KEN ANGROK PENDIRI WANGŚA RĀJASA

Devan Firmansyah 1) Program Studi Pendidikan Sejarah dan Sosiologi Ikip Budi Utomo [email protected]

Yahmin 2) IKIP Budi Utomo Malang [email protected]

ABSTRACT

This research have a purpose to reveal Ken Angrok’s figure in establish Tumapĕl’s Kingdom and also Wangśa Rājasa’s cause Ken Angrok establish this family’s name in . In this research, have a research’s methods can be use, that is historiography’s methods. Historiography’s methods consist of four stage. This stage is: 1) Heuristic (aggregation of data source, that is ancient inscription, manuscript, foreign’s report and folklore); 2) Criticical Source (verify to accurate data source); 3) Interpretation (declension to various sata source); and 4) Historriography (writing about result’s research into form about scientific activities). This research can be conclusion that is Ken Angrok succesfull fall out Kaḍiri’s Kingdom and establish his kingdom and the new dynasty’s name. Successful from Ken Angrok because the right political strategy and with support from the clergy, the leader from local’s area and the leader from vilages in the east Kawi’s Mountain and the legitimacy from politics pass through his wedding with Ken Dĕḍĕs.

Keyword: Ken Angrok, Wangśa Rājasa, Kerajaan Tumapĕl.

PENDAHULUAN

Setelah pembagian Kerajaan Pertentangan tersebut terjadi Mĕdang yang dilakukan oleh Raja sampai masa Kerajaan Kaḍiri akhir. Airlangga menjadi dua yaitu Keraja-an Keraja-an Kaḍiri sendiri adalah penerus dan Paṅjalu kepada para Kerajaan Paṅjalu, yang keberadaan putranya pada tahun 1052 M (Hinzler & awalnya dapat diketahui lewat pra-sasti Schoterman, 1979:483; Kusumadewi, Padlĕgan tahun 1038 Śaka (11 Januari 1988:74 dan Riana, 2009:333), di Jawa 1117 M) bersama dengan para rajanya telah terjadi dis-integrasi sosial-politik dan menghiasi panggung sejarah Jawa (Tim juga da-lam beberapa aspek-aspek Penulisan Sejarah Nasional II, 2010:286). lainnya.

24

Pada masa akhir Kerajaan Kaḍiri prasasti, naskah susastra, berita asing dan tersebut dan juga di tengah ketidakstabilan cerita rakyat, pen); b) Kritik Sumber, yaitu sosial-politik masa itu, lahirlah tokoh pem- menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah baharu yang dijuluki dengan nama “Ken masa lampau itu otentik baik dalam bentuk Angrok” pada tahun 1104 Śaka (1182 M), maupun isinya; c) Interpretasi, yaitu sesuai informasi dari kitab Kakawin menetapkan mak-na hubungan dari fakta- Nāgarakṛtāgama tepatnya pada pupuh 40 fakta yang diperoleh; dan d) Historiografi, baris pertama (Wibo-wo, 1981:38-40; yaitu penyajian dengan menyampaikan Mulajana, 2006:364 dan Riana, 2009:203). sintesa yang diperoleh di dalam bentuk Tokoh Ken Angrok tersebut diharapkan suatu kisah (Notosusanto, 1971:17). segenap masyarakat pada saat itu menjadi “Juru Selamat” atau “” di Jawa HASIL DAN PEMBAHASAN agar bisa menyatukan kembali kedua Kesejarahan tokoh Ken Ang-rok kerajaan yang terus berperang bertahun- beserta dinasti (wangśa) yang ia dirikan tahun tersebut. Karena da-lam konsep dapat dilacak melalui berba-gai macam pemikiran masyarakat Jawa, Ratu Adil sumber data primer tak langsung misalnya timbul pada masya-rakat yang mengalami saja prasasti Ba-lawi dari tahun 1227 Saka “kegoncangan sosial politik yang besar” (1305 M), prasasti Maribong (Trawulan II) (Dirjosu-wondo, 1984:125). dari tahun 1186 Śaka (1264 M), prasasti Maka, berdasar-kan uraian diatas Kuśmala (Kandangan) dari tahun 1272 yang menjadi fokus dalam penelitian ini, Śaka (1350 M), dan prasasti Mūla- berkaitan de-ngan masa situasi kondisi Malurung dari tahun 1177 Śa-ka (1255 M) dimana Ken Angrok berkiprah mendirikan (Tim Nasional Penu-lisan Sejarah Wangśa Rājasa. II, 2010:424). Untuk kiprahnya secara lengkap METODE mulai dari awal kelahiran-nya sampai ia Metode penelitian pada kaji-an ini meninggal dapat dili-hat dalam separuh menggunakan metode historio-grafi. bagian awal kitab susastra Sĕrat Metode tersebut terdiri dari empat tahapan (Kriswanto, 2009:10-59). Dan yaitu: a) Heuristik, yaitu suatu kegiatan juga disinggung sekilas dalam Kakawin menghimpun jejak-jejak masa lampau Nāgarakṛtā-gama pada pupuh ke 40 bait (dari studi pustaka dengan data berupa ke 1 sampai ke 5 (Muljana, 2006:364-365).

25

Serta tersirat sekilas dalam Ce-rita Rakyat Yogi, 1996:34). Dengan demikian Ken Polowijen: Joko Lulo dan Putri Ndedes Angrok masih berstatus bangsawan yang (Suwardono, 2005:80-87). di dalam struktur mangilala dṛwya haji, Ken Untuk keterangan mengenai Angrok berstatus kula pangkur yaitu sebutan pertama kali Wangśa Rājasa keluarga atau keturunan dari pejabat dapat dijumpai dalam prasasti Bala-wi dari pangkur (Yogi, 1996:46). tahun Śaka 1227 (1305 M) (Yamin, Ken Angrok dalam usahanya 1962:255). Rupanya nama Wangśa mendirikan kerajaan baru dan wang-śa Rājasa memiliki sebutan la-in (sinonim) melewati berbagai macam tahapan politis yaitu “Wangśa Girīn-dra” seperti yang dan berkoalisi dengan berba-gai pihak disebut dalam “Ka-kawin Śiwarātrikalpa pendukungnya. Adapun proses-proses (Lubdhaka)” (Zoetmulder, 1985:460) dan perjuangan yang ia la-kukan antara lain: “Kṣiti-dhareśwarawangśa” dalam prasasti 1) Belajar berbagai macam ilmu Waringin Pitu (Surodakan), Lem-peng 3a, pengetahun seperti belajar baca tulis dan Baris ke 2 dan 3 (Noorduyn, 1978:235 dan jenis-jenis aksara, sastra, penanggalan Mulajana, 1983:127). Śaka dan ilmu perhitu-ngan hari kepada Berdasarkan keterangan tersi-rat seorang Pujangga (Janggan) di Desa dalam bab pembuka Pararaton, Ken Sagênggêng (-wanto, 2009:21). Ia Angrok adalah anak dari pejabat Pangkur juga beguru ke-pada Pu Palot dari Desa yang berasal dari barat Gu-nung Kawi Turyânta-pada ilmu membuat emas yaitu Kerajaan Kaḍiri yang pindah ke (Kriswan-to, 2009:31-33). Kemungkinan sebelah lereng timur Gunung Kawi Ken Angrok juga diajarkan ilmu lain oleh (Suwardono, 2013a:152-153 dan Pu Palot. Hal ini dikarenakan Pu Pa-lot 2013b:101-145). Pangkur adalah jabatan yang dalam kitab Tantu Pangge-laran, bertugas un-tuk mengurusi pajak-pajak disebut Pu Tapa-Palet juga menguasai yang ma-suk ke perbendaharaan teknik keterampilan membuat candi kerajaan. Pangkur termasuk dari golongan beserta teknik ukir-ukirannya, membuat sa-lah satu “mangilala dṛwya haji”, yai-tu lumpang batu, dan membuat gua mereka yang menikmati kekayaan raja, (Nurhajarini & Su-yami, 1999:128-129). dalam arti “mendapat gaji tetap” dari 2) Membuat kerusuhan dan perbendaharaan kerajaan (Tim Penulisan meminta perlindungan serta duku-ngan Sejarah Nasional II, 2010:230-231 dan kepada para tokoh berpengaruh di desa-

26 desa. Bisa jadi tujuan Ken Angrok tersebut timur Gunung Kawi. Dalam Pararaton ialah agar kondisi wilayah timur Gunung tokoh-tokoh disekitar Ken Angrok bisa Kawi menjadi chaos sehingga muda ia ditafsir-kan sebagai mangilala dṛwya haji kontrol dan kuasai. Adapun daftar karena peran pentingnya bagi kesuk- keonaran yang Ken Angrok lakukan dan sesan politik Ken Angrok dalam terekam dalam Pararaton ialah mengkudeta Tunggul Amětung. Me-reka mengilangkan kerbau milik kepala desa di antara lain: Ki Lembong yang bisa Lebak, mendirikan markas begal bernama ditafsirkan sebagai perwakilan masyarakat Sanja bersama dengan sahabatnya yang kelas pedagang (Warsito, 1966:23) atau bernama Tuan Tita, memperko-sa gadis tuha dagang yang ber-tugas untuk pencari tuak di Hutan Adi-yuga dan juga mengkoordinasi dan me-ngawasi para memperkosa gadis pe-mikat burung, pedagang dalam struk-tur mangilala dṛwya menjadi perampok di Desa Lulumbang, haji (Yogi, 1996:63). Namun karena mencuri di Desa Kapundungan, berbuat profesinya sebagai pencuri bisa juga ia onar dan me-nikam orang di Desa ditafsir-kan sebagai juru rahasya dalam Kabalon, men-curi Arca Penjaga di Desa posi-si mangilala dṛwya haji. Juru raha-sya Tugaran dan juga memperkosa anak adalah orang yang terlatih dalam kepala desanya. Walaupun berbuat onar mengurus hal-hal yang bersifat raha-sia Ken Angrok sempat mendapat perlindu- (double-agent, pen) (Yogi, 1996:44). ngan dari beberapa pihak, misalnya: Kemudian tokoh Bango Samparan, Gagak Inget keturunan prajurit dari Desa bandar judi dari Desa Karuman bisa Lulumbang, para pendeta di Desa ditafsirkan dalam po-sisi mangilala dṛwya Junwatu, penghulu dari Desa haji ia adalah seorang juru/tuha juḍi yaitu Kapundungan, kepala desa bernama Luki, kepala dari para petugas yang mengurus Nini (nenek) dari Desa Paniti-kan se-gala macam perjudian (Yogi, 1996:43). (Suwardono, 2013b:24-31). Warsito (1966:24) juga menafsirkan Bango 3) Menggalang koalisi de-ngan para Samparan adalah seorang pemimpin mangilala d wya haji un-tuk ṛ partai politik yang menguasai ‘the menggulingkan kekuasaan Tung-gul underworld’ dari Tu-mapěl. Selanjutnya Amětung yang merupakan ke-panjangan ada tokoh Pu Gandring yaitu pandai besi tangan dari pemerintah Kerajaan Kaḍiri di yang bi-sa dikatakan termasuk golongan wilayah pendudu-kan Tumapĕl, sebelah ma-ngilala dṛwya haji. Dalam mangilala

27 dṛwya haji disebutkan beberapa jenis bersenjata lengkap (Yogi, 1996:37). pandai besi, antara lain dhūra yaitu pandi Tokoh-tokoh tersebut sukses mem-bantu besi, juru barata yaitu kepala dari para Ken Angrok dalam melengser-kan pengrajin logam, juru guśa-li/gośali yaitu kekuasaan Tunggul Amětung da-lam kepala pandai emas, pandai mas yaitu kudetanya. pembuat/pengrajin mas, pandai tembaga 4) Melegitimasi kekuasaan melalui yaitu pem-buat/pengrajin tembaga, pandai politik pernikahan dengan seorang Ken tam-ra yaitu pembuat/pengrajin besi, Dĕḍĕs. Pararaton me-nginformasikan sungka pembuat alat senjata (Yogi, bahwa Ken Dĕḍĕs disebut sebagai 1996:41-60). Dan tokoh terakhir yai-tu perempuan strī nā-riśwarī atau arddha Kěbo Ijo yang berprofesi sebagai seorang nāriśwarī. Kata strī nāriśwarī memiliki prajurit. Posisi Kěbo Ijo da-lam struktur pengertian yang sama yaitu ‘perempuan mangilala dṛwya haji belum dapat termu-lia’ atau ‘wanita yang paling uta-ma’. dipastikan, anmun ber-kenaan dengan Keistimewaan yang dimilikinya adalah profesinya sebagai prajurit, maka bisa jadi siapapun yang menikahi, be-tapapun ia termasuk salah satu dari beberapa jenis nestapanya dia akan menjadi raja besar posisi keprajuritan dalam mangilala dṛwya (ratu anyakrawati) (Cah-yono, 2011:8). haji antara lain agilingan yaitu ten-tara Kemudian julukan arddha nāriśwarī istana yang menggunakan kereta perang, memiliki penger-tian seseorang yang juru salit yaitu kepala para tentara atau mempunyai “ra-him agung dan luhur” yang penjaga pertahanan kera-jaan/ibukota, kelak akan melahirkan tokoh-tokoh besar magalah yaitu tentara kerajaan yang (Purwadi, 2004:79). Agus Sunyoto bersenjatakan tombak, makiṭran yaitu (2000:24-26) menafsirkan jika Ken Dĕḍĕs orang atau tentara ke-rajaan yang adalah anak dari penguasa “Pūrwwa” tugasnya berkeliling menjaga keamanan yang mengusir Raja Kṛta-jaya dari istana, mamanah yaitu tentara kerajaan takhtanya di Bhūmi Kaḍiri seperti yang yang memba-wa panah sebagai disebut dalam prasasti Kamulan. Jika senjatanya, pala-wang yaitu tentara demikian Ken Dĕḍĕs merupakan seorang kerajaan yang menjaga pintu gerbang, “putri mahkota” dari sebuah kerajaan Pra- patarah ya-itu orang yang tugasnya Tumapĕl. Wajar jika Ken Angrok sangat mengurus perampok, purug yaitu tentara me-nginginkannya guna melegitimasi kera-jaan, dan tapukan yaitu tentara yang tahktanya yang kemudian Ken Ang-rok

