KEARIFAN LOKAL MASJID KAYU JAO DI BARAT, INDONESIA

Bambang Setia Budi Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Email: [email protected]

ABSTRAK

Makalah ini akan membahas, menganalisis, dan mendiskusikan kearifan lokal pada Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia. Beberapa aspek yang menjadi fokus untuk dibahas dalam kaitannya dengan kearifan lokal di sini adalah setting, komposisi formal, materialitas, sistem konstruksi, sistem bukaan, dan ragam hiasnya. Sesuai dengan namanya Masjid Kayu Jao adalah masjid yang dikenal karena utamanya menggunakan material Kayu Jao, yang saat ini menjadi salah satu masjid tertua di Sumatra Barat yang dibangun pada sekitar akhir abad ke- 16. Kondisi fisiknya saat ini merupakan salah satu masjid tua yang masih paling terjaga keaslian arsitekturnya di Sumatra Barat khususnya maupun di Sumatra dan Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, menelaah dan mempelajari kondisi fisik arsitektur, keistimewaan, dan kaitannya dengan kearifan lokal ini menjadi penting untuk pembelajaran pada saat ini. Data diambil dari survey lapangan yang meliputi pengamatan secara langsung dan seksama, pengambilan gambar berupa foto/sketsa, pengukuran dan penggambaran ulang, wawancara dengan pengelola dan Imam masjid, dan kajian literatur. Analisis dilakukan secara deskriptif analitis pada aspek-aspek yang menjadi fokus kajian melalui foto, gambar dan sketsa. Dari analisis, didapat kesimpulan bahwa terdapat keunikan, kecermatan atau ketelitian dalam merancang bangunan masjid ini dari tata letak, pilihan material dan cara memperlakukannya, bukaan dan komposisi formalnya, yang menjadikan masjid ini sebagai bangunan yang sangat wajib untuk dilestarikan dan dijadikan contoh/rujukan untuk merancang bangunan secara cermat dan bijak khususnya di lingkungan budaya Minang dan iklim tropis lembab.

Kata kunci: kearifan lokal, masjid, Kayu Jao, Sumatra Barat, Minang

PENDAHULUAN dulunya adalah juga Imam masjid makanya disebut Imam Masaur dan kuburannya terletak Masjid Tuo Kayu Jao ini terletak di Kabupaten di dekat mihrab masjid. Sedangkan Angku Solok tepatnya di Jorong Kayu Jao, Nagari Labai konon dulunya adalah muadzin atau Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, yang bertugas untuk mengumandangkan adzan Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Ini disebut- dan kuburannya terletak di seberang sungai di sebut sebagai salah satu dari masjid tertua atau sebelah timur masjid. Masaur menurut yang paling tua di Sumatra Barat yang masih masyarakat setempat artinya masyur atau ada hingga saat ini. Dari lokasi ini, terlihat terkenal pada masanya. bahwa sejak dulu lokasi masjid cukup jauh dari permukiman penduduk. Peta lokasi masjid dapat dilihat pada gambar 1.

Menuruthasil wawancara dan tradisi setempatserta dari berbagai sumber masjid dibangun dalam beberapa pendapat: pertama, dibangun oleh Imam Musaur dan bergotong royong dengan penduduk setempat; kedua,dibangun oleh berdua Angku Musaur dan Angku Labai yang kuburannya saat ini tidak jauh dari masjid. Gambar 1. Peta Lokasi Masjid Tuo Kayu Jao di Jorong Kayu Jao, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Antara Imam Masaur dan Angku Masaur ini Kabupaten Solok, Sumatra Barat. sebenarnya adalah nama yang sama. Karena Sumber: Google Map, 2018. menurut kepercayaan setempat, Angku Masaur Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 293 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia

Untuk tahun pendiriannya juga ada perbedaan Sebagaimana diketahui, pada umumnya pendapat, ada yang menyebut tahun 1567 dan masjid-masjid tua di Sumatra Barat dan juga di banyak juga yang menyebut tahun 1599. Indonesia, banyak sekali yang telah mengalami Kedua-duanya sebenarnya tidak ada bukti perubahan. Di Sumatra Barat, yang paling nyata, namun dari berbagai wawancara dan terlihat perubahan yang paling nyata adalah semua sumber informasi yang digali sampai tidak lagi digunakannya ijuk sebagai bahan tulisan ini dibuat hanya dua alternatif tahun atap dimana di awal abad ke-20,ijuk telah tersebut. Bila pun tidak disebut persis tahunnya banyak digantikan oleh material seng karena perbedaan tersebut, setidaknya bisa (lembaran besi), yang tentu menjadikan ruang disebutkan masjid ini dibangun pada abad ke- sholat terasa lebih panas dan kurang nyaman. 16 atau akhir abad ke-16. Artinya masjid sudah berusia lebih dari lima abad. Masjid ini Makalah ini akan membahas dan diyakini menjadi salah satu bukti penyebaran mendiskusikan kearifan lokal yang dibatasi agama di wilayah Sumatra Barat sejak dari aspek-aspek sebagai berikut: tata abad tersebut. letak/setting, ruang dan bentuk, material, sistem konstruksi, sistem bukaan, dan ragam Meski telah berumur lebih dari lima abad dan hiasnya. Beberapa aspek dari hal-hal tersebut telah mengalami beberapa kali pemugaran, diharapkan dapat memberikan gambaran menurut catatan Balai Pelestarian Cagar kearifan lokal, yang salah satunya Budaya (BPCB) Batu Sangkar, masjid tidak menyebabkan bangunan masjid ini masih mengalami perubahan yang berarti. Ruang, sangat nyaman digunakan sampai saat ini. bentuk dan proporsi bangunannya masih sama persis sejak dulu. Semua bahannya juga tetap Pada waktu mengunjungi dan survey masjid dari kayu untuk bangunannya, bambu dan ijuk ini, di dalam ruang sholatnya terasa sangat untuk atapnya. nyaman dan skala ruangnya sangat intim namun juga sangat sejuk meski tanpa AC Tiang-tiang utama masjid juga tidak dilakukan karenahembusan angin,padahal di luar masjid perubahan atau penggantian sama sekali yang cuaca terasa sangat panas mencapai lebih dari konon masih menggunakan Kayu Jao. 30 derajat celcius. Perubahan terjadi pada jenis material kayu pada bagian bangunan yang lainnya kecuali tiang-tiang utama, perubahan ornamentasi/ragam hias dan penggunaan warna cat kayu pada bagian luar bangunannya serta lokasi rumah tabuah (bedug) yang digeser ke arah timur.Pada warna cat kayu sebelum restorasi tahun 1998-1999, terlihat berwarna putih dan aksen warna hijau, sementara setelah restorasi dicat berwarna coklat tua atau hitam. Lihat gambar 2 dan gambar 3.

Oleh karena keutuhan dan keaslian ini, sangat penting kiranya untuk dibaca dan dipelajari Gambar 2. Masjid Tuo Kayu Jao pada Tahun 1998 karakteristik arsitekturnya dan khususnya sebelum Dilakukan Restorasi Terakhir pada Tahun 1999. dalam makalah ini akan dikaji dari sisi kearifan Sumber: BPCB Batu Sangkar. lokalnya yang ditunjukkan pada bangunan/arsitektur masjid yang sudah sangat tua ini. Bisa disebutkan jika karakteristik arsitektur masjid inilah yang menjadi ciri-ciri awal masjid-masjid tua di Sumatra Barat karena belum ditemukan yang lebih tua dari ini yang secara fisiknya masih utuh sebagaimana masjid ini.

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 294 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Bambang Setia Budi

keterangan atau penjelasan yang memadai dan akurat mengenai jenis kayu ini.

Nama-nama kayu dengan sebutan nama/istilah lokal seringkali berbeda dan agak sulit ditemukan dalam klasifikasi jenis-jenis pohon/kayu. Perlu kajian tersendiri dan keterlibatan yang ahli dalam bidangnya sangat diperlukan untuk bisa menjawab dan menjelaskan jenis kayu initermasuk sejarah atau asal-usulnya. Gambar 1. Penampilan Masjid Tuo Kayu Jao sejak Restorasi Tahun 1999, Semua Kayu Namun dari observasi di lapangan dan Dicat Berwarna Coklat/Hitam dan Rumah Tabuah (bedug) Dipindahkan informasi dari penjaga masjid, ternyata di area ke Sebelah Timur. masjid masih menyimpan beberapa potongan Sumber: Penulis, 2017. besar jenis kayu ini yang diperlihatkan kepada penulis. Bahkan menurut penjelasannya, ada METODE PENELITIAN pohon Kayu Jao yang sudah tua dan sudah terpotong sebagiannya dan masih berada di Metode pengambilan data dalam penelitian ini salah satu dataran tinggi di sekitar masjid. adalah melalui survey lapangan, mengamati Lihat gambar 4. secara langsung obyeknya dari keseluruhan hingga detil-detilnya, mengambil gambar/foto Sementara salah satu dari beberapa potongan dan sketsa sudut-sudut dan bagian-bagian Kayu Jao yang diambilkan dari tumpukan kayu penting, melakukan pengukuran dan bisa dilihat detilnya pada gambar 5. Kayunya menggambar ulang dan melakukan wawancara berciri sangat kuat dankeras serta seratnya dengan penjaga masjidnya. Selain itu studi sangat alot. Konon yang masih asli literatur juga dilakukan namun sampai saat ini menggunakan kayu ini adalah tiang-tiang masih terbatas pada literatur yang terkait utama di tengah ruang sholat masjid yang secara langsung dengan masjid ini, belum berjumlah sembilan. naskah atau sumber-sumber yang lebih luas dan komprehensif menyangkut sejarah/kesejarahan, asal-usul nama, tokoh/pendirinya, dan lain sebagainya.

