Analisis Fungsi dan Makna Penggunaan Simbol

Dewa Pintu dalam Budaya Masyarakat Tionghoa di

Kota

Oleh

NAMA : Fiska Yolanda NIM : 130710055

PROGRAM STUDI SASTRA CINA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

I UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

苏 北 大 学

中文系本科生论文

论文题目 : 门神对棉兰华人的意义与功能

学生姓名 : 王菲菲

学 号 : 130710055

导师姓名 : 温霓莎

学 院 : 人文学院

学 系 : 中文系

苏 北 大 学 中 文 系

2017年 4月 25日

II UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The title of the paper is “Analisis Fungsi dan Makna Simbol Dewa Pintu dalam Budaya Masyarakat Tionghoa di Kota Medan”. The purpose of the research is carried out to determine the function and the meaning of the symbol god of door for society in the city of Medan. Methods of research conducted in this paper is a qualitative research method is descriptive. This paper used theory is the Need theory and semiotic theory. Source of data obtained from several temple, house in Medan, books and journals. This paper also described the differences and similarities of the symbol god of door. The functions of symbol god of door on the temple as function aesthetic, religious, and cultural identity. And the meaning of the symbol god of door as protect and to wacht over from a bad something happened. Key words: symbol; function; meaning

III UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Judul naskah “Analisis Fungsi dan Makna Simbol Dewa Pintu dalam Budaya masyarakat Tionghoa di Kota Medan”. Tujuan dari penelitian yang dilakukan untuk menentukan fungsi dan makna dari simbol dewa pintu untuk masyarakat di kota Medan. Metode penelitian dilakukan dalam naskah ini adalah sebuah penelitian qualitatif dengan metode deskriptif. Naskah ini menggunakan teori yaitu teori motivasi dan teori semiotik . Sumber data yang diperoleh dari beberapa vihara, rumah-rumah di Medan, buku dan jurnal dan beberapa informan masyarakat Tionghoa di kota Medan Naskah ini juga menggambarkan perbedaan dan kesamaan dari simbol dewa pintu. Fungsi simbol para dewa pada pintu vihara berfungsi sebagai estetika, agama, dan identitas budaya. Dan makna dari simbol dewa pintu sebagai melindungi segala sesuatu hal buruk yang terjadi. Kunci kata: simbol; fungsi; makna

IV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Penulis mengucap syukur kepada Allah SWT serta nabi besar junjunnganya Muhammad SAW karena berkat dan karunia-Nya sehingga penyusunan dan penulisan skripsi dapat diselesaikan. Tanpa berkat dari Allah tidaklah mungkin skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Simbol Dewa Pintu dalam Budaya Masyarakat Tionghoa di Kota Medan” ini masih belum sempurna karena keterbatasan dan daya serap penulis masih kurang. Untuk itu, penulis berharap saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengalami banyak hambatan mulai dari perencanaan sampai penyelesaiannya. Namun demikian, berkat ketekunan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril dan materil, skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Mhd. Pujiono,M.Hum.,Ph.D, selaku Ketua Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Niza Ayuningtias, S.S, MTCSOL, selaku Sekretaris Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara 4. Ibu Dra. Peninna Simanjuntak, MS., selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan dukungan, masukan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini serta membimbing saya untuk menulis skripsi ini. 5. Ibu Niza Ayuningtias, S.S, MTCSOL, selaku dosen pembimbing II, yang telah menyediakan waktu untuk membimbing saya dalam menulis skripsi ini ke dalam bahasa Mandarin.

V UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6. Seluruh dosen yang mengajar di Program Studi Sastra Cina dan seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Cina lainnya yang telah memberikan ilmu selama masa perkuliahan. 7. Para informan yang telah bersedia memberikan informasi tentang fungsi dan makna simbol Dewa Pintu dalam Budaya Masyarakat Tionghoa di Kota Medan. 8. Orangtua saya tercinta yang setia memberikan dukungan terhadap saya, baik dukungan moral, kasih sayang, doa dan bentuk materil. 9. Saudara-saudara saya tercinta Denna Ratu Dasmana dan Nugraha yang selalu setia memberikan dukungan. 10. Teman-teman mahasiswa Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara: Anjani, Larassati ,Marsa, Noven, Puspita, Rama , karina , lilis ,dienvy. 11. Kakak, abang dan sahabat serta adik Sastra Cina yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk doa dan dukungannya. 12. Untuk sahabat-sahabat saya Denna, Natasya, dan Giring terima akasih telah memberikan dukungan dan semangat buat saya serta membantu saya dalam proses penelitian dan pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Terimakasih. Medan ,25 April 2017 Penulis,

Fiska Yolanda

VI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Contoh Simbol Pintu Men shen …………………………………….3 Gambar 4.1.1 Simbol Dewa Pintu berbentuk Patung Singa Ciok Sai……………30 Gambar 4.1.2.1 Lukisan Dekoratif Simbol Dewa Pintu pada pintu utama Vihara Gunung Timur………………………………………….31 Gambar 4.1.2.2 Simbol Dewa Pintu Berbentuk Dekoratif di pintu Rumah……….32 Gambar 4.1.3 Simbol Dewa Pintu berbentuk Hio…………………………………33 Gambar 4.1.4 Simbol Dewa Pintu berbentuk Patung Dewa Pintu…………………34

VII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latarbelakang Masalah ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 5 1.3 Tujuan Masalah ...... 5 1.4 Manfaat Penelitian ...... 6 1.4.1 Manfaat Teoritis ...... 6 1.4.2 Manfaat Praktis ...... 6 1.5 Batasan Masalah...... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ...... 8 2.1 Tinjauan Pustaka ...... 8 2.2 Konsep ...... 9 2.2.1 Kebudayaan ...... 9 2.2.2 Simbol ...... 10 2.2.3 Dewa Pintu ...... 11 2.2.4 Masyarakat Tionghoa ...... 13 2.2.5 Fungsi ...... 13 2.2.6 Makna ...... 14 2.3 Landasan Teori ...... 14 2.3.1Teori Kebutuhan Abraham Maslow ...... 15 2.3.2 Teori Semiotik Roland Barthes ...... 22

BAB III METODE PENELITIAN ...... 24 3.1 Metode Penelitian...... 24 3.2 Data dan Sumber Data ...... 25 3.2.1 Data ...... 25 3.2.2 Sumber Data ...... 25 3.3 Teknik Pengumpulan Data ...... 26

VIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.3.1 Studi Lapangan ...... 26 3.3.2 Studi Kepustakaan ...... 27 3.4 Teknik Analisis Data ...... 28

BAB IV PEMBAHASAN ...... 29 4.1 Simbol Dewa Pintu ...... 29 4.1.1 Simbol Dewa Pintu Berbentuk Patung ...... 29 4.1.2.Simbol Dewa Pintu Berbentuk Lukisan Dekoratif ...... 30 4.1.3 Simbol Dewa Pintu Berbntuk Hio ...... 32 4.1.4 Simbol Dewa Pintu berbentuk Patung Dewa………………………….33 4.2 Fungsi Dewa Pintu ...... 34 4.2.1 Fungsi Simbol Dewa Pintu Sebagai Fungsi Kebutuhan Akan Rasa Aman (Saftey Need) ...... 35 4.3 Makna Simbol Dewa Pintu ...... 39 4.3.1 Makna Simbol Dewa Pintu Sebagai Makna Denotasi (makna paling nyata dari tanda) ...... 40 4.3.2 Makna Simbol Dewa Pintu Sebagai Makna Konotasi ...... 41 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...... 43 5.1 Simpulan ...... 43 5.2 Saran ...... 44

DAFTAR PUSTAKA ...... 45 LAMPIRAN ...... 48 Daftar Informan ...... 56 Data Pertanyaan ...... 59

IX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata kebudayaan diambil dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang mempunyai arti bahwa segala sesuatu yang ada hubungannya dengan akal dan budi manusia. Secara harafiah budaya adalah cara hidup yang dimiliki sekelompok masyarakat yang diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya.

Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dipelajari. Menurut Veegar dalam buku Ilmu Budaya Dasar (1992:7), kebudayaan adalah hasil pengungkapan diri manusia ke dalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya. Manusia harus menciptakan suatu kebudayaan, sebab tanpa kebudayaan ia makhluk yang tidak berdaya, yang menjadi korban dari keadaannya yang tidak lengkap dan naluri-nalurinya yang tidak terpadu. Jadi menurutnya kebudayaan adalah faktor kekuatan manusia dalam rangka merespons alam sekitarnya.

Etnis Tionghoa sudah banyak tersebar di . Masuknya mereka ke

Indonesia dengan membawa budaya yang telah melekat dalam diri ataupun hasil pewarisan. Budaya Tionghoa juga salah satu dari budaya tua dan kompleks di dunia.

