PARTAI POLITIK DAN KADERISASI

(Fenomena Pengusungan Kandidat Non Partai Politik Pada Pilkada DKI 2017)

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Linda Pratiwi 1111112000090

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

. - -f i+,!Gt*:. YF-:-..t: _ r_: I

, i I I i. I

I I

I

LEMBAR PERNTYATAAFI BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

PARTAI POLfIIK DAN KADERISASI (Fenomena Pengusungan Kandidat Non

Piltai PolitikPada Pilkada DKI Jakarta 20\7)

1. Merupakan karya asli saya ymg diajukan unhrk meme,lruhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam pe,lrulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIhI) Syarif Hidayatullah Jakarta

J. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang tain, maka saya

bersedia menerrima smksi yang berlaku di Universitas Islm Negeri Gl[\i)

Syrif Hidayatullah Jakarta.

10 Juni 2017

LindaPratiwi

I PERSETUruAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Perrbimbing Skripsi menyatakan batrwa matrasiswa:

Nama : LindaPratiwi

NIM :1111112000090

Program Studi : Ilmu Politik

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

PARTAI POLITIK DAN KADERISASI

(FENOMENA PENGUSUNGAN KANDIDAT NON PARTAI POLITIK PADA PTLKADA DKr JAKARTA 2017)

Telah diuji pada tanggal 20 Juni 2017

Tangerang,20 htnt2017

Mengetatrui, Menyetujui, Ketua Program Studi

,-7fu^ (

Dr. Iding Rosyidin, M.Si Idris Thaha, M.Si NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19660gO320011?l OOt PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

PARTAI POLITIK DAN KADERISASI

(Fenomena Pengusungan Kandidat Non Partai Politik Pada Pilkada DKI Jakarta 2Ol7)

Linda Pratiwi

1111112000090

Telah dipertatrankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Jurd 2017 . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.

Ketua Prograrn Studi, etaris Program Studi, Vfrr Dr. Iding Rosyidin Hasan, M.Si Suryani, M.Si NIP. 19701013 200501 I 003 NrP. 19770424 2007 tA 2 003

Penguji l, Penguji II,

Dr. AgusNugraha, M.A Ana NrP. 19720412 200312 I 002 NIP.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal20 Junt20L7

Ketua Program Studi Ilmu Politik

Dr. Iding Rosyidin, M.Si

NIP. r9701013 200501 1 03

ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang pola kaderisasi dalam fenomena pengusungan kandidat non partai politik pada pilkada DKI Jakarta 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola kaderisasi dalam tubuh partai pengusung sehingga partai sebagian besar lebih mengusung kandidat non partai politik daripada kader partai politiknya pada pilkada DKI Jakarta 2017. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara. Penulis menemukan bahwa pada pilkada DKI Jakarta 2017, partai politik mengikutsertakan kandidat yang sebagian besar berasal dari non partai politik. Pasangan calon Agus-Silvy berlatar belakang anggota TNI-Deputi Gubernur, pasangan calon Basuki-Djarot berlatar belakang petahana-kader, dan pasangan calon Anies-Sandi berlatar belakang tokoh pendidikan-pengusaha. Melihat latar belakang para kandidat tersebut, mengindikasikan adanya kegagalan kaderisasi calon pemimpin dalam tubuh partai pengusung. Argumen ini dirumuskan melalui pembahasan mengenai koalisi partai pengusung kandidat pada pilkada DKI Jakarta 2017, dan dijelaskan dengan menggunakan kerangka teoritis. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah partai politik dan kaderisasi. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan kedua teori tersebut dapat disimpulkan bahwa problem kaderisasi partai politik pada pilkada DKI Jakarta 2017 adalah pola kaderisasi untuk menyiapkan kader partai dalam bursa pencalonan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta di tubuh partai politik pengusung tidak di prioritaskan. Kolisi partai pengusung pasangan Agus-Silvy cenderung merekrut secara tertutup dengan mengusung Agus yang merupakan anak dari salah satu pendiri partai pengusung utama dalam koalisi partai pengusung Agus Silvy yakni partai Demokrat. Lalu salah satu partai pengusung utama dalam koalisi partai pengusung Basuki-Djarot yakni PDI Perjuangan melakukan rekrutmen calon kepala daerah dengan sistem terbuka dan hasil dari sistem tersebut terpilihlah Basuki-Djarot. Koalisi partai pengusung Anies-Sandi pun melakukan rekrutmen dengan sistem terbuka. Kepopuleran mereka membuat partai lebih mengutamakannya ketimbang kader partai. Akibatnya kader-kader yang berkualitas semakin berkurang. Partai hanya disibukkan dengan bagaimana mendapat suara banyak agar memenangkan pilkada, serta memperkenalkan keberadaan aktor-aktor politik senior untuk pemilihan presiden mendatang.

Kata Kunci: Partai politik, kaderisasi, kandidat non partai politik, pilkada

i

KATA PENGANTAR

Segenap puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, ilmu dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan sungguh-sunggguh guna mencapai kesempurnaan. Tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna membantu dalam proses penyempurnaan skripsi ini. Dalam proses penulisan skripsi dari awal sampai akhir, penulis menyadari bahwa sepenuhnya penulis mendapatkan bantuan berupa bimbingan, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Prof.Dr. Zulkifli, MA beserta seluruh jajarannya, atas pengajaran

dan pelayanannya selama penulis menuntut ilmu di universitas.

2. Dr. Iding Rosyidin, M,Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik, dan

Suryani, M,Si. selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Politik.

3. Idris Thaha M,Si selaku pembimbing yang telah membimbing,

mengarahkan, meluangkan waktu dalam proses pengerjaan skripsi ini

sehingga dapat diselesaikan.

4. Informan yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk

diwawancarai.

ii

5. Kedua orang tuaku Bapak Sukirman dan Ibu Orsih atas doa yang tiada

henti mereka panjatkan. Juga kepada kakakku Nana Sehuna dan

Mahmudin serta adikku Azis yng telah memberi dukungan dalam

menyelesaikan kuliah ini.

6. Untuk teman-teman Prodi Ilmu Politik angkatan 2011, Intan Permatasari,

Nita, Riska, Wiki, Azim, Fedulloh dan lainnya yang tidak dapat saya

sebutkan satu per satu.

7. Teman-teman kosan kaffah tercinta Tuti, Huda, Raisa, Ila dan Fatimah

yang selalu memberikan semangat dan membantu penulis dalam kuliah

dan pengerjaan skripsi ini.

8. Teman-teman Prodi Ilmu Politik se-perjuangan Denayu, Ica, Resti, Hatta,

Diah, dan Erika.

Tangerang, 30 Mei 2017

Linda Pratiwi

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... vi BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pertanyaan Masalah ...... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 6 D. Tinjauan Pustaka ...... 7 E. Metode Penelitian ...... 9 F. Sistematika Penulisan ...... 11

BAB II KERANGKA TEORI

A. Teori Partai Politik ...... 13

A.1. Pengertian Partai Politik ...... 13 A.2 Fungsi dan Peran Partai Politik ...... 15 A.3 Bentuk-Bentuk Partai Politik ...... 17 A.4 Perlembagaan Partai Politik ...... 18 B. Teori Kaderisasi ...... 19 B.1. Definisi Kaderisasi ...... 19 B.2. Sumber-Sumber Rekrutmen dan Kaderisasi ...... 21 B.3. Proses Penjaringan Bakal Calon Kepala Daerah ...... 22 B.4. Sistem Kaderisasi Calon Kepala Daerah ...... 22

BAB III KOALISI PARTAI PENGUSUNG KANDIDAT PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017

A. Koalisi Partai Pengusung -Sylviana Murni ... 25 B. Koalisi Partai Pengusung Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat ...... 29

iv

C. Koalisi Partai Pengusung Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno ...... …33

BAB IV PROBLEM KADERISASI PARTAI POLITIK PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017

A. Analisa Kaderisasi non Partai Politik...... 37 B. Alasan Pengusungan Kandidat Non Partai Politik ...... 44 B.1 Alasan Melatarbelakangi Pengusungan Agus Harimurti Yudhoyono- Sylviana Murni...... 44 B.2 Alasan yang Melatar Belakangi Pengusungan Basuki Tjahaja Purnama- Djarot Saiful Hidayat ...... 49 B.3 Alasan yang Melatar Belakangi Pengusungan Anies Rasyid Baswedan- Sandiaga Salahudin Uno ...... 52 C. Dampak Kaderisasi Kandidat Non Partai Politik ...... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 65

DAFTAR PUSTAKA ...... 69

v

DAFTAR TABEL Tabel III.B.1. Perolehan Suara Partai Pengusung Agus Silvy pada Pileg 2014....24 Tabel III.B.2. Perolehan Suara Partai Pengusung Basuki-Djarot pada Pileg 2014………………………………………………………………28 Tabel III.B.3. Perolehan Suara Partai Pengusung Anies-Sandi pada Pileg 2014...32

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Sebagaimana dipahami, bahwa partai politik merupakan wadah organisasi yang penting bagi suatu negara, apalagi negara yang menganut sistem demokrasi untuk menyalurkan aspirasi masyarakat untuk kebijakan publik. Di samping itu partai politik juga sebagai kendaraan untuk mempersiapkan kader-kader terpilih untuk duduk di kursi kepemimpinan. Dalam rangka menyiapkan calon-calon yang berkualitas inilah maka kader harus melewati proses kaderisasi. Prinsip dasar aktivitas partai adalah memilih calon untuk duduk di parlemen dan memilih calon untuk jabatan eksekutif seperti presiden, gubernur, dan kepala daerah/walikota.

Menentukan calon biasanya partai melihat dari suara polling, serta dedikasi calon terhadap partai.1

Pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan salah satu ajang bagi partai politik untuk menunjukan jati dirinya. Para kandidat atau calon yang ingin menduduki jabatan sebagai pejabat daerah baik gubernur, bupati, walikota dan sebagainya harus mendapat dukungan dari partai politik jika dia tidak ingin maju sebagai calon independen. Pemilihan kepala daerah, sejak merdeka dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun, pasca orde

1 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 186.

1

baru, pemilihan kepala daerah dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Perubahan konstelasi sistem pemilihan ini menyebabkan semua pihak terutama di kalangan para politisi daerah harus memasang kuda-kuda dengan baik jika mau ikut bertarung dalam pemilihan pimpinan daerah.2

Jakarta merupakan salah satu dari sekian banyak daerah yang terlibat dalam pilkada langsung yang diadakan serentak dengan 101 daerah lainnya pada 2017 dan tentunya dengan kontestan politik yang siap merebut suara rakyat pada pertarungan tersebut. Semua masyarakat seolah tersedot magnet dalam melihat isu-isu yang berkembang di Jakarta terutama menjelang pilkada DKI Jakarta.

Peranan mediapun dirasa gencar dalam pemberitaan terkait pilkada DKI Jakarta ini.

Pilkada DKI Jakarta merupakan bagian penting dalam politik nasional, karena akan menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya. Salah satu unsur penting dalam terselenggaranya pilkada adalah kampanye.3 Kampanye merupakan sebuah upaya yang dikelola oleh satu kelompok (agen perubahan) yang ditujukan untuk membujuk target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap dan perilaku tertentu.4 Target yang akan didapat kelak ditentukan oleh gaya kampanye masing-masing kandidat.

2 Cangara, Komunikasi Politik, 211. 3Dadang Kurnia, “Wujudkan Pemilu Damai,” Republika, 30 Oktober 2016, 1. 4Cangara, Komunikasi Politik, 284.

2

Beberapa peristiwa sempat mewarnai perjalanan menuju pilkada DKI Jakarta

2017. Mulai dari calon petahana Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa

Ahok yang akan kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta. Basuki pada awalnya maju melalui jalur independen dengan memulai langkahnya mengumpulkan 1 juta KTP warga Jakarta ditemani oleh sekelompok para pendukung Basuki yang diberi nama “Teman Ahok”. Lalu Basuki mengurungkan niatnya maju melalui jalur independen dan memilih berjalan dengan dukungan partai politik. Basuki mendapat dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan (PDI Perjuangan) dan menggandeng Djarot Saiful Hidayat sebagai wakilnya. Dari sini awal persaingan politik pun muncul dari partai-partai lain yang notabenenya tidak terakumulasi dalam poros koalisi PDI Perjuangan.

Partai yang tidak terakumulasi dalam poros koalisi PDI Perjuanganpun meramaikan pertarungan politik Jakarta dengan mengusungkan kandidat yang dianggap mampu menyamai bahkan melebihi elektabilitas Basuki. Muncullah dua nama yang nanti akan ikut menjadi kontestan bersama Basuki. Dari poros yang terdiri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra mengusung Anies

Rasyid Baswedan yang dipasangkan dengan Sandiaga Salahudin Uno. Anies merupakan akademisi dan pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kala, sedangkan Sandi dikenal sebagai salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Mereka menjadi pasangan terakhir yang mendaftar pada KPUD DKI Jakarta. Lalu Partai Demokrat, Partai Persatuan

Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat

Nasional (PAN) mengusung Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni.

3

Munculnya sosok Agus membuat publik terkejut. Agus yang merupakan seorang anggota TNI memutuskan melepas jabatannya hanya untuk menjadi salah satu kandidat pada pilkada DKI Jakarta 2017, Silvy merupakan sosok yang bekerja di

Deputi dan rela menanggalkan jabatannya.5

Dalam pilkada DKI Jakarta 2017 partai politik beramai ramai mengusung kandidat yang berasal dari berbagai profesi dan sebagian besar merupakan kandidat non partai politik. Hanya satu orang yang merupakan kader partai yakni

Djarot Saiful Hidayat. Beliau adalah kader dari PDI Perjuangan. Pengusungan kandidat non partai politik memang bukan hal yang baru dalam panggung politik di Indonesia. Pada pilkada pertama tahun 2005 di kabupaten Malang ada tiga pasangan calon bupati yang bersaing. Mereka adalah pasangan Noeryanto-Zaenal

Fahris, Sujud Pribadi-Rendra Kresna dan Dade Angga-Kamilun Muhtadin. Di sini ada yang menarik dari pencalonan Sujud Pribadi sebagai calon bupati Malang.

Perjalanannya tidak mulus sebagai calon yang diusung PDI Perjuangan karena mendapat rivalitas dari Soeyono. Sujud bukan kader PDI Perjuangan, sedangkan

Soeyono merupakan kader PDI Perjuangan murni. Kedua tokoh ini bersaing memperebutkan dukungan dari PDI Perjuangan, tetapi Sujud lah yang mendapat restu dari PDI Perjuangan untuk maju sebagai calon Bupati Malang.6

Proses konvensi pun pernah dilakukan menjelang pemilu presiden dan wakil presiden pada tahun 2004. Partai Golkar mencalonkan Wiranto-Salahudin Wahid.

Partai Golkar mencalonkan orang non partai setelah melalui proses konvensi. Ini

5Yendhi, “Resmi, Poros Kertanegara Usung Anies Sandi Uno Ke Pilkada DKI 2017”, http://poskotanews.com. Terbit 23 September 2016. 6 Andi Makmur Maka “Demokrasi Lokal dan Pilkada,” Demokrasi dan HAM 2(Mei 2000), 96.

4

merupakan model yang sama dengan pemilihan presiden di Amerika dengan seleksi melalui konvensi terbuka. Dalam seleksi konvensi, beberapa hal yang dilihat di antaranya, kemampuan argumentasinya, program-programnya dan besarnya dukungan dari pemilihnya. Pertimbangan calon biasanya didasarkan pada ketokohan, kredibilitas, reputasi, kompetensi dan popularitas. Popularitas biasanya dilihat dari kompetensi yang dimiliki calon. Tetapi bisa saja terjadi orang populer tidak relevan dengan perjuangan partai misalnya karena ia seorang artis atau olahragawan.7

Kemunculan sejumlah kandidat non partai politik tersebut seolah mengindikasikan bahwa sosoknya menjadi pertimbangan yang cukup bagus.

