Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 ANALISIS INDEKS PERSAINGAN USAHA BIRO PERJALANAN DI SURAKARTA Arinda Soraya Putri1, Rina Wiji Astuti2, Murman Budijanto3dan Wahyudi Sutopo4 1, 2Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 3Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 4Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami 36A Kentingan Surakarta 57126 Telp. 0271-632110 Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRAKS Iklim persaingan usaha di bidang penerbangan di Indonesia semakin terasa dan terus berkembang pada dekade ini. Pada awal pengesahan undang-undang mengenai penerbangan, jumlah jasa penerbangan mengalami peningkatan yang tajam. Banyaknya pemain dalam industri penerbangan karena industri tersebut memberikan kemungkinan keuntungan yang cukup tinggi mengingat adanya penetapan harga tiket minimal oleh pemerintah. Namun beberapa tahun terakhir jumlah jasa penerbangan hampir tidak mengalami perubahan. Survei dilakukan dengan cara menyebar kuesioner kepada 20 biro perjalanan di daerah Solo dan sekitarnya. Teknik analisis data dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu analisis data dilakukan dengan cara mengubah data mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan. Berdasarkan hasil studi ini diketahui bahwa perusahaan baru yang masuk ke pasar cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh segmen pasar. Meskipun pelaku usaha biro penerbangan memiliki persepsi bahwa perusahaan penerbangan yang merupakan market leader tidak menghalangi akses perusahaan baru masuk dalam industri penerbangan dan perusahaan penerbangan tidak pernah mengalami hambatan dari perusahaan-perusahaan pesaingnya dalam hal penjualan tiket, namun nyatanya terdapat beberapa perusahaan besar yang menguasai pasar. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan kajian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan adanya beberapa maskapai penerbangan yang sampai sekarang tidak dapat masuk ke pasar. Kata kunci: Biro Perjalanan, Maskapai Penerbangan, Market Leader, Persaingan Usaha. PENDAHULUAN Persaingan usaha yang sehat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kemajuan industri suatu negara (Tambunan dan Martadisastra, 2009). Kemajuan industri merupakan kunci utama bagi kemajuan perekonomian suatu negara (Utama, 2003). Dalam upaya menilai persaingan usaha pada sektor jasa penerbangan, dibutuhkan indikator yang tepat. Bostrom (1989) menunjukkan perubahan teknologi informasi yang sangat cepat dan oleh karena itu jasa penerbangan maupun agen perjalanan menggunakan informasi sebagai Lay yang memberikan keunggulan daya saing. Perusahaan penerbangan mempekerjakan aliansi strategis untuk meningkatkan daya saing mereka melalui kualitas layanan (Suzuki dkk, 2001), inovasi dan biaya (Francis dkk, 2004) berdasarkan perubahan lingkungan bisnis akibat meningkatnya persaingan di pasar penerbangan (Evans, 2001), aliansi strategis antar jasa penerbangan (Morrish, 2002), perhatian perusahaan tentang biaya perjalanan bisnis (Alamdari, 2002) dan pengembangan pemesanan online (Taman dkk, 2001). Undang-undang No. 15 Tahun 1992 tentang penerbangan merupakan salah satu tonggak deregulasi bisnis penerbangan di Indonesia. Dengan adanya undang-undang ini, maka jumlah perusahaan jasa penerbangan meningkat tajam. Hendriana (2006) mengatakan bahwa sebelum adanya undang-undang ini, perusahaan jasa penerbangan di Indonesia hanya beberapa perusahaan, khususnya yang tergabung dalam International Air Transport Association (IATA). Banyaknya pemain dalam industri jasa penerbangan ini antara lain karena industri penerbangan memberikan kemungkinan memperoleh keuntungan yang cukup tinggi (Kuntjoroadi dan Safitri, 2009). Hal serupa juga dikemukakan Nugroho dan Hidayati (2011), bahwa bertambahnya pemain dalam industri penerbangan disebabkan keuntungan yang cukup tinggi akan diperoleh oleh mereka. Bisnis penerbangan adalah jasa angkutan udara yang berbiaya mahal, baik dalam investasi maupun dalam perawatan, akan tetapi keberadaannya mempunyai posisi yang strategis, bahkan bagi kebanyakan negara dipandang sebagai national flight carrier, sehingga ia sangat dipengaruhi cuaca politik, ekonomi, sosial dan yang tak kalah pentingnya peraturan pemerintah (Bakti dan Harun, 2011). Sebagaimana diketahui dalam jangka pendek, meskipun pada kondisi merugi, keuntungan dari penjualan tiket pesawat masih mampu untuk 251 Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 membayar variable cost (Purwantini dan Rusdiansyah, 2010). Apalagi dalam kondisi perusahaan memperoleh untung, kondisi harga tiket masih lebih tinggi dari average cost, keuntungan yang diperoleh perusahaan jasa penerbangan akan berada di