Masjid Daar Al-Falah Cikoneng, Anyer-Banten: Sebuah Tinjauan Arkeologis
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Masjid Daar al-Falah Cikoneng, Anyer-Banten: Sebuah Tinjauan Arkeologis Doni Wibowo1 dan Isman Pratama Nasution2 1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Masjid Daar al-Falah Cikoneng memiliki latar belakang yang belum terungkap secara jelas. Masjid tersebut juga telah mengalami beberapa pemugaran yang menyebabkan adanya perubahan pada komponen-komponennya. Hal tersebut menjadi fokus peneliti untuk mengkaji bangunan masjid. Kajian tersebut ditinjau secara arsitektural dan ornamental. Tujuan kajian tersebut yaitu untuk menjelaskan bentuk masjid pada masa sekarang dan menguraikan perubahan-perubahan yang terjadi pada masjid tersebut. Metode yang dilakukan berupa analisis morfologi, perbandingan dan analogi sumber sejarah. Hasil yang didapat bahwa bentuk Masjid Daar al-Falah masih memiliki ciri-ciri masjid tradisional pulau Jawa yang dibuktikan dengan mendominasinya unsur-unsur lokal yang tercermin pada komponen-komponen masjid. Hasil dari analisis perbandingan yaitu masjid tersebut berdiri sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18 dengan melihat kesamaan bentuk komponen dengan data pembanding. Kata kunci: masjid; Masjid Cikoneng; Cikoneng; Anyer; Banten Daar al-Falah Cikoneng Mosque in Anyer-Banten: Archaeologist’s Review Abstract The Daar Al-Falah Cikoneng mosque has a sophisticated background that yet to understand. It has undergone a several restoration which changes all of its components. Those things is becoming a focus of study to the mosque’s researchers. The study itself is reviewed in architectural and ornamental ways. The purpose of the study is to explain the shape of the mosque in the present time and analyze all of its changes. The method used are morphological analysis, comparison and analogy historical resource. The results are the shape of the Daar Al-Falah mosque still has a traditional charasteristic of Java island which proved by the domination of local feature in the mosque’s components, and by judging the similarities of the comparative data, the result from the comparison analysis stated that the mosque was establish from 16th to 18th century. Keywords: mosque; Cikoneng’s Mosque; Cikoneng; Anyer; Banten Pendahuluan Masjid merupakan bangunan suci tempat peribadatan orang yang menganut agama Islam. Masjid juga dapat diartikan sebagai bangunan sakral yang sangat penting dalam segala aktifitas seorang muslim mengingat bangunan tersebut tidak hanya digunakan sebagai tempat peribadatan, tetapi juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya para muslim dalam bersosialisasi dan juga sebagai tempat mencari ilmu (Wiryoprawiro, 1986:155). Masjid Daar Al-Falah Cikoneng..., Doni Wibowo, FIB UI, 2014 Dalam pengertian umum, masjid adalah sebidang tanah yang digunakan oleh umat Islam untuk melakukan ibadah kepada Tuhannya (Aboebakar, 1955: 3). Pengertian tersebut tidak bertentangan dengan konsep hukum Islam sendiri yang mengajarkan bahwa Allah SWT tidak mengharuskan umat-Nya beribadah di masjid. Dalam perkembangannya, pengertian masjid menjadi lebih spesifik, yaitu sebuah bangunan atau gedung atau lingkungan yang ditembok dan dipergunakan sebagai tempat salat (Haris, 2010: 280). Pada awalnya, masjid sangatlah sederhana seperti yang dibuat oleh Nabi Muhammad s.a.w. yang dinamakan Masjid Quba (622 M). Seiring berkembangnya ide dan gagasan manusia, bentuk masjid berkembang dari masa ke masa (Rochym, 1983). Walaupun bentuk bangunan masjid terus berkembang, tetapi tidak mengubah fungsi dari bangunan itu sendiri. Di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, pembangunan masjid lebih ditekankan pada proses terbentuknya, bersendikan ritual, agama, atau kepercayaan daripada penekanan pada fisik bangunan seperti pada bangunan Eropa (Budiharjo, 1994: 15). Fungsi estetika bagi bangunan masjid adalah suatu seni bangunan yang secara antropologis termasuk ke dalam seni rupa sebagai kesenian yang dapat dinikmati oleh manusia dengan mata (Koentjaraningrat, 1986: 380). Dalam perkembangannya, bangunan masjid selalu mendapatkan tambahan-tambahan komponen diantaranya yaitu ragam hias. Ragam hias dapat mencerminkan perkembangan ide pendiri masjid. Ragam hias memiliki fungsi yaitu memberikan kesan khusus dan menentukan mutu dan nilai estetika dari bangunan tersebut (Rochym, 1983: 150). Ragam hias dapat berupa sulur daun, ikal-mursal, untaian bunga, medallion, motif meander, bunga teratai, dan sebagainya (Munandar, 1995: 2). Ornamen-ornamen yang menghiasi bagian dalam masjid tentu saja mendapatkan perhatian khusus, walaupun dalam ajaran agama Islam tidak terlalu diharuskan memakai hiasan-hiasan tersebut. Adanya hasil karya arsitektur karena