REFLEKSI KONDISI EKO-SOSIO-KULTURA KOTA MELALUI KITAB PARARATON

Ardi Wina Saputra Universitas Katolik Widya Mandala Madiun Email: [email protected]

Informasi Artikel: Dikirim: (4 Maret 2020) ; Direvisi: (22 April 2020); Diterima: (29 April 2020) Publish (30 April 2020)

Abstrak: Refleksi Kondisi Eko-Sosio-Kultura Kota Malang Melalui Kitab Pararaton.Kondisi ekologis kota Malang pada akhir tahun 2019 hingga awal tahun 2020 sangat mengkhawatirkan. Pemberitaan di media massa baik secara luring maupun daring adalah buktinya. Penelitian ini bertujuan untuk merefleksikan kondisi eko sosio kultura kota Malang melalui Kitab Pararton. Metode yang digunakan untuk merefleksikan adalah metode site of memory. Hasil penelitian ini menunjukkan kondisi ekologis masyarakat Malang pada era Pra Kerajaan . Semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi sekaligus literatur dalam pembelajaran di sekolahan guna mewujudkan kesadaran ekologis masyarakat Malang sejak menempuh pendidikan.

Kata Kunci: ekologi, Malang, Pararaton.

Abstract: Reflection Of Eko-Sosio-Kultura Condition, Malang CityThrough The Pararaton Book. The ecological condition of Malang city at the end of 2019 until the beginning of 2020 is very worrying. News in the mass media both offline and online is proof of this. This study aims to reflect the condition of the socio-cultural eco-city of Malang through the Book of Pararton. The method used to reflect is the site of memory method. The results of this study indicate the ecological conditions of the people of Malang in the era of the Pre-Kingdom of Singhasari. Hopefully this research can be used as a reflection as well as literature in learning in schools in order to realize the ecological awareness of the people of Malang since taking education.

Key Word: ecology, Malang, Pararton

PENDAHULUAN Melanda Kota Malang. Beberapa hari Pada awal tahun 2020, kondisi kemudian, tepatnya pada 19 Januari 2020 ekologi Kota Malang sangat Radar Malang memuat berita bertajuk memprihatinkan. Tiga surat kabar yang Krisis Air di Kota Malang, Pemerintah sering dibaca oleh warga Malang Pusat Turun Tangan. Berita ini pun melaporkan berita tak sedap perihal didukung dengan Surya Malang pada lingkungan di kota ini. Malang Post pada 16 tanggal sama memberitakan permasalahan Januari 2020 memuat dua berita tentang serupa dengan judul Tandon Air Telah kondisi ekologis di Kota Malang dengan Dipasang untuk Menghadapi Krisis Air judul Gawat Krisis Air Sebulan Lagi, Bersih di Malang. Korbannya 10 Ribu Pelanggan dan Judul-judul berita tersebut Diguyur Hujan 40 menit, Banjir Kembali membuktikan bahwa memang kondisi

13 Ardi Wina Saputra – Refleksi Kondisi Eko-Sosio-Kultura Kota Malang melalui Kitab Pararaton ekologis kota Malang sedang tidak baik- rata usia 20-29 tahun. Penduduk usia 0-14 baik saja. Ada dua permasalahan utama tahun sebanyak 20,29%. Penduduk usia 15- yaitu banjir dan kendala ketersediaan air 64 tahun sebanyak 73,17%. Penduduk usia bersih. Hal ini sangat ironis karena letak 65 tahun ke atas sebanyak 6,53%. Hal ini kota Malang yang berada di dataran tinggi tak lepas dari predikat Malang sebagai kota dan dikelilingi oleh pegunungan. Secara pendidikan.Jumlah sekolah berdasarkan geografis Kota Malang berada pada jenjang pendidikan pada tahun 2016-2018 ketinggian 445 -526 meter di atas adalah SD/MI sebanyak 334, SLTP/Mts permukaan laut, dengan luas wilayah Kota sebanyak 140, SLTA/MA sebanyak 69, Malang sebesar 110.06 km persegi. Lokasi SMK sebanyak 56. Malang sebagai kota tersebut harusnya sangat asri, segar, dan pendidikan dijadikan rujukan oleh harusnya jauh dari bencana apalagi banjir. mahasiswa dari berbagai daerah untuk Permasalahan ekologis yang menimba ilmu di Kota Malang. dihadapi oleh Kota Malang ini tidak Penduduk usia muda merupakan mungkin terlepas begitu saja dari kondisi penduduk yang produktif. Produktivitas sosio kulturalnya. Peneliti akan mencoba meningkat dan konsumsi serta daya beli mengurai dari kondisi sosialnya. Jumlah juga meningkat pesat tentunya. Hal ini juga penduduk Kota Malang berdasarkan data berkaitan dengan pembuangan limbah, baik dalam buku Malang dalam Angka BPS limbah rumah tangga hingga limbah Tahun 2019 kurang lebuh sebanyak 866, individu. Semakin aktif kegiatan konsumsi 118 jiwa. Kepadatan penduduk Kota dan produksi maka semakin sering limbah Malang sebesar 7.870 jiwa/Km persegi. yang dibuang. Pengelolaan limbah ini Wilayah paling padat terdapat pada apabila tidak diperhatikan tentu akan kecamatan Klojen dengan kepadatan berkonstribusi dalam merusak lingkungan. penduduk sebesar 11.618 jiwa/km. Selain kota pendidikan, Malang Permasalahan terjadi pada temuan ini, juga dikenal sebagai kota wisata. kepadatan penduduk berpengaruh pada Berdasarkan data dari BPS, jumlah proses sosialnya. Penduduk yang wisatawan Asing tahun 2018 sebanyak bertambah tentu membutuhkan tempat 124.267 dan jumlah wisatawan domestik tinggal baru dan tempat tinggal tersebut sebanyak 3.795.229. Intensitas wisatawan semakin lama menggusur ruang terbuka yang berkunjung ke Kota Malang hijau dan dibangun di atas daerah resapan menjadikan Malang sebagai ladang basah air. untuk bisnis kuliner dan penginapan. Data BPS juga mengatakan bahwa Kondisi sosial yang sedemikian Malang dihuni oleh penduduk dengan rata- padat mempengaruhi kondisi kultural,