Budaya Tionghoa yang telah dikenal di Indonesia mencakup kuliner, kesenian, musik, perayaan, bahasa, pakaian, dan lain-lainnya.

X UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kota Medan merupakan salah satu daerah tempat etnik Tionghoa di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdapat etnik

Tionghoa yang tinggal dikota Medan. Seiring dengan perkembangan waktu, kebudayaan dari masyarakat Tionghoa semakin terlihat keberadaanya dan memberikan nilai tersendiri dalam keberagaman budaya di kota Medan. Salah satu contohnya pada perayaan imlek yang tiap tahun memberikan warna tersendiri dalam setiap perayaannya.

Masyarakat Tionghoa di kota Medan mengikuti kebiasaan tradisi penggunaan simbol Dewa Pintu dalam pintu rumah dan pintu klenteng atau vihara. Penggunaan simbol Dewa Pintu merupakan salah satu bentuk dari budaya masyarakat Tionghoa.

Dewa Pintu merupakan salah satu dewa-dewi dari sekian banyaknya dewa-dewi dalam mitologi kepercayaan masyarakat Tionghoa. Fungsi dari Dewa Pintu itu bertugas untuk menjaga pintu vihara atau pun si pemilik rumah.

Asal usul keberadaan Dewa Pintu (门神 Men Shen ,dalam Hok Kian = Mui

Sin) sudah sangat lama. Hal ini membuktikan bahwa dari zaman dulu, rakyat sangat menaruh perhatian pada keamanan pintu. Fungsi Dewa Pintu walaupun tidak bisa dibandingkan dengan sistem keamanan berteknologi canggih seperti zaman sekarang, namun peranannya bisa memberikan rasa tenang dan aman.

Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, Dewa Pintu dapat mengusir hantu atau setan. Hal ini juga tidak dapat dilihat atau dihadapi bahkan oleh sistem keamanan dengan teknologi canggih sekalipun. Dewa Pintu ada beberapa macam: ada

XI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

武将门神 Wu Jiang Men Shen (Dewa Pintu Militer), 文官门神 Wen Guan Men Shen

(Dewa Pintu Sipil), 祈福门神 Qi Fu Men Shen (Dewa Pintu Memohon Rezeki), dan lain-lain.

Di berbagai tempat Dewa Pintu yang dihormati tidak sama. Selain Dewa Pintu

神荼 Shen Tu&侑亲属壘 Yu Lei yang paling kuno dikenal orang, 秦叔寳 Qin Shu Bao

(Hok Kian = Cin Siok Po) alias秦瓊 Qin Qiong (Cin Kiong) &尉遲恭 Yu Chi Gong

(Ut Ti Kiong) alias 尉遲敬德 Yu Chi Jing De (Ut Ti Keng Tek) adalah Dewa Pintu yang pengaruhnya paling besar, & tersebar paling luas. Qin Shu Bao (Cin Siok Po)

&Yu Chi Gong (Ut Ti Kiong) adalah salah satu dari Dewa Pintu Militer

Gambar 1.1 : Contoh Simbol Dewa Pintu (sumber : serba-serbi tradisidharma.com)

XII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perwujudan Dewa Pintu (Men Shen) dapat dilambangkan berbeda-beda, sesuai dari pemiliknya. Rumah seorang kaisar biasanya didekorasi dengan perwujudan seorang jenderal perang. Rumah seorang bangsawan biasanya didekorasi dengan seorang prajurit terpelajar. Rumah seorang rakyat biasanya didekorasi dengan prajurit biasa.

Kepercayaan tradisional Tionghoa menganggap bahwa setiap benda mempunyai rohnya sendiri-sendiri. Dewa pintu lebih jauh merupakan bentuk penghormatan ke-4, penghormatan pada benda-benda. Pintu dipilih karena pintu merupakan bagian dari rumah tempat tinggal yang sangat penting, simbol perlindungan terhadap ancaman dari luar dan dilewati setiap hari.

Manusia selalu membutuhkan keseimbangan jasmani dan spiritual, pintu yang nyata dianggap hanya melindungi dari makhluk yang nyata, untuk melindungi dari makhluk halus, maka pintu haluslah yang mengambil peranan ini. Inilah cikal bakal dewa pintu.

Dewa pintu di masa sekarang berbentuk lukisan biasanya hanya ditemukan di pintu kelenteng. Rumah-rumah penduduk tidak melukis gambar dewa pintu di daun pintu rumah mereka, biasanya hanya ada tempat menancapkan hio di sebelah kiri kanan pintu. Namun, masih ada tradisi menempel lukisan dewa pintu di daun pintu pada malam Tahun Baru (tanggal 30 bulan 12 penanggalan Imlek). Ini merupakan fenomena yang menarik dari kebudayaan masyarakat Tionghoa.

XIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Zaman sekarang, dewa pintu tidak hanya ditujukan untuk melindungi rumah dari hal-hal buruk, namun juga untuk mengundang nasib baik dan keberuntungan.

Selain itu, lukisan dewa pintu di kelenteng sebenarnya juga ditekankan pada nilai artistiknya, biasanya sangat mengundang perhatian dari pemerhati arsitektur tradisional Tiongkok karena kekhasannya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan berniat untuk melakukan suatu penelitian yang memfokuskan

Fungsi dan Makna Penggunaan Simbol Dewa Pintu dalam Budaya Masyarakat

Tionghoa di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Apa fungsi simbol Dewa Pintu bagi masyarakat Tionghoa di kota Medan?

2. Apa makna simbol Dewa Pintu bagi masyarakat Tionghoa di kota Medan?

1.3 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan fungsi simbol Dewa Pintu bagi masyarakat Tionghoa di kota

Medan.

2. Menjelaskan makna simbol Dewa Pintu bagi masyarakatTionghoa di kota

Medan.

XIV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan dan masukan untuk penelitian selanjutnya dalam studi kebudayaan antarbudaya khususnya budaya Tionghoa. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian-penelitian yang akan datang. Penulis juga berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang terkait dengan budaya masyarakat Tionghoa yang menjadi salah satu suku di .

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah menambah pengetahuan penulis, serta masyarakat Indonesia, tentang apa

Fungsi dan Makna Simbol Dewa Pintu bagi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan serta keberadaanya di Indonesia sehingga mampu menarik masyarakat luas untuk lebih tertarik mengenal kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia, baik kebudayaan asli dari Indonesia maupun kebudayaan etnis Tionghoa. Selain itu juga, penulis berharap penelitian dapat dijadikan rujukan untuk penelitian-penelitian yang akan datang.

XV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.5 Batasan Masalah

Masyarakat Tionghoa memiliki kebudayaan yang sangat tinggi dan sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan mereka. Masyarakat Tionghoa telah mengikuti kebiasaan tradisi penggunaan simbol dewa pintu dalam pintu rumah, pintu klenteng atau vihara. Fungsi simbol Dewa Pintu walaupun tidak bisa dibandingkan dengan sistem keamanan berteknologi canggih seperti zaman sekarang, namun peranannya bisa memberikan rasa tenang dan aman. Maka untuk menghindari masalah yang terlalu luas, peneliti mencoba untuk membatasi ruang lingkup kajian hanya pada kajian Fungsi Simbol Dewa Pintu dan Makna Simbol Dewa Pintu dalam budaya masyarakat Tionghoa di kota Medan.

XVI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah ,menyelidiki atau mempelajari (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1198). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:912).

Penulis menemukan beberapa buku, skripsi yang isinya relevan dengan judul penelitian ini. Adapun buku dan jurnal yaitu :

Aryati Yunita Sari (2014) “ Interior Klenteng Zhen Ling Gong Yogjakarta ditinjau dari fengshui”(skripsi) (2014) membahas pada pintu masuk klenteng biasanya diterapkan lukisan dekoratif bergambar dewa penjaga pintu dan di depan pintu masuk terdapat patung batu singa Ciok Sai. Pemasangan gambar Men Shen tidak terbatas hanya pada pintu klenteng saja, tetapi pada berbagai bangunan publik ataupun tempat tinggal.

Setiawan dalam“Dewa Dewi Kelenteng”. menjabarkan sejarah dewa dewi yang dipercayai masyarakat Tionghoa dan bagaimana mereka mengartikan dewa pintu menurut kepercayaan mereka dalam bebagai bentuk seperti lukisan, ukiran yang ada pada kelenteng atau vihara (2013:112).

Shirley Tan dalam buku yang berjudul "Chinese Auspicious Culture". Dia mengemukakan “Dewa Pintu bukan hanya sebagai simbol hiasan saat perayaan,

XVII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tetapi juga merupakan ungkapan harapan untuk berkat, keberuntungan, dan kedamaian”(2014:22).

Dalam hal ini, penempelan Simbol Dewa Pintu untuk sebuah kedamaian.

2.2 Konsep

Konsep merupakan sebuah rancangan dasar atau kerangka dalam sebuah tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Menurut Soedjadi (2000:14) konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Pengertian konsep dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Peneliti akan menjelaskan objek yang diteliti berupa pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penelitian.

2.2.1 Kebudayaan

Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dipelajari. Menurut Veegar, kebudayaan adalah hasil pengungkapan diri manusia ke dalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya. Manusia harus menciptakan suatu kebudayaan, sebab tanpa kebudayaan ia makhluk yang tidak berdaya, yang menjadi korban dari keadaannya yang tidak lengkap dan naluri-

XVIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

nalurinya yang tidak terpadu. Jadi menurutnya kebudayaan adalah faktor kekuatan manusia dalam rangka merespons alam sekitarnya.

2.2.2 Simbol Simbol berasal dari kata dalam bahasa Yunani “symballo” yang artinya melempar bersama-sama, melempar atau meletakkan bersama-sama dalam satu ide atau gagasan objek yang kelihatan, sehingga objek tersebut mewakili gagasan.

Simbol dapat mengantarkan seseorang ke dalam gagasan masa depan maupun masa lalu. Simbol diwujudkan dalam gambar, bentuk, gerakan, atau benda yang mewakili suatu gagasan. Meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun simbol sangatlah diperlukan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Simbol dapat digunakan untuk keperluan apa saja, semisal ilmu pengetahuan, kehidupan sosial, juga keagamaan. Bentuk simbol tak hanya berupa benda kasat mata, namun juga melalui gerakan dan ucapan. Simbol juga dijadikan sebagai salah satu infrastruktur bahasa, yang dikenal dengan bahasa simbol.

Mulyana (2003:77) mendeskripsikan simbol adalah suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari manusia. Respon manusia terhadap simbol itu adalah dalam pengertian makna dan nilainya. Suatu simbol disebut signifikan atau memiliki makna apabila simbol itu membangkitkan pada individu yang menyampaikan respon yang sama seperti yang juga akan muncul pada individu yang dituju. Poerwadarminta mengatakan bahwa simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya yang menyatakan sesuatu

XIX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

hal atau yng mengandung maksud tertentu.Misalnya warna putih merupakan simbol kesucian (1990:490).

Dalam penelitian ini, penulis melihat dalam tradisi penggunaan simbol Dewa

Pintu berupa benda. Adapun benda tersebut adalah berupa patung, lukisan.

Penggunaan patung sebagai simbol dewa pintu dalam penggunaannya biasanya di pintu gerbang vihara atau klenteng. Sedangkan lukisan terdapat di pintu Vihara, pintu rumah.

2.2.3 Dewa Pintu Sejarah Dewa Pintu (门神, Men Shen) ada dua versi yang utama. Namun yang paling banyak dianut adalah versi pasangan Dewa Qing Shu dan Wei Chi Chi

Gong. Sejarahnya berawal pada zaman dinasti Tang, ketika itu Raja Tang Thai Zong mengerahkan pasukannya untuk membasmi seekor monster ular raksasa yang selalu menyebabkan malapetaka di sungai Jing.

Setelah kejadian itu, Sang Raja merasa selalu dikejar-kejar roh monster yang telah dibinasakan itu, sehingga dia sulit untuk tidur. Beliau takut dan selalu khawatir kalau monster itu akan datang dalam wujud hantu untuk menuntut balas dendam kepadanya. Hampir setiap malam beliau selalu merasa ada suara-suara aneh didepan pintu kamar tidurnya.

Karena sudah tidak tahan lagi, maka Tang Thay Zhong menceritakan masalahnya kepada semua penasehatnya. Mendengar Sang Raja dalam kesulitan, seorang Jenderal bernama Qing Shu mengajukan diri sambil berucap lantang,

XX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Paduka jangan kuatir, sebagai jenderal Perang, hamba bersama Jenderal Wei Chi

Gong siap menjaga didepan kamar tidur paduka setiap malamnya”.

Dan benar-benar sungguh ajaib, malam itu juga, Raja langsung dapat tidur dengan nyenyak sepanjang malam.Setelah dijaga beberapa malam, raja merasa tidak perlu menyusahkan kedua jenderalnya lagi. Beliau mendapat sebuah ide dan menitahkan seorang pelukis untuk melukis gambar kedua jenderalnya itu diatas kertas merah sebanyak puluhan pasang. Kemudian setiap pintu kamar istana kerajaan ditempeli gambar sepasang jenderal kesayangannya itu. Dengan maksud untuk mengusir segala roh jahat dan segala kesialan.

Bertahun-tahun kemudian, hal ini menyebar sampai ke dalam kehidupan masyarakat diluar istana kerajaan. Akhirnya masyarakat pun menggambar kedua jenderal itu untuk dipuja sebagai Dewa Pintu (Men Shen) disetiap pintu rumah dan pintu vihara .

Perwujudan Men Shen ( Dewa Pintu ) dapat dilambangkan berbeda-beda, sesuai dari pemiliknya. Rumah seorang kaisar biasanya didekorasi dengan perwujudan seorang jenderal perang. Rumah seorang bangsawan biasanya didekorasi dengan seorang prajurit terpelajar. Rumah seorang rakyat biasanya didekorasi dengan prajurit biasa.

Dewa Pintu ada beberapa macam : Dewa Pintu Militer ( 武將门神 ) Wu Jiang

Men Shen, Dewa Pintu sipil ( 文官门神 ) Wen Guan Men Shen, Dewa Pintu

Memohon Rejeki ( 祈福门神 ) Qi Fu Men Shen dan lain-lain. Di berbagai tempat,

XXI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dewa Pintu yang dihormati tidak sama. Selain Dewa Pintu 神荼 Shen Tu dan侑壘 Yu

Lei yang paling kuno dikenal orang, 秦叔寳 Qin Shu Bao (Hok Kian = Cin Siok Po) alias 秦瓊 Qin Qiong (Cin Kiong) ,尉遲恭Yu Chi Gong (Ut Ti Kiong) alias 尉遲敬德

Yu Chi Jing De (Ut Ti Keng Tek) adalah Dewa Pintu yang pengaruhnya paling besar dan tersebar paling luas.

Qin Shu Bao (Cin Siok Po) danYu Chi Gong (Ut Ti Kiong) adalah salah satu dari Dewa Pintu Militer. Cin Siok Po dan Ut Ti Kiong adalah 2 Jendral terkenal pada masa Dinasti Tang (618 – 907 M ) yang membantu Kaisar 唐太宗 Tang Tai Zong

(Tong Thai Cong)– 李世民 Li Shi Min (Li Se Bin ) mendirikan Dinasti Tang ( Tong ).

2.2.4 Masyarakat Tionghoa Masyarakat Tionghoa mulai masuk ke negara Indonesia pada abad ke-7. Pada abad ke-11, mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, terutama di pesisir timur

Sumatra dan Kalimantan Barat. Kemudian pada abad ke-14, ada warga Tionghoa yang mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa.

Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan antara India dan

Tiongkok melalui jalur laut.Istilah Tionghoa dibuat sendiri oleh keturunan China, berasal dari kata zhonghua. Zhonghua dalam bahasa Mandarin dilafalkan sebagai

Tionghoa.

XXII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2.5 Fungsi Menurut Budiono dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:163), fungsi adalah manfaat, guna, faedah. Setiap benda, pekerjan, kesenian dalam kebudayan memilki fungsi masing-masing menurut kegunaannya. Fungsi adalah sarana ritual upacara, pengungkapan kegembiran, pergaulan, sarana pertunjukan yang timbul dari perasaan untuk memberikan hiburan, dan sarana pendidikan dalam bentuk pelestarian budaya atau kepuasan batin manusia (Soedarsono, 1985). Fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana Simbol Dewa Pintu di kota Medanmenjadi sebuah nilai yang memberikan manfaat dan menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat.

