Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Nyongkolan Teradisi Unik Pernikahan Di Lombok

Akhmad Naufal 1702816

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract : Makalah ini merupakan hasil laporan Domestic Case Study untuk syarat publikasi ilmiah di Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta dengan judul Nyongkolan Teradisi Unik Pernikahan Di Lombok.

1. Pendahuluan

Program Domestic Case Study atau biasa disingkat dengan DCS merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa S1 Jurusan Hospitality dan Diploma 3 Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta pada semester 8 sebagai salah satu syarat kelulusan. Dalam program Domestic Case Study (DCS) ini mahasiswa diwajibkan untuk melakukan penelitian dan study lapangan yang nantinya akan digunakan sebagai acuan penyusunan jurnal ilmiah [1]. Pada tanggal 12 s/d 14 Januari 2018 kampus STIPRAM mengadakan Jamboree Nasional yang di selingi oleh Seminar Nasional yang bertemakan Responsible Tourisem (Pariwisata Berbasis Lingkungan) yang bertempat di Bumi Perkemahan Kaliurang dengan narasumber Prof. Dr. Azril Azhari Phd selaku ketua ICPI (Ikatan Cansikiawan Pariwisata ), Prof. Dr. M. Baiquni MA selaku Guru Besar Bidang Pembagunan Regional Universitas Gajah Mada, dan AKBP Sinungwati SH., M.I.P selaku Kasubdit Bintibluh Ditinmas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasan penulis memilih nyongkolan karena nyongkolan merupakan salah satu tradisi unik Masyarakat lombok yang harus diketahui oleh masyarakat luas [2]. Suku Sasak adalah kelompok etnik mayoritas di Lombok. Populasi mereka kurang-lebih 90% dari keseluruhan penduduk Lombok. Kelompok-kelompok lain, seperti Bali, Sumbawa, Jawa, Arab, dan Cina, merupakan kelompok pendatang. Selain beragamnya jumlah etnik, Pulau Lombok juga memiliki beragam budaya, bahasa, dan agama. Masing-masing kelompok berbicara berdasarkan bahasanya sendiri-sendiri. Orang Sasak, Bugis, dan Arab mayoritas beragama Islam; orang Bali beragama Hindu; dan orang- orang Cina beragama Kristen. Setiap daerah mempunyai tradisi dan budaya yang unik, menjadikan Indonesia kaya akan budaya [3,4]. Seperti halnya dalam merayakan pernikahan sepasang pengantin, seperti Nyongkolan yang merupakan tradisi yang berasal dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di Lombok Nusa Tenggara Barat, kegiatan ini berupa arak-arakan, kedua mempelai dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan musik yang bisa disebut gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau disertai . Dalam Pelaksanaannya rombongan dari mempelai pria mulai berjalan dari jarak 1 – 1/5 km dari rumah mempelai wanita

1 Tujuan dari prosesi ini adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai tersebut ke masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana mempelai perempuan tinggal, karena biasanya seluruh rangkaian acara pernikahan dilaksanakan di pihak mempelai laki-laki. Sebagian Pengiring dalam prosesi ini biasanya membawa beberapa benda seperti hasil kebun, sayuran maupun buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan tetangga mempelai perempuan nantinya. Untuk pengiring wanita biasanya berada di bagian depan rombongan, sedangkan pengiring pria berada di barisan belakang. Mereka mengenakan pakaian adat khas Lombok, menggunakan baju lambung dankain songket dari perut sampai bawah lutut dan berbagaia aksesorisnya unuk perempuan dan baju berwarna hitam menggunakan sarung yang pemakaiannya dari perut sampai sekitar lutut yang memiliki warna hitam. Sedangkan aksesoris di kepala menggunakan kain warna hitam yang disusun dan dipasang menyerupai blangkon untuk para laki-laki.

2. Pembahasan A. Lombok dan Nyogkolan Lombok adalah suatu pulau kecil yang memiliki letak geografis berada di tengah-tengah dalam jajaran kepulauan Indonesia, masuk dalam wilayah Nusa Tenggara Barat menjadi satu bagian dengan Pulau Sumbawa. Secara kultural Lombok memiliki kultur perpaduan antara Jawa Bali dan Bugis. Untuk wilayah Lombok Bagian Barat meliputi Lombok Tengah bagian barat Lombok Barat, Kota Mataram dan Lombok Utara banyak terdapat kemiripan dengan budaya Jawa dan Bali, sedangkan untuk wilayah Timur banyak dipengaruhi oleh budaya Bugis dan Sumbawa [5]. Namun secara garis besar wilayah Lombok masih memiliki kemiripan tradisi budaya antara yang satu dengan yang lain dan banyak berkiblat kebudaya Jawa Bali. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh momen sejarah tempo dulu dimana waktu itu Raja Anak Agung Gede Ngurah dari Karang Asem Bali mencoba untuk menguasai pulau Lombok dan menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada di Lombok. Dari berbagai sumber sejarah dan peninggalan-peninggal banyak ditemui nuansa dan corak Hindu Bali di Lombok. Beberapa di antaranya adalah Taman Narmada, Pure Miru, Taman Lingsar, Taman Suranadi dan beberapa tempat lainnya yang sampai saat ini masih di pakai oleh umat Hindu Bali di Lombok sebagai tempat persembahyangannya [6]. Sebagai suku Yang Memiliki budaya, dalam tradisi sehari-hari, suku Sasak Lombok seperti suku- suku lainnya yang ada di dunia ini, juga menjunjung tinggi nilai kultural budaya mereka. Salah satu yang bisa kita lihat dan sering kita temui adalah tradisi "Nyongkolan" Nyongkolan berasal dari kata songkol atau sondol yang berarti mendorong dari belakang. secara kasar berarti menggiring (mengiring -pen) dalam bahasa sasak dialek Petung Bayan. Nyongkolan adalah prosesi adat yang dijalankan apabila adanya proses pernikahan antara Laki-Laki (Terune) dan Perempuan (Dedare) di dalam suku Sasak. Biasanya nyongkolan akan dilaksanakan setelah proses akad nikah, untuk waktu bisa ditentukan oleh kedua belah pihak. Ada yang meringkas dalam satu waktu ada pula yang akan melakukan nyongkolan seminggu setelah proses akad nikah dilaksanakan. Upacara nyongkolan biasanya diikuti oleh banyak orang, dan pasangan pengantin yang diarak diperlakukan seperti seorang raja dan ratu yang berjalan diiringkan oleh para pengawal, prajurit dan dayang-dayangnya. Oleh karena itulah pengantin sering pula disebut raja sejelo yang artinya raja sehari. Ada kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, yaitu bahwa jika seseorang menolak untuk ikut sebagai pengiring dalam acara nyongkolan, maka jika suatu saat orang tersebut mengadakan acara nyongkolan, akan banyak pula orang yang akan menolak untuk mengiringinya. Jadi, dengan melihat dari panjangnya barisan, bisalah diketahui apakah sang mempelai termasuk orang yang mudah bersosialisasi atau bukan.

