BAB II

TEORI MUSIK DALAM LITURGI IBADAH

Liturgi dalam Ibadah

Dalam karya E. Martasudjita berjudul Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, pada umumnya yang muncul pertama kali dalam pikiran banyak orang mengenai Liturgi adalah mengenai doa, ibadat, urutan ibadat, nyanyian liturgi, peralatan liturgi, cara duduk atau berdiri yang liturgi dan sebagainya. Pandangan popular mengenai liturgi selalu menyangkut hal-hal praktisi yang berhubungan dengan tata ibadat atau doa atau bersifat kultis.1 Kultis berasal dari kata Latin cultus, dari kata kerja colere yang berarti memelihara, merawat, menghormati atau menyembah. Dalam arti ini berliturgi berarti melaksanakan tindakan kultis, yaitu melakukan tindakan penghormatan dan penyembahan kepada Tuhan dengan serangkaian tata upacara yang teratur. Dalam ilmu liturgi dalam sejarah gereja, ilmu liturgi hanya merupakan ilmu tentang rubrik, ilmu tentang aturan. Ilmu liturgi hanya menjadi ilmu mengenai bagaimana ibadat secara benar sehingga ibadah itu ‘sah’ dan ‘manjur’. Kata Liturgi berasal dari bahasa Yunani

Leitourgia. Kata ini terbentuk dari akar kata benda ergon, yang berarti karya dan leitos yang merupakan kata sifat untuk kata benda laos ( bangsa atau rakyat). Secara harafiah, leitourgia berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata leitourgia berarti karya publik yakni pelayanan dari rakyat untuk rakyat.2

1 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (: Kanisius, 2011), 13-14. 2 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 15.

10

Dokumen Konstitusi liturgi merupakan hasil proses panjang dari perjuangan pembaharuan liturgi melalui gerakan pembaharuan liturgi. Gerakan pembaruan dalam gereja

Katolik Roma sudah ada sejak abad 1987. Gerakan tersebut tidak berhasil dan pihak Vatikan tidak mendukung. Pada abad 19 di biara-biara terjadi usaha pembaharuan liturgi. Namun pada awal dan terutama pertengahan abad 20 gerakan liturgi mencapai puncak. Dokumen Konsili

Vatikan sebagai puncak dan mahkota perjuangan dalam pembaharuan liturgi. Menurut Konsili

Vatikan II mengatakan wajar liturgi dipandang sebagai pelaksana tugas imamat Yesus karena ada pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing. Rumusan tersebut dipengaruhi oleh rumusan Mediator Dei, paus

Pius XII menyatakan liturgi sebagai ‘ibadat umum dalam penebus kita sebagai kepala Gereja yang menyerahkan diri kepada Bapa dan juga ibadah dalam komunitas umat beriman menyerahkan diri kepada pendirinya melalui Dia kepada Allah Bapa di sorga. Itulah ibadat yang dilaksanakan oleh Tubuh mistik Kristus seutuhnya, kepada dan para anggotanya. Isi perayaan liturgi adalah misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus yang berupa karya pengudusan umat manusia dan pemuliaan Allah. Pengudusan umat manusia dan pemuliaan Allah merupakan satu realitas keselamatan yang dilihat dari dua segi yaitu Allah kepada manusia serta manusia kepada Allah. Subjek atau pelaku liturgi adalah Yesus Kristus dan gereja. Liturgi merupakan tindakan Kristus sekaligus tindakan gereja. Oleh karena itu liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus yang dilaksanakan oleh Yesus Sang Imam bersama gerejaNya dalam ikatan Roh Kudus.3

3 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 20-22.

11

Liturgi adalah sebuah perayaan kehidupan. Perayaan menunjuk tiga hal, yaitu liturgi bukan tindakan perseorangan melainkan tindakkan bersama, liturgi menuntut dari hakikatnya partisipasi seluruh umat beriman secara sadar dan aktif, dan liturgi merangkum keterlibatan hati dan pengalaman hidup konkret umat secara penuh dan bukan sekadar suatu upacara yang menekankan rutinitas dan kewajiban. Liturgi dapat dipandang sebagai sebuah undangan manusia berliturgi atau merayakan Iman karean diiundang Allah. Allah berinisiatif untuk menjumpai manusia. Liturgi

Kristiani berpangkal tolak dari Allah dan pertama-tama bergerak dari Allah. Seluruh dinamika perayaan iman yang dialami dalam liturgi dimulai dari Allah. Allah mencari dan mengundang kita dan bukan kita yang mencari Allah Undangan dan panggilan Allah pada diri Kristiani terungkap dalam kata gereja. 4

Menurut Abineno, liturgi dalam Perjanjian Baru memiliki pemahaman lebih luas dibandingkan ibadah ( perkumpulan jemaat, pemberitaan Firman dan Sakramen). Ia melingkupi seluruh hidup dan pelayanan jemaat. Karena itu, liturgi pola liturgia bagi jemaat hendaknya begitu rupa, sehingga tiap-tiap kali, kalau ia datang berkumpul dalam ibadahnya, ia berada dalam dunia dan karena itu ia tidak boleh menutup dirinya bagi dunia. Dalam perayaan liturgi Jemaat tidak berdiri sendiri. Gereja-gereja yang telah ada lebih dahulu ada dibandingkan sekarang dan mereka telah berbuat demikian. Dalam perayaaan liturgi jemaat bukan saja mendengarkan suara gereja yang terdahulu, tetapi ia sadar bahwa di sisinya lebih baik masih ada ‘saudara-saudara’, yaitu gereja-gereja lain di dunia yang dalam liturgi mereka berusaha untuk mengatakan apa yang mau ia katakan tetapi dengan bahasa mereka sendiri. Jadi dalam liturgi jemaat hidup bersama-sama dengan yang harus dihormati dan dengan saudara-saudaranya dalam oikumenitas waktu dan ruang. Sementara ia mendengarkan kesaksian mereka, tidak berhenti memberi

4 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, (Yogyakarta: Kanisius, 1998) 15-17.

12

kesaksiannya sendiri. Ia tidak meniru-niru mereka dan tidak menaklukan dirinya kepada mereka.

Sebagai pola liturgi yang berasal dari luar dan diimpor ke dalam, ia mencoba menggunakannya tetapi ia juga menguji apakah pola-pola liturgi benar-benar dapat diterapkan. Berdasarkan pemahaman tersebut ingin menggambarkan keadaan kita saat ini ditengah dunia yang begitu kompleks, maka pola liturgia mengikuti konteks yang ada, sehingga keberadaan gereja khususnya liturgi dapat menyentuh jemaat yang beribadah dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.5

Berliturgi berarti bertemunya umat Allah dengan yang empunya dunia ini. Berliturgi dalam ibadah berarti mempunyai tempat dalam beribadah yang disebut gedung gereja. Kata gereja berasal dari kata Portugis igreja yang diturunkan dari bahasa Latin ecclesia berarti pertemuan, rapat atau sidang. Sebutan gereja pertama-tama menunjuk peristiwa orang berkumpul atau pertemuan dari orang-orang yang berkumpul. Mereka berkumpul bukan atas inisiatif sendiri, tetapi atas dasar panggilan dari Allah. Gereja adalah pertemuan umat Allah. Mereka adalah umat yang dipanggil, dipilih dan dikumpulkan oleh Allah sendiri bukan hanya menjadi umat Allah tetapi untuk menyembah Allah yang satu dan hidup. Panggilan umat Allah untuk menyembah

Allah terutama terlaksana dalam ibadah atau liturgi. Gereja adalah pertemuan umat dalam rangka berliturgi. Pada masa Perjanjian Lama, Allah memanggil, memilih dan mengkhusukan umat Israel diantara bangsa-bangsa kafir agar mereka berkumpul untuk menyembah Allah Israel. Dalam masa perjanjian Baru, Allah melalui Kristus memanggil, memilih dan mengkhususkan umat baru diantara bangsa-bangsa di dunia untuk menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.6

5 J.L. Ch. Abineno. Gereja dan Ibadah Gereja, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), 42-44. 6 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, 17-36.

13

Gereja adalah pertemuan umat yang dipanggil dari dunia ini oleh Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus bagi pelayanan Allah dan bagi liturgi. Menurut Konsili Vatikan II, gereja menyatakan dirinya dan menampakan dirinya dalam liturgi, artinya jika orang ingin mengetahui dan melihat gereja, maka orang tersebut perlu melihat pertemuan umat yang sedang berliturgi.

Dalam liturgi umat beriman memyampaikan dan mengungkapkan apa yang mereka imani. Mereka menyebut memuji dan memuliakan Allah Bapa yang mengutus Yesus demi keselamatan manusia.

Dalam kuasa Roh Kudus umat beriman mengenangkan dengan penuh syukur misteri penyelamatan Allah dalam Kristus. Semuanya terjadi terhadap liturgi. Gereja tampil sebagai gereja ketika berliturgi, artinya gereja mengekspresikan melalui liturgi, karena liturgi merupakan ungkapan diri gereja. Liturgi bukan hanya menjadi ungkapan dan cerminan diri gereja tetapi dalam liturgi lahirlah dan terbentuklah gereja.7

Musik Liturgi dalam Ibadah

Salah satu bentuk dari liturgi adalah musik. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari musik. Musik selalu menjadi bagian ungkapan dan media komunikasi manusia. Apa yang terkadang tidak dapat disampaikan melalui kata-kata, dapat diungkapkan melalui musik. Musik benar-benar menjadi bidang simbolisasi manusia. Karena itu, liturgi gereja menggunakan musik sebagai salah satu bentuk ungkapan perayaan iman. Musik memiliki peranan yang penting dalam liturgi. Adapun peranan musik dalam liturgi adalah musik sebagai bagian dari liturgi itu sendiri, musik menggungkapkan partisipasi aktif umat dan musik memperjelas misteri Kristus.8

7 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, 17-36. 8 E. Martasudjita, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 134-135.

14

Dalam buku Abineno yang berjudul Gereja dan Ibadah gereja, didalamnya membahas mengenai kesenian gerejawi. Yang dimaksudkan ialah kesenian yang diterapkan atas praktik atau pelayanan gereja. Sebagai kesenian ia juga harus dinilai dengan kriteria aesthetis ( keindahan).

Karena keindahan ia diterapkan atas praktik atau pelayanan gereja. Bukan hanya kesenian tetapi kesenian gerejawi. Hal ini yang paling menentukan. Pelayanan adalah norma yang penting dari kesenian gerejawi. Norma untuk kegunaanya tidak ia terima dari dirinya sendiri. Norma terletak di luar dirinya, sekalipun ia berkata-kata oleh dirinya sendiri. Karena itu kita tidak boleh menuntut norma-norma keindahan yang tersendiri. Yang terpenting diantaranya ialah ia juga menggunakan bentuk yang terikat. Oleh bentuk yang terbentuk ia mengungkapkan pergaulan manusia dengan Allah. Contoh yang jelas ialah bentuk-bentuk kesenian yang tua dalam musik, dalam tarian, dalam kata, lukisan. Semua bentuk kesenian bersifat religious. Segala sesuatu yang manusia alami dalam pergaulannya dengan Allah meminta bentuk yang terikat. Demikian nyanyian, menurut para ahli timbul dari penyumpahan. Hal itu telah disungguhkan oleh

Ambrosius ( uskup dari Milan). Pengalaman-pengalaman dalam pergaulan manusia dengan

Allah tercermin dalam bentuk yang mengungkapkan pemberiaan Allah kepada manusia. Sebagai contoh, alat-alat gereja yang digunakan dalam perjamuan, yaitu untuk roti dan anggur gereja tidak menggunakan piring dan gelas biasa, atau nyanyian-nyanyian yang gereja gunakan dalam ibadah, nyanyian dituangkan oleh pemazmur dan nabi dalam bentuk yang terikat.9

9 J.L. CH. Abineno, Gereja dan Ibadah Gereja, 172-174.

15

Istilah musik berasal dari bahasa Yunani mousike yang diterjemahkan ke bahasa Latin musika. Istilah musik yang digunakan dalam liturgi gereja adalah musik liturgi atau musik

Gereja. Kongresgasi Suci untuk Ibadat dalam Instruksi mengenai musik gereja (1967), menyatakan bahwa musika sacra mencakup nyanyian Gregorian, berbagai jenis musik gereja, baik yang lama maupun baru, musik gereja untuk orgel dan untuk alat musik lain yang diizinkan, nyanyian gereja atau nyanyian liturgi umat dan nyanyian rohani umat. Gereja perdana sudah mengenal musik, terutama nyanyian dan musik instrumental. Musik liturgi gereja perdana berakar pada tradisi musik ibadat Yunani yang kemungkinan besar tidak diringi alat musik.

Dalam Perjanjian Baru, terdapat praktik musik nyanyian, seperti ketika Yesus dan para murid menyanyikan kidung Hallel sesudah merayakan perjamuan Paskah. Menurut Konsili Vatikan II, musik gereja mendapat tempat yang sangat penting dalam liturgi. Konsili Vatikan II memandang musik liturgi bukan sekadar sebagai selingan, tambahan atau dekorasi, melainkan sebagai

‘bagian liturgi meriah yang penting atau integral’.10 Dengan kata lain, musik liturgi termasuk liturgi itu sendiri. Musik sebagai bagian liturgi tampak jelas, sebagai contoh Kyrie, Gloria, mazmur tanggapan dan Kudus yang memang termasuk bagian Liturgi Sabda dan Ekaristi. Pada hakikatnya musik liturgi bersifat simbolis, artinya musik liturgi dapat menjadi ungkapan peran serta aktif umat. Musik dapat membangkitkan suasana bagi tumbuhnya daya tangkap dan daya tanggap jiwa terhadap sabda dan karunia Allah dalam liturgi. Musik liturgi berfungsi untuk memperjelas misteri Kristus, menumbuhkan kesadaran kebersamaan dan komunikasi antar jemaat dan memberikan kemeriahan dan keagungan bagi liturgi. Konsili Vatikan II menggarisbawahi fungsi musik dalam liturgy, yaitu untuk melayani liturgi. Itu berarti musik liturgi diciptakan dan dibuat untuk melayani dan mengabdi liturgi bukan sebaliknya. Musik liturgi tidak boleh seakan-akan menjadi lebih penting daripada liturgi itu sendiri.

10 E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195.

16

Musik liturgi harus dimasukkan dan diletakkan di konteks perayaan dan penggungkapan iman

Gereja. Peranan musik dalam liturgi menurut paham Konsili Vatikan II yaitu dimensi liturgis yang berarti musik sebagai bagian itu sendiri, dimensi eklesiologis yang berarti musik mengungkapkan partisipasi aktif umat, serta dimensi Kristologis yang berarti musik memperjelas

Misteri Kristus.11

Dimensi liturgis

Tempat musik bukanlah hanya sebagai tempelan agar liturgi menjadi meriah, melainkan musik benar-benar sebagai bagian liturgi sendiri yaitu bagian liturgi yang penting dan integral.

Nyanyian kudus misalnya merupakan bagian dari Doa Syukur Agung sendiri yang secara mutlak harus ada. Karena musik merupakan bagian liturgi sendiri, musik harus digunakan dan diadakan dalam rangka perayaan liturgi. Suatu pertunjukan orkes musik yang indah, mengharukan dan membuat orang menangis tersedu-sedu dalam Perayaan Ekaristi belum tentu merupakan musik liturgi yang baik. Sebaliknya, suatu paduan suara umat, dimana dinyanyikan dengan gembira dan semangat belum tentu merupakan musik liturgi yang jelek. Kriteria utama musik liturgi adalah bagaimana suatu lagu dan musik dapat membantu orang dalam berliturgi, yaitu berjumpa dengan

Tuhan dan sesamanya.12

Dimensi Eklesiologis

Musik liturgi dimaksudkan untuk mengungkapkan peran serta umat secara aktif. Konsili Vatikan mengharapkan suatu perayaan liturgi yang memungkinkan umat dapat berperan aktif secara penuh, sadar dan aktif. Dalam hal ini musik dapat memberi sumbangan yang penting. Beberapa lagu dan musik yang sesuai dengan tema liturgi dan tempatnya akan membantu umat dalam

11 E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195. 12 E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195.

17

memasuki misteri iman yang dirayakan. Musik liturgi memungkinkan umat untuk lebih baik menangkap sabda Tuhan dan karunia sakramen yang dirayakan. Misalnya sebuah lagu pembuka yang tepat dan baik akan membantu umat memasuki perayaan liturgi secara siap, bersemangat dan bergairah. Lagu dapat ikut membangun kebersamaan umat beriman yang sedang beribadah.

Kebersamaan itu sudah bisa tercipta sejak persiapan seperti ketika para anggota paduan suara dan musik berlatih dan tahap pelaksanaan perayaan liturgi bersama seluruh umat beriman serta akhirnya pada waktu sesudah perayaan liturgi.13

Dimensi Kristologi

Musik liturgi memperjelas Misteri Kristus. Melalui isi syair, musik dapat ikut memperdalam misteri iman akan Yesus yang sedang dirayakan dalam Liturgi. Musik dan lagu harus mempunyai syair-syair yang sesuai dengan ajaran iman gereja. Di pihak petugas, pemilihan lagu atau musik harus memperhatikan tema dan jiwa perayaan liturgi yang akan dirayakan. Melalui melodi, musik dapat membantu umat untuk merenungkan dan ‘berkontemplasi’ pada misteri iman yang dirayakan. Melodi musik yang indah dan sesuai dengan jiwa liturgi akan menciptakan suasana yang kondusif bagi doa dan perjumpaan dengan Allah.14

Musik Gereja dapat didefinisikan sebagai musik yang ditulis dengan tujuan untuk dimainkan di gereja, atau musik untuk mengiringi ibadah liturgi, atau suatu musik yang bersifat suci, seperti nyanyian yang dinyanyikan digereja. Musik atau Leitourgia yang berarti: laos (umat) dan ergon(karya). Dengan demikian, liturgi merupakan bakti dan ungkapan syukur umat. Fungsi musik dalam liturgi adalah sebagai nyanyian dan pujian, sebagai doa, sebagai alat proklamasi, sebagai cerita (Ungkapan hati atas kehadiran Tuhan di tengah kita,

13 E. Martasudjta, 196 14 E. Martasudjta, Pr, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 196.

18

ungkapan hati atas perbuatan Tuhan bagi kita, ungkapan hati untuk memperkuat iman kita semua) dan karunia Allah. Melalui musik kita beribadah kepada Allah. Tujuan ibadah kita adalah untuk mempersembahkan seluruh hidup kita sebagai ibadah sejati bagi Allah, bukan persembahan bagi para pengunjung ibadah.15 Musik merupakan ‘ekspresi ungkapan isi hati manusia. Setiap orang mempunyai berbagai macam emosi, dan emosi memerlukan saluran. Saluran bagi ungkapan emosi manusia dapat berupa gerakan badan atau vokal. Ungkapan fisik dapat berupa tarian, dan ungkapan vokal dapat berupa nyanyian. Ungkapan-ungkapan semacam ini lambat laun menjadi suatu seni. Musik punya pengaruh yang kuat bagi emosi manusia, ia dapat menjadi alat yg hebat untuk merangsang emosi pendengarnya-mengangkat, memberi inspirasi, mendorong, memperangkap seseorang, dan dapat menjatuhkan atau menghancurkan seseorang.’ 16

Musik Tradisional

Pengertian musik tradisional menurut Tyas Andijaning adalah musik atau seni suara yang berasal dari berbagai daerah, dalam hal ini . Musik tradisional menggunakan bahasa, gaya, dan tradisi khas daerah setempat.17 Definisi musik tradisional menurut Yayat

Nursantara yaitu musik yang berkembang di daerah asal musik berada. Musik tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun-temurun dan berkelanjutan pada suatu daerah.

Musik tradisional terbentuk dari budaya daerah setempat sehingga cenderung bersifat sederhana baik lagu maupun instrumentnya. Secara umum musik tradisional memiliki ciri khas sebagai berikut: dipelajari secara lisan, tidak memiliki notasi, bersifat informal, pemainnya tidak terspesialisasi dan bagian dari budaya masyarakat.18 Musik tradisional ialah musik dalam sebuah masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun dan berkelanjutan pada masyarakat suatu

15 Wikipedia, Musik Gereja, diundah pada 04 Juli 2017, https://id.wikipedia.org/wiki/Musik_Kristen. 16 Ivan, Christian. “ Peran Musik dalam gereja: suatu tinjauan Theologi dan Historis”. Last modified May 6, 2015 , accessed July 2, 2017, https://www.academia.edu/12248012/PERAN_MUSIK_DALAM_GEREJA. 17 Tyas Andijaning, Hartaris, Seni Musik SMA Untuk Kelas X, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 1. 18 Yayat Nursantara, 2007. Seni Budaya Untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 22.

19

daerah. Musik tradisional terbentuk dari budaya daerah setempat sehingga cenderung bersifat sederhana baik lagu maupun instrumentnya. Secara umum musik tradisional memiliki ciri khas sebagai berikut yaitu dipelajari secara lisan, tidak memiliki notasi, bersifat informal, pemainnya tidak terspesialisasi, bagian dari budaya masyarakat.19 Adapun fungsi dari musik tradisional ialah sebagai sarana apacara adat, sebagai pengiring tari atau pertunjukkan lainnya, sebagai media komunikasi, sebagai media hiburan.20

Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa

Gamelan merupakan seperangkat alat musik khas Indonesia yang kelengkapan instrumentnya dapat disejajarkan dengan simfoni orkestra di dunia Barat. Sebagaimana alat musik pada umumnya, gamelan merupakan hasil olah budi manusia untuk mengungkapkan rasa estetika atau rasa mencurahkan keindahan. Gamelan Jawa di bagi menjadi dua bagian.

Pembagian ini didasarkan pada perpaduan nada (dalam bahasa Jawa disebut laras), yaitu gamelan laras dan Gamelan laras . Adapun nama alat musik instrument gamelan: merupakan instrumen gamelan yang memegang peranan paling penting, barung adalah bonang besar, berfungsi sebagai pemimpin gending, bonang penerus, slentem berupa bilahan besi yang ditata pada pangkon, demung, barung, saron peking, kethuk kempyang, , , , , gong kemodong, celempung, , gender barung, gender penerus, , , , keprak dan kepyak dan beduk besar.21 Tugas dari instrument gamelan: kendang sebagai pengatur , ketuk sebagai pemangku irama, kenong sebagai

19 Siti Sarini. ” Fungsi Komunikasi Dalam Musik Tradisional Rijiq Sebagai Sarana Komunikasi Masyarakat Suku Dayak Tonyoi Di Kutai Barat,” Ejournal Ilmu Komunikasi 3, no. 2 (Juli 2015), 450, diakses 25 Agustus, 2017, http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2015/07/JURNAL_SITI_SARINI%20fix%20(07-01-1 5-01-40-29).pdf.

20 Siti Sarini. Fungsi Komunikasi Dalam Musik Tradisional Rijiq Sebagai Sarana Komunikasi Masyarakat Suku Dayak Tonyoi Di Kutai Barat, 451. 21 Hadi Santosa, Gamelan: Tuntunan Memukul Gamelan, ( Semarang: Dahara Prise), t.th), 1-5.

20

pemangku irama, kempul sebagai pemangku irama, gong sebagai pemangku irama, Kempyang sebagai pemangku irama, bonang barung sebagai pengatur lagu, saron demung sebagai pemangku lagu, slentem sebagai pemangku lagu, gambang sebagai pengisi jiwa gamelan, Gender sebagai pengisi jiwa, clempung sebagai pemangku yatmaka (jiwa), rebab sebagai pembuka patet, suling untuk memeriahkan irama, untuk memeriahkan irama dan keprak untuk menggairahkan nada.22

Dalam khasanah seni karawitan (gamelan) terdapat ‘filosofi buka’ yaitu buka bonang, gender, rebab, kendhang dan buka celuk. Lebih tepatnya ‘filosofi buka’ memberikan isyarat agar manusia mampu membuka hati terhadap ajaran Tuhan dalam agama yaitu syarat atau sinyalemen yang diberikan Tuhan melalui perubahan atau gejala alam, terlebih kalau sudah di ’buka’ dengan buka celuk, maka diharapkan orang per orang atau semua manusia tanggap ing sasmita terhadap panggilan atau isyarat Tuhan tersebut. Sedangkan bawa atau ‘buka celuk’ mengandung khasanah

‘filosofi bawa’ berarti memiliki kemandirian atau pengaruh kepada orang lain dimasyarakat karena sudah bisa dijadikan contoh. Sedangkan, bawa berarti mandiri. Jika kata bawa ditambah dengan ater-ater(wi) maka menjadi wibawa, maknanya memiliki pengaruh kebaikan kepada paraga wiyaga/ niyaga lainya. Hal ini mengisyaratan betapa leluhur Jawa sangat konsen terhadap makna hidup dan kehidupan agar menjalaninya dengan lebih baik dan berbudaya. Buka artinya sebagai membuka, pembuka atau pembukaan, tanda atau pertanda untuk memulai dimainkannya musik gamelan. Sedangkan Buka Celuk Swara atau bawa berarti celuk dalam bahasa Jawa artinya panggilan atau memanggil yang dilakukan oleh wira swara atau dhalang.

Sedangkan swara adalah panggilan melalui atau dengan suara. Dengan demikian, buka celuk atau buka swara artinya merupakan panggilan melalui suara sebagai isyarat, tanda, pertanda akan

22 Hadi Santosa, Gamelan:Tuntunan Memukul Gamelan,17-18.

21

dimulainya memainkan musik gamelan. Dalam seni karawitan, dikenal ada beberapa ‘buka’ sebagai tanda panggilan untuk memulai dimainkanya musik gamelan yaitu:23

Buka Bonang: Buka bonang merupakan buka umum atau normatif dipakai dalam seni krawitan, terutama untuk memulai gendhng-gendhing umum yang tergolong kasar seperti lancaran reno-reno, kuwi apa kuwi, dan lainnya. Jadi gendhing girp atau berbentuk lancaran diatas, dibuka dengan bonang kemudian iramanya kapurba dipimpin oleh kendhang, pada akhirnya sampai kepada gong. Buka gender: buka gender ini isyarat bahwa gendhing yang akan dimainkan bersifat agak halus, yakni seperti Ladrang Asmarandana, Pangkur, dan lainnya. Sebagaimana

Gendhing Giro diatas, maka gendhing Ladrang ini dibuka gender, iramanya kapurba atau dipimpin oleh kendhang, pada akhirnya ke gong.

Buka rebab: Secara spesifik buka rebab ini lebih halus dari pada buka gender.

Gendhing-gendhing yang ada dibuka dengan rebab, yakni gendhing gedhe antara lain Gendhing

Gambir Sawit, Widosari, dan lainnya. Gendhing-gendhing tersebut dibuka oleh rebab, iramanya kapurba atau dipimpin oleh kendhang akhirnya bisa sampai ke gong. Buka kendhang: Buka kendhang atau dimulai dengan aba-aba dari kendhang. Hal ini mengisyaratkan akan dimulainya gendhing, seperti ayak-ayak, srempeg dan Sampak. Untuk membedakan dari masing-masing gendhing, bukanya kendhang ada tanda bunyi yang tersendiri. Ini pun bisa sampai gong yakni gendhing dibuka kendhang dan iramanya juga kapurba oleh kendhang. Buka celuk/swara (bawa): buka celuk/swara atau bawa merupakan panggilan yang menggunakan suara (dengan celukan sebaga panggilan) misalnya dilakuan oleh sang dhalang sindhen atau wira swara. Menurut Ki

Sudjinal BA, dhalang dan budayawan Jawa Timur, gendhing-gendhing tersebut mengisyaratkan bleger (sifat manusia) diantaranya: Gendhing Giro melambangkan sifat manusia yang kasar.

23 Wawan Susetya, Dhalang, dan Gamelan, (Yogyakkarta: NARASI, 2007), 94-99.

22

Gendhing Ladrangan melambangkan sifat manusia yang sombong, congkak atau -ugalan.

Gendhing Ketawang melambangkan sifat manusia yang sudah halus, sareh atau lemah lembut.

Gendhing (Gedhe) melambangkan sifat manusia yang paripurna sehingga menggambarkan amalannya diterima Tuhan. Gendhing Ayak-ayak melambangkan sifat manusia yang suka sesirik, wira’i atau wirangi, mampu memilih-memilih. Gendhing Srempeg melambangkan sifat manusia yang suka mempersiapkan diri, mengerti mana yang lebih penting. Gendhing Sampak melambangkan sifat manusia yang sudah memahami hakekat kehidupan abadi.24

Menurut Soetarno, Sarwanto dan Sudarko dalam bukunya yang berjudul Sejarah

Pedalangan, gamelan adalah ensemble musik Jawa atau Karawitan yang berlaras slendro dan

Pelog, dan menurut jenis terdiri atas: gamelan gedhe, gamelan wayangan, gamelan gadhon, gamelan cokekan, gamelan senggani, gamelan pakurmatan, dan gamelan . Gamelan gedhe adalah suatu perangkat gamelan laras slendro dan pelog digunakan untuk keperluan klenengan ( konser karawitan) atau untuk mengiringi tari yang instrumennya terdiri dari: rebab, gender, kendhang, bonang, , demung, saron barung, saron penerus, gambang, celempung, suling, siter, kenong, kethuk-kempyang, kempul, gong kemanak bedhug dan bonang penembung. Gamelan wayangan adalah suatu perangkat gamelan berlaras slendro yang instrumennya terdiri dari rebab, gender barung, gender penerus, kendhang wayangan, slenthem, saron barung dua buah, gambang, siter, suling, kecer, kethuk-kempyang, kempul, gong suwukan.25

24 Wawan Susetya, Dhalang, Wayang dan Gamelan, 94-99. 25 Soetarno, Sarwanto dan Sudarko, Sejarah Pedalangan, ( : ISI Surakarta, 2007), 45-48

23

Gamelan wayangan pada zaman keraton Surakarta abad ke-18 digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit. Gamelan Gadhon adalah suatu perangkat kecil yang berlaras slendro dan pelog, terdiri dari instrument gender, kendhang ciblon, slenthem, suling, clempung, kenong, kempul dan gong. Gamelan gadhon digunakan untuk klenengan yang menyertai peristiwa sepasaran bayi (lima hari kelahiran anak), menempati rumah baru, syukuran dan lain-lain. Gamelan cokekan adalah suatu perangkat gamelan yang terdiri dari ricikan kendhang, ciblon, gender barung, dan siter, dan digunkan untuk mengamen dari rumah ke rumah.

Gamelan senggani adalah perangkat gamelan yang bahannya dibuat dari besi atau kuningan, yang berbentuk pencon, yang terdiri dari bonang, kendhang, slenthem, saron, demung, kenong, kempul dan gong. Gamelan senggani dipedasaan digunakan untuk keperluan latihan karawitan atau di sekolahan-sekolahan untuk pelajaran karawitan. Gamelan pakurmatan adalah suatu perangkat gamelan untuk keperluan upacara ritual. Gamelan ini dapat dibedakan menjadi 3 jenis menurut fungsi dan kegunaannya yaitu: gamelan monggang, gamelan carabalen dan gamelan kodhok ngorek. Instrumen gamelan monggang terdiri dari kendhang, wadon, kendhang penunthung, kenong, rejoh, gong gedhe, banggen, kenongan dan penonthong. Keraton Surakarta gamelan Monggang digunakan pada upacara garebeg Mulud atau upacara jumenengan atau ulang tahun raja naik tahta. Gamelan kodhok ngorek terdiri dari gender, slendro, kendhang wadon, kendhang penunthung, gong gedhe, kenong, kecer, banggen, bonangan, dan klinthing.