2.2.6 Makna Menurut Boediono dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:384)

“Makna adalah arti atau maksud yang penting di dalamnya”. Lebih lanjut Nursyrid

(2002:109) mengemukakan :

“Ada 6 pola makna esensial yang melekat dalam kehidupan masyarakat dan budaya manusia, yaitu : simbol, empirik, estetika, sinoetik (perasaan yang halus), etik dan sinoptik (hubungan agama dan filsafat). Makna Simbolik meliputi bahasa, matematika, termasuk juga isyarat-isyarat, upacara-upacara, tanda-tanda kebesaran dan sebagainya. Makna Empirik mengembangkan kemampuan teoritis, generalisasi berdasarkan fakta-fakta dan kenyataan yang biasa diamati. Makna Estetik meliputi seni musik, tari, sastra, dan lain-lain, berkenaan dengan keindahan dan kehalusan serta keunikan berdasarkan persepsi subyektif berjiwa seni. Makna Sinoetik berkenaan dengan perasaan, kesan, penghayatan dan kesadaran yang mendalam. Makna Etik berkenaan dengan aspek-aspek moral, akhlak, perilaku yang luhur, dan tanggung jawab. Makna Sinoptik berkenaan dengan pengertian-pengertian yang terpadu dan mendalam seperti agama, filsafat, pengetahuan alam yang menuntut nalar masa lampau dan hal-hal yang bernuansa spiritual”.

XXIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3 Landasan Teori Teori adalah menjadi landasan dasar keilmuan untuk mengkaji maupun menganalisis berbagai fenomena dan juga sebagai rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut maka di dalam sebuah penelitian membutuhkan landasan teori yang mendasarinya, karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Kebutuhan Abraham Maslow dan teori Semiotik Roland

Barthes.

2.3.1 Teori Kebutuhan Abraham Maslow

Dalam teorinya, Maslow yakin bahwa banyak tingkah laku manusia yang bisa diterangkan dengan memperhatikan tendensi individu untuk mencapai tujuan- tujuannya dan membuat kehidupan lebih bermakna serta memuaskan. Dalam kenyataannya, proses-proses motivasional merupakan jantung dari teori Maslow.

Seringkali kata ‘motif’ dan ‘motivasi’ digunakan secara bergantian dalam suatu maksud.Pengertian antara keduanya memang sukar dibedakan secara tegas.

Menurut M. Ngalim Purwanto dalam buku Psikologi Pendidikan (1993:61), istilah

‘motif’ menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau melakukan sesuatu. Sedangkan ‘motivasi’ adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

XXIV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berawal dari kata ‘motif’ itu, motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-tertentu terutama bila ada kebutuhan mendesak.

Selanjutnya, pengertian motif atau motivasi tidak dapat dipisahkan dengan istilah kebutuhan atau need, yaitu suatu keadaan di mana individu merasakan adanya kekurangan atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya. Dengan menggunakan istilah kebutuhan (need) sebagai suatu kekurangan tertentu di dalam suatu organisme. Bagi manusia, istilah kebutuhan sudah mengandung arti yang lebih luas, tidak hanya bersifat fisiologis tetapi juga psikis.

Jelas sekali bahwa hubungan antara motif, motivasi, drive dan kebutuhan

(need) sangat erat dan sulit sekali dipisahkan. Walaupun keempat istilah tersebut ada variasi makna, namun keduanya termasuk kondisi yang mendorong individu melakukan sesuatu, kondisi itu disebut motivasi.

Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan hidup yang akan selalu berusaha untuk dipenuhi sepanjang masa hidupnya. Lima tingkatan yang dapat membedakan setiap manusia dari sisi kesejahteraan hidupnya, teori yang telah resmi di akui dalam dunia psikologi.

Kebutuhan tersebut berjenjang dari yang paling mendesak hingga yang akan muncul dengan sendirinya saat kebutuhan sebelumnya telah dipenuhi. Setiap orang pasti akan melalui tingkatan-tingkatan itu, dan dengan serius berusaha untuk memenuhinya, namun hanya sedikit yang mampu mencapai tingkatan tertinggi dari piramida ini.

XXV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lima tingkat kebutuhan dasar menurut teori Maslow adalah sebagai berikut (disusun dari yang paling rendah) :

1. Kebutuhan Fisiologis

Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan

Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan semacamnya.

3. Kebutuhan Sosial

Misalnya adalah : Memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.

4. Kebutuhan Penghargaan

Dalam kategori ini dibagi menjadi dua jenis, Eksternal dan Internal.

– Sub kategori eksternal meliputi : Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.

– Sedangkan sub kategori internal sudah lebih tinggi dari eskternal, pribadi tingkat ini tidak memerlukan pujian atau penghargaan dari orang lain untuk merasakan kepuasan dalam hidupnya.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

XXVI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berdasarkan hasil analisis tersebut, Maslow menyusun sejumlah kualifikasi yang mengindikasikan karakteristik pribadi-pribadi yang telah beraktualisasi :

1. Memusatkan diri pada realitas (reality-centered), yakni melihat sesuatu apa adanya dan mampu melihat persoalan secara jernih, bebas dari bias.

2. Memusatkan diri pada masalah (problem-centered), yakni melihat persoalan hidup sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.

3. Spontanitas, menjalani kehidupan secara alami, mampu menjadi diri sendiri serta tidak berpura-pura.

4. Otonomi pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung menyukai kesendirian dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat mendalam.

5. Penerimaan terhadap diri dan orang lain. Mereka memberi penilaian tinggi pada individualitas dan keunikan diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain orang-orang yang telah beraktualisasi diri lebih suka menerima anda apa adanya ketimbang berusaha mengubah anda.

6. Rasa humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile). Mereka lebih suka membuat lelucon yang menertawakan diri sendiri atau kondisi manusia secara umum (ironi), ketimbang menjadikan orang lain sebagai bahan lawakan dan ejekan.

7. Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and respect)

XXVII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8. Apresiasi yang segar (freshness of appreciation), yakni melihat sesuatu dengan sudut pandang yang orisinil, berbeda dari kebanyakan orang. Kualitas inilah yang membuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan pribadi-pribadi yang kreatif dan mampu menciptakan sesuatu yang baru.

9. Memiliki pengalaman spiritual yang disebut Peak experience.

Suatu penjelasan tentang kebutuhan-kebutuhan individu dikemukakan oleh

Maslow. Teori kebutuhan atau Need Theory adalah bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar (basic needs) yang membentuk suatu hierarki atau susunan.

Dalam pandangan Maslow, susunan kebutuhan dasar yang bertingkat itu merupakan suatu organisasi yang mendasari motivasi manusia. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi pada suatu tahap tertentu, maka dapat dilihat kualitas perkembangan kepribadian individu. Semakin individu itu mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan tingkat tinggi, maka individu itu akan semakin mampu mencapai individualitas, matang dan berjiwa sehat.

Kebutuhan, menurut Charles and Cofer, Motivation and Emotion diartikan sebagai “The desire to become more and more what one is, to become everything that one is capable of becoming”(1963:133), keinginan untuk menjadi lebih dan lebih pada diri seseorang, dapat menjadikan dia mampu mewujudkannya. Dengan potensi yang ia miliki, memungkinkan seseorang merealisasikan diri segala bentuk kreatifitasnya.

XXVIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Maslow mengidentifikasi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar manusia dalam sebuah hierarki yang terendah dan bersifat biologis sampai tingkat tertinggi dan mengarah pada kemajuan individu. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya bersifat fisiologis tetapi juga psikologis.

Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut pemuasan, yaitu kebutuhan akan rasa aman ( safety need ). Yang dimaksud Maslow dengan kebutuhan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari lingkungannya. Para psikolog maupun guru menemukan pandangan bahwa seorang anak membutuhkan suatu dunia yang dapat diramalkan. Anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Keadaan-keadaan yang tidak adil, tidak wajar atau tidak konsisten pada diri orang tua akan secara cepat mendapatkan reaksi dari anak. Orang tua yang memperlakukan anaknya secara tak acuh dan permisif, memungkinkan anak tersebut tidak bisa memperoleh rasa aman. Bahkan lebih jauh lagi bagi seorang anak kebebasan yang dibatasi adalah lebih baik dari pada kebebasan yang tidak dibatasi.

Kebebasan yang ada batasnya semacam itu sesungguhnya perlu demi perkembangan anak ke arah penyesuaian yang baik.

Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa aman pada anak-anak adalah ketergantungan. Menurut Maslow, anak akan memperoleh rasa aman yang cukup apabila ia berada dalam ikatan keluarganya. Sebaliknya, jika ikatan ini tidak ada atau lemah maka anak akan merasa kurang aman, cemas dan kurang percaya diri yang

XXIX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

akan mendorong anak untuk mencari area-area hidup di mana dia bisa memperoleh ketentraman dan kepastian atau rasa aman. Kehidupan keluarga yang harmonis dan normal adalah sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi bagi anak.

Pertengkaran, perceraian atau kematian adalah hal yang sangat menakutkan bagi anak dan memiliki pengaruh buruk terhadap kesehatan mental anak.