2 Tradisi nyongkolan di adakan selain untuk mengantar sepasang mempelai ke rumah keluarga mempelai wanita, juga dimaksudkan sebagai sarana pengumuman kepada masyarakat banyak bahwa pasangan yang diiringkan tersebut sudah resmi menikah, dan diharapkan juga bahwa tidak akan ada lagi orang yang mengganggu pasangan tersebut. Nyongkolan ini bisa dibilang merupakan puncak dari ritual bersatunya seorang terune (pemuda) dengan seorang dedare (gadis) dalam suatu ikatan perkawinan yang sah menurut agama dan adat. Prosesi nyongkolan tidak akan bisa dilepas dari suatu kegiatan yang disebut "Begawe” (hajatan) Jadi prosesi nyongkolan akan dikategorikan sebagai suatu hajatan atau Begawe. Begawe Nyongkolan akan dikemas dalam suatu pesta hajatan yang sangat meriah dan di sebut "Begawe Beleq" yang tidak sedikit mengeluarkan biaya. Dalam acara Begawe Beleq baik pihak laki-laki dan perempuan masing-masing akan mempersiapkan segala sesuatu untuk prosesi acara nyongkolan tersebut. Maka disini letak kemeriahan dari acara tersebut, para tamu undangan akan di undang dua atau tiga hari sebelum hari H tersebut, untuk melakukan kegiatan memasakan nasi dan lauk pauk serta membuat jajanan pesta. Untuk menghibur para tamu yang bekerja biasanyanya pemilik hajatan (Epen Gawe) akan menyewa kesenian-kesenian tradisional khas Sasak seperti Gendang Beleq, Drama, (sinden) dan sebagainya. Setelah puncak acara Tiba, pengantin laki-laki dan perempuan akan diiring atau di giring atau diarak layaknya Raja dan Permaisuri menuju kediaman keluarga pihak pengantin perempuan, pengiring ini akan mengenakan pakaian adat sasak layaknya prajurit dan dayang-dayang menghantar Raja dan Permaisuri sambil diiringi dengan musik tetabuhan tradisional baik berupa Gendang Beleq Atau kedodak. Sesampai dikediaman keluarga pengantin perempuan, pasangan pengantin akan melakukan sungkeman untuk meminta do'a restu kepada pihak keluarga juga sebagai tanda bahwa pihak keluarga sudah merestui untuk melepas anak gadis mereka dan dibawa oleh suaminya. Pada hakikatnya tradisi nyongkolan dihajatkan untuk menjalankan ruh agama itu sendiri karena dalam kegiatan nyongkolan ada unsur syiar untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada kaum kerabat dan para tamu yang hadir, dan dalam kesempatan ini juga kedua mempelai dibawa menemui kedua orang tuanya, sebagai simbul untuk memohon maaf atas perbuatannya yang telah meninggalkan rumahnya untuk kawin. Tetapi perlu diingat dalam pelaksanaan nyongkolan tersebut dilakukan dengan tertib dan teratur dengan tidak melanggar norma adat dan agama. Inilah hakikat nyongkolan yang dihajatkan oleh tokoh adat, tokoh agama, pemerintah dan masyarakat sasak yang cinta akan budayanya. Tradisi nyongkolan jika dikaitkan dengan pendidikan karakter maka akan menumbuhkan karakter positif antara lain: 1 Munculnya karakter untuk ikhlas meminta maaf dan memaafkan. Kita tahu sebelum terjadi pernikahan kedua mempelai pergi diam-diam dari rumah orang tuanya yang terkadang membuat kedua orang tuanya kalang kabut dan kebingungan mencari kemana anak kesayangannya. Tetapi hal tersebut bias terobati dengan tradisi nyongkolan dimana sang anak meminta maaf dan bersimpuh secara langsung kepada kedua orang tuanya, untuk menunjukkan bakti dan rasa hormat kepada kedua orang tuanya. 2 Mempererat tali persaudaraan dan silaturrahmi. Dimana antara keluarga kedua mempelai bias saling kenal satu dengan yang lain sehingga dapat memupuk tali kekeluargaan yang semakin erat antara satu dengan yang lain. Asalnya dari tidak kenal menjadi kenal, jika telah salin kenal maka akan tumbuh rasa saling saying dan rasa saling peduli antara satu dengan yang lain karena telah merasa terikat menjadi satu keluarga besar. 3 Kebersamaan, dengan adanya tradisi nyongkolan tersebut akan menumbuhkan perasaan saling membantu untuk menyelesaikan prosesi adat nyongkolan yang punya gawe (mempelai laki- laki dan perempuan) dengan ikut mengiring kedua mempelai kerumah mempelai perempuan. Bagi

3 yang lebih mampu juga membawa bermacam-macam usungan yang akan diserahkan kepada pihak keluarga perempuan dan akan dibagi-bagikan kepada sekalian sanak keluarga dan tamu yang hadir. 4 Kepedulian kepada orang lain, dalam hal nyongkolan dilaksanakan dengan cara tertib, teratur, dan rapi agar tidak mengganggu orang lain. Lebih-lebih jika nyongkolan dilaksanakan dengan jalan kaki secara beriringan. Dengan menerapkan karakter peduli pada orang lain pada saat prosesi nyongkolan maka tidak akan terjadi polemik atau pertikaian. Pendidikan karakter kepedulian kepada orang lain tumbuh dengan adanya kesadaran dari masyarakat pada saat proses nyongkolan diadakan.