Apalagi di era pemilihan langsung, pemilih lebih mempertimbangkan sisi figur ketimbang mengaitkannya dengan partai pengusung. Pada pilkada DKI Jakarta

2017 pun sebagian besar dipenuhi dengan kandidat non partai politik. Untuk kandidat calon gubernur saja seluruhnya merupakan orang non partai yaitu Basuki merupakan tokoh non partisan, Anies merupakan tokoh berlatar akademisi dan

Agus merupakan anggota TNI. Sedangkan calon wakil gubernurnya hanya ada satu yang merupakan kader partai yakni Djarot, Silvy merupakan seorang Deputi

Gubernur, sedangkan Sandi merupakan seorang pengusaha.8

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk menganalisis fenomena pengusungan kandidat non partai politik pada pilkada DKI Jakarta

2017. Peneliti ingin menganalisa bagaimana pola kaderisasi di tubuh partai

7 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 186. 8 Golda Eksa, “Krisis Kader Melanda Parpol”, Media Indonesia, 3 Oktober 2016, h. 23.

5

pengusung sehingga lebih mengutamakan kandidat-kandidat non partai politik dibanding kader partainya sendiri. Topik ini menarik peneliti untuk di bahas menjadi karya ilmiah karena melihat begitu banyaknya partai politik mengusung kandidat non partai politik. Padahal salah satu fungsi partai politik adalah untuk merekrut orang-orang menjadi kader partai yang nantinya dipersiapkan untuk menduduki jabatan pemerintah baik nasional maupun lokal. Melihat fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut yang melatarbelakangi hal tersebut.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut, penulis membatasi penelitian pada pengusungan kandidat non partai politik pilkada DKI Jakarta 2017. Adapun pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa alasan yang melatarbelakangi pengusungan kandidat non partai

politik pada Pilkada DKI Jakarta 2017?

2. Bagaimana dampak bagi partai politik bila fenomena pengusungan

kandidat non partai politik ini terus berlangsung?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah bersifat formal akademis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami fenomena pengusungan kandidat non partai politik pada pilkada DKI 2017. Juga untuk memahami alasan mengapa terutama menjelang pilkada, banyak partai politik

6

lebih mengusung kandidat non partai politik darpada mengusung kadernya sendiri dan dampak kedepannya jika fenomena ini selalu menjadi rutinitas partai dalam mengusung calon pemimpin.

a. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar hasil penelitian ini menjadi sumbangan bagi lembaga/institusi, yaitu partai politik, Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) atau institusi lainnya yang berkaitan dengan politik di

Indonesia.

2. Manfaat Akademis

Sebagai tambahan referensi pengetahuan bagi insan akademis di lingkungan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

D. Tinjauan Pustaka

Salah satu Penelitian yang dilakukan oleh Beni Azhar Assadan menggambarkan tentang pola kaderisasi yang diabaikan yang menyebabkan banyak kader yang keluar dan berpindah ke partai lain. Kader sebagai aktor utama regenerasi kepemimpinan tidak lagi diperhatikan bahkan terkesan diabaikan oleh pemimpin partai. Hal inilah yang menyebabkan banyak kader dalam tubuh partai memilih untuk keluar atau berpindah menjadi anggota partai politik lain yang dapat menerima dan mementingkan keberadaan kadernya.

7

Keluarnya kader Yuddy Chrisnandi merupakan sikap kekecewaannya karena tidak terpilih sebagai calon ketua umum Golkar. Keluarnya Lily Chadidjah Wahid di

DPP PKB merupakan bentuk otoritarianisme DPP PKB terhadap Lily sebagai kader PKB yang tidak terkena kasus hukum. Lily memilih bergabung bersama

Partai Hanura yang dianggap relatif bersih dari partai lain. Dan keluarnya Patrice

Rio Capellla disebabkan karena partai terdahulunya yakni Partai Amanat Nasional

(PAN) dianggap tidak lagi reformis dan memilih mendirikan partai baru.9

Lalu penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Jakfar menggambarkan tentang faktor yang melatarbelakangi Partai Demokrat melakukan rekrutmen politik.

Partai Demokrat dianggap belum memiliki sistem dan mekanisme khusus dalam merekrut kader atau anggota untuk masuk ke dalam partainya. Faktor usia partai yang relatif muda membuatnya terobsesi dalam pengumpulan suara dan lebih menancapkan kekuasaan pada level bawah. Akibatnya aspek kemampuan kader dan latar belakangnya kurang mendapat perhatian.10

Lalu penelitian yang dilakukan Rifqi Hakim menggambarkan tentang pemilu legislatif tahun 2009 yang banyak melibatkan artis untuk mengisi jabatan-jabatan

9 Beni Azhar Assadan. Partai Politik dan Kaderisasi Politik: Studi Kasus Yuddy Chrisnandi, Lily Chadidjah Wahid, dan Patrice Rio Capella. (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 60. 10 Mohamad Jakfar. Rekrutmen Keanggotaan Partai Demokrat Perspektif Ideologi dan Pragmatisme Politik (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), 70

8

politik. Pemilihan sosok artis tersebut karena diyakini bahwa kepopulerannya akan mendongkrak suara11

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Desy Purwati menggambarkan tentang tujuan perekrutan calon legslatif dari kalangan artis yakni sebagai pendulang suara. Partai Persatuan Pembangunan dianggap sangat tergantung pada sosok figur dan belum serius dalam membangun fondasi politik. Tidak berfungsinya pengkaderan dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan karena elit partai politik lebih mementingkan kader-kader instan untuk dicalonkan sebagai caleg yaitu sosok artis. Proses rekrutmen partai ini lebih menetapkan pendekatan asal comot terhadap artis yang dipandang sebagai mesin uang, tanpa memperhatikan gagasan, ide, cita-cita perjuangan dan program kerja yang membawa manfaat bagi rakyat.12

Berdasarkan studi tersebut peneliti ingin membandingkan penelitian ini agar terdapat perbedaan dan menghindari plagiat atau menjiplak. Keseluruhan penelitian diatas menggambarkan tentang faktor-faktor internal partai politik mengenai problem kaderisasi. Bedanya dengan penelitian ini adalah bertujuan meneliti pola kaderisasi partai dalam fenomena pengusungan kandidat non partai politik untuk jabatan gubernur dan wakil gubernur oleh partai politik dalam pilkada DKI Jakarta 2017.

11 Rifqi Hakim. Partisipasi Artis dalam Politik Pada Pemilu Legislatif 2009 (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), 65. 12 Desy Purwati. Pragmatisme Partai Islam (Studi Tentang Perekrutan Calon Legislatif Artis Oleh Partai Persatuan Pembangunan) (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), 71.

9

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Dimana penelitian kualitatif ini merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan kepada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Penelitian kualitatif merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.13

2. Teknik Analisis Data

Dalam hal teknik analisis data penulis menggunakan teknik deskriptif analisis.

Hal tersebut digunakan untuk mengamati permasalahan secara sistematis dan akurat mengenai fakta dan sifat objek tertentu. Dengan teknik ini penulis berharap mampu memberikan gambaran suatu fenomena atau permasalahan yang terjadi secara sistematis, faktual, aktual, akurat dan jelas berdasarkan data yang diperoleh mengenai problematika yang sedang diteliti.

3. Teknik pengumpulan Data

Dalam hal pengumpulan data penulis menggunakan teknik wawancara, studi kepustakaan dan tela’ah dokumen. Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat pula diberikan daftar pertanyaan terlebih dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain. Wawancara merupakan alat re-cheking atau

13 Dr. Juliansyah Noor, SE, M, M, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 34.

10

pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Tela’ah dokumen merupakan kajian terhadap fakta dan data yang tersimpan baik dalam bentuk buku, dokumen pemerintah/swasta, data deserver atau flashdisk dan sebagainya.14

F. Sistematika Penelitian

Bab Kesatu berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari pernyataan masalah berisi tentang topik mengenai fenomena pengusungan kandidat non partai politik, pertanyaan penelitian terdiri dari empat pertanyaan yang dibatasi guna melengkapi data penelitian, tujuan dan manfaat penelitian berisi tentang tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui alasan fenomena pengusungan kandidat non partai, kemudian tinjauan pustaka berisi tentang beberapa referensi karya tulis orang lain guna sebagai perbandingan agar terhindar dari plagiarisme. Metodologi penelitian terdiri dari jenis penelitiannya yang bersifat kualitatif, teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif analisis dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumen lainnya, Serta sistematika penulisan menjelaskan tentang synopsis per bab dalam penelitian tersebut.

Bab Kedua berisi tentang kerangka teori yang membahas teori-teori apa saja yang relevan dengan tema yang diangkat. Teori-teori yang diambil adalah partai politik dan kaderisasi karena keduanya sinkron untuk menjawab pertanyaan penelitiannya.

14 Dr. Juliansyah, Metodologi Penelitian,, 141.

11

Bab Ketiga membahas mengenai koalisi partai pengusung kandidat yang berisi tentang profil partai pengusung kandidat masing-masing calon, serta profil para kandidat calon-calon gubernur dan wakil gubernur. Koalisi partai pengusung

Agus-Silvy terdiri dari PPP, Partai Demokrat, PKB dan PAN. Koalisi partai pengusung Basuki-Djarot terdiri dari PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai

Hanura dan Partai Nasdem serta koalisi partai pengusung Anies-Sandi terdiri dari

Partai Gerindra dan PKS.

Bab Keempat berisi gambaran umum mengenai analisa kaderisasi non partai politik menjelaskan tentang bagaiman fenomena pengusungan kandidat non partai berlangsung, kemudian alasan partai politik mengusung kandidat non partai politik semua kandidat, dampak dari fenomena tersebut bagi partai politik, jika partai terus mengusung kandidat non partai politik daripada mengutamakan kadernya.

Bab Kelima penutup yang berisi tentang kesimpulan dari fenomena pengusungan kandidat non partai politik serta saran untuk fenomena tesebut.

12

BAB II

KERANGKA TEORI

Dalam pembahasan Bab II ini, peneliti menjelaskan teori yang digunakan guna membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Teori tersebut nantinya digunakan sebagai bahan utama untuk mengkaji lebih dalam masalah-masalah yang terkait dalam fenomena pengusungan kandidat non partai politik pada pilkada DKI Jakarta 2017. Adapun kerangka teoretis yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini yakni teori partai politik dan teori kaderisasi.

Teori partai politik digunakan untuk menganalisa apakah partai politik mampu menyiapkan kader untuk bursa gubernur dan wakilnya pada pilkada DKI Jakarta

2017, sedangkan teori kaderisasi digunakan untuk menganalisa bagaimana sistem kaderisasi dalam tubuh partai politik sehingga kandidat non partai politik lebih diutamakan.

A. Partai Politik

A.1. Pengertian Partai Politik

Partai politik berawal dari anggapan bahwa untuk menyatukan berbagai ide, gagasan dan cita-cita maka harus ada suatu wadah yang dapat menampung semuanya sehingga dapat tersalurkan dengan baik. Richard M. Merelmen

13

menyatakan bahwa dari semua alat yang pernah didesain oleh manusia untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya, tidak ada yang lebih ampuh dari partai politik.1

Partai politik, menurut Ramlan Surbakti, adalah kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. Ikut serta dalam pemilu merupakan kegiatan partai untuk melaksanakan salah satu fungsinya yaitu dalam proses seleksi calon- calon pemimpin. Partai yang memenangkan prosesi pemilu maka dia berperan sebagai pembuat keputusan politik untuk diterapkan sebagai kebijakan umum.2

Giovani Sartori juga mengemukakan hal yang sama tentang partai politik yakni suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan publik.

Sigmund Neuman mengemukakan partai politik adalah organisasi dari aktivis- aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang pandangannya dianggap berbeda.3 Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, rakyat memang sebagai pemegang kekuasaan

1 Efriza dan Yoyoh Rohaniah, Pengantar Ilmu Politik (Malang: Intrans Publishing Wisma Kalimetro, 2015), 352. 2Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 2010), 148. 3 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 406.

14

tertinggi. Oleh sebab itu, dukungan rakyat sangat dibutuhkan untuk berjalannya proses pemilu sebagai salah satu kegiatan yang menunjang sistem demokrasi.

A.2. Fungsi Partai Politik

Kehadiran partai politik tentu diiringi dengan berbagai fungsinya4, tetapi peneliti mencoba memaparkan fungsi partai politik untuk dikaitkan dengan pilkada, yaitu:

1. Rekrutmen politik

Fungsi ini meliputi seleksi, pemilihan, pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Untuk kepentingan internal, partai butuh kader-kader yang baik, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan kesulitan menentukan pemimpin sendiri dan mempunyai peluang untuk dapat mengajukan calon ke bursa kepemimpinan lokal dan nasional.5

Fungsi ini turut memperluas partisipasi politik masyarakat dan menarik golongan masyarakat untuk di didik menjadi kader. Fungsi ini menjadi harapan besar bagi kader-kader partai untuk mengembangkan karirnya bila dijalankan dengan baik dan terstruktur. Bila partai mampu melaksanakan pola rekrutmen dan kaderisasi dengan baik, maka kader-kader partai akan mempunyai ikatan dan

4Fungsi lain dari partai politik: sosialisasi politik, pengendali konflik, kontrol politik dan sebagainya. 5 Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 150.

15

loyalitas yang kuat terhadap partai. Oleh sebab itu, partai tidak perlu merekrut lagi orang luar untuk ditempatkan dalam suatu jabatan politik.

2. Partisipasi politik

Partai politik lahir karena meluasnya suatu gagasan yang menyatakan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam proses politik. Lalu partai politik menjadi penghubung penting antara rakyat dan pemerintah. partai politik yang berakar kuat dalam masyarakat diharapkan dapat mengendalikan pemerintahan sehingga terbentuk semacam pola hubungan kewenangan yang berlegitimasi antara pemerintah dan rakyat

Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatannya bisa berupa membayar pajak, mengajukan tuntutan, mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan kebijkan umum serta mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin serta memilih wakil rakyat dalam pemilu. Dalam hal ini, partai politik sebagai wadah partisipasi politik mengajak dan mendorong warga agar menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan untuk memengaruhi proses politik.6

3. Mediator untuk Menjembatani Kepentingan

Di dalam masyarakat selalu terdapat sebuah kepentingan yang berbeda bahkan sering kali bertentangan dengan yang telah diputuskan oleh pemerintah.

6 Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 151.

16

Untuk itu partai politik hadir sebagai wadah untuk menjembatani antara aspirasi warga negara dan pemerintah agar dapat ditemui titik terangnya. Fungsi partai politik adalah merumuskannya menjadi usul kebijakan dan dimasukkan dalam program atau platform partai. Dalam pilkada Jakarta, visi misi yang dibawa paslon yang diusung partai dalam kampanyenya merupakan program-program untuk pembangunan dan penyelesaian semua permasalahan yang terjadi di Jakarta. Lalu partai politik memperjuangkannya dan menyampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum saat paslonnya terpilih nanti.7

Sudah saatnya partai politik turun gunung dan lebih mendekatkan diri pada masyarakat. Menjadi pelayan publik berarti bahwa keberadaan partai politik dimaksudkan untuk melayani kepentingan masyarakat secara luas, bangsa dan negara. Hal-hal yang dilakukan oleh partai politik harus berorientasi pada perbaikan kondisi sosial masyarakat, dan tidak hanya terfokus pada apa yang dirasakan oleh partai politik tersebut. karena jika partai selalu tampil di depan, maka akan memberikan image yang positif terhadap partai politik bersangkutan.

Hal ini akan menghasilkan tingginya dukungan masyarakat terhadapnya, terlebih dalam pemilihan umum semua itu sangatlah di butuhkan.8

A.3. Bentuk-Bentuk Keanggotaan Partai Politik

7 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Anggota Ikapi, 2008), 406. 8 Firmanzah, Marketing Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), 90

17

Berdasarkan asas dan organisasi,9 partai politik dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Partai politik pragmatis adalah suatu partai yang mempunyai program tidak terikat kaku pada suatu doktrin atau ideologi tertentu. Artinya, suatu perubahan waktu, situasi dan gaya kepemimpinan akan turut merubah program, kegiatan dan penampilan partai politik tersebut. Penampilan partai politik ini cenderung merupakan cerminan dari program-program yang disusun oleh pemimpin utamanya dan gaya kepemimpinan sang pemimpin. 2. Partai politik doktriner adalah sejumlah partai politik yang mempunyai program dan kegiatan konkret sebagai penjabaran dari sebuah ideologi. Pergantian kepemimpinan mengubah gaya kepemimpinan pada tingkat tertentu, tetapi tidak merubah prinsip dan program dasar partai karena ideologi partai sudah dirumuskan secara konkret dan terorganisir secara ketat. 3. Partai politik kepentingan merupakan partai politik yang dibentuk berdasarkan kepentingan tertentu seperti petani, buruh, etnis dan kalangan lainnya. Partai ini bisa ditemui baik dalam sistem multi partai dan sistem dwi partai.

