Abstrak Kadipaten Pakualaman Memiliki Keunggulan Dalam Bidang Pendidikan, Kasusastraan,Dan Kesenian. Identitas Khas Ini Tidak La

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Abstrak Kadipaten Pakualaman Memiliki Keunggulan Dalam Bidang Pendidikan, Kasusastraan,Dan Kesenian. Identitas Khas Ini Tidak La Sejarah Lahirnya Pesantren Berdasarkan Naskah Babad Cirebon Koleksi PNRI Bilih manggih galagah arum ambêtipun, punika dipun dhêkahana, awit panggenan punika badhe dados nagari, sarta gêmah raharja. Radèn Patah lajêng lumampah anjog ing wana agêng, amanggih galagah wangi ambêtipun. Wana punika anama ing Bintara, ing ngriku Radèn Patah adhêdhêkah, botên antawis lami kathah têtiyang dhatêng, sami tumut gêgriya ing ngriku, sarta sami ambabadi wana, angadêgakên masjid, sangsaya kathah têtiyang dhatêng,Abstrak sami anggêguru dhatêng Radèn Patah. Kadipaten Pakualaman memiliki keunggulan dalam bidang(Kembali pendidikan, pada kasusastraan,dan cerita Raden Patah: kesenian. beliau Identitas masih khastinggal ini tidak la[berguru]in berkat di kegigihanPangeranAmpel Denta, lalu Natakusumadinikahkan dengan yang bukancucu saja sebagaisulung pemimpin Sunan Ampel dalam halbernama politik pemerintahan,tetapijugaNyai Ageng Maloka. berperanRaden sebagai Patah pujangga lalu memohon yang pertama petunjuk dan dan paling arahan utama dimana dari Kadipatenharus Pakualaman bertempat (Dewantara,tinggal dan 1994:289).membangun Ideologi permukiman ajaran Sěstradibaru adalah (adhêdh halêkah utama) dengan yang amanmenjadi dan pokok damai. pembangunan Sang Sunan karakterkemudian mulia di memberiKadipaten petunjuk: Pakualaman. Kalau Adanya Raden visi Patah dan maumisi ajaran diberiSěstradi petunjuk, ini menjadikan maka yangsebagian harus besar ia karyalakukan sastra adalah yang lahir diberjalan Kadipaten lurus Pakualaman ke arah barat. bergenre Kalau piwulang sudah menemukan dan sedikit sekali pohonkarya sastragelagah yang yang mendokumen berbau harum,tasikan maka seni itulah pertunjukan. tempat Berdasarkanidealnya. tahapan Karena kerja berawal inventarisasi dari tempat naskah, itulah karyadiharapkan-karya sastra akanbergenre menjadi seni kota pertunjukan yang ramai hanya dan sejahtera.ditemukan Raden pada Patah masa kepemimpinankemudian Sampeyan menuruti nasehatDalěm Pakugurunya Alam itu. IV,Membuka yakni naskahhutan Kyai Sěstradilarasbesar di sana, dandi daerah Langěn Bintara. Wibawa Di .sanalah Akan Radentetapi, Patahsosok Sampeyanmembangun Dalěm Pakudesa. Alam Tidak IV lama dalam kemudian banyak catatanbanyak sejarahorang mendapatdatang, citra ikut negatif membangun karena rumah, gaya hidupnyasama-sama yang membabad senang berfoyadan-foya, membuka sering mengadakanhutan. Mereka pesta, lalu dan mendirikan bahkan dikatakan mesjid hampir[untuk tidak Shalatada karyaJum’at]. sastra Banyak dihasilkan yang datangpada zamannya.bersama- Ditemukannyasama tinggal naskah dan Langěn berdiam Wibawa di sana, kode lalu koleksi berguru 0124/PP/73 kepada koleksiRaden Perpustakaan Patah). Kadipaten Pakualaman ini membuka mata kita terhadap peranan positif Sampeyan Dalěm Paku Alam IV dalam bidang kesusastraan yaitu kesadaran akan pentingnya dokumentasi seni pertunjukan. Penelitian ini berupaya melihat secara objektif citra positif Sampeyan Dalěm Paku Alam IV Jumantara Vol. 9 No.1 Tahun 2018 1797 AhmaMuhammadd Baso Bagus Febriyanto Naskah Langen Wibawa: Dokumentasi Estetis Literasi Seni Tari Oleh Sampeyan Dalem Paku Alam IV dalam memimpinsegera saja pemerintahan ia tebangi dan maupun bersihkan