kebutuhan untuk memenuhi hasrat manusia sebagai makhluk sosial (Maryono, 1982: 14). Masjid di Indonesia memiliki berbagai macam bentuk corak yang pada umumnya mendapatkan pengaruh unsur budaya lokal maupun asing. Banten menjadi salah satu daerah yang terkenal dengan ke-Islamannya pada masa Kesultanan Banten. Di Banten, terdapat masjid yang didirikan oleh masyarakat Lampung di wilayah Cikoneng. Masjid tersebut memiliki ciri khusus yaitu hiasan sieger yang menjadi ciri khas bagi masyarakat Lampung. Latar belakang Masjid Daar al-Falah yang belum terungkap sepenuhnya menjadikan bangunan tersebut perlu dikaji sejarah dan bentuk bangunannya. Masjid Daar Al-Falah Cikoneng..., Doni Wibowo, FIB UI, 2014 Permasalahan dan Tujuan Penelitian Fokus utama penelitian adalah pada bentuk Masjid Daar al-Falah Cikoneng yang ditinjau dari segi arkeologis. Hal tersebut ditujukan untuk mengetahui unsur budaya dominan pada masjid dan kronologi pembangunannya. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri unsur budaya yang dominan pada masjid dan latar belakang sejarah masjid yang hingga kini masih belum terungkap sepenuhnya. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data (Deetz, 1967: 8). Pada tahap pertama yaitu pengumpulan data dilakukan studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan yaitu mengumpulkan referensi- referensi yang terkait dengan objek penelitian maupun sejarah lingkungan disekitar penelitian. Pada studi lapangan dilakukan pengamatan langsung Masjid Daar al-Falah Cikoneng di Banten. Pengamatan tersebut berupa perekaman data pada tiap komponen bangunan meliputi denah, pondasi, lantai, dinding, pintu, jendela, ventilasi, tiang, dan atap. Setelah itu dilakukan deskripsi singkat dan pengukuran pada tiap komponen tersebut. Pada studi lapangan dilakukan pula wawancara kepada tokoh masyarakat setempat. Tahap kedua yaitu pengolahan data dilakukan analisis arsitektur bangunan masjid dan ragam hiasnya meliputi bahan, konstruksi bangunan, tata ruang, identifikasi unsur budaya dan studi perbandingan pada tiap- tiap komponen yang memiliki informasi yang menunjang untuk dilakukannya penyimpulan tentang kronologi pembangunan masjid tersebut. Pada tahap terakhir yaitu penafsiran data dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan analisa yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Kesimpulan berupa uraian mengenai unsur-unsur budaya yang terdapat pada bangunan dan kronologi pembangunan masjid Daar al-Falah Cikoneng. Sejarah Hubungan Banten dan Lampung Hubungan antara Banten dan Lampung dirintis oleh Fatahillah sejak awal berdirinya Kesultanan Banten. Menurut risalah yang berjudul “Sejarah Perjuangan Pahlawan Raden Intan” dikemukakan bahwa Fatahillah pernah datang sendiri ke Lampung dan kawin dengan puteri dari Minak Raja Jalan, Ratu dari Keratuan Pugung (sekarang termasuk wilayah kecamatan Jabung, Lampung Tengah). Dari perkawinan tersebut lahirlah seorang putera yang bernama Hurairi yang kelak menjadi pendiri Keratuan Dara Putih di Kuripan (Tim Penulis, 1977:43). Masjid Daar Al-Falah Cikoneng..., Doni Wibowo, FIB UI, 2014 Perkawinan tersebut merupakan perkawinan politis dalam rangka usaha memberikan pengaruh Banten terhadap Lampung untuk menentang Portugis. Lalu usaha penaklukan Lampung oleh Kesultanan Banten dilanjutkan oleh Sultan Hasanuddin. Bukti bahwa masuknya pengaruh Banten di Lampung terdapat pada isi Piagam Tembaga yang ditemukan dirumah kerabat Raden Intan di Kampung Kuripan. Piagam tersebut berisikan tentang perjanjian persahabatan antara Lampung dan Banten yang dibuat pada masa Sultan Hasanuddin dan Ratu Dara Putih yang kedua-duanya merupakan anak dari Fatahillah yang berlainan ibu. Selain dari piagam Kuripan yang berisi tentang perjanjian persahabatan, terdapat pula piagam yang menjelaskan mengenai kekuasan Banten terhadap Lampung. Piagam lainnya tersebut yaitu piagam Bojong (berangka tahun 1102 H/1691 M) yang ditulis dengan huruf Lampung dan memakai bahasa Jawa Banten dan Piagam Sukau (berangka tahun 1104 H/1695 M) yang ditulis dengan huruf Lampung dan memakai bahasa Jawa Banten. Kedua piagam tersebut berisikan tentang aturan-aturan dari Kesultanan Banten mengenai pengiriman lada. Ada pula piagam yang berisikan mengenai pengakuan Sultan Banten terhadap kedudukan para ketua adat Lampung sebagai pemimpin-pemimpin kerabat yaitu piagam dalung. Piagam ini ditulis dengan huruf Arab dan Lampung serta menggunakan bahasa Jawa Banten (Tim Penulis, 1977:50-54). Dari piagam-piagam yang telah disebutkan terlihat jelas hubungan antara Banten dan Lampung bersifat ekonomis. Lampung yang merupakan daerah penghasil lada terbesar saat itu menjadi andalan komoditas di kesultanan Banten. Untuk mengantisipasi kekurangan bahan dagangan rempah ini, maka dikeluarkan berbagai