B. Tahapan Dalam Proses Merarik/Menikah Dalam observasi yang dilakukan oleh Penulis ditemukan bahwa dalam adat perkawinan Sasak dikenal ada delapan tahapan yang harus dilewati antara lain: 1 Midang (meminang). Termasuk bagian dari midang ini adalah ngujang (ngunjungi pacar di luar rumah), dan bejambe’ atau mereweh (pemberian barang kepada calon perempuan untuk memperkuat hubungan). 2 Pihak laki-laki harus mencuri (melarikan) penganten perempuan. Hal ini dilakukan untuk menjaga martabat (harga diri) keluarga. Ada tradisi hidup adat Sasak yang beranggapan bahwa “memberikan perempuan kepada laki-laki tanpa proses mencuri itu sama halnya dengan memberikan telur atau seekor ayam”. 3 Pihak laki-laki harus melaporkan kejadian kawin lari itu kepada kepala dusun tempat pengantin perempuan tersebut tinggal, yang dikenal dengan istilah selabar (nyelabar). Kemudian utusan laki-laki memberitahukan langsung kepada keluarga pihak perempuan tentang kebenaran terjadinya perkawinan itu yang biasa dikenal dengan mesejati. Agar perkawinan itu bisa terlaksana menurut hukum Islam, keluarga pengantin laki-laki melakukan tradisi mbait wali, yakni permintaan keluarga laki-laki supaya wali dari pihak perempuan menikahkan anaknya dengan cara Islam. Selabar, mesejati dan mbait wali merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, sebab dengan tiga proses ini perkawinan baru dapat dilaksanakan secara Islam. Dalam proses mbait wali ini dilakukan pembicaraan (tawar-menawar) uang pisuka (jaminan) dan mahar (maskawin). 4 Pelunasan uang jaminan dan mahar. Pihak laki-laki dituntut untuk membayar uang jaminan kepada pihak keluarga perempuan. Jika pihak laki-laki tidak dapat memberikan uang jaminan, dapat dipastikan perkawinan akan gagal. 5 Setelah pelunasan pembayaran uang jaminan, barulah dilakukan akad nikah dengan cara Islam. 6 Begawe yakni acara pesta perkawinan atau resepsi pernikahan pada waktu orang tua si gadis akan kedatangan keluarga besar mempelai laki-laki, yang semua biayanya menjadi tanggung- jawab pihak laki-laki. 7 Nyongkolan, yaitu mengantarkan kembali pihak perempuan pada pihak keluarganya. Biasanya dalam acara ini pasangan pengantin diarak keliling kampung dengan berjalan kaki diiringi musik tradisional (gendang belek dan kecimol). Secara lebih Sederhana, kedelapan prosesi itu dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni proses perkenalan (midang, beberayean atau bekemelean, subandar), lari bersama untuk kawin (melaiang atau merari’, sejati, selabar), dan akad nikah dan proses penyelesaiannya (ngawinang, begawe, dan, nyongkolan,).

C. Tahap Acara Nyongkolan Hasil dari Observasi yang dilakukan penulis acara nyogkolan memiliki tahapan yang harus dilakukan di antaranya:

4 1 Sorong Serah Roh atau Inti dari pelaksanaan proses adat merariq ini adalah Sorong Serah Aji Krame, prosesi ini merupakan pengumuman resmi secara adat bahwa perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang disertai dengan penyerahan peralatan mempelai pihak laki-laki atau yang dikenal dengan piranti-piranti simbul adat. Sebab biasanya jika prosesi ini tidak dilaksanakn maka kedepannya akan timbul pertanyaan sehingga timbul permasalahan baru secara intern. Biasanya dilakukan sebelum acara nyongkolan di lakukan dengan mengutus perwakilan dari mempelai laki- laki yang dipimpin oleh pembayun (sebutan pemimpin dalam proses sorong serah). Dalam acara ini semua peserta sorong serah tidak di perkanankan menggunakan alas kaki dan menegok kebelakang jika hal itu terjadi akan dikenankan denda adat berupa uang. Terdapat banyak esensi atau nilai moral yang dapat ditemukan darisorong serah ini a. Nilai tanggung jawab dapat terlihat dari adanya beberapa jumlah unag serta kain yang sejara simbolis diberikan oleh pihak laki-laki ke pihak perempuan yang bertujuan untuk dapat digunakan oleh mempelai perempuan ketika nantinya telah bekeluarga atau hidup berpisah dari keluarga(orang tua). Si laki-laki pada saat itu juga memperlihatkan tanggung jawabnya sebagai sang kepala rumah tangga. b. Ada kesepakatan atau perjanjian antara kedua belah pihak. Mereka sepakat untuk menjalani sebuah ikatan keluarga dan terus menjaga hubungan silaturrahmi antar kedua belah pihak tanpa adanya saling iri atau permusuhan yang akan tercipta nanti kedepannya. c. Nilai kebersamaan juga akan terlihat dari para tamu undangan yang menghadiri acara tersebut, seperti adanya interaksi yang terjalin antara satu sama lain. Serta pada kegiatan ini juga sebagai ajang untuk mengumumpakn pada masyarakat luas bahwa kedua mempelai telah sah menjadi suami istri baik didepan agama maupun hukum. d. Kita akan menemukan bahwa adanya kemampuan sastra yang tinggi dalam penggunaan bahasa halus sasak yang akan diperdengarkan melalui beberapa syair-syair tertentu oleh si “pembayun” pemimpin acara tersebut. Sesungguhnya aji krame merupakan nilai harapan dari sebuah kehidupan yang akan dating, dimana disetiap kelahiran agar memahami nilai minimal aspek-aspek penunjang kebaikan dunia akhirat. Harapan nilai minimal diukur dari nilai Nampak lemah, bahwa semakin tinggi nilai lampak lemah maka semakin tinggi pula nilai minimal yang hendak diraih. Sedangkan olen merupakan pelengkap dari nilai-nilai pada Nampak lemah. Jika ditinjau dari segi duniawi, Nampak lemah artinya ”awal menyentuh tanah” yang berarti awal dari sebuah kelahiran, dimana kelahiran tersebut memiliki nilai (yaitu harkat dan martabat) sehingga ini merupakan dasar Nampak lemah tersebut dilambangkan dengan Emas, Perak, perunggu dan Uang. Kelahiran tersebut sangat penting untuk dilindungi agar terhindar dari panas, dingin, debu dan tabu (aib) maka dibuatlah perlindungan yang disebut “OLEN”. Olen adalah lambing busana yang maksudnya adalah agar si lelaki yang telah berumah tangga (sebagai kepala keluarga) harung bertanggung jawab atas pengadaan busana untuk istri dan anaknya nanti 2 Nyongkolan Dalam pelaksanaan nyongkolan keluarga pihak laki-laki disertai oleh kedua mempelai mengunjungi pihak keluarga perempuan yang diiringi oleh kerabat dan handai taulan dengan mempergunakan pakaian adat diiringi gamelan bahkan gendang beleq. 3 Bales Ones Nae (Napak Tilas) Merupakan salah satu tradisi untuk berkunjung ke rumah orang tua perempuan secara khusus bersama kedua orang tua pihak laki-laki setelah keseluruhan acara selesai di lakukan biasanya dilakukan malam hari setelah acara nyongkolan sesesai di lakukan.