Sementara untuk metode analisisnya dilakukan secara deskriptif analitis dan kualitatif pada aspek-aspek yang menjadi fokus kajian melalui foto, gambar, diagram dan sketsa. Selain itu juga melakukan menganalisis mendetilkan khususnya pada bagian-bagian yang penting terkait dengan topik ini seperti ornamen potongan-potongan kayu pada bagian antar tumpukan atap yang mengalirkan udara secara lancar dan silang dari ruang bawah atap ke luar bangunan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masjid Kayu Jao atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai Masjid Tuo Kayu Jao Gambar 4. Contoh Potongan Pohon Kayu Jao yang sesuai dengan namanya dibuat konon dari Berada di Salah Satu Bukit/Dataran material Kayu Jao. Jenis kayu apakah ini? Tinggi sekitar Masjid sebagaimana Sebenarnya ini sangat diperlukan penelitian Ditunjukkan oleh Penjaga Masjid. Sumber: Penulis, 2017. tersendiri. Penulis belum mendapatkan Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 295 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia

Gambar 5. Detil Potongan Kayu Jao dengan Kulitnya yang Telah Terkelupas. Beberapa Potongan Kayu Jao masih Disimpan di Sekitar Area Masjid. Sumber: Penulis, 2017.

Gambar 6. Kondisi Tapak dan Tata Letak Masjid Tuo Kayu Jao. Bangunan Masjid Berada di Lembah dengan Sungai yang Jernih Airnya di Sebelah Timur. Sumber: Penulis, 2018.

Apakah dulu semua bahan kayu pada masjid apakah Kayu Jao ini jenis pohon yang memang menggunakan jenis kayu ini? Tidak ada atau banyak tumbuh/didapat di sekitar area ini? belum diperoleh informasi hal ini. Selain itu, Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 296 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Bambang Setia Budi

Juga belum diperoleh kejelasan mengenai hal didirikan di lembah di tempat terkumpulnya ini. kayu-kayu yang terbawa arus tersebut, dan supaya tidak susah lagi membawa kayu- Beberapa informasi lain bahkan menyebutkan kayunya ke tempat lain yang lebih tinggi. sebagai Jao itu artinya Jawa, jadi Kayu Jao itu artinya Kayu dari Jawa. Namun informasi ini Namun prediksi dan hipotesis penulis dari sepertinya tidak atau kurang logis, karena setting dan tata letak seperti ini adalah karena wilayah Sumatra mestinya lebih banyak alasan kemudahan akan kebutuhan air. Ini memiliki jenis pohon yang baik/cocok untuk alasan yang lebih logis, sebagaimana diketahui bangunan pada waktu itu, selain itu juga bahwa umat Islam untuk melaksanakan sholat bagaimana membawanya ke tempat ini dan dan ibadah lainnya sangat memerlukan air mengapa perlu membawa kayu dari Jawa. bersih untuk bersuci khususnya wudhu dan Penjelasan ini tentu kurang bisa diterima. mandi. Sehingga lokasi masjid berada di lembah atau dataran rendah dan terletak dekat sungai seperti ini menyebabkan kebutuhan air Setting dan Tata Letak ini menjadi tidak ada persoalan dan bahkan termudahkan. Selain kayu yang menjadi namanya, yang pertama paling menarik dari masjid ini adalah Berbeda dengan beberapa masjid di Pulau settingatau situasi dan tata letak masjid di Jawa yang sebagiannya diletakkan di dataran kawasan ini. Masjid terletak di sebuah lembah tinggi atau di bukit/gunung karena alasan dengan sebuah sungai mengelilingi masjid di kosmologi atau simbolis [4], di Sumatra Barat sebelah timur dan selatannya. Air sungainya khususnya di Masjid Kayu Jao ini lebih kepada masih terus mengalir meskipun saat ini tidak pendekatan yang rasional dan pragmatis karena terlalu deras tetapi sangat jernih. untuk kemudahan dan kebutuhan air bersih tanpa perlu membuat sumur atau alat lain Di semua sisi tapaknya terdapat dataran yang untuk memperolehnya. Contoh masjid tua lebih tinggi, terutama di sisi utara dan timur lainnya di Sumatra Barat yang juga di lembah hingga selatan.Tentu saja posisi masjid berada dan banyak sumber mata airnya adalah Masjid lebih rendah dari posisi jalan saat ini. Hingga Pincuran Gadang yang dibangun tahun 1885 di untuk mencapai masjidnya, saat ini perlu Kabupaten Agam. menuruni jalan berupa rampdan tangga-tangga. Lihat gambar 6 dan gambar 7. Selain kemudahan dalam memenuhi kebutuhan air, posisi dan tata letak masjid berada di lembah juga rupanya sangat menguntungkan dari sisi hembusan angin. Meski penulis pada waktu survey tidak mengukur kecepatannya, posisi di lembah menjadikan tiupan angin ini terasa lebih kencang dibandingkan dengan di dataran lebih tingginya.

