Paramita Januari 2014

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Paramita Januari 2014 Paramita Vol. 25, No. 1 - Januari 2015 PAKU ALAM V: SANG ARISTO-MODERNIS DARI TIMUR Sudibyo Jurusan Sastra Nusantara, FIB, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta [email protected] ABSTRACT ABSTRAK This paper recites Paku Alam V figures as an Tulisan ini mengkaji sosok Paku Alam V sebagai ambiguity subject and a cultural paradox. He subjek ambiguitas dan paradoks kebudayaan. Ia lived in a kingdom economic crisis and a rapid hidup di tengah krisis ekonomi kerajaan dan arus flow of changes in politics, economy, laws, and perubahan yang deras di bidang politik, ekonomi, lifestyle aspects which is caused by other colonial hukum dan gaya hidup yang dihembuskan oleh social elements. The analysis focuses on psycho- kekuasaan dan elemen-elemen masyarakat ko- logical, religious, and cultural aspects which lonial lainnya. Analisis difokuskan pada aspek- form his personality. To achieve the goal, it uses aspek psikologis, religious, dan kultural yang post colonialism concerning in contact zone, membentuk pribadinya. Untuk mencapai tujuan textual studies and historical context. The textu- itu, digunakan teori poskolonialisme tentang al studies are used to explain the role moderniza- zona kontak dan kajian teks serta konteks sejarah. tion in genealogy, consistence, and Paku Alam V Kajian teks digunakan untuk menjelaskan peran mind revolution. The historical context is used to modernisasi dalam genealogi, konsistensi, dan explain the historical background, especially re- evolusi atau revolusi pemikiran P.A. V. Konteks lated to zeitgeist, when Paku Alam V implement- sejarah digunakan untuk menjelaskan latar ed his ideas. belakang sejarah, khususnya yang berkaitan dengan zeitgeist saat P.A. V mengimplementasi- Keywords: aristocrat, paradox, text, context. kan gagasan-gagasannya. Kata kunci: aristrokat, modernis, paradoks, teks, konteks PENDAHULUAN mengawini Resminingdyah, Sosroami- joyo dipromosikan di istana sebagai bu- B.R.M. Noto Wiloyo, nama kecil pati patih (Cakrasumarta dan Himadig- dari Paku Alam V (P.A. V), yang setelah daya, 1987: 31). dewasa bergelar P.A. Suryo Dilogo ada- Ketika Resminingdyah dikeluar- lah putra ke-14 dari enam belas putra kan dari istana, Noto Wiloyo masih K.G.P.A. Paku Alam II. Ia lahir dari sa- remaja. Tanggung jawab pengasuh- lah seorang istri P.A. II yang berasal dari annya dibebankan pada kepatihan dan kalangan biasa, bernama Resmining- pada waktu itu patih masih memiliki dyah. Setelah melahirkan anak pertama, hak mendapatkan lahan untuk Noto Wiloyo, dengan alasan yang tidak menopang keberadaannya yang disebut jelas, Resmingdyah dikeluarkan dari dengan siti narawita. Hasil dari budi- istana dan dikawinkan dengan Rio Bu- daya lahan itu digunakan untuk me- pati Pangreh Praja Brosot, Raden Rio melihara anak-anak kerabat istana yang Sosroamijoyo. Tidak lama setelah memerlukan pengasuhan. Pada waktu Paramita118 Vol. 25 No. 1 - Januari 2015 [ISSN: 0854-0039, E-ISSN: 2407-5825] Hlm. 118—134. Paku Alam V … — Sudibyo Noto Wiloyo berada di lingkungan pengasingan ia sama sekali tidak kepatihan, terdapat kerabat lain yang menerima tegur sapa dari mereka. Akan tinggal di tempat itu. Noto Wiloyo tetapi, karena dorongan itu sangat kuat kemudian menjadi anggota legiun ia memutuskan untuk mengunjungi sa- Pakualaman. nak saudaranya di istana Pakualaman. Pada suatu ketika, R.M. Noto Sembari menentukan salah seorang Wiloyo mendapatkan murka dari dari saudaranya yang akan dikunjungi, ia ayahandanya, P.A. II. Noto Wiloyo di- bertekad jika kunjungannya itu diang- usir dari istana Pakualaman dan dia- gap sebagai dosa baru ia rela untuk singkan di Desa Bugel, Adikarta di meninggalkan istana Pakualaman untuk bawah pengawasan pejabat pangreh pra- selama-lamanya. ja di wilayah itu. Sama dengan ibunda- Perjalanannya kembali ke istana nya, alasan pengucilan Noto Wiloyo ju- Pakualaman menuntunnya ke rumah ga tidak banyak diketahui orang. B.R.M. Ario Sasraningrat (kelak P.A. III). Di tempat pengasingan, Noto Kedatangannya disambut gembira oleh Wiloyo dengan tekun mempelajari ke- Sasraningrat. Di hadapan Sasraningrat, pangrehpraja-an (hal-hal yang berhub- Noto Wiloyo pun menyatakan ungan dengan tata pemerintahan) di tekadnya. Jika kepulangannya tidak bawah tuntunan Panewu Pangreh Praja dikehendaki, ia akan meninggalkan ista- Bugel, Ngabehi Reksodiwiryo. Interaksi na Pakualaman untuk selamanya. Oleh secara intens antar keduanya membuat Sasraningrat ia dihibur dan ditenangkan hubungan mereka menjadi sangat hatinya. Bahkan, kakaknya itu bersedia akrab. Tidak kelihatan bahwa mereka menanggung akibat menerima ke- berasal dari keluarga yang berbeda,satu hadirannya kembali di istana Pakua- dari istana yang lain dari kalangan laman. Oleh Sasraningrat ia ditempat- rakyat biasa. Ketika Reksodiwiryo ber- kan di Sasraningratan dengan tugas henti sebagai panewu pangreh praja Bugel membantu menulis dan menyalin karya karena usia, Noto Wiloyo tampil meng- sastra karena Sasraningrat sendiri gantikan kedudukannya. Dari situlah, menekuni kesusastraan. dia semakin banyak mendapatkan Lama-kelamaan, keberadaan Noto pengetahuan ke-pangrehprajaan-an. Di Wiloyo di Sasraningratan didengar oleh samping ke-pangrehpraja-an, Noto K.P.H. Nataningprang. Untuk itu, Wiloyo juga tertarik menekuni per- Sasraningrat dipanggil oleh Nata- tanian dan pengairan. Ia mengasah kete- ningprang. Nataningprang menanyakan rampilan dalam bidang itu di bawah kebenaran kabar bahwa Noto Wiloyo bimbingan Ngabehi Rekso Prayitno bertempat tinggal di Sasraningratan. sampai memiliki kemampuan yang me- Semuanya diakui oleh Sasraningrat. madai. Pengakuannya menyebabkan kema- Setelah beberapa waktu dalam rahan Nataningprang. Sasaningrat di- pengasingan dan merasakan pende- marahi oleh Nataningprang karena di- ritaan dipisahkan dari keluarga anggap melindungi Noto Wiloyo yang besarnya, Noto Wiloyo memiliki keing- sedang mendapatkan hukuman dari inan yang kuat untuk mengunjungi penguasa yang sedang bertahta. Sasra- keluarga besarnya di Kadipaten ningrat beralasan bahwa meskipun Pakualaman. Ia sempat merasa ragu tengah menjalani hukuman, bagaimana- apakah akan ada salah seorang anggota pun juga Noto Wiloyo adalah putra keluarganya yang berani menyambut Paku Alam yang sedang bertahta se- kehadirannya karena selama dalam hingga layak mendapatkan perlin- 119 Paramita Vol. 25, No. 1 - Januari 2015 dungan. Jawaban yang sama juga menuhi syarat untuk duduk di atas disampaikan kepada ayahandanya, tahta. Putra pertama, Pangeran Paku Alam II ketika Sasraningrat di- Suryaningrat menderita gangguan panggil menghadap. Tanpa ragu-ragu, penglihatan (buta), sedangkan adiknya, Sasraningrat mengemukakan kepada Pengeran Sasraningrat masih terlalu ayahandanya alasan yang sama. Jawab- muda. an yang dilandasi kejujuran dan rasa Pada saat suksesi sesudah wafat cinta terhadap Noto Wiloyo itu dapat P.A. III, berkat jasa ibunya, Gusti Kan- meluluhkan hati Paku Alam II. Noto jeng Ratu Ayu yang memiliki hubungan Wiloyo diampuni kesalahannya dan erat dengan residen, penunjukkan Pang- dikembalikan pada posisinya sebagai eran Adipati Suryo Sasraningrat sebagai anggota Legiun Pakualaman. P.A. IV berjalan dengan mulus. Selama Selama masa pengasingannya di kepemimpinan P.A.A. Suryo Sasraning- Brosot dan Bugel, Noto Wiloyo juga rat, beberapa wilayah Kadipaten Pakua- menjalani kehidupan asketisme laman mengalami kemunduruan dari (Ringkesaning Wewaton, t.t.: 2). Penga- segi finansial dan ketidaksejahteraan. singan Noto Wiloyo mirip dengan yang P.A. IV tidak memiliki kemampuan dialami oleh Pangeran Noto Kusumo yang memadai sebagai penguasa puro. ketika diasingkan oleh Sultan HB II dan Di samping itu, gaya hidup Sang Adipa- berakhir dengan penobatannya sebagai ti yang mewah juga merupakan penye- Paku Alam I. Ada ramalan bahwa Noto bab krisis. Kadipaten Pakualaman dililit Wiloyo akan mengalami hal yang sama utang kepada sejumlah bank Belanda. dengan kakeknya karena mereka Dalam keadaan krisis, P.A.A. Suryo Sas- percaya bahwa Noto Wiloyo telah raningrat tidak mendapatkan dukungan mendapatkan wahyu raja moral dari anak-anak P.A. III karena (Sosrosoedarmo, 1931: 32). Sasraningrat dianggap telah melalaikan Beberapa peristiwa penting yang mereka. Perang dingin antara P.A. IV membukakan peluang bagi Noto dengan para pewaris langsung P.A. III Wiloyo (P.A. Suryo Dilogo) untuk ini turut memperparah keadaan sampai menduduki tahta Kadipaten Pakuala- dengan kepulangan P.A. Sasraningrat man adalah krisis kaderisasi dan bu- pada 24 September 1878 (Vereeniging ruknya kondisi kesehatan Paku Alam Habi Darmo Wargo, 1931: 22—23). yang tengah bertahta. Pertama, K.P.H. Sepeninggal Pangeran Adipati Nataningprang, putra P.A. II dari per- Suryo Sasraningrat (P.A. IV), suksesi di maisuri, Gusti Kanjeng Ratu Ayu yang Praja Pakualaman kembali tersendat diharapkan akan menggantikan ayah- karena almarhum tidak memiliki anak andanya, meninggal sebelum naik tahta. laki-laki. Setelah melalui musyawarah Kedua, tidak lama sesudah itu, pada 23 yang suntuk diputuskan Pangeran Ario Juli 1858 , P.A. II menyusul wafat. Keti- Suryo Dilogo sebagai penerusnya. Pe- ga, B.R.M.A. Sasraningrat yang meng- nunjukkan P.A. Suryo Dilogo dimudah- gantikan ayahnya sebagai K.G.P.A. Ario kan oleh conditio sine qua non di atas. Pe- Suryosasraningrat (P.A. III) hanya enam netapan Paku Alam V ini dikukuhkan tahun duduk di atas tahta karena wafat dengan Gouvernementsbesluit No. 7, pada 17 Oktober 1864. Keempat, K.P.A. tanggal 15 Desember 1878. Gelar beliau Nataningrat, putra K.P.A. Nata- adalah Pangeran Adipati Aria (P.A.A.) ningprang ditetapkan menggantikan Prabu Suryo Dilogo. Sebagian orang
Recommended publications
  • Inter Relasi Gatra Wayang Kulit Purwa ' Kyai Jimat' Gaya Pakualaman
    Bima Slamet Raharja, Inter Relasi Gatra Wayang Kulit Purwa VOLUME 03, No. 01, November 2016: 1-30 INTER RELASI GATRA WAYANG KULIT PURWA ‘ KYAI JIMAT’ GAYA PAKUALAMAN DENGAN ILUSTRASI WAYANG DALAM MANUSKRIP SKRIPTORIUM PAKUALAMAN Bima Slamet Raharja Prodi Sastra Jawa, Departemen Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada [email protected] ABSTRACT This study discusses about historical aspects and inter relation between Pakualaman ‘s wayang purwa and a number of illustrations in the manuscripts. Pakualaman’s wayang purwa is called Kyai Jimat, which changed and developed along the turn of Pakualaman leadership until the era of seventh leadership. A number of Pakualaman’s wayang purwa more infl uenced by a wayang illustrations on the manuscripts, such as at the Serat Baratayuda, Serat Rama, Serat Lokapala, Sestradisuhul, Pawukon, Sestra Ageng Adidarma, etc. The spesifi c was discovered through the form of design of motif, colouring, and ornaments. According to iconographic aspects was discovered through tatahan (carving), sunggingan (colouring), and symbolic. The creation of wayang purwa ‘Kyai Jimat’ s Pakualaman not merely for the performance purposes. Most of the characters that are made, is closely related to its narrative in literature text “scriptorium” from Paku Alam I until Paku Alam VII. There are various assumption emerge that wayang kulit made within Pakualaman style is not complete. Because its characters that is created in Pakualaman, is only emphasize in pedagogy aspect that relates to highly respectfully sestradi doctrin. Intertextuality aspect is important in order to reveal each of its character existance; which will be further understood through the shape and style, symbol that is found within the wayangs puppet.
    [Show full text]
  • POLITIK KOLONIAL DAN PERKEMBANGAN SENI TARI DI PURO PAKUALAMAN PADA MASA PEMERINTAHAN PAKU ALAM IV (1864-1878) Oleh : HY
    POLITIK KOLONIAL DAN PERKEMBANGAN SENI TARI DI PURO PAKUALAMAN PADA MASA PEMERINTAHAN PAKU ALAM IV (1864-1878) Oleh : HY. Agus Murdiyastomo ABSTRAK Pusat budaya di Yogyakarta selama ini yang lebih banyak diketahui oleh masyarakat adalah Kraton Kasultanan Yogyakarta, tetapi sesungguhnya selain Kraton Kasutanan masih terdapat pusat budaya yang lain yaitu Pura Paku Alaman. Di Kadipaten telah terlahir tokoh-tokoh yang sangat memperhatikan kelestarian budaya Jawa khususnya seni tari tradisi. Salah satunya adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam IV, yang pada masa ia berkuasa, budaya Barat yang dibawa oleh kaum kolonialis melanda daerah jajahan. Hadirnya budaya asing tentu sulit untuk ditolak. Namun demikian denga piawainya KGPAA Paku Alam IV, justru mengadopsi budaya Barat, tetapi ditampilkan dengan rasa dan estetika Jawa, dalam bentuk tari klasik. Sehingga pada masanya lahir repertoar tari baru yang memperkaya seni tari tradisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap perkembangan seni tari di Pura Pakualaman pada masa pemerintahan KGPAA Paku Alam IV, dan hal-hal apa yang melatarbelakangi penciptaannya. Dalam rangka mewujudkan rekonstruksi ini dilakukan dengan metode sejarah kritis, yang tahapannya meliputi Pertama, Heuristik, atau pencarian dan pengumpulan sumber data sejarah, yang dalam hal ini dilakukan di BPAD DIY, dan di Perpustakaan Pura Pakualaman. Di kedua lembaga tersebut tersimpan arsip tentang Paku Alaman, dan juga naskah- naskah yang berkaitan dengan penciptaan tari. Kedua, Kritik, atau pengujian terhadap sumber-sumber yang terkumpul, sumber yang telah terkumpul diuji dari segi fisik untuk memperoleh otentisitas, kemudian membandingkan informasi yang termuat dengan informasi dari sumber yang berbeda, untuk memperoleh keterpercayaan atau kredibilitas. Ketiga, Interpretasi yaitu informasi yang ada dikaji untuk diangkat fakta-fakta sejarahnya, yang kemudian dirangkai menjadi sebuah kisah sejarah.
    [Show full text]
  • Edisi 6 / 2018 Buletin Pelestarian Warisan Budaya Dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018
    ISSN 2502-1567 Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018 Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018 Sampul Depan: Gedhong Purwaretna, Pura Pakualaman Rubrik Uneg-uneg Redaktur KORI: rubrik pembuka berisi informasi mengenai sejarah dan penjelasan tema buletin edisi kali ini. SUSUNAN REDAKSI PENDHAPA: tajuk utama dalam buletin. PENANGGUNG JAWAB: Drs. Umar Priyono, M. Pd. PLATARAN: rubrik ringan yang berisi perjalanan ataupun informasi situs warisan budaya di berbagai tempat, khususnya Salam Budaya, di DIY. PEMIMPIN REDAKSI: Dian Lakshmi Pratiwi, S.S.,, M.A PRINGGITAN: rubrik berisi kajian maupun penelitian yang membahas mengenai tema Buletin Mayangkara edisi kali ini. Perkembangan pembangunan modern yang terjadi di Yogyakarta khususnya di Kawasan REDAKTUR: EMPU: rubrik wawancara interaktif dengan tokoh-tokoh yang Cagar Budaya Pakualaman membawa berbagai dampak salah satunya identitas kawasan yang Aris Wityanto, S.IP berpengaruh dalam pelestarian warisan budaya dan cagar tergerus. Oleh sebab itu, sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya yang diprioritaskan oleh budaya. pemerintah, perlu adanya langkah khusus dalam mempertahankan karakter Kawasan Cagar EDITOR: PAWARTOS: rubrik berisi berita-berita pelestarian warisan Joy Jatmiko Abdi, S.S. budaya dan cagar budaya. Budaya Pakualaman sebagai salah satu bentuk pelestarian kota heritage. Anglir Bawono, S.S. PAGELARAN: rubrik mengenai kegiatan masyarakat dalam Edisi ke 6 buletin Mayangkara akan membahas lebih dalam mengenai Pelestarian Warisan upaya pelestarian terhadap warisan budaya dan cagar budaya REPORTER: di Kotabaru. Budaya dan Cagar Budaya serta nilai-nilai penting yang terkandung di dalam Kawasan Cagar Ria Retno Wulansari, S.S Budaya Pakualaman. Pembaca akan menemukan rubrik-rubrik yang menambah wawasan SRAWUNG: rubrik berisi serba-serbi mengenai warisan budaya FOTOGRAFER: dan cagar budaya.
    [Show full text]
  • Patrawidya Vol 15 No 1 Maret 2014
    Terakreditasi No. : 405/AU3/P2MI-LIPI/04/2012 seri penerbitan penelitian sejarah dan budaya Melawat ke Barat : Westernisasi Pendidikan Keluarga Paku Alam V Oleh : Mutiah Amini Aspek-Aspek Ikonografi Penggambaran Tokoh Ramayana Seni Prasi di Desa Sidemen Karangasem Bali Oleh : I Wayan Suardana Jinem : Lumbung Padi Petani Blora Oleh : Christriyati Ariani Merapi yang Suci dan Pariwisata yang Kotor : Benturan Nilai-nilai Religi dan Ekonomi yang Memperlemah Potensi Ritual Sebagai Mitigasi Bencana di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Oleh : Bambang H. Suta Purwana Persepsi Petani Terhadap Nilai Sosial-Budaya dan Ekonomi Lahan Sawah di Pinggiran Kota Yogyakarta Oleh : Sudrajat Usaha Kerajinan Ukir Kayu Desa Mulyoharjo Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Oleh : Sukari Calung: Musik Tradisional Masyarakat Purbalingga, Jawa Tengah Oleh : Theresiana Ani Larasati Serat Atmawiyata Kajian Aspek Moral dan Didaktik Oleh : Titi Mumfangati Resensi Buku : Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1885) Oleh : Baha' Uddin Yogyakarta No. 1 Hal. 1 - 170 ISSN 1411-5239 Vol. 15 Maret 2014 seri penerbitan penelitian sejarah dan budaya Patrawidya merupakan seri penerbitan hasil penelitian Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta dan peneliti tamu, serta penulis undangan yang meliputi bidang sejarah dan budaya. Patrawidya terbit secara berkala tiga bulan sekali, yaitu pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Nama Patrawidya berasal dari dua kata “patra” dan “widya”, yang berasal dari bahasa Sansekerta, yang kemudian menjadi kata serapan dalam bahasa Jawa Kuna. Kata “patra” berasal dari kata “pattra” , dari akar kata pat=melayang, yang kemudian diartikan sayap burug; bulu; daun; bunga; tanaman yang harum semerbak; daun yang digunakan untuk ditulisi; surat; dokumen; logam tipis atau daun emas. Kata “widya” berasal dari kata “vidya” , dari akar kata vid=tahu, yang kemudian diartikan sebagai “ilmu pengetahuan”.
    [Show full text]
  • European Journal of Education Studies HYBRIDITY of BEKSAN FLORET PURA PAKUALAMAN YOGYAKARTA
    European Journal of Education Studies ISSN: 2501 - 1111 ISSN-L: 2501 - 1111 Available on-line at: www.oapub.org/edu doi: 10.5281/zenodo.3877516 Volume 7 │ Issue 5 │ 2020 HYBRIDITY OF BEKSAN FLORET PURA PAKUALAMAN YOGYAKARTA: POSTCOLONIAL STUDY Feri Catur Harjanta1i, Kuswarsantyo2 1Magister Student of Art Education Study Program, Graduate Program of Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia 2Lecturer of Art Education Study Program, Graduate Program of Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia Abstract: During the British colonial era, there was an important momentum in the city of Yogyakarta. The important moment was the birth of a kingdom called Pura Pakualaman or Pakualaman Palace where Prince Notokusumo was known as Sri Paku Alam I. He could not be separated from the political contract between the British government and Sri Sultan Hamengku Buwono II. During the reign of Sri Paduka Paku Alam IV, he was very close to the Dutch government so that most of the art of dance at that time was influenced by Dutch culture. The artworks of Sri Paku Alam IV include Srimpi Nadheg Putri, Beksan Floret, Beksan Sabel, Beksan Inum and Beksan Penthul Tembem. The object of this research was Beksan Floret. Meanwhile the method used in this study was a qualitative method with a post-colonial approach. In this study, a theory from Homi K Bhabha which explains hybridity was used. Post-colonial representations have several characteristics, including power relations, identity, ambivalence, and mimicry. Based on the results of post-colonial representation, it can be further elaborated as follows: (1). Beksan Floret reflects a split identity, (2) There is a power relation, which is legitimate, emancipatory, hierarchical and dominative, (3) Mimikri Beksan Floret itself gives birth to ideas about dynamic, creative and independent especially in costume and choreography, (4).
    [Show full text]
  • Bab Ii Penelusuran Persoalan Perancangan Dan Pemecahannya
    Redesain Pasar Sentul Berbasis Morfologi Elemen Catur Gatra Tunggal di Kawasan Pakualaman Yogyakarta BAB II PENELUSURAN PERSOALAN PERANCANGAN DAN PEMECAHANNYA 2.1. Narasi Konteks Lokasi, Site dan Arsitektur 2.1.1. Kawasan Pakualaman Yogyakarta Pakualaman yaitu sebuah kecamatan yang terdapat di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kecamatan Pakualaman memiliki luas 63 Ha. Kecamatan ini terletak diantara sungai Code dan sungai Manunggal. Batas wilayah Pakualaman yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Danurejan dan Gondokusuman. Timur berbatasan dengan Kecamatan Umbulharjo dan Mergangsan. Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mergangsan, dan Barat berbatasan dengan Kecamatan Mergangsan dan Gondomanan. Kelurahan Gunungketur Kelurahan Purwokinanti Pasar Sentul Farichatul Ulya | 14512031 | Bachelor Final Project 30 Redesain Pasar Sentul Berbasis Morfologi Elemen Catur Gatra Tunggal di Kawasan Pakualaman Yogyakarta Gambar 2. 1 Batas Wilayah Kecamatan Pakualaman Sumber: Analisa Penulis, 2018 Dilihat dari peta penyebaran cagar budaya di kawasan Pakualaman, Pasar Sentul masuk kedalam elemen pembentuk Catur Gatra Tunggal yang memiliki nilai budaya pada masa pembentukan dan pembangunannya. Catur Gatra Tunggal Indish 1. Puro Pakualaman 11. Bangunan Kemayoran I 2. Alun-alun Sewandanan 12. Bangunan Kemayoran III 3. Pasar Sentul 4. Masjid Besar Pakualaman Tradisional Jawa Ndalem Pangeran 4. Ndalem Kepatihan/Natakusuman 13. SMK Taman Ibu (hancur) 5. Ndalem Suryaringprangan 14. TK Al Husnah 6. Ndalem Natatarunan 15. Rumah Tinggal RA Mirnayati L. 7. Ndalem Pujawinatan 16. SDN Puro Pakualaman 8. Ndalem Suryadirjan 9. Ndalem Banaran 10. Ndalem Sanawinatan Farichatul Ulya | 14512031 | Bachelor Final Project 31 Redesain Pasar Sentul Berbasis Morfologi Elemen Catur Gatra Tunggal di Kawasan Pakualaman Yogyakarta Gambar 2. 2 Peta Persebaran Bangunan Cagar Budaya di Kawasan Pakualaman Sumber: Ulya, 2017 2.1.2.
    [Show full text]
  • Direktori Kekayaan Dan Keragaman Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
    Direktori Kekayaan dan Keragaman Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017 ii KATALOG DALAM TERBITAN Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktori Kekayaan dan Keragaman Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Disusun oleh: Bidang Pendayagunaan dan Pelayanan. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, Kemendikbud, 2017 vii, 169 1. Direktori 2. Budaya 3. Yogyakarta i. Judul ii. PDSPK Penyusun: Dwi Winanto Hadi Bakti Utama Pengarah: Siti Sofiah Ilustrator; Bakti Utama © 2017, PDSPK Kemdikbud RI iii Kata Pengantar Alhamdulillah kami panjatkan ke hidarat Allah Subhanahu wa ta’ala karena Direktori Kekayaan dan Keragaman Budaya Provinsi Daerah Isimewa Yogyakarta telah behasil disusun. Direktori ini dilakukan untuk mengetahui kekayaan dan keragaman budaya yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Direktori ini menguraikan kekayaan dan keragaman budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut data Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) DIY, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY, Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, serta Dinas-Dinas Kebudayaan di Kota/ Kabupaten seluruh DIY. Direktori ini menggambarkan kekayaan budaya benda dan tak benda. Direktori ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak terkait dalam rangka memberikan gambaran kekayaan dan keragaman budaya dan peningkatan kinerja kebudayaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ucapan terima kasih disampaikan kepada para pihak yang telah membantu sehingga Direktori ini terwujud. Kritik dan saran yang konstruktif terhadap Direktori ini diterima dengan hati terbuka. Jakarta, November 2017 Kepala Pusat, Dr. Ir. Bastari, M.A. NIP. 196607301990011001 iv DAFTAR ISI Hal Sampul Luar i Sampul Dalam ii Kata Pengantar iii Daftar Isi iv Bab I PENDAHULUAN 1 A. Pengantar 1 B.
    [Show full text]
  • Partisipasi Politik Para Tokoh Pakualaman Pada Masa Pergerakan Nasional
    pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PARTISIPASI POLITIK PARA TOKOH PAKUALAMAN PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL Skripsi Oleh : IRMA AYU KARTIKA DEWI K 4406003 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to users pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, di Indonesia diterapkan beberapa kali kebijakan politik seperti : (1) Politik Kolonial Konservatif (1800- 1870), politik ini diberlakukan dari awal pemerintahan Hindia-Belanda sampai dengan tanam paksa (Cultuurstelsel). Pada masa ini, pemerintah menggunakan cara tradisional yaitu menempatkan penguasa pribumi untuk mengurusi administrasi pemerintahan lokal dan perusahaan perkebunan sebagai pengawas; (2) Politik Kolonial Liberal (1870-1900), pada masa ini kebebasan usaha dijamin pemerintah dan kerja paksa dihapus serta digantikan kerja bebas; (3) Politik Kolonial Etis (1900-1942), politik ini berbeda dari politik sebelumnya. Politik ini berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia (Suhartono, 2001 : 11-16). Pada tahun 1870 Belanda memasuki periode kapitalis modern. Sistem perdagangan bebas mengatur hubungan-hubungan ekonomi Belanda dengan negara-negara tetangga. Politik Pintu Terbuka di Hindia Belanda dan perkembangan perusahaan-perusahaan swasta mengakibatkan hasil bumi jajahan lebih banyak dipasarkan di negeri-negeri asing daripada di negeri Belanda sendiri. Kondisi politik kolonial Belanda di Nusantara sangat berhubungan erat dengan kondisi politik di negeri Belanda. Walaupun pada kenyataannya perkembangan politik di Nusantara sangat lambat daripada di negeri Belanda. Pada permulaan abad XX, kebijakan pemerintahan Belanda mengalami perubahan, yang semula berusaha mengeksploitasi dan menguasai seluruh wilayah Nusantara, mulai berkurang dan menyatakan prihatin terhadap kesejahteraan Indonesia. Kebijakan ini dinamakan ”Politik Ethis”. Politik ini berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui Irigasi, Emigrasi (Transmigrasi) dan Edukasi.
    [Show full text]
  • Bab 2 Tata Pemerintahan Kerajaan Mataram │ 13
    SAMBUTAN Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut baik terbitnya buku Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebuah buku yang secara lengkap membahas sejarah tata kelola pemerintahan di DIY yang jejaknya merentang sejak masa Mataram Islam hingga saat ini. Melalui buku ini kita bisa melihat bahwa tata kelola pemerintahan di DIY meskipun selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, namun dalam proses perubahannya tidak pernah meninggalkan nilai, norma, dan budaya yang mengakar di Yogyakarta. Penjelasan kronologi sejarah dalam buku ini memberikan kita pemahaman bahwa perubahan tata kelola pemerintahan di DIY dari masa ke masa bukanlah perubahan yang revolusioner namun merupakan suatu perubahan yang lebih bersifat transformatif. Membaca buku ini, kita juga bisa melihat bahwa tata pemerintahan di DIY merupakan perpaduan antara birokrasi modern dan institusi tradisional (Kasultanan dan Kadipaten). Perpaduan tersebut merupakan konsekuensi dari status keistimewaan DIY yang diperoleh sejak lama dan semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Menelisik akar kesejarahan di DIY dan falsafah yang menyertainya memberikan kita gambaran tentang berbagai macam aspek yang menjadi fondasi tata pemerintahan di DIY. Beberapa aspek dasar tata pemerintahan tersebut antara lain demokrasi, kerakyatan, ke-bhineka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, dan pendayagunaan kearifan lokal. Secara struktur, kelima aspek dasar tersebut dalam perjalanannya senantiasa mengalami perubahan namun dengan tetap mempertahankan prinsip nilai, norma, dan budaya yang ada di DIY. Buku sejarah pemerintahan ini disusun dalam kerangka untuk memahami dinamika perubahan dan keberlanjutan tata pemerintahan DIY dalam lintasan sejarah sampai dengan situasi kontemporer. Maka dengan demikian diharapkan baik aparatur pemerintahan maupun masyarakat luas dapat memahami lebih dalam bagaimana hubungan antara sejarah, keraton, kadipaten, Negara, dan masyarakat di DIY dalam pusaran perubahan tata kelola pemerintahan.
    [Show full text]
  • Abstrak Kadipaten Pakualaman Memiliki Keunggulan Dalam Bidang Pendidikan, Kasusastraan,Dan Kesenian. Identitas Khas Ini Tidak La
    Sejarah Lahirnya Pesantren Berdasarkan Naskah Babad Cirebon Koleksi PNRI Bilih manggih galagah arum ambêtipun, punika dipun dhêkahana, awit panggenan punika badhe dados nagari, sarta gêmah raharja. Radèn Patah lajêng lumampah anjog ing wana agêng, amanggih galagah wangi ambêtipun. Wana punika anama ing Bintara, ing ngriku Radèn Patah adhêdhêkah, botên antawis lami kathah têtiyang dhatêng, sami tumut gêgriya ing ngriku, sarta sami ambabadi wana, angadêgakên masjid, sangsaya kathah têtiyang dhatêng,Abstrak sami anggêguru dhatêng Radèn Patah. Kadipaten Pakualaman memiliki keunggulan dalam bidang(Kembali pendidikan, pada kasusastraan,dan cerita Raden Patah: kesenian. beliau Identitas masih khastinggal ini tidak la[berguru]in berkat di kegigihanPangeranAmpel Denta, lalu Natakusumadinikahkan dengan yang bukancucu saja sebagaisulung pemimpin Sunan Ampel dalam halbernama politik pemerintahan,tetapijugaNyai Ageng Maloka. berperanRaden sebagai Patah pujangga lalu memohon yang pertama petunjuk dan dan paling arahan utama dimana dari Kadipatenharus Pakualaman bertempat (Dewantara,tinggal dan 1994:289).membangun Ideologi permukiman ajaran Sěstradibaru adalah (adhêdh halêkah utama) dengan yang amanmenjadi dan pokok damai. pembangunan Sang Sunan karakterkemudian mulia di memberiKadipaten petunjuk: Pakualaman. Kalau Adanya Raden visi Patah dan maumisi ajaran diberiSěstradi petunjuk, ini menjadikan maka yangsebagian harus besar ia karyalakukan sastra adalah yang lahir diberjalan Kadipaten lurus Pakualaman ke arah barat. bergenre Kalau piwulang sudah menemukan dan sedikit sekali pohonkarya sastragelagah yang yang mendokumen berbau harum,tasikan maka seni itulah pertunjukan. tempat Berdasarkanidealnya. tahapan Karena kerja berawal inventarisasi dari tempat naskah, itulah karyadiharapkan-karya sastra akanbergenre menjadi seni kota pertunjukan yang ramai hanya dan sejahtera.ditemukan Raden pada Patah masa kepemimpinankemudian Sampeyan menuruti nasehatDalěm Pakugurunya Alam itu. IV,Membuka yakni naskahhutan Kyai Sěstradilarasbesar di sana, dandi daerah Langěn Bintara.
    [Show full text]
  • Praktik Deskripsi Dan Klasifikasi Khazanah Arsip Paku Alam V (1878-1900) Di Puro Pakualaman Yogyakarta
    DIPLOMATIKA: JURNAL KEARSIPAN TERAPAN 2020, VOL. 3, NO. 2, 110 - 125 Praktik Deskripsi dan Klasifikasi Khazanah Arsip Paku Alam V (1878-1900) di Puro Pakualaman Yogyakarta Iskarohma binti Nurhamidyah 1, Yofa Pradhani Nabillah 2, Lillyana Mulya3 123 Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada ABSTRACT Submitted: 09/06/2020 Received: 09/08/2020 Description and classification are the core of archives management activities. These two stages are often studied in order to understand archives in the context of their creation and to construct ideal retrieval *Correspondence: tools. However, the study of arrangement and description of local Iskarohma binti archives is still limited. For this reason, this paper intends to explain the Nurhamidyah arrangement and description of Paku Alam V archives in Puro Pakualaman. This research, which using qualitative descriptive methods, [email protected] analyzed the main data obtained from participatory observation in the process of organizing the Paku Alam V archive, especially the classification and description stages. The conclusion of this study, namely the KEYWORDS: classification and description of the Paku Alam V archives, shows that the classification Pakualaman government has two administrative structures which form the basis of archival grouping. In addition, archival descriptions written in description local languages indicate that access to this information is still limited to local researchers or those who understand Javanese source languages, as a language of the majority of Paku Alam V archives. Moreover, knowledge Archives of the classification system and description above can be a guide to read the archives in its history as a formal communication medium for the Paku Alam V zelfbestuur government in Yogyakarta.
    [Show full text]
  • Patrawidya Vol 15 No 3 September 2014
    Terakreditasi No. : 405/AU3/P2MI-LIPI/04/2012 seri penerbitan penelitian sejarah dan budaya Westernisasi dan Gaya Hidup Bangsawan di Kadipaten Pakualaman pada Masa Paku Alam V Oleh : Baha' Uddin Gerakan Kiri di Klaten: 1950 - 1965 Oleh : H. Purwanta Kedaulatan Rakyat dan Solopos: Pilar Kehidupan Bahasa Jawa dan Kebudayaan Lokal Masyarakat Oleh : Heri Priyatmoko Menjadi Melayu : Perempuan Jawa sebagai Agen Transformasi Sosial dalam Masyarakat Jawa di Semenanjung Malaya Tahun 1900-2000 Oleh : Lucia Juningsih ….Selanjutnya Kami Memilih Pergi … Kisah-kisah Etnis Tionghoa Asal Indonesia yang Kembali ke Taiwan 1950-1960an Oleh : Devi Riskianingrum Strategi Peningkatan Pendapatan Melalui Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Talango, Pulau Poteran, Sumenep Oleh : Emiliana Sadilah Usaha Gula Kelapa : Pertukaran dalam Produksi dan Distribusi Oleh : Sumintarsih Dampak Pembangunan Jembatan Suramadu Terhadap Mobilitas dan Kondisi Sosial Budaya Penduduk (Kasus Lima Keluarga di Desa Pangpong, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan) Oleh : Ernawati Purwaningsih Yogyakarta No. 3 Hal. 341 - 504 ISSN 1411-5239 Vol. 15 September 2014 seri penerbitan penelitian sejarah dan budaya Patrawidya merupakan seri penerbitan hasil penelitian Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta dan peneliti tamu, serta penulis undangan yang meliputi bidang sejarah dan budaya. Patrawidya terbit secara berkala tiga bulan sekali, yaitu pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Nama Patrawidya berasal dari dua kata “patra” dan “widya”, yang berasal dari bahasa Sansekerta, yang kemudian menjadi kata serapan dalam bahasa Jawa Kuna. Kata “patra” berasal dari kata “pattra” , dari akar kata pat=melayang, yang kemudian diartikan sayap burug; bulu; daun; bunga; tanaman yang harum semerbak; daun yang digunakan untuk ditulisi; surat; dokumen; logam tipis atau daun emas. Kata “widya” berasal dari kata “vidya” , dari akar kata vid=tahu, yang kemudian diartikan sebagai “ilmu pengetahuan”.
    [Show full text]