sebagai padang pujangga rumput dan (6.) ... nahan mangkya purwaning rawi, kang minangka senimanilalang Jawa melaluiitu. pendekatan studi filologi dan sejarah. bubuka, duk nalikanipun, Jěng Pangran Natakusuma, Tempat itu kemudian berubah menjadi kegiatan belajar wini-(h. 6)sudha ing Kangjěng Guprěmen Enggris, Kata kunci:agama Sampeyan Islam nan Dalěm suci. BanyakPaku Alam orang IV, bermukim Langěn Wibawa, untuk měnggěp jujulukira. dan dokumentmenjadiasi senisantrinya. pertunjukan. Rumah -rumah banyak berdiri. (7.) Kangjěng Gusti Pangeran Dipati, Paku Alam saha Bahkan di sana telah berpenghuni dua puluh ribu orang sinatriya, kang piniji ing Guprěmen, kala juměněngipun, Pengantarpenduduk. Jadi sudah menjadi desa yang ramai. (h. 7) ri Isnen Pon Jumadilakir, tanggal kaping sawělas, ShalatKesusastraan Jumat mulai dan didirikankesenian sehinggadi Kadipaten jadi sepertiPakualaman atau Gumbrěg wukunipun, warsa Alip mangsa Astha, tidak lepasibarat darinegeri sejarah yang luas berdirinya dan besar. Kadipaten Para ulama Pakualaman. dan orang sinangkalan Trus Ngrana Wikuning Bumi, samana Pangeranalim Natakusuma pun berdatangan merupakan dari negeri seorang seberang negarawan maupun daridan parěngira. pujanggaJawa, ulung. berkumpul Beliaudiangkat bersama-sama, sebagai bersepakat pangeran mengadakan mardika Terjemahan: beberapdiskusia hari dan setelahmusyawarah peristiwa berbagai penyerbuanilmu. Sudah disebutkeraton (6.) ... demikianlah, selanjutnya awal tembang yang merupakan Ngayogyakartasama-sama yang akan dikenalnamanya, dengan banyak namayang menyukaiGeger Sepoynama . pembuka (ialah) (cerita) kala Kangjeng Pangeran Peristiwapengajian ini berakibat atau pesantren turun takhtanyaitu dengan Sultan nama HamengkuPesantren Natakusuma diwisuda oleh Tuan Gubernur Inggris, BuwanaDemak. II untuk Banya keduak santrikalinya hijrah dan kediasingkan sana, mencari ke Ambon ilmu1 . bergelar. Pengangkatanrahasia Pangeransejati dalam Natakusuma agama m sebagaiaupun Pangerailmu yangn Mardika sangat (7.) Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam sang ksatria oleh Gubernurluas). Jendral Thomas Stamford Raffles dengan gelar yang dipilih oleh Gubernur Jendral. Ditakhtakan pada hari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I tepat pada 11 Senin Pon Jumadilakir, tanggal ke sebelas, wuku Gumbrěg JumadilakirKedua kutipan Alip di1751 atas atau menggambarkan bertepatan dengan asal -tanggalusul kelahiran 22 Juni tahun Alip mangsa Astha dengan sengkalan Trus Ngrana 1812Demak M dari2 di sebuahBangsal hutan Kencana ilalang Keraton hingga Ngayogyakarta. menjadi mesjid Begitu dan Wikuning Bumi, demikianlah kehendaknya (Gubernur pulapesantren. putra -Iniputra terjadi Sampeyan sebelum Dalěm berdirinya Paku AlamMasjid I Agungturut diwisuda, Demak Jendral). yakniyang menandaiRaden Mas peresmian Tumenggung kesultanan Natadiningrat Islam pertamamenjadi diKanjeng Jawa bernamaPangeran KesultananHarya Suryaningrat, Demak. RadenDua teks Mas berikut Salya bergantimemperjelas nama Anugerah sebagai Pangeran Mardika ini diberikan maksudKanjeng keduaPangeran kutipan Harya di Suryaningprang, atas. Babad Tanah serta diikutiJawi menyebut oleh para Gubernur Jenderal Raffles karena jasa-jasa Pangeran demikian.sentana lainnya.13 Seperti keterangan yang terdapat dalam Babad Natakusuma terhadap Inggris. Setahun kemudian, secara de jure Pakualaman Jilid I Pupuh Dhandhanggula bait 6-7 dan pada melalui kontrak politik oleh J Crawfurd4 tertanggal 17 Maret halamanAmangsuli 6-73 berikut cariyosipun ini. Radèn Patah, ingkang kantun 1813, status Pangeran Natakusuma sebagai Adipati Paku Alam wontên ing Ngampèl Dênta, kadhaupakên kalih diperteguh Inggris dengan memberikan beberapa sokongan. 1 Lihat putranipunIrawan, 2009:2. Nyai Fakta Agêng Sejarah MalokaPakualaman ingkang. Jakarta: pambayun,Perpustakaan Keputusan penting dalam kontrak politik tersebut adalah Nasionalwayahipun Republik Indonesia. Sunan ing Ngampèl Dênta, anuntên Radèn pertama, Inggris akan memberikan perlindungan secara langsung 2 Lihat Carey,Patah 1989:112. nyuwun The pitêdah, British in ingJava 1811pundi-1816: ênggènipun A Javanese Accaunt.badhe kepada Sampeyan Dalěm Paku Alam I beserta keluarganya; Oxford University Press for The British Academy.; dan Murdiyastomo, dkk., 2015. Pangeranjêmjêm adhêdhêkah,Notokusumo: HadegingSunan ingKadipaten Ngampèl Pakualaman Dênta inggihSejarah kedua, mengupayakan agar Sultan Hamengku Buwana III Puro Pakualaman.asuka pitêdah, Yogyakarta: Radèn Dinas Patah Kebudayaan kapurih D.I. lumampahYogyakarta. ngilèn memberikan tanah sebesar 4.000 cacah kepada Sampeyan Dalěm Namun lêrês.demikian banyak data sejarah mencatat pengangkatan B.P.H. Paku Alam I;dan ketiga, memberikan pasukan Dragongders Natakusuma sebagai Pangeran Mardika pada tanggal 29 Juni 1812.Lihat, data sebanyak 100 orang lengkap dengan sarana persenjataan dan yang digunakan Poerwokoesoemo, Soedarisman.1985. Kadipaten Pakualaman.13Serat Babad Yogyakarta: Tanah Jawi Gadjah: Wiwit Mada saking University Nabi Adam Press. dumugi ing tahun 16473Babad(ed. Pakualaman J.J. Meinsma) Jilid (s'Gravenhage: I Martinus Nijhoff, 1874), hlm. 33-4. 4Minister Residen Inggris untuk Yogyakarta 1806 Jumantara Vol. 9 No.1 Tahun 2018 184 Jumantara Vol. 9 No.1 Tahun 2018 Jumantara Vol. 9 No.1 Tahun 2018 185 Muhammad Bagus Febriyanto SejarahNaskah LahirnyaLangen PesantrenWibawa: BerdasarkanDokumentasi Naskah Estetis Babad Literasi Cirebon Seni Koleksi Tari Oleh Sampeyan Dalem Paku Alam IV PNRI dalam memimpin pemerintahan maupun sebagai pujangga dan (6.) ...Bilih nahan manggih mangkya galagah purwaning arum ambêtipun, rawi, kang punika minangka dipun seniman Jawa melalui pendekatan studi filologi dan sejarah. bubuka,dhêkahana, duk awitnalikanipun, panggenan Jěngpunika Pangran badhe dados Natakusuma, nagari, winisarta-(h. gêmah 6)sudha raharja. ing RadènKangjěng Patah Guprěmen lajêng lumampah Enggris , Kata kunci: Sampeyan Dalěm Paku Alam IV, Langěn Wibawa, měnggěpanjog ing jujulukira. wana agêng, amanggih galagah wangi dan dokumentasi seni pertunjukan. (7.) Kangjěngambêtipun. Gusti Wana Pangeranpunika ana maDipati, ing Bintara,Paku Alaming ngriku saha sinatriya,Radèn Patah kang adhêdhêkah,piniji ing Guprěmen, botên antawis kala juměněngipun,lami kathah Pengantar (h.têtiyang 7) ri Isnendhatêng, Pon sami Jumadilakir, tumut gêgriya tanggal ing kaping ngriku, sawělas, sarta Kesusastraan dan kesenian di Kadipaten Pakualaman Gumbrěgsami
Recommended publications
  • Inter Relasi Gatra Wayang Kulit Purwa ' Kyai Jimat' Gaya Pakualaman
    Bima Slamet Raharja, Inter Relasi Gatra Wayang Kulit Purwa VOLUME 03, No. 01, November 2016: 1-30 INTER RELASI GATRA WAYANG KULIT PURWA ‘ KYAI JIMAT’ GAYA PAKUALAMAN DENGAN ILUSTRASI WAYANG DALAM MANUSKRIP SKRIPTORIUM PAKUALAMAN Bima Slamet Raharja Prodi Sastra Jawa, Departemen Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada [email protected] ABSTRACT This study discusses about historical aspects and inter relation between Pakualaman ‘s wayang purwa and a number of illustