SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313

PERAN KADER SEBAGAI TENAGA PELAKSANA ELIMINASI PROGRAM PEMBERIAN OBAT PENCEGAHAN MASSAL LIMFATIK FILARIASIS TAHAP III DI KABUPATEN BANYUASIN

Indah Margarethy1*, Reni Oktarina2

1Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jl. A.Yani KM.7 Kemelak Baturaja, 32111, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, 2 Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Jl. Demang Lebar Daun No. 4864, , 30137, Kota Palembang Sumatera Selatan, Indonesia

Abstract Banyuasin Regency is a filariasis endemic area in Province with total 90 chronic cases reported in 2014 while in 2018 decreased to 46 cases. Strategic coordination and good cooperation from various parties are needed to achieve the goals of elimination of lymphatic filariasis, one of them is by involving community as cadres of community drug distributors (CDDs) in mass drug administration (MDA). This study aimed to determine the role of CDDs in (MDA) filariasis phase III in Banyuasin Regency. Data collection was carried out through in- depth interviews with selected informants, namely: Filariasis Program director of the Banyuasin District Health Office, Filariasis Program director at puskesmas in Banyuasin Regency, village midwives, and cadres. This type of research is qualitative so informants are adjusted to the data requirements. The data obtained were analyzed using content analysis. The results showed the implementation of phase III MDA filariasis in Banyuasin Regency hadn’t proceeded according to the procedure. In the implementation, the CDDs has a role in helping health workers to collect data on target populations and people who get drugs, socialize MDA activities to the people in their areas and distribute medicine at treatment posts and house to house. Obstacles in the field were the population who do not take medicine is not recorded, monitoring of drug side effects is not carried out due to the minimal number of CDDs, the budget was not optimal both for mobilization and training for CDDs.

Keywords: Limphatic filariasis, community drug distributor, mass drug administration, Banyuasin Regency.

THE ROLE OF CADRES AS COMMUNITY DRUG DISTRIBUTORS IN MASS DRUG ADMINISTRATION (MDA) OF LYMPHATIC FILARIASIS PHASE III IN BANYUASIN REGENCY

Abstrak Kabupaten Banyuasin merupakan daerah endemis filariasis di Provinsi Sumatera Selatan dengan jumlah kasus kronis yang dilaporkan pada tahun 2014 sebanyak 89 kasus dan pada tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 46 kasus. Koordinasi strategi serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak diperlukan untuk mencapai tujuan eliminasi filariasis, salah satunya dengan melibatkan kader sebagai Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) dalam pengobatan massal filariasis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran TPE dalam pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) filariasis Tahap III di Kabupaten Banyuasin. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan terpilih yaitu: Pengelola Pogram Filariasis Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin, Pengelola Program Filariasis Puskesmas di Kabupaten Banyuasin, bidan desa, dan kader. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif maka jumlah informan disesuaikan dengan kebutuhan data. Data

15 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313 yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis konten. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan POPM filariasis tahap III di Kabupaten Banyuasin belum berjalan sesuai dengan prosedur. Pada pelaksanaannya, TPE berperan membantu petugas kesehatan melakukan pendataan penduduk sasaran dan penduduk yang mendapatkan obat, mensosialisasikan kegiatan POPM ke masyarakat serta membagikan obat massal filariasis di pos pengobatan maupun rumah ke rumah. Kendala di lapangan yaitu penduduk yang tidak minum obat filariasis tidak tercatat, pengawasan terhadap efek samping obat tidak dilakukan karena minimnya jumlah TPE, anggaran untuk TPE masih minim baik untuk mobilisasi dan pelatihan khusus untuk TPE.

Kata Kunci: Filariasis limfatik, tenaga pelaksana eliminasi, POPM, Kabupaten Banyuasin.

Naskah masuk: 12 Juni 2020; Review: 17 Juli 2020; Layak Terbit: 15 Agustus 2020

*Alamat korespondensi penulis pertama: e-mail: [email protected]; Telp: (0735) 325303

PENDAHULUAN filariasis. Sejak tahun 2000 sampai 2009 Indonesia saat ini masih menghadapi terdapat 11.914 kasus kronis yang permasalahan pengendalian penyakit dilaporkan yang tersebar di 401 menular (emerging infection diseases), Kabupaten/Kota.3 dengan munculnya kembali penyakit Kabupaten Banyuasin merupakan menular lama (re-emerging disease) dan salah satu daerah endemis filariasis penyakit menular baru (new emerging tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan, hal infection diseases). Salah satu penyakit ini terlihat dari tahun 2008 sampai tahun menular yang masih menjadi masalah 2011 tercatat 142 kasus filariasis kronis kesehatan masyarakat Indonesia yaitu yang tersebar di 20 wilayah kerja filariasis atau kaki gajah. Filariasis adalah puskesmas.4 Pada tahun 2018 Kabupaten penyakit menular menahun yang Banyuasin juga masih menjadi kabupaten disebabkan oleh cacing filaria yang tertinggi diantara kabupaten lainnya di ditularkan melalui gigitan nyamuk dan Provinsi Sumatera Selatan dengan kasus menyerang saluran dan kelenjar getah kronis sebanyak 46 orang.5 bening. Penyakit ini tidak menimbulkan Pada tahun 2000 WHO menetapkan kematian, namun dapat merusak sistem kesepakatan global untuk eliminasi penyakit limfe, menimbulkan pembengkakan pada kaki gajah (The Global Goal of Elimination kaki, tangan, glandula mammae, dan of Lymphatic Filariasis as a Public Health scrotum, menimbulkan cacat seumur hidup problem by The Year 2020). Agenda utama serta stigma sosial bagi penderita dan program eliminasi filariasis adalah keluarganya.1 melaksanakan kegiatan pemberian obat Filariasis telah menginfeksi 120 juta pencegahan secara massal filariasis untuk penduduk di 83 negara di seluruh dunia, memutuskan rantai penularan filariasis pada terutama negara-negara di daerah tropis penduduk di semua kabupaten/kota dan beberapa daerah sub tropis1. Negara endemis filariasis dan seluruh penderita endemik filariasis terbanyak di dunia adalah filariasis dapat terjangkau pelayanan India kemudian di urutan kedua Indonesia kesehatan yang memadai.1 dan ketiga terbanyak adalah Nigeria.2 Di Pemberian Obat Pencegahan Indonesia penyakit ini tersebar hampir di Massal (POPM) filariasis dengan DEC seluruh wilayah Indonesia, di beberapa (Diethyl Carbamazine Citrate) dan daerah mempunyai tingkat endemisitas Albendazol di Kabupaten Banyuasin sudah yang cukup tinggi, terutama semua daerah dimulai dari tahun 2002 dan dilakukan di Sumatera dan Kalimantan yang telah secara bertahap di seluruh kecamatan. terpetakan menjadi daerah endemis Berdasarkan data tahun 2011 cakupan

16 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313 pengobatan di Kabupaten Banyuasin hanya METODE sebesar 56,1%4. Hal ini masih jauh dari target yang ditetapkan WHO dimana Penelitian dilakukan di Kabupaten terselenggaranya kegiatan POPM filariasis Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. yang terencana dengan baik terhadap Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan seluruh penduduk sasaran di (Maret-November 2015). Desain penelitian kabupaten/kota endemis filariasis dengan ini adalah pendekatan kualitatif dengan cakupan ≥ 85% jumlah penduduk sasaran wawancara mendalam menggunakan pengobatan dan 65% dari jumlah penduduk pedoman wawancara. Instrumen dalam total.1 penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan Hasil penelitian Reni Oktarina dkk di bantuan alat perekam (tape recorder) untuk Banyuasin ditemukan penderita positif baru merekam proses wawancara. di desa sentinel dan desa spot di Informan dalam penelitian ini dipilih Kabupaten Banyuasin dengan angka dengan menggunakan teknik purposive prevalensi mikrofilaria <1% setelah sampling. Informan merupakan pihak-pihak pengobatan massal tahap III. Kepadatan yang terlibat dalam pelaksanaan program mikrofilaria yang ditemukan di Kabupaten POPM filariasis tahap III yaitu: Pengelola Banyuasin tergolong tinggi karena >50 per Pogram Filariasis Dinas Kesehatan milliliter darah sehingga risiko penularannya Kabupaten Banyuasin, Pengelola Program tergolong tinggi.6 Untuk itu diperlukan Filariasis di Puskesmas Kabupaten koordinasi yang strategis serta kerjasama Banyuasin, bidan desa, dan kader filariasis. yang baik dari berbagai pihak agar tujuan Penelitian ini adalah jenis penelitian eliminasi filariasis dapat tercapai. Salah kualitatif maka jumlah informan disesuaikan satunya dengan melibatkan kader sebagai dengan kebutuhan data apabila data sudah Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) menjawab tujuan/pertanyaan penelitian filariasis.1 maka jumlah informan dianggap cukup. Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) Analisis data hasil wawancara filariasis atau lebih dikenal dengan kader dengan menggunakan analisis konten, filariasis adalah anggota masyarakat dimana hasil wawancara mendalam yang setempat yang terpilih melalui musyawarah terekam baik dalam bentuk catatan maupun masyarakat desa dengan kriteria bersedia, pita rekaman ditransfer ke dalam bentuk mampu baca tulis, dan disegani oleh tulisan. Selanjutnya, data disusun dalam masyarakat. Pada umumnya orang yang bentuk matrik dan ditampilkan dalam bentuk menjadi TPE bisa berasal dari organisasi deskriptif kualitatif. yang sudah ada di masyarakat seperti PKK, Karang Taruna, Pramuka, LSM, Guru, tokoh HASIL agama, ataupun tokoh masyarakat. Kabupaten Banyuasin merupakan Penugasan kader filariasis diutamakan di salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera pos-pos pelaksana POPM filariasis atau Selatan yang terletak di pantai timur kunjungan dari rumah ke rumah. Mereka Sumatera, dengan luas wilayahnya sekitar memiliki peran terpenting pada saat 12,18 persen dari luas Provinsi Sumatera persiapan sampai dengan pelaksanaan Selatan yaitu 11.832.99 km2 yang tersebar pengobatan massal di masing-masing dari daratan hingga perairan. Cukup banyak desa.1 desa-desa di wilayah perairan yang hanya Pemberian Obat Pencegahan dapat dijangkau dengan menggunakan Massal (POPM) filariasis di Kabupaten speedboat. Kabupaten Banyuasin Banyuasin pada tahun 2015 sudah merupakan daerah endemis filariasis di memasuki pemberian obat pencegahan Provinsi Sumatera Selatan. Jumlah kasus massal tahap IV. Kegiatan POPM ini tidak lepas dari peran kader sebagai ujung kronis yang dilaporkan sampai tahun 2014 adalah 89 kasus kronis, dimana 45 orang tombak filariasis di lapangan. Berdasarkan laki-laki dan 35 orang perempuan. Dari 19 hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk kecamatan yang ada sebanyak 15 mengetahui peran kader dalam kecamatan mempunyai kasus filariasis pelaksanaan kegiatan POPM filariasis pada kronis. tahap III di Kabupaten Banyuasin.

17 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313

Salah satu faktor yang menjadi Kabupaten Banyuasin juga membantu ujung tombak keberhasilan program bidan desa atau petugas puskesmas dalam pemberian obat massal filariasis adalah mendata atau menyeleksi masyarakat yang tersedianya Tenaga Pelaksana Eliminasi menjadi target POPM filariasis dari rumah (TPE) pada tingkat desa. Di Kabupaten ke rumah seperti pernyataan informan Banyuasin, TPE yang digunakan adalah berikut : seluruh kader posyandu yang ada di tiap “...proses penentuannya itu, waktu desa atau kelurahan, satu posyandu rata- kemarin datanya door to door dari kader, rata mempunyai 5 orang kader, seperti yang jadi jumlah berdasarkan penduduk disampaikan oleh salah seorang informan : berdasarkan posyandu dulu jadi biar “...untuk di desa Sukomulyo ada 3 akurat kan maksudnya kan. Di data dulu posyandu, jadi per posyandu 5 orang, seluruh dari umur 2 tahun ke atas sampe berarti 15 orang...” (Pengelola Pogram 70, nanti baru sudah dapat hasil itulah Filariasis Puskesmas). maksudnya sasarannya itulah yang dijadikan sasaran, nanti dikeluarin lagi, Begitu juga dengan jumlah kader dihitung lagi mana yang tidak masuk, yang digerakan sebagai TPE filariasis yang misalnya ibu hamilnya berapa, nanti kan masih kurang dan belum bisa menjangkau itu ada keterangannya di buku itu...” seluruh masyarakat di wilayahnya (Pengelola Pogram Filariasis berdampak pada rendahnya cakupan Puskesmas). pengobatan massal filariasis, seperti yang disampaikan oleh informan berikut: Selain melakukan pendataan ”...sebenarnya untuk satu posyandu 4 masyarakat yang menjadi target POPM kader itu masih agak kurang…tapi ya filariasis dari rumah ke rumah, pendataan bagaimana lagi dananya cuma itu juga dilakukan bersamaan dengan kan...” (Pengelola Program Filariasis pemberian obat massal di pos pengobatan Puskesmas). yang telah ditentukan. Namun sebelumnya kader telah mengumumkan tempat dan Sebagaian besar kader yang waktu kegiatan POPM filariasis. dilibatkan sebagai TPE filariasis di “...waktu pembagian obat itu langsung Kabupaten Banyuasin tidak mendapatkan kami data, kader-kadernya sudah kasih pelatihan tentang POPM secara intensif, tau pas hari itu disuruh kumpul ke pos namun hanya sebatas pengarahan yang baru nanti orang yang datang ditulis akan disampaikan ke masyarakat seperti namanya sama umurnya langsung rencana waktu pembagian obat, cara ditanya ada maag tidak, kemudian pemberian obat ke masyarakat, dosis obat ditensi, nah kalau sasarannya anak yang diberikan dan cara minumnya. Seperti kecil yang kurang berat badannya tidak yang disampaikan oleh beberapa informan dikasih obat seperti itu...” (kader). berikut : “...kalau kader-kadernya biasanya “...di sini kader-kadernya sudah bu...dikasih pengarahan saja misal memberi tahu hari untuk disuruh obatnya dikasih sebanyak ini....” (bidan kumpul ke pos baru nanti orangnya desa). dateng ditulis namanya sama umurnya langsung dikasih obat seperti itu...” “...saat mau mulai pengobatan dikasih (bidan desa). obat sama bidan dan kami disuruh untuk membagikan, itu saja...” (kader). Menggerakan masyarakat untuk datang ke pos-pos pengobatan massal “...iya..hemm ini kamu bagikan seperti itu yang telah ditentukan adalah salah satu kata bidannya, nanti kalau obatnya habis kegiatan TPE dalam mendukung ambil lagi di rumah, iya kata saya terus kesuksesan POPM filariasis. Menurut kami bagikan sampai habis...” (kader). beberapa informan dalam menggerakan masyarakat, kader bekerjasama dengan Peran TPE di lapangan pada aparat desa seperti Ketua RT, sekretaris kegiatan POPM filariasis tahap ketiga di desa atau kepala desa untuk

18 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313 mengumumkan waktu, tempat, kegiatan untuk terakhir kali sebelum POPM flariasis. Pengumuman kegiatan pelaksanaan. Mereka ambil dulu obat di pelaksanaan POPM disampaikan juga oleh puskesmas. Jadi orang puskesmas TPE di kantor kelurahan, pada pertemuan mengambil obat ke dinas kegiatan RT seperti yasinan atau arisan, di menggunakan mobil ambulans, obat di masjid khususnya pada waktu sholat Jum’at drop di puskesmas, nanti bidan desa seperti yang diungkapkan informan berikut : ambil ke puskesmas berdasarkan “...biasanya kita umumkan di kantor sasaran mereka tadi berapa, berapa kelurahan, mesjid waktu sholat Jumat orang yang mau dikasi obat itu atau pas ada acara arisan, yasinan kita kemudian nanti dibantu kader sampaikan tanggal sekian-sekian ada membagikan ke masyarakat...” pengobatan, pokoknya berbagai upaya (Pengelola Program Filariasis kita lakukan biar tercapai target kita...” Puskesmas). (kader). “...saat mau mulai pengobatan, dikasih Hal ini juga diperkuat oleh obat sama bidannya trus kami disuruh pernyataan salah satu TPE untuk mencapai bagikan obatnya cuma seperti itu target sasaran pengobatan dilakukan saja...” (kader). berbagai upaya selain mengajak ke pos pengobatan dan mendatangi dari rumah ke Pada pelaksanaan POMP filariasis rumah. tahap III di Kabupaten Banyuasin “...ada yang dibagi langsung di pos, ketersediaan atau stok obat untuk masing ada kami yang ke rumah-rumah, ada masing desa sudah mencukupi karena saat kegiatan posyandu..sebelum dibagi berdasarkan sasaran yang telah kegiatan biasanya minta bantuan kades ditetapkan, bahkan stok obat tersebut lebih, untuk mengumpulkan masyarakat kami karena ada penduduk yang menjadi juga membantu...nanti ada juga kami sasaran ditunda pengobatannya, seperti datang ke sekolah, jadi seperti itu sedang hamil. maksudnya...” (kader). “...ada lebih sedikit, kan ada yang nggak minum obat misalnya ibu Distribusi adalah suatu rangkaian hamil...“ (bidan desa). kegiatan dalam rangka pengeluaran dan Beberapa desa ada yang mengalami pengiriman obat-obatan yang bermutu dari kekurangan obat filariasis saat pembagian gudang obat secara merata dan teratur obat, hal ini disebabkan karena adanya untuk memenuhi pesanan atau permintaan mobilisasi penduduk pendatang ke wilayah unit-unit pelayanan kesehatan. mereka dan penduduk pendatang ini tidak Pendistribusian logistik atau obat filariasis tercatat sebagai sasaran pengobatan dimulai dari dinas kesehatan mereka, seperti kutipan informan berikut: kabupaten/kota kemudian ke puskesmas lalu ke bidan desa kemudian kader dan “...ya sampai kurang obat waktu itu, masyarakat. baru-baru ini banyak pendatang baru di ”...kalau obat itu di drop dari dinas ke komplek-komplek itu nah...” (kader). puskesmas, dari puskesmas ke kader, dari kader ke masyarakat...” Selain dengan menggerakkan (Pengelola Program Filariasis Dinas masyarakat ke pos pengobatan filariasis, Kesehatan Kabupaten Banyuasin). metode membagikan obat massal filariasis dari rumah ke rumah juga dilakukan. Distribusi logistik dalam pelaksanaan Kendala penduduk enggan minum obat di POMP filariasis di Kabupaten Banyuasin depan petugas juga masih ditemukan pada terdistribusi dengan baik, pendistribusian pengobatan massal filariasis tahap III ini. obat filariasis dari puskesmas ke kader “...ya…door to door…mmmmhh. Tapi biasanya pada saat pertemuan, rapat, atau kita tidak tahu diminum atau tidak yang pelatihan di puskesmas. penting kita sudah ngasih tau. Dikasih ”...pada saat rapat biasanya ada kader tau cara minumnya kayak gini…yang dan bidan desa sekalian mereka rapat punya sakit ini...tidak boleh minum.

19 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313

Diantar ke rumah…jadi dapat semua. makan, lagi pening..Nah terus kami kasih Tapi belum dicek lagi apakah obatnya tau dosis obatnya...” (kader). diminum atau tidak...” (Pengelola Program Filariasis Dinas Kesehatan Penduduk sasaran yang tidak minum Kabupaten Banyuasin). obat pencegahan filariasis secara langsung di depan petugas TPE perlu dilakukan Penduduk yang tidak dapat datang sweeping, namun di lapangan tidak semua ke pos-pos pengobatan yang telah penduduk sasaran pengobatan dilakukan ditentukan saat kegiatan POPM filariasis sweeping oleh TPE apakah obat yang selain mendatangi rumah penduduk, TPE diberikan sudah diminum, begitu juga memberikan obat pencegahan massal ke dengan masyarakat yang didatangi penduduk sasaran melalui sekolah yaitu rumahnya oleh TPE untuk diberikan obat taman kanak-kanak/pendidikan anak usia yang belum diambil di pos pengobatan, dini, karena biasanya di TK atau PAUD ada seperti pernyataan informan berikut : kegiatan posyandu yang dihadiri orang tua, “...iya tidak seluruhnya sih ditanyai, khususnya ibu-ibu. Hal ini tergambar dari pokoknya mana yang ketemu saja baru pernyataan informan di bawah ini: kami ditanya diminum tidak obatnya “...di sini kan tidak bisa dikumpulin kemaren...“ (kader). sekaligus, masalahnya kan ada yang datang, ada yang tidak bisa datang, jadi “...tidak ya, seandainya disuruh kami pinter-pinter kita bagaimana mencari datangi cuma kami kan tidak disuruh waktu. Heemm..paling besok pagi di seperti itu...Nah kalau yang door to door sekolah, obatnya dibagikan. Kan kalau itu kita tidak sampai menunggu mereka di PAUD atau TK pasti ada ibunya, jadi minum obat depan kita atau tidak, sebelumnya anak-anak ini suruh pokoknya obatnya sudah dikasih...” ngomong sama ibu-ibunya nanti (kader). disuruh kumpul di posyandu sambil nimbang berat badan, jadi sekalian saja Antisipasi munculnya kejadian akibat obatnya dibagikan saat itu...” (kader). efek samping obat perlu dilakukan pengawasan yang intensif dari tenaga Menurut Permenkes RI No. 94 Tahun kesehatan yang berpengalaman (dokter, 2014 tentang Penanggulangan Filariasis, perawat, bidan) di lapangan. Dokter atau menyebutkkan bahwa sebaiknya obat tenaga kesehatan lain harus ada dalam diminum sesudah makan dan di depan jangkauan selama lima hari mulai hari petugas TPE,1 agar terkontrol penduduk pemberian obat. Pengawasan efek samping yang menjadi sasaran pengobatan telah obat filariasis tahap III di Kabupaten meminum obat filariasis yang telah Banyuasin pada umumnya dilakukan oleh disiapkan. Akan tetapi, pelaksanaannya TPE saat memberi obat dengan sebagian penduduk sasaran tidak langsung mengingatkan kepada penduduk sasaran minum di depan kader pada saat apabila mengalami gejala-gejala seperti pembagian obat filariasis di pos-pos timbul demam, mual, muntah, pusing, sakit pengobatan yang ditentukan atau pada saat sendi dan badan akibat bekerjanya obat pembagian obat ke rumah-rumah oleh TPE, dalam membunuh parasit dalam tubuh agar dengan alasan belum makan, sakit, takut menghubungi TPE yang bertanggungjawab efek samping obat, dan diwakili oleh orang membagikan obat, kemudian TPE tersebut lain atau keluarga saat mengambil obat akan menghubungi petugas puskesmas. sehingga obat diambil untuk dibawa pulang, “...kemarin itu ada katanya sampai akibatnya tidak terpantau apakah penduduk pusing, kalau ada apa-apa kasih tau ke yang menjadi sasaran telah meminum obat petugas. Banyak juga sih yang pusing yang diberikan. Seperti pernyataan dari itu. Cuman ya kasih tau sebelumnya informan berikut: kalau minum obat itu ada efek “...nah, memang ada yang langsung sampingnya. Nanti kalau ada yang diminum tapi ado yang tidak mau pusing-pusing suruh hubungin kader, diminum di pos, nanti di rumah saja nanti langsung dihubungin petugas...” seperti itu, alasannya karena dia belum (kader).

