ISLAM, TRADISI DAN MODERNITAS DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT SASAK WETU TELU (Studi Komunitas Wetu Telu Di Bayan)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

ISLAM, TRADISI DAN MODERNITAS DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT SASAK WETU TELU (Studi Komunitas Wetu Telu Di Bayan) ISLAM, TRADISI DAN MODERNITAS DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT SASAK WETU TELU (Studi Komunitas Wetu Telu di Bayan) Oleh : AKHMAD MASRURI YASIN 07231393 TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Studi Islam YOGYAKARTA 2010 PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Akhmad Masruri Yasin, S.HI NIM : 07.231.393 Jenjang : Magister Program Studi : Hukum Islam Konsentrasi : Hukum Keluarga Menyatakan bahwa Naskah Tesis ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya sendiri kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk atau dikutip dari sumbernya. Yogyakarta, 20 Pebruari 2010 Saya yang menyatakan, AkhmadU Masruri Yasin, S.H.I NIM. 07.231.393 ii Abstrak Pertemuan Islam, tradisi dan modernitas dalam banyak hal seringkali mengundang perdebatan panjang dan menyisakan banyak persoalan. Hal ini dipengaruhi oleh sebab konstruksi dan karakteristik masing-masing dari ketiga entitas tersebut berbeda, sehingga sangat sulit untuk tidak mengatakan "tidak mungkin" mempertemukan ketiganya dalam satu pelaminan secara damai. Studi ini berusaha mengungkap bagaimana relasi ketiga entitas tersebut dalam praktik perkawinan masyarakat Sasak wetu telu. Masyarakat Sasak wetu telu merupakan komunitas yang sampai hari ini mengaku beragama Islam dan menerapkan tradisi leluhur secara ketat, juga pada batas-batas tertentu menerima modernitas sebagai bagian tak terpisahkan dalam kehidupan mereka. Fokus utama studi ini adalah apakah interkasi Islam, tradisi dan modernitas mengalami ketegangan atau konflik satu sama lain dalam praktek perkawinan masyarakat Sasak wetu telu dan bagaimana mereka mempertemukan ketiga kekuatan tersebut.? Tujuan studi ini ialah mendeskripsikan dan memahami dialektika yang terjadi antara Islam, tradisi dan modernitas dalam praktek perkawinan masyarakat Sasak wetu telu. Untuk mengkonstruk jawaban dari pertanyaan di atas, teori yang dibangun adalah teori perubahan sosio-kultural, yang dirangkai dengan teori interkasi dan juga teori budaya akuluirasi dan inkulturasi. Studi ini menggunakan pendekatan fenomenologi dengan teknik epoche dan eiditik, atau etic dan emic. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi langsung, wawancara mendalam, dan pembacaan dokumen. Dengen metode dan pendekatan tersebut, penelitian ini menemukan bahwa pertama, dari sudut pandang literal-formal, interaksi dialektis antara Islam, tradisi dan modernitas dalam perkawinan masyarakat Sasak wetu telu mengalami ketegangan-ketegangan (tension) atau konflik satu dengan yang lain. Konflik ini terlihat jelas terutama ketika mempertemukan idiom-idiom adat dengan idiom- idiom agama (baca; Islam) serta idiom modernisme. Misalnya antara idiom merariq (melarikan diri) dengan khitbah (lamaran), ajikrama dengan mahar, metikah buak lekuq dengan akad pernikahan. Namun kalau dilihat dari sudut pandang substansi-filosofis, relasi antara ketiga entitas tersebut dalam praktik perkawinan masyarakat Sasak wetu telu, pada dasarnya tidak mengalami pertentangan atau konflik satu sama lain. Ketiga entitas tersebut dapat bertemu dan berdampingan secara damai dalam satu pelaminan yakni perkawinan Sasak wetu telu. Terjadi dialog yang bersifat kritis-interaktif dan akomodatif-akulturatif antara ketiga kekuatan tersebut, sehingga menghasilkan sebuah rumusan ideal atau local genius yang kemudian