Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao Di Sumatra Barat, Indonesia
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
KEARIFAN LOKAL MASJID KAYU JAO DI SUMATRA BARAT, INDONESIA Bambang Setia Budi Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Email: [email protected] ABSTRAK Makalah ini akan membahas, menganalisis, dan mendiskusikan kearifan lokal pada Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia. Beberapa aspek yang menjadi fokus untuk dibahas dalam kaitannya dengan kearifan lokal di sini adalah setting, komposisi formal, materialitas, sistem konstruksi, sistem bukaan, dan ragam hiasnya. Sesuai dengan namanya Masjid Kayu Jao adalah masjid yang dikenal karena utamanya menggunakan material Kayu Jao, yang saat ini menjadi salah satu masjid tertua di Sumatra Barat yang dibangun pada sekitar akhir abad ke- 16. Kondisi fisiknya saat ini merupakan salah satu masjid tua yang masih paling terjaga keaslian arsitekturnya di Sumatra Barat khususnya maupun di Sumatra dan Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, menelaah dan mempelajari kondisi fisik arsitektur, keistimewaan, dan kaitannya dengan kearifan lokal ini menjadi penting untuk pembelajaran pada saat ini. Data diambil dari survey lapangan yang meliputi pengamatan secara langsung dan seksama, pengambilan gambar berupa foto/sketsa, pengukuran dan penggambaran ulang, wawancara dengan pengelola dan Imam masjid, dan kajian literatur. Analisis dilakukan secara deskriptif analitis pada aspek-aspek yang menjadi fokus kajian melalui foto, gambar dan sketsa. Dari analisis, didapat kesimpulan bahwa terdapat keunikan, kecermatan atau ketelitian dalam merancang bangunan masjid ini dari tata letak, pilihan material dan cara memperlakukannya, bukaan dan komposisi formalnya, yang menjadikan masjid ini sebagai bangunan yang sangat wajib untuk dilestarikan dan dijadikan contoh/rujukan untuk merancang bangunan secara cermat dan bijak khususnya di lingkungan budaya Minang dan iklim tropis lembab. Kata kunci: kearifan lokal, masjid, Kayu Jao, Sumatra Barat, Minang PENDAHULUAN dulunya adalah juga Imam masjid makanya disebut Imam Masaur dan kuburannya terletak Masjid Tuo Kayu Jao ini terletak di Kabupaten di dekat mihrab masjid. Sedangkan Angku Solok tepatnya di Jorong Kayu Jao, Nagari Labai konon dulunya adalah muadzin atau Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, yang bertugas untuk mengumandangkan adzan Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Ini disebut- dan kuburannya terletak di seberang sungai di sebut sebagai salah satu dari masjid tertua atau sebelah timur masjid. Masaur menurut yang paling tua di Sumatra Barat yang masih masyarakat setempat artinya masyur atau ada hingga saat ini. Dari lokasi ini, terlihat terkenal pada masanya. bahwa sejak dulu lokasi masjid cukup jauh dari permukiman penduduk. Peta lokasi masjid dapat dilihat pada gambar 1. Menuruthasil wawancara dan tradisi setempatserta dari berbagai sumber masjid dibangun dalam beberapa pendapat: pertama, dibangun oleh Imam Musaur dan bergotong royong dengan penduduk setempat; kedua,dibangun oleh berdua Angku Musaur dan Angku Labai yang kuburannya saat ini tidak jauh dari masjid. Gambar 1. Peta Lokasi Masjid Tuo Kayu Jao di Jorong Kayu Jao, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Antara Imam Masaur dan Angku Masaur ini Kabupaten Solok, Sumatra Barat. sebenarnya adalah nama yang sama. Karena Sumber: Google Map, 2018. menurut kepercayaan setempat, Angku Masaur Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 293 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Kearifan Lokal Masjid Kayu Jao di Sumatra Barat, Indonesia Untuk tahun pendiriannya juga ada perbedaan Sebagaimana diketahui, pada umumnya pendapat, ada yang menyebut tahun 1567 dan masjid-masjid tua di Sumatra Barat dan juga di banyak juga yang menyebut tahun 1599. Indonesia, banyak sekali yang telah mengalami Kedua-duanya sebenarnya tidak ada bukti perubahan. Di Sumatra Barat, yang paling nyata, namun dari berbagai wawancara dan terlihat perubahan yang paling nyata adalah semua sumber informasi yang digali sampai tidak lagi digunakannya ijuk sebagai bahan tulisan ini dibuat hanya dua alternatif tahun atap dimana di awal abad ke-20,ijuk telah tersebut. Bila pun tidak disebut persis tahunnya banyak digantikan oleh material seng karena perbedaan tersebut, setidaknya bisa (lembaran besi), yang tentu menjadikan ruang disebutkan masjid ini dibangun pada abad ke- sholat terasa lebih panas dan kurang nyaman. 16 atau akhir abad ke-16. Artinya masjid sudah berusia lebih dari lima abad. Masjid ini Makalah ini akan membahas dan diyakini menjadi salah satu bukti penyebaran mendiskusikan kearifan lokal yang dibatasi agama Islam di wilayah Sumatra Barat sejak dari aspek-aspek sebagai berikut: tata abad tersebut. letak/setting, ruang dan bentuk, material, sistem konstruksi, sistem bukaan, dan ragam Meski telah berumur lebih dari lima abad dan hiasnya. Beberapa aspek dari hal-hal tersebut telah mengalami beberapa kali pemugaran, diharapkan dapat memberikan gambaran menurut catatan Balai Pelestarian Cagar kearifan lokal, yang salah satunya Budaya (BPCB) Batu Sangkar, masjid tidak menyebabkan bangunan masjid ini masih mengalami perubahan yang berarti. Ruang, sangat nyaman digunakan sampai saat ini. bentuk dan proporsi bangunannya masih sama persis sejak dulu. Semua bahannya juga tetap Pada waktu mengunjungi dan survey masjid dari kayu untuk bangunannya, bambu dan ijuk ini, di dalam ruang sholatnya terasa sangat untuk atapnya. nyaman dan skala ruangnya sangat intim namun juga sangat sejuk meski tanpa AC Tiang-tiang utama masjid juga tidak dilakukan karenahembusan angin,padahal di luar masjid perubahan atau penggantian sama sekali yang cuaca terasa sangat panas mencapai lebih dari konon masih menggunakan Kayu Jao. 30 derajat celcius. Perubahan terjadi pada jenis material kayu pada bagian bangunan yang lainnya kecuali tiang-tiang utama, perubahan ornamentasi/ragam hias dan penggunaan warna cat kayu pada bagian luar bangunannya serta lokasi rumah tabuah (bedug) yang digeser ke arah timur.Pada warna cat kayu sebelum restorasi tahun 1998-1999, terlihat berwarna putih dan aksen warna hijau, sementara setelah restorasi dicat berwarna coklat tua atau hitam. Lihat gambar 2 dan gambar 3. Oleh karena keutuhan dan keaslian ini, sangat penting kiranya untuk dibaca dan dipelajari Gambar 2. Masjid Tuo Kayu Jao pada Tahun 1998 karakteristik arsitekturnya dan khususnya sebelum Dilakukan Restorasi Terakhir pada Tahun 1999. dalam makalah ini akan dikaji dari sisi kearifan Sumber: BPCB Batu Sangkar. lokalnya yang ditunjukkan pada bangunan/arsitektur masjid yang sudah sangat tua ini. Bisa disebutkan jika karakteristik arsitektur masjid inilah yang menjadi ciri-ciri awal masjid-masjid tua di Sumatra Barat karena belum ditemukan yang lebih tua dari ini yang secara fisiknya masih utuh sebagaimana masjid ini. Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia“ 294 Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Bambang Setia Budi keterangan atau penjelasan yang memadai dan akurat mengenai jenis kayu ini. Nama-nama kayu dengan sebutan nama/istilah lokal seringkali berbeda dan agak sulit ditemukan dalam klasifikasi jenis-jenis pohon/kayu. Perlu kajian tersendiri dan keterlibatan yang ahli dalam bidangnya sangat diperlukan untuk bisa menjawab dan menjelaskan jenis kayu initermasuk sejarah atau asal-usulnya. Gambar 1. Penampilan Masjid Tuo Kayu Jao sejak Restorasi Tahun 1999, Semua Kayu Namun dari observasi di lapangan dan Dicat Berwarna Coklat/Hitam dan Rumah Tabuah (bedug) Dipindahkan informasi dari penjaga masjid, ternyata di area ke Sebelah Timur. masjid masih menyimpan beberapa potongan Sumber: Penulis, 2017. besar jenis kayu ini yang diperlihatkan kepada penulis. Bahkan menurut penjelasannya, ada METODE PENELITIAN pohon Kayu Jao yang sudah tua dan sudah terpotong sebagiannya dan masih berada di Metode pengambilan data dalam penelitian ini salah satu dataran tinggi di sekitar masjid. adalah melalui survey lapangan, mengamati Lihat gambar 4. secara langsung obyeknya dari keseluruhan hingga detil-detilnya, mengambil gambar/foto Sementara salah satu dari beberapa potongan dan sketsa sudut-sudut dan bagian-bagian Kayu Jao yang diambilkan dari tumpukan kayu penting, melakukan pengukuran dan bisa dilihat detilnya pada gambar 5. Kayunya menggambar ulang dan melakukan wawancara berciri sangat kuat dankeras serta seratnya dengan penjaga masjidnya. Selain itu studi sangat alot. Konon yang masih asli literatur juga dilakukan namun sampai saat ini menggunakan kayu ini adalah tiang-tiang masih terbatas pada literatur yang terkait utama di tengah ruang sholat masjid yang secara langsung dengan masjid ini, belum berjumlah sembilan. naskah atau sumber-sumber yang lebih luas dan komprehensif menyangkut sejarah/kesejarahan, asal-usul nama, tokoh/pendirinya, dan lain sebagainya. Sementara untuk metode analisisnya dilakukan secara deskriptif analitis dan kualitatif pada aspek-aspek yang menjadi fokus kajian melalui foto, gambar, diagram dan sketsa. Selain itu juga melakukan menganalisis mendetilkan khususnya pada bagian-bagian yang penting terkait dengan topik ini seperti ornamen potongan-potongan kayu pada bagian antar tumpukan atap yang mengalirkan udara secara lancar dan silang dari ruang bawah atap ke luar bangunan. HASIL DAN PEMBAHASAN Masjid Kayu Jao atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai Masjid Tuo Kayu Jao Gambar 4. Contoh Potongan Pohon Kayu Jao yang sesuai dengan namanya dibuat konon dari Berada di Salah Satu Bukit/Dataran material Kayu Jao. Jenis kayu apakah ini? Tinggi sekitar Masjid sebagaimana