejadian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
etik jurnalistik serta berpegang pada pedoman penyiaran dituntut dalam proses sidang yang berpotensi memancing sensitivitas dan emosi publik. (13 Desember 2016) 36 Koalisi Kekeluargaan yang dibangun KT36 Proses Kejadian untuk menantang petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat akhirnya pecah. (24 September 2016) 37 Selain didukung PDI-P, Basuki-Djarot KT37 Proses Kejadian juga didukung Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Partai Hanura. (24 September 2016) 38 Bersamaan dengan itu, Basuki KT38 Proses Kejadian ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus penistaan agama. (17 Desember 16) 39 Unjuk rasa besar menuntut proses KT39 Proses Mental hukum terhadap Basuki beberapa kali terjadi. (13 Desember 2016) 40 Media sosial kian meneguhkan KT40 Proses Mental masuknya Indonesia ke era demokrasi bicara (talking democracy). (29 Oktober 2016) 41 Wacana politik belakangan ini, seperti KT41 Proses Mental munculnya isu makar, isu pengambilalihan kekuasaan, dan mobilisasi kekuasaan massa sebagai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kelompok penekan, menunjukkan belum matangnya demokrasi Indonesia. (25 November 2016) 42 Bangsa ini membutuhkan negarawan- KT42 Proses Mental negarawan yang punya komitmen dan memikirkan masa depan bangsa, bukan semata-mata politisi pemburu kekuasaan. (25 November 2016) 43 Demokrasi juga menganut prinsip KT43 Proses Mental pergantian kekuasaan secara periodik melalui mekanisme pemilu. (25 November 2016) 44 Demokrasi juga menunut KT44 Proses Mental penghormatan atas tegaknya supremasi hukum dan konstitusi. (25 November 2016) 45 Bangsa Indonesia sedang menapaki KT45 Proses Mental masa-masa kritis sekaligus ujian terhadap demokrasi dan kebersamaan kita sebagai bangsa. (01 Desember 2016) 46 Pada Rabu kemarin, masyarakat KT46 Proses Mental menyaksikan Apel Nusantara Bersatu serentak di Tanah Air. (01 Desember 2016) 47 Warga Jakarta mengharapkan KT47 Proses Mental kampanye berlangsung fair, adu gagasan, adu program, dan bijak dalam berkata-kata serta menghindari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kampanye hitam demi matangnya demokrasi. (17 November 2016) 48 Media sosial memperkuat kanal KT48 Proses Mental kebebasan menyatakan pendapat. (28 November 2016) 49 Pertumbuhan ekonomi sebagai salah KT49 Proses Mental satu syarat tolok ukur bangunan optimisme membutuhkan prasyarat penting konsolidasi seluruh elemen masyarakat. (24 Desember 2016) 50 Perasaan cemas sempat berkecamuk. KT50 Proses Mental (26 desember 2016) 51 Tetap Menjaga Kebersamaan (01 KT51 Proses Verbal Desember 2016) 52 Suburkan Kasih, Lawan Teror (26 KT52 Proses Verbal Desember 2016) 53 Selaku kepala negara, Presiden Jokowi KT53 Proses Verbal mengingatkan seluruh anak negeri bahwa keberagaman bangsa ini semestinya dipandang sebagai anugerah dan tidak menjadi sumber perpecahan. (24 November 2016) 54 Untuk merawat keindonesiaan, Bung KT54 Proses Verbal Hatta sebagai salah seorang pendiri bangsa kerap mengingatkan, kita ini turunan bangsa besar, yang sejarahnya gilang-gemilang pada masa dahulu, dan kini harus menebusnya kembali. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(14 November 2016) 55 Presiden Joko Widodo pertengahan KT55 Proses Verbal Desember lalu memang telah menegaskan, tidak boleh ada ruang sekecil apa pun di Indonesia bagi terorisme. (26 Desember 2016) 56 Presiden pun mengajak masyarakat KT56 Proses Verbal bersatu memerangi terorisme. (26 Desember 2016) 57 Apel Nusantara Bersatu KT57 Proses Verbal menyampaikan pesan agar seluruh komponen bangsa merajut kebersamaan serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. (01 Desember 2016) 58 Linz mengatakan, demokrasi KT58 Proses Verbal terkonsolidasi jika demokrasi diyakini sebagai the only game in town. (25 November 16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DATA MODALITAS