A.4. Perlembagaan Partai Politik

Sebelum partai politik berkompetisi dalam pilkada, ada baiknya semua pengurus dan anggota partai memperhatikan perlembagaan partai politik. Hal ini sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politik suatu negara pada umumnya dan kualitas partai politik itu sendiri pada khususnya. Agar hal tersebut dapat dijalankan dengan baik, setidaknya ada 5 bidang yang perlu diperhitungkan, yakni:

Pertama, keutuhan internal, sejauh mana anggota partai dapat menampung semua aspirasi dan memilah dengan baik hasil dialog tanpa menimbulkan kecemburuan. Kedua, ketangguhan organisasi perlu dibangun sedemikian rupa sehingga sumber-sumber daya (manusia, finansial, metode) dapat bekerja demi kepentingan dan tujuan partai politik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

9Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 122.

18

Ketiga, demokrasi internal partai. Hal ini sangatlah berguna bagi institusionalisasi dan perkembangan partai. Keempat, identitas politik partai. Pada saat berupaya mengejar jabatan di pemerintahan, identitas politik partai sangatlah penting.

Karena hal ini dapat dijadikan representasi bagi para pemilih (voters). Kelima, kapasitas kampanye. Poin kelima ini memang dianggap penting karena untuk memaksimalkan perolehan dukungan dari para voters.10

Dengan memperhatikan kelima bidang tersebut, maka dalam pemilihan langsung seperti pilkada, partai politik akan mendapatkan beberapa keuntungan di antaranya: mendapat dukungan dan kepercayaan dengan mudah dari warga, membuat hubungan yang baik antara warga dan pejabat pemerintah dan sebagainya. Keuntungan tersebut sangat penting terutama menjelang pilkada.

B. Kaderisasi

B.1 Pengertian Kaderisasi

Salah satu fungsi dari partai politik adalah sebagai sarana kaderisasi/rekrutmen politik. Fungsi ini sangat erat kaitannya dengan penyeleksian seorang calon pemimpin, baik pemimpin internal maupun yang lebih luas dari itu. Untuk kepentingan internalnya, partai politik membutuhkan kader-kader yang berkualitas untuk mengembangkan dirinya dan untuk kepentingan yang lebih luas partai politik membutuhkan kandidat yang berkualitas untuk ditempatkan pada jabatan nasional maupun lokal agar dapat meneruskan kekuasaannya.

10 Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik: Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 108.

19

Kaderisasi adalah penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu dan sebagainya.11 Sedangkan

Jack C. Plano mengartikan kaderisasi/rekrutmen politik sebagai pemilihan orang- orang untuk mengisi posisi formal dan legal seperti pengisian jabatan presiden dan anggota parlemen, serta posisi tidak formal seperti aktivis dan propaganda.12

Di kancah politik, proses kaderisasi digunakan untuk menyiapkan warga atau masyarakat yang ingin sekedar bergabung menjadi anggota partai dan menjadi pemimpin nasional atau lokal. Untuk pilkada DKI Jakarta 2017, proses kaderisasi guna menyiapkan orang-orang untuk jabatan gubernur dan wakilnya.

Kaderisasi calon kepala daerah menjadi agenda yang penting di era saat ini karena pilkada akan dilaksanakan secara langsung dan serentak. Dikarenakan suasana pilkada untuk kedua kalinya mulai terasa, partai politik mulai bersafari untuk menyeleksi calon-calon yang berkualitas dan mempunyai kesamaan karakteristik sistem, nilai dan ideologi untuk menduduki jabatan sebagai kepala daerah. Pada pilkada DKI Jakarta telah didapat tiga pasangan calon hasil proses ini yakni Agus

Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful

Hidayat dan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno.

Sistem kaderisasi perlu disertai dengan sistem transparan yang memberikan jaminan akses pada semua kader yang memiliki potensi. Perlu juga di munculkan sistem pesaingan yang sehat dan transparan dalam tubuh partai agar kader partai

11 Sudijono Sostroatmodjo, Perilaku Politik (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), 121. 12Muhadam Labolo, Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum Di Indonesia: Teori, Konsep dan Isu Strategis (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 19.

20

terbiasa. Dengan sistem tersebut maka kaderisasi akan melahirkan calon-calon pemimpin yang berkualitas.

B.2. Sumber-Sumber Rekrutmen dan Kaderisasi

Secara garis besar, penentuan sumber-sumber kader dapat dilakukan dengan dua sumber yakni perekrutan dari dalam partai politik (internal) dan perekrutan dari luar partai politik (eksternal). Alur metode rekrutmen/kaderisasi dan seleksi pemimpin:

1. Identifikasi Kader 2. Metode Rekrutmen 3. Calon Kader Berkualitas

Menentukan sumber-sumber kader akan memberikan beberapa keunggulan bagi partai, yaitu:

1. Kenaikan posisi yang lebih tinggi akan mendorong kader untuk

meningkatkan kuantitas dan kualitas kinerjanya;

2. Pemindahan suatu jabatan ke jabatan yang baru akan menghindarkan

kejenuhan dari jabatan sebelumnya yang sifatnya monoton;

3. Promosi dan mutasi akan meningkatkan semangat kerja bagi kader;

4. Alokasi dan promosi dan mutasi akan lebih rendah dibandingkan

perekrutan dari luar partai;

5. Alokasi waktu relatif lebih singkat sehingga kekosongaan posisi dapat

diduduki oleh kader partai;

21

6. Karakteristik pribadi, kecakapan dan kepiawaian kader dalam partai yang

akan menempati suatu posisi telah diketahui dengan nyata.13

B.3. Proses Penjaringan Bakal calon Kepala Daerah

Secara garis besar, proses penjaringan bakal calon yang dilakukan oleh partai politik terdiri dari empat cara, yaitu:

1. Partai membuka penjaringan internal dengan mengundang para tokoh yang akan mereka calonkan. Biasanya partai sudah memiliki target yang akan dicalonkan. Di forum ini, bakal calon akan diminta untuk menyampaikan visi-misinya. Penjaringan bakal calon biasanya dilakukan dengan pemungutan suara atau ranking. 2. Partai membuka publikasi pendaftaran bagi yang berminat untuk mengikuti penjaringan internal. Lalu setelah itu, nama-nama yang sudah terdaftar akan diminta menyampaikan visi-misi. Selanjutnya tim penjaringan akan melakukan fit and proper test, dan ditentukan berdasarkan ranking. Beberapa tahapannya adalah: pengecekan data secara administratif, psikotes, lalu fit and proper test. 3. Partai melakukan penjaringan internal secara tertutup dengan membentuk tim penjaringan atau tim seleksi untuk menjaring dan menyeleksi nama-nama yang telah ditargetkan dengan melaporkan hasil kerjanya. Laporan tersebut akan diumumkan dalam rapat. Tetapi, tim seleksipun tetap memperhitungkan kelayakan kader internalnya. Rapat penguruslah yang akan menentukan siapa bakal calon terpilih. 4. Pemilihan bakal calon dilakukan dengan membentuk forum musyawarah daerah (musyda). Cara ini tak lazim dilakukan karena musyda dilakukan untuk memilih anggota daerah baru. Tetapi apabila partai telah memiliki calon dan telah disetujui oleh pengurus daerah, maka hal tersebut dapat menjadi rekomendasi bakal calon. Untuk cara yang ini biasanya bakal calon kepala daerahlah yang mendatangi partai.14

B.4. Sistem Kaderisasi Calon Kepala daerah

Lalu tahapan berikutnya setelah terpilihnya bakal calon adalah memilih atau merekrut calon tetap yang akan diusung. Setidaknya terdapat dua sistem rekrutmen atau kaderisasi calon kepala daerah yakni:

13 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, 73. 14 Lipi Press, Jurnal Peneliltian Politik: Democrazy Pilkada Years Book 2007 /OBR (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), 5.

22

1. Sistem pencalonan terbatas: sistem ini hanya membuka akses bagi calon-calon dari partai politik. Karena menurut penganut sistem ini, sumber daya manusia yang berkualitas hanya terdapat pada anggota-anggota partai saja.

2. Sistem pencalonan terbuka: sistem ini memberikan akses yang sama bagi anggota atau pengurus parrpol dan anggota komunitas atau kelompok-kelompok lain di masyarakat, seperti: organisasi massa, professional, pengusaha, LSM, artis dan sebagainya.15

Jika mengamati pilkada DKI Jakarta 2017, partai politik pengusung kandidat cenderung memilih calon gubernur dan wakil gubernur dengan sistem pencalonan terbuka. Pasangan calon nomor urut tiga yakni Anies-Sandi merupakan calon yang berasal dari luar partai, Anies merupakan seseorang yang bergelut di bidang pendidikan dan Sandi merupakan seorang pengusaha. Lalu pasangan calon nomor urut satu yakni Agus-Silvy juga calon yang berasal dari luar partai. Agus seorang anggota TNI dan Silvy seorang Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan

Kebudayaan DKI Jakarta masa kepemimpinan Basuki. Walaupun Djarot yang merupakan calon wakil gubernur adalah kader PDI Perjuangan tetapi untuk calon gubernurnya, PDI Perjuangan tetap memilih dari orang luar partai yakni Basuki.

Melihat fenomena partai politik dalam pilkada DKI Jakarta 2017 terutama partai-partai besar cenderung lebih mengusahakan untuk merekrut calon pemimpin masa datang, terutama karena tokoh-tokoh senior di partai politik besar seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri dan Prabowo

Subianto sadar pengaruh politik mereka hanya akan bisa sekitar 10 tahun lagi dan mereka butuh kader untuk proses regenerasi yang bisa dipercaya meneruskan warisan politik mereka di partai masing-masing. Untuk memuluskan rencananya tersebut, para aktor senior ikut turun gunung dalam rangka memenangkan para

15Roni Tamara Putra “Sistem Kaderisasi dan Penetapan Calon Anggota Legislatif dalam Pemilu 2009,” ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id. Terbit 25 Februari 2014.

23

kandidatnya. Ada yang ikut kampanye, selain itu adapula yang aktif menggunakan media sosial pribadinya untuk mengenalkan para kandidatnya dan sebagainya.16

Ikut terlibatnya para aktor senior tersebut membuat pilkada serasa pemilihan presiden saja. Maklum, pemilihan presiden dan wakil presiden akan diselenggarakan tidak lama lagi yakni pada 2019. Oleh sebab itu momentum pada pilkada DKI tersebut mereka gunakan untuk mencari dukungan partai, membangun kharisma, membentuk jaringan, merumuskan program dan menyiapkan logistik.17

Sudah saatnya para pengurus dan ketua umum partai politik untuk memikirkan tentang persoalan kaderisasi ini. Proses kaderisasi merupakan persoalan yang penting mengingat partailah yang berfungsi untuk menggodok calon pemimpin lokal maupun nasional agar memiliki visi demokrasi dan bermental jujur. Apabila proses kaderisasi ini mengalami kendala maka transisi kepemimpinan dari generasi tua kepada generasi muda juga akan mengalami kendala.18

16 Dewi Aminatuz Zuhriyah, “Pilkada Dki 2017: “Kristalisasi Dari Kegagalan Partai Politik?” http://jakarta.bisnis.com. Terbit 30 September 2016. 17 Budiarto Shambazy, Pilpres Sebentar lagi” Kompas 22 April 2017, 2. 18 Roni Tamara Putra “Sistem Kaderisasi dan Penetapan Calon Anggota Legislatif dalam Pemilu 2009,” ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id. Terbit 25 Februari 2014.

24

BAB III

KOALISI PARTAI PENGUSUNG KANDIDAT-KANDIDAT PADA

PILKADA DKI JAKARTA 2017

Dalam bab ini dibahas mengenai koalisi partai-partai pengusung para kandidat pilkada DKI Jakarta 2017 untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur.

Topiknya terdiri dari tiga sub bab yaitu: koalisi partai pengusung pencalonan

Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, lalu koalisi partai pengusung pencalonan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan koalisi partai pengusung pencalonan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Pembahasannya dimulai dengan menjelaskan koalisi partai pengusung pencalonan Agus-Silvy.

A. Koalisi Partai Pengusung Pencalonan Agus Harimurti Yudhoyono-

Sylviana Murni

Pada 23 September 2016 Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang

Yudhoyono mengumumkan mengusung Agus-Silvy untuk pilkada DKI Jakarta

2017. Keputusan tersebut merupakan hasil rapat konsolidasi dengan 3 partai yang mendukung pengusungan Agus-Silvy yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP),

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Keputusan mengajukan Agus-Silvy setelah tidak mencapai kesepakatan dengan Partai

Gerindra dan PKS. Kedua partai tersebut berniat akan mengusung calon sendiri.

25

Pada tanggal yang sama, pasangan calon tersebut mendaftarkan diri ke Komisi

Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta.1

Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hadar Nafis

Gumay jika merujuk pada UU No 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala

Daerah2, maka partai atau gabungan partai harus memiliki minimal 21 jatah kursi di DPRD DKI Jakarta agar dapat mengusung pasangan calon.3

Berikut perolehan suara dan kursi yang diraih partai koalisi pengusung Agus-

Silvy pada pemilu legislatif 2014:

Tabel III.B.1. Perolehan Suara Partai Pengusung Agus-Silvy pada

Pileg 20144

Nama Partai Jumlah Suara Jumlah Kursi %

PPP 424.400 suara 10 kursi 9,43%

Demokrat 357.006 suara 10 kursi 9,43%

PKB 260.159 suara 6 kursi 5,66%

PAN 172.784 suara 2 kursi 1,89%

Jumlah 1.214.349suara 28 kursi 26,41%

Sumber:http://dprd-dkijakarta.prov.go.id

1Dian Kurniati, “Pasangan Agus Yudhoyono-Sylviana Hari Ini Pamitan” http://m.kbr.id. Terbit 23 September 2016 2 Isi dari Undang-Undangnya adalah: mensyaratkan sekurang-kurangnya partai politik (parpol) atau gabungan parpol memiliki 20 persen kursi atau 25 persen suara sah pemilu 2014, yakni pemilu legislatif DKI Jakarta.” 3 Dara Purnama, “Ini Persyaratan Ajukan Calon Gubernur DKI Jakarta“ http://m.okezone.com. Terbit 05 Mei 2016 4 “Jumlah Kursi & Fraksi DPRD DKI Jakarta Periode 2014-2019” http://dprd- dkijakarta.prov.go.id./fraksi/jumlah-kursi-fraksi-dprd-dki-jakarta-periode-2014-2019/.

26

Melihat tabel tersebut maka masing-masing partai memang tidak dapat mengajukan paslon tanpa berkoalisi. PPP hanya memperoleh 10 kursi, Partai

Demokrat 10 kursi, PKB enam kursi dan PAN dengan dua kursi jadi total gabungan kursi koalisi tersebut adala sebanyak 28 kursi. Dengan melakukan koalisi, kini jumlah kursi tersebut telah memenuhi persyaratan pengajuan paslon menurut UU No 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah dengan jumlah total 28 kursi.

Dengan menampilkan sosok Agus yang tidak diperkirakan dalam bursa pencalonan pun, dinilai akan mampu mendulang suara di pilkada DKI Jakarta.

Dengan merapatkan barisan di kubu Demokrat, ketiga partai yang tergabung dalam koalisi pengusungan Agus-Silvy pun mengharapkan dapat menaikan citra partai.

