DUA DINASTI DI KERAJAAN MATARĀM KUNA: Tinjauan Prasasti Kalasan
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Hariani Santiko, Dua Dinasti di Kerajaan Mataram Kuna 1 DUA DINASTI DI KERAJAAN MATARĀM KUNA: Tinjauan Prasasti Kalasan Hariani Santiko Departemen Arkeologi FIB UI Abstract. Who was the ruler at center of Java in 8th-10th centuries at Ancient Mataram Kingdom is still a debatable problem. There are two opinion groups. The one opinion states that there are two dynasties (Sanjaya dynasty and Syailendra dynasty), and the other opinion declares only one dynasty based on assumption Rakai Panagkaran, The son of King Sanjaya, changed his religion to Buddha Mahayana. Based on retranslation inscription of Kalasan, there were two kings on this inscription, namely Śri Mahārāja Dyah Pañcapanam Panamkarana and King Śailendravamsatilaka that was remain as “raja bawahan” (“lower king”) of Śri Mahārāja Dyah Pañcapanam Panamkarana who still had Siwa religion. Rakai Panangkaran was remain as King of Sanjaya Dynasty (Sanjayavamśa) and Śailendravamsatilaka was becoming a king in his “Growing Kingdom”. Key Words: Śańkara, anŗtagurubhayas, Dhātŗ, inscription of Kalasan, Śailendravamsatilaka. Penelitian arkeologi mengenai kerajaan Buddha, misalnya candi Kalasan, Sari, Matarām Hindu (Matarām Kuna) sangatlah Plaosan dan lain-lain. menarik, tidak saja mengenai tinggalan Penelitian mengenai tokoh-tokoh arkeologi berupa sarana ritual yang secara yang terkait dengan bangunan-bangunan suci umum disebut candi sangat berlimpah, tetapi tersebut telah banyak dilakukan dengan juga tentang tokoh-tokoh sejarah yang memakai data sumber tertulis khususnya bertanggung jawab akan kehadiran sarana prasasti, di antaranya Prasasti Tuk Mas, ritual keagamaan tersebut. Candi-candi dari Prasasti Canggal (654 Saka/732 Masehi), wilayah Jawa Tengah ini mempunyai gaya Prasasti Kalasan (700 Saka/778 Masehi), arsitektural yang sangat unik, yang memper- Prasasti Kelurak (704 Saka/782 Masehi) dan lihatkan kemahiran si seniman (śilpin) dalam sebagainya, serta berita-berita Cina. usahanya menuangkan pengalaman dengan Tuhannya ke dalam karya seni yang indah Kerajaan Matarām Kuna dan megah, sehingga orang-orang Belanda Nama kerajaan tertua yang disebut yang datang ke Jawa pada abad 18, sangat dalam sumber prasasti di wilayah Jawa mengagumi karya seni keagamaan tersebut. Tengah adalah kerajaan Matarām1) yang lebih Karya seni keagamaan itu mereka sebut dikenal sebagai kerajaan Matarām Kuna kesenian Klasik, karena mengingatkan untuk membedakan dengan kerajaan mereka pada kesenian Romawi dan Yunani Mataram Islam, dengan rajanya bernama yang dikenal sebagai “Classical Period”. Sanjaya. Prasasti tersebut adalah prasasti Di samping itu, candi-candi tersebut Canggal (654 Saka/732 Masehi), yang masih dikelompokkan berdasarkan gaya ditemukan di halaman percandian di atas arsitektural dan latar belakang keagamaan- gunung Wukir di Kecamatan Salam, nya. Kelompok candi-candi tipe utara, Magelang. Prasasti Canggal memakai huruf bersifat agama Siwa, misalnya candi Dieng, Pallawa, berbahasa Sansekerta, dan mem- Gedongsanga, Prambanan, dan candi-candi bicarakan raja Sanjaya yang beragama Siwa, tipe selatan yang berlatar belakang agama yang mendirikan sebuah linga di bukit Sthīranga. Selain Prasasti Canggal, nama 2 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketujuh, Nomor 2, Desember 2013 Sanjaya disebut di Prasasti Mantyasih yang Matarām Kuna, karena Rakai Panangkaran dikeluarkan oleh Rakai Watukura Dyah lengkapnya Rakai Panangkaran Dyah Balitung tahun 907 Masehi. Dalam Prasasti Śankhara Śri Sangramadhananjaya adalah Mantyasih terdapat daftar nama raja-raja anak Sanjaya yang berganti agama dari yang memerintah di Medang (rahyangta agama Siwa ke agama Buddha Mahayana. rumuhun ri mdang ri poh pitu). Dalam daftar Pendapat Boechari ini berdasarkan pem- tersebut, Rakai Matarām Sang Ratu Sanjaya bacaannya pada sebuah prasasti yang dipahat disebut pertama, yang kemudian diikuti oleh di atas batu dan dijadikan koleksi Bapak sederetan nama raja yang bergelar Śri Adam Malik. Prasasti berbahasa Sansekerta Mahārāja (Soemadio II, 1993:100 dst). ini bagian atas rusak sehingga tidak ada nama Rakai Matarām Sang Ratu Sanjaya prasasti atau pun angka tahunnya. Boechari dianggap sebagai pendiri dinasti Sanjaya memberi nama prasasti Śankhara, sesuai (Sanjayavamśa) yang berkuasa di kerajaan dengan nama anak raja pada prasasti tersebut, Matarām. Namun penelitian yang me- dan usia prasasti diperkirakan antara Prasasti rekonstruksi jalannya sejarah Matarām kuna, Canggal dan Prasasti Hampran (750 Masehi) telah menghasilkan nama Śailendravamśa di (Soemadio II, 1993:102-103). Prasasti samping Sanjayawamśa. Śailendrawamśa Śankhara pernah ditranskripsi dan di- ditemui dalam beberapa prasasti, antara lain terjemahkan oleh Boechari, tetapi belum dalam Prasasti Kalasan (700 Saka/778 diterbitkan.2) Masehi), Prasasti Kalurak (704 Saka/782 Secara garis besar Prasasti Śankhara Masehi), Prasasti Abhayagiriwihara dari membicarakan ayah Śankhara yang sangat bukit Ratu Baka (714 Saka/792 Masehi), patuh kepada gurunya, memberi “emas yang Prasasti Kayumwungan (824 Masehi), dan enam” kepada Śankhara dengan sebuah janji sebagainya. (?) yang harus dipenuhi. Kemudian ayah Berita prasasti sangatlah penting Śankhara jatuh sakit selama 8 hari kemudian untuk penelitian arkeologi, namun banyak- meninggal. Melihat keadaan itu, Śankhara nya jumlah prasasti tidak menjamin dapat menjadi takut pada “guru yang tidak benar” mengungkapkan data yang kita harapkan lalu meninggalkan agama Siwa dan memeluk untuk diketahui. Misalnya perihal kerajaan agama Buddha Mahayana. Matarām Kuna masih banyak masalah yang Menurut Boechari, ayah Śankhara belum terungkap: adalah raja Sanjaya, sedangkan Śankhara 1. Siapakan pendiri Sanjayavamśa dan sendiri adalah Rakai Panangkaran, ia me- siapakah pendiri Śailendrawamśa? mindahkan pusat kerajaannya ke timur. 2. Ada berapa wangsa-kah di wilayah Letak ibu kotanya yang baru, kemungkinan Jawa Tengah periode Matarām di sekitar Sragen, di sebelah timur Bengawan Kuna? Solo atau di daerah Purwodadi/Grobogan. 3. Benarkan raja kedua dalam daftar Setelah itu ia membangun beberapa candi Prasasti Mantyasih yaitu Śri Buddha, yaitu candi Kalasan, Sewu, Plaosan Mahārāja Panangkaran berganti Lor, dan sebagainya. Dari uraiannya tersebut agama, yang semula beragama Siwa Boechari telah mengidentifikasikan Panang- beralih memeluk agama Buddha karan dengan “Śailendrawanśatilaka” yang Mahayana? disebut dalam beberapa prasasti, bahkan Dalam makalah ini tidak akan menurut Boechari, apabila Panangkaran dibicarakan lagi pendapat-pendapat tersebut, identik dengan Śailendravamśatilaka, maka kecuali pendapat Boechari, yang me- seperti yang tertera dalam Prasasti Nalanda, ngemukakan hanya ada satu dinasti di ia berputera Samaragravira dan Balaputra- Hariani Santiko, Dua Dinasti di Kerajaan Mataram Kuna 3 dewa, raja Sriwijaya, adalah cucunya Perlu dikemukakan disini, pada baris (Soemadio II, 1993:109-110). selanjutnya (pada bait 3) terdapat kata Pendapat bahwa Rakai Panangkaran “anŗtagurubhayas”6) yang diartikan “takut berpindah agama, menurut Boechari tertera pada guru yang tidak benar” (Soemadio II, dalam Prasasti Śankhara, khususnya bait 3 1993:109), kemungkinan terkait dengan janji yang diawali dengan kalimat: Śankhara yang disebut pada awal-awal So ‘yam tyaktānyabhaktir jagadaśi- prasasti. Tidak jelas isi janjinya, kemung- vaharāc chamkarāc chamkarākhyah… kinan Śankhara berjanji kepada guru mem- Terjemahannya sebagai berikut: “Ia, yang buatkan bangunan suci untuk Dhātŗ dengan bernama Śankhara, setelah meninggalkan “emas yang enam” itu sebagai biayanya, kebaktian kepada (dewa) yang lain, dari dengan harapan agar ayahnya sembuh? Śankhara yang melenyapkan ketidak- Tetapi ketika ayahnya meninggal, Śankhara tenteraman di dunia”3). menyalahkan gurunya, yang disebut Pada dasarnya penulis setuju dengan anŗtaguru-. Namun kemudian, karena takut terjemahan tersebut di atas, hanya ada sedikit pada gurunya, ia dengan kemauannya sendiri perbedaan, sebagai berikut: (svātmabuddhes) memenuhi janjinya dengan “Ia yang bernama Śankhara, yang membuat prāsāda tersebut. kebaktiannya ke yang lain telah Untuk memperkuat pendapat bahwa ditinggalkan, daripada Śankhara, Panangkaran bukan raja dari dinasti Siwa yang menguasai dunia….”4) Śailendra dan tidak beragama Buddha, akan Dari terjemahan tersebut, penulis meragukan penulis sampaikan terjemahan Prasasti bahwa Śankhara berpindah agama, apalagi ke Kalasan, prasasti berbahasa Sansekerta, agama Buddha Mahayana. Pendapat ini memakai huruf Pra-Nagari dari tahun 700 diperkuat oleh syair pada bait 4, dikatakan Saka/778 Masehi, sebagai berikut:7) setelah ia mendirikan prasāda untuk Dhātŗ, Namo bhagavatyai āryātārāyai ia membicarakan moksa yang merupakan 1. yā tārayatyamitaduhkhabhavādbhi kebahagiaan tertinggi. Moksa diperoleh oleh magnam lokam vilokya vidhivattrividhair para vratin (pertapa) yang suci melalui upayaih Sā 8) vah surendranaralokavi pengetahuan (jñāna), yang diperoleh dari bhūtisāram tārā diśatvabhimatam puteri Dhātŗ (Saraswati ?). (śreyo moksān na jagadekatārā param adhikam kathyate jñānavidbhir, 2. āvarjya 9) mahārājam dyāh pañcapanam moksās so’pi vratibhir anaghair labhyate panamkaranām Śailendra rājagurubhis jñānahetoh , tac ca jñānam vratibhir amalam tārābhavanam hi kāritam śrīmat labhyate yat prasādād, dhatuh putrī janaya 3. gurvājñayā kŗtajñais 10) tārādevī kŗtāpi tu(s)tarām vanditā (n)ah kavitvam). tad bhavanam vinayamahāyānavidām Konsep moksa tidak dipakai dalam bhavanam cāpyāryabhiksūnām agama Buddha. Demikian pula pada bait 4. pangkuratavānatīripanāmabhir penutup selain Bhiksu dan Sanggha, disebut ādeśaśastribhīrājñah Tārābhavanam