PURA MEKAH DI BANJAR ANYAR DESA POH GADING, UBUNG KAJA, KOTA DENPASAR (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi)

I Nyoman Djuana Universitas Warmadewa Denpasar e-mail: [email protected]

Ni Made Surawati Universitas Hindu Denpasar e-mail: [email protected]

Abstract

This article discusses the existence of Pura Mekah in Banjar Binoh Ubung Kaje by using structural analysis, history and function. The existence of Pura Mekah in Banjar Binoh is interesting to be studied because if seen from its name as related to holy place of Moslem. Historically this temple is associated with the coming of Majapahit to . Based on oral discourse it is stated that in Ubung (formerly a village with Peguyangan) ever came two messengers of Majapahit which touted as Dalem Mekah. These two messengers lived with a restricted setra Dalem Poh Gading, one living in the north of Setra (Pura Mecca Banjar Anyar) and the other living in the south. The structure of Pura Mekah is different from the general structure of the temple in Bali that is using the concept of Tri Mandala, while in Pura Mekah only Dwi Mandala. Functionally, the temple is functioning religiously and socially.

Keywords: Pura Mekah, History, Structure and Function

Abstrak

Artikel ini membahas tentang keberadaan Pura Mekah di Banjar Binoh Ubung Kaje dengan menggunakan analisis struktur, sejarah dan fungsi. Keberadaan Pura Mekah di Banjar Binoh memang menarik dikaji karena jika dilihat dari namanya seperti berhubungan dengan tempat suci umat Islam. Secara historis Pura ini berhubungan dengan datangnya Majapahit ke Bali. Berdasarkan wacana lisan dinyatakan bahwa di Ubung (yang dulunya satu desa dengan Peguyangan) pernah datang dua utusan Majapahit yang disebut-sebut sebagai Dalem Mekah. Dua utusan ini tinggal dengan dibatasi setra Dalem Poh Gading, yang satu tinggal di sebalah utara setra (Pura Mekah Banjar Anyar) dan satunya lagi tinggal

WIDYA WRETTA 10 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 di sebelah selatan. Struktur Pura Mekah berbeda dengan struktur umum pura di Bali yakni menggunakan konsep Tri Mandala, sementara di Pura Mekah hanya Dwi Mandala. Secara fungsional, pura ini berfungsi secara religius dan sosial.

Kata Kunci: Pura Mekah, Sejarah, Struktur dan Fungsi

1.1 Pendahuluan Dalem, (2) Pada setiap rumah pekarangan Pura adalah wilayah yang diyakini harus didirikan bangunan suci yang disebut sebagai tempat sakral yaitu Hyang Widhi Sanggah atau Merajan” (Soebandi,1981:47). dengan segala manifestasi-Nya Berawal dari pesamuan itulah istilah menganugrahkan kebahagiaan. Pura yang Kahyangan Tiga dilaksanakan sepenuhya di merupakan bangunan suci Hindu tersebar Bali yang meliputi Pura Desa, Pura Puseh sampai ke pelosok-pelosok dan hampir di dan Pura Dalem. Ini sebagai simbol dari setiap tempat yang menjadi hunian tiga lingkaran hidup manusia yaitu lahir, masyarakat Hindu. Pada umumnya struktur hidup dan mati. Pura Desa simbol dari wilayah pura dibagi menjadi tiga bagian penciptaan hidup, Pura Puseh simbol dari yang disebut Tri Mandala yaitu: utama pemeliharaan hidup, dan Pura Dalem mandala, madya mandala, nista mandala, sebagai simbol dari penguasaan maut. dan pura/palinggih tempat berstananya Semenjak itu seluruh desa adat di Bali Hyang Widhi dengan segala manifestasi- memiliki Pura Kahyangan Tiga (Putra,1999: Nya adanya pada utama mandala. 103). Dari wilayah suci inilah tatanan sosial Berdasarkan karakteristiknya ribuan Hindu di Bali dimulai. Jadi tatanan sosial Pura yang terdapat di Pulau Bali yang muncul dari wilayah sakral ini menjadi diklasi›kasikan menjadi empat kelompok: fakta sosial yang mengatur prilaku umat (1) Pura Kahyangan Jagat, yaitu pura Hindu di Bali. Sampai saat ini pura masih umum tempat pemujaan Sang Hyang Widhi tetap menjadi pusat orientasi dan tetap Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam segala lestari. Karena itu para wisatawan sering manifestasi-Nya, roh suci para tokoh menyebut Bali dengan nama The Island of masyarakat seperti pendeta dan penguasa. thousand Tampels atau The Island of Gods Yang termasuk di dalamnya adalah Pura (Ardana, 1994:1). Sad Kahyangan, yaitu enam pura terbesar di Berkembangnya Agama Hindu di Bali Pulau Bali dan Pura Dang Kahyangan, (2) tidak lepas dari datangnya Mpu Kuturan Pura Kahyangan Desa, yaitu pura tertorial yang membawa konsep Tri Murti yang tempat pemujaan warga desa adat, (3) Pura digunakan sebagai pegangan hidup Swagina (Pura fungsional) yaitu pura yang masyarakat Bali. Konsep ini lahir lewat penyiwinya terikat pada pencaharian seperti diadakannya Pesamuan Agung Tiga Pura Subak, Pura Melanting dan yang (pertemuan) I dan II antara Mpu Kuturan sejenisnya. (4) Pura Kawitan, yaitu pura dengan tokoh masyarakat Bali. Keputusan yang penyiwinya seperti Sanggah/Merajan, yang dihasilkan dalam pertemuan ini antara Pertiwi, Ibu, Panti, Dadia, Batur, lain: (1) Pada setiap desa adat atau desa Dadia, Dalem Dadia, Pedharman dan yang pakraman harus ada Kahyangan Tiga, sejenisnya. mencakup Pura Desa atau Bale Agung, Ditegaskan pula bahwa selain Pura Puseh atau Pura Segara dan Pura kelompok pura yang mempunyai fungsi dan

PURA MEKAH DI BANJAR ANYAR DESA POH GADING, UBUNG KAJA, KOTA DENPASAR (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi) 11 I Nyoman Djuana | Ni Made Surawati karakterisasi seperti tersebut di atas, terdapat Bali (Suhardana,2006:18). pula pura yang berfungsi di samping untuk Secara historis, Pura adalah warisan memuja Hyang Widhi Wasa atau Prabawa- yang akarnya bermula dari jaman prasejarah Nya, juga berfungsi untuk memuja Atma Bali. Sebagaimana halnya keberadaan candi Sidha Dewata (Rokh Suci Leluhur). di Jawa. Pura berwujud punden berundak Palinggih Penyawangan yang terdapat yaitu refiika gunung yang difungsikan untuk di kantor-kantor, sekolah-sekolah dan memuja roh para leluhur (Ardana dalam sejenis dengan itu dapat dikelompokkan ke Kartika, 2008: 2). Setelah Bali memasuki dalam kelompok Pura Jagat/ Umum karena jaman sejarah, yaitu ketika raja-raja Bali sebagai tempat pemujaan Prabawa tertentu mulai menjalin hubungan dengan raja-raja dari Hyang Widhi Wasa. Selanjutnya juga yang menganut agama Hindu di Pulau Jawa dikatakan Landasan Dasar Pura Sad (dari abad ke - 8 sampai abad ke-15) Kahyangan Jagat di Bali berlandaskan keberadaan punden berundak tersebut pada: (1) Landasan Filoso›s yaitu konsepsi lambat laun berkembang menjadi pura dan Sad Winayaka (menurut lontar Dewa Purana lestari sebagaimana diwarisi di Bali dewasa Bangsul), (2) Landasan Historis yaitu Pura ini. Sad Kahyangan itu sudah ada sebelum Artinya dari kacamata budaya wujud kedatangan Gajah Mada di Bali tahun 1343 pura sebagaimana diwarisi dewasa ini M, (3) Landasan Tradisi yaitu masyarakat di adalah salah satu hasil akulturasi antara Bali pada umumnya telah memandang tradisi kecil Bali dengan tradisi besar yang bahwa pura-pura itu adalah Sad Kahyangan berasal dari India (Geriya, 2000:2). Orang Jagat di Bali. India datang ke daerah kebudayaan Ditinjau dari segi rumusannya Pura Nusantara dalam 3 gelombang, yakni awal Kahyangan Jagat di Bali yaitu: a) Yang abad ke-4, abad ke-8 sampai ke-9, dn abad berlandaskan konsepsi Rwabhineda ialah: ke-11. Orang-orang India itu membawa (1) Pura Besakih sebagai Purusha di Agama Hindu dan Budha serta kebudayaan Kabupaten Karangasem, (2) Pura Batur dari tanah asalnya. Selama bertahun-tahun Sebagai Pradhana di Kabupaten Bangli. b) kebudayaan Nusantara berada di bawah Yang berlandaskan konsepsi Catur Lokapala kekuasaan kebudayaan Hindu (Winstedt ialah : (1) Pura Lempuyang Luhur di dalam Suastika, 1996:140). Kabupaten Karangasem, (2) Pura Andakasa Akan tetapi beberapa bukti faktual di Kabupaten Karangasem, (3) Pura misalnya bentuk bangunan suci di Jawa Batukaru di Kabupaten Tabanan, (4) Pura (Candi) menunjukkan bahwa kebudayaan Pucak Mangu di Kabupaten Badung. c) India tidak mendominasi kebudayaan asli Yang berlandaskan konsepsi Sad Winayaka Jawa melainkan terjadi asimilasi yang indah ialah: (1) Pura Besakih di Kabupaten antara keduanya. Lokal genius Jawa menjadi Karangasem, (2) Pura Lempuyang di penyaring masuknya budaya Hindu India Kabupaten Karangasem, (3) Pura Goa sehingga Hindu di Jawa hidup dengan Lawah di Kabupaten Klungkung, (4) Pura kebudayaan asli orang Jawa dan Uluwatu di Kabupaten Badung, (5) Pura menjadikannya sebagai agama Hindu yang Batukaru di Kabupaten Tabanan, dan (6) khas dan berpenampilan berbeda dari tanah Pura Puser Tasik di Kabupaten Gianyar. kelahirannya, India. Kahyangan Jagat yang berlandaskan Proses dialektis ini rupanya Konsepsi Sad Winayaka inilah yang berlangsung terus menerus dalam dimaksud Pura Sad Kahyangan Jagat di perkembangan agama Hindu di seluruh

WIDYA WRETTA 12 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 nusantara sehingga Hindu nusantara 1.2 Pembahasan menampakkan diri sesuai dengan karakter 1.2.1 Sejarah Keberadaan Pura Mekah lokal. Hindu Jawa, Hindu Bali, Hindu di Banjar Anyar Kaharingan, Hindu Dayak, dan lainnya Melacak sejarah keberadaan Pura menjadi karakter-karakter khas Hindu Mekah di Banjar Anyar, Desa Poh Gading nusantara yang jauh dari kesan uniformalitas. Ubung Kaja memang bukanlah pekerjaan Di Bali Pura juga merupakan bukti mudah. Minimnya data-data tertulis baik sejarah yang masih dilestarikan dan dijaga berupa lontar babad, prasasti, begitu juga keberadaannya. Pura-pura di Bali sumber lisan dari para penglingsir kebanyakan menyimpan keunikan sendiri mempersulit melakukan penelusuran sejarah yang bisa dilihat dari tinggalan-tinggalannya. keberadaan pura ini. Namun demikian, Seperti pura Kebo Edan di Pejeng, Pura peneliti melakukan penelusuran dengan Pengukur-ukuran, Pura Goa Gajah, Pura menggunakan pola interteks dan , Pura Mangening, Pura Batur mengakomodir mitos-mitos yang memiliki dan banyak lagi. relevansi dengan keberadaan Pura Mekah Ada pula Pura yang menunjukkan Bali ini. Sebagai disampaikan Berg (1985:3) sebagai sebuah nusantara kecil tidak disekat- penelusuran masa lalu menggunakan cerita sekat oleh agama. Itu dibuktikan dengan ada atau mitos kiranya masih dimungkinkan Pura yang bernama Pura Mekah yang (Berg, 1985: 3). menunjukkan pengakuan terhadap agama Sementara menurut Sartono Muslim di daerah Denpasar Utara. Kartodirdjo salah seorang sejarawan Keberadaan Pura Mekah ini sangat menarik Indonesia (dalam Susanto dkk (eds), karena beberapa alasan, pertama nama pura 2003:148-149) bahwa kelemahan penulisan yang diidentikkan dengan sebuah tempat sejarah selama ini karena selalu saja hanya suci sentrum orientasi Umat Muslim di menghandalkan sumber-sumber dokumen Timur tengah, kedua pura ini ada di wilayah atau arsip (artefact), belum banyak pemukiman kelas menengah urban kota, menggunakan sumber mentifact (fakta tepatnya di Banjar Anyar, Ubung Kaja mental) maupun sumber socifact (fakta Denpasar, dan ketiga dalam pelaksanaan sosial). Fakta mental yang dimaksud dalam upacara ritual tidak menggunakan daging hal ini dianggap dekat dengan ingatan babi, dan keempat terdapat keunikan yang (memory) sosial kemasyarakatan yang bisa ditelusuri secara historis yakni diteliti. Generalisasi fakta mental masyarakat keberadaan Pura Mekah yang lebih dari satu biasanya terdiri atas ide, gagasan, pandangan, di kisaran Ubung Kaja, dan kelima sistem orientasi nilai, mitos dan segala macam pemujaan juga sedikit berbeda yakni struktur kesadaran dalam masyarakat. menggunakan arah barat sebagai arah kiblat. Menurut seorang pemangku Pura Keberadaan Pura Mekah di Banjar Mekah bernama I Wayan Mertha (wawancara Anyar Desa Poh Gading, Ubung Denpasar 5/4/2016), keberadaan Pura Mekah di Poh ini menandakan telah terjadi asimilasi atau Gading Ubung Kaja memiliki kaitan dengan ‘koalisi’ kultural antara kebudayaan Hindu Pura Mekah yang berada di Desa Binoh. Hal dan Muslim di tengah kian gencarnya kasus- ini diperkuat dengan adanya wacana lisan kasus kekerasan mengatasnamakan agama yang menyatakan jika di Ubung (yang dan krisis multidimensi. dulunya satu desa dengan Peguyangan) pernah datang dua utusan Majapahit yang disebut-sebut sebagai Dalem Mekah. Dua

PURA MEKAH DI BANJAR ANYAR DESA POH GADING, UBUNG KAJA, KOTA DENPASAR (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi) 13 I Nyoman Djuana | Ni Made Surawati utusan ini tinggal dengan dibatasi setra berjumlah 34 lembar. Isi lontar tersebut Dalem Poh Gading, yang satu tinggal di pernah diteliti oleh tim Arkeologi sebalah utara setra dan satunya lagi tinggal Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di sebalah selatan. Provinsi Bali di tahun 2007. Hasilnya adalah Dari informasi yang di dapat ini cukup sebuah alih aksara lontar dan transliterasi masuk akal, karena berdasarkan penelusuran dari bahwa Jawa Kuno ke bahasa Indonesia. lapangan di Ubung memang terdapat dua Menurut penyungsung pura Mekah di Pura Mekah yang berada di Banjar Anyar Binoh bernama Ketut Murnia (wawancara, yang menjadi obyek penelitian penulis dan 7/4/2016), isi dari lontar tersebut yakni satunya lagi terletak di Desa Binoh. Menurut silsilah seorang patih yang dikirim dari Wayan Mertha keduanya ini diperkiran kediri ke Bali yakni Sri Kresna Kepakisan. bersaudara kakak-beradik. Namun menurut Ia adalah keturuan Aryeng Kediri Putra dari Mertha terdapat perbedaan tradisi ritual di Jayasabha. Tim ahli arkeologi yang terdiri kedua pura ini, sehingga pihaknya pun dari I Gusti Made Suarbhawa, Nyoman dibuat bingung. Kendati demikian, Mertha Sunarya dan Made Geria juga mengkaji juga meyakini jika kedua Pura Mekah ini bahwa naskah itu berisi tentang persebaran memiliki hubungan sejarah. Berikut keturunan Sri Kresna Kepakisan ke pelosok penuturannya kepada peneliti. Bali. Namun demikian, dalam lontar tersebut justru tidak menyebutkan keberadaan Pura “Saya benar-benar tidak tahu pastinya. Mekah di Binoh begitu juga tahun Tapi menurut penuturan katanya Pura pendiriannya. Berikut penuturan Murnia. Mekah ini memiliki kaitan dengan Pura Mekah di Binoh. Dua Pura “Di pura ini memang terdapat Mekah ini hanya dibatasi setra dan peninggalan berupa lontar. Saya tidak berada di Desa Peguyangan. Dulu ini tahu isi lontarnya, tapi menurut tim jadi satu dengan Desa Peguyangan arkeologi tersebut isi lontar ini adalah sebelum berpisah. Tapi ada perbedaan silsilah seorang patih Raja bernama sri dalam melakukan upacara ritual di Kresna Kepakisan. Diperkirakan kedua Pura Mekah ini. Itu saya kurang Dalem Mekah adalah pengiring beliau paham”. ketika datang ke Bali. Namun ini hanya penafsiran saya saja. Karena di Penuturan Mertha ini memperjelas dalam lontar itu memang tidak detil jika memang kedua pura ini memiliki menyebutkan sejarah Pura Mekah”. hubungan sejarah dan hanya dipisahkan oleh setra Dalem. Tidak puas dengan Murnia pun mereka-reka jika merujuk penjelasan lisan yang singkat tersebut, pada nama Sri Kresna Kepakisan, maka peneliti juga menelusuri sejarah keberadaan besar kemungkinan catatan yang ditemukan Pura Mekah di Binoh untuk mencari benanh di Pura Mekah Binoh merupakan catatan merah keberadaan Pura Mekah di Banjar silsilah seorang keturunan Sri Kresna Anyar. Tidak seperti Pura Mekah di Banjar Kepakisan, atau juga pengikut beliau yang Anyar, Mekah di Binoh ternyata memiliki dibawa dari Jawa Timur. Sri Kresna peninggalan berupa lontar yang Kepakisan merupakan seorang patih yang menunjukkan historis keberadaannya. ditugaskan Gajah Mada ke Bali untuk Di Pura Mekah Binoh terdapat lontar menjadi raja di Bali setelah Sri Astasura berukuran panjang 31,5 cm, lebar 3,48 Ratma Bumi Banten ditaklukkan Majapahit.

WIDYA WRETTA 14 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 Namun apabila dilihat dari arsitektur tengah), dan jeroan (halaman dalam). bangunan, candi gelung di Pura Mekah Disamping itu ada juga pura terdiri dari 2 Binoh, pura ini dibangun dengan sentuhan (dua) halaman yaitu : jaba pura (halaman kebudayaan Islam saat itu. Terbukti di atas luar) dan jeroan (halaman dalam) dan ada candi gelung itu terdapat gempolan seperti juga terdiri 7 (tujuh) halaman (tingkatan) kubah. Menurut Murnia para arkeolog yang seperti Pura Agung Besakih. Pembagian pernah melakukan penelitian juga halaman pura ini didasarkan atas konsepsi menyatakan hal yang demikian. Satu hal makrokosmos (bhuwana agung), yakni lagi, status Pura Mekah di Binoh ini hampir pembagian pura atas 3 (tiga) bagian halaman sama dengan Pura Mekah di Banjar Anyar. adalah lambang Tri Loka yaitu bhur loka Keduanya bukan merupakan pura (bumi), bwah loka (langit) dan swah loka umum, melainkan Pura Kawitan yang hanya (sorga). diempon oleh beberapa keluarga besar saja. Pembagian pura atas 2 (dua) halaman Seperti juga yang disampaikan pemangku melambangkan (urdhah) dan alam bawah Pura Mekah Banjar anyar bapak I Wayan (adhah) yaitu akasa dan pretiwi. Sedangkan Mertha, bahwa puranya hanya diempon oleh pembagian pura atas 7 (tujuh) bagian beberapa kepala keluarga saja, karena pura (halaman) melambangkan sapta loka yaitu itu memang pura keluarga. Ketika ada tujuh lapisan atau tingkatan alam atas terdiri piodalan, sekitar 60 kepala keluarga ikut dari bhur loka, bhwah loka, swah loka, maha terlibat di dalamnya. loka, jana loka, tapala loka dan satya loka. Berdasarkan penelusuran lisan dan Dan pura yang terdiri dari satu halaman upaya mengkait-kaitkan antarsatu data adalah simbolis dan Eka Bhuwana yaitu dengan data yang lain, menurut peneliti penunggalan antara alam bawah dengan sangat besar kemungkinan jika keberadaan alam atas. dua pura ini memiliki hubungan historis Hal ini diperkuat dengan gagasan yang tertentu. Apalagi keberadaan pura ini berpatokan pada sistem perpadanan antara memang hanya dibatasi oleh setra Dalem makrokosmos dengan mikrokosmos. Desa Pakraman Poh Gading saja Semakin tepat penerapan sistem perpadanan, sebagaimana disampaikan I Wayan Mertha. maka semakin besar peluang bagi Artinya bisa diprediksi jika keberadaan masyarakat untuk mewujudkan kerahayuan Pura Mekah di Banjar Anyar tidak bisa maupun kesejahteraan hidup mereka. dilepaskan dari sejarah trah Majapahit di Berkenaan dengan hal itu menurut kosmologi Bali khususnya patih beliau Sri Kresna Hindu alam semesta atau makrokosmos Kepakisan. Bisa ditegaskan kembali, dengan lingkungan harus berpadanan secara keberaan Pura Mekah di Banjar Anyar dan horisontal yang terbagi menjadi 3 (tiga) Binoh merupakan hubungan kakak-beradik. bagian yang disebut Tri Angga. Tri Bhuwana Hanya saja di kedua pura ini memiliki cara atau Tri Loka yakni (1) alam atas, kepala dan tradisi pemujaan yang berbeda. atau swah yaitu kawasan pegunungan; (2) alam tengah, badan atau bhuwah terletak 1.2.2 Struktur Pura Mekah di Banjar antara gunung dan laut; dan (3) alam bawah, Anyar kaki, teben atau keluar kawasan pantai. 1.2.2. 1 Dwi Mandala Ketiga kawasan itu memiliki nilai utama Pada umumnya struktur atau denah suci atau sakral, madya suci profan dan nista pura di Bali dibagi atas 3 bagian yaitu: jaba profan. sisi (halaman luar), jaba tengah (halaman Pembagian secara horisontal itu

PURA MEKAH DI BANJAR ANYAR DESA POH GADING, UBUNG KAJA, KOTA DENPASAR (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi) 15 I Nyoman Djuana | Ni Made Surawati Gambar Gelung Kori Pura Mekah Dokumentasi Pribadi melambangkan prakerti (unsur materi alam Halaman kedua disebut jabaan tengah semesta), sedangkan pembagian secara terdapat bangunan bale agung (balai vertikal adalah simbolis purusa atau (unsur panjang) dan bale pagongan (balai tempat kejiwaan, spiritual alam) (Wiana 2001: gambelan). Sedangkan halaman yang ketiga 101). Peninggalan konsepsi prakerti dengan disebut jeroan (halaman dalam), halaman purusa dalam struktur pura merupakan yang paling suci terdapat bangunan- simbolis dari super natural. Hal itulah yang bangunan pelinggih sebagai stana Tuhan menyebabkan orang-orang dapat merasakan Yang Maha Esa dan para dewa dengan adanya getaran spiritual atau super natural manifestasinya. Diantara jeroan dan jaba power (Tuhan Yang Maha Esa) dalam tengah dipisahkan oleh kori agung. sebuah pura. Kondisi berbeda terdapat di Pura Sebuah pura dikelilingi dengan Mekah Banjar Anyar Ubung Kaja. Pura ini tembok (panyengker) sebagai batas tidaklah menggunakan konsep Tri Mandala pekarangan yang disakralkan. Pada sudut- seperti yang telah dijelaskan di atas, sudut pura dibuatlah (penyangga melainkan hanya menggunakan konsep Dwi sudut) yang berfungsi menyangga sudut- Mandala yang terdiri dari Utama Mandala sudut pekarangan tempat suci. Adapun dan Madya Mandala yang sekaligus ketiga halaman pura pada umumnya terdapat berfungsi sebagai jeroan. Wilayah Utama beberapa buah bangunan yang antara lain Mandala hanya dibatasi gelung kori dengan pada halaman depan atau luar terdapat wilayah Madya Mandala. Jika mengacu bangunan berupa bale kulkul (balai tempat pada penjelasan di atas, maka konsep kentongan digantung), bale wantilan, bale mandala di Pura Mekah menggunakan pewargan atau dapur dan jineng (lumbung). Akasa Pertiwi.

WIDYA WRETTA 16 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 Menurut Pemangku Pura Wayan Seperti yang disampaikan Wayan Mertha: Mertha di Pura Mekah memang hanya menggunakan konsep Dwi Mandala. “Di Madya Mandala ini biasanya Konsep pembangunan ini sudah diwarisinya digunakan untuk berkumpul ketika sejak turun temurun. Dalam arti Mangku membicarakan persiapan menggelar Wayan Mertha pun hanya mewarisi upacara piodalan di Pura Mekah. Bisa keberadaan Pura Mekah seperti dikatakan sebagai tempat paruman. keberadaannya yang sekarang. Di sini bisa Selain juga untuk tempat ngayah dijelaskan bahwa secara struktural dengan membuat sarana upakara. Memang menggunakan konsep mandala jadi sangat keberadaan seperti ini, saya juga hanya jelas jika pura ini menggunakan konsep Dwi menerima saja”. Mandala. Berdasarkan observasi peneliti di lapangan, Pura Mekah ini memang keberadaannya tepat di belakang Banjar Anyar. Jalan masuk ke Pura ini pun sangat sempit. Pintu utama Pura Mekah justru menghadap ke utara. Pura ini juga berdampingan dengan salah satu sekolah dasar di Desda Poh Gading. Sementara pantauan di Madya Mandala Pura memang terdapat Bale Delod yang memang letaknya di sebelah selatan. Sementara di sudut kaje- kauh atau utara-barat terdapat penunggun karang yang dulunya adalah pohon kepuh besar. Menariknya, di sudut timur-selatan justru terdapat Bale Kulkul, letaknya tepat di sebelah timur Bale Delod tadi. Sementara di Utama Mandala terdapat beberapa bangunan palinggih yang di antaranya adalah Bale Piyasan, Pepelik, palinggih Ratu Hyang, Palinggih Pengoten, Gedong Ratu Gede, Palinggih Pengapit, Palinggih Ratu Ayu, dan tiga balai yang Gambar Penunggun Karang digunakan untuk menstanakan Ida Bhatara Dokumentasi Pribadi ketika diadakan upacara piodalan. Untuk lebih jelaskan khusus untuk denah dan Madya Mandala biasanya identi›kasi tiap-tiap palinggih akan dimanfaatkan untuk aktivitas ritual yang dijelaskan pada sub bab selanjutnya. sifatnya pecaruan, sementara di Utama Mandala biasanya dilaksanakan upacara 1.2.2.2 Penyungsung dan Pemangku Pura Dewa Yadnya. Selain itu, di Madya Mandala Secara umum istilah penyungsung juga bisa digunakan untuk tempat ngayah sesungguhnya memiliki arti yang sama keluarga ketika ada patoyan di Pura Mekah. dengan pangempon atau pangemong, karena Dari membuat sarana upakara sampai pada sama-sama berkaitan dengan umat dan pura, masakan yang digunakan untuk upacara. yang berkewajiban menjalankan perintah

PURA MEKAH DI BANJAR ANYAR DESA POH GADING, UBUNG KAJA, KOTA DENPASAR (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi) 17 I Nyoman Djuana | Ni Made Surawati agama dalam melaksanakan sembah sujud Paling banyak kira-kira 20 kepala bakti kehadapan Tuhan di dalam pura keluarga. Bahkan ketika ada piodalan sebagai tempat suci bagi umat Hindu untuk biasa yang melaksanakan upacaranya berhubungan dengan Sang Pencipta melalui hanya tiga kepala keluarga saja yang persembahyangan ataupun persembahan. nyungsung masing-masing palinggih Penyungsung berasal dari kata seperti Ratu Ayu, Ratu Gde dan Ratu “sungsung” yang berarti junjung, Hyang”. menjunjung atau memuliakan Sang Pencipta ketika bersembahyang di dalam pura. Hal senada juga diungkapkan oleh Sedangkan istilah pangempon atau Pemangku Pura Wayan Mertha, pangemong berasal dari kata “empon” atau bahwasannya ketika piodalan di hari-hari “emong” yang mengandung arti mengayomi biasa maka hanya dirinya dan dua kepala atau melindungi. keluargalah yang mengadakan upacara Jadi pengertian penyungsung, piodalan tersebut. Kendati demikian, ia pangempon atau pangemong maknanya mengaku punya penyungsung sebanyak 20 lebih tertuju kepada umat Hindu yang KK, bahkan bisa mendatangkan 60 KK jika memuliakan Sang Pencipta dalam diperlukan. Semua itu adalah sanak menjalankan ajaranagamanya dengan saudaranya yang telah kawin mawin. Bisa melakukan persembahyangan atau dikatakan, penyungsung Pura Mekah adalah persembahan di dalam pura, dan lebih terkait orang-orang yang memiliki hubungan dengan memberi pengayoman dan keluarga dengan Jro Mangku Mertha, selain perlindungan terhadap keberadaan suatu di Poh Gading ada juga di Peguyangan. pura. Dalam konteks pengayoman dan Sementara untuk pemangku sendiri perlindungan, tidak saja secara ›sik, memang dipilih berdasarkan pertimbangan melainkan juga dalam ›nansial dan umur, di samping juga faktor keturunan. terselenggaranya keseluruhan kegiatan- Seperti diketahui Pamangku Pura adalah kegiatan upacara yadnya atau pujawali yang orang yang diberikan tugas untuk di selenggarakan di pura. menghaturkan sesajen atau orang suci Penyungsung atau pengemong di Pura disucikan untuk menghantarkan (manggala Mekah tidaklah sebanya pura umum, karena upacara) suatu sarana upacara yajna. Kalau status Pura Mekah memang bukan Pura ada pemedek yang sifatnya pribadi karena Kahyangan Jagat atau Dang Kahyangan, suatu kepentingan, pamangku wajib untuk begitu pula Pura Swagina, melainkan Pura nganteb yang sudah barang tentu dengan Dadia/Pura keluarga. Oleh sebab itu yang etika nuur pamangku. Misalnya dengan nyungsung Pura Mekah ini tidaklah banyak. canang pengoleman dan canang pemargi. Menurut salah satu penyungsung bernama I Pemangku di Pura Mekah bernama I Made Candra (wawancara 14/4/2016), Wayan Mertha. Ia dipilih lantaran usianya penyungsung di Pura Mekah kurang lebih yang tergolong tua dan layak dijadikan sebanyak 20 kepala keluarga. Semuanya penglingsir. Wayan Mertha ini tinggal di adalah orang-orang yang diikat dalam satu selatan pura dengan tujuan ketika ada hubungan persaudaraan karena pura ini penangkilan ia bisa melayani dengan baik. adalah pura dadia. Berikut keterangannya. 1.2.2.3 Piodalan di Pura Mekah “Niki pura keluarga jadi Dalam upacara Yadnya salah satu hal penyungsungnya nenten akeh pak. yang tidak bisa dilewatkan begitu saja

WIDYA WRETTA 18 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 adalah waktu dan tempat upacara itu digelar gejala-gejala yang tidak dapat dilakukan dan para pemuput upacara sehingga upacara manusia. itu jadi sangat ekspresif dan sakral. Koentjaraningrat (2002:224) Pemilihan momentum upacara di Bali sangat mengemukakan bahwa pada mulanya penting karena berkaitan dengan dimensi manusia hanya mempergunakan ilmu gaib sakral. Khusus untuk di Pura Mekah untuk memecahkan masalah yang ada di momentum upacara ritual dilaksanakan luar batas kemampuan dan pengetahuan setiap Buda Kliwon Pahang. Penetapan hari akalnya. Religi yang ada pada saat itu belum diadakannya piodalan memang sudah tersirat dalam kebudayaan manusia. merupakan warisan secara turun-menurun. Lambat laun terbukti bahwa banyak Jro Mangku Mertha sendiri tidak memiliki dari pada perbuatan magisnya itu ada alasan kenapa piodalan dilakukan saat Buda hasilnya juga, mulailah masyarakat percaya Kliwon Pahang, setiap enam bulan sekali. bahwa alam itu didiami oleh makhluk- Ia hanya memahami jika saat itu Ida makhluk yang lebih berkuasa dari padanya. Bhatara yang berstana di Pura Mekah Maka mulailah ia mencari hubungan dengan berkeinginan untuk tedun dan melihat para makhluk-makhluk halus yang mendiami penyungsungnya. Artinya momen sakral di alam itu. Begitulah asal mula timbulnya Pura Mekah memang ditetapkan pada Buda religi dalam kehidupan manusia. Mengenai Kliwon Pahang. Untuk rentetan upacaranya upacara religius, Smith (Koentjaraningrat, sendiri dilakukan sangat sederhana dengan 1987: 67-68) menjelaskan ada tiga gagasan menggunakan banten piodalan biasa dan penting mengenai azas religi dalam agama dipuput oleh Jero Mangku Pura. sementara yaitu sebagai berikut. ketika momentum piodalan bersamaan (a) Di samping sistem keyakinan dan dengan Purnama, maka dilaksanakan doktrin, sistem upacara juga upacara yang Utama dengan menggunakan merupakan suatu perwujudan dari banten Pulegembal dan dipuput oleh Ida religi atau agama yang memerlukan Pedanda. studi dan analisa yang khusus. (b) Upacara religi atau agama, yang 1.3 Fungsi Religius biasanya dilaksanakan oleh banyak Menurut Bagus (Mudana, 2003: 87) masyarakat pemeluk religi atau agama aspek fungsi merupakan hasil karya yang yang bersangkutan bersama-sama teratur, terurut dan terpadu yang mengacu mempunyai fungsi sosial untuk pada bagaimana. Fungsi biasanya dianalisis mengintensifkan solidaritas dalam kaitannya dengan manfaat, mengapa masyarakat. suatu tindakan atau interaksi dalam ilmu (c) Fungsi upacara bersaji, sebagai sosial dilaksanakan. Fungsi mengandaikan upacara yang gembira meriah tetapi bahwa setiap unsur dalam struktur sosial juga keramat sifatnya. memiliki tujuan masing-masing. Berangkat dari penjelasan di atas, Andrew Lang mengemukakan bahwa religi merupakan sistem keyakinan, juga asal mula religi adalah kepercayaan terhadap sistem upacara atau ritual yang terintegrasi dewa-dewa, dewa tertinggi. Marret dalam satu selebrasi upacara. Religi berawal menyatakan bahwa bentuk religi yang tertua dari kepercayaan ada kekuatan kosmik adalah berdasarkan keyakinan manusia akan dalam dunia – masyarakat primordial adanya kekuatan gaib dalam hal-hal yang menyebutnya yang magis – sebagaimana luar biasa dan menjadi sebab timbulnya diungkapkan Frazer.

PURA MEKAH DI BANJAR ANYAR DESA POH GADING, UBUNG KAJA, KOTA DENPASAR (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi) 19 I Nyoman Djuana | Ni Made Surawati Frazer (Pals, 2002:57) menyatakan penyungsung Pura Mekah melaksanakan bahwa asal mula agama adalah magic. upacara piodalan di Pura Mekah. Seluruh Magic adalah tindakan manusia (atau krama penyungsung datang untuk abstensi/penghindaran dari tindakan) untuk melakukan pemujaan pada Ratu Ayu, Ratu mencapai suatu maksud melalui kekuatan- Gede dan Ratu Hyang yang berstana di Pura kekuatan yang ada di dalam alam, termasuk Mekah. Mereka meyakini jika ketiga Ratu seluruh kompleks anggapan yang ada ini melalui kekuatan gaibnya bisa membuat dibelakangnya. mereka hidup lebih baik dan menemukan Lebih lanjut dikatakan oleh Frazer, kerahayuan. magis dibangun berdasarkan asumsi bahwa Biasanya upacara piodalan diawali ketika suatu ritual atau perbuatan dilakukan dengan pecaruan di ruang Madya Mandala. dengan tepat maka akibat yang akan Pecaruan ini diperuntukkan untuk alam dimunculkan, juga pasti akan bawah atau alam bhuta yang merupakan dimunculkannya, juga pasti akan terwujud rencang Ida Bhatara. Selain itu, pada seperti yang diharapkan (Pals, 2002:57). piodalan di Pura Mekah para penyungsung Baik Tylor maupun Frazer adalah tokoh atau pemangku diwajibkan pula untuk yang menggunakan teori evolusi kebudayaan mendak tirtha di Pura Desa Peguyangan. sebagai dasar pijakan. Hal ini dilakukan karena merupakan warisan Keberadaa Pura Mekah di Banjar secara turun-temurun. Berikut pernyataan I Anyar Ubung Kaja juga tidak bisa dilepaskan Wayan Mertha. dari fungsi religius. Setidaknya keberadaan pura ini turut berperan dalam membangun “Aktivitas keagamaan memang semangat religius masyarakat, khususnya terlihat setiap hari. Meskipun ini masyarakat penyungsung Pura Mekah. adalah Pura Keluarga, namun ada saja Seperti diketahui, dan sesuai dengan masyarakat di sini yang menghaturkan wawancara bersama I Wayan Mertha sesajen memuja beliau. Mereka keberadaan Pura Mekah memang sangat memohon keselamatan dan penting dalam membangun kesadaran kerahayuan. Saya juga kurang tahu religius masyarakat khususnya di Ubung kepana mereka datang ke sini. Kaja. Mungkin saja karena merasakan Betapa tidak sejak Pura Mekah berdiri getaran lain di sini yang merupakan hingga kini, masyarakat penyungsung masih aura dari Ida Bhatara”. rutin melakukan aktivitas religius dari yang sifatnya paling sederhana yakni Seperti yang disampaikan Mertha, menghaturkan canang sari dan banten saat keberadaan Pura Mekah ini setidaknya purnama-tilem, sampai pada menggelar berdampak pada munculnya kesadaran- upacara piodalan. Hal ini dilakukan semata- kesadaran religi di kalangan masyarakat mata untuk memuja Ida Bhatara memohon sekitar, meskipun pura ini merupakan pura agar umat manusia diberkati kerayahuan keluarga. Namun tidak menutup dan kerahajengan. Bisa dikatakan kemungkinan masyarakat sekitar yang tidak keberadaan Pura Mekah sebagai penopang memiliki hubungan keluarga datang untuk aktivitas religius masyarakat penyungsung. memohon diberikan keselamatan oleh Ida Adapun beberapa aktivitas religi yang Bhatara Ratu Ayu Manik – ini sebutan dilakukan yakni setiap enam bulan sekali masyarakat kepada Ida Bhatara yang tepatnya Buda Kliwon Pahang masyarakat berstana di Pura Mekah.

WIDYA WRETTA 20 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 Selain itu, aktivitas religius di Pura hal-hal yang disisihkan dan terlarang – Mekah juga tampak ketika ada piodalan di keyakinan dan praktek-praktek yang Pura dalem Poh Gading. Karena pura ini menyatukan segala hal yang terkait dengan memiliki hubungan khusus, maka ketika komunitas moral tunggal (Turner, 2006:80). ada upacara atau patoyan di Pura Dalem Selanjutnya Durkheim (Turner, maka Ida Bhatara di Pura Mekah wajib 2006:3) menjelaskan bahwa agama lunga dan ngadeg di wantilan Pura Dalem sebenarnya tidak berisi keimanan kepada tersebut. Prosesi ini sudah merupakan roh-roh atau dewa-dewa, akan tetapi agama rutinitas setiap ada patoyan di Pura Dalem. didirikan atas pembedaan kategoris antara Prosesi ini juga dimaknai sebagai momen dunia yang sakral berhadapan dengan dunia Ida Bhatara tedun ke dunia untuk yang profan. Bagi Durkheim keyakinan dan melaksanakan paruman di Pura tersebut. ritus-ritus religious merupakan fakta-fakta Upacara ini juga digelar untuk kerahayuan sosial yang juga memiliki fungsi integrasi jagat di Desa Poh Gading. Sekali lagi, para dan menjalin sebuah solidaritas sosial. penyungsung Pura Mekah akan terlibat Durkheim (Triguna, 1997:98) dalam prosesi religius ini. beragumentasi manusia mengembangkan Dari sini bisa disimpulkan jika aktivitas religi bukan karena alam keberadaan Pura Mekah ini secara langsung supranatural, tidak pula karena kagum akan memiliki fungsi membangun kembali kekuatan alam, tidak juga karena ada kesadaran religius masyarakat. Dengan bayangan abstrak tentang suatu kekuatan adanya Pura Mekah masyarakat pun seolah yang menyebabkan adanya gerak, tetapi diikat dalam satu ikatan spiritual dan religius karena danya getaran jiwa yang timbul untuk memuja Ida Bhatara di Pura Mekah. karena rasa sentimen kemasyarakatan. Secara sederhana, ketika ada Pura Mekah, Wujud dari rasa sentimen kemasyarakatan maka masyarakat wajib untuk melaksanakan adalah rasa terikat, rasa bakti, rasa cinta upacara baik upacara ritual bersaji sampai terhadap masyarakat karena manusia pada pemujaan terhadap Ida Bhatara yang merasakan kekuatan gagasan kolektif. berstana di sana. Secara sederhana, di mana Gagasan yang dikemukakan Durkheim ini ada tempat suci, maka di sana pula akan ada mewakili apa yang terjadi di Pura Mekah. para bakta atau pemuja, orang suci, dan Sebagaimana diketahui, status Pura upacara-upacara suci. Begitu pula yang Mekah merupakan pura keluarga atau pura terjadi di Pura Mekah ini. dadia. Status pura keluarga ini membuat Pura Mekah tidak seperti pura umum 1.4 Fungsi Sosial lainnya. Dalam arti Pura Mekah ini memiliki Selain memiliki fungsi religius seperti peran penting dalam memperkuat ikatan yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya, keluarga-keluarga penyungsung pura ini. keberadaan Pura Mekah juga memiliki Namun ada persoalan yang menarik ketika fungsi secara sosial. Fungsi upacara-upacara peneliti melakukan wawncara dengan secara sosial sesuai dengan pandangan Wayan Mertha. Ternyata orang-orang yang seorang sosiolog Prancis Emile Durkheim selama ini berstatus sebagai penyungsung dalam bukunya yang terkenal The Pura Mekah hanyalah sedikit kurang lebih Elementary Forms the Religius Life (2011). 20 kepala keluarga. Bahkan ketika ada Durkheim menyatakan bahwa agama adalah piodalan, hanya digarap oleh tiga keluarga sebuah sistem keyakinan dan praktek yang saja, termasuk pemangku pura. disatukan dengan hal-hal yang sakral, yakni Selain itu, para penyungsung Pura

PURA MEKAH DI BANJAR ANYAR DESA POH GADING, UBUNG KAJA, KOTA DENPASAR (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi) 21 I Nyoman Djuana | Ni Made Surawati Mekah juga masih bingun terkait sejarah masih misteri ini, keluarga Jro Mangku pura ini dan garis keturunan leluhurnya. Ini Mertha kompak untuk mencari lelintihan mengakibatkan, belum banyak yang tahu itu. Mereka mulai bersatu untuk menemukan jika mereka terikat dalam satu garis titik terang sejarah asal mula keberadaan lelintihan. Hal ini memang diakui Jro mereka dan status soroh mereka. Hal ini Mangku Mertha. Dirinya pun tidak dianggap penting dilakukan untuk mengetahui sejarah keberadaan Pura Mekah memberikan kesadaran pada keluarga lain dan siapa leluhurnya yang mendirikan pura yang memang kawitannya adalah Pura ini. Selama ini, orang mengetahui memiliki Mekah ini. seperti yang disampaikan Ketut hubungan dengan Pura Mekah hanya Ardana (wawancara 14/4/2016). berdasarkan ikatan keluarga dekat saja. Inilah yang menyebabkan Pura Mekah tidak “Menelusuri keberadaan Pura Mekah banyak memiliki pengempon atau ini sangat penting pak. Saya sendiri penyungsung. belum memahami keberadannya. Jro Mangku Mertha mengakui jika Karena ini berkaitan dengan sejaah pihaknya ingin mengetahui status kami juga. Bisa dikatakan kami masih lelintihannya ini yang berkaitan dengan kepetengan soal itu. Maka dari itu, keberadaan Pura Mekah. Jro Mangku kami bersatu padu dengan keluarga Mertha dan anak-anaknya berencana akan dekat yang lain untuk menelusuri menelusuri babad-babad yang menunjukan sejarah leluhur kami. Apalagi saat ini keberadaan Pura Mekah. Penelusuran ini itu penting, jika tidak tahu wit leluhur, penting dilakukan agar Jro Mangku Mertha maka susah sekarang pak”. dan sanak keluarga mengetahui tentang asal usul leluhurnya. Karena sampai saat ini pun Dari keterangan narasumber di atas, dirinya masih belum mengetahui ikwal maka dapat dijelaskan betapa pentingnya babad keberadaan Pura Mekah. Berikut mengungkap keberadaan Pura Mekah ini. pernyataannya: Artinya penelusuran Pura Mekah bukan hanya untuk mengetahui sejarahnya, namun “Tiang anak sampun napetang pak. juga mengetahui status soroh dan lelintihan Sama sekali tidak tahu sejarah Pura mereka yang selama ini belum diketahui. Mekah ini. Yang tiang tahu Pura Mereka pun tampak kompak sepakat untuk Mekah adalah warisan leluhur saya melakukan penelusuran tersebut. Di sini dari bapak saya masih hidup. Itu saja dapat dilihat keberadaan Pura Mekah ini yang saya tahu. Maaf sebelumnya pak. berfungsi untuk menyatukan kembali Memang banyak orang ke sini mencari hubungan-hubungan darah yang selama ini data itu, napi kami belum bisa terputus, sehingga ada ikatan-ikatan memberikan keterangan lengkap. keluarga atau sosial di dalamnya. Bisa Melihat situasi itu, kami berencana disimpulkan bahwa Pura Mekah ini memiliki untuk mencari lelintihan keluarga. fungsi mempererat kembali hubungan sosial Semoga saja ketemu”. antar keluarga. Pura Mekah mengikat hubungan-hubungan keluarga dan darah Terputusnya informasi tentang status yang nyaris terputus itu. ‘darah’ keluarga yang nyungsung Pura Namun menurut Jro Mangku Mertha, Mekah ini ternyata memiliki dampak positif penyungsung Pura Mekah saat ini memang juga. Sejak keberadaan Pura Mekah yang terus bertambah, dari hanya 20 KK sampai

WIDYA WRETTA 22 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 pada 60 KK. Hal ini karena muncul Ayu, Pengapit, Gedong Ratu Gede, Palinggih kesadaran keluarga-keluarganya yang lain Pengater/Gedong Tiga, Palinggih Ratu bahwa Pura Mekah merupakan kawitan Hyang, Bale Pengadegan, dan Bale Gong. mereka selama ini. Kesadaran akan satu Penyungsung Pura Mekah sebanyak 60 kawitan inilah yang mengikat mereka di Kepala Keluarga dan pujawali dilaksanakan Pura Mekah, termasuk mulai ikut pada Buda Kliwon Pahang. bertanggung jawa dalam segala jenis Fungsi keberadaan Pura Mekah yakni kegiatan yang diadakan di Pura Mekah. pertama fungsi religius. Keberadaan Pura Dari sini bisa disimpulkan bahwa Mekah berfungsi secara religius. Di Pura keberadaan Pura Mekah sangat tampak Mekah para penyungsung dan masyarakat memiliki fungsi sosial tertentu, mepererat melaksanakan upacara keagamaan secara kembali pola-pola hubungan kekerabatan di rutin setiap enam bulan sekali. Di Pura antara penyungsung pura bahkan Mekah juga terdapat tempat pemujaan Ida masyarakat sekitar. Bhatara Ratu Ayu, Ida Bhatara Ratu Gede dan Ida Bhatara Ratu Hyang. Selanjutnya 1.5 Penutup fungsi sosial. Pura Mekah juga memiliki Asal usul keberadaan Pura Mekah di fungsi sosial yakni memperkuat ikatan Banjar Anyar Desa Poh Gading Ubung Kaja kekerabatan dan kekeluargaan di kalangan tidak bisa dilepaskan dari sejarah datangnya pengempon dan penyungsung pura. Saat ini Majapahit ke Bali. Secara struktur, Pura mereka bersatu dalam satu ikatan keluarga Mekah dibangun dengan konsep Dwi untuk menelusuri sejarah keberadaan Pura Mandala. Pada Madya Mandala terdapat Mekah termasuk lelintihan mereka. bale delod, penunggung karang dan bale Diperkuatnya ikatan keluarga dan sosial kulkul, sedangkan di Utama Mandala juga terlihat ketika pengempon pura dan terdapat bangunan seperti, Bale Piyasan, masyarakat bergotong royong ketika ada Pepelik/Bale Pangaruman, Palinggih Ratu patoyan di Pura Mekah ini.

PURA MEKAH DI BANJAR ANYAR DESA POH GADING, UBUNG KAJA, KOTA DENPASAR (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi) 23 I Nyoman Djuana | Ni Made Surawati