Keinginan Partai Demokrat dengan mengusung Agus-Silvy ditengarai karena partai tersebut ingin kembali pada kejayaannya. Partai Demokrat yang didirikan pada 2001, pernah mengguncang ranah perpolitikan Indonesia dengan bertengger pada lima besar peraih suara terbanyak dalam Pemilu 2004. Di samping itu, salah satu kadernya yakni Susilo Bambang Yudhoyono berhasil menjadi presiden selama dua kali masa jabatan yakni pada 2004-2014.5

Agus merupakan anak pertama pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan

Kristiani Herawati. Agus di lahirkan pada 10 Agustus 1978. Agus menyelesaikan sekolah pendidikan menengah di SMA Taruna Nusantara pada 1997, lalu melanjutkannya ke Akademi Militer pada 2000, setelah itu menyelesaikan gelar

5Akbar Faizal, Partai Demokrat & SBY: Mencari Jawab Sebuah Masa Depan (Gramedia Pustaka Utama, 2005), viii.

27

Master di bidang Strategic Studies di Institute of Defence and Strategic Studies,

Nanyang Technological University di Singapura pada 2006. 6

Agus merupakan lulusan terbaik SMA Akademi Militer, lulusan terbaik

Akademi Militer dan menyandang anugerah Adhi Makayasa. Anugerah ini pernah

diterima juga oleh ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam karir pasca

pendidikan, dia langsung bertugas di kesatuan elit Batalion Infantri di Karawang.

Aguspun pernah bertugas di Aceh dalam misi melumpuhkan dan menumpas

Gerakan Aceh Merdeka.7

Setelah Agus-Silvy sama-sama dicalonkan sebagai pasangan calon dalam pilkada DKI Jakarta, keduanya melepaskan karir masing-masing. Agus resmi mengundurkan diri dari karir militernya dan Silvy mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI

Jakarta masa kepemimpinan Basuki. Silvy juga tercatat pernah menjabat sebagai walikota Jakarta Pusat pada periode 2008-2013, anggota DPRD DKI 1997-1999,

Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI 2004-2008, dan sederet pekerjaan lainnya.8

Menurut PPP komposisi Agus-Silvy dianggap tepat karena keduanya mempunyai prestasi yang bagus di bidangnya masing-masing sehingga dianggap sudah mengakomodir semua elemen di Jakarta. Sedangkan menurut PKB dan PAN selain prestasi keduanya, Jakarta membutuhkan sosok pemimpin alternatif disamping kepemimpinan di tangan Basuki terlebih dengan beberapa kasus yang menjeratnya. Selain itu, pengusungan Agus dinilai akan mampu meraup dukungan

6 Garda Maeswara, Biografi Susilo Bambang Yudhoyono (Yogyakarta: Narasi, 2009), 206. 7Garda, Cikeas Menjawab: Tentang Yayasan-Yayasan Cikeas, Tim Sukses SBY-Boediono Dan Skandal Bank Century (Yogyakarta: Narasi, 2010), 59. 8Ratih Pratisti, “Profil Singkat Sylviana Murni” http://jakartasatu.co. Terbit 04 Oktober 2016

28

yang banyak dikarenakan popularitas ayahnya. Partai Demokrat sebagai partai pengusung utama Agus, tidak bisa dilepaskan dari sosok Susilo Bambang

Yudhoyono. Popularitas partai ini melejit seiring dengan meningkatnya ketokohan

SBY sebagai figur alternatif. Partai Demokrat yang didirikan pada 2001 berhasil menjadi pemenang pemilu pada 2004 sekaligus mengantarkan SBY menjadi presiden yang pada saat itu SBY merupakan sosok baru.9

B. Koalisi Partai Pengusung Pencalonan Basuki Tjahaja Purnama-

Djarot Saiful Hidayat

Pada awalnya Basuki-Djarot yang akan maju dalam pemilihan gubernur

Jakarta telah mendapat dukungan dari tiga partai yakni Golkar, Hanura dan

Nasdem. PDI Perjuangan menjadi partai terakhir yang memberikan dukungan

karena keputusannya baru diumumkan sehari sebelum pendaftaran pasangan calon

gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dibuka. Secara resmi koalisi partai

pengusung pencalonan Basuki-Djarot terdiri dari empat partai yakni Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Partai Golongan Karya

(Golkar), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Nasional Demokrat

(Nasdem). Koalisi tersebut mendaftarkan Basuki-Djarot sebagai pasangan calon

pada 23 September 2016.

Koalisi partai ini juga termasuk ke dalam partai yang memiliki jatah kursi di

DPRD DKI Jakarta. Berikut perolehan suara atau kursi yang didapat partai

pengusung Basuki-Djarot pada Pemilu Legislatif 2014:

9 Burhanudin Muhtadi, Perang Bintang 2014: Konstelasi dan Prediksi Pemilu dan Pilpres (Jakarta: Anggota Ikapi, 2013), 284.

29

Tabel III.B.2. Perolehan Suara Partai Pengusung Basuki-Djarot Pada

Pileg 201410

Nama Partai Jumlah Suara Jumlah Kursi %

PDI Perjuangan 1.231.843 suara 28 kursi 26,42%

Golkar 376.221 suara 9 kursi 8,49%

Hanura 360.929 suara 10 kursi 9,43%

Nasdem 206.117 suara 5 kursi 4,72%

Jumlah 2.175.110 suara 52 kursi 49,06%

Sumber: http://dprd-dkijakarta.prov.go.id.

PDI Perjuangan menjadi partai yang memperoleh suara terbanyak pada pileg

2014 dan secara otomatis mendapat jatah kursi yang banyak yaitu 28 kursi di

DPRD DKI Jakarta. Perolehan tersebut sebenarnya bisa membuat PDI Perjuangan mengusung satu paslon. Sedangkan perolehan kursi masing-masing yang didapat partai pengusung lainnya yakni Golkar, Hanura dan Nasdem belum mencukupi untuk memenuhi persyaratan pengajuan paslon kepala daerah tanpa bergabung dengan partai lain. Partai Golkar hanya memperoleh 9 kursi, Partai Hanura memperoleh

10 kursi dan Partai Nasdem memperoleh 5 kursi. Oleh karena itu Golkar, Hanura dan

Nasdem telah berkoalisi terlebih dahulu. Dampak dari kekuatan peta politik pada

10 “Jumlah Kursi & Fraksi DPRD DKI Jakarta Periode 2014-2019,” http://dprd- dkijakarta.prov.go.id./fraksi/jumlah-kursi-fraksi-dprd-dki-jakarta-periode-2014-2019/.

30

pilkada DKI Jakarta 2017 maka ketiga partai tersebut ikut bergabung dalam koalisi PDI Perjuangan.11

Dengan mengusung Basuki-Djarot, koalisi tersebut yakin bahwa Jakarta masih membutuhkan sosok Basuki untuk memimpin Jakarta kembali. Basuki yang seorang petahana, diyakini dapat mengumpulkan suara banyak saat pilkada nanti karena sosoknya lebih dulu dikenal ketimbang dua kandidat lain. PDI Perjuangan pun menilai bahwa pasangan Basuki-Djarot mampu melanjutkan visi dan misi

„Jakarta Baru‟,12 yang sebelumnya diusung oleh Joko Widodo dan Basuki pada pilkada 2012 lalu.13

Melihat koalisi dalam pencalonan Basuki-Djarot, kesamaan ideologis dan persamaan kepentingan ditengarai menjadi alasannya. PDI Perjuangan, Hanura,

Golkar dan Nasdem sama-sama berideologikan Pancasila, dan sama-sama meyakini bahwa Basuki-Djarot masih diinginkan warga Jakarta agar memimpin

Jakarta kembali. Alasannya adalah hasil survey yang dilakukan PDI Perjuangan yang mengklaim bahwa sebagian besar warga Jakarta puas dengan kepemimpinan

Basuki selain itu keberhasilan pengumpulan KTP yang menembus 1 juta oleh

Teman Ahok saat dirinya akan maju sebagai calon independen juga menjadi referensinya.14 Koalisi partai paling tidak didasari dengan dua syarat: adanya

11 “Partai Pengusung Bursa Pilkada DKI 2017,” https://www.youtube.com/watch?v=pjoQaafmheY. Terbit 24 September 2016 12 Visi misi Jakarta Baru era Joko Widodo-Basuki lima tahun silam menawarkan Jakarta sebagai kota modern yang tertata rapi dan membuat hunian yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang berkebudayaan dan dengan pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik. 13 Elza Astari Retaduari, “Jadi Pengusung Utama Ahok-Djarot, PDIP: Sudah Komunikasi dengan Golkar Dkk, https://m.detik.com. Terbit 20 September 2016 14 Sebelum mencalonkan dengan didukung partai politik, Basuki awalnya akan mencalonkan lewat jalur independen dengan mengumpulkan 1juta KTP oleh relawan yang bernama Teman Ahok.

31

kesamaan ideologis diantara partai-partai yang berkoalisi dan adanya persamaan kepentingan yang mendesak.15

Kepopuleran sosok Basuki menarik perhatian PDI Perjuangan, Nasdem,

Golkar dan Hanura untuk diusung pada pilkada Jakarta 2017. Fenomena tampilnya para pesohor dalam kancah politik tidak bisa dilepaskan dari kuasa popularitas ini, sebab itulah modal yang paling besar bagi mereka untuk menjadi pilihan utama bagi rakyat banyak dalam setiap pemungutan suara.16 Dalam pilkada langsung, figur yang populer menjadi mesin pendulang suara yang menjanjikan. Oleh karena itu, para kandidat pilkada Jakarta lebih mengusung sosok-sosok figur ketimbang kader partai.

Aktivitas politik Basuki sejak awal karirnya mampu mengantarkannya mendapatkan penghargaan dari Majalah Tempo sebagai salah satu tokoh dari 10 yang mengubah Indonesia pada 2006. Sosok Basuki mulai dikenal di Jakarta saat dirinya menjabat sebagai gubernur menggantikan Joko Widodo.17 Dalam memimpin Jakarta, gaya kepemimpinan Basuki dianggap berbeda hingga membuat dirinya dianugerahi sebagai tokoh kontroversial oleh Anugerah Seputar

Indonesia (ASI) pada 2013.18

Pemilihan Djarot sebagai calon wakil gubernur juga dilatarbelakangi sederet karir politik dan penghargaan yang cemerlang. Kader PDI Perjuangan ini pernah

15 Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 295. 16 Firman Subagyo, Menata Partai Politik Dalam Arus Demokratisasi Indonesia (Jakarta: PT Wahana Semesta Intermedia, 2009), 117. 17 Joko Widodo mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan presiden 2014. Oleh karena itu, secara otomatis jabatan gubernur jatuh pada Basuki yang saat itu menjadi wakil gubernur. 18 Gun Gun Heryanto dan Iding Rosyidin, 10 Tokoh Transformatif Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2015), h 62

32

menjabat sebagai Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur (1999-2000), wali kota

Blitar selama dua periode (2000-2010), wakil ketua bidang Ideologi dan

Kaderisasi DPD PDI Perjuangan (2005-2010), Ketua I Pappuda PDI Perjuangan

(1999), Deputi I BADIKLATDA Jawa Timur (2001), Ketua Bidang Organisasi

DPP PDI Perjuangan (2010-2015), Anggota DPR RI (2014-2019), dan Wakil

Gubernur DKI Jakarta periode 2014. Selain karir politik tersebut, Djarot juga banyak meraih penghargaan diantaranya penghargaan atas terobosan inovasi daerah se-Provinsi Jawa Timur dalam pembangunan daerahnya (2008), Otonomi

Award dari Jawa Pos Institute of Otonomi (JPIP), peringkat pertama dalam penerapan E-Government di Jawa Timur dan masih banyak prestasi Djarot lainnya. Saat ini Djarot kembali diusung PDI Perjuangan untuk maju kembali dalam pilkada DKI Jakarta 2017 setelah masa jabatannya sebagai wakil gubernur

Jakarta selesai.19

C. Koalisi Partai Pengusung Pencalonan Anies Rasyid Baswedan-

Sandiaga Salahudin Uno

Perjalanan Partai Gerindra mendukung pasangan Anies-Sandi termasuk ditempuh melalui jalan yang berliku. Awalnya Gerindra sudah mengumumkan punya bakal calon gubernur yakni Sandiago Uno yang langsung disuarakan oleh

Prabowo Subianto. Awalnya Gerindra telah menjaring dua nama calon wakil gubernur yakni Sekertaris Daerah DKI dan Sylviana Murni yang kini menjadi pendamping Agus. Lalu PKS muncul dan mengklaim sebagai rekan koalisi Gerindra dengan mengusung Mardani Ali Sera sebagai calon wakil

19 “Biografi dan Profil Djarot Saiful Hidayat” http://www.biografiku.com. Terbit pada 09 November 2016

33

gubernur. Pada saat itu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan

Bangsa (PKB) sudah mulai mendekati Partai Gerindra untuk mendukung pencalonan Sandi, namun PKB menolak calon yang diusung PKS tersebut. Pada akhirnya Sandilah yang tiba-tiba mengumumkan untuk hanya maju sebagai calon wakil gubernur dan ingin dipasangkan dengan Anies yang merupakan mantan

Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Mendikbud).20

Walaupun koalisi pendukung Anies-Sandi hanya dua partai, tetapi perolehan suara partai pada pileg 2014 dapat mengantarkannya untuk mengusung pasangan calon pada pilkada DKI Jakarta 2017. Partai Gerindra pada pileg 2014 memperoleh

15 kursi sedangkan PKS mendapat jatah 11 kursi jadi total keduanya berjumlah 26 kursi. Oleh sebab itu perolehan suara gabungan ke dua partai tersebut telah memenuhi persyaratan pengajuan paslon untuk pemilihan Gubernur DKI Jakarta

2017. Berikut perolehan suara dan kursinya:

Tabel III.B.3. Perolehan Partai Pengusung Anies-Sandi pada Pileg 201421

Nama Partai Jumlah Suara Jumlah Kursi %

Gerindra 592.568 suara 15 kursi 14,15%

PKS 452.224 suara 11 kursi 10,38%

Jumlah 1.044.792suara 26 kursi 24,53%

Sumber: http://dprd-dkijakarta.prov.go.id

20 M. Iqbal “Jalan Berliku Gerindra-PKS Pilih Anies-Sandiaga Jadi Cagub-Cawagub DKI”. dari https://m.detik.com. Terbit 24 September 2016. 21 “Jumlah Kursi & Fraksi DPRD DKI Jakarta Periode 2014-2019” http://dprd- dkijakarta.prov.go.id./fraksi/jumlah-kursi-fraksi-dprd-dki-jakarta-periode-2014-2019/.

34

Berdasarkan tabel diatas, Gerindra mendapat suara terbanyak kedua setelah

PDI Perjuangan dan PKS berada diurutan ketiga setelah Gerindra. Bisa jadi ini merupakan alasan Gerindra dan PKS memilih hengkang dari koalisi Demokrat dan memilih menyiapkan calon sendiri.

Nama Anies Baswedan melambung ketika dia tercatat sebagai rektor termuda se-Indonesia. Anies menjadi rektor Universitas Paramadina di usia 38 tahun menggantikan cendekiawan muslim terkemuka, Nurcholish Madjid atau Cak Nur.

Anies merupakan tokoh pendidikan yang banyak mendapatkan apresiasi dari dalam dan luar negeri. Misalnya dalam Majalah Foreign Policy (2008), namanya tercatat dalam 100 intelektual publik dunia. Pada 2009 gebrakannya dalam Gerakan

Indonesia Mengajar juga banyak menginspirasi mahasiswa untuk mengabdi menjadi guru di pelosok negeri. Pada 2010 Anies pun masuk dalam jajaran 20 orang yang diperkirakan akan mengubah dunia 20 tahun mendatang menurut

Majalah Foresight terbitan Jepang. Pada tahun yang sama berkat integritasnya mengantarkan Anies masuk dalam tim delapan atau tim verifikasi fakta dan hukum untuk kasus pimpinan KPK Bibit dan Chandra. Pernah ditunjuk sebagai Ketua

Komite Etik KPK pada 2013 untuk mengusut kasus korupsi Hambalang dengan tersangka Anas Urbaningrum. Pada tahun yang sama pula nama Anies diperkenalkan ke publik sebagai satu dari sebelas peserta konvensi calon presiden dari Partai Demokrat.22

22 Yuga Erlangga, Petarung Politik: Profil Capres dan Cawapres RI Potensial 2014 (Jakarta: Erlangga, 2013), 20.

35

Sosok Sandiago Uno dikenal sebagai salah satu pengusaha terkaya di

Indonesia. Bernama lengkap Sandiaga Salahudin Uno ini lahir di Rumbai pada 28

Juni 1969. Awalnya Sandi bersama rekannya membangun sebuah perusahaan di bidang keuangan yaitu PT Saratoga Advisor. Tak hanya di bidang bisnis, Sandi pun tengah merambah dunia politik. Sandi mulai mempersiapkan diri dalam pilkada DKI Jakarta 2017 dengan didaulat menjadi calon wakil gubernur Jakarta mendampingi Anies.23

23 Ratih Pratisti, “Kisah Sukses Sandiaga Uno Pengusaha Kaya Yang Mengutamakan Keluarga” http://jakartasatu.co. Terbit 12 Oktober 2015

36

BAB IV

PROBLEM KADERISASI PARTAI POLITIK PADA

PILKADA DKI JAKARTA 2017

Pada bab ini penulis memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan disertai pembahasan. Hasil penelitian tersebut berupa penjelasan mengenai apa itu kaderisasi non partai politik, faktor-faktor, dampak pengusungan kandidat non partai politik pada pilkada DKI Jakarta 2017. Pembahasan pertama dimulai dengan analisa mengenai kaderisasi non partai politik.

A. Analisa Kaderisasi Non Partai Politik

Kaderisasi merupakan proses regenerasi para pemimpin khususnya untuk partai itu sendiri dan umumnya untuk kepemimpinan tingkat lokal dan nasional.1 Sedangkan untuk calon pemimpinnya itu sendiri ada yang berasal dari kader partai ada juga yang berasal dari luar partai/ non partai. Pola kaderisasi yang dilakukan partai politik akan menentukan kualitas kader itu sendiri. Pola kaderisasi yang baik akan melahirkan kader yang bertanggung jawab terhadap partai politik, jabatan politik maupun kepemimpinan nasional. Sebaliknya, bila pola kaderisasi tidak baik maka akan dipenuhi oleh kader yang tidak bertanggung jawab bagi keberlangsungan hidup partai, juga pertaruhan bagi masa depan bangsa secara keseluruhan. Jadi

1 Beni Azhar Assadan. Partai Politik dan Kaderisasi Politik: Studi Kasus Yuddy Chrisnandi, Lily Chadidjah Wahid, dan Patrice Rio Capella. (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 43.

37

kaderisasi non partai politik adalah proses regenerasi calon pemimpin yang berasal dari luar partai dan non kader.

Dalam struktur dan sistem politik, partai politiklah yang bertanggung jawab menyiapkan calon-calon pemimpin yang berkualitas. Untuk dapat melakukan ini dalam tubuh organisasi partai politik perlu dikembangkan sistem rekrutmen, seleksi dan kaderisasi politik. Untuk mendapatkan sumber daya yang baik perlu dilakukan rekrutmen, dengan adanya sistem ini nantinya akan dapat diseleksi kesesuaian antara karakteristik kandidat dengan sistem nilai dan ideologi partai politiknya. Selain merekrut, di dalam organisasi partai politik perlu dikembangkan sistem pendidikan dan kaderisasi kader-kader politiknya. Sistem kaderisasi ini penting mengingat perlu adanya transfer pengetahuan politik, tidak hanya sejarah, misi, visi dan strategi politik, tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan negara. Selain itu ada transfer keterampilan dan keahlian berpolitik.2

Proses kaderisasi ini tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat, harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan agar kader yang dilatih mampu menyesuaikan dengan ideologi partai tersebut. Pemimpin yang efektif biasanya berasal dari kader yang „dijadikan‟ bukan „dilahirkan‟. Para pemimpin efektif biasanya muncul dari tengah kelompok/organisasi, yang

2 Firmansyah, Mengelola Partai Politik, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011), h 66

38

ditempa oleh berbagai tantangan serta diasah. Pemimpin yang seperti ini akan mampu membuat visi menjadi realitas.3

Pemimpin suatu jabatan politik merupakan salah satu unsur penyempurnaan dalam tradisi demokrasi. Penyempurnaan berarti pembaruan terus menerus dalam perwakilan, mutu perundang-undangan, organisasi dan sebagainya. Penyempurnaan membutuhkan paling sedikit dua pihak yaitu satu pihak untuk mendesak pembaruan yang lebih banyak dan lebih cepat, pihak lain untuk mengekang, membantu mempertahankan

Status Quo dan kesinambungan sistem itu. Keyakinan kepada badan pemilihan dipertahankan diantara kedua kutub ini. Karena demokrasi membutuhkan konsensus antara penguasa dan rakyat. Kepercayaan rakyat sebagian bergantung pada terpilihnya penguasa yang baik,4

Penerapan mekanisme pilkada secara langsung dan serentak seperti saat ini diyakini sebagai solusi kearah penguatan demokrasi di tingkat lokal sekaligus mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah yang berkuasa. Karena esensi dari demokrasi adalah partisipasi masyarakat/publik dalam menentukan pejabat politik dan dalam pembuatan kebijakan publik.

Ada beberapa argument tentang relevansi pilkada secara langsung dengan legitimasi pemerintah daerah:

1. Pemilihan secara langsung diperlukan untuk memutus oligarki partai yang mewarnai pola pengorganisasian partai politik di DPRD; 2. Meningkatkan kualitas akuntabilitas para elite politik lokal, termasuk kepala-kepala daerah;

3 Drs Philips Tangdilintin, Pembinaan Generasi Muda (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 93. 4 David E. Apter, Pengantar Analisa Politik (Jakarta: LP3ES, 1987), 168.

39

3. Memperkuat dan meningkatkan seleksi kepemimpinan elit lokal sehingga membuka peluang bagi munculnya figur-figur alternatif yang memiliki kapabilitas dan dukungan riil di masyarakat lokal; 4. Meningatkan kualitas keterwakilan karena masyarakat dapat menentukan pemimpinnya di tingkat lokal.5

Pemilihan langsung seperti pilkada identik dengan eksistensi partai politik. Hal ini disebabkan karena partai politik memiliki keistimewaan sebagai institusi politik yang dapat mengajukan orang-orangnya yang akan duduk didalam pemerintahan. Partai politik adalah salah satu mekanisme utama yang menghubungkan pemilih dengan institusi pemerintah. Selain itu, berurusan dengan keberlanjutan dari masyarakat dan memfokuskan diri pada perilaku dan pilihan pemilih, serta memainkan peran utama seperti penominasian calon untuk jabatan politik tertentu dan mengorganisasikan dan mendanai kampanye pemilu.6

Partai politik memang sebuah alat atau kendaraan yang bertujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan yang secara legal telah diatur dalam undang-undang. Untuk memenuhi tujuan tersebut partai terkadang lebih percaya diri untuk mengusung aktor-aktor diluar partai yang lebih populer. Kepragmatisan dunia politik membuat prinsip serba instan menjadi prinsip utama. Calon dan partai baru di orbitkan untuk menjadi cepat terkenal dan populer di kalangan masyarakat dan media massa. Popularitas dijadikan tolak ukur utama untuk suatu keberhasilan. Akibatnya, orang yang berkualitas tetapi tidak dalam lingkup kekuasaan pun menjadi tersisih.

5 Dede Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 34. 6 Ikhsan Darmawan, Mengenal Ilmu Politik (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2015), 128.

40

Sebaliknya, mereka yang berada dalam posisi mendapat pusat perhatian masyarakat dan media massa, menjadi rebutan partai politik.7

Pengusungan kader instan merupakan hasil dari kaderisasi non partai politik. Salah satu sarana lahirnya kader-kader instan terdapat saat pemilihan kepala daerah. Hal ini karena partai masih diberi kebebasan untuk mencalonkan siapapun selain kader partai sebagaimana ketentuan Undang-

Undang No 10 tahun 2016 Pasal 7 yang berbunyi:

“Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan

diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan

Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.” 8

Oleh sebab itu, pilkada Jakarta yang merupakan barometer politik untuk pilkada didaerah lainnya menjadi ajang yang sangat panas. Semua aktor politik ikut terjun dalam kontestasi pilkada DKI Jakarta dengan menghadirkan kandidat-kandidat yang bisa mewujudkan cita-cita partai.

Para kandidat tersebut ada yang berasal dari pengusaha, anggota TNI dan berbagai profesi lainnya yang notabenenya bukan kader partai.

Pengusungan kandidat calon kepala daerah dari berbagai profesi memang bukan hal yang baru. Fenomena ini telah dimulai sejak pilkada langsung tahun 2005 yang memunculkan kandidat dari berbagai latar belakang yakni birokrat, politisi dan purnawirawan TNI. Popularitas figur memang masih menjadi faktor utama dalam menentukan kemenangan

7 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011), 34. 8Tim Viva Justicia, Undang-Undang Pilkada (Yogyakarta: Genesis Learning, 2016), 3.

41

kandidat. Kehadiran kandidat incumbent9 pun menjadi pilihan mengingat popularitas mereka selama menjabat yang selalu mendapat perhatian publik.

Jika mencermati dinamika incumbent-petahana pada dinamika pilkada, maka tren untuk kembali berkuasa mengalami peningkatan. Banyak calon incumbent-petahana yang memenangkannya semenjak 2005, 2010 dan

2015. Pada pilkada 2015, banyak dimenangkan oleh incumbent-petahana dengan perbandingan kalah 42,1% dan menang 57,9%.10 Keberhasilan mereka memenangkan pilkada 2015 mengindikasikan bahwa sosok incumbent masih menjadi primadona untuk dicalonkan kembali. Oleh sebab itu, pada pilkada DKI Jakarta 2017 terdapat kandidat incumbent yakni

Basuki.

Kehadiran kandidat pada pilkada DKI Jakarta 2017 yang sebagian besar terdiri dari kandidat non partai politik, seolah mengindikasikan ambisi partai dan aktor-aktor politik seniornya yang ingin mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan melalui para kandidat tersebut. Bahkan, ambisinya tidak hanya untuk menguasai Jakarta saja tetapi pada level nasional nanti pada saat pemilihan presiden. Hal ini ditandai dengan aktifitas partai tidak hanya mengkampanyekan calon yang mereka usung tetapi mengukur elektabilitas partainya seperti apa juga legasi para aktor seniornya. Partai seolah lupa dengan salah satu fungsinya guna menyiapkan

9 Incumbent di maknai sebagai pencalonan pada periode kedua dalam jabatan yang sementara dijabat dan kembali mengikuti kontestasi untuk perebutan posisi yang sama, dan para kandidat masih memiliki hubungan persaudaraan dengan kepala daerah sebelumnya (petahana). 10 McTutu, “Pilkada, Incumbent dan Dinasti Politik,” https//www.edunews.id. Terbit 19 Februari 2017

42

kader-kadernya untuk jabatan politik lokal dan nasional. PDI Perjuangan yang pernah berhasil mengantarkan Joko Widodo menjadi presiden, seolah ingin mengulang kembali keberhasilan tersebut pada kontestasi pilkada DKI

Jakarta 2017 dengan mengusung Basuki-Djarot yang merupakan petahana.

Kehadiran Gerindra mengusung Anies-Sandi seolah menjadi langkah awal untuk membalas kekalahan Prabowo pada pemilihan presiden 2014 atas

Joko Widodo yang diusung PDI Perjuangan. Susilo Bambang Yudhoyono pun juga seolah ingin menghidupkan kembali legasi kekuasaanya dengan menghadirkan anaknya yakni Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon gubernur Jakarta. Begitu panasnya suhu politik Jakarta mengindikasikan bahwa pilkada 101 daerah di Indonesia pada 2017 menjadi tidak ada artinya karena semua energi seolah disuntikan pada pilkada DKI Jakarta saja. Selain itu isu-isu kebangsaan yang dibawa oleh aktor partai politik senior justru akan menimbulkan polemik dan kegaduhan.11

Faktor lain penyebab memanasnya suhu politik pilkada DKI Jakarta adalah munculnya kelompok radikal. Kasus yang menimpa Basuki menjadi momentum kelompok radikal untuk keberhasilan menguasai center stage, padahal mereka awalnya hanya golongan minoritas. Bila hal ini terus dibiarkan maka mereka akan terus menggelindingkan berbagai isu dan ujungnya menggulingkan kekuasaan.12

11 “Strategi Politik Prabowo dan SBY Melawan Ahok dan Megawati di Pilkada DKI (Heboh)” https://www.youtube.com/watch?v=5B1V0QLsIHo. Terbit 08 Februari 2017. 12 Nuriman Jayabuana, Kelompok Radikal Ingin Eksis,” Media Indonesia. Terbit 20 Desember 2016, 3.

43

Partai politik sebaiknya menyadari bahwa di balik akses dan peran besar yang diembannya, muncul harapan yang dibebankan terhadap mereka. Cara melakukan seleksi terhadap orang-orang yang akan menjadi seorang pemimpin harus diubah dan lebih berorientasi pada masalah bangsa dan negara. Jika hal ini ditanamkan, maka setiap partai politik tidak hanya mengejar target semu yaitu semata-mata mengejar kekuasaan. Semua elemen akan bersatu untuk membangun bangsa dan negara serta memecahkan permasalahan secara bersama-sama. Dengan begitu tidak akan memunculkan celah bagi orang dan kelompok-kelompok yang ingin memecah belah bangsa.13

B. Alasan Pengusungan Kandidat Non Partai Politik

Dalam mengusung kandidat non partai politik tentu partai mempunyai beberapa pertimbangan dan alasan. Disini akan dijelaskan mengenai alasan pengusungan kandidat-kandidat pilkada DKI Jakarta 2017 yakni alasan pengusungan pasangan calon Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni,

Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-

Sandiaga Uno.

B.1. Alasan Pengusungan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana

Murni

Pengusungan Agus-Silvy pada pilkada DKI Jakarta 2017 memang telah menyita perhatian publik. Bagaimana tidak, Agus yang merupakan anggota

TNI tiba-tiba diusung sebagai calon gubernur Jakarta dengan dukungan

13 Firmanzah, Marketing Politik (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2007), 92.

44

empat partai yakni: PAN, PPP, PKB dan Partai Demokrat. Kesiapan Agus menuju pemilihan gubernur Jakarta 2017 pun ditunjukannya dengan melepas karir militernya. Selain itu, Silvy yang merupakan calon wakil gubernur yang akan mendampinginya kelak juga rela menanggalkan jabatannya sebagai

Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta.

Dihadirkannya sosok Agus dalam pilkada DKI Jakarta tentu membuat publik bertanya tentang bagaimana latar belakang pencalonan Agus yang notabenenya merupakan orang baru yang berkecimpung dalam dunia politik. Didi Irawadi Syamsudin selaku Wasekjen Partai Demokrat menyatakan bahwa Agus memang sosok yang baru dalam dunia perpolitikan juga dari segi usia paling muda diantara kandidat lain, namun jangan diremehkan begitu saja. Sebab sejarah perjuangan Indonesia pun banyak melahirkan anak-anak yang muda dari segi usia dan terbukti mampu memajukan organisasi seperti Budi Oetomo.14 Selain itu ada sosok Ali

Sadikin15 berlatar belakang TNI Angkatan Laut yang pernah menjabat sebagai gubernur Jakarta dengan usia yang relatif muda.16

14 Sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Soetomo dan para mahasiswa seperti Goenawan Mangunkusumo dan Soeraji pada 1908. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi dan kebudayaan. Organisasi ini menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. 15 Menjadi Gubernur DKI Jakarta ke-9 pada 1966 di usia 38 tahun. Ali ditunjuk langsung oleh Presiden Soekarno. Dibawah kepemimpinannya ada beberapa proyek pembangunan yang membuat Jakarta menjadi kota metropolitan modern di antaranya: Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol dan sebagainya. 16 Dialog: Berebut Pemilih Muda Jakarta, Terbit 25 Semptember 2016 ”https://www.youtube.com/watch?v=4vAqiqejQrE.”

45

Menurut Didi, dalam hal kaderisasi calon kepala daerah terutama pilkada DKI 2017 partai sudah mencari kader-kader yang kualitasnya baik.