No Data Modalitas pada Headline dan Kode Data Ekspresi yang Lead Surat Kabar Kompas dimunculkan 1 Presiden Tidak Akan Intervensi (2 MH1 Modalitas Keharusan November 2016) 2 Keberagaman Jadi Anugerah (13 MH2 Modalitas Keharusan November 2016) 3 Semua pasangan calon kepala daerah MH3 Modalitas Keharusan dan wakil kepala daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjaga Pemilihan Kepala Daerah 2017 berjalan aman dan damai. (25 September 2016) 4 Para tokoh elite nasional patut ikut MH4 Modalitas Keharusan menyelesaikan masalah kebangsaan dengan damai dan sejuk. (01 November 2016) 5 Pencalonan Basuki di Pilkada DKI MH5 Modalitas Kebenaran Tidak Gugur (17 November 2016) 6 Keberagaman, toleransi, dan saling MH6 menghargai antarwarganya adalah kekuatan kota ini. (30 Oktober 2016) 7 Tiga calon gubernur DKI Jakarta MH7 Modalitas Kebenaran 2017 merupakan refleksi dari sisa pertarungan pada pemilihan presiden terdahulu. (24 September 2016) 8 Sejak berabad lalu, Jakarta kota MH8 Modalitas Kebenaran multietnik. (30 Okteober 2016) 9 Semangat persatuan yang terkandung MH9 Modalitas Kebenaran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika masih dijunjung tinggi. (30 Oktober 2016) 10 Kondisi Bangsa Indonesia saat ini MH10 Modalitas Kebenaran membutuhkan kehadiran sosok-sosok negarawan yang memikirkan keberlanjutan bangsa ke depan. (24 November 2016) 11 Kebinekaan Jangan Dilemahkan (20 MH11 Modalitas Izin November 2016) 12 Ekonomi Jangan Terganggu (25 MH12 Modalitas Izin November 2016)
No Data Modalitas pada Tajuk Kode Data Ekspresi yang Rencana Kabar Kompas dimunculkan 13 Kita harus menghormati penetapan MT13 Modalitas Keharusan majelis hakim persidangan terbuka dapat diliput televisi secara langsung sehingga masyarakat akan mengetahui jalannya persidangan. (13 Desember 2016) 14 Jika semua proses hukum itu berjalan MT14 Modalitas Keharusan sebagaimana mestinya dan hasilnya bisa diterima semua pihak dan prosesnya berjalan damai, itu akan menjadi modal untuk penguatan demokrasi Indonesia. (13 Desember 2016) 15 Dunia maya sepertinya menjadi ruang MT15 Modalitas Keharusan untuk menyampaikan apa saja: mulai dari pandangan, harapan, perasaan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
saran, sampai kecaman bahkan sumpah serapah. (29 Oktober 2016) 16 Media sosial justru bisa membuat MT16 Modalitas Keharusan bangsa ini terpolarisasi atau malah terpecah. (29 Oktober 2016) 17 Media sosial bisa meradikalisasi MT17 Modalitas Keharusan gerakan, tetapi juga bisa memoderasi pandangan. (29 Oktober 2016) 18 Pelanggaran kecil yang terus MT18 Modalitas Keharusan dibiarkan bisa kian membesar. (29 Oktober 2016) 19 Pendekatan hukum bisa saja MT19 Modalitas Keharusan dilakukan tanpa harus mengekang kebebasan berpendapat. (22 November 2016) 20 Demokrasi bisa bergerak mundur jika MT20 Modalitas Keharusan negara salah dalam mengantisipasi perkembangan media sosial. (28 November 2016) 21 Namun, jika kebebasan berekspresi MT21 Modalitas Keharusan tanpa batas terus dibiarkan, bangsa ini akan terjebak dalam polarisasi pandangan yang ekstrem dan bisa mengancam demokrasi. (28 November 2016) 22 Pertemuan elite secara bersama-sama MT22 Modalitas Keharusan akan memperkuat kohesivitas kita sebagai bangsa yang dibelah pemain media sosial yang tidak bertanggung jawab terhadap nasib negeri ini. (25 November 2016) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23 Dalam teori Linz, semua masalah bangsa MT23 Modalitas Keharusan harus bisa diselesaikan dengan cara bermartabat dengan menggunakan semua instrumen demokrasi, seperti partai politik yang menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengagregasikan kepentingan masyarakat serta menjadikan DPR sebagai tempat mengontrol jalannya kekuasaan. (25 November 2016) 24 Termutakhir, Tontowi Ahmad dan MT24 Modalitas Keharusan Liliyana Natsir yang membacakan naskah Sumpah Pemuda di halaman Istana Merdeka pada 28 Oktober lalu juga menunjukkan contoh bahwa keberagaman bangsa bisa menjadi kekuatan. (14 November 2016) 25 Terlepas dari gugatan terhadap peran MT25 Modalitas Keharusan partai politik, semua pihak menangkap aspirasi perlunya penegakan hukum cepat terhadap Basuki. (01 Desember 2016) 26 Proses hukum terhadap Basuki bisa MT26 Modalitas Keharusan diproses cepat, sesuai dengan KUHAP. (01 Desember 2016) 27 Statusnya sebagai calon gubernur Jakarta MT27 Modalitas Keharusan tidak gugur meski dengan status tersangka bisa memengaruhi elektabilitas Basuki dalam pilkada. (17 November 2016) 28 Pasangan Agus Harimurti Yudhoyono- MT28 Modalitas Keharusan Sylviana Murni dan Anies Baswedan- Sandiaga Uno bisa mendapat keuntungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
politik dengan status tersangka Basuki. (17 November 2016) 29 Ia tergantung penggunanya, bisa positif MT29 Modalitas Keharusan bisa negatif. Keduanya terjadi di Indonesia. (17 November 2016) 30 Status tersangka terhadap Basuki juga MT30 Modalitas Keharusan membenarkan beberapa kali pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan, ”Tidak akan melindungi Basuki”. (17 November 2016) 31 Kita bersyukur kepolisian telah MT31 Modalitas Kebenaran mencapai kesepakatan dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI untuk menggelar doa bersama untuk bangsa di kawasan Silang Monas pada 2 Desember 2016. (01 Desember 2016) 32 Semboyan Bhinneka Tunggal Ika MT32 Modalitas Kebenaran yang dicengkeram kuat kaki burung Garuda jelas menunjukkan bahwa hidup dalam keberagaman sudah diwariskan berabad-abad di Nusantara; sebuah keniscayaan. (14 November 2016) 33 Ini kesempatan bagi warga untuk MT33 Modalitas Kebenaran memilih dan mempertimbangkan calon yang akan memimpin Jakarta 2017-2022. (24 september 2016) 34 Jakarta memang sarat dengan MT34 Modalitas Kebenaran kompleksitas persoalan. (24 september PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2016) 35 Politisi hanya memikirkan pemilihan MT35 Modalitas Kebenaran yang akan datang, sedangkan negarawan memikirkan generasi yang akan datang. (14 November 2016) 36 Fenomena ini jelas menunjukkan bahwa MT36 Modalitas Kebenaran menyerahkan penanggulangan terorisme hanya pada pundak pemerintah tidak akan cukup. (26 Desember 2016) 37 Proses hukum terhadap Basuki juga MT37 Modalitas Kebenaran merupakan ujian terhadap kemandirian kekuasaan kehakiman. (01 Desember 2016) 38 Tersangka adalah satu tahap dalam MT38 Modalitas Kebenaran proses hukum panjang yang diatur KUHAP, mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, dan pelimpahan berkas ke kejaksaan untuk disidangkan dalam persidangan terbuka. (17 November 2016) 39 Status tersangka, bukanlah berarti MT39 Modalitas Kebenaran Basuki sudah pasti bersalah. (17 November 2016) 40 Selain harus melakukan kampanye yang MT40 Modalitas Kebenaran kerap dihadang massa, Basuki juga harus konsentrasi menghadapi proses hukum terhadap dirinya. (17 November 2016) 41 Tugas jaksa adalah membuktikan MT41 Modalitas Kebenaran dakwaan dan menuntut terdakwa. (13 Desember 2016) 42 Pasangan calon mempunyai peran MT42 Modalitas Kebenaran sentral dalam mengendalikan tim suksesnya untuk meraih kekuasaan. . PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(29 Oktober 2016) 43 Ketua Umum PDI-P Megawati MT43 Modalitas Kebenaran Soekarnoputri berperan sentral menentukan garis politik PDI-P. (24 September 2016) 44 Demokrasi Indonesia masih muda. MT44 Modalitas Kebenaran (25 November 2016) 45 Pandangan MUI itu sejalan dengan MT45 Modalitas Kebenaran prinsip demokrasi. (25 November 2016) 46 Mereka merupakan bagian dari MT46 Modalitas Kebenaran jaringan teroris Bahrun Naim (33) yang memimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). (25 Desember 2016) 47 Data Badan Nasional MT47 Modalitas Kebenaran Penanggulangan Terorisme menunjukkan, 47,3 persen pelaku tindak pidana terorisme berusia 20-30 tahun. (26 Desember 2016) 48 Menentukan bersalah tidaknya MT48 Modalitas Kebenaran seseorang adalah otoritas hakim yang memang punya kewenangan untuk menyatakan bersalah tidaknya seseorang. (01 Desember 2016) 49 Itu merupakan bentuk partisipasi MT49 Modalitas Kebenaran politik warga negara. (01 Desember 2016) 50 Partai politik dan DPR seharusnya MT50 Modalitas Keinginan berperan untuk menyalurkan aspirasi rakyat mengontrol kerja eksekutif. (25 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
