[Vol. 34 No. 2 Juli 2019] [JATISWARA] DINAMIKA TRANSISI KOMUNITAS WETU TELU DALAM KEYAKINAN PELAKSANAAN SYARI’AT

Sri Hariati Fakultas Hukum Universitas Mataram Lombok, NTB, Indonesia Email: [email protected]

Abstrak Tujuan yang ingin dicapai adalah Untuk mengetahui keberadaan komunitas Wetu Telu dan mengetahui bagaimana dinamika transisi komunitas Wetu Telu dalam pelaksanaan keyakinan syar’at Islam. Di Dusun sangiang Desa kumbang Kecamatan masbagik Lombok timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris dengan subyek penelitian antara lain, tokoh Wetu Telu, tokoh agama Wetu Telu dan masyarakat Wetu Telu serta tokoh agama, tokoh masyarkat wetu lima dan aparatur desa seperti kadus, kepala desa. Komunitas Wetu Telu yang ada di Dusun Sangiang Desa Kumbang Masbagik saat ini masih dalam proses verifikasi ke pelaksanaan syari’at Islam, keberadaan mereka sangat minoritas tapi sebagian mampu bertahan di atas masifnya proses verifikasi oleh para pendakwah. Mereka dalam melaksanakan adat istiadat tidak seperti dulu karna seiring dengan perkembangan zaman dengan majunya pendidikan dan banyaknya sarjana- sarjana sehingga mereka melaksanakan ibadah dan tradisi-tradisi tertentu dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi. Kata Kunci: syari’at islam;wetu telu A. PENDAHULUAN penduduk Lombok bisa dikatagorikan sebagai penganut Wetu Telu, sebagian dari mereka Kata Sasak selalu dinasabkan pada suku sudah tercerahkan dengan adanya purifikasi Sasak, sebuah suku, yang menghuni pulau agama yang dibawa oleh tokoh agama masing- Lombok, sekaligus merupakan penduduk masing. Mereka yang beragama Hindu, asli pulau ini. Dewasa ini pulau Lombok tren beranggapan bahwa mereka merupakan orang Sasak tidak hanya dikonotasikan pada agama yang benar,demikaian pula halnya penduduk asli Lombok tetapi migran maupun dengan pengikut agama yang lain, seperti warga yang lahir di daerah percampuran Islam dan Budha, yang beranggapan bahwa antara suku Sasak dengan suku yang lainpun agama yang dianutnya adalah agama yang disebut sebagai orang Sasak. Sedangkan benar menurut keyakinan keagamaannya.1 kata Sasak yang dimaksud dalam tulisan ini Biasanya kelompok-kelompok penganut terlepas dari sekat-sekat, tensitas, maupun Wetu Telu menempati daerah-daerah terpencil kultur, adalah mereka yang masih berpegang dan primitif, sementara kelompok-kelompok pada ritual dan adat istiadat serta kepercayaan lain yang merasa diri sudah tercerahkan Wetu Telu, tanpa melihat apakah ia penduduk kebanyakan menempati tempat yang umum asli (indigienus) maupun pendatang yang lebih ramai dan lebih mudah di jangkau oleh notabenenya berdarah campuran (non- jalur transportasi. Mereka ini kelompok- indegienus). Sasak merupakan penduduk asli dan 1Islam Sasak: Pola keberagaman komunitas Islam Lokal kelompok etnis mayoritas, populasinya lebih di Lombok.webcache.googleusercontent.com.diakses tang- dari 90% penduduk Lombok. Tidak semua gal 2019-03-21.

DOI : https://doi.org/10.29303/jatiswara.v34i2.207 [JATISWARA] [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] kelompok penganut Wetu Telu yang sering sekali menonjolkan beberapa pengaruh komunitasnya kecil dan dalam masa transisi dan doktrin-doktrin dari berbagai dan keyakinan pelaksanaaan syariat Islam ( waktu beberapa tradisi pendahulunya (budaya lokal, lima). Hindu dan Islam ) yang sebelumnya pernah Agama Islam adalah agama yang berkembang di Lombok . dianut oleh mayoritas masyarakat Sasak, Adanya defereansasi ritual dan tata cara- dengan jumlah penganut mencapai 90%, cara peribdatan, dengan di dukung oleh adat adapun pengaruh Islam di Lombok dapat istiadat yang lebih eksklusif, serta tradisi dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: statis warisan leluhur yang mewarnai pola- 1. Golongan Islam waktu lima (Islamic ortodox pola keagamaan penganut Wetu Telu Sasak seck), yaitu golongan yang mengikuti Islam serta belum adanya upaya sistematis pernak- sesuai dengan ajaran dan ketentuan al-qur’an pernik tersebut dalam satu konsep. dan al-hadits. Perlu juga penulis kemukakan varian 2. Golongan Wetu Telu, yaitu golongan yang Wetu Telu dalam menentukan permulaan dalam praktik kehidupan sehari-hari masih bulan Ramadhan (puasa). Terdapat perbedaan berpegang teguh pada tradisi nenek moyang pendapat dikalangan varian Islam Wetu Telu serta adat istiadat yang diwariskan secara yang terbagi dalam tiga kelompok, yaitu: turun temurun. Pelaksanaan ibadahnya a. Kelompok pertama, kelompok yang hanya dilakukan oleh kiayi, penghulu dan berpegang pada penanggalan yang disebut tokoh-tokoh adat mereka 2 aboge (reboage), permulaan puasa jatuh Sebelum memeluk agama Islam dikalangan mereka pada tanggal satu bulan masyarakat Sasak percaya terhadap roh ramadhan. dan kekuatan-kekuatan gaib (animisme b. Kelompok kedua, kelompok yang dan dinamisme). Mereka percaya bahwa berpegang pada penanggalan kamis pahing, tidak saja dalam benda hidup terdapat suatu permulaan puasa kalangan ini jatuh pada benda halus, nyawa, arwah atau semangat tanggal dua bulan Ramadhan. tetapi pada tanaman seperti pohon-pohon c. Kelempok ketiga, kelompok yang yang besar yang sudah berusia puluhan berpegang pada penanggalan jum’at pon, bahkan ratusan tahun, benda-benda mati permulaan puasa dikalangan mereka seperti gunung, sungai,lembah, bukit juga senantiasa jatuh pada tanggal tiga bulan terhadap beragam senjata seperti keris, Ramadhan. tombak (jongkat: Sasak), ikat pinggang atau Perlu di kemukakan masing-masing sabuk, cincin, akik dan sejenisnya diyakini kelompok varian Wetu Telu yang berbeda memiliki kekuatan, roh dan semangat yang atau penghulunya dalam mengaktualisasikan selalu mengelilingi manusia baik di rumah ajaran Islam tersebut, sebagai berikut: maupun di luar rumah. Keyakinan-keyakinan 1. Di Bayan dan Tanjung (Lombok Barat), masa lalu ini, hingga saat ini masih dipegang hanya melaksanakan shalat jum’at dan dan dipertahankan oleh penganut Wetu Telu shalat jenazah, shalat idul fitri, idul adha dan hingga dalam mempersonifikasikan ajaran berpuasa mulai pada tanggal dua Ramadhan. dan doktrin-doktrin keagamaan berdasarkan 2. Di wilayah Pujut (Lombok Tengah), dan tata cara dan penerapannya dengan penganut sekitarnya hanya melaksanakan shalat agama yang lazim dijumpai di berbagai lima waktu sehari semalam termasuk kalangan. shalat jum’at shalat idul fitri,idul adha dan Penganut Wetu Telu, dalam shalat jenazah. Mereka memulai puasa mempersentasikan ajaran-ajaran keagamaan pada tanggal satu Ramadhan, dibandingkan dengan wilayah lainnya, kondisi Islam Wetu 2Meneropong strategi kebudayaan melalui kesadaran historis. 2018 “islam wetu telu” jurnal filsafat.ISSN 2528- Telu di desa tersebut masih kuat sampai saat 6811. ini.

172 Sri Hariati | Dinamika Transisi Komunitas... [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] [JATISWARA]

3. Di wilayah Rambitan (Lombok Tengah), memesuki agama Islam sesungguhnya telah Sepit (Lombok Timur) dan sekitarnya hanya jelas jalan yang benar daripada jalan yang melaksanakn shalat magrib dan isya selama karena itu barang siapa yang ingkar bulan Ramadhan, dan shalat subuh pada pagi thogut (setan), dan beriman kepada tali yang hari raya (id), kemudian melaksanakan shalat amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah 4 jum’at, shalat sunnat tarawih dan shalat maha mendengar lagi maha mengetahui. jenazah. Kelompok-kelompok Wetu Telu masih 4. Di wilayah Pengadangan (Lombok Timur) tersebar di seantero pulau Lombok. Diatas dan sekitarnya hanya melaksanakan shalat penulis memberikan gambaran lokasi lima waktu sehari semalam selama giliran (wilayah) komunitas Wetu Telu yang masih merebotnya (penjaga masjid) selama tujuh eksis hingga sekarang, Desa Sembalun hari setelah itu mereka hanya melaksanakan Lombok Timur, Desa Bayan Lombok Barat, shalat jum’at, shalat jenazah dan shalat Desa Lembuak Lombok Barat. tarawih pada bulan ramadhan. Adapun komunitas Wetu Telu yang 5. Di wilayah Sembalun (Lombok Timur) dan basis komunitasnya kecil dan eksistensi sekitarnya hanya melaksanakan shalat ashar generasinya mulai redup terdapat dibeberapa pada hari kamis, shalat zuhur pada hari jum’at daerah, salah satunya di Dusun sangiang Desa dan shalat subuh pada hari raya (id).3 kumbang Kecamatan masbagik lombok timur. Ajaran penganut Wetu Telu mayoritasnya Ritual-ritual adat dan keberadaan pemangku, memegang prinsip-prinsip sebagai berikut : kyai dan tokoh adatnya masih eksis sampai 1. Taat kepada tuhan yang Maha Esa sekarang. 2. Taat kepada pemerintah Exsitensi penerapan ajaran wektu telu 3. Taat kepada kedua orang tua, dalam arti di Dusun sangiang memang diakui mulai yang sangat luas, mereka sangat kuat berkurang namun beberapa diantara mereka memegang prinsip-prinsip ini dan tidak masih berpegang teguh pada perinsip-perinsip berani melanggarnya apalagi menyangkut ajaran-ajaran Islam Wetu Telu itu tercermin penaliq yaitu suatu hal yang mereka anggap dari perilaku adat-istiadat, pola hidup tabu. tradisional yang kental melekat dikeseharian Islam sebagai agama yang dibawa oleh mereka. Pelaksanan ibadah sebagi exsistensi nabi besar Muhammad SAW, sejak lima ajaran Islam Wetu Telu masih terlihat. belas abad yang silam telah berkembang dan Kelompok Islam Wetu Telu ini berkiblat pada tersebar keseluruh penjuru dunia. Agama pelaksanan Islam Wetu Telu pada umumnya, yang bersifat universal ini sesuai dengan dalam komunitas ini yang melaksanakan solat firman Allah SWT dalam al-qur’an surat lima waktu sehari semalam serta ajuran solat al-Anbiya :107 yaitu : “ Dan tidaklah kami jumat hanya dilakukan oleh kiyai nya saja. mengutus (Muhammad SAW) melainkan Aktivitas-aktivitas berikutnya adalah, menjadi rahmat semesta alam”. Untuk komunitas ini melaksanakan ritual-ritual memeluk agama Islam, seseorang seseorang khusus, ritual-ritual tersebut dilaksanakan hamba Allah SWT tidak dipaksa akan tetapi berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sifatnya atas dasar kesadaran dan hasil pemikirannya tertentu antara lain, yang berhubungan dengan yang sehat, tugas para muballig hanya siklus manusia : kelahiran, perkawinan, mengajak hamba Allah lainnya untuk tidak kematian atau juga yang berhubungan dengan menyembah selain Allah. Al-qur’an dengan bercocok tanam : panen raya, menyamikan tegas menyatakan : “tidak ada paksaan untuk benih, keluarnya biji padi dan ritual-ritual khusus lainnya seperti lulus dalam suatu

3Zuhdi,Muhammad Harfin. 2012. Islam wetu telu di 4Sulaiman,Achmad 2017. Tradisi Islam Wetu Telu: Dari bayan lombok. Akademika: jurnal Pemikiran Islam (dalam maleman Qunut Hingga Tinggi.Nusantaranews (da- bahasa inggris).ISSN 2356-2420. lam bahasa inggris).

Dinamika Transisi Komunitas... | Sri Hariati 173 [JATISWARA] [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] pekerjan, sembuh dari penyakit, nazar Pembangunan lembaga dalam dunia dan sebaginya. Bentuk-bentuk exsistensi pendidikan yang ada di wilayah dusun berikutnya adalah kepercayan akan adanya sangiang, juga tidak dipungkiri sebagai faktor kekuatan-kekuatan supernatural pada benda- perubahan positif tersebut. Pemerintah dalam benda tertentu antara lain keris, tombak hal ini Departemen Agama dan pendidikan (jungkat), jimat, singe (kayu yang dibentuk setempat, merujuk pada GBHN tahun 1993 menyerupai kuda yang digunakan sebagi menyatakan “ pendidikan agama bukan alat hiburan untuk pengantin dan anak yang saja wajib diberikan di jalur sekolah, akan dihitan, biasanya alat ini digunakan untuk tetapi juga pada jalur luar sekolah. Dan juga mengarak pengantin dan anak yang dihitan). peran organisasi-organisasi Isalm diyakini Indikasi-indikasi bahwa komunitas Islam berpengaruh terhadap komunitas tersebut Wetu Telu tidak semuagenerasinya bergerak seperti NW dan NU. pelan kepelaksanan sariat Islam kaffah adalah masih kurang kesadaran mereka B. METODE PENELITIAN untuk membuka diri terhadap dunia luar. Kegiatan-kegiatan dakwah sering mereka Pendekatan yang digunakan dalam dengar namun kurang diterima dengan baik penelitian ini adalah penelitian kualitatif. serta kurang ada keinginan untuk mendalami Penelitian kualitatif merupakan prosedur dan memperbaiki kesempurnan sariat Islam. penelitian yang menghasilkan data deskriptif namun Para wali atau orang tua tidak segan- berupa kata-kata tertulis atau lisan dari segan untuk menyekolahkan anak-anaknya orang-orang dan perilaku perilaku yang baik keluar kecamatan maupun kabupaten diamati. Penelitian menggunakan pendekatan bahkan dan amat kontras dengan dekade kualitatif karena dalam mengungkapkan sebalumnya. gejala dan penomena dinamika teransisi Selain menempati daerah yang mudah komunitas wetu telu kedalam pelaksanan di jangakau oleh fasilitas umum keberadaan sareat Islam mereka juga tidak jauh dari kegiatan-kegiatan Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian dakwah, sehingga memungkinkan adanya yang menggunakan metode deskriptif, yaitu dialog yang intens antara generasi Wetu Telu suatu metode yang menggambarkan keadaan dengan generasi Wetu Lima (Islam kaffah). atau peristiwa yang tertuju pada pemecahan Penganut Wetu Telu di dusun sangiang desa masalah dengan cara mengumpulkan data, kumbang kecamatan masbagik Lombok menyusun, menganalisis dan menarik Timur, yang saat ini dalam masa transisi kesimpulan hasil penelitian. kekeyakinan pelaksanaan syari’at Islam (kaffah) dipengaruhi oleh keberadaan kegiatan dakwah oleh ustaz sadri Qh. Kegigihan beliau C. PEMBAHASAN dalam berdakwah telah membawa perubahan yang positif bagi komunitas Wetu Telu dalam A.Keberadaan komunitas Wetu Telu di du- keyakinan pelaksanaan syar’at Islam di sun sangiang desa kumbang Kecamatan wilayah tersebut. Kegiatan beliau diawali masbagik Lombok Timur. dengan mendirkan masjid di dusun tersebut Wetu Telu dalam Konteks Syari’at Islam kemudian melakukan pembinan-pembinan a. Sejarah Masuknya Islam di Pulau lewat pengajian mingguan yang sampai Lombok hari ini masih beliau lakukan, kemudian Ada tiga kesimpulan tentang pengkajian berikutnya beliau mendirikan lembaga teori-teori masuknya Islam di pulau Lombok: pendidikan sebagi wadah tempat pembinan 1. Versi pertama mengatakan bahwa Islam formal dan non formal. masuk di Lombok sekitar abad ke-15. Versi ini didukung oleh penelitian Tito

174 Sri Hariati | Dinamika Transisi Komunitas... [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] [JATISWARA] Adonis yang menyatakan bahwa Islam adalah pada abad ke-16 dan bukan abad pada mulanya dibawa oleh Syekh Nurur ke-17 M. Rasyid dari Jazirah Arabia yang singgah 3. Adapun versi ketiga menjelaskan bahwa dan menetap di Bayan Lombok Barat. masuknya Islam di pulau Lombok di Kemudian Syeikh tersebut menikah mulai sejak abad ke-17 M. Agama ini dengan janda dan dikaruniai seorang putra berasal dari Goa, Sulawesi Selatan dan bernama Zulkarnain yang selanjutnya disebarkan melalui pulau Sumbawa, menjadi cikal bakal raja Selaparang sebagai mana yang telah dikemukakan (Islam). Apabila masalah ini dikaitkan oleh Prof. Mahmud Yunus dan diperkuat dengan masalah keruntuhan kerajaan oleh Mattulada dalam informasinya Majapahit dan berdirinya kerajaan tentang muballigh yang berada di Goa Demak, maka dapat dipahami bahwa dan berasal dari Minangkabau.5 peristiwa itu terjadi sekitar abad ke- b. Varian Wetu Telu 15 M. Pendukung lain dari versi ini Kapan varian Islam Wetu Telu lahir atau adalah temuan baru yang dikemukakan muncul pertama kali dalam masyarakat oleh wacana dan kawan-kawan yang Sasak, tidak begitu jelas. Akan tetapi diduga menyatakan bahwa masuknya Islam di kuat, bahwa latar belakang lahirny varian Lombok adalah antara tahun 1450-1540, Wetu Telu tersebut akibat proses pengIslaman dibawa oleh seorang muballigh dari pulau yang pada mulanya mengikuti tata cara wali Jawa. Nama muballigh tersebut tidak atau muballig yang datang dari pulau Jawa dikemukakan, sehingga menimbulkan setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Islam pertanyaan, apakah ia Sunan Prapen masuk secara damai dan berhadapan dengan ataukah muballigh lain. kepercayaan serta adat istiadat yang sudah 2. Versi kedua menyatakan bahwa Islam ada dalam masyarakat lokal. Dengan cara masuk di pulau Lombok sekitar abad ke- bijak terjadi Islamisasi pada kepercayaan 16. Versi ini didukung oleh Wacana dan dan adat istiadat tersebut, kepercayaan kawan-kawan dalam penelitian mereka kepada Allah SWT. Kepercayaan dan adat yang menyatakan bahwa Islam masuk di istiadat yang bertentangan dengan ajaran pulau Sasak sekitar abad ke-16 M dan Islam setahap demi setahap dihilangkan dibawa oleh Sunan Prapen, keturunan karena ketebatasan waktu dan tenaga para . Pendukung lain dari versi juru dakwah atau muballig saat itu, sebelum ini terdiri dari dua macam pendapat. sampai pada tujuan akhir yakni mengamalkan Pendapat pertama adalah pendapat Islam secara sempurna ( kaffah ), proses ini yang menyatakan Islam masuk di pulau terputus di tengah jalan. Akibatnya muncul Lombok berasal dari Makasar lewat pulau penerapan ajaran Islam yang tidak murni, Sumbawa dan dibawa oleh Sunan Prapen. campuran ajaran Islam dengan keperccayaan Sedangkan pendapat kedua adalah yang lama mereka. menyatakan bahwa Islam masuk ke Dalam kaitannya dengan kemunculan Lombok dari pulau Jawa atas instruksi varian Islam Wetu Telu, ada pendapat lain yang Sunan Pengging dari Jawa Tengah. mengatakan bahwa variann ini muncul karena Terdapat perbedaan dari informasi- adanya program penghinduan yang dilakukan informasi tersebut. Yang pertama oleh seorang pedande bernama Dangkian penyebutan nama Sunan Prapen Nirarka yang dikirim oleh raja Gelgel dari sebagai pembawa Islam dari arah Bali pada tahun 1930. pedande tersebut timur (Sumbawa), yang oleh Wacana dengan cerdiknya meramu ajaran Animisme, tidak disebutkan demikian. Sedangkan Dinamisme, Hindu, Budha dan Islam yang yang kedua adalah pernyataan tentang masuknya Islam melalui Sumbawa, 5Solihin, Ahmad. 2012. Memelihara Hubungan Harta dan Keyakinan.Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Dinamika Transisi Komunitas... | Sri Hariati 175 [JATISWARA] [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] merupakan kepercayaan lama masyarakat, larangan berat bagi mereka untuk mengerjakan sehingga merupakan singkreatisme dari shalat, termasuk mempelajarinya. agama-agama atau kepercayaan tersebut. Dalam kasus ini, hegemoni politik dan Proses Penghinduan ini semakin gencar, kekuasaan sengaja dikoptasi oleh para terutama raja Gusti Nengah dari kerajaan kyai dan pemimpin adat, agar mereka tidak Karang Asem Bali menaklukkan kerajaan kehilangan reputasi mengenai perbedaan Selaparang sekitar tahun 1740.6 waktu shalat pada masing-masing daerah Sementara itu, pendapat lain mengatakan penganut Wetu Telu, dapat digambarkan bahwa timbulnya varian Islam Wetu Telu sebagai berikut; sebagai akibat dari usaha belanda dalam mewujudkan pertentangan antara kaum 1. Kelompok Pujut, Rambitan dan Sapit. muslimin. Setelah dapat menguasai pulau Kelompok Pujut , pada mulanya Lombok pada tahun 1894, pemerintah Hindia mengerjakan shalat lima waktu sehari Belanda berusaha mencari taktik untuk semalam, dan menunaikan hampir semua menguasai orang-orang Sasak penganut anjuran shalat sunnat serta shalat jum’at. Islam Wetu Lima. Untuk itu, diciptakanlah Namun setelah penganut Wetu Telu Pujut istilah IslamWetu Telu. terpecah manjadi dua kelompok (Wetu c. Spritualitas Keagamaan Wetu Telu Telu hitam dan Wetu Telu putih), kelompok Dalam hubungannya dengan praktek Wetu Telu hitam, meninggalkan cara ini dan ibadah penganut Wetu Telu, terdapat bergabung dengan kelompok penganut Wetu perbedaan yang signifikan dengan praktek Telu Bayan, adapun Kelompok Rambitan ritual kelompok Islam orthodok, termasuk dan Sapit, mereka hanya mengerjakan shalat perbedaaan ritual berdasarkan daerah yang pada hari jum’at. Selain mereka mengerjakan berlainan perbedaan-perbedaan yang ada shalat jum’at, mereka juga mengerjakan tidak jelas pedoman dan sumbernya kecuali shalat magrib dan isya. Sementara pada hari apa yang mereka temui dan dapatkan dari lainnya mereka tidak shalat kecuali pada para leluhur mereka. Bacaan shalat umumnya waktu hari raya Idul Fitri. selain mengerjakan sama dengan yang dipakai oleh kelompok shalat hari raya, pada hari ini juga mereka Islam orthodok, hanya mengenai waktu mengerjakan sahalat ashar, yang tidak pelaksanaannya yang berbeda pada masing- dikerjakan pada hari-hari lainnya: masing daerah. Umumnya yang mengerjakan shalat hanya para kyai dan serta 2. Kelompok Bayan dan Lembuak beberapa tokoh adat lainnya. Menurut Mengenai kelompok Lembuak keyakinan mereka segala dosa dan tanggung hampir sama dengan kelompok Bayan, jawab, semuanya dibebankan dan ditanggung di mana mereka tidak mengenal shalat oleh para kyai dan oleh sebagian orang yang lima waktu para kyai hanya shalat dalam sudah menegerjakan shalat tersebut (hukum empat perkara: shalat bagi mereka adalah fardhu kifayah dan a. Shalat Jum’at fardhu a’in). b. Shalat Jenazah Penganut Wetu Telu, selain kyai dan c. Shalat hari raya Idhul Fitri beberapa pemimpin adat merasa hanya d. Dan beberapa shalat sunnat lain yang berkewajiban untuk melakukan segala hal dikerjakan pada bulan-bulan tertentu yang telah ditentukan dan diperintahkan oleh seperti tarawih (kendati tidak sama para kyai mereka. Dan merupakan suatu jumlah rakaat dan tata- caranya dengan penganut Islam kebanyakan).

6Heddy Sri Ahimsa, Putra. 2009. Strukturalisme Lévi- 3. Kelompok Sembalun Strauss, Mitos Dan Karya Sastra . Yogyakarta: Kepel Press

176 Sri Hariati | Dinamika Transisi Komunitas... [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] [JATISWARA] Para kyai kelompok Sembalun waktu lima” muncul sebagai pembanding hanya mengerjakan shalat dalam tiga dari lahirnya istilah “IslamWetu Telu”. varian waktu; Islam waktu lima adalah varian Islam yang a. Shalat subuh dan shalat Idul Fitri setiap menjalankan ajaran agama sesuai Al-qur’an tanggal 1 Syawal dan Hadis Nabi terutama dalam masalah b. Shalat zuhur pada hari jum’at Akidah, Syari’ah Mu’amalah dan Akhlak. c. Shalat ashar pada hari kamis. Mereka melaksanakan rukun Islam dengan sempurna, seperti kewajiban shalat yang Kelompok ini tidak mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam, yakni Shalat magrib dan isya’, tetapi mereka mengerjakan Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya, tanpa shalat sunnat tarawih pada bulan Ramadhan mewakilkan kepada siapapun. Demikian pula dan shalat jenazah. halnya puasa, dan haji. Pengnut Islam Wetu Telu mengklaim Menjelaskan secara rinci kemajuan dirinya sebagai penganut agama Islam, yang telah dicapai dari aktualisasi ajaran bahkan dapat dikatagorikan sebagi kelompok Islam waktu lima di Lombok, sangatlah yang sangat penatik dalam beragama, namun sulit khususnya sebelum abad ke-dua puluh disisi lain masih memegang dan menganggap masehi. Hal ini disebabkan karena tidak tradisi dan juga adat istiadat yang diwarisi ada atau kurangnya data. Memang, dalam oleh leluhur sebagai bagian integral yang bentuk lontar atau babad disinggung tentang tak terpisahkan dari pengamalan keagaman Islam, tetapi sebatas cerita tentang peristiwa mereka. Padahal jika dirunut sistem nilai yang yang terjadi pada suatu kerajaan, bukan mereka yakini memiliki banyak pertentangan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan dengan normatifitas Islam. Jadi, teologiIslam Islam berikut aktualisasinya ajarannya secara Wetu Telu yang masih mempertahankan spesifik.9 tradisi atau adat istiadat, juga secara apresiatif Penganut Islam waktu lima mayoritas merespon beberapa stimulan dan unsur-unsur merupakan anggota masyarakat yang baru dari agama Islam (Islam Waktu Lima).7 tergabung dalam beberapa organisasi sosial, Kedua, Islam Wetu Telu bukan merupakan keagamaan. Organisasi sosial keagamaan sebuah agama, dan tidak pula sebagai salah yang terkenal dalam kalangan Islam waktu satu paksi dalam Islam. Tetapi lebih tepat lima adalah Nahdtaul Wathan (NW) dan jika dikatakan bahwa Wetu Telu adalah Nahdatul Ulama (NU). Kedua organisasi ini sebuah institusi keagaman yang berkembang adalah pengikut Mazhab Syafi’i (Syafi’iyah) dilingkungan masyarakat Sasak Lombok serta merupakan kelompok Ahlussunnah sebagai sebuah singkretisasi keagamaan yang Waljama’ah.10 mengakomodir transisi kepercayaan lokal, Fathurrahman Zakaria memperkirakan nilai-nilai Islam dan unsur-unsur Hindu, yang bahwa Mazhab Syafi’i mulai masuk di terbentuk karna dilatarbelakangi oleh bebrapa Lombok sekitar pertengahan abad ke- faktor antara lain : (1) Sinkretisme keagamaan sembilan belas Masehi. Akan tetapi menurut (2) Terputusnya Islamisasi (Stagnasi Dakwah) bebrapa bahwa pada pertengahan abad ke serta belum adanya program perifikasi dari sembilan belas masehi. para mubalig muslim (3) Hegemoni politik Buat mazhab ini telah berkembang pesat. Dan Kekuasan (4) Eksklusifisme Adat Dan Karena didukung oleh para Tuan Guru yang Aristokerat, Lombok.8 telah kembali dari tanah suci setelah mereka Mayoritas masyarakat Sasak adalah penganut varian waktu lima. Istilah “Islam 9Muads Abdullah. 2013. Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. Jakarta: Bina Mitra Press. 7Budiawanti erni.2010. islam sasak, yogyakarta, PT LKIS, yayasan Adikarya IKAPI dan Ford foundation. 10Agus Bustanudin. 2012. Agama Dalam Kehudupan 8Budiman, Arif. 2009. Teori Pembangunan Dunia Keti- Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. ga. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Dinamika Transisi Komunitas... | Sri Hariati 177 [JATISWARA] [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] belajar ilmu-ilmu agama disana. Sehingga seperti yang seharusnya. Namun tudingan masuknya mazhab ini pertama kali ke pulau itu tidak berdasar. Orang Wetu Telu tetap Lombok sebelum abad ke-19 M. melaksanakan Rukun Islam dan Rukun . Pulau Lombok merupakan tempat tinggal Yang menjadi sumber pandangan negatif suku Sasak. Mayoritas masyarakat di sana adalah karena di samping melaksanakan menganut agama Islam. Namun, ada sebagian tradisi Islam, mereka juga menjalankan adat orang Islam Sasak yang memiliki praktik istiadat asli masyarakat Sasak. Jadi, istilah keagamaan Islam tersendiri yang disebut “Wetu Telu” bukan merujuk pada nama Wetu Telu. Banyak orang mengartikan istilah agama atau kepercayaan tersendiri. Istilah wetu telu atau waktu tiga merujuk pada ini merujuk pada filosofi masyarakat di sana praktik yang dilakukan komunitas di sana yang percaya bahwa hidup mencakup tiga untuk meringkas shalat yang lima waktu hal penting, seperti masa lalu-sekarang-masa menjadi tiga waktu. Namun, istilah wetu telu depan atau kelahiran-kehidupan di dunia- sendiri merujuk pada filosofi yang bermakna kematian. Dengan demikian, istilah tiga bahwa terdapat tiga hal penting yang waktu tidak merujuk pada berapa kali mereka mewarnai setiap kehidupan di alam semesta. shalat dalam satuhari seperti yang banyak Misalnya, ada tiga jalan kemunculan makhluk dimengerti oleh kebanyakan orang. hidup, yaitu melahirkan (manganak), bertelur Islam Wetu Telu mempertahankan salah (menteluk), dan berbiji (mentiuk). Filosofi satu ciri utama dari kepercayaan lokal ini berarti bahwa manusia harus menjaga yang tersebar di seluruh Nusantara, yaitu keseimbangan dan hubungan yang harmonis menonjolnya peran leluhur dalam kehidupan dengan alam. Alam sangat penting artinya manusia. Dalam pandangan Wetu Telu, bagi komunitas ini. Sebab itu, ada berbagai kematian tidak berarti pemisahan. Arwah- macam aturan adat yang melarang tindakan arwah para leluhur yang telah berpindah merusak alam. Kelestarian alam sangat ke alam lain tetap memiliki hubungan dijaga oleh komunitas adat ini. Lalu ada dengan anak-cucunya. Mereka berperan tiga siklus keberadaan manusia, yaitu alam sebagai pelindung dan pengayom, menjaga rahim atau kandungan, alam dunia, dan alam keturunannya dari marabahaya yang tidak akhirat. Komunitas Wetu Telu percaya bahwa diinginkan. hidup pada dasarnya memiliki siklus dan Untuk itu, mereka sangat menghormati tingkatan yang dimulai dari kelahiran, beranak leluhur. Salah satunya dengan menjaga pinak, hingga kematian. Mereka meyakini warisan leluhur, seperti rumah, tanah, maupun bahwa saat memasuki status atau tingkatan benda pusaka lain, juga dengan berbagai yang lebih tinggi, haruslah dilaksanakan upacara adat. Sampai saat ini, kaum Muslim ritual tertentu yang dapat menghindarkan Wetu Telu masih mendokumentasikan garis mereka dari gangguan-gangguan hidup. silsilah keluarga pada lembaran daun lontar Pandangan umum mengatakan adanya dengan huruf Jawa Kuno yang hanya boleh Islam Wetu Telu sebagai akibat dari para dibaca oleh tokoh adat pada saat-saat tertentu.11 penyebar Islam terdahulu yang ingin Sejarahnya wetu telu di dusun sangiang mengenalkan keislaman secara bertahap. pada tahun 1950 an yang lalu keberadaannya Namun, mereka meninggalkan Lombok masih 99% pengikutnya dan sampai sekarang sebelum mereka mengajarkan Islam dengan jumlah pengikutnya sudah berkurang, lengkap. Akibatnya terjadi sinkretisme namun sebagian dari penganut wetu telu antara agama Islam dengan Hindu dan yang ada di sangiang saat ini masih bertahan Buddha. Pemahaman tersebut berkembang turun temurun, islam wetu telu yang ada luas sehingga Wetu Telu mendapat stigma negatif. Digambarkan bahwa mereka 11Abidin zainal.2011.filsafat manusia, bandung, PT hanya shalat tiga waktu, bukan lima waktu Remaja Rosdyakarya.

178 Sri Hariati | Dinamika Transisi Komunitas... [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] [JATISWARA] di sangiang sama dengan islam wetu telu semua (islam wetu lima). Kata-kata raden yang ada di tempat lain. Mereka masih sueno itu yang dipegang oleh kiyai dan mengutamakan adat istiadat daripada hokum mempertahankan anak buahnya dan tetap syariat dalam berkegiatan, mereka masih mentaati aturan yang dibuat oleh raden sueno menganut kepercayaan yang sama tersebut dan dipertahankan oleh kiyai. dengan kepercayaan nenek moyang mereka Dan salah satu contoh perbedaan wetu terdahulu yaitu animism dan dinamisme dan telu dan waktu lima di sini ketika proses bisa di lihat dari proses-proses acara adat pemakaman jenazah dimana kiyainya mereka. Dulu ketika wetu telu masih besar menerapkan apa yang dia terima dari nenek di dusun sangiang ini terdapat beberapa moyangnya seperti ketika proses membaca orang saja yang tidak ikut kepercayaan islam talkin, dibaca di awal dan di akhir saja dan cara wetu telu tersebut dan jumlahnya sekitar penguburannya tetep sama dan dilaksanakan 4 orang yang ada di sangiang dan mereka pada malam hari dan tidak diumumkan di adalah pendatang yaitu papuk tahir,papuk masjid dan cukup lewat hp dan kadang juga mahdi,papuk lisah,papuk puyah. Terdapat dilaksanakan pada siang hari jam 12 ketika contoh adat istiadat yang mereka laksanakan keadaan sedang sepi dan ketika tengah misalnya Kalau ada orang tua mereka malam/dini hari sekitar jam 3 dini hari para meninggal dunia maka diantara anak-anaknya keluarga berbondong-bondong ke kuburan mengadakan musyawarah, tujuannya adalah untuk menjenguk jenazah dan membawakan untuk menentukan prosesi adat mulai dari makanan dan minuman/dulang yang berisi mengkafani sampai proses 40 hari. Dan disini air kelapa dan makanan. Biasanya kalau ada biasanya selalu ada perdebatan diantara anak kiyainya yang meninggal dunia, pasti akan keturunan si mayat. Kalau ada diantara anak digantikan oleh anaknya secara otomatis. keturunan si mayat ada yang pindah keyakinan Mereka mendahulukan adat istiadat daripada ke islam wetu lima, maka disinilah terjadi hokum islam itu sendiri. ketika mengadakan perdebatan tersebut yaitu proses bagaimana acara penobatan kiyai baru disahkan oleh yang seharusnya diterapkan kepada si kiyai sepuh. Pengangkatan kiyai dinobatkan mayit mulai dimandikan sampai proses oleh kiyai sepuh di rayakan dulu dengan selesai, dan biasanya siapa yang paling kuat begawe besar atau pesta sampai potong sapi ketika beradu diantara anak-anaknya yang dan kambing kemudian dimandikan dan basuh menganut waktu lima dan waktu telu maka muka dibersihkan kemudian dinobatkan yang menang tersebut berhak mengurus si sebagai kiyai baru dan tidak boleh berprilaku mayit sampai proses selesai. Dan juga kalau dalam kesehariannya seperti orang biasa.12 ada yang minum minuman keras diantara Pekerjaan yang berat dalam melaksanakan mereka, maka mereka tidak menganggap adat istiadat mereka terlihat ketika adanya diri mereka berdosa. Dan kiyai di sini, dulu perkawinan. Dalam perkawinan ini acaranya meminta persetujuan raden sueno serta anak- banyak atau prosesnya banyak yaitu a). acara anaknya untuk menasihati tokoh islam waktu taubat dulu, kalau belum taubat mereka tidak lima agar tidak merekrut pengikut wetu telu boleh bertemu dan saling melayani antara untuk pindah ke keyakinan islam waktu lima, calon mempelai. Mediasi taubat mereka dan semua perintah raden sueno itu diikuti adalah kiyainya. b). tidak boleh kerja yang oleh tokoh islam wetu lima pada waktu itu, berat sebelum dilaksanakan pernikahan. dan raden sueno berbicara ke tokoh waktu menikahnya sambil pesta jadi didahulukan lima dan dia mengatakan “jangan ganggu adat istiadat dulu baru hokum agamanya, anak buahku (masyarakat wetu telu) biarkan mereka apa adanya dan apapun mereka maka dan bagaimanapun mau mereka perbuat asal mereka tidak mengganggu kalian 12Biosard, Macel A. 2014. Humanisme Dalam Islam. JA- KARTA : Bulan Bintang.

Dinamika Transisi Komunitas... | Sri Hariati 179 [JATISWARA] [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] kalau waktu lima yang didahulukan hokum Umumnya, penganut Wetu Telu tergolong syariat dulu baru adat.13 masyarakat yang masih murni dan belum Mereka dalam melaksanakan adat istiadat terpolarisasi dengan ide-ide globalisasi tidak seperti dulu karna seiring dengan maupun modern budaya mereka masih asli, perkembangan zaman dengan majunya belum terjamah kontemporer, termasuk pendidikan dan banyaknya sarjana-sarjana masyarakat yang masih suci batin dan sehingga mereka melaksanakan ibadah dan perbuatannya, yang akan selalu berbuat tradisi-tradisi tertentu dilaksanakan secara baik menurut adat istiadat nenek moyang sembunyi-sembunyi. dan leluhur mereka tidak suka mencuri, Dalam prosesi pernikahan misalnya pihak berbohong dan berbagai macam perbuatan laki dari wetu telu dan pihak perempuan dari yang merugikan orang lain. Mereka rata- waktu lima. Maka keluarga pihak perempuan rata lurus dan jujur, patuh kepada orang tua turun tangan untuk menikahkan secara hokum dan pemimpin mereka, menghargai orang islam dan pihak wetu telu harus mentaati lain serta menghormati orang yang lebih tua. awiq-awiq atau peraturan yang diberikan Berusaha menjaga persahabatan dan memiliki pihak perempuan tersebut dan berjanji akan kebutuhan yang sangat minim, serta punya mengikuti kepercayaan mempelai wanita rasa tanggung jawab terhadap keluarga, baru pihak wanita memberikan wali dan kerabat dan tetangganya.14 mau menikahkan anaknya. Secara hokum Islam datang ke Indonesia, termasuk prosesi pernikahan ini sangat berbeda dengan yang datang ke tengah-tengah masyarakat syariah islam dari segi ucapan dan lafaz Sasak Lombok, dari arah manapun, tidaklah nikah. Mereka memakai bahasa sasak yang masuk dalam ruang yang hampa melainkan mirip bahasa bali dan tidak dimengerti oleh mengalami proses perbauran dengan sosio- masyarakat waktu lima. Dan mereka tetap kultural masyarakat setempat. Kebudayan mendokrin anak keturunan mereka agar tetap yang berkembang sebelum Islam tersebut menganut wetu telu. Dan anak-anak mereka kemudian berdialog dengan ajaran baru sudah mulai sering ke masjid untuk mengaji yang dibawa oleh Islam yang berbeda. Dari dan sholat. Tapi tetap saja bagi orang tua sini terlihat jelas kemudian apa yang disebut mereka tidak menerapkannya hanya sebagai dengan universalisme Islam. Kondisi suatu pengetahuan mereka saja agar bisa seimbang wilayah memang sangat menentukan corak dengan masyarakat waktu lima. dan warna keberagaman masayarakat. A. Bagaimana dinamika transisi Sehingga dijumpai suatu wilayah ada yang komunitas Wetu Telu dalam pelaksanaan sadar dengan berpengang pada ajaran-ajaran keyakinan syari’at Islam di Dusun sangiang, Islam, normatif, namun ditempat yang lain Desa kumbang, Kecamatan masbagik akan dijumpai masyarakat yang kemungkinan Lombok Timur? tata dan sangat ketat berpegang pada nilai- Penganut Wetu Telu biasanya menempati nilai lainya, seperti adat dan keyakinan- tempat-tempat terpencil dipedesaan, lereng- keyakinan sebelum datangnya Islam atau lereng gunung, disekitar rimbunan hutan dapat kita temukan percampuran antara yang lebat atau ditepian aliran sungai. Hal semua bentuk pengaruh dan budaya yang ini selaras dengan kepercayaan mereka yang telah mempengaruhi budaya dan keyakinan bercorak animis, dinamis, antropomarpis dan mereka.15 pantis. Kehidupan mereka sehari-hari mereka Seperti yang telah diuraikan sebelumnya peroleh dengan bertani, berkebun dan sedikit bahwa komunitas Wetu Telu adalah komunitas diantara mereka yang menjadi peternak dan 14 pengrajin. Prof. Dr. Tafsir Ahmad, 2013, filsafat ilmu, bandung, PT Remaja Rosdakarya 15Dukheim, Emile. 2012. Sejarah Agama. The Elementa- 13Sztompka Piotr, 2013, Sosiologi Perubahan Sosial, Ja- ry forms of the religious Life. Jogjakarta: IRCiSoD. karta, prenada

180 Sri Hariati | Dinamika Transisi Komunitas... [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] [JATISWARA] varian Islam atau penganut ajaran Islam yang ajaran tarekat, namun karena kegigihan para pada saat itu proses dakwah dalam rangka mubaligh tersebut yang berusah memasuki Islammisasinya terputus, sehingga pelaksanan wilayah mereka serta berbagi metode dan sariat Islam belum sempurna dilaksanakan sarana pendidikan formal disamping non seperti penganut Islam pada umunya. formal memaksa mereka untuk menerima Kelompok Islam Wetu Telu yang basis dan meyakini pelaksanan sareat Islam yang sosial kulturalnya lebih terbuka dan lebih awal sempurna. Ketergesakaan mereka sifatnya terjangkau oleh pasilitas-pasilitas umum, tidak dipaksa namun dengan memberikan pada umumnya lebih mudah terpolarisasi oleh dakwah-dakwah yang bersifat halus dan proses Islammisasi kedalam pelakasanan sariat damai. hal ini bisa dibuktikan dengan Islam yang sempurna (kaffah). kelompok ini semakin terkikisnya jumlah mereka yang mulai membuka diri untuk belajar menerima bertahan pada keyakinan semula dan semakin dan melaksanakan Islam secara sempurna. banyaknya jumlah mereka yang dengan Di tengah pergeseran-pergesaran yang terjadi positif menyempurnakan keiIslaman mereka memang sulit, berjalan pasif dan kadang dengan menyempurnakan ajaran Islam yang menimbulkan komplik itu dipahami karna sebenarnya sesuai dengan yang dilakaukan komunitas ini tidak bisa dipaksakan untuk oleh kelompok Islam wetu lima. Terutama secepatnya memeluk agama Islam secara dari kalangan generasi muda yang lebih cepat sempurna. berfikir terbuka dan lebih rasional. Komunitas Wetu Telu yang mau menerima Kalaupun sementara ini, di Desa dan ide-ide moderen dan berfikir terbuka adalah wilayah tertentu implementasi program mereka yang saat ini sedang dalam masa Islamisasi dan akulturasi nilai-nilai Islam teransisi. Perubahan sosial kultural dan etika kedalam kebudayaan masyarakat sangat pelaksanan sariat agama Islam yang kontras lamban dan pasif bahkan di daerah tertentu dengan sebelumya memberikan jawaban tidak ada sama sekali, hal ini disebabkan bahwa pada komunitas ini mengalami belum terwujudnya program yang intensif peralihan dekade, perpindahan zaman dan dalam rangka mewujudkan proses Islamisasi keyakinan. Membuka lapangan kerja baru, dan akulturasi nilai-nilai Islam, disebabkan bersosialisasi dan berkomunikasi dengan pula karena adanya kesulitan-kesulitan dalam masyarakat pada umumnya, mengabaikan menerapkan program yang direncanakan di perihal yang irasional dan bergerak menata wilayah tertentu sebagaimana yang terjadi hidup lebih rasional.16 dikalangan sebagaian kelompok Wetu Telu di Munculnya komplik terkadang juga tidak Bayan. terhindari dalam hal ini Islam Wetu Telu Sebelum menutup pembahasan ini, ada dan penganut Islam wktu lima. Generasi beberapa faktor penting yang selama ini yang berdampingan seringkali memicu dipandang telah berfungsi sebagai pendukung terjadinya komplik sosial tetapi tetap dalam suksesnya progaram Islamisasi dan akulturasi batas kewajaran paling tidak dalam bentuk nilai-nilai Islam kedalam masyarakat yang keresahan dan itu hanya dari segelintir saja masih menganut faham Islam Wetu Telu. yang sulit menerima ajaran baru, karena Faktor-faktor tersebut antara lain: peranan seuadah merasa dirnya terdesak dan terkikis. pendidikan dan keluarga, fungsi masjid Pada awalnya, mereka memang tidak dan mushalla, lembaga-lembaga organisasi memberi jalan dan berusaha bertahan, keIslaman, peranan pemerintah pengaruh terhadap kedatangan para muballigh mistisme (Tasawuf dan Tareqat), pengaruh misalnya kedatangan TGH yang membawa media, pengaruh seni dan budaya.17

16Zaelani Kamarudin. 2017. Satu Agama Banyak Tuhan (Melacak Sejarah Teologi Wetu Telu). Gomong Mataram: 17Solihin, Ahmad. 2012. Memelihara Hubungan Harta Pantheon Media Pressindo. dan Keyakinan.Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Dinamika Transisi Komunitas... | Sri Hariati 181 [JATISWARA] [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] Dulu orang yang tidak menganut wetu menguatkan keyakinan mereka (wetu telu) telu Cuma ada 4 orang yang ada di sangiang supaya bisa mengimbangi waktu lima, dan mereka adalah pendatang yaitu papuk kalau waktu lima bisa baca talkin dan tahir,papuk mahdi,papuk lisah,papuk puyah. mengaji, mereka juga bisa seperti itu, agar Ketika mereka melaksanakan sholat mereka pengikutnya tidak banyak yang pindah mengajak masyarakat wetu telu untuk kepercayaan ke waktu lima, jadi ini tujuan sholat di musholla kecil di situ mereka mereka agar bisa mengimbangi. Kalau anak yang menganut wetu telu diajarkan sholat mereka disekolahkan sampai tingkat yang teraweh,sholat lima waktu dan ngaji. Mereka lebih tinggi misalnya sekolah ma’had atau berbondong-bondong masuk ke waktu lima ma’hadah pasti anak mereka tidak bisa karna mereka merasa berat atas adat yang dipengaruhi/doktrin oleh orang tua dan kiyai dilaksanakan tersebut. Dan siapapun boleh mereka tapi kalau masih di tingkat aliyah pindah kepercayaan ke waktu lima dan atau sma maka anaknya bisa dipengaruhi/ diserahkan ke tokoh agama. doktrin. Mereka menyekolahkan anaknya Dalam beribadah islam wetu telu dusun tujuannya hanya sebatas mengetahui tapi sangiang percaya adanya tuhan ibu, tuhan tidak menerapkannya karna semata-mata bapak dan tuhan anak (Nenek inak nenek untuk mengimbangi pengetahuan mereka. amak tuhan anak) makanya dijuluki wetu Makanya masyarakat wetu telu itu jarang telu. Acara adat yang paling berat adalah ada yang bisa kaya karna setiap ada acara Kalau ada kematian di kalangan masyarakat adat seperti perkawinan,kematian selalu wetu telu tersebut, dimana prosesnya mulai mengeluarkan harta benda mereka, sampai dimandikan sampai seratus hari kematiannya para kiya berpesan ke orang waktu lima agar harus dipersiapkan dulang dan semua tidak mengganggu keberadaan wetu telu harta bendanya habis diberikan ke kiyai tersebut karna para kiyai tersebut merasa mereka. Misalnya ada 10 orang kiyai maka terancam pendapatannya. keluarga yang meninggal tersebut harus mempersiapkan 10 dulang,10 kain,10 baju D. KESIMPULAN dsb pokoknya selengkapnya. Kalau ada yang meninggal dunia di dusun sangiang ini,maka Islam Wetu Telu mempertahankan pasti mereka menggadai dan menjual sawah salah satu ciri utama dari kepercayaan ladang mereka untuk biaya acara prosesi lokal yang tersebar di seluruh Nusantara, kematian tersebut. Setiap 9 hari,40 hari-100 yaitu menonjolnya peran leluhur dalam hari mereka harus membawa dulang dll ke kehidupan manusia. Dalam pandangan Wetu rumah kiyai-kiyai tersebut. Sama dengan Telu, kematian tidak berarti pemisahan. mengeluarkan fitrah,mereka harus berikan Arwah-arwah para leluhur yang telah zakat fitrah tersebut ke kiyai mereka dan tidak berpindah ke alam lain tetap memiliki boleh ke orang lain. Kalau puasa mereka hubungan dengan anak-cucunya. Mereka puasa di awal 3 hari dan di akhir puasa 3 berperan sebagai pelindung dan pengayom, hari. Keberadaan mereka masih banyak dan menjaga keturunannya dari marabahaya sembunyi-sembunyi karna mereka merasa yang tidak diinginkan. Untuk itu, mereka malu karna sering mendengar azan di masjid sangat menghormati leluhur. Salah satunya dan melihat tetangga mereka yang pergi dengan menjaga warisan leluhur, seperti sholat ke masjid dan lama kelamaan mereka rumah, tanah, maupun benda pusaka lain, malu sendiri dan sembunyi-sembunyi dalam juga dengan berbagai upacara adat. Sampai melaksanakan adat istiadat yang mereka anut saat ini, kaum Muslim Wetu Telu masih sampai sekarang. Mereka menyekolahkan mendokumentasikan garis silsilah keluarga anak mereka dan menyuruh anak mereka pada lembaran daun lontar dengan huruf tujuannya adalah untuk pergi mengaji untuk Jawa Kuno yang hanya boleh dibaca oleh

182 Sri Hariati | Dinamika Transisi Komunitas... [Vol. 34 No. 2 Juli 2019] [JATISWARA] tokoh adat pada saat-saat tertentu. Dalam Muads Abdullah. 2013. Sistem Pendidikan beribadah islam wetu telu dusun sangiang Ikhwanul Muslimin. Jakarta: Bina percaya adanya tuhan ibu, tuhan bapak dan Mitra Press. tuhan anak (Nenek inak nenek amak tuhan Scharrf R. Betty. 2014. Sosiologi Agama. anak) makanya dijuluki wetu telu. Acara adat Jakarta: Kencana. yang paling berat adalah Kalau ada kematian di kalangan masyarakat wetu telu tersebut, Zaelani Kamarudin. 2017. Satu Agama Banyak dimana prosesnya mulai dimandikan sampai Tuhan (Melacak Sejarah Teologi seratus hari kematiannya harus dipersiapkan Wetu Telu). Gomong Mataram: dulang dan semua harta bendanya habis Pantheon Media Pressindo. diberikan ke kiyai mereka. Widyanta, AB. 2012. Sosiologi Kebudayaan George Simmel. Yogyakarta : DAFTAR PUSTAKA Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. Abidin zainal, 2011, filsafat manusia, Solihin, Ahmad. 2012. Memelihara bandung, PT Remaja Rosdyakarya. Hubungan Harta dan Keyakinan. Agus Bustanudin. 2012 Agama Dalam Bandung : Sinar Baru Algensindo. Kehudupan Manusia. Jakarta: PT. Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Raja Grafindo Persada. Kulitatif dan R & D. CV: Alfabeta. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Prof. Dr. Tafsir Ahmad, 2013, filsafat ilmu, Penelitian. Jakarta: Rineka Cifta. bandung, PT Remaja Rosdakarya. Biosard, Macel A. 2014. Humanisme Dalam Sztompka Piotr, 2013, Sosiologi Perubahan Islam. JAKARTA : Bulan Bintang. Sosial, Jakarta, prenada. Budiman, Arif. 2009. Teori Pembangunan Zuhdi,Muhammad Harfin. 2012. Islam wetu Dunia Ketiga. Jakarta : PT. Gramedia telu di bayan lombok. Akademika: Pustaka Utama. jurnal Pemikiran Islam (dalam Dukheim, Emile. 2012. Sejarah Agama. The bahasa inggris).ISSN 2356-2420. Elementary forms of the religious Sulaiman,Achmad 2017. Tradisi Islam Wetu Life. Jogjakarta: IRCiSoD. Telu: Dari maleman Qunut Hingga Dr. Budiawanti erni, 2010, islam sasak, Lebaran Tinggi.Nusantaranews yogyakarta, PT LKIS, yayasan (dalam bahasa inggris). Adikarya IKAPI dan Ford foundation. Heddy Sri Ahimsa, Putra. 2009. Strukturalisme Lévi-Strauss, Mitos Dan Karya Sastra . Yogyakarta: Kepel Press Islam Sasak: Pola keberagaman komunitas Islam Lokal di Lombok.webcache. googleusercontent.com.diakses tanggal 2019-03-21. Meneropong strategi kebudayaan melalui kesadaran historis “islam wetu telu” jurnal filsafat.ISSN 2528-6811.2018

Dinamika Transisi Komunitas... | Sri Hariati 183