Maslow membagi motif-motif manusia dalam dua kategori, yaitu motif kekurangan (deficit motive) dan motif pertumbuhan (growth motive). Motif kekurangan (deficit motive) ditujukan untuk mengatasi ketegangan-ketegangan organismik yang disebabkan oleh kekurangan. Seperti lapar (kekurangan makanan), haus (kekurangan minuman), takut (kekurangan rasa aman). Oleh karena itu motif pertama sampai ke empat yaitu kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan akan harga diri disebut motif menghilangkan (Deprivation Motivation atau D-Motives). Keempat motif tersebut Maslow menggunakan istilah kebutuhan atau need

(physiologicalneeds, safety needs, love and belongingness needs dan esteem needs).

Hierarki kebutuhan dasar oleh Maslow dapat dijelaskan bahwa kebutuhan manusia yang paling mendesak adalah kebutuhan fisiologis. Jika kebutuhan ini telah terpenuhi maka kebutuhan berikutnya yang mendesak dan menuntut pemuasannya adalah kebutuhan akan rasa aman sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri.

Namun jangan diartikan bahwa kehidupan tiap manusia itu akan mengikuti kelima tingkatan kebutuhan dasar tersebut secara berurutan. Proses kehidupan

XXX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

manusia itu berbeda-beda dan tidak selalu mengikuti garis lurus yang meningkat.

Kadang-kadang melompat dari kebutuhan-kebutuhan tertentu ke tingkat kebutuhan lain dengan melampaui tingkat kebutuhan yang berada di atasnya. Atau kemungkinan terjadi lompatan balik, dari tingkat kebutuhan tertinggi ke tingkat kebutuhan di bawahnya. Dengan demikian pada saat-saat tertentu tingkat kebutuhan seseorang berbeda dengan orang lain.

(Sumber : Abraham Maslow. (2009:113) Diagram Teori Kebutuhan Abraham Maslow)

XXXI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3.2 Teori Semiotik Roland Barthes

Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori semiotika "two order of

signification" dari Roland Barthes. Menurut Barthes yang dikutip oleh Dahliana

Syahri (2011:18), semiotika "two order of signification" adalah kajian tentang makna atau simbol dalam bahasa atau tanda yang dibagi menjadi dua tingkatan signifikasi, yaitu tingkat denotasi dan tingkat konotasi serta aspek lain dari penandaan, yaitu mitos.

Sumber: John Fiske (2004:128)

Lebih lanjut John Fiske (2004:128) mengemukakan :

“signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (penanda) dan signified (petanda) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah

XXXII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

XXXIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos yang artinya cara atau jalan. Dengan demikian masalah metode menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang besangkutan, Koentjaraningrat

(1982:7).

Dalam mengungkapkan nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat

Tionghoa, penulis menggunakan analisis deskriptif melalui pendekatan kualitatif dengan mengacu pada data pustaka, yang menggunakan buku-buku yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan penyelesaian skripsi ini.

Penelitian kepustakaan ini perlu dibedakan bacaan yang dibutuhkan yaitu mengenai buku-buku yang memberikan gambaran umum mengenai persoalan yang akan dibahas. Buku-buku itu harus dibaca secara cermat dan mendalam, dan memilih informasi yang disediakan untuk melengkapi tulisan tersebut. Penelitian bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat - sifat individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala lain dalam masyarakat.

XXXIV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.2 Data dan Sumber Data 3.2.1 Data Data merupakan informasi yang didapat melalui pengukuran- pengukuran tertentu untuk digunakan sebagai landasan dalam menyusun argumentasi logis menjadi fakta. Sedangkan fakta itu sendiri adalah kenyataan yang telah diuji kebenarannya secara empiris, antara lain melalui analisis data. Data terbagi atas dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.

Merujuk pendapat Sudaryanto (1993:10) : “data primer adalah data yang berupa pemakaian bahasa oleh penutur bahasa lisan maupun tulisan, sedangkan yang disebut data sekunder adalah data yang berupa data kebahasaan yang pernah dipergunakan oleh Linguis lain dalam pembahasannya”.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara. Wawancara tersebut meliputi masyarakat Tionghoa di Kota Medan yang berdomisili di Medan.

Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui buku - buku, jurnal, skripsi, majalah, surat kabar dan media internet.

Data dalam penelitian ini adalah semua informasi yang berkaitan dengan

Fungsi dan Makna Simbol Dewa Pintu bagi masyarakatTionghoa di Kota Medan.

3.2.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan terdiri dari sumber data primer dan sekunder.Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan yang berdomisili di Medan. Sedangkan sumberdata sekunder dalam penelitian ini adalah buku - buku, jurnal, skripsi, majalah, surat kabar dan media internet .

XXXV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara mendekati, mengamati, menganalisa, dan menjelakan suatu fenomena. Pendekatan yang dipakai pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

3.3.1 Studi Lapangan

Data diperoleh melalui studi lapangan, dengan tahapan - tahapan :

1. Observasi

Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan, tetapi

peneliti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan. Peneliti cukup melihat

dan mengamati apa saja yang ada di lapangan.

2. Menentukan informan

Setelah melakukan pengamatan, penulis menentukan informan yang dapat

memberikan informasi yang berhubungan dengan judul penelitian.

Informan merupakan keturunan Tionghoa, tokoh masyarakat, atau Kepala

Daerah setempat.

3. Menyusun daftar pertanyaan

Penulis menyusun beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan judul

penelitian. Daftar pertanyaan ini berfungsi untuk melancarkan penulis

melakukan wawancara terhadap informan, sehingga informasi yang

didapat lebih akurat dan sistematis. Kegiatan ini dilakukan sebelum

melakukan wawancara kepada informan.

XXXVI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4. Mengajukan pertanyaan kepada informan (wawancara)

Setelah menyusun daftar pertanyaan dan menentukan informan, langkah

selanjutnya adalah melakukan wawancara. Wawancara adalah proses

percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang,

kejadian, kegiatan organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang

dilakukan dua pihak pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan

orang yang diwawancarai (Bungin,2001).

3.3.2 Studi Kepustakaan

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan metode pengumpulan data melalui metode kepustakaan (library research), yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari buku - buku, jurnal penelitian, dan bahan - bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian. Dalam pengumpulan data, penulis melakukan beberapa tahapan, yaitu:

1. Mencari buku-buku mengenai Fungsi dan Makna Simbol Dewa Pintu bagi

kebudayaan masyarakat Tionghoa, membacanya dan mengumpulkan

informasi yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian, baik buku

berbahasa Indonesia maupun berbahasa Mandarin dan informasi dari internet.

2. Mengklasifikasikan dan mengategorikan Simbol Dewa Pintu dalam aspk

kebudayaan masyarakat Tionghoa.

XXXVII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.4 Teknik Analisis Data

Penulis menganalisis Dewa Pintu sebagai simbol dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa dengan menggunakan teori kebutuhan Abraham Maslow dan teori semiotik Roland Barthes.

Langkah-langkah yang dilakukan penulis untuk menganalisis Dewa pintu dalam filosofi pandangan hidup adalah :

1. Mengelompokkan data-data dan informasi yang didapat sehingga terlihat

kaitannya satu sama lain, khususnya data yang mengandung fungsi dan makna

Dewa Pintu sebagai simbol dalam kehidupan masyarakat Tionghoa.

2. Menguraikan data-data dan informasi yang telah ada sebaik-baiknya sehingga

data tersebut memberikan pengertian tentang uraian yang disampaikan.

3. Menganalisis Simbol Dewa Pintu dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di

kota Medan berdasarkan teori kebutuhan dan teori semiotik.

4. Membahas dan menyusun data tersebut secara sistematis sehingga pembaca

dapat mengerti maksud yang ingin disampaikan oleh penulis.

XXXVIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Simbol Dewa Pintu

Pintu dan jalan masuk memungkinkan akses fisik untuk kita sendiri, perabot, dan barang-barang untuk masuk dan keluar bangunan dan dari satu ruang ke ruang lain dalam bangunan. (Ching , 1980 : 220).

Pintu merupakan salah satu bagian terpenting dalam sebuah bangunan. Demi mendapat rasa aman, nyaman bagi orang yang mendiami bangunan tersebut, si pemilik harus memperhatikan kondisi pintu dengan baik. si pemilik harus menyesuaikan ukuran pintu dengan bentuk bangunan secarah keseluruhan.

Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, keberadaan pintu yang benar dan tepat akan mempengaruhi feng shui dari rumah tersebut. Apabila pintu yang terpasang benar dan tepat dalam feng shui, maka akan mendatangkan rezeki bagi sipemilik rumah. Selain itu, mereka juga masih menerapkan sebuah tradisi penempelan simbol Dewa Pintu dalam pintu utama rumah dan pintu utama vihara atau klenteng.

Simbol Dewa Pintu dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa dibagi dalam beberapa bentuk, diantaranya :

XXXIX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.1.1 Simbol Dewa Pintu Berbentuk Patung

Simbol dewa pintu ini pada umumnya terletak di depan pintu gerbang sebuah vihara atau klenteng. Simbol dewa pintu ini berbentuk patung batu singa Ciok Sai.