Tiupan angin ini menjadikan udara mengalir terutama dari arah atau mengikuti aliran sungai sehingga lokasi masjid ini terasa lebih sejuk. Gambar 7. Foto masjid dan setting-nya dari Di wilayah tropis lembab seperti ini, tiupan Kemiringan Tanah yang Lebih angin diperlukan untuk kondisi kenyamanan Tinggi di sebelah Timur. Sumber: Penulis, 2017. tubuh manusia.

Ada ceritalain yang dipercaya oleh sebagian Dari sisi setting dan tata letak ini, terlihat masyarakat dimana konon terkait lokasi masjid menunjukkan salah satu bentuk kearifan lokal ini karena dulunya Kayu-kayu Jao yang telah dalam meletakkan bangunan dan mencari dikumpulkan untuk membangun masjid itu posisi/lokasi untuk memenuhi dan terbawa arus sungai sehingga turun ke lembah menyesuaikan kebutuhan dasarnya yakni air atau dataran yang rendah. Sehingga masjid untuk bersuci dan kenyamanan udara dengan

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 297 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia

pendekatan yang logis/rasional, fungsional/ Minangkabau. Semua atapnya berbahan ijuk pragmatis, teknis dan sekaligus bijak. dengan ketebalan 15 cm yang diikat pada bilah-bilah bambu yang rapat. Sementara pada Ruang dan Bentuk atap bangunan masjid bertumpuk tiga ini terdapat celah di antara masing-masing Bangunan masjid memiliki ruang sholat utama tumpukan atapnya. berdenah dasar segi empat bujur sangkar dengan ukuran 10x10 meter persegi, dan Celah antar tumpukan atap ijuk tersebut ditambah ruang mihrab pada sisi barat atau merupakan ventilasi udara karena diisi dengan kiblat dengan ukuran 3,50x2,10 meter persegi. kayu yang dibuat berlubang sehingga Ruang sholat tersebut dilindungi dengan atap udara/angin bisa mudah masuk ke dalam ruang tumpuk tiga yang menjulang tinggi ke atas di bawah atap yang saling bersilangan ke hingga ketinggian mencapai 12 meter. Lihat semua arah atau semua sisi bangunan. gambar 8.

Ruang mihrabdi sisi barat ini ditutup dengan atap yang berbentuk bagonjong yang menjadi ciri atap-atap arsitektur rumah tradisional

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 298 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Bambang Setia Budi

Gambar 8. Denah dan Potongan Masjid Tuo Kayu Jao. Sumber: Penulis, 2018.

Proporsi atap ini sangat tinggi (mencapai 12 ciri atau karakteristik dari arsitektur masjid meter ketinggian yang berarti tinggi atap dari tradisional di Sumatra Barat di samping dari lisplang atap paling bawah adalah 9 meter) sisi bentuk bagonjong pada atap yang dan bila dibandingkan dengan ketinggian menaungi ruang mihrab-nya. Lihat gambar 9. ruang sholat yang hanya 2,2 meter ini menunjukkan bahwa atap merupakan bagian yang sangat penting dan kecuraman atapnya sangat tinggi hingga mencapai hampir 60 derajat, semakin ke atas semakin curam.

Dengan kecuraman ini, tentu aliran air hujan sangat lancar dan cepat jatuh ke tanah. Di wilayah tropis lembab dengan curah hujan yang sangat lebat bentuk seperti ini merupakan pilihan yang sangat cocok, baik dan tepat sehingga memperkecil kebocoran meski bahannya ijuk. Selain itu, pada bagian lisplang Gambar 9. Tampak Sisi Selatan Masjid Tuo Kayu atau ujung atap bentuknya melengkung Jao. Sumber: Penulis, 2018. sebagaimana laintainya. Ini sebetulnya menjadi Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 299 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia

Selain dari sisi atap, bentuk lantai berkolong dan melengkung dengan ketinggian sekitar 75 cm dari tanah ini juga menjadi ciri khas penting dari masjid tradisional di Sumatra Barat yang mengingatkan pada arsitektur rumah tradisonal Minangkabau. Karena bahannya dari kayu, lantai berkolong merupakan pilihan yang paling tepat, cocok dan logis untuk keawetan dari material bangunan kayu itu sendiri selain tentu ada alasan-alasan lainnya.

Di tengah ruang sholat terdapat sembilan tiang utama dimana delapan tiang berderet membentuk ruang persegi dan satu tiang persis berada di tengah dan menopang atap hingga paling tinggi atau puncak.Delapan tiang membentuk segi empat tersebut menopang hingga atap tumpuk kedua. Gambar 10. Tiang utama di tengah menyangga hingga puncak atap. Sumber: Penulis, 2017. Sementara atap paling tinggi ditopang oleh tiang pada posisi di tengah balok antar 8 tiang Dari ruang utama masjid, bentuk, material, tadi dan tiang utama di tengah hingga puncak proporsi dan kecuraman atap dalam merespon atapnya. Komposisi dan konfigurasi tiang- air hujan, celah antara tumpukan atap yang tiang utama seperti ini juga menjadi ciri sistem menjadi ventilasi silang, bentuk lantai kayu konstruksi atap bangunan masjid di Sumatra melengkung dan berkolong, dan sistem Barat yang mentradisi dan sangat berbeda bila struktur/konstruksi atap masjid ini menjadi ciri dibandingkan dengan sistem konstruksi atap khas Masjid Tuo Kayu Jao khususnya. Ini juga masjid-masjid di Jawa. [5]. menjadi aspek tersendiri dari sisi kearifan lokal pada arsitektur masjid ini dalam merespon

iklim setempat dan berkesinambungan dengan Apakah peran dan kedudukan satu tiang di tradisi arsitektur rumah Minangkabau tengah itu mirip dengan tiang tunggal di khususnya pada bentuk dan struktur/konstruksi masjid-masjid Saka Tunggal di Jawa? Tentu atap dan lantai. sangat berbeda, karena kalau tiang tunggal di masjid Saka Tunggal di Jawa telah menjadi Komposisi Bukaan dan Ornamentasi penopang utama atap dan memiliki balok- balok yang justru menyebar ke tepi [5] [20], Sebagaimana dapat diamati denah masjid pada sementara tiang tengah di Masjid Kayu Jao dan gambar 8, bukaan-bukaan di ruang shalat masjid terdiri dari satu pintu di sebelah timur juga beberapa masjid di Sumatra Barat bukan dan 13 jendela dimana tiga jendela di sisi sebagai penopang utama atap masjid karena timur, empat jendela di sisi selatan dan empat beban atap dibagi secara bersama dengan jendela di sisi utara, ditambah di ruang mihrab delapan tiang lainnya di tengah ruangan sholat. satu jendela pada sisi selatan dan satu jendela Selain dari itu, tiang ini menjulang hingga di sisi utara. puncak atap tertinggi. Lihat gambar 10. Komposisi dan tata letak yang saling bersilangan ini sangat memberikan peluang dan memudahkan aliran/hembusan angin dari luar masuk ke dalam dan keluar lagi dari dalam bangunan. Dari manapun arah angin khususnya utara, selatan maupun timur bangunan akan

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 300 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Bambang Setia Budi

sangat mudah masuk ke dalam bangunan dan keluar lagi dari dalam bangunan, sehingga mengakibatkan kondisi ruang dalam bangunan sangat sejuk dan nyaman karena bertiupnya angin melewati ruang dalam bangunan ini. Lihat gambar 11.

Pada bangunan di wilayah tropis lembab seperti ini, penyikapan pada aliran angin dengan membuat bukaan yang saling bersilang ini merupakan pilihan yang tepat dan bijak yang menjadikan dalam bangunan seperti oase kesejukan dan kenyaman dari lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya cuaca di luar yang panas tidak terlalu banyak mempengaruhi kondisi di dalam bangunan, bahkan tetap sejuk dan nyaman yang kontras dengan di dalam bangunan.

Gambar 12. Bentuk Daun Jendela Luar yang Terbuat Selain itu, desain bentuk bukaan jendela juga dari Kayu dan Bagian Terbesarnya dibuat sedemikian hingga memiliki dua daun Merupakan Jalusi. jendela, yakni pada sisi luar terdapat daun Sumber: Penulis, 2017. jendela kayu yang dapat membuka keluar dengan jalusi yang memberikan peluang Perhatikan juga pada dinding sisi barat dimana bertiupnya angin ke dalam bangunan, sama sekali tidak ada satupun terdapat sementara daun jendela di bagian dalam bukaan/jendela. Hipotesis penulis bahwa ini membuka ke dalam secara penuh 180 derajat merupakan komposisi yang disengaja karena dengan daun jendela kaca. Desain bentuk disebabkan adanya sinar matahari sore yang bukaan jendela ini sangat mendekati ideal terasa panas dan akan menggangu kenyamanan untuk mengantisipasi cuaca dan suasana yang di dalam ruang sholat. Oleh karenanya sangat bisa berubah baik pada siang hari maupun dimengerti bila tidak ada bukaan/jendela pada malam hari. Lihat gambar 12. dinding sisi sebelah barat ini. Ini sungguh merupakan sikap dan sensitifitas, kearifan dan kesadaran yang sangat tepat dalam mengantisipasi alam dan lingkungannya untuk kenyamanan dalam bangunannya.

Pada bagian celah antar tumpukan atap yang menjadi ventilasi silang sebagaimana telah disinggung sebelumnya, terdapat potongan-

potongan kayu yang diberi lubang dan ditata

sedemikian hingga menjadi komposisi dan pattern ragam hias yang menarik yang Gambar 11. Diagram Aliran Angin ke dan dari mencirikan pola ornamentasi Melayu. Celah Dalam Bangunan Masjid. antar tumpukan atap tersebut telah dirancang Sumber: Penulis, 2018. sedemikian hingga menjadi bidang yang dapat bernafas dan dapat mengalirkan angin yang masuk melalui lubang-lubang ragam hias potongan-potongan kayu tersebut.

Lubang-lubang pada potongan-potongan kayu ini sebenarnya telah sedikit berubah polanya yang dapat diamati dari foto-foto masjid sebelum tahun 1998 dengan setelah 1999. Namun demikian, prinsipnya hampir sama Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 301 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia

yakni potongan-potongan kayu berlubang dan bila digabungkan menjadi komposisi dan pola yang menarik serta menjadi bidang yang dapat bernafas.

Pada komposisi dan pola saat ini, setidaknya ada dua tipe yang dapat diamati, pertama pada celah antar atap paling atas dengan tumpukan kedua. Tipe ini dapat dilihat detilnya pada gambar 13. Komposisi dan pola lubang pada kayunya terlihat lebih sederhana atau simpel, sehingga ketika digabung dengan potongan- potongan kayu lainnya juga tidak terlihat terlalu rumit. Ini boleh jadi karena posisinya di a. paling atas yang memang secara visual agak kurang bisa diamati maupun dinikmati.

Berbeda dengan tipe kedua, yakni pada celah antara tumpukan atap kedua dengan tumpukan atap paling bawah. Dengan bidang yang lebih besar dan secara visual lebih terlihat, detil lubang pada potongan-potongan kayunya terlihat jauh lebih rumit dan menarik. Ada bentukan berjajar sebagaimana tipe pertama, dan ada bentukan melingkar seperti roda yang terdiri dari 4 unit bentuk potongan kayu. Lihat b. gambar 14. Kondisi aslinya dalam bangunan Gambar 14. a dan b adalah Tipe Kedua Ornamen pada Celah antar Tumpukan Atap dapat dilihat pada gambar 15. Kedua dan Atap Paling Bawah. Sumber: Penulis, 2018.

Gambar 15. Tipe Kedua Ornamen dilihat pada Kondisi Aslinya dalam Bangunan. Sumber: Penulis, 2017 Gambar 13. Tipe Pertama Ornamen pada Celah

antar Tumpukan Atap Paling Atas dan Tumpukan Atap Kedua. Sumber: Penulis, 2018.

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 302 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Bambang Setia Budi

Gambar 16. Diagram Aliran Angin pada Semua Ruang dalam Bangunan dan Posisi Plafon Papan Kayu yang Membatasi Ruang Sholat dengan Ruang di Bawah Atap. Sumber: Penulis, 2018

Lubang-lubang ventilasi pada celah antar Adanya plafon papan kayu ini juga berfungsi tumpukan atap ini sangat diperlukan untuk untuk menahan udara panas pada ruangan yang mendinginkan dan menghilangkan panas dari langsung di bawah atap serta memberi batas terik matahari yang boleh jadi sebagiannya yang jelas agar ruang di bawah atap tidak masih menembus ke dalam ruang di bawah menyatu dengan ruang tempat untuk shalat. atap ijuk. Desain bidang-bidang bernafas ini Pada sisi samping plafon ini menjadikan ruang sangat menunjukkan kearifannya dalam shalat menjadi cukup rendah (ketinggian hanya menyikapi iklim tropis lembab dimana panas 2,2 meter) sehingga semakin terasa intim matahari sangat terik sehingga ruang persis di namun sejuk, sedangkan pada sisi tengah bawah atap terkondisikan suhunya dan tidak ditinggikan persis hingga celah antara atap merembet ke bawah atau ke ruang shalatnya tumpukan kedua dengan atap di bawahnya. yang dibatasi dengan plafon papan kayu. Lihat gambar 16.