Keraton Surakarta, gamelan kodhok ngorek digunakan untuk keperluan ritual supitan, tetesan, sedangkan diluar tembok keraton untuk mengiringi panggih tematen/ perkawinan pada waktu mempelai wanita dan laki-laki berhadap-hadapan. Gamelan carabalen terdiri dari kendhang, wadon, kendhang penunthung, gambyong, kenong, klenang, penonthong, kempul dan gong26.

26 Soetarno, Sarwanto dan Sudarko, Sejarah Pedalangan, 45-48.

24

Keraton Surakarta, gamelan carabalen digunakan untuk penghormatan para tamu yang hadir dalam resepsi perkawinan putri raja. adalah suatu perangkat gamelan dilingkungan Keraton dan dianggap sakral, dan hanya dimainkan setahun sekali pada bulan

Mulud ( Bulan Jawa) di halaman Masjid Besar, untuk memperingati hari kelahiran Nabi

Muhammad. Gamelan sekaten terdiri dari bonang penempung, bedhuk, demung empat buah, saron barung delapan rancak, saron penerus empat rancak, kethuk kempyang, dan gong gedhe dua buah. Gamelan di Jawa berlaras Slendro dan Pelog, yang masing-masing mempunyai karakter yang berbeda. Laras Slendro terdiri atas lima nada yakni gulu, dhada, lima, nem dan barang (2 3 5 6 1), sedangkan Laras Pelog terdiri atas tujuh nada yaitu penunggul, gulu dhada, pelog, lima, nem, dan barang (1 2 3 4 5 6 7). Menurut tradisi oral atau legenda bahwa laras slendro lebih tua daripada gamelan pelog, dan gamelan slendro diiberikan oleh raja Kano atas perintah Ciwa lewat Bathara Indra atau Sura Indra, dan nama slendro berasal dari Sura Indra.

Menurut Ki Hajar Dewantara, gamelan slendro lebih tua daripada pelog, oleh karena gamelan slendro berasar dari dinasti Sailendra di Jawa Tengah, suatu dinasti yang membangun Candi

Borobudur. Dalam manuskrip di Keraton Yogyakarta, dinyatakan bahwa pertama kali gamelan ditemukan berlaras slendro yang dicipta oleh Bathara Indra, sedangkan gamelan laras pelog dicipta pada zaman Jenggala dibawah pemerintahan Kediri. Menurut Jaap Kunst dalam buku

Musik in , menyatakan bahwa gamelan laras pelog lebih tua dibandingkan slendro. Menurut

Stutterheim, pada zaman dulu gamelan laras slendro untuk mengiring pertunjukan wayang kulit, sedangkan gamelan pelog untuk mengiringi wayang gedhog.27

27 Soetarno, Sarwanto dan Sudarko, Sejarah Pedalangan, 45-48.

25

Menurut Bambang Murtiyoso dalam bukunya yang berjudul Pertumbuhan dan

Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang, perangkat gamelan yang digunakan dalam pertunjukan wayang sekarang dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu Perangkat gamelan slendro dan Pelog. Perangkat gamelan slendro dan pelog plus instrumen non-gamelan yang tidak bernada dan Perangkat gamelan slendro dan pelog plus instrument non-gamelan yang bernada diatonis dan instrumen non-gamelan yang tidak bernada.28

Tiap jenis alat musik mempunyai fungsi sendiri dan teknik memainkannya berbeda-beda.

Jenis alat musik yang tergolong ‘’ seperti demung saron dan yang dimainkan dengan pukulan nada-nada. Alat musik yang tergolong ‘ricikan’ seperti gambang gender dan yang lain adalah alat musik melodi dengan ragam teknik pukulan gembyang kempyung pinjalan pipilan atau wiletan. Kendhang berfungsi sebagai ‘yasa wirama’ artinya alat musiik yang berperan untuk menciptakan perubahan-perubahan irama lagu. Kempul kenong dan gong berfungsi sebagai wrekso wirama artinya bertugas menjaga kestabilan irama lagu. Pengertian irama pada musik Jawa adalah tempo yaitu cepat atau lambatnya lagu. Gamelan berfungsi sebagai pengiring wayang kulit. Gamelan yang dipergunakan untuk pergelaran wayang kulit terdiri dari gamelan slendro dan pelog. Gamelan mempunyai arti yang penting dalam pergelaran wayang kulit yaitu menguatkan nilai-nilai estetika pada seni pertunjukan wayang kulit, menciptakan suasana dalam suatu adegan dan mendukung perwatakan tiap-tiap tokoh dalam adegan tertentu. Iringan musik gamelan yang terdiri bermacam-macam jenis sangat tepat bahkan suatu keharusan keberadaannya dalam pergelaran wayang kulit. Pergelaran wayang kulit tanpa iringan musik gamelan akan mati, artinya pergelaran wayang kulit yang melambangkan kehidupan manusia dengan perwatakannya masing-masing tidak akan tergambar dengan baik. Permaknaan wayang

28 Bambang Murtiyoso, Waridi, dkk, Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang, (Surakarta: Citra Etnika Surakarta, 2004), 113-114.

26

yang digeraikan diatas layar putih jika tidak diiringi musik gamelan ibarat gerakan benda-benda biasa yang tidak bernyawa.29

Musik Gamelan merupakan identitas budaya Jawa. Menurut Koentjaraningrat, ‘dari ketujuh unsur kebudayaan, hanya satu unsur yang dapat menonjolkan sifat khas dan mutu, dan unsur tersebut cocok sebagai unsur paling utama dalam kebudayaan Indonesia yaitu kesenian.

Dalam buku Koenjaraningrat yang berjudul Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, dijelaskan bahwa para ahli perencanaan pembangunan telah sadar akan pentingnya kebudayaan

Indonesia, karena kebudayaan Indonesia memberi identitas nasional, dan identitas tersebut perlu untuk mendorong motivasi untuk usaha pembangunan. Dengan mewujudkan adanya identitas nasional, rakyat harus mempunyai rasa bangga kepada negara tersebut’.30 Menurut Stella Ting

Toomey, Identitas merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Sementara itu, Gardiner W.

Harry dan Kosmitzki Corinne melihat identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan, dan sikap’.31

Secara etimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama lain; kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama di antara dua orang atau dua benda; kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua kelompok atau benda. Pada tataran hubungan antar manusia lebih tepat bukan sekadar identik melainkan menjadi identitas

29 Suwaji Bastomi, Seni dan Budaya Jawa, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1992), 113-114. 30 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, ( Jakarta: Gramedia, 1982), 113. 31 Larry A. Samovar, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel, Communication Between Cultures. (Wadsworth: Cengage Learning, 2009). 154-161.

27

yang berarti membuat sesuatu menjadi identic atau sama; megakui keberadaan sesuatu yang dilihat, diketahui, digambarkan atau diklaim; menghubungkan atau membuat sesuatu menjadi lebih dekat; kaum psikoanalisis menggunakan istilah identify untuk menerangkan aspek-aspek psikologi yang dimiliki seseorang dan membandingkan psikologi yang dimiliki orang lain; meletakkan atau mempertukarkan pikiran, perasaan, masalah dan rasa simpatik.32 Menurut

Kenneth Burke, identitas budaya sangat bergantung pada bahasa, bagaimana representasi bahasa menjelaskan sebuah kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan.

Penamaan identitas seseorang selalu meliputi konsep penggunaan bahasa, terutama untuk mengerti suatu kata secara denotative dan konotatif.33

Identitas selalu berada dalam motion (gerak), artinya identitas bersifat dinamis, tidak pernah stabil. Setiap orang berubah sepanjang waktu, aktif atau pasif. Identitas tidak selalu tetap tetapi prosesnya sering berubah. Dalam masyarakat ada 3 bentuk identitas diantaranya identitas budaya, identitas sosial dan identitas pribadi. Identitas budaya merupakan ciri yang muncul karena seseorang merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu. Identitas sosial terbentuk sebagai akibat dari keanggotaan dalam suatu kelompok kebudayaan. Tipe kelompok antara lain umur, gender, kerja, agama, kelas sosial dan tempat. Identitas sosial merupakan identitas yang diperoleh melalui proses pencarian dan pendidikan dalam jangka waktu yang lama.

Identitas pribadi didasarkan pada keunikan karakteristik pribadi seseorang. 34

32 Aldo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2002), 69-70. 33 Aldo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, 72.

34 Aldo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, 95-97.

28

Dalam buku ‘Konsepku membangun bangsa Batak: Manusia, agama dan Budaya’, mengatakan bahwa identitas mengacu pada lima sumber utama yaitu gender, status sosial, usia, wilayah dan etnis. Identitas etnis misalnya meliputi tradisi budaya, kepercayaan, bahasa, gaya hidup, kesenian.35 Menurut Stuart Hall dalam buku “Cultural Identity and Diaspora” bahwa identitas budaya dapat dilihat dari dua cara pandang yaitu identitas budaya sebagai sebuah wujud dan identitas budaya sebagai proses menjadi.36

Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersiat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.37 Dengan demikian, identitas budaya menurut penulis ialah sebuah jati diri atau ciri budaya yang membedakan budaya yang satu dengan yang lain, sehingga dari ciri maupun jati diri tersebut, orang lain dapat melihat apa yang membedakan dari budaya yang lain. Setiap budaya memiliki ciri khas masing-masing dan itulah yang memperkaya setiap budaya dengan adanya perbedaan.

Musik Gamelan merupakan musik tradisional yang berasal dari kebudayaan Jawa.

Menurut perbendaharaan bahasa Jawa kata budaya berasal dari ‘budi’ dan ‘daya’. Kata budi berarti akal atau nalar. Dalam bahasa Jawa kata budi sering dirangkaikan dengan kata akal sehingga menjadi akal budi yang artinya kepandaian. Dalam bahasa Jawa kata budi juga berarti watak. Kata daya berarti tenaga atau kekuatan. Kata daya sering dirangkaikan dengan kata upaya sehingga menjadi daya upaya artinya usaha untuk mencapai sesuatu. Apabila kata budi dan daya dirangkaikan menjadi budi daya berarti kekuatan akal manusia untuk mencapai suatu hasil dalam

35 Bungaran Antonius Simanjuntak. Konsepku Membangun Bangsa Batak: Manusia, Agama, dan Budaya, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), 235. 36 Stuart Hall. Cultural Identity and Diaspora, (London:1990). 393. 37 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antrologi, (Jakarta: Rineka Cipta,2009), 115-118.