Namun bila kandidat non kader ada yang lebih baik maka sewajarnya partai merekrutnya untuk di didik menjadi pemimpin yang baik. Pemilihan Agus karena beberapa faktor di antaranya sosoknya yang begitu dicintai oleh semua anggota partai, kemampuan memimpin sesuai dengan pengalaman di dunia militernya juga dinilai akan mampu diterapkannya di bidang lain tidak terkecuali dalam hal pemerintahan. Tugas partai adalah mencetak figur-figur berkualitas, jika partai mengusung figur yang keliru maka itu akan menjadi masalah bagi partai. Berdasarkan track record, walau lawannya dianggap lebih matang tetapi Agus pun jangan dianggap lemah. Sekolah kepemimpinan yang pernah dijalani Agus tidak hanya tentang ketentaraan juga terdapat pembelajaran tentang politik.

Pemilihan Silvy menjadi wakil gubernur untuk mendampingi Agus pun tentu bukan tanpa alasan. Melihat beberapa prestasi seperti yang sudah disebutkan sebelumnya dalam bab III, menjadi alasan partai pengusung untuk mengusungnya. Keduanya merupakan komposisi yang pas untuk pemerintahan Jakarta kedepannya. Dalam pilkada tersebut, pasangan Agus-

Silvy mendapatkan nomor urut satu.

Partai Demokrat yang tidak bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sendiri karena jumlah kursi di DPRD DKI Jakarta kurang dari persyaratan yakni minimal 22 kursi, maka telah berkomunikasi terlebih dahulu dengan ketiga partai pengusung lainnya. Sebelum akhirnya

46

kukuh dengan koalisi tersebut, awalnya Partai Demokrat masuk dalam koalisi kekeluargaan. Namun, melihat PDI Perjuangan yang lebih memilih mengusung sang petahana yakni Basuki, maka partai Demokrat memilih untuk keluar dari koalisi tersebut dan membentuk sebuah koalisi bersama

PAN, PKB dan PPP. Lalu Partai Demokrat mengadakan rapat konsolidasi dengan ketiga pimpinan partai lainnya yang bertempat di Puri Cikeas yang merupakan kediaman Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam rapat tersebut turut hadir Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum PKB Muhaimin

Iskandar, Ketua Umum PPP Romahurmuzy, Sekjen DPP-PD Hinca

Pandjaitan, Ketua FPD DPR-RI Edhie Baskoro Yudhoyono, Wakil Ketua

Majelis Tinggi Partai Demokrat EE Mangindaan, Sekretaris Majelis Tinggi

Partai Demokrat Amir Syamsudin, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat

Vence Rumangkang dan lainnya.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, keempat partai politik telah sepakat dalam satu koalisi mengusung calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2017. Beberapa kandidat telah mengerucut dan segera difinalisasi. Keempat partai politik juga akan menjalin komunikasi dengan

Gerindra dan PKS agar bisa bersama sama dalam pilkada tersebut. Jika

Gerindra dan PKS bersepakat dengan empat parpol maka dipastikan hanya ada dua pasang calon pada pilkada DKI Jakarta, tetapi jika tidak ada kesepakatan bisa tiga pasang calon. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar

47

menambahkan, proses pematangan akan terus dilakukan untuk finalisasi calon gubernur DKI Jakarta 2017.17

Namun keinginan Partai Demokrat untuk dapat berkoalisi dengan

Gerindra dan PKS mendapat kendala. Hal ini dikarenakan PKS mengklaim bahwa Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sudah menyetujui kadernya, Mardani Ali Sera akan menjadi calon wakil gubernur sementara untuk calon gubernurnya sendiri akan mengusung Sandiaga Uno. Kedua kandidat tersebut tidak disetujui oleh koalisi Partai Demokrat. Oleh karena kegagalan koalisi tersebut membuat koalisi Partai Demokrat mengusung calonnya sendiri. Setelah melakukan rapat kembali dengan ketiga partai koalisi lainnya, akhirnya diusunglah Agus dan dipasangkan dengan Silvy.

Sebelumnya Partai Demokrat melakukan penjaringan untuk calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2017. Calon yang mendaftar menjadi gubernur yaitu Sandiaga Uno, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga

(Menpora) Adhyaksa Dault, Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza

Mahendra, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias

Lulung, dan Pengurus Harian DPP Partai Demokrat Hasnaeni. Sementara tokoh non partai yang mendaftar penjaringan adalah pemimpin di salah satu media nasional Teguh Santosa.18 Disini terlihat, partai Demokrat untuk penjaringan bakal calon, Demokrat menggunakan penjaringan internal secara tertutup dengan membentuk tim penjaringan atau tim seleksi untuk menjaring dan

17Didik Pambudi, “Siang ini Demokrat dan Tiga Parpol Umumkan Cagub Cawagub DKI” http://www.demokrat.or.id. Terbit pada 22 September 2016. 18Yuanita “12 Bakal Cagub DKI Telah Melamar ke Partai Demokrat” https://metro.sindonews.com. Terbit pada 21 April 2016.

48

menyeleksi nama-nama yang telah ditargetkan. Namun tidak sepenuhnya melakukan fungsi penjaringan tersebut dengan baik karena faktanya dari bakal calon tersebut, Demokrat nyatanya lebih memilih Agus-Silvy yang tidak masuk dalam bakal calon yang telah mendaftar. Pengusungan Agus-Silvy yang merupakan orang-orang non partai mengindikasikan bahwa Demokrat untuk penjaringan calon, menggunakan sistem pencalonan terbuka.

Melihat beberapa alasan tersebut seolah mengindikasikan bahwa partai

Demokrat dan partai lainnya yang tergabung dalam koalisi tersebut tidak menjalankan fungsi rekrutmen dengan baik. Partai lebih mengutamakan sosok populer dibandingkan mengutamakan kadernya. Sistem kaderisasi calon pemimpin di tubuh partai tidak mendapat apresiasi yang penuh dari pimpinan partai dan para anggotanya sehingga kader berkualitas pun sangat minim. Selain itu, hasil rapat konsolidasi partai Demokrat dengan partai pengusung lainnya dalam pengusungan Agus-Silvy tersebut karena kegagalan dalam mencapai kesepakatan dengan partai Gerindra dan PKS juga mengindikasikan keinginan kuat partai Demokrat untuk berkuasa di ibukota. Kekuasaan memang merupakan tujuan dari terbentuknya partai politik, namun ambisi yang berlebih sehingga mengorbankan pola kaderisasi untuk menyiapkan kader-kadernya juga bukan hal yang baik.

B.2. Alasan Pengusungan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful

Hidayat

Kehadiran Basuki dalam perpolitikan Indonesia mulai hangat diperbincangkan saat dirinya dipasangkan dengan Joko Widodo dalam

49

pemilihan gubernur DKI Jakarta. Namanya semakin dikenal saat dirinya menjadi gubernur Jakarta menggantikan Joko Widodo yang ikut bursa pencalonan presiden 2014 silam. Dalam pilkada DKI Jakarta 2017, beliau maju sebagai calon gubernur Jakarta dengan menggandeng Djarot sebagai calon wakil gubernur Jakarta. Seperti yang diketahui, sebelumnya Djarot merupakan wakil gubernur Jakarta, jadi keduanya merupakan petahana.

Sebelum era reformasi, partai hanya sebagai juru stempel namun sekarang partai diberikan hak secara leluasa untuk menyiapkan calon pemimpin. Tetapi jika melihat seluruh wilayah Indonesia, PDI Perjuangan memang belum mampu menjalankan fungsinya secara maksimal menyiapkan kader-kader untuk ditempatkan dalam kualifikasi pemilihan kepala daerah. Partai tidak mau bertindak gegabah dengan memaksakan kader yang belum siap untuk di calonkan. Alhasil partai pun merekrut orang luar/non kader partai. Sosok non kader yang cocok dengan standar kualifikasi PDI Perjuangan untuk pilkada DKI Jakarta 2017 adalah Basuki karena dia masuk dalam sinyal tim penjaringan internal partai. Walaupun calon gubernurnya merupakan orang luar partai, tetapi untuk calon wakil gubernur partai menyandingkannya dengan kader yakni Djarot Saiful

Hidayat yang merupakan salah satu fungsionaris DPP PDI Perjuangan.19

Menurut Idham Samawi jika berbicara tentang pemilihan kepala daerah partainya akan selalu mengusahakan kader-kadernya yang telah melewati

19Wawancara pribadi dengan Idham Samawi pada 10 Mei 2017 pukul 13.00 WIB di Kantor DPP PDI Perjuangan.

50

prinsip-prinsip dalam kaderisasi partai yakni merekrut, mendidik dan menempatkan. Tetapi partai pun akan merekrut kandidat non partai bila dia berkualitas. Setelah mendaftar, bakal calon baik itu kader dan non kader harus melewati fit and propertest, psikotes, dan sekolah partai. Setelah bakal calon melewati serangkaian tes, bakal calon yang lolos seleksi akan dipilih oleh tim melalui forum rapat DPP dan yang berhak memutuskan sebagai calon yang sah adalah ketua umumnya yakni Megawati Soekarnoputri.

Hasilnya, pendaftaran tersebut diikuti oleh 28 peserta non kader diantaranya merupakan sosok figur yang sudah tidak asing lagi seperti Yusril Ihza

Mahendra, Sandiaga Uno dan sebagainya.20

Setelah semua pendaftar menjalani proses penjaringan seperti psikotes dan fit and proper test, pendaftar akan melewati uji survei publik. Calon yang memiliki popularitas paling tinggi dalam survei akan memiliki kesempatan lebih besar diusung menjadi calon gubernur dan wakil gubernur. Adapun pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur

DKI Jakarta ditutup pada akhir April.

Sebelum menetapkan calon gubernur dan wakil gubernur untuk pilkada

DKI Jakarta 2017, PDI Perjuangan melakukan rapat pleno di kediaman

Megawati di Menteng, Jakarta Pusat. Dalam rapat tersebut, PDI Perjuangan tidak hanya menetapkan calon gubernur DKI Jakarta saja, tetapi, juga memilih pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur yang diusungnya

20 Wawancara pribadi dengan Idham Samawi pada 10 Mei 2017 pukul 13.00 WIB di Kantor DPP PDI Perjuangan.

51

untuk 101 daerah dalam pelaksanaan pilkada serentak 2017. Keputusan tersebut melalui proses yang panjang.21

Keputusan mengusung sang petahana oleh PDI Perjuangan dan partai pendukung lainnya jika dilihat dari bagaimana proses penjaringan bakal dan calon kepala daerah telah sesuai. Basuki dan Djarot sama-sama telah mengikuti semua proses dan seleksi yang diberikan oleh tim penjaringan.

Untuk proses penjaringan bakal calon, PDI Perjuangan menggunakan penjaringan internal secara publikasi dan untuk penjaringan calon, partai menggunakan sistem pencalonan terbuka dengan memberi akses selain kader partai. Namun, terpilihnya Basuki yang seorang petahana membuat kader partai harus kembali mengubur mimpinya untuk dapat bertarung dalam pilkada DKI Jakarta 2017. Fungsi rekrutmen untuk mempersiapkan kader nyatanya tidak mendapat apresiasi walau jika melihat pola rekrutmen

PDI Perjuangan lebih terstruktur di banding partai lainnya. Keberadaan kader yang telah mengikuti semua proses yang ditetapkan partai pun tergeser dengan kharismatik sang petahana.

B.3. Alasan Pengusungan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin

Uno

Sebenarnya Kemunculan Anies dalam dunia politik telah ada sejak

Joko Widodo menjadi presiden. Terbukti pada era pemerintahan Presiden

Joko Widodo, Anies pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan

21Hatiem “PDIP Gelar Rapat Pleno di Rumah Mega Jelang Pengumuman Cagub DKI” http://nusantaranews.co. Terbit pada 20 September 2016.

52

Kebudayaan, bahkan beliau pernah masuk dalam peserta konvensi calon presiden dari partai Demokrat. Selain itu Anies sangat berkontribusi besar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sederet prestasi dan penghargaan pernah didapatnya baik dari dalam maupun luar negeri. Anies disandingkan dengan salah satu sosok pengusaha sukses di Indonesia yakni Sandiaga Uno atau yang akrab disapa Sandi. Beliau menjadi pengusaha yang terbilang suskes dalam usia yang relatif muda yakni di bawah 40 tahun. Sosok Sandi pernah menjabat sebagai ketua umum pusat organisasi Himpunan

Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Sandi juga menyandang gelar MBA dari The George Washington University. Selain itu, Sandi tercatat sebagai orang terkaya ke-63 di Indonesia versi Globe Asia dengan total kekayaannya mencapai USD 245 juta.22

Walaupun sama-sama bukan kader partai, tetapi keduanya sukses mencuri perhatian partai Gerindra dan PKS. Tentu bukan tanpa alasan mengapa keduanya disandingkan menjadi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Menurut Presiden PKS

Sohibul Iman, ada tiga hal yang menjadi pedoman dalam pencalonan keduanya yaitu: integritas, kapabilitas dan basis konstituensi.23 Dalam hal intergritas, keduanya mempunyai integritas yang baik, adapun

22 Elin Zanuar S.Biografi Sandiaga Uno, http://bio.or.id. Terbit 06 Juni 2016. 23Integritas merupakan suatu kepribadian yang berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan, nilai, prinsip dan berbagai hal yang dihasilkan. Kapabilitas adalah kemampuan seseorang yang lebih paham secara mendetail sehingga benar-benar dapat menguasai kemampuannya dari titik kelemahannya dan tahu dalam hal mengatasinya. Basis konstituensi adalah berawal dari kata konstituen yang berarti seseorang yang secara aktif mengambil bagian dalam proses menjalankan organisasi dan yang memberikan otoritas kepada orang lain untuk mewakili dirinya.

53

kekurangannya masih dalam batas kewajaran. Dari segi kapabilitas, keduanya merupakan tokoh yang berhasil di bidangnya masing-masing sedangkan basis konstituensi yang dimiliki keduanya terbilang unik dan diyakini akan memberikan sumbangan yang luar biasa bagi proses pemenangan di pilkada tersebut.24

Selain itu, konferensi pers yang diadakan Prabowo selaku Ketua

Umum Partai Gerindra menjelaskan bahwa pengusungan Anies Sandi merupakan hasil proses musyawarah yang panjang. Proses musyawarah dalam pencarian calon gubernur dan wakilnya telah dimulai selama delapan bulan sebelum pelaksanaan pilkada DKI Jakarta 2017. Partai koalisi pendukung Anies Sandi tidak memandang keharusan untuk mengusung kader-kader partai dan sosok keduanya telah memenuhi kriteria sebagai pasangan calon untuk mengikuti pilkada DKI ini.25

Basuki Tjahaja Purnama yang awalnya maju melalui jalur independen dengan ditopang Golkar, NasDem, dan Hanura, menginisiasi para petinggi tujuh partai di tingkatan Jakarta untuk bersepakat mengusung calon selain petahana. Ketujuh partai tersebut di antaranya: PDI Perjuangan, Demokrat,

PPP, PKB, PAN, Gerindra dan PKS membentuk koalisi kekeluargaan untuk satu nama guna menandingi sang petahana. Namun nyatanya, koalisi kekeluargaan tersebut belum menentukan pilihan pasangan calon. Alhasil, koalisi pun terbelah di tengah jalan seiring keputusan PDI Perjuangan yang

243Alasan Koalisi Gerindra & PKS Memilih Anies Baswedan-Sandiaga https://www.youtube.com/watch?v=amjkom2WfDI. Terbit 23 September 2016. 25“Prabowo Umumkan Anies Baswedan Calon Gubernur DKI Jakarta,” https://www.youtube.com/watch?v=SPBfRAYe1TU. Terbit 23 September 2016

54

kembali mengusung Basuki T. Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Keenam partai tersisa pun tak satu suara mengusung calon yang sama. Dimotori

Partai Demokrat, dengan melibatkan PPP, PKB dan PAN, mereka sepakat mengusung pasangan calon kejutan, yakni Agus Harimurti Yudhoyono-

Sylviana Murni. Partai Gerindra dan PKS yang menjadi dua partai tersisa di

Koalisi Kekeluargaan lantas mengambil keputusan usai menjalani konsolidasi maraton hingga Jumat 23 September sebelum batas pendaftaran dengan mengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno.26

Sebelum mengusung Anies-Sandi, Gerindra selaku partai pengusung utama telah mengadakan proses seleksi dan penjaringan bakal calon gubernur dan wakil untuk pilkada DKI Jakarta 2017. Partai Gerindra telah mengumpulkan beberapa nama bakal calon gubernur yaitu: Ridwan Kamil,

M.Taufik, Ahmad Muzani, M.Sanusi, Sjafrie Syamsoedin, Sandiaga Uno,

Biem Benyamin, Yusril, Saefullah dan sebagainya. Acara penjaringan bakal calon gubernur tersebut bertempat di hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. kedelapan bakal calon tersebut nantinya akan ditanyai apakah akan mengikuti penjaringan calon gubernur DKI, kemudian bila ada yang bersedia, nantinya akan dikerucutkan kembali menjadi tiga nama yang diserahkan kepada Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra untuk di uji kepatutan dan kelayakan. Lalu pada 31 Mei 2017, tim penjaringan menyerahkan tiga nama yang sudah dikerucutkan ke DPP Partai Gerindra

26 Abi Sarwanto, “Potensi Koalisi Kekeluargaan di Putaran Dua Pilkada DKI.” https://www.cnnindonesia.com. Terbit pada 23 Februari 2017.

