Kronologis Proses Pemilihan Surat Kabar Nasional

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kronologis Proses Pemilihan Surat Kabar Nasional KRONOLOGIS PROSES PEMILIHAN SURAT KABAR NASIONAL A. Dasar Hukum : Pasal 4 A ayat (3) Perpres No. 8 Tahun 2006 Tentang Perubahan Keempat Atas Keppres No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman PelaksanaanPengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahwa : “Meneg. PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur melaksanakan pemilihan surat kabar yang beroplah besar dan memiliki peredaran luas yang dikeluarkan oleh Menkominfo.” B. Tujuan Pemilihan Surat Kabar Nasional Untuk memilih satu surat kabar nasional sebagai tempat untuk mengumumkan pelelangan umum dan terbatas untuk pengadaan barang, jasa pemborongan dan jasa lainnya yang nilainya di atas Rp. 1 milyar dan seleksi umum dan seleksi terbatas untuk pengadaan jasa konsultansi yang nilainya di atas Rp. 200 juta. Tujuan dilakukan penetapan satu surat kabar nasional tersebut untuk menjamin transparansi (dengan penentuan satu koran, kepastian mendapatkan informasi dapat dijamin) dan persaingan yang sehat dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dapat lebih didorong. C. Kronologis Proses Pemilihan Surat Kabar Nasional : 1. Berdasarkan Surat Menteri Komunikasi dan Informatika No. 164/M/KOMINFO/04/2006 tanggal 19 April 2006 menetapkan daftar surat kabar nasional dan provinsi berdasarkan kriteria yang terkait dengan tiras, readership, dan distribusi readership dari sumber data (Daftar Penerbit Anggota SPS, Media Directory Pers Indonesia 2006, Hasil Survey Nielsen Media Research dan Indonesia Media Guide 2005) yaitu : Kompas, Media Indonesia, Republika, Koran Tempo, Suara Pembaruan, dan Bisnis Indonesia). Daftar tersebut bersifat non ekslusif. 2. Sebelum dilakukan pengumuman dilakukan pertemuan pendahuluan pada tanggal 25 April 2006, antara Bappenas, (dipimpin Menteri PPN/Kepala Bappenas) dan Depkominfo, dengan wakil-wakil dari SPS, serta mengundanng 6 pimpinan surat kabar harian sesuai daftar dari Depkominfo, dan dihadiri Kompas, Media Indonesia, Suara Pembaharuan, Bisnis Indonesia, untuk membahas mekanisme pemilihan surat kabar nasional. 3. Panitia Pemilihan Surat Kabara Nasional terdiri dari unsur-unsur: Departemen Kominfo, Departemen Keuangan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Ngeri, Bappenas; 4. Panitia Pemilihan Surat Kabara Nasional mengumumkan pemilihan surat kabar nasional pada tanggal 2 Mei 2006 di 3 (tiga) Surat Kabar Harian Ibukota yaitu : Republika, Media Indonesia, dan Suara Pembaruan. 5. Disamping itu Panitia Pemilihan Surat Kabar Nasional, juga telah memberitahukan secara tertulis melalui Surat Sesmeneg PPN/Sestama Bappenas No. 2705/Ses/05/2006 Tanggal 3 Mei 2006 kepada 15 (lima belas) Pimpinan Umum Surat Kabar yaitu Pimpinan Umum Surat Kabar : Kompas, Koran tempo, Suara Pembaruan, Repbulika, Bisnis Indonesia, Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Indo Pos, Seputar Indonesia, Suara Karya, Sinar Harapan, Jawa Pos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dan Pikiran Rakyat. 6. Pendaftaran peserta untuk mengikuti proses pemilihan surat kabar dimulai pada tanggal 2 Mei 2006 dan peserta yang mendaftakan ada 16 (enam belas) peserta yaitu : Jawa Pos, Rakyat Merdeka, Suara Merdeka, Republika, Sinar Harapan, Bisnis Indonesia, Investor Daily, Koran Tempo, Suara Bangsa Indonesia, Suara Pembaruan, Sentana, Seputar Indonesia (Sindo), Suara Daerah Nusantara, Harian Ekonomi Neraca, dan Harian Indonesia. 