14 WASKITA Vol 4 No 1 2020 wahana wisata yang dibangun melahirkan Oleh sebab itu, diperlukan produk-produk kultural baru berupa kuliner penulusran secara mengakar (radik) untuk dan beragam tempat menginap. Tahun merefleksikan kembali memori yang hilang 2018, Restoran/ Rumah Makan yang ini. Salah satunya adalah menelusuri tercatat secara resmi berdiri di Kota Malang dokumen kesusastraan kondisi Kota sebanyak 1.444 unit, sedangkan hotel Malang beberapa tahun silam yang terdapat sebanyak 85 unit, dan penginapan sebanyak pada karya sastra pra kolonial. Dokumen 89 unit. Jumlah ini tentulah bukan jumlah tersebut adalah Kitab Pararaton. yang sedikit di Kota yang tidak terlalu luas. Penelusuran ini juga sebagai upaya Produk kultural berikutnya adalah untuk memanfaatkan potensi literat warga sarana transportasi. Kondisi sosial Malang.Data menunjukkan bahwa mempengaruhi masyarakat untuk penduduk 15 tahun ke atas menurut melakukan mobilitas dan sarana karakteristik kemampuan membaca dan transportasi Berdasarkan data BPS, Jumlah menulis, 98,12 % menguasai huruf latin, 60, kendaraan bermotor pada tahun 2018 75% menguasai huruf lainnya, 1,83% buta sebanyak 596.434 unit (Kantor Bersama huruf. Ini meupakan potensi yang dimiliki Samsat Malang). Sepeda motor 477.687, oleh Kota Pendidikan untuk menggunakan Mobil 97.079, Bus 1.006, Truck 20.662. dan memaknai sumber literatur guna Kondisi ini tentu membuat Malang semakin mengatasi permasalahan kotanya. macet dan dibutuhkan pelebaran jalan. Kitab Pararaton yang dijadikan Malang sedang tidak baik-baik saja, kajian dalam penelitian ini merupakan kitab diperlukan upaya untuk menggugah pararaton yang diperoleh baik secara daring kembali upaya untuk merefleksikankondisi maupun luring. Hal ini juga untuk mengajak ekososiokultural Kota Malang yang hilang. pembaca mengakses kitab tersebut. Salah Malang dulu dikatakan sebagai kota yang satu potensi warga Malang sesungguhnya ijo royo-royo, bahkan pemerntah Kolonial adalah ketersediaan media digital dalam Hindia Belanda menyebutnya sebagai Paris kehidupannya. Berdasarkan data BPS, Van East (Dukut Imam Widodo, Anggota Rumah tangga Berusia 5 Tahun ke 2011). Namun hasil kehijauan tersebut atas menggunakan internet sebanyak 73, tentu tidak serta merta menjadi produk 94%. Pengguna aktif kultural kolonialisme, sebelum kota ini HP/Komputer/Nirkabel sebanyak 75,23 %. tersentuh oleh tangan-tangan kolonial, Ini menunjukkan bahwa diperlukan ajakan Malang memanglah sudah indah eko sosio untuk mengayomi masyarakat kulturalnya. menggunakan produk kultural (gawai) secara tepat. Salah satunya adalah dengan

15 Ardi Wina Saputra – Refleksi Kondisi Eko-Sosio-Kultura Kota Malang melalui Kitab Pararaton mengakses informasi berupa Kitab Wardhana yaitu Ken Angrok yang Pararaton ini. merupakan titisan dewa sehingga didukung Pararaton dan Negarakertagama rohaniawan, sekaligus Ken Angrok yang merupakan dua karya sastra yang dekat dengan rakyat sehingga didukung menceritakan tentang Singosari. Keduanya oleh lapisan Rakyat Bawah. Kondisi sosial tidak ditulis dikertas melainkan di lontar. saat itu, orang-orang digiring taat jika yang Dari dua lontar itu, lontar Pararaton yang diagung-agungkannya merupakan lebih banyak menceritakan tentang keturunan para dewa dan pemberani Singosari. Kerajaan Singosari terletak di sehingga tidak tepat jika langsung wiliayah Malang Raya, sehingga untuk mengatakan Ken Angrok terbang melihat kondisi Malang Raya zaman menggunakan daun. dahulu, tentu Pararaton dapat dijadikan Menurut Vlekke (2008), pararaton sebagai salah satu sumber utama. menjengkelkan karena mencampur fakta Lontar Pararaton yang asli terletak dan mitos. Namun ini disengaja agar Raja di Perpustakaan Nasional. Pararaton pernah menjadi sangat sakti.Pararaton merupakan diteliti oleh Brandes sebelum Indonesia susastra masa lalu dalam genre gancaran merdeka,lalu diteliti oleh peneliti Indonesia atau prosa. Pararton mengalami proses dan dialihbahasakan beberapa kali. Aksara literalisasi, mula-mula sebagai susastra oral yang digunakan adalah aksara Bali dengan kemudian dituliskan dan ditekstualisasi. bahasa Jawa Kuna, bentuknya berupa Pararaton lebih dari 200 tahun menjadi gancaran atau prosa. Pandangan Profesor tradisi lisan. Hasan Djafar, epigraf. Beliau Pararaton merupakan telaah memperkirakan lontar Pararaton ditulis mengenai sumber data tekstual. Ada setelah Prabu Gerindawardhana (Djafar, beberapa bentuk sumber data tekstual. Ada 2009). yang berbentuk epigrafi, yaitu sumber data Menurut Munandar (2011) yang teksnya ada pada batu.Sumber data Pararaton ditulis oleh kaum keagamaan lainya merupakan sumber data arsip. Ada karena nafas keagamaan sangat kental pula sumber data berupa catatan-catatan. dalam Pararaton. Metafora perpaduan dua Ada juga sumber data arsitektural. Di Agama, Ken Angrok Hindu Syiwa dan Ken Malang tempat pendharmaan raja Singasari, Dedes Budha Mahayana. Persatuan dan Candi Kidal, Wisnuwardhana di perkawianan inilah merupakan tujuan Candi Jago, Kertanegara di Singasari dan Pararaton. Selain itu untuk mendukung candi Jawi. Raja GerindaWardhana dengan Ada sumber data susastra yang mengisahkan kisah leluhur Gerinda didalamnya berkaitan dengan Singasari,

16 WASKITA Vol 4 No 1 2020 setidaknya ada separuh. Kajian terhadap Pararaton dan (2) merefleksikan kondisi Singasari minim, juga tentang eskavasinya. sosio kultural masyarakat Malang Tempo Memang ada susastra lain tentang Singasari Duku, khususnya pra kerajaan Singosari yaitu Negarakertagama tapi yang paling (abad 13) berdasarkan nilai ekologis yang banyak ya Singasari. Bagian I-VII terdapat pada kisah Pararaton. merupakan bagian Singasari dan selebihnya tentang . METODE PENELITIAN Penelitian terdahulu mengenai Meskipun yang dikaji adalah karya Pararaton dilakukan oleh Trisna Kumala sastra tapi metode yang digunakan adalah Satya Dewi (2013: 119-128) yang dimuat metode sejarah khususnya memori dan pada jurnal Atavisme berjudul Arok Dedes sejarah. Faruk (2012:05) mengatakan dan Pararaton: Transformasi dan bahwa keliru apabila memahami metode Dinamika Sastra Dalam Wacana semata-mata sebagai prosedur formal dan Globalisasi Sastra. Penelitian ini tinggal diadopsi oleh ilmu sastra tanpa membahas tentang keberhasilan Pramoedya mempertimbangkan alasan atau dasar logis Ananta Toer untuk mngemas kembali kisah terbentuknya prosedur yang demikian. Oleh Ken Angrok dan dalam bentuk sebab itu penulis ingin menyampaikan narasi modern yang dapat diterima oleh alasan atau dasar logis menggunakan generasi zaman sekarang. metode sejarah adalah gagsan yang Penelitian berikutnya dilakukan disampaikan oleh Halbswach dan Pierre oleh Ratri Arudhisty Damar Intan (2013) Nora. yang dipubilkasikan oleh Fakultas Ilmu Halbswach mengatakan bahwa Budaya Universitas Indonesia, berjudul interaksi sosial yang terjadi antara individu Reformasi di Singhasari dalam Serat dengan anggota kelompoknya menentukan Pararaton. Penelitian tersebut membahas bagaimana seseorang mengingat tentang aspek politik yang terdapat dalam pengalaman dari massa lalu dan apa yang kerajaan Singhasari, termasuk perebutan diingatnya (Budiawan, 2015). Itulah kekuasaan di dalamnya. sebabnya ada ingatan individu dan ingatan Dua penelitian terdahulu menjadi kelompok. Ingatan individu ini ada yang landasan bagi peneliti untuk meneroka diperoleh dari interaksi dengan masyarakat penelitian mengenai Pararaton khususnya setempat dan hasil dari proses mengindra dalam merefleksi aspek eko sosio kultural yang disimpan melalui skemata. masyarakat Malang Tempo Dulu. Tujuan Penerus pemikiran Halbswach penelitian ini ada dua yaitu (1) adalah Pierre Nora, dia mencetuskan sites of merefleksikan nilai ekologis dalam kisah memoryatu penanda ingatan masa lalu

17 Ardi Wina Saputra – Refleksi Kondisi Eko-Sosio-Kultura Kota Malang melalui Kitab Pararaton sebagai sebuah memori tetapi tetap dalam susastra, arsip, dan catatan. Historiografi dominasi sejarah (Budiawan, 2015). sangat membutuhkan informasi dari masa Konsep dasar site of memory berawal dari lalu dan data menjadi sangat penting. pemikiran Nora yang membedah antara Sumber data Pararaton tergolong jenis memori dengan sejarah. Memori itu sumber data literal yang diakronik tidak menubuh atau menempel pada seseorang sinkronik. secara spontan atau naluriah sedangkan Pararaton merupakan petualangan sejarah itu menempel secara metodologis. dari sawah ke sawah, hutan ke hutan dan Site of memory menjadi titik temunya yaitu sungai ke sungai. Gunung yang digunakan melihat objek sejarah yang diingat dan adalah Gunung Kawi dari timur Gunung bahkan dilupakan oleh masyarakat. Kawi Pararaton ditulis sehingga terlihat Objek sejarah dalam tulisan ini sutuhnya wilayah kekuasaan Singasari. adalah kitab Pararaton. Penulis berusaha Metode menulis seperti drone. Pararaton mengambil tiga kitab Pararaton dari tiga hadir dengan mistisnya karena peristiwa karangan berbeda untuk dikaji secara yang hadir di masyarakat saat itu yang intertekstual dan ditemukan penanda mulanya faktual seringkali disambungkan penanda dalam aspek eko sosio kultura dengan mistis, Ada lokasi ekologis yaitu masyarakat Malang. Langkah dari hutan Ayuga, hutan Patangtangan atau penelitian ini ada dua yaitu mencari nilai Kayutangan. ekologis melalui sites of memory pada kitab Dalam penelitian ini ada tiga kitab Parataton karangan A,B,C, kemudian Pararaton yang telah digubah dan merefleksikan kondisi sosio kultural diterjemahkan oleh para filolog dan masyarakat saat itu berdasarkan temuan sejarahwan. Peneliti menggunakan tiga tahap pertama. Hasil analisis ini kemudian buku utama yaitu buku Pararaton gubahan disimpulkan agar dapat dijadikan refleksi Drs. Pitono yang diterbitkan oleh Penerbit serta referensi bagi para pembelajar di Kota Bhratara tahun 1965. Pada buku ini , Pitono Malang agar menerapkan aspek eko sosio menggunakan sumber Pararaton yang kultural yang dulu pernah digagas leluhur ditranskrip oleh Dr. Brandes. kota Malang. Buku berikutnya yang digunakan oleh peneliti adalah buku Pararaton HASIL DAN PEMBAHASAN gubahan Ki J. Padmapuspita. Buku ini Singosari berdiri selama ¾ abad di diterbitkan oleh Penerbit Taman Siswa Malang. Cara melihatnya dari sumber data Jogjakarta pada tahun 1966. Buku yang sejarah. Sumber data sejarah ada digubah oleh Ki J. Padmapuspita ini bermacam-macam mulai dari epigraf, tersedia dalam dua bahasa yaitu bahasa

18 WASKITA Vol 4 No 1 2020 Kawi dan bahasa Indonesia. Pada bagian Nilai Ekologis awal, penggubah menuliskan Kitab Penelitian ini akan melihat site of Pararton menggunakan bahasa Kawi yang memory dalam tiga buku Pararaton yang disalin dari buku Pararaton gubahan Dr. digubah oleh tiga ahli berbeda. Site of Brandes dan Dr. N.J. Krom. Pada bagian memory tersebut meliputi aspek ekologi, selanjutnya barulah Ki J. Padmapuspita sosial, dan kultural. Berikut hasil menuliskan Pararaton menggunakan bahasa pembedahannya. Untuk mempermudah Indonesia. Dalam pengantar buku ini, Ki J. pembacaan terhadap penulisan penelitian Padmapuspita mengatakan bahwa ini maka peneliti akan mengkodifikiasi tiga pengetahuan bahasa Kawinya masih dalam buku tersebut secara alfabetis. tataran permulaan sehingga dia berharap Kitab Pararaton gubahan Drs Pitono generasi selanjutnya menyempurnakanya. akan peneliti kodifikasi menggunakan kode Buku ketiga adalah buku Pararaton A. Kitab Pararaton gubahan Ki J. gubahan Agung Kriswantoro. Buku ini Padmapuspita akan peneliti kodifikasi diterbitkan oleh Wedatama Widya Sastra menggunakan kode B. Kitab Pararaton pada tahun 2009. Buku ini pun seolah gubahan Agung Kiswantoro akan peneliti menjawab tantangan yang diberikan oleh kodifikasi menggunakan huruf C. penggubah sebelumnya yaitu Ki J. Padmapuspita untuk menyempurnakan gubahan Pararaton agar dapat dipelajari oleh generasi berikutnya.

Tabel 1 Perbandingan Gubahan Kitab Pararaton karya Drs Pitono; Ki. J. Padmapuspita; Agung Kiswantoro

Buku A Peristiwa Buku B Buku C

I Dahulu kala pada awal ditjiptakanja Adalah anak seorang Ada anak janda dari manusia, adalah anak seorang djanda djanda di Djiput, desa Jiput yang di Djiput mempunjai tingkah laku bertingkah laku tak baik, berkelakuan tidak baik, tidak baik, memutuskan ikatan, memutus-mutus tali kekang memutuskan ikatan dipakai sebagai alat penipu Dzat jang kesusilaan, mendjadi dan menjadi Maha Tinggi; seperginja dari Jiput, gangguan Hyang yang pengganggu Hyang pergilah ia ke daerah Bulalak. Nama bersifat gaib; pergilah ua Suksma. Dia dari Jiput dari kepala daerah Bulalak adalah dari Djiput, mengungsi ke mengungsi ke Mpu Tapawangkeng, dia ingin daerah Bulalak. Nama jang pertapaan di Bulalak. membuat sebuah pintu gerbang di dipertuan di daerah Bulalak Nama pemimpin tempat pertapaannja. itu: mpu Tapawangkeng, ia pertapaan di Bulalak, Untuk keperluan ini dia diminta sedang membuat pintu Mpu Tapawangkeng, memberikan kambing berwarna merah gerbang asramanja, yang sedang membuat sebagai kurban oleh dewa pendjaga dimintai seekor kambing gapura asrama. pintu. Berkatalah Tapawangkeng: merah oleh roh pintu. Kata Dimintai sarana Tidaklah ada artinja apabila dikatakan Tapawangkeng: Tak akan kambing merah jantan tidak boleh, pasti akan menjebabkan berhasil berpusing kepala, oleh roh yang aku masuk neraka djika membunuh achrinja ini akan menunggu gapura. 19 Ardi Wina Saputra – Refleksi Kondisi Eko-Sosio-Kultura Kota Malang melalui Kitab Pararaton