55

yakni: Sandiaga Uno, Sjafrie Syamsoedin dan Yusril Ihza Mahendra. Lalu dari tiga nama tersebut, Prabowo Subianto selaku pimpinan dari Partai

Gerindra telah menjatuhkan pilihan pada Sandiaga Uno. Namun untuk mendampingi Sandi, ada koalisi masih melakukan kajian karena ada tiga nama potensial yakni Saefullah, Sylviana Murni, Anies Baswedan dan

Mardani Ali Sera. Lalu terpilihlah Anies menjadi calon wakil gubernur mendampingi Sandi. Tetapi rencana tersebut tiba-tiba berubah karena Sandi merasa Anies lah yang pantas menjadi calon gubernur dan dirinya cukup diposisi sebagai calon wakil gubernur saja.27

Kegagalan partai Gerindra dan PKS membentuk koalisi dengan partai lain membuatnya berambisi untuk mengusung calon yang dapat menandingi elektabilitas kedua pasangan calon tersebut. Ambisi tersebut membuat partai tidak terlalu mengutamakan para kader partai untuk di usung. Walau dalam proses penjaringan, ada nama yang berasal dari partai, hasilnya mereka pun tidak terpilih karena dipengaruhi oleh suasana politik Jakarta yang begitu panas. Disini mengindikasikan bahwa fungsi partai untuk rekrutmen kader juga diabaikan.

C. Dampak Kaderisasi Kandidat non Partai Politik

Jika dilihat dari sejarahnya, organisasi partai tumbuh bersamaan dengan semangat kebangsaan dan pencarian identitas nasional oleh lapisan elit baru produk politik etis pemerintah kolonial Belanda pada 1901. Para era

27 Andri Donnal Putera “Prabowo Ceritakan Proses Gerindra Usung Anies-Sandi Jadi Cagub-Cawagub” https://www.google.co.id/amp/s/app.kompas.com. Terbit pada 1 Februari 2017

56

kolonial, partai politik dibentuk untuk mencari dan merumuskan identitas bangsa dan dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan. Ideologi-ideologi besar seperti Islamisme, Nasionalisme, dan Marxisme mendasari pembentukan partai-partai itu. Kontribusi partai-partai di Indonesia dapat terlihat pada era setelah merdeka. Yakni, rezim Demokrasi Parlementer, rezim Demokrasi Terpimpin, dan Demokrasi Pancasila atau Orde Baru. Era

Demokrasi Parlementer di kenal sebagai era pemerintahan partai-partai karena tingkat dinamika kehidupan partai yang tinggi sedangkan era

Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru dikenal sebagai pemerintahan otoriter karena merosotnya peran partai-partai dan menguatnya peran militer.28

Kembali eksisnya partai politik di era reformasi pun membawa cerita beragam di antaranya adalah pencalonan kandidat non partai politik.

Kehadiran kandidat non partai politik seperti artis memang hadir tidak secara kebetulan. Partai-partai pun secara sengaja menghadirkan mereka karena memiliki popularitas. Sebenarnya kehadiran artis dalam panggung politik memang bukan hal yang baru. Pada pemilu 2004, sederet artis seperti

Angelina Sondakh, Adjie Massaid, Komar dan sebagainya ikut meramaikan panggung politik. Bahkan dari mereka ada yang berhasil menduduki jabatan politik diantaranya Rano Karno, Dede Yusuf dan sebagainya. Lalu, di pemilu 2009, ada artis Tamara Geraldine, Sonny Tulung, Edy Kondologit dan sebagainya ikut meramaikan perpolitikan Indonesia. Tidak hanya di

28 Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu dan Parlemen: Era Reformasi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), 21.

57

dalam negeri, artis luar negeri pun sukses memasuki ranah politik. Bahkan

Amerika Serikat pun pernah dipimpin seorang presiden yang awalnya berprofesi sebagai artis yakni Ronald Reagan. Bahkan dia dapat mempertahankan kedudukannya selama dua periode berturut-turut. Selain itu ada aktor Arnold Schwarzeneger yang menjadi gubernur California,

AS.29

Tidak hanya artis para pengusaha pun tidak ingin ketinggalan untuk terjun dalam dunia perpolitikan Indonesia. Sebut saja Harry Tanoesoedibjo pengusaha di bidang manajemen investasi dan media yang pernah menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Wiranto pada pemilihan presiden

2014 bahkan kini beliau sudah mendirikan partai Perindo, Aburizal Bakrie pemilik usaha di bidang energi, telekomunikasi dan media, pernah menjadi bakal Capres pada Pemilihan Presiden 2014 dan sekarang menjadi petinggi partai Golkar dan sebagainya.30

Para perwira militer dan jenderal yang telah kehilangan kekuasaanya pun seakan tidak mau kalah sehingga mereka memasuki partai-partai. Sebut saja Jenderal Edi Sudrajat Mantan Menteri Pertahanan/Panglima Angkatan

Bersenjata juga sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang mendirikan

Partai Keadilan dan Persatuan(PKP) yang berganti nama menjadi Partai

Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) pada pemilu 2004. Sementara

29 Artis Rame-Rame Menuju Senayan, Tabloid Reformata, Edisi 90 tahun VI, 1-15 September 2008 Yayasan Pelayanan Media Antiokhia (Yapama). 30 Muhamad Hafil “Saat Pengusaha Berpolitik.” http://www.republika.co.id. Terbit pada 15 April 2016.

58

mantan Kepala Staf Angkatan Darat lainnya, Jenderal R.Hartono bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana (Puteri Soeharto) mendirikan Partai Karya

Peduli Bangsa (PKPB).31

Pengusungan kandidat non partai politik dalam pilkada DKI Jakarta

2017 mengindikasikan bahwa partai politik mengalami kegagalan dalam hal kaderisasi kader partai untuk dipersiapkan menjadi calon pemimpin daerah.

Kegagalan tersebut secara langsung atau tidak akan memberi dampak terhadap partai itu sendiri.

Selain itu, menurut Usman Kamsong, pilkada ini menjadi representasi pertarungan aktor-aktor politik senior yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo

Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto. Namun keterlibatan aktor- aktor tersebut mengindikasikan bahwa pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi tidak sehat. Partai-partai seakan kesulitan mencari kandidat untuk pilkada

DKI ini. Pencalonan Agus oleh Demokrat dirasa kurang tepat waktunya mengingat Agus kurang dalam hal pengalaman politiknya ditambah karier cemerlang di militer pun belum tentu menjadikannya mampu memimpin

Jakarta. Pengusungan Anies-Sandi oleh Gerindra dan PKS memang cukup mengimbangi elektabilitas Basuki-Djarot. Pengusungan Basuki pun semakin

31 Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu dan Parlemen: Era Reformasi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), 39.

59

menegaskan ambisi PDI Perjuangan untuk dapat menguasai Jakarta kembali setelah kesuksesannya pada pilkada DKI Jakarta tahun 2012 lalu. 32

Perlu diingat bahwa partai politik mengenai salah satu tugasnya dalam menyeleksi calon-calon pemimpin politik haruslah berorientasi pada masalah bangsa dan negara bukan sekedar bermuatan politis. Karena partai merupakan entitas yang memiliki peran besar dalam menyelesaikan permasalahan yang menyangkut bangsa dan negara. Proses rekruitmen politik pada tahap awal pencalonan kepala daerah harus memiliki visi misi yang sesuai dengan agenda partai dalam menjalankan amanat untuk penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan.

Menanamkan ideologi suatu partai politik dalam benak masyarakat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena dinamika internal dan konflik akan sering muncul dalam tubuh partai. Salah satu dinamika internal yang sering muncul adalah sosok pemimpin kharismatik. Bayang- bayang sosok tersebut dapat dengan mudah mengaburkan dan menggeser image partai politik. Oleh sebab itu dalam kondisi politik yang memanas seperti pilkada Jakarta sosok tersebut sangat diincar oleh partai. Padahal perlu diingat oleh partai bahwa pemimpin seperti ini terkadang akan

32 “Pengamat: Agus Yudhoyono Sylviana Murni Berat Untuk Kalahkan Ahok Djarot Di Pilkada DKI 2017” https://www.youtube.com/watch?v=Gtezeqrh0ek. Terbit 23 September 2016.

60

berusaha menempatkan partai politik berada di bawahnya. Ketika hal ini terus terjadi, akan susah membangun citra politik.33

Proses rekrutmen dan kaderisasi partai yang tidak optimal pun membuat semakin minimnya kader-kader berkualitas dan hal ini berdampak pada timbulnya krisis moral. Keadaan ini akan membuat seseorang lebih mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya untuk memperebutkan sumber daya ekonomi dengan menggunakan partai sebagai kendaraan politiknya.34Tentu hal ini akan menjadi bumerang bagi partai jika partai tidak segera memperbaikinya.

Sebagian partai politik masih menganggap remeh tentang sistem kaderisasi. Akibatnya banyak program latihan kader tidak mencapai sasaran karena programnya tidak terstruktur dan sering kali tidak didukung dengan pendanaan yang cukup. Ketidakseriusan tersebut pada akhirnya membuat partai terus bergantung pada sosok figur di luar partai.35

Ada banyak kelompok elite yang menjadi aktor dalam proses perebutan kekuasaan daerah. Para elite tersebut ada yang secara langsung maupun tidak langsung terjun dalam perebutan kekuasaan daerah. Salah satu elite yang terlibat langsung dalam proses perebutan kekuasaan daerah melalui pilkada langsung adalah elite partai politik. Tetapi umumnya para elite partai politik terlihat sibuk saat menjelang pemilu dan pilkada saja.

33 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011), 329 34 Valina Singka Subekti, Partai Syarikat Islam Indonesia (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), 50. 35 Lipi Press, Jurnal Peneliltian Politik: Democrazy Pilkada Years Book 2007 /OBR (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), 64.

61

Mereka seakan-akan fokus untuk membesarkan partai dan menggapai tujuan-tujuan pragmatis saja. Sehingga tidak heran jika calon-calon yang mereka usung kebanyakan merupakan sosok-sosok figur yang populer yang dipercaya mampu dengan mudah untuk mendapatkan hati masyarakat.36

Partai politik sebagai kendaraan yang legal untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan secara stabil dan terorganisir nampaknya tidak tercermin dalam partai partai yang menjadi peserta pilkada DKI Jakarta

2017. Ambisi, ego dan saling menyerang dengan isu-isu yang terlarang sangat terlihat dalam aktifitas-aktifitas yang dilakukan partai guna memenangkan kandidat yang di usung. Selain itu, fungsi partai terutama dalam rekrutmen politik guna menempatkan kader pun tidak mendapat apresiasi. Mereka diibaratkan hanya sebagai pemanis saja agar partai terlihat menjalankan fungsinya dengan baik. Faktanya seluruh calon gubernur

Jakarta merupakan orang-orang luar partai. Padahal untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas dibutuhkan proses yang panjang seperti yang di jalani oleh kader partai. Selain itu, partai peserta pilkada DKI cenderung bersifat pragmatis, dapat kita lihat dari penampilan partai yang cenderung merupakan cerminan program-program yang disusun oleh pemimpin utamanya. Campur tangan para pemimpin utama partai dalam pilkada tersebut sangat terlihat jelas dan dapat mencerminkan bagaimana kondisi partai tersebut.

36 Dr.H. Abd. Halim, Politik Lokal: Pola, Aktor dan Alur Dramatikalnya (Yogyakarta: LP2B, 2014), 34.

62

Dampak lain dari tidak optimalnya fungsi partai dalam hal kaderisasi adalah lambat laun partai akan ditinggalkan oleh rakyat. Jika rakyat sudah mulai menunjukan gejala tersebut maka kemungkinan sifat rakyat akan terulang seperti pada pemilu 2004, di mana antusiasme pemilih dalam pemilu cenderung berkurang. Kalaupun terlibat, tidak terlepas dari transaksi-transaksi material seperti karena diiming-imingi kaus atau uang transportasi. Partisipasi rakyat dalam urusan politik patut diperhatikan karena Indonesia sedang menapaki proses demokratisasi.37 Partai yang lebih mempercayai orang luar partai terkesan lambat laun akan mengikis cita-cita dan ideologi partai itu sendiri.

Partai politik seharusnya lebih memperhatikan kader-kader partai yang sudah susah payah mengikuti sistem kaderisasi di tubuh partai. Mereka dengan sukarela mengorbankan harta, tenaga dan waktu hanya untuk menjadi kader partai terbaik. Berikut beberapa alasan orang-orang ingin menjadi anggota partai yakni:

1. Dapat melakukan kontak sosial karena partai merupakan representasi dari kumpulan banyak orang. 2. Ingin mendapatkan perlindungan dan hak-hak istimewa misalnya menduduki jabatan dalam partai, menduduki jabatan politik dalam pemerintahan dan untuk meniti karier ke jenjang yang lebih tinggi. 3. Memperjuangkan ideologi.

Di sini terlihat jelas bahwa partai politik memang menjadi kendaraan yang menjanjikan untuk meniti karier ke jenjang yang lebih tinggi seperti menjadi calon pemimpin daerah. Pendidikan politik yang dilakukan oleh partai memang seharusnya untuk menyiapkan anggota partai untuk

37 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, 230.

63

ditempatkan dalam jabatan politik. Anggota partai yang aktif menggerakan partai dan memiliki komitmen tinggi terhadap perjuangan dan ideologi partai seharusnya dijadikan acuan oleh pengurus partai untuk dapat diikutsertakan dalam bursa pencalonan pemimpin pemerintahan. Karena hidup matinya sebuah partai sangat ditentukan oleh mereka.38

Pola kaderisasi yang tidak aspiratif dan diskriminatif sering kali menjadikan perpecahan internal kader. Hal ini akan berdampak pada berpindahnya kader partai ke partai lain dan membentuk partai baru.

Perpindahan kader biasanya disebabkan karena kegagalan pola kaderisasi partai dan ketidakjelasan ideologi suatu partai politik. Sedangkan kader yang membentuk partai baru cenderung karena kekecewaan terhadap kebijakan partai lama.39

Dalam hal ini partai politik harus melihat bahwa model perekrutan dari luar kader mempunyai beberapa resiko. Pertama, perekrutan dari luar kader akan menyebabkan terjadi persinggungan antara kader baru dengan kader lama. Kedua, ketidaksamaan ideologi antara partai politik dengan anggota baru yang direkrut. Ketiga, terjadinya politik instan dan pragmatisme politik.40

38 Hafied Cangara, Komunikasi politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 216. 39 Beni Azhar Assadan. Partai Politik dan Kaderisasi Politik: Studi Kasus Yuddy Chrisnandi, Lily Chadidjah Wahid, dan Patrice Rio Capella. (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 57. 40 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Reformasi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2008), 22.

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Partai politik terlihat aktifitasnya mana kala pemilihan umum di gelar. Di

Indonesia, pemilihan umum tersebut dapat berupa pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah yang saat ini dilaksanakan secara langsung dan serentak.

Salah satu kontestasi pemilihan kepala daerah yang banyak menyita perhatian masyarakat adalah pilkada DKI Jakarta. Pilkada di ibukota ini, membuat semua aktor politik ikut meramaikannya, selain itu, pemberitaan yang terus menerus membuat pilkada DKI tidak hanya menjadi konsumsi warga Jakarta saja tetapi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pilkada tersebut, rakyat Jakarta menggunakan hak pilihnya untuk menentukan gubernur dan wakil gubernur Jakarta 2017-2022.

Dalam pilkada DKI Jakarta 2017 partai politik melakukan rekrutmen untuk jabatan gubernur dan wakil gubernur dengan pola yang berbeda-beda. Ada yang membentuk tim penjaringan guna menyeleksi nama-nama yang cocok dengan standar kualifikasi partai, ada yang mengundang para tokoh yang telah ditentukan.

Dari proses tersebut, lahir tiga pasangan calon yakni Agus Harimurti Yudhoyono-

Sylviana Murni dengan didukung empat partai (Demokrat, PPP, PKB dan PAN),

Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat didukung empat partai (PDI

Perjuangan, Golkar, Hanura dan Nasdem), dan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga

Salahudin Uno didukung dua partai (Gerindra dan PKS).

65

Jika melihat latar belakang masing-masing kandidat, maka sebagian besar merupakan orang-orang yang berlatar belakang non partai. Agus-Silvy merupakan

Anggota TNI-Deputi, Basuki-Djarot merupakan Partisan-Kader partai dan Anies-

Sandi merupakan Cendekiawan-Pengusaha. Melihat latar belakang para kandidat, partai melakukan sistem kaderisasi calon kepala daerah dengan sistem pencalonan terbuka.

Adapun alasan yang melatarbelakangi pengusungan ketiga pasangan calon dalam pilkada DKI Jakarta 2017 karena menurut partai, untuk pilkada Jakarta partai tidak mau bertindak gegabah dengan mengusung calon yang belum siap.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa ketiadaan kader yang siap untuk mengikuti kontestasi pilkada DKI Jakarta mengindikasikan adanya kegagalan dalam pola rekrutmen dan kaderisasi kepala daerah untuk kader-kader partai. Selain itu suasana politik Jakarta diisi oleh aktor politik senior yang masih ingin mewariskan kekuasaannya terhadap para kandidat calon gubernur dan wakilnya. Akibatnya kader-kader partai yang berkualitas menjadi berkurang. Koalisi partai pengusung

Agus-Silvy berdalih bahwa sebenarnya partai telah mencari calon dari kadernya tetapi melihat antusiasme pengurus dan anggota partai yang mencintai sosok Agus juga prestasi Agus yang cemerlang di bidang kemiliteran maka Aguslah yang diusung disandingkan dengn Silvy. Lalu koalisi partai pengusung Basuki-Djarot mengklaim tidak ada kegagalan dalam hal kaderisasi calon pemimpin karena

Djarot merupakan kader partai walau hanya ditempatkan sebagai calon gubernur, sedangkan Basuki merupakan sosok yang sudah teruji kualitasnya karena merupakan seorang petahana juga dilihat dari hasil semua tes yang dijalaninya

66

selama mengikuti penyeleksian calon gubernur diatas kandidat lain. Sedangkan alasan koalisi partai pengusung Anies-Sandi memang tidak mengharuskan dari kadernya dan melihat keduanya sesuai dengan pedoman pencalonan yakni integritas, kapabilitas dan konstituensi.

Pengusungan kandidat non partai politik lambat laun akan memberi dampak bagi partai politik itu sendiri. Dampak eksternal partai adalah pertama, partai memiliki ketergantungan pada sosok figur non kader sehingga akan selalu dijadikan alternatif untuk mempersiapkan calon kepala daerah. Kedua, sosok non kader cenderung akan memiliki krisis moral yang membuatnya lebih mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya tanpa mementingkan partai

(ideologi, visi, misi dan sebagainya). Selain itu, pengusungan kandidat non parpol menyebabkan permasalahan di internal partai seperti kurang harmonisnya hubungan antara kandidat non kader dan kader partai, perpindahan kader karena merasa partai sudah tidak memperhatikan pola kaderisasi dengan baik dan ketidakjelasan ideologi serta partai yang sudah tidak memperioritaskan kader untuk jabatan politik akan cenderung membuat kader membentuk partai baru. Jika partai hanya mencalonkan kader-kader instan yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat maka ada kemungkinan antusiasme berkurang serta memilih bergerak sendiri.

Melihat beberapa dampak tersebut, partai politik sudah seharusnya untuk segera memperbaiki diri. Langkah awalnya adalah memperhatikan apa saja kebutuhan partai dalam hal rekrutmen dan kaderisasi calon pemimpin, penyeleksian calon pemimpin harus mengutamakan kader-kadernya terlebih

67

dahulu dan sistem penyeleksian yang diadakan partai untuk menjaring calon pemimpin haruslah dengan pola yang terstruktur, berjenjang dan diadakan secara ketat agar calon-calon yang didapat tidak hanya mengandalkan kepopuleran dan materi melainkan kualitasnya.

B. Saran

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran yaitu:

Pertama, pilkada DKI Jakarta yang merupakan barometer politik di

Indonesia agar lebih diwarnai dengan kontestasi politik yang dapat menjadi teladan bagi pilkada di daerah lain.

Kedua, partai politik sebagai kendaraan yang sah dalam mengusung calon pemimpin lebih mengedepankan lagi apa yang menjadi cita-cita, ideologi, dan visi misi partai. Selain itu partai juga harus lebih memperhatikan kesejahteraan semua anggota dan kader partai agar siap untuk diikutsertakan dalam kontestasi politik berikutnya juga semua program-program partai harus lebih merakyat.

Ketiga, kandidat-kandiat non kader agar lebih memperhatikan kepentingan partai dan rakyat yang akan dipimpinnya kelak.

Keempat, semua elemen agar berpartisipasi aktif dalam dunia politik tidak hanya saat akan mengadakan pemilihan langsung saja tetapi dalam kehidupan politik sehari-hari.

68

DAFTAR PUSTAKA

Apter, David E. Pengantar Analisa Politik. Jakarta: LP3ES, 1987.

Cangara, Hafied. Komunikasi politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Darmawan, Iksan. Mengenal Ilmu Politik (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2015.

Efriza dan Yoyoh Rohaniah. Pengantar Ilmu Politik. Malang: Intrans Publishing Wisma Kalimetro, 2015.

Faizal, Akbar. Partai Demokrat & SBY: Mencari Jawab Sebuah Masa Depan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011.

Firmanzah, Marketing Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007

Gaffar, Afan. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Halim, Abd Dr. H. Politik Lokal: Pola, Aktor dan Alur Dramatikalnya. Yogyakarta: LP2B, 2014.

Haris, Syamsudin. Partai, Pemilu dan Parlemen: Era Reformasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014

Heryanto, Gun Gun dan Iding Rosyidin. 10 Tokoh Transformatif Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2015.

Jakfar, Mohamad. Rekrutmen Keanggotaan Partai Demokrat Perspektif Ideologi dan Pragmatisme Politik. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013

Labolo, Muhadam. Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum Di Indonesia: Teori, Konsep dan Isu Strategis. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Mariana, Dede dan Caroline Paskarina. Demokrasi dan Politik Desentralisasi Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.

69

Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru Jakarrta: Kencana, 2011.

Maeswara, Garda. Cikeas Menjawab: Tentang Yayasan-Yayasan Cikeas, Tim Sukses SBY-Boediono Dan Skandal Bank Century. Yogyakarta: Narasi, 2010.

Maeswara. Biografi Susilo Bambang Yudhoyono Yogyakarta: Narasi, 2009.

Muhtadi, Burhanudin. Perang Bintang 2014: Konstelasi dan Prediksi Pemilu dan Pilpres Jakarta: Anggota Ikapi, 2013.

Noor, Juliansyah Dr. SE, M, M. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013

Subekti, Valina Singka. Partai Syarikat Islam Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014.

Subagyo, Firman. Menata Partai Politik Dalam Arus Demokratisasi Indonesia. Jakarta: PT Wahana Semesta Intermedia., 2009.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010.

Sostroatmodjo, Sudijono. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.

Tangdilintin, Philips Dr. Pembinaan Generasi Muda, Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Yuga. Petarung Politik: Profil Capres dan Cawapres RI Potensial 2014. Jakarta: Erlangga, 2013.

Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Idham Samawi pada 10 Mei 2017 pukul 13.00 WIB.

Skripsi

Jakfar, Mohamad. Rekrutmen Keanggotaan Partai Demokrat Perspektif Ideologi dan Pragmatisme Politik (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).

70

Hakim, Rifqi. 2010. Partisipasi Artis dalam Politik Pada Pemilu Legislatif 2009 Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Purwati. Desy. 2015. Pragmatisme Partai Islam: Studi Tentang Perekrutan Calon Legislatif Artis Oleh Partai Persatuan Pembangunan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Assadan, Beni Azhar. 2014. Partai Politik dan Kaderisasi Politik: Studi Kasus Yuddy Chrisnandi, Lily Chadidjah Wahid, dan Patrice Rio Capella. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Media Masa

Golda Eksa, Golda. Krisis Kader Melanda Parpol, Media Indonesia, 3 Oktober 2016.

Jayabuana, Nuriman. “Kelompok Radikal Ingin Eksis,” Media Indonesia. 20 Desember 2016, 3.

Kurnia, Dadang. “Wujudkan Pemilu Damai, Republika.” 30 Oktober 2016

Lipi Press, Jurnal Peneliltian Politik: Democrazy Pilkada Years Book 2007 /OBR Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007

Reformasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2008.

Shambazy, Budiarto. “Pilpres Sebentar lagi.” Kompas 22 April 2017, 2.

Tim Viva Justicia, Undang-Undang Pilkada. Yogyakarta: Genesis Learning, 2016.

Artis Rame-Rame Menuju Senayan, Tabloid Reformata, Edisi 90 tahun VI, 1-15 September 2008, Yayasan Pelayanan Media Antiokhia (Yapama).

Internet

Partai Pengusung Bursa Pilkada DKI 2017, 24 September 2016 https://www.youtube.com/watch?v=pjoQaafmheY.

Strategi Politik Prabowo dan SBY Melawan Ahok dan Megawati di Pilkada DKI (Heboh), 08 Februari 2017 https://www.youtube.com/watch?v=5B1V0QLsIHo.

71

Dialog: Berebut Pemilih Muda Jakarta, 25 September 2016 https://www.youtube.com/watch?v=4vAqiqejQrE.

“Prabowo Umumkan Anies Baswedan Calon Gubernur DKI Jakarta, 23 September 2016 https://www.youtube.com/watch?v=SPBfRAYe1TU.

Pengamat: Agus Yudhoyono Sylviana Murni Berat Untuk Kalahkan Ahok Djarot Di Pilkada DKI 2017, 23 September 2016 https://www.youtube.com/watch?v=Gtezeqrh0ek.

“3 Alasan Koalisi Gerindra & PKS Memilih Anies Baswedan dan Sandiaga.” Terbit 23 September 2016. https://www.youtube.com/watch?v=amjkom2WfDI.

“Rekrutmen dan Kaderisasi Partai Politik, 22 November 2016 https://www.youtube.com/watch?v=IYfW2YsOIgQ.

Yuanita “12 Bakal Cagub DKI Telah Melamar ke Partai Demokrat” [tulisan on-line]; tersedia di https://metro.sindonews.com/read/1102653/171/12-bakal-cagub-dki- telah-melamar-ke-partai-demokrat-1461154923. Terbit pada 21 April 2016.

Didik Pambudi “Siang ini Demokrat dan Tiga Parpol Umumkan Cagub Cawagub DKI”, [tulisan on-line]; tersedia di http://www.demokrat.or.id/2016/09/siang-ini-demokrat-dan-tiga-parpol- umumkan-cagub-cawagub-dki/. Terbit pada 22 September 2016.

Yendhi, “Resmi, Poros Kertanegara Usung Anies Sandi Uno Ke Pilkada DKI 2017, 23 September 2016 [tulisan on line]; tersedia di http://poskotanews.com/2016/09/23/resmi-poros-kertanegara-usung-anies- sandi-uno-ke-pilkada-dki-2017.

Roni Tamara Putra “Sistem Kaderisasi dan Penetapan Calon Anggota Legislatif dalam Pemilu 2009,” ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id. Terbit 25 Februari 2014.

Muhamad Hafil “Saat Pengusaha Berpolitik.” Terbit 15 April 2016 [tulisan on- line]]; tersedian di http://www.republika.co.id/berita/koran/podium/15/04/16/nmw94f23-saat- pengusaha-berpolitik.

McTutu, “Pilkada, Incumbent dan Dinasti Politik” [tulisan on line]; tersedia di https//www.edunews.id/litersi/opini/pilkada-incumbent-dan-dinasti politik Terbit 19 Februar 2017

Dewi Aminatuz Zuhriyah, “Pilkada Dki 2017: “Kristalisasi Dari Kegagalan Partai Politik?” http://jakarta.bisnis.com. Terbit 30 September 2016

72

Dian Kurniati, “Pasangan Agus Yudhoyono-Sylviana Hari Ini Pamitan, 23 September 2016 [tulisan on line]; tersedia di http://m.kbr.id/headline/09- 2016/pasangan_agus_yudhoyono-Sylviana_hari_ini_pamitan/85284.html.

Dara Purnama, “Ini Persyaratan Ajukan Calon Gubernur DKI Jakarta, 05 Mei 2016 [tulisan on line]; tersedia di http:m.okezone.com/read/2016/03/05/338/1328366/ini-persyaratan-ajukan- calon-gubernur-dki-jakarta.

Ratih Pratisti, “Profil Singkat Sylviana Murni, 04 Oktober 2016 [tulisan on line]; tersedia di http://jakartasatu.co/1026/profil-singkat-sylviana-murni/

Elza Astari Retaduari, Jadi Pengusung Utama Ahok-Djarot, PDIP: Sudah Komunikasi dengan Golkar Dkk, 20 September 2016 [tulisan on line]; tersedia di https://m.detik.com/news/berita/3302648/jadi-pengusung- utama-ahok-djarot-pdip-sudah-komunikasi-dengan-golkar-dkk

“Biografi dan Profil Djarot Saiful Hidayat, 09 November 2016 [tulisan on line]; tersedia di http://www.biografiku.com/2016/11/biografi-dan-profil-djarot- saiful-hidayat.html?m=1

M. Iqbal “Jalan Berliku Gerindra-PKS Pilih Anies-Sandiaga Jadi Cagub-Cawagub DKI, 24 September 2016 [tulisan on line]; tersedia di https://m.detik.com/news/berita/d-3305645/jalan-berliku-gerindra-pks- pilih-anies-sandiaga-jadi-cagub-cawagub-dki.

“Jumlah Kursi & Fraksi DPRD DKI Jakarta Periode 2014-2019” http://dprd- dkijakarta.prov.go.id/fraksi/jumlah-kursi-fraksi-dprd-dki-jakarta-periode- 2014-2019/

Ratih Pratisti, “Kisah Sukses Sandiaga Uno Pengusaha Kaya Yang Mengutamakan Keluarga, 12 Oktober 2015 [tulisan on line] tersedia di http://jakartasatu.co/129/kisah-sukses-sandiaga-uno-pengusaha-kaya-yang- mengutamakan-keluarga/

Elin Zanuar S.”Biografi Sandiaga Uno, 06 Juni 2016 http://bio.or.id. Terbit 06 Juni 2016.

KPU DKI Tetapkan Hasil Rekap Perolehan Suara Putaran Kedua, 30 April 2017 [tulisan on line]; tersedia di https://kpujakarta.go.id/view_berita/kpu_dki_tetapkan_hasil_rekap_peroleh an_suara_putaran_kedua

73

Khilma Latifiarni, Problematika Rekrutmen Politik Dalam Sistem Politik Indonesia, 14 Januari 2017, [tulisan on line]; tersedia di https://tifiacerdikia.wordpress.com/lecture/lecture-4/politik/problematika- rekrutmen-politik-dalam-sistem-politik-indonesia/

Sumber Lain

Buku Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi Fisip UIN Jakarta 2015

74