29

upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. 38 Dalam hal kebudayaan Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yaitu pikiran perasaan dan kemauan.

Ketiga unsur tersebut disebut cipta rasa dan karsa. Buah pikiran yaitu ilmu pengetahuan, pendidikan, pengajaran dan filsafat. Buah perasaan yaitu keindahan, keadilan, keagamaan, dan kesenian adat. Buah kemauan seperti pertanian industri.39

Menurut Hildred Gertz pola pergaulan masyarakat Jawa ditentukan dua prinsip, yaitu prinsip rukun dan prinsp hormat. Prinsip rukun yaitu untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmoni. Rukun berarti keadaan selaras serasi aman tentram dan damai. Keadaan rukun akan dapat dijaga dan dipertahankan jika orang-orang dapat saling menerima, bekerja sama, saling sepakat. Tiap-tiap individu selalu menjaga dan berusaha meniadakan hal-hal yang mungkin menimbulkan perselisihan atau keserakahan. Rukun adalah keadaan yang sifatnya ideal namun buikan berarti rukun menciptkakan keadaan sosial yang selaras dan serasi melainkan berusaha mempertahankan keserasian, keselarasan, keadilan sosial yang sudah selaras dan serasi.

Bagi orang Jawa keadaan aman, tentram, damai, dan harmonis adalah keadaan yang normal yang telah ada sebelumnya. Prinsip rukun tercermin dalam suatu bentuk kesenian Jawa khususnya seni musik yang disebut gamelan. Apabila semua musik gamelan dibunyikan bersama menurut fungsi-fungsinya masing-masing maka akan terdengar suaru lagu yang satu padu selaras dan harmoni. Keanekaragaman teknik pukulan dan garap tiap-tiap alat gamelan menunjukkan sifat dan makna kerukunan hidup orang Jawa. Bentuk perilaku yang lain adalah gorong royong.

Gotong royong meliputi membantu dalam kasus kematian proyek kampung dan sumbangan

38 Suwaji Batomi. Seni dan Budaya Jawa, 1. 39 Tauchid Moch. Karya Ki Hajar Dewantara Bagian II Kebudayaan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1967), 70-71.

30

kepada orang yang mempunyai hajatan. 40 Prinsip hormat berdasarkan pada cita-cita agar masyarakat Jawa selalu dalam kondisi bersatu yang selaras. Pemakaiaan bahasa Jawa Krama, disamping menghindari konflik juga menjadi sarana untuk menghormati orang lain. Sikap hormat kepada orang lain berarti menghargai orang lain dan mengangkat orang lain menjadi tinggi. Sikap seperti itu mempunyai nilai balik terhadap diri sendiri, artinya apabila seseorang mau menghormat dan menghargai orang lain, maka ia sendiri akan mendapat penghormatan dan penghargaan dari orang lain.41

Filsafat hidup Jawa terbuka karena perkembangan kebudayaan Jawa akibat pengaruh

Filsafat Hindu dan filsafat Islam. Orang Hindu datang ke Jawa menyebarkan agama Hindu membawa serta filsafat Hindu. Pada saat kedatanagan orang Gujarat ke Jawa, tidak hanya menyebarkan ajaran Islam tetapi mereka mengembangkan keseluruhan alam pikir Islam. Tradisi

Jawa, kepercayaan Hindu, mistiskisme Islam dan agama Islam melebuh menjadi suatu alam pikir

Jawa atau filsafat Jawa. Pandangan hidup orang Jawa atau Filsafat Jawa terbentuk oleh episode perjalanan sejarah berupa rangkuman dari alam pikir Jawa tradisional, kepercayaan Hindu dan ajaran mistikisme Islam. Pandangan hidup tersebut telah dituangkan ke dalam karya sastra

Pujangga baru pada zaman Surakarta, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Pengaruh kepercayaan Hindu dan filsafat India terdapat pada kitab Paramayoga karya Ranggawarsita.42

Dalam tradisi atau tindakan orang Jawa selalu berpegang pada dua hal: Pertama, kepada pandangan hidupnya yang religious dan mistis. Kedua sikap hidupnya yang etis dan menjunjung tinggi moral atau derajat hidupnya. Pandangan hidupnya selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah atau mistis dan magis, dengan menghormati arwah nenek

40 Suwaji Batomi. Seni dan Budaya Jawa, 39-42. 41 Suwaji Bastomi, Seni dan Budaya Jawa, 46. 42 Budiono herusatoto, simbolisme budaya Jawa,111-115.

31

moyang serta kekuatan-kekuatan yang tidak terlihat oleh indra manusia, dipakai simbol-simbol kesatuan, kekuatan dan keluhuran, seperti:

Simbol yang berhubungan dengan kesatuan roh leluhur seperti sesaji, menyediakan bunga, selamatan dan ziarah; simbol yang berhubungan dengan kekuatan: memakai keris, tombak; simbol yang berhubungan dengan keluhuran seperti pedoman-pedoman laku utama dalam Hasta-Sila.43 Pada waktu mengucapkan bahasa Jawa, seseorang harus memperhatikan dan membedakan keadaan orang yang diajak berbicara atau yang sedang bicara berdaasrkan usia maupun status sosial. Demikian pada prinsipnya ada dua macam bahasa Jawa ditinjau dari kriteria tingkatan, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab dan terhadap orang yang lebih tua usianya serta lebih rendah derajat atau status sosial. Bahasa Jawa Krama dipergunakan untuk bicara dengan yang belum dikenal akrab tetapi yang sebaya alam umur maupun derajat dan juga terhadap orang yang lebih tinggi umur serta status sosialnya. Dari kedua macam bahasa ini kemudian ada variasi berbagai dan kombinasi antara kata-kata dari bahasa Ngoko dan Krama dan yang pemakaiannya disesuaikan dengan keadaan perbedaan usia, derajat sosial dan sebagainya.44 Sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral, sedangkan sistem istilah kekerabatan menunjukan sistem klasifikasi menurut angkatan-angkatan. Semua kakak laki-laki serta kakak perempuan ayah dan ibu, beserta isteri maupun suami masing-masing di klasifikasikan ke dalam dua golongan yang dibedakan menurut jenis kelamin menjadi paman bagi para adik laki-laki dan bibi bagi para wanita. 45

43 Budiono Herusatoto, 139 44 Koentjaranigrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, ( Yogyakarta: Djambatan, 1971), 322-323. 45 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, 330.

32

Dalam kenyataan hidup masyarakat Jawa, orang masih membeda-bedakan antara priyayi yang terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar dengan kebanyakan orang yang disebut wong cilik seperti petani-petani, tukang-tukang dan pekerja kasar lainnya. Dalam kerangka susunan masyarakat, kaum priyayi dan bendara merupakan lapisan atas sedangkan wong cilik menjadi lapisan masyarakat bawah. Kemudian menurut kriteria pemeluk agama, orang Jawa biasanya membedakan orang santri dengan orang agama Kejawen. Golongan kedua ini adalah orang-orang yang percaya pada ajaran agama Islam, akan tetapi mereka tidak secara patuh menjalankan rukun dari agama Islam tersebut, misalnya: tidak salah, tidak puasa, tidak naik haji, dan sebagainya.46

Orang Jawa sebagai salah satu golongan etnis di Indonesia mempunyai sikap hidup yang berbeda dengan golongan etnis lainnya. Asal-usul orang Jawa, tradisi orang Jawa merupakan salah satu landasan sikap hidup orang Jawa. Pada zaman purba orang Jawa hidup mengembara.

Mereka memungut buah-buahan dan umbi-umbian yang ada di hutan dan makan apa yang mereka temukan. Pada waktu orang Jawa belum berpikir untuk masa depan, hidup mereka belum mapan. Manusia, dari asalnya telah memiliki akal budi. Karena akal budi manusia mempunyai kebutuhan yang meliputi kebutuhan jasmani dan rohani. Pemenuhan kebutuhan itu merupakan bagian dari proses menjadi manusia sempurna, yaitu manusia yang bukan sekadar hidup untuk makan, tetapi manusia yang berbudaya dan berbudi luhur. Mereka mulai menggunakan akalnya ketika berburu binatang, menghindari musuh, menyelamatkan diri dari bahasa alam yang mengancam.47

46 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indnesia, 337. 47 Suwaji Bastomi,Seni dan Budaya Jawa, 35.

33

Pengalaman yang diperoleh dari perjalanan hidupnya semakin meningkatkan kemampuan berpikir manusia. Dengan kecerdasan yang tinggi, tuntutan manusia menjadi tinggi dan kebutuhannya menjadi kompleks, yang berai adanya peningkatan kualitas dalam hal tertentu.

Rasa lapar menjadi makin terasa karena mereka dapat membayangkan bagaiamana rasanya lapar.

Rasa takut pada binatang dialihkan pada pemikiran tentang cara-cara untuk mepertahakan hidup.

Rasa takut pada malam hari semakin besar karena mereka dapat membayangkan hal-hal yang membahayakan menimpa dirinya. Maka manusia mengusahakan agar suasana malam hari yang gelap menjadi terang dengan jalan memancarkan lampu. Manusia mempunyai kebutuhan lebih banyak dari pada makhluk hidup lainnya. Manusia tidak tertekan ketika sedang bernyanyi, sebab menyanyi bukan beban pekerjaan melainkan kesenangan. Rasa senang akan menghilangkan rasa takut, sebab orang yang sedang merasa senang akan melupakan rasa yang tidak senang dan hal-hal lain yang menyebabkan rasa takut. Pada permulaanya kesempatan yang paling dimanfaatkan adalah mengembara. Pikiran mereka dicurahkan untuk membela dirinya dari bahaya yang mengancam. Pikiran manusia manusia dicurahkan kepada usaha mempertahankan hidup dengan jalan mengumpulkan buah-buah dan berburu serangan binatang buas. Manusia mampu memperhitungkan hal-hal yang akan terjadi, manusia mampu merancang tentang apa yang mereka perbuah dan dapat memperkirakan hasil yang akan dicapai. Hal itu menunjukan bahwa sebelum berbuat manusia sanggup menentukan tujuannya.48

Jawa adalah salah satu pulau yang merupakan sebagian kecil dari kepulauan Nusantara atau negara Indonesia yang begitu luas. Walau kecil, namun pulau ini memiliki peran dan andil yang penting dalam perjalanan sejarah negara dan bangsa Indonesia sampai mencapai sosoknya seperti ini, yang meliputi perkembangan berbagai aspek kehidupan masyarakat atau bangsanya,

48 Suwaji Bastomi, Seni dan Budaya Jawa, 36.

34

baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan juga budaya. Jawa pernah dan hampir tidak pernah lowong sebagai salah satu pusat kehidupan dan perkembangan peradaban, ekonomi, kebudayaan maupun pemerintahan. Dampak atau pengaruhnya sempat menyebar ke luar Jawa.

Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat dengan rajanya Purnawarman pada abad 4 adalah salah satu dari kedua kerajaan tertua di Indonesia selain kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman di Kalimantan Timur. Pada masa-masa berikut, di Jawa muncul kerajaan-kerajaan baru yang kemudia secara berurutan, beberapa diantaranya sempat mampu menjadi pusat pemerintahan dan sekaligus menjadi pusat kebudayaan Nusantara. Kesenian gamelan atau karawitan terutama sekarang ini masih hidup dan berkembang di Jawa Tengah, Bali bahkan sampai di Flores.49

Marco Polo sampai menyebut pulau Jawa sebagai Java Mayor atau Jawa besar karena pengaruh dan perannya yang jauh besar melampui pulau-pulau sekitar yang ukuran lebih besar.

Kekaguaman Marco Polo diikuti oleh musafir yang lain sehingga pada waktu itu Jawa disebut sebagai pulau yang ‘terbesar’ dan paling berpengaruh di dunia. Semua memberi tempat utama dalam kisah dan kajian. Daerah Jawa dinamika peradaban, sistem kepercayaan maupun kebudayaan berjalan demikian pesat dan intens, mulai dari pra-Hindu, Hindu, Islam sampai modern, bahkan era global sekarang ini. Jawa pada abad 16 pernah menjadi Carrefour

(persimpangan, pertemuan atau persilangan) lintas budaya dunia. Perubahan yang dinamika pada umumnya diterima dengan sikap terbuka serta toleransi yang besar dari masyarakat Jawa sehingga dinamika berjalan dengan relatif baik dan tidak menimbulkan konflik fisik yang berarti.

Sekarang ini Jawa masih menjadi lokus yang memiliki kedudukan dan peran yang cukup signifikan dalam perkembangan peradaban kebudayaan di Indoensia. Istilah ‘Jawaniasi’ menjadi konotasi negatif dalam berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik juga kesenian dan

49 Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I, ( Surakarta: PascaSarjana ISI Surakarta, 2002) 1-2.

35

kebudayaan menjadi wacana yang kurang untuk didengar terutama bagi telinga dan perasaan orang Jawa. Berbagai jenis kesenian Jawa akhirnya secara tidak langsung dan tidak sengaja dengan atau tanpa disadari oleh pelakunya sendiri, semua dan pekerja seni terkena semuanya.50

Kesenian Jawa terutama wayang kulit purwa beberapa waktu yang lalu dianggap sebagai simbol Jawa yang disebarkan dan digunakan peemerintah sebagai acuan maupun alat propaganda atau digunakan sebagai sara penyampaian berbagai ‘doktrin’ politik dan paham lainnya. Salah satu contoh karya seni yang dianggap paling tua dan masih ada sampai saat ini adalah wayang kulit purwa. Wayang ini diduga sudah ada sejak zaman pra hindu atau zaman animisme/dinamisme berupa pertunjukan bayang-bayang yang dilakukan oleh para syaman atau dukun sebagai bagian dari kegiatan atau upacara ritual. Arwah nenek moyang yang diwujudkan dalam bentuk bayang-bayang boneka dari dedaunan, rerumputan, tetumbuhan atau bahan lain yang terdapat di sekitar mereka. Peristiwa inilah yang kemudian dianggap atau dipercayai cikal bakal pertunjukan wayang kulit purwa Jawa yang masih ada, berubah dan berkembang seperti yang beberapa bentuknya dapat dilihat sampai sekarang. Dari waktu ke waktu, sosok syaman kemudian berubah atau berkembang menjadi dhalang, boneka berkembang menjadi wayang dan mantram berkembang menjadi suluk (nyanyian dhalang) dan musik (karawitan).51

Dalam daerah Jawa, salah satu jenis seni bebunyian yang dianggap tua dan masih bertahan sampai saat ini adalah karawitan atau musik gamelan. Istilah karawitan sering juga digunakan untuk menyebut berbagai jenis musik lainnya yang memiliki sifat, karakter, konsep,

50 Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I, 2-3. 51 Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I, 2-4.

36

cara kerja, dan atau aturan yang mirip dengan musik karawitan Jawa. Banyak orang memaknai karawitan berangkat dari dasar kata yang digunakan yaitu rawit yang berarti kecil, halus, rumit.

Dalam lingkungan Keraton Surakarta, istilah karawitan pernah juga diguanakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti ukir, pedhalangan, tari dan sudah musik tradisi Jawa. Pada tahun 50, ketika pemerintahan RI membuka untuk pertama kalinya sebuah sekolah formal kesenial setingkat SLTA di Surakarta, dengan nama Konservatori Karawitan Indonesia

(KOKAR) dalam program pembelajaran pada waktu itu telah memasukkan seni pedhalangan dan seni tari. Pada waktu itu, seni tari dan pedhlangan telah menjadi bagian dari karawitan. Setelah sekolah ini didirikan, munculah di beberapa kota sekolah mirip seperti di Surakarta, diantaranya

Padang, Denpasar, Bandung, Surabaya, Banyumas dan Gowa (Makassar).52

Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrument sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan karawitan. Karawitan memiliki berbagai arti dan pengertian, penggunaan istilah sangat luas dan umum. Pada dasanya, karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbeli-belit. Rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata karawitan yang dimaksud adalah musik gamelan, musik Indonesia yang bersisitem nada non-diantonik yang menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah untuk didengar.53

Seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi banga Indonesia.

Gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Secara hipotetis, sarjana J.L.A Brandes

52 Rahayu Supanggah Bothekan Karawitan I, 5-6. 53 Purwadi dan Afendy Widayat, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, ( Yogyakarta: Hanan Pustaka, 2006), hal 1.

37

mengemukakan bahwa masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian diantaranya wayang dan gamelan. Menurut sejarah, gamelan Jawa mempunyai sejarah yang panjang. Sama halnya kesenian atau kebudayaan yang lain, gamelan Jawa dalam perkembangan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan yang terjadi pada cara pembuatan, sedangkan perkembangan menyangkut kualitas. Dahulu kepemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas dikalangan istana. Kini siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang temasuk dalam kategori pustaka. Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak tepisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budaya yang berupa gamelan

Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianut. Istilah gamelan telah lama di kenal di Indonesia. Musik-musik etnis di Indonesia 90 persen jenis musik perkusif, artinya untuk memainkannya dipergunakan alat pukul. Gamelan-gamelan kuno yang masih ada jumlahnya sedikit. Manusia memang selalu tidak puas terhadap yang sudah ada, artinya manusia selalu ingin mengembangkan apa yang sudah ada. Alat musik etnis menjadi alat musik religi, kemudian menjadi sarana dakwah, pendidikan, media penerangan. Pada jaman gamelan sebagai sarana ini jumlahnya selalu mengalami penambahan, antara lain ditambah kendang, petik, alat musik gesek bahkan tambur, dan lain-lain. ‘Pradangga Adi Guna Sarana Bina Bangsa’.

Arti kata moto tersebut, Pradangga sama dengan gamelan (prada+angga) artinya ‘yang punya badan mengkilat’; Adi artinya baik; Guna artinya kepandaian, ilmu pengetahuan/ manfaat;

Sarana artinya alat; Bina artinya membangun, membimbing/mendidik; Bangsa adalah orang-orang yang bertempat tinggal disuatu tempat yang mempunyai kedaulatan sendiri dan berpemerintahan. Jadi secara keseluruhan adalah ‘apabila gamelan digunakan sebaik-baiknya bisa sebagai alat untuk mendidik bangsa.’54

54 Purwadi dan Afendy, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, 2-4.

38

Bagi masyarakat Jawa, gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Dunia mengakui bahwa gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Gamelan adalah alat kesenian yang serba luwes. Gamelan dapat digunakan untuk mendidik rasa keindahan seseorang. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa setia kawan tumbuh tegur sapa halus, tingkah laku sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhing-gendhing. Gamelan tidak bisa dipisahkan dengan tari-tarian. Gamelan memang alat untuk mengiringi semua macam tari-tarian.55 Benda-benda seni memang diciptakan atau dibuat oleh seniman-seniman atau budayawan-budayawan, namun orang yang memeliharaya dan menjaga kelestariannya disebut budayawan.56 Adapun tugas dari masing-masing instrument gamelan sebagai berikut:

-Kendang (pemurba irama): Menentukan bentuk gending, mengatur irama dan jalannya laya,

Mengatur mandeg dan menyusukkan gending, Buka untuk gending-gending kendang.

-Kethuk (pemangku Irama): Menguatkan kendang dalam menentukan bentuk gending, menunjukan bermacam irama.

-Kenong (pemangku irama): Menentukan batas-batas gatra berdasarkan bentuk gendingnya.

-Kempul

-Gong (pemangku irama): menguatkan kendangan dalam menentukan bentuk gending, sebagai pada dan final.

55 Purwadi dan Afendy, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, 2-4. 56 Purwadi dan Afendy, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, 8.

39

Sedangkan tugas rincikan pada bagian lagu sebagai berikut:

-Rebab (pemurba irama): Menentukan lagu, buka untuk gending-gending rebab).

-Gender gede (pemangku lagu): memperindah lagu dengan , buka untuk gending- gending gender, buka untuk gending-gending disamping bonang barung.

-Bonang gede (pemangku lagu): memperindah lagu dengan cengkok, buka untuk gending-gending bonang, buka untuk gending lancaran.

-Gambang (pemangku lagu): memperindah lagu dan cengkok, buka untuk gending-gending gambang.

-Clempung, gender penerus, bonang penerus ( pemangku lagu) tugasnya mengiasi lagu.

-Slenthem, emung, saron barung (pemangku lagu) tugas sebagai pola dari lagu atau istilahnya balungan.

-Saron penerus (pemanngku lagu): mempunyai gaya yang dapat digunakan sebagai petunjuk bermacam irama.57

Kehadiran karawitan dalam upacara tradisi Keraton merupakan salah satu aktivitas karawitan Keraton. Aktivitas lain adalah aktivitas mandiri yang tidak terkait dengan upacara tradisi Keraton serta aktivias karawitan yang terkait dengan bentuk kesenian lain seperti wayang maupun tari. Rahayu Supanggah membagi fungsi karawitan menjadi dua yaitu fungsi musikal dan sosial. Fungsi musikal adalah fungsi karawian yang berhubungan dengan kesenian lain seperti tari, dalang atau bentuk seni lain, sedangakan fungsi sosial adalah yang berkaitan dengan upcara-upacara tertentu. Kehadiran karawitan dalam upacara tradisi Keraton sangat berkaitan

57 Purwadi dan Afendy, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, 16-17

40

dengan upaya legitimasi kekuasan untuk memperkuat kedudukan dan kewibaan raja. Dapat dikatakan antara upacara tradisi Keraton dengan karawitan merupakan satu kesatuan dengan kata lain tidak bisa dipisahkan antra keduanya. Dalam sebuah upacara tradisi Keraton, hampir setiap tahanan Keraton akan terdengar alunan gamelan. Hal inilah yang menyebabkan karawitan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upacara tradisi Keraton. Karawitan memiliki peran sentral dalam kehidupan tradisi Keraton. Hampir semua upacara tradisi Keraton menggunakan karawitan sebagai salah satu perangkat atau kelengkapan upacara, dengan hadirnya karawitan dalam sebuah upacara dapat dibayangkan kemegahan dan kemeriahan sebuah upacara yang diselenggarakan oleh Keraton. Hal ini dikarenakan dalam sebuah upacara gamelan yang dilibatkan untuk mendukung upacara, tidak hanya satu perangkat gamelan melainkan 3 perangkat gamelan baik gamelan pakurmatan maupun gamelan ageng.58

Fungsi sosial karawitan di Keraton menjadikan karawitan tidak sebatas alat legitimasi raja melainkan menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah upacara tradisi Keraton. Dalam sebuah upacara tradisi Keraton gamelan ditempatkan ditempat-tempat penting, baik keperluan proses maupun manguyu-uyu sebelum upacar dimulai. Kehadiran karawitan tidak sekadar pengantar, pengiring atau menyemarakan suasana, lebih dari itu karawitan melalui alunan gending yang dibunyikan abdi dalaem niyaga, maupun perangkat gamelan yang digunakan dalam sebuah upacara merupakan simbol-simbol yang memiliki makna tertentu. Upacara tradisi yang diselenggarakan di Keraton mayoritas menggunakan karawitan sebagai salah satu perangkat upacara. Kehadiran karawitan dalam sebuah upacara sangat berkaitan dengan fungsi sosial karawitan Keraton. 59

58 Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 39. 59 Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 39.

41

Sejak tahun 1743, meskipun Kartasura dapat direbut kembali oleh Paku Buwana I, kolonialisme masih melanjutkan usahanya merongrong kewibaan raja dengan segala macam bentun intervensi. Pada saat era intervensi tanpa etika dimulai oleh pemerintahan kolonial

Belanda. Keberhasilan Belanda membantu Paku Buwana II mengusir pemberontakan Mas

Garendi mengaharuskan Paku Buwana II memberikan konsesi kepada Belanda. Kecintaan raja-raja Surakarta akan kedamaian menjadikan setiap raja yang berkusaa memberikan perhatian penuh pada intensitas pertumbuhan dan perkembangan kesenian. Maka tumbuhlah beberapa entitas budaya sebagai kenyataan who pangolahing budi dari para pujangga dan seniman Keraton yang mendapat restu sepenuhnya dari raja. Karawitan, tari, pajeliran dan kesustaraan serta bentuk-bentuk ungkapan seni lainnya dihidupkan, tidak salah jika Keraton dianggap sebagai sumber kebudayaan karena tidak sedikit elemen kebudayaan yang diproduksi oleh Keraton

Surakarta. Dari sekian elemen kebudayaan yang berperan, karawitan merupakan salah satu entitas yang relatif dominan. Karawitan merupakan unsur bagi Keraton Surakarta dalam pembentukan wujud kebudayaan Jawa, disamping karawitan yang hidup dan berkembang di

Keraton banyak mewarnai kekhasan tata nilai aura budaya Jawa. Bunyi-bunyi yang dihasilkan dari instrument gamelan berperan besar dalam pembentukan kekhasan atmosir budaya. Melalui berbagai jenis perangkat gamelan serta komposisi musiknya karawitan mampu mewakili kewibaan dan cita rasa Jawa. Masyarakat Jawa pada umumnya mengidolakan budaya alus seperti yang diperlihatkan dalam kehidupan priyayi60. Kehidupan priyayi selalu dikaitkan dengan para bangsawan dan abdi dalem dikalangan Keraton Surakarta. Dalam kehidupan masyarakat priyayi terdapat sejumlah aturan yang rumit dan kompleks hingga pada saat itu status sebagai priyayi sangat dihormati. Karawitan klasik yang merupakan salah satu produk budaya Jawa memiliki sistem dan kaidah yang dipahami oleh masayarakat karawitan sebagai hukum-hukum karawitan.

60 Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 40.

42

Selain karawitan Jawa juga memiliki ciri alus, dapat dikatakan bahwa karawitan merupakan refleksi kebudyaan Jawa yang mengidolakan budaya alus. Karawitan sebagai manifestasi budaya alus hidup subur dan berkembang di lingkungan Keraton yang dianggap sebagai sumber budaya alus.61

Kebudayaan Keraton yang digolongkan dalam budaya alus penuh dengan smbol-simbol yang kompleks dan rumit, hal inilah yang diwariskan oeh para bangsawan dan masyarakat

Keraton. Dapat dikatakan bahwa budaya alus merupakan representasi alam pikrian raja yang menghasilkan budaya alus, maka karawitan Keraton sebagai mainstream dari kebudayaan

Keraton menjadi sumber acuan garap karawitan yang rumit dan halus. Hal ini dikarenakan pelaksanaan garap karawitan Keraton didasarkan konsep etika dan estetika Keraton yang berlaku sejak ratusan tahun silam. Garap karawitan yang rumit selanjutanya dipelihara, dilaksanakan dan dikembangakan tidak hanya lingkungan istana melainkan kalangan rakyat. Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa kebudayaan Keraton dipahami memiliki nilai dan makna yang tinggi sehingga layak untuk dijadikan acuan. Hukum-hukum karawitan yang berupa struktur dan bentuk, laras, pathet, pola tabuhan yang berkembang di Keraton sampai saat tetap menjadi acuan bagi masyarakat karawitan pada umunya.62

Karawitan digunakan sebagai salah satu alat legitimasi raja Keraton Surakarta, telah berlangsung sejak pemerintahan Paku Buwana II. Sejak saat itu penciptaan gending sering dikaitkan dengan legitimasi kekuasaan raja. Hal ini dilihat pada karya karawitan selalu disebut iyasan Dalaem artinya buatan raja. Sebutan tersebut menunjukan bahwa kekuasan seorang raja tidak sekadar berkuasa secara politik, tetapi di bidang kesenian raja juga memiliki kekuasan.

61 Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 40. 62 Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 39-41

43

Besarnya kekuasan raja dibidang karawitan semakin diperkuat dengan adanya kepercayaan bahwa beberapa karya karawitan merupakan ciptaan makhluk halus. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan raja yang dapat berhubungan dengan makhluk halus. Banyak gending dipercaya sebagai ciptaan makhluk halus yg dihadiahkan kepada raja. Jika makhluk halus memberi hadiah kepada manusia maka dapat diduga ada hubungan baik antara manusia dengan makhluk halus. 63

Jalinan antara raja, karawitan dan upacara tradisi Keraton dapat disebut dengan sistem.

Hal ini dikarenakan antara ketigannya terdapat hubungan timbal balik yang erat serta kehilangan salah satu dari ketiga unsur tersebut menggangu kelangsungan kehidupan tradisi Keraton. Selain itu ketiga unsur memiliki bagian-bagian yang lebih kecil sebagai pendukung ketiga unsur. Peran pendukung sangat menentukan kelangsungan raja, karawitan dan upacara tardisi .

Kehilangan atau tidak berfungsinya salah satu bagian akan menggangu stabilitas system (Terlihat dalam tabel sebagai berikut).

63 Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 43-44

44

RAJA

Paranpara Nata Paran Kapujanggan Nata Paran Karsa Nata Sasana Wilopo

KARAWITAN

Gamelan Pengrawit Pesindhen Anggong

UPACARA

Budaya Reksawanita Pawon Sajen Prajurit Kebondarat Juru Suranta

45

Berdasarkan bagian diatas telihat bahwa raja, karawitan dan upacara memilik kompenen pendukung. Namun demikian komponen pada akhirnya menjadi satu kestauan dan membentuk sistem. Dengan demikian antaara raja, karawitan dan upacara merupakan satu sistem. Aktivitas sistem ini melibatkan suatu proses yang dikenal dengan transaksi interaksi dan saling ketergantungan satu dengan yang lain.64

Seiring dengan perkembangan karawitan yang begitu cepat, meluas beragama dan mendunia, terutama perkembangan fungsional karawitan atau gamelan sebagai salah satu alternatif bentuk ekspresi estetik musikal baru atau modern, maka tanpa disadari karawitan telah memperkaya diri dengan identitas dan citra batu yang multi dimensi. Beberapa citra yaitu:

1. Karawitan dianggap menejadi salah satu alternatif bentuk ekspresi estetik musikal yang

meyiratkan jiwa atau mewakili dunia Timur, bersama sama dengan musik Korea,

Thailand dan korea dan Cina. Walaupun sekarang seniman modern tidak

mempermasalahkan Timur Barat, Utara-Selatan, tradisi modern dan sebagainya, namun

dalam kenyataan masih terdapat banyak seniman bahkan negara-negara yang

beranggapan bahwa pengaruh budaya Barat telah dan masih mendominasi sehingga

muncul gerakan gerakan atau kegiatan yang mencerminkan adanya keinginan untuk

‘melepaskan diri tanpa merujuk ke Barat.’ Semangat tersebut timbul pada negara-negara

maju yang ingin membentuk identiatsnya yang pernah hilang karena pernah terjajah atau

pengaruh asing yang begitu dominan melalui kolonialisme, pendidikan maupun ekonmi

atau karena kegandrungan, kesilauan terhadap modernisme atau modernisasi Barat.

64 Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 45-46.

46

2. Karawitan dimiliki oleh seni tradisi pada umumnya di wilayah Timur adalah sifat, cara

atau proses bekerja dalam bermusik dan membuat musik. Cara ini antara lain

menekankan pada cara dan tata kerja yang mengutamakan kebersamaan, spontanitas

(mungkin dianggap bentuk siratan sifat keplosan, sederhana, kejujuran) dan keterbukaan

dari seniman yang terlibat dalam proses penciptaan maupun penyajian suatu karya musik

baru. Kesetiaan terhadap penggunaan tradisi lisan dan cara kerja bersama dalam proses

penciptaan maupun penyajian memungkikan hal tersebut dapat terwujud. Sifat ini

dianggap sebagai sesuatu yang sangat berbeda dengan yang terjadi pada tradisi

penciptaan dan penyajian musik di Barat yang pada dasarnya mengikuti tradisi tulis

dengan karakter yang individual. Kebiasaan-kebiasaan didunia karawitan yang saat ini

memberi citra karawitan yang dianggap sebagai dunia musik yang bekerja dengan

menggunakan ‘rasa’ yang biasanya menggunakan nalar atau pikir.

Berdasarkan uraian diatas dapat dirangkum bahwa pencitraan dan pemakanaan baru terhadap karawitan telah berkembang dan diperluas melingkupi suatu genre musik baru, tradisi dan atau modern yang merujuk pada karakteristik atau nilai ‘budaya’; Timur menggunakan kebiasaan kerja secara oral atau lisan dengan dilandasi oleh semangat kebersamaan atau kekeluargaan serta mengutamakan pendekatan dan ungkapan rasa lebih dibandingkan nalar atau pikir. Dalam pengertian karawitan yang sempit, khusus dan konvensional serta tersebar luas menyebut suatu jenis seni suara atau musik yang mengandung salah satu atau kedua unsur sebagai berikut:

Menggunakan alat musik gamelan sebagaian atau seluruhnya, baik berlaras slendro maupun pelog, menggunakan laras slendro atau pelog, baik instrumental gamelan atau non gamelan maupun vokal atau campuran dari keduanya.65

65 Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 8-12

47

Dalam kalangan masyarakat karawitan di Indonesia, terutama lingkungan praktisi, istilah gamelan biasa digunakan untuk menyebut sejumlah atau perangkat ricikan atau alat musik instrument, dengan jenis dan jumlah tertentu yang sudah memenuhi syarat untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan dapat berupa kebutuhan dari seorang atau sekelompok, dalam konteks religi-sosial-budaya atau dalam konteks penyajian seni maupun konteks ekonomi dan politik.

Gamelan merupakan seperangkat ricikan yang sebagian besar terdiri dari alat musik pukul atau perkusi yang dibuat dari bahan logam, dilengkapi dengan ricikan bahan kayu atau kulit maupun campuran dari dua atau tiga bahan. Kata nggamel berartu memukul. Itulah kemungkinan mengapa gamelan dianggap sebagai satu perangkat musik pukul atau perkusi, walau pada kenyataannya gamelan juga melibatkan alat-alat musik non-perkusif seperti alat gesek, tiup, petik, selaput kulit atau membran, dan sebagainya.66

Berbicara mengenai gaya karawitan sejak lama dan masih berlaku sampai sekarang dengan sebutan adanya dua gaya karawitan utama yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Dengan kewibaan dan kekuasaan dan fasilitas yang memadai, kehidupan seni budaya berkembang dengan pesat. Dalam Keraton tempat berkumpulnya seniman unggulan dari berbagai cabang seni dan tersimpan berbagai benda seni yang tak ternilai harganya. Seniman diluar Keraton direkrut ke Keraton. Demikian juga benda hebat diluar Keraton dipersembahkan atau dibeli oleh Keraton sehingga wajar tempat tersbeut menjadi pusat dan kiblat kesenian, termasuk dalam bidang karawitan. Kesenian Keraton kemudian dianggap dan diangkat sebagai gaya kesenian Jawa baku yang sampai saat ini digunakan sebagai rujukan masyarakt seni dan juga sebagai materi ajar yang utama di lembaga-lembaga atau perkumpulan karawitan pelosok dunia. Diluar Keraton terdapat gaya kesenian yang hebat selain Keraton, baik secara kualitas maupun kuantitas. Semasa Keraton masih memiliki kekuatan politik maupun kultural, gaya diluar Keraton belum terlihat dan

66 Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 13..

48

menempatkan tempat yang wajar. Kalangan pro Keraton menyebutnya dengan menggubahkan istilah yang bernotasi rendah seperti gaya deso, gaya kuno, lama, pantai dan sebagainya.

Kesenian diluar Keraton dianggap kesenian yang kasar, ngawur, sederhana, ramai dan sebagainya. Keduanya memilki warna, kekurangan dan karakter yang berbeda dan mereka saling melengkapi. Kenyataan menunjukan bahwa banyak seniman Keraton yang direkrut dari desa seperti dhalang, pengrawit, penari, dan yang lain. Dari segi kreativitas, para seniman desa sering mendahului seniman yang berada di Keraton.67

Gaya Surakarta atau gaya solo yang bersumber pada gaya karawitan Keraton Surakarta.

Surakarta mempunyai 2 istana yaitu Kasunanan (selatan) dan Mangkunegaraan (utara), yang masing-masing mengembangkan gaya dan menjadi pusat kegiatan budaya. Kedua Keraton mengembangkan gaya keseniaan yang berbeda. Mereka berusaha tampil beda sehingga keduanya memiliki ciri yang berbeda. Dalam karawitan, kedua Keraton tidak menampakkan perbedaan yang mendasar, kecuali terdapat beberapa jenis gendhing yang lebih berkembang dimasing-masing istana.68

Gaya Jogyakarta muncul pada saat dilakukannya perjanjian Giyanti (1755) dimana ada kesepakatan dibaginya kerajaan Mataram menjadi dua bagian yaitu Surakarta dan Yogyakarta.

Perbedaan kedua Keraton ini terlihat disemua cabang kesenian terutama pada cabang seni pertunjukan: tari, karawitan dan pedhlangan. Keraton Yogyakarta sampai saat ini masih memiliki peran lebih besar dari Surakarta, namun dalam bidang kesenian justru gaya Yogyakarta kurang berkibar dibandingkan gaya Surakarta. Gaya Yogyakarta relatif berkembang disekitar wilayah

Yogyakarta terutama lingkungan Keraton Yogyakarta. Gaya Karawitan Surakarta tersebar hampir seluruh Jawa, termasuk ke luar Jawa, Indonesia maupun luar negeri. Bahkan di wilayah

67 Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 138 -139. 68 Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 140.

49

Yogykarta, gaya Surakarta lebih disajikan atau didengarkan diberbagai kesempatan maupun event masyakarat umum. 69

Daerah kabupaten Blora kemudian merembet ke Timur sampai daerah Cepu dan

Bojanegara bahkan Tuban berkembang gaya karwaitan yang disebut Tayub Blora. Kehidupan

Tayub sangat popular didaerah ini, melebihi kepopuleran wayang kulit maupun kethoprak.

Penyebarannya sampai menjangkau daerah Cepu dan Bojanegara. Daerah Sragen muncul dan hidup dan berkembang karawitan tayub dengan gaya yang berbeda dengan daerah Blora.

Karawitan ini selain biasa disebut dengan karawitan sragenan, sesuai dengan nama wilayah asal atau berkembangnya gaya karawitan, juga dikenal sebagai karawitan badhutan. Bahdutan berarti lawak, lucu. Letak Sragen diperbatasan antara Jawa tengah dan Jawa Timur maka persinggungan garapan kedua gata tersebut dapat dilihat dalam karawitan tersebut.70

Menjelang tahun 80an, terdapat pergeseran yang sangat signifikan dalam kehidupan kesenian tradisi Jawa, yaitu memudarnya kesenian termasuk karawitan dan pedhalangan.

Pergesaran ini dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan yang sangat kompleks dan sangat menarik untuk lebih mendalami. Beberapa indikasi menunjukan bahwa pergeseran ini sejalan dengan pergeseran nilai dan tata kehidupan yang berkembang di masyarakat atau selera masyarakat Jawa terhadap kesenian serta perkembangan fungsi kesenian di masyarakat luas, masyarakat Jawa dengan berbagai sifat dan keperluan yang berkembang dan majemuk.

Kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi, sitem informasi dan komunikasi yang pesaat memiliki andil yang besar terhadap terjadinya pergesaran ini. Fenomena yang menonjol adalah kesadaran akan pemanfaatan ruang dan waktu yang semakin besar tersedianya tempat penyelenggara upacara dan hajatan yang menyelenggarakan kesenian yang semakin terbatas, sedikit dan

69 Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 140-141. 70 Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 143.

50

menciut, penggugatan pada nilai feodalistik, kebutuhan dan fungsi kesenian sebagai sarana hiburan maupun sebagai barang komoditas, politik kebudayaan dan yang berhubungan dengan pariwisata serta kebijakan pemerintah dalam bidang kebudayaan serta lintas budaya yang semakin intens serta ‘keteladanan’ para pejabat pemerintah. Pada dekade terakhir bahwa perkembangan kehidupan kesenian di sekitar Surakata sangat menyedihkan yaitu semakin banyak penyelenggara upacara atau karawitan mengabaikan gaya karawitan baku. Dalam lingkungan Keraton, re-generasi dalam bidang karawitan kurang berjalan dengan baik.

Dapat dikatakan bahwa tidak satu abdi dalem pengrawit dimana putra-putrinya mau meneruskan atau mengikuti profesi ayah dan ibunya kecuali beberapa putra-putri dalam yang masih peduli terhadap kehidupan kesenian di Keraton. Tidak ada satupun keturunan empu karawitan atau pengrawit di Keraton yang meneruskannya, bahkan dalam menabuh gamelan.

Abdi dalem karawitan di Keraton Surakarta direkrut dari luar Keraton dan sebagian besar berumur 40 tahun. Benteng pertahanan terakhir yang masih handal dan setia dalam mepertahankan karawitan tradisi bukan pihak Keraton tetapi lembaga pemerintahan karena tugas dan pekerjaan serta komitmen mengemban tugas dan memiliki visi& misi sebagai lembaga konservasi maupun pelestari budaya. Lembaga tersebut seperti perguruan tinggi kesenian, seniman pengrawit di RRI (Surakarta dan Yogyakarta), perorangan, pusat kajian/studi, paguyuban-paguyuban khusus yang memiliki komitmen terhadap usaha mempertahankan, keluarga atau lingkungan pedhalangan, lembaga-lembaga atau yayasan luar begeri dan mahasiswa yang tersebar di seluruh dunia yang jumlah, kualitas dan prestasi kerja cukup signifikan.71

71 Rahayu Supanggah,Blotekan Karawitan I, 144-148.

51