7. Rapat penjelasan dokumen (aanwijzing) pemilihan surat kabar yang pertama dilakukan pada tanggal 10 Mei 2006, dan rapat penjelasan tersebut dihadiri oleh: Suara Daerah Nusantara, Suara Bangsa Indonesia, Sentana, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Busines Indonesia, Neraca, Suara Merdeka, Republika, Rakyat Merdeka, Koran tempo, Investor Daily, Harian Indonesia, Jawa Pos Group, dan Suara Pembaharuan. Hasil rapat penjelasan dokumen pemilihan surat kabar, adalah sebagai berikut: a. Semua peserta berpendapat bahwa persyaratan yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan surat kabar terlalu berat, tidak realistis dan perlu diubah. b. Semua peserta dan panitia sepakat untuk melakukan perubahan dan penyempurnaan dokumen pemilihan surat kabar nasional. c. Semua peserta dan panitia sepakat untuk membuat pertemuan untuk membahas penyempurnaan dokumen pemilihan surat kabar nasional. d. Semua peserta sepakat untuk menunjuk wakil dalam pembahasan perubahan dokumen, wakil-wakil yang ditunjuk adalah Jawa Pos, sebagai wakil harian umum, dan Bisnis Indonesia sebagai wakil harian ekonomi/busines. e. Disepakati juga dalam rapat tersebut mengundang wakil dari SPS dan wakil dari Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. 8. Tanggal 11 Mei 2006 dilakukan Rapat Pembahasan Penyempurnaan Dokumen Pemilihan Surat Kabar Nasional antara Panitia Pemilihan Surat Kabar nasional, dengan wakil dari peserta Jawa Pos, Bisnis Indonesia, wakil SPS, dan wakil Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. 9. Dari dokumen yang sudah disempurnakan, Panitia menyelenggarakan Penjelasan Ulang (aanwijzing ulang) Pada tanggal 15 Mei 2006, dihadiri oleh Jawa Pos, Rakyat Merdeka, Suara Pembaharuan, Busines Indonesia, Neraca, Seputar Indonesia, Media Indonesia, Suara Daerah Nusantara, Sentana, Suara Merdeka, Republika, Koran Tempo, Investor Daily dan Suara Bangsa Indonesia. 10. Batas akhir masa pemasukan dokumen penawaran di tetapkan pada Hari Rabu tanggal 22 Mei 2006 Jam 12.00 WIB; 11. Sampai dengan batas akhir pemasukan penawaran pada hari Rabu tanggal 22 Mei 2006 Jam 12.00 WIB, jumlah peserta yang memasukkan dokumen penawaran sebanyak 6 (enam) peserta, yaitu : Harian Neraca, Media Indonesia, Konsorsium Rakyat Merdeka, Suara Bangsa Indonesia, Seputar Indonesia, dan Bisnis Indonesia. 12. Pada hari itu juga (Rabu tanggal 22 Mei 2006 jam 13.00) dilakukan rapat pembukaan penawaran yang dihadiri oleh Konsorsium Rakyat Merdeka, Seputar Indonesia, Suara Pembaharuan, Neraca, Sinar Harapan, Media Indonesia, Busines Indonesia, dan Suara Bangsa Indonesia, dan Lampung Post, dan selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk oleh Panitia.Pemilihan Surat Kabar Nasional. 13. Hasil evaluasi penawaran yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Surat Kabar Nasional, menghasilkan penilaian sebagai berikut : a. Harian Neraca tidak memenuhi persyaratan administrasi karena pakta integritas tidak ditandatangani, sedangkan penawaran harganya Rp 25.740/mmk; b. Konsorsium Rakyat Merdeka, tidak memenuhi persyaratan administrasi karena surat penawaran tidak bermeterai dan tidak ada masa berlakunya, serta tidak ada pakta integritas, sedangkan penawaran harganya Rp 32.500/mmk; c. Suara Bangsa Indonesia dinyatakan tidak memenuhi persyaratan administrasi, pakta integritas tidak ditandatangani, sedang penawaran harganya Rp 6.000/mmk d. Pemenang Peringkat I adalah : Surat Kabar Harian Media Indonesia (PT. Citra Media Nusa Purnama) dengan total nilai teknis dan harga sebesar 100 (seratus), dengan harga penawaran Rp. 5.488/mmk. e. Pemenang Peringkat II adalah : Surat Kabar Harian Bisnis Indonesia (PT. Jurnalindo Aksar Grafika) dengan total nilai teknis dan harga sebesar 75.7 (tujuh puluh lima tujuh persepuluh), dengan harga penawaran Rp. 16.500/mmk. f. Pemenang Peringkat III adalah : Surat Kabar Harian Seputar Indonesia (PT. Media Nusantara Informasi) dengan total nilai teknis dan harga sebesar 37.8 (tiga puluh tujuh delapan persepuluh), dengan harga penawaran antara Rp. 50.040/mmk sampai dengan Rp. 150.000/mmk. 14. Pengumuman hasil pemilihan surat kabar nasional akan diumumkan pada tanggal 29 Mei 2006 di papan pengumuman resmi di Bappenas, di website www.bappenas.go.id dan www.pengadaannasional-bappenas.go.id serta diberitahukan secara tertulis kepada semua peserta yang memasukkan penawaran. 15. Bagi perserta yang tidak puas atas hasil pemilihan tersebut diberi kesempatan melakukan sanggahan sampai dengan tanggal 5 Juni 2006 yang ditujukan kepada Meneg. PPN/Kepala Bappenas. 16. Surat Penunjukan Surat Kabar Nasional dikeluarkan pada tanggal 6 Juni 2006 dengan Keputusan Meneg. PPN/Kepala Bappenas dan akan diedarkan ke Instansi Pemerintah dan diumumkan secara luas di surat kabar. 17. Surat Penetapan Surat Kabar Nasional dikeluarkan pada tanggal 6 Juni 2006 dengan Keputusan Meneg. PPN/Kepala Bappenas No. 250/M.PPN/06/2006 telah diedarkan keseluruh Sekjen, Sestama, Sekda seluruh instansi pemerintah dengan surat dan faximile, disamping juga diumumkan secara luas di surat kabar Republika, Media Indonesia, Jawa Pos dan Media Elektronik (Metro TV). .
Recommended publications
  • Bab Iii Profile Surat Kabar Harian Lampung Post
    27 BAB III PROFILE SURAT KABAR HARIAN LAMPUNG POST A. Sejarah Umum Lampung Post Lampung Post berdiri sejak tanggal 17 Juli 1974 dan terbit perdana tanggal 10 Agustus 1974 di bawah manajemen PT Masa Kini Mandiri. Berdasarkan keputusan menteri penerangan republik Indonesia No. 0148/SK/DIRJEN/PG/SIT/1974 pada tanggal 17 Juli 1974. Kemudian untukmemperoleh izin usaha pemerbit pers (SIUPP) sesuai dengan undang-undang no.21 tahun 1928, yang menyebutkan bahwa penerbit pers yang berbentuk badanhukum, maka yayasan masa kini dihadapan notaris Imron Maruf, S.H. dirubahbentuknya menjadi PT. Masa Kini Mandiri, dengan akta no. 144 tanggal 28september 1985. Pada tanggal 15 April 1986, berdasarkan surat keputusan menteripenerangan Republik Indonesia no. 150/SK/MENPEN/SIUPP/A7/1986 PT. Masa Kini Mandiri baru mendapatkan SIUPP. Surat izin usaha penerbitan pers tersebutmerupakan landasan hukum bagi PT. Masa Kini Mandiri sebagai penerbit SuratKabar Harian Umun Lampung Post.1 Lampung Post pertama terbit dalam bentuk tabloid dengan 4 halaman. Sejakbergabung Media Group, Lampung Post berkembang sampai 20 halaman. Pendirian Surat Kabar Harian Lampung Post diawali dengan adanya himbauan dari materi penerangan ( Menpen ) Mashuri pada tahun 1974. 1 Dokumentasi Pra Survei, Lampung Post, 01 November 2015 28 Surat Kabar Harian Umum Lampung Post sebagai koran pertama dantepercaya di Lampung yang pada tanggal 09 Agustus 2015 kemarin genap berusia 41 tahun, telah menunjukan tingkat kematangan dan mampu melahirkan produk informasi yang jujur, berkualitas dan di butuhkan sebagai media dengan reputasi tertinggi dan tetap menjadi tumpuan pemuasan informasi, walaupun kini telah hadir beberapa surat kabar sejenis yang hadir di daerah Lampung tapi Surat Kabar Harian Umum Lampung Post tetap memberikan sajian yang bermutu kepada pembaca, tapi perlu diketahui dengan hadirnya surat kabar yang hadir di daerah Lampung otomatis ini akan memepengaruhi tingkat pendapatan jumlah penjualan surat kabar begitu juga dengan pendapatan jumlah pemasangan iklan.