November 2016) 51 Sebagai bangsa Pancasilais yang MT51 Modalitas Keinginan menjunjung kebinekaan, kita tentu patut mensyukurinya. (26 Desember 2016) 52 Merebaknya ujaran kebencian itu MT52 Modalitas Keinginan harus ditangkal. (28 November 2016) 53 Perkembangan demokrasi digital MT53 Modalitas Keinginan harus diantisipasi. (22 November 2016) 54 Perkembangan media sosial perlu MT54 Modalitas Keinginan diantisipasi. (22 November 2016) 55 Gerakan literasi media sosial perlu MT55 Modalitas Keinginan dikembangkan agar kita semakin bijak dalam berkata-kata. (22 November 2016) 56 Oleh karena itu, konsolidasi MT56 Modalitas Keinginan kenegaraan yang dilakukan Presiden Joko Widodo bersama-sama sejumlah tokoh politik dan agama patut diapresiasi. (14 November 2016) 57 Perlu ada langkah menyadarkan MT57 Modalitas Keinginan bahwa berpendapat di media sosial menuntut tanggung jawab tanpa harus mengganggu kebebasan berpendapat sebagai hak asasi manusia. (28 November 2016) 58 Kita berharap hakim bisa MT58 Modalitas Keinginan memastikan saksi bisa memberikan keterangan tentang kasus itu dengan bebas, tanpa rasa takut. (23 Desember 2016) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59 Umat Islam, khususnya para santri, MT59 Modalitas Keinginan diharapkan tetap menjaga semangat jihad kebangsaan dalam menghadapi tantangan baru setelah Indonesia merdeka. (23 Oktober 2016) 60 Namun, kita tetap berharap MT60 Modalitas Keinginan kampanye pilkada serentak yang sudah dimulai tetap diwarnai keriaan. (29 Oktober 2016) 61 Kita mendorong kandidat mengikuti MT61 Modalitas Keinginan aturan main dan selalu berpikir dalam pola pikir demokrasi. (24 September 2016) 62 Sebagai barometer politik, kita MT62 Modalitas Keinginan berharap Pilkada Jakarta akan menjadi kontestasi gagasan dan program serta model kepemimpinan. (24 September 2016) 63 Dan pada tempat lain, tertangkap MT63 Modalitas Keinginan pesan keinginan kita tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan dasar negara Pancasila. (01 Desember 2016) 64 Kita mendorong proses hukum dijaga MT64 Modalitas Keinginan bersama agar supremasi hukum tegak, demokrasi kian matang, kebersamaan kita sebagai bangsa terjaga. (01 Desember 2016) 65 Publik penuh harap kampanye pilkada MT65 Modalitas Keinginan ditandai dengan adu gagasan antarkandidat, adu program, adu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pendekatan dari kandidat untuk membuat provinsi, kota, atau kabupaten menjadi lebih baik. (29 Oktober 2016) 66 Bagi para aktor politik, kini saatnya juga MT66 Modalitas Keinginan merenungkan pesan James Freeman Clarke (1810-1888). (14 November 2016) 67 Tidak perlu ada penghadangan massa MT67 Modalitas Keinginan terhadap pasangan calon agar tidak bisa melakukan kampanye. (17 November 2016) 68 Tidak boleh ada yang memaksakan MT68 Modalitas Izin kehendak dalam persidangan. (13 Desember 2016) 69 Hanya hakimlah yang diberi MT69 Modalitas Izin kewenangan undang-undang untuk menyatakan seorang bersalah atau tidak bersalah. (13 Desember 2016) 70 Dalam negara demokrasi MT70 Modalitas Izin konstitusional, panggung peradilanlah yang punya otoritas menentukan seseorang bersalah atau tidak bersalah. (17 November 2016) 71 Akun media sosial tim kampanye MT71 Modalitas Izin harus didaftarkan sehingga ada pihak yang bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran. (29 oktober 2016) 72 Penyebaran informasi palsu di media MT72 Modalitas Izin sosial harus segera diklarifikasi dan jika memang unsur-unsur memenuhi penegakan hukum harus dilakukan. (29 oktober 2016) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73 Pemegang infrastruktur teknologi MT73 Modalitas Izin informasi harus bertanggung jawab dan membangun kode etik perilaku untuk mengatasi penyebaran kebencian. (22 November 2016) 74 Biarlah polisi menyidik, jaksa MT74 Modalitas Izin menuntut, pembela membela, dan hakim memutuskan apakah Basuki terbukti menista agama atau tidak. (17 November 2016) 75 Kita hargai proses hukum Polri yang MT75 Modalitas Izin melakukan penyelidikan terbuka, independen, dan profesional. (17 November 2016) 76 Kita hormati kewenangan majelis MT76 Modalitas Izin hakim memimpin persidangan yang terbuka untuk umum. (17 November 2016) 77 Masalah itu harus segera bisa diatasi MT77 Modalitas Izin oleh kepolisian dan penyelenggara pemilu. (17 November 2016)