Selain dari itu, potongan-potongan kayu yang Dengan demikian, hampir semua ruang dalam diberi lubang-lubang dan bila digabung arsitektur masjid ini memberikan keleluasaan menjadi komposisi dan pola ornamentasi yang pada aliran angin baik dari kolong di bawah indah dan sangat menarik ini rupanya telah lantai, di ruang shalat dengan bukaan jendela mentradisi yang dapat ditemukan pada pepatah dan pintu yang saling silang, dan di ruang di lama Minangkabau yang berbunyi: “Alam bawah atap melalui bidang bernafas pada takambang jadi guru, cancang taserak jadi celah-celah di antara tumpukan atap pertama ukia” yang diartikan secara bebas sebagai alam maupun kedua. Kesadaran dan kejelian yang luas dapat dijadikan guru atau contoh komposisibukaan dan ornamentasi dan atau teladan, sementara setiap pahatan yang terhadap iklim dan kondisi lingkungan ini tersebar menjadi ukiran. merupakan kearifan rancangan arsitektur yang menonjol yang diperlihatkan pada bangunan masjid ini. Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 303 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia

Tabel 1. Rangkuman Aspek-aspek Kearifan Lokal pada Masjid Tuo Kayu Jao

No Aspek Karakteristik Kearifan 1 Setting dan Tata Letak -Di lembah yang kelilingi -Aliran udara yang lebih kencang dataran tinggi/bukit -Kesejukan dan kenyamanan -Dekat dengan Sungai -Kemudahan mendapatkan air -Terpenuhi kebutuhan dasar/pokok -Penataan yang logis, fungsional dan pragmatis 2 Ruang dan Bentuk -Denah persegi -Komposisi formal dan sistem -Tiang sembilan di tengah konstruksi yang logis -Atap ijuk tumpang tiga dan ke -Material ijuk dan ketebalannya atas makin curam menahan panas terik matahari -Bidang bernafas dan ventilasi -Angin/udara mengalir lancar pada silang pada celah antar celah masing-masing tumpukan atap, tumpukan atap menghilangkan panas dan menjaga -Proporsi atap dominan suhu ruang di bawah atap -Atap bagonjong pada mihrab -Aliran air hujan yang lancar dan -Lantai kayu berkolong dan meminimalisir bocor melengkung -Karakter dan identitas/tradisi lokal -Respek pada materialitas 3 Komposisi Bukaan dan -Ventilasi/bukaan jendela dan -Kelancaran aliran udara yang Ornamentasi pintu silang menjamin kesejukan dan kenyaman -Desain daun jendela ruang shalat rangkapluar dalam -Fleksibilitas yang mendekati ideal -Celah bernafas dari potongan- dalam antisipasi perubahan cuaca dan potongan kayu berlubang kondisi siang/malam menjadi ornamen -Komposisi dan pattern ornamen -Semua ruang memberi yang tidak hanya berfungsi menjadi keleluasaan aliran angin/udara lubang aliran udara tetapi sekaligus -Dinding barat tanpa bukaan identitas lokal yang mentradisi -Plafon papan kayu pembatas -Kepekaan dan kejelian pada ruang shalat dengan ruang antisipasi sinar matahari sore dari arah bawah atap barat -Pengkondisian kenyamanan dan kesejukan ruang shalat yang dipisah dengan ruang di bawah atap

KESIMPULAN Secara lengkap unsur-unsur kearifan lokal itu dapat dilihat pada Tabel 1. Dari aspek-aspek yang didiskusikan pada Kearifan lokal itu secara umum mencakup arsitektur Masjid Tuo Kayu Jao pada makalah pada sisi sikap dan respeknya terhadap ini, baik dari aspek setting dan tata letak, ruang lingkungan alamnya, terhadap iklim dan dan bentuk, dan komposisi bukaan dan cuacanya, serta terhadap budaya, tradisi dan ornamentasi memperlihatkan berbagai unsur identitas lokalnya dari aspek-aspek yang kearifan lokal yang patut dipelajari dan diamati pada arsitektur Masjid Tuo Kayu Jao direnungkan serta diambil pelajarannya untuk ini. perencanaan dan perancangan bangunan masjid khususnya dan bangunan lain pada Masih banyak aspek-aspek lain yang pastinya umumnya di lingkungan budaya Minangkabau bisa digali dan didalami secara lebih terukur dan wilayah iklim tropis lembab saat ini. dengan penelitian-penelitian lanjutan seperti kenyamanan thermal dan kekuatan sistem konstruksinya. Penelitian ini menjadi salah satu langkah awal untuk pijakan penelitian Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 304 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Bambang Setia Budi

lanjutan agar dapat diperoleh pembelajaran dan [6]------. (2018), A Typological Study of hikmah yang lebih mendalam dari arsitektur Historical in , masjid ini. Journal of Asian Architecture and Building Engineering(JAABE), Vol. 17, No. 1, January, hal. 1-8. Ucapan Terima Kasih [7]Gazalba, Sidi (1983), Mesjid Pusat Ibadat dan