20 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313

Beberapa kendala yang dihadapi menunjukkan bahwa hasil Survei Darah oleh TPE filariasis di Kabupaten Banyuasin Jari yang dilakukan di Desa Sedang saat melaksanakan pengobatan massal menunjukkan angka Mikrofilaria rate (Mf- filariasis diantaranya dana operasional yang rate) masih relatif tinggi meskipun tidak disediakan pemerintah masih minim dan mencapai 1% (0,96%).6 Artinya meskipun wilayah Kabupaten Banyuasin yang luas telah terjadi penurunan Mf rate hingga <1% didominasi perairan dengan medan yang tidak berarti bahwa penularan filariasis berat menyulitkan kader untuk sudah tidak terjadi lagi. Pemberian obat menjangkaunya. secara massal akan mengurangi kepadatan “...ya, keliling-kelilingnya itu berat buat mikrofilaria secara cepat, akan tetapi kader... lokasinya Banyuasin itu yang apabila terdapat kontribusi penderita berat karena 75 % perairan semua, trus dengan kepadatan mikrofilaria rendah atau kalau mau bawa motor cuma beberapa penderita yang tidak patuh dalam minum kader yang punya motor...” (Pengelola obat maka akan mempertahankan rantai Program Filariasis Dinas Kesehatan penularan filariasis. Hal ini berkaitan Kabupaten Banyuasin). dengan adanya perubahan kepadatan mikrofilaria yang rendah menjadi kepadatan Kurangnya jumlah TPE filariasis yang tinggi apabila tidak ada pengobatan yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk diberikan kepada penderita. menjadi permasalahan bagi TPE untuk Masih tingginya kepadatan menjangkau seluruh penduduk di mikrofilaria berdasarkan hasil penelitian wilayahnya. Reni Oktarina menunjukkan masih adanya “...Sebenarnya untuk satu posyandu 4 potensi penularan yang cukup tinggi dan kader tu masih agak kurang…Tapi ya mempertahankan rantai penularan filariasis bagaimana lagi dananya cuma itu apabila tidak ada pengobatan kepada kan...”(kader). penderita atau penderita yang tidak patuh dalam minum obat.7 Hasil penelitian di Alor BAHASAN menyebutkan bahwa 1 responden Keberhasilan dalam program mengalami peningkatan kepadatan eliminasi filariasis merupakan interaksi dari mikrofilaria dari 88 menjadi 1356 Mf/ml dan berbagai faktor yang saling melengkapi setelah ditelusuri responden tidak minum sebagai satu kesatuan, contohnya dimana obat pada tahap pertama pengobatan keberhasilan prosedur pengobatan massal dengan alasan efek samping dari obat yang filariasis dan kepatuhan penduduk dalam membuat pusing.8 Untuk itu setiap orang minum obat filariasis tidak bisa dilihat dari yang tinggal di daerah dengan kepadatan satu faktor saja tapi juga tidak lepas dari filaria tertentu akan diberi obat sehingga peran kader sebagai tenaga pelaksana kepadatan mikrofilaria menurun9 seperti eliminasi filariasis di lapangan. Tenaga yang dilakukan di Kabupaten Banyuasin. Pelaksana Eliminasi (TPE) filariasis Hasil penelitian ini juga merupakan sumber daya yang sangat menggambarkan bahwa yang menjadi penting dan merupakan penghubung antara kendala atau hambatan program eliminasi petugas puskesmas dengan masyarakat. filariasis di Kabupaten Banyuasin pada Selain itu, mereka berperan dalam tahap III ini adalah belum dapat diatasinya memberikan informasi kepada masyarakat efek samping yang ditimbulkan akibat tentang tempat, waktu, informasi mengenai pemberian obat massal filariasis, hal ini filariasis dan pengobatan massal, mengisi dapat mempengaruhi keengganan kartu pengobatan dan formulir sensus masyarakat minum obat. Beberapa hasil penduduk binaan, menyeleksi dan mencatat penelitian juga menemukan hal yang sama penduduk yang ditunda pengobatannya, bahwa efek samping yang dirasakan pendataan kasus kronis filariasis.1 masyarakat sering mengakibatkan mereka Prevalensi mikrofilaria di Kabupaten tidak mau melanjutkan minum obat filariasis Banyuasin setelah pengobatan massal pada tahun berikutnya dan terkadang tahap III telah mengalami penurunan dari menyebabkan trauma pada penderita 1,5% menjadi 0,4% di tingkat kabupaten,4 filariasis.10 Untuk itu peran TPE sebagai akan tetapi hasil penelitian Reni Oktarina pelaksana teknik utama di lapangan harus

21 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313 mampu menjelaskan, mensosialisasikan, eliminasi tidak optimal.13 Pelatihan dan memotivasi masyarakat agar tetap merupakan faktor yang dapat meningkatkan minum obat tanpa mengabaikan efek motivasi para kader sebagai TPE dalam samping yang timbul. Tanpa adanya pelaksanaan program POPM filariasis penjelasan informasi tentang pengobatan disamping pemberian insentif.14 massal filariasis masyarakat mungkin tidak Adanya peran kader juga oleh tokoh mau minum obat filariasis dan akhirnya masyarakat dan petugas kesehatan sangat mereka menjadi berisiko dalam transmisi dibutuhkan dalam hal penyebaran informasi penularan filariasis.11 Kenyataannya di yang intens untuk memberikan penjelasan lapangan cukup banyak TPE yang tidak atau penyuluhan tentang cara minum obat mampu menjelaskan efek samping obat yang benar untuk mengurangi efek samping massal filariasis dan mereka juga belum dan meminimalisir penolakan masyarakat mampu memotivasi masyarakatnya untuk untuk minum obat. Pada umumnya tetap minum obat sehingga keengganan masyarakat lebih sering mendengarkan masyarakat minum obat filariasis masih anjuran yang disampaikan oleh kader, tokoh tinggi. masyarakat atau petugas kesehatan Faktor pengetahuan kader sebagai setempat.15 Menjelang pengobatan kurang tenaga pelaksana eliminasi khususnya dari 1 bulan sebaiknya diadakan sosialisasi mengenai efek samping obat serta POPM oleh kader, tokoh masyarakat atau pencegahan dan cara mengatasinya yang petugas kesehatan setempat tentang masih kurang menjadi salah satu penyebab. penyakit filariasis sehingga masyarakat Sebagian besar kader di Kabupaten dapat melaksanakan pengobatan dan Banyuasin tidak mendapatkan pelatihan menyikapi dengan benar apabila terjadi tentang POPM filariasis secara intensif. reaksi pengobatan. Mereka hanya diundang dalam rangka Kader sebagai ujung tombak di sosialisasi untuk membantu petugas lapangan dan sebagai perpanjangan tangan kesehatan dalam hal ini petugas petugas kesehatan mempunyai peran yang puskesmas maupun bidan desa terkait penting dalam mensosialisasikan ke kegiatan pembagian obat di wilayahnya. masyarakat tentang pentingnya minum obat Informasi terkait efek samping obat filariasis untuk itu seorang kader perlu memang mereka dapatkan selain informasi memahami tentang filariasis sehingga rencana pembagian obat dan dosis obat mereka dapat menyebarkan informasi atau yang mereka bagikan, namun informasi pengetahuan mereka kepada masyarakat. terkait efek samping ini masih minim Selain itu, kader sebagai anggota unit akibatnya TPE tidak dapat menjelaskan terkecil di masyarakat (keluarga) dapat secara baik tentang efek samping obat dan memberi pengetahuan juga kepada anggota cara yang dilakukan untuk mengatasi efek keluarganya sendiri.16 Peran dan fungsi samping tersebut, mereka hanya kader kesehatan menurut Effendi dan mengarahkan atau menyarankan untuk Makhfuldli (2019) dalam Lasbudi adalah segera melapor ke bidan atau petugas meningkatkan keikutsertaan masyarakat puskesmas jika ditemukan masyarakat yang dalam upaya pembangunan kesehatan mengalami efek samping obat. melalui pendekatan edukatif yaitu berusaha Kurangnya komunikasi dan informasi menimbulkan kesadaran untuk dapat dari petugas kesehatan terhadap memecahkan masalah dengan masyarakat menjadi penyebab rendahnya memperhitungkan sosial budaya setempat, cakupan pengobatan massal.12 Hasil diharapkan masyarakat termotivasi untuk penelitian Anggi Gian Saputra dkk juga mengikuti program pemerintah dalam menjelaskan hal yang sama bahwa hasil pemberantasan filariasis.17 analisis pengetahuan sebagian besar TPE Pembagian obat massal filariasis di memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Kabupaten Banyuasin pada umumnya Hal ini disebabkan karena masih banyaknya dilakukan dengan dua cara, yaitu petugas TPE yang tidak mengetahui mengumpulkan masyarakat di pos-pos informasi tentang filariasis dan program pengobatan tertentu dan membagikan obat pengobatanXfilariasis sehingga dari rumah ke rumah kepada keluarga yang menyebabkan kinerja tenaga pelaksana belum mendapatkan obat. Pembagian obat