Meskipun berbeda bentuk dengan simbol dewa pintu pada umumnya, tetapi menurut masyarakat Tionghoa fungsi nya tetap sama yaitu menjaga keamanan bagi orang yang berada di vihara atau klenteng. Oleh karena itu setiap pada pintu gerbang vihara atau klenteng selalu terdapat patung batu singa Ciok Sai.

Gambar 4.1.1 : Simbol Dewa Pintu berbentuk Patung Singa Ciok Sai

Sumber : Dokumentasi pribadi

4.1.2. Simbol Dewa Pintu Berbentuk Lukisan Dekoratif

Setiap pintu vihara atau klenteng umumnya terdapat lukisan dekoratif dari

Dewa Pintu. Ini merupakan sebuah tradisi dalam kepercayaan masyarakat tionghoa yang sampai sekarang keberadaannya masih dapat ditemukan disetiap vihara atau klenteng. Setiap vihara atau klenteng memiliki lukisan dekoratif Dewa Pintu

XL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tersendiri, dan itu tergantung dari kepercayaan yang diyakini. Lukisan ini terdapat pada daun pintu yang menghadap keluar bangunan(vihara/ klenteng).

Fungsi dari dewa pintu berbentuk lukisan dekoratif ini juga memberikan rasa nyaman/ aman bagi masyarakat Tionghoa yang melakukan sembahyang/ ibadah suci.

Selain itu juga lukisan dekoratif Dewa pintu pada pintu vihara / klenteng dapat menambah nilai interior dari vihara/klenteng tersebut

Gambar 4.1.2.1 : Lukisan Dekoratif Simbol Dewa Pintu Pada Pintu Utama Vihara Gunung Timur

(Sumber : Dokumentasi pribadi)

XLI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.1.2.2 : Simbol Dewa Pintu Berbentuk Lukisan Dekoratif di Pintu Rumah

(sumber : Wikipedia.org )

4.1.3 Simbol Dewa Pintu Berbentuk Hio

Dewasa ini, rumah-rumah penduduk masyarakat Tionghoa tidak melukis dewa pintu di daun pintu rumah mereka. Mereka biasanya menancapkan hio disebelah kiri kanan pintu. Namun, masih ada tradisi menempel lukisan dewa pintu di daun pintu pada malam Tahun Baru (tanggal 30 bulan 12 penanggalan Imlek). Dalam hal ini penulis melihat terjadi sebuah evolusi pada pemaknaan dewa pintu di masa sekarang. Sekalipun bentuknya berubah, tetapi menurut kepercayaan mereka nilainya tidak berubah dan tetap memiliki fungsi yang sama dengan bentuk pada umumnya.

XLII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.1.3 : Simbol Dewa Pintu dalam Bentuk Hio (Sumber : Dokumentasi pribadi)

4.1.4 Simbol Dewa Pintu Berbentuk Patung Dewa Pintu

Simbol Dewa Pintu ini terletak di dalam pintu vihara atau klenteng yang ditempatkan pada posisi sebelah kanan dan kiri pintu. Simbol Dewa Pintu ini berbentuk patung Dewa Pintu. Meskipun berbeda bentuk dengan simbol Dewa Pintu lainnya, tetapi menurut Masyarakat Tionghoa fungsinya tetap sama yaitu menjaga keamanan bagi orang yang berada di vihara atau klenteng.

Di tengah patung Dewa Pintu ini terdapat tempat pembakaran dupa dan lilin untuk persembahan Dewa Pintu. Biasanya sebelum melakukan sembahyang, para umat budha memberikan persembahan kepada Dewa Pintu agar keamanan dan ketentraman mereka saat melakukan sembahyang terjaga.

XLIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar4.1.4 : Simbol Dewa Pintu dalam bentuk Patung Dewa Pintu (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Dalam tradisi masyarakat Tionghoa yang beragama budha, sembahyang/pemujaan suci bagi dewa dewi merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan dari sejak usia dini. Menurut informasi dari penjaga Vihara Gunung

Timur, masyarakat Tionghoa datang ke Vihara Gunung Timur ada yang melakukan sembahyang terhadap Dewa Pintu.

.

4.2 Fungsi Simbol Dewa Pintu

Keberadaan simbol Dewa Pintu dalam kebudayaan masyarakat tionghoa masih bertahan sampai sekarang. Masyarakat Tionghoa sangat menghargai kebudayaan mereka yang secara turun temurun sudah mereka yakini. Masyarakat

Tionghoa masih mempertahankan kebudayaan mereka dan masih menerapkan kebudayaan Tionghoa tersebut di dalam kehidupan mereka.

Jika dikaitkan dengan teori Abraham Maslow, Masyarakat Tionghoa sampai saat ini masih menganggap bahwa simbol Dewa Pintu yang ada dalam kehidupan

XLIV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mereka masih sangat berfungsi bagi kebutuhan hidup mereka. Hal ini sesuai dengan landasan teori Abraham Maslow yang menganggap bahwa banyak tingkah laku manusia yang bisa diterangkan dengan memperhatikan tendensi individu untuk mencapai tujuan-tujuannya dan membuat kehidupan lebih bermakna serta memuaskan. Maslow mengidentifikasi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar manusia dalam sebuah hierarki yang terendah dan bersifat biologis sampai tingkat tertinggi dan mengarah pada kemajuan individu. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya bersifat fisiologis tetapi juga psikologis.

4.2.1 Fungsi Simbol Dewa Pintu Sebagai Fungsi Kebutuhan Akan Rasa Aman (Saftey Need)

Yang dimaksud Maslow dengan kebutuhan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari lingkungannya.

Dalam sistem kepercayaan masyarakat Tionghoa, simbol Dewa Pintu memiliki fungsi yang sangat besar dalam kehidupan mereka. Simbol Dewa Pintu dapat memenuhi kebutuhan akan rasa aman dalam setiap individu masyarakat

Tionghoa. Kebutuhan rasa aman/tentram saat berada didalam rumah dan saat melakukan sembahyang di vihara atau klenteng.

Pintu utama bagian depan vihara gunung timur terdapat lukisan dekoratif

Dewa Pintu yang dipercaya dapat menghalau Sha Ch’i dan sebagai pengusir roh jahat. Ukuran pintu utama yang cukup lebar dan tinggi ini dapat mengalirkan hawa

XLV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

rezeki lebih leluasa dan optimal. Pintu utama bagian tengah yang merupakan akses terpenting bagi para jemaat ataupun pengunjung klenteng ini selalu terbuka, dan arah bukaan pintunya kedalam. Sehingga tidak ada sesuatu yang menghalangi Ch’i masuk melalui pintu utama ini. Ditambah lagi dengan arah bukaan pintu ke dalam mendorong aliran Ch’i yang masuk lebih meningkat dan mengalir dengan lembut.

Dalam hal ini, penulis melihat bahwa Simbol dewa pintu sangat bermanfaat bagi masyarakat Tionghoa dalam menjalani aktivitas/ kehidupannya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, simbol Dewa

Pintu sampai saat ini tetap digunakan terutama oleh masyarakat Tionghoa yang beragama Buddha. Mereka meyakini fungsi Dewa Pintu sebagai penjaga untuk tempat tinggal mereka dan memberikan rasa aman dalam kehidupan mereka. Dengan tercukupinya kebutuhan rasa aman dalam kehidupan mereka, maka masyarakat

Tionghoa percaya dan sangat yakin dengan adanya Dewa Pintu tersebut dapat memberikan rasa tentram bukan hanya untuk kehidupan yang nyata tetapi juga dapat memberikan rasa aman dan tentram terhadap jiwa mereka.

Rasa aman dan tentram terhadap jiwa mereka yang dimaksud adalah adanya kepuasan batin yang mereka dapatkan. Dengan adanya simbol Dewa Pintu tersebut yang bukan hanya untuk melindungi mereka dari musuh yang nyata atau hal buruk, tetapi juga memberikan keamanan serta melindungi mereka dari roh jahat atau pun hal hal yang tidak baik. Inilah peran dan fungsi Dewa Pintu yang sampai saat ini menjadi tradisi yang dijaga keberadaannya secara turun temurun terkhususnya etnis

Tionghoa.

XLVI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sebaliknya, jika simbol Dewa Pintu ini tidak ada maka mereka akan merasa tidak aman, cemas dan kurang percaya diri yang membuat hidup mereka tidak memperoleh ketentraman dan kepastian.

Lain halnya dengan Etnis Tionghoa yang beragama Kristen dan Islam. Ada sebagian Etnis Tinghoa yang beragama Kristen yang masih menggunakan simbol

Dewa Pintu dalam tradisi budaya mereka sebagai salah satu Etnis Tionghoa. Mereka menyatakan bahwa simbol Dewa Pintu yang lebih dikenal dengan sebutan muisin tersebut mangandung makna tersendiri yaitu sebagai identitas budaya mereka.

Budaya yang sampai saat ini masih diteruskan oleh Etnis Tionghoa bahwa disetiap pintu rumah selalu ada simbol Dewa Pintu untuk menghargai budaya mereka sebagai

Etnis Tionghoa.

Adapun juga masyarakat Etnis Tionghoa beragama Kristen lainnya sudah tidak menggunakan simbol Dewa Pintu, karena mereka menganggap kehidupan hanya bergantung kepada Tuhan mereka termasuk rasa aman dan tentram.

Bagi masyakat Etnis Tionghoa yang beragama Islam, mereka sama sekali tidak menggunakan simbol Dewa Pintu sebagai budaya yang diteruskan sebagai tradisi.

Dari hasil penelitian ini, penulis melihat bahwa fungsi Dewa pintu yang dilihat dari hubungan agama/keyakinan yang dianut terdapat sedikit kelunturan tradisi budaya yang diyakini masing-masing masyarakat Tionghoa yang menganut agama tersebut.

XLVII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sehingga dalam hal ini terdapat fenomena yang terjadi yaitu simbol Dewa

Pintu masih digunakan dominan bagi mereka yang beragama Buddha dan yang masih percaya akan tradisi budaya. Sedangkan mereka yang tidak lagi menggunakan simbol

Dewa Pintu tersebut karena sudah menganut kepercayaan terhadap agama lain yang diyakininya.

Dalam penulisan sikripsi ini, penulis juga menemukan bahwa Fungsi dan makna Simbol Dewa Pintu masyarakat Tionghoa di kota Medan dikelompokkan berdasarkan kelompok usianya yaitu:

1. Untuk kalangan Etnis Tionghoa yang berusia 50 tahun sampai 70 tahun

Mereka mengatakan simbol Dewa Pintu dalam kehidupan mereka memiliki pengaruh yang penting. Mereka menganggap Dewa Pintu benar-benar melindungi mereka dari berbagai ancaman dari luar baik yang nyata maupun tidak nyata. Setiap hari mereka meletakkan bakaran hio / sembahyang pada Dewa Pintu agar menjaga kediaman mereka. Jika tidak adanya simbol Dewa Pintu, mereka merasa keaamanan kediaman mereka belum lengkap walaupun sudah ada penjaga seperti satpam/ security.

2. Untuk kalangan Etnis Tionghoa yang berusia 35 tahun sampai 50 tahun

Untuk kalangan yang berusia berkisar 35 tahun hingga 50 tahun, kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa penggunaan simbol Dewa Pintu dalam pintu rumah mereka dan pintu vihara, mereka hanya mengetahui untuk melindungi dan sebagai

XLVIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

penjaga rumah atau vihara dan juga sebagai tradisi budaya yang secara turun temurun harus dijaga keberadaannya.

3. Untuk kalangan Etnis Tionghoa yang berusia dibawah 35 tahun

Masyarakat Etnis Tionghoa dalam usia ini berpendapat bahwa simbol dewa pintu yang ada di pintu rumah mereka merupakan bagian dari kebudayaan mereka sebagai etnis Tionghoa dan simbol tersebut memiliki fungsi untuk menjaga rumah mereka dari bahaya yang mengancam keamanan dalam rumah mereka.

Hasil survei dari penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa simbol Dewa

Pintu merupakan salah satu bentuk kebudayaan masyarakat Etnis Tionghoa yang keberadaanya sampai sekarang masih ada dan diajarkan secara turun temurun ke generasi berikutnya agar anak cucu mereka meyakini dan memahami simbol Dewa

Pintu memiliki fungsi yang sangat berperan dalam kehidupan mereka, rasa aman merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia.

4.3 Makna Simbol Dewa Pintu

Selain berfungsi, Simbol Dewa Pintu juga memiliki memiliki makna. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Semiotik Roland Barthes untuk mengemukakan makna dari Simbol Dewa Pintu bagi masyarakat Tionghoa di kota

Medan.

Adapun makna dari Simbol Dewa Pintu tersebut adalah

XLIX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.3.1 Makna Simbol Dewa Pintu sebagai Makna Denotasi (makna paling nyata dari tanda)

Denotasi merupakan makna sesungguhnya, atau sebuah fenomena yang tampak dengan panca indera, atau bisa juga disebut deskripsi dasar.

Simbol Dewa Pintu dalam hal ini bermakna denotasi dalam aspek psikologi masyarakat Tionghoa. Simbol Dewa Pintu memberikan sebuah sugesti bagi masyarakat Tionghoa bahwa mereka akan mendapat rasa aman/tentram saat berada dalam rumah atau memberikan rasa nyaman ketika mereka melakukan sembahyang di vihara/klenteng. Sebuah sugesti yang mereka ajarkan secara turun temurun sehingga mereka percaya bahwa roh jahat atau setan tidak akan mengganggu aktivitas mereka. Ini merupakan sebuah fenomena yang tampak dalam tradisi masyarakat

Tionghoa dalam hal pemujaan Dewa Dewi, terkhususnya Dewa Pintu.

Berdasarkan teori Roland Barthes, penulis menemukan bahwa simbol Dewa

Pintu merupakan “signifier” (petanda) dan rasa aman/tentram merupakan signified (penanda). Dengan adanya korelasi antar Simbol Dewa Pintu dengan makna yang ditimbulkanya terhadap masyarakat Tionghoa , Simbol Dewa Pintu memiliki makna denotasi (nyata) dalam aspek psikologi masyarakat Tionghoa.

4.3.2 Makna Simbol Dewa Pintu sebagi Makna Konotasi

Konotasi adalah makna yang muncul karena adanya konstruksi budaya sehingga ada sebuah pergeseran, tetapi tetap melekat pada simbol atau tanda tersebut.

L UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada zaman dinasti Tang Simbol Dewa Pintu yang digunakan adalah simbol dewa pintu militer (武將门神 Wu Jiang Men Shen ). Seiring berkembangnya zaman, simbol Dewa Pintu yang digunakan semakin bertambah yaitu simbol Dewa Pintu

Sipil (文官门神 Wen Guan Men Shen ), simbol Dewa Pintu penambah rejeki

(祈福门神 Qi Fu Men Shen ) dan bahkan bentuk simbol Dewa Pintu yang berada terdapat pada pintu rumah berbentuk Hio. Zaman sekarang ini, fungsi Dewa Pintu bukan hanya untuk memberikan rasa aman dari gangguan roh-roh jahat melainkan juga untuk mengundang nasib baik dan keberuntungan bagi sipemilik rumah atau orang yang melakukan sembahyang pada Dewa Pintu, serta menambah nilai interior pada sebuah bangunan vihara atau klenteng.

Dapat di lihat bahwa ada nya pergeseran makna mengenai dewa pintu pada zaman dahulu dengan zaman sekarang , seperti yang telah penulis paparkan di atas, seperti fungsi dan makna dewa pintu sekarang ini dapat juga dikatakan sebagai pengundang nasib baik dan memberikan kemurahan rezeki untuk kediaman mereka, contoh nya seperti pada saat malam penyambutan tahun baru imlek , masyarakat tionghoa masi menempel simbol dewa pintu di daun pintu rumah mereka.

Namun tidak semua masyarakat tionghoa, tetapi sebagian dari mereka masi ikut dalam tradisi ini yaitu menempel gambar simbol dewa pintu pada saat malam penyambutan tahun baru imlek.

LI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat Tionghoa biasanya selalu menggunakan kebiasaan atau adat istiadat yang sudah turun-temurun diyakini. Salah satunya penggunaan simbol Dewa Pintu pada pintu rumah, vihara atau klenteng.

Simbol Dewa Pintu sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Tionghoa dalam menjalani kehidupannya. Dengan terpenuhinya kebutuhan rasa aman/tentram, masyarakat Tionghoa dapat menjalani kehidupannya dengan baik. Oleh karena itu konsep penggunaan simbol Dewa pintu tidak terlepas dari aspek kebutuhan hidup manusia. Dalam penelitian ini membahas tentang fungsi dan makna penggunaan simbol Dewa Pintu bagi masyarakat tionghoa di kota Medan.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan melalui hasil wawancara dan observasi, dapat diketahui bahwa simbol Dewa Pintu sangat berfungsi bagi kehidupan masyarakat Tionghoa khususnya di kota Medan.

Disamping memiliki fungsi, simbol Dewa Pintu juga memiliki makna bagi masyarakat Tionghoa di kota Medan. Simbol Dewa Pintu bermakna sebagai denotasi dan konotasi dalam kehidupan masyarakat Tionghoa. Dengan kata lain, simbol Dewa

Pintu bukan hanya sebagai mitos belaka yang terjadi dalam kehidupan masyarakat

Tionghoa. Sampai saat ini masyarakat Tionghoa masih tetap konsisten mengaplikasikan fungsi dan makna simbol Dewa Pintu dalam kehidupan mereka.

LII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2 Saran

Kebudayaan yang ada di Indonesia merupakan harta berlimpah yang harus tetap dijaga keamanan serta keutuhannya. Dalam tulisan ini penulis meneliti tentang

Fungsi dan Makna Penggunaan Simbol Dewa Pintu pada masyarakat Tionghoa.

Dengan meneliti kebudayaan ini, penulis mengetahui fungsi dan makna serta hal-hal yang positif dalam kehidupan berbudaya masyarakat Tionghoa. Dengan penelitian ini, penulis sangat berharap agar masyarakat Indonesia saling menghargai berbagai ragam kebudayaan yang ada di Indonesia, salah satunya kebudayaan Tionghoa.

Kebudayaan Tionghoa itu sendiri juga memiliki beragam jenis kebudayaan yang sebenarnya menyimpan banyak nilai-nilai yang positif.

Penulis berharap agar kita khususnya generasi muda agar lebih menghargai dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia agar tetap terjaga kelestariannya dan tidak punah oleh zaman yang semakin modern.

LIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan.2001.Metodelogi Penelitian Kualitatif.Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.

Ching , Francis D. K. 1980. Bentuk Ruang dan Susunannya. Jakarta : Erlangga.

Dwi Susilo,Rachmad K. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Fiske, J. 2004. Cultural and communication studies.Yogyakatra: Jalasutra.

Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya.Depok : Komunitas Bambu.

Koentjaraningrat.1982. Sejarah Teori Antropologi I.Jakarta :Universitas Indonesia Press.

Lydia, Sepvirna E. P & Maratus Sholihah. 2009. Aliran Fungsionalisme (jurnal online), dalam http://psikologi.or.id diunduh pada 9 Jnuari 2015.

M.Poloma,Margaret. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Mulyana, Deddy. 2003, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Poerwanto, Dr. Hari 2000. Kebudayaan Dan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Poerwanto, dkk.2013.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purwanto, M Ngalim. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.

Seodarsono, RM. 1985.Peranan Sastra Budaya Dalam Sejarah Kehidupan Komunitas Kontiunitas dan Perubahan.Pidato pengukuhan Guru Besar. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Setiawan E. 2013. Dewa Dewi Kelenteng. Bandung: PTBina Manggala Widya.

LIV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sevilla, Conseule G, Ochave, Jesus A, Punsalan, Twila G, Regala, Bella P dan Uriarte, Gabriel G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia : Jakarta (UI-Press)

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitan Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Syahri, Dahliana. (2011, Juni 20). Analisis Semiotik Film Freedom Writers. Diambil Juni 15 Maret, 2017, from http://repository.uinjkt.ac.id: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2872/1/DAHLIAN A%20SYAHRI-FDK.PDF.

Sumaatmadja, Nursyrid. 2002. Pendidikan Pemanusian Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta.

Tan, Shirley. 2014 .Chinese Auspicious Culture.Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Turner, Victor dan Edward M. Bruner (eds.). 1983. The Anthropology of Performance. Urbana dan Chicago: University Illinois.

Veegar K.J.1992. MSc.Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Internet:

http://www.gudeg.net/Kelenteng-Tri-Dharma-Kwan-Tee-Kiong.html. Diunduh pada tanggal 06 November 2016 pukul 23:02 WIB. http://siutao.com/directory/dewa-dewi/.com. Diakses pada tanggal 06 November 2016 pukul 22.00 WIB. http://www.tionghoa.net/.Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2016, pukul 19.20 WIB. http://serba-serbi tridharma/.com .Diakses pada tanggal 15 November 2016 pukul 20.00 WIB. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta_Lokasi_Kecamatan_Medan_Kota_Kota_ Medan.svg

LV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

http://www.tionghoa.info/dewa-pintu-men-shen/. http://www.businessball.com

Abraham Maslow. (2009). Teori Hirarki Kebutuhan. http://rajapresentasi.com/2009/03/teori-hirarki-motivasi-dari-abraham-maslow.

(di akses 15 April 2012).

LVI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran

Peta Kota Medan / Medan Map.

(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta_Lokasi_Kecamatan_ Medan_Kota_Kota_Medan.svg)

Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Utara sekaligus kota terbesar ketiga di Indonesia setelah kota Jakarta dan kota Surabaya. Selain pusat kegiatan bisnis terbesar di luar pulau Jawa, Medan juga sekaligus merupakan pintu masuk bagi wisatawan yang akan mengunjungi banyak objek wisata menarik di sekitarnya, seperti Danau Toba, Brastagi, Tana Karo dan lainya termasuk penangkaran orang utan di Bukit Lawang yang sangat menarik bagi wisatawan asing.

Kota Medan terletak pada koordinat:

Latitude Longitude: 3.5951956,98.6722227

DMS: 3° 35' 42.704"N | 98° 40' 20.002"E

UTM: Easting 463597.69565775536,

Northing: 397388.89780742297, Zone: 47 N

LVII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar : Lukisan Dekoratif Simbol Dewa Pintu Pada Pintu Utama Vihara Gunung Timur

(Sumber:Dokumentasi pribadi)

LVIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar: Simbol Dewa Pintu Patung singa /cioksai Pada Pintu Utama Vihara Maha Cemara Asri

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

LIX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar: Simbol Dewa Pintu dalam Bentuk Hio (Sumber: Dokumentasi pribadi)

LX UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar: Simbol Dewa Pintu Patung singa/cioksai PadaPintu Utama Vihara Gunung Timur

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

LXI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar:Simbol DewaPintuDalam Bentuk Hio

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

LXII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar: Simbol Dewa Pintu dalam bentuk Patung Dewa Pintu (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Daftar Informan

Nama : Bapak Rico

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Pemilik Vihara Gunung Timur Medan

Umur : 56 tahun

Nama : Bapak Asiang

Suku : Hokkien

Pekerjaan : PengurusVihara GunungTimur Medan

Umur : 49 tahun

Nama : Ibu Eli

LXIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Suku : Hokkien

Pekerjaan : perawat

(pemilik Rumahdi jl.Sekip gg buntu no16)

Umur : 65 tahun

Nama : Ibu Alan

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Bikhuni Vihara Borobudur Medan

Umur : 52 tahun

Nama : Ibu Rita

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Komisaris Nanyang zhihui school

(pemilik rumah di jl.brigjend zein hamid)

Umur : 38 tahun

Nama : Ibu Mery

Suku : Hokkien

Pekerjaan : owner Hotel Miyana

(pemilik rumah di jl mojopahit)

Umur : 45 tahun

LXIV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Bapak Hasan

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Pengurus Maha Vihara Maitreya

Umur : 53 tahun

Nama : Evelyn Florencia

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Mahasiswi

(pemilik rumah di jlmeranti sekip)

Umur : 21 tahun

Nama : Richard Wijaya

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Mahasiswa

(pemilik rumah di jl asia )

Umur : 24 tahun

LXV UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Kevin

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Mahasiswi

(pemilik rumah di jlAsia)

Umur : 21 tahun

Nama : Natasya Melvinci

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Siswa SMA Methodist 5 Medan

Umur : 16 tahun

Nama : Ivana Aurely

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Siswi SMA Methodist 5 medan

Umur : 16 tahun

Nama : Lilis Waty

Suku : Hokkien

Pekerjaan : Mahasiswi

Umur : 22 tahun

LXVI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Daftar Pertanyaan

1. Apakah fungsi simbol dewa pintu dalam budaya masyarakat Tionghoa di kota Medan?

2. Apakah makna simbol dewa pintu dalam budaya masyarakat Tionghoa di kota Medan?

3. Mengapa sampai sekarang simbol dewa pintu masih ada dalam kehidupan masyarakat Tionghoa?

4. Mengapa disetiap vihara ada patung batu singa /cioksai ?

5. Apakah setiap simbol dewa pintu tersebut memiliki fungsi dan makna yang berbeda?

6. Apakah keyakinan dan kepercayaan terhadap simbol dewa pintu bagi kalangan masyarakat Tionghoa yang berbeda keyakinan tetap sama dan masi terus melestarikan tradisi ini sebagai salah satu kebudayaan masyrakat Tionghoa di kota Medan ?

LXVII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran Foto Informan

LXVIII UNIVERSITAS SUMATERA UTARA