disebut dengan adatluwirgama. Kedua, untuk mempertemukan tiga kekuatan tersebut dalam praktek perkawinan (merarik), masyarakat Sasak wetu telu berusaha menempatkan ketiganya pada posisi yang tepat dan mengakomodasinya secara proforsional. Cara ini kemudian menciptakan sebuah equilibrium yang pada akhirnya berbuah harmoni dalam kehidupan masyarakat Sasak wetu telu. iii iv Abstrak Pertemuan Islam, tradisi dan modernitas dalam banyak hal seringkali mengundang perdebatan panjang dan menyisakan banyak persoalan. Hal ini dipengaruhi oleh sebab konstruksi dan karakteristik masing-masing dari ketiga entitas tersebut berbeda, sehingga sangat sulit untuk tidak mengatakan "tidak mungkin" mempertemukan ketiganya dalam satu pelaminan secara damai. Studi ini berusaha mengungkap bagaimana relasi ketiga entitas tersebut dalam praktik perkawinan masyarakat Sasak wetu telu. Masyarakat Sasak wetu telu merupakan komunitas yang sampai hari ini mengaku beragama Islam dan menerapkan tradisi leluhur secara ketat, juga pada batas-batas tertentu menerima modernitas sebagai bagian tak terpisahkan dalam kehidupan mereka. Fokus utama studi ini adalah apakah interkasi Islam, tradisi dan modernitas mengalami ketegangan atau konflik satu sama lain dalam praktek perkawinan masyarakat Sasak wetu telu dan bagaimana mereka mempertemukan ketiga kekuatan tersebut.? Tujuan studi ini ialah mendeskripsikan dan memahami dialektika yang terjadi antara Islam, tradisi dan modernitas dalam praktek perkawinan masyarakat Sasak wetu telu. Untuk mengkonstruk jawaban dari pertanyaan di atas, teori yang dibangun adalah teori perubahan sosio-kultural, yang dirangkai dengan teori interakasi dan juga teori budaya akulturasi dan inkulturasi. Studi ini menggunakan pendekatan fenomenologi dengan teknik epoche dan eiditik, atau etic dan emic. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi langsung, wawancara mendalam, dan pembacaan dokumen. Dengan metode dan pendekatan tersebut, penelitian ini menyimpulkan bahwa, dari sudut pandang formal (normatif), interaksi yang terjadi antara Islam, tradisi dan modernitas pada praktek perkawinan masyarakat Sasak wetu telu mengalami mengalami pertentangan atau konflik satu dengan yang lain. Konflik ini terlihat jelas terutama ketika mempertemukan idiom-idiom adat dengan idiom- idiom agama (baca; Islam) serta idiom modernisme. Misalnya antara idiom merariq (melarikan diri) dengan khitbah (lamaran), ajikrama dengan mahar, metikah buak lekuq dengan akad pernikahan. Namun kalau dilihat dari sudut pandang substansi-filosofis, relasi antara ketiga entitas tersebut dalam praktik perkawinan masyarakat Sasak wetu telu, pada dasarnya tidak mengalami pertentangan atau konflik satu sama lain. Tiga entitas tersebut dapat bertemu dan berdampingan secara damai dalam satu pelaminan yakni perkawinan Sasak wetu telu. Terjadi dialog yang bersifat kritis-interaktif dan akomodatif-akulturatif antara ketiga kekuatan tersebut, sehingga menghasilkan sebuah rumusan ideal atau local genius yang kemudian disebut dengan adatluwirgama. Untuk mempertemukan tiga kekuatan tersebut dalam praktek perkawinan (merarik), masyarakat Sasak wetu telu berusaha menempatkan ketiganya pada posisi yang tepat dan mengakomodasinya secara proforsional. Cara ini kemudian menciptakan sebuah equilibrium yang pada akhirnya berbuah harmoni dalam kehidupan masyarakat Sasak wetu telu. vi vi PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi dari keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/U/1987. Secara garis besar uraiannya adalah sebagai berikut: 1. Konsonan Tunggal Huruf0B Arab Nama1B Huruf2B Latin Keterangan3B alif5B Tidak6B dilambangkan Tidak7B dilambangkan B 4ﺍ Ba>‘9B B10B -11B B 8ﺏ 13B 14B 15B - B 12 Ta>' Tﺕ 17B 18B 19B (B 16 s\a> s\ s (dengan titik di atasﺙ 21B 22B 23B - B 20 ji>m Jﺝ 25B 26B 27B (B 24 h{a>‘ h} h (dengan titik di bawahﺡ 29B 30B 31B - B 28 kha>>' Khﺥ 33B 34B 35B - B 32 da>l Dﺩ 37B 38B 39B (B 36 z\a>l Z| z (dengan titik di atasﺫ 41B 42B 43B - B 40 Ra>‘ Rﺭ 45B 46B 47B - B 44 zai Zﺯ 49B 50B 51B - B 48 si>n Sﺱ 53B 54B 55B - B 52 syi>n Syﺵ 57B 58B 59B (B 56 s}a>d S} s} (dengan titik di bawahﺹ 61B 62B 63B (B 60 d{a>d D{ d} (dengan titik di bawahﺽ 65B 66B 67B (B 64 t}a>'> t} t} (dengan titik di bawahﻁ 69B 70B 71B (B 68 z}a>' Z} z} (dengan titik di bawahﻅ 73B 74B 75B B 72 ‘ain ‘ koma terbalikﻉ 77B 78B 79B - B 76 gain Gﻍ 81B 82B 83B - B 80 Fa>‘ Fﻑ 85B 86B 87B - B 84 Qa>f Qﻕ 89B 90B 91B - B 88 Ka>f Kﻙ 93B 94B 95B - B 92 la>m Lﻝ 97B 98B 99B - B 96 mi>m Mﻡ 101B 102B 103B - B 100 Nu>n Nﻥ 105B 106B 107B - B 104 wa>wu Wﻭ 109B 110B 111B - B 108 Ha>’ Hﻫـ apostrof115B (tetapi tidak 113B 114B -B 112 hamzah ’ dilambangkan apabila terﺀ letak di awal kata) 117B 118B 119B - B 116 ya>' Yﻱ 2. Vokal Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan rangkap atau diftong. a. Vokal Tunggal Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda Nama Huruf Latin Nama Fathah a a َ◌ Kasrah i i ِ◌ D{ammah u u ُ◌ Contoh: yaz\habu - ﻳﺬﻫﺐ kataba - ﻛﺘﺐ z\ukira - ﺫﻛﺮ su’ila- ﺳﺌﻞ b. Vokal Rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya sebagai berikut: Tanda Nama Huruf Latin Nama Fath}ah dan ya ai a dan i َ ﻯ Fath}ah dan wawu au a dan u َ ﻭ Contoh: haula -ﻫﻮﻝ kaifa -ﻛﻴﻒ 3. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda: Tanda Nama Huruf Latin Nama Fath}ah dan alif atau alif \ a> a dengan garis َ ﺍ َ ﻯ di atas Maksu>rah Kasrah dan ya i@ i dengan garis di ﻯ atas d}ammah dan wawu u> u dengan garis di atas ُ◌ ﻭ Contoh: qi>la - ﻗﻴﻞ qa>la - ﻗﺎﻝ - rama> - yaqu>lu ﻳﻘﻮﻝ ﺭﻣﻰ 4. Ta’ Marbu>t}ah Transliterasi untuk ta’ marbut}ah ada dua: a. Ta Marbu>t}ah hidup Ta’ marbu>t}ah yang hidup atau yang mendapat harkat fath}ah, kasrah dan d}ammah, transliterasinya adalah (t). b. Ta’ Marbu>t}ah mati Ta’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah (h) T{alh}ah -ﻃﻠﺤﺔ :Contoh c. Kalau pada kata yang terakhir dengan
Recommended publications
  • Pandangan Front Pembela Islam ( Fpi) Terhadap Islam Nusantara
    PANDANGAN FRONT PEMBELA ISLAM ( FPI) TERHADAP ISLAM NUSANTARA SKRIPSI Diajukan unttuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) Disusun Oleh: Riza Adi Putra 11150321000020 PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1441 H LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Riza Adi Putra NIM : 11150321000020 Prodi : Studi Agama-Agama Fakultas : Ushuluddin Judul Skripsi :PANDANGAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) TERHADAP ISLAM NUSANTARA Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarrif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. ii iii iv ABSTRAK Riza Adi Putra Judul Skripsi: Pandangan Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Islam Nusantara Islam Nusantara atau yang biasa disebut dengan Islam di Indonesia merupakan hasil dari dialog antara ajaran Islam dengan budaya lokal. Dengan demikian, hal tersebut akan menghasilkan budaya yang Islami, sehingga Islam Nusantara dipandang sebagai Islam dengan kearifan lokal. Di samping itu Islam Nusantara merupakan sebuah keberhasilan dari para ulama dalam menyebarkan ajaran Islam di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya Islam di Indonesia lahir beberapa gerakan Islam dengan karakternya masing-masing. Seperti Nahdlatul Ulama dengan karakternya yang tradisional, Muhammadiyah dengan Modernis dan Front Pembela Islam (FPI) dengan gerakan amar ma’ruf nahi munkar.
    [Show full text]
  • 12628 Seramasara 2020 E .Docx
    International Journal of Innovation, Creativity and Change. www.ijicc.net Volume 12, Issue 6, 2020 Wetu Telu as a Local Identity of the Sasak ethnic Group on Globally Cultural Endeavour in Lombok I Gusti Ngurah Seramasaraa, Email: [email protected], This paper aims to examine the Wetu Telu as the local identity of Sasak ethnic group on globally cultural endeavour in Lombok. The Wetu Telu tradition has been inherited down from many generations by Sasak ethnic groups, and has experienced a cultural endeavour in the era of globalisation, because it was considered not in accordance with the teachings of Islam in general. The endeavour arises between the ethnic Sasak group who want to maintain the Wetu Telu tradition as a local identity and those who want to apply Islamic culture in general. The endeavour raises concerns about the extinction of the Wetu Telu tradition and the Sasak ethnic group losing their identity. The issue that arises in this case is how Sasak people can maintain their local wisdom so as not to lose their identity. To analyse and explain the Wetu Telu culture as a local identity of the Sasak ethnicity, qualitative research methods were used to reveal the Wetu Telu cultural meaning as a Sasak identity and explain the rise of Sasak local wisdom in Lombok in the midst of globalisation. Qualitative research methods in this case use the historical paradigm, the theory of multiculturalism and the theory of hegemony. This research will be able to reveal the background of the Wetu Telu culture, the endeavour of identity and the rise of the Wetu Telu as the Sasak identity.
    [Show full text]
  • ISLAM NUSANTARA and PROGRESSIVE ISLAM: Nahdlatul Ulama (NU) and Muhammadiyah's View on Relationship of Religion and Culture PJAEE, 17 (3) (2020)
    ISLAM NUSANTARA AND PROGRESSIVE ISLAM: Nahdlatul Ulama (NU) And Muhammadiyah's View on Relationship of Religion and Culture PJAEE, 17 (3) (2020) ISLAM NUSANTARA AND PROGRESSIVE ISLAM: Nahdlatul Ulama (NU) And Muhammadiyah's View on Relationship of Religion and Culture Lutfi Hadi Aminuddin [email protected] Lutfi Hadi Aminuddin. ISLAM NUSANTARA AND PROGRESSIVE ISLAM: Nahdlatul Ulama (NU) And Muhammadiyah's View on Relationship of Religion and Culture-- Palarch’s Journal Of Archaralogy Of Egypt/Egyptogy 17(3), 515-528. ISSN 1567-214x Keywords: tajdid, wasathiyah, al-maqasid al-sharia, culture, ijtihad. ABSTRACT This study will focus on the differences between the Nahdlatul Ulama (NU) concept of Islam Nusantara and the Muhammadiyah concept of Progressive Islam and what the epistemological differences in the characteristics of both are. This is qualitative research using content analysis. The researcher found that there are differences between the concept and the characteristics of Islam Nusantara and Progressive Islam. Islam Nusantara refers to the teachings of Islam practised in Indonesia to articulate the teachings of the Qur'an and Sunnah with local tradition. While Muhammadiyah with the concept of Progressive Islam wants to present al-Qur'an and al-Sunnah as universal teachings, which not only contains commands and prohibitions but also contains values of progress to realize enlightened human life. The differences from the epistemological characteristics reveal that NU is more accommodating to local culture. At the same time, Muhammadiyah with the concept of al-ruju (back) to al-Qur'an and al-Sunnah is very strict in accommodating local culture. The different characteristics have an impact on the assessment of whether culture/tradition should be accepted or not.
    [Show full text]
  • ( Surau, Meunasah, Pesantren Dan Madrasah ) Oleh
    SEJARAH LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM NUSANTARA ( Surau, Meunasah, Pesantren dan Madrasah ) Oleh : Abdul Mukhlis Dosen Tetap STAI Pancawahana Bangil Kabupaten Pasuruan ABSTRAK Lembaga-lembaga pendidikan islam ada seiring dengan penyebaran Islam itu sendiri, lembaga semisal Pondok Pesantren di Jawa, Surau di Sumatera ( Minangkabau ), Meunasah di Aceh dan Madrasah Islam modern yang menyebar di seluruh nusantara merupakan suatu fenomena- fenomena yang meniscayakan adanya dinamika lembaga-lembaga pendidikan Islam yang pada suatu kurun waktu tertentu menjadi suatu lembaga pendidikan yang menjadi menjadi primadona di masanya, akankah lembaga-lembaga Islam semisal Pondok Pesantren dan Madrasah menjadi lembaga pendidikan Islam yang tetap bereksistensi ataukah ada model lembaga pendidikan lain yang lebih mengakomodasi peradaban dan kebudayaan dunia Islam. Kata Kunci : Pesantren, Surau, Meunasah dan Madrasah A. PENDAHULUAN tersebut tidak akan terserabut dari akar Perkembangan pendidikan Islam di kulturnya secara radikal. Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, B. SEJARAH DAN DINAMIKA mulai dari yang amat sederhana, sampai LEMBAGA-LEMBAGA dengan tahap-tahap yang sudah terhitung PENDIDIKAN DI NUSANTARA modern dan lengkap. Lembaga pendidikan 1. Surau Islam telah memainkan fungsi dan perannya Pembahasan tentang surau sebagai sesuai dengan tuntntan masyarakat dan lembaga Pendidikan Islam di Minang-kabau, zamannya. Perkembangan lembaga-lembaga hanya dipaparkan sekitar awal pertumbuhan pendidikan tersebut telah menarik perhatian surau sampai dengan meredupnya pamor para ahli baik dari dalam maupun luar negeri surau. Kondisi ini dilatarbelakangi dengan untuk melakukan studi ilmiah secara lahirnya gerakan pembaruan di Minangkabau konfrehensif. Kini sudah banyak hasil karya yang ditandai dengan berdirinya madrasah penelitian para ahli yang menginformasikan sebagai pendidikan alternatif. tentang pertumbuhan dan perkembangan Istilah surau di Minangkabau sudah lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut.
    [Show full text]
  • Tuan Guru and Ahmadiyah in the Redrawing of Post-1998 Sasak-Muslim Boundary Lines in Lombok
    CONTESTED IDENTITIES: TUAN GURU AND AHMADIYAH IN THE REDRAWING OF POST-1998 SASAK-MUSLIM BOUNDARY LINES IN LOMBOK BY SITTI SANI NURHAYATI A thesis submitted to Victoria University of Wellington in fulfilment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy Victoria University of Wellington 2020 i Abstract This study examines what drives the increasing hostility towards Ahmadiyah in post- Suharto Lombok. Fieldwork was undertaken in three villages – Pemongkong, Pancor and Ketapang – where Ahmadiyah communities lived and experienced violent attacks from 1998 to 2010. The stories from these villages are analysed within the context of a revival of local religious authority and the redefinition of the paradigm of ethno-religious identity. Furthermore, this thesis contends that the redrawing of identity in Lombok generates a new interdependency of different religious authorities, as well as novel political possibilities following the regime change. Finally, the thesis concludes there is a need to understand intercommunal religious violence by reference to specific local realities. Concomitantly, there is a need for greater caution in offering sweeping universal Indonesia-wide explanations that need to be qualified in terms of local contexts. ii iii Acknowledgements Alhamdulillah. I would especially like to express my sincere gratitude and heartfelt appreciation to my primary supervisor, Professor Paul Morris. As my supervisor and mentor, Paul has taught me more than I could ever give him credit for here. My immense gratitude also goes to my secondary supervisors, Drs Geoff Troughton and Eva Nisa, for their thoughtful guidance and endless support, which enabled me, from the initial to the final stages of my doctoral study, to meaningfully engage in the whole thesis writing process.
    [Show full text]
  • Asia Report, Nr. 67: the Perils of Private Security in Indonesia
    THE PERILS OF PRIVATE SECURITY IN INDONESIA: GUARDS AND MILITIAS ON BALI AND LOMBOK 7 November 2003 ICG Asia Report N°67 Jakarta/Brussels, 7 November 2003 TABLE OF CONTENTS EXECUTIVE SUMMARY AND RECOMMENDATIONS................................................. i I. INTRODUCTION .......................................................................................................... 3 II. BALI................................................................................................................................. 2 A. HISTORICAL OVERVIEW........................................................................................................2 1. Traditional Institutions...............................................................................................3 2. The Late New Order ..................................................................................................3 3. The Aftermath of the PDI-P Congress.......................................................................4 4. The Kuta Case............................................................................................................5 5. Election Violence in October 1999............................................................................6 B. SECURITY AND DECENTRALISATION .....................................................................................6 C. THE MIGRANT POPULATION..................................................................................................7 1. Migrant Ordinances ...................................................................................................8
    [Show full text]
  • Indonesian Schools: Shaping the Future of Islam and Democracy in a Democratic Muslim Country
    Journal of International Education and Leadership Volume 5 Issue 1 Spring 2015 http://www.jielusa.org/ ISSN: 2161-7252 Indonesian Schools: Shaping the Future of Islam and Democracy in a Democratic Muslim Country Kathleen E. Woodward University of North Georgia This paper examines the role of schools in slowly Islamizing Indonesian society and politics. Why is this Islamization happening and what does it portend for the future of democracy in Indonesia? The research is mostly qualitative and done through field experience, interviews, and data collection. It is concluded that radical madrasahs are not the main generators of Islamization, but instead the widespread prevalence of moderate Islamic schools are Islamizing Indonesian society and politics. The government began the “mainstreaming” of Islamic elementary and secondary schools, most of which are private, in 1975. This has continued and grown, making them popular options for education today. The government has more recently been increasing the role of state run Islamic universities by expanding their degree offerings to include many non- Islamic disciplines. The use of Islamic schools to educate Indonesians is due to the lack of development of secular public schools and high informal fees charged for the public schools. By making Islamic schools an attractive option that prepares students for success, society has been Islamized slowly as the number of alumni increases and as these alumni play leadership roles in society, business, and government. This Islamization is not of a radical nature, but it is resulting in more Islamic focused public discourse and governing policy, and low levels of tolerance for other faiths and variant Muslim practices.
    [Show full text]
  • ISLAM WETU TELU [Dialektika Hukum Islam Dengan Tradisi Lokal]
    , Jurnal Hukum Islam ISLAM WETU TELU [Dialektika Hukum Islam dengan Tradisi Lokal] Muhammad Harfin Zuhdi Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram Email: harfi[email protected]) Abstract: Islam reached Lombok in the sixteenth century. It was brought by the Javanese Muslim preachers led by Sunan Prapen, the son of Sunan Giri, one of the famous nine saints (Wali Songo). Prior to the spread of Islam in this island, the indigenous people of Lombok (the Sasak) had embraced their own traditional religion, called Boda. This created dialectics between Islam and this local belief that resulted in the rise of vernacular expression of Islam called wetu teluin Bayan, north Lombok. This article is aimed to describe Islam in Lombok which is influenced Ey indigenous cultures and local religious beliefs. Different perspectivesof and understandings in realizing Islamand its teachings as well as its acculturation into local structure have contributed to the emergence of plural and parochial Indonesian Islam. In Lombok, there are two variants of Islam which are diametrically separated: namely Wetu Telu and Islam Waktu Lima. Wetu Telu can be categorized as a traditional religion, while :aktu Limacan be classified as a divine religions. However, this classification does not separate the former from the latter. These categories are fluid, where a certain category or specific characteristic, which belongs to one group, may also be found in the other group. In other words, Wetu Telu religious practices may also contain the values, concepts, views, and certain practices that are common among the follower of Waktu Lima. Therefore, Waktu lima classified as divine religion may contain something that is parochial.
    [Show full text]
  • Attachment File.Pdf
    I II Volume I, Number I, July 2020 E-ISSN 2722-8975 Journal for Study of Islamic History and Culture Pengantar Nomor Perdana - Nahdlatul Islam Nusantara Ahmad Suaedy Anatomy of the Islam Nusantara Program and the Necessity for a “Critical” Islam Nusantara Study Okamoto Masaaki Artikulasi Islam Nusantara dalam Perjuangan Agraria Mohamad Shohibuddin Menuju Sosiologi Nusantara: Analisa Sosiologis Ajaran Ki Ageng Suryomentaram dan Amanat Galunggung Ngatawi El-Zastrouw Traditional Islam and Global Religious Connectivity: Nahdlatul Ulama in The Netherlands Amin Mudzakkir Lasem: Harmoni dan Kontestasi Masyarakat Bineka Syamsul Hadi Traces of Māturīdīsm in the ‘Ulamā’s Works in Nusantara in the Seventeenth Until Nineteenth Centuries Muhamad Bindaniji Book Review Islam Dibawa Masuk oleh Orang Nusantara: Dari Data Terserak Buzurgh Al-Ramahurmuzi, ‘Ajaibul Hind: Kisah-Kisah Ajaib di Daratan dan Lautan Hindi Idris Masudi III IV V Journal for Study of Islamic History and Culture Volume I, Number I, July 2020 EDITOR-IN-CHIEF Ahmad Suaedy, (Scopus ID: 56419869500) Faculty of Islam Nusantara UNUSIA Jakarta MANAGING EDITOR Ngatawi El-Zastrow, Faculty of Islam Nusantara UNUSIA Jakarta INTERNATIONAL EDITORIAL BOARD Said Aqil Siradj, Faculty of Islam Nusantara UNUSIA Jakarta Robert W. Hefner, (Scopus ID: 36856758800) Boston University, Boston USA Okamoto Masaaki, (Scopus ID: 57191206120), Kyoto University, Kyoto Japan Dien Madjid, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Endang Turmudzi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Alwi A. Shihab,
    [Show full text]
  • Dinamika Transisi Komunitas Wetu Telu Dalam Keyakinan Pelaksanaan Syari’At Islam
    [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] [JATISWARA] DINAMIKA TRANSISI KOMUNITAS WETU TELU DALAM KEYAKINAN PELAKSANAAN SYARI’AT ISLAM Sri Hariati Fakultas Hukum Universitas Mataram Lombok, NTB, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Tujuan yang ingin dicapai adalah Untuk mengetahui keberadaan komunitas Wetu Telu dan mengetahui bagaimana dinamika transisi komunitas Wetu Telu dalam pelaksanaan keyakinan syar’at Islam. Di Dusun sangiang Desa kumbang Kecamatan masbagik Lombok timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris dengan subyek penelitian antara lain, tokoh adat Wetu Telu, tokoh agama Wetu Telu dan masyarakat Wetu Telu serta tokoh agama, tokoh masyarkat wetu lima dan aparatur desa seperti kadus, kepala desa. Komunitas Wetu Telu yang ada di Dusun Sangiang Desa Kumbang Masbagik saat ini masih dalam proses verifikasi ke pelaksanaan syari’at Islam, keberadaan mereka sangat minoritas tapi sebagian mampu bertahan di atas masifnya proses verifikasi oleh para pendakwah. Mereka dalam melaksanakan adat istiadat tidak seperti dulu karna seiring dengan perkembangan zaman dengan majunya pendidikan dan banyaknya sarjana- sarjana sehingga mereka melaksanakan ibadah dan tradisi-tradisi tertentu dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi. Kata Kunci: syari’at islam;wetu telu A. PENDAHULUAN penduduk Lombok bisa dikatagorikan sebagai penganut Wetu Telu, sebagian dari mereka Kata Sasak selalu dinasabkan pada suku sudah tercerahkan dengan adanya purifikasi Sasak, sebuah suku, yang menghuni pulau agama yang dibawa oleh tokoh agama masing- Lombok, sekaligus merupakan penduduk masing. Mereka yang beragama Hindu, asli pulau ini. Dewasa ini pulau Lombok tren beranggapan bahwa mereka merupakan orang Sasak tidak hanya dikonotasikan pada agama yang benar,demikaian pula halnya penduduk asli Lombok tetapi migran maupun dengan pengikut agama yang lain, seperti warga yang lahir di daerah percampuran Islam dan Budha, yang beranggapan bahwa antara suku Sasak dengan suku yang lainpun agama yang dianutnya adalah agama yang disebut sebagai orang Sasak.
    [Show full text]
  • Sufism and the Sacred Feminine in Lombok, Indonesia
    religions Article Sufism and the Sacred Feminine in Lombok, Indonesia: Situating Spirit Queen Dewi Anjani and Female Saints in Nahdlatul Wathan Bianca J. Smith Centre for Islamic Culture and Society, University of Mataram, Mataram 83125, Indonesia; [email protected] Abstract: This article is a feminist ethnographic exploration of how ‘indigenous’ notions of a ‘sacred feminine’ shape Sufi praxis on the island of Lombok in the eastern part of Indonesia in Southeast Asia. I demonstrate through long-term immersive anthropological fieldwork how in her indigenous form as Dewi Anjani ‘Spirit Queen of Jinn’ and as ‘Holy Saint of Allah’ who rules Lombok from Mount Rinjani, together with a living female saint and Murshida with whom she shares sacred kinship, these feminine beings shape the kind of Sufi praxis that has formed in the largest local Islamic organization in Lombok, Nahdlatul Wathan, and its Sufi order, Hizib Nahdlatul Wathan. Arguments are situated in a Sufi feminist standpoint, revealing how an active integration of indigeneity into understandings of mystical experience gives meaning to the sacred feminine in aspects of Sufi praxis in both complementary and hierarchical ways without challenging Islamic gender constructs that reproduce patriarchal expressions of Sufism and Islam. Keywords: sacred feminine; divine feminine in Sufism; Sufi orders; female saints; female leadership Citation: Smith, Bianca J. 2021. Sufism and the Sacred Feminine in in Sufism; Dewi Anjani; Nahdlatul Wathan; Lombok; Indonesia; indigenous feminine Lombok, Indonesia: Situating Spirit Queen Dewi Anjani and Female Saints in Nahdlatul Wathan. Religions 12: 563. https://doi.org/10.3390/ 1. Introduction rel12080563 The ‘sacred (also read as divine) feminine’ as cultural praxis is an under-researched area in the anthropology of Sufism in Indonesia, mostly because normative Sufism as Academic Editors: Milad Milani, organized through the tariqa, like Islam, is structurally and ideologically patriarchal and Zahra Taheri and Aydogan Kars formally speaks to a male audience.
    [Show full text]
  • Muhammad Harir Muzakki (IAIN Ponorogo) Penyunting Ahli: Al
    Vol. 18 No. 2 Desember 2018 Vol. 18 No. 2 November 2018 Ketua Penyunting: Muhammad HarirM. Harir Muzakki Muzakki (IAIN Ponorogo) Penyunting Ahli: Al MakinKhoirun (Universitas Ni’am Islam (UIN Negeri Sunan Sunan Ampel Kalijaga Surabaya) Yogyakarta) AyangKamaruzzaman Utriza Yakin (UIN (UIN Syarif ar-Raniry Hidayatullah Banda Aceh) Jakarta) KhoirunKamaruzzaman Ni'am (UIN (UIN Sunan Ar-Raniry Ampel Surabaya) Aceh) M.M. Abdun Abdun Nasir Nasir (UAIN (UIN Mataram) Mataram) Ayang UtrizaAbdul Yakin Mun (UIN’im Syarif(IAIN HidayatullahPonorogo) Jakarta) Nur Said (IAIN Kudus) Dewan Penyunting: Imam MachaliDewan Penyunting:Miftahul Huda M. EndyEndy Saputra Saputro (IAIN Surakarta)Aji Damanuri ImamMuh. Machali Tasrif (UIN Sunan KalijagaAbid Yogyakarta) Rohmanu Abdul Mun’im (IAIN Ponorogo) Miftahul Huda (IAIN Ponorogo) Iswahyudi (IAIN Ponorogo) Al-Tahrir adalahAbid jurnal Rahmanu 6 bulanan (IAIN yang Ponorogo) diterbitkan oleh IAIN Ponorogo sebagai Muh.media Tasrif dialog (IAIN seputar Ponorogo) perkembangan pemikiran Islam dan telah Terakreditasi B Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 212/P/2014, Tanggal Al-Tahrir adalah jurnal 6 bulanan yang diterbitkan oleh IAIN Ponorogo 03 Juli 2014. Al-Tahrir mengundang para peminat studi pemikiran Islamsebagai untuk media menyumbangkan dialog seputar perkembangantulisan yang sesuai pemikiran dengan Islam standar dan ilmiah.telah Terakreditasi Redaksi berhak Tingkat melakukan 2 Berdasarkan revisi tanpa Keputusan mengubah Direktur isi dan Jendral Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti maksud tulisan. Alamat Redaksi: Jl. Pramuka No. 156 Po. Box. RI Nomor: 30/E/KPT/2018. Al-Tahrir mengundang para peminat 116 Ponorogo 63471 Telp. 0352-481277 Fax. 0352-461893; E-mail: studi pemikiran Islam untuk menyumbangkan tulisan yang sesuai [email protected] dengan standar ilmiah.
    [Show full text]