atas keuntungan normal. Dalam aktivitas manajemen hubungan pelanggan, perusahaan berorientasi pelanggan akan mengintegrasikan proses layanan mereka untuk membuat target dan pasar strategi mereka (Skaates & Seppeanen, 2005). Pelanggan juga semakin menjadi pengguna aplikasi teknologi informasi yang mutakhir dengan munculnya perdagangan elektronik (Davenport & De-panjang, 1998) Kondisi ini merupakan daya tarik bagi investor atau pelaku usaha untuk masuk dalam bisnis jasa penerbangan. Dengan semakin banyaknya pemain dalam industri penerbangan ini, menyebabkan tingkat persaingan antar operator transportasi udara menjadi semakin tinggi. Sebagai akibatnya industri jasa penerbangan tersebut harus melakukan penyesuaian harga jual tiketnya. Hal ini memaksa perusahaan jasa penerbangan untuk melakukan efisiensi setinggi mungkin, agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian terus menerus. Di samping itu memaksa maskapai penerbangan untuk melakukan strategi bisnis yang berani dalam menghadapi kompetisi tersebut. Dalam upaya menentukan indikator tersebut, peneliti bermaksud melaksanakan kajian indeks persaingan usaha yang diperoleh melalui nilai penjualan tiket maskapai penerbangan yang diperoleh dari pelaku usaha biro penerbangan dan persepsi konsumen pada sektor industri jasa penerbangan. METODE PENELITIAN Desain dan Ruang Lingkup Kajian Kajian dilakukan untuk menganalisis mengenai persepsi pelaku usaha biro penerbangan dalam menjalankan usahanya berkaitan dengan persaingan usaha secara global dalam bidang industri. Data dalam kajian ini merupakan data primer yang didapatkan dengan kuesioner dan wawancara terbuka yang dilakukan oleh tim peneliti. Sampel dan Pengumpulan Data Kajian ini menggunakan sampel responden sebanyak 20 biro penerbangan. Studi ini menggunakan teknik pengambilan sampel Cluster sampling, yaitu pengambilan sampel random dibagi dalam subkelompok yang disebut klaster berdasarkan geografis Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu analisis data dengan cara mengubah data mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan. Penyajian hasil-hasil analisis deskriptif dalam kajian ini berupa frekuensi dan persentase pada data yang bersifat kategorial, serta berupa statistik-statistik kelompok, mean pada data yang bukan kategorial. Pengolahan data pada analisis ini dibantu dengan menggunakan aplikasi SPSS 20 dan Microsoft Excel 2007 (Santosa, 2006). ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Kajian dilakukan dengan melakukan analisis deskriptif terlebih dahulu untuk menguraikan data yang diperoleh dari responden yang meliputi profil umum responden dan beberapa hal terkait dengan penggunaan maskapai jasa penerbangan tertentu Profil Umum Responden Tabel 1. Profil Umum Responden Karakteristik Frekuensi Persentase Pimpinan 5 25% Jabatan Responden Supervisor Ticketing 14 70% Marketing 1 5% Solo 10 50% Sukoharjo 5 25% Wilayah Karanganyar 4 20% Boyolali 1 5% < 5 tahun 3 15% Lama Berdirinya 5 s.d 15 tahun 12 60% Biro 16 s.d 30 tahun 2 10% > 30 tahun 3 15% 252 Seminar Nasional IDEC 2014 ISBN: 978-602-70259-2-9 Surakarta,20 Mei 2014 < 100 juta 2 10% Rata- Rata Omset 100 juta s.d 1 Milyar 11 55% dalam 1 tahun > 1 Milyar 7 35% Dari 20 jumlah total responden, pada tabel 1 terlihat bahwa mayoritas jabatan responden dalam kajian ini adalah sebagai supervisor ticketing yaitu sebesar 70%, kemudian pimpinan biro sebesar 25% dan staff marketing sebesar 5%. Biro perjalanan yang dijadikan sampel pada kajian ini yaitu mayoritas berada di wilayah Solo sebesar 50%, wilayah Sukoharjo sebesar 25%, wilayah Karanganyar sebesar 20% dan wilayah Boyolali sebesar 5% dari keseluruhan sampel. Mayoritas biro berdiri dalam rentang 5 tahun sampai dengan 15 tahun dan memiliki omzet rata-rata per tahun dalam rentang 100 juta sampai dengan 1 miliar sebanyak 55% responden. Analisis Frekuensi Penjualan Tiket Maskapai Penerbangan Dalam pertanyaan mengenai peringkat penjualan tiket maskapai yang paling banyak terjual oleh biro perjalanan pada tahun 2012 dan 2013, responden diminta untuk mengisi peringkat dari peringkat pertama sampai terakhir. Peringkat pertama menyatakan frekuensi terbanyak dari tiket maskapai penerbangan yang dijual. Gambar 2. Persentase Penjualan Tiket Tahun 2012 Dari hasil jawaban 20 responden, didapat nilai rata-rata frekuensi penjualan tiket tahun 2012 pada biro penerbangan yang dapat dilihat pada Gambar 1. Penjualan tiket tertinggi dicapai oleh maskapai penerbangan Air Asia (16%), dan disusul dengan maskapai dengan maskapai penerbangan Merpati Airlines di urutan kedua dengan persentase 14% dan peringkat ketiga ditempati oleh maskapai
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages9 Page
-
File Size-