28 berusaha menyelamatkannya dari 2009:39-43), jelas men-dukung Ken cengkraman Tunggul Amětung yang Angrok untuk meleng-serkan Tunggul menjadikannya istri pampasan (strī Amětung. Tokoh be-rikutnya adalah jarahan) ketika Tunggul Amětung Danghyang Lohga-we yang tinggal di mengusai Tumapĕl. Desa Taloka, se-orang penganut Agama 5) Merangkul golongan aga-mawan Wiṣṇu (Weṣ-ṇawa) yang mengajak Ken dan juga penguasa daerah un-tuk suksesi Angrok mengabdi kepada Tunggul kekuasaan Ken Angrok. Dukungan terkuat Amětung dan juga memberitahu Ken Ken Angrok pada puncak kiprahnya untuk Angrok mengenai cahaya strī nāriśwarī menjadi raja adalah dengan dibantu para atau arddha nāriśwarī Ken Dĕḍĕs (Kris- golongan agamawan dan juga penguasa wanto, 2009:37-43). Dan terakhir adalah lokal. Adapu tokoh-tokoh yang membantu dukungan penuh dari para pendeta Ken Angrok tersebut yaitu: Janggan dari pengungsi dari Daha ibu-kota Kaḍiri yang Desa Sagênggêng yang menga-jari Ken menolak menyem-bah Kṛtajaya sebagai Angrok berbagai macam il-mu dewa. Mereka adalah dari golongan Śiwa pengetahuan (Hardjowardojo, 1965:16). (Śiwa-Siddhānta), Wiṣṇu (Weṣṇawa), Kemudian ada tokoh Pu Palot dari Desa Bud-dha (Sogata), Bhujangga, Brāhmaṇa Turyântapada yang ahli membuat emas (Wipra) dan golongan Ṛṣi memberi-kan (Kriswanto, 2009:31-33). Dalam Tantu tambahan nama nobatan Ken Angrok Panggela-ran tokoh ini disebut Pu Tapa- sebagai Bhaṭāra Guru yang sebelumnya Palet, yaitu seorang pendeta Buddha yang sudah dinobatkan de-ngan gelar “Śrī juga menguasai berbagai macam ke- Rājasa Bhaṭāra Sang Amurwabhūmi” terampilan seperti keterampilan membuat untuk menghadapi kepongahan dari Raja candi beserta teknik ukir-ukirannya, Kṛtajaya yang sesumbar bahwa ia hanya membuat lumpang batu, dan membuat bisa dika-lahkan oleh Bhaṭāra Guru (Kris- gua (Pigeaud, 1924:119-120 dan Nurhajarini & Suyami, 1999:128-129). wanto, 2009:53&55). Dan terakhir menurut Suwardono (2013a:161 dan 2013b:161) Walau tidak dijelaskan secara eksplisit dengan mengorelasikan pemberitaan namun de-ngan diculiknya Ken Dĕḍĕs Prasasti Pamotoh dan juga Pararaton oleh Tunggul Amětung, maka ayahnya dapat ditarik kesim-pulan bahwa yaitu Pu Pūrwa seorang pendeta Buddha pendukung serta peno-batan Ken Angrok Mahayana dari Panawijen (Kriswanto, di Gunung Lejar dilakukan oleh penguasa

29 lokal yaitu Rakryan Pamotoh beserta leluhur raja-raja Sing-hāsari-. pendu-kungnya dari wilayah timur Gunung Ken Angrok juga mendirikan dinasti yang Kawi. Dengan demikian semakin ku-at disebut de-ngan Rājasawangśa yang juga kedudukan Ken Angrok. me-miliki nama lain yaitu Girīndra-wangśa 6) Bertindak sebagai Juru Se-lamat atau Kṣitidhareśwarawang-śa. (Ratu Adil) Jawa dengan mem-berontak Kesejarahan Ken Angrok beserta dan meruntuhkan kekuasa-an dan dinastinya tersebut dapat dilacak melalui kezaliman Raja Kṛtajaya dan Kerajaan sumber data sejarah yaitu: (1) prasasti: Kaḍiri yang semena-mena dan Balawi; Maribong (Tra-wulan II); Kuśmala mengakibatkan disintegrasi so-sial-politik (Kandangan); Waringin Pitu (Surodakan); masyarakat Jawa pada sa-at itu. Yanto (2) nas-kah: Sĕrat Pararaton; Kakawin Nā- Dirjosuwondo (1984:125) menjelaskan garakṛtāgama; Kidung Harṣa Wija-ya, dan bahwa Ratu Adil timbul pada masyarakat Kakawin Śiwarātrikalpa (Lubdhaka); dan yang mengalami “kegoncangan sosial po- serta (3) “Cerita Rakyat Polowijen: Joko litik yang besar”. Maka dari itu da-lam Lulo dan Putri Ndedes”. kegoncangan politik pada masa tersebut Namun karena sumber sumber data sosok Ken Angrok dengan dukungan tersebut dianggap sebagai sumber data berbagai macam golongan dan juga sekunder maka kesejarahan Ken Angrok strategi politiknya yang jitu berhasil sempat di-sangsikan oleh para sarjana melengserkan kekuasaan Raja Kṛtajaya barat. Namun dengan ditemukannya pra- dan Kerajaan Kaḍiri dalam pertempuran di sasti prasasti Mūla-Malurung pada tahun Gantĕr sekaligus menguasai seluruh 1975 dan 2001 maka kese-jarahan Ken Pulau Jawa pada tahun 1144 Śaka (1222 Angrok tidak perlu di-sangsikan lagi. M) (Hardjowardojo, 1965:30-31). Dengan demikian Ken Angrok ber-hasil mendirikan kerajaan baru yaitu Kerajaan Tumapĕl dengan wangśa-nya yang baru pula yaitu Wangśa Rājasa. Ken Angrok berdasarkan ana-lisis diatas adalah anak dari pejabat Pangkur dari KESIMPULAN golongan mangilala dṛ-wya haji. Ken Tokoh Ken Angrok dikenal sebagai Angrok dapat menjadi raja karena menikah raja pendiri Kerajaan Tuma-pĕl sekaligus dengan Ken Dĕ-ḍĕs yang diduga adalah

30 putri mah-kota penguasa wilayah timur [Journal of the Hu-manities and Social Sciences of Southeast Asia], Vol. 135, Gunung Kawi (Pūrwwa/Tumapĕl) dan juga Issue 4. Hal. 481-484. Leiden: Brill mendapat Dukungan golongan aga- Publishers in colla-boration with KITLV. Kriswanto, A. 2009. Pararaton Alih mawan, para mangilala dṛwya haji Aksara dan Terje-mahan. Jakarta: penguasa lokal, dan juga tokoh-tokoh Wedata-ma Widya Sastra. Kusumadewi, S.A. 1988. Prasasti pemuka desa. Ken Angrok dapat di- Garamán 975 Śaka (1053 Masehi). katakan adalah tokoh yang menjadi Juru Skripsi belum diterbitkan. De-pok: Fakultas Sastra Ju-rusan Ilmu-Ilmu Sejarah Seksi Selamat atau Ratu Adil bagi masyarakat Arkeologi-Univer-sitas Indonesia (FIB UI). Jawa abad ke-13 M karena dapat Muljana, S. 2006. Tafsir Sejarah . Yog-yakarta: LKiS. mempersatukan Kera-jaan Kaḍiri Noorduyn, J. 1978. ‘Majapahit in The (Paṅjalu) dan Janggala sehingga tak Fifteenth Century’. Dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volken-kunde (B.K.I.) terpisah kembali. Diha-rapkan [Journal of the Humanities and Social kedepannya terdapat peneli-tian yang Sciences of Southeast Asia], Vol. 134, Issue 2. Hal. 207-274. Leiden: Brill Publi- lebih lanjut untuk menguak tokoh Ken shers in collaboration with KITLV. Angrok tersebut. Notosusanto, N. (1971). Norma- Norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah. (Seri Text-Book Sedjarah ABRI). Jakarta: Departe-men Pertahanan- DAFTAR RUJUKAN Keama-nan Pusat Sedjarah ABRI. Nurharjarini, D.R., dan Suyami. 1999. Cahyono, M.D. 2011. “Stri Kajian Mitos dan Nilai Budaya dalam Tantu Nariswari” Citra Kepribadian Wanita Ja-wa Panggelaran. Ja-karta: Departemen Kuna. Makalah di-presentasikan dalam Pendi-dikan dan Kebudayaan. “Be-dah Sejarah Ken Dedes” dalam Pigeaud, Th.G.Th. 1924. De Tantu Rangka Festival Ken Dedes di Polowijen, Panggelaran. Een Oud-Javaansch 8 Oktober 2011. Hal. 1-25. Malang: Dinas Prozage-schrift, Uitgegeven, Ver-taald en Kebu-dayaan dan Pariwisata Kota Malang. Toegelicht. ‘s Gravenhage: Nederl. Boek Dirjosuwondo, Y. 1984. ‘Mitos Ra-tu en Steendrukkerij Voorheen H.L. Smits. Adil Jawa sebagai Usaha Memberikan Mo- Purwadi. 2004. Strategi Politik Ken tivasi Penyatuan Kembali Kerajaan Arok. Yogyakarta: Gelombang Pasang. Janggala dan Kediri’. Dalam Analisis Riana, I. K. (2009). Kakawin Dēśa Kebudayaan, Tahun IV, No. 1. Hal. 122- Warṇnana Uthawi Nā-gara Kṛtāgama 135. Ja-karta: Departemen Pendi-dikan Masa Keemasan Majapahit. Jakarta: PT dan Kebudayaan. Gramedia. Hardjowardjojo, R.P. 1965. Para- Sunyoto, A. 2000. Petunjuk Wi-sata raton. Jakarta: Bhratara. Sejarah Kabupaten Malang. Malang: Hinzler, H.I.R., dan Schoterman, J.A. Lingka-ran Studi Kebudayaan Malang. 1979. ‘A Prelimi-nary Note on TwoRecen- Suwardono. 2005. Mutiara Budaya tly Discovered MSS of The Polowijen Dalam Makna Kajian Sejarah, Nāgarakṛtāgama’. Dalam Bijdragen tot de Cerita Rakyat, dan Nilai Tradisi. Malang: Taal-, Land- en Volkenkunde (B.K.I.)

31

Dinas Kebudaya-an dan Pariwisata Peme- rintah Kota Malang. ______. 2013a. Sejarah Indo- nesia Masa Hindu-Bud-dha.Yogyakarta: Penerbit Ombak. ______. 2013b. Tafsir Baru Kesejarahan Ken Angrok. Yogyakarta: Penerbit Om-bak. Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia II. 2010. Seja-rah Nasional Indonesia Jilid II: Zaman Kuno, Edisi Pemutahiran. Jaka-rta: Balai Pustaka. Warsito, S. 1966. ‘Benarkah Anak Desa?’. Dalam Madjalah Bulanan Pusa-ra, Djilid XXVII No. 3-4, Maret-April, 1966. Hal. 17-32. Yogyakarta: Pener-bit Taman Siswa. Wibowo, A.S. 1981. ‘Tahun Ke-lahiran Ken Aŋrok’. Hal. 38-40. Dalam Jurnal Ame-rta Berkala Arekologi, No. 4, Tahun 1981. Jakar-ta: Pusat Penelitian Arkeo-logi Nasional. Yamin, H.M. 1962. Tatanegara Madjapahit Sapta-Parwa, Parwa I. Jakarta: Jajasan Prapantja. Yogi, D. 1996. Mangilala Dṛwya Haji: Kedudukan dan Pe-rannya dalam Struktur Pemerintahan. Skripsi be-lum diterbitkan. Depok: Fakultas Sastra Jurusan Il-mu-Ilmu Sejarah Seksi Ar-keologi-Universitas Indonesia (FIB UI). Zoetmulder, P.J. 1985. Kalan-gwan: Sastra Jawa kuno Selayang Pandang. (Pe-nerjemah: Dick Hartoko SJ.). Jakarta: Penerbit Djambatan.

32