Upacara Gaukang Tu Bajeng Kabupaten Gowa 1945-2017
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
JURNAL PATTINGALLOANG ©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Upacara Gaukang Tu Bajeng Kabupaten Gowa 1945-2017 Kusuma Ningrum, Najamuddin, Asmunandar Pendidikan Sejarah FIS UNM [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang latar belakang terbentuknya Gaukang dalam masyarakat Sulawesi Selatan, Upacara Gaukang Tu Bajeng pada masa awal kemerdekaan dan masa sekarang, serta Pandangan masyarakat terhadap Upacara Gaukang Tu Bajeng kabupaten Gowa. Penelitian ini bersifat deskriptif historis dengan menggunakan metode penelitian sejarah,melalui tahapan-tahapan kerja yang meliputi; heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Heuristik adalah tahap pengumpulan sumber- sumber sejarah, sumber tersebut kemudian dikritik untuk mendapatkan fakta dengan fakta lainnya. Sebagai tahap terakhir adalah historiografi atau penyajian, yaitu merekontruksi peristiwa-peristiwa sejarah menjadi kisah sejarah dalam bentuk deskriptif historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gaukang sebagai simbol kekuatan leluhur dipercaya oleh masyarakat sebagai jimat yang dapat menyelamatkan mereka.Gaukang menjadi benda yang sakral dan sangat dihormati.Ketertarikan Tuan Fukusima untuk melihat benda Gaukang di Bajeng/ Limbung membuat masyarakat Limbung mengadakan suatu Upacara yang bernama Upacara Gaukang tu Bajeng.Upacara ini terus diaksanakan setiap tahun untuk mengenang para pahlawan di wilayah Limbung/Bajeng dalam merebut maupun mempertahankan kemerdekaan. Kata Kunci: Upacara Gaukang, Bajeng Kabupaten Gowa Abstrac This study aims to know the background behind the formation of Gaukang in South Sulawesi society, Gaukang Tu Bajeng Ceremony in the early days of independence and now, and the public view of Gaukang Tu Bajeng ceremony of Gowa district. This study is historical descriptive by using historical research methods, through the stages of work that includes; heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Heuristics is the stage of collecting historical sources, the source is then criticized for getting the facts with other facts. As the last stage is historiography or presentation, which is reconstructing historical events into historical stories in the form of historical descriptive. The results showed that Gaukang as a symbol of the strength of ancestors believed by the public as a talisman that can save them. Gaukang become a sacred and highly respected object. The interest of Mr. Fukusima to see Gaukang objects in Bajeng / Limbung make Limbung society hold a ceremony called Ceremony Gaukang tu Bajeng. This ceremony is held every year to commemorate the heroes of the Limbung / Bajeng region in seizing and maintaining independence. Keywords: Ceremony Gaukang, In Bajeng Gowa Regency Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 101 JURNAL PATTINGALLOANG ©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar A. Pendahuluan termasuk di wilayah Sulawesi Selatan Upacara tradisional adalah sarana khususnya wilayah Bajeng (Limbung) pengokohan nilai-nilai budaya dari suatu kabupaten Gowa. Datang seorang perwira kebudayaan masyarakat penduduknya, Jepang yang bernama Fukusima.Ia datang berfungsi sebagai sarana kegiatan melestarikan dengan cara yang lain dengan sifatnya yang norma-norma, serta nilai-nilai budaya yang tidak sama pula dengan orang jepang lainnya berlaku dalam masyarakat secara turun- Kedatangan Fukusima ke Balla Lompoa ingin temurun.Norma-norma serta nilai-nilai mengadakan musyawarah dengan pemuka budaya tersebut, menjadi pegangan penduduk Bajeng (Limbung) dengan cara masyarakat dalam kehidupan sosialnya agar mendekati Batang Banoa Appaka (pemuka tetap dipatuhi dan ditaati oleh para adat di Balla Lompoa Bajeng). pendukungnya (Marhaeni, 2011) “Ia datang ki Limbung untuk melihat Sulawesi Selatan memiliki ragam etnik gaukang yang tersimpan di Balla yang unik, dengan pelbagai budaya dan Lompoa. Semula maksud dari Fakusima adatnya yang masing-masing dianut dan itu mendapat tantangan yang keras dipercayai oleh masyarakat sekitar, terutama dari para pemuka-pemuka penghargaan terhadap nilai budaya di masyarakat karena menganggap bahwa Sulawesi Selatan masih sangat kental dengan gaukang itu adalah barang keramat dan beberapa upacara adatnya, salah satunya tidak bisa dilihat tanpa suatu upacara adalah upacara adat gaukang di Gowa. khusus. Akan tetapi, karena yang datang Menurut salah satu sumber, yaitu kamus itu adalah orang Jepang yang berkuasa bahasa Makassar, kata gaukang berasal dari pada saat itu maka atas dasar pandangan bahasa Makassar, yaitu gauk yang kemudian dan anjuran dari beberapa orang mendapat akhiran ang artinya bekerja termasuk Batang Banoa Appaka yang (kegiatan) atau pengabdian hamba kepada menjadi penanggung jawab atas sesuatu yang sangat dihormati (Arief, 1995). pemeliharaan Gaukanga tersebut, Penghormatan terhadap kegiatan upacara akhirnya kotak Gaukang Tu Bajeng di adat gaukangdalam masyarakat memunculkan Limbung di buka dan dikeluarkan dua semangat kebersamaan dan gotong royong buah benda. Dua buah benda tersebut yang sudah berurat dan berakar dalam tidak lain adalah dua lembar bendera masyarakat. Dalam kegiatan ini akan berwarna putih dan merah (Arfah menimbulkan adanya pembangunan nasional Muhammad, 1995). yaitu mewujudkan suatu masyarakat adil dan Hingga pada tanggal 14 agustus 1945 makmur yang merata baik secara materil dan upacara gaukang digelar. Opsir tuan spiritual berdasarkan pancasila. Demikian Fukusima menyampaikan pidato di depan halnya yang terjadi dalam masyarakat Bajeng, rumah adat Balla Lompoa. Sepertinya Upacara adat yang digelar setiap tahunnya ini kedatangan Fukusima dengan cara menjadi upacara adat yang berbeda dari pendekatannya tersebut mampu menambah daerah lainnya.Selain karena dirangkaikan semangat para tokoh dan pemuda Bajeng dengan kegiatan pengibaran bendera merah dalam bersiap mempertahankan negerinya putih juga dalam selang waktu dua tahun dari serangan balik tentara sekutu. sekali diadakan pengiringan benda pusaka “Saat opsir Jepang Tuan Fukusima kerajaan Bajeng ke Bungung Barania. berpidato di depan rumah adat Balla Menjelang masa kemerdekaan (1945), lompoa Limbung pada 14 Agustus 1945. ketika Indonesia di jajah oleh Jepang Pidato beliau diterjemahkan oleh Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, Vol 5 No.1 Januari 2018, 101-110 | 102 JURNAL PATTINGALLOANG ©Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Abd.Salam Dg.Sikki, guru Madrasah pertimbangan, bahwa beberapa sumber yang Muallimin Limbung. Isi pidato tuan mengungkap tentang gaukanga sangat Fukusima bertanya pada pemuda, terbatas. Beberapa diantaranya kajian sejarah Apakah Saudara rela dijajah dan budayanya sangat kurang dan tidak kembali?secara spontan warga menunjukkan sebagai karya ilmiah sekaligus menyatakan „tidak!‟. Jepang kemudian karya tersebut ditulis oleh bukan yang berlatar menyerahkan senjatanya dan saat itu pula belakang sejarah. Karya yang dimaksud telah dibentuk organisasi kelaskaran di adalah buku tentang “Profil Sejarah Budaya Bajeng sebagai cabang dari Lipang dan Pariwisata Gowa yag ditulis oleh Syahrul Bajeng di Polongbangkeng” (Syarifuddin, Yasin Limpo dan kawan – kawan. Yang hanya 2007). menjelaskan tentang keberaadaan benda- benda pusaka peninggalan kerajaan Bajeng di Upacara Gaukang Tu Bajeng sendiri Balla Lompoa. dikenal sebagai pesta besar orang Bajeng yang dilaksanakan di halaman rumah adat Balla B. Metode Penelitian Lompoa, pada puncak acaranya warga Bajeng Adapun tahap yang dilakukan dalam yang mengenakan pakaian adat Sulawesi penelitian ini adalah sebagai berikut. Selatan itu mengibarkan bendera pusaka yang Heuristik: Merupakan pengumpulan data disebut dengan Bendera jole-jole. Sebuah atau sumber yang merupakan tahapan bendera berwarna merah dengan ornamen pertama pada pensusunan skripsi ini.Langkah warna putih kegiatan ini dilaksanakan setiap awal dalam kegiatan ini adalah mencari tahunnya sebelum upacara 17 Agustus untuk sumber-sumber berhubungan dengan mengenang perlawanan rakyat setempat. pembahasan secara keseluruhan dalam tulisan Upacara adat yang dikenal dengan ini, baik sumber primer maupun "Gaukang Tu Bajeng" ini digelar setiap skunder.Sumber-sumber primer yang tahunnya pada tanggal 14 Agustus. Tanggal 14 digunakan penulis adalah beberapa Agustus tersebut dipilih untuk mengenang dokumentasi berupa foto mengenai kegiatan perlawanan rakyat setempat 72 tahun silam. upacara Gaukang tu Bajeng dari tahun 2013 Pasalnya, pada hari Selasa, 14 Agustus 1945 sampai tahun 2016. Dan ada dua cara untuk rakyat setempat telah mengibarkan bendera melakukan peneitian dalam hal pengumpulan merah putih lebih awal mengawali proklamasi data yaitu pertamadengan pengumpulan kemerdekaan yang jatuh tiga hari setelahnya. secara langsung dan pengumpulan sumber Gaukang Tu Bajeng ini adalah pesta adat pustaka. masyarakat di sini untuk mengenang peristiwa Pengumpulan Sumber pustaka dilakukan jelang kemerdekaan dan hal ini menegaskan melalui buku hasil penelitian dan skripsi di bahwa bendera merah putih lebih dahulu perpustakan Universitas Negeri Makassar, berkibar di angkasa Bajeng yakni tanggal 14 Perpustakaan jurusan Sejarah, dan koleksi Agustus 1945," kata Makmur Daeng Sitakka, perorangan dan sebagian besar diperoleh ketua adat kerajaan Bajeng (Kompas, 2016). dengan menfoto copy dan meminjam buku. Mengingat keberadaan dan peran Kritik sumber: setelah memperoleh sumber- upacara adat gaukang begitu penting, maka sumber yang cukup memadai, selanjutnya