ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENERBANGAN DALAM
HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Meilisya Beby Triyana
160200557
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara ii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas berkat dan rahmat-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dimana guna untuk mendapatkan gelar sarjana hukum dari Departemen
Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Adapun skripsi yang berjudul ASPEK KESELAMATAN DAN
KEAMANAN PENERBANGAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL
DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA, Penulis menyadari bahwasanya terdapat beberapa kesulitan dan beberapa hambatan dalam mengerjakan skripsi ini namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:
1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara iii
6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum
Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Dr. Sutiarnoto, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum
Internasional serta selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
membantu penulis dalam memberi bimbingan dalam penulisan skripsi.
8. Bapak Dr. Arif, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak membantu penulis dengan memberi bimbingan dalam penulisan
skripsi.
9. Ibu Syarifah Lisa, S.H, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik
selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Seluruh Dosen serta Staff di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
terkhusus kepada Departemen Hukum Internasional yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
11. Terima kasih kepada kedua Orang Tua saya Papa (Alm.) Ismed, S.H dan
Mama Maisaridha, S.H yang telah merawat, mengajar serta memberikan
banyak motivasi hidup kepada penulis.
12. Kepada Kakak Tercinta Ismairiani Utami, Meirizki Nanda Dwi Cahyana,
dan Meirizki Nanda Dwi Cahyani. Terima kasih telah memberi semangat
kepada penulis. Serta kepada seluruh keluarga besar yang tidak dapat
penulis sebut namanya satu persatu.
13. Big Thanks to author’s closest friends since first day, Elsya Dwi Kurnia,
Shabila Firda Khairani, Rifodita Dinata, Nurul Ramadani Kartiwa, dan
Universitas Sumatera Utara iv
Natasya Sakinah. Terima kasih telah menemani hari-hari selama
perkuliahan ini. Semoga kita sukses selalu.
14. Kepada teman-teman seperjuangan, Jingga Simanjuntak, Rachel Br
Ginting dan Armei Findy. Nice to know you guys! Kepada Melza Nova
Arisya, terima kasih telah menemani hari-hari selama di departemen
hukum internasional dan membantu penulis dalam penulisan skripsi.
15. Kepada Shania Meilisa Hutapea dan Gloria Hutapea, terima kasih sebesar-
besarnya atas arahan yang diberikan dan selalu memberi semangat kepada
penulis.
16. Terima kasih juga kepada kak Tya Wahyuni dan kak Ruth Damayanti.
Khususnya kepada Kak Melisa, terima kasih karena selalu memberi
semangat kepada penulis dalam keadaan apapun.
17. Kepada kakak Sothya Marcdisa Ginting, Nadya Putri Karoza Ginting, dan
Ditta Christina Ginting.
18. Kepada teman-teman kelompok praktik peradilan semu perdata, pidana
dan peradilan tata usaha negara serta kepada teman-teman dari angkatan
2016 khususnya dari Group G dan Group E.
19. Terima kasih juga kepada teman-teman dari International Law Student
Association (ILSA) of 2019.
20. Terima kasih juga kepada teman-teman k-pop yang tidak bisa saya sebut
satu persatu.
Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat untuk para pembaca sekalian walaupun terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan
Universitas Sumatera Utara v
dalam segi materi yang dipaparkan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2020
Meilisya Beby Triyana
NIM. 160200557
Universitas Sumatera Utara vi
ABSTRAKSI
Meilisya Beby Triyana*1 Sutiarnoto** Arif***
Penerbangan sipil merupakan salah satu alat transportasi yang sangat di perlukan di seluruh penjuru dunia karena sangat efektif dari segi waktu perjalanannya. Sehingga tanpa penerbangan, masyarakat di dunia tidak dapat membayangkan bagaimana berpergian ke tiap daerah atau negara dengan waktu yang efektif. Khususnya di Indonesia, angka penerbangan semakin meningkat pesat tiap tahunnya. Meskipun dinilai efektif, penerbangan sipil memiliki risiko yang sangat besar apabila lalai dalam menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan. Untuk itu, International Civil Aviation Organization (ICAO) selaku Organisasi Penerbangan Sipil memiliki wewenang dalam mengatur keselamatan dan keamanan penerbangan sipil Internasional berdasarkan Konvensi Chicago 1944. Metode penelitian yang digunakan yaitu berdasarkan metode penelitian normatif yaitu penelitian berdasarkan mengumpulkan dan menganalisis data sekunder. Penelitian tersebut berdasarkan konvensi internasional, peraturan perundang-undangan nasional, dan bahan kepustakaan. Implementasi keselamatan dan keamanan penerbangan di Indonesia yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang merujuk kepada Konvensi Chicago 1944, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2015 Tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830 tentang Pemberitahuan dan Pelaporan Kecelakaan, Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 115 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan dan Penerbangan Sipil bagian 176 tentang Pencarian dan Pertolongan pada Kecelakaan Pesawat Udara, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 21 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 38 Tahun 2015 Tentang Standar Layanan Penumpang Pesawat, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2016 tentang Program Keselamatan Penerbangan Nasional, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 80 Tahun 2017 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional. Kebijakan maskapai penerbangan dalam mengatasi permasalahan keselamatan dan keamanan penerbangan sipil yaitu dengan melakukan tindak pidana, penundaan waktu jam terbang (delay), atau pindah pesawat.
Kata kunci: penerbangan sipil, keselamatan dan keamanan
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN...... i
KATA PENGANTAR ...... ii
ABSTRAK ...... vi
DAFTAR ISI ...... vii
BAB I PENDAHULUAN ...... 1
A. Latar Belakang ...... 1
B. Rumusan Masalah ...... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...... 5
D. Keaslian Penulisan ...... 6
E. Tinjauan Kepustakaan ...... 8
F. Metode Penulisan ...... 12
G. Sistematika Penulisan ...... 13
BAB II REGULASI PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL ...... 15
A. Pengertian Penerbangan Sipil Internasional ...... 15
B. Sejarah Penerbangan Sipil Internasional ...... 16
C. Aturan Hukum Internasional Mengenai Penerbangan Sipil ...... 19
D. Organisasi Internasional di Bidang Penerbangan Sipil ...... 25
BAB III ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENERBANGAN
DALAM HUKUM INTERNASIONAL ...... 42
A. Pengertian Keselamatan dan Keamanan Penerbangan ...... 42
B. Aturan Hukum Mengenai Keselamatan dan Keamanan
Penerbangan ...... 43
Universitas Sumatera Utara viii
C. Peran ICAO (International Civil Aviation Organization) dalam
Perlindungan Terhadap Keselamatan dan Keamanan
Penerbangan ...... 53
BAB IV IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KEAMANAN
PENERBANGAN DI INDONESIA ...... 56
A. Sejarah Perkembangan Penerbangan Sipil di Indonesia ...... 56
B. Aturan Hukum Indonesia Mengenai Penerbangan Sipil …...... 69
C. Status Penerbangan Sipil Indonesia dalam Lingkup
Internasional ...... 79
D. Tanggung Jawab Aviation Security dalam Perlindungan
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan Sipil ...... 80
E. Kasus Pelanggaran Keselamatan dan Keamanan oleh Maskapai
Penerbangan Indonesia ...... 89
BAB V PENUTUP ...... 90
A. Kesimpulan ...... 90
B. Saran ...... 91
DAFTAR PUSTAKA ...... 93
Universitas Sumatera Utara 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transportasi udara atau disebut juga sebagai penerbangan sipil memainkan peran multi-segi dalam mengejar pembangunan suatu bangsa dan memelihara hubungan internasional, sosial, dan ekonomi.2 Penerbangan sipil juga semakin hari semakin berkembang pesat karena menurut pandangan masyarakat lebih efektif di bandingkan menggunakan transportasi darat atau laut dalam melakukan perjalanan meskipun dari segi biaya perjalanannya lebih mahal. Kegiatan penerbangan juga dilakukan pemerintah untuk melakukan hubungan kenegaraan sebagai penunjang kepentingan negara. 3 Penerbangan kenegaraan dianggap penting dilakukan pemerintah sebagai bentuk konsistensinya dalam pergaulan internasional. 4 Meskipun mengalami perkembangan pesat, di sisi lain penerbangan sipil Indonesia masih perlu meningkatkan kinerja dalam hal keselamatan dan keamanan.
Seringkali kita mendengar aturan-aturan di dalam maskapai penerbangan saat hendak berpergian ke tujuan tertentu di dalam negeri maupun luar negeri misalnya please fasten your seatbelt (mohon kencangkan sabuk pengaman), dilarang merokok dalam pesawat, menyalakan telepon genggam saat akan take off
2 Devinder K. Yadav dan Hamid Nikraz, “Implications of Evolving Civil Aviation Safety Regulations on The Safety Outcomes of Air Transport Industry and Airports”, Taylor and Francis Group, Volume 18(2): 94–103, 12 Mei 2014, hal. 94
3 Ni Putu Purnamasari, “Status Hukum Pesawat Udara Komersial Yang Digunakan Untuk Penerbangan Kenegaraan”, Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, Volume 24 Nomor 4, Februari 2020, hal. 798
4 Ibid.
Universitas Sumatera Utara 2
dan landing, dilarang membuka pintu darurat secara sembarangan dan jika tidak ada instruksi, tidak menurunkan penutup jendela saat take off dan landing, dilarang membawa pelampung dibawah kursi, dan aturan lainnya yang sering kita dengar sebelum lepas landas. Aturan-aturan yang sering diucapkan oleh awak kabin (cabin crew) memiliki suatu tujuan yaitu sebagai keselamatan dan keamanan kepada penumpang (passenger) dalam maskapai yang ditumpangi dan apabila seorang penumpang melakukan suatu pelanggaran khususnya di Indonesia, akan dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Bahkan sebelum menjadi penumpang pesawat tentunya kita juga mengikuti suatu aturan yaitu dengan melakukan pemesanan tiket (booking flight) di agen travel atau via e-commerce seperti traveloka, tiket.com, aplikasi maskapai penerbangan, instagram, atau pun dari platform lainnya. Sebelum melakukan pemesanan tiket di platform yang telah disebutkan sebelumnya, tentunya kita wajib mengisi identitas diri berdasarkan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau Paspor jika bertujuan ke luar negeri. Hingga pada saat melakukan konfirmasi di bandara atau melalui online sebagai penumpang maskapai penerbangan tersebut yang biasa disebut sebagai check in juga diperlukan identitas diri.
Sebagai penumpang juga wajib mematuhi larangan membawa senjata tajam, senjata api, dan barang yang terlarang lainnya yang dapat membahayakan penumpang lain ataupun penerbangan. Penumpang juga wajib mematuhi aturan pemeriksaan keamanan yang dilakukan oleh petugas keamanan penerbangan atau aviation security (sering disingkat sebagai avsec). AVSEC sebagai petugas
Universitas Sumatera Utara 3
keamanan penerbangan memiliki tujuan utama, yaitu keslamatan penumpang, awak pesawat, petugas, dan masyarakat umum terhadap tindakan melawan hukum dengan mencegah terangkutnya barang-barang yang membahayakan penerbangan guna terciptanya suatu keselamatan dan keamanan penerbangan sipil.
Penerbangan sipil juga memiliki latar belakang yang diawali dengan
Wright Bersaudara melakukan penerbangan pertama dengan menggunakan pesawat bermesin yang dapat dikendalikan. Hingga pada akhir Perang Dunia, pesawat hanya digunakan sebagai alat perang dan juga mulai pengembangan penerbangan untuk tujuan komersial. Hingga saat Perang Dunia tepatnya pada tahun 1944, negara-negara sekutu mulai merencanakan pengorganisasian penerbangan sipil internasional dan Amerika setuju untuk mensponsori
Konferensi di Chicago, Amerika Serikat. Lima puluh empat negara hadir dalam
Konferensi tersebut dan menjadi dasar pendirian Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional atau International Civil Aviation Organization (ICAO) pada tahun
1947.
Berdirinya organisasi penerbangan sipil internasional memiliki beberapa tujuan yakni terdapat pada Pasal 44 Konvensi Chicago 1944 yang secara umum mendorong pembangunan dan pengembangan semua aspek dari semua penerbangan sipil internasional. Jika dibandingkan dengan International Air
Transport Association (IATA), ICAO sendiri lebih menjurus pada aspek-aspek teknis penerbangan sipil, sedangkan IATA lebih menjurus bidang ekonominya.
Dalam regulasi Internasional mengenai penerbangan sipil, terdapat beberapa aturan mengenai penerbangan khususnya mengenai keselamatan dan keamanan
Universitas Sumatera Utara 4
penerbangan sipil sebagaimana tercantum dalam Konvensi Paris 1919, Konvensi
Chicago 1944 mengenai penerbangan sipil Internasional (Convention on
International Civil Aviation, 1944), Konvensi Tokyo 1963. Selanjutnya pengaturan keselamatan dan keamanan penerbangan sipil juga diatur dalam lampiran atau Annex 17, Annex 18, Dokumen ICAO nomor 9859, 9960, dan 8973.
Sedangkan dalam regulasi Indonesia mengenai penerbangan sipil diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang tujuan perundang-undangan ini terdapat dalam pembukaan yang berbunyi “bahwa dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan antarbangsa, dan memperkukuh kedaulatan negara”. Aturan hukum tentang penerbangan sipil juga terdapat pada Peraturan Menteri Perhubungan dan
Peraturan Pemerintah khususnya aturan keselamatan dan keamanan di bandar udara atau dalam penerbangan.
Sehingga dari paparan latar belakang di atas, penulis berfokus bagaimana penerapan keselamatan dan keamanan penerbangan sipil di Indonesia berdasarkan hukum internasional sehingga penulis tertarik untuk mengkaji penulisan skripsi dengan judul “Aspek Keselamatan dan Keamanan Penerbangan Sipil dan
Implementasinya di Indonesia”.
Universitas Sumatera Utara 5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:
1. Bagaimana regulasi penerbangan sipil internasional?
2. Bagaimana keselamatan dan keamanan penerbangan menurut hukum
internasional?
3. Bagaimana implementasi keselamatan dan keamanan penerbangan sipil di
Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penjelasan tentang penerbangan sipil.
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang keselamatan dan keamanan dalam
penerbangan.
3. Untuk megetahui bagaimana implementasi keselamatan dan keamanan
penerbangan di Indonesia.
Penulis juga berharap dalam penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca. Adapun manfaat penulisan skripsi antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Dalam penulisan skripsi ini memiliki tujuan untuk memberi masukan dalam segi ilmu pengetahuan yaitu hukum internasional dan hukum nasional mengingat topik dari penulisan skripsi adalah mengenai keselamatan dan keamanan penerbangan sipil secara hukum internasional dan implementasi di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara 6
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan ini diharapkan memberi pemahaman tentang keselamatan dan keamanan penerbangan berdasarkan hukum internasional dan hukum nasional.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan dan penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara pada 16 Juni 2020, “Aspek Keselamatan dan
Keamanan Penerbangan dalam Hukum Internasional dan Implementasinya di Indonesia” yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis sebelumnya, meskipun ada beberapa keterkaitan judul yang dilakukan peneliti sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan judul penelitian ini adalah:
1. Mutia Pranita Annisa, Tahun 2017, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Andalas dengan judul, “Pengaturan Keselamatan Penerbangan Pada Sistem
Manajemen Keselamatan Menurut Annex 19 to the Convention of Civil
Aviation dan ISSA Standards Manual (ISSM) Serta Implementasinya di
Indonesia” dengan perumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaturan keselamatan penerbangan pada sistem manajemen
keselamatan menurut Annex 19 to the Convention on International Civil
Aviation dan implementasinya di Indonesia?
2. Nabila Ulfa, Tahun 2017, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara dengan judul, “Aspek Hukum Keselamatan dan Keamanan
Universitas Sumatera Utara 7
Penerbangan Standar Internasional Oleh International Civil Aviation
Organization (ICAO)” dengan perumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaturan keselamatan dan keamanan penerbangan menurut
hukum internasional?
b. Bagaimana peran International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam
penegakan keselamatan dan keamanan?
c. Bagaimana Upaya Indonesia dalam penegakan keselamatan dan keamanan
penerbangan menurut Regulasi International Civil Aviation Organization
(ICAO)?
3. Batara Ebenezer, Tahun 2018, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dengan judul, “Peran ICAO (International Civil Aviation
Organization) Dalam Pengawasan Penerbangan Sipil Internasional” dengan
perumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana perkembangan dan sejarah penerbangan sipil di dunia?
b. Bagaimana kebijakan ICAO (International Civil Aviation Organization)
dalam standar penerbangan sipil?
c. Bagaimana peran ICAO dalam mengawasi pelaksanaan standar-standar
yang menjadi kebijakan ICAO ?
Penulis juga menyusun skripsi berdasarkan referensi buku, artikel, jurnal, media elektronik, serta bantuan dari beberapa pihak dalam penulisan skripsi.
Universitas Sumatera Utara 8
E. Tinjauan Kepustakaan
Tinjauan kepustakaan atau tinjauan literatur adalah ringkasan komperehensif dari penelitian sebelumnya tentang suatu topik. Literatur dapat bersumber dari artikel ilmiah, buku, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan bidang tertentu.
Tinjauan tersebut harus menyebutkan, menjelaskan, merangkum, mengevaluasi secara objektif, dan memperjelas penelitian sebelumnya. 5 Adapun tinjauan kepustakaan mengenai skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Aspek
Secara umum, aspek merupakan pemunculan atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, dan sebagainya sebagai pertimbangan yang dilihat dari sudut pandang tertentu. Aspek yang akan dibahas adalah tentang keselamatan dan keamanan penerbangan sipil secara hukum internasional dan secara hukum nasional.6
2. Keselamatan dan Keamanan
Keselamatan merupakan suatu keadaan atau kondisi yang aman secara fisik ataupun psikis. Sedangkan keamanan merupakan suatu keadaan atau kondisi yang menggambarkan bebas dan terlindung dari bahaya atau gangguan.
3. Penerbangan Sipil
Penerbangan sipil merupakan salah satu dari dua kategori utama penerbangan, yang mewakili semua penerbangan non-militer baik swasta atau komersial. Penerbangan sipil mencakup dua kategori utama yakni transportasi
5 Rina Hayati, “Pengertian Tinjauan Pustaka, Manfaat, dan Cara Membuatnya”, https://penelitianilmiah.com/tinjauan-pustaka/, diakses pada tanggal 24 Juni 2020 pukul 21:05
6 Kamus Besar Bahasa Indonesia
Universitas Sumatera Utara 9
udara terjadwal (semua penerbangan penumpang dan kargo yang beroperasi pada rute terjadwal secara teratur) dan Penerbangan umum termasuk semua penerbangan sipil lainnya, pribadi atau komersial.
4. Hukum Internasional
Hukum Internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas.
Pada awalnya hukum internasional diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara. Namun dalam perkembangannya, pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional. Hukum internasional memiliki beberapa istilah yang sering disebut
International Law, The Law of Nation, Droit International, dan Hukum
Antarbangsa. Hukum Internasional dalam penerapannya dibagi menjadi dua, yaitu hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.7
Menurut pandangan klasik, hukum internasional merupakan sistem hukum yang mengatur negara-negara. Sedangkan menurut J. L. Brierly, hukum internasional adalah himpunan kaidah-kaidah dan asas-asas tindakan yang mengikat bagi negara-negara beradab dalam hubungan mereka satu sama lainnya.
Lalu, perbedaan hukum internasional publik dan hukum perdata internasional adalah sebagai berikut:
a. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara
(hubungan internasional) yang bukan bersfat perdata, antarnegara dengan
7 Heliarta, Mengenal Hukum Internasional, (Tangerang: Loka Aksara, 2009), hal.1
Universitas Sumatera Utara 10
negara, antara negara dengan subjek hukum lain bukan negara, atau subjek
hukum bukan negara satu sama lain.8
b. Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan perdata antara para pelaku hukum yang masing-
masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda.
Subjek hukum yang dimaksudkan dalam hukum internasional, yaitu:
1. Negara
2. Organisasi Internasional
3. Tahta Suci Vatikan
4. Palang Merah Internasional
5. Pemberontak
6. Individu
Sementara itu, sumber hukum internasional terdiri dari:
1. Sumber hukum materiil adalah apa yang menjadi dasar dari kekuatan
mengikat hukum internasional. Adapun sumber hukum internasional
dalam arti formal adalah di mana terdapatnya ketentuan-ketentuan hukum
internasional.9
2. Sumber hukum formil dapat dijumpai dalam Pasal 38 Mahkamah
Internasional, yang menyebutkan bahwa sumber hukum internasional
adalah:
8 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Binacipta, 1989), hal. 1
9 Sri Setianingsih Suwardi, Inti Sari Hukum Internasional Publik, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hal. 15
Universitas Sumatera Utara 11
a. Perjanjian-perjanjian internasional (international convention), baik
yang umum maupun khusus. Perjanjian internasional sangat
penting karena dari perjanjian internasional ini dapat diterima
sebagai hukum oleh masyarakat internasional dan dapat dilihat dari
tindakan masyarakat internasional terhadap suatu kebiasaan;
b. Kebiasaan Internasional (international custom), sebagai bukti
praktik umum yang diterima sebagai hukum;
c. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh negara-negara yang
beradab (general principles of law); dan
d. Tunduk pada ketentuan pasal 59, keputusan pengadilan dan
pendapat dari para ahli yang telah diakui oleh bangsa-bangsa di
dunia sebagai sumber hukum tambahan (judicial decision).
Ketentuan ini tidak akan mengurangi kekuatan pengadilan untuk memutuskan suatu kasus ex aquo et bono, jika ada pihak setuju untuk hal tersebut.
5. Implementasi
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan atau penerapan. Maka, implementasi yang dimaksudkan dalam penulisan skripsi ini adalah penerapan pemerintah terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan sipil berdasarkan hukum nasional.
6. Hukum Nasional
Hukum nasional adalah aturan hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam satu negara yang berdasarkan kepada Pancasila sebagai
Universitas Sumatera Utara 12
landasan hukum, Undang-Undang Dasar 1945, serta aturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Indonesia.
F. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi, penulis menggunakan metode penulisan normatif deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data sekunder. Dalam penelitian hukum yang normatif biasanya hanya dipergunakan sumber-sumber data sekunder saja, yaitu buku-buku, buku-buku harian, peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori- teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka. 10 Data-data yang digunakan berdasarkan: a. Bahan Hukum Primer (primary research/ authoriative records)11
Dalam penulisan skripsi ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah berdasaran aturan perundang-undangan nasional dan berdasarkan aturan hukum
Internasional. b. Bahan Hukum Sekunder (secondary research/ not authoriative research)12
Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah berdasarkan buku, jurnal, hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan pembahasan tersebut. c. Bahan Hukum Tersier (tertiary research)13
Dimana berdasarkan kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan penulisan skripsi ini.
10Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 13
11Bambang Sunggono, Metodologi Peneltian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 113-114
12Ibid.
13Ibid.
Universitas Sumatera Utara 13
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima) bab terkait pembahasan dalam skripsi ini. Adapun beberapa sistematika penulisan yang akan dibahas antara lain:
BAB I: PENDAHULUAN, dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar
belakang tentang judul tersebut. Lalu dijelaskannya beberapa
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, dan
sistematika penulisan.
BAB II: REGULASI INTERNASIONAL TENTANG PENERBANGAN
SIPIL, dalam bab ini akan menjelaskan pengertian penerbangan
sipil, sejarah penerbangan sipil, aturan hukum internasional
tentang penerbangan sipil, dan organisasi internasional di bidang
penerbangan sipil.
BAB III: ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN
PENERBANGAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL, dalam
bab ini akan menjelaskan tentang pengertian keselamatan dan
keamanan penerbangan, aturan hukum mengenai keselamatan dan
keamanan penerbangan, dan peran ICAO (International Civil
Aviation Organization) dalam perlindungan terhadap keselamata
dan kemananan penerbangan.
Universitas Sumatera Utara 14
BAB IV: IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KEAMANAN
PENERBANGAN DI INDONESIA, dalam bab ini akan
menjelaskan sejarah perkembangan penerbangan sipil di
Indonesia, aturan hukum Indonesia mengenai penerbangan sipil,
status penerbangan sipil Indonesia dalam lingkup internasional,
tanggung jawab Aviation Security (AVSEC) dalam perlindungan
keselamatan dan keamanan penerbangan sipil, dan ditutup dengan
kasus pelanggaran keselamatan dan keamanan oleh maskapai
penerbangan Indonesia.
BAB V: PENUTUP, dimana dalam bab ini terdiri dari kesimpulan
beberapa pembahasan di bab sebelumnya yang telah dipaparkan
dan penulis juga menuangkan beberapa saran terhadap akhir
penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara 15
BAB II
REGULASI INTERNASIONAL TENTANG PENERBANGAN SIPIL
A. Pengertian Penerbangan Sipil
Dewasa ini, penerbangan digolongkan dalam dua kategori dasar yaitu penerbangan militer dan penerbangan sipil. Selanjutnya, penerbangan sipil di kelompokkan menjadi dua kategori pula, kategori pertama ialah kegiatan penerbangan yang dikelola oleh perusahaan penerbangan (airlines) dan kategori kedua meliputi semua kegiatan penerbangan lainnya, yang dikelompokkan dalam penerbangan umum (general aviation).14
Dalam Pasal 30 Konvensi Paris 1919 terbagi menjadi 2 (dua) pengertian yaitu pesawat udara negara (state aircraft) dan pesawat udara sipil (civil aircraft).
Pesawat udara negara adalah pesawat udara yang digunakan oleh militer yang semata-mata untuk pelayanan public (public services) seperti pesawat udara polisi dan bea cukai, sedangkan pesawat udara sipil adalah pesawat udara selain pesawat udara negara. Dalam Pasal 32 Konvensi Paris 1919, pesawat udara negara tidak mempunyai hak untuk melakukan penerbangan di atas wilayah negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil di waktu damai dapat melakukan penerbangan lintas damai (innocent passage) di atas wilayah negara anggota lainnya.
14 Achmad Moegandi, Mengenal Dunia Penerbangan Sipil, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 48
Universitas Sumatera Utara 16
Pengertian penerbangan sipil juga diatur dalam Pasal 3 Konvensi Chicago
1944 yaitu penerbangan sipil merupakan pesawat udara yang memiliki hak dalam melakukan penerbangan di atas wilayah udara negara lain sesuai kontrak atau persyaratan yang memiliki tanda pendaftaran dan kebangsaan (registration mark and nationality) pada pesawat udara. Serta negara-negara yang berkontrak juga berjanji dalam mengeluarkan peraturan untuk pesawat yaitu memperhatikan keselamatan navigasi penerbangan sipil.
Dari pengertian di atas, penulis memaparkan bahwa definisi dari penerbangan sipil adalah pengangkutan udara secara komersial yang mengantarkan ke satu wilayah ke wilayah lain secara terjadwal yang mengangkut penumpang dan barang bawaan dalam beban yang tergolong kecil (bagasi) atau barang bawaan dalam beban yang tergolong dalam kategori berat (kargo).
B. Sejarah Penerbangan Sipil
Dalam abad ke-19, Sir George Caley meupakan seorang perintis dalam dunia penerbangan, yang memahami benar berbagai persyaratan utama yang harus dipenuhi bagi penerbangan pesawat. Beliau juga menyadari akan keperluan pesawat itu dapat terbang dengan stabil, dan menemukan prinsip dihedral, atau pengaturan tata-letak sayap-pesawat.15 Prinsip ini hingga kini masih berlaku untuk segala pesawat, dari pesawat luncur (glider) sampai pesawat komersial yang digunakan sekarang.16
15 Dihedral adalah sayap yang mempunyai bentuk v terhadap bidang horizontal, umumnya dengan sudut dihedral lebih besar akan membuat pesawat lebih stabil. (Lihat dari web https://wikiwand.com/id/Istilah_pesawat_terbang/, Diakses pada tanggal 23 Juli 2020 pukul 11:25 WIB)
16 Achmad Moegandi, op.cit., hal. 40
Universitas Sumatera Utara 17
Abad ke-19 juga diwarnai dengan perhatian yang sangat besar pada penerbangan tak bermesin atau terbang luncur. Otto Lilienthal (1846 – 1896) merupakan salah satu tokoh yang menonjol dimana berkali-kali melakukan terbang luncur dengan berhasil, sebelum menemui ajalnya dalam kecelakaan pesawat yang diterbangkannya.17
Penerbangan yang pertama kali dengan menggunakan mesin dilakukan pada tanggal 17 Desember 1903 di Amerika oleh Wright Bersaudara, Orville Wright dan saudaranya Wilbur. Mereka berhasil membuat pesawat terbang dilengkapi mesin kecil dengan bahan bakar minyak. Untuk tinggal landas, pesawat tersebut ditarik oleh mobil, dan berhasil mengudara hanya kira-kira 12 detik. Dalam beberapa percobaan yang dilakukan kemudian, pesawat dapat mengudara selama kurang lebih satu menit dan terbang sejauh 300 meter.18
Perkembangan penerbangan sipil juga dipengaruhi oleh balon udara panas dan zeppelin. Zeppelin boleh disebut sebagai pesawat penumpang karena mampu mengangkut penumpang dan dapat dikendalikan selayaknya pesawat terbang. Ia pertama kali digunakan sebagai pesawat penumpang pada 1909 oleh maskapai penerbangan pertama, Deutsche Luftschiffarts-AG (DELAG) dari Jerman.
Hindenburg, salah satu pesawat Zeppelin, dilengkapi dengan kabin kamar, ruang cafetaria yang dilengkapi dengan piano, dan sarana lain yang menunjang kenyamanan penumpang meskipun tarif yang dikenakan sangat mahal. Sangat disayangkan, kecelakaan Hindenburg pada tahun 1937 menjadi penanda era
17 Ibid.
18 Ibid.
Universitas Sumatera Utara 18
berakhirnya sejarah penerbangan Zeppelin. Larangan untuk Jerman mengembangkan industri pesawat militernya rupanya tidak diikuti pembatasan terhadap penerbangan sipil, sehingga dalam waktu singkat muncul pesawat- pesawat sipil yang diproduksi, seperti tipe Junker, serta berdirinya perusahaan penerbangan Lufthansa, yang diikuti dengan perusahaan penerbangan yang lain yakni KLM (yang tertua di dunia) dan lain-lain dari berbagai negara di Eropa maupun Amerika.19
Selama Perang Dunia II, pola penerbangan sipil berubah dengan cepat. Dimana negara yang diduduki oleh musuh, maka perusahaan penerbangan lokal menghentikan operasinya. Di negara yang melibatkan dirinya di dalam perang tetapi belum diduduki oleh musuh, biasanya pesawat udara sipil dikerahkan untuk dijadikan transport militer.20
Walapun masih akan terjadi pertempuran hebat, namun dalam musim semi tahun 1944, Sekutu berkeyakinan bahwa Perang Dunia II akan berakhir dengan kemenangan di pihaknya. Karena itu negara-negara sekutu mulai merencanakan perorganisasian penerbangan sipil internasional. Amerika Serikat setuju untuk mensponsori konferensi di Chicago, Amerika Serikat dalam bulan November
1944. Konferensi ini akan merumuskan standar baik di bidang teknik maupun di bidang ekonomi, dan mendirikan institusi yang diperlukan untuk mengoperasionalkannya dan memeliharanya. Lima puluh empat (54) negara hadir dalam Konvensi Chicago tersebut. Walaupun konferensi tidak mencapai semua
19 Shabara Wicaksono, Sejarah Penerbangan Komersial Dunia, https://phinemo.com/sejarah- penerbangan-komersial-dunia/, diakses pada tanggal 23 Juli 2020, pukul 21:26 WIB.
20 Achmad Moegandi, op.cit., hal. 110-111
Universitas Sumatera Utara 19
hal yang diharapkan, namun konferensi tersebut telah menjadi dasar bagi pendirian Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau International Civil
Aviation Organization (ICAO) pada tahun 1947. ICAO kemudian menjadi suatu badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).21
Setelah Perang Dunia II berakhir, beberapa perusahaan penerbangan memulai kegiatan penerbangannya lagi. Maskapai baru didirikan di berbagai negara di dunia dengan bermodalkan pesawat-pesawat angkut militer yang tidak terpakai dan mengubah pesawat tersebut menjadi pesawat pengangkut penumpang sipil.
Lapangan terbang yang telah dibangun dalam perang dunia itu, serta tersedianya berbagai instalasi teknik dan sistem penunjang lainnya yang bisa langsung di manfaatkan, telah sangat membantu kelancaran operasi penerbangan yang di rencanakan itu.22 Hingga saat ini, penerbangan sipil merupakan transportasi yang diperlukan seluruh dunia dan terus berkembang.
C. Aturan Hukum Internasional Tentang Penerbangan Sipil
Aturan hukum internasional mengenai penerbangan sipil diatur dalam
Konvensi Chicago 1944 yang ditandatangani pada 7 Desember 1944 dengan 50 negara turut menandatangani konvensi tersebut dan berlaku pada 4 April 1947 setelah sejumlah ratifikasi yang dilakukan telah terpenuhi. Tujuan Konvensi
Chicago terdapat dalam pembukaan Konvensi yang menjelaskan bahwa pertumbuhan penerbangan sipil yang akan datang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan persahabatan, memelihara perdamaian dan saling mengerti
21 Ibid., hal. 114-115
22 Ibid., hal. 130
Universitas Sumatera Utara 20
antarbangsa, saling mengunjungi masyarakat dunia dan dapat mencegah dua kali perang dunia yang sangat mengerikan, dapat mencegah friksi dan dapat digunakan untuk kerja sama antarbangsa yang dapat memelihara perdamaian dunia. Karena itu, negara-negara peserta Konferensi sepakat mengatur prinsip-prinsip dasar penerbangan sipil internasional, menumbuh kembangkan penerbangan sipil yang aman, lancar, teratur, dan memberi kesempatan yang sama kepada negara anggota untuk menyelenggarakan angkutan udara internasional dan mencegah adanya persaingan yang tidak sehat. 23 Adapun 3 perjanjian yang dilekatkan terhadap konvensi tersebut, yaitu:24
1. International Services Transit Agreement atau Transit Agreement (dikenal
juga sebagai Two Freedoms Agreement);
2. International Air Transport Agreement atau Transport Agreement (juga
dikenal sebagai Five-Freedoms Agreement); dan
3. Standard Form of Agreement for Provisional Air Routes.
International Services Transit Agreement atau Transit Agreement (IASTA) merupakan suatu perjanjian Internasional yang bersifat multilateral mempertukarkan hak-hak penerbangan (five freedom of the air) yang sering dipertukarkan dalam perjanjian angkatan udara Internasional yang terdiri dari:
1. Hak-hak kebebasan udara tersebut merupakan kebebasan udara ke-1, yaitu
hak untuk terbang melintasi (over fly) negara lain tanpa melakukan
pendaratan; dan
23 H.K Martono dan Amad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2016), hal. 56-57
24 E. Saefullah Wiradipraja, Pengantar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Bandung: PT. Alumni, 2014), hal. 122
Universitas Sumatera Utara 21
2. Hak kebebasan udara ke-2, yaitu hak untuk melakukan pendaratan di
negara lain untuk keperluan operasional (terchnical landing) dan tidak
berhak untuk mengambil dan/atau menurunkan penumpang dan/atau kargo
secara komersial.
IASTA dari aspek komersial tidak banyak artinya, karena itu bnayak negara- negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional yang menjadi peserta
IASTA. Sampai dengan Juni 2005, sebanyak 121 negara anggota IASTA dari 188 negara anggota Organisasi Penerbangan Internasional. Indonesia tidak menjadi anggota IASTA karena Indonesia menyadari bahwa kebebasan udara ke-1 (first freedom of the air) mempunyai arti ekonomi yang sangat berarti.25
Dalam International Air Transport Agreement atau Transport Agreement
(IATA) merupakan suatu perjanjian internasional secara multilateral yang mempertukarkan hak-hak kebebasan udara masing-masing udara ke 1, 2, 3, 4, dan ke-5.
1. Kebebasan udara ke-3, yaitu hak untuk mengangkut penumpang, barang,
dan pos secara komersial dari negara pendaftar pesawat udara ke negara
pihak yang berjanji lainnya.
2. Kebebasan udara ke-4, yaitu hak untuk mengangkut penumpang, kargo
dan pos secara komersial dari atau ke negara ketiga di luar negara yang
berjanji. Kebebasan udara tersebut biasanya dipertukarkan dalam
perjanjian bilateral angkutan udara timbal balik (bilateral air transport
agreement).
25 H.K Martono dan Amad Sudiro, op.cit., hal. 61-62
Universitas Sumatera Utara 22
3. Kebebasan udara ke-5, yaitu pengangkutan penumpang, kargo dan pos
secara komersial dari atau ke negara ketiga di luar negara yang berjanji.
Secara teoritis terdapat delapan kebebasan udara (eight freedom of the air), namun demikian dalam praktik hanya terdapat lima hak kebebasan udara (five freedom of the air).
1. Kebebasan udara ke-6 yaitu pegangkatan penumpang, barang maupun pos
secara komersial dari negara ketiga melewati negara tempat pesawat udara
di daftarkan, kemudian diangkut kembali ke negara tujuan.
2. Kebebasan udara ke-7 yaitu pengangkutan penumpang, barang maupun
pos secara komersial semata-mata di luar negara yang mengadakan
perjanjian.
3. Kebebasan udara ke-8 yaitu pengangkutan penumpang, barang, dan pos
secara komersial dari satu tempat lain dalam suatu wilayah negara
berdaulat yang biasa disebut cabotage.26
Berbeda dengan IASTA, dari aspek ekonomi IATA mempunyai arti yang sangat signifikan, karena itu tidak banyak negara anggota Organisasi Penerbangan
Sipil Internasional yang ikut menjadi peserta IATA, bahkan Amerika Serikat yang semula menjadi peserta IATA ternyata secara tegas mengundurkan diri keanggotaannya pada IATA. Sampai Juni 2005 hanya 11 negara peserta IATA dari 188 negara anggota Organisasi Penerbangan Internasional termasuk juga
Indonesia yang tidak menjadi anggota IATA.27
26 Cabotage adalah hak prerogatif negara berdaulat umtuk menentukan transportasi dalam negeri guna kemanfaatan perusahan penerbangan nasional.
27 H.K Martono dan Amad Sudiro, op.cit., hal. 63
Universitas Sumatera Utara 23
Prinsip-prinsip umum (general principle) dalam Konvensi Chicago 1944 salah satunya adalah seluruh negara di dunia harus berpartisipasi di bidang transportasi udara dalam posisi yang setara. Kesetaraan dalam beraktivitas di bidang transportasi udara menjadi inti dari dibentuknya Konvensi ini. Seperti juga dijelaskan dalam mukadimah (preamble) dari Konvensi ini bahwa pembentukan
Konvensi ini sangat penting untuk meningkatkan pengembangan industri penerbangan sipil internasional karena tanpa pengaturan dari Konvensi ini, perkembangan industri penerbangan sipil internasional tidak akan berjalan ke arah yang positif.28
Selanjutnya dalam mukadimah tersebut dijelaskan bahwa pertumbuhan penerbangan sipil yang akan datang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan persahabatan, memelihara perdamaian dan saling mengerti antarbangsa, saling mengunjungi masyarakat dunia dan dapat mencegah dua kali perang dunia yang sangat mengerikan, dapat mencegah friksi dan dapat digunakan untuk kerja sama antarbangsa yang dapat memelihara perdamaian dunia. Karena itu, negara-negara peserta Konferensi sepakat mengatur prinsip-prinsip dasar penerbangan sipil internasional, menumbuh kembangkan penerbangan sipil yang aman, lancar, teratur, dan memberi kesempatan yang sama kepada negara anggota untuk menyelenggarakan angkutan udara internasional dan mencegah adanya persaingan tidak sehat.29
28 Ni Putu Anggraeni, Jurnal: “International Law Making, Convention on International Civil Aviation”. Indonesia Journal of International Law. Volume 6 Nomor 4, Juli 2009, hal. 565
29 H.K Martono dan Amad Sudiro, op. cit., hal. 56-57
Universitas Sumatera Utara 24
Prinsip-prinsip lainnya yang diatur dalam Konvensi Chicago yaitu antara lain:30
1. Sovereignity atau Kedaulatan (Pasal 1)
Bahwa setiap negara memiliki kekuasaan yang penuh dan eksklusif atas wilayah udara yang berada di atas wilayah negaranya.
2. Territory atau Wilayah Negara (Pasal 2)
Wilayah kekuasaan suatu negara adalah wilayah daratan dan lautan yang berbatasan dengan yang berada di bawah kedaulatan, perlindungan atau mandat dari negara tersebut.
3. Civil and State Aircraft atau Pesawat Sipil dan Negara (Pasal 3)
a. Bahwa berlaku bagi pesawat terbang sipil dan tidak berlaku bagi pesawat
terbang untuk pemerintah negara;
b. Pesawat yang digunakan untuk keperluan militer, pabean dan kepolisian
dianggap sebagai milik pemerintah;
c. Tidak ada pesawat terbang milik pemerintah suatu negara yang boleh
melewati wilayah udara negara lain atau mendarat di negara tersebut tanpa
izin melalui perjanjian khusus atau sebaliknya, dan dilaksanakan sesuai
prosedur yang diperjanjikan;
d. Negara-negara peserta berusaha, ketika membuat peraturan mengenai
penerbangan sipil, membuat peraturan yang mengutamakan keselamatan
navigasi dari penerbangan sipil.
4. Missuse of Civil Aviation atau Penyalahgunaan Penerbangan Sipil (Pasal 4)
30 Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944)
Universitas Sumatera Utara 25
Negara-negara peserta setuju untuk tidak menggunakan penerbangan sipil untuk tujuan yang tidak sesuai dengan yang tertera dalam Konvensi ini.
D. Organisasi Internasional di Bidang Penerbangan Sipil
1. CINA/ICAN (Commision Internationale de a Navigation Aerienne –
International Commision for Air Navigation)31
Dibentuk berdasarkan pasal 34 Konvensi Paris 1919 yang bertugas melaksanakan fungsi legislatif, administratif, dan yudikatif yang berkaitan dengan masalah-masalah yang termasuk di dalam Konvensi Paris. Tugas CINA/ICAN yaitu membuat peraturan mengenai kewenangan terutama berkaitan dengan masalah-masalah teknis. Fungsi lainnya yang dinyatakan dalam pasal 34 adalah menjadi forum perundingan dan pusat publikasi informasi tentang penerbangan, dan memberikan nasihat tentang berbagai masalah yang disampaikan oleh negara- negara peserta. Bedasarkan pasal 34 ini status CINA/ICAN merupakan badan tetap dibawah Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations). Keanggotaan
CINA/ICAN terdiri dari 5 negara yaitu Amerika Serikat, Prancis, Italia, Jepang, dan Inggris. Amerika Serikat, Prancis, Italia, Jepang masing-masing memiliki hak untuk dua perwakilan, sedangkan Inggris dibagi menjadi Inggris sendiri ditambah dominion-dominion dan India (dihitung satu perwakilan).
31 Diederiks-Verschoor, I.H.Ph., An Introduction to Air Law, Eight Revised Edition, (The Netherlands: Kluwer Law International, 2006), hal.5
Universitas Sumatera Utara 26
CINA/ICAN mempersiapkan untuk pembubaran organisasi yang harus selesai pada tanggal 31 Desember 1947. Semua asetnya harus dipindahkan ke ICAO yang didirikan berdasarkan Konvensi Chicago.32
2. CITEJA (The Comité International Technique d’Experts Juridiques
Aériens)33
The Comité International Technique d’Experts Juridiques Aériens (CITEJA) dibuat berdasarkan rekomendasi yang diadopsi pada Konferensi Internasional
Pertama tentang Hukum Udara Privat, yang diadakan di Paris pada tahun 1925, untuk mengembangkan kode hukum udara internasional swasta melalui persiapan rancangan konvensi internasional untuk adopsi akhir pada konferensi internasional berkala mengenai hukum udara pribadi. Empat Konferensi
Internasional tentang Hukum Udara Privat diadakan sampai perang mengganggu pekerjaan CITEJA dan penyatuan lebih lanjut hukum udara pribadi.
Sesuai dengan rekomendasi yang dibuat oleh para delegasi pada
Konferensi Chicago yang diadakan pada tahun 1944 sehubungan dengan dimulainya kembali pekerjaan CITEJA dan keinginan untuk mengoordinasikan kegiatan CITEJA dengan organisasi-organisasi tersebut dalam bidang hukum internasional publik, Pleno ke-14 Sesi CITEJA, yaitu sesi pertama yang diadakan
32 Shawcross and Beaumont, Air Law, (London: Butterworths, 1982), hal. 98-99
33 Ibid., hal.99
Universitas Sumatera Utara 27
sejak pecahnya perang, diadakan di Paris dari 22 hingga 29 Januari 1946, 32 (tiga puluh dua) negara diwakili pada sesi itu. Ini mengadopsi beberapa resolusi dengan mempertimbangkan pembentukan Penerbangan Sipil Internasional Sementara
(PICAO) pada tahun 1945, dan secara prinsip menyetujui untuk menjadi penghubung dan kerja sama dengan PICAO dan untuk mengirimkan kepada
Dewan PICAO rancangan tentang konvensi hukum udara internasional. Namun,
CITEJA ingin tetap dengan sekretariatnya sendiri, anggaran tahunan, aturan prosedur, dan Negara pihak pada Persetujuan.
Majelis Sementara PICAO ke-1, yang diadakan di Montreal dari 21 Mei hingga 7 Juni 1946, mengadopsi Resolusi 31 yang meramalkan pembentukan
Komite Permanen tentang Hukum Udara Internasional (yaitu Komite Hukum) setelah pembentukan ICAO. CITEJA sepenuhnya setuju dengan pandangan
Majelis PICAO dan mengadakan rapat kerja terakhirnya (yaitu Sidang Paripurna ke-15) di Kairo dari 14 hingga 19 November 1946, di mana Komite merekomendasikan Hukum Udara Internasional dibentuk di ICAO. Sesi 1 Majelis
ICAO, yang diadakan di Montreal dari 6 hingga 27 Mei 1947, mengadopsi
Resolusi A1-46 yang membentuk Komite Hukum sebagai badan permanen
Organisasi yang menggantikan CITEJA. Pada saat yang sama Majelis 1, CITEJA mengadakan pertemuan terakhirnya dan memutuskan pembubarannya. Maka,
Komite Hukum permanen dibentuk pada 23 Mei 1947 tetapi beroperasi sebagian besar di bawah arahan Dewan dan tugasnya agak mudah yaitu untuk mempelajari masalah hukum yang dirujuk oleh Dewan. Itu terdiri dari para ahli hukum yang
Universitas Sumatera Utara 28
ditunjuk oleh Negara-negara Anggota. Komite Hukum mengadakan sesi penuh pertama di Brussels dari 10 hingga 25 September 1947.
Setiap rancangan konvensi yang dianggap oleh Komite Hukum siap untuk di presentasikan kepada Negara sebagai rancangan akhir akan dikirim ke Dewan
ICAO. Draf semacam itu, setelah komentar dan diedarkan ke Negara-negara, dianggap dengan pandangan persetujuan oleh Konferensi Diplomatik atau
Konferensi Internasional tentang Hukum Udara. Instrumen hukum yang dihasilkan kemudian terbuka untuk penandatanganan pada penutupan konferensi tersebut. ICAO telah sangat produktif dalam pembuatan hukum internasional dan
Komite Hukum sejak 1947 telah menyiapkan banyak rancangan yang mengarah pada adopsi instrumen udara.
Sejak 1947, Komite Hukum telah mempertimbangkan pertanyaan- pertanyaan tentang hukum udara internasional swasta dan publik. Konstitusinya telah sedikit diubah sejak 1947, dan sesi tahunannya jarang bertepatan dengan pertemuan Majelis ICAO. Komite Hukum, bersama dengan Komisi Navigasi
Udara dan Komite Transportasi Udara menjadi komite permanen pusat ICAO.34
3. CAPA (la Commission Americaine Permanente d’Aeronautique –
Permanent American Aeronautical Commission).
Konvensi Havana (Pan-American) 1928 tidak ada ketentuan tentang pembentukan organisasi seperti ICAN, CIPDA, atau CITEJA. Namun pada 1937
“Inter-American Technical Aviation Conference” menyelenggarakan pertemuan
34 The Postal History of ICAO, “The first years of the Legal Committee” https://applications.icao.int/postalhistory/the_first_years_of_the_legal_committee.htm,diakses pada 18 Juni 2020
Universitas Sumatera Utara 29
pertama di Lima, Peru dan memutuskan membentuk “Permanent American
Aeronautical Commission (CAPA)”, yang bertugas membuat sebuah piagam
(charter). Komisi diisi oleh para delegasi yang ditunjuk pemerintah, diutamakan para ahli hukum dan ahli penerbangan, yang berfungsi umumnya merupakan gabungan antara ICAN dan CIPDA.
4. PICAO (Provisional International Civil Aviation Organization)
Dalam Konvensi Chicago 1944, adanya kesepakatan untuk membentuk
Organisasi Penerbangan Internasional Sementara (Provisional International Civil
Aviation Organization) sebagai persiapan pembentukan Organisasi Penerbangan
Sipil Internasional yang berwibawa. Organisasi ini dibentuk berdasarkan
Perjanjian Chicago Sementara (Chicago Interim Agreement) untuk mengisi jangka waktu sampai Konvensi Chicago berlaku (come into force) pada tanggal 4 April
1947, yang kemudian berhenti, pada saat semua catatan dan harta kekayaan dipindahkan ke ICAO.35
5. ICAO (The International Civil Aviation Organization)
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional ini berdiri pada tahun 1947 dan setelah Konvensi Chicago mulai berlaku dan organisasi tersebut menjadi badan khusus (Specialized Agency) Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 13 Mei
1947. ICAO dibentuk dalam rangka untuk mengembangkan prinsip-prinsip serta
35 Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 7 Chicago Interim Agreement
Universitas Sumatera Utara 30
teknik-teknik navigasi udara secara internasional. Selain itu tujuan lain adalah untuk membina perencanaan dan perkembangan angkutan udara dalam ruang lingkup internasional. Kepentingan serta tujuan utama ICAO adalah Keamanan &
Keselamatan, Efisiensi dan Keteraturan (Security & Safety, Efficiency, Regularity).
Dengan tujuan tersebut, ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan ICAO selaku organisasi penerbangan internasional. Seperti menyiapkan peraturan penerbangan sipil internasional, melakukan distribusi juga melakukan pemantauan dan melakukan evaluasi penerapannya.36
Struktur ICAO tersusun dari Majelis (Assembly), sebuah Dewan (Council), dan badan-badan penting lainnya yang dianggap perlu seperti Komisi Navigasi
Penerbangan (Air Navigation Commission), Komite Hukum (Legal Committee), dan Komite Angkatan Udara (Air Transport Committe). Berikut penjelasan dari struktur ICAO, yaitu: a) Majelis (General Assembly)
Menurut Pasal 48, Majelis melakukan pertemuan minimum sekali dalam tiga tahun yang diselenggarakan oleh Dewan (Council) pada waktu dan tempat yang sesuai. Namun, untuk sidang umum luar biasa (extra general assembly atau extraordinary meeting) dapat dilangsungkan setiap saat oleh Dewan atas panggilan Dewan atau atas permintaan sepuluh negara atau paling sedikit seperlima (1/5) anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional yangditujukan kepada Sekretaris Jendral Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Seluruh
36 Anonim, Penerbangan Indonesia Raih Skor Keamanan Tertinggi ICAO (International Civil Aviation Organization), https://www.tiket2.com/blog/penerbangan-indonesia-raih-skor-keamanan-tertinggi- icao-international-civil-aviation-organization/, diakses pada tanggal 28 Juni 2020 pukul 00:41 WIB
Universitas Sumatera Utara 31
anggota mempunyai hak yang sama untuk diwakili dalam Majelis dan setiap negara memiliki satu suara, namun setiap delegasi yang hadir dalam sidang umum dapat dibantu oleh penasihat teknis dan operasional yang ikut serta dalam delegasi tetapi mereka tidak berhak mempunyai suara kecuali pungutan suara dilakukan secara quorum.37 Fungsi Majelis dijelaskan pada pasal 49 Konvensi yang antara lain berkewajiban meneliti laporan-laporan Dewan, memilih anggota yang akan duduk dalam Dewan, dan mengawasi anggaran organisasi. b) Dewan (Council)
Dewan adalah badan permanen Organisasi yang bertanggung jawab kepada
Majelis yang terdiri dari 36 negara anggota yang dipilih oleh Majelis untuk masa jabatan tiga tahun. Dalam pemilihan, perwakilan yang memadai diberikan kepada negara-negara yang paling penting dalam transportasi udara, negara-negara yang tidak termasuk tetapi sebaliknya yang memberikan kontribusi terbesar pada penyediaan fasilitas untuk navigasi udara sipil internasional dan negara-negara yang tidak termasuk yang penunjukannya akan memastikan bahwa semua geografis utama wilayah dunia diwakili dalan Dewan.38
Beberapa tujuan serta sasaran yang hendak dicapai oleh International Civil
Aviation Organization (ICAO) digariskan dalam Pasal 44 Konvensi Chicago 1944 yang terdiri dari:
1. Menjamin pertumbuhan yang teratur dan aman bagi penerbangan sipil
internasioal di seluruh dunia.
37 Quorum adalah jumlah minimum anggota yang harus hadir dalam rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan.
38 ICAO, The ICAO Council, https://www.icao.int/about-icao/Council/Pages/council.aspx, diakses pada tanggal 28 Juni 2020 pukul 23:35 WIB
Universitas Sumatera Utara 32
2. Mendorong agar perekayasaan pembuatan pesawat terbang serta
pengoperasiannya dimaksudkan untuk tujuan damai.
3. Mendorong pembangunan dan pengembangan jalur-jalur penerbangan,
bandara, dan fasilitas navigasi udara bagi penggunaan penerbangan sipil
internasional.
4. Memenuhi kebutuhan rakyat dunia di dalam pelayanan angkutan udara
yang dapat diandalkan keamanan, keselamatan, keteraturan, efisiensi, dan
ekonomis.
5. Mencegah pemborosan ekonomi yang disebabkan oleh persaingan yang
tidak sehat.
6. Menjamin kehormatan secara penuh hak dari negara anggota dan bahwa
tiap negara anggota diberi kesempatan yang wajar untuk mengoperasikan
perusahaan penerbangan internasional.
7. Mencegah adanya diskriminasi di antara negara-negara anggota.
8. Mendorong di bangunnya fasilitas bantuan navigasi udara secara
internasional bagi keselamatan penerbangan.
9. Secara umum, mendorong pembangunan dan pengembangan semua aspek
dari penerbangan sipil internasional.
Sejak tahun 1947 ICAO juga dibantu oleh sebuah komite hukum (legal committee) permanen. Selain komite hukum, ICAO juga memiliki komite-komite khusus yang terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara 33
1. the Air Navigation Commission. Terdiri dari 15 orang anggota yang
diangkat oleh Dewan atau Majelis dari nominasi yang diterima dari negara
anggota.
2. the Air Transport Committee. Terdiri dari anggota yang diangkat oleh
Dewan dari wakil negara yang duduk dalam Dewan.
3. Legal Committee. Dibentuk sesuai dengan Resolusi Sidang A1-46 dan
terbuka bagi keanggotaan semua negara-negara.
4. the Committee on Joint Support of Air Navigation Services. Terdiri dari
tidak lebih dari 11 atau kurang dari 9 anggota yang dipilih oleh Dewan
dari wakil-wakil negara anggota yang duduk dalam Dewan.
5. Personnel Committee. Terdiri dari tidak lebih dari 15 dan tidak kurang dari
13 anggota yang dipilih oleh Dewan dari wakil negara anggota yang
duduk dalam Dewan.
6. the Finance Committee. Terdiri dari tidak lebih dari 13 dan tidak kurang
dari 9 anggota yang dipilih oleh Dewan dari wakil negara anggota yang
duduk dalam Dewan.
7. the Committee on Unlawful Interference with International Civil Aviation
and its Facilities. Terdiri dari 15 anggota yang dipilih oleh Dewan dari
wakil negara anggota yang duduk dalam Dewan.
The Air Navigation Commission mewakili unsur-unsur teknis dari ICAO.
Berdasarkan Pasal 56 Konvensi Chicago 1944, para anggota dari komisi ini “shall have suitable qualifications and experience in the science and practice of aeronautics” yang memiliki arti bahwa anggota dari komisi harus memiliki
Universitas Sumatera Utara 34
kualifikasi dan pengalaman yang sesuai dalam sains dan praktik aeronautika.39
Komisi juga bertanggung jawab dalam perancangan (drafting) dan perubahan dalam Annex Konvensi (Pasal 57).
Dewan memiliki dua macam fungsi yaitu fungsi mandatory dan fungsi permissive. Fungsi mandatory, yaitu:
1. menyerahkan laporan kepada sidang umum;
2. melakukan pengarahan sidang umum dan tugas serta fungsi yang
ditetapkan dalam Konvensi Chicago 1944;
3. menentukan prosedur dan organisasinya;
4. menunjuk dan menentukan tugas Komite Angkatan Udara yang dipilih
dari wakil-wakil Dewan serta bertanggung jawab kepada Dewan;
5. membentuk Komisi Navigasi Penerbangan beserta tugas yang
dibebankan;
6. administrasi keuangan;
7. menentukan honorarium Presiden Dewan;
8. menunjuk petugas eksekutif yang akan diperbantukan oleh Sekretaris
Jenderal dan membuat ketentuan-ketentuan untuk penunjukan
personel yang diperlukan;
9. meminta, mengumpulkan, memeriksa dan mempublikasikan informasi
mengenai perkembangan navigasi penerbangan dan pelayanan
transportasi udara internasional termasuk informasi mengenai biaya
39Aeronautika merupakan ilmu yang terlibat dalam pengkajian, perancangan dan pembuatan mesin- mesin berkemampuan terbang, atau teknik-teknik pengoperasian pesawat terbang dan roket di atmosfer.
Universitas Sumatera Utara 35
operasi dan terutama subsidi yang harus dibayar oleh perusahaan
penerbangan dari masyarakat;
10. melaporkan negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional setiap terjadi pelanggaran Konvensi Chicago 1944,
kegagalan mematuhi rekomendasi yang ditentukan oleh Dewan;
11. melaporkan kepada Majelis setiap terjadi pelanggaran terhadap
Konvensi Chicago 1944 bilamana negara anggota tidak mengambil
langkah-langkah yang diperlukan dalam waktu yang wajar setelah
terjadi pelanggaran;
12. mengesahkan ketentuan-ketentuan yang bersifat standar dan
rekomendasi yang diatur dalam Annexes (lampiran) dan memberi
tahu kepada semua negara anggota mempertimbangkan rekomendasi
komisi navigasi penerbangan untuk perubahan Annexes dan
mempertimbangkan semua yang diajukan oleh negara anggota
tersebut.
Untuk fungsi permissive, yaitu sebagai berikut:
1. bilamana perlu Dewan mendelegasikan kepada Komisi Navigsi
Penerbangan tugas-tugas tambahan yang diatur di dalam Konvensi
Chicago 1944;
2. melakukan penelitian pada semua aspek transportasi udara dan
navigasi penerbangan internasional yang sangat penting;
Universitas Sumatera Utara 36
3. menghubungi negara anggota dan tukar menukar informasi antarnegara
anggota mengenai transportasi udara dan navigasi penerbangan
internasional;
4. studi setiap masalah yang berkaitan dengan organisasi dan operasi
transportasi udara internasional pada rute utama dan menyerahkan
kepada Majelis yang direncanakan;
5. investigasi atas permintaan negara anggota setiap situasi hambatan
yang muncul dalam perkembangan navigasi penerbangan
internasional serta isu-isu penting yang ada.40 c) Komite Hukum (Legal Committee)
Komite Hukum ICAO memiliki tugas mempelajari dan menyiapkan rancangan
Konvensi, yang diserahkan kepada sidang umum atau majelis untuk memperoleh persetujuan. Pada tahap berikutnya Konvensi tersebut wajib disetujui oleh suatu
Konferensi Diplomatik. e) Anggota Asli (Original Member)
Keanggotaan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional terdiri atas tiga macam, masing-masing keanggotaan asli (original member), keanggotaan penerimaan berdasarkan penundukan diri (adherence), dan penerimaan negara- negara lainnya. Untuk keanggotaan asli dilakukan oleh negara penanda tangan sebelum maupun sesudah konvensi berlaku dengan cara menyerahakan instrumen ratifikasi kepada pemerintah Amerika Serikat yang akan memberitahukan kepada negara-negara yang meratifikasi dan pengangkutan. Setelah dua puluh enam
40 H.K Martono dan Amad Sudiro, op. cit., hal. 118-119
Universitas Sumatera Utara 37
negara penandatangan menyerahkan instrumen ratifikasi akan berlaku terhadap kedua puluh enam negara penandatangan yang menyerahkan instrumen ratifikasi, maka dalam kurun waktu tiga puluh hari terhitung sejak berlakunya konvensi akan berlaku kepada kedua puluh enam negara tersebut. Setelah konvensi berlaku, setiap negara yang menyerahkan instrumen ratifikasi akan berlaku tiga puluh hari terhitung sejak menyerahkan instrumen ratifikasi. Pemerintah Amerika Serikat sebagai penyimpan instrumen ratifikasi wajib memberi tahu semua negara yang telah meratifikasi maupun yang mengikut serta.41 f) Anggota Penerimaan
Keanggotaan berdasarkan penundukan diri (adherence) yang diatur dalam
Pasal 92 Konvensi Chicago 1944 yang berisi, “semua negara anggota PBB atau anggota organisasi di bawah lingkungan PBB dan negara-negara netral Perang
Dunia Kedua dapat menundukkan diri (adhere).” Instrumen penundukan diri ditujukan kepada pemerintah Amerika Serikat dan akan berlaku tiga puluh hari terhitung sejak instrumen ratifikasi diterima yang akan juga akan diberitahukan kepada semua negara anggota. Selain keanggotaan berdasarkan ratifikasi dan adhere, Keanggotaan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional juga dapat dilakukan berdasarkan persetujuan dari organisasi perdamaian yang dibentuk dan memperoleh dukungan dari empat perlima sidang umum dari rekomendasi dari negara yang pada Perang Dunia Kedua diserang oleh negara yang mengajukan permohonan untuk menjadi anggota.42
41 Ibid., hal. 123
42 Ibid., hal. 123-124
Universitas Sumatera Utara 38
g) Pengunduran Diri
Dalam Konvensi Chicago 1944 juga diatur mengenai pengunduran diri dalam
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Tata cara pengunduran diri diatur dalam Pasal 95 yaitu, “Setiap negara anggota dapat mengajukan pengunduran diri dengan cara menyerahkan instrumen pengunduran diri kepada pemerintah
Amerika Serikat. Pengunduran diri tersebut akan berlaku efektif satu tahun terhitung sejak surat pemberitahuan mengundurkan diri diterima oleh pemerintah
Amerika Serikat”.
Setelah membahas struktur, ICAO memiliki dua fungsi yaitu fungsi legislatif dan fungsi yudisial. Fungsi legislatif ICAO yaitu mempelajari dan menyiapkan konsep konvensi internasional yang kemudian diserahkan kepada
Majelis untuk memperoleh persetujuan melalui Komite Hukum. Sedangkan fungsi yudisial ICAO yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 84 Konvensi Chicago 1944 yang berbunyi, “Bilamana terdapat perbedaan pendapat antara dua negara atau lebih negara anggota organisasi berkenaan dengan penafsiran atau berlakunya
Konvensi Chicago 1944 dan Annexes-nya yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan negosiasi, maka wajib atas permintaan para pihak yang bersengketa, diselesaikan oleh Dewan”. Oleh karena itu, Dewan tidak berhak suara apabila masalah yang dibahas tersebut melibatkan dirinya. Setiap negara anggota diperbolehkan, tergantung dari proses arbitrase, naik banding kepada Mahkamah
Internasional. Pengajuan banding tersebut harus dilakukan dalam kurun waktu enam 60 (enam puluh) hari terhitung sejak keputusan diberikan oleh Dewan.
Universitas Sumatera Utara 39
6. Asosiasi Angkatan Angkutan Udara Internasional atau International Air
Transport Association (IATA)
Jika ICAO merupakan organisasi beranggotakan pemerintah yang berdaulat di dunia, maka Asosiasi Angkatan Angkutan Udara Internasional atau
International Air Transport Association (IATA) adalah organisasi yang beranggotakan perusahaan penerbangan. 43 International Air Transport
Association didirikan pada bulan april 1945 di Havana, Kuba dan bermarkas di
Montreal, Kanada. International Air Transport Association atau Asosiasi
Angkatan Angkutan Udara Internasional merupakan organisasi perdagangan penerbangan sipil dunia dengan misi memimpin dan melayani anggota serta untuk mewakili kepentingan mereka dengan cara mendorong industri penerbangan.
Asosiasi Angkatan Angkutan Udara Internasional merupakan organisasi internasional swasta dari perusahaan penerbangan berjadwal. Walaupun dari segi teknis dikatakan sebagai organisasi swasta, Asosiasi Angkatan Angkutan Udara
Internasional juga dipengaruhi oleh kepentingan negara anggotanya karena kebanyakan dari perusahaan penerbangan yang menjadi anggota dikendalikan oleh pemerintah negara masing-masing.
Hingga saat ini, Asosiasi Angkatan Angkutan Udara Internasional memiliki sekitar 260 anggota perusahaan penerbangan dari 117 negara. Prioritas organisasi tersebut meliputi keselamatan, keamanan, lingkungan, layanan, penyederhanaan bisnis dan membantu membangun hubungan dalam industri.Selain perlindungan konsumen, Asosiasi Angkatan Angkutan Udara
43 Ahcmad Moegandi, op.cit., hal. 155
Universitas Sumatera Utara 40
Internasional juga terlibat dalam membantu industri penerbangan menjadi lebih berkelanjutan. Organisasi ini menawarkan informasi tentang maskapai penerbangan, rangkaian publikasi dan program pelatihan serta akreditasi bagi mereka yang bekerja di industri penerbangan.44
Keanggotaan Asosiasi Angkatan Angkutan Udara Internasional terbuka bagi semua perusahaan penerbangan yang oleh negaranya diberi izin untuk melayani penerbangan berjadwal dan negaranya tersebut memenuhi syarat untuk diterima sebagai anggota ICAO. Perusahaan penerbangan yang mengoperasikan penerbangan internasional dapat diterima menjadi anggota penuh (active member), sedangkan yang hanya memberikan pelayanan penerbangan dalam negeri dapat bergabung sebagai anggota rekan (associate member). Organisasi IATA dikepalai oleh seorang Direktur Jenderal dan lima orang Asisten Direktur Jenderal.45
Beberapa tugas-tugas dalam Asosiasi Angkatan Angkutan Udara Internasional
(IATA) ditangani oleh empat komite tetap, yaitu:
1. Financial Committee. Memiliki tugas membakukan prosedur accounting
dan melakukan pembayaran/penagihan hutang piutang antar perusahaan
penerbangan yang menjalin bisnis bersama.
2. Legal Committee. Para ahli hukum yang berasosiasi dengan perusahaan
penerbangan anggota IATA, dengan tugas menangani semua
permasalahan hukum yang berkaitan dengan penerbangan sipil
internasional.
44 Anonim, International Air Transport Association (IATA) Explained, https://moverdb.com/iata/, diakses pada tanggal 23 Juli 2020 pukul 10:35 WIB
45 Achmad Moegandi, op.cit., hal. 123-124
Universitas Sumatera Utara 41
3. Technical Committee. Memiliki tugas utama mengadakan standarisasi
fasilitas teknik dan prosedur sebagai sarana untuk meningkatkan efisiensi
dan keselamatan operasi penerbangan internasional. IATA mensponsori
berbagai program untuk mendorong implementasi standar perencanaan
dan pengoperasian bandar udara, pengendalian lalu lintas udara, prosedur
navigasi, dan sebagainya.
4. Traffic Committee. Merupakan suatu kelompok yang menangani masalah
penjualan dan lalu lintas internasional. Komite tersebut telah
menyelenggarakan sejumlah konferensi untuk menangani masalah
administrasi dan hal-hal prosedural, misalnya konferensi biro-biro
perjalanan, konferensi agen muatan barang (kargo), konferensi pelayanan
penumpang, dan konferensi pelayanan angkutan muatan barang.
Universitas Sumatera Utara 42
BAB III
ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENERBANGAN DALAM
HUKUM INTERNASIONAL
A. Pengertian Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
Keselamatan dan keamanan penerbangan (safety and security aviation) merupakan suatu prioritas utama dalam dunia penerbangan. Kedua hal tersebut memiliki dua konsep yang berbeda dimana keselamatan penerbangan adalah perlindungan terhadap kecelakaan, kesalahan atau cacat tidak disengaja dalam desain, konstruksi, pemeliharaan, dan pengoperasian pesawat terbang. Sedangkan keamanan penerbangan adalah serangkaian tindakan dan sumber daya yang diterapkan untuk mencegah tindakan jahat (seperti terorisme) terhadap penerbangan, penumpang dan awak kabin mereka. Sebagai contoh, X-Ray dan alat pelacak jejak portal di bandara berkontribusi pada keamanan.46
Pengertian keselamatan dan keamanan penerbangan diatur juga dalam
Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara,
46 Aeronews TV, “Safety and Security What’s the Difference”, https://aeronewtv.com/mobile/3000- safety-and-security-whats-the-difference.html, diakses pada 15 Juni 2020 pukul 21:18 WIB
Universitas Sumatera Utara 43
pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas pengunjung dan fasilitas umum lainnya. 47 Sedangkan Keamanan penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas dan prosedur. 48
Dari beberapa pengertian di atas, penulis memaparkan pengertian keselamatan dan keamanan penerbangan adalah suatu keadaan dimana tercapainya suatu persyaratan dan memberi perlindungan terhadap penumpang penerbangan.
Sedangkan keamanan penerbangan adalah terjaminnya perlindungan terhadap penumpang penerbangan sipil.
B. Aturan Hukum Tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan Sipil
Konvensi internasional yang mengatur penerbangan sipil internasional dan telah mengikat 190 negara adalah Convention on International Civil Aviation atau
Chicago Convention. Dalam Pasal 37 dikatakan bahwa untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan negara peserta harus berupaya mengelola penerbangan sipil (personil, pesawat, jalur penerbangan dan lain-lain) dengan peraturan, standar, prosedur dan organisasi yang sesuai dengan standar yang dibuat oleh International Civil Aviation Organization (ICAO). Untuk itu ICAO selalu membuat dan memperbarui standard and recommended practices atau standar dan rekomendasi praktis (SARPs) yang dituangkan dalam Annexes 1-18
47 Undang-Undang No. 1 Tahun 1999 tentang Penerbangan Pasal 1 ayat (48)
48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Pasal 1 ayat (49)
Universitas Sumatera Utara 44
dengan berbagai dokumen dan circular penjabarannya yang harus dipatuhi oleh negara peserta Konvensi Chicago.49
Dalam dunia penerbangan sipil, diberlakukannya beberapa aturan hukum mengenai keselamatan dan keamanan penerbangan yang terdiri dari:
1. Konvensi Paris 1919
Dalam Konvensi Paris 1919 berisikan tentang masalah teknis dan operasional pesawat udara yang digunakan oleh pemerintah dan pesawat udara sipil. Prinsip-prinsip umum (general principles) pada Konvensi Paris 1919 terdiri dari:
1) Setiap negara memiliki kedaulatan mutlak atas wilayah udara di atas wilayah
dan perairannya. Oleh karena itu, suatu negara memiliki hak untuk menolak
masuk dan mengatur penerbangan (baik asing maupun domestik) ke dan
melalui wilayah udaranya.
2) Setiap negara harus menerapkan aturan wilayah udaranya secara setara
dengan pesawatnya sendiri dan pesawat asing yang beroperasi di dalam
wilayah udara tersebut, dan membuat aturan sedemikian rupa sehingga
kedaulatan dan keamanannya dihormati sambil memberikan kebebasan lintas
sebanyak mungkin ke pesawatnya sendiri dan pesawat penandatangan lainnya.
3) Pesawat dari negara yang melakukan kontrak harus diperlakukan sama di
mata hukum masing-masing negara.
49 Yaddy Supriyadi, Penerbangan Teori dan Problematika, (Tangerang: PT Telaga Ilmu Indonesia, 2012), hal. 5
Universitas Sumatera Utara 45
4) Pesawat udara harus terdaftar di negara bagian, dan mereka memiliki
kewarganegaraan negara tempat mereka didaftarkan.
2. Konvensi Tokyo 1963
Tujuan utama Konvensi Tokyo 1963 adalah menetapkan negara yang mempunyai yurisdiksi, mengisi kekosongan hukum, melindungi kapten penerbang beserta awak pesawat udara, pemilik pesawat udara, melindungi penumpang, awak pesawat udara maupun harta benda yang diangkut dalam pesawat udara terhadap keselamatan penerbangan akibat tindakan melawan hukum dan menjamin kelancaran, ketertiban, keteraturan, dan kedisiplinan di dalam pesawat udara, mencegah jangan sampai terjadi tindak pidana pelanggaran maupun kejahatan yang lolos dari sanksi hukuman, dan sebaliknya jangan sampai terjadi ancaman hukuman ganda (double execution) karena itu diadakan keragaman yurisdiksi negara anggota Konvensi Tokyo 1963.50
3. ICAO – Annex 17 : Safe guarding International Civil Aviation Against Act
of Unlawful Interference (pengamanan penerbangan sipil internasional
dengan aman dari tindakan campur tangan yang melanggar hukum).
Fungsi legislatif paling penting yang dilakukan oleh ICAO adalah perumusan dan adopsi Standar dan Praktik yang Disarankan (SARP) untuk penerbangan sipil internasional. Hal tersebut dimasukkan ke dalam 19 lampiran teknis pada Konvensi Penerbangan Sipil Internasional, juga dikenal sebagai
Konvensi Chicago. Hal yang sangat penting bagi masa depan penerbangan sipil dan bagi masyarakat internasional pada umumnya adalah langkah-langkah yang
50 H.K Martono dan Ahmad Sudiro, op.cit., hal. 132
Universitas Sumatera Utara 46
diambil oleh ICAO untuk mencegah dan menekan semua tindakan campur tangan melawan penerbangan sipil di seluruh dunia. SARP untuk keamanan penerbangan internasional pertama kali diadopsi oleh Dewan ICAO pada Maret 1974, dan ditetapkan sebagai Lampiran 17 Konvensi Chicago.51
Prinsip-prinsip umum dalam Lampiran 17 Konvensi Chicago terdapat di dalam pasal 2 yang terdiri dari:52
2.1.1 Setiap Negara pihak pada Persetujuan akan memiliki tujuan utama keselamatan penumpang, awak, personel darat dan masyarakat umum dalam segala hal yang berkaitan dengan pengamanan dari tindakan campur tangan yang melanggar hukum terhadap penerbangan sipil.
2.1.2 Setiap Negara pihak pada Persetujuan harus membentuk organisasi dan mengembangkan dan menerapkan peraturan, praktek dan prosedur untuk melindungi penerbangan sipil dari tindakan campur tangan yang melanggar hukum dengan mempertimbangkan keselamatan, keteraturan dan efisiensi penerbangan.
2.1.3 Setiap Negara pihak pada Persetujuan harus memastikan bahwa organisasi dan peraturan, praktek dan prosedur tersebut:
a) melindungi keselamatan penumpang, awak, personel darat dan
masyarakat umum dalam semua hal yang berkaitan dengan
pengamanan terhadap tindakan campur tangan yang melanggar
hukum dengan penerbangan sipil; dan
51 ICAO, https://www.icao.int/security/sfp/pages/annex17.aspx, diakses pada tanggal 29 Juli 2020 pukul 22:33 WIB
52 Chapter 2 (Pasal 2) Annex 17 Chicago Convention 1944
Universitas Sumatera Utara 47
b) mampu respons dengan cepat untuk memenuhi setiap ancaman
keamanan yang meningkat.
4. ICAO Annex 18 membahas Safe Transport of Dangerous Goods by Air
(Pengangkutan Barang Berbahaya yang Aman melalui Udara).
Secara umum, menetapkan prinsip-prinsip luas tetapi salah satu Standar mensyaratkan bahwa barang berbahaya dilakukan sesuai dengan Instruksi Teknis untuk Pengangkutan Barang Berbahaya yang Aman melalui Udara (technical instructions). Negara-negara diwajibkan oleh untuk memiliki prosedur inspeksi dan penegakan hukum untuk memastikan bahwa barang-barang berbahaya dilakukan sesuai dengan persyaratan. Barang-barang berbahaya diangkut secara teratur dan rutin melalui udara di seluruh dunia. Untuk memastikan mereka tidak menempatkan pesawat terbang dan penumpangnya dalam bahaya ada Standar internasional yang masing-masing Negara, di bawah ketentuan Konvensi Chicago, diharuskan untuk memasukkan ke dalam undang-undang nasional. Sistem ini memastikan kontrol pemerintah atas pengangkutan barang berbahaya melalui udara dan memberikan harmonisasi standar keselamatan di seluruh dunia.53
5. ICAO – Doc 8973 : Security manual for safeguarding International Civil
Aviation Against Act of Unlawful Interference (Panduan keamanan untuk
melindungi Penerbangan Sipil Internasional terhadap tindakan interfensi
yang melanggar hukum).
Dalam prinsip umum mengenai aspek operasional dinyatakan bahwa:
53 ICAO, https://www.icao.int/safety/DangerousGoods/Pages/annex-18.aspx, diakses pada tanggal 29 Juli 2020 pukul 22:15 WIB
Universitas Sumatera Utara 48
a. Terlepas dari upaya terbaik Negara, administrasi bandara dan operator
pesawat, tindakan campur tangan yang melanggar hukum, upaya untuk
melakukan tindakan atau ancaman tersebut kemungkinan besar akan terjadi
dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, Negara harus mengembangkan
tindakan dan prosedur manajemen krisis yang harus melibatkan identifikasi
krisis, perencanaan tanggapan yang tepat terhadap krisis dan menghadapi
serta menyelesaikan krisis. Akibatnya, rencana kontingensi dan darurat yang
fleksibel untuk setiap jenis kejadian sebagai bagian dari rencana manajemen
krisis harus disiapkan untuk setiap bandara sesuai dengan persyaratan
Program Keamanan Penerbangan Sipil Nasional atau National Civil Aviation
Security Program (NCASP).54 b. Rencana darurat pada dasarnya bersifat "reaktif" menangani insiden yang
terjadi di udara atau di darat (yang terutama merupakan keadaan darurat
terkait keselamatan bahkan jika dimulai sebagai insiden terkait keamanan)
dan dirancang untuk membatasi konsekuensi atau dampak insiden tersebut.
Rencana kontinjensi lebih “proaktif” dan mencakup langkah-langkah dan
prosedur untuk menangani berbagai tingkat ancaman, penilaian risiko dan
langkah-langkah keamanan terkait yang akan dilaksanakan. Mereka
dirancang untuk mengantisipasi kejadian dan mempersiapkan semua pihak
terkait yang terlibat jika terjadi keadaan darurat. Dalam kedua kasus tersebut,
54 Program Keamanan Penerbangan Nasional adalah dokumen tertulis yang memuat peraturan, prosedur dan langkah-langkah pengamanan yang diambil untuk melindungi penerbangan dari tindakan melawan hukum. (lihat dari Lampiran 1 Bab II Ketentuan Umum butir ke-3 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 80 Tahun 2017 Tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional)
Universitas Sumatera Utara 49
sumber daya, fasilitas dan personel harus tersedia untuk mendukung rencana
ini. c. Negara harus memastikan bahwa bandara tetap terbuka dan tersedia untuk
digunakan oleh pesawat yang terkena tindakan campur tangan yang
melanggar hukum. Penolakan alat bantu navigasi penting atau layanan lalu
lintas udara (ATS) dan layanan komunikasi, pemadaman penerangan penting,
terutama di landasan pacu dan jalur taksi, dan penghalang landasan pacu yang
disengaja hanya dapat meningkatkan kemungkinan bahwa pesawat semacam
itu akan mengalami kecelakaan. Kombinasi atau salah satu dari keputusan
yang disengaja ini akan sangat membahayakan nyawa penumpang.
Kurangnya penyediaan bantuan untuk pesawat udara semacam itu dapat
mengakibatkan:
a) cedera pada orang-orang di dalam pesawat;
b) kerusakan akibat ledakan dalam penerbangan;
c) kekurangan bahan bakar;
d) kegagalan mekanis; dan / atau
e) keadaan darurat tak terduga lainnya.
Selain itu, pelaku dapat melampiaskan rasa frustrasinya kepada para sandera yang berada di bawah kendali mereka.
6. ICAO – Doc 9960 : Suppesion of Unlawful Acts Realiting to International
Civil Aviation (Penindasan Tindakan Melanggar Hukum Terkait
Penerbangan Sipil Internasional)
Universitas Sumatera Utara 50
“Deeply Concerned that unlawful acts against civil aviation jeopardize the safety and security of persons and property, seriously affect the operation of air services, airports and air navigation, and undermine the confidence of the peoples of the world in the safe and orderly conduct of civil aviation for all
States”
Memperhatikan bahwa tindakan yang melanggar hukum terhadap penerbangan sipil membahayakan keselamatan dan keamanan orang dan properti, secara serius mempengaruhi pengoperasian layanan udara, bandara dan navigasi udara, dan merongrong kepercayaan orang-orang di dunia akan perilaku yang aman dan teratur penerbangan sipil untuk semua negara bagian.
7. ICAO - Doc 9859 : Safety Management Manual (Manajemen Keselamatan
Manual)
Dalam Dokumen ICAO 9859 menjelaskan 8 (delapan) unit kesatuan yang diperlukan untuk menerapkan Program Keselamatan Penerbangan Nasional (State
Safety Program/ SSP) dan Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management
System/SMS), yaitu:55
1. Komitmen pimpinan tertinggi, yaitu di mana kewenangan dilimpahkan
kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan setiap pimpinan tertinggi
penyedia jasa penerbangan, yang harus berkomitmen untuk menerapkan
manajemen keselamatan penerbangan. Setiap Direktur di lingkungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara harus dapat menjadi penggerak dan
55 Lita Yarlina dan Evy Indasari, “Pelaksanaan Pengawasan Keselamatan Penerbangan di Bandar Udara SM. Badaruddin II Palembang”, WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara, Volume 39 No. 1 Maret 2013, hal. 80-81
Universitas Sumatera Utara 51
pengawas bagi konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan Program
Keselamatan Penerbangan Nasional. Kebijakan perlu ditetapkan untuk
menjamin aspek keselamatan digunakan dalam standar sistem manajemen.
2. Sistem pelaporan keselamatan yang efektif, di mana dalam rangka
mengendalikan keselamatan, setiap organisasi memerlukan data mengenai
keselamatan yang dapat diperoleh melalui sistem pelaporan sukarela
(voluntary reporting system) atau sistem pelaporan sendiri (self reporting
system). Setiap penyedia jasa penerbangan harus memiliki lingkungan kerja
dengan inisiatif yang tepat untuk melakukan pelaporan dimana manajemen
juga mendukung pelaporan keselamatan penerbangan yang efektif yang
dilakukan oleh personel penerbangan. Seluruh personel penerbangan wajib
memahami tanggung jawab mereka dalam melakukan pelaporan sukarela
(voluntary reporting).
3. Penggunaan informasi, yaitu organisasi penerbangan harus memantau sistem
penghimpunan data keselamatan secara berkesinambungan dan menganalisa
informasi-informasi yang telah terhimpun serta mendistribusikan informasi
tentang keselamatan penerbangan dan hasil analisa yang telah dilakukan oleh
penyedia jasa penerbangan.
4. Pembelajaran, di mana penyelidikan atas peristiwa-peristiwa keselamatan
harus dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kekurangan-
kekurangan yang terdapat dalam sistem keselamatan penerbangan, bukan
untuk menyalahkan seseorang. Tidak penting menentukan pelakunya, yang
penting adalah untuk mempelajari penyebab kejadian. Memperbaiki
Universitas Sumatera Utara 52
kekurangan sistem jauh lebih efektif daripada memberhentikan personel yang
dianggap tidak kompeten. Pembelajaran kepada masyarakat agar mengerti
manfaat dari pentingnya budaya keselamatan.
5. Berbagi pengalaman, di mana organisasi penerbangan harus berbagi
pembelajaran yang diperoleh dari pengalaman keselamatan serta pengalaman
yang baik (best practice) melalui pertukaran informasi keselamatan.
6. Pelatihan, di mana organisasi penerbangan harus mengintegrasikan pelatihan
keselamatan penerbangan dengan program pelatihan yang memenuhi
persyaratan bagi personel penerbangan.
7. Standard procedure; di mana penerapan Standard Operating Procedure
(SOP) yang efektif, termasuk penggunaan checklist dan pengarahan adalah
salah satu cara yang paling efektif bagi personel penerbangan untuk memulai
tugas dan tanggung jawab serta merupakan mandat yang besar dari pihak
organisasi penerbangan mengenai tata cara pimpinan tertinggi menentukan
kegiatan penerbangan dijalankan. Dengan adanya SOP yang memiliki
pemahaman terhadap keselamatan yang realistis, yang tercatat dengan baik
dan dipatuhi setiap saat, pemenuhan checklist dan pengarahan tidak dapat
diabaikan.
8. Peningkatan berkelanjutan (continuous improvement), di mana organisasi
penerbangan harus memiliki rencana peningkatan berkelanjutan untuk
manajemen keselamatan penerbangan (continuous improvement of safety
management), sehingga keberhasilannya dapat dicapai dengan melakukan
peningkatan berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara 53
Dalam aturan ini juga terdapat 3 (tiga) metode strategi yang digunakan dalam pengelolaan keselamatan, yaitu:
a) metode reaktif (reactive method), menanggapi kejadian ketika hal
tersebut sudah terjadi;
b) metode proaktif (proactive method), melihat secara aktif untuk
mengidentifikasi setiap risiko keselamatan melalui analisis aktivitas-
aktivitas yang dilakukan organisasi; dan
c) metode prediktif (predictive method), memetakan kinerja sistem dalam
kondisi operasional normal saat ini untuk mengidentifikasi.
C. Peran ICAO Dalam Perlindungan Terhadap Perlindungan Terhadap
Keselamatan dan Keamanan Penerbangan
ICAO (The International Civil Aviation Organization) selalu membuat standar-standar yang tertuang dalam pasal-pasal pada Annex maupun pedoman- pedoman dalam sirkuler ICAO sesuai dengan perkembangan penelitian dan teknologi penerbangan. 56 ICAO dalam perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan memiliki peranan untuk mengembangkan dasar-dasar dan teknik penerbangan internasional, membantu perencanaan dan mengembangkan pengangkutan udara internasional. Karena ICAO menjadi Specialized Agency dari
56 Yaddy Supriyadi, op.cit, hal. 6
Universitas Sumatera Utara 54
PBB, ICAO dilengkapi dengan kekuasaan khusus. 57 Berdasarkan Pasal 44
Konvensi Chicago 1944, kekuasaan khusus tersebut adalah:58
1. Quasi-legislative, karena Majelis dapat memodifikasi konvensi dan
persetujuan-persetujuan;
2. Legal, berkenaan dengan putusan yang mengakhiri persengketaan
antara para peserta Konvensi;
3. Technical, peraturan standar penerbangan dan penerapan peraturan
tersebut;
4. Administrative, manajemen dari dana-dana tertentu seperti membangun
pelabuhan udara dengan bantuan keuangan dari berbagai anggota
yang menaruh perhatian;
5. Surveillance, atas dasar persamaan, dari angkutan udara internasional
setiap negara-negara dan memastikan bahwa tidak ada praktik
diskriminasi di antara negara-negara peserta.
ICAO saat ini melakukan tiga peran. Bukan hanya berperan sebagai pembuat standar saja, tapi juga (peran kedua) memonitor kepatuhan (compiance) yaitu memonitor pelaksanaan standar-standar yang telah ditetapkan untuk kemudian (peran ketiga) meminta negara mematuhi dan melaksanakan standar-
57 Specialized Agency atau disebut dengan agen khusus adalah organisasi internasional yang independen secara hukum dengan aturan, keanggotaan, organ, dan sumber daya keuangan mereka sendiri, dibawa ke dalam hubungan dengan PBB melalui perjanjian yang dinegosiasikan.
58 Saefullah Wiradipraja, Pengantar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Bandung: PT. Alumni, 2014), hal. 155
Universitas Sumatera Utara 55
standar yang belum atau tidak dipatuhi. ICAO kini berperan sebagai Proactive
International Regulatory Body (Badan Pengawas Proaktif Internasional).59
ICAO membagi tahapan dekade keselamatan penerbangan dalam tiga tahapan, yaitu Fragile System (1920-1970), Safe System (1970-1990) dan Ultra-
Safe System (1990-sekarang). Dalam tahapan fragile system, upaya-upaya peningkatan keselamatan penerbangan diarahkan kepada manajemen resiko individual dengan mengedepankan pelatihan-pelatihan yang intensif. Pendekatan ini digabungkan dengan mengambil pembelajaran dari hasil-hasil investigasi kecelakaan pesawat karena pada kurun waktu ini terjadi satu kecelakaan setiap seratus kegiatan penerbangan.60
Dalam tahapan Safe System, peningkatan keselamatan penerbangan dilakukan melalui pendekatan teknologi dan regulasi, yaitu teknologi penerbangan yang makin canggih dan regulasi yang semakin ketat. Dalam periode ini pembelajaran diambil dari hasil-hasil investigasi kecelakaan dan insiden, tetapi juga dari hasil-hasil investigasi insiden disamping investigasi kecelakaan karena target kecelakaan adalah satu kecelakaan setiap sepuluh ribu penerbangan. Dalam tahapan Ultra-Safe System, pendekatan yang dilakukan adalah peningkatan kesela,atan dengan pola manajemen bisnis (Safety Management System).
Pembelajaran bukan hanya dari hasil-hasil observasi terhadap operasi normal penerbangan sehari-hari. Dalam kurun waktu ini diharapkan kecelakaan fatal hanya terjadi satu kali dalam sejuta penerbangan.61
59 Yaddy Supriyadi, op.cit., hal. 6
60 Ibid., hal. 15
61 Ibid., hal. 15
Universitas Sumatera Utara 56
BAB IV
IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENERBANGAN
DI INDONESIA
A. Sejarah Perkembangan Penerbangan Sipil di Indonesia
1. Masa Sebelum Kemerdekaan
Langkah awal kedirgantaraan (penerbangan) di Indonesia dimulai sejak awal zaman Hindia Belanda, yaitu pada tahun 1890 ketika di Batavia (sekarang Jakarta)
Universitas Sumatera Utara 57
dan di Aceh dilakukan “penerbangan balon” (ballonvaarten) dan telah berjalan memuaskan.62 Penerbangan sipil pertama terjadi pada tanggal 19 Februari 1913 dengan menggunakan pesawat udara Fokker dan dikemudikan oleh J.W.E.R
Hilgers, di atas Surabaya. Peristiwa tersebut bukan saja merupakan penerbangan sipil pertama di Indonesia, tetapi juga merupakan peristiwa kecelakaan pertama yang terjadi di Indonesia, karena pesawat yang dikemudikan Hilgers tersebut jatuh di desa Beliweri, dekat Surabaya.63
Perusahaan penerbangan pertama di Hindia Belanda yaitu KNILM (Koninklijke
Nederlands-Indische Maatchappij) yang didirikan pada 16 Juli 1928.
Penerbangan perdana pertamanya menghubungkan Batavia – Bandung, dan
Batavia – Semarang, mulai 1 November 1928. Peresmian penerbangan perdananya digelar di lapangan terbang Cililitan di Batavia (kini Bandar Udara
Internasional Halim Perdanakusuma).64
Penerbangan Batavia-Semarang kemudian diperpanjang ke Surabaya.
Secara bertahap, layanan penerbangannya diperluas dengan menjangkau pulau- pulau lain di Nusantara, antara lain Palembang dan Medan di Sumatera,
Balikpapan dan Tarakan di Kalimantan, dan Denpasar di Bali. Segera sebelum
Perang Pasifik, KNILM juga membuat jejaring penerbangan di kawasan timur
Hindia Belanda, dengan menghubungkan kota Ambon.
62 Saefullah Wiradipraja, op.cit, hal.25
63 E. Saefullah Wiradipraja, Hukum Transportasi Udara – dari Warsawa 1929 ke Montreal 1999, (Bandung: Kiblat Buku Utama, 2008), hal.19
64 Desi Triana Aswan, “Sejarah Masuknya Penerbangan Sipil di Indonesia, Sejak 1924” https://makassar.tribunnews.com/2019/03/13/tribunwiki-begini-sejarah-masuknya-penerbangan-sipil-di- indonesia-sejak-1924?page=all, diakses pada Juni 2020 pukul 22:51
Universitas Sumatera Utara 58
Awal tahun 1930, KNILM memulai layanan penerbangan internasional perdananya dengan penerbangan ke Singapura. Pada 3 Juli 1938, KNILM mulai beroperasi di Australia dengan terbang ke Sydney, dengan singgah di Darwin,
Cloncurry, dan Charleville. KNILM tidak terbang ke Belanda, karena penerbangan mingguan Amsterdam-Batavia sudah dilayani oleh KLM.
Pada 1930, harga tiket pesawat KNILM rute Jakarta-Bandung pulang- pergi dipatok 17,50 gulden (senilai kurang lebih Rp2,5 juta saat ini, berdasarkan basis perhitungan yang dipakai International Institute of Social History). Jakarta-
Semarang 70 gulden (Rp 9,7 juta), Jakarta-Surabaya 115 gulden (Rp 15,9 juta),
Surabaya-Semarang 45 gulden (Rp 6,2 juta), Jakarta-Palembang 93,50 gulden (Rp
12,9 juta), Jakarta-Singapura 185 gulden (Rp 25,5 juta), dan Palembang-
Singapura 91,50 gulden (Rp 12,6 juta). Jatah bagasi tiap penumpangnya maksimal
20 kilogram. Pada pertengahan 1930-an, Kalimantan dan Sulawesi pun dijangkau
KNILM. Harga tiket pesawat di zaman kolonial ini terbilang mahal dan pernah mengalami kenaikan. Pada 1939, setidaknya harga tiket Jakarta-Surabaya sudah mencapai 120 gulden (Rp 19,1 juta)—kira-kira empat kali gaji guru swasta sebulan kala itu. Belum ada penerbangan murah di masa kolonial. Tak heran jika orang-orang kebanyakan lebih memilih kapal laut, kereta api, atau mobil.65
2. Masa Pasca Kemerdekaan
Setelah Perang Dunia II berakhir dan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, benih-benih penerbangan sipil di awali
65 Petrik Matanasi, “Bagaimana Hindia Belanda Merintis Penerbangan Sipil”, https://tirto.id/bagaimana-hindia-belanda-merintis-penerbangan-sipil-c8Tp, diakses pada 29 Juni 2020 Pukul 22:57
Universitas Sumatera Utara 59
dengan dibentuknya Direktorat Penerbangan sebagai bagian dari Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Direktorat Penerbangan itu terdiri dari Bagian
Penerbangan Sipil dan Bagian Bengkel dan Konstruksi.66
Sejarah perkembangan transportasi nasional dimulai di Aceh, di tengah- tengah kancah revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan. Rakyat Aceh berupaya mengumpulkan dana sumbangan guna membeli sebuah pesawat udara dan berhasil membeli sebuah Dakota DC-3 yang diberi nama “Seulawah” dengan
No. RI-001. Pada saat itu “Seulawah” digunakan untuk menjembatani Pulau Jawa dan Sumatera dalam menembus blockade Belanda. Pada tanggal 26 Januari 1949,
“Seulawah” mendarat di pelabuhan udara Mingaldon, Rangoon, untuk memulai usaha-usaha komersial, yaitu dalam bentuk carter. Setelah mendapat lisensi dari
Burma, pesawat tersebut didaftarkan sebagai “Indonesia Airways”, dan merupakan perusahaan penerbangan sejak Indonesia merdeka. Operasi Indonesia
Airways di Burma berhenti pada awal tahun 1950. Pada tahun 1950 juga didirikan perusahaan penerbangan baru, yang merupakan perusahaan patungan antara KLM
Royal Dutch Airline dan pemerintah Indonesia, dan diberi nama Garuda
Indonesia Airways NV, dengan modal awal 30,000,000 gulden, Pemerintah
Indonesia dan KLM masing-masing memiliki saham 50%. Pada tahun 1954, KLM memindahkan seluruh sahamnya kepada pemerintah Indonesia. Sejak itu, Garuda
Indonesia Airways menjadi perusahaan penerbangan nasional sepenuhnya, dan
66 Ahcmad Moegandi, op.cit., hal. 139
Universitas Sumatera Utara 60
merupakan pembawa bendera Indonesia dalam penerbangan Internasional
(national flag carrier).67
Berikut beberapa perusahaan penerbangan sipil Indonesia yang beroperasi maupun pernah beroperasi sebelumnya, yaitu: a. Garuda Indonesia (kode IATA: GA/kode ICAO: GIA)
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang biasa dikenal sebagai Garuda
Indonesia adalah maskapai penerbangan nasional Indonesia. Asal usul nama
Garuda adalah berasal dari nama wahana tunggangan Dewa Wisnu dalam mitologi India kuno. Garuda Indonesia sebagai perusahaan penerbangan nasional juga mengalami jatuh bangun khususnya pada tahun 1990an dimana Garuda
Indonesia mengalami kesulitan ekonomi, kecelakaan beruntun dan mengalami reputasi buruk. Pada kecelakaan terjadi pada Garuda Indonesia Penerbangan 865 yang terbang dari Fukuoka, Jepang, dan satunya lagi terjadi pada pesawat Garuda
Indonesia Penerbangan 152 yang bertempat kejadian di Desa Sibolangit, Sumatra
Utara. Musibah yang kedua ini menewaskan seluruh penumpangnya, di samping itu, maskapai ini sejak 1997 juga terkena imbas Krisis Finansial Asia yang juga membuat keuangan Indonesia menjadi lesu. Hal ini membuat Garuda harus memotong semua rute yang tidak menguntungkan, terutama rute jarak jauh menuju ke Eropa maupun Amerika. Di samping menutup rute jarak jauh yang tidak menguntungkan, maskapai ini juga melakukan penyesuaian ulang terhadap rute domestik yang ada, serta mengganti jumlah pesawat yang sudah tua secara bertahap dengan menjual, mengalihkan dan memensiunkan armada Fokker F28
67 E. Saefullah Wiradipraja, op.cit., hlm. 20
Universitas Sumatera Utara 61
dan Airbus A300 yang ada. Deregulasi maskapai penerbangan Indonesia yang dinaungi peraturan perundangan-undangan UU No 5/1999 (membahas tentang pembatasan praktik monopoli usaha) dan SK Menteri Perhubungan No 11/2001
(membahas tentang tata operasional awal maskapai penerbangan dengan batasan armada minimal 2 pesawat), menyebabkan Garuda Indonesia kehilangan hegemoni besarnya dalam pasar penerbangan Indonesia, yang berakibat pada menurunnya kepemilikan pasar Garuda Indonesia yang telah kosong dan dimanfaatkan oleh maskapai berbiaya rendah seperti, Pelita Air Service, Awair,
Lion Air dan Jatayu Airlines. Hal ini makin memperparah dan menyudutkan posisi Garuda yang berada pada situasi yang sulit. Bagaimana tidak, sudah merugi sejak tahun 1994 dan terus berutang tanpa membayar, ditambah lagi dengan budaya kerja yang sangat birokratis dan lamban eksekusinya membuat sistem yang ada menjadi "tidak ramah dengan ide dan kreatifitas" yang berakibat pada terhambatnya performa kompetitivitas Garuda Indonesia dengan maskapai penerbangan lain, belum lagi dengan banyaknya pejabat yang memanfaatkan hubungannya dengan maskapai ini untuk mendapat kemudahan tersendiri yang berdampak pada rendahnya indeks ketepatan waktu yang tercermin pada seringnya terjadi penundaan keberangkatan pesawat. Hal ini belum ditambah lagi dengan berbagai kejadian-kejadian baru diberbagai negara lain, seperti Serangan
11 September 2001 yang didasari pada motif Jihad ala Al-Qaeda, dilanjutkan dengan terjadinya Bom Bali I dan Bom Bali II, wabah SARS, serta meninggalnya aktivis HAM, Munir Said Thalib yang (diduga) diracuni oleh seseorang yang diyakininya "ingin mendiamkannya" di mana pelaku pembunuhan tersebut hingga
Universitas Sumatera Utara 62
hari ini kerap dihubungkan dengan Badan Intelijen Negara, serta Bencana
Tsunami Aceh 26 Desember 2004.
Selain itu, Garuda Indonesia juga menghadapi masalah keselamatan penerbangan, terutama setelah peristiwa Garuda Indonesia Penerbangan 200, akibat hal ini, Uni Eropa memberi surat larangan terbang (banned flights) ke
Eropa bagi semua maskapai Indonesia. Namun, setelah perbaikan besar-besaran, tahun 2010 maskapai ini diperbolehkan kembali terbang ke Eropa, setelah misi inspeksi oleh tim pimpinan Frederico Grandini yang bertugas untuk memastikan segala kemungkinan yang ada untuk memulai pembukaan kembali rute dengan merekomendasikan pembukaan rute Jakarta - Amsterdam. Garuda sebagai flag carrier Indonesia terus berbenah diri. Pada tahun 2011, Garuda Indonesia telah menunjukkan peningkatan kinerja yang signifikan, baik dalam aspek operasional, pelayanan pelanggan dan finansial.
Kini Garuda Indonesia semakin berkembang dengan meraih beberapa penghargaan maskapai seperti SkyTrax atau penghargaan lainnya. Garuda
Indonesia juga memiliki beberapa layanan kepada penumpang seperti Garuda
Miles yaitu penumpang mendapat miles setiap melakukan penerbangan bersama
Garuda Indonesia atau partner SkyTeam dan akumulasi miles tersebut dapat dijadikan sebagai award tiket kepada penumpang untuk mencoba destinasi yang akan dituju dan juga dapat melakukan upgrade ticket dari economy class menjadi bussiness class ataupun first class serta memiliki beberapa prioritas seperti pelaporan (check-in), bagasi dan fasilitas lounge, yaitu ruangan yang biasa digunakan para penumpang kelas bisnis atau first class saat menunggu pesawat.
Universitas Sumatera Utara 63
Untuk mendapat layanan Garuda Miles, kita wajib melakukan registrasi untuk menjadi member Garuda Indonesia melalui website ataupun aplikasi yang tersedia.
Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan nomor 1 di Indonesia juga memiliki anak perusahaan yaitu Citilink (IATA: QG; ICAO: CTV) dimana didirikan pada tahun 2001 sebagai penerbangan bertarif rendah (low cost carrier) guna pelengkap untuk mendotong pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan.
Maskapai tersebut awalnya lebih berfokus sebagai penerbangan domestik tetapi pada beberapa tahun ini, Citilink tidak hanya berfokus kepada domestik tetapi internasional seperti penerbangan tujuan Penang, Kuala Lumpur, Perth, Dili, serta beberapa daerah Tiongkok. b. Merpati Nusantara Airlines (Merpati Air)
Merpati Nusantara Airlines lahir berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 19 Tahun 1962 yang merupakan maskapai penerbangan nasional yang sahamnya dimiliki sebagian besar oleh pemerintah Indonesia. Maskapai tersebut mengoperasikan penerbangan domestik dan internasional, tetapi pada 2014
Merpati dihentikan dikarenakan masalah keuangan yang bersumber dari berbagai hutang. Merpati Airlines membutuhkan sekitar 7,2 Triliun rupiah untuk beroperasi kembali. Pada 2019, dari beberapa sumber berita dikatakan bahwa Merpati
Airlines akan beroperasi kembali dengan kemungkinan sebagai Non-LCC (Low
Cost Carrier) Airline. c. Mandala Airlines
Pada 17 April 1969, berdiri sebuah maskapai penerbangan Indonesia bertarif rendah yaitu Mandala Airlines (kini dikenal sebagai Tigerair Mandala), akan
Universitas Sumatera Utara 64
tetapi maskapai penerbangan ini juga berhenti beroperasi pada 1 Juli 2014 dikarenakan masalah hutang piutang. d. Bouraq Airlines
Selanjutnya pada tahun 1970, didirikan sebuah maskapai penerbangan swasta Indonesia yaitu Bouraq Indonesia Airlines dengan latar belakang nama tersebut berasal dari nama kendaraan Nabi Muhammad SAW saat peristiwa suci dalam Islam yaitu Isra’ Mi’raj. Pada tahun 1995, setelah pendiri perusahaan maskapai Jerry Albert Sumendap wafat, maskapai tersebut mengalami babak baru.
Tekanan semakin kuat membuat maskapai tersebut semakin lama semakin menurun baik jumlah armada maupun jumlah kabin. Kejayaan maskapai yang memiliki puluhan pesawat itu menjadi tragis dengan menyisakan sebuah pesawat
Boeing B737-200. Pada tanggal 25 Juli 2005, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengesahkan sertifikat pailit kepada Bouraq Indonesia Airlines. e. Lion Air (IATA: JT / ICAO: LNI)
Lion Air merupakan salah satu maskapai penerbangan terkemuka di
Indonesia di bawah naungan PT Lion Mentari Airlines. Maskapai ini pertama kali didirikan sejak Oktober 1999 dan mulai mengudara sejak tanggal 30 Juni 2000.
Rute penerbangan pertamanya yakni Jakarta-Pontianak dengan menggunakan pesawat Boeing 737-200. Sejak pertama kali diperkenalkan ke publik, nyatanya maskapai ini dapat diterima di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal ini karena maskapai menawarkan layanan penerbangan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau.68 Lion Air juga berencana bergabung dengan IATA, tetapi
68 Tryning Rahayu Setya W., Lion Air, https://m.merdeka.com/lion-air/profil/, diakses pada tanggal 29 Juli 2020 pukul 13.41 WIB
Universitas Sumatera Utara 65
gagal karena masalah keamanan. Pada tanggal 19 Juli 2011, Lion Air melakukan pemberhentian sementara untuk ke 13 armada Boeing 737-900ER akibat gagalnya maskapai memenuhi OTP (on time performance) yang ditetapkan oleh Dirjen
Perhubungan Udara sampai Lion Air dapat memenuhi sekurang-kurangnya 80 persen dari OTP. Dalam catatan resmi Kementerian Perhubungan, OTP Lion Air hanya 66.45 persen dan merupakan yang terburuk dari 6 maskapai penerbangan utama dari bulan Januari hingga April tahun 2011 di 24 bandar udara di seluruh
Indonesia.
Lion Air mendirikan maskapai penerbangan layanan penuh dengan nama
Batik Air yang beroperasi pada tahun 2013 sebagai anak perusahaan Lion Air berpelayanan penuh. Fasilitas Batik Air juga sangat berbeda dengan Lion Air sendiri sebagai Non-LCC Airlines dimana dalam Batik Air memiliki 2 kelas yaitu
Bussiness Class dan Economy Class serta tiap kursi memiliki IFE (In Flight
Entertainment) dan makanan (flight meals) sama seperti Garuda Indonesia tetapi dengan harga tiket yang cukup terjangkau untuk beberapa masyarakat kelas menengah.
Pada 11 September 2012, Lion Air dan National Aerospace & Defence
Industries Sdn. Bhd. (Nadi) menandatangani perjanjian Joint Venture untuk mendirikan maskapai penerbangan baru di Malaysia, dengan nama Malindo
Airways pada Mei 2013.69 Kedua mitra juga sepakat untuk membentuk JV lain
69 Joint Venture yaitu kerjasama antara kedua perusahaan dalam menyelenggarakan bisnis bersama dalam jangka watu tertentu dan dua perusahaan tersebut merupakan perusahaan dalam negeri (lokal) dan perusahaan luar negeri (asing). (lihat dari web https://www.jurnal.id/id/blog/2018-pengertian-joint-venture- jenis-contoh-dan-manfaatnya/, diakses pada 26 Juli 2020 pukul 12:02 WIB)
Universitas Sumatera Utara 66
untuk memberikan layanan perawatan pesawat untuk semua pesawat di Grup Lion
Air, termasuk maskapai penerbangan patungan di antara mereka.
Hingga 2015, Lion Air telah terbang ke 183 rute penerbangan yang terbagi dalam rute domestik yang tersebar ke seluruh penjuru Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dan rute Internasional menuju sejumlah negara seperti,
Singapore, Malaysia, Saudi Arabia dan China.70
Pada tanggal 31 Juli 2015, Lion Air secara resmi hengkang dari INACA karena adanya ketidakcocokan dengan anggota yang lain.71 Pada tahun 2016, Lion
Air masuk dalam daftar maskapai penerbangan bertarif rendah dengan layanan terbaik sedunia versi SkyTrax serta meraih dua penghargaan, yaitu Kabin Terbaik
Kelas Murah dan Kursi Premium Terbaik Kelas Murah. f. Adam Air
Pada tahun 2000, berdiri maskapai penerbangan swasta yaitu PT Adam
SkyConnection Airlines (dikenal sebagai Adam Air) merupakan maskapai penerbangan bertarif rendah. Maskapai ini bertujuan domestik dan internasional yaitu Penang dan Singapura. Meskipun kadang dikatakan sebagai maskapai penerbangan bertarif rendah, ia memasarkan dirinya sebagai maskapai penerbangan yang berada di antara maskapai penerbangan bertarif rendah dan tradisional, menyediakan layanan makanan di atas pesawat dengan tarif yang murah. Sebelum kecelakaan Penerbangan 574, maskapai penerbangan ini menjadi
70 Suhendra, Sejarah Lion Air, https://tirto.id/sejarah-lion-Air-8Rq, diakses pada tanggal 29 Juli 2020 pukul 13.46 WIB
71 INACA atau Indonesia National Air Carriers Association merupakan sebuah Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia yang didirikan oleh para pengusaha perusahaan penerbangan pada tanggal 15 Oktober 1970. (lihat dari web https://inaca.or.id, diakses pada 27 Juli 2020 pukul 22:19 WIB)
Universitas Sumatera Utara 67
maskapai penerbangan bertarif rendah dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia.
Setelah berbagai insiden dan kecelakaan yang menimpa maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia, pemerintah Indonesia membuat pemeringkatan atas maskapai-maskapai tersebut. Dari hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22
Maret 2007, Adam Air berada di peringkat III yang berarti hanya memenuhi syarat minimal keselamatan dan masih ada beberapa persyaratan yang belum dilaksanakan dan berpotensi mengurangi tingkat keselamatan penerbangan.
Akibatnya Adam Air mendapat sanksi administratif yang ditinjau ulang kembali setiap 3 bulan. Setelah tidak ada perbaikan kinerja dalam waktu 3 bulan, Air
Operator Certificate Adam Air kemudian dibekukan.
Pada April 2007, PT Bhakti Investama melalui anak perusahaannya
Global Air Transport membeli 50% saham Adam Air dari keluarga Sandra Ang dan Adam Suherman, namun setahun kemudian pada 14 Maret 2008 menarik seluruh sahamnya karena merasa Adam Air tidak melakukan perbaikan tingkat keselamatan serta tiadanya transparansi. Kegiatan operasional Adam Air kemudian dihentikan sejak 17 Maret 2008 dan baru akan dilanjutkan jika ada investor baru yang bersedia menalangi 50 persen saham yang ditarik Bhakti
Investama tersebut. Pada 18 Maret 2008, izin terbang atau Operation
Specification Adam Air dicabut Departemen Perhubungan melalui surat bernomor
AU/1724/DSKU/0862/2008. Isinya menyatakan bahwa Adam Air tidak diizinkan lagi melakukan penerbangan komersil berlaku efektif pada tanggal 19 Maret 2008.
Sedangkan AOC (Aircraft Operator Certificate) juga turut dicabut pada 19 Juni
2008, mengakhiri semua operasi penerbangan Adam Air.
Universitas Sumatera Utara 68
g. Sriwijaya Air (IATA: SJ / ICAO: SJY)
Pada tahun 2000 juga berdiri Sriwijaya Air yang mulai beroperasi pada 10
November 2003. Saat ini, Sriwijaya Air adalah Maskapai Penerbangan terbesar ketiga di Indonesia,dan sejak tahun 2007 hingga saat ini tercatat sebagai salah satu
Maskapai Penerbangan Nasional yang memiliki standar keamanan kategori 1 di
Indonesia. Bersamaan dengan sebagian besar maskapai penerbangan Indonesia lainnya, Sriwijaya Air (termasuk anak perusahaan Sriwijaya Air, NAM Air) berada dalam daftar maskapai penerbangan yang dilarang di Uni Eropa karena alasan keamanan pada Desember 2014. Pada tanggal 8 November 2019.
Kerjasama Operasional diantara maskapai Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air dihentikan ditandai dengan mulai beroperasinya kembali peralatan ground service milik Sriwijaya Air yang semula disimpan saat Kerja Sama Operasional (KSO) sedang berlangsung. Hal ini dikarenakan pihak Garuda Grup yang secara sepihak menghentikan penyediaan layanan kepada penumpang Sriwijaya Air karena
Sriwijaya Grup tidak membayar tunai kepada Garuda Indonesia Grup untuk penyediaan fasilitas layanan tersebut. h. Air Asia (IATA: QZ / ICAO: AWQ)
PT. Indonesia Air Asia yang dikenal sebagai Indonesia Air Asia merupakan maskapai penerbangan bertarif rendah dan maskapai tersebut mengoperasikan penerbangan domestik terjadwal. Indonesia Air Asia merupakan lisensi Air Asia
International, maskapai bertarif rendah milik Malaysia. Maskapai ini didirikan pada September 1999 sebagai PT. Awair International dan memulai penerbangan
Universitas Sumatera Utara 69
pada tahun 2000 di beberapa kota di Indonesia. Dikarenakan persaingan yang ketat, Awair menghentikan operasinya sekitar satu tahun kemudian.
Pada tahun 2004, AWAIR diambil alih sahamnya oleh Air Asia, dan mengalihkan orientasi pasarnya ke penerbangan biaya rendah. Penerbangan pertamanya dimulai pada 1 Desember 2005, AWAIR berganti nama menjadi PT.
Indonesia Air Asia. 72 Hingga saat ini, Indonesia Air Asia mengoperasikan penerbangan di beberapa kota di Indonesia dan internasional dengan tujuan Perth,
Johor Bahru, Kuala Lumpur, Penang, Singapura, Bangkok (dengan tujuan bandar udara Don Mueang), dan Phuket.
Beberapa perusahaan penerbangan Indonesia mengalami jatuh bangun dan beberapa juga berhenti beroperasi. Jika dirangkum hingga 2020, perusahaan penerbangan Indonesia yang masih aktif hingga saat ini yaitu Garuda Indonesia,
Citilink, Lion Air, Batik Air, Sriwijaya Air, NAM Air, Indonesia Air Asia, dan beberapa pesawat yang hanya berfokus kepada domestik khususnya kota kecil di
Indonesia, yaitu
1. PT. Aviastar Mandiri (IATA:- / ICAO: VIT);
2. PT. ASI Pujiastuti Aviation atau Susi Air (IATA: SI / ICAO:SOS);
3. PT. Transnusa Aviation Mandiri atau Transnusa (IATA: 8B / ICAO:
TNU);
4. Anak perusahaan Lion Air yaitu PT. Wings Abadi Airlines dikenal
sebagai Wings Air (IATA: IW / ICAO: WON); dan
5. Xpress Air (IATA: XN / ICAO: XAR).
72 Air Asia, https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_AirAsia, diakses pada Juni 2020 pukul 12:08 WIB
Universitas Sumatera Utara 70
B. Aturan Hukum Indonesia Mengenai Keselamatan dan Keamanan
Penerbangan Sipil
Terkait dengan keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia,
Pemerintah telah menetapkan beberapa aturan hukum yang berlaku antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 merupakan penyempurnaan dari
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 di mana di susun dengan mengacu kepada Konvensi Chicago 1944 dan memerhatikan perkembangan transportasi udara di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 juga mengatur tentang keselamatan dan keamanan dalam penerbangan sipil. Terkait keselamatan dan keamanan dalam penerbangan diatur dalam pasal 52 sampai pasal 57 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2009.
Pasal 52:
(1) Setiap pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau
berangkat dari Indonesia hanya dapat mendarat atau lepas landas dari
bandar udara yang ditetapkan untuk itu.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam
keadaan darurat.
(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan sertifikat; dan/atau
c. pencabutan sertifikat.
Universitas Sumatera Utara 71
Pasal 53:
(1) Setiap orang dilarang menerbangkan atau mengoperasikan pesawat
udara yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang
dan barang, dan/atau penduduk atau mengganggu keamanan dan
ketertiban umum atau merugikan harta benda milik orang lain.
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:
a. pembekuan sertifikat; dan/atau
b. pencabutan sertifikat.
Pasal 54:
Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan:
a. perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan
penerbangan;
b. pelanggaran tata tertib dalam penerbangan;
c. pengambilan atau pengrusakan peralatan pesawat udara yang dapat
membahayakan keselamatan;
d. perbuatan asusila;
e. perbuatan yang mengganggu ketenteraman; atau
f. pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi
penerbangan.
Pasal 55:
Universitas Sumatera Utara 72
Selama terbang, kapten penerbang pesawat udara yang bersangkutan mempunyai wewenang mengambil tindakan untuk menjamin keselamatan, ketertiban, dan keamanan penerbangan.
Pasal 56:
(1) Dalam penerbangan dilarang menempatkan penumpang yang tidak
mampu melakukan tindakan darurat pada pintu dan jendela darurat
pesawat udara.
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan sertifikat; dan/atau
c. pencabutan sertifikat.
Pasal 57:
Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara, kewenangan kapten penerbang selama penerbangan, dan pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.
2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2015 Tentang
Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830 (Civil Aviation
Safety Regulation part 830) tentang Pemberitahuan dan Pelaporan
Kecelakaan, Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil;
Universitas Sumatera Utara 73
Ruang lingkup peraturan tersebut berisikan:
1) Peraturan ini berlaku untuk kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara
sipil yang terjadi dimana pun, dan sistem pelaporan harus sesuai dengan
peraturan ini, kecuali dinyatakan lain.
2) Peraturan ini berlaku untuk pesawat udara sipil Indonesia yang disewa, di
charter atau dipertukarkan dengan operator pesawat udara sipil negara lain
dan negara operator pesawat udara sipil negara lain tersebut melepas
tanggung jawab investigasi kecelakaan dan kejadian serius.
3) Peraturan ini berisi tentang ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan:
a) pemberitahuan dan pelaporan kecelakaan dan kejadian serius dalam
pengoperasian pesawat udara sipil Indonesia dimana pun, dan pesawat
udara sipil asing yang terjadi di wilayah Republik Indonesia;
b) preservasi (preservation) puing-puing pesawat udara, surat-surat, kargo,
dan catatan-catatan mengenai pesawat udara sipil yang mengalami
kecelakaan atau kejadian serius dalam pengoperasian sebagaimana
ditentukan peraturan ini, yang terjadi di wilayah Kedaulatan Republik
Indonesia;
c) prosedur investigasi kecelakaan dan kejadian serius dalam pengoperasian
pesawat udara.
4) Prosedur yang tercantum dalam bagian ini berpedoman pada Annex 13 tentang
Investigasi kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara sipil, dari Konvensi
Chicago tentang Penerbangan Sipil Internasional, beserta amandemen.
Universitas Sumatera Utara 74
Pada peraturan tersebut diantaranya disebutkan bahwa bagi para pemangku kepentingan yang tidak melaporkan terjadinya kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara sipil akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.73
3. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 115 Tahun 2015 tentang
Peraturan Keselamatan dan Penerbangan Sipil bagian 176 (CASR part
176) tentang Pencarian dan Pertolongan pada Kecelakaan Pesawat Udara;
Peraturan ini memiliki penerapan dengan tujuan penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara, standar penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara, pengawasan penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara, pengembangan personel inspektur pencarian dan pertolongan (SAR inspector), dan pelaksanaan sistem manajemen keselamatan
(safety management system) untuk penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara.
Tujuan dari pengawasan keselamatan terhadap penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara adalah untuk menjamin penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan pada kecelakaan pesawat udara secara cepat, tepat, aman, terpadu dan terkoordinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
73 Biro Komunikasi dan Informasi Publik Dirjen Perhubungan Udara, PM 14 Tahun 2015 Tentang Pelaporan dan Prosedur Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara Sipil Diberlakukan, http://dephub.go.id/post/read/pm-14-tahun-2015-tentang-pelaporan-dan-prosedur-investigasi-kecelakaan- pesawat-udara-sipil-diberlakukan, diakses pada tanggal 18 September 2020 pukul 11:27 WIB
Universitas Sumatera Utara 75
4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 21 Tahun 2015 tentang
Standar Keselamatan Penerbangan;
Dalam pasal 2 mengatur bahwa penyelenggara bandar udara, penyelenggara angkutan udara, penyelenggara navigasi penerbangan wajib memenuhi standar keselamatan di bidang penerbangan yang terdiri atas: a. Sumber Daya Manusia; b. Sarana dan/atau prasarana; c. Standar operasional prosedur; d. Lingkungan; dan e. Sanksi
Standar keselamatan penerbangan berdasarkan Undang-Undang di bidang
Penerbangan, Peraturan Pemerintah di bidang penerbangan, Peraturan Menteri
Perhubungan dan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang mengacu pada peraturan internasional annexes maupun dokumen ICAO (Pasal 3).
Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan penerbangan yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan penerbangan sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini (pasal 5).
Pelanggaran terhadap pemenuhan ketentuan persyaratan keselamatan transportasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 dikenakan sanksi pidana maupun sanksi administratif berupa pemberhentian personel dari jabatan atau pembekuan/pencabutan izin bagi operator sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 6).
Universitas Sumatera Utara 76
5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 38 Tahun 2015 Tentang
Standar Layanan Penumpang Pesawat;
Dalam peraturan menteri tersebut mengatur standar layanan penumpang angkutan udara negeri dalam bandar udara dan standar layanan penumpang angkutan udara dalam negeri di pesawat.
Standar pelayanan dalam keselamatan penumpang angkutan udara negeri di bandar udara yaitu terdapat informasi dan fasilitas keselamatan seperti ketersediaan informasi dan peralatan penyelamatan darurat dalam bahaya
(kebakaran, kecelakaan, atau bencana alam). Tersedianya informasi, area dan fasilitas pelayanan kesehatan hingga petugas kesehatan dalam menangani dalam keadaan darurat.
Sedangkan Standar pelayanan dalam keamanan penumpang angkutan udara negeri di bandar udara yaitu fasilitas keamanan di area terminal dan sekitarnya guna menghindar atau memantau apabila terjadi tindak kejahatan di area bandar udara (adanya CCTV di area). Selanjutnya adanya petugas yang menjaga ketertiban dan keamanan di bandara (aviation security) serta adanya informasi pengaduan penumpang terkait gangguan keamanan berupa banner atau spanduk serta nomor telepon dan/atau SMS (call center).
Untuk standar pelayanan keselamatan dan keamanan penumpang angkutan udara negeri di pesawat yaitu terdiri dari informasi dan peralatan berupa kartu petunjuk keadaan darurat, buku petunjuk keselamatan penerbangan, kartu doa, jaket keselamatan (life jacket) sesuai dengan kapasitas penumpang, masker
Universitas Sumatera Utara 77
oksigen, jalur dan pintu darurat, serta peralatan kesehatan P3K (Penanganan
Pertama Pada Kecelakaan).
6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2016 tentang
Program Keselamatan Penerbangan Nasional;
Program Keselamatan Nasional (State Safety Programme/SSP) adalah seperangkat peraturan dan kegiatan yang terintegrasi serta bertujuan untuk meningkatkan keselamatan. Program Keselamatan Penerbangan Nasional disusun berdasarkan kerangka kerja State Safety Program (SSP) dari ICAO dan petunjuk teknis (guidance material). Standar ICAO terkait dengan dokumen kerangka kerja telah diadopsi dalam dokumen ini.
Tujuan dari Program Keselamatan Penerbangan Nasional adalah: a. Menetapkan Standard dan prinsip dasar keselamatan penerbangan nasional; b. Menghubungkan dasar hukum yang berhubungan dengan proses
implementasi dan praktek pelaksanaan; c. Menjelaskan aspek keselamatan penerbangan nasional yang dapat dikelola
dan terukur; d. Menetapkan peran pemerintah dalam mengelola keselamatan penerbangan
nasional; e. Menetapkan standar peraturan dan kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan keselamatan penerbangan nasional; f. Menyediakan sistem manajemen pengelolaan keselamatan penerbangan
nasional oleh Direktorat Jenderal Perhubungan udara; dan
Universitas Sumatera Utara 78
g. Menjembatani perbedaan antara proses internal dan eksternal terhadap
keselamatan penerbangan nasional Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
dengan proses internal keselamatan penerbangan nasional penyedia jasa
penerbangan.
7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 80 Tahun 2017 tentang
Program Keamanan Penerbangan Nasional;
Program Keamanan Penerbangan Sipil Nasional (National Civil Aviation
Security Program) memiliki tujuan yang terdiri dari: a. untuk melindungi keselamatan, keteraturan dan efisiensi penerbangan di
Indonesia melalui pemberian regulasi, standar dan prosedur serta
perlindungan yang diperlukan bagi penumpang, awak pesawat udara,
personel di darat dan masyarakat dari tindakan melawan hukum; b. untuk mempertahankan tingkat keamanan bandar udara dan angkutan udara
yang memberikan pelayanan penerbangan di Indonesia; c. untuk melindungi operasional penerbangan domestik dari tindakan melawan
hukum yang dilakukan berdasarkan penilaian resiko keamanan; dan d. memenuhi standar dan rekomendasi praktis internasional yang dimuat dalam
Annex 17 dari Konvensi Chicago (1944) dan yang terkait dengan keamanan
penerbangan dalam ICAO Annex lainnya.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengamanan
Wilayah Udara Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara 79
Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah menetapkan kawasan udara terlarang (prohibited area) dan kawasan udara terbatas (restricted area). Selain penetapan kawasan udara tersebut, Pemerintah dapat menetapkan beberapa aturan sebagai berikut:74 a. Penetapan zona identifikasi pertahanan udara (air defence identification
zone/ADIZ) yaitu ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan yang
ditetapkan bagi keperluan identifikasi Pesawat Udara untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara, yang berada pada ruang udara di Wilayah
Udara dan ruang udara di Wilayah Udara Yurisdiksi. b. Kawasan udara terlarang (prohibited area) merupakan kawasan udara di atas
daratan dan/atau perairan dengan pembatasan permanen dan menyeluruh bagi
Pesawat Udara. c. Kawasan udara terlarang (prohibited area) meliputi ruang udara di atas istana
presiden, ruang udara di atas instalasi nuklir, dan ruang udara di atas obyek
vital nasional yang bersifat strategis tertentu. Lebih lanjut disebutkan
penetapan ruang udara di atas objek vital nasional yang bersifat strategis
tertentu ditetapkan Presiden berdasarkan usulan Menteri (Pertahanan red)
setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
74 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, PP Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pengamanan Wilayah Udara RI: Wujud Kedaulatan Udara Wilayah RI, https://setneg.go.id/baca/index/pp_nomor_4_tahun_2018_tentang_pengamanan_wilayah_udara_ri_wujud_ke daulatan_wilayah_udara_ri, diakses pada tanggal 13 Agustus pukul 00:55 WIB.
Universitas Sumatera Utara 80
d. Kawasan udara terbatas (restricted area) merupakan ruang udara tertentu di
atas daratan dan/atau perairan dengan pembatasan bersifat tidak tetap dan
hanya dapat digunakan untuk operasi penerbangan oleh Pesawat Udara
Negara. e. Adapun yang termasuk Kawasan udara terbatas (restricted area) yaitu markas
besar Tentara Nasional Indonesia, Pangkalan Udara Tentara Nasional
Indonesia, kawasan latihan militer, kawasan operasi militer, kawasan latihan
penerbangan militer, kawasan latihan penembakan militer, kawasan
peluncuran roket dan satelit, dan ruang udara yang digunakan untuk
penerbangan dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang setingkat Kepala
Negara dan/atau Kepala Pemerintahan. f. Pesawat Udara Negara Asing yang terbang ke dan dari atau melalui Wilayah
Udara harus memiliki Izin Diplomatik (diplomatic clearance) dan Izin
Keamanan (security clearance). Untuk Pesawat Udara Sipil Asing tidak
berjadwal yang terbang ke dan dari atau melalui Wilayah Udara harus
memiliki Izin Diplomatik (diplomatic clearance), Izin Keamanan (security
clearance) dan Persetujuan Terbang (flight approval).
Peraturan keselamatan juga meliputi:75 a. Airspace Utilization (pemanfaatan ruang udara); b. Aircraft Operation (operasi pesawat terbang); dan c. Airport Development (pengembangan pesawat).
75 Antonius Lilisyanto Moenardi, Cockpit Indonesia: Mencermati Keselamatan dan Keamanan Dunia Penerbangan Sipil di Indonesia, (Surabaya: CV. Garuda Mas Sejahtera, 2018), hal.22
Universitas Sumatera Utara 81
Dengan sasaran keselamatan penerbangan yaitu target kinerja penerbangan, indikator kinerja keselamatan penerbangan, dan pengukuran pencapaian keselamatan penerbangan.
C. Status Penerbangan Sipil Indonesia Dalam Lingkup Internasional
Dunia penerbangan Indonesia terus berkembang yang mempunyai manfaat positif bagi usaha dan perekonomian. Maskapai penerbangan Indonesia pun juga menambah armada dan rute penerbangannya hingga hampir seluruh pelosok nusantara. Dalam dua tahun belakangan ini (2016-2018), tingkat keselamatan penerbangan Indonesia melejit pesat. Status keselamatan penerbangan Indonesia naik dari kategori 2 menjadi kategori 1 oleh otoritas penerbangan Amerika Serikat yaitu Federation Aviation Administration (FAA) pada Agustus 2016. Pada
Oktober 2017, Indonesia juga telah di audit keselamatan penerbangan oleh
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dengan nilai effective implementation mencapai 80,34 persen, jauh di atas rata-rata dunia yang di angka
60 persen. Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU),
Capt. Avirianto, mengatakan Indonesia perlu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak terkait penerbangan di tingkat nasional dan internasional.76
Pada Februari 2018, Indonesia menerima sertifikat dari ICAO
(International Civil Aviation Organization) tentang peningkatan keselamatan penerbangan di Indonesia. Capaian ini merupakan salah satu keberhasilan dalam membangun sinergi kerja bersama regulator-operator penerbangan nusantara.
76 Kurniasih Budi, Indonesia Pertahankan Tingkat Keselamatan Penerbangan, https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/01/170100526/indonesia-pertahankan-tingkat- keselamatan-penerbangan?page=all, diakses pada tanggal 25 Juli 2020 pukul 21:25 WIB
Universitas Sumatera Utara 82
Perwakilan Indonesia untuk ICAO, Andy Aron menjelaskan Presiden Dewan
ICAO, Olumuyiwa Benard Aliu, telah memberikan sertifikat tersebut kepada kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan,
Agus Santoso. "Penyerahannya dilakukan di Kantor Pusat ICAO, di Montreal,
Kanada," kata Andy dikutip dari Antara, Sabtu (19/5/2018).
ICAO secara resmi pada 28 Februari 2018 menerbitkan laporan hasil audit di tempat, yang dilaksanakan di Indonesia, pada Oktober 2017. Saat itu, Indonesia berhasil meraih angka EI sebesar 80,34, yang berarti meningkat secara signifikan dari hasil audit ICAO pada 2014 yang hanya sebesar 45,33. Dengan demikian, hasil audit keselamatan penerbangan berhasil membawa Indonesia menempati posisi peringkat ke-58 dunia, dari 192 negara anggota ICAO. Dan melompat 94 peringkat dari sebelumnya di peringkat ke-152 dunia. Dan, peringkat ke-10 di kawasan Asia Pasifik dari 39 negara yang masuk dalam akreditasi kantor regional
ICAO di Bangkok.77
D. Tanggung Jawab Aviation Security Dalam Perlindungan Keselamatan dan
Keamanan Penerbangan Sipil
Aviation Security (AVSEC) merupakan petugas keamanan bandara yang memiliki tanggung jawab dalam perlindungan keselamatan dan keamanan kepada calon penumpang penerbangan. Beberapa tujuan AVSEC dalam perlindungan keselamatan dan keamanan penerbangan sipil, yaitu:78
77 Arthur Gideon, Keselamatan Penerbangan RI Terbaik ke-10 di Asia Pasifik, https://www.liputan6.com/bisnis/read/3531444/keselamatan-penerbangan-ri-terbaik-ke-10-di-asia- pasifik, diakses pada tanggal 25 Juli 2020 pukul 21:29 WIB 78 Tugas-Tugas AVSEC (Aviation Security)-Bandara, https://sekolahpramugari.org/tugas-tugas- avsec-aviation-security-bandara.html, diakses pada 24 Juni 2020 pukul 22:17 WIB
Universitas Sumatera Utara 83
1. Keselamatan penumpang, awak pesawat, petugas dan masyarakat umum
terhadap tindakan melawan hukum dengan mencegah terangkutnya barang-
barang yang dapat membahayakan penerbangan.
2. Penerapan pemeriksaan terhadap
a. Pemeriksaan penumpang
b. Pemeriksaan awak penumpang
c. Pemeriksaan bagasi
3. Penerapan pengawasan terhadap
a. Pengawasan cargo, pos dan lain-lain
b. Pengawasan access control ke sisi udara
4. Ruang lingkup pengamanan aviation security
5. Daerah tertutup
6. Daerah terbatas
7. Daerah publik
Untuk tugas aviation security terdiri dari:79
1. Menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan, keteraturan dan
efisiensi penerbangan sipil dari tindakan melawan hukum;
2. Memberikan perlindungan terhadap awak pesawat udara, penumpang, para
petugas darat, masyarakat dan instalasi di bandar udara dari tindakan
melawan hukum;
3. Memberikan perlindungan perusahaan angkutan udara dari tindakan
melawan hukum; dan
79 Pepen Pendi, Kupas Tuntas Penerbangan, (Yogyakarta: Deepublish, 2016), hal. 176
Universitas Sumatera Utara 84
4. Memenuhi standard rekomendasi internasional.
Tugas avsec nyatanya sangat berat dikarenakan avsec menjadi garda terdepan dalam hal pengamanan penerbangan dan menjamin keselamatan para penumpang yang akan melakukan perjalanan penerbangan. Banyak aspek yang harus diperhatikan yang mengacu kepada regulasi internasional yang ketat. Personel avsec harus memahami berbagai macam karakter dan sifat para pengguna jasa baik dalam masalah pengamanan atau pelayanan.80
Sementara itu, kewenangan dan tanggung jawab avsec sebagai petugas pengamanan penerbangan, yaitu:81
1. Mengawasi dan memelihara pergerakan penumpang dan barang-barangnya
yang masuk/keluar gedung terminal;
2. Melaksanakan kerja sama dengan pihak pengangkut (airline/operator)
dalam melakukan pemeriksaan atau screening penumpang, bagasi,
jinjingan, kargo, dan pos sebelum di muat ke pesawat udara;
3. Mengawasi dan memeriksa tanda pengenal (identitas) orang dan
kendaraan yang mempunyai hubungan ke/dari daerah steril dan kawasan
sisi udara lainnya terutama di sekitar pesawat udara;
4. Melaksanakan survey pengamanan bandar udara dan melaporkan kepada
Komite Pengamanan Bandar Udara;
5. Melakukan pengawasan, pengendalian, penjagaan, pengamatan, patroli di
daerah batas bandar udara (perimeter);
80 Ibid, hal. 177
81 Ibid., hal 181-182
Universitas Sumatera Utara 85
6. Menjaga instalasi atau bangunan penting seperti: VIP room,gedung listrik,
tempat penampungan atau pompa air, fasilitas alat bantu navigasi udara
(lampu dan lain-lain), fasilitas bahan bakar minyak pesawat udara dan
lain-lain;
7. Mengumpulkan dan meneruskan atau menyebarkan informasi yang
berhubungan dengan masalah pengamanan penerbangan;
8. Melakukan penyelidikan kejadian atau pelanggaran yang terjadi di Bandar
Udara dan melaporkan kepada Komandan Pimpinan Satuan Pengamanan
Bandar Udara/Komite Pengamanan Bandar Udara;
9. Membina hubungan dengan instansi-instansi lain yang terkait di bandar
udara (misalnya: perusahaan angkutan udara, imigrasi, bea dan cukai, dan
lain-lain) dalam melaksanakan langkah atau tindak pengamanan
penerbangan;
10. Melakukan/memelihara koordinasi dengan bagian Perencanaan Bandar
Udara, sehingga semua aspek yang menyangkut pengamanan penerbangan
mendapat perhatian dalam perencanaan/desain/renovasi bangunan dan
fasilitas bandar udara;
11. Melakukan latihan pengamanan penerbangan di bandar udara secara
teratur sedikitnya sekali setahun;
12. Mengalihkan tanggung jawab kepada pihak kepolisian, bilamana terjadi
tindak kriminal di bandar udara; dan
Universitas Sumatera Utara 86
13. Bekerja sama dan mengalihkan pengendalian bilamana terjadi peningkatan
ancaman keamanan di bandar udara kepada TNI/POLRI sesuai
kesepakatan;
14. Melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait dan melaksanakan
tindak penanggulangan dalam keadaan gawat darurat.
E. Kasus Pelanggaran Keselamatan dan Keamanan Maskapai Penerbangan
Indonesia
Penerbangan sipil selalu dianggap sebagai transportasi yang aman dengan jangka waktu perjalanan yang efektif dengan menjamin keselamatan dan keamanan para penumpang. Tapi nyatanya tidak semua penerbangan aman, transportasi udara juga memiliki resiko yang tinggi jika terjadi kecelakaan atau pelanggaran keselamatan dan keamanan. Berikut ini beberapa rangkuman kasus pelanggaran keselamatan dan keamanan dalam maskapai penerbangan Indonesia dengan beberapa penyebab utama:
1. 26 September 1997, Kecelakaan Garuda Indonesia Airbus A300-B4
Pesawat penumpang milik Garuda Indonesia bertipe Airbus A300 dengan nomor penerbangan GA 152 menabrak tebing dan jatuh di desa Buah Nabar, kecamatan Sibolangit, kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, saat hendak mendarat di bandara Polonia Medan. Pada paruh akhir 1997, wilayah Jawa dan
Sumatra diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan.
Negara tetangga, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei kena dampaknyaa.
Kabut asap ini mengakibatkan puluhan ribu orang masuk rumah sakit akibat infeksi pernapasan dan jutaan orang lainnya menderita. Tim investigasi
Universitas Sumatera Utara 87
menyimpulkan bahwa menara ATC keliru memberikan panduan. GA 152 yang seharusnya berbelok ke arah kiri malah diarahkan ke kanan sehingga menabrak tebing gunung, yang jaraknya 48 km dari kota Medan. Pesawat kemudian meledak berkali-kali.82 Alhasil seluruh penumpang dinyatakan tewas.
2. Pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan
Karawang pada 29 Oktober 2018.
Pesawat Lion Air JT-610 lepas landas pada pukul 06.20 WIB dari Bandara
Soekarno Hatta dengan rute Bandara Depati Amir di Pangkal Pinang, Bangka
Belitung. Pesawat dijadwalkan akan tiba di tujuan sekitar pukul 07.20 WIB.
Namun, 13 menit setelah mengudara, pesawat jatuh pada pukul 06.33 WIB.
Sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak,
2 bayi, 2 pilot, 5 kru dinyatakan meninggal dunia.
Sehari sebelumnya, Minggu, sistem operasi pesawat tersebut bermasalah.
Namun, pihak maskapai menegaskan bahwa masalah tersebut telah dibenahi sebelum pesawat kembali beroperasi. KNKT (Komite Nasional Keselamatan
Transportasi) menyimpulkan ada sembilan faktor yang berkontribusi pada kecelakaan tersebut. Secara garis besar adalah gabungan antara faktor mekanik, desain pesawat, dan kurangnya dokumentasi tentang sistem pesawat. Selain itu, faktor lain yang berkontribusi adalah kurangnya komunikasi dan kontrol manual antara pilot dan kopilot beserta distraksi dalam kokpit. Berdasarkan bukti rekaman data dan percakapan selama penerbangan, KNKT menyimpulkan bahwa kopilot tidak familiar dengan prosedur, meski ditunjukkan cara mengatasi pesawat saat
82 Rahadian Runjan, Kelabu 26 September, https://historia.id/politik/articles/kelabu-26-september- P7wbP, diakses pada tanggal 28 September 2020 pukul 00.27 WIB
Universitas Sumatera Utara 88
training. Saat B737 MAX 8 mengalami kendala pembacaan kecepatan di udara setelah take off, kapten pilot harus meminta kopilot dua kali untuk melakukan checklist. Butuh waktu empat menit untuk mencari prosuder yang dibutuhkan dalam buku manual pesawat. Selain itu, faktor teknis yang terungkap adalah sensor penting yang salah dikalibrasi oleh bengkel pesawat di Florida.83
3. Penumpang yang Melakukan Perbuatan Membahayakan Keselamatan dan
Keamanan Penerbangan
FAR, penumpang Lion Air diamankan setibanya di darat karena membuat panik penumpang lain saat berada di dalam pesawat. Si penumpang ditangkap karena melanggar aturan penerbangan. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu 10 Maret
2018 saat pesawat Lion Air mengudara dari Cengkareng ke Padang. Di tengah perjalanan FAR berteriak meminta pesawat putar balik karena anggapan pesawat dalam keadaan bahaya. Dia juga mengenakan pelampung untuk dia dan neneknya.84
Manajemen Lion Air dalam keterangannya menyatakan, langkah yang mereka ambil merujuk Pasal 54 UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Aturan itu menyebutkan:
“Bahwa setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan: a. perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan; b. pelanggaran tata tertib dalam penerbangan; c.
83 Ahmad Naufal Dzulfaroh, Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Satu Tahun Jatuhnya Lion Air JT 610, https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/29/060200965/hari-ini-dalam-sejarah--mengenang-satu- tahun-jatuhnya-lion-air-jt-610?page=all., diakses pada 28 September 2020 pukul 01.04 WIB
84 Noval Dhwinuari Anthony, Ini Aturan yang Dilanggar Pembuat Panik di Pesawat Lion, https://news.detik.com/berita/d-3910364/ini-aturan-yang-dilanggar-penumpang-pembuat-panik-di-pesawat- lion, diakses pada tanggal 13 Agustus 2020 pukul 14:47 WIB
Universitas Sumatera Utara 89
pengambilan atau pengrusakan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan; d. perbuatan asusila; e. perbuatan yang mengganggu ketenteraman; atau f. pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan”.
Ancaman hukuman terhadap pelanggaran Pasal 54 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dalam Pasal 412 menyatakan, bahwa ayat (1):
“Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Ayat (4): Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengganggu ketenteraman, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
4. Tabrakan Lion Air dan Wings Air di Bandara Kualanamu
Pada tanggal 3 Maret 2017 sekitar pukul 11.10 WIB, kecelakaan pesawat yang melibatkan dua maskapai penerbangan, Lion Air dengan Wings Air, sempat membuat Bandara Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara, ditutup selama 20 menit oleh pihak pengelola. kecelakaan pesawat yang terjadi tepat di landasan pacu Bandara Kualanamu. Penutupan aktivitas penerbangan akibat kecelakaan yang merusak bagian sayap kedua pesawat. Public Relations Manager
Lion Air Group Andy M. Saladin menerangkan, pesawat Lion Air dengan nomor
Universitas Sumatera Utara 90
penerbangan JT 197 yang melayani penerbangan dari Banda Aceh menuju Medan menggunakan pesawat tipe Boeing 737-900 ER dengan registrasi PK-LJZ mengalami senggolan di bagian sayap setelah melakukan pendaratan di Bandara
Kualanamu. Senggolan tersebut terjadi dengan maskapai Wings Air dengan nomor penerbangan IW 1252, registrasi PK-WFF yang akan membawa penumpang dari Medan menuju Meulaboh, Aceh Barat, dengan pesawat ATR 72-
500. Seluruh penumpang dipastikan selamat dan tidak ada yang mengalami cedera.Sementara untuk penumpang Lion Air JT 197 yang membawa 144 penumpang dari Banda Aceh menuju Medan dan memiliki penerbangan lanjutan menuju kota lainnya akan diterbangkan menggunakan maskapai Lion Air Group lainnya, yaitu Batik Air ataupun Lion Air di jadwal berikutnya pada hari yang sama.85
5. Pesawat Garuda Indonesia Mengalami Pecah Ban (Tyre Burst) di Bandara
Kualanamu
Pada 11 Juni 2018, Pesawat Garuda Indonesia rute Jakarta-Medan dengan nomor penerbangan GA-190 mengalami pecah ban saat mendarat Bandara
Kualanamu, Deli Serdang. Tak ada korban akibat insiden itu. Penerbangan GA-
190 rute Jakarta-Medan itu membawa 162 penumpang yang terdiri atas 12 penumpang bisnis dan 150 ekonomi. Pesawat diberangkatkan dari Jakarta pada pukul 15.05 WIB.86
85 Reza Efendi, Kecelakaan Pesawat, Bandara Kualanamu Ditutup 20 Menit, https://www.liputan6.com/regional/read/3045479/kecelakaan-pesawat-bandara-kualanamu-ditutup-20-menit, diakses pada tanggal 13 Agustus 2020 pukul 15:10 WIB
86 Ahmad Bil Wahid, Garuda Indonesia Pecah Ban Saat Mendarat di Kualanamu, https://news.detik.com/berita/d-4064821/garuda-indonesia-pecah-ban-saat-mendarat-di-kualanamu, diakses pada tanggal 13 Agustus 2020 pukul 15:30 WIB
Universitas Sumatera Utara 91
Pesawat PK-GFT yang melayani penerbangan GA-190 telah diperiksa sebelum terbang dari Jakarta dan dalam kondisi layak terbang. Sebagai tindak lanjut dari insiden tersebut, penerbangan GA 193 Rute Medan - Jakarta yang seharusnya dioperasikan dengan pesawat PK-GFT (ex GA 190) dialihkan dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia lainnya yang diberangkatkan pada pukul
22.30 waktu setempat serta telah mendapatkan delay kompensasi sesuai kebijakan yang berlaku.87
87 Hendra Gunawan, Penjelasan Garuda Terkait Ban Pecah di Bandara Kualanamu, https://www.tribunnews.com/regional/2018/06/12/penjelasan-garuda-terkait-ban-pecah-di-bandara- kualanamu, diakses pada tanggal 13 Agustus 2020 pukul 15:32 WIB
Universitas Sumatera Utara 92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Regulasi penerbangan sipil internasional berawal dari sekutu yang
berkeyakinan bahwa Perang Dunia II akan berakhir, Negara-negara sekutu
mulai merencanakan pengorganisasian penerbangan sipil Internasional dan
Amerika Serikat setuju untuk mensponsori Konferensi di Chicago pada
November 1944. Lalu terbitlah Konvensi Chicago 1944 (Chicago Convention
1994) yang merumuskan standar baik di bidang teknik maupun di bidang
ekonomi dan mendirikan institusi yang diperlukan untuk
mengoperasionalkannya serta memeliharanya. Walaupun konferensi tidak
mencapai semua hal yang diharapkan, namun konferensi tersebut menjadi
dasar bagi pendirian Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau
International Civil Aviation Organization (ICAO) pada tahun 1947.
2. Keselamatan dan keamanan penerbangan menurut hukum internasional diatur
dalam Pasal 37 Konvensi Chicago 1944 yaitu bahwa untuk meningkatkan
keamanan dan keselamatan penerbangan negara peserta harus berupaya
mengelola penerbangan sipil (personil, pesawat, jalur penerbangan dan lain-
lain) dengan peraturan, standar, prosedur dan organisasi yang sesuai dengan
standar yang dibuat oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
Selanjutnya diatur juga dalam Konvensi Paris 1919, Konvensi Tokyo 1963,
Annex 17, Annex 18, ICAO - Doc 8973, dan ICAO Doc-9960.
Universitas Sumatera Utara 93
3. Implementasi keselamatan dan keamanan penerbangan sipil di Indonesia
berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan dan beberapa Peraturan Menteri yang menerapkan beberapa
program penerbangan seperti Program Keselamatan Penerbangan (Safety
Management System), Program Keamanan Penerbangan Sipil Nasional
(National Civil Aviation Security Program), Program Keselamatan
Penerbangan Nasional (State Safety Programme), Pengamanan Wilayah
Republik Indonesia, serta Standar Layanan Penumpang Pesawat.
B. Saran
1. Berdasarkan latar belakang berkembangnya penerbangan sipil, negara-negara
di dunia dapat memanfaatkan perkembangan penerbangan sipil dengan tujuan
meningkatkan kerjasama antar negara, memelihara perdamaian dunia,
masyarakat di dunia juga saling mengunjungi antar domestik atau luar negeri,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, serta meningkatkan industri
penerbangan sipil.
2. Berdasarkan aturan hukum internasional mengenai keselamatan dan
keamanan penerbangan sipil, negara-negara anggota ICAO seharusnya
menerapkan lebih tegas mengenai standar keselamatan dan keamanan
penerbangan dari tindakan campur tangan yang melanggar hukum terhadap
penerbangan sipil serta pengangkutan barang-barang berbahaya harus
memiliki prosedur inspeksi dan penegakan hukum terhadap pengangkutan
tersebut.
Universitas Sumatera Utara 94
3. Penerapan keselamatan dan keamanan penerbangan sipil di Indonesia akan
lebih baik jika Pemerintah dan pihak maskapai penerbangan lebih tegas
menerapkan standar keselamatan dan keamanan penerbangan nasional guna
mengurangi pelanggaran atau pun kecelakaan mengingat sering terjadinya
masalah keselamatan dan keamanan penerbangan Indonesia. Khususnya
kepada maskapai penerbangan bertarif rendah (low cost carrier) meskipun
dari segi harga dinilai lebih murah dibandingkan maskapai non-low cost
carrier, seharusnya tetap tegas menerapkan standar keselamatan dan
keamanan karena sering mendapat kritikan dari penumpang mengenai
layanan serta dalam perjalanan.
Universitas Sumatera Utara 95
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Diederiks-Verschoor, I.H.Ph. 2006. An Introduction to Air Law. Eight Revised
Edition. The Netherlands: Kluwer Law International.
Heliarta. 2009. Mengenal Hukum Internasional. Tangerang: Loka Aksara.
Kusumaatmadja, Mochtar. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Binacipta,
1989.
Martono, H.K., dan Amad Sudiro. 2016. Hukum Udara Nasional dan
Internasional Publik. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Moegandi, Achmad. 1996. Mengenal Dunia Penerbangan Sipil. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Moenardi, Antonius Lilisyanto. 2016. Cockpit Indonesia: Mencermati
Keselamatan dan Keamanan Dunia Penerbangan Sipil di Indonesia.
Surabaya: CV. Garuda Mas Sejahtera.
Pendi, Pepen. 2016. Kupas Tuntas Penerbangan. Yogyakarta: Deepublish.
Shawcross and Beaumont. 1982. Air Law. London: Butterworths.
Sunggono, Bambang. 2006. Metodologi Peneltian Hukum. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Supriyadi, Yaddy. 2012. Keselamatan Penerbangan Teori dan Problematika.
Tangerang: PT Telaga Ilmu Indonesia.
Suwardi, Sri Setianingsih. 1986. Inti Sari Hukum Internasional Publik. Bandung:
Penerbit Alumni.
Universitas Sumatera Utara 96
Wiradipraja, Saefullah. 2014. Pengantar Hukum Udara dan Ruang Angkasa.
Bandung: PT. Alumni
------, Saefullah. 2008. Hukum Transportasi Udara – dari Warsawa 1929 ke
Montreal 1999. Bandung: Kiblat Buku Utama.
B. Undang-Undang dan Konvensi
Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944)
Chicago Interim Agreement
Undang-Undang No. 1 Tahun 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2018
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2015
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 115 Tahun 2015
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 21 Tahun 2015
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 38 Tahun 2015
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2016
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 80 Tahun 2017
C. Jurnal
Anggraeni, Ni Putu. 2009. “International Law Making, Convention on
International Civil Aviation”. Indonesia Journal of International Law. Vol. 6
No. 4. hal. 565 (Juli 2009)
Purnamasari, Ni Putu. 2020. “Status Hukum Pesawat Udara Komersial Yang
Digunakan Untuk Penerbangan Kenegaraan”. Fakultas Hukum Universitas
Islam Malang. Volume 24 Nomor 4. hal. 798 (Februari 2020)
Universitas Sumatera Utara 97
Yadav, Devinder K. dan Hamid Nikraz. 2014. “Implications of Evolving Civil
Aviation Safety Regulations on The Safety Outcomes of Air Transport
Industry and Airports”. Taylor and Francis Group. Volume 18(2): 94–103.
hal. 94 (12 Mei 2014)
Yarlina, Lita dan Evy Indasari. 2013. “Pelaksanaan Pengawasan Keselamatan
Penerbangan di Bandar Udara SM. Badaruddin II Palembang”, WARTA
ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara. Volume 39 No. 1 Maret 2013. hal.
80-81 (15 Maret 2013)
E. Website
Ahmad Bil Wahid, “Garuda Indonesia Pecah Ban Saat Mendarat di Kualanamu”,
https://news.detik.com/berita/d-4064821/garuda-indonesia-pecah-ban-saat-
mendarat-di-kualanamu
Ahmad Naufal Dzulfaroh, “Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Satu Tahun
Jatuhnya Lion Air JT610”,
https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/29/060200965/hari-ini-
dalam-sejarah--mengenang-satu-tahun-jatuhnya-lion-air-jt-610?page=all.
Aeronews TV, “Safety and Security What’s the Difference”,
https://aeronewtv.com/mobile/3000-safety-and-security-whats-the-
difference.html
Anonim, “Penerbangan Indonesia Raih Skor Keamanan Tertinggi ICAO”.
https://www.tiket2.com/blog/penerbangan-indonesia-raih-skor-keamanan-
tertinggi-icao-international-civil-aviation-organization/
Universitas Sumatera Utara 98
Arthur Gideon, “Keselamatan Penerbangan RI Terbaik ke-10 di Asia Pasifik”,
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3531444/keselamatan-penerbangan- ri- terbaik-ke-10-di-asia-pasifik
Desi Triana Aswan, “Sejarah Masuknya Penerbangan Sipil di Indonesia Sejak
1924”, https://makassar.tribunnews.com/2019/03/13/tribunwiki-begini-
sejarah-masuknya-penerbangan-sipil-di-indonesia-sejak-1924?page=all
Hendra Gunawan, “Penjelasan Garuda Terkait Ban Pecah di Bandara
Kualanamu”, https://www.tribunnews.com/regional/2018/06/12/penjelasan- garuda- terkait-ban-pecah-di-bandara-kualanamu
IATA, “International Air Transport Association (IATA) Explained”,
https://moverdb.com/iata/
ICAO, “Annex 17”, https://www.icao.int/security/sfp/pages/annex17.aspx
ICAO, “Annex 18”, https://www.icao.int/safety/DangerousGoods/Pages/annex-
18.aspx
Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “PP Nomor 4 Tahun 2018
Tentang Pengamanan Wilayah Udara RI: Wujud Kedaulatan Udara Wilayah
RI”, https://setneg.go.id/baca/index/pp_nomor_4_tahun_2018_tentang_pengam
anan_wilayah_udara_ri_wujud_kedaulatan_wilayah_udara_ri
Kurniasih Budi, “Indonesia Pertahankan Tingkat Keselamatan
Penerbangan”, https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/01/170100526/
indonesia-pertahankan-tingkat-keselamatan-penerbangan?page=all
Universitas Sumatera Utara 99
Noval Dhwinuari Anthony, “Ini Aturan yang Dilanggar Pembuat Panik di
Pesawat Lion”, https://news.detik.com/berita/d-3910364/ini-aturan-yang-
dilanggar-penumpang-pembuat-panik-di-pesawat-lion
Petrik Matanasi, “Bagaimana Hindia Belanda Merintis Penerbangan Sipil”,
https://tirto.id/bagaimana-hindia-belanda-merintis-penerbangan-sipil- c8Tp/
Rahadian Runjan, “Kelabu 26 September”, https://historia.id/politik/articles/kelabu-26-
september-P7wbP
Rina Hayati, “Pengertian Tinjauan Pustaka, Manfaat, dan Cara Membuatnya”,
https://penelitianilmiah.com/tinjauan-pustaka/
Sekolah Pramugari, “Tugas-Tugas AVSEC (Aviation Security) Bandara”,
https://sekolahpramugari.org/tugas-tugas-avsec-aviation-security- bandara.html
Shabara Wicaksono, “Sejarah Penerbangan Komersial Dunia”,
https://phinemo.com/sejarah-penerbangan-komersial-dunia/
Suhendra, “Sejarah Lion Air”, https://tirto.id/sejarah-lion-Air-8Rq
The ICAO Council, https://www.icao.int/about-icao/Council/Pages/council.aspx
The Postal History of ICAO, “The first years of the Legal Committee”,
https://applications.icao.int/postalhistory/the_first_years_of_the_legal_co
mmittee.htm
Tryning Rahayu Setya W., “Lion Air”, https://m.merdeka.com/lion-air/profil/
Universitas Sumatera Utara