D. Busana Adat Yang Digunakan pada Saat Nyongkolan

5 1. Busana Adat Laki-laki a. Capuq/Sapuk (batik, palung, songket) : Sapuk merupakan ikat kepala sebagai tanda kejantanan serta menjaga pemikiran dari hal-hal yang kotor dan sebagai lambang penghormatan kepada Tuhan yang maha esa. Jenis dan cara penggunaan sapuq pada pakaian adat sasak tidak dibenarkan meniru cara penggunaan sapuq untuk ritual agama lain. b. Baju Pegon/Godek Nongkek (warna gelap): Pegon/godek nongkek merupakan busana pengaruh dari jawa merupakan adaptasi jas eropa sebagai lambang keanggunan dan kesopanan. Modifikasi dilakukan bagian belakang pegon/godek nongkek agak terbuka untuk memudahkan penggunaak keris. Bahan yang digunakan sebaiknya berwarna polos tidak dibuat berenda-renda sebagaimana pakaian kesenian. c. Leang / dodot / tampet (kain songket): motif kain songket dengan motif subahnale, keker, bintang empet dll bermakna semangat dalam berkarya pengabdian kepada masyarakat. d. Kain dalam dengan wiron / cute: bahannya dari batik jawa dengan motif tulang nangka atau kain pelung hitam. Dapat juga digunakan pakain tenun dengan motif tapo kemalo dan songket dengan motif serat penginang .Hindari penggunaan kain putih polos dan merah. Wiron / Cute yang ujungnya sampai dengan mata kaki lurus kebumi bermakan sikap tawadduk-rendah hati. Keris: Penggunaan keris disisipkan pada bagian belakang jika bentuknya besar dan bisa juga disisipkan pada bagian depan jika agak kecil. Dalam aturan pengunaan keris sebagai lambang adat muka keris (lambe/gading) harus menghadap kedepan, jika berbalik bermakna siap beperang atau siaga. Keris bermakna: kesatriaan - keberanian dalam mempertahankan martabat. Belakangan ini karena keris agak langka maka diperbolehkan juga menyelipkan “pemaja” (pisau kecil tajam untuk meraut). e. Selendang Umbak/Pumbak (khusus untuk para pemangku adat): Umbak/pumbak adalah sabuk gendongan yang dibuat dengan ritual khusus dalam keluarga sasak. Warna kain umbak putih merah dan hitam dengan panjang sampai dengan empat meter. Dihujung benang digantungkan uang cina (kepeng bolong). Umbak untuk busana sebagai lambang kasih sayang dan kebijakan. 2. Busana Adat Perempuan a. Pangkak: Mahkota pada wanita berupa hiasan emas berbentuk bunga-bunga yang disusun sedemikian rupa disela-sela konde. b. Tangkong: Pakaian sebagai lambang keanggunan dapat berupa pakaian kebaya dan lambung dari bahan dengan warna cerah atau gelap dari jenis kain beludru atau brokat. Dihindari penggunaan model yang memperlihatkan belahan dada dan transparan. c. Tongkak: Ikat pinggang dari sabuk panjang yang dililitkan menutupi pinggang sebagai lambang kesuburan dan pengabdian d. Lempot: Berupa selendang/kain tenun panjang bercorak khas yang disampirkan di pundak kiri. Sebagai lambang kasih sayang. e. Kereng: Berupa kain tenun songket yang dililitkan dari pinggang sampai mata kaki sebagai lambang kesopanan, dan kesuburan. f. Asesoris: Gendit /Pending berupa rantai perak yang lingkarkan sebagai ikat pinggang, Onggar-onggar (hiasan berupa bunga-bunga emas yang diselipkan pada konde) jiwang / tindik (anting-anting), Suku /talen/ ketip (uang emas atau perak yang dibuat bros) kalung dll.

E. Gendang Beleq Musik Tradisional yang digunakan saat Nyongkolan Alat musik Gendang Beleq adalah alat musik tradisional khas Lombok yang berbentuk bulat panjang yang pada zaman dahulu dipakai sebagai iringan dalam suatu peperangan untuk memberi semangat kepada anggota atau prajurit Lombok ke medan perang .Gendang beleq ini digunakan dalam acara tersebut karena gendangnya yang beleq (besar) dan menghasilkan suara yang beleq (besar) dan menggema juga sehingga dapat membangkitkan semangat para prajurit yang sedang perang sehingga di sebut gendang beleq (gendang besar).