Buku A Peristiwa Buku B Buku C

manusia untuk keperluan ini, tetapi tak menjebabkan diriku djatuh Kata Mpu ada djalan lain untuk memenuhi kedalam dosa, kalau Tapawangkeng, “Tidak kurban kambing merah. Berkatalah sampai terjadi aku diperbolehkan oleh anak jang tidak baik tingkah lakunja membunuh manusia, tak larangan, akan itu bahwa dia sanggup mendjadi akan ada jang dapat menyebabkan dosa kurban bagi pendirian pintu gerbang menjelesaikan permintaan bagi diriku jika mpu Tapawengkeng, ia menepati korban kambing merah itu. membunuh manusia. perkataanja, sanggup djadi kurban, Kemudian orang jang Tidak akan ada yang sebagai djalan agar ia dapat pulang ke memutus-mutus tali kekang bersedia menjadi tempat dewa Vicnu, untuk dapat kesusilaan tadi berkata, korban kambing merah mendjelma lagi ke tempat kediaman sanggup menjadi korban itu”. Akhirnya sang manusia, kembali ke dunia lagi, pintu mpu Tapawangkeng, pemutus ikatan berkata begitulah permohonanja. sungguh ia bersedia menyanggupi menjadi (hlm 13) dijadikan korban, agar ini korban untuk gapura dapat menjadi lantaran Mpu Tapawangkeng. untuk dapat kembali ke Dengan tulus dia surga dewa Wisnu dan sanggup menjadi mendjelma lagi didalam korban, sebagai jalan kelahiran mulia, ke alam kembali ke surga tengah lagi, demikian Wisnu dan agar permintaanya. dilahirkan kembali ke (hlm 47) dunia. (hlm 12-13) II Terkedjutlah Ken Angrok, terdjaga Ken Angrok terperandjat, Ken Angtok terkejut, lalu keluar dan tidur di tempat alang- bangun terhujung-hujung, terbangun dengan alang diluar. Ketika pendeta keluar, lalu keluar pergi tidur di terheran-heran. Ia lalu tampaklah olehnja tjahaja bersinar di tempat ilalang di luar. ke luar dan tidur di tengah alang-alang. Ketika guru menengoknja tempat ilalang yang di (hlm 17) keluar, dia melihat ada luar. Sang pujangga benda menjala di tengah melihat keluar, pada ilalang. saat itu terlihatlah (hlm 51) sesuatu yang menyala di tengah ilalang. (hlm 23) III Smentara itu lama kelamaan Ken Lama kelamaan ken Keng Angrok telah Angrok menjadi besar djuga, Angrok telah menjadi dewasa dan menggembala kerbau denganTuan dewasa, menggembala menggembala bersama Tita, ia membuat padukuhan (desa dengan tuwan Tita, Tita. Ia membangun ketjil) disebelah Timur Sagenggeng, membuat pondok, desa di sebelah timur di tempat peladangan di Sanja, jang bertempat di sebelah Timur Sagenggeng, aerah dipakainja sebagai tempat untuk Sagenggeng, di ladang Sanja, yang dijadikan mentjegat orang lalu didjalan Sandja: dijadikan tempatnja tempat untuk bersama-sama dengan tuwan Tita untuk menghadang orang menghadang orang sebagai temannja.(hlm 17-18) jang lalulintas di djalan, yang lewat bersama dengan Tuwan Titalah Tita temannya. temanja. (hlm 25) (hlm 51) IV Adalah seorang pentjari tuak dihutan Adalah seorang penjadap Adalah seorang yang milik penduduk desa Kapundungan, enau di hutan orang sedang menyadap aren dia mempunjai seorang anak Kapundungan, mempunjai di hutan Mindung. perempuan tjantik, anak ini seorang anak perempuan Anak perempuannya ikutbajahnja ke hutan; oleh Ken tjantik, ikut serta pergi ke yang cantik ikut ke Angrok, gadis ini diperkosa di tengah hutan, dipegang oleh Ken hutan. Ken Angrok hutan, nama hutan itu Adiyuga. Angrok, ditemani didalam mendatangi gadis itu, (hlm 18) pertemuan didalam hutan, dipegang, dan hutan itu bernama Adiyuga. diperkosanya di hutan. (hlm 51) Hutan itu bernama Adiyuga. (hlm 25) V Berkatalah Ken Angrok: Semoga ,,,Semoga tergenang “Semoga tenggelam orang-orang jang mengusir saja didalam air, orang jang oleh air yang akan 20 WASKITA Vol 4 No 1 2020

Buku A Peristiwa Buku B Buku C

tertahan oleh air: semoga keluarlah air akan menelanjapkan saja” melarutkannya,” kutuk dari tempat jang tidak ada: semoga kutuk Ken Angrok Ken Angrok. “Semoga djadilah hasil tanaman (padi) dalam ,,,semoga keluar air dari air keluar dari yang tahun ini, tidak ada bentjana di Pulau tidak-ada, sehingga tidak ada, sehingga Djawa. (hlm 18) terdjadilah tahun tak ada menjadi tahun yang kesukaran di Djawa. tanpa kesulitan di (hlm 51) Jawa”. Demikian kata Ken Angrok. (hlm 25) VI Adapun anak dari penghulu desa itu Anak jang dipertuan di Anak kepala desa yang semuanja 6 orang. Kebetulan jang satu daerah itu sedang lain sedang bercocok sedang pergi mentjari ikan sehingga bertanam, banjaknja enam tanam, berjumlah enam tinggal 5 orang, Ken Angrok disuruh orang, Kebetulan jang orang. Yang seorang menggantikan jang pergi itu dengan seorang sedang pergi kebetulan sedang bertjotjok tanam.(hlm 19) mengeringkan empangan, mengairi sawah dan tinggal lima orang; jang tinggal berlima. Yang sedang pergi itu diganti sedang pergi menanam oleh ken Angrok. digantikan bercocok (hlm 52) tanam oleh Ken Angrok. (hlm 27) VII Maka berkatalah ken Angrok: Saja Maka kata Ken Angrok: ,, Ken Angrok berkata, tidak akan menunggu sampai mereka semoga berhenti lagilah “Tempat berlindungku itu datang kembali. Itulah sebabnja jang mengedjar”. Itulah dari pengejaran di Ken Angrok pergi kehutan, kedalam sebabnja mengapa Ken hutan Patangtangan hutan jang bernama Patangtangan. Angrok bersembunji di namanya.” Lalu Ken Lalu Ken Angrok mengungsi ke Ano. dalam hutan; Patangtangan Angrok mengungsi ke Pergilah ia ke hutan di Terwag.(hlm nama hutan itu, Ano. Dari sana dia 19) selandjutnja ia mengungsi pergi ke hutan Trewag. ke Ano, pergi ke hutan (hlm 29) Trewag. (hlm 52) VIII Adalah seorang pendeta bernama Adalah seorang kepala Adalah seorang kepala Luki, jang bertempat tinggal dimuka lingkungan daerah Luki desa Luki sedang tempat penjeberangan (welahan), akan melakukan pekerdjaan mengerjakan sawah. pergilah ia membadjak ladang, membadjak tanah, Dia berangkat membuat tempat bertanam katjang, berangkatlah ia membadjak menyiangi rumput membawa nasi bagi penggembala ladang, mempersiapkan untuk ditanami kacang kerbaunja, diletakkan djadi setumpuk tanahnja untuk ditanami sambil membawa bekal dan dimasukkan kedalam sebuah katjang, membawa nasi untuk anak lobang bambu. untuk anak jang penggembala kerbau (hlm 20) menggembalakan lembu kepala desa. Bekal kepala lingkungan itu, tersebut diletakkan di dimasukkan kedalam bakul, disimpan dan tabung bambu. ditutupi. (hlm 53) (hlm 29) IX Ditanjailah oleh ki pendeta; Djadi Ditegor oleh kepala Ia ditegur oleh kepala engkaulah jang setiap hari mengambil lingkungan:,, Terangnja, desa, “Apa kamu yang nasi kepunjaan penggembala saja. kamulah, bujung, jang mengambil nasi (hlm 20) mengambil nasi anak penggembalaku setiap gembalaku tiap-tiap hari hari?” itu”. (hlm 29) (hlm 53) X Lalu diadjaknja Ken Angrok oleh sang Lalu Ken Angrok diadjak Ken Angrok diajak pendeta ke Batur ketempat desanja, pergi ke rumah tempat menemui istrinya dan diberi hidangan nasi dan ikan.(hlm 20) tinggal kepala lingkungan disuguhi nasi dengan itu, didjamu dengan nasi lauk ikan. dan lauk pauk. (hlm 29) (hlm 53)

21 Ardi Wina Saputra – Refleksi Kondisi Eko-Sosio-Kultura Kota Malang melalui Kitab Pararaton Refleksi Keberadaan sawah berpengaruh pada Nilai ekologis pada peristiwa I kondisi sosial masyarakat, khususnya mata adalah rasa sayang terhadap binatang. pencaharaian. Salah satu mata pencaharian Binatang dianggap memiliki hak untuk utama adalah bertani atau mengerjakan hidup yang sama dengan makhluk hidup sawah. Rutinitas masyarakat pada saat itu lainya. Pada era sekarang teori ini sangat erat kaitanya dengan sawah. Dalam dinamakan dengan Animal Liberation. Dari rumah tangga, suami pergi bekerja ke peristiwa ekologis pada peristiwa I, dapat sawah dan istrinya membuatkan bekal dan dilihat kondisi sosio kultural yang melekat mengirimkan bekal itu pada suaminya. di dalamnya. Kondisi sosialnya adalah Nilai kultural dalam peristiwa II ini adalah manusia hidup sebagai makhluk sosial, penjelmaan dewa yang memiliki sifat tidak sekedar bersosialisasi dengan sesama kedagingan manusia kemudian bersetubuh manusia melainkan juga dengan hewan. dengan manusia di ladang. Dapat Bahkan, manusia yang penuh dosa dibayangkan ladang saat itu bukanlah merelakan dirinya untuk dikurbankan tempat yang tumbuhanya pendek menggantikan hewan yang dianggap tidak melainkan tempat yang memiliki tumbuhan berdosa. Hewan tersebut adalah kambing tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai berwarna merah. Pada dasarnya kabing tempat untuk bersetubuh. merah merupakan kambing yang masih Nilai ekologis pada peristiwa III baru saja dilahirkan. Ibaratnya seorang adalah kuburan yang dijadikan sebagai anak, makhluk hidup yang baru saja tempat pembuangan anak. Kondisi sosial dilahirkan cenderung digambarkan dalam yang dapat diketahui dari nilai ekologis kondisi bersih tidak berdosa. Aspek kultural tersebut adalah kuburan bukanlah tempat dala peristiwa I tentu kepercayaan yang tidak ramah lingkungan. Di zaman masyarakat setempat yang menunjukkan sekarang apalagi di perkotaan, kuburan bahwa sah saja apabila makhluk hidup yang seringkali terlihat dibangun dengan megah tidak berdosa ditukar nyawanya dengan dan dilapisi paving. Cebderung panas dan makhluk hidup yang penuh dosa. Bahkan tidak beratap. Hal ini tentu saja tidak cocok ganjaran penukaran itu adalah reinkarnasi untuk meletakkan bayi. Di perkampungan, makhluk hidup yang penuh dosa tadi kuburan juga cenderung dekat dengan menjadi tidak berdosa karena telah tempat sampah atau jurang dan seringkali dilahirkan kembali. diabaikan keberadaanya. Namun pada Nilai ekologis pada peristiwa II peristiwa III ini diketahui bahwa kuburan adalah keberadaan sawah dan ladang yang merupakan tempat yang dianggap aman masih sering dijumpai masyarakat. untuk membuang bayi. Meskipun orang tua

22 WASKITA Vol 4 No 1 2020 tersebut tidak menginginkan bayi itu, tapi tumbuhan secara sembarangan ini akhirnya bukan berarti dia ingin membunuhnya. membudaya. Jangankan ditebang, dipetik Membuang dikuburan memiliki tujuan agar saja masyarakat masih berhati-hati. Selain bayi tetap hidup dan ada orang lain yang menghargai hak hidup binatang, pada mau merawatnya. Kondisi tersebut peristiwa ini ditunjukkan bahwa tampaknya membudaya dan hingga masyarakat benar-benar menghargai hak sekarang pun tidak sedikit bayi ditemukan hidup tumbuhan. di kuburan, khususnya kuburan yang Nilai ekologis pada peristiwa VI terletak di desa-desa. adalah Ken Angrok tidur di dekat rumput Nilai ekologis pada peristiwa IV atau dedaunan kering yang digunakan untuk adalah keberadaan hewan kerbau. Selain menganyam atap. Peristiwa tersebut bercocok-tanam, profesi masyarakat menunjukkan bahwa daun kering dan Malang adalah menggembalakan kerbau. rumput yang kering masih dapat Kondisi sosialnya adalah ketika anak dimanfaatkan semasimal mungkin oleh menginjak usia remaja, maka analogi yang masyarakat. Secara kultural dapat diketahui diberikan oleh masyarakat setempat adalah bahwa meskipun zaman dahulu elum ada usia untuk bisa menggembalakan kerbau. imbauan untuk mengolah sampah, tapi Menggembalakan kerbau merupakan salah masyarakat telah membudayakan kebiasaan satu wujud keterampilan dasar dan itu. Mengolahnya dengan cara merupakan salah satu tahapan atau fase memanfaatkan kembali menjadi hal yang hidup manusia sehingga dijadikan indikator lebih berguna seperti anyaman atap. atau kategori usia seorang anak. Budaya Nilai ekologis pada peristiwa VII untuk mendekatkan diri dengan makhluk adalah Ken Angrok yang diusir kemudian hidup lain khususya binatang juga tidur di tempat ilalang depan rumah. tercermin pada peristiwa ini. Kondisi ini mencerminkan keberadaan Nilai ekologis pada peristiwa V ilalang yang tidak jauh dari rumah adalah keberadaan kebun dan pohon jambu penduduk. Selain itu ilalang juga nyaman di rumah pendeta. Dampak sosial dari untuk ditiduri. Ini membuktikan bahwa keberadaan pohon jambu itu adalah manusia Malang sangat dekat dengan alam. kesadaran masyarakat setempat untuk Tidur di tengah rumput ilalang pada malam berhati-hati dalam mengambilnya. hari tidak takut tergigit ular atau hewan Dikisahkan pohon jambu itu tidak boleh berbahaya lainya. sembarangan dipetik apalagi dicuri Nilai ekologis pada peristiwa VIII meskipun buah jambunya terlihat sangat adalah menggembala kerbau dan membuat enak. Kondisi untuk tidak memperlakukan padukuhan. Apabila pada peristiwa IV tadi

23 Ardi Wina Saputra – Refleksi Kondisi Eko-Sosio-Kultura Kota Malang melalui Kitab Pararaton kita menemukandata bahwa anak dapat negatif tapi kita dapat mengetahui bahwa dikategorikan remaja apabila sudah dapat hutan saat itu sangat luas sehingga apabila menggembalakan hewan, maka pada korban meronta pun tidak mudah diketahui peristiwa ini perkembangan usia remaja oleh masyarakat setempat. sudah mendekati tahap dewasa apabila Nilai ekologis peristiwa X adalah sudah mampu menggembala kerbau air. Pada peristiwa ini air ducapkan sebagai sekaligus membuat pedukuhan (desa kecil). kutukan. Kutukan merupakan perkataan Khusus untuk kasus membuat pedukuhan yang disamapiakn untuk memberikan ini, buku A mengatakan bahwa pedukuhan dampak buruk. Kutukan seringkali ditakuti yang dimaksud adalah mengembangkan karena dampak yang dihasilkan tidaklah desa kecil, buku B mengatakan membuat baik. Hal ini berarti masyarakat di wilayah pondok, dan buku C mengatakan Malang zaman dulu mjuga serig kali mengembangkan desa. Tiga buku tersebut menggunakan kutukan yang dikaitkan memiliki inti yang sama yaitu dengan alam untuk mengancam aau mengembangkan lahan yang tidak terurus menakut-nakuti. Alam menjadi hal yang menjadi desa atau pondok yang lebih sakral bahkan ditakutkan sehingga kutukan terawat. Indikator perkembangan hidup tersebut dikaitkan dengan kondisi alam. manusia yang erat dikaitkan dengan Ketika alam ditakuti maka tentu masyarakat kemampuannya dalam bidang menaruh hormat yang terlampau tinggi mengembangkan ekologis di sekiatranya pada kondisi alam di sekitarnya. menggambarkan bahwa masyarakat pra kolonial punya budaya untuk PENUTUP mengembangkan desanya. Berdasarkan analisis data yang telah Nilai ekologis pada peristiwa IX dilakukan oleh peneliti, terdapat nilai adalah keberadaan penyadap aren di hutan ekologis pada kitab Pararaton. Nilai dan peristiwa pemerkosaan di hutan. ekologis tersebut sekaligus merefleksikan Keberadaan penyadap aren ini merupakan kondisi ekologis masyarakat Malang di era salah satu profesi lagi yang dapat pembentukan kerajaan Singosarai. Nilai ditemukan pada masyarakat Malang. ekologis ini juga memiliki keterkaitan Profesi ini lagi-lagi berkaitan dengan alam. dengan kondisi sosio kultural masyarakat. Kemudian peristiwa pemerkosaan di hutan Keterkaitan dengan kondisi sosial antara menunjukkan bahwa hutan memiliki pohon lain, (1) mata pencaharian masyarakat tidak atau setidaknya tumbuhan yang tinggi besar bisa dilepaskan dari alam seperti; bercocok sehingga dapat digunakan sebagai tempat tanam, pencari enau, pencari burung, untuk memerkosa. Tindakan ini memang penggembala kerbau, pencari ikan, dan

24 WASKITA Vol 4 No 1 2020 pembuat keris, (2) ilmu pengetahuan juga ekologis yang sesungguhnya telah tertanam berporos pada keadaan alam di sekitar secara kultural sejak zaman pra kolonial di masyarakat, (3) aspek-aspek kehidupan Kota Malang. masyarakat seperti halnya tempat tingggal hingga tempat hiburan tidak bisa dilepaskan DAFTAR RUJUKAN dari alam. Kondisi kultural masyarakat Buku yang dapat dilihat dari nilai ekologis ini Badan Pusat Statistik. 2019. Malang dalam Angka. Malang: Pemerintah Kota adalah (1) bermunculan produk-produk Malang. masyarakat yang terbuat dari bahan baku Budiawan (ed). 2015. Sejarah dan Memori: Titik Simpang dan Titik Temu. alam seperti; anyaman dari daun kering, Yogyakarta: Ombak. tempat makan dari bambu, dan keris yang Djafar, Hasan. 2009. Masa Akhir Maja Pahit. Yogyakarta: Komunitas ujungnya terbuat dari kayu, (2) alam Bambu. memiliki nilai spiritualitas yang Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra: Sebuah Pengajaran Awal. mendatangkan berkah sekaligus bencana, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (3) kepercayaan pada dewa-dewi yang juga Hardjowardojo, Pitono. 1965. Pararaton. Djakarta: Bhratara. dekat sekaligus bersinggungan langsung Kriswantoro, Agung. 2009. Pararaton: Alih dengan alam masyarakat setempat. Aksara dan Terjemahan. Jakarta Selatan: Wedatama Widya Sastra. Berdasarkan simpulan tersebut Padmapuspita, Ki J. 1966. Pararaton: Teks dapat diketahui bahwa masyarakat Malang Bahasa Kawi, Terdjemahan Bahasa Indonesia. Jogjakarta: Taman Siswa. khususnya era pra kerajaan Singosari Vlekke, Bernard.2008. Nusantara Sejarah memiliki kedekatan dengan alam. Bagi Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. mereka alam adalah segalanya sekaligus Widodo, Dukut Imam. 2006. Malang sumber penghidupan. Meskipun saat itu Tempoe Doeloe. Malang: Bayumedia Publishing. istilah untuk mendaur ulang sampah belum ditemukan, tapi masyarakat tahu betul cara Artikel Jurnal Munandar, Aris. 2011. Menafsir Ulang untuk mengolah tumbuhan dan segala Riwayat dan Ken Dedes. perangkat ekologis dengan semaksimal Universitas Atmajaya: Jurnal Manasa. mungkin. Kondisi ini harusnya perlu dijaga Dewi, Trisna Kumala. 2013. Arok Dedes dan warga Malang perlu diingatkan kembali dan Pararaton: Transformasi dan Dinamika Sastra Dalam Wacana pada kesadaran ekologis leluhurnya. Globalisasi Sastra.Balai Bahasa Jawa Semoga penelitian ini dapat menjadi Timur: Jurnal Atavisme. Intan, Ratri Arudhisty Damar. 2013. refleksi sekaligus sumber pembelajaran Reformasi di Singhasari dalam Serat sastra dan sejarah bagi masyarakat yang Pararaton.Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. peduli terhadap lingkungan. Terlebih semoga dapat memberikan kesadaran

25 Ardi Wina Saputra – Refleksi Kondisi Eko-Sosio-Kultura Kota Malang melalui Kitab Pararaton Koran Malang Post. 16 Januari 2020. Gawat Krisis Air Sebulan Lagi, Korbannya 10 Ribu Pelanggan. Malang Post. 16 Januari 2020. Diguyur Hujan 40 menit, Banjir Kembali Melanda Kota Malang. Radar Malang. 19 Januari 2020 . Krisis Air di Kota Malang, Pemerintah Pusat Turun Tangan. Surya. 19 Januari 2020. Tandon Air Telah Dipasang untuk Menghadapi Krisis Air Bersih di Malang.

26 WASKITA Vol 4 No 1 2020

27