Akreditasi Kemenristekdikti : SINTA 2 (SK No. 30/E/KPT/2018) p-ISSN 2089-0877 e-ISSN 2502-2962

Volume 11 , Nomor 1, Juni 20 20

BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 11 No. 1 Hal. 1- 66 Pontianak, Juni 2020 ISSN 2089-0877 Akreditasi Kemenristekdikti: SINTA 2 (SK No: 30/E/KPT/2018) p-ISSN 2089-0877 e-ISSN 2502-2962

Volume 11, Nomor 1, Juni 2020 Biopropal Industri merupakan publikasi ilmiah yang memuat hasil-hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang bioteknologi, proses, pangan dan lingkungan. Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Biopropal Industri diterbitkan oleh Balai Riset dan Standardisasi Industri Pontianak sejak Juni 2010.

PENANGGUNG JAWAB Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Pontianak

EDITOR KEPALA Dr. Ir. Yohana S.Kusuma Dewi, MP (Ilmu Pangan – UNTAN)

EDITOR BAGIAN Dr. Rika Wulandari, S.Si, M.Si (Kimia Organik, Analitik, Lingkungan - Baristand Industri Pontianak) Mohamad Rusdi Hidayat, S.Si, M.Sc. (Biologi Molekuler - Baristand Industri Pontianak) Yani Kartika Pertiwi, S.Si, M.Si MAIE (Kimia Industri – Baristand Industri Pontianak) Novreza Utama Putra, ST, MT, MBA (Teknik Produksi – Baristand Industri Pontianak) Farid Salahudin, STP (Teknologi Pangan - Baristand Industri Pontianak) Asmawit, STP (Teknologi Pangan – Baristand Industri Pontianak) Pramono Putro Utomo, STP (Teknologi Pangan - Baristand Industri Pontianak) Sukma Budi Ariyani, ST (Kimia dan Kemasan Industri - Baristand Industri Pontianak) Haqqifizta Ratihwulan, STP (Teknologi Pangan – Baristand Industri Pontianak)

REVIEWER Prof. Dr. Muhammad Hanafi (Kimia Bahan Alam – LIPI) Prof. Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr (Biologi, Lingkungan, Bioenergi –LIPI) Prof. Dr. Silvester Tursiloadi (Kimia Fisika - LIPI) Dr. Nina Artanti, M.Sc (Biokimia – LIPI) Dr. Anny Sulaswatty (Teknologi Proses Pengolahan Bahan Pangan, Pertanian dan Perkebunan – LIPI) Dr. Aris Mukimin, S.Si, M.Si ( Ilmu Lingkungan – BBTPPI) Rudiyansyah, S.Si, M.Si, Ph.D (Kimia Organik Bahan Alam – UNTAN) Dr. Dwinna Rahmi, M.Eng (Kimia Bahan Alam, Lingkungan, Analitik – BBKK) Dr. Sri Pudjiraharti, M.Si (Biokimia, Biosains Terapan – LIPI) Dr. Vivitri Dewi Prasasty (Biokimia – UNIKA ATMAJAYA) Dr. M. Dani Supardan, MT (Teknologi Proses – UNSYIAH)

ALAMAT REDAKSI Balai Riset dan Standardisasi Industri Pontianak, Jl. Budi Utomo No. 41, Pontianak 78243 Telp. (0561) 881393, 884442. Faks. (0561) 881533 e-mail: [email protected] http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal Akreditasi Kemenristekdikti : SINTA 2 (SK No. 30/E/KPT/2018) p-ISSN 2089-0877 e-ISSN 2502-2962

Volume 11 , Nomor 1, Juni 20 20

BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 11 No. 1 Hal. 1- 66 Pontianak, Juni 2020 ISSN 2089-0877 KATA PENGANTAR

Redaksi mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena telah dapat menyelesaikan Majalah BIOPROPAL (Bioteknologi, Proses, Pangan, Lingkungan) INDUSTRI Volume 11 Nomor 1, Juni 2020 untuk pembaca. Pada kesempatan ini Redaksi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terbitnya majalah ini. Dalam penerbitan kali ini disajikan 7 (tujuh) tulisan yang mencakup 4 (empat) artikel membahas tentang bioteknologi dengan judul: (1) Pengaruh Fermentasi terhadap Total Fenolik, Aktivitas Penghambatan Radikal dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Tepung Biji Teratai; (2) Potensi Pigmen Fikobiliprotein sebagai Agen Antioksidan dan Toksisitas Hayati dari Sianobakteria Chroococcus turgidus, (3) Isolasi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Indigenous Pemfermentasi Pulp Tiga Varietas Kakao (Theobroma cacao L.), dan (4) Optimasi Waktu Inkubasi Produksi Bahan Minuman Probiotik dari Umbi Garut (Maranta arundinacea L.) oleh Lactobacillus fermentum sebagai Antihiperkolesterolemia; dan 3 (tiga) artikel membahas tentang pangan dengan judul: (1) Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Cookies Mocaf dengan Penambahan Tepung Tempe, (2) Pengaruh Jenis Bakteri Asam Laktat dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Tepung Pisang Tanduk, dan (3) Pengayaan Antioksidan untuk Beras Merah Artificial dengan Ekstrak Pewarna Merah Alami Rhoeo discolor L. Her. Redaksi sangat mengharapkan kiriman tulisan-tulisan ilmiah dari para peneliti baik dari kalangan akademis maupun lembaga penelitian ke Majalah BIOPROPAL INDUSTRI ini. Kritik dan saran juga sangat Redaksi harapkan dari semua pihak dalam rangka memperbaiki kualitas majalah ini sehingga akreditasi pada majalah ini dapat dipertahankan. Akhirnya Redaksi mengucapkan “Selamat Membaca” majalah ini, semoga bermanfaat.

Redaksi

i Akreditasi Kemenristekdikti: SINTA 2 (SK No. 30/E/KPT/2018) p-ISSN 2089-0877 e-ISSN2502-2962

Volume 11, Nomor 1, Juni 2020

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ABSTRAK iii

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK COOKIES MOCAF

DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE

(Physicochemical and Organoleptic Characteristics of Mocaf Cookies with Flour

Additions) Dita Kristanti, Woro Setiaboma, Ainia Herminiati...... 1-8

PENGARUH FERMENTASI TERHADAP TOTAL FENOLIK, AKTIVITAS

PENGHAMBATAN RADIKAL DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

TEPUNG BIJI TERATAI (Nymphaea pubescens Willd.)

(Effect of Fermentation on Total Phenolic, Radical Scavenging Activity and Antibacterial

Activity of Waterlily (Nymphaea pubescens Willd.) Seed Flour Extract) Nazarni Rahmi, Nadra Khairiah, Rufida, Sri Hidayati, Anton Muis...... 9-18

PENGARUH JENIS BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

TERHADAP MUTU TEPUNG PISANG TANDUK (Musa corniculata)

(Effect of Lactic Acid Bacteria and Fermentation Time on Quality of Tanduk Banana

(Musa corniculata) Flour) Dewi Desnilasari, Syawaludin Akbar Kusuma, Riyanti Ekafitri, Rima Kumalasari …….. 19-31

PENGAYAAN ANTIOKSIDAN UNTUK BERAS MERAH ARTIFICIAL DENGAN

EKSTRAK PEWARNA MERAH ALAMI Rhoeo discolor L. Her

(Antioxidant Enrichment for Artificial Red Rice by Natural Red Pigment Extract From

Rhoeo Discolor L. Her) Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati ...... …...... 33-40

POTENSI PIGMEN FIKOBILIPROTEIN SEBAGAI AGEN ANTIOKSIDAN DAN

TOKSISITAS HAYATI DARI SIANOBAKTERIA Chroococcus turgidus (Potency of Phycobiliprotein Pigment as Antioxidant and Biological Toxicity Agents from Cyanobacteria Chroococcus turgidus) Noor Hidhayati, Ni Wayan Sri Agustini, Marsiti Apriastini, Claudia Margaretha ...... ……...... 41-48

ISOLASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI INDIGENOUS

PEMFERMENTASI PULP TIGA VARIETAS KAKAO (Theobroma cacao L.) (Isolation and Characterizations of Indigenous Fermenting Bacteria from Pulp of Three Cocoa Varieties (Theobroma cacao, L.)) Silmi Yusri Rahmadani, Periadnadi dan Nurmiati ...... ……...... 49-57

OPTIMASI WAKTU INKUBASI PRODUKSI BAHAN MINUMAN PROBIOTIK

DARI UMBI GARUT (Maranta arundinacea L.) OLEH Lactobacillus fermentum

SEBAGAI ANTIHIPERKOLESTEROLEMIA (of Incubation Time Production of Probiotic Drink from Arrowroot Tubers by Lactobacillus fermentum as Antihypercholesterolemia) Harry Noviardi, Sitaresmi Yuningtyas, Vira Yuniar ...... 59-66

ii BIOPROPAL INDUSTRI ISSN 2089-0877 Vol. 11, No. 01, Juni 2020 Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa izin dan biaya

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK COOKIES MOCAF DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE

Dita Kristanti, Woro Setiaboma, Ainia Herminiati Pusat Penelitian Teknologi Tepat Guna, Jl. KS Tubun No. 5 Subang Jawa Barat, 41213, E-mail: [email protected]

Pembuatan cookies dari tepung mocaf (modified cassava flour) dilakukan sebagai upaya mengurangi konsumsi dan impor tepung terigu di Indonesia. Tepung tempe ditambahkan pada pembuatan cookies sebagai sumber protein pengganti susu. Cookies mocaf ini merupakan produk yang dibuat dari bahan baku bebas gluten dan bebas kasein. Penggunaan tepung mocaf dan tempe akan menyebabkan perubahan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik cookies. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan tepung mocaf dan tempe pada pembuatan cookies yang memiliki nilai gizi baik dan disukai konsumen. Pada penelitian ini terdapat 5 perlakuan dengan perbandingan tepung mocaf dan tepung tempe, yaitu F1 (100:0), F2 (75:25), F3 (50:50), F4 (25:75) dan F5 (0:100) serta F0 sebagai kontrol menggunakan tepung terigu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cookies terbaik berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik adalah F2. Cookies F2 memiliki kandungan air (3,940,15%), protein (9,090,22%), lemak (24,651,03%), abu (1,020,00%), karbohidrat (61,351,10%), besi (7,760,30 mg/100 g), seng (1,100,01 mg/100g), kalsium (2,970,02 mg/100 g), magnesium (26,190,19 mg/100 g), bake loss (15,250,40%), spread ratio (7,890,10 mm), hardness (2025,5729,88 gForce), fracturabillity (20,840,15 mm) dan tingkat penerimaan sebesar 26%. Kata kunci: bebas gluten, bebas kasein, cookies, tepung mocaf, tepung tempe

PENGARUH FERMENTASI TERHADAP TOTAL FENOLIK, AKTIVITAS PENGHAMBATAN RADIKAL DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEPUNG BIJI TERATAI (Nymphaea pubescens Willd.)

Nazarni Rahmi1), Nadra Khairiah 1), Rufida 1), Sri Hidayati1), Anton Muis 2) 1Baristand Industri Banjarbaru, Jl. Panglima Batur Barat No. 2 Banjarbaru, 70711, Indonesia 2Baristand Industri Manado, Jl. Diponegoro No. 21-23, Manado, 95112, Indonesia E-mail: [email protected]

Tepung biji teratai dibuat dari biji teratai matang yang dihaluskan. Tepung ini biasa digunakan sebagai bahan dan makanan lokal khas Kalimantan Selatan. Biji teratai mempunyai khasiat antidiare dan memiliki beberapa sifat fungsional lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fermentasi terhadap total fenolik, aktivitas antiradikal dan antibakteri pada tepung biji teratai. Biji teratai dihaluskan, diayak dengan ayakan 60 mesh dan difermentasi menggunakan L. plantarum JBSxH.6.4, BIMO-CF dan fermentasi spontan, masing-masing selama 48 jam. Hasil fermentasi ditiriskan, dikeringkan dan diekstrak menggunakan pelarut etil asetat dan air dengan perbandingan 70:30. Ekstrak yang diperoleh diuapkan dan ditentukan total fenolik dengan metode Folin-ciocalteu, aktivitas penghambatan radikal menggunakan 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) dan antibakteri dengan metode difusi . Selanjutnya, hasil ini dibandingkan dengan perlakuan tanpa fermentasi. Hasil pengujian menunjukkan terjadi peningkatan kandungan total fenolik 70,52±0,53 menjadi 99,82±0,60 mg/g GAE, aktivitas penghambatan radikal 80,37±0,89 menjadi 87,64±0,68% dan aktivitas antibakteri yang ditunjukkan oleh penghambatan terhadap bakteri E. coli, Salmonella dan S. aureus. Fermentasi mampu meningkatkan kandungan total fenolik dan aktivitas biologis pada tepung teratai, sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan pangan fungsional. Kata kunci: antibakteri, biji teratai, DPPH, fermentasi, total fenolik

iii

BIOPROPAL INDUSTRI ISSN 2089-0877 Vol. 11, No. 01, Juni 2020 Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa izin dan biaya

PENGARUH JENIS BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU TEPUNG PISANG TANDUK (Musa corniculata)

Dewi Desnilasari1), Syawaludin Akbar Kusuma2), Riyanti Ekafitri1), Rima Kumalasari 1 1Pusat Penelitian Teknologi Tepat Guna-LIPI, Jl. K.S. Tubun No. 5 Subang, Jawa Barat 41213, Indonesia 2Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Jl. Dr. Setiabudi No.193 Bandung, Jawa Barat 40153, Indonesia E-mail: [email protected]

Modifikasi melalui proses fermentasi dapat merubah mutu tepung. Penggunaan pisang tanpa dikupas kulitnya dalam pembuatan tepung pisang dapat meningkatkan kandungan mineral. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis bakteri asam laktat (BAL) dan lama fermentasi pada mutu tepung pisang. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kontrol (tanpa fermentasi), fermentasi spontan, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum masing-masing selama 24 dan 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan proses fermentasi yang berlangsung dengan L. bulgaricus 24 jam memiliki total BAL, pH dan asam laktat yang optimum. Modifikasi tepung pisang utuh berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai warna merah/ hijau “a”, penurunan kadar abu, protein dan mineral jika dibandingkan dengan tepung pisang alami. Peningkatan kadar amilosa signifikan pada fermentasi L. bulgaricus. Kelarutan tepung pisang modifikasi menurun, sedangkan kapasitas penyerapan airnya meningkat nyata dibanding dengan tepung pisang alami. Profil gelatinisasi tepung modifikasi pada perlakuan fermentasi L. casei 24 jam dapat secara signifikan meningkatkan viskositas puncak, viskositas breakdown, viskositas akhir dan viskositas setback secara signifikan mampu menurunkan waktu puncak dan suhu pasting. Hal ini berarti bahwa modifikasi tepung pisang dengan kulit berpotensi untuk merubah karakteristik fisikokimia, sifat fungsional, dan karakteristik pasting dari tepung. Kata kunci: bakteri asam laktat, fermentasi, pisang tanduk, tepung pisang modifikasi

PENGAYAAN ANTIOKSIDAN UNTUK BERAS MERAH ARTIFICIAL DENGAN EKSTRAK PEWARNA MERAH ALAMI Rhoeo Discolor L. Her

Husniati1), Junaidi Permana2), Tati Suhartati2) 1Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung, Jl. By Pass Soekarno Hatta KM 1, Rajabasa, Bandar Lampung 35142, Indonesia 2Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro No. 1, Rajabasa, Bandar Lampung 35141, Indonesia E-mail: [email protected]

Beras artificial menjadi salah satu alternatif diversifikasi pangan berbahan baku karbohidrat lokal bukan beras. Umumnya, beras artificial menggunakan bahan baku berbasis tepung seperti singkong, tapioka, jagung dan sagu asal Indonesia, serta tambahan mikronutrien seperti mineral dan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan pewarna merah antosianin yang mengandung antioksidan untuk pembuatan beras merah artificial. Pewarna merah diekstrak dari bagian daun Adam hawa (Rhoeo discolor L. Her) dalam pelarut air (akuades) yang mengandung asam dan diperkirakan sebagai senyawa sianidin-3-galaktosa atau peonidin-3-glukosa. Produk beras merah artificial diuji derajat warnanya mengacu nilai Lab CIE (Commission Internationale de I’Eclairage) dan jika dibandingkan dengan beras merah alami maka beras merah artificial menunjukkan skala pembacaan warna merah, kecerahan, serta kestabilan warna merahnya ke arah lebih terang. Kata kunci: Antioksidan, antosianin, beras artificial, Rhoeo discolor L. Her

iv BIOPROPAL INDUSTRI ISSN 2089-0877 Vol. 11, No. 01, Juni 2020 Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa izin dan biaya

POTENSI PIGMEN FIKOBILIPROTEIN SEBAGAI AGEN ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS HAYATI DARI SIANOBAKTERIA Chroococcus turgidus

Noor Hidhayati1, Ni Wayan Sri Agustini1, Marsiti Apriastini1, Claudia Margaretha2 1Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl Raya Bogor KM 46, Cibinong, Bogor 16911, Indonesia 2Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jl Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta 12640, Indonesia E-mail: [email protected]

Fikobiliprotein merupakan kompleks pigmen-protein yang dimiliki oleh sianobakteria dan menunjukkan berbagai aktivitas biologi yang luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan toksisitas hayati dari pigmen fikobiliprotein Chroococcus turgidus yang diekstrak menggunakan berbagai pelarut polar, yaitu air, kalsium klorida dan buffer fosfat. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode perendaman radikal bebas DPPH sedangkan uji toksisitas hayati dengan BSLT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pigmen fikobiliprotein berhasil diekstraksi menggunakan ketiga macam pelarut. Hasil terbaik dicapai oleh pelarut air dengan kadar pigmen 0,296 mg/mL. Berdasarkan uji aktivitas, pigmen fikobiliprotein yang diekstrak menggunakan pelarut air bersifat aktif sebagai antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 198,706 µg/mL, sedangkan hasil ekstraksi menggunakan kalsium klorida dan buffer fosfat tidak aktif sebagai antioksidan dengan nilai IC50 berturut-turut adalah 1255,430 µg/mL dan 1508,130 µg/mL. Hasil uji toksisitas menunjukkan pigmen fikobiliprotein yang diekstrak menggunakan air tidak bersifat toksik dengan nilai LC50 sebesar 1920,430 µg/mL sedangkan pigmen yang diekstrak menggunakan kalsium klorida dan buffer fosfat bersifat toksik dengan nilai LC50 berturut-turut sebesar 534,070 µg/mL dan 221,050 µg/mL. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pigmen fikobiliprotein sianobakteria C. turgidus dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan alami. Aktivitas toksisitas yang dimilikinya memberikan gambaran untuk pengujian lebih lanjut ke arah potensi dan seleksi senyawa antikanker. Kata kunci: antioksidan, C. turgidus, fikobiliprotein, toksisitas

ISOLASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI INDIGENOUS PEMFERMENTASI PULP TIGA VARIETAS KAKAO (Theobroma cacao L.)

Silmi Yusri Rahmadani, Periadnadi dan Nurmiati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Jl. Limau Manis, Pauh 25163, Padang, Indonesia E-mail: [email protected]

Fermentasi kakao merupakan suatu proses biokimia yang melibatkan bakteri indigenous potensial pada daging buah atau pulp kakao. Bakteri ini memanfaatkan nutrisi yang terkandung pada pulp kakao seperti sukrosa serta bahan organik lain untuk metabolism hidupnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik bakteri indigenous pada pulp tiga varietas kakao unggul di Sumatera Barat, yaitu TSH 858, ICS 60 dan Scavina. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi morfologi koloni, morfologi sel serta uji amilolitik dan selulolitik dari bakteri indigenous pemfermentasi pulp kakao. Sembilan isolat bakteri yang diperoleh merupakan kelompok bakteri gram positif dan gram negatif, berbentuk dan kokus serta morfologi koloni yang berbeda-beda. Pada pengujian indeks amilolitik (IA), isolat C2 dari varietas ICS 60 menunjukkan nilai IA tertinggi yaitu 24, sedangkan untuk pengujian indeks selulolitik (IS), isolat C4 menunjukkan IS tertinggi yaitu 10. Dilihat dari segi nilai indeks dan zona beningnya, isolat C2 merupakan isolat yang berpotensi untuk untuk dijadikan starter penghasil enzim amilase. Kata kunci: amilolitik, bakteri indigenous, kakao, pulp, selulolitik

v BIOPROPAL INDUSTRI ISSN 2089-0877 Vol. 11, No. 01, Juni 2020 Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa izin dan biaya

OPTIMASI WAKTU INKUBASI PRODUKSI BAHAN MINUMAN PROBIOTIK DARI UMBI GARUT (Maranta arundinacea L.) OLEH Lactobacillus fermentum SEBAGAI ANTIHIPERKOLESTEROLEMIA

Harry Noviardi, Sitaresmi Yuningtyas, Vira Yuniar Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor, Jl. Kumbang No. 23, Bogor, 16151, Indonesia E-mail: [email protected]

Umbi garut merupakan salah satu tanaman potensial yang memiliki kandungan gizi tinggi sehingga dapat dijadikan sumber nutrisi bagi pertumbuhan bakteri Lactobacillus fermentum untuk pembuatan minuman probiotik. Fermentasi umbi garut dengan L. fermentum tersebut juga diketahui memiliki potensi untuk menurunkan kadar kolesterol. Hal ini disebabkan oleh kemampuan probiotik menyerap sejumlah kolesterol ke dalam sel. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu inkubasi optimum produksi bahan minuman probiotik dari umbi garut yang mempunyai aktivitas antihiperkolesterolemia. Fermentasi umbi garut dilakukan menggunakan kultur L. fermentum dengan variasi waktu inkubasi, yaitu 4, 8 dan 12 jam. Hasil fermentasi dievaluasi organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa), pH, total asam laktat, total bakteri asam laktat dan kadar alkohol. Selain itu, dilakukan juga analisis penurunan kadar kolesterol total secara in vivo. Nilai persentase penurunan kadar kolesterol total oleh hasil fementasi umbi garut dengan variasi waktu inkubasi 4, 8 dan 12 jam secara berturut-turut sebesar 15,14%, 16,96% dan 28,56%. Hasil fermentasi umbi garut dengan nilai persentase penurunan kadar kolesterol total tertinggi adalah waktu inkubasi 12 jam dengan nilai pH 5,25; total asam laktat 1,56%, total bakteri asam laktat 6,4 x 108 CFU/mL. Nilai total bakteri asam laktat yang diperoleh memenuhi standar untuk produk probiotik. Oleh sebab itu, waktu inkubasi optimum produksi umbi garut probiotik sebagai antihiperkolesterolemia berada pada waktu 12 jam. Kata kunci: antihiperkolesterolemia, Lactobacillus fermentum, probiotik, umbi garut

vi BIOPROPAL INDUSTRI ISSN 2089-0877 Vol. 11, No. 01, June 2020 The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge

PHYSICOCHEMICAL AND ORGANOLEPTIC CHARACTERISTICS OF MOCAF COOKIES WITH TEMPEH FLOUR ADDITIONS

Dita Kristanti, Woro Setiaboma, Ainia Herminiati Research Center for Appropriate Technology - Indonesian Institute of Sciences Jl.K.S.Tubun No. 5 Subang, Jawa Barat 41213, Indonesia E-mail: [email protected]

Mocaf is used as an ingredient for cookies to reduce consumption and import of wheat flour in Indonesia, while tempeh flour as a protein source for substitute. The mocaf cookies in this research is made from gluten and casein free ingredients. The use of mocaf and tempeh flour will cause changes in the physical, chemical and organoleptic characteristics of cookies. This study was conducted to determine the composition of mocaf and tempeh flour which produces cookies that are preferred by consumers with a good nutrition. In this study there were 5 formulations with a ratio of mocaf and tempeh flour namely F1 (100:0), F2 (75:25), F3 (50:50), F4 (25:75), and F5 (0: 100) while F0 as a control using wheat flour. The results showed that the best formulation based on physical, chemical, and organoleptic characteristics was F2. The F2 cookies content of moisture (3,940,15%), protein (9,090,22%), fat (24,651,03%), ash (1,020,00%), carbohydrate (61,351,10%), iron (7,760,30 mg/100 g), zinc (1,100,01 mg/100g), calcium (2,970,02 mg/100 g), and magnesium (26,190,19 mg/100 g). The F2 cookies had a bake loss 15,250,40%, spread ratio of 7,890,10 mm, 2025,5729,88 gForce of hardness, brittleness 20,840,15 mm, and consumers sensory perception of 26%. Keywords: casein free, cookies, gluten free, modified cassava flour (mocaf), tempeh flour

EFFECT OF FERMENTATION ON TOTAL PHENOLIC, RADICAL SCAVENGING ACTIVITY AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF WATERLILY (Nymphaea pubescens Willd.) SEED FLOUR EXTRACT

Nazarni Rahmi1), Nadra Khairiah 1), Rufida 1), Sri Hidayati1), Anton Muis 2) 1Research Center for Industrial Research and Standardization Banjarbaru - Jl. Panglima Batur Barat No. 2 Banjarbaru, 70711, Indonesia 2 Research Center for Industrial Research and Standardization Manado, Jl. Diponegoro No. 21-23, Manado, 95112, Indonesia e-mail: [email protected]

Waterlily seed flour is made from mature grinded waterlily seed. The flour is commonly used as cake and local food ingredient of South Borneo. Waterlily seeds have antidiarrheal and other functional properties. This study aimed to determine the effect of fermentation on total phenolic, antiradical and antibacterial activity in waterlily seed flour. Seeds were grinded, sifted through 60 mesh screen and fermented using L. plantarum JBSxH.6.4, BIMO-CF and spontaneous fermentation for 48 hours respectively. The fermented products were drained, dried and extracted using ethyl acetate and water solution with 70:30 ratio. The extract obtained was evaporated and determined its total phenolic by the Folin-ciocalteu method, antiradical activity using 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) and antibacterial by agar diffusion method. Furthermore, they were compared with the unfermented one. The results showed the increasing of total phenolic from 70.52±0.53 to 99.82±0.60 mg/g GAE, antiradical activity from 80.37±0.89 to 87.64±0.68% and antibacterial activity which indicate by the inhibition of E. coli, Salmonella and S. aureus. Fermentation in waterlily flour increased the total phenolic content and its biological activity, so it has the potential to be used as functional food. Keywords: antibacterial, DPPH, fermentation, total phenolic, waterlily seed

vii BIOPROPAL INDUSTRI ISSN 2089-0877 Vol. 11, No. 01, June 2020 The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge

EFFECT OF LACTIC ACID BACTERIA AND FERMENTATION TIME ON QUALITY OF TANDUK BANANA (Musa corniculata) FLOUR

Dewi Desnilasari1), Syawaludin Akbar Kusuma2), Riyanti Ekafitri1), Rima Kumalasari1) 1 Research Center for Appropriate Technology - Indonesian Institute of Sciences Jl.K.S.Tubun No. 5 Subang, Jawa Barat 41213, Indonesia 2 Faculty of Engineering, University of Pasundan, Jl. Dr. Setiabudi No.193 Bandung, Jawa Barat 40153, Indonesia e-mail: [email protected]

Modification of banana flour by fermentation could change its quality. Fermentation of the whole banana could increase mineral content of banana flour. This research aimed to know the effect of the type of lactic acid bacteria and fermentation time on quality of whole tanduk banana flour. This research used completely randomized design with the treatments were control (without fermentation), spontaneous fermentation, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum for 24 and 48 hours. The result showed that fermentation by L. bulgaricus for 24 hours was optimum based on the number of lactic acid bacteria colony, pH and lactic acid contain. Modification of whole banana flour significantly increased the value of red/ green “a”color, but decreased ash content, protein and minerals compared to native banana flour. It also significantly increased amylose content in fermentation using L. bulgaricus. The solubility of modified banana flour was decreased, while the water absorption capacity was significantly increased compared to native flour. Pasting properties of modified flour using L. casei for 24 hours were significantly increased for the peak viscosity, breakdown, final viscosity, and setback, however the values of peak time and pasting temperature were reduced. This mean that the modification of whole banana flour has the potential to changed the characterictic of physicochemical, functional properties, and pasting properties of banana flour. Keywords: fermentation, lactic acid bacteria, modified banana flour, tanduk banana

ANTIOXIDANT ENRICHMENT FOR ARTIFICIAL RED RICE BY NATURAL RED PIGMENT EXTRACT FROM Rhoeo discolor L. HER

Husniati1), Junaidi Permana2), Tati Suhartati2) 1Industrial Research and Standardization Center Bandar Lampung, Jl. By Pass Soekarno Hatta KM 1, Rajabasa, Bandar Lampung 35142, Indonesia 2 Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Lampung University Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro No. 1, Rajabasa, Bandar Lampung 35141, Indonesia e-mail: [email protected]

Artificial rice is one of food diversification alternative from non-rice local carbohydrates. Generally, artificial rice is a flour based using cassava, tapioca, corn and sago from Indonesia as raw material, with additional of micronutrients such as mineral and vitamin. This research aimed to apply the red pigment anthocyanin which contain antioxidants for artificial red rice production. Red pigment was extracted from Adam hawa (Rhoeo discolor L. Her) leaves in acid water solvent and predicted as cyanidin-3-galactose or peonidin-3-glucose compounds. Artificial red rice was tested its color degree based on the CIE (Commission Internationale de I'Eclairage) Lab method and the result indicated the red color brightness and its color stability lighter than natural red rice. Keywords: Anthocyanins, antioxidants, artificial rice, Rhoeo discolor L. Her

viii BIOPROPAL INDUSTRI ISSN 2089-0877 Vol. 11, No. 01, June 2020 The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge

POTENCY OF PHYCOBILIPROTEIN PIGMENT AS ANTIOXIDANT AND BIOLOGICAL TOXICITY AGENTS FROM CYANOBACTERIA Chroococcus turgidus

Noor Hidhayati1, Ni Wayan Sri Agustini1, Marsiti Apriastini1, Claudia Margaretha2 1Reaearch Center for Biotechnology, Indonesian Institute of Sciences, Jl Raya Bogor KM 46, Cibinong, Bogor 16911, Indonesia 2Faculty of Pharmacy, Pancasila University, Jl Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta 12640, Indonesia Email: [email protected]

Phycobiliprotein is a pigment-protein complex owned by cyanobacteria and exhibits a wide variety of biological activities. This study was aimed to determine antioxidant activity and biological toxicity of phycobiliprotein pigments from Chroococcus turgidus, extracted using various polar solvents, namely, water, calcium chloride and phosphate buffer. The antioxidant activity assay was analysed using the DPPH free radical reduction method while the biological toxicity assay was analysed using BSLT method. The results showed that the phycobiliprotein pigment was successfully extracted using three types of solvents. The best result was obtained by water solvent with pigment levels of 0.296 mg/mL. Based on the activity, the phycobiliprotein pigment extracted using a water solvent was active as an antioxidant with an IC50 value of 198.706 µg/mL, while the extraction results using calcium chloride and phosphate buffer were not active as an antioxidant with IC50 values were 1255.430 µg/mL and 1508.130 µg/mL, respectively. Toxicity assay showed that phycobiliprotein pigments extracted using water was non-toxic with LC50 values of 1920.430 µg/mL while pigments extracted using calcium chloride and phosphate buffer were toxic with LC50 values of 534.070 µg/mL and 221.050 µg/mL, respectively. The results of this study prove that phycobiliprotein pigment from C. turgidus can be used as a natural antioxidant. Its toxicity activity provides an overview for further study towards the potential and selection of anticancer compounds. Keywords: antioxidant, C. turgidus, phycobiliprotein, toxicity

ISOLATION AND CHARACTERIZATIONS OF INDIGENOUS FERMENTING BACTERIA FROM PULP OF THREE COCOA VARIETIES (Theobroma cacao, L.)

Silmi Yusri Rahmadani, Periadnadi dan Nurmiati Departement of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University, Jl. Limau Manis, Pauh 25163, Padang, Indonesia E-mail: [email protected]

Cocoa fermentation is a biochemistry process that involving some potential indigenous bacteria found in pulp of cocoa. These indigenous bacteria utilize nutrients contained in cocoa pulp such as sucrose and other organic materials for its metabolism. This investigation was conducted to determine the characteristics of indigenous bacteria from pulp of three superior cocoa varieties in West Sumatera, namely TSH 858, ICS 60 and Scavina. In this study, the colony and cell morphology of the indigenous isolates were characterized, amylolytic and cellulolytic tests were also conducted. Results showed that nine isolates obtained were gram positive and negative bacteria, bacilli and cocci, with different colony morphology. Isolate C2 from ICS 60 variety showed the highest Amylolytic Index (AI) with the value of 24. Meanwhile, isolate C4 showed the highest Cellulolytic Index (CI) with the value of 10. Based on the index value and clear zone results, isolate C2 is the most potential isolate to become a starter that producing amylase. Keywords: amylolytic, celulolytic, cocoa, indigenous bacteria, pulp

ix BIOPROPAL INDUSTRI ISSN 2089-0877 Vol. 11, No. 01, June 2020 The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge

OPTIMIZATION OF INCUBATION TIME PRODUCTION OF PROBIOTIC DRINK FROM ARROWROOT TUBERS BY Lactobacillus fermentum AS ANTIHYPERCHOLESTEROLEMIA

Harry Noviardi, Sitaresmi Yuningtyas, Vira Yuniar Pharmacy Study Program, Bogor College of Industrial Technology and Pharmacy, Jl. Kumbang No. 23, Bogor, 16151, Indonesia E-mail: [email protected]

Arrowroot tuber is one of the potential plants that has a high nutritional content so it can be the source of nutrition for the growth of Lactobacillus fermentum bacteria for probiotic drink production. Arrowroot fermentation with L. fermentum is also known potentially reduce cholesterol level. The probiotics have the ability to absorb a number of cholesterol into cells. This research aimed to determine the optimum incubation time of the production of arrowroot tubers with antihypercholesterolemia activity for pribiotic drink. Arrowroot tuber fermentation was carried out using L. fermentum culture with varying incubation times of 4, 8 and 12 hours. The fermentation results were evaluated organoleptically (color, aroma, texture and taste), pH, total lactic acid, total lactic acid bacteria and alcohol content. In addition, anylisis of total cholesterol levels by in vivo were also tested. The decreasing of total cholesterol level by the fermented tuber with incubation time variations of 4, 8 and 12 hours, respectively, by 15.14%, 16.96% and 28.56%. The results showed that the highest reduction percentage of total cholesterol level is 12 hours incubation time with pH value of 5.25, total lactic acid bacteria 6.4 x 108CFU/mL. The total value of acquired lactic acid bacteria meets the standard for probiotic product. This indicates that the optimum incubation time for the production of probiotic arrowroot tubers as antihypercholesterolemia is 12 hours. Keywords: antihypercholesterolemic, arrowroot tuber, Lactobacillus fermentum, probiotic

x JBI 11(1)2020, 1-8 D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 1-8 DOI: http://dx.doi.org/10.36974/jbi.v11i1.5354

BIOPROPAL Industri

http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK COOKIES MOCAF DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE

(Physicochemical and Organoleptic Characteristics of Mocaf Cookies with Tempeh Flour Additions)

Dita Kristanti, Woro Setiaboma, Ainia Herminiati Pusat Penelitian Teknologi Tepat Guna, Jl. KS Tubun No. 5 Subang Jawa Barat, 41213, Indonesia e-mail: [email protected] Diterima 08 Agustus 2019, Revisi akhir 07 November 2019, Disetujui 11 Maret 2020

ABSTRAK. Pembuatan cookies dari tepung mocaf (modified cassava flour) dilakukan sebagai upaya mengurangi konsumsi dan impor tepung terigu di Indonesia. Tepung tempe ditambahkan pada pembuatan cookies sebagai sumber protein pengganti susu. Cookies mocaf ini merupakan produk yang dibuat dari bahan baku bebas gluten dan bebas kasein. Penggunaan tepung mocaf dan tempe akan menyebabkan perubahan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik cookies. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan tepung mocaf dan tempe pada pembuatan cookies yang memiliki nilai gizi baik dan disukai konsumen. Pada penelitian ini terdapat 5 perlakuan dengan perbandingan tepung mocaf dan tepung tempe, yaitu F1 (100:0), F2 (75:25), F3 (50:50), F4 (25:75) dan F5 (0:100) serta F0 sebagai kontrol menggunakan tepung terigu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cookies terbaik berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik adalah F2. Cookies F2 memiliki kandungan air (3,940,15%), protein (9,090,22%), lemak (24,651,03%), abu (1,020,00%), karbohidrat (61,351,10%), besi (7,760,30 mg/100 g), seng (1,100,01 mg/100g), kalsium (2,970,02 mg/100 g), magnesium (26,190,19 mg/100 g), bake loss (15,250,40%), spread ratio (7,890,10 mm), hardness (2025,5729,88 gForce), fracturabillity (20,840,15 mm) dan tingkat penerimaan sebesar 26%. Kata kunci: bebas gluten, bebas kasein, cookies, tepung mocaf, tepung tempe

ABSTRACT. Mocaf is used as an ingredient for cookies to reduce consumption and import of wheat flour in Indonesia, while tempeh flour as a protein source for milk substitute. The mocaf cookies in this research is made from gluten and casein free ingredients. The use of mocaf and tempeh flour will cause changes in the physical, chemical and organoleptic characteristics of cookies. This study was conducted to determine the composition of mocaf and tempeh flour which produces cookies that are preferred by consumers with a good nutrition. In this study there were 5 formulations with a ratio of mocaf and tempeh flour namely F1 (100:0), F2 (75:25), F3 (50:50), F4 (25:75), and F5 (0: 100) while F0 as a control using wheat flour. The results showed that the best formulation based on physical, chemical, and organoleptic characteristics was F2. The F2 cookies content of moisture (3,940,15%), protein (9,090,22%), fat (24,651,03%), ash (1,020,00%), carbohydrate (61,351,10%), iron (7,760,30 mg/100 g), zinc (1,100,01 mg/100g), calcium (2,970,02 mg/100 g), and magnesium (26,190,19 mg/100 g). The F2 cookies had a bake loss 15,250,40%, spread ratio of 7,890,10 mm, 2025,5729,88 gForce of hardness, brittleness 20,840,15 mm, and consumers sensory perception of 26%. Keywords: casein free, cookies, gluten free, modified cassava flour (mocaf), tempeh flour

1. PENDAHULUAN 2011). Cookies yang beredar di Indonesia Cookies merupakan salah satu makanan umumnya terbuat dari tepung terigu. Terigu ringan sejenis biskuit yang terbuat dari adonan merupakan tepung yang berasal dari gandum, lunak, bertekstur renyah dan apabila dipatahkan dimana Indonesia belum dapat memproduksi tampak tidak padat (Badan Standardisasi Nasional, sendiri. Konsumsi tepung terigu untuk pangan di e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 1 D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 1-8

Indonesia mencapai 2.586 kapita/tahun dengan oleh jamur Rhizopus sp. Tempe dikenal sebagai rata-rata pertumbuhan konsumsi pada tahun 2013- alternatif sumber protein bagi masyarakat 2017 sebesar 5,20%. Ketersediaan gandum di Indonesia karena harganya yang relatif murah. Indonesia pada tahun 2017 sepenuhnya berasal dari Kandungan protein tempe cukup tinggi, dimana impor yaitu sebesar 7.251 ton (Komalasari et al., protein pada tempe segar sebesar 18,3% sedangkan 2017). Upaya pengurangan impor tepung terigu pada tepung tempe sebesar 48,75% (Rahayu, dapat dilakukan dengan penggantian tepung terigu Pambayun, Santoso, Nuraida, & Ardiansyah, dengan tepung lain yang berasal dari komoditas 2015). Selain kandungan protein yang cukup lokal. tinggi, tempe juga mengandung mineral yang Tepung modified cassava flour (mocaf) penting untuk tubuh. Hasil penelitian Schakel, merupakan hasil modifikasi tepung ubi kayu Heel, & Harnack (2016) menunjukkan bahwa 100 melalui proses fermentasi menggunakan Bakteri g tempe mengandung 2,71 mg besi, 1,14 mg seng, Asam Laktat (BAL). Tepung mocaf yang 117,65 mg kalsium dan 81,18 mg magnesium. dihasilkan melalui proses fermentasi BAL Pembuatan tempe menjadi bentuk tepung memiliki karakteristik yang lebih baik dibanding dilakukan sebagai salah satu cara untuk tepung ubi kayu, yaitu nilai viskositas, kemampuan memperpanjang masa simpan dan mempermudah gelasi, daya rehidrasi dan kelarutan yang proses pengolahan tempe menjadi produk pangan meningkat (Subagio, Siti, Witono, & Fahmi, lain. 2008). Pemanfaatan tepung mocaf sebagai bahan Penggunaan tepung mocaf dan tepung tempe pembuatan cookies diharapkan dapat dapat berpengaruh terhadap karakteristik fisik, meningkatkan daya saing sumber daya lokal dan kimia dan organoleptik cookies. Substitusi tepung mengurangi ketergantungan terhadap tepung mocaf mempengaruhi daya kembang dan kadar terigu. Selain itu, produk cookies dari tepung protein cookies. Penggunaan tepung mocaf yang mocaf dapat digunakan sebagai alternatif makanan semakin tinggi menyebabkan penurunan daya bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus seperti kembang dan kandungan protein pada cookies penderita autisme. (Oktaviana, Hersoelistyorini, & Nurhidajah, 2017). Autisme adalah gangguan perkembangan Substitusi tepung tempe berpengaruh terhadap cita pada anak yang ditandai dengan adanya rasa, aroma dan warna pada produk kembang keterlambatan dan keterbatasan komunikasi serta goyang yang menyebabkan perbedaan tingkat pola interaksi anti sosial. Autisme pada anak penerimaan panelis (Hidayah & Anna, 2019). disebabkan oleh ketiadaan enzim Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dipeptidylpeptidase IV (DPP-IV) yang berperan perbandingan tepung mocaf dan tempe pada dalam pencernaan protein gluten dan kasein. pembuatan cookies yang memiliki nilai gizi baik Penelitian Hunter, O’Hare, Herron, & Jones (2003) dan disukai konsumen. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa presentasi sel yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan tepung mengekspresikan DPP-IV dan aktivitas enzim terigu pada proses pembuatan cookies sehingga DPP-IV pada anak autisme lebih rendah dibanding konsumsi dan impor tepung terigu dapat menurun. saudara kandungnya yang tidak mengalami Selain itu, produk cookies mocaf dengan autisme. Penanganan autisme dapat dilakukan penambahan tepung tempe yang bebas gluten dan dengan pengaturan diet, yaitu dengan memberikan kasein dapat menjadi alternatif makanan bagi makanan bebas gluten dan bebas kasein pada masyarakat berkebutuhan khusus seperti autisme. penderita. Diet bebas gluten dan bebas kasein terbukti memberikan manfaat bagi kesehatan 2. METODE PENELITIAN penderita autisme (Hafid & Ahami, 2018; Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Piwowarczyk, Horvath, Łukasik, Pisula, & adalah tepung mocaf dari UKM Tanjung Siang Szajewska, 2018). Subang, tempe dari Kopti Subang, gula palem, Berdasarkan SNI 2973:2011, protein margarin, kuning telur, tapioka, gula halus, garam merupakan salah satu nilai gizi yang digunakan dan baking powder dari toko lokal di Subang. dalam penentuan syarat mutu cookies (Badan Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan, yaitu tahap Standardisasi Nasional, 2011). Protein nabati dapat pembuatan tepung tempe dan pembuatan cookies. digunakan sebagai pengganti susu pada pembuatan Proses pembuatan tepung tempe diawali cookies, salah satunya adalah tempe. Tempe dengan mengiris tempe segar hingga ketebalan ± merupakaan produk pangan tradisional Indonesia 10-20 mm. Potongan tempe dikukus pada suhu 75 yang berasal dari hasil fermentasi kacang kedelai – 85 °C selama 10 menit untuk menonaktifkan

2 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 1-8

enzim dan jamur pada tempe. Setelah ditiriskan, = × 100 … . (1) potongan tempe dikeringkan pada suhu 50 °C selama ± 5 jam. Tempe kering ditepungkan dan diayak menggunakan ayakan 40 mesh. = … … … … … . . (2) Pembuatan cookies mocaf dilakukan dengan menambahkan tepung tempe ke dalam formula. Diameter dan ketebalan cookies diukur Tepung tempe pada pembuatan mocaf ini menggunakan jangka sorong pada dua sisi cookies digunakan sebagai sumber protein pengganti susu. yang berbeda, kemudian dirata-rata. Spread ratio Perbandingan massa antara tepung mocaf dan cookies dihitung menggunakan persamaan (2) tepung tempe dalam formula ditampilkan pada (Chauhan, Saxena, & Singh, 2016). Hardness Tabel 1. (kekerasan) dan fracturability (daya patah) diukur Pembuatan cookies dilakukan dengan menggunakan TA.XT Plus texture analyzer (Stable mencampur margarin, gula halus, gula aren, Micro Systems, Great Britain) dengan probe 3- kuning telur dan garam menggunakan mixer point bend, model uji kompresi, kecepatan uji 3,00 dengan kecepatan rendah (speed level 1) selama 2 mm/detik dan target force 50 g (Öksüz & Karakaş, menit dan kecepatan tinggi (speed level 2) selama 2016). 3 menit untuk pembentukan krim. Tepung mocaf, tapioka dan baking powder ditambahkan dalam Karakteristik organoleptik adonan krim. Pengujian organoleptik menggunakan uji skoring terhadap rasa, tekstur, warna dan aroma Tabel 1. Perbandingan massa (gram) tepung mocaf dan sedangkan untuk penerimaan keseluruhan tepung tempe dilakukan menggunakan uji hedonik (Soekarto & Tepung Tepung Tepung Formula Hubeis, 1992). Penilaian organoleptik dilakukan terigu mocaf tempe oleh 40 panelis tidak terlatih di Pusat Penelitian F0 100 - - Teknologi Tepat Guna (P2 TTG) LIPI. F1 - 100 - F2 - 75 25 Analisis Statistik F3 - 50 50 Data dianalisis menggunakan program IBM F4 - 25 75 F5 - - 100 SPSS Statistics 20. Data dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA) yang kemudian

dilanjutkan uji Duncan dengan tingkat signifikansi Adonan cookies kemudian dicetak dengan p<0,05. Semua data ditampilkan sebagai rata-rata ketebalan 0,5 cm dan diameter 3 cm. dengan standar deviasi. Pemanggangan dilakukan pada suhu 160 °C selama 20 menit. Cookies yang telah matang kemudian didinginkan pada suhu ruang dan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN dikemas menggunakan alumunium foil. Kandungan air dan lemak cookies F2, F3, F4 dan F5 sudah memenuhi syarat mutu SNI 2973- Karakteristik kimia 2011 (Tabel 2), dimana kandungan air maksimal Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar sebesar 5% dan protein minimal sebesar 5%. abu dengan metode gravimetri (AOAC, 1995), Kandungan air cookies mengalami penurunan kadar protein dengan metode Dumas menggunakan sejalan dengan peningkatan pemberian tepung DuMAster Buchi D-480, Switzerland, kadar lemak tempe (signifikansi <0,05), sedangkan kandungan dengan metode Soxhlet dan kadar karbohidrat protein dan lemak cookies mengalami peningkatan ditentukan dengan metode by difference (AOAC, sejalan dengan peningkatan pemberian tepung 1995). Kadar mineral kalsium (Ca), besi (Fe), seng tempe (signifikansi <0,05). Hal ini (Zn) dan magnesium (Mg) dianalisis menggunakan mengindikasikan bahwa tepung tempe sangat flame atomic absorption spectrometry GBC tipe berpengaruh terhadap kandungan air, protein dan 933AA. lemak cookies mocaf. Penurunan kandungan air disebabkan oleh peningkatan kandungan lemak Karakteristik fisik pada cookies mocaf. Lemak akan membentuk Berat cookies sebelum dan setelah lapisan pada granula pati dan menghambat pemanggangan ditimbang untuk menghitung nilai penetrasi air (Oktaviana et al., 2017) sehingga air bake loss dengan menggunakan persamaan (1). pada adonan akan menguap saat pemanggangan

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 3 D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 1-8

Tabel 2. Kandungan kimia cookies mocaf subtitusi tepung tempe Formula Kandungan kimia (%) kukis Air Abu Protein Lemak Karbohidrat F0 3,290,19c 1,020,00a 7,290,04e 11,821,11f 76,471,09a F1 5,360,25a 1,040,01a 3,730,01f 21,150,23e 68,820,02b F2 3,940,15b 1,020,00a 9,090,22d 24,651,03d 61,351,10c F3 2,690,08d 1,010,00a 14,760,17c 31,511,45c 50,011,78d F4 2,560,08e 1,010,00a 20,660,03b 35,150,90b 40,620,98e F5 2,320,01f 1,000,00a 26,360,11a 38,151,09a 32,101,21f Nilai yang ditampilkan merupakan rata-rata  standar deviasi. Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan signifikan p<0,05.

Tabel 3. Kandungan mineral cookies mocaf subtitusi tepung tempe Kandungan mineral (mg/100 g) Cookies Fe Zn Ca Mg F0 7,140,01e 2,160,00a 2,140,07d 20,690,42d F1 6,050,32f 0,890,01f 2,090,09d 23,430,99e F2 7,760,30d 1,100,01e 2,970,02c 26,190,19c F3 10,270,07c 1,280,01d 3,700,01b 29,390,39b F4 11,190,11b 1,360,00c 4,270,19a 35,880,17a F5 12,090,15a 1,390,05b 4,440,14a 36,720,21a Nilai yang ditampilkan merupakan rata-rata  standar deviasi. Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan signifikan p<0,05. berlangsung. Peningkatan kandungan protein dan penambahan tempe berpengaruh (signifikansi < lemak pada cookies disebabkan oleh tingginya 0,05) terhadap kandungan mineral cookies mocaf. kandungan protein dan lemak pada tepung tempe. Tempe mengandung besi sebesar 2,71 mg/100 g, Tempe mengandung 18,54% protein; 10,8% seng sebesar 1,14 mg/100 g, kalsium sebesar lemak; 9,39% karbohidrat; 3,38% serat pangan; 117,65 mg/100 g dan magnesium sebesar 81,18 dan 1,38% abu (Schakel et al., 2016). Kandungan mg/100 g (Schakel et al., 2016). Sama halnya protein dan lemak tempe mengalami peningkatan dengan protein dan lemak, kandungan mineral setelah proses pengeringan karena kehilangan air. tempe juga mengalami peningkatan setelah proses Kadungan protein dan lemak pada tepung tempe pengeringan karena kehilangan air. Hasil penelitian berkisar antara 46-50,18% dan 24,70-25,03% Astawan et al. (2016), tepung tempe mengandung (Astawan, Wresdiyati, & Ichsan, 2016; Bastian, besi sebesar 8,10 mg/100 g, seng sebesar 5,35 Ishak, Tawali, & Bilang, 2013). Kandungan mg/100 g, kalsium sebesar 292,88 mg/100 g dan protein dan lemak yang cukup tinggi pada tepung magnesium sebesar 99,36 mg/100 g. Pemberian tempe bersumber dari kacang kedelai. Kacang tepung tempe dengan rasio yang semakin tinggi kedelai mengandung 36,9% protein dan 18,3% menyebabkan peningkatan kandungan mineral lemak (Young & Mebrahtu, 1998). Lemak pada besi, seng, kalsium dan magnesium pada cookies. kacang kedelai merupakan asam lemak tak jenuh Karakteristik fisik cookies mocaf subtitusi tunggal (Monounsaturated Fatty Acids/ MUFA) tepung tempe ditampilkan pada Tabel 4. Secara yang baik untuk kesehatan. Lemak pada umum, peningkatan pemberian tepung tempe tidak kedelaimengandung 19,08% asam palmitoleat, mempengaruhi berat akhir cookies dan spread 15,80% asam oleat, 44,77% asam linoleat dan ratio. Namun, peningkatan pemberian tepung 12,94% asam α linoleat (Young & Mebrahtu, tempe menyebabkan penurunan nilai tebal, 1998). diameter dan bake loss cookies (signifikansi < Kandungan mineral cookies mocaf dengan 0,05). Hasil tersebut mengindikasikan adanya penambahan tepung tempe ditampilkan pada Tabel penurunan daya kembang cookies akibat 3. Kandungan mineral besi, seng, kalsium dan peningkatan rasio pemberian tepung tempe. magnesium (Fe, Zn, Ca dan Mg) cookies Peningkatan rasio pemberian tepung tempe mengalami peningkatan sejalan dengan menyebabkan peningkatan kandungan protein dan peningkatan pemberian tepung tempe (signifikansi lemak cookies. Protein pada adonan cookies akan < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa mengalami denaturasi selama proses 4 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 1-8

Tabel 4. Karakteristik fisik cookies mocaf subtitusi tepung tempe Formula Berat akhir (g) Tebal (mm) Diameter (mm) Spread ratio Bake loss (g/100) cookies F0 4,320,05a 5,670,15a 36,730,03a 6,400,06d 16,490,08a F1 4,130,06b 4,970,06b 34,120,63b 6,860,03c 16,120,04b F2 4,380,03a 4,370,06c 34,130,19b 7,890,01b 15,250,04c F3 4,390,05a 4,100,10d 34,050,05bc 8,350,04a 14,720,08d F4 4,410,03a 4,030,06d 33,870,03bc 8,430,08a 14,140,15e F5 4,190,03b 3,970,06d 33,550,05c 8,440,05a 13,750,05f Nilai yang ditampilkan merupakan rata-rata  standar deviasi. Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan signifikan p<0,05.

Tabel 5. Karakteristik warna cookies mocaf dengan penambahan tepung tempe Formula L* a* b* Derajat putih E cookies F0 52,380,02a 8,080,00b 20,420,00c 23,880,01a - F1 57,190,00b 6,610,01a 20,040,00b 30,540,01b 12,800,05b F2 54,240,02c 8,310,00b 20,280,01a 25,660,02c 1,780,03a F3 49,740,00c 9,710,00b 19,340,01c 20,690,00c 5,380,09a F4 45,470,00c 9,780,02a 18,710,01b 16,990,03c 26,730,17a F5 45,060,00c 9,510,00b 10,580,04a 16,170,02c 28,230,02a Nilai yang ditampilkan merupakan rata-rata  standar deviasi. Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan signifikan p<0,05.

Tabel 6. Tekstur cookies mocaf penambahan tepung tempe Fracturabillity Formula cookies Hardness (gForce) (mm) F0 1740,8364,46c 21,960,47a F1 2145,1720,77c 21,840,66a F2 2025,5729,88c 20,840,15b F3 2405,3021,51b 20,780,03b F4 2838,3793,60a 20,520,38b F5 2822,9718,75a 20,760,17b Nilai yang ditampilkan merupakan rata-rata  standar deviasi. Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan signifikan p<0,05. pemanggangan sehingga menyebabkan cookies derajat putih yang juga mengalami penurunan sulit mengembang (Oktaviana et al., 2017). Selain (signifikansi < 0,05). Proses pencoklatan pada itu, lemak juga berperan dalam penghambatan cookies mocaf dengan penambahan tepung tempe pengembangan cookies. Lemak pada adonan disebabkan adanya reaksi Maillard selama cookies akan membentuk lapisan pada granula pati pemanggangan. Kandungan protein berkorelasi sehingga menghambat penetrasi air dan negatif dengan nilai derajat putih pada cookies, menyebabkan cookies tidak mengembang saat dimana reaksi Maillard berperan besar dalam pemanggangan. Daya kembang cookies dengan proses pencoklatan cookies. Reaksi Maillard substitusi tepung mocaf dan tepung pisang menyebabkan pencoklatan pada cookies dengan mengalami penurunan dibandingkan dengan campuran tepung bayam dan penurunan cookies dari terigu (Oktaviana et al., 2017). penerimaan konsumen (Chauhan et al., 2016). Karakteristik warna cookies mocaf dengan Tekstur cookies mocaf subtitusi tepung penambahan tepung tempe ditampilkan pada Tabel tempe ditampilkan pada Tabel 6. Penambahan 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa niai L tepung tempe menyebabkan nilai hardness mengalami penurunan sejalan dengan penambahan (kekerasan) cookies meningkat, sedangkan nilai tepung tempe (signifikansi < 0,05). Penurunan fracturabillity (daya patah) cookies menurun nilai L mengindikasikan bahwa warna cookies (signifikansi < 0,05). Hal ini disebabkan karena cenderung gelap yang dibuktikan dengan nilai daya kembang pada cookies yang rendah sehingga

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 5 D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 1-8 menyebabkan tekstur cookies menjadi keras. peningkatan rasio pemberian tepung tempe yang Denaturasi protein dan penghambatan penetrasi air mengindikasikan perubahan warna kearah lebih akibat pembentukan lapisan pada permukaan gelap (coklat). Senada dengan hasil penelitian granula pati oleh lemak menyebabkan cookies Hidayah & Anna (2019) bahwa substitusi tepung tidak mengembang dan bertekstur keras tempe yang semakin besar menyebabkan warna (Oktaviana et al., 2017). kembang goyang menjadi semakin coklat sehingga Hasil uji mutu organoleptik cookies mocaf kurang diminati oleh panelis. dengan penambahan tepung tempe ditampilkan Berdasarkan skor uji organoleptik terhadap pada Gambar 1. Berdasarkan skor uji organoleptik warna cookies yang diperoleh menunjukkan bahwa terhadap warna cookies yang diperoleh F0 (2,15) tidak beraroma khas tempe sedangkan F1 menunjukkan bahwa F0 (3,98) dan F1 (4,42) (2,68), F2 (3,12), F3 (3,22), F4 (3,35) dan F5 berwarna coklat agak kekuningan, F2 (3,22) dan (3,35) beraroma agak khas tempe. Peningkatan F3 (2,93) berwarna coklat, F4 (2,57) dan F5 (1,97) rasio pemberian tepung tempe tidak berpengaruh berwarna coklat gelap. Warna coklat pada F2 dan terhadap aroma cookies. Hasil uji organoleptik F3 serta coklat gelap pada F4 dan F5 disebabkan terhadap aroma cookies menunjukkan bahwa F0 oleh peningkatan rasio pemberian tepung tempe. (3,42), F1 (3,30), F2 (2,87), F3 (2,90) dan F4 Hasil penelitian ini mendukung hasil analisa (2,80) bercita rasa agak manis sedangkan F5 (2,27) karakteristik warna cookies (Tabel 5), dimana nilai bercita rasa tidak manis. Rasa manis L dan derajat putih menurun sejalan dengan

Warna

Penerimaan Aroma Keseluruhan

Tekstur Rasa

F0 F1 F2 F3 F4 F5

Gambar 1. Hasil organoleptik cookies mocaf dengan substitusi tepung tempe pada semua cookies mocaf dengan subtitusi tepung protein tinggi yaitu sebesar 46-50,18% (Astawan et tempe meninggalkan rasa khas aroma tempe. al., 2016) yang dapat menyebabkan tekstur cookies Substitusi tepung tempe sebesar 30% memberikan menjadi keras akibat denaturasi selama proses cita rasa manis, gurih dan meninggalkan rasa khas pemanggangan. Hasil penelitian ini mendukung aroma tempe pada kembang goyang (Hidayah & hasil analisa tekstur (Tabel 6), dimana nilai Anna, 2019). kekerasan (hardness) cookies meningkat dan daya Hasil uji organoleptik terhadap tekstur patah (fracturabillity) menurun sejalan dengan cookies menunjukkan bahwa F0 (3,85) dan F1 peningkatan rasio pemberian tepung tempe yang (4,12) bertekstur renyah, sedangkan F2 (3,47), F3 mengindikasikan penurunan tingkat kerenyahan (3,32), F4 (2,90) dan F5 (3,02±0,70) bertekstur cookies. agak renyah. Hasil ini menunjukkan bahwa Secara umum, cookies mocaf dengan peningkatan rasio pemberian tepung tempe penambahan tepung tempe dapat diterima oleh menyebabkan penurunan tingkat kerenyahan panelis. Hasil uji organoleptik terhadap cookies. Tepung tempe memiliki kandungan penerimaan keseluruhan cookies menunjukkan

6 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 1-8

Sangat dilakukan adalah melalui pengembangan formula Suka Tidak dengan menggunakan perbandingan tepung mocaf 3% Suka Suka dan tepung tempe di bawah 75:25. 20% 23% UCAPAN TERIMA KASIH Agak Penulis mengucapkan terima kasih kepada Suka 54% Program IPTEK untuk Daerah (IPTEKDA) LIPI untuk pendanaan penelitian ini, seluruh panelis organoleptik yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu jalannya penelitian ini, serta P2 TTG LIPI atas penyediaan fasilitas Gambar 2. Penerimaan panelis terhadap cookies F2 penelitian.

DAFTAR PUSTAKA bahwa F0 (3,80), F1 (3,64), F2 (3,07), F3 (2,67) dan F4 (2,66) diterima oleh panelis dengan AOAC. (1995). Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, 14 ed. kategori suka dan agak suka sedangkan F5 (2,42) Airilington: AOAC Inc. tidak disukai. Senada dengan hasil penelitian penelitian Hidayah & Anna (2019) bahwa Astawan, M., Wresdiyati, T., & Ichsan, M. (2016). kembang goyang yang dibuat dengan Karakteristik Fisikokimia Tepung Tempe menggunakan substitusi tepung tempe cukup Kecambah Kedelai. J. Gizi Pangan, 11(1), 35– 42. diterima oleh panelis. Berdasarkan hasil organoleptik khususnya parameter penerimaan Badan Standardisasi Nasional. (2011). SNI 2973:2011 konsumen, cookies F1 merupakan cookies terbaik Biskuit. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. dengan nilai penerimaan sebesar 3,64 dari skala 5. Bastian, F., Ishak, E., Tawali, A. B., & Bilang, M. Namun, berdasarkan karakteristik kimia khususnya (2013). Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi kadar air cookies F1 tidak memenuhi persyaratan Formula Tepung Tempe dengan Penambahan SNI 2973-2011. Oleh karena itu, cookies F2 Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Bubuk merupakan cookies terbaik berdasarkan Kakao. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 2(1), karakteristik kimia, fisik dan organoleptik dengan 5–8. tingkat penerimaan panelis sebesar 26% (sangat Chauhan, A., Saxena, D. C., & Singh, S. (2016). suka 3% dan suka 23%) yang ditampilkan pada Physical , Textural , and Sensory Characteristics Gambar 2. of Wheat and Amaranth Flour Blend Cookies. Cogent Food & Agriculture, 1–8. 4. KESIMPULAN https://doi.org/10.1080/23311932.2015.1125773 Cookies terbaik berdasarkan karakteristik Hafid, A., & Ahami, A. O. T. (2018). The Efficacy of fisik, kimia dan organoleptik adalah F2 dengan the Gluten-Free Casein-Free Diet for Moroccan perbandingan tepung mocaf dan tepung tempe Autistic Children. Current Research in Nutrition sebesar 75:25. Karakteristik cookies F2 yaitu, and Food Science, 06(3), 734–741. kandungan air (3,940,15%), protein Hidayah, N. L., & Anna, C. (2019). Pengaruh Substitusi (9,090,22%), lemak (24,651,03%), abu Tepung Tempe dan Penambahan Margarin (1,020,00%), karbohidrat (61,351,10%), bake terhadap Mutu Organoleptil . e-Jurnal Tata Boga, 8(I), 23–31. loss (15,250,40%), spread ratio (7,890,10%), hardness (2025,5729,88 gF), fracturabillity Hunter, L. C., O’Hare, A., Herron, W. J., & Jones, G. E. (20,840,15 mm) dan tingkat penerimaan sebesar (2003). Opioid peptides and dipeptidyl peptidase 26%. Tepung mocaf berpotensi untuk digunakan in autism. Developmental Medicine & Child Neurology, 45, 121–128. sebagai bahan alternatif pengganti tepung terigu dalam pembuatan cookies dan tepung tempe dapat Komalasari, W. B., Sabarella, Wahyuningsih, S., menambah nilai gizi (protein) cookies mocaf. Manurung, M., Herwulan, M., Sehusman, … Upaya peningkatan tingkat penerimaan panelis Rinawati. (2017). Statistik Konsumsi Pangan terhadap cookies mocaf dengan penambahan (Statistics of Food Consumption) 2017. (M. L. Hakim & Abiyadun, Ed.). Pusat Data dan Sistem tepung tempe perlu dilakukan. Salah satu upaya Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian. peningkatan tingkat penerimaan panelis yang dapat Diambil dari e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 7 D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 1-8

epublikasi.setjen.pertanian.go.id/epublikasi/Statis Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI). tikPertanian/2017/Statistik_Konsumsi_Pangan_2 Diambil dari http:/patpi.or.id 017/files/assets/basic-html/page4.html Schakel, S. F., Heel, N. Van, & Harnack, J. (2016). Öksüz, T., & Karakaş, B. (2016). Sensory and textural Nutrient-Composition Tables for Grains and for evaluation of gluten-free biscuits containing Grain-Based Products. Encyclopedia of Food buckwheat flour. Cogent Food & Agriculture, 1– Grains (2 ed., Vol. 135). Elsevier Ltd. 7. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-100596- https://doi.org/10.1080/23311932.2016.1178693 5.00243-2 Oktaviana, A. S., Hersoelistyorini, W., & Nurhidajah. Soekarto, S. T., & Hubeis, M. (1992). Metodologi (2017). Kadar Protein , Daya Kembang , dan Penelitian Organoleptik. Bogor: Pusat Antar Organoleptik Cookies dengan Substitusi Tepung Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Mocaf dan Tepung Pisang Kepok. Jurnal Bogor. Pangan dan Gizi, 7(November), 72–81. Subagio, A., Siti, W., Witono, Y., & Fahmi, F. (2008). Piwowarczyk, A., Horvath, A., Łukasik, J., Pisula, E., & Prosedur Operasi Standar (POS) Produksi Szajewska, H. (2018). Gluten and casein Mocal Berbasis Klaster. Bogor: Southeast Asian free diet and autism spectrum disorders in Food and Agricultural Science and Technology children : a systematic review. European Journal (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor. of Nutrition, 57(2), 433–440. Young, G., & Mebrahtu, T. (1998). Protein, Fiber, and https://doi.org/10.1007/s00394-017-1483-2 Lipid Content of Vegetable Soybean. Journal of Rahayu, W. P., Pambayun, R., Santoso, U., Nuraida, L., the American Dietetic Association, 98(9), A44. & Ardiansyah. (2015). Tinjauan Ilmiah https://doi.org/http:/doi.org/10.1016/S0002- Teknologi Pengolahan Tempe Kedelai (Edisi 1). 8223(98)00461-1

8 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak JBI 11(1)2020, 9-18 N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18 DOI: http://dx.doi.org/10.36974/jbi.v11i1.5553

BIOPROPAL Industri

http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal

PENGARUH FERMENTASI TERHADAP TOTAL FENOLIK, AKTIVITAS PENGHAMBATAN RADIKAL DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEPUNG BIJI TERATAI (Nymphaea pubescens Willd.)

(Effect of Fermentation on Total Phenolic, Radical Scavenging Activity and Antibacterial Activity of Waterlily (Nymphaea pubescens Willd.) Seed Flour Extract)

Nazarni Rahmi1), Nadra Khairiah 1), Rufida 1), Sri Hidayati1), Anton Muis 2) 1Baristand Industri Banjarbaru, Jl. Panglima Batur Barat No. 2 Banjarbaru, 70711, Indonesia 2Baristand Industri Manado, Jl. Diponegoro No. 21-23, Manado, 95112, Indonesia e-mail: [email protected] Diterima 05 September 2019, Revisi akhir 25 November 2019, Disetujui 11 Maret 2020

ABSTRAK. Tepung biji teratai dibuat dari biji teratai matang yang dihaluskan. Tepung ini biasa digunakan sebagai bahan kue dan makanan lokal khas Kalimantan Selatan. Biji teratai mempunyai khasiat antidiare dan memiliki beberapa sifat fungsional lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fermentasi terhadap total fenolik, aktivitas antiradikal dan antibakteri pada tepung biji teratai. Biji teratai dihaluskan, diayak dengan ayakan 60 mesh dan difermentasi menggunakan L. plantarum JBSxH.6.4, BIMO-CF dan fermentasi spontan, masing-masing selama 48 jam. Hasil fermentasi ditiriskan, dikeringkan dan diekstrak menggunakan pelarut etil asetat dan air dengan perbandingan 70:30. Ekstrak yang diperoleh diuapkan dan ditentukan total fenolik dengan metode Folin- ciocalteu, aktivitas penghambatan radikal menggunakan 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) dan antibakteri dengan metode difusi agar. Selanjutnya, hasil ini dibandingkan dengan perlakuan tanpa fermentasi. Hasil pengujian menunjukkan terjadi peningkatan kandungan total fenolik 70,52±0,53 menjadi 99,82±0,60 mg/g GAE, aktivitas penghambatan radikal 80,37±0,89 menjadi 87,64±0,68% dan aktivitas antibakteri yang ditunjukkan oleh penghambatan terhadap bakteri E. coli, Salmonella dan S. aureus. Fermentasi mampu meningkatkan kandungan total fenolik dan aktivitas biologis pada tepung teratai, sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan pangan fungsional. Kata kunci: antibakteri, biji teratai, DPPH, fermentasi, total fenolik

ABSTRACT. Waterlily seed flour is made from mature grinded waterlily seed. The flour is commonly used as cake and local food ingredient of South Borneo. Waterlily seeds have antidiarrheal and other functional properties. This study aimed to determine the effect of fermentation on total phenolic, antiradical and antibacterial activity in waterlily seed flour. Seeds were grinded, sifted through 60 mesh screen and fermented using L. plantarum JBSxH.6.4, BIMO-CF and spontaneous fermentation for 48 hours respectively. The fermented products were drained, dried and extracted using ethyl acetate and water solution with 70:30 ratio. The extract obtained was evaporated and determined its total phenolic by the Folin-ciocalteu method, antiradical activity using 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) and antibacterial by agar diffusion method. Furthermore, they were compared with the unfermented one. The results showed the increasing of total phenolic from 70.52±0.53 to 99.82±0.60 mg/g GAE, antiradical activity from 80.37±0.89 to 87.64±0.68% and antibacterial activity which indicate by the inhibition of E. coli, Salmonella and S. aureus. Fermentation in waterlily flour increased the total phenolic content and its biological activity, so it has the potential to be used as functional food. Keywords: antibacterial, DPPH, fermentation, total phenolic, waterlily seed

1. PENDAHULUAN baik daerah gersang di Afrika maupun dingin di Tanaman teratai merupakan tanaman air Eropa. Diperkirakan terdapat 40 spesies dan 200 yang tersebar luas dan merata di seluruh dunia, varietas teratai di dunia (Fitrial & Khairina, 2011). e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 9 N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18

Habitat asli teratai adalah rawa-rawa atau sungai (BAL) yang akan meningkatkan pengembangan yang tidak terlalu dalam dan berair tenang roti (Gerez, Rollán & De Valdez, 2006). Namun, (Ismuhajaroh et al., 2016). Tanaman ini tumbuh mikroba yang berkontribusi saat fermentasi juga hampir di seluruh daerah rawa di Kalimantan dapat menghasilkan asam-asam organik yang dapat Selatan. Potensi penyebaran tanaman ini cukup menutupi aroma dan cita rasa sepat yang besar mengingat luas daerah rawa di Indonesia cenderung tidak disukai konsumen. Selain itu, mencapai 33,43 juta ha dengan lahan rawa fermentasi dapat menghilangkan komponen potensial di Kalimantan Selatan yang mencapai penimbul warna, dan protein pada mocaf sehingga 500.000 ha (Haryono, 2013). menghasilkan warna tepung yang lebih putih Teratai telah lama digunakan sebagai bahan (Husniati & Widhyastuti, 2013). baku pangan tradisional dan obat-obatan. Namun, Di sisi lain, fermentasi mampu tidak semua jenis teratai dapat dikonsumsi. Biji meningkatkan aktivitas biologis produk fermentasi. teratai putih (Nymphaea pubescens) adalah jenis Rahmi, Harmayani, Santosa & Darmadji (2016) teratai yang banyak dimanfaatkan sebagai tepung menyebutkan L. plantarum yang diisolasi dari untuk pembuatan kue tradisional di Kalimantan fermentasi jaruk tigarun dapat meningkatkan (Fitrial & Khairina, 2011), roti di Filipina dan senyawa fenolik, aktivitas antiradikal dan India, serta jenang di Tuban (Marianto, 2001; antibakteri pada produk pangan karena Sastrapradja & Bimantoro, 1981). Tepung biji kemampuannya dalam menghidrolisis komponen teratai berpotensi sebagai bahan pangan pengganti fitokimia. Menurut Tamang et al. (2016), beras dan gandum karena kandungan pati yang transformasi yang terjadi selama fermentasi dapat mencapai 63,03% (Fitrial & Khairina, 2011). menghasilkan komponen antioksidan dan Selain itu, nilai nutrisi biji teratai juga cukup baik, antimikroba serta memperkaya komponen bioaktif Fitrial & Khairina (2011) menyebutkan komposisi yang menyehatkan. Penelitian Fitrial et al. (2008) kimia biji teratai meliputi karbohidrat 88,36% (bk), menunjukkan kandungan fitokimia pada biji teratai protein 10,39% (bk), lemak 0,58% (bk) dengan dapat menghambat bakteri penyebab diare. Setelah serat pangan total mencapai 7,98% (bk). fermentasi, kandungan fitokimia ini sangat Biji teratai juga mengandung senyawa mungkin bertransformasi menghasilkan komponen fitokimia seperti alkaloid, saponin, tanin, glikosida, yang lebih aktif. Rodríguez et al. (2009) flavonoid, steroid dan triterpenoid. Senyawa- melaporkan hasil hidrolisis senyawa fitokimia senyawa tersebut memiliki kemampuan antibakteri seperti tanin dan flavonoid akan menghasilkan yang tinggi. Hal ini didukung dengan kemampuan monomer fenolik yang lebih tinggi dengan biji teratai dan ekstrak etil asetat biji teratai dalam memutus ikatan glikosida kemudian melepaskan mencegah dan menghambat pertumbuhan bakteri aglikon yang lebih aktif secara biologis. patogen penyebab diare (EPEC K.1.1) (Fitrial et Starter L. plantarum JBSxH.6.4 merupakan al., 2008). Meskipun demikian, biji teratai juga isolat BAL dari jaruk tigarun yang mempunyai mempunyai kandungan senyawa anti nutrisi dan aktivitas tannase, β-glukosidase dan galat kualitas organoleptik yang rendah (grassy flavour) dekarboksilase (Nazarni, 2016), sedangkan sehingga membatasi pemanfaatannya dalam Biological Modified Cassava Flour (BIMO-CF) industri pangan. Beberapa perlakuan dapat merupakan starter mocaf yang terdiri dari berbagai digunakan untuk mengeliminasi kekurangan campuran BAL dan khamir dalam bentuk bubuk tersebut, seperti proses germinasi, kimia dan serta diperkaya dengan nutrisi (Yulifianti & fermentasi. Ginting, 2012). Penggunaan starter L. plantarum Fermentasi mampu meningkatkan dan BIMO-CF maupun fermentasi spontan (BAL viskositas, kemampuan gelatinisasi, daya rehidrasi indigenous) untuk proses fermentasi tepung biji dan kemudahan melarut dalam tepung. Menurut teratai diharapkan dapat mereduksi keterbatasan Aini, Wijonarko & Sustriawan (2016), fermentasi sifat fisik, kimia dan organoleptik tepung biji mampu menurunkan suhu puncak dan waktu teratai. Peningkatan juga diharapkan pada aktivitas gelatinisasi pada tepung jagung. Penelitian biologis dalam hal ini aktivitas penghambatan Pranoto, Anggrahini & Efendi (2013) juga radikal dan antibakteri. Tujuan penelitian ini melaporkan adanya kenaikan protein dan pati adalah mengetahui pengaruh fermentasi tercerna pada sorgum yang difermentasi dengan L. menggunakan starter L. plantarum, BIMO-CF dan plantarum. Selain itu, penambahan mikroba pada fermentasi spontan terhadap kandungan total tepung-tepungan dapat memperbaiki kualitas fenolik, aktivitas penghambatan radikal dan tepung, seperti penambahan bakeri asam laktat antibakteri pada tepung biji teratai. Dengan

10 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18 demikian, proses fermentasi terpilih nantinya kembali dan diayak dengan ayakan 60 mesh dapat meningkatkan manfaat dan nilai jual tepung kemudian disimpan dalam kantong polietilen pada biji teratai sebagai salah satu bahan pangan suhu 4°C hingga dianalisis. Sampel berupa tepung fungsional. biji teratai tanpa perlakuan juga dibuat sebagai pembanding. 2. METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian Penentuan Komposisi Kimia/ Proksimat. adalah biji teratai putih yang diperoleh dari daerah Sampel tepung masing-masing diuji kadar hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Bakteri proksimat dengan metoda uji SNI 01-2891-1992 Lactobacillus plantarum (JBSxH.6.4) yang tentang cara uji makanan dan minuman. diperoleh dari hasil isolasi jaruk tigarun, kultur mocaf BIMO-CF, bakteri patogen E. coli Penentuan Total Fenolik ATCC25922, Staphylococcus aureus ATCC 6538, Sampel tepung diekstrak dengan etil asetat Salmonella typhimurium ATCC 0363 P. Media dan dan akuades (3:1) sesuai prosedur dari Fitrial et al. bahan kimia analytical grade antara lain etanol, (2008) dan ditentukan kadar senyawa fenolik etil asetat, metanol, akuades, 2,2-Diphenyl-1- menggunakan pereaksi Folin-ciocalteu mengikuti picrylhydrazyl/ DPPH (Sigma), reagen Folin metoda Yen & Hung (2000) dengan sedikit Ciocalteu (Sigma), standar Asam galat (Sigma), modifikasi. Satu mL ekstrak ditambahkan ke Buffered pepton water (Merck), Nutrient Broth dalam 2 mL larutan Na2CO3 konsentrasi 2%. (Oxoid), dan Nutrient Agar. Setelah tiga menit, larutan tersebut ditambahkan Alat yang digunakan meliputi rotary 0,1 mL reagen Folin-ciocalteu konsentrasi 50%. evaporator (Buchi), oven (Memmert), inkubator Kemudian, absorbansi diukur pada panjang (Memmert ICP-500), Autoclave (TOMY SX-500), gelombang 750 nm setelah 30 menit. Hasil spektrofotometer UV-vis (Shimadzu UV 1800), ditunjukkan dalam mg/g ekuivalen asam galat. timbangan digital CHQ DJ 1002B), Hotplate (Dragon lab MS-H-Pro), blank disc (Oxoid), Penentuan Aktivitas Penghambatan Radikal mikropipet (Eppendorf) dan alat-alat gelas. DPPH Penentuan aktivitas penghambatan radikal Preparasi dan Fermentasi Biji Teratai dengan metoda DPPH (Sreeramulu & Raghunath, Biji teratai dikeringkan dan ditumbuk untuk 2010) dengan sedikit modifikasi sebagai berikut, menghilangkan kulit luarnya. Biji yang sudah sebanyak 100 μL ekstrak sampel uji ditambah 2,9 terkelupas kulitnya dihaluskan dengan cara mL reagen DPPH (0,1 mM dalam metanol) dan digiling dan diayak sampai diperoleh tepung halus divortex merata. Inkubasi dilakukan pada suhu (ukuran 60 mesh). Selanjutnya, tepung kamar dalam ruang gelap selama 30 menit. difermentasi dengan tiga cara yaitu secara spontan Perubahan warna DPPH diukur pada panjang atau alami, penambahan starter BIMO-CF dan gelombang 517 nm. Persentasi hambatan dari penambahan kultur starter L. plantarum. ekstrak dihitung dengan persamaan (1) berikut : Fermentasi spontan dilakukan dengan cara mencampurkan 50 g tepung biji teratai dan % ℎ = akuades dengan perbandingan 1:2 (b/v) dalam × 100% . . (1) wadah kaca dan diinkubasi pada suhu 36±1 °C selama 72 jam. Fermentasi dengan penambahan kultur starter dilakukan sesuai metode Pranoto et Penentuan Aktivitas Antibakteri al. (2013) dan Aini et al. (2016) dengan sedikit Uji antibakteri sebagai skrining awal modifikasi. Kultur starter L. plantarum dan BIMO- dilakukan dengan teknik difusi kertas cakram CF yang telah di remajakan (umur 24 jam; ±1,0 x sesuai metode CLSI (Cockerill et al., 2012). 109 CFU/mL) ditambahkan sebanyak 10% kedalam Biakan bakteri patogen E.coli, S. typhimurium dan campuran tepung biji teratai dan akuades dengan S. aureus yang telah diremajakan (umur 24 jam) perbandingan 1:2 (b/v). Masing-masing diinkubasi dipindahkan dalam media 20 mL Nutrient Broth pada suhu 36±1 °C selama 72 jam. Setelah (NB) dan dinkubasi 24 jam. Sebanyak 1 mL 6 inkubasi, sampel tepung ditiriskan dan dikeringkan masing-masing kultur bakteri uji (sekitar 1,0 x 10 dengan sinar matahari selama 7 jam, dilanjutkan CFU/mL), diinokulasi kedalam 100 mL Nutrient dalam pengering kabinet pada suhu 60 °C selama Agar (NA), digoyang sampai homogen dan dituang 24 jam. Sampel yang telah kering dihaluskan ke dalam petri, kemudian ditunggu sampai media

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 11 N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18 mengeras. Kertas cakram steril diameter 6 mm kandungan karbohidrat diduga karena hidrolisis dicelup dengan ekstrak biji teratai, serat kasar menjadi molekul sederhana mono dan dikeringanginkan dan diletakkan dalam petri berisi disakarida oleh bakteri selulolitik. Tabel 1 masing-masing kultur uji. Larutan antibiotik menunjukkan terjadi penurunan yang cukup besar kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif terhadap kandungan serat kasar awal (tanpa dan larutan akuades sebagai kontrol negatif. fermentasi) dan setelah difermentasi. Serat pada Inkubasi dilakukan selama 24-48 jam pada suhu 37 tanaman dapat berupa komponen dinding sel °C. Terbentuknya zona jernih pada kultur di petri tanaman yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. pektin, lignin dan mucilage (Agus, 2011). Menurut Subagio (2006), mikrobia penghasil selulolitik 3. HASIL DAN PEMBAHASAN mampu menghancurkan dinding sel yang menyebabkan terjadinya liberasi granula pati. Kadar Proksimat Tepung Biji Teratai Biji teratai yang tidak difermentasi Selain itu, biokonversi selulosa juga menghasilkan mempunyai kandungan karbohidrat sebesar disakarida dan monosakarida larut. 55,81% bk, protein 7,04% dan lemak 0,14% Mikroorganisme penghasil selulolitik seperti (Tabel 1). Secara umum, fermentasi meningkatkan bakteri, fungi dan Actinomycetes juga kandungan karbohidrat, protein dan lemak pada menghasilkan enzim-enzim yang memecah pati tepung biji teratai. Kenaikan karbohidrat tertinggi menjadi gula sederhana dan selanjutnya terdapat pada tepung biji teratai yang difermentasi memetabolisme gula sederhana menjadi asam- dengan starter BIMO-CF, diikuti oleh starter L. asam organik seperti asam laktat (Husniati & Widhyastuti, 2013). plantarum dan fermentasi spontan. Meningkatnya

Tabel 1. Komposisi kimia tepung biji teratai Komposisi kimia Tanpa Fermentasi Fermentasi Fermentasi L. % fermentasi spontan BIMO-CF Plantarum Karbohidrat 55,81 61,33 73,43 65,06 Protein 7,04 8,26 8,15 8,55 Lemak 0,14 0,63 0,79 0,30 Kadar abu 0,71 0,54 0,59 0,27 Serat kasar 47,02 9,20 9,77 8,31 Kadar air 13,70 8,44 8,26 8,29

Meningkatnya kadar protein setelah quinoa dan sayuran mempunyai aktivitas fermentasi pada semua perlakuan diduga proteolitik dan tannase. Tannase akan memecah berhubungan dengan terbentuknya protein sel kompleks tanin dan protein, sehingga hidrolisis tunggal dari mikroorganisme yang terlibat dalam dapat terjadi. Kemudian, proteolisis akan memecah fermentasi. Hal ini sejalan dengan penelitian ikatan peptida lebih lanjut menjadi unit yang lebih Husniati dan Widhyastuti (2013) yang menyatakan kecil menghasilkan peptida dan asam amino yang kenaikan protein pada tepung mocaf disebabkan lebih banyak. Aktivitas ini yang mungkin oleh terikutnya sel mikroba yang berperan selama menyebabkan kadar protein pada tepung yang fermentasi. Fermentasi juga dapat meningkatkan difermentasi dengan L. plantarum lebih tinggi protein tercerna karena terjadinya hidrolisis protein dibanding dengan fermentasi lainnya. dan tanin akibat aktivitas proteolisis yang Kenaikan kadar lemak pada tepung biji menghasilkan peptida dan asam amino (Pranoto et teratai setelah fermentasi diduga karena ada al., 2013). Seperti yang disebutkan sebelumnya biji sintesis atau produksi lemak oleh mikroorganisme teratai mengandung tanin, flavonoid dan polifenol terutama khamir. Seperti halnya kadar protein, (Fitrial & Khairina, 2011) yang dapat membentuk meningkatnya kadar lemak berhubungan dengan kompleks dengan protein. (Duodu et al., 2003) terbentuknya minyak sel tunggal. Menurut Adrio menyebutkan flavonoid dan senyawa fenolik (2017), kemampuan lipogenesis ini paling banyak mengandung gugus hidroksil yang dapat terjadi pada golongan khamir yaitu Oleaginous berinteraksi dengan protein dan membentuk yeast. Golongan khamir ini mampu menghasilkan kompleks. Menurut Dallagnol & Pescuma (2012); dan mengakumulasi lemak lebih dari 20% berat Osawa et al. (2000); Rodríguez et al. (2009) BAL kering selnya (Ratledge, 2004). Oleaginous yeast golongan L plantarum pada fermentasi gandum, mampu mengalihkan aliran karbon dari produksi

12 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18 energi menjadi sintesis lemak dalam medium yang fermentasi namun akibat proses pelepasan mengandung berbagai sumber karbon melimpah- sebagian mineral dalam air perendaman saat termasuk gula asal lignoselulosa yang minim fermentasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Aini nitrogen (Adrio, 2017; Ratledge, 2004). Lebih et al. (2016) yang menyatakan kadar abu pada lanjut disebutkan lemak yang dihasilkan berupa tepung jagung yang difermentasi BAL turun trigliserida dan asam-asam lemak yang mirip karena proses pelepasan mineral saat perendaman. dengan lemak kakao (Akindumilat & Roy, 1998). Kadar air tepung biji teratai setelah di Fermentasi pangan asal tanaman seperti sayur, fermentasi turun dari 13,70% menjadi kisaran sereal, bji-bijian dan buah umumnya didominasi 8,29–8,44%. Turunnya kadar air pada tepung oleh yeast dan BAL (Mugula et al., 2003; Pranoto disebabkan selama fermentasi terjadi hidrolisis et al., 2013; Rodríguez et al., 2009). Kelompok karbohidrat, protein dan senyawa organik lainnya mikroorganisme ini bekerja secara sinergis dalam oleh enzim-enzim mikroba yang merubah menghidrolisis komplek protein dan karbohidrat komponen air terikat menjadi air bebas. Air bebas yang menghasilkan komponen sederhana termasuk yang terbentuk ini akan mudah menguap saat senyawa volatil dan asam bahkan mensintesis proses pengeringan tepung, sehingga kadar air senyawa fungsional tertentu. Beberapa kelompok menjadi turun. Hal ini juga sejalan dengan Oleaginous yeast antara lain adalah Y. lipolytica, L. penelitian Syahputri & Wardani (2015) yang starkey, R. toruloides, Rhodotorula glutinis, menyebutkan terjadi penurunan kadar air tepung Trichosporon fermentans, dan Cryptococcus jali yang difermentasi dengan ragi tape. curvatus (Adrio, 2017). Apiotrichum curvatum (Candida curvata) merupakan salah satu khamir Kandungan Total Fenolik yang mampu mengakumulasi lemak dalam bentuk Ekstrak biji teratai yang tidak difermentasi droplet minyak intraselular sebanyak 60% dari mengandung total fenolik sebesar 70,52±0,53 mg/g berat kering selnya (Akindumilat & Roy, 1998). GAE (Tabel 2). Setelah difermentasi terjadi Meski dalam penelitian ini tidak menghitung dan kenaikan total fenolik berturut-turut dari mengidentifikasi jenis khamir yang terlibat selama fermentasi dengan BIMO-CF, fermentasi spontan fermentasi, namun diduga ada keterlibatan jenis kemudian diikuti fermentasi dengan L. plantarum yeast penghasil minyak sel tunggal tersebut. JBSxH.6.4. Ekstrak tepung yang difermentasi Seperti yang yang dilaporkan Akindumilat & Roy dengan BIMO-CF menunjukkan kenaikan tertinggi (1998); Vega, Glatz & Hammond (1988) bahwa sebesar 99,82±0,60 mg/g GAE, atau terjadi Apiotrichum curvatum juga mampu menghasilkan kenaikan sekitar 29,35%. Fermentasi spontan dan lemak/minyak pada fermentasi pangan asal fermentasi L. plantarum menunjukkan kenaikan tanaman seperti jus tomat dan jus pisang. berturut-turut sebesar 19,4% dan 5,49%. Hal ini Kadar abu pada semua perlakuan terhadap menunjukkan bahwa proses fermentasi mampu tepung biji teratai menurun setelah fermentasi. meningkatkan kandungan total fenolik pada tepung Kadar abu sebelum fermentasi adalah 0,71% biji teratai. Hal yang sama juga ditemui pada jus kemudian menurun dengan kisaran 0,59-0,27% mulberi yang difermentasi dengan BAL (Kwaw et setelah fermentasi (Tabel 1). Penurunan kadar abu al., 2018). pada tepung diperkirakan bukan karena proses

Tabel 2. Total fenolik dan aktivitas penghambatan radikal DPPH dari ekstrak tepung teratai Perlakuan Total fenolik (mg/ gr GAE) Penghambatan radikal DPPH (%) Tanpa fermentasi 70,52 ± 0,53 80,37 ± 0,89 Fermentasi spontan 87,53 ± 4,56 85,61 ± 3,44 Fermentasi dengan BIMO-CF 99,82 ± 0,60 87,64 ± 0,68 Fermentasi dengan L. plantarum JBSxH.6.4 74,62 ± 0,00 83,68 ± 2,24

Kenaikan total fenolik pada biji teratai yang terhadap konversi fenolik kompleks menjadi telah difermentasi terkait erat dengan aktivitas sederhana dan depolimerisasi fenolik yang metabolisme dari mikroba selama fermentasi yang memiliki berat molekul tinggi (Othman et al., mampu memodifikasi komponen bioaktif seperti 2009). Penelitian Kwaw et al. (2018) menyebutkan kelompok polifenol, tanin dan flavonoid. terjadi kenaikan jumlah asam fenolik sederhana Keberadaan BAL dalam fermentasi berkontribusi seperti asam siringat, asam galat dan asam ferulat e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 13 N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18 pada jus mulberi yang difermentasi dengan BAL. Aktivitas Penghambatan Radikal DPPH Hal ini berhubungan dengan konversi fenolik Aktivitas penghambatan radikal dari ekstrak kompleks menjadi bentuk bebas dan tepung biji teratai ditunjukkan dalam bentuk persen depolimerisasi komponen fenolik oleh fenol hambatan terhadap radikal DPPH. Metode oksidase dari BAL (Jin et al., 2014). BAL jenis L. pengujian dengan DPPH merupakan salah satu plantarum dilaporkan mempunyai kemampuan cara untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari memetabolisme dan mendegradasi beberapa suatu sampel. Metode ini banyak digunakan karena komponen fenolik (Rodríguez et al., 2009) dan relatif mudah dan praktis (Đorđević et al., 2010). mempunyai aktivitas tannase yang mampu Tabel 2 menunjukkan penghambatan terhadap mendegradasi tanin/asam tanat menjadi asam galat radikal DPPH berkisar antara 80,37±0,89 hingga dan pirogalol (Osawa et al., 2000), serta 87,64±0,68%. Secara umum terlihat bahwa mempunyai aktivitas β-glukosidase yang dapat fermentasi ternyata meningkatkan aktivitas menghidrolisis fenolik dan flavonoid dengan penghambatan radikal DPPH. Fermentasi dapat memotong gugus gula dan menghasilkan aglikon menginduksi kerusakan struktur dinding sel yang lebih aktif (Wijayanti et al., 2017). Bakteri L. sehingga komponen fenolik yang terikat pada plantarum JBSxH.6.4 merupakan isolat BAL dari dinding sel terlepas kemudian melalui proses jaruk tigarun yang telah terbukti mempunyai enzimatis menjadi bebas atau bahkan disintesis aktivitas tannase, galat dekarboksilase dan β- menjadi berbagai komponen bioaktif yang dapat glukosidase (Nazarni, 2016). meningkatkan aktivitas antioksidan (Đorđević et Fermentasi dengan starter BIMO-CF dan al., 2010; Jin et al., 2014). Meningkatnya aktivitas fermentasi spontan menunjukkan kandungan total penghambatan radikal setelah di fermentasi juga fenolik yang lebih tinggi dibanding dengan ditemui pada jus pepaya dan kubis merah yang di fermentasi menggunakan kultur tunggal fermentasi dengan L. plantarum (Chen et al., 2018; L. plantarum JBSxH.6.4. Hal ini karena starter Hunaefi et al., 2013) dan sereal yang difermentasi BIMO-CF dan fermentasi spontan mengandung dengan L. rhamnosus (Đorđević et al., 2010). konsorsium mikroorganisme yang bekerja sinergis Aktivitas penghambatan tertinggi ditemukan menghidrolisis dinding sel sekaligus sintesis pada ekstrak biji teratai yang difermentasi dengan komponen bioaktif dengan berat molekul yang starter BIMO-CF diikuti oleh fermentasi spontan lebih rendah. Selain menginduksi pecahnya dan fermentasi dengan L. plantarum JBSxH.6.4. dinding sel yang menyebabkan terlepasnya Terlihat bahwa fermentasi dengan kultur campuran berbagai komponen bioaktif, selama fermentasi memberikan aktivitas penghambatan yang lebih senyawa fenolik yang terikat juga akan dilepaskan baik dibanding dengan kultur tunggal. Hal ini secara enzimatis (Zhang et al., 2012). Đorđević et diduga terkait dengan efek sinergis dari kultur al., (2010) menyebutkan keterlibatan khamir dan campuran, seperti fenomena total fenolik BAL yang mampu meningkatkan kandungan sebelumnya. Konsorsium mikroorganisme bekerja fenolik dalam fermentasi sereal, sedangkan (Cai et simultan dengan menghidrolisis dinding sel dan al., 2012) melaporkan keterlibatan kapang A. mensintesa senyawa yang lebih aktif secara oryzae dan A. niger yang mampu meningkatkan biologis. Selain itu spesies mikroorganisme yang kandungan fenolik dalam fermentasi oat. Lebih digunakan sebagai starter sangat berpengaruh lanjut disebutkan bahwa kedua kapang tersebut terhadap perubahan senyawa bioaktif dan aktivitas juga menghasilkan enzim-enzim seperti glukosida antioksidan setelah fermentasi (Wijayanti et al., hidrolase, selulase/silanase dan esterase yang 2017). Meningkatnya aktivitas antioksidan pada bekerja dengan memutus ikatan dinding sel dan makanan fermentasi berbasis tanaman menurut Jin melepaskan nutrien dan gugus fenolik terikat. et al. (2014) dipengaruhi oleh berbagai faktor Komponen bioaktif yang lepas selanjutnya seperti jenis mikroorganisme yang terlibat, pH, dikonversi menjadi molekul yang lebih sederhana temperatur, pelarut, kadar air, waktu fermentasi, dan aktif. Kecenderungan kenaikan total fenolik jenis makanan dan kondisi aerobik. setelah difermentasi juga ditemui juga pada Pada penelitian ini terlihat kecenderungan fermentasi sereal (Đorđević et al., 2010), oat (Cai kenaikan persentase hambatan radikal DPPH yang et al., 2012), jaruk tigarun (Nazarni et al., 2016), berkorelasi positif dengan kenaikan total fenolik jus buah ara (Wijayanti et al., 2017), dan herbal A. setelah fermentasi. Diduga senyawa fenolik formosanus (Ng et al., 2011). berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan pada tepung biji teratai. Hal ini sejalan dengan penelitian Sreeramulu & Raghunath, (2010) yang

14 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18 menunjukkan korelasi positif antara kandungan Aktivitas Antibakteri fenolik dan aktivitas penghambatan radikal DPPH Hasil pengujian aktivitas antibakteri dari pada sayuran. Sementara Ng et al. (2011); ekstrak tepung biji teratai dapat dilihat pada Tabel Verzelloni et al. (2007) melaporkan korelasi positif 3. Ekstrak biji teratai tanpa di fermentasi kandungan fenolik terhadap kenaikan aktivitas mempunyai aktivitas penghambatan terhadap S. antioksidan pada fermentasi herbal, wine dan typhimurium, E. coli, dan S. aureus. Hal ini cuka. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa sejalan dengan penelitian Fitrial et al. (2008) yang fermentasi mempunyai pengaruh positif terhadap menyebutkan bahwa ekstrak etil asetat dari biji kandungan total fenolik dan aktivitas antioksidan teratai mempunyai aktivitas antibakteri terhadap pada sereal yang tingkatnya tergantung pada bakteri patogen S. typhimurium dan EPEC K.1.1 spesies mikroorganisme yang digunakan penyebab diare. Biji teratai mengandung senyawa (Kariluoto et al., 2006). Aktivitas antioksidan dari fitokimia alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, fenolik tergantung pada struktur molekul senyawa glikosida dan triterpen (Fitrial et al., 2008). fenolik yang dipengaruhi oleh gugus hidroksil Menurut Marjorie & Cowan (1999) mekanisme yang terikat pada struktur dasar aglikon (Pérez- penghambatan oleh senyawa flavonoid, tanin dan Gregorio et al., 2011). Resonansi antara cincin terpen adalah kemampuannya membentuk benzen aromatis dan pasangan elektron bebas pada kompleks dengan ion metal dan protein serta oksigen fenolik akan menginduksi kenaikan pengrusakan membran seluler. Lebih lanjut Brown delokasi elektron sehingga meningkatkan aktivitas et al. (2005) menyebutkan bahwa senyawa antioksidan terhadap radikal bebas (Brown et al., flavonoid yang mempunyai kemampuan 2005; Granato et al., 2011). antimikrobia banyak ditemui pada lapisan biji- bijian dan kulit kayu.

Tabel 3. Aktivitas antibakteri ekstrak tepung biji teratai Diameter hambat (mm) bakteri uji Perlakuan S. typhimurium E. coli S. aureus Tanpa fermentasi 11 12 22 Fermentasi spontan 15 14 14 Fermentasi dengan BIMO-CF 20 20,5 24 Fermentasi dengan L. plantarum 22 14,5 24 Kontrol positif (kloramfenikol) 31 35 40 Kontrol negatif (etil asetat) - - -

a b c Gambar 1. Daya hambat ekstrak tepung teratai terhadap bakteri patogen, (a) hambatan terhadap S. aureus oleh ekstrak hasil fermentasi L. plantarum dan spontan, (b) hambatan terhadap S aureus oleh ekstrak tanpa fermentasi dan hasil fermentasi BIMO-CF, (c) hambatan terhadap E.coli oleh ekstrak hasil fermentasi BIMO-CF dan tanpa fermentasi.

Fermentasi spontan menunjukkan aktivitas Hal ini mungkin berhubungan dengan kandungan yang sedikit lebih rendah dibanding dengan dan aktivitas BAL yang terdapat pada kedua starter penggunaan starter BIMO-CF dan L. plantarum. tersebut. BAL menghasilkan komponen antibakteri

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 15 N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18 berupa asam organik, hidrogen peroksida, diasetil corn flour processed by fermentation. Agritech, dan bakteriosin yang dapat menghambat 36(2), 160–169. pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk Akindumilat, F., & Roy, M. (1998). Growth and oil (Lawalata et al., 2015; Quijano, 2011). Asam production of Apiotrichum curvatum in tomato organik seperti laktat dan asetat mempunyai efek juice. Journal of Food Protection, 61(11), 1515– bakterisidal dan bakteriostatis (Agrawal, 2005), 1517. sedangkan hidrogen peroksida mempunyai efek Brown, J. E., Cheynier, V., Clifford, M., Dangles, O., antimikroba karena proses oksidasi gugus Avignon, F., Davies, K. M., … Wollenweber, E. sulfhidril yang menyebabkan denaturasi sejumlah (2005). Flavonoids in foods. In Flavonoids: enzim, berawal dari peroksidasi lipida membran Chemistry, Biochemistry and Applications (pp. yang kemudian meningkatkan permeabilitas 219–262). membran (Quijano, 2011). Seperti halnya hidrogen https://doi.org/10.1201/9781420039443 peroksida, bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL Cai, S., Wang, O., Wu, W., Zhu, S., Zhou, F., Ji, B., … dapat meningkatkan permeabilitas membran Zhang, D. (2012). Comparative study of the sitoplasmik yang memicu pelepasan partikel effects of solid-state fermentation with three sitoplasmik sehingga menyebabkan kematian sel filamentous fungi on the total phenolic content (Simova et al., 2009). Lebih lanjut Kareem et al. (TPC), flavonoids, and antioxidant activities of (2014) menyebutkan bahwa L. plantarum subfractions from oats (Avena sativa L.). Journal mempunyai aktivitas antimikroba berspektrum luas of Agricultural and Food Chemistry, 60, 507– yang mampu menghambat bakteri patogen gram 513. negatif dan gram positif. Chen, R., Chen, W., Chen, H., Zhang, G., & Chen, W. (2018). Comparative evaluation of the antioxidant capacities , organic acids , and 4. KESIMPULAN volatiles of papaya juices fermented by Fermentasi selama 72 jam menggunakan Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus starter BIMO-CF, L. plantarum dan fermentasi plantarum. Journal of Food Quality, 1–12. spontan mampu meningkatkan kandungan https://doi.org/https://doi.org/10.1155/2018/9490 karbohidrat, protein dan lemak pada tepung biji 435 teratai. Hal sebaliknya dengan kadar abu, serat dan Cockerill, F. R., Wikler, M. A., Alder, J., Dudley, M. kadar air tepung biji teratai yang menurun setelah N., Eliopoulos, G. M., Ferraro., M. J., … Barbara difermentasi. Fermentasi juga meningkatkan total L. Zimmer. (2012). Methods for dilution fenolik dan menghasilkan senyawa bioaktif yang antimicrobial susceptibility tests for bacteria that mempunyai aktivitas penghambatan radikal bebas grow aerobically ; Approved Standard — Ninth dan aktivitas antibakteri yang lebih baik Edition (Ninth Edit, Vol. 32). dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Dallagnol, A. M., & Pescuma, M. (2012). Fermentation Penggunaan starter pada fermentasi memberikan of quinoa and wheat slurries by Lactobacillus hasil pengujian aktivitas biologis yang lebih baik plantarum CRL 778 : proteolytic activity. Appl dibandingkan dengan fermentasi spontan. Microbiol Biotechnol. https://doi.org/10.1007/s00253-012-4520-3 DAFTAR PUSTAKA Đorđević, T. M., Šiler-Marinković, S. S., & Dimitrijević-Branković, S. I. (2010). Effect of Adrio, J. L. (2017). Oleaginous yeasts : Promising fermentation on antioxidant properties of some platforms for the production of oleochemicals cereals and pseudo cereals. Food Chemistry, and biofuels. Biotechnology and Bioengineering, 119(3), 957–963. 114(9), 1915–1920. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2009.07.049 https://doi.org/10.1002/bit.26337 Duodu, K. G., Taylor, J. R. N., Belton, P. S., & Agrawal, R. (2005). Probiotics: An emerging food Hamaker, B. R. (2003). Factors affecting supplement with health benefits. Food sorghum protein digestibility. Journal of Cereal Biotechnology, 19(3), 227–246. Science, 38, 117–131. https://doi.org/10.1080/08905430500316474 https://doi.org/10.1016/S0733-5210(03)00016-X Agus santoso. (2011). Serat pangan (dietary fiber) dan Fitrial, Y., Astawan, M., Soekarto, S. S., Wiryawan, K. manfatnya bagi kesehatan. Magistra, (75), 35– G., Wresdiyati, T., & Khairina, R. (2008). 40. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai ( Aini, N., Wijonarko, G., & Sustriawan, B. (2016). Nymphaea pubescens Willd ) terhadap bakteri Physical , chemical , and functional properties of patogen penyebab diare. Jurnal Teknol. Dan

16 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Kristanti, W. Setiaboma, A. Herminiati / JBI 11(1) 2020, 9-18

Industri Pangan, XIX(2), 158–164. yeasts and bacteria on the levels of folates in rye sourdoughs. International Journal of Food Fitrial, Y., & Khairina, R. (2011). Teratai. Aspek gizi, Microbiology, 106(2), 137–143. potensi dan pemanfaatannya sebagai pangan https://doi.org/10.1016/j.ijfoodmicro.2005.06.01 fungsional. Yogyakarta: Eja Publisher. 3 Gerez, C. L., Rollán, G. C., & De Valdez, G. F. (2006). Kim, T. J., Silva, J. L., Kim, M. K., & Jung, Y. S. Gluten breakdown by lactobacilli and pediococci (2010). Enhanced antioxidant capacity and strains isolated from sourdough. Letters in antimicrobial activity of tannic acid by thermal Applied Microbiology, 42(5), 459–464. processing. Food Chemistry, 118(3), 740–746. https://doi.org/10.1111/j.1472- https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2009.05.060 765X.2006.01889.x Kwaw, E., Ma, Y., Tchabo, W., Apaliya, M. T., Wu, Granato, D., Katayama, F. C. U., & De Castro, I. A. M., Sackey, A. S., … Tahir, H. E. (2018). Effect (2011). Phenolic composition of South American of lactobacillus strains on phenolic profile, color red wines classified according to their attributes and antioxidant activities of lactic- antioxidant activity, retail price and sensory acid-fermented mulberry juice. Food Chemistry, quality. Food Chemistry, 129(2), 366–373. 250, 148–154. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2011.04.085 https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2018.01.009 Haryono. (2013). Kondisi dan potensi lahan rawa di Lawalata, H. J., Sembiring, L., & Rahayu, E. S. (2015). Indonesia. Lahan Rawa Lumbung Pangan Masa Molecular identifcation of lactic acid bacteria Depan Indonesia, 1–26. Retrieved from producing antimicrobial agents from bakasang, http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/Lahan_ an Indonesian traditional fermented fish product. Rawa/Indeks-Buku-Lahan-Rawa.pdf Indonesian Journal of Biotechnology, 16(2), 93. Hunaefi, D., Akumo, D. N., & Smetanska, I. (2013). https://doi.org/10.22146/ijbiotech.16368 Effect of fermentation on antioxidant properties Marianto, L. . (2001). Tanaman air. Bintaro, Jakarta: of red cabbages. Food Biotechnology, 27(1), 66– PT. Agro Media Pustaka. 85. https://doi.org/10.1080/08905436.2012.755694 Marjorie, & Cowan, M. (1999). Plant products as antimicrobial agents. Clinical Mcrobiology Husniati dan Widhyastuti, N. (2013). Perbaikan mutu Reviews, 12(4), 564–82. Retrieved from tepung singkong melalui teknologi fermentasi. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender. Jurnal Riset Industri, 7(1), 25–33. fcgi?artid=88925&tool=pmcentrez&rendertype= Ismuhajaroh, B. N., Noor, G. S., & Erhaka, M. E. abstract (2016). Perbandingan morfologi dan biologi Mugula, J. K., Nnko, S. A. M., Narvhus, J. A., & bunga pada dua spesies teratai ( Nymphaea ) di Sørhaug, T. (2003). Microbiological and kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Prosiding fermentation characteristics of togwa , a Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid Tanzanian fermented food. International Journal 3: 89, (2001), 896–900. of Food Mi, 80, 187–199. Jin, S., Yuan, S., Kim, Y., Choi, I., & Kim, G. (2014). Nazarni, R. (2016). Profil senyawa fenolik pada jaruk Effect of fermentation on the antioxidant activity tigarun (Crataeva nurvala Buch Ham) dan in plant-based foods. Food Chemistry, 160, 346– potensinya sebagai antibakteri. Universitas 356. Gadjah Mada, Yogyakarta. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2014.03.112 Nazarni, R., Harmayani, E., Santosa, U., & Darmadji, P. Kantachote, D., Charemjiratrakul, W., & Umsakul, K. (2016). Identifikasi bakteri asam laktat dan (2008). Antibacterial activities of fermented aktivitas penghambatan radikal pada jaruk plant beverages collected in Southern Thailand. tigarun (Crataeva nurvala, Buch Ham). Agritech, Journal of Biological Sciences. 36(3), 317–326. https://doi.org/10.3923/jbs.2008.1280.1288 https://doi.org/10.22146/agritech.16604 Kareem, K. Y., Ling, F. H., Chwen, L. T., Foong, O. Nazarni, R., Purnama, D., Umar, S., & Eni, H. (2016). M., & Anjas Asmara, S. (2014). Inhibitory The effect of fermentation on total phenolic, activity of postbiotic produced by strains of flavonoid and tannin content and its relation to Lactobacillus plantarum using reconstituted antibacterial activity in jaruk tigarun (Crataeva media supplemented with inulin. Gut Pathogens, nurvala, Buch HAM). International Food 6(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/1757-4749-6- Research Journal, 23(1), 309–315. 23 Ng, C., Wang, C., Wang, Y., Tzeng, W., Shyu, Y., & Kariluoto, S., Aittamaa, M., Korhola, M., Salovaara, H., Ioeng, J. B. I. B. (2011). Lactic acid bacterial Vahteristo, L., & Piironen, V. (2006). Effects of e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 17 N. Rahmi, N. Khairiah, Rufida, S. Hidayati, A. Muis / JBI 11(1) 2020, 9-18

fermentation on the production of functional 106(2), 692–701. https://doi.org/10.1111/j.1365- antioxidant herbal Anoectochilus formosanus 2672.2008.04052.x Hayata. Journal of Bioscience and Sreeramulu, D., & Raghunath, M. (2010). Antioxidant Bioengineering, 111(3), 289–293. activity and phenolic content of roots , tubers and https://doi.org/10.1016/j.jbiosc.2010.11.011 vegetables commonly consumed in India. Food Osawa, R. O., Kuroiso, K., Goto, S., & Shimizu, A. Research International, 43(4), 1017–1020. (2000). Isolation of tannin-degrading https://doi.org/10.1016/j.foodres.2010.01.009 Lactobacilli from humans and fermented foods. Syahputri, D. A., & Wardani, A. K. (2015). Pengaruh Applied and Environmental Microbiology, 66(7), fermentasi jali ( Coix lacryma jobi-L ) pada 3093–3097. proses pembuatan tepung terhadap karakteristik Othman, N. Ben, Roblain, D., Chammen, N., Thonart, fisik dan kimia cookies dan roti tawar. Jurnal P., & Hamdi, M. (2009). Antioxidant phenolic Pangan Dan Agroindustri, 3(3), 984–995. compounds loss during the fermentation of Tamang, J. P., Shin, D., Jung, S., & Chae, S. (2016). Chétoui olives. Food Chemistry, 116(3), 662– Functional properties of microorganisms in 669. fermented foods. Frontiers in Microbiology, https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2009.02.084 7(April), 1–13. Pérez-Gregorio, M. R., Regueiro, J., Alonso-González, https://doi.org/10.3389/fmicb.2016.00578 E., Pastrana-Castro, L. M., & Simal-Gándara, J. Vega, E. Z., Glatz, B. A., & Hammond, E. G. (1988). (2011). Influence of alcoholic fermentation Optimization of banana juice fermentation for process on antioxidant activity and phenolic the production of microbial oil. Applied and levels from mulberries (Morus nigra L.). LWT - Environmental Microbiology, 54(3), 748–752. Food Science and Technology, 44(8), 1793– 1801. https://doi.org/10.1016/j.lwt.2011.03.007 Verzelloni, E., Tagliazucchi, D., & Conte, A. (2007). Relationship between the antioxidant properties Pranoto, Y., Anggrahini, S., & Efendi, Z. (2013). Effect and the phenolic and flavonoid content in of natural and Lactobacillus plantarum traditional balsamic . Food Chemistry, fermentation on in - vitro protein and starch 105(2), 564–571. digestibilities of sorghum flour. Food https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2007.04.014 Bioscience, 2, 46–52. https://doi.org/10.1016/j.fbio.2013.04.001 Wijayanti, E. D., Candra, N., Setiawan, E., & Cristi, J. P. (2017). Effect of lactic acid fermentation on Quijano, G. (2011). The benefits of probiotics on human total phenolic content and antioxidant activity of health. Journal of Microbial & Biochemical fig fruit juice ( Ficus carica ). In Advances in Technology, s1(1), 1–6. Health Sciences Research (Vol. 2, pp. 282–289). https://doi.org/10.4172/1948-5948.s1-003 Yen, G. C., & Hung, C. Y. (2000). Effects of alkaline Ratledge, C. (2004). Fatty acid biosynthesis in and heat treatment on antioxidative activity and microorganisms being used for Single Cell Oil total phenolics of extracts from Hsian-tsao production. Biochimie, 86, 807–815. (Mesona procumbens Hemsl.). Food Research https://doi.org/10.1016/j.biochi.2004.09.017 International, 33(6), 487–492. Rodríguez, H., Antonio, J., María, J., De, B., López, F., https://doi.org/10.1016/S0963-9969(00)00073-9 Felipe, D., … Muñoz, R. (2009). Food phenolics Yulifianti, R., & Ginting, E. (2012). Tepung kasava and lactic acid bacteria. International Journal of modifikasi sebagai bahan substitusi terigu Food Microbiology, 132(2–3), 79–90. mendukung diversifikasi pangan. Buletin Palma, https://doi.org/10.1016/j.ijfoodmicro.2009.03.02 12(23), 1–12. 5 Zhang, Z., Lv, G., Pan, H., Fan, L., & Soccol, C. R. Sastrapradja, & Bimantoro. (1981). Tumbuhan air. (2012). Production of powerful antioxidant Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI. supplements via solid-state fermentation of Simova, E. D., Beshkova, D. B., & Dimitrov, Z. P. wheat (Triticum aestivum Linn.) by Cordyceps (2009). Characterization and antimicrobial militaris. Food Technol. Biotechnol., 9862(1), spectrum of bacteriocins produced by lactic acid 32–39. bacteria isolated from traditional Bulgarian dairy

products. Journal of Applied Microbiology,

18 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak JBI 11(1)2020, 19-31 D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31 DOI: http://dx.doi.org/10.36974/jbi.v11i1.5355

BIOPROPAL Industri

http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal

PENGARUH JENIS BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU TEPUNG PISANG TANDUK (Musa corniculata)

(Effect of Lactic Acid Bacteria and Fermentation Time on Quality of Tanduk Banana (Musa corniculata) Flour)

Dewi Desnilasari1), Syawaludin Akbar Kusuma2), Riyanti Ekafitri1), Rima Kumalasari1) 1Pusat Penelitian Teknologi Tepat Guna-LIPI, Jl. K.S. Tubun No. 5 Subang, Jawa Barat 41213, Indonesia 2Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Jl. Dr. Setiabudi No.193 Bandung, Jawa Barat 40153, Indonesia e-mail: [email protected] Diterima 08 Agustus 2019, Revisi akhir 03 April 2020, Disetujui 06 April 2020

ABSTRAK. Modifikasi melalui proses fermentasi dapat merubah mutu tepung. Penggunaan pisang tanpa dikupas kulitnya dalam pembuatan tepung pisang dapat meningkatkan kandungan mineral. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis bakteri asam laktat (BAL) dan lama fermentasi pada mutu tepung pisang. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kontrol (tanpa fermentasi), fermentasi spontan, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum masing-masing selama 24 dan 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan proses fermentasi yang berlangsung dengan L. bulgaricus 24 jam memiliki total BAL, pH dan asam laktat yang optimum. Modifikasi tepung pisang utuh berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai warna merah/ hijau “a”, penurunan kadar abu, protein dan mineral jika dibandingkan dengan tepung pisang alami. Peningkatan kadar amilosa signifikan pada fermentasi L. bulgaricus. Kelarutan tepung pisang modifikasi menurun, sedangkan kapasitas penyerapan airnya meningkat nyata dibanding dengan tepung pisang alami. Profil gelatinisasi tepung modifikasi pada perlakuan fermentasi L. casei 24 jam dapat secara signifikan meningkatkan viskositas puncak, viskositas breakdown, viskositas akhir dan viskositas setback secara signifikan mampu menurunkan waktu puncak dan suhu pasting. Hal ini berarti bahwa modifikasi tepung pisang dengan kulit berpotensi untuk merubah karakteristik fisikokimia, sifat fungsional, dan karakteristik pasting dari tepung. Kata kunci: bakteri asam laktat, fermentasi, pisang tanduk, tepung pisang modifikasi

ABSTRACT. Modification of banana flour by fermentation could change its quality. Fermentation of the whole banana could increase mineral content of banana flour. This research aimed to know the effect of the type of lactic acid bacteria and fermentation time on quality of whole tanduk banana flour. This research used completely randomized design with the treatments were control (without fermentation), spontaneous fermentation, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum for 24 and 48 hours. The result showed that fermentation by L. bulgaricus for 24 hours was optimum based on the number of lactic acid bacteria colony, pH and lactic acid contain. Modification of whole banana flour significantly increased the value of red/ green “a”color, but decreased ash content, protein and minerals compared to native banana flour. It also significantly increased amylose content in fermentation using L. bulgaricus. The solubility of modified banana flour was decreased, while the water absorption capacity was significantly increased compared to native flour. Pasting properties of modified flour using L. casei for 24 hours were significantly increased for the peak viscosity, breakdown, final viscosity, and setback, however the values of peak time and pasting temperature were reduced. This mean that the modification of whole banana flour has the potential to changed the characterictic of physicochemical, functional properties, and pasting properties of banana flour. Keywords: fermentation, lactic acid bacteria, modified banana flour, tanduk banana

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 19 D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31

1. PENDAHULUAN vitamin, provitamin dan komponen fenolik sebagai Pisang merupakan buah konsumsi yang antioksidan (Anyasi et al., 2018; Yani et al., 2013). menjadi komoditas penting kelima di dunia Hasil penelitian Palupi (2012), pisang jenis tanduk (Anyasi et al., 2018). Pisang merupakan buah menghasilkan tepung pisang dengan rendemen klimaterik yang dapat tumbuh di daerah tropis 23,16% dengan kadar pati 60,01%, lebih tinggi maupun subtropis dengan perawatan yang mudah dibandingkan jenis ambon, kepok dan biji. (Anyasi et al., 2013). Data menunjukkan bahwa Umumnya, tepung pisang terbuat dari buah pisang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil yang telah dikupas. Beberapa penelitian pisang terbesar di Asia. Hampir 50% produksi sebelumnya melaporkan kulit pisang mengandung pisang di Asia dihasilkan dari Indonesia (Kusuma mineral yang cukup tinggi terutama potasium, & Zubaidah, 2016). magnesium dan fosfor. Pemanfaatan kulit pisang Buah pisang dapat dikonsumsi secara segar selama ini masih sebatas untuk pakan ternak, maupun olahan. Berdasarkan cara konsumsinya, pupuk dan industri sabun (Adeniji & Abdou, pisang dibagi menjadi dua jenis yaitu pisang meja 2008). Tepung yang terbuat dari buah pisang utuh yang dikonsumsi secara langsung dan pisang atau tanpa dikupas tidak menyebabkan kematian masak atau olah (plantain) yang harus diolah (mortality) pada hewan ternak seperti ayam. Hal terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Diantara ini menunjukkan bahwa tidak ada sifat toksik dari keduanya, pisang meja adalah jenis pisang yang kulit pisang. Lebih lanjut, Adeniji & Abdou lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat (2008) menjelaskan tidak ada perbedaan cita rasa Indonesia, seperti pisang ambon, pisang susu dan pada tepung yang dihasilkan. Hal tersebut yang pisang barangan. Sementara itu, pisang olah seperti mendasari penelitian ini untuk memanfaatkan kulit pisang kepok, pisang siam, pisang tanduk, pisang buah pisang untuk dijadikan tepung. raja dan pisang kapas belum dimanfaatkan secara Tepung pisang utuh adalah tepung pisang optimal. Pisang jenis ini lebih banyak yang berasal dari buah pisang tanpa proses dimanfaatkan sebagai bahan baku produk olahan pengupasan kulit, sehingga seluruh bagian buah seperti sale, keripik dan . kecuali bonggol dimanfaatkan sebagai bahan baku. Seperti buah pada umumnya, pisang juga Pemanfaatan seluruh bagian buah sebagai bahan mudah rusak setelah panen, sehingga buah pisang baku bertujuan untuk mendapatkan manfaat lebih yang tidak terserap pasar akan rusak, busuk dan dari kandungan nutrisi dalam kulit buah pisang dan dibuang. Salah satu upaya untuk memperpanjang mengurangi limbah. Kulit pisang plantain kaya umur simpan yang relatif singkat, pisang dapat akan mineral seperti kalium, kalsium, magnesium, dibuat menjadi produk antara yaitu tepung pisang fosfor, tembaga, besi apabila dibandingkan dengan (Palupi, 2012; Yani, Wylis Arief, & Mulyanti, puree pisangnya. Peran mineral didalam tubuh 2013). Tepung pisang dihasilkan dari penggilingan manusia sangat penting untuk menjaga kesehatan buah pisang kering (gaplek pisang). Tepung pisang dan metabolisme tubuh (Adeniji & Abdou, 2008). biasanya terbuat dari pisang tua yang belum Kulit pisang mengandung beberapa senyawa matang (mengkal). Hampir semua jenis buah antioksidan yaitu katekin, galokatekin dan pisang dapat dijadikan tepung baik dessert banana epikatekin yang merupakan senyawa flavonoid maupun plantain. Pisang yang bisa dijadikan (Agama-Acevedo et al., 2016; Rebello et al., tepung adalah yang memiliki kandungan pati 2014). Pemanfaatan tepung kulit pisang telah tinggi. Pisang jenis plantain memiliki kadar pati dilakukan oleh Al-Sahlany & Al-musafer (2020) yang lebih tinggi yaitu berkisar antara 20-30%, sebagai bahan subtitusi pembuatan roti mampu sehingga baik digunakan untuk pembuatan tepung memperbaiki reologi dan warna rotinya. Penelitian (Palupi, 2012). Menurut Gutiérrez (2018) tepung Sodchit et al. (2013) menambahkan tepung kulit plantain memiliki kadar pati hingga 85% dan 15% pisang pada butter cake mampu meningkatkan sisanya berupa mineral, protein, serat pangan dan serat pangan dan penerimaan sensori panelis. vitamin. Pemanfaatan tepung pisang sebagai bahan Salah satu jenis plantain yang belum baku produk pangan masih terbatas. Modifikasi dimanfaatkan secara optimal adalah pisang tanduk tepung pisang diperlukan untuk mendapatkan (Musa corniculata). Pisang tanduk memiliki profil gelatinisasi yang masih belum memenuhi keunggulan dibanding pisang lain yaitu kandungan kualitas seperti halnya tepung terigu. Modifikasi serat pangan tinggi yaitu sebesar 2,3 g/100 g buah dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi. pisang (Michaelsen et al., 2009). Pisang Modifikasi secara biologi dilakukan dengan mengandung karbohidrat, serat pangan, mineral, melakukan fermentasi baik dengan menambah

20 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31 inokulum mikroba atau secara spontan tanpa penyerapan minyak. Terakhir, profil gelatinisasi penambahan inokulum. Inokulum yang biasanya tepung pisang utuh yang dihasilkan juga akan diuji. digunakan dalam proses fermentasi tersebut adalah bakteri asam laktat (BAL). 2. METODE PENELITIAN BAL merupakan bakteri yang dapat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan asam laktat hasil dari metabolisme adalah pisang tanduk (Dawuan, Subang, Jawa glukosa dan dapat memproduksi enzim amilase Barat), inokulum Lactobacillus bulgaricus FNCC dan amilopululanase yang akan memutus ikatan 00041, Lactobacillus casei FNCC 00090, amilosa dan amilopektin sehingga dapat tumbuh Lactobacillus plantarum FNCC 00027 yang pada substrat pati (Kim et al., 2008). Selain itu, didapatkan dari Pusat Studi Pangan dan Gizi menurut Krabi et al. (2015) Lactobacillus sp. UGM, media De Man Rogosa Sharpe (MRSA) mampu menghasilkan enzim ekstraseluler yaitu (Merck), media Buffer Pepton Water (BPW), enzim pektinase 2,67%, enzim β-glukosidase 8% kalium oksalat, NaOH 1 N, aquades, etanol 95% dan enzim selulase 5,33%. Enzim selulase yang (Merck), asam asetat 1 N (Merck) dan larutan dihasilkan Lactobacillus sp. dapat meningkatkan iodin. daya cerna dan mampu mendegradasi makanan Alat yang digunakan pada penelitian ini yang mengandung serat. adalah neraca digital, erlenmeyer, labu ukur, gelas Penggunaan BAL dalam proses modifikasi ukur, buret, pipet tets, micropipet (soccorex), tepung ini diharapkan dapat merubah fisikokimia macropipet (soccorex), cawan petri, bunsen, dan profil gelatinisasi pada tepung pisang sehingga autoklaf (Hirayama), tanur, oven, inkubator memiliki fungsionalitas yang lebih baik. Proses (Binder), desikator, pH meter (SI Analytic), Rapid modifikasi tepung pisang telah dilakukan oleh Visco Analyzer (RVA-TecMaster), colorimeter Jenie et al. (2012) menggunakan kultur campuran (3nH), shaker waterbath (GFL 1086), sentrifus ditambah modifikasi fisik autoclave cooling dan (Thermoscientific SL40R), spetrofotometer (UV Nurhayati et al. (2014) yang melakukan fermentasi VIS Shimadzu) dan Atomic Absorption spontan hingga 72 jam. Penelitian tersebut lebih Spectroscopy (AAS). menekankan terhadap terbentuknya pati resisten Rancangan penelitian ini menggunakan pada produk tepung pisang. Selain itu, Buwono et rancangan acak lengkap. Dengan faktornya adalah al. (2018) melaporkan modifikasi tepung pisang kombinasi jenis bakteri dan lama waktu fermentasi batu menggunakan inokulum L. fermentum dengan sebanyak 8 perlakuan dan 1 kontrol (tepung pisang lama waktu 24-72 jam. Penelitian tersebut tidak difermentasi). Perlakuan tersebut adalah: 1) menunjukkan adanya perubahan fisik, kimia dan Fermentasi spontan selama 24 jam (S24), 2) sensori tepung. Kapasitas penyerapan air, protein Fermentasi spontan selama 48 jam (S48), 3) dan amilosa tepung pisang modifikasi tersebut juga Fermentasi L. bulgaricus selama 24 jam (LB24), 4) diketahui meningkat. Namun, indeks kecerahan, Fermentasi L. bulgaricus selama 48 jam (LB48), 5) swelling power, kelarutan dan kadar air tepung Fermentasi L. casei selama 24 jam (LC24), 6) pisang modifikasi mengalami penurunan. Profil Fermentasi L. casei selama 48 jam, 7) Fermentasi gelatinisasi pada tepung pisang batu modifikasi L. plantarum selama 24 jam (LP24) dan 8) menunjukkan perubahan pada suhu gelatinisasi Fermentasi L. plantarum selama 48 jam (LP48). yang lebih tinggi dibanding dengan kontrol yang Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan tidak dimodifikasi. sebanyak 3 kali. Data yang dihasilkan dianalisa Penelitian mengenai modifikasi tepung menggunakan One Way ANOVA pada tingkat pisang tanduk utuh melalui proses fermentasi kepercayaan p<0,05 dan jika berbeda nyata masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis bakteri SPSS 16.0 (Desnilasari, Rahmadiana & dan lama waktu fermentasi terhadap mutu tepung Kumalasari, 2018). pisang tanduk utuh modifikasi. Mutu tepung pisang tanduk utuh yang diuji antara lain mutu Fermentasi dan Pembuatan Tepung Pisang fisik, kimia dan sifat fungsional tepung. Mutu fisik Tanduk yang dikaji berupa parameter warna. Mutu kimia Stater inokulum L bulgaricus, L. casei dan L meliputi proksimat, kadar amilosa dan kadar plantarum dibuat dengan menambahkan 2 ose mineral tepung pisang. Sifat fungsional tepung isolat pada 10 ml susu skim steril dan diinkubasi yang akan dikaji meliputi swelling power, selama 24 jam pada 37 oC. Setelah itu, kelarutan, kapasitas penyerapan air dan kapasitas ditumbuhkan kembali pada 100 ml susu skim

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 21 D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31 sebanyak 5% dan diinkubasi kembali selama 24 menggunakan metode SNI 01-2891-1992 tentang jam pada 37 oC. Untuk stater kerja didapatkan cara uji makanan dan minuman (BSN, 1992). Total dengan menumbuhkan kembali pada 500 ml susu karbohidrat dihitung menggunakan metode by skim sebanyak 5% dan diinkubasi selama 24 jam difference. o pada suhu 37 C (Desnilasari et al., 2018). Total karbohidrat = 100 − % air + % abu + Pembuatan tepung pisang dengan kulitnya % protein + % lemak … (1) berdasarkan pada penelitian Yani et al.( 2013) dengan beberapa modifikasi. Pisang tanduk dengan Kadar amilosa menggunakan metode kulitnya dicuci bersih, kemudian diiris tipis-tipis spektrofotometri (Apriantono, 1989). Kadar menggunakan slicer dan direndam pada larutan mineral dilakukan menggunakan metode pada natrium bisulfit (0,3%) selama 5 menit. Setelah itu AOAC menggunakan alat Atomic Absorption dikukus selama 10 menit. Untuk kontrol setelah Spectroscopy (Adeniji & Abdou, 2008). dikukus, irisan pisang dikeringkan menggunakan cabinet dryer pada suhu 50 oC selama 18 jam. Uji Mutu Sifat Fungsional Tepung Pisang Untuk tepung pisang modifikasi irisan pisang dengan Kulitnya dengan kulit kemudian dimasukkan kedalam toples Pengujian sifat fungsional tepung pisang dan diisi air steril. Fermentasi spontan dilakukan dengan kulitnya meliputi swelling power (g/g), dengan tidak menambahkan starter kerja, kelarutan (%), kapasitas penyerapan air (%) dan sedangkan untuk fermentasi menggunakan bakteri kapasitas penyerapan minyak (%). Pengujian asam laktat ditambahkan sebanyak 5% stater kerja. swelling power dan kelarutan menggunakan Kemudian dilakukan fermentasi pada suhu ruang metode Pranoto et al. (2014) dengan sedikit selama 24 dan 48 jam. Proses fermentasi dievaluasi modifikasi. Sampel sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dengan cara mengambil larutan rendaman untuk dalam tabung sentrifus yang telah diketahui dianalisa jumlah bakteri asam laktat, pH dan total beratnya, kemudian ditambahkan 10 mL akuades asam laktatnya. Irisan pisang yang sudah dan dihomogenkan. Selanjutnya sampel didiamkan difermentasi kemudian dicuci dan ditiriskan untuk pada suhu ruang selama 5 menit, lalu dimasukkan o dikeringkan dicabinet dryer pada suhu 50 oC ke dalam waterbath bersuhu 95 C selama 30 selama 18 jam. Irisan pisang yang sudah kering menit. Tahapan berikutnya adalah pemisahan gel kemudian dikecilkan ukurannya menggunakan dan supernatan dengan menggunakan sentrifus drymill blender dan diayak menggunakan saringan pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. 40 mesh. Sampel tepung pisang siap untuk Swelling power ditunjukkan dengan gel yang dianalisa. terbentuk setelah proses pemanasan. Sementara itu, supernatan ditempatkan pada cawan yang telah Uji Hasil Fermentasi Pisang Tanduk diketahui beratnya kemudian dikeringkan o Proses fermentasi dievaluasi dengan menggunakan oven pada suhu 105 C hingga mengambil larutan rendaman untuk kemudian diperoleh bobot konstan. Swelling power dan dianalisa pH nya menggunakan pH-meter. Total kelarutan dihitung menggunakan persamaan asam laktat diukur berdasarkan total asam tertitrasi berikut: menggunakan metoda NaOH titrasi. Jumlah Bakteri Asam laktat pada larutan rendaman (g/g) = ( W2 – W3 ) / W1 ……(2) dianalisa menggunakan metode cawan total (total Keterangan: W1 = berat sampel (g), plate count) (Desnilasari & Kumalasari, 2017). W2= berat gel + tabung (g), W3 = berat sampel + tabung (g) Uji Mutu Fisikokimia Tepung Pisang Tanduk Parameter yang diuji sebagai mutu fisikokimia tepung pisang tanduk meliputi warna, Kelarutan (%) = (W2/W1) x 100% …...... ….....(3) proksimat, mineral (kalium, magnesium, seng, besi Keterangan: W1 = berat sampel (g), dan kalsium) dan kadar amilosa. Analisis warna W2= berat supernatan kering (g) dilakukan menggunakan alat kolorimeter (3nH Pengujian kapasitas penyerapan air dan NH310, China). Hasil pengukuran dinyatakan kapasitas penyerapan minyak menggunakan dalam CIE LAB, dengan nilai L (lightness; 0= metode Chandra et al. (2015). Sampel tepung hitam, 100= putih), a (+a= merah, -a= hijau), b pisang sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam tabung (+b= kuning, -b= biru) (Ratnawati et al., 2019). sentrifus yang telah diketahui beratnya, kemudian Pengujian proksimat pada penelitian ini ditambahkan 10 mL akuades atau minyak sawit

22 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31 lalu dihomogenkan dengan menggunakan vortex. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN o Sampel didiamkan pada suhu ruang (30±2 C) Fermentasi Tepung Pisang Tanduk dengan selama 30 menit dan disentrifus dengan kecepatan Kulit 3000 rpm selama 30 menit. Setelah sentrifugasi, Air rendaman pisang dalam proses supernatan didekantasi dan berat tabung sentrifus fermentasi dievaluasi nilai total asam tertitrasinya, serta endapan ditimbang. Kapasitas penyerapan air pH dan jumlah bakteri asam laktat. Total asam dan minyak dinyatakan dalam persen air atau tertritasi mengindikasi total asam laktat yang minyak yang diabsorbsi per gram sampel. Rumus terbentuk dalam proses fermentasi tersebut. Hasil perhitungan kapasitas penyerapan air dan minyak menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan pada adalah sebagai berikut : taraf p<0.05, begitu juga dengan nilai pH cairan fermentasi. Pada Gambar 1 terlihat bahwa Kapasitas penyerapan = (W2 / W1 ) x 100% ...... (4) fermentasi menggunakan starter L. bulgaricus air atau minyak menunjukkan jumlah asam laktat yang terbaik dibandingkan dengan fermentasi spontan maupun Keterangan: W1 adalah berat sampel (g) dan dengan starter yang lain. Hal ini disebabkan L. W2 adalah berat endapan (g) bulgaricus merupakan bakteri golongan Uji Pasting Properties Tepung Pisang Tanduk homofermentatif, sedangkan L. casei dan L. dengan Kulitnya plantarum merupakan bakteri heterofermentatif Pengujian menggunakan alat Rapid Visco (Giraffa et al., 2010). Analyzer (RVA-TecMaster, Macquarie Park, Berdasarkan kemampuan memfermentasi Australia). Sampel tepung pisang utuh ditimbang gula, bakteri asam laktat dikategorikan menjadi dengan berat 3,5 g kemudian dicampur dengan 25 dua jenis yaitu homofermentatif yang mengubah g akuades dalam wadah aluminium. Sampel gula menjadi asam laktat dan heterofermentatif kemudian dimasukkan ke dalam Rapid Visco yang mengubah gula menjadi asam laktat, asam Analyzer dengan kecepatan per putaran 160 rpm asetat, etanol dan CO2. Adanya asam laktat yang pada suhu 50 °C selama 1 menit. Selanjutnya dihasilkan dapat menurunkan pH lingkungan sampel dipanaskan hingga mencapai suhu 95 °C (Giraffa et al., 2010). Hal ini selaras dengan hasil dalam 3,7 menit; kemudian ditahan pada suhu 95 yang didapatkan pada penelitian ini bahwa °C selama 2,5 menit. Setelah itu, sampel semakin tinggi jumlah asam laktat berbanding didinginkan kembali sampai suhu 50 °C dalam 3,8 terbalik dengan nilai pH fermentasi, dengan pH menit dan kemudian ditahan pada suhu 50 °C yang terkecil adalah pada fermentasi 48 jam selama 2 menit (Cahyana et al., 2019). dengan L. bulgaricus. Sementara itu, pada

f 6,00 e e de 1,20 cde f cde bcd cde cde 5,00 abc bc 1,00 ab a e 4,00 de cde 0,80 bcde bcde bcde 3,00 abcd 0,60 ab abc 2,00 a 0,40 pH cairan rendamancairan pH 1,00 0,20 (%) laktat asam total

0,00 0,00

*Keterangan : LB : fermentasi dengan L. bulgaricus; LC : fermentasi dengan L. casei, dan LP : fermentasi dengan L. plantarum Gambar 1. Nilai pH dan total asam laktat selama proses fermentasi tepung pisang tanduk dengan kulit

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 23 D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31 fermentasi L. casei dan L. plantarum menghasilkan dibanding dengan yang lainnya. Hasil penelitian asam laktat lebih rendah dikarenakan didalam ini juga selaras dengan hasil penelitian dari proses fermentasi asam laktat tidak dominan Kusuma & Zubaidah (2016) yang menunjukkan dihasilkan karena termasuk kelompok bakteri bahwa fermentasi kulit pisang menggunakan L. heterofermentatif. plantarum menghasilkan jumlah bakteri asam Jumlah asam laktat yang dihasilkan untuk L. laktat lebih tinggi dibanding dengan L. casei. L. plantarum pada penelitian Jenie et al. (2012) lebih plantarum mampu tumbuh lebih optimal pada rendah dibandingkan dengan jumlah asam laktat fermentasi sayuran dan buah dibandingkan bakteri yang dihasilkan pada penelitian ini, dengan total asam laktat lainnya. L. plantarum dapat asam laktat adalah 0,21%. Asam laktat yang tinggi memanfaatkan gula-gula sederhana, seperti dapat mengoptimalkan proses modifikasi tepung glukosa, sukrosa, dan fruktosa pada buah dan kulit pisang. Keberadaan asam pada proses ini dapat pisang sebagai sumber energi. Selain itu, membantu memodifikasi pati pada tepung pisang komponen mikronutrien lain pada buah dan kulit pisang. pisang juga dapat mendukung pertumbuhannya. Jumlah bakteri asam laktat memperlihatkan Kandungan nutrisi pisang berupa serat dan pati hasil yang berbeda nyata diantara perlakuan pada sebagai karbohidrat komplek juga digunakan p<0.05 (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan bahwa bakteri sebagai sumber energi. jumlah bakteri asam laktat tertinggi adalah pada proses fermentasi menggunakan L. plantarum 48 Sifat Fisikokimia Tepung Pisang dengan jam. Pada fermentasi spontan menunjukkan adanya Kulitnya bakteri asam laktat pada waktu jam ke 0. Hal ini Hasil analisis warna tepung pisang tanduk menunjukkan bahwa secara alami di dalam pisang dengan kulit terfermentasi menunjukkan bahwa terdapat bakteri asam laktat. Peningkatan jumlah untuk nilai kecerahan (L) yang lebih rendah bakteri asam laktat pada fermentasi spontan jam dibandingkan dengan kontrol namun tidak berbeda ke-24 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan nyata pada p<0,05 (Tabel 1). Nilai L menunjukkan fermentasi yang diberi starter. Hal ini tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel mengindikasikan bahwa bakteri asam laktat yang diukur, maka nilai L akan mendekati 100. indigenous pisang lebih mudah tumbuh Sebaliknya, semakin gelap sampel nilai L akan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam pisang. mendekati 0. Nilai kecerahan warna (L) tepung Berdasarkan penelitian Chen et al. (2017) pisang terfermentasi dan kontrol berkisar antara yang mengidentifikasi keragaman bakteri asam 51,21-55,58 yang mengindikasikan bahwa tepung laktat di dalam pisang menunjukkan bahwa genera pisang utuh alami dan tepung pisang utuh yang tumbuh paling banyak adalah Lactobacilus terfermentasi memiliki tingkat kecerahan warna dan Weissella, sedangkan berdasarkan spesies yang yang rendah dengan nilai L yang rendah dan tidak banyak ditemukan adalah L. plantarum. Hal inilah dipengaruhi oleh proses fermentasi. Hasil ini yang menyebabkan jumlah bakteri asam laktat berbeda dengan penelitian Buwono et al. (2018) pada fermentasi L. plantarum lebih tinggi

i j h k f g 8,00 f e d 7,00 6,00 c b 5,00 o jam 4,00 24 jam 3,00 a 2,00 48 jam

dalam Log (cfu/ml) Log dalam 1,00 0,00 Jumlah Bakteri Asam LaktatAsam Bakteri Jumlah spontan LB LC LP

*Keterangan : LB : fermentasi dengan L bulgaricus; LC : fermentasi dengan L casei, dan LP : fermentasi dengan L plantarum Gambar 2. Jumlah bakteri asam laktat dalam log (cfu/ml) selama proses fermentasi tepung pisang tanduk dengan kulit

24 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31 yang menunjukkan bahwa proses fermentasi kontrol (alami) (p>0,05) kecuali nilai b tepung menurunkan kecerahan warna tepung. Rendahnya pisang terfermentasi menggunakan starter L. nilai L pada tepung pisang kontrol dan tepung plantarum pada waktu fermentasi 24 dan 48 jam pisang terfermentasi dapat disebabkan oleh adanya (p<0,05). Nilai b tepung pisang alami sebesar 7,78 penggunaan kulit pada proses penepungan. Kulit berbeda signifikan dengan nilai b tepung pisang pisang mengandung tinggi komponen fenolik yang terfermentasi oleh starter L. plantarum selama 24 selama proses pembuatan tepung dapat mengalami dan 48 jam dengan nilai b 11,51 dan 11,55. Hasil pencoklatan enzimatis akibat bereaksi dengan ini menunjukkan bahwa tepung pisang fermentasi enzim polifenolase sehingga menurunkan tingkat L. plantarum cenderung memiliki warna lebih kecerahan warna tepung pisang utuh tanpa kuning dibandingkan dengan tepung pisang utuh pengupasan kulit (Aquino et al., 2016). alami. Hal ini diduga selama fermentasi, L. Nilai a merupakan parameter pengukuran plantarum lebih banyak menghasilkan asam warna kromatik campuran merah-hijau. Apabila a organik. Menurut Anyasi et al. (2017) bernilai positif, sampel cenderung berwarna merah. pretreatment menggunakan asam organik pada Sebaliknya, apabila a bernilai negatif maka sampel pembuatan tepung pisang mentah dapat cenderung berwarna hijau. Nilai a pada tepung mengurangi pencoklatan sehingga tepung yang pisang dengan kulit terfermentasi menunjukkan dihasilkan memiliki warna yang lebih terang. Hal kenaikan nilai jika dibandingkan dengan tepung ini mengakibatkan meningkatnya nilai b pada pisang kontrol (alami) (Tabel 1). Nilai a tepung tepung terfermentasi dengan L. plantarum. pisang terfermentasi sebesar 2,82-3,81 meningkat Hasil analisis proksimat tepung pisang signifikan dibandingkan dengan nilai a tepung tanduk dengan kulit modifikasi sebagaimana dapat pisang utuh alami yaitu sebesar 1,83 (p<0,05). Hal dilihat pada tabel 2 berkisar antara 4,81-6,92%. ini menunjukkan bahwa warna tepung pisang Kadar air tepung pisang tanduk utuh yang terfermentasi cenderung memiliki warna difermentasi secara spontan, difermentasi L. kemerahan akibat klorofil pada kulit pisang sangat bulgaricus 24 jam dan L. plantarum 48 jam lebih sensitif terhadap oksigen, panas dan pH, sehingga tinggi dibandingkan dengan tepung pisang non menghasilkan feofitin dan feoforbid yang fermentasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian menyebabkan warna menjadi hijau kecoklatan. Jenie et al. (2012) yang menunjukkan peningkatan Semakin rendah pH maka pembentukan pigmen kadar air pada tepung pisang modifikasi. Hal ini tersebut semakin besar (Khoozani et al., 2019). dikarenakan adanya perendaman air pada proses Selain itu, proses fermentasi juga dapat memecah fermentasi dapat meningkatkan penyerapan air dan serat dan pati menjadi senyawa gula sederhana terjebaknya air pada bahan dibandingkan dengan yang jika terkena panas akan mengalami browning tepung pisang dengan kulit non fermentasi kemerahan. (Buwono et al., 2018). Nilai kadar air tepung Nilai b merupakan parameter pengukuran pisang tanduk dengan kulit hasil penelitian ini warna kromatik campuran kuning-biru. Apabila b telah memenuhi standard SNI tepung pisang nomor bernilai positif, sampel cenderung berwarna kuning 01-3841-1995 yang menyatakan bahwa kadar air dan bila b bernilai negatif maka sampel cenderung maksimal tepung pisang mentah adalah 12% berwarna biru Nilai b pisang terfermentasi tidak (BSN, 1995) dan masih berada dalam kisaran kadar berbeda signifikan dengan nilai b tepung pisang air tepung pisang mentah jenis Cavendish yaitu

Tabel 1. Hasil analisis warna tepung pisang tanduk dengan kulit terfermentasi dan tepung pisang dengan kulit alami Perlakuan L a B Non fermentasi (alami) 55,58±0,34b 1,83±0,11a 7,78±0,03a Fermentasi spontan 24 jam 53,42±0,75ab 3,22±0,49bcd 10,07±1,15ab Fermentasi spontan 48 jam 51,21±1,21a 3,61±0,19cd 8,37±0,52ab Fermentasi LB 24 jam 54,71±1,27b 3,29±0,13bcd 10,37±1,41ab Fermentasi LB 48 jam 54,57±0,68b 3,81±0,34d 10,92±1,03ab Fermentasi LC 24 jam 54,08±1,50ab 2,82±0,21b 9,89±0,46ab Fermentasi LC 48 jam 53,20±1,05ab 2,98±0,12bc 9,94±0,78ab Fermentasi LP 24 jam 54,68±3,15b 3,27±0,44bcd 11,55±3,38b Fermentasi LP 48 jam 53,60±2,35ab 3,25±0,72bcd 11,51±3,33b *Keterangan : LB : fermentasi dengan L. bulgaricus; LC : fermentasi dengan L. casei, dan LP : fermentasi dengan L. plantarum

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 25 D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31

4,14-10,60% (Sardá et al., 2016). Proses casei 48 jam dan L. plantarum 48 jam. Hasil ini fermentasi baik spontan maupun dengan kultur sejalan dengan penelitan Nurhayati et al. (2014) memperlihatkan kadar abu yang semakin kecil yang menunjukkan kadar lemak yang tidak dibandingkan dengan tepung pisang tanduk dengan berbeda nyata antara fermentasi dan tidak kulit non fermentasi (alami). Hal ini sesuai dengan fermentasi. Kadar karbohidrat pada tepung pisang hasil penelitian Nurhayati dan Rahmanto (2016) terfermentasi memiliki kecenderungan lebih tinggi yang menyatakan bahwa proses fermentasi pada dibandingkan dengan tepung pisang non tepung pisang plantain menurunkan kadar abu fermentasi (alami). Hal ini dapat disebabkan oleh tepung. adanya penurunan kadar abu dan protein pada Kadar protein pada tepung modifikasi tepung pisang tanduk terfermentasi yang cenderung mengalami penurunan signifikan mengakibatkan total karbohidrat yang dihitung dibandingkan dengan tepung pisang non secara by difference semakin tingg fermentasi, kecuali pada fermentasi L. plantarum. Kadar amilosa tepung pisang terfermentasi Hal ini diduga adanya pemanfaatan protein oleh oleh L. bulgaricus selama 24 jam dan 48 jam lebih bakteri sebagai nutrisi untuk pertumbuhan. Pada tinggi (27,64 dan 27,04%) dan berbeda signifikan fermentasi L. plantarum mampu menstabilkan dengan tepung pisang non fermentasi (alami) kadar protein dikarenakan adanya pemanfaatan (23,48%). Peningkatan kadar amilosa dikarenakan protein diiringi dengan meningkatnya biomassa L. Lactobacillus sp. dapat menghasilkan enzim plantarum yang mengandung peptidoglikan amilase dan amilopululanase yang akan (Buwono et al., 2018). Hasil ini berbeda dengan memutuskan ikatan amilosa dan amilopektin hasil penelitian Buwono et al. (2018) dan Setiarto sebagai cara untuk dapat tumbuh pada substrat pati dan Widhyastuti (2016) yang menunjukkan bahwa (Kim et al., 2008). Selain itu terjadinya proses fermentasi dapat meningkatan kandungan pemotongan struktur cabang dari amilopektin protein pada tepung modifikasi yang dihasilkan (debranching) menghasilkan oligomer dengan akibat biomassa dari BAL yang mengandung derajat polimer lebih pendek seperti amilosa peptidoglikan yang meningkatkan dan terhitung (Nurhayati et al., 2014), sehingga meningkatkan sebagai protein. Penelitian Nurhayati et al. (2014) kandungan amilosa pada tepung pisang pada pisang agung menunjukkan kadar protein terfermentasi. Hal ini selaras dengan peningkatan yang tidak berbeda nyata antara tepung pisang kandungan amilosa pada tepung pisang jenis Musa fermentasi dan non fermentasi. Kadar lemak balbisina dan tepung pisang agung terfermentasi tepung pisang tanduk utuh menunjukkan nilai yang (Buwono et al., 2018; Nurhayati & Rahmanto, tidak berbeda nyata kecuali pada fermentasi oleh L. 2016).

Tabel 2. Hasil analisis proksimat dan amilosa tepung pisang tanduk utuh modifikasi Perlakuan Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) KH (%) Amilosa (%) Non fermentasi 4,91±0,41a 3,51±0,07e 3,94±0,04d 4,62±0,10b 83,02±0,45a 23,48±1,26a (alami) Fermentasi 6,49±0,54b 1,22±0,08cd 3,34±0,18b 4,68±0,16b 84,26±0,72bc 24,41±3,48ab spontan 24 jam Fermentasi 7,38±0,37c 1,15±0,04bc 3,09±0,14a 4,70±0,05b 83,68±0,40ab 24,88±3,10abc spontan 48 jam Fermentasi LB 6,45±0,29b 1,00±0,03a 3,56±0,04bc 4,59±0,07b 84,41±0,35bcd 27,64±1,32c 24 jam Fermentasi LB 5,53±0,34a 1,09±0,05ab 3,38±0,25b 4,76±0,19b 85,23±0,03e 27,04±0,56bc 48 jam Fermentasi LC 5,59±0,31a 1,33±0,11d 3,66±0,03c 4,59±0,30b 84,83±0,52cde 24,12±0,47ab 24 jam Fermentasi LC 5,42±0,38a 1,35±0,12d 3,63±0,12c 4,50±0,15a 85,10±0,36de 24,93±0,17abc 48 jam Fermentasi LP 5,43±0,33a 1,17±0,02bc 3,93±0,06d 4,57±0,18b 84,89±0,36cde 24,10±0,17ab 24 jam Fermentasi LP 6,92±0,25bc 1,26±0,05ab 3,76±0,03cd 4,27±0,14a 83,78±0,36ab 23,83±0,65ab 48 jam *Keterangan : LB : fermentasi dengan L. bulgaricus; LC : fermentasi dengan L. casei, dan LP : fermentasi dengan L. plantarum

26 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31

Proses modifikasi tepung pisang tanduk utuh Hapsari & Lestari (2016) yang berkisar 275-375 secara signifikan dapat menyebabkan penurunan mg/100g, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan kadar mineral kalium, magnesium, zink, dan kandungan tepung pisang hybrid utuh yaitu sebesar kalsium bila dibandingkan dengan kontrol tanpa 1160 mg/100g (Adeniji & Abdou, 2008). Hal ini fernentasi (Tabel 3). Data ini selaras dengan diduga karena perbedaan varietas pisang yang adanya penurunan kadar abu yang signifikan pada digunakan. Kadar magnesium tepung pisang data proksimat sebelumnya. Menurut Simwaka et modifikasi berkisar 27,29-29,12 mg/100g, al. (2017) penurunan ini disebabkan oleh adanya kandungan zink berkisar 0,57-0,32 mg/100g, leaching mineral larut air selama fermentasi atau kandungan kalsium berkisar 1,34-3,90 mg/100g akibat aktivitas metabolik mikroorganisme. dan kandungan zat besi berkisar 18,15-23,82 Kalium merupakan mineral dengan jumlah mg/100g. Nilai ini menunjukkan bahwa tepung tertinggi pada tepung pisang (Abbas et al., 2009). pisang utuh modifikasi memiliki kadar mineral Kadar kalium pada tepung pisang tanduk dengan yang cukup sebagai sumber mineral. Roti yang kulit terfermentasi berkisar 231,84-357,42 disubtitusi dengan tepung pisang utuh mg/100g. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan data menunjukkan kandungan mineral yang tinggi mineral pada pisang segar jenis berlin, ambon dibandingkan yang tidak disubtitusi (Ho et al., hijau, raja bandung, dan kepok pada penelitian 2015).

Tabel 3. Hasil analisis mineral tepung pisang tanduk dengan kulit terfermentasi dan tepung pisang tanduk non fermentasi (alami) Mineral (mg/100g) Perlakuan Kalium Magnesium Zink Kalsium Besi Non fermentasi 912,14±53,69d 198,16±17,15b 0,81±0,00c 4,67±0,00f 24,84±1,69b (alami) Fermentasi 326,85±4,56b 27,06±0,98a 0,36±0,00a 3,90±0,00e 21,70±3,81ab spontan 24 jam Fermentasi 262,18±4,90a 24,50±2,88a 0,38±0,01a 2,55±0,08c 18,94±6,02ab spontan 48 jam Fermentasi LB 24 242,95±8,64a 26,77±0,99a 0,32±0,00a 2,58±0,25c 19,55±0,34ab jam Fermentasi LB 48 231,84±1,17a 22,59±2,37a 0,38±0,05a 3,16±0,06d 23,84±1,14b jam Fermentasi LC 24 379,83±7,52c 29,12±1,47a 0,45±0,04a 2,04±0,11b 16,36±4,32a jam Fermentasi LC 48 354,35±19,05bc 24,75±0,97a 0,57±0,11b 2,69±0,58c 18,15±7,22ab jam Fermentasi LP 24 256,86±16,55a 27,29±0,79a 0,35±0,03a 1,59±0,22b 23,82±1,77b jam Fermentasi LP 48 357,42±3,01bc 26,43±4,89a 0,42±0,15a 1,34±0,05a 21,78±0,02ab jam *Keterangan : LB : fermentasi dengan L bulgaricus; LC : fermentasi dengan L casei, dan LP : fermentasi dengan L plantarum

Sifat Fungsional Tepung Pisang Tanduk Utuh amilosa yang naik, namun selaras dalam hal Modifikasi berkurangnya kelarutan dan meningkatnya Swelling power pada tepung pisang tanduk kapasitas penyerapan air. Rendahnya porsentase dengan kulit terfermentasi tidak berbeda nyata kelarutan berhubungan erat dengan adanya ikatan untuk semua perlakuan (Tabel 4). Proses cross-linking yang mencegah molekul amilopektin fermentasi berpengaruh terhadap berkurangnya % untuk larut (Sandhu et al, 2008). Menurut Buwono kelarutan tepung pisang. Respon yang berbeda- et al. (2018) pada proses fermentasi menghasilkan beda teramati setiap perlakuan fermentasi terhadap metabolit yang dapat merubah ikatan C,H, dan O kapasitas penyerapan air dan kapasitas penyerapan dari granul-granul pati yang memungkinkan minyak dari tepung modifikasi yang dihasilkan. adanya ikatan hidrogen intermolekular antara Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Buwono fragment yang menyebabkan berkurangnya gugus et al. (2018) yang menunjukkan penurunan hidroksil. Fragmen tersebut dapat berikatan lagi swelling power yang diiringi dengan kandungan membentuk ikatan hidrogen yang menghasilkan

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 27 D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31

Tabel 4. Sifat fungsional tepung pisang tanduk dengan kulit terfermentasi dan tepung pisang tanduk alami Kapasitas Swelling power Kelarutan Kapasitas Perlakuan penyerapan (g/g) (%) penyerapan air (%) minyak (%) Non fermentasi (alami) 8,51±0,52a 11,62±0,35d 218,38±0,59b 87,92±0,51cde Fermentasi spontan 24 jam 8,31±0,15a 8,24±0,65b 242,88±28,60cd 83,49±0,96ab Fermantasi spontan 48 jam 8,34±0,27a 7,03±0,22a 195,54±6,55a 79,68±1,23a Fermentasi LB 24 jam 8,80±0,40a 8,93±0,15bc 225,87±0,28bc 84,85±1,32bc Fermentasi LB 48 jam 8,52±0,42a 9,15±0,24c 221,82±3,77b 80,63±0,51a Fermentasi LC 24 jam 8,95±0,54a 8,15±0,22b 244,97±4,24de 89,50±5,84de Fermentasi LC 48 jam 8,71±0,18a 8,71±0,39bc 261,72±1,31cd 86,54±1,18bcd Fermentasi LP 24 jam 8,74±0,24a 9,12±0,45c 250,65±7,19d 85,57±0,53bcd Fermentasi LP 48 jam 8,55±0,11a 9,19±0,77c 271,39±2,28e 91,00±1,10e *Keterangan : LB : fermentasi dengan L bulgaricus; LC : fermentasi dengan L casei, dan LP : fermentasi dengan L plantarum

Tabel 5. Profil gelatinisasi tepung pisang tanduk dengan kulit terfermentasi dan tepung pisang tanduk non fermentasi (alami) Viskositas Viskositas Viskositas Waktu Suhu Perlakuan Viskositas akhir puncak Breakdown setback puncak gelatinisasi Non fermentasi 3770,00±11,00bcd 545,50±15,50bcd 4157,50±14,50bc 933,00±41,00a 6,14±0,06c 85,58±0,02c (alami) Fermentasi spontan 24 3587,00±58,00bc 412,00±65,00ab 4464,50±80,50cd 1289,50±85,50bc 5,77±0,03b 84,83±0,83c jam Fermentasi spontan 48 2824,00±468,70b 292,00±111,45a 3754,00±264,53b 1222,00±299,93ab 5,87±0,29c 84,80±0,80c jam Fermentasi 3590,50±159,50bc 599,00±40,00cd 4158,50±117,50bc 1167,00±2,00abc 5,44±0,17a 84,38±0,33c LB 24 jam Fermentasi 2854,00±430a 677,50±129,50de 3103,50±415,50a 927,00±115,00a 5,37±0,17a 84,05±0c LB 48 jam Fermentasi 4133,00±76de 747,50±81,5e 4810,00±17,00de 1424,50±22,5c 5,57±0,04ab 80,73±3,28ab LC 24 jam Fermentasi 4461,50±34,5e 486,00±4,00bc 5069,00±241,00ef 1093,50±210,5ab 5,80±0,07b 79,43±0,38a LC 48 jam Fermentasi LP 3843,00±144,00cd 476,50±38,50bc 4726,00±42,00de 1359,50±147,5c 5,80±0,13b 82,70±2,8bc 24 jam Fermentasi LP 4526,50±284,5e 558,00±166,00bcd 5402,50±199,5f 1434,00±31,00c 5,57±0,040ab 78,65±0,50c 48 jam kestabilan ikatan granul yang kuat sehingga utuh terfermentasi memberikan respon yang mengurangi kelarutan tepung. Kapasitas berbeda-beda. Terjadi penurunan kapasitas penyerapan air yang meningkat pada fermentasi L. penyerapan minyak pada tepung pisang casei dan L. plantarum berhubungan erat dengan terfermentasi secara spontan dan tepung pisang adanya produksi etanol yang dapat menyebabkan terfermentasi oleh L. bulgaricus dengan waktu tegangan permukaan turun dan mengganti posisi fermentasi 48 jam dibandingkan dengan kapasitas air selama proses fermentasi, sehingga ketika irisan penyerapan minyak tepung pisang tanduk utuh non tepung pisang dikeringkan maka proses fermentasi (alami) (p<0,05). Menurut Cabuk et al. pengeringan menjadi lebih cepat kering. (2018) proses fermentasi cenderung meningkatkan Berkurangnya air menyebabkan meningkatnya sisi kapasitas penyerapan minyak pada tepung akibat hidrofobik dari tepung (Buwono et al., 2018). Hal penurunan pH yang menyebabkan penurunan ini menunjukkan bahwa fermentasi mempengaruhi muatan permukaan protein dan kelarutan seiring peningkatan kapasitas penyerapan air. Kapasitas dengan peningkatan hidrofobisitas yang penyerapan minyak pada tepung pisang tanduk mengakibatkan peningkatan interaksi protein

28 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31 dengan minyak. Namun hasil penelitian ini tidak yang telah memberikan fasilitas sehingga selaras dengan hal tersebut yang diduga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Penulis disebabkan oleh perbedaan penurunan pH selama juga mengucapkan terima kasih kepada Siti fermentasi yang mempengaruhi muatan protein, Khudaifanny DFA, Nur Kartika Indah Mayasti dan hidrofobisitas, dan interaksi protein dengan Diki Nanang Surahman yang telah membantu minyak. kelancaran penelitian ini.

Profil Gelatinisasi Tepung Pisang Tanduk Utuh DAFTAR PUSTAKA Modifikasi Profil gelatinisasi tepung pisang tanduk utuh Abbas, F. M. A., Saifullah, R., & Azhar, M. E. (2009). Assessment of physical properties of ripe banana modifikasi menunjukkan pada perlakuan flour prepared from two varieties: Cavendish and fermentasi L. casei pada 24 jam dapat secara Dream banana. International Food Research signifikan meningkatkan viskositas puncak, Journal, 16(2), 183–189. viskositas breakdown, viskositas akhir, dan viskositas setback secara signifikan mampu Adeniji, T. A., & Abdou, T. (2008). Effect of processing on the proximate, mineral, and pasting properties menurunkan peak time dan pasting temperature of whole flour made from some new plantain and (Tabel 5). Menurunnya pasting temperature banana hybrids pulp and peel mixture. Journal of berhubungan dengan meningkatnya kapasitas Tropical Agriculture, Food, Environment and hidrasi molekul pati, sehingga energi yang Extension, 7(2), 99–105. dibutuhkan untuk proses gelatinisasi lebih rendah. Meningkatnya viskositas puncak berhubungan Agama-Acevedo, E., Sanudo-Barajas, J. A., Rocha, R. V. D. La, Gonzalez-Aquilar, G. A., & Bello- dengan adanya formasi hemiasetal atau hemiketal Perez, L. A. (2016). Potential of plantain peels yang terbentuk oleh proses modifikasi, yang flour ( Musa paradisiaca L.) as a source of dietary diasumsikan terjadi antara molekul amilopektin fiber and antioxidant compound. CyTA - Journal dan tingkat yang lebih rendah antara molekul of Food, 14(1), 117–123. amilopektin dan amilosa (Tethool et al., 2012). https://doi.org/10.1080/19476337.2015.1055306 Al-Sahlany, S. T. G., & Al-musafer, A. M. S. (2020). 4. KESIMPULAN Effect of substitution percentage of banana peels Proses fermentasi yang berlangsung dengan flour in chemical composition , rheological L. bulgaricus 24 jam memiliki jumlah BAL, pH, characteristics of wheat flour and the viability of dan asam laktat yang optimum. Modifikasi tepung yeast during dough time. Journal of the Saudi pisang utuh berpengaruh nyata terhadap Society of Agricultural Sciences, 19(1), 87–91. https://doi.org/10.1016/j.jssas.2018.06.005 peningkatan nilai warna red/green menjadi kemerahan, penurunan kadar abu, protein dan Anyasi, T. A., Jideani, A. I. O., & Mchau, G. R. A. mineral jika dibandingkan dengan tepung pisang (2013). Functional properties and postharvest alami. Peningkatan kadar amilosa signifikan pada utilization of commercial and noncommercial fermentasi L. bulgaricus. Kelarutan tepung pisang banana cultivars. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 12, 509–522. modifikasi menurun, sedangkan kapasitas https://doi.org/10.1111/1541-4337.12025 penyerapan airnya meningkat nyata dibanding dengan tepung pisang alami. Profil gelatinisasi Anyasi, T. A., Jideani, A. I. O., & Mchau, G. R. A. tepung modifikasi pada perlakuan fermentasi L. (2017). Effects of organic acid pretreatment on casei 24 jam dapat secara signifikan meningkatkan microstructure, functional and thermal properties viskositas puncak, viskositas breakdown, of unripe banana flour. Journal of Food Measurement and Characterization, 11(1), 99– viskositas akhir, dan viskositas setback, serta 110. https://doi.org/10.1007/s11694-016-9376-2 signifikan mampu menurunkan waktu puncak dan suhu gelatinisasi. Hal ini berarti bahwa modifikasi Anyasi, T. A., Jideani, A. I. O., & Mchau, G. R. A. tepung pisang dengan kulit berpotensi untuk (2018). Phenolics and essential mineral profile of merubah karakteristik fisikokimia, sifat fungsional organic acid pretreated unripe banana flour. Food Research International, 104(September 2017), dan pasting properties dari tepung. 100–109. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2017.09.063 UCAPAN TERIMA KASIH Aquino, C. F., Salomao, L. C. C., Ribeiro, S. machado Penelitian ini didanai oleh Prioritas Nasional R., Siqueira, D. L. De, & Cecon, P. R. (2016). BAPPENAS. Penulis mengucapkan terima kasih Carbohydrates, phenolic compounds and kepada Pusat Penelitian Teknologi Tepat Guna

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 29 D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31

antioxidan activity in pulp and peel of 15 banana Gutiérrez, T. J. (2018). Plantain flours as potential raw cultivars. Revista Brasileira de Fruticultura, materials for the development of gluten-free 38(4), 1–11. https://doi.org/10.1590/0100- functional foods. Carbohydrate Polymers, 29452016 202(August), 265–279. https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2018.08.121 BSN. (1992). Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2891- 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Hapsari, L., & Lestari, D. A. (2016). Fruit characteristic and nutrient values of four Indonesian banana BSN. (1995). SNI Tepung Pisang SNI 01-3841-1995. cultivars ( Musa spp .) at different genomic Jakarta. groups. AGRIVITA Journal of Agricultural Buwono, M. N., Amanto, B. S., & Widowati, E. (2018). Science, 38(81), 303–311. Study of physical, chemical, and sensory https://doi.org/http://dx.doi.org/10.17503/agrivita. characteristics of modified square banana flour v38i3.696 (Musa balbisiana). Indonesian Food and Ho, L. H., Tan, T. C., Abdul Aziz, N. A., & Bhat, R. Nutrition Progress, 15(1), 30. (2015). In vitro starch digestibility of bread with https://doi.org/10.22146/ifnp.33729 banana (Musa acuminata X balbisiana ABB cv. Çabuk, B., Stone, A. K., Korber, D. R., Tanaka, T., & Awak) pseudo-stem flour and hydrocolloids. Food Nickerson, M. T. (2018). Effect of Lactobacillus Bioscience, 12, 10–17. plantarum fermentation on the surface and https://doi.org/10.1016/j.fbio.2015.07.003 functional properties of pea protein-enriched Hoffmann Sardá, F. A., de Lima, F. N. R., Lopes, N. T. flour. Food Technology and Biotechnology, 56(3), T., Santos, A. de O., Tobaruela, E. de C., Kato, E. 411–420. T. M., & Menezes, E. W. (2016). Identification of https://doi.org/10.17113/ftb.56.03.18.5449 carbohydrate parameters in commercial unripe Cahyana, Y., Wijaya, E., Siti, T., Marta, H., Suryadi, E., banana flour. Food Research International, 81, & Kurniati, D. (2019). The effect of different 203–209. thermal modifications on slowly digestible starch https://doi.org/10.1016/j.foodres.2015.11.016 and physicochemical properties of green banana Jenie, betty S. laksmi, Putra, R. P., & Kusnandar, F. flour (Musa acuminata Colla). Food Chemistry, (2012). Fermentasi kultur campuran bakteri asam 274(September 2018), 274–280. laktat dan pemanasan otoklaf dalam https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2018.09.004 meningkatkan kadar pati resisten dan sifat Chandra, S., Singh, S., & Kumari, D. (2015). Evaluation fungsional tepung pisang tanduk (Musa of functional properties of composite flours and paradisiaca formatypica). Jurnal Pascapanen, sensorial attributes of composite flour biscuits. 9(1), 18–26. Journal Food Science Technology, 52(6), 3681– Khoozani, A. A., Bekhit, A. E. D. A., & Birch, J. 3688. https://doi.org/10.1007/s13197-014-1427-2 (2019). Effects of different drying conditions on Chen, Y., Liao, Y., Lan, Y., Wu, H., & Yanagida, F. the starch content, thermal properties and some of (2017). Diversity of lactic acid bacteria associated the physicochemical parameters of whole green with banana fruits in Taiwan. Current banana flour. International Journal of Biological Microbiology, 74(484), 0. Macromolecules, 130, 938–946. https://doi.org/10.1007/s00284-017-1213-2 https://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2019.03.010 Desnilasari, D., & Kumalasari, R. (2017). Characteristic Kim, J.-H., Sunako, M., Ono, H., Murooka, Y., of fermented drink from whey with Fukusaki, E., & Yamashita, M. (2008). addition of Mango (Mangifera x odorata) Juice. Characterization of gene encoding IOP Conf. Series: Earth and Environmental amylopullulanase from plant-originated lactic acid Science, 73(1), 012018. bacterium, Lactobacillus plantarum L137. https://doi.org/10.1088/1755-1315/ Journal of Bioscience and Bioengineering, 106(5), 449–459. Desnilasari, D., Rahmadiana, S., & Kumalasari, R. https://doi.org/10.1263/jbb.106.449 (2018). Efek penambahan jus mangga dan carboxymethyl cellulose pada minuman Krabi, R. E., Assamoi, A. A., Ehon, F. A., & Niamke, fermentasi berbasis whey keju susu kambing. L. (2015). Screening of lactic acid bacteria as Biopropal Industri, 9(1), 25–35. potential starter for the production of ATTIEKE, a fermented cassava food. Food and Environment Giraffa, G., Chanishvili, N., & Widyastuti, Y. (2010). Safety Journal, XIV(1), 21–29. Importance of Lactobacilli in food and feed biotechnology. Research in Microbiologoy, Kusuma, V. J. M., & Zubaidah, E. (2016). Evaluasi 161(6), 480–487. pertumbuhan Lactobacillus casei dan https://doi.org/10.1016/j.resmic.2010.03.001 Lactobacillus plantarum dalam medium

30 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak D. Desnilasari, S.A. Kusuma, R. Ekafitri, R. Kumalasari / JBI 11(1) 2020, 19-31

fermentasi tepung kulit pisang. Jurnal Pangan source of antioxidant phenolic compounds. Food Dan Agroindustri, 4(1), 100–108. Research International, 55, 397–403. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2013.11.039 Michaelsen, K. F., Hoppe, C., Roos, N., Kaestel, P., Stougaard, M., Lauritzen, L., … Friis, H. (2009). Sandhu, S. K., Kaur, M., Singh, N., & Lim, S. (2008). A Choice of foods and ingredients for moderately comparison of native and oxidized normal and malnourished children 6 months to 5 years of age. waxy corn starches : Physicochemical , thermal , Journal of Food Science and Technology, 30(3), morphological and pasting properties. LWT, 41, 5343–5404. https://doi.org/10.1007/s13197-018- 1000–1010. 3329-1 https://doi.org/10.1016/j.lwt.2007.07.012 Nurhayati, Jenie, B. S. L., Widowati, S., & Setiarto, R. H. Bi., & Widhyastuti, N. (2016). Effect of Kusumaningrum, H. D. (2014). Komposisi kimia lactic acid bacteria fermentation Lactobacillus dan kristalinitas tepung pisang termodifikasi plantarum B307 to proximate levels and secara fermentasi spontan dan siklus pemanasan amylography modified tacca flour (Tacca bertekanan-pendinginan. AGRITECH, 34(2), 146– leontopetaloides). Jurnal Ilmu Pertanian 150. Indonesia, 21(1), 7–12. https://doi.org/10.18343/jipi.21.1.7 Nurhayati, N., & Rahmanto, D. E. (2016). Banana and plantain as medicinal food. In Proceeding ICMHS Simwaka, J. E., Chamba, M. V. M., Huiming, Z., 2016 (pp. 87–91). Masamba, K. G., & Luo, Y. (2017). Effect of fermentation on physicochemical and Palupi, H. T. (2012). Effect for varieties of matured antinutritional factors of complementary foods banana and soaking agent to characterization of from millet, sorghum, pumpkin and amaranth seed banana flour. Jurnal Teknologi Pangan, 4(1), flours. International Food Research Journal, 102–120. 24(5), 1869–1879. Pranoto, Y., Rahmayuni, Haryadi, & Rakshit, S. . Sodchit, C., Tochampa, W., Kongbangkerd, T., & (2014). Physicochemical properties of heat Singanusong, R. (2013). Effect of banana peel moisture treated sweet potato starches of selected cellulose as a dietary fiber supplement on baking Indonesian varieties. International Food Research and sensory qualities of butter cake. Journal, 21(5), 2031–2038. Songklanakarin Journal of Science and Ratnawati, L., Desnilasari, D., Surahman, D. N., & Technology, 35(6), 641–646. Kumalasari, R. (2019). Evaluation of Tethool, E. F., Jading, A., & Santoso, B. (2012). physicochemical , functional and pasting Characterization of physicochemical and baking properties of soybean , Mung bean and red kidney expansion properties of oxidized sago starch using bean flour as ingredient in biscuit evaluation of hydrogen peroxide and sodium hypochlorite physicochemical , functional and pasting catalyzed by UV irradiation. Food Science and properties of soybean , mung bean and red kidney Quality Management, 10, 1–11. bean flour. In IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 251 012026 (pp. 1–10). Yani, A., Wylis Arief, R., & Mulyanti, N. (2013). IOP Publishing. https://doi.org/10.1088/1755- Processing of banana flour using a local banana as 1315/251/1/012026 raw materials in Lampung. International Journal on Advanced Science, Engineering and Rebello, G., Mota, A., Becker, P., Teixeira, M., Information Technology, 3(4), 289. Castillo-muñoz, N., & Hermosín-gutiérrez, I. https://doi.org/10.18517/ijaseit.3.4.306 (2014). Flour of banana ( Musa AAA ) peel as a

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 31 JBI 11(1)2020, 33-40 H. Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati / JBI 11(1) 2020, 33-40 DOI: http://dx.doi.org/10.36974/jbi.v11i1.5418

BIOPROPAL Industri

http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal

PENGAYAAN ANTIOKSIDAN UNTUK BERAS MERAH ARTIFICIAL DENGAN EKSTRAK PEWARNA MERAH ALAMI Rhoeo Discolor L. Her

(Antioxidant Enrichment for Artificial Red Rice by Natural Red Pigment Extract From Rhoeo Discolor L. Her)

Husniati1), Junaidi Permana2), Tati Suhartati2) 1Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung, Jl. By Pass Soekarno Hatta KM 1, Rajabasa, Bandar Lampung 35142, Indonesia 2Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro No. 1, Rajabasa, Bandar Lampung 35141, Indonesia e-mail: [email protected] Diterima 04 September 2019, Revisi akhir 06 April 2020, Disetujui 07 April 2020

ABSTRAK. Beras artificial menjadi salah satu alternatif diversifikasi pangan berbahan baku karbohidrat lokal bukan beras. Umumnya, beras artificial menggunakan bahan baku berbasis tepung seperti singkong, tapioka, jagung dan sagu asal Indonesia, serta tambahan mikronutrien seperti mineral dan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan pewarna merah antosianin yang mengandung antioksidan untuk pembuatan beras merah artificial. Pewarna merah diekstrak dari bagian daun Adam hawa (Rhoeo discolor L. Her) dalam pelarut air (akuades) yang mengandung asam dan diperkirakan sebagai senyawa sianidin-3-galaktosa atau peonidin-3-glukosa. Produk beras merah artificial diuji derajat warnanya mengacu nilai Lab CIE (Commission Internationale de I’Eclairage) dan jika dibandingkan dengan beras merah alami maka beras merah artificial menunjukkan skala pembacaan warna merah, kecerahan, serta kestabilan warna merahnya ke arah lebih terang. Kata kunci: Antioksidan, antosianin, beras artificial, Rhoeo discolor L. Her

ABSTRACT. Artificial rice is one of food diversification alternative from non-rice local carbohydrates. Generally, artificial rice is a flour based using cassava, tapioca, corn and sago from Indonesia as raw material, with additional of micronutrients such as mineral and vitamin. This research aimed to apply the red pigment anthocyanin which contain antioxidants for artificial red rice production. Red pigment was extracted from Adam hawa (Rhoeo discolor L. Her) leaves in acid water solvent and predicted as cyanidin-3-galactose or peonidin-3-glucose compounds. Artificial red rice was tested its color degree based on the CIE (Commission Internationale de I'Eclairage) Lab method and the result indicated the red color brightness and its color stability lighter than natural red rice. Keywords: Anthocyanins, antioxidants, artificial rice, Rhoeo discolor L. Her

1. PENDAHULUAN untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Padahal, Indonesia memproduksi beras sebanyak Indonesia memiliki banyak sumber karbohidrat 32,42 juta ton beras di tahun 2018 (BPS, 2018). lain yang dapat dikenalkan kepada masyarakat. Indonesia tercatat sebagai produsen ketiga dunia Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan untuk komoditas beras setelah beberapa negara untuk keragaman pangan berbasis potensi lokal eksportir seperti Thailand, India dan Vietnam. merupakan upaya mengurangi impor bahan baku Namun, produksi beras yang cukup besar tersebut dari beras. tidak dapat memenuhi konsumsi beras per kapita di Beras artificial adalah produk pangan olahan Indonesia yang mencapai 150 kilogram beras per berbasis singkong, jagung, serta sumber pati lokal orang per tahun di tahun 2017. Selama ini impor lain yang dicetak menyerupai butiran beras. Beras beras merupakan solusi yang dapat dilakukan artificial ini umumnya terkarakterisasi dari komponen bahan baku yang ditambahkan. Upaya e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 33 H. Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati / JBI 11(1) 2020, 33-40 untuk meningkatkan nilai nutrisi pada bahan baku antiangiogenesis (Bagchi et al., 2004), inhibitor tersebut ditunjukkan dengan beberapa penelitian enzim α-glukosidase (Braulich et al., 2013), tentang pembuatan beras artificial dengan sebagai pencegah obesitas (Tsuda et al., 2003), pengayaan sifat-sifat serat (Kharisma, 2015), pengikat logam berat dari timbal dan kadmium mineral (Li et al., 2008; Bett-Garber et al., 2004), (Ahmed et al., 2013), dan sebagai fotosentisizer vitamin (Murphy et al., 1992), protein pada sel surya (Maddu et al., 2007). (Pudjihastuti et al., 2018), pewarna antosianin Berdasarkan penelitian yang telah (Husniati dan Budijanto, 2016) dan polifenol dilaporkan sebelumnya oleh Husniati dan (Hanifa, 2016). Selain meningkatkan nilai tambah, Budijanto (2016) tentang penambahan pewarna pengayaan beras artificial juga dilakukan dalam antosianin pada beras artificial dapat rangka ikut serta menjamin ketahanan pangan meningkatkan total fenol dan memberi warna nasional. merah pada beras artificial. Demikian juga yang Tanaman adam hawa (Rhoeo discolor L. telah dilaporkan oleh Hanifa (2016) dalam Her) atau tumbuhan nanas kerang merupakan jenis pembuatan beras artificial dengan sumber tumbuhan liar dan dikenal sebagai tanaman hias di karbohidrat yang diperoleh dari ubi jalar ungu Jawa. Belum banyak yang melaporkan mampu meningkatkan kadar fenolik beras tersebut. pemanfaatan dari tanaman ini untuk bahan baku Namun, kontribusi pewarna ubi jalar ungu sebagai obat-obatan di Indonesia. Padahal, tanaman ini sumber karbohidrat memberikan efek Maillard telah dimanfaatkan sebagai tanaman obat untuk selama reaksi pembuatan adonan akibat mengatasi berbagai penyakit di Mexico (Rosales- pemanasan, sehingga beras yang dihasilkan Reyes et al., 2007). Selain itu, Rhoeo discolor juga berwarna ungu tua/pekat. dimanfaatkan sebagai obat disentri, luka bakar, Penelitian ini bertujuan untuk batuk dan lainnya di Myanmar (Win et al., 2001). mengaplikasikan pewarna merah alami dari daun Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yaitu daun adam hawa pada beras merah artificial. Pewarna tunggal berbentuk panjang melebar, tepi daun tersebut dikarakterisasi mulai dari tahapan isolasi, merata atau bergigi kasar tidak teratur, runcing di fraksinasi dan sifat antioksidannya ditinjau dari bagian ujung, permukaan atas berwarna hijau dan stabilitas warna terhadap beras merah alami. merah, bagian bawah daun licin serta memiliki Pengayaan beras artificial menggunakan sumber rambut (Kadowangko et al., 2011). Berdasarkan antosianin ini belum banyak dikaji dan diharapkan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya, mampu memberikan nilai nutrisi komponen tanaman adam hawa mengandung senyawa fenolik, karbohidrat dengan pigmen warna merah yang kloropilin, katekin, asam askorbat dan β-karoten. mengandung antosianin sebagai sumber Senyawa tersebut bila diekstrak memiliki khasiat antioksidan sebagaimana beras merah alami kaya antigenotoksik, antimutagenik, dan antimikroba antosianin dan sumber antioksidan (Hou et al,. (Parivuguna et al., 2008; Garcia-Varela et al., 2013; Cho dan Lim, 2016; Sirisomboon, 2017; 2015; Win et al., 2001), antikanker pada hati tikus Zeng et al., 2019). Selain itu, aplikasi ekstrak daun (Rosales-Reyes et al., 2007) dan antioksidan adam hawa pada beras merah artificial juga dapat (Gonzalez-Avila et al., 2002). memberikan informasi mengenai pengaruh adanya Senyawa antosianin adalah kelompok sifat-sifat fungsional dari senyawa lainnya selain senyawa flavonoid yang larut dalam air (Sitorus et senyawa yang memiliki sifat antioksidan yang al., 2011; Harborne, 1998; Andersen et al., 2006). perlu dikaji lebih lanjut. Senyawa ini bertanggung jawab terhadap munculnya warna pada banyak jaringan tumbuhan 2. METODE PENELITIAN yang terdapat pada bunga, buah beri dan sayuran. Bahan penelitian ini menggunakan daun Contoh sayuran yang mengandung antosianin adam hawa segar yang diperoleh dari halaman adalah kubis merah, selada merah, bawang putih, pekarangan, akuades, HCl 37% (Panreac), asam kentang berkulit merah dan ubi jalar ungu dengan asetat, butanol, dan metanol (Merck), 0,5 mM karakter warna biru, jingga, dan merah (Markakis, DPPH, material kolom Sephadex LH-20 dari Ge 1982). Fungsi dari antosianin pada sistem Healthcare sebagai, plat KLT merek Merck metabolisme manusia sebagai antioksidan Kiesegal 60 F254 0,25 mm (Permana, 2015) serta (Diaconeasa et al., 2015; Guerrero et al., 2010), bahan-bahan pembuat beras merah artificial antikanker (Roobha et al., 2011), antitumor (Joshi (Husniati dan Budijanto, 2016). and Goyal, 2011), antimikroba (Khalid et al., 2011), antiinflamasi (Miguel, 2011),

34 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak H. Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati / JBI 11(1) 2020, 33-40

Preparasi Optimasi Pelarut (Permana, 2015) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Daun adam hawa dicuci dan ditiriskan Ekstrak antosianin hasil pemisahan diuji selama satu malam, kemudian dicincang dan secara spektrofotometri UV-Vis menggunakan 0,1 dilakukan maserasi menggunakan empat jenis % HCl dalam metanol. Pembacaan panjang campuran pelarut yaitu pelarut akuades:HCl 37% gelombang maksimal dibandingkan dengan standar dan AH (100:0,1 v/v), akuades:asam asetat galsial senyawa antosianin mengikuti metode Giusty dan dan AA (100:0,1 v/v), metanol:HCl 37% dan MH Wrolstad (2001). Sampel diuji sebanyak dua kali (100:0,1v/v) serta akuades:metanol:HCl 37% dan ulangan. AMH (50:50:0,1 v/v) selama 2x24 jam dengan Uji Kuantitatif Aktivitas Antioksidan perbandingan bahan baku dan pelarut sebesar 1:2 Uji antioksidan menggunakan metode yang (b/v). Selanjutnya, ekstrak hasil maserasi dikembangkan oleh Garcia et al. (2012) dan dilakukan KLT dengan menggunakan adsorben sampel diuji sebanyak dua kali ulangan. Sebanyak silika dan eluen butanol:asam asetat:air (4:1:5 v/v) 0,5 mL ekstak antosianin direaksikan dengan 0,3 untuk dilihat berapa banyak noda/spot yang mL DPPH 0,5 mM dalam 3 mL etanol selama 100 terbentuk. Pelarut dengan spot paling sedikit menit. Campuran ekstrak, DPPH dan etanol selanjutnya digunakan untuk tahap isolasi. sebagai larutan sampel, campuran 0,5 mL ekstrak Isolasi (Permana, 2015) antosianin dan 3,3 mL etanol sebagai larutan Filtrat hasil optimasi di atas, dipekatkan blanko, dan campuran 0,3 mL DPPH dan 3,5 mL menggunakan metode freeze dry (Labfreeze etanol sebagai kontrol. Kemudian setiap larutan Instrument FD-10-MR) hingga diperoleh larutan dibaca absorbasinya sebagai Abs sampel, Abs 1/10 dari larutan awal. Kemudian ekstrak pekat blanko, Abs kontrol pada panjang gelombang 517 dilakukan pemurnian menggunakan kromatografi nm. Persen aktivitas antioksidan (AA) dihitung kolom menggunakan Sephadex LH-20, selanjutnya menggunakan rumus persamaan (1) berikut tiap fraksi yang diperoleh dilakukan uji KLT (Garcia et al., 2012): dengan menggunakan adsorben silika dan eluen butanol:asam asetat:air = BAW (4:1:5 v/v). Fraksi yang memiliki spot yang sama pada kromatogram ...(1) KLT dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator Uji Kualitatif Aktivitas Antioksidan (Heidholp). Ekstrak senyawa antosianin dielusi pada Aplikasi Pembuatan Beras Merah KLT, kromatogram dari KLT yang masih basah Pembuatan beras merah artificial dengan lalu disemprotkan larutan 0,5 mM DPPH. Uji penambahan pewarna merah ekstrak adam hawa positif jika terbentuk spot berwarna kuning dengan mengikuti prosedur Husniati dan Budijanto (2016). latar belakang ungu (Supiyanti et al., 2010). Beras merah artificial dibuat dari campuran bahan Analisis warna yang terdiri dari singkong, tapioka, onggok, ampas Penentuan warna dengan instrumen kelapa dengan perbandingan 44:43,7:2,3:10 Datacolor menggunakan standar warna beras putih (persen berat), 1% garam meja, 2% gliserol alami. Identifikasi perbedaan warna sampel monostearat (GMS) dan ekstrak antosianin adam terhadap standar adalah perbandingan numerik hawa hasil kolom sephadex LH 20 dengan kadar 2 antara warna sampel dengan standar. Hasil analisis ppm. Seluruh bahan dicampur menggunakan alat memberikan pembacaan numerik berdasarkan pencampur adonan selama 10 menit, selanjutnya parameter L (lightness skala 0, hitam-100, putih), adonan dimasukkan ke dalam twin screw o nilai a dan b. Pembacaan derajat warna mengacu ekstruder. Suhu ekstruder diatur pada suhu 80 C pada nilai Lab CIE (Commission Internationale de (thermocontrol 1), 80oC (thermocontrol 2) dan o I’Eclairage) (Rodriguez et al., 2001). Sampel diuji 70 C (thermocontrol 3). Kondisi setting lainnya sebanyak dua kali ulangan. pada cutter -41,5 Hz, auger -45,2 Hz, dan screw - 34,2 Hz. Butiran beras artificial yang keluar dari 3. HASIL DAN PEMBAHASAN alat pencetak selanjutnya dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50oC selama 3 Optimasi dan Isolasi jam. Pada umumnya, isolasi antosianin telah terekstrak dalam pelarut polar seperti 0,01% HCl (v/v) dalam aseton berair 70%, 0,01% HCl (v/v) dalam metanol (Rodriguez et al., 2001), dalam

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 35 H. Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati / JBI 11(1) 2020, 33-40 etanol (Sitorus et al., 2011; Braunlich et al., 2013) pH 1-3 dalam bentuk kation flavilium yang stabil dan dalam air (Padmaningrum, 2011). Hasil dan berwarna namun konsentrasi tinggi HCl akan penelitian melalui pengamatan visual dan KLT menghidrolisis senyawa antosianin menghasilkan ditunjukkan pada Gambar 1. Larutan berwarna aglikon dan residu gula (Markham, 1988). Pelarut merah terekstrak dalam pelarut AA (akuades:asam dari asam organik lemah menjadi alternatif untuk asetat) dan AH (akuades:HCl), sementara warna menghindari degradasi senyawa antosianin. kecoklatan terekstrak dalam pelarut MH dan AMH Gambar 1 menunjukkan hasil ektraksi kemungkinan ikut terekstraknya senyawa lainnya menggunakan pelarut asam asetat memberikan yang terkandung dalam daun adam hawa. larutan warna yang lebih muda. Hal ini Antosianin larut dalam beberapa pelarut polar diasumsikan jumlah antosianin yang terekstrak seperti alkohol, aseton, dimetil sulfoksida dan air tidak banyak. Oleh karena itu, hasil KLT untuk (Giusty dan Wrolstad, 2001; Socaciu, 2007). pelarut akuades: HCl (AH) memberikan spot Senyawa ini mudah berubah warna bergantung paling sedikit disertai ekor (tailing) dibandingkan pada keadaan pH larutan (Markakis, 1982; Bondre pelarut lainnya memiliki beberapa spot dengan et al., 2012). Antosianin pada kondisi asam yaitu noda tidak tegas/jelas (Gambar 1).

(I) Larutan hasil ekstrak, dari kiri ke kanan (II) Kromatogram KLT dari ekstrak berbagai dalam pelarut (a) MH, (b) AMH, (c) AA, pelarut (dari kolom kiri ke kanan). (1) (d) AH; AMH, (2) MH, (3) AH, dan (4) AA. Gambar 1. Ekstraksi daun adam hawa dalam pelarut polar dan pengamatan visual melalui kromatogram KLT

Pelarut akuades:HCl 0,1% (AH) dipilih antosianin yang terjadi bercak kuning dengan latar sebagai pelarut untuk proses isolasi. Ekstrak belakang ungu pada Rf 0,42. Uji kualitatif ini akuades:HCl daun adam hawa dipekatkan menegaskan bahwa ekstrak memiliki aktivitas menggunakan metode freeze drying. Setelah antioksidan (Gambar 2b). Perbandingan banyaknya dilakukan pemekatan, larutan berubah menjadi spot antara ekstrak kasar (K) dengan fraksi warna merah keunguan. Warna ini menunjukan antosianin hasil kolom (M) dari hasil KLT bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa menunjukkan bahwa kromatogram KLT dari M antosianin (Andrawulan dan Farailla, 2012). Proses memiliki satu spot yang berwarna merah dengan pemisahan selanjutnya menggunakan kolom Rf 0,4 sedangkan K masih memiliki banyak spot Sephadex LH-20. Prinsip pemisahan ini yang menunjukkan masih banyak senyawa lain berdasarkan bobot molekul terlarut yang akan yang terkandung dalam ekstrak Gambar 2c. terelusi keluar terlebih dahulu, sedangkan bobot molekul kecil akan terabsorpsi ke dalam pori-pori Penentuan Struktur Molekul Antosianin (Hagerman, 2002). Proses kromatografi kolom Struktur molekul antosianin ditentukan dari menghasilkan 6 fraksi yang dikumpulkan dengan serapan maksimum panjang gelombang pada rentang waktu elusi 5 menit per fraksi. Kemudian, daerah tampak menggunakan UV-Vis. Pembacaan tiap fraksinya dilakukan analisis KLT ditunjukkan spektrum panjang gelombang pada daerah UV-Vis pada Gambar 2. rentang 700-400 nm menunjukkan panjang Berdasarkan hasil KLT pada Gambar 2a, gelombang maksimal pada 534 nm (Gambar 3). fraksi 2-5 memiliki Rf yang sama yaitu sebesar Berdasarkan data spektrum panjang gelombang 0,4. Fraksi ini dinamakan ekstrak antosianin daun yang dibandingkan dengan panjang gelombang dan adam hawa. Uji kualitatif bahwa Rf 0,42 adalah absorptivitas molar senyawa antosianin menurut

36 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak H. Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati / JBI 11(1) 2020, 33-40

0,42 0,42 0,42

(a) Dari kiri ke kanan fraksi 1-6, well (b) Hasil uji antioksidan, (c) KLT dari ekstrak kasar no 2-5 mengandung noda pada Rf well 1 ekstrak kasar, 2 (K) dan fraksi murni 0,42 ekstrak kolom (M) Gambar 2. (a) Kromatogram hasil kolom dengan KLT silika dan eluen BAW (4:1:5 v/v); (b) Hasil uji antioksidan; (c) Hasil konfirmasi senyawa murni terhadap ekstrak kasar

Protocol Kimia Analitik Pangan Gusty dan identifikasi pengukuran warna menggunakan Wrolstad (2001), hasil pengukuran yang mendekati Datacolor dengan iluminan jenis D65 10 Deg. untuk senyawa ini adalah senyawa sianidin-3- galaktosa (530 nm) atau peonidin-3-glukosa (536 OH nm). Struktur molekul kedua senyawa tersebut OH dapat dilihat pada Gambar 4. O

HO OH OH

O

O OH Gambar 3. Spektrum UV-Vis fraksi antosianin HO Aktivitas Antioksidan Hasil pengujian kuantitatif aktivitas OCH3 (a) antioksidan menggunakan metode DPPH adalah serapan sampel sebesar 0,2919; serapan larutan blanko 0,1943 dan serapan kontrol 0,4939. OH

Menurut formula di atas, maka ekstrak antosianin OH daun adam hawa memiliki kapasitas antioksidan O sebesar 80,2389%. Nilai ini mendekati aktivitas antioksidan asam askorbat (vitamin C) sebesar 95 HO % (Joshi dan Goyal, 2011). OH OH

O Aplikasi pada Pembuatan Beras Merah Artificial Aplikasi pewarna merah antosianin dari daun adam hawa pada pembuatan beras merah O OH artificial telah dilaporkan oleh Husniati dan Budijanto (2016). Beras dibuat dengan teknologi HO ekstruksi pada paparan panas 70-80 0C. Standar pengujian Tabel 1 menggunakan beras putih alami OH (b) yang berbeda dengan laporan sebelumnya dari

Husniati dan Budijanto (2016) yang mengacu pada Gambar 4. Struktur senyawa (a) Peonidin-3-glukosa, (b) standar beras merah alami. Tabel 1 menunjukkan Sianidin-3-galaktosa

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 37 H. Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati / JBI 11(1) 2020, 33-40

Tabel 1. Hasil identifikasi perbedaan warna dari beras merah artificial dan alami menggunakan koordinat Lab. Sampel L A b DL Da Db Beras merah artificial 71,12 4,17 13,18 -9,05 4,52 -1,67 Beras merah alami 42,83 12,09 17,52 -37,34 12,44 2,67 Keterangan: L = ligthness/kecerahan (100) dan hitam (0), a= koordinat merah (+)/hijau (-), dan b= koordinat kuning (+)/biru (-), DL, Da, dan Db diperoleh dari selisih numerik/perbedaan warna sampel dengan standar. yang berbeda dengan laporan sebelumnya dari 4. KESIMPULAN Husniati dan Budijanto (2016) yang mengacu pada Hasil pemisahan ekstrak antosianin daun standar beras merah alami. Tabel 1 menunjukkan adam hawa menggunakan kromatografi kolom identifikasi pengukuran warna menggunakan Sephadex LH-20 diperkirakan secara Datacolor dengan iluminan jenis D65 10 Deg. spektrofotometri UV-Vis terkandung kelompok Pengujian warna memberi informasi senyawa antosianin jenis sianidin-3-galaktosa atau terdapat persepsi warna yang diperoleh dari tiga peonidin-3-glukosa yang mempunyai aktivitas jenis cahaya kromatis yang dilalui oleh cahaya antioksidan sebesar 80,23891% berdasarkan merah, hijau, dan biru (Giusty dan Wrolstad, metode DPPH. Ekstrak antosianin kaya 2001). Standar pengujian yang digunakan antioksidan ini ditambahkan pada pembuatan beras mempengaruhi hasil pembacaan warna. Seperti merah artificial dan memberi indikasi warna cerah halnya penelitian Husniati dan Budijanto (2016) (L=71,12) dan merah (a +4,17) dengan kestabilan yang melaporkan bahwa penggunaan beras merah warna merah ke arah lebih muda (Da +4,52) serta sebagai standar menghasilkan pembacaan beras warna kuning yang lemah (b +13,18 dan Db -1,67). merah artificial ke arah hijau dan biru. Sementara Pembacaan ini mempersepsikan tingkat warna itu, hasil yang diperoleh dengan standar beras putih artificial ke arah merah muda dan lebih cerah memberikan pembacaan arah warna yaitu nilai L dibandingkan terhadap standar beras merah alami (lightness) mengarah warna cerah dengan skala berwarna merah tua dan kurang cerah. pembacaan 80,17; nilai a memberikan skala pembacaan mengarah warna merah (+)4,17 dan b DAFTAR PUSTAKA warna kekuningan (+)14,85. Berdasarkan perbandingan hasil pembacaan Ahmed, J.K., Salih, H.A,M., & Hadi, A.G. (2013). warna untuk sampel beras merah artificial dengan Anthocyanins in red beet juice act as scavengers penambahan pewarna ekstrak daun adam hawa for heavy metals ions such as lead and cadmium. terhadap warna beras merah alami, maka dapat The International Journal of Science and dinyatakan bahwa nilai L beras merah artificial Technology, 2 (3), 269-274. ISSN 2049.7318. pada skala mendekati 100. Hal ini menunjukkan Andersen, O.M., & Markham, K.R. (2006). Flavonoids: bahwa tingkat kecerahan tinggi sementara beras Chemistry, biochemistry, and applications. Boca merah alami (natural) dengan warna mendekati Raton, Florida, USA: CRC Press, pp. 328; 397- 398; and 473. ISBN 0-8493-2021-6. hitam (nilai L=43), dengan arah kestabilan warna untuk artificial ke arah terang (dL mendekati nol) Andrawulan, N., & Farailla, R.H.F. (2012). Pewarna sementara beras merah alami ke arah pekat (dL-). alami untuk pangan. Bogor, Indonesia: Pembacaan nilai a untuk sampel artificial SEAFAST Center IPB, pp. 23-27. maupun alami menunjukkan tingkat warna ke arah Bagchi, D., Sen, C.K., Bagchi, M., & Atalay, M. (2004). merah (a+) dan lebih merah (Da+) dengan Anti-angiogenic, antioxidant, and anti- perbandingan lebih kuat 3 kali untuk perbedaan carcinogenic properties of a novel anthocyanin- warna merah beras merah alami dibandingkan rich berry extract formula. Biochemistry, 69, 75- beras merah artificial. Pembacaan nilai b memberi 80. persepsi tingkat warna ke arah kuning dan lebih Bett-Garber, K.L., Champagne, E.T., Ingram, D.A., and kuning (Db+) untuk sampel alami sementara Grimm, C.C. 2004. Impact of iron source and sampel artificial memberikan persepsi kurang concentration on rice flavor using a simulated untuk warna kuning. rice kernel micronutrient delivery system. Cereal Chemistry, 81(3), 384-388. Bondre, S., Patil, P., Kulkarni, A., & Pillai, M.M. (2012). Study on isolation and purification of

38 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak H. Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati / JBI 11(1) 2020, 33-40

anthocyanins and its application as pH indicator. Hagerman, Ann E. (2002). Sephadex LH-20. USA: International Journal of Advanced Amersham Biosciences. Biotechnology and Research, 3 (3), 698-702. Harborne, J.B. (1998). Phytochemical methods : A ISSN 2278-599X. guide to modern techniques of plant analysis Braulich, M., Slimestad, R., Wangensteen, H., Brede, Third Edition. London, UK: Chapman Hall, pp. C., Malterud, K.E., & Barsett, H. (2013). Extract, 66. anthocyanins and procyanidins from Aronia Hanifa, N. (2016). Pengembangan beras analogubi melanocarpa as radical scavengers and enzyme jalar ungusebagai pangan fungsional tinggi inhibitor. Nutrients, 5 (3), 663-678. serta dan kaya polifenol. Unpablished doi:10.3390/nu5030663. SkripsiFakultas Teknologi Pertanian ITP Institut BPS. (2018). Ringkasan eksekutif luas panen dan Teknologi Bogor, Indonesia. produksi beras di Indonesia 2018. Jakarta: BPS Hou, F., Zhang, R., Zhang, M., Su, D., Wei, Z., Deng, Press. Pp. 17. ISBN: 978-602-438-237-7. Y., Zhang, Y., Chi, J., Tang, X. (2013). Cho, D.H, and Lim, S.T. (2016). Germinated brown rice Hepatoprotective and antioxidant activity of and its bio-functional compound. Food anthocyanins in black rice bran on carbon Chemistry 196: 259-271. tetrachlorida-induced liver injury in mice. Diaconeasa, Z., Leopold, L., Rugina, D., Ayvaz, H., & Journal of Functional Foods. 1-9, doi : Socaciu, C. (2015). Antiproliferative and 10.1016/j.jff.2013.07.015. Antioxidant Properties of Anthocyanin Rich Husniati, Budijanto, S. (2016). Peningkatan Mutu Beras Extracts from Blueberry and Blackcurrant Juice. Merah Artificial Melalui Penambahan Pewarna International Journal of Molucular Sciences, 16 Antosianin. Prosiding Kongres Teknologi (2), 2356-2358. doi:10.3390/ijms16022352. Nasional 2016- Inovasi Teknologi untuk Garcia, E.J., Oldoni, T.L.C., de Alencar, S.M., Reis, A., Kejayaan bangsa dan Negara (pp. 403-410). Loguercio, A.D., & Grande, R.H.M. (2012). Jakarta: BPPT. ISBN : 978-602-401-048-3. Antioxidant activity by DPPH assay of potential Joshi, Y., & Goyal. B. (2011). Anthocyanins: A lead for solution to be appliaed on bleached teeth. anticancer drugs. International Journal of Brazillian Dental Journal, 23 (1), 22-27. doi: Research in Pharmacy and Chemistry, 1 (4), 10.1590/S0103-64402012000100004. 1119-1126. ISSN: 2231-2781. Garcia-Varela, R., Garcia-Garcia, R.M., Barba-Davila, Kadowangko, N.Y., Solang, M., & Ahmad, J. (2011). B.A., Fajardo-Ramirez, O.R., Serna-Saldivar, Kajian Etnobotani Tanaman Obat oleh S.O., & Cardineau, G.A. (2015). Antimicrobial Masyarakat Kabupaten Bonebolango Provinsi activity of Rhoeo Discolor phenolic rich extract Gorontalo. Laporan Penelitian, Universitas determination by Flow Cytometry. Molecule, 20 Negeri Gorontalo, Gorontalo. (10), 18685-18703. doi: Khalid, N., Fawad, S.A., & Ahmed, I. (2011). 10.3390/molecules201018685. Antimicrobial activity, phytochemical profile Giusty, M.M., & Wrolstad, R.E. (2001). Current and trace minerals of black mulberry (Morus protocol in food analytycal chemistry. nigra L.) fresh juice. Pak. J. Bot., 43, 91-96. Characterization and measurement of Kharisma T. (2015). Formulasi beras analog dan studi anthocyanin by UV-Visible Spectroscopy. Unit efek hipokolesterolemiknya secara in vivo. F1.2.1-F1.2.13. Ney Jersey: John Wiley & Sons Inc., pp 1-7. [Tesis] Bogor (ID): IPB. Li, Y., Diosadyand, L., Jankowski, S. (2008). Effect of Gonzalez-Avila, M., Arriaga-Alba, M., de la Garza, M., iron compounds on the storage stability of del Carmen Hernandez Pretelin, M., Dominguez- multiple fortified ultra rice@. International Ortiz, M.A., Fattel-Fazenda, S., & Villa-Trevino, S. (2003). Antigenotoxic, antimutagenic and Journal of Food Science and Technology, 43, ROS scavenging activities of a Rhoeo discolor 423-429. ethanolic crude extract. Toxicology in Vitro. 17 Maddu, A., Zuhri, M., & Irmansyah. (2007). (1), 77-83. doi: 10.1016/S0887-2333(02)00120- Penggunaan ekstrak antosianin kol merah 0. sebagai fotosensitizer pada sel surya TiO2 Guerrero, J. C., Ciampi L.P., Castilla A.C., Medel F.S., nanokristal tersensitisasi dye. Makara Teknologi, Schalchli H.S., Hormazabal E.U., Bensch E.T., 11 (2), 78-84. & Alberdi M.L. (2010). Antioxidant capacity, Markakis, P. (1982). Anthocyanins as Food Colors. anthocyanins, and total phenols of wild and New York, USA: Academic Press. pp. 3-7. cultivated berries in Chile. Chilean Journal of ISBN 0-12-472550-3. Agricultural Research, 70 (4), 537-544.

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 39 H. Husniati, Junaidi Permana, Tati Suhartati / JBI 11(1) 2020, 33-40

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Arce-Popoca, E., Herńandez-Garcia, S., & Villa- Flavonoid. Alih Bahasa Kosasih Padmawinata. Trevino, S. (2008). Aqueous crude extract of Bandung: Institut Teknologi Bandung, pp. 117. Rhoeo discolor, a Mexican medicinal plant, Miguel, M.G. (2010). Antioxidant and anti- decrease the formation of liver preneoplastic foci Inflammatory activities of essential oils: A short in rats. Journal of Ethnopharmacology, 115 (3), review. Molecules, 15, 9252-9287. 381 - 386. doi:10.1016/j.jep.2007.10.022. doi:10.3390/molecules 15129252. Sirisomboon, P., Kaewsorn, K., Thanimkarn, S., and Murphy, P.A., Smith, B., Hauck, C., and O’Connor, K. Phetpan, K. (2017). Non-linear viscoelastic behavior of cooked white, brown, and (1992). Stabilization of vitamin A in a synthetic germinated brown Thai jasmine rice by large rice premix. Journal of Food Science, 57 (2), deformation relaxation test. International 437-439. Journal of Food Properties 20 (7): 1547-1557. Padmaningrum, R.T. (2011). Karakter Ekstrak Zat Doi: 10.1080/10942912.2016.1213741. Warna Daun Rhoeo discolor sebagai Indikator Sitorus, R.M.H., Wullur, A.C., & Yamlean, P.V.Y. Titrasi Asam Basa. Unpublished Skripsi. (2011). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Universitas Negeri Yogyakarta,Yogyakarta. Flavonoid pada Daun Adam Hawa (Rhoeo Parivuguna, V., Gnanaprabhal, R., Dhanabalan, R., & discolor). Unpublished Skripsi. FMIPA Doss, A. (2008). Antimicrobal properties and Universitas Sam Ratulangi, Makassar. phytochemical constituent of Rhoeo discolor Socaciu, C. (2007). Food Colorants: Chemical and hance. Ethnobotanical Leaflets. 12: 841-845. Functional Properties. London: CRC Press. pp. Permana, J. (2015). Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa 35-37. eISBN 9781420009286. Antosianin Dari Daun Adam Hawa (Rhoeo Supiyanti, W., Endang, D.W., & Lia, K. (2010). Uji discolor L. Her). Unpublished Skripsi. FMIPA Aktivitas Antioksidan dan Penentuan Kandungan Kimia Universitas Lampung, Indonesia. Antosianin Total Kulit Buah Manggis (Garciana Pudjihastuti, I., Sumardiono, S., & Kusumayanti, H. mangostana L). Majalah Obat Tradisional XV (2018). Analog Rice Development as Alternative (2), 64-70. Food Made of Raw Composite Flour Enriched Tsuda, T., Horio, F., Uchida, K., Aoki, H., & Osawa, T. Protein Canavalia ensiformis. E3S Web of (2003). Dietary cyanidin 3-O--D-glucoside-rich Conferences, 73, 13017: 1-4, purple corn color prevents obesity and doi:10.1051/e3sconf/20187313017 Ameliorates hyperglycemia in mice. The Journal Rodriguez, S., Luis, E., Wrolstad, R.E. (2001). Current of Nutrition, 133 (7), 2125-2130. doi: Protocol: Extraction,iIsolation, and purification 10.1093/jn/133.7.2125. of anthocyanins. Journal Current Protocol in Win, N.Y., Nyein, M.M., Wynn, N., Myint, W., Myint, Food Analytycal Chemistry. Maryland, USA: S.H., & Khine, M. (2001). Antibacterial Activity University of Maryland College Park. of Selected Myanmar Medicinal Plants. J. Myan. Roobha, J., Saravanankumar, M., Aravindhan, K.M., & Acad. Tech. 1: 75-88. MM040005. Devi, P.S. (2011). In vitro evaluation of Zeng, Z., Hu, X., McClements, D. J., Luo, S., Liu, C., anticancer property of anthocyanin extract from Gong, E., & Huang, K. (2019). Hydrothermal Musa acuminate bract. Research in Pharmacy 1 stability of phenolic extracts of brown rice. Food (4), 17-21. ISBN : 2231-539X. Chemistry, 271: 114–121. Rosales-Reyes, T., de la Garza, M., Arias-Castro, C., doi:10.1016/j.foodchem.2018.07.180 Rodrıguez-Mendiola, M., Fattel-Fazenda, S.,

40 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak N. Hidhayati, N. W. S. Agustini,JBI M. 11(1)Apriastini,2020, 41C. -Margaretha48 / JBI 11(1) 2020, 41-48 DOI: http://dx.doi.org/10.36974/jbi.v1 1i1.5540

BIOPROPAL Industri

http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal

POTENSI PIGMEN FIKOBILIPROTEIN SEBAGAI AGEN ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS HAYATI DARI SIANOBAKTERIA Chroococcus turgidus

(Potency of Phycobiliprotein Pigment as Antioxidant and Biological Toxicity Agents from Cyanobacteria Chroococcus turgidus)

Noor Hidhayati1, Ni Wayan Sri Agustini1, Marsiti Apriastini1, Claudia Margaretha2 1Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl Raya Bogor KM 46, Cibinong, Bogor 16911, Indonesia 2Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jl Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta 12640, Indonesia Email: [email protected] Diterima 05 September 2019, Revisi akhir 12 Februari 2020, Disetujui 12 Maret 2020

ABSTRAK. Fikobiliprotein merupakan kompleks pigmen-protein yang dimiliki oleh sianobakteria dan menunjukkan berbagai aktivitas biologi yang luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan toksisitas hayati dari pigmen fikobiliprotein Chroococcus turgidus yang diekstrak menggunakan berbagai pelarut polar, yaitu air, kalsium klorida dan buffer fosfat. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode perendaman radikal bebas DPPH sedangkan uji toksisitas hayati dengan BSLT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pigmen fikobiliprotein berhasil diekstraksi menggunakan ketiga macam pelarut. Hasil terbaik dicapai oleh pelarut air dengan kadar pigmen 0,296 mg/mL. Berdasarkan uji aktivitas, pigmen fikobiliprotein yang diekstrak menggunakan pelarut air bersifat aktif sebagai antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 198,706 µg/mL, sedangkan hasil ekstraksi menggunakan kalsium klorida dan buffer fosfat tidak aktif sebagai antioksidan dengan nilai IC50 berturut-turut adalah 1255,430 µg/mL dan 1508,130 µg/mL. Hasil uji toksisitas menunjukkan pigmen fikobiliprotein yang diekstrak menggunakan air tidak bersifat toksik dengan nilai LC50 sebesar 1920,430 µg/mL sedangkan pigmen yang diekstrak menggunakan kalsium klorida dan buffer fosfat bersifat toksik dengan nilai LC50 berturut-turut sebesar 534,070 µg/mL dan 221,050 µg/mL. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pigmen fikobiliprotein sianobakteria C. turgidus dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan alami. Aktivitas toksisitas yang dimilikinya memberikan gambaran untuk pengujian lebih lanjut ke arah potensi dan seleksi senyawa antikanker. Kata kunci: antioksidan, C. turgidus, fikobiliprotein, toksisitas

ABSTRACT. Phycobiliprotein is a pigment-protein complex owned by cyanobacteria and exhibits a wide variety of biological activities. This study was aimed to determine antioxidant activity and biological toxicity of phycobiliprotein pigments from Chroococcus turgidus, extracted using various polar solvents, namely, water, calcium chloride and phosphate buffer. The antioxidant activity assay was analysed using the DPPH free radical reduction method while the biological toxicity assay was analysed using BSLT method. The results showed that the phycobiliprotein pigment was successfully extracted using three types of solvents. The best result was obtained by water solvent with pigment levels of 0.296 mg/mL. Based on the activity, the phycobiliprotein pigment extracted using a water solvent was active as an antioxidant with an IC50 value of 198.706 µg/mL, while the extraction results using calcium chloride and phosphate buffer were not active as an antioxidant with IC50 values were 1255.430 µg/mL and 1508.130 µg/mL, respectively. Toxicity assay showed that phycobiliprotein pigments extracted using water was non-toxic with LC50 values of 1920.430 µg/mL while pigments extracted using calcium chloride and phosphate buffer were toxic with LC50 values of 534.070 µg/mL and 221.050 µg/mL, respectively. The results of this study prove that phycobiliprotein pigment from C. turgidus can be used as a natural antioxidant. Its toxicity activity provides an overview for further study towards the potential and selection of anticancer compounds. Keywords: antioxidant, C. turgidus, phycobiliprotein, toxicity

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 41 N. Hidhayati, N. W. S. Agustini, M. Apriastini, C. Margaretha / JBI 11(1) 2020, 41-48

1. PENDAHULUAN penanda berpendar (fluorescent marker) (El-aty et Meningkatnya level stres oksidatif dan al., 2014). Pigmen ini terbukti menunjukkan spesies oksigen reaktif (ROS) dalam tubuh dapat aktivitas antioksidan, antikanker, antimikroba dan mengganggu dan menimbulkan kerusakan protein, antiinflamasi (Manirafasha et al., 2016). Hasil lipid dan DNA di dalam sel yang mengarah pada penelitian menunjukkan potensi fikobiliprotein munculnya berbagai penyakit kronis pada manusia sebagai antioksidan, menghambat kematian neuron (Bermejo-Bescos et al., 2008)) seperti kanker, melalui mekanisme pembersihan radikal bebas kardiovaskuler, hingga penyakit degeneratif (Eriksen, 2008). Fikobiliprotein bahkan disebut (Benedetti et al., 2004). Tubuh membutuhkan sebagai salah satu antioksidan kuat (Singh et al, senyawa antioksidan yang memiliki peranan 2005). Cara kerja pigmen fikobiliprotein dalam penting sebagai penghambat dan penangkal radikal mengurangi produksi ROS adalah dengan bebas sehingga mampu melindungi tubuh dari menyerap dan menghilangkan energi eksitasi bahaya akibat kerusakan oksidatif ini (El-aty et al., sebagai panas dan secara efisien mentransfer 2014). Selama ini banyak digunakan antioksidan energi yang diserap ke pusat reaksi fotosintesis sintetik, seperti BHA (Butylated Hydroxyl Anisole) (Wada et al., 2013). Pada sianobakteria, lebih dari dan BHT (Butylated Hydroxyl Toluene). 99% UV-B diserap oleh protein pengikat klorofil Penggunaan antioksidan sintetik yang berlebihan dan kompleks pemanen cahaya fikobilisom, yang di sisi lain dapat menimbulkan efek negatif karena melekat pada permukaan luar membran tilakoid bersifat toksik, karsinogenik dan dapat memicu (Valuta et al., 2015). Kandungan pigmen kerusakan hati (Hussain et al., 2008). Bertolak dari fikobiliprotein ini dapat bervariasi, tergantung pada fenomena ini, para peneliti giat melakukan ketersediaan nutrisi dan faktor lingkungan seperti penelitian untuk menemukan sumber antioksidan cahaya, suhu dan pH (Pandey et al., 2013). alami yang lebih aman. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan Sianobakteria merupakan prokariot penelitian ini untuk mengkaji potensi antioksidan fotosintetik paling primitif dan telah mengalami dan toksisitas hayati pigmen fikobiliprotein dari stres lingkungan yang ekstrim selama proses sianobakteria C. turgidus. Pengujian toksisitas evolusi, sehingga tidak mengherankan apabila memiliki korelasi dengan uji sitotoksik sehingga sianobakteria kaya akan metabolit sekunder dan dapat digunakan sebagai studi pendahuluan dalam enzim antioksidan sebagai pertahanan diri (Singh seleksi senyawa antikanker. et al., 2017). Mekanisme perlindungan dan perbaikan yang ditunjukkan oleh sianobakteria 2. METODE PENELITIAN terhadap spesies oksigen reaktif (ROS) melibatkan Kultivasi C. turgidus (Becker, 1994) antioksidan enzimatis dan non enzimatis (Kesheri Sianobakteria C. turgidus dikultivasi pada et al., 2011). Strategi secara enzimatis dilakukan media Johnson yang mengandung MgSO4.7H2O melalui aktivasi berbagai enzim, seperti (0,5 g/L), CaCl2.2H2O (0,2 g/L), MgCl2 (1,5 g/L), superoksida dismutase, katalase, glutation NaHCO3 (0,045 g/L), KH2PO4 (0,035 g/L), KNO3 reduktase dan askorbat peroksidase (Bharanidharan (0,5 g/L), NaCl (27 g/L) dan mikronutrisi A5 (1 et al., 2013; Guedes et al., 2013), kemudian mL/L) dengan kondisi intensitas cahaya 2500 lux diperkuat dengan senyawa-senyawa antioksidan dan aerasi secara kontinyu. Pertumbuhan sel di non enzimatis seperti asam askorbat, fenol, evaluasi setiap hari secara turbidimetri flavonoid (Wu et al., 2010) dan fikobiliprotein. menggunakan spektrofotometer UV-Vis Pigmen fikobiliprotein merupakan (Shimadzu UV-160) pada panjang gelombang 680 kompleks pigmen-protein yang larut dalam air, nm. Kurva pertumbuhan dibuat dengan cara berwarna cerah dan sangat berfluoresensi yang memplotkan antara waktu kultur dengan kepadatan terdiri dari fikosianin (pigmen biru), allofikosianin jumlah populasi sel mikroalga. Kultivasi dilakukan (pigmen hijau kebiruan) dan fikoeritrin (pigmen selama 10 hari hingga sel mencapai fase logaritmik merah). Pada sianobakteria, kandungan akhir. Pemanenan kultur dilakukan dengan fikobiliprotein dapat mencapai 40% dari sentrifugasi (Heraus Biofuge 22 R) pada kecepatan kandungan total protein terlarut (Maurya et al., 6000 rpm selama 5 menit. 2014; Pandey et al., 2013). Pemanfaatan pigmen ini sangat beragam. Selain dimanfaatkan sebagai Ekstraksi Pigmen Fikobiliprotein (Silveira et pewarna alami pada makanan dan kosmetik, al., 2007; Yu et al., 2017) pigmen fikobiliprotein juga dapat dimanfaatkan Ekstraksi pigmen dilakukan dengan metode dalam bidang farmasi dan biomedis, yaitu sebagai freezing-thawing modifikasi menggunakan

42 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak N. Hidhayati, N. W. S. Agustini, M. Apriastini, C. Margaretha / JBI 11(1) 2020, 41-48

berbagai pelarut polar. Sebanyak masing-masing 1 sama. Larutan DPPH dalam metanol digunakan g biomassa ditambahkan dengan masing-masing sebagai blangko. Sampel, kontrol positif dan 15 mL kalsium klorida 1%, buffer fosfat dan air, blangko diinkubasi pada waterbath suhu 37°C kemudian di vortex hingga homogen. Sampel selama 30 menit. Serapan diukur menggunakan dibekukan dalam freezer selama 24 jam kemudian spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang dicairkan kembali pada kondisi gelap dan 517 nm. Persentase hambatan/inhibisi dihitung dipisahkan antara supernatan dan pelet dengan dengan rumus seperti yang disajikan dalam sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 persamaan (5) berikut: menit. Supernatan tersebut merupakan ekstrak (%) = pigmen fikobiliprotein. Ekstrak pigmen ( ) selanjutnya dikeringkan dengan metode × 100 ...... (5) pengeringan beku (freeze drying). Grafik hubungan antara konsentrasi dan Identifikasi dan Perhitungan Kadar Pigmen hambatan dibuat untuk menentukan nilai IC50 Fikobiliprotein melalui persamaan regresi linear y = a + bx, Identifikasi pigmen fikobiliprotein dilakukan dengan y = 50 dan nilai x menunjukkan IC50. Nilai dengan mengukur spektrum menggunakan IC50 (Inhibition Concentration 50) adalah spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang konsentrasi antioksidan (µg/mL) yang mampu 300-700 nm. Panjang gelombang maksimum meredam radikal bebas sebanyak 50% dibanding fikobiliprotein yaitu 610-620 nm (Richa et al., kontrol. Ekstrak dinyatakan aktif sebagai 2011). Perhitungan kadar pigmen fikobiliprotein antioksidan apabila nilai IC50 < 200 µg/mL dilakukan dengan mengukur serapan supernatan (Molyneux, 2004). menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm, 620 nm dan 650 nm. Uji Toksisitas dengan BSLT (Brine Shrimp Penetapan kadar fikobiliprotein dihitung dengan Lethality Test) menggunakan rumus seperti yang tersaji dalam Uji toksisitas pigmen dengan BSLT persamaan (1-4) berikut (Becker, 1994; Soni et al., mengacu pada metode Meyer et al. (1982) dengan 2006). menggunakan larva udang Artemia salina Leach. Larva udang diperoleh dari telur A. salina yang [ − ] (/) = ditetaskan pada wadah penetasan yang berisi air , × laut dan dilengkapi dengan pencahayaan dan ...... …(1) , aerasi. Wadah penetasan ditutup dengan aluminium foil. Setelah 48 jam, telur akan menetas menjadi [ − ] (/) = larva udang dan siap digunakan untuk pengujian. , × ...... (2) , Ekstrak pigmen fikobiliprotein dibuat dengan konsentrasi 10, 100 dan 1000 ppm dalam air laut, [ − ] (/) = masing-masing 3 kali ulangan. Jika ekstrak pigmen , × [ ], × [] susah larut maka ditambahkan 2 tetes DMSO ...... (3) , (dimethyl sulfoxide). Sebanyak 10 ekor larva udang A. salina dimasukkan ke dalam vial yg berisi (/) = [ − ] + ekstrak pigmen, sementara vial yang tidak berisi [ ] [ ] ...... (4) − + − ekstrak dijadikan sebagai kontrol. Pengamatan

dilakukan setelah 24 jam untuk menghitung Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode persentase kematian larva udang. Grafik hubungan Perendaman DPPH (2,2-diphenyl-1- antara konsentrasi log dan mortalitas dibuat untuk picrylhidrazyl) (Blois, 1958) menentukan nilai lethal concentration 50 (LC50) Sebanyak 1 mL larutan 0,4 mM DPPH berdasarkan persamaan regresi linier y = a + bx. dalam metanol ditambahkan ke dalam 4 mL LC50 adalah konsentrasi suatu zat yang ekstrak pigmen fikobiliprotein yang dilarutkan menyebabkan kematian 50% dari populasi uji. dalam metanol yang sebelumnya telah dibuat pada Suatu ekstrak dikatakan toksik apabila mempunyai berbagai konsentrasi (100, 250, 400, 550 dan 700 nilai LC50 < 1000 µg/mL, dan dikatakan tidak µg/mL). Vitamin C (asam askorbat) digunakan toksik apabila nilai LC50 >1000 µg/mL (Meyer et sebagai kontrol positif dan dibuat pada konsentrasi al., 1982). 2, 4, 6, 8 dan 10 µg/mL dengan prosedur yang

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 43 N. Hidhayati, N. W. S. Agustini, M. Apriastini, C. Margaretha / JBI 11(1) 2020, 41-48

3. HASIL DAN PEMBAHASAN dibandingkan antar metode, maka freezing-thawing Pertumbuhan C. turgidus dan Ekstraksi Pigmen merupakan metode paling efisien untuk Fikobiliprotein mengekstrak pigmen dari biomassa basah (Eriksen, Kultivasi C. turgidus dilakukan selama 10 2008). Oleh karena itu, penelitian ini mengacu hari. Sianobakteria ini tidak mengalami fase lag pada metode ekstraksi tersebut. dan langsung mengalami fase pertumbuhan Ekstraksi kasar bisa dilakukan dengan cara logaritmik hingga hari terakhir kultivasi. Hal ini gangguan mekanis terhadap sel (ultrasonikasi, disebabkan oleh OD awal kultur sudah tinggi yaitu bead mill atau sistem tekanan tinggi) atau dengan 0,5 sehingga kultur sudah cukup beradaptasi ekstraksi osmotik kimia (misal dengan buffer dengan lingkungan dan media kultivasi. C. fosfat) (Yu et al., 2017). Buffer fosfat merupakan turgidus dipanen pada hari ke-10 yaitu pada pada pelarut yang umum digunakan dalam ekstraksi saat berada di fase logaritmik akhir. Menurut fikobiliprotein. Pada metode ini, terjadi Brown et al. (1997), mikroalga yang tumbuh pada homogenasi suspensi sel dalam larutan buffer fase logaritmik akhir biasanya mengandung 30- fosfat encer yang akan menyebabkan syok osmotik 40% protein. Komposisi nutrisi ini dapat berubah dan pecahnya dinding sel (Sun et al., 2009). Pada pada fase stasioner karena kurangnya nitrat pada penelitian ini digunakan 3 macam pelarut yaitu air, media kultur sehingga karbohidrat meningkat dan buffer fosfat dan kalsium klorida. Ketiga pelarut ini protein cenderung menurun. Biomassa basah yang merupakan pelarut polar, sama halnya dengan dihasilkan selanjutnya digunakan untuk proses pigmen fikobiliprotein. Hasil pengamatan secara ekstraksi pigmen fikobiliprotein. Proses ekstraksi visual menunjukkan bahwa pigmen fikobiliprotein merupakan hal yang krusial sehingga kesesuaian yang diekstraksi menggunakan air berwarna biru metode dalam proses ini akan menentukan sedikit kehijauan sedangkan hasil ekstraksi keberhasilan dan banyaknya yield pigmen menggunakan kalsium klorida dan buffer fosfat fikobiliprotein yang diperoleh. Proses ekstraksi berwarna biru cerah (Gambar 1). Warna biru ini fikobiliprotein dari sianobakteria bisa saja sulit dipengaruhi oleh kandungan fikosianin yang karena resistensi dinding sel dan ukuran dominan diantara pigmen lainnya. Sementara itu, sianobakteri yang kecil (Yu, 2017; Yu et al., munculnya warna biru kehijauan pada hasil 2017). Terdapat beberapa metode dalam ekstraksi ekstraksi menggunakan air dipengaruhi oleh fikobiliprotein, salah satunya menggabungkan kandungan allofikosianin yang lebih tinggi jika pemecahan dinding sel dan ekstraksi dibandingkan hasil ekstraksi menggunakan fikobiliprotein yang larut dalam air. Apabila kalsium klorida dan buffer fosfat.

A B C Gambar 1. Pigmen fikobiliprotein yang diekstraksi dengan berbagai pelarut (A. pelarut air; B. pelarut kalsium klorida; C. pelarut buffer fosfat

Identifikasi dan Perhitungan Kadar Pigmen maksimal pada panjang gelombang 616 nm yang Fikobiliprotein dicapai oleh ketiga sampel yang diekstrak dengan Berdasarkan hasil identifikasi pigmen air, kalsium klorida, maupun buffer fosfat. Hal ini fikobiliprotein melalui pengukuran spektrum juga didukung dengan serapan pada panjang dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang yang mendekati dengan panjang gelombang 300-700 nm, terlihat adanya serapan gelombang untuk identifikasi fikosianin,

44 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak N. Hidhayati, N. W. S. Agustini, M. Apriastini, C. Margaretha / JBI 11(1) 2020, 41-48

allofikosianin dan fikoeritrin (data tidak dalam ekstraksi pigmen ini sangatlah tepat. Selain ditampilkan). Hasil pengukuran ini sejalan dengan itu dibandingkan kedua pelarut lainnya, maka air pendapat Richa et al. (2011) yang menyebutkan paling aman, ekonomis dan mudah didapatkan. bahwa panjang gelombang maksimum Kadar fikobiliprotein merupakan kadar total fikobiliprotein yaitu 610-620 nm, sekaligus pigmen yang terdiri dari fikosianin, allofikosianin, meyakinkan bahwa proses ekstraksi pigmen dan fikoeritrin (Becker, 1994; Soni et al., 2006). berhasil dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian, Berdasarkan hasil juga terlihat bahwa kadar terlihat bahwa kadar pigmen fikobiliprotein fikosianin yang dicapai ketiga pelarut tertinggi dicapai oleh ekstraksi menggunakan air, menunjukkan nilai paling tinggi dibandingkan kemudian berturut-turut dicapai oleh kalsium pigmen lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa klorida dan buffer fosfat (Tabel 1). Hasil ini fikosianin merupakan komponen dominan dalam mengindikasikan bahwa pelarut air efektif fikobiliprotein sianobakteria C. turgidus. Penelitian digunakan untuk mengekstraksi pigmen yang dilakukan oleh Rai & Rajashekhar (2015) fikobiliprotein, meskipun berbagai literatur juga memperkuat pendapat ini dengan hasil menyebutkan bahwa buffer fosfat paling umum ekstraksi pigmen fikobiliprotein dari C. turgidus dan efektif digunakan (Sun et al., 2009). Sesuai sebesar 4,00 mg/g berat kering, dan fikosianin dengan sifat pigmen fikobiliprotein yang larut sebagai pigmen dominan. dalam air, maka penggunaan air sebagai pelarut Tabel 1. Kadar pigmen fikobiliprotein dari C. turgidus Kadar Pigmen (mg/mL) No Pelarut Fikosianin Allofikosianin Fikoeritrin Fikobiliprotein 1 Air 0,186 0,078 0,032 0,296 2 Kalsium klorida 0,176 0,064 0,030 0,269 3 Buffer fosfat 0,144 0,054 0,021 0,220

Tabel 2. Aktivitas antioksidan pigmen fikobiliprotein yang diekstrak menggunakan berbagai pelarut

% Hambatan rata-rata + SD pada berbagai konsentrasi IC Pelarut 50 100 (µg/mL) 250 (µg/mL) 400 (µg/mL) 550 (µg/mL) 700 (µg/mL) (µg/mL) Air 48,034±0,443 51,046±0,586 53,278±0,395 56,932±0,650 57,852±0,256 198,706 Kalsium 23,623±1,108 27,942±1,459 31,826±0,920 33,913±0,529 37,391±0,261 1255,430 klorida Buffer fosfat 12,299±1,380 18,990±0,193 21,995±0,142 26,487±0,738 27,819±0,284 1508,130 2 (µg/mL) 4 (µg/mL) 6 (µg/mL) 8 (µg/mL) 10 (µg/mL) Vit C 15,104±6,340 47,950±3,616 75,883±4,792 92,286±1,195 92,854±1,654 4,517

Aktivitas Antioksidan Pigmen Fikobiliprotein sejalan dengan penelitian El-aty et al. (2014) yang Uji aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan berbagai ekstrak sianobakteria menggunakan metode perendaman radikal bebas Oscillatoria agardhii dan Anabaena sphaerica DPPH karena cepat, sederhana dan murah pada konsentrasi 50, 100 dan 150 µg/mL dan (Prakash et al., 2001). Kemampuan reduksi radikal didapatkan nilai penghambatan terbesar pada bebas DPPH ditandai dengan adanya penurunan konsentrasi ekstrak tertinggi. nilai absorbansi pada panjang gelombang 517 nm Suatu ekstrak dinyatakan aktif sebagai dan secara visual terlihat dengan terjadinya antioksidan apabila nilai IC50 < 200 µg/mL perubahan warna dari ungu menjadi kuning (El-aty (Molyneux, 2004). Berdasarkan hal tersebut, maka et al., 2014; Prakash et al., 2001). Hasil penelitian hanya pigmen fikobiliprotein hasil ekstraksi menunjukkan adanya aktivitas penghambatan dari dengan air yang aktif sebagai antioksidan, dengan pigmen fikobiliprotein terhadap radikal DPPH. nilai IC50 sebesar 198,706 µg/mL. Sementara Semakin tinggi konsentrasi maka nilai persentase pigmen fikobiliprotein hasil ekstraksi hambatan juga makin besar (Tabel 2). Hal ini menggunakan kalsium klorida dan buffer fosfat

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 45 N. Hidhayati, N. W. S. Agustini, M. Apriastini, C. Margaretha / JBI 11(1) 2020, 41-48

Tabel 3. Aktivitas toksisitas pigmen fikobiliprotein yang diekstrak menggunakan berbagai pelarut Konsentrasi No Pelarut % Kematian LC (µg/mL) Keterangan (µg/mL) 50 1000 47,370 1 Air 100 15,090 1.920,430 Tidak toksik 10 3,950 1000 56,820 2 Kalsium klorida 100 31,820 534,070 Toksik 10 7,140 1000 65,220 3 Buffer fosfat 100 45,710 221,050 Toksik 10 11,110 tidak aktif sebagai antioksidan karena nilai IC50 tercatat adanya peningkatan produksi pigmen nya sangat besar hingga melebihi 1000 µg/mL. fikobiliprotein yang linear dengan meningkatnya Hasil ini juga ikut dipengaruhi oleh kadar pigmen aktivitas antioksidan. Sebaliknya ketika terjadi fikobiliprotein yang lebih tinggi (dengan pelarut pengurangan nitrat maka terjadi pula penurunan air) dibandingkan pelarut lainnya. Aktivitas produksi fikobiliprotein, meskipun tidak terlalu antioksidan yang dimiliki pigmen fikobiliprotein berdampak pada menurunnya aktivitas antioksidan ini tergolong lemah, apalagi jika dibandingkan karena didukung aktivitas metabolit sekunder yang dengan kontrol positif (vitamin C). Menurut lain. Hal ini diperkuat oleh pendapat Glazer (1994) Diantini et al. (2012) dan Prakash et al. (2001), bahwa pada kondisi nutrisi yang melimpah, suatu sampel dinyatakan sangat aktif (memiliki pigmen fikobiliprotein dapat terbentuk sebanyak aktivitas antioksidan kuat) apabila nilai IC50 nya 40% dari protein sel. Pada penelitian ini sumber 50-100 µg/mL; aktif (antioksidan sedang) apabila nitrat berasal dari media KNO3 sebesar 0,5 g/L dan IC50 nya 100-150 µg/mL dan antioksidan lemah tidak ada variasi konsentrasi nitrat. Sementara pada apabila nilai IC50 berkisar 150-200 µg/mL. penelitian Shanab et al. (2012) menggunakan nitrat Berbagai penelitian telah dilakukan dan yang bersumber dari NaNO3 dengan berbagai mengungkapkan potensi pigmen fikobiliprotein variasi kemelimpahan nitrat (3;6;9 g/L), limitasi sebagai antioksidan. Penelitian yang dilakukan nitrat (0,75;0,375;0,0 g/L) dan nitrat 1,5 g/L Mukund et al. (2013) menunjukkan aktivitas sebagai kontrol. Apabila dibandingkan keduanya antioksidan dari ekstrak metanol C. turgidus, maka konsentrasi nitrat yang digunakan dalam dimana pada konsentrasi 250 µg memberikan penelitian ini tergolong rendah, akan tetapi hasil aktivitas sebesar 55,1%. Penelitian yang dilakukan pigmen fikobiliprotein yang dihasilkan tidak oleh Shanab et al. (2012) mengungkapkan potensi terlalu jauh berbeda yaitu berkisar 0,2 mg/ml. Spirulina platensis sebagai antioksidan dengan Toksisitas Pigmen Fikobiliprotein aktivitas sebesar 69,3% terhadap radikal DPPH Aktivitas biologis suatu senyawa yang dan menunjukkan aktivitas antikanker sebesar mengandung zat aktif yang bersifat sitotoksik 60,67% dan 54,8% terhadap EACC dan HepG2. dapat dilihat dari nilai LC . Nilai LC diperoleh Aktivitas ini diduga karena kandungan pigmen 50 50 dengan cara menghitung tingkat kematian hewan fikobiliprotein di dalam S. platensis. García et al. uji dari tiap-tiap log konsentrasi (1000, 100, 10 (2016) juga mengungkapkan efek fikobiliprotein µg/mL) yaitu dengan membandingkan antara yang diekstraksi dari Arthrospira maxima dapat jumlah larva yang mati dengan total larva yang melindungi organisme model (Saccharomyces digunakan pada tiap-tiap konsentrasi. Hasil uji cerevisiae) ketika dipapar dengan uji stres toksisitas dengan metode ini telah terbukti oksidatif. memiliki korelasi dengan daya sitotoksik senyawa Nutrisi medium ikut berperan dalam antikanker, sehingga metode BSLT banyak produksi pigmen fikobiliprotein. Hal ini seperti digunakan untuk seleksi senyawa antikanker yang dilaporkan oleh Shanab et al. (2012) dalam potensial. Selain itu, metode ini juga mudah penelitiannya menggunakan sianobakteria Nostoc dikerjakan, murah, cepat dan hanya membutuhkan muscorum dan Oscillatoria sp., produksi pigmen sedikit sampel. Suatu ekstrak dikatakan toksik fikobiliprotein berkaitan dengan kondisi stres terhadap larva udang Artemia salina Leach apabila lingkungan akibat penambahan atau pengurangan mempunyai nilai LC < 1000 µg/mL, dan komponen media. Pada kondisi penambahan nitrat, 50

46 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak N. Hidhayati, N. W. S. Agustini, M. Apriastini, C. Margaretha / JBI 11(1) 2020, 41-48

dikatakan tidak toksik bila nilai LC50 >1000 µg/mL Bharanidharan, M., Sivasubramanian, V., & Nayagam, (Meyer et al., 1982). Berdasarkan hasil penelitian S. R. R. V. (2013). Evaluation of antioxidant and yang tersaji dalam Tabel 3, pigmen fikobiliprotein antimicrobial potential of cyanobacteria, hasil ekstraksi dengan air tidak bersifat toksik, Chroococcus turgidus (Kützing) Nägeli. sedangkan hasil ekstraksi menggunakan kalsium International Journal of Current Microbiology & Applied Sciences, 2(10), 300–305. klorida dan buffer fosfat bersifat toksik. Hasil uji toksisitas ini mengungkapkan potensi pigmen Blois, M. S. (1958). Antioxidant determinations by the fikobiliprotein sebagai agen sitotoksik. use of a stable free radical. Nature, 26, 1199– Antioksidan dapat melindungi jaringan sel 1200. dari radikal bebas, sehingga mencegah penyakit Brown, M. R., Jeffrey, S. W., Volkman, J. K., & seperti kanker. Radikal bebas seperti radikal Dunstan, G. A. (1997). Nutritional properties of superoksida (O2), radikal hidroksil (OH) dan microalgae for mariculture. Aquaculture, 151, spesies oksigen reaktif (ROS) berhubungan dengan 315–331. karsinogenesis dan mutagenesis (El-aty et al., Diantini, A., Subarnas, A., Lestari, K., Halimah, E. L. I., 2014). Berbagai studi melaporkan, ekstrak alga Susilawati, Y., Julaeha, E., … Yamazaki, C. mampu mencegah kanker, dan hal ini berkaitan (2012). Kaempferol-3- O -rhamnoside isolated dengan senyawa antioksidan yang terkandung di from the leaves of Schima wallichii Korth . dalamnya (Shanab et al., 2012). Sebagai studi inhibits MCF-7 breast cancer cell proliferation pendahuluan ke arah potensi antikanker, maka through activation of the caspase cascade hasil uji toksisitas pada penelitian ini tidak pathway. Oncology Letter, 3, 1069–1072. menunjukkan adanya korelasi dengan aktivitas El-aty, A. M. A., Mohamed, A. A., & Samhan, F. A. antioksidan dari pigmen fikobiliprotein. (2014). In vitro antioxidant and antibacterial activities of two fresh water Cyanobacterial 4. KESIMPULAN species, Oscillatoria agardhii and Anabaena sphaerica. Journal of Applied Pharmaceutical Pigmen fikobiliprotein berhasil diekstrak Science, 4(07), 69–75. menggunakan berbagai pelarut polar. Hasil menunjukkan potensi pigmen fikobiliprotein Eriksen, N. T. (2008). Production of phycocyanin — a pigment with applications in biology, sebagai antioksidan dengan nilai IC sebesar 50 biotechnology, foods and medicine. Applied 198,706 µg/mL dan juga menunjukkan aktivitas Microbiology and Biotechnology, 80(1), 1–14. toksisitas hayati dengan nilai LC50 sebesar 221,050 µg/mL dan 534,070 µg/mL. Uji toksisitas ini García, I. I. S., Jaritz, N. B. M., & Ramírez, R. O. merupakan uji pendahuluan dalam seleksi senyawa (2016). Antioxidant effect of phycobiliproteins antikanker, sehingga perlu dilakukan uji of the cyanobacteria Arthrospira maxima on growth of Saccharomyces cerevisiae under sitotoksisitas untuk mengetahui potensinya sebagai oxidative stress. International Journal of Current antikanker. Purifikasi pigmen fikobiliprotein juga Microbiology & Applied Sciences, 5(10), 233– penting dilakukan untuk mendapatkan pigmen 239. yang lebih murni dan meningkatkan aktivitas biologisnya. Glazer, A. N. (1994). Phycobiliproteins - a family of valuable, widely used fluorophores. Journal of Applied Phycology, 6, 105–112. DAFTAR PUSTAKA Guedes, A. C., Giao, M. S., Seabra, R., Ferreira, A. C. Becker, E. W. (1994). Microalgae biotechnology and S., Tamagnini, P., Moradas-Ferreira, P., & microbiology. England: Cambridge University Malcata, F. X. (2013). Evaluation of the Press. antioxidant activity of cell extracts from Benedetti, S., Benvenuti, F., Pagliarani, S., Francogli, microalgae. Marine Drugs, 11, 1256–1270. S., Scoglio, S., & Canestrari, F. (2004). Hussain, A. I., Anwar, F., Sherazi, S. T. H., & Antioxidant properties of a novel phycocyanin Przybylski, R. (2008). Chemical composition, extract from the blue-green alga Aphanizomenon antioxidant and antimicrobial activities of basil flos-aquae. Life Sciences, 75, 2353–2362. (Ocimum basilicum) essential oils depends on seasonal variations. Food Chemistry, 108, 986– Bermejo-Bescos, P., Pinero-Estrada, E., & Villar-del- 995. Fresno, A. (2008). Neuroprotection by Spirulina platensis protean extract and phycocianin against Kesheri, M., Sinha, R. P., & Richa. (2011). iron-induced toxicity in SHSY5Y neuroblastoma Antioxidants as natural arsenal against multiple cells. Toxicology in Vitro, 22(6), 1496–1502. stresses in cyanobacteria. International Journal

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 47 N. Hidhayati, N. W. S. Agustini, M. Apriastini, C. Margaretha / JBI 11(1) 2020, 41-48

of Pharma and Bio Sciences, 2(2), 168–187. Biomedicine, 2(8), 608–615. Manirafasha, E., Ndikubwimana, T., Zeng, X., Lu, Y., Silveira, S. T., Burkert, J. F. M., Costa, J. A. V, Burkert, & Jing, K. (2016). Phycobiliprotein: potential C. A. V, & Kalil, S. J. (2007). Optimization of microalgae derived pharmaceutical and phycocyanin extraction from Spirulina platensis biological reagent. Biochemical Engineering using factorial design. Bioresource Technology, Journal, 109, 282–296. 98, 1629–1634. Maurya, S. S., Maurya, J. N., & Pandey, V. D. (2014). Singh, D. P., Prabha, R., Verma, S., Meena, K. K., & Factors regulating phycobiliprotein production in Yandigeri, M. (2017). Antioxidant properties and cyanobacteria. International Journal of Current polyphenolic content in terrestrial cyanobacteria. Microbiology & Applied Sciences, 3(5), 764– 3 Biotech, 7(134), 1–14. 771. Singh, S., Kate, B. N., & Banerjee, U. C. (2005). Meyer, B. N., Ferrigni, N. R., Putnam, J. E., Jacobsen, Bioactive compounds from cyanobacteria and L. B., Nichols, D. E., & Mc Laughlin, J. L. microalgae : an overview. Critical Reviews in (1982). Brine shrimp : a convenient general Biotechnology, 25, 73–95. bioassay for active plant constituents. Journal of Soni, B., Kalavadia, B., Trivedi, U., & Madamwar, D. Medical Plant Research, 45, 31–34. (2006). Extraction, purification and Molyneux, P. (2004). The use of the stable free radical characterization of phycocyanin from diphenylpicryl- hydrazyl (DPPH) for estimating Oscillatoria quadripunctulata — Isolated from antioxidant activity. Songklanakarin Journal of the rocky shores of Bet-Dwarka, Gujarat, India. Science and Technology, 26(2), 211–219. Process Biochemistry, 41, 2017–2023. Mukund, S., Sivasubramanian, V., & Kumar, N. S. S. Sun, L., Wang, S., Gong, X., Zhao, M., Fu, X., & (2013). In-vitro antioxidant activity and Wang, L. (2009). Isolation, purification and enzymatic and non-enzymatic antioxidant characteristics of R-phycoerythrin from a marine potential of Chroococcus turgidus. International macroalga Heterosiphonia japonica. Protein Journal of Pharmaceutical Research & Expression and Purification, 64, 146–154. Development, 5(05), 112–120. Valuta, A., Cepoi, L., Rudi, L., Bulhac, I., Bourosh, P., Pandey, V. D., Pandey, A., & Sharma, V. (2013). & Bologa, O. (2015). Phycobiliprotein Biotechnological applications of cyanobacterial accumulation in cyanobacterium Nostoc linckia phycobiliproteins. International Journal of and modification of antioxidant activity. Analele Current Microbiology & Applied Sciences, 2(9), Universitatii Din Oradea, Fascicula Biologie, 89–97. 22(1), 13–19. Prakash, A., Rigelhof, F., & Miller, E. (2001). Wada, N., Sakamoto, T., & Matsugo, S. (2013). Antioxidant Activity. Medallion Laboratories Multiple roles of photosynthetic and sunscreen Analytical Progress. pigments in cyanobacteria focusing on the oxidative stress. Metabolites, 3, 463–483. Rai, S. V, & Rajashekhar, M. (2015). Antioxidant potential of eight species of cyanobacteria Wu, S.-C., Wang, F.-J., & Pan, C.-L. (2010). The isolated from Arabian Sea coast of Karnataka. comparison of antioxidative properties of Journal of Chemical and Pharmaceutical seaweed oligosaccharides fermented by two Research, 7(12), 938–942. lactic acid bacteria. Journal of Marine Science and Technology, 18(4), 537–545. Richa, Kannaujiya, V. K., Kesheri, M., Singh, G., & Sinha, R. P. (2011). Biotechnological potentials Yu, J. (2017). Application of an ultrafine shearing of phycobiliproteins. International Journal of method for the extraction of C-phycocyanin from Pharma and Bio Sciences, 2(4), 446–454. Spirulina platensis. Molecules, 22, 2023. Shanab, S. M. M., Mostafa, S. S. M., Shalaby, E. A., & Yu, P., Wu, Y., Wang, G., Jia, T., & Zhang, Y. (2017). Mahmoud, G. I. (2012). Aqueous extracts of Purification and bioactivities of phycocyanin. microalgae exhibit antioxidant and anticancer Critical Reviews in Food Science and Nutrition, activities. Asian Pacific Journal of Tropical 57(18), 3840–3849

48 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak JBI 11(1)2020, 49-57 DOI: http://dx.doi.org/10.36974/jbi.v11i1.5685 BIOPROPAL Industri

http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal

ISOLASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI INDIGENOUS PEMFERMENTASI PULP TIGA VARIETAS KAKAO (Theobroma cacao L.)

(Isolation and Characterizations of Indigenous Fermenting Bacteria from Pulp of Three Cocoa Varieties (Theobroma cacao, L.))

Silmi Yusri Rahmadani, Periadnadi dan Nurmiati Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Jl. Limau Manis, Pauh 25163, Padang, Indonesia e-mail: [email protected] Diterima 26 November 2019, Revisi akhir 06 April 2020, Disetujui 07 April 2020

ABSTRAK. Fermentasi kakao merupakan suatu proses biokimia yang melibatkan bakteri indigenous potensial pada daging buah atau pulp kakao. Bakteri ini memanfaatkan nutrisi yang terkandung pada pulp kakao seperti sukrosa serta bahan organik lain untuk metabolism hidupnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik bakteri indigenous pada pulp tiga varietas kakao unggul di Sumatera Barat, yaitu TSH 858, ICS 60 dan Scavina. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi morfologi koloni, morfologi sel serta uji amilolitik dan selulolitik dari bakteri indigenous pemfermentasi pulp kakao. Sembilan isolat bakteri yang diperoleh merupakan kelompok bakteri gram positif dan gram negatif, berbentuk basil dan kokus serta morfologi koloni yang berbeda-beda. Pada pengujian indeks amilolitik (IA), isolat C2 dari varietas ICS 60 menunjukkan nilai IA tertinggi yaitu 24, sedangkan untuk pengujian indeks selulolitik (IS), isolat C4 menunjukkan IS tertinggi yaitu 10. Dilihat dari segi nilai indeks dan zona beningnya, isolat C2 merupakan isolat yang berpotensi untuk untuk dijadikan starter penghasil enzim amilase. Kata kunci: amilolitik, bakteri indigenous, kakao, pulp, selulolitik

ABSTRACT. Cocoa fermentation is a biochemistry process that involving some potential indigenous bacteria found in pulp of cocoa. These indigenous bacteria utilize nutrients contained in cocoa pulp such as sucrose and other organic materials for its metabolism. This investigation was conducted to determine the characteristics of indigenous bacteria from pulp of three superior cocoa varieties in West Sumatera, namely TSH 858, ICS 60 and Scavina. In this study, the colony and cell morphology of the indigenous isolates were characterized, amylolytic and cellulolytic tests were also conducted. Results showed that nine isolates obtained were gram positive and negative bacteria, bacilli and cocci, with different colony morphology. Isolate C2 from ICS 60 variety showed the highest Amylolytic Index (AI) with the value of 24. Meanwhile, isolate C4 showed the highest Cellulolytic Index (CI) with the value of 10. Based on the index value and clear zone results, isolate C2 is the most potential isolate to become a starter that producing amylase. Keywords: amylolytic, celulolytic, cocoa, indigenous bacteria, pulp

1. PENDAHULUAN salah satu komoditas utama program revitalisasi Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan salah satu tanaman perkebunan yang menjadi Perkebunan (2008) menyebutkan target komoditas pertanian penting di Indonesia. pengembangan kakao hingga tahun 2010 mencapai Indonesia merupakan negara ketiga penyumbang 200 ribu ha dengan rincian program peremajaan 54 kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan ribu ha, rehabilitasi tanaman tua 36 ribu ha dan Gana dengan persentase 15 % dari produksi kakao perluasan areal 110 ribu ha. Pada tahun 2025, global (International Cocoa Organization, 2012; sasaran Indonesia menjadi produsen utama kakao Tresliyana et al., 2015). Selain itu, kakao menjadi di dunia dengan perkiraan total areal perkebunan e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 49

S. Y. Rahmadani, Periadnadi, Nurmiati / JBI 11(1) 2020, 49-57

kakao Indonesia mencapai 1,35 juta ha dengan fermentasi biji kakao. Selain bakteri, aktivitas produksi kakao mencapai 1,3 juta ton pertahun enzim endogen yang terdapat pada pulp biji kakao (Goenadi, 2005). Hal ini berkesinambungan juga berperan pada proses fermentasi. Tujuan dengan FAO State Data (2013) yang menyatakan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa Indonesia menjadi negara potensial karakteristik dari bakteri indigenous yang terdapat penghasil kakao kedua secara global setelah Pantai pada pulp tiga varietas kakao serta potensi Gading dengan produksi 712.200 ton/tahun enzimatis isolat tersebut dalam hidrolisa (Depparaba & Karim, 2018). polisakarida seperti amilum dan selulosa. Sumatera Barat merupakan salah satu sentra perkebunan kakao di kawasan barat Indonesia. 2. METODE PENELITIAN Produksi kakao di Sumatera Barat mengalami Buah kakao dari tiga varietas induk (ICS 60, peningkatan dalam 10 tahun terakhir dimana pada TSH 858 dan Scavina) diperoleh dari perkebunan tahun 2008 produksi kakao mencapai 29.824 ton kakao di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Buah pertahun. Sementara itu, tahun 2016-2017 produksi kakao yang diambil adalah buah dengan kondisi kakao Sumatera Barat meningkat menjadi 67.843 kematangan yang sempurna yang dilihat dari ton pertahun. Kabupaten Pasaman merupakan warna kulit buah yang sudah matang. Medium daerah penghasil kakao tertinggi untuk daerah Glukosa Tripton Agar Kalsium Karbonat provinsi Sumatera Barat (Badan Pusat Statistik, (GTA+CaCO3) digunakan sebagai media selektif; 2018). penambahan kalsium karbonat bertujuan sebagai Terdapat berbagai varietas kakao yang indikator bakteri penghasil asam (Balogu & dibudidayakan di Sumatera Barat dengan varietas Onyeagba, 2017). Bahan-bahan utama lain yang utamanya adalah TSH 858, ICS 60 dan Scavina. digunakan antara lain: medium Agar Pati Beras Ketiga varietas ini adalah fenotip F0 dari varietas (APB), medium Carboxymethyl Celulose (Daichi kakao pada umumnya dan sedang dikembangkan CMC) 1%, cristal violet, safranin, aquadest, produktivitasnya di Sumatera Barat. Meningkatnya alkohol, lugol iodine 0,5%, congo red 1% dan penanaman ketiga varietas ini disebabkan oleh spirtus. varietas tersebut memiliki sifat unggul yaitu mampu hidup dengan kondisi Sumatera Barat yang Isolasi Isolat Bakteri Indigenous memiliki kelembaban yang tinggi dengan rata-rata Daging buah (pulp) kakao dari masing- 80-85%, serta dapat bertahan dari penyakit busuk masing varietas induk ditimbang sebanyak 10 g buah yang disebabkan oleh jamur Phytophthora secara aseptis lalu dimasukkan ke labu ukur dan palmivora (Hutomo & Suhardjo, 1980). dicukupkan volumenya dengan akuades menjadi Proses fermentasi biji kakao adalah proses 100 mL. Kemudian dilakukan pengenceran utama yang dilakukan untuk menghasilkan biji bertingkat sampai 10-11, dari pengenceran 10-3 kakao berkualitas setelah proses pasca panen sampai 10-11 dipipet 1 mL. Selanjutnya, (Sandhya et al., 2016). Di Sumatera Barat, dimasukkan kedalam cawan petri dan dituang pada fermentasi kakao umumnya dilakukan secara medium GTA+CaCO3 dan diinkubasi pada suhu 38 spontan yaitu tanpa penambahan starter. Hal ini oC. Pengamatan zona bening (halo zone) yang disebabkan oleh pulp kakao telah mengandung terbentuk dilakukan setelah 36 jam. Diameter zona mikrobiota indigenous serta nutrisi yang bening paling luas dari bakteri yang berbeda jenis dibutuhkan untuk metabolismenya. Pulp kakao pada masing-masing varietas kakao diisolasi dan diketahui mengandung 82-87% air, 10-15% gula dibuat biakan miringnya pada medium GTA (60% sukrosa dan 39% campuran dari fruktosa dan modifikasi (20 g/L glukosa, 5 g/L tripton, dan 20 gluosa), 2-3% pentosa, 1-3% asam sitrat dan 1-5% g/L agar) (Fardiaz, 1993 dan Nurmalinda et al., pektin. Selain itu, adanya kandungan protein, asam 2013). amino, beberapa vitamin dan mineral menjadikan pulp kakao sebagai media yang sangat baik untuk Karakterisasi Morfologi Sel dan Koloni Isolat pertumbuhan mikroba (Puerari et al., 2012). Bakteri Indigenous Terpilih Sintesis nutrisi yang terdapat pada pulp oleh Sembilan isolat yang diperoleh dari tiga mikrobiota alami akan memberikan pengaruh yang varietas kakao, dilakukan pengamatan morfologi sangat penting pada produk kakao akhir (Afoakwa sel melalui pewarnaan gram. Pewarnaan gram et al., 2008; Crafack et al., 2014). menggunakan larutan crystal violet, lugol’s iodine Bakteri indigenous merupakan dan safranin. Bakteri gram positif akan bewarna mikroorganisme alami yang berperan dalam proses ungu, sedangkan gram negatif bewarna merah.

50 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak

S. Y. Rahmadani, Periadnadi, Nurmiati / JBI 11(1) 2020, 49-57

Pengamatan morfologi koloni dilakukan dengan indigenous karena adanya variabilitas komposisi mengamati bentuk, warna dan permukaan koloni substrat yang sangat baik. dari masing-masing isolat (Assani, 1993).

a b Indeks Amilolitik dan Indeks Selulolitik Bakteri Indigenous Terpilih Kemampuan bakteri indigenous dalam menghidrolisa amilum dilakukaan dengan menumbuhkan isolat bakteri yang berumur 48 jam pada medium agar pati beras (20/L g pati beras, 1/L g ekstrak khamir dan 20 g/L agar) (Periadnadi, 2005), sedangkan untuk hidrolisis selulosa dilakukan pada medium CMC 1% (10 g/L CMC, c d 20 g/L agar, dan 1/L g Pepton) (Hidayat, 2005). Kultur murni isolat bakteri indigenous ditumbuhkan pada masing-masing medium dengan metode pour plate sebanyak 1 mL. Setelah diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC, visualisasi daerah halo isolat bakteri indigenous pada medium APB dilihat dengan penambahan larutan lugol’s iodine (1 g iodine dan 2 g kalium iodat dalam 300 mL akuades) (Pelczar and Reid, Gambar 1. Daerah halo (halo zone) bakteri indigenous 1958). Sementara itu, isolat pada medium CMC pada pulp tiga varietas kakao (bakteri penghasil asam ditetesi larutan 1% (b/v) congo red (Pointing, ditunjukkan tanda panah); a) Varietas ICS 60; b) 1999). Penghitungan indeks amilolitik (IA) dan Varietas Scavina; c) Varietas TSH 858; d) Kontrol Indeks Selulolitik (IS) bakteri indigenous sesuai dengan Persamaan 1 (Jamilah et al., 2009). Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat mikrobiota indigenous pada pulp kakao. Salah satu buah tropis yang telah dilacak keberadaan bakteri HZ indigenous adalah buah (Nurmalinda et al., 2013). Adanya bakteri indigenous pemfermentasi CZ kakao dibuktikan dengan penambahan kalsium karbonat (CaCO3) dalam medium GTA dengan terbentuknya daerah halo (halo zone) sebagai hasil (IA) atau (IS) = ...... (1) dari hidrolisa bakteri tersebut terhadap asam. Keterangan : Kalsium karbonat berfungsi dalam menetralisir IA : Indeks Amilolitik kapur yang ada pada daerah koloni sehingga IS : Indeks Selulolitik terbentuklah daerah halo. Selain bakteri pembentuk HZ : Diameter Daerah Halo (halo zone) asam, keberadaan khamir juga terlacak pada CZ : Diameter Koloni medium yang sama (Tabel 1). Mikrobiota

indigenous pemfermentasi hadir dan memiliki 3. HASIL DAN PEMBAHASAN aktivitas yang lebih tinggi apabila proses Total Mikrobiota Indigenous Pulp Kakao pematangan pada buah telah terjadi secara Mikrobiota indigenous merupakan sempurna (Iflah et al., 2015). sekelompok konsorsium mikroba lokal alami yang Proses fermentasi kakao melibatkan peranan terdapat pada suatu ekosistem tertentu. Buah- dari mikrobiota indigenous yang terdapat pada buahan tropis mengandung mikrobiota indigenous pulp masing-masing varietas. Tahapan sintesa yang keberadaannya memiliki peran pada saat bahan organik yang akan dicapai selama proses pematangan buah. Apabila buah telah matang, fermentasi kakao bergantung pada jenis dan total maka mikrobiota indigenous akan beraktivitas mikrobiota yang dominan pada proses tertentu. dalam menghidrolisis bahan organik dalam bentuk Perhitungan total mikrobiota pada tiga varietas proses fermentasi. Studi yang dilakukan kakao bertujuan melihat dominasi mikrobiota Paramithiotis (2017) menunjukkan bahwa proses tertentu pada tahap awal fermentasi kakao. Pada fermentasi sayuran bergantung pada mikroba perhitungan total mikrobiota diketahui bahwa e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 51

S. Y. Rahmadani, Periadnadi, Nurmiati / JBI 11(1) 2020, 49-57

dominasi bakteri indigenous melebihi khamir disusul oleh bakteri asam laktat (Galves et al., (Tabel 1). 2007). Kondisi lingkungan serta nutrisi yang Tabel 1. Total Mikrobiota Indigenous Pulp Tiga terdapat pada pulp kakao menjadi salah satu faktor Varietas Kakao kecendrungan aktivitas mikrobiota indigenous 9 Total mikrobiota Indigenous (10 dalam proses metabolism pulp. Tiga varietas kakao cfu mL-1) Varietas yang diambil merupakan kakao yang ditanam pada Bakteri Kakao waktu dan lahan yang sama serta dipanen pada saat Pembentuk Khamir Asam kondisi matang sempurna dan siap dilakukan TSH 858 156 5 fermentasi. Kondisi matang penuh atau sempurna ICS 60 87 20 pada buah kakao ditandai dengan perubahan warna Scavina 63 28 kulit kakao dimana kakao berkulit hijau berubah menjadi kuning dan kakao berkulit merah berubah Total mikrobiota indigenous masing-masing menjadi jingga serta mengeluarkan bunyi nyaring pulp dari tiga varietas kakao menunjukkan bahwa apabila diketuk (Iflah et al., 2015). Varietas Scavina (Tabel 1) memiliki total khamir tertinggi kakao varietas TSH 858 memiliki total bakteri 9 -1 pembentuk asam yang tertinggi, diikuti oleh (yaitu 28 x 10 cfu mL ) dibandingkan dua varietas ICS 60 serta varietas scavina (Tabel 1). varietas lain. Hal ini diduga berhubungan karena Varietas TSH 858 mengandung total bakteri dua varietas Scavina memiliki pulp dengan rasa yang kali lipat dari total bakteri indigenous varietas lebih manis dari pada varietas TSH 858 dan lainnya sedangkan untuk total khamirnya, varietas varietas ICS 60. Taiga (2010) melaporkan pada ini mengandung 4 sampai 5 kali lebih sedikit dari pulp kakao yang panaskan selama 10 menit dua varietas lain. Perbedaan total mikrobiota memiliki komposisi gula yang sebanding dengan indigenous yang ditemukan pada masing-masing madu. Rasa manis yang lebih mengindikasikan varietas disebabkan karena perbedaan jumlah serta bahwa khamir juga akan berpotensi besar dalam kandungan senyawa organik yang terdapat pada proses fermentasi kakao. Khamir akan pulp kakao. Beberapa klon nasional memiliki memfermentasi karbohidrat yang terdapat pada kadar senyawa organik yang bervariasi, pada pulp kakao dan merubah gula menjadi alkohol dan varietas TSH 858 mengandung kadar lemak karbondioksida (Galves et al., 2007). sebesar 56% sedangkan pada varietas scavina mengandung 49,6% (Iswanto et al., 2001). Karakterisasi Morfologi Sel dan Koloni Isolat Kehadiran mikrobiota indigenous akan tergantung Bakteri Indigenous Terpilih pada keberadaan senyawa organik tersebut, Berdasarkan pengamatan perwarnaan gram sedangkan khamir, bakteri asam laktat dan bakteri dan morfologi sel, isolat A3, B1, B4 dan C4 asam asetat merupakan mikrobiota utama dalam termasuk bakteri gram negatif, berbentuk bulat dan proses keberhasilan fermentasi biji kakao (Lima et sel berwarna orange sampai merah. Camu et al., al., 2011). Tahap awal dari fermentasi kakao akan (2007) melaporkan bahwa 382 isolat bakteri yang didominasi oleh mikrobiota aerobik mesofilik diisolasi pada fermentasi kakao spontan 240 seperti khamir dan bakteri asam asetat dengan total diantaranya diketahui termasuk pada golongan 1.5 x 106 cfu g-1 dan 9.7 x 105 cfu g-1, kemudian bakteri asam asetat dengan ciri fenotip bakteri

Tabel 2. Karakteristik isolat bakteri indigenous terpilih Kode Morfologi Koloni Pewarnaan Gram Morfologi Sel Isolat Margin Permukaan Warna Koloni A1 Rata Licin dan datar Kuning Gram (+) Basil A3 Rata Licin dan cembung Kuning kehijauan Gram (-) Kokus A4 Rata Licin dan cembung Krem Gram (+) Basil B1 Rata Licin dan cembung Putih Gram (-) Kokus B2 Rata Licin dan cembung Krem Gram (+) Basil B4 Rata Licin dan datar Putih Gram (-) Kokus C2 Rata Licin dan datar Putih Gram (+) Basil C4 Rata Licin dan cembung Krem kekuningan Gram (-) Kokus

52 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak

S. Y. Rahmadani, Periadnadi, Nurmiati / JBI 11(1) 2020, 49-57

gram negatif dan morfologi sel berbentuk batang katalase negatif, non-motil atau sedikit motil, atau bulat. Selama proses fermentasi kakao, bakteri mikroaerofilik sampai anaerob dan toleran asam asetat melakukan biokonversi etanol yang terhadap asam (Pabanga et al., 2019). diproduksi khamir menjadi asam asetat (Camu et al., 2008). Genus Acetobacter merupakan Potensi Amilolitik dan Selulolitik Bakteri golongan bakteri asam asetat yang berperan dalam Indigenous Terpilih proses fermentasi biji kakao (Galves et al., 2007). Kandungan gula yang dominan pada pulp Bakteri asam asetat merupakan bakteri gram kakao mengindikasikan bakteri yang dominan negatif, umumnya berbentuk bulat panjang dan berperan pada fementasi kakao adalah bakteri dapat ditemukan dalam keadaan soliter, penghidrolisis gula. Untuk itu, pada isolat bakteri berpasangan atau berantai. Bakteri asam asetat ini terpilih dilakukan uji potensi amilolitik dan terdapat pada substrat yang mengandung gula, selulolitik untuk mengetahui potensi enzimatis beralkohol dan sedikit asam seperti pada buah- serta preferensi bakteri dalam hidrolisis kedua jenis buahan, bir, anggur, cuka, dan madu. Pada substrat gula tersebut. Pengujian potensi amilolitik terhadap ini, bakteri asam asetat mengoksidasi gula dan sembilan isolat bakteri pulp tiga verietas kakao alkohol dan menghasilkan suatu timbunan asam dilakukan pada medium APB. Visualisasi organik sebagai produk akhir. Ketika substratnya kemampuan amilolitik bakteri ini diketahui dengan adalah etanol, maka asam asetat akan terbentuk. menggunakan larutan lugol iodine 0,5% sebagai Akan tetapi, kelompok bakteri ini juga dapat larutan indikator, sedangkan untuk pengujian mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat, potensi selulolitik dilakukan pada medium CMC. galaktosa menjadi asam galaktonoat, arabinosa Visualisasi selulolitik bakteri ini diketahui dengan menjadi asam arabinoat (Benito, 2005). menggunakan larutan congo red 1% sebagai Lima isolat lainnya yaitu A1, A4, B2, C2 larutan indikator. dan C5 dari ketiga varietas kakao menunjukkan Kemampuan amilolitik sembilan isolat ciri-ciri bakteri gram positif bentuk morfologi sel bakteri tiga varietas kakao berada kisaran 17 batang dan berwarna ungu. Camu et al., (2007) sampai 24 (Tabel 3). Isolat C2 (varietas ICS 60) menyatakan 132 isolat bakteri dari 170 yang memiliki nilai indeks amilolitik tertinggi yaitu 24 diisolasi pada fermentasi kakao spontan termasuk diikuti oleh isolat A1 dan A3 (varietas TSH 858) pada golongan bakteri asam laktat dengan ciri-ciri dengan nilai indeks amilolitik 20. Kesembilan bakteri gram positif, morfologi sel berbentuk isolat ini memiliki kemampuan memecah amilum batang atau kokus. Bakteri ini mensintesis glukosa akan tetapi besarnya kemampuan tersebut dan asam sitrat yang terdapat pada pulp kakao tergantung pada masing-masing jenis. Dalam hal menjadi asam laktat dan manitol. Bakteri asam ini, semua bakteri indigenous dapat menggunakan laktat akan menghasilkan asam laktat dengan amilum sebagai sumber energi. Pemanfaatan mengkonsumsi gula sebagai molekul penting pada amilum oleh bakteri indigenous dengan cara saat fermentasi yang ada pada pulp kakao (Adler et menghasilkan enzim amilase ekstraseluler yang al., 2014). Golongan bakteri asam laktat yang dikeluarkan ke medium fermentasi untuk berperan pada fermentasi kakao adalah genus keberlangsungan hidup bakteri tersebut. Aktivitas Lactobacillus (Galves et al., 2007). Bakteri asam enzim amilase diketahui dengan adanya daerah laktat merupakan bakteri yang bersifat gram halo pada medium pati setelah ditetesi cairan positif, tidak membentuk spora, basil atau batang, indikator (Gambar 2). Sutiamiharja (2008)

A1 B1 C2

Gambar 2. Visualisasi potensi amilolitik dari tiga isolat tertinggi pulp tiga varietas kakao di Sumatera Barat A1 (TSH 858), B1 (Scavina), dan C2 (ICS 60) e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 53

S. Y. Rahmadani, Periadnadi, Nurmiati / JBI 11(1) 2020, 49-57

Tabel 3. Nilai Indeks Amilolitik isolat bakteri indigenous pulp tiga varietas kakao (TSH 858, ICS 60 dan Scavina) Diameter (cm) Varietas Kakao Isolat Indeks Amilolitik Koloni Zona Bening A1 0,05 1,0 20 TSH 858 A3 0,10 2,0 20 A4 0,07 1,2 17 B1 0,10 1,9 19 Scavina B2 0,10 1,8 18 B4 0,05 0,9 18 C2 0,10 2,4 24 ICS 60 C4 0,05 0,9 18 C5 0,10 2,0 20 menyatakan kemampuan amilolitik suatu isolat untuk mengetahui kemampuan produksi ditandai dengan terbentuknya zona bening pada amilasenya. medium yang mengandung pati. Degradasi pati yang dilakukan oleh bakteri Besarnya diameter daerah halo yang indigenous dilakukan melalui enzim amilase dihasilkan pada pendegradasian amilum oleh tiga ekstraseluler yang dihasilkannya (Gambar 2). isolat bakteri indigenous pulp kakao A1, A3, C2 Enzim ini memecah ikatan polimer pati yang dan C5 adalah ≥2 cm (Tabel 3). Hal ini terdapat pada medium agar pati beras menjadi mengindikasikan bahwa ketiga isolat ini berpotensi rantai yang lebih pendek. Ikatan polimer yang besar dalam menghasilkan enzim amilase. Menurut lebih pendek ini menyebabkan warna pada Jamilah (2011) apabila disekitar koloni penambahan medium dengan iodin akan menjadi menghasilkan daerah bening ≥2 cm, maka dapat transparan atau lebih muda (Murphy, 2000). dikatakan bakteri tersebut termasuk galur yang Perubahan warna transparan atau zona bening baik untuk menghasilkan enzim. Oleh karena itu, disebabkan karena perubahan ikatan kompleks ketiga isolat ini perlu dilakukan pengujian lanjutan antara iodin dengan pati pada daerah yang telah terhidrolisis oleh isolat bakteri indigenous.

A1 B1 C4

Gambar 3. Visualisasi potensi selulolitik dari tiga isolat tertinggi masing-masing varietas kakao pada medium CMC 1%, zona bening selulolitik (lingkaran hitam); A1 (Isolat dari TSH 858), B1 (Isolat dari Scavina), C2 (Isolat dari ICS 60)

Besarnya nilai indeks selulolitik isolat dan sumber karbon yang digunakannya bakteri pulp kakao berada pada kisaran nilai 1,33 (Meryandini et al., 2009). Sumber karbon yang sampai 10. Isolat C4 dari pulp varietas ICS 60 digunakan oleh isolat bakteri terpilih adalah memiliki indeks selulolitik tertinggi yaitu 10. Isolat substrat CMC yang merupakan sumber selulosa A4 dari varietas TSH 858 memiliki indeks murni berbentuk amorphous sehingga aktivitas selulolitik terendah yaitu 1,33. Perbedaan enzim selulase pada substrat tersebut merupakan kemampuan dari isolat bakteri dalam sintesis aktivitas enzim endo-1,4-β-glukanase. Enzim selulosa disebabkan karena pada masing-masing endo-1,4-β-glukanase bekerja pada rantai dalam isolat bakteri menghasilkan kadar enzim yang substrat CMC yang menghasilkan oligosakarida berbeda-beda. Setiap bakteri selulolitik atau rantai selulosa yang lebih pendek (Lynd et al., menghasilkan komplek enzim selulase yang 2002). berbeda-beda tergantung dari gen yang dimiliki

54 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak

S. Y. Rahmadani, Periadnadi, Nurmiati / JBI 11(1) 2020, 49-57

Tabel 4. Nilai Indeks Selulolitik Isolat Bakteri Indigenous Pulp Tiga varietas kakao (TSH 858, ICS 60 dan Scavina) Diameter Varietas Kakao Isolat Indeks Amilolitik Koloni (cm) Zona Bening A1 0,01 0,3 3,00 TSH 858 A3 0,30 0,5 1,67 A4 0,30 0,4 1,33 B1 0,10 0,7 7,00 Scavina B2 0,05 0,2 4,00 B4 0,05 0,2 4,00 C2 0,20 1,1 5,50 ICS 60 C4 0,10 1,0 10,0 C5 0,05 0,4 8,00

Berdasarkan kemampuan hidrolisa selulosa, Reviews in Food Science and Nutrition, 48(9), isolat bakteri indigenous terpilih pulp kakao tidak 840–857. bisa dijadikan galur yang baik untuk menghasilkan Assani, S. (1993). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran enzim selulase. Ukuran diameter daerah bening (Edisi Revisi). Jakarta: Binarupa Aksara. yang dihasilkan oleh sembilan isolat bakteri Badan Pusat Statistik. (2018). Produksi Kakao indigenous selulolitik kurang dari 2 cm. Ukuran Perkebunan Rakyat. Retrived November 10, 2020, from https://sumbar .bps.go.id diameter daerah bening ≥2 cm merupakan standar yang digunakan untuk menentukan bakteri tersebut Balogu, T. V., & Onyeagba, A. R. (2017). Polyphenol and microbial profile of on-farm cocoa beans baik untuk di jadikan galur bakteri penghasil enzim fermented with selected microbial consortia. (Kurniawan, 2011). Applied Food Biotechnology. 4(4),229-240. Benito, A.G. (2005). Application of Molecular 4. KESIMPULAN Techniques for Identification and Enumeration Pigmen Pada pulp tiga varietas kakao (TSH of Acetic Acid Bacteria. Doctoral Disertation. 858, ICS 60 dan Scavina) telah diisolasi bakteri Universitat Rovira I Virgili, Tarragona. indigenous yang berperan pada proses fermentasi Camu, N., De Winter, T., Verbrugghe, K., Cleenwerck, spontan biji kakao. Berdasarkan pengamatan I., Vandamme, P., Takrama, J. S., De Vuyst, L. morfologi sel, pewarnaan gram dan morfologi (2007). Dynamics and biodiversity of koloni karakteristik isolat A3, B1, B4 dan C4 yang populations of lactic acid bacteria and acetic acid diperoleh dari tiga veritas kakao memiliki ciri-ciri bacteria involved in spontaneous heap fermentation of cocoa beans in Ghana. Applied bakteri gram negatif berbentuk bulat dan berwarna and Environmental Microbiology, 73(6), 1809– orang sampai merah. Sementara itu, lima isolat 1824. lainnya A1, A4, B2, C2 dan C5 adalah bakteri gram positif berbentuk batang dan sel berwarna Camu, N., Winter, T. D., Addo, S. K., Takrama, J. S., ungu. Dilihat dari indeks amilolitik dan ukuran Bernaert, H., & De Vuyst, L. (2008). Fermentation of cocoa beans : influence of diameter daerah halo, isolat C2 dari varietas ICS microbial activities and polyphenol 60 merupakan isolat galur potensial penghasil concentrations on the flavour of chocolate. J.Sci enzim amilase. Food Agric. 88, 2288–2297.

Crafack, M., Keul, H., Eskildsen, C. E., Petersen, M. A., DAFTAR PUSTAKA Saerens, S., Blennow, A., Nielsen, D. S. (2014). Adler, P., Frey, L. J., Berger, A., Bolten, C. J., Hansen, Impact of starter cultures and fermentation C. E., & Wittmann, C. (2014). The key to techniques on the volatile aroma and sensory acetate: metabolic fluxes of Acetic Acid Bacteria profile of chocolate. Food Research under cocoa pulp fermentation-simulating International. 63, 306-316. conditions. Applied and Environmental Depparaba, F., dan Karim, H. A. (2018). Prospek kakao Microbiology. 80(15), 4702-16. nasional dalam perspektif kebijakan. Agrovital 3 Afoakwa, E. O., Paterson, A., Fowler, M., & Ryan, A. (1), 14-17. (2008). Flavor formation and character in cocoa Fardiaz, S. (1993). Analisis Mikrobiologi Pangan. and chocolate: A critical review. Critical Jakarta: Raja Grafindo Persada. e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 55

S. Y. Rahmadani, Periadnadi, Nurmiati / JBI 11(1) 2020, 49-57

Galves, S. l., Loisenu, G., Paredes, J. L., Barel, M., & biotechnology. Microbiology and Molecular Guiraud, J. P. (2007). Study on Microflora and Biology Reviews. 66, 506-577 Biochemsitry of Cocoa Fermentation in the Meryandini, A., W. Widosari, B. Maranatha, T.C. Dominican Republic. International Jurnal of Sunarti, N. Rachmania, H. Satria. (2009). Isolasi Food Microbiology. 114,124-130. bakteri selulolitik dan karakteristik enzimnya. Goenadi, H.D, B.Baon, Herman dan A. Purwoto. Makara Sains. 13(1), 33-38. (2005). Prospek dan Arah Pengembangan Murphy, P. (2000). Handbook of Hydrocolloids. New Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Litbang Pertanian: Departemen Pertanian. York :Woodhead Publishing Ltd and CRC Press LLC. Hidayat, I. (2005). Pengaruh pH terhadap Aktivitas Endo-1,4-ß-Glucanase Bacillus sp. AR 009. Nurmalinda, A., Periadnadi & Nurmiati. (2013). Isolasi Biodiversitas. 6(4), 242-244. dan karakterisasi parsial bakteri indigenous pemfermentasi dari buah durian (Durio Hutomo, T. & Suhardjo. (1980). Program pemuliaan zibethinus, Murr). J. Bio.UA. 2(1),8-13. tanaman cokelat bulk di Sumatera Utara. Kumpulan Makalah Konferensi Cokelat Pabanga, A.E., Budiharjo, A., Suprihadi, A. (2019). Nasional, Medan, 16-18 September 1980. 1,56- Aktivitas antibakteri dan uji antioksidan serta 65. identifikasi molekuler isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) dari Inasua. Jurnal Akdemika Biologi. Iflah, T., Towaha, J., dan Balittri. (2015). Perbedaan 8(1),10-20. tingkat kematangan buah dan lama pemeraman terhadap kualitas biji kakao. Warta Penelitian Paramithiotis, S. (2017). Lactid acid fermentation of dan Pengembangan Tanaman Industri. 12(3),14- fruits and vegetables. CRC Press. Taylor and 17. Francis Group. United States. International Cocoa Organization. (2012). Quarterly Periadnadi. (2005). Hubungan antara komposisi ragi Bulletin of Cocoa Statistic. Retrived January 18, dan beberapa daerah di sumatera barat 2020, from http://www.icco.org/about- dengan tapai yang dihasilkannya. “Regularly us/international-cocoaagreements/cat_view/30- Scientific Seminar” TPSDP Batch III. FMIPA: related-documents /46-statistics-production.html Universitas Andalas Iswanto, A., Suhendi, D., Susilo, A.W. (2001). Hasil Pelczar, M, J., and R. D. Reid. (1958). Microbiology. seleksi dan persilangan genotype penghasil biji Mc Graw Hill Book Company. Inc. New York. kakao lindak dan mulia. Warta Pusat Penelitian Toronto. London Kopi dan Kakao. 17(1),46-59 Pointing, S.B. (1999). Qualitative Methods fot the Jamilah, I., A. Meryandini, I. Rusmana, A. Suwanto, Determination of Lignocellulolitic Enzyme N.R. Mubarik. (2009). Activity Proteolytic and Production by Tropical Fungi. Fungi Diversity Amylolytic Enzymes From Bacillus spp. Isolated 2,17-33. from Shrimp Ponds. Journal Microbiology Puerari, C., Magalhães, K. T., & Schwan, R. F. (2012). Indonesia. 3(2),67-71. New cocoa pulp-based kefir beverages: Jamilah, I. (2011). Penapisan bacillus dan karakterisasi Microbiological, chemical composition and protease dan amilase ekstraseluler yang sensory analysis. Food Research International. dihasilkannya untuk degradasi pakan pada 48,634-640. budidaya udang. Disertation Doctoral. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. IPB.Bogor (2008). Indonesia berhasil menerapkan teknik Kurniawan, H.M. (2011). Isolasi dan optimasi ekstrinsik embriogenesis somatik pada kakao skala bakteri termo-proteolitik isolat sumber air panas komersial. Warta Penelitian dan Pengembangan Semurup Kabupaten Kerinci, Jambi. Thesis Pertanian. 30(1),18-19. Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang Sandhya, M. V. S., Yallappa, B. S., Varadaraj, M. C., Lima, L., J.R., Almeida, M. H., Noit, M. J. R., & Puranaik, J., Rao, L. J., Janardhan, P., & Murthy, Zwietering, M. H. (2011). Theobroma cacao, L., P. S. (2016). Inoculum of the starter consortia “The food of the gods”,: quality detreminants of and interactive metabolic process in enhancing commercial cocoa beans with particular quality of cocoa bean (Theobroma cacao, L.) reference to the impact of fermentation. Critical fermentation. LWT - Food Science and Reviews in Food Science and Nutrition. 51, 731- Technology. 65,731-738. 761. Sutiamiharja, N. (2008). Isolasi bakteri dan uji aktivitas Lynd, L.R., J.W. Paul., H. Willem., S.P. Isak. (2002). amilase kasar termofilik dari sumber air panas Microbial cellulose utilization: fundamental and Gurukinayan Karo Sumatera Utara. Thesis

56 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak

S. Y. Rahmadani, Periadnadi, Nurmiati / JBI 11(1) 2020, 49-57

Pasca Sarjana Biologi Universitas Sumatera Tresliyana, A., Fariyanti, A., dan Rifin, A. (2015). Daya Utara. Medan. saing kakao Indonesia di pasar internasional. Jurnal Manajemen dan Agribisnis. 12(2),150- Taiga, A., S.I. Afolabi and C.O.C. Agwu. (2010). 162. Comparative study of cocoa sweat and that of pure honey. African Journal of Biotechnology. 9(20),2923-2925.

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 57

JBI 11(1) 2020, 59-66 DOI: http://dx.doi.org/10.36974/jbi.v11i1.5846

BIOPROPAL Industri

http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal

OPTIMASI WAKTU INKUBASI PRODUKSI BAHAN MINUMAN PROBIOTIK DARI UMBI GARUT (Maranta arundinacea L.) OLEH Lactobacillus fermentum SEBAGAI ANTIHIPERKOLESTEROLEMIA

(Optimization of Incubation Time Production of Probiotic Drink from Arrowroot Tubers by Lactobacillus fermentum as Antihypercholesterolemia)

Harry Noviardi, Sitaresmi Yuningtyas, Vira Yuniar Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor, Jl. Kumbang No. 23, Bogor, 16151, Indonesia E-mail: [email protected] Diterima 13 Februari 2020, Revisi akhir 24 April 2020, Disetujui 06 Mei 2020

ABSTRAK. Umbi garut merupakan salah satu tanaman potensial yang memiliki kandungan gizi tinggi sehingga dapat dijadikan sumber nutrisi bagi pertumbuhan bakteri Lactobacillus fermentum untuk pembuatan minuman probiotik. Fermentasi umbi garut dengan L. fermentum tersebut juga diketahui memiliki potensi untuk menurunkan kadar kolesterol. Hal ini disebabkan oleh kemampuan probiotik menyerap sejumlah kolesterol ke dalam sel. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu inkubasi optimum produksi bahan minuman probiotik dari umbi garut yang mempunyai aktivitas antihiperkolesterolemia. Fermentasi umbi garut dilakukan menggunakan kultur L. fermentum dengan variasi waktu inkubasi, yaitu 4, 8 dan 12 jam. Hasil fermentasi dievaluasi organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa), pH, total asam laktat, total bakteri asam laktat dan kadar alkohol. Selain itu, dilakukan juga analisis penurunan kadar kolesterol total secara in vivo. Nilai persentase penurunan kadar kolesterol total oleh hasil fementasi umbi garut dengan variasi waktu inkubasi 4, 8 dan 12 jam secara berturut-turut sebesar 15,14%, 16,96% dan 28,56%. Hasil fermentasi umbi garut dengan nilai persentase penurunan kadar kolesterol total tertinggi adalah waktu inkubasi 12 jam dengan nilai pH 5,25; total asam laktat 1,56%, total bakteri asam laktat 6,4 x 108 CFU/mL. Nilai total bakteri asam laktat yang diperoleh memenuhi standar untuk produk probiotik. Oleh sebab itu, waktu inkubasi optimum produksi umbi garut probiotik sebagai antihiperkolesterolemia berada pada waktu 12 jam. Kata kunci: antihiperkolesterolemia, Lactobacillus fermentum, probiotik, umbi garut

ABSTRACT. Arrowroot tuber is one of the potential plants that has a high nutritional content so it can be the source of nutrition for the growth of Lactobacillus fermentum bacteria for probiotic drink production. Arrowroot fermentation with L. fermentum is also known potentially reduce cholesterol level. The probiotics have the ability to absorb a number of cholesterol into cells. This research aimed to determine the optimum incubation time of the production of arrowroot tubers with antihypercholesterolemia activity for pribiotic drink. Arrowroot tuber fermentation was carried out using L. fermentum culture with varying incubation times of 4, 8 and 12 hours. The fermentation results were evaluated organoleptically (color, aroma, texture and taste), pH, total lactic acid, total lactic acid bacteria and alcohol content. In addition, anylisis of total cholesterol levels by in vivo were also tested. The decreasing of total cholesterol level by the fermented tuber with incubation time variations of 4, 8 and 12 hours, respectively, by 15.14%, 16.96% and 28.56%. The results showed that the highest reduction percentage of total cholesterol level is 12 hours incubation time with pH value of 5.25, total lactic acid bacteria 6.4 x 108CFU/mL. The total value of acquired lactic acid bacteria meets the standard for probiotic product. This indicates that the optimum incubation time for the production of probiotic arrowroot tubers as antihypercholesterolemia is 12 hours. Keywords: antihypercholesterolemic, arrowroot tuber, Lactobacillus fermentum, probiotic

e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 59

H. Noviardi, S. Yuningtyas, V. Yuniar / JBI 11(1) 2020, 59-66

1. PENDAHULUAN (2011), mekanisme penurunan kolesterol oleh BAL Peningkatan kadar kolesterol dapat yaitu kemampuannya dalam meningkatkan sekresi menyebabkan penyempitan pembuluh darah enzim Bile Salt Hydrolase (BSH). Hal ini akan (aterosklerosis), diketahui sebagai indikator mengakibatkan terjadinya dekonjugasi asam penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab empedu, sehingga zat tersebut menjadi sulit utama kematian di seluruh dunia (Amin & Abd El- diabsorbsi kembali melalui siklus enterohepatik Twab, 2009). Berdasarkan data World Health dan akan lebih banyak asam empedu yang Organization, prevalensi kematian akibat penyakit diekskresikan melalui feses. Kondisi ini akan kardiovaskuler pada tahun 2008 sebanyak 17 juta berakibat kebutuhan kolesterol dalam tubuh dan mengalami peningkatan pada tahun 2015 meningkat karena tubuh menggunakan kolesterol menjadi 20 juta orang meninggal (WHO, 2013). dalam darah untuk menggantikan asam empedu Terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah yang hilang dan akibatnya kadar kolesterol dalam dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah darah akan berkurang. Berdasarkan pada siklus satunya adalah hiperkolesterolemia, yaitu kondisi biosintesis garam empedu, kolesterol merupakan dimana kadar kolesterol dalam darah meningkat di bahan baku dalam pembentukkan garam empedu atas batas normal. Hal ini sesuai dengan penelitian pada tubuh manusia (Chand et al., 2017). yang dilakukan di Semarang pada tahun 2007- Waty (2018) menyatakan bahwa hasil 2008, kadar kolesterol dalam darah >200 mg/dL fermentasi umbi garut oleh L. fermentum 2% meningkatkan terjadinya risiko penyakit jantung memiliki potensi untuk menurunkan kadar dan pembuluh darah sebesar 1,8 kali lebih besar kolesterol dengan nilai persentase penurunan dibandingkan dengan kolesterol darah <200 mg/dL 30,36%. Hasil fermentasi umbi garut oleh L. (Yani, 2015). fermentum 2% mempunyai nilai pH 3,88; total asam laktat 1,13% dan total bakteri asam laktat 1,6 Umbi garut merupakan salah satu tanaman 10 pangan lokal sumber karbohidrat yang memiliki x 10 CFU/mL. Nilai pH yang diperoleh tidak banyak manfaat dan berpotensi dalam menurunkan sesuai dengan nilai pH minimum probiotik kolesterol darah. Selain memiliki banyak manfaat, berdasarkan SNI, yaitu pH 4-5. Hal ini disebabkan garut juga mudah ditanam. Umbi garut segar waktu inkubasi dilakukan 12 jam sehingga mengandung nutrisi yang cukup tinggi sebagai memasuki fase stasioner maka pH yang didapat bahan pangan, yaitu pati 19,14-21,7%, protein 1,0- terlalu rendah sehingga rasa dari fermentasi umbi 2,2%, air 69-72%, serat 0,6-1,3%, kadar abu 1,3- garut menjadi lebih asam. Pada fase stasioner 1,4%, serta sedikit gula (Yuniastuti et al., 2018), didapatkan jumlah metabolit sekunder dan biomasa serat pangan larut air 9,79-13,7% (Kumalasari et dengan jumlah yang cukup banyak. Salah satu al., 2012). Serat pangan memiliki berbagai macam metabolit yang dihasilkan dari probiotik adalah asam manfaat untuk kesehatan, meliputi melancarkan laktat (Emmawati et al., 2015). Keasaman dari pencernaan, mencegah kanker kolon, menurunkan probiotik dapat ditentukan dari nilai kandungan asam kadar glukosa darah, berfungsi sebagai prebiotik, laktat dan uji organoleptik. Berdasarkan hal tersebut, mengontrol kegemukan dan obesitas serta penelitian ini dilakukan untuk menentukan waktu mengurangi kadar kolesterol dalam darah inkubasi optimal dari produksi umbi garut probiotik (Kusharto, 2007). sehingga mendapatkan nilai optimum dalam Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah bakteri menurunkan kadar kolesterol. yang mampu memfermentasikan gula atau karbohidrat untuk memproduksi asam laktat dalam 2. METODE PENELITIAN jumlah besar (Romadhon et al., 2012). BAL Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan kelompok besar mikroorganisme yang adalah umbi garut berumur sekitar kurang lebih 8 secara fisiologis menghasilkan asam laktat sebagai bulanyang berasal dari perkebunan Laboratorium metabolit utama (Emmawati et al., 2015). Biak sel dan Jaringan Tanaman LIPI-Bogor, kultur Beberapa metabolit aktif yang dihasilkan oleh murni L. fermentum, media De Man Rogosa BAL, yaitu asam laktat, etanol, hidroperoksida dan Sharpe Agar (MRSA), indikator fenolftalein, Na- bakteriosin (Ibrahim et al., 2015). BAL termasuk CMC, NaOH, asam oksalat, alumunium foil, dalam kelompok bakteri baik dan umumnya akuades, alkohol 70%, susu skim Ultra High memenuhi status Generally Recognized as Safe Temperature (UHT) tanpa lemak, tikus putih (GRAS), yaitu aman bagi manusia (Putri & (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley, Kusdiyantini, 2018), sehingga BAL dapat pakan tikus (BR2 dan jagung), sekam, kuning telur digunakan sebagai agen probiotik. Menurut Naim puyuh, dan simvastatin.

60 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak

H. Noviardi, S. Yuningtyas, V. Yuniar / JBI 11(1) 2020, 59-66

Alat yang digunakan pada penelitian ini kolesterol (Waty, 2018). adalah autoklaf, blender, kulkas, botol asi,pisau, neraca digital, peralatan gelas, pH meter, botol Uji Organoleptik semprot, tisu, laminar air flow (LAF), buret, klem, Uji organoleptik dilakukan dengan statif, sentrifugator, Hot plate, plastik, karet, menggunakan metode uji hedonik yang meliputi bunsen, inkubator, spuit, sonde, test strip respon panelis terhadap warna, aroma, tekstur dan kolesterol, kolesterolmeter, dan kandang tikus. rasa. Kriteria penilaian yang digunakan yaitu: sangat suka, agak suka, kurang suka, dengan skala Pembuatan Starter Bakteri Lactobacillus numerik dari 1 sampai 3. Uji organoleptik fermentum dilakukan di daerah Bogor terhadap 30 orang Pada saat pembuatan starter bakteri, panelis dengan kriteria, yaitu bersedia untuk dipersiapakan susu skim UHT tanpa lemak berpartisipasi, sehat dan tidak buta warna. Evaluasi sebanyak 100 mL dan 3 mL L. fermentum dari sensorik dilakukan untuk memvalidasi kualitas stater awal campuran. Kemudian sebanyak 3 mL hasil fermentasi umbi garut yang kualitas starter L. fermentum dimasukan ke 100 mL susu sensoriknya layak diterima oleh konsumen skim UHT tanpa lemak diinkubasi pada suhu 37˚C (Suryono et al., 2005). selama 12 jam (Waty, 2018). Nilai pH Pembuatan Suspensi Umbi Garut Pengukuran pH dilakukan dengan Pada pembuatan suspensi umbi garut menggunakan pH-meter. Alat pH-meter dikalibrasi diambil 100 gram umbi garut direbus dengan 400 terlebih dahulu dengan bufer untuk pH 4 dan pH 7. mL air selama kurang lebih 20 menit. Umbi garut Sampel dimasukkan dalam botol corning sama yang sudah matang ditambahkan 300 mL akuades banyak dan disentrifugasi dengan kecepatan 3500 steril lalu dihomogenkan dengan cara dicampurkan rpm selama 15 menit. Pengukuran dilakukan selama kurang lebih 3 menit (Waty, 2018). dengan mencelupkan elektroda pH-meter kedalam 10 mL filtrat (Jannah et al., 2014). Fermentasi Umbi Garut Suspensi umbi garut ditambahkan susu skim Total Asam Laktat UHT tanpa lemak dengan perbandingan 2:1 Hasil fermentasi umbi garut diambil dengan volume total sebanyak 150 mL. Starter L. sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer fermentum sebanyak 2% (v/v) ditambahkan ke kemudian diencerkan dengan 10 mL air destilat. dalam media fermentasi umbi garut kemudian Campuran ini ditambahkan indikator PP untuk uji diinkubasi pada suhu 37oC selama 4, 8 dan 12 jam. total asam sebanyak 2 hingga 3 tetes. Hasil Sampel hasil fermentasi umbi garut yang diperoleh fermentasi kemudian dititrasi dengan larutan akan dilakukan uji organoleptik, uji bakteri asam NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna laktat, uji nilai pH, total asam laktat,uji kadar menjadi merah muda. NaOH distandarisasi terlebih alkohol dan uji aktivitas penurunan kadar dahulu menggunakan asam oksalat (AOAC, 1999).

× × × × % % = ………….…………… (1) ×

Total Bakteri Asam Laktat tingkat pengenceran yang dikehendaki, dipipet Hasil fermentasi umbi garut sebanyak 1 mL ke dalam cawan petri steril kemudian ditambah dimasukkan ke dalam tabung berisi 9 mL aquades kurang lebih 10 mL media MRS agar. Selanjutnya steril (pengenceran 10-1). Pengenceran dilakukan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC dan secara berseri (10-1, 10-2, 10-3 dan seterusnya) dihitung koloni yang tumbuh. Total bakteri asam sampai diperoleh tingkat pengenceran yang laktat dihitung menggunakan rumus sebagai dikehendaki. Selanjutnya sebanyak 0,2 mL dari berikut (Jannah et al., 2014).

× () ℎ ( ) = ………….… (2)

Kadar Alkohol kemudian alkoholmeter (Allafrance) dicelupkan ke Sampel hasil fermentasi umbi garut dalam gelas ukur yang berisi sampel. Nilai skala dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL, persentase kadar alkohol yang terkandung di dalam e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 61

H. Noviardi, S. Yuningtyas, V. Yuniar / JBI 11(1) 2020, 59-66

sampel hasil fermentasi dibaca dan dicatat sesuai sebanyak 1 mL pada kelompok V, dan pemberian dengan skala persen kadar alkohol yang suspensi umbi garut yang tidak di fermentasi ditunjukkan oleh alat. secara oral sebanyak 1 mL pada kelompok VI. Pemberian dilakukan dengan cara disonde setiap Uji Aktivitas Penurunan Kolesterol Total hari sekali pada siang hari karena tikus merupakan Uji aktivitas penurunan kolesterol total hewan tipe nokturnal (aktif di malam hari), sesuai dengan Fahri (2005). Sebanyak 30 tikus sehingga aktivitas enzim HMG-CoA reduktase yang telah dibagi menjadi 6 kelompok pada tikus berada pada puncaknya pada periode diadaptasi untuk menyesuaikan diri dengan tidak aktif (siang hari). Pemberian perlakuan lingkungannya selama hari ke-0 hingga hari dilakukan pada hari ke-15 hingga hari ke-21 selama 7 hari berturut-turut, kemudian pada hari ke-7 dengan jagung dan minum. Tikus diukur ke-22 diukur dan dicatat kadar kolesterol totalnya. kadar kolesterol totalnya pada hari ke-7. Sebelum pengukuran kadar kolesterol, tikus 3. HASIL DAN PEMBAHASAN dipuasakan selama 12 jam untuk menjaga agar kadar kolesterol total darah stabil. Adapun Starter yang digunakan pada penelitian ini adalah L. fermentum (Lf). Fitriyani (2010) prosedur pengukuran kolesterolnya, yaitu tikus menyatakan suhu optimum pertumbuhan Bakteri dipegang dan ekor tikus dicelupkan ke dalam Asam Laktat (BAL) adalah 37˚C. L. Fermentum air hangat. Sampel darah pada tikus kemudian merupakan BAL bersifat heterofermentatif yang diambil melalui ekor tikus dengan cara dapat menghasilkan asam laktat dan etanol dari memotong ujung ekor tikus. Sampel darah proses fermentasi karbohidrat. Asam laktat yang diteteskan di strip kolesterol pada terbentuk pada proses fermentasi sebagian besar kolesterolmeter (Easy Touch GCU) dan diubah menjadi asam asetat, asam propionat dan ditunggu beberapa detik kemudian dibaca butirat melalui jalur asetil-KoA (Novia, 2012). kadar kolesterolnya. Berdasarkan Faridah et al. (2017), inkubasi pada Setelah dilakukan proses adaptasi, semua selang waktu setiap 4 jam akan dihasilkan produk kelompok perlakuan diberi pakan tinggi kolesterol, hasil fermentasi dengan nilai populasi BAL, total yaitu larutan kuning telur puyuh sebanyak 1 mL asam laktat, serta pH yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan waktu inkubasi yang mengandung kuning telur puyuh sebanyak o 0,0296 gram pada hari ke-8 hingga hari ke-14 selama 4, 8 dan 12 jam pada suhu 37 C. selama 7 hari. Setelah tujuh hari dilakukan induksi Uji organoleptik hasil fermentasi umbi garut kuning telur puyuh, maka pada hari ke-15 diukur baik pada rasa, aroma, tekstur dan warna kadar kolesterol totalnya, kemudian dilanjutkan menunjukkan adanya perubahan sifat organoleptik dengan pemberian akuades sebanyak 1 mL pada bila dibandingkan dengan suspensi umbi garut kelompok I (kontrol negatif), simvastatin 0,9 sebelum fermentasi (Tabel 1). Susu yang mg/kg BB pada kelompok II (kontrol positif), dicampurkan pada suspensi umbi garut membuat pemberian hasil fermentasi umbi garut umbi garut suspensi umbi garut putih keruh (Gambar 1). dengan bakteri L. fermentum 2% dengan waktu Terdapat perubahan warna dari warna putih inkubasi 4 jam secara oral sebanyak 1 mL pada kehijaun pada suspensi umbi garut sebelum kelompok III, pemberian hasil fermentasi umbi fermentasi dan setelah proses fermentasi menjadi garut dengan bakteri L. Fermentum 2% dengan warna putih kekuningan. Hal ini disebabkan oleh waktu inkubasi 8 jam secara oral sebanyak 1 mL adanya aktivitas pembentukan produk fermentasi pada kelompok IV, pemberian hasil fermentasi yang dihasilkan L. fermentum terutama produk umbi garut dengan bakteri L. fermentum 2% asam laktat dan asam asetat (Octavia, 2018). dengan waktu inkubasi 12 jam secara oral

Tabel 1. Hasil uji organoleptik fermentasi umbi garut Sampel Rasa Aroma Tekstur Warna Suspensi umbi garut Sedikit manis Khas umbi garut Agak padat Putih kehijauan Hasil fermentasi Masam Khas asam Cairan kental Putih kekuningan umbi garut

62 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak

H. Noviardi, S. Yuningtyas, V. Yuniar / JBI 11(1) 2020, 59-66

tinggi. Protein dalam susu akan diuraikan oleh bakteri L. fermentum selama proses fermentasi berlangsung, menghasilkan peptida dan asam amino yang berpengaruh terhadap rasa. Rasa dari umbi garut yang sebelum difermentasi adalah agak manis menjadi rasa masam setelah mengalami proses fermentasi. Rasa masam yang terbentuk karena adanya produk asam laktat dan asam asetat yang terbentuk dari fermentasi laktosa oleh bakteri (a) (b) L. fermentum (Octavia, 2018). Gambar 1. (a) Suspensi umbi garut, (b) Hasil fermentasi Tabel 2 menunjukkan bahwa rasa kesukaan umbi garut panelis terhadap hasil fermentasi umbi garut berkisar antara 1,40 (kurang suka)– 1,53 (kurang Selain perubahan warna, fermentasi umbi suka). Dari segi aroma, rata-rata aroma kesukaan garut juga menyebabkan perubahan aroma. Umbi panelis terhadap hasil fermentasi umbi garut garut sebelum fermentasi memiliki aroma khas berkisar 1,26 (kurang suka) – 1,60 (kurang suka). umbi dan setelah dilakukan proses fermentasi Dari segi tekstur, rerata tekstur kesukaan panelis aroma umbi garut menjadi aroma khas asam. terhadap fermentasi umbi garut berkisar 1,60 Perubahan aroma ini disebabkan adanya aktivitas (kurang suka) – 1,86 (cukup suka), sedangkan dari BAL dalam keadaan anaerob. BAL menggunakan warna rata-rata rasa kesukaan panelis terhadap energi dari glukosa umbi garut. Dalam keadaan fermentasi umbi garut berkisar 1,70 (cukup suka) – anaerob, glukosa dari suspensi umbi garut akan 1,83 (cukup suka). Berdasarkan penilaian tersebut, diuraikan menjadi asam piruvat yang selanjutnya maka penerimaan panelis secara keseluruhan untuk diuraikan menjadi asam laktat, asam asetat, etanol, semua sampel adalah kurang suka. Hal ini, diduga CO2 dan sejumlah bahan organik yang mudah karena penerimaan terhadap beberapa parameter menguap seperti alkohol, asetaldehida, ester, dan uji rasa dan aroma tidak jauh berbeda sehingga lain-lain. Ester yang diperoleh dari hasil panelis beranggapan bahwa secara keseluruhan mekanisme glikolisis ini menyebabkan perubahan antar sampel tidak ada perbedaan. Hal ini sangat aroma pada suspensi umbi garut (Octavia, 2018). wajar, karena panelis pada umumnya lebih terbiasa Octavia (2018) menyatakan bahwa dengan minuman fermentasi yang telah diberi perubahan rasa pada fermentasi umbi garut pemanis dan pewarna, sedangkan minuman disebabkan oleh penambahan susu dan adanya fermentasi yang disajikan merupakan minuman aktivitas BAL selama proses fermentasi. Susu fermentasi dari hasil fermentasi umbi garut yang memiliki kandungan protein dan laktosa yang didominasi rasa asam.

Tabel 2. Hasil respon panelis terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa minuman fermentasi umbi garut Sampel Uji Organoleptik A B C Rasa 1,53±0,5074 1,40±0,4982 1,53±0,5713

Aroma 1,60±0,5632 1,26±0,5208 1,56±0,5040

Tekstur 1,86±0,7760 1,60±0,6064 1,73±0,6914

Warna 1,83±0,6989 1,70±0,7497 1,83±0,7466 Ket: A= Hasil fermentasi umbi garut menggunakan bakteri Lf dengan inkubasi 4 jam, B= Hasil fermentasi umbi garut menggunakan bakteri Lf dengan inkubasi 8 jam, C= Hasil fermentasi umbi garut menggunakan bakteri Lf dengan inkubasi 12 jam (1= kurang suka, 2= cukup suka, 3= suka)

Setelah dilakukan uji organoleptik umbi 5,96 dari pH suspensi umbi garut sebelum garut yang telah difermentasi, dilakukan juga uji fermentasi adalah 7. Nilai tersebut belum pH, total asam laktat, total BAL dan uji kadar memenuhi syarat karena nilai standar pH minuman alkohol yaitu diperoleh data pada Tabel 3. probiotik sekitar pH 4-5. Sementara itu, nilai pH Berdasarkan Tabel 3, hasil pengamatan pH pada ketiga sampel masih cukup tinggi yaitu sampel A fermentasi umbi garut menurun antara 5,25 hingga sebesar 5,96; sampel B sebesar 5,34 dan sampel C e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 63

H. Noviardi, S. Yuningtyas, V. Yuniar / JBI 11(1) 2020, 59-66

yang sedikit mendekati sebesar 5,25. Nilai pH hasil bakteri tersebut sebagai sumber energi sehingga fermentasi umbi garut pada semua waktu inkubasi pembentukan asam laktat semakin optimal. berbeda nyata (<0,05). Penurunan pH pada Berdasarkan hasil penelitian, kondisi asam laktat fermentasi umbi garut ini diakibatkan oleh adanya berbanding terbalik dengan kondisi pH yang aktivitas BAL. Akibat dari aktivitas tersebut maka semakin menurun seiring meningkatnya waktu terjadilah proses glikolisis dimana senyawa inkubasi. kompleks (glukosa) dari suspensi umbi garut Perhitungan total BAL dengan maupun laktosa dari susu akan dipecah menjadi menggunakan metode Total Plate Count untuk asam laktat yang pada akhirnya dapat menurunkan mengetahui viabilitas dari BAL yang berada dalam pH fermentasi umbi garut (Octavia, 2018). fermentasi umbi garut. Pada Tabel 3, pengujian Pada Tabel 3, pengujian total asam laktat total BAL dari hasil fermentasi umbi garut dengan pada fermentasi umbi garut yaitu, sampel A waktu inkubasi 4 jam sebanyak 5,4x108 CFU/mL, sebesar 0,85%, sampel B sebesar 0,96% dan C fermentasi umbi garut dengan waktu inkubasi 8 sebesar 1,65%. Total asam laktat hasil fermentasi jam sebanyak 3,6 x 108 CFU/mL, dan fermentasi umbi garut dengan waktu inkubasi 12 jam berbeda umbi garut dengan waktu inkubasi 12 jam nyata (<0,05) dengan nilai total asam laktat hasil sebanyak 6,4x108 CFU/mL. Hasil perhitungan fermentasi dengan waktu inkubasi 4 dan 8 jam. viabilitas BAL pada fermentasi umbi garut Keasaman fermentasi umbi garut yang dihasilkan menunjukkan bahwa jumlah viabilitas tertinggi masih sesuai dengan ketentuan dari SNI untuk adalah fermentasi umbi garut dengan waktu produk minuman probiotik yaitu 0,5–2,0%. inkubasi 12 jam. Jumlah bakteri tersebut telah Berdasarkan hasil pengujian total asam laktat memenuhi standar untuk produk probiotik dengan terhadap hasil fermentasi umbi garut dapat jumlah minimal bakteri 106-107 CFU/mL. Jumlah diketahui bahwa lama fermentasi berpengaruh tersebut adalah jumlah sel minimal yang terhadap total asam laktat. Hal ini terlihat bahwa memberikan efek kesehatan pada manusia (Manea semakin lama waktu fermentasi semakin et al., 2010). Kadar alkohol dari hasil fermentasi meningkat pula total asam laktat hasil fermentasi umbi garut pada semua waktu inkubasi diketahui umbi garut tersebut. Selain itu, adanya glukosa dari tidak terdeteksi. umbi garut dan susu juga dapat digunakan oleh

Tabel 3. Hasil uji pH, total asam laktat, total BAL, dan kadar alkohol fermentasi umbi garut Sampel Uji A B C pH 5,96±0,005a 5,34±0,015b 5,25±0,020c

Total asam laktat (%) 0,85%±0,092a 0,96%0,211a 1,65%0,080b Total BAL ( CFU/ mL ) 5,4 x 108b 3,6 x 108a 6,4 x 108b Kadar alkohol (%) - - - Ket: Notasi huruf yang berbeda dan pada baris yang sama, menunjukkan perbedaan signifikan (berdasarkan uji one way ANOVA dan dilanjutkan dengan Post Hoc Tests Duncan). A= Hasil fermentasi umbi garut menggunakan bakteri Lf dengan inkubasi 4 jam, B= Hasil fermentasi umbi garut menggunakan bakteri Lf dengan inkubasi 8 jam, C= Hasil fermentasi umbi garut menggunakan bakteri Lf dengan inkubasi 12 jam

Hewan uji yang telah diberikan asupan kelompok kontrol negatif dan kontrol positif kolesterol dengan kuning telur puyuh selama 7 hari dengan hasil fermentasi umbi garut. Persentase diberikan perlakuan selama 7 hari untuk diukur rata–rata penurunan kadar kolesterol pada dan dicatat kadar kolesterol totalnya. Hasil kelompok (kontrol positif) dan kontrol negatif pengukuran kadar kolesterol hewan uji sebelum, berbeda nyata (α<0,05). Semakin tinggi jumlah setelah induksi dan setelah perlakuan dapat BAL, potensi penurunan kadar kolesterol total disajikan pada Gambar 2. semakin tinggi. Hal ini disebabkan, semakin tinggi Gambar 2 menunjukkan bahwa persentase jumlah BAL maka sekresi enzim BSH (Bile Salt rata–rata penurunan kadar kolesterol oleh Hydrolase) semakin meningkat. Selain itu, umbi minuman probiotik dari umbi garut berbeda antara garut sendiri dapat menurunkan kadar kolesterol

64 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak

H. Noviardi, S. Yuningtyas, V. Yuniar / JBI 11(1) 2020, 59-66

K1= kontrol negatif, K2= kontrol positif, K3= waktu inkubasi 4 jam, K4= waktu inkubasi 8 jam, K5= waktu inkubasi 12 jam, K6= umbi garut yang tidak difermentasi

Gambar 2. Penurunan kadar kolesterol total (%) karena mengandung pektin yang menyebabkan 4. KESIMPULAN terjadinya eliminasi kolesterol dari tubuh dalam Penurunan kadar kolesterol total tertinggi bentuk asam empedu yang mengakibatkan tubuh terjadi pada fermentasi umbi garut dengan waktu menggunakan kolesterol dalam darah untuk inkubasi 12 jam dengan nilai persentase penurunan menggantikan asam empedu yang hilang 28,56%. Penurunan kadar kolesterol total pada (Endrinaldi, 2012). Dilihat dari hasil percobaan hasil fermentasi umbi garut oleh L. fermentum pada K6 yang menggunakan umbi garut dengan waktu inkubasi 12 jam lebih tinggi dan memberikan hasil yang cukup bagus dalam berbeda nyata (α<0,05) dengan aktivitas penurunan menurunkan kadar kolesterol dibandingkan dengan kadar kolesterol total oleh L. fermentum dengan K1 tanpa penambahan umbi, yaitu penurunannya waktu inkubasi 4 dan 8 jam. Hasil fermentasi umbi sebesar 12,10% untuk K6 dan 9,42% untuk K1. garut oleh L. fermentum dengan waktu inkubasi 12 Hasil tersebut menunjukkan bukti bahwa umbi jam berpotensi sebagai agen garut memiliki kemampuan untuk menurunkan antihiperkolesterolemia karena meningkatnya total kadar kolesterol karena terdapat kandungan pektin asam laktat (1,65%) dan BAL (6,4x108 CFU/mL). di dalamnya. Penurunan kadar kolesterol pada hewan uji DAFTAR PUSTAKA kemungkinan karena adanya bakteri probiotik yang terkandung dalam hasil fermentasi umbi garut. Amin, K. A., & Abd El-Twab, T. M. (2009). Oxidative markers, nitric oxide and homocysteine alteration Penurunan kolesterol oleh bakteri probiotik terjadi in hypercholesterolimic rats: Role of atorvastatine dengan menyerap sejumlah kolesterol ke dalam and . Int J Clin Exp Med., 2(3), 254- selnya. Pada sel bakteri probiotik mengandung 265. fosfolipid bilayer yang mampu menarik kolesterol ke dalam selnya. Bakteri probiotik menghasilkan [AOAC]. (1999). Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemist. kofaktor kolesterol dehidrogenase yang berfungsi t h Virginia :AOAC, Inc, 15 (Volume 1), 136138. mengaktifkan enzim kolesterol reduktase untuk mengkonversi kolesterol menjadi kosprotanol. Chand, D., Avinash, V.S., Yadav, Y., Pundle, A.V., Kosprotanol merupakan sterol yang tidak dapat Suresh, C.G., & Ramasamy, S. (2017). diserap oleh usus dan dikeluarkan melalui feses Molecular features of bile salt hydrolases and relevance in human health. Biochimica et sehingga kolesterol dapat turun (Ooi dan Liong, Biophysica Acta, 1861(1), 2981-2991. 2010). Emmawati, A., Jenie, B. S. L. S., Nuraida, L., & Syah, D. (2015). Karakterisasi isolat bakteri asam laktat dari mandai yang berpotensi sebagai probiotik. Jurnal Agritech, 35(2), 146-155. e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak 65

H. Noviardi, S. Yuningtyas, V. Yuniar / JBI 11(1) 2020, 59-66

Endrinaldi,& Asterina. (2012). Pengaruh pemberian Diponegoro Semarang. ekstrak pepaya terhadap kadar kolesterol total , Novia, D. (2012). Pembuatan Yogurt Nabati melalui ldl dan hdl darah tikus putih jantan. Majalah Fermentasi Susu Kacang Merah (Phaseolus kedokteran Andalas, 36(1), 29-38. vulgaris) Menggunakan Kultur Backslop. Fahri, C., Sutarno, & Listyawati, S. (2005). Kadar [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia. glukosa dan kolesterol total darah tikus putih Octavia, N. D. (2018). Formulasi Minuman Sari Pepaya (Rattus norvegicus L.) hiperglikemik setelah (Carica papaya L.) Probiotik Untuk Penurunan pemberian ekstrak metanol akar meniran Kadar Kolesterol Total pada Tikus Putih (Rattus (Phyllanthus niruri L). Jurnal Biofarmasi, 3(1), norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley. 1-6. [Skripsi]. Bogor: Sekolah Tinggi Teknologi dan Faridah, R., Taufik, E., & Arief, I. I. (2017). Industri Farmasi. Pertumbuhan dan produksi bakteriosin Ooi, L. & Liong, M. 2010. Cholesterol-lowering effects Lactobacillus fermentum asal dangke pada media of probiotics and prebiotics : a review of in vivo Whey dangke. Jurnal Agripet., 17(2), 81-86. and in vitro findings. International Journal of Fitriyani, I. (2010). Isolasi, Karakterisasi, dan Molecular Sciences, 11, 2499-2522. Identifikasi Bakteri Asam Laktat (BAL) dari Putri, A. L. O., & Kusdiyantini, E. (2018). Isolasi dan Buah Matang yang Berpotensi Menghasilkan identifikasi bakteri asam laktat dari pangan Antimikrobia. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas fermentasi berbasis ikan (Inasua) yang Islam Negeri Sunan Kalijaga. diperjualbelikan di Maluku-Indonesia. Jurnal Ibrahim, A., Fridayanti, A., & Delvia, F. (2015). Isolasi Biologi Tropika, 1(2), 6-12. dan identifikasi bakteri asam laktat (BAL) dari Romadhon, Subagiyo, & Margino, S. (2012). Isolasi dan buah mangga (Mangifera indica L.). Ilmiah karakterisasi bakteri asam laktat dari usus udang Manuntung, 1(2), 159-163. penghasil bakteriosin sebagai agen antibakteria Jannah, A. M., Legowo, A. M., Pramono, Y.B., Al- pada produk-produk hasil perikanan. Jurnal baarri, A. N., & Abduh, S. B. M. (2014). Total Saintek Perikanan, 8(1), 59-64. bakteri asam laktat, ph, keasaman, citarasa dan Suryono, Sudono, A., Sudarwanto, M., & Apriyantono, kesukaan yogurt drink dengan penambahan A. (2005). Studi pengaruh penggunaan ekstrak buah belimbing. Aplikasi Teknologi bifidobakteria terhadap flavor yoghurt. Teknologi Pangan, 3(2), 7-11. dan Industri Pangan, 16(1), 62-70. Kumalasari, I. D., Harmayani, E., Lestari, L. A., Waty, A. R. (2018). Potensi Penurunan Kadar Raharjo, S., Asmara, W., Nishi, K., & Sugahara, Kolesterol Total Dari Hasil Fermentasi Umbi T. (2012). Evaluation of immunostimulatory Garut oleh Lactobacillus plantarum dan effect of the arrowroot (Maranta arundinacea. L) Lactobacillus fermentum pada Tikus Putih in vitro and in vivo. Cytotechnology, 64(2), 131- (Rattus norvegicus). [Skripsi]. Bogor: Sekolah 137. Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor. Kusharto, C. M. (2007). Serat makanan dan perannya World Health Organization. (2013). World health bagi kesehatan. Jurnal Gizi Dan Pangan, 1(2), statistic 2013. Italy: WHO. 45-54. Yani, M. (2015). Mengendalikan kadar kolesterol pada Manea, I., & Buruleanu, L. (2010). Study of the effects hiperkolesterolemia. Jurnal Olahraga Prestasi, shown by the action of various microorganisms 11(2), 3-7. on the lactic fermentation of juices. Annalisis Food Science and Technology, 11(1), 60-63. Yuniastuti, A., Susanti, R., & Iswari, R. S. (2018). Efek infusa umbi garut (Marantha arundinaceae L ) Naim, H.Y. (2011). Pengaruh Pemberian Yoghurt terhadap kadar glukosa dan insulin plasma tikus Kedelai Hitam (Black Soyghurt) terhadap Profil yang diintttbhv b n,duksi Streptozotocin. Jurnal Lipid Serum. [Skripsi]. Semarang: Universitas MIPA, 41(1), 34-39.

66 e-ISSN 2502 2962 / ©Biopropal Industri – Baristand Industri Pontianak

PEDOMAN PENULISAN NASKAH/ARTIKEL

Ruang Lingkup Naskah/artikel yang diajukan merupakan hasil penelitian dalam bidang Bioteknologi, Proses, Pangan dan Lingkungan yang belum pernah diterbitkan dan tidak direncanakan diterbitkan dalam penerbitan-penerbitan lain. Naskah/artikel merupakan pemikiran sendiri, mengandung unsur kekinian/baru dan bersifat ilmiah. Naskah/artikel yang telah diseminarkan dalam pertemuan ilmiah nasional atau internasional, hendaknya disertai catatan kaki.

Tata Cara Pengiriman Naskah Naskah/artikel dikirim secara online melalui website http://ejournal.kemenperin.go.id/biopropal dengan melakukan registrasi dan login terlebih dahulu. Registrasi secara online tidak dikenakan biaya. Format penulisan naskah/artikel (journal template) dapat dilihat di website jurnal Biopropal Industri. Redaksi berhak menolak naskah/artikel yang dianggap tidak layak untuk diterbitkan.

Penyiapan Naskah/Artikel  Format penulisan naskah/artikel : 1. Judul, memuat maksimal 15 kata, ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 2. Nama penulis ditulis di bawah judul dengan ketentuan jika penulisnya lebih dari satu dan intansinya berbeda maka ditandai dengan 1), 2) dan seterusnya. 3. Instansi/alamat + Email ditulis di bawah Nama penulis. 4. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia (maksimal 250 kata) dan Bahasa Inggris (maksimal 200 kata). Abstrak berisikan latar belakang penelitian, tujuan, metode penelitian dan hasil yang diperoleh. 5. Kata Kunci/Keywords terdiri dari 3-5 kata penting dari keseluruhan naskah. 6. Pendahuluan, berisi: Latar belakang/permasalahan, teori yang mendukung (tinjauan pustaka), tujuan dan ruang lingkup. 7. Metode Penelitian, dapat berisi: bahan, peralatan, desain eksperimen/rancangan penelitian dan prosedur penelitian 8. Hasil dan Pembahasan. 9. Kesimpulan (dapat memuat saran bila ada). 10. Ucapan Terima Kasih (bila ada). 11. Daftar Pustaka Daftar pustaka mengacu pada sistem APA (American Psychological Association), dengan contoh sbb: Buku Smith, F. J., & Jones, E. (1948). A scheme of qualitative organic analysis. London: Blackie. Artikel Jurnal Deutsch, F. M., Lussier, J. B., & Servis, L. J. (1993). Husbands at home: Predictors of paternal participation in childcare and housework. Journal of Personality and Social Pyschology, 65, 1154-1166. Lawson, W. (2004). A mental roadblock. Psychology Today, 37(5), 24. Prosiding Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1991). A motivational approach to self: Integration in personality. In R. Dienstbier (Ed.), Nebraska Symposium on Motivation: Vol. 38. Perspectives on motivation (pp. 237- 288). Lincoln: University of Nebraska Press. Skripsi/tesis/disertasi (tidak dipublikasi) Bennett, K. (2003). Structures in early childhood learning. Unpublished doctoral dissertation. University of Cape Town, Cape Town. Penulis Korporasi Telstra Research Laboratories. (1993). New horizon: 1993 annual report. Clayton, Vic.: Telstra Research Laboratories. Laporan Penelitian Suyono, Y. (2010). Pemanfaatan Bakteri sebagai Biosorben Logam Berat Limbah Cair Industri Pelapisan Seng. Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa, Baristand Industri Pontianak, Kementerian Perindustrian, Pontianak. Website Fredrickson, B. L. (2000, March 7). Cultivating positive emotions to optimize health and well-being. Prevention & Treatment, 3 Article 0001a. Retrieved November 20, 2000, from http://journals.apa.org/prevention/volume3/pre0030001a.html VandenBos, G., Knapp, S., & Doe, J. (2001). Role of reference elements in the selection of resources by psychology undergraduates [Electronic version]. Journal of Bibliographic Research(5), 117-123.  Tabel diberi nomor dan ditulis singkat serta jelas di bagian atasnya; Grafik dan gambar harus jelas, kontras dan dibuat dengan tinta hitam. Setiap gambar diberi nomor, judul dan keterangan yang jelas di bawahnya.  Foto harus mempunyai ketajaman yang baik, diberi nomor, judul dan keterangan yang jelas di bawahnya. ISSN 2089-0877

9 7 7 2 0 8 9 0 8 7 7 6 0