6 Sekarang biasa di gunakan dalam acara budaya seperti nyongkolan yaitu suatu acara yang dilakukan untuk mengiringi sepasang pengantin dengan mengenakan busana adat khas Lombok dan di iringi oleh masyarakat sekitarnya sambil berjalan mengelilingi desa. Gendang beleq juga di pertunjukkan untuk hiburan seperti acara ulang tahun desa/kota, acara sunatan (khitanan) dan begawe beleq (pesta besar). Alat musik gendang beleq yang digunakan dimainkan secara berkelompok atau bersama-sama yang konon katanya dulu menurut masyarakat setempat gendang beleq ini mempunyai epe (penjaga) yang memerlukan sesajen sebelum alat ini dimainkan dan bisa menyembuhkan segala penyakit apabila dimainkan bersama dengan gong, seruling dan sebuah keris pusaka yang mempunyai nilai mistis.Biasanya masyarakat yang memainkan alat musik gendang beleq ini membentuk komunitas- komunitas budaya di beberapa desa/kampung di Lombok dengan ciri khas mereka yang berbeda- beda dengan kelompok yang lain termasuk dalam membuat seragam sendiri yang masih mengggunakan pakaian khas tradisional Lombok seperti sapu’ (ikat kepala) dan dodot (ikat pinggang) agar terlihat lebih menarik dan menjadikan identitas agar terlihat beda dengan musik yang berkembang saat ini. Dahulu di Lombok, Gendang Beleq dijadikan penyemangat prajurit yang pergi berperang dan yang pulang dari peperangan. Dengan demikian Gendang Beleq dijadikan musik dalam peperangan. Kini Gendang Beleq digunakan sebagai musik pengiring dalam upacara-upacara adat seperti Merariq (pernikahan), sunatan (khitanan), Ngurisang (potong rambut bayi atau aqiqah) dan begawe beleq (upacara besar). Gendang Beleq dimainkan secara berkelompok membentuk orkestra. Orkestra Gendang Beleq terdiri dari dua Gendang Beleq yang disebut mama (laki-laki) dan gendang nina (perempuan) yang berfungsi sebagai pembawa dinamika. Juga terdiri atas sebuah Gendang Kodeq (gendang kecil), perembak belek dan perembak kodeq sebagai alat ritmis, gong dan dua buah , yakni reog nina dan reog mama sebagai pembawa melodi. Pemain Gendang Beleq memainkan Gendang Beleq sambil menari. Pemain Gendang beleq terdiri dari 13 sampai 17 orang. F. Dampak positif dan negative nyongkolan 1 Dampak positif dari nyongkolan a. Dapat mempererat tali siraturahmi antar kedua keluarga pengantin dengan keluarga mempelai laki-laki berkunjung ke rumah keluarga mempelai perempuan. b. Tidak menimbulkan fitnah di masyarakat karena melalui nyogkolan pihak keluarga memperkenalankan keseluruh masyarakat bahwa kedua mempelai sudah resmi menikah. c. Melestarikan kebudayaan yang sudah ada dari jaman dulu sehingga perosesi nyongkoaln tidak punah di telan jaman 2 Dampak negative dari nyongkolan a. Dapat menumbulkan kerusuhan kerena dalam peroses nyongkolan di sebagian daerah memiliki teradisi Gorek atau memotong diri sendiri dengan parang seperti debus yang dapat menimbulkan amarah bagi peserta nyongkolan yang lain. b. Menimbulkan kemacetan lalulintas karena dalam acara nyongkolan biasanya jalan yang dilalui akan ditutup sementara agar peserta nyongkolan aman dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. G. Pelestarian Budaya Nyongkolan Tentunya untuk Mempertahankan [5]budaya nyongkolan ini peran-peran baik dari pemerintah, industri maupun masyarakat sangatlah penting. Disini penulis akan menjelaskan peran-peran sebagai berikut : a. Peran Pemerintah Salah satu Usaha Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat Adalah melestarikan dan memperkenalkan kebudayaan Tersebut kepada masyarakat luas dengan cara menyelenggarakan

7 Sebuah Even Budaya yang biasa dikenal dengan sebutan Festival Senggigi. Festival Senggigi merupakan Pesta Adat masyarakat Lombok Nusa Tenggara Barat. Kebudayaan Indonesia terdiri dari unsur-unsur kebudayaan daerah yang beragam di bumi Pertiwi dan Festival Senggigi dimaksudkan sebagai salah satu alternatif pendayagunaan unsur seni tradisional dalam mempertahankan kesinambungan pelestariannya, tetap terpelihara dan dapat dinikmati oleh semua lapisan karena milik rakyat dan sebagai kekayaan kultur bangsa Indonesia. Selain itu juga Festival Senggigi merupakan momentum penting dalam upaya menarik wisatawan nusantara dan mancanegara. Selain usaha yang dilakuakan oleh Pemerintah Lombok Barat dengan festival Sengiginya, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah juga mempunyai festival Bau Nyalesebagai salah satu usaha untuk melestarikan nyogkolan di Lombok Tengah. Festival Bau Nyale adalah festival yang di gelar selama satu tahun sekali pada bulan Februari. b. Peran Industri Nongkolan merupakan adat yang sudah melekat kuat di suku sasak. Sehingga banyak wisatawan luar daerah maupun luar negri yang menyukai wisata budaya memilih untuk berlibur ke Lombok. Hanya untuk menyaksikan tradisi yang unik-unik termasuk nyongkolan ini. Hal ini mengakibatkan pergeseran perekonomian di Lombok. Dari system ekonomi pertanian menjadi sistem ekonomi industi.Pariwisata yang baik adalah yang memperhitungkan faktor industri sebagai penggerak ekonomi [7,8]. c. Peran Masyarakat Nyongkolan merupakan kebudayaan yang unik untuk diperkenalkan kepada masyarakat luas, karena keunikannya tradisi ini banyak disukai oleh wisatawan dalam negri maupun luar negri. Pulau Lombok merupakan tempat strategis untuk di kunjungi para wisatawan, karena kualitas dan kesadaran masyarakat setempat serta dalam melestarikan kebudayaan dan tempat wisata di pulau Lombok. Menurut hasil observasi penulis, masyarakat Lombok sudah sangat siap dalam menyongsong Era Masyarakat Ekonomi Asean dengan cara mempersiapkan kemampuan berbahasa inggris, dan mengikuti pelatihan pelayanan terhadap wistawan yang akan mengunjungi Pulau Lombok. Masyarakat juga sudah berusaha mempertahankan keaslian dari budaya dan tidak terpengaruh oleh masuknya budaya asing [9,10]. selain itu telah tumbuh perekonomian dari sisi usaha usaha kecil tumbuhnya sector perhotelan, pemerintah daerah juga menyiapkan infrastruktur dalam menghadapi MEA ini seperti operasional Lombok Intrnasional Airport (BIL).

3. Penutup A. Simpulan Berdasarkan tentang apa yang penulis tulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa wisata budaya nyongkolan yang dimiliki suku sasak lombok cukup berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata yang ada dilombok, dengan melalui pengenalan adat nyongkolan yang dilakukan setiap acara pernikahan selalu meriah. Terlihat dari antusiasme wisatawan dan masyarakat Lombok dan jumlah wisatawan yang hadir pada setiap acara adat ini. Bukan hanya itu, pemerintah daerah pun ikut berpartisipasi didalamnya dengan tujuan mempertahankan budaya Lombok yaitu dengan cara menyelenggarakan sebuah even budaya yang biasa dikenal dengan sebutan Festival Senggigi. Masyarakat Lombok sudah sangat siap dalam menyongsong era masyarakat ekonomi asean dengan cara mempersiapkan kemampuan berbahasa inggris, dan mengikuti pelatihan pelayanan terhadap wistawan yang akan mengunjungi pulau Lombok.

B. Saran Saran dari penulis unruk semua pihak adalah :

8 1 Mengutamakan keselamatan pengunjung, Karena sebagian besar sering terjadi pembunuhan terhadap pengunjung akibatnya wisatawan luar daerah dan luar negri enggan untuk mengunjungi tempat wisata yang ada dilombok. 2 Membentuk suatu kebijakan pariwisata yang dapat mendukung pelaksanaan wisata budaya nyongkolan di Lombok. 3 Meningkatkan Kesadaran masyarakat akan pentingnya pariwisata, sehingga pariwisata Lombok semakin berkmbang.

References [1] Data Domestic Case Study, tanggal 26–31 Desember 2017 tentang nyongkolan di Lombok. [2] Data Seminar Nasional tanggal 14 Januari 2018 di “Seminar Nasional yang bertemakan Responsible Tourisem (Pariwisata Berbasis Lingkungan) di Bumi Perkemahan Kaliurang”. [3] Gatut Murniatmo, dkk. 2000. Khazanah Budaya Lokal (Sebuah Pengantar Untuk Memahami Kebudayaan Daerah di Nusantara). [4] Haruna, K., Akmar Ismail, M., Suhendroyono, S., Damiasih, D., Pierewan, A. C., Chiroma, H., & Herawan, T. (2017). Context-Aware Recommender System: A Review of Recent Developmental Process and Future Research Direction. Applied Sciences, 7(12), 1211. [5] DESKARINA, R., & Roychansyah, M. S. (2013). PLACE BRANDING KAWASAN KOTA TUA AMPENAN, LOMBOK BERDASARKAN PERSEPSI DAN EKSPEKTASI STAKEHOLDERS (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). [6] Soebyanto, O., Sekarwati, B. A., & Susanto, D. R. (2018). Lezatnya Sayur Ares Berbahan Dasar Batang Pisang sebagai Makanan Khas Suku Sasak di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 1-14. [7] Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 4, 3-11 [8] Soeroso, A., & Susuilo, Y. S. (2008). Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal Yogyakarta. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan| Journal of Theory and Applied Management, 1(2). [9] Wibisono, H. K. (2013). PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF ILMU FILSAFAT (Sumbangannya bagi Pengembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). [10] SETYANINGSIH, Z., & Arch, M. (2013). PENGARUH PENGALAMAN WISATAWAN TERHADAP CITRA DESTINASI PARIWISATA Kasus: Jl. Malioboro dan Jl. Ahmad Yani, Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

LAMPIRAN

9 Pengantin laki-laki dan perempuan saat acara nyongkolan

Gendang beleq music pengiring nyongkolan

10 11