Kebudayaan Islam, : Bulan Bintang. Penulis sampaikan terima kasih kepada [8] Hadi, Wisran (2007), Sejarah Perkembangan institusi ITB khususnya, karena riset ini dapat Surau di Minangkabau, Materi Pelatihan terselenggara dari dana hibah penelitian P3MI Pemberdayaan Gerakan Kembali Ke Surau, ITB tahun 2017. Selain itu juga kemudahan Biro Pemberdayaan Sospora Sekretaris bantuan akses perpustakaan dan obyek Daerah Prov.Sumbar 15 2/d 17 Juli 2007 di penelitiannya itu sendiri dari Balai Pelestarian Hotel Pangeran City, Padang. Cagar Budaya Batu Sangkar dan [9]Hall, D.G.E. (1981), A History of South-East penjaga/masyarakat sekitar masjid. Ucapan Asia, Fourth Edition, London: Mac Millan Education Ltd. terima kasih juga disampaikan kepada semua [10]------.(1984), Islam dan Adat pihak-pihak yang telah membantu dari tim Minangkabau, Jakarta: Pustaka Panjimas. survey dan para asisten peneliti dalam [11]Johns, A.H. (1961), From Coastal Settlement to penelitian ini. Islamic School and City: Islamization of Sumatra, the Malay Peninsula and , Daftar Pustaka dalam J.J. Fox et.al (eds), Indonesia The Making Culture, Canberra: The Indonesian [1]Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala National University, hal. 163-182. Batusangkar (2007), Daftar Benda Cagar [12]Josselin de Jong, P.E. de (1984), Minangkabau Budaya Tidak Bergerak dan/atau Situs and Negeri Sembilan, New York: AMS Provinsi Sumatera Barat, , dan Kep. Press. Riau, Departemen Kebudayaan dan [13]Kern, Ra. (1956), The Origin of the Malay Pariwisata, tidak dipublikasikan. Surau, JMBRAS, 29, no. 1. [2]Bougas, Wayne (1992), Surau Aur: Patani [14]Mansur, M.D. et.al (1970), Sedjarah Oldest , dalam Archipel, volume 43, Minangkabau, Djakarta: Bharata. hal 89-112. [15]Rais, Zaim (2001), Against Islamic Modernism [3] Bruinessen, Martin van (1994), Origins and the Minangkabau Traditionalist Responses Development of The Sufi Orders (tarékat) in to the Modernist Movement, Jakarta: Logos. Southeast Asia, dalam Studi Islamika, [16]Steenbrink, Karel A. (1984), Beberapa Aspek Jakarta, vol 1, no. 1, hal 1-23. tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, [4] Budi, B. S. (2005), A Study on the History and Jakarta: Bulan Bintang. Development of the Javanese Mosque – part [17]Sugiharta, Sri. (2006), Masjid-masjid Kuno di 2: The Historical Setting and Role of the Sumatra Barat, Riau dan Kepulauan Javanese Mosque under Sultanate, Journal of Riau,Batusangkar:Balai Pelestarian Asian Architecture and Building Peninggalan Purbakala Batusangkar. Engineering(JAABE), Vol. 4, No. 1, May, [18]Syahra, Rusydi (1995), The Minangkabau hal. 1-8. World: Its History and Identity, Makalah [5]------. (2006), A Study on the History and Seminar Persatuan Pelajar Indonesia di Development of the Javanese Mosque – part Queensland (PPIAQ), Universitas 3: Typology of Plan, Structure and Its Queensland, St. Lucia Old, 3 Mei. Distribution, Journal of Asian Architecture [19]Von, Meiss P. (1990), Elements of and Building Engineering(JAABE), Vol. 5, Architecture, New York: Van Nostrand No. 2, November, hal. 229-236. Reinhold. [20]Wibowo, Arif S. (2016), Historical Assessment of the Saka Tunggal Mosque in Banyumas: Study on the Single Column Mosque on

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 305 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia

Java Island, Indonesia, Journal of Asian Architecture and Building Engineering(JAABE), Vol. 15, No. 3, September, hal. 373-380.

Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 306 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara