Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 ANALISIS INDEKS PERSAINGAN USAHA BIRO PERJALANAN DI SURAKARTA

Arinda Soraya Putri1, Rina Wiji Astuti2, Murman Budijanto3dan Wahyudi Sutopo4 1, 2Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 3Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 4Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami 36A Kentingan Surakarta 57126 Telp. 0271-632110 Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAKS Iklim persaingan usaha di bidang penerbangan di semakin terasa dan terus berkembang pada dekade ini. Pada awal pengesahan undang-undang mengenai penerbangan, jumlah jasa penerbangan mengalami peningkatan yang tajam. Banyaknya pemain dalam industri penerbangan karena industri tersebut memberikan kemungkinan keuntungan yang cukup tinggi mengingat adanya penetapan harga tiket minimal oleh pemerintah. Namun beberapa tahun terakhir jumlah jasa penerbangan hampir tidak mengalami perubahan. Survei dilakukan dengan cara menyebar kuesioner kepada 20 biro perjalanan di daerah Solo dan sekitarnya. Teknik analisis data dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu analisis data dilakukan dengan cara mengubah data mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan. Berdasarkan hasil studi ini diketahui bahwa perusahaan baru yang masuk ke pasar cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh segmen pasar. Meskipun pelaku usaha biro penerbangan memiliki persepsi bahwa perusahaan penerbangan yang merupakan market leader tidak menghalangi akses perusahaan baru masuk dalam industri penerbangan dan perusahaan penerbangan tidak pernah mengalami hambatan dari perusahaan-perusahaan pesaingnya dalam hal penjualan tiket, namun nyatanya terdapat beberapa perusahaan besar yang menguasai pasar. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan kajian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan adanya beberapa maskapai penerbangan yang sampai sekarang tidak dapat masuk ke pasar.

Kata kunci: Biro Perjalanan, Maskapai Penerbangan, Market Leader, Persaingan Usaha.

PENDAHULUAN Persaingan usaha yang sehat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kemajuan industri suatu negara (Tambunan dan Martadisastra, 2009). Kemajuan industri merupakan kunci utama bagi kemajuan perekonomian suatu negara (Utama, 2003). Dalam upaya menilai persaingan usaha pada sektor jasa penerbangan, dibutuhkan indikator yang tepat. Bostrom (1989) menunjukkan perubahan teknologi informasi yang sangat cepat dan oleh karena itu jasa penerbangan maupun agen perjalanan menggunakan informasi sebagai Lay yang memberikan keunggulan daya saing. Perusahaan penerbangan mempekerjakan aliansi strategis untuk meningkatkan daya saing mereka melalui kualitas layanan (Suzuki dkk, 2001), inovasi dan biaya (Francis dkk, 2004) berdasarkan perubahan lingkungan bisnis akibat meningkatnya persaingan di pasar penerbangan (Evans, 2001), aliansi strategis antar jasa penerbangan (Morrish, 2002), perhatian perusahaan tentang biaya perjalanan bisnis (Alamdari, 2002) dan pengembangan pemesanan online (Taman dkk, 2001). Undang-undang No. 15 Tahun 1992 tentang penerbangan merupakan salah satu tonggak deregulasi bisnis penerbangan di Indonesia. Dengan adanya undang-undang ini, maka jumlah perusahaan jasa penerbangan meningkat tajam. Hendriana (2006) mengatakan bahwa sebelum adanya undang-undang ini, perusahaan jasa penerbangan di Indonesia hanya beberapa perusahaan, khususnya yang tergabung dalam International Air Transport Association (IATA). Banyaknya pemain dalam industri jasa penerbangan ini antara lain karena industri penerbangan memberikan kemungkinan memperoleh keuntungan yang cukup tinggi (Kuntjoroadi dan Safitri, 2009). Hal serupa juga dikemukakan Nugroho dan Hidayati (2011), bahwa bertambahnya pemain dalam industri penerbangan disebabkan keuntungan yang cukup tinggi akan diperoleh oleh mereka. Bisnis penerbangan adalah jasa angkutan udara yang berbiaya mahal, baik dalam investasi maupun dalam perawatan, akan tetapi keberadaannya mempunyai posisi yang strategis, bahkan bagi kebanyakan negara dipandang sebagai national flight carrier, sehingga ia sangat dipengaruhi cuaca politik, ekonomi, sosial dan yang tak kalah pentingnya peraturan pemerintah (Bakti dan Harun, 2011). Sebagaimana diketahui dalam jangka pendek, meskipun pada kondisi merugi, keuntungan dari penjualan tiket pesawat masih mampu untuk

251

Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 membayar variable cost (Purwantini dan Rusdiansyah, 2010). Apalagi dalam kondisi perusahaan memperoleh untung, kondisi harga tiket masih lebih tinggi dari average cost, keuntungan yang diperoleh perusahaan jasa penerbangan akan berada di atas keuntungan normal. Dalam aktivitas manajemen hubungan pelanggan, perusahaan berorientasi pelanggan akan mengintegrasikan proses layanan mereka untuk membuat target dan pasar strategi mereka (Skaates & Seppeanen, 2005). Pelanggan juga semakin menjadi pengguna aplikasi teknologi informasi yang mutakhir dengan munculnya perdagangan elektronik (Davenport & De-panjang, 1998) Kondisi ini merupakan daya tarik bagi investor atau pelaku usaha untuk masuk dalam bisnis jasa penerbangan. Dengan semakin banyaknya pemain dalam industri penerbangan ini, menyebabkan tingkat persaingan antar operator transportasi udara menjadi semakin tinggi. Sebagai akibatnya industri jasa penerbangan tersebut harus melakukan penyesuaian harga jual tiketnya. Hal ini memaksa perusahaan jasa penerbangan untuk melakukan efisiensi setinggi mungkin, agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian terus menerus. Di samping itu memaksa maskapai penerbangan untuk melakukan strategi bisnis yang berani dalam menghadapi kompetisi tersebut. Dalam upaya menentukan indikator tersebut, peneliti bermaksud melaksanakan kajian indeks persaingan usaha yang diperoleh melalui nilai penjualan tiket maskapai penerbangan yang diperoleh dari pelaku usaha biro penerbangan dan persepsi konsumen pada sektor industri jasa penerbangan.

METODE PENELITIAN Desain dan Ruang Lingkup Kajian Kajian dilakukan untuk menganalisis mengenai persepsi pelaku usaha biro penerbangan dalam menjalankan usahanya berkaitan dengan persaingan usaha secara global dalam bidang industri. Data dalam kajian ini merupakan data primer yang didapatkan dengan kuesioner dan wawancara terbuka yang dilakukan oleh tim peneliti.

Sampel dan Pengumpulan Data Kajian ini menggunakan sampel responden sebanyak 20 biro penerbangan. Studi ini menggunakan teknik pengambilan sampel Cluster sampling, yaitu pengambilan sampel random dibagi dalam subkelompok yang disebut klaster berdasarkan geografis

Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu analisis data dengan cara mengubah data mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan. Penyajian hasil-hasil analisis deskriptif dalam kajian ini berupa frekuensi dan persentase pada data yang bersifat kategorial, serta berupa statistik-statistik kelompok, mean pada data yang bukan kategorial. Pengolahan data pada analisis ini dibantu dengan menggunakan aplikasi SPSS 20 dan Microsoft Excel 2007 (Santosa, 2006).

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Kajian dilakukan dengan melakukan analisis deskriptif terlebih dahulu untuk menguraikan data yang diperoleh dari responden yang meliputi profil umum responden dan beberapa hal terkait dengan penggunaan maskapai jasa penerbangan tertentu

Profil Umum Responden Tabel 1. Profil Umum Responden Karakteristik Frekuensi Persentase

Pimpinan 5 25% Jabatan Responden Supervisor Ticketing 14 70% Marketing 1 5% Solo 10 50% Sukoharjo 5 25% Wilayah Karanganyar 4 20% Boyolali 1 5% < 5 tahun 3 15% Lama Berdirinya 5 s.d 15 tahun 12 60% Biro 16 s.d 30 tahun 2 10% > 30 tahun 3 15%

252

Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014

< 100 juta 2 10% Rata- Rata Omset 100 juta s.d 1 Milyar 11 55% dalam 1 tahun > 1 Milyar 7 35%

Dari 20 jumlah total responden, pada tabel 1 terlihat bahwa mayoritas jabatan responden dalam kajian ini adalah sebagai supervisor ticketing yaitu sebesar 70%, kemudian pimpinan biro sebesar 25% dan staff marketing sebesar 5%. Biro perjalanan yang dijadikan sampel pada kajian ini yaitu mayoritas berada di wilayah Solo sebesar 50%, wilayah Sukoharjo sebesar 25%, wilayah Karanganyar sebesar 20% dan wilayah Boyolali sebesar 5% dari keseluruhan sampel. Mayoritas biro berdiri dalam rentang 5 tahun sampai dengan 15 tahun dan memiliki omzet rata-rata per tahun dalam rentang 100 juta sampai dengan 1 miliar sebanyak 55% responden.

Analisis Frekuensi Penjualan Tiket Maskapai Penerbangan Dalam pertanyaan mengenai peringkat penjualan tiket maskapai yang paling banyak terjual oleh biro perjalanan pada tahun 2012 dan 2013, responden diminta untuk mengisi peringkat dari peringkat pertama sampai terakhir. Peringkat pertama menyatakan frekuensi terbanyak dari tiket maskapai penerbangan yang dijual.

Gambar 2. Persentase Penjualan Tiket Tahun 2012

Dari hasil jawaban 20 responden, didapat nilai rata-rata frekuensi penjualan tiket tahun 2012 pada biro penerbangan yang dapat dilihat pada Gambar 1. Penjualan tiket tertinggi dicapai oleh maskapai penerbangan Air Asia (16%), dan disusul dengan maskapai dengan maskapai penerbangan Merpati di urutan kedua dengan persentase 14% dan peringkat ketiga ditempati oleh maskapai penerbangan dan yang memiliki persentase 12%. Mengenai nilai rata-rata frekuensi penjualan tiket tahun 2013 pada biro penerbangan yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3.Persentase Penjualan Tiket Tahun 2013

253

Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 Penjualan tiket tertinggi dicapai oleh maskapai penerbangan Air Asia (15%), dan disusul dengan maskapai dengan maskapai penerbangan Merpati Airlines dan Express Air di urutan kedua dengan persentase 13% dan peringkat ketiga ditempati oleh maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan Citilink yang memiliki persentase 12%. Pada Gambar 4 dan Gambar 5 menjelaskan mengenai peringkat yang sudah diurutkan dari peringkat pertama sampai dengan terakhir dan sekaligus untuk mengetahui apakah ada perbedaan trend penjualan pada tahun 2012 dengan tahun 2013.

Gambar 4. Peringkat Penjualan Tiket Tahun 2012

Gambar 5. Peringkat Penjualan Tiket Tahun 2013

Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 dapat dianalisis bahwa untuk maskapai penerbangan Air Asia tetap memimpin pasar disusul dengan Express Air yang semula di tahun 2012 berada pada peringkat 3, pada tahun 2013 meningkat menjadi peringkat kedua. Namun untuk maskapai penerbangan Mandala air yang semula pada tahun 2012 menduduki peringkat 3, kini di tahun 2013 bergeser menjadi peringkat 4. Untuk maskapai penerbangan lainnya memiliki posisi yang tetap. Dari analisis peringkat penjualan tiket tersebut terdapat beberapa maskapai penerbangan yang tidak bisa masuk ke dalam pasar sehingga pangsa pasar khususnya pada kajian di daerah Solo dan sekitarnya yaitu antara lain , , Travia Air, dan .

Analisis Komposisi Pendapatan Biro Penerbangan Berdasarkan Nilai Penjualan Pada bagian ini akan membahas analisis jawaban pertanyaan mengenai kontribusi pendapatan dari maskapai penerbangan yang dijual pada biro penerbangan. Pada Tabel 2 dijelaskan mengenai persentase kontribusi pendapatan yang diberikan oleh masing-masing maskapai penerbangan di tahun 2012 dan 2013. Tabel 2. Kontribusi Pendapatan Maskapai Penerbangan Maskapai Kontribusi Pendapatan Rangking Penerbangan 2012 2013 1 45,59% 45,88% 2 19,12% 19,02% 3 Garuda Indonesia 16,53% 16,24% 4 Mandala Airlines 4,26% 4,85% 5 Merpati Airlines 3,97% 3,26% 6 Air Asia 3,82% 3,23%

254

Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 7 Citilink 2,29% 2,23% 8 Express Air 1,52% 1,52% 9 1,20% 1,20% 10 Trigana 1,35% 1,00% 11 Service 0,29% 0,29% 12 Kal Star Aviation 0,06% 0,01% 13 Kartika Airlines 0% 1% 14 Susi Air 0% 0% 15 0% 0% 16 Batavia Air 0% 0% 17 0% 0% 18 Deraya Air Taxi 0% 0%

Kontribusi pendapatan sangat berhubungan dengan peringkat penjualan tiket pada biro penerbangan tersebut, karena apabila tiket yang terjual pada biro tersebut tinggi maka maskapai tersebut memiliki kontribusi yang tinggi pula terhadap pendapatan biro penerbangan. Tetapi pada tabel 2 dinyatakan bahwa pada tahun 2012 maupun tahun 2013, maskapai yang memiliki kontribusi pendapat pendapatan tertinggi untuk biro yaitu Lion Air, dengan persentase kontribusi penjualan tahun 2012 sebesar 45,59% dan tahun 2013 sebesar 45,88%. Padahal di bagian peringkat penjualan Lion Air tidak menjadi pionir pasar. Hal tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya marjin untuk menjual tiket Lion Air lebih tinggi dari marjin tiket maskapai lainnya.

Analisis Nilai Penjualan Tiket Maskapai Penerbangan Pada bagian ini akan membahas mengenai nilai penjualan tiket dari penerbangan berikut ini pada Tahun 2013 dibandingkan dengan Tahun 2012 yang ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Penjualan Tiket Maskapai Nilai Penjualan Tiket Rangking Penerbangan Turun Tetap Naik Tidak Menjual 1 Lion Air 5% 25% 70% 0% 2 Batavia Air 0% 10% 70% 20% 3 Garuda Indonesia 0% 35% 65% 0% 4 Express Air 0% 35% 60% 5% 5 Sriwijaya Air 5% 40% 55% 0% 6 Merpati Airlines 5% 25% 45% 25% 7 Air Asia 0% 35% 50% 15% 8 Citilink 15% 15% 40% 30% 9 Mandala Airlines 0% 15% 40% 45% 10 Wings Air 0% 0% 35% 65% 11 Kal Star Aviation 0% 0% 35% 65% 12 Dirgantara Air Service 0% 0% 20% 80% 13 Trigana 5% 10% 15% 70% 14 Pelita Air Service 0% 0% 10% 90% 15 Travira Air 0% 0% 10% 90% 16 Susi Air 0% 0% 0% 100% 17 Kartika Airlines 0% 0% 0% 100% 18 Deraya Air Taxi 0% 0% 0% 100%

Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa untuk maskapai penerbangan yang memiliki peningkatan nilai penjualan adalah maskapai Garuda Indonesia, Batavia Air, Citilink, Lion Air, Sriwijaya Air, Merpati Airlines, Air Asia dan Express Air. Dari data frekuensi nilai penjualan tiket dalam dirinci mengenai hasil secara kuantitatif mengenai persentase kenaikan maupun penurunan nilai jual yang akan dijelaskan pada Tabel 4.

255

Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 Tabel 4. Daftar Perubahan Nilai Penjualan Tiket Maskapai Nilai Penjualan Tiket Rangking Penerbangan Kenaikan Penurunan 1 Garuda Indonesia 45 % 0% 2 Citilink 40 % 0% 3 Lion Air 40 % 3 % 4 Wings Air 38 % 0% 5 Sriwijaya Air 36 % 0% 6 Trigana 34 % 0% 7 Mandala Airlines 33 % 0% 8 Merpati Airlines 31 % 0% 9 Air Asia 30 % 0% 10 Kal Star Aviation 13 % 5 % 11 Kartika Airlines 13 % 0% 12 Express Air 10 % 0% 13 Dirgantara Air Service 5 % 0% 14 Deraya Air Taxi 5 % 0% 15 Batavia Air 0% 5 % 16 Susi Air 0% 0 % 17 Pelita Air Service 0% 0% 18 Travira Air 0% 0%

Dari Tabel 4 dapat dijelaskan, mayoritas maskapai penerbangan mengalami kenaikan penjualan tiket tetapi hanya sangat kecil yaitu berkisar antar 5 % sampai dengan 45 % . Hal tersebut dikarenakan jumlah konsumen yang menggunakan jasa penerbangan semakin meningkat pula dari tahun 2012 ke tahun 2013 dan diperoleh informasi dari responden melalui wawancara terbuka bahwa harga tiket pesawat paling rendah hampir sama dengan tiket transportasi lainnya (contoh: kereta api) sehingga membuat konsumen lebih memilih transportasi udara dikarenakan efisiensi waktu perjalanan.

Analisis Persepsi Pelaku Usaha Biro Penerbangan Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa 40% responden menjawab setuju dalam hal jumlah perusahaan penerbangan yang bersaing satu sama lain dalam industri saat ini semakin banyak dibandingkan dengan tahun lalu dan penjualan tiket tahun ini lebih tinggi daripada penjualan tiket tahun lalu. 20% dari responden menjawab kurang setuju pada item pertanyaan pilihan berbagai kelas tarif yang disediakan oleh perusahaan penerbangan saat ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu.

Tabel 5. Persepsi Pelaku Usaha Biro Penerbangan No Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah perusahaan penerbangan yang bersaing satu sama lain dalam industri 1 0% 15% 0% 10% 15% 40% 20% saat ini semakin banyak dibandingkan dengan tahun lalu. Jumlah penjualan tiket lebih banyak saat 2 10% 10% 5% 5% 15% 40% 15% ini dibandingkan tahun lalu. Pilihan berbagai kelas tarif yang disediakan oleh perusahaan penerbangan 3 15% 20% 0% 5% 5% 5% 5% saat ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Perusahaan penerbangan menawarkan promosi (dalam berbagai bentuk) lebih 4 5% 10% 5% 10% 20% 45% 5% banyak pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Perusahaan penerbangan yang lebih kecil mampu mendapatkan 10 5 pelanggan/penumpang lebih banyak 10% 20% 15% 25% 20% 0% % dibandingkan tahun lalu meskipun bersaing dengan perusahaan penerbangan

256

Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 yang besar. Perusahaan penerbangan semakin lama 6 0% 0% 0% 0% 15% 65% 20% semakin bersaing satu sama lain. Kerja sama dengan suatu perusahaan penerbangan tidak menghalangi biro 7 0% 0% 0% 0% 15% 75% 10% perjalanan melakukan kerja sama dengan perusahaan penerbangan lainnya. Biro perjalanan tidak melakukan perlakuan khusus terhadap perusahaan 8 penerbangan tertentu [sehingga 0% 10% 0% 0% 15% 60% 15% dikeluhkan oleh perusahaan penerbangan lainnya]. Perusahaan penerbangan tidak melakukan perlakuan khusus terhadap biro perjalanan 10 9 5% 10% 0% 20% 45% 10% tertentu. [sehingga dikeluhkan oleh biro % perjalanan lainnya.] Perusahaan penerbangan cenderung 10 0% 0% 0% 10% 15% 60% 15% bersaing melalui strategi harga. Perusahaan penerbangan cenderung 10 11 5% 50% 15% 10% 5% 5% bersaing melalui strategi bukan harga. % Perusahaan penerbangan yang merupakan market leader dalam industri, tidak 12 0% 5% 0% 15% 25% 45% 10% menghalangi akses perusahaan penerbangan baru ke biro perjalanan. Perusahaan penerbangan tidak pernah mengalami hambatan dari perusahaan- 13 5% 25% 0% 10% 20% 40% 0% perusahaan pesaingnya dalam hal penjualan tiket.

Keterangan: Angka 1 menunjukkan sangat tidak setuju dan angka 7 menunjukkan sangat setuju.

Mayoritas responden setuju terhadap perusahaan penerbangan menawarkan promosi (dalam berbagai bentuk) lebih banyak pada tahun ini dibandingkan tahun lalu (45%), perusahaan penerbangan yang lebih kecil mampu mendapatkan pelanggan/penumpang lebih banyak dibandingkan tahun lalu meskipun bersaing dengan perusahaan penerbangan yang besar (25%), perusahaan penerbangan semakin lama semakin bersaing satu sama lain (65%), kerja sama dengan suatu perusahaan penerbangan tidak menghalangi biro perjalanan melakukan kerja sama dengan perusahaan penerbangan lainnya (75%), biro perjalanan tidak melakukan perlakuan khusus terhadap perusahaan penerbangan tertentu [sehingga dikeluhkan oleh perusahaan penerbangan lainnya] (60%), perusahaan penerbangan cenderung bersaing melalui strategi harga (60%), perusahaan penerbangan yang merupakan market leader dalam industri tidak menghalangi akses perusahaan penerbangan baru ke biro perjalanan (45%), perusahaan penerbangan tidak pernah mengalami hambatan dari perusahaan-perusahaan pesaingnya dalam hal penjualan tiket (40%). Sedangkan mayoritas responden menjawab tidak setuju terhadap perusahaan penerbangan cenderung bersaing melalui strategi bukan harga (50%). Persaingan perusahaan penerbangan melalui strategi harga dapat dilihat dari banyaknya produk yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan dengan berbagai tarif sesuai dengan fasilitas yang diberikan. Dengan asumsi heterogenitas yang cukup ada di produk dan di antara konsumen dalam pasar, prinsip diferensiasi minimum menyatakan bahwa perusahaan akan meminimalkan diferensiasi produk untuk mendapatkan pangsa pasar, dan memaksimalkan diferensiasi untuk mengurangi persaingan pasar (De Palma dkk1985; Rhee dkk 1999). Program penerbangan biasa digunakan oleh maskapai penerbangan untuk menciptakan switching cost yang terlalu tinggi di kalangan konsumen (Suzuki dan Walter, 2001), serta hambatan masuk untuk mencegah pesaing, memiliki nilai lebih tinggi pada penerbangan dengan frekuensi yang lebih tinggi, seperti yang memungkinkan akumulasi kredit yang lebih cepat dan manfaat penebusan mudah oleh konsumen.

257

Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 Implikasi Manajerial Implikasi manajerial bagi biro perjalanan, yaitu berperan menjembatani pemberian jasa penerbangan oleh maskapai kepada konsumen penerbangan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan menurut biro perjalanan, kerja sama dengan suatu perusahaan penerbangan tidak menghalangi biro perjalanan melakukan kerja sama dengan perusahaan penerbangan lainnya dan perusahaan penerbangan tidak melakukan perlakuan khusus terhadap biro perjalanan tertentu sehingga dikeluhkan oleh biro perjalanan lainnya. Namun diperoleh informasi dari responden melalui wawancara terbuka bahwa hadiah (reward) yang diberikan maskapai penerbangan apabila suatu biro dapat menjualkan sejumlah besar tiket dari maskapai itu menyebabkan biro perjalanan saling bersaing untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan hadiah yang diberikan. Implikasi manajerial untuk regulator, dalam kasus ini adalah pemerintah. Persaingan usaha sektor penerbangan baik antar maskapai penerbangan dan biro perjalanan terus berkembang. Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa iklim persaingan semakin meningkat. Hal perlu dijadikan perhatian adalah masalah yang akan timbul dalam keberjalanan persaingan usaha tersebut. Pemerintah yang berperan sebagai regulator sebaiknya membuat suatu peraturan yang mampu menjadi pedoman dalam iklim persaingan usaha yang dijalani oleh maskapai penerbangan maupun biro perjalanan. Selain bertujuan sebagai pedoman, peraturan yang dibuat harus mampu menjaga iklim persaingan agar tetap sehat. Meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa maskapai penerbangan yang memimpin pasar tidak menghalangi maupun memberikan hambatan kepada perusahaan penerbangan baru untuk masuk ke pasar, masalah ini perlu menjadi perhatian untuk menjanda iklim persaingan yang kondusif. Implikasi manajerial bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, tentunya mengetahui dengan pasti kondisi persaingan usaha sektor penerbangan. KPPU sebaiknya lebih memperhatikan persaingan yang terjadi antar penyedia jasa penerbangan agar berada pada iklim persaingan yang sehat dan tidak terjadi monopoli oleh maskapai yang menjadi market leader. KPPU dapat melakukan studi pengembangan mengenai faktor yang menjadi penghambat perusahaan maskapai baru untuk masuk dan memperoleh segmen pasar.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil studi mengenai analisis indeks persaingan usaha sektor penerbangan dari sudut pandang konsumen diperoleh kesimpulan bahwa terdapat beberapa maskapai penerbangan berada tetap pada posisi teratas sebagai memimpin pasar (market leader). Sedangkan maskapai penerbangan lainnya memiliki posisi yang tetap. Terdapat beberapa maskapai penerbangan yang tidak bisa masuk ke dalam pasar sehingga pangsa pasar khususnya pada kajian di daerah Solo dan sekitarnya. Maskapai penerbangan cenderung memiliki peningkatan nilai penjualan. Mayoritas pada semua maskapai penerbangan dalam kajian ini mengalami peningkatan nilai penjualan tiket. Persepsi pelaku usaha dalam usaha biro penerbangan ini adalah pelaku usaha merasa bahwa usahanya semakin tahun semakin berkembang dan hal tersebut membuat pelaku usaha merasa iklim persaingan semakin terasa. Hal ini menunjukkan tren persaingan usaha pada sektor penerbangan cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pelaku usaha biro penerbangan memiliki persepsi bahwa perusahaan penerbangan yang merupakan market leader dalam industri, tidak menghalangi akses perusahaan penerbangan baru ke biro perjalanan dan perusahaan penerbangan tidak pernah mengalami hambatan dari perusahaan-perusahaan pesaingnya dalam hal penjualan tiket. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk kelanjutan penelitian mengenai hal ini adalah melakukan kajian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan adanya beberapa maskapai penerbangan yang sampai sekarang tidak dapat masuk ke pasar.

DAFTAR PUSTAKA Alamdari, F. 2002. ―Regional Development in Airlines and Travel Agents Relationship‖.Journal of Air Transport Management. Vol. 8. No. 5. Pp 339–348. Bakti, Sukma, dan Harun, Harniza. (2011). ―Pengaruh Orientasi Pasar Dan Nilai Pelanggan Terhadap Kinerja Pemasaran Maskapai Penerbangan Lion Air‖. Jurnal Manajemen Pemasaran Modern. Vol. 3. No. 1. Pp 1-15. Davenport, T.H., De Long, D.W., & Beers, M.C. (1998). ―Successful Knowledge Management Projects‖. Sloan Management Review. Vol. 39. No. 2. Pp 43–57.

258

Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 De Palma A, Ginsburgh V, Papageorgiou YY, Thisse J-F. (1985). ―The Principle of Minimum Differentiation Holds Under Sufficient Heterogeneity‖. Econometrica. Vol. 53. No. 4. Pp 767– 782. Evans, N. (2001). ―Collaborative Strategy: An Analysis of the Changing World of International Airlines Alliances‖.Tourism Management. Vol. 22. No. 3. Pp 229–243. Francis, G., Humphreys, I., & Ison, S. (2004). “Airports‟ perspectives on the growth of low-cost airlines and the remodeling of the airport- relationship”. Tourism Management. Vol. 25. No. 4. Pp 507–514. Hendriana, Evelyn. (2006). ―Analisis Industri Penerbangan Domestik Berjadwal di Indonesia‖. Derema Jurnal Manajemen. Vol. 1. No. 2. Pp 170-187. Kuntjoroadi, Wibowo, dan Safitri, Nurul. (2009). ―Analisis Strategi Bersaing dalam Persaingan Usaha Penerbangan Komersial.‖Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. Vol. 16. No. 1. Pp 45-52. Morrish, S.C., & Hamilton, R.T. (2002). ―Airline Alliances—Who Benefits?‖.Journal of Air Transport Management. Vol. 8. No. 6. Pp 401–407. Nugroho, Reza Adhi, dan Hidayati, Retno. (2011). ―Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing pada Maskapai Penerbangan (Studi pada Maskapai Penerbangan Lion Air di Kota )‖. Jurnal Eprints Undip. Oum, T.H., Park, J.H., Kim, K., & Yu, C.Y. (2004). ―The Effect of Horizontal Alliances on Firm Productivity and Profitability: Evidence from The Global Airline Industry‖..Journal of Business Research. Vol. 57. No. 8. Pp 844–853. Purwantini, Santi, dan Rusdiansyah, Ahmad. (2010). ―Pengembangan Model Kompetisi Penetapan Harga secara Dinamis Berbasis Waktu dan Persediaan Kursi untuk Penerbangan Paralel pada Low Cost Carrier dengan Mempertimbangkan Harga Tiket Kompetitor‖. Paper ITS. 25525. Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 53. Sekretariat Negara. . Rhee BD, De Palmer A, Fornell C, Thisse J-F. (1999). ―Restoring the Principle of Minimum Differentiationin Product Positioning‖. J Econ Manag Strat. Vol. 1. No. 3. Pp475–505. Santoso, Singgih. (2006). Seri Solusi Bisnis Berbasis TI: Menggunakan SPSS untuk Statistik Multivariat. Jakarta: Elex Media Komputindo. Skaates, M.A., & Seppeanen, V. (2005). ―Market-oriented Resource Management in Customs Relationships‖.Qualitative Market Research. Vol. 8. No. 1. Pp 77–96. Suzuki, Y., Tyworth, J.E., & Novack, R.A. (2001). ―Airline Market Share and Customer Service Quality: A Reference-Dependent Model‖.Transportation Research A. Vol. 35. No. 9.Pp 773–778. Tambunan, Tulus, dan Martadisastra, Dedie. 2009. ―Apa Dampak Dari UU Persaingan Usaha No. 5, 1999 Terhadap Kemiskinan?‖. Policy Discussion Paper SeriesTrisakti University. No. 15. Pp 1-17. Utama, Agung. (2003). ―Upaya Meningkatkan Keunggulan Kompetitif Perusahaan Dalam Era Persaingan Global Melalui Aliansi Strategis‖. Kajian Bisnis, UNY. No 30. Pp 57-73.

259