22 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313 yang dilakukan dari rumah ke rumah seperti anggaran untuk transportasi kader dimaksudkan untuk meningkatkan cakupan dalam melakukan pendataan maupun POPM filariasis sehingga tujuan dan pembagian obat dari rumah ke rumah. keberhasilan program dapat tercapai. Hasil Sejalan dengan hasil penelitian di penelitian di Tanjung Jabung Timur Kabupaten Mamuju Utara bahwa tidak disebutkan bahwa pemberian obat filariasis tersedianya anggaran mengakibatkan dengan cara membagi dari rumah ke rumah banyak kegiatan yang seharusnya merupakan cara yang efektif untuk dilakukan sebelum proses pembagian obat mencapai sasaran penduduk yang harus di masyarakat tidak dapat dilakukan seperti minum obat.18 Waktu dan metode POPM pendataan, pelatihan serta pemantauan filariasis yang tepat dapat menentukan minum obat.21 luasan sasaran penerima obat. Lansia Agar target cakupan minum obat akan lebih tepat jika dibagikan dari meningkat dan target Mf rate < 1 % dapat rumah ke rumah, usia sekolah dibagikan tercapai pentingnya pengawasan minum di sekolah waktu kegiatan belajar, pegawai obat dalam pengobatan massal.7 negeri atau swasta dibagikan saat sore Pengawasan atau monitoring minum obat sampai malam baik melalui pos pada kegiatan POPM filariasis ini dilakukan pengobatan atau rumah ke rumah. oleh TPE, baik dilakukan dengan Tidak semua penduduk sasaran mendatangi ke rumah-rumah atau di pos pengobatan dilakukan pemantauan oleh obat. Dalam pengawasan dan monitoring TPE dikarenakan kurangnya sumber daya masyarakat diminta untuk minum obat manusia (SDM) dari segi kuantitas. filariasis di depan kader. Permasalahannya Kurangnya SDM menjadi kendala yang di Kabupaten Banyuasin pengawasan dihadapi dalam melaksanakan POPM minum obat masih rendah khususnya pada filariasis di Kabupaten Banyuasin. Tenaga masyarakat yang telah mengambil obat, Pelaksana Eliminasi (TPE) filariasis tidak namun tidak minum obat dihadapan bisa menjangkau seluruh penduduk di petugas. Peran TPE memotivasi wilayahnya khususnya pada wilayah- masyarakat untuk minum obat di depan wilayah perairan yang medannya cukup mereka masih rendah dimana TPE tidak sulit dan jauh. Hal yang sama terjadi di bisa memaksa agar masyarakat minum Kabupaten Bandung dimana kurangnya obat di depan mereka. Hasil penelitian di sumber daya manusia (SDM) dalam India juga menggambarkan hal yang sama pemberantasan filariasis.19 Penelitian di bahwa penyebab rendahnya cakupan Sumba Tengah juga mendapatkan bahwa minum obat selain adanya efek samping kader atau petugas kesehatan yang ada juga disebabkan adanya pemberian obat belum seluruhnya melaksanakan tugas yang tidak diawasi.8 dan fungsinya, khususnya dalam Pencatatan dan pelaporan penyuluhan dan kunjungan rumah.20 pelaksanaan kegiatan POPM telah sesuai Kebutuhan sumber daya manusia tidak dengan alur, yaitu dimulai dari pencatatan hanya diperlukan pada saat pelaksanaan, oleh TPE kemudian dilaporkan ke namun juga dibutuhkan saat pemantauan puskesmas, puskesmas kemudian dan monitoring. Penduduk sasaran yang mengumpulkan laporan dari setiap desa tidak datang ke pos pengobatan harus untuk dikirim ke dinas kesehatan. didatangi oleh TPE. Kegiatan pemantauan Permasalahannya laporan tersebut ini meliputi pemberian obat bagi sasaran belum tercatat dengan baik berapa jumlah yang belum menerima obat, bagi penduduk cakupan penduduk yang minum obat. yang menolak minum obat harus Sebagian besar TPE hanya mencatat menandatangani formulir yang menyatakan penduduk yang menerima obat artinya ini bahwa mereka menolak minum obat, serta menunjukkan tidak terpantaunya penduduk pemantauan jika ada yang bermasalah sasaran yang minum obat filariasis masih dengan kesehatan karena efek samping menjadi permasalahan di Kabupaten pengobatan. Banyuasin, padahal dengan adanya Selain itu, minimnya anggaran untuk pelaporan yang baik dari TPE diharapkan kader mengakibatkan banyak kegiatan yang dapat menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan seharusnya dilakukan menjadi terhambat, Kabupaten Banyuasin untuk penyusunan

23 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313 anggaran dalam menjalankan program petugas TPE untuk menjangkau penduduk eliminasi filariasis sehingga program di wilayahnya dan adanya pengawasan eliminasi yang dicanangkan oleh beserta supervisi yang melekat dari petugas pemerintah dapat berhasil. puskesmas terhadap kinerja TPE. Belum optimalnya peran supervisi dari puskesmas dalam mengawasi kinerja UCAPAN TERIMA KASIH kader sebagai tenaga pelaksana eliminasi Terima kasih kepada yang terhormat filariasis di Kabupaten Banyuasin juga Bapak Dr. Feri Ahmadi, MPH sebagai berdampak pada kinerja kader. Hal ini reviwer dalam penulisan artikel ini. Kepala sejalan dengan hasil penelitian di Balai Litbangkes Baturaja dan tim peneliti. Kabupaten Semarang bahwa kurangnya pengawasan dari petugas puskesmas kepada tenaga pelaksana eliminasi selama KONTRIBUSI PENULIS melakukan kegiatan POPM menyebabkan IM dan RO sebagai kontributor kinerja tenaga pelaksana eliminasi tidak utama dalam penulisan ini yang optimal.13 bertanggung jawab pada konsep, analisis Sosialisasi terkait POPM filariasis data, metodelogi, mengkaji hasil, harus sesuai dengan karakteristik penelusuran referensi, kesimpulan dan masyarakat setempat dengan bahasa yang saran. dipahami penduduk. Penyampaian informasi tentang filariasis di Kabupaten DAFTAR PUSTAKA Banyuasin pada umumnya dilakukan pada 1. Kementerian Kesehatan Republik saat sholat Jum’at, acara arisan ataupun di Indonesia. Peraturan Menteri kegiatan sekolah merupakan cara yang Kesehatan Republik Indonesia No. ideal berbasis masyarakat sehingga 94 Tahun 2014 Tentang informasi terkait kegiatan pengobatan Penanggulangan Filariasis.; 2014. POPM filariasis cepat tersosialisasi ke masyarakat. Perbaikan cara promosi 2. Portunasari WD, Kusmintarsih ES, kesehatan dan peningkatan rasa peduli Riwidiharso E. Survei Nyamuk Culex dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan spp . sebagai Vektor Filariasis di dapat melibatkan tokoh agama dan tokoh Desa Cisayong , Kecamatan masyarakat.22 Cisayong , Kabupaten Tasikmalaya. Biosfera. 2016;33(3):142-148. KESIMPULAN doi:10.20884/1.mib.2016.33.3.36. Peran tenaga pelaksana eliminasi 3. PP&PL D. Profil Subdit Filariasis Dan (TPE) dalam pelaksanaan POPM filarisis Schistomiasis Tahun 2010. Jakarta; tahap III di Kabupaten Banyuasin belum 2010. maksimal, hal ini disebabkan tidak adanya 4. Dinas Kesehatan Kabupaten pelatihan secara intens dan khusus untuk Banyuasin. Laporan Tahunan kader sebelum pelaksanaan POPM filariasis Eliminasi Penyakit Kaki Gajah dimulai, masih kurangnya SDM kader Kabupaten Banyuasin Propinsi sebagai TPE, anggaran untuk mobilisasi Sumatera Selatan Tahun 2010.; 2010. TPE juga masih minim, pengawasan dan supervisi oleh petugas puskesmas terhadap 5. Dinas Kesehatan Kabupaten kinerja TPE juga masih rendah. Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2018. Data Dasar SARAN Filariasis Kabupaten Banyuasin Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan Propinsi Sumatera Selatan Tahun yang lebih intens dan khusus untuk TPE 2018.; 2018. agar pemahaman mereka mengenai 6. Oktarina, R, santoso, Taviv Y. filariasis serta efek sampingnya dapat Gambaran Angka Prevalensi meningkat dan akhirnya akan meningkatkan Mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin cakupan minum obat filariasis, perlu Pasca Pengobatan Massal Tahap III. dilakukan tambahan anggaran mobilisasi Balaba. 2017;13(1):11-20.

24 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313

7. Suryaningtyas NH, Arisanti M, Mendukung Program Pemberian Satriani AV, Inzana N, Santoso S, Obat Massal Pencegahan (POPM) Suhardi S. Kondisi Masyarakat pada Filariasis di Kecamatan Cibeureum Masa Surveilans Pasca- dan Cibingbin Kabupaten Kuningan Transmission Assessment Survey Provinsi Jawa Barat. J Ekol Kesehat. ( TAS ) -2 Menuju Eliminasi Filariasis 2018;17(1):31-40. di Kabupaten Bangka Barat , Bangka 15. Astuti EP, Mara Ipa, Wahono T, Belitung. Bul Penelit Kesehat. Ruliansyah A. Analisis Perilaku 2018;46(1):35-44. Masyarakat Terhadap Kepatuhan 8. Supali T, Djuardi Y, Bradley M, Minum Obat Filariasis di Tiga Desa Noordin R, Ruckert P, Fischer PU. Kecamatan Majalaya Kabupaten Impact of Six Rounds of Mass Drug Bandung Tahun 2013. Media Administration on Brugian Filariasis Litbangkes. 2014;24(4):199-208. and Soil-Transmitted Helminth 16. Ipa M, Astuti EP, Hakim L, Fuadzy H. Infections in Eastern Indonesia. PLoS Analisis Cakupan Obat Massal Negl Trop Dis. 2013;7(12):1-9. Pencegahan Filariasis Di Kabupaten doi:10.1371/journal.pntd.0002586. Bandung Dengan Pendekatan Model 9. Purwantyastuti. Pemberian Obat Sistem Dinamik. BALABA. Massal Pencegahan (POMP) 2016;12(1):31-38. Filariasis. Bul Jendela Epidemiol. doi:10.22435/blb.v12i1.4470.31-38. 2010;1(1):15-19. 17. Ambarita LP, Taviv Y, Sitorus H, 10. Purnomo I, Supriyo, Hidayati S. Pahlevi RI, Kasnodiharjo. Perilaku Pengaruh Faktor Pengetahuan dan Masyarakat Terkait Penyakit Kaki Petugas Kesehatan Terhadap Gajah di Kecamatan Pemayung Konsumsi Obat Kaki Gajah (Filariasis) Kabupaten Batanghari, . Media di Kelurahan Bligo Kecamatan Litbangkes. 2014;24(4):191-198. Buaran Kabupaten Pekalongan. doi:10.22435/mpk.v24i4.3673.191- Pena J Ilmu Pengetah Dan Teknol. 198. 2015;28(1):13-37. 18. Santoso, Sri Cahyaningrum. Re- 11. Garjito TA, Jastal, Rosmini, H A, Transmission Assessment Survey Srikandi Y, Labatjo Y. Filariasis dan Filariasis Pasca Pengobatan Massal Beberapa Faktor Yang Berhubungan di Kabupaten Agam , Provinsi dengan Penularannya di Desa Sumatera Barat Tahun 2016. Balaba. Pangku-Tolole Kecamatan Ampibabo 2017;13(2):143-152. Kabupaten Parigi-Moutong Provinsi 19. Ipa M, Astuti EP, Ruliansyah A, Sulawesi Tengah. vektora. Wahono T, Hakim L. Gambaran 2013;5(2):54-65. Surveilans Filariasis Di Kabupaten 12. Bhullar N, Maikere J. Challenges in Bandung Provinsi Jawa Barat. J Ekol mass drug administration for treating Kesehat. 2014;13(2):153-164. lymphatic filariasis in Papua , 20. Lobo V, Bulu AK, Noshirma M. Indonesia. Parasites and Vectors. Pemberian Obat Massal Pencegah 2010;3(70):1-7. Filariasis di Desa Mbilur Pangadu, 13. Saputra AG, Saraswati LD, Nissa Kabupaten Sumba Tengah. Media Kusariana. Gambaran Kinerja Litbangkes. 2018;28(3):167-174. Tenaga Pelaksana Eliminasi 21. Nurjana MA, Anastasia H, Chadijah S, Filariasis Dalam Pelaksanaan POPM Nyoman N. Studi Kualitatif Peran Filariasis di Kabupaten Semarang Petugas Kesehatan dan Kader Desa (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Dalam Program Pengobatan Massal Dadapayam). J Kesehat Masy. Filariasis di Kabupaten Mamuju Utara 2020;8(2):238-242. Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2015. 14. Hendri J, Ipa M, Ginanjar A, Yuliasih Spirakel. 2018;10(1):31-40. Y, Astuti EP. Intervensi Kader dalam

25 SPIRAKEL, Vol. 12 No.1, Juni 2020: 15-26 Peran Kader sebagai … (Indah, Reni) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v12i1.3313

22. Ambarwati, Dwi Pratiwi. Evaluasi Program Eliminasi Filariasis Melalui POPM Filariasis Dengan Minum Obat Di Tempat. J Profesi Keperawatan. 2018;5(2):1-15.

26