    [Show full text]
  • Tantangan Dari Dalam : Otonomi Redaksi Di 4 Media Cetak Nasional ; Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika
    Tantangan dari Dalam Otonomi Redaksi di 4 Media Cetak Nasional: Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika Penulis : Anett Keller Jakarta, 2009 i Tantangan dari Dalam TANTANGAN DARI DALAM Otonomi Redaksi di 4 Media Cetak Nasional: Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika Diterbitkan Oleh: Friedrich Ebert Stiftung (FES) Indonesia Office ISBN: xxx Penulis: Anett Keller Design Cover : Arganta Arter Dicetak oleh : CV Dunia Printing Selaras (d’print comm) Edisi Pertama, Agustus 2009 Dilarang memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari FES Indonesia Office ii Daftar Isi Daftar Isi ........................................................................... iii Kata Pengantar Penulis .................................................... vi Kata Pengantar Direktur Perwakilan Friedrich Ebert Stiftung Indonesia ................................................................ xiii Kata Pengantar Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers xvii & Pembangunan ................................................................ Tentang Penulis .................................................................... xxiii Tentang Friedrich Ebert Stiftung (FES) ............................ xxiv Abstraksi ........................................................................... xxv Satu Pendahuluan 1. Pendahuluan ……………………………………..... 1 Dua Latar Belakang Teori 2. Latar Belakang Teori .............................................. 5 2.1. Pasar versus Kewajiban Umum .............. 5 2.2. Tekanan
    [Show full text]
  • Pseudo Nationalism of the Commercial Companies on The
    Advances in Historical Studies, 2014, 3, 155-169 Published Online June 2014 in SciRes. http://www.scirp.org/journal/ahs http://dx.doi.org/10.4236/ahs.2014.33014 Pseudo Nationalism of the Commercial Companies on the Commemoration of Indonesian National Holidays through Non-Commercial Advertising in Print Media in the Years of 1980 to 2008* Zeffry Alkatiri Department of History, Faculty of Humanities, University of Indonesia, Depok, Indonesia Email: [email protected] Received 11 April 2014; revised 19 May 2014; accepted 1 June 2014 Copyright © 2014 by author and Scientific Research Publishing Inc. This work is licensed under the Creative Commons Attribution International License (CC BY). http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/ Abstract This study examines the advertising messages of various commercial enterprises that utilize the Indonesian Independence Day by participating in the event through non-commercial advertise- ments in print media from 1980-2008. The matter in this study is related to the issue of Indone- sian nationalism, which since its formation until the Reformation era continues to encounter various obstacles. The questions that arise in this study are what kinds of nationalism-themed advertisements were produced and the reason behind their production, and by what companies, as well as on what basis were the ads produced? This research uses discourse analysis method from the perspective of history in order to see the relation between the advertisers and the media owner. This research examines data from various advertisements taken from a number of media from 1980 to 2008. The hypothesis of this research is that companies exploit the situation and condition of the National Independence Day, as well as to promote their interests.
    [Show full text]
  • Olygopoli, Kepemilikan Media Dan Kebijakan Negara
    OLYGOPOLI, KEPEMILIKAN MEDIA DAN KEBIJAKAN NEGARA Oleh: Arsam Dosen Tetap STAIN Purwokerto Abstrak Salah satu dari ciri ciri persaingan pasar oligopoly adalah hanya ada beberapa pengusaha yang membuat barang atau jasa yang pada dasarnya hampir sama, kemudian para pengusaha yang hanya sedikit itu sangat tergantung antara satu dengan yang lain jika yang satu terlalu maju, yang lain akan tergeser. Inilah yang terjadi di Indonesia dimana media massa hanya dikuasai oleh empat kelompok besar yaitui PT. Bimantara Citra Tbk, Kompas Gramedia Group, Media Group dan Jawa Pos Group, sehingga pemerintah Indonesia mengambil keputusan dengan membuat peraturan berkaitan dengan kepemilikan media, yakni pemerintah membatasi kepemilikan media serta membatasi kepemilikannya terhadap media massa, agar media tidak dikuasai oleh segelintir orang saja. Sejak era Reformasi meluncur di Indonesia, media bermunculan secara amat tinggi. Namun demikian, media massa tetap dikuasai oleh segelintir orang saja seperti PT. Bimantara Citra Tbk, Kompas Gramedia Group, Media Group dan Jawa Pos Group. Kata Kunci : Kepemilikan, Oligopoly, dan Negara A. Pendahuluan. Kepemilikan media massa di Indonesia cendrung kerah pada praktik oligopoly dan monopoli. Salah satu indikasi bahwa praktik oligopoly dan monopoli terhadap media massa di Indonesia dapat dilihat dari kepemilikan media yang hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki banyak modal dan dikuasai oleh segelintir orang, serta mereka yang memiliki media lebih dari satu atau dua keatas. AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 149 Arsam Indikasi lainnya adalah bahwa dengan munculnya satu surat kabar yang kuat di suatu kota, kemudian surat kabar tersebut menerbitkan lagi surat kabar-surat kabar lainnya dikota yang sama, baik harian maupun mingguan. Kasus seperti ini terjadi misalnya di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung pandang.
    [Show full text]
  • The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance
    Policy Studies 23 The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance Marcus Mietzner East-West Center Washington East-West Center The East-West Center is an internationally recognized education and research organization established by the U.S. Congress in 1960 to strengthen understanding and relations between the United States and the countries of the Asia Pacific. Through its programs of cooperative study, training, seminars, and research, the Center works to promote a stable, peaceful, and prosperous Asia Pacific community in which the United States is a leading and valued partner. Funding for the Center comes from the U.S. government, private foundations, individuals, cor- porations, and a number of Asia Pacific governments. East-West Center Washington Established on September 1, 2001, the primary function of the East- West Center Washington is to further the East-West Center mission and the institutional objective of building a peaceful and prosperous Asia Pacific community through substantive programming activities focused on the theme of conflict reduction, political change in the direction of open, accountable, and participatory politics, and American understanding of and engagement in Asia Pacific affairs. The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance Policy Studies 23 ___________ The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance _____________________ Marcus Mietzner Copyright © 2006 by the East-West Center Washington The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance by Marcus Mietzner ISBN 978-1-932728-45-3 (online version) ISSN 1547-1330 (online version) Online at: www.eastwestcenterwashington.org/publications East-West Center Washington 1819 L Street, NW, Suite 200 Washington, D.C.
    [Show full text]
  • Bibliography
    Bibliography Abidin, Djamalul 2003 ‘LSF, waspadai musang berbulu ayam’, Republika, 26 January. Abu-Lughod, Lila 1993 ‘Finding a place for Islam; Egyptian television serials and the national interest’, Public Culture 5:493-513. 2002 ‘Egyptian melodrama: Technology of the modern subject?’, in: Faye D. Ginsberg, Lila Abu-Lughod and Brian Larkin (eds), Media worlds; Anthropology on new terrain, pp. 115-33. Berkeley, CA: University of California Press. Adityawarman, Enison Sinaro 2007 ‘Pernyataan sikap dan pendapat KFT-Asosiasi Sineas Indonesia (KFT-ASI) terhadap kondisi perfilman Indo- nesia masa kini’, Masyarakat Film Indonesia. http:// masyarakatfilmindonesia.wordpress.com/2007/01/ (accessed 19-12-2011). Adityo 1996 ‘Program Perfiki tinggal kenangan’, Suara Karya, 1 Sep- tember. 1997 ‘Persaingan layar tancap makin tak sehat’, Suara Karya, 7 September. Adjidarma, Seno Gumira 2000 Layar kata; Menengok 20 skenario Indonesia pemenang Citra fes- tival film Indonesia 1973-1992. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Agustin, Ucu 2002 ‘Sihir Jelangkung’, Pantau II-22:8-9. Ali, Muhamad 2006 ‘Power struggle being waged over public morality’, The Jakarta Post, 1 April. Anderson, Benedict 1983 Imagined communities; Reflections on the origin and spread of nationalism. London: Verso. © Katinka van Heeren, 2012 | DOI 10.1163/9789004253476_011 This is an open access chapter distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-Noncommercial-NonDerivative 3.0 Unported (CC-BY-NC-ND 3.0) License. Katinka van Heeren - 9789004253476 Downloaded from Brill.com09/30/2021 03:40:01AM via free access | Bibliography 1990 ‘Old state, new society; Indonesia’s New Order in com- parative historical perspective’, in: Benedict R.O’G. Anderson, Language and power; Exploring political cultures in Indonesia, 94-120.
    [Show full text]
  • 6 Intersecting Spheres of Legality and Illegality | Considered Legitimate by Border Communities Back in Control of Their Traditional Forests
    6 Intersecting spheres of legality and illegality For those living in the borderland, it is a zone unto itself, neither wholly subject to the laws of states nor completely independent of them. Their autonomous practices make border residents and their cross-border cul- tures a zone of suspicion and surveillance; the visibility of the military and border forces an index of official anxiety (Abraham 2006:4). Borderland lawlessness, or the ‘twilight zone’ between state law and au- thority, often provides fertile ground for activities deemed illicit by one or both states – smuggling, for example. Donnan and Wilson (1999) note how borders can be both ‘used’ (by trade) and ‘abused’ (by smuggling) concur with Van Schendel’s claim that ‘[t]he very existence of smuggling undermines the image of the state as a unitary organization enforcing law and order within clearly defined territory’ (1993:189). This is espe- cially true along the remote, rugged and porous borders of Southeast Asia where the smuggling of cross-border contraband has a deep-rooted history (Tagliacozzo 2001, 2002, 2005). As noted in Chapters 3, 4 and 5, illegal trade or smuggling (semukil) of various contraband items back and forth across the West Kalimantan- Sarawak border has been a continuous concern of Dutch and Indonesian central governments ever since the establishment of the border. Drawn by the peculiar economic and social geography, several scholars men- tion how borderlands often attract opportunistic entrepreneurs. They also mention how such border zones may promote the growth of local leadership built on illegal activities and maintained through patronage, violence and collusion.1 Alfred McCoy asserts that the presence of such local leadership at the edges of Southeast Asian states is a significant 1 Gallant 1999; McCoy 1999; Van Schendel 2005; Sturgeon 2005; Walker 1999.
    [Show full text]
  • Hak Cipta Dan Penggunaan Kembali: Lisensi Ini Mengizinkan Setiap Orang Untuk Menggubah, Memperbaiki, Dan Membuat Ciptaan Turunan
    Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms. Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Profil Perusahaan Berikut ini adalah sejarah, visi, misi, logo, motto, profil pembaca, dan struktur redaksi yang penulis ambil dari company profile milik Suara Pembaruan yang penulis dapatkan dari divisi Human Resource Development perusahaan. 2.1.1 Sejarah Suara Pembaruan Sejarah Suara Pembaruan tidak lepas dengan Sinar Harapan. Suara Pembaruan merupakan media yang berdiri pada 4 Februari 1987. Suara Pembaruan didirikan karena adanya pembredelan terhadap koran sore harian Sinar Harapan. Saat itu Sinar Harapan yang terbit pada sore hari banyak berisi yang bersikap kritis terhadap pemerintahan. Sinar Harapan memiliki kebijakan redaksi untuk netral, kritis, dan jujur. Akibatnya Sinar Harapan mendapat hukuman dari pemerintah yaitu tiga kali mendapat surat penutupan atau tidak boleh terbit. Pada 9 Oktober 1986 pihak menteri penerangan mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Sinar Harapan sebab dilihat berlawanan dengan aturan pemerintah di bidang penertiban (Rahzen, 2007: 276 ). Ada pergantian nama penerbit dari PT Sinar Kasih menjadi PT Media Interaksi Utama. SP berdiri sesuai SK Menpen RI Nomor 224/SK/MENPEN/A.7/1987 dengan alamat redaksi di Jalan Dewi Sartika Nomor 136 D Jakarta 13630.
    [Show full text]
  • Analisis Isi Tajuk Rencana Media Massa Cetak Harian Kompas Tentang Masalah-Masalah Aktual Pendidikan
    e-Journal Edutech Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Teknologi Pendidikan (Vol: 5 No: 2 Tahun 2016) ANALISIS ISI TAJUK RENCANA MEDIA MASSA CETAK HARIAN KOMPAS TENTANG MASALAH-MASALAH AKTUAL PENDIDIKAN Ahmad Faisol Mansur1, I Wayan Romi Sudhita2, I Komang Sudarma3 1,2,3 Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {[email protected], [email protected], [email protected]} ABSTRAK Media Massa sebagai salah satu sumber belajar masyarakat seharusnya dapat menyajikan informasi aktual dalam dunia pendidikan, akan tetapi kenyataannya sebagian media massa di Indonesia masih rendah perhatiannya dalam menyikapi masalah pendidikan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tingkat perhatian media massa cetak harian Kompas terhadap permasalahan aktual pendidikan, (2) mengetahui struktur penulisan tajuk rencana media massa cetak harian Kompas dalam memaparkan masalah-masalah aktual pendidikan, (3) mengetahui jenis permasalahan aktual pendidikan yang menjadi perhatian media massa cetak harian Kompas. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh tajuk rencana harian Kompas. Sampel penelitian ini menggunakan teknik quota sampling yang berupa tajuk rencana yang terbit dalam rentangan Februari hingga April 2016. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah (1) tingkat perhatian media massa cetak harian Kompas
    [Show full text]
  • Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia Dalam Penulisan Editorial
    KEBIJAKAN REDAKSIONAL SURAT KABAR MEDIA INDONESIA DALAM PENULISAN EDITORIAL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh : Nurhasanah NIM : 107051102535 KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 14 Februari 2011 Nurhasanah KEBIJAKAN REDAKSIONAL SURAT KABAR MEDIA INDONESIA DALAM PENULISAN EDITORIAL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh : Nurhasanah NIM : 107051102535 Pembimbing, Drs. Jumroni, M.Si NIP : 19630515 199203 1 006 KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M ABSTRAK Nurhasanah Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia dalam Penulisan Editorial Kebijakan redaksi merupakan dasar pertimbangan yang menjadi acuan sikap media terhadap suatu peristiwa. Di mana kebijakan tersebut biasanya tertuang dalam bentuk editorial atau tajuk rencana. Isi dari editorial dapat mencerminkan visi misi serta ideologi dari media bersangkutan. Editorial Media Indonesia, tentunya memiliki kebijakan redaksi tersendiri, yang menjadi pembeda antara rubrik lain pada media tersebut, ataupun rubrik sejenis pada media lain.
    [Show full text]
  • Bab I Pendahuluan
    1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetisi bisnis media cetak khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (untuk seterusnya cukup ditulis DIY) terbilang cukup ketat. Hal itu menyebabkan kolapsnya sejumlah perusahaan media cetak sehingga tidak terbit lagi. Namun pada sisi lain hal itu memunculkan surat kabar baru yang hadir di tengah masyarakat. Sewaktu peneliti masih dalam tahap penggalian data penelitian tesis ini, surat kabar Jogjakarta Post—yang berafiliasi dengan Jateng Pos, yang dulunya merupakan “reinkarnasi” dari koran kuning (yellow newspaper) Meteor milik Jawa Pos Group; pada akhir tahun 2013 sudah tidak terbit lagi di DIY. Hanya tinggal Jateng Pos-Meteor saja yang sampai kini tetap terbit hanya di kawasan Jawa Tengah saja. Sebelumnya nasib serupa (gulung tikar) juga menimpa Harian Pagi Jogja Raya milik Jawa Pos Group yang berkantor di DIY pada tahun 2011. Selain itu KR Bisnis milik KR Group yang sebelumnya bernama Koran Merapi mulai tidak terbit pada 2 Januari 2010. Pihak manajemen KR Group lebih memilih menerbitkan kembali Koran Merapi edisi terbaru bernama Koran Merapi Pembaruan. Perusahaan surat kabar lain yang kolaps di DIY yaitu Malioboro Ekspress (surat kabar 2 mingguan) yang pernah dipimpin oleh Sutirman Eka Ardhana1 sudah tidak terbit lagi pada tahun 2010. Sampai pertengahan Januari 2014, tercatat ada tujuh perusahaan surat kabar harian dan mingguan yang berkantor di DIY. Berbagai surat kabar harian dan mingguan tersebut adalah Kedaulatan Rakyat, Radar Jogja, Bernas Jogja, Koran Merapi Pembaruan, Harian Jogja, Harian Pagi Tribun Jogja, dan Minggu Pagi. Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan, di samping terdapat sebaran koran lokal, DIY juga menjadi ekspansi dari surat kabar lokal dan nasional dari luar daerah.
    [Show full text]
  • Inaugural Indonesia-Australia Dialogue 4-6 October 2011
    Australian Institute of International Affairs Inaugural Indonesia-Australia Dialogue 4-6 October 2011 Jointly organised by Australian Institute of International Affairs and the Centre for Strategic and International Studies Supported by Department of Foreign Affairs and Trade, Australia and the Ministry of Foreign Affairs, Indonesia Australian Institute of International Affairs Outcomes Report The inaugural Indonesia-Australia Dialogue was held in Jakarta from 4-6 October 2011. The Indonesia-Australia Dialogue initiative was jointly announced by leaders during the March 2010 visit to Australia by Indonesian President Yudhoyono as a bilateral second track dialogue to enhance people-to-people links between the two countries. The inaugural Indonesia-Australia Dialogue was co- convened by Mr John McCarthy, AIIA National President and former Ambassador to Indonesia, and Dr Rizal Sukma, Executive Director of the Centre for Strategic and International Studies. The AIIA was selected by the Department of Foreign Affairs and Trade to act as secretariat for the Dialogue. Highlights of the Dialogue included: Participation by an impressive Australian delegation including politicians, senior academic and media experts as well as leaders in business, science and civil society. Two days of Dialogue held in an atmosphere of open exchange with sharing of expertise and insights at a high level among leading Indonesian and Australian figures. Messages from Prime Minister Gillard and Minister for Foreign Affairs Rudd officially opening the Dialogue. Opening attended by Australian Ambassador to Indonesia HE Mr Greg Moriarty and Director General of Asia Pacific and African Affairs HE Mr Hamzah Thayeb. Meeting with Indonesia’s Foreign Minister, Marty Natalegawa at Gedung Pancasila, Ministry of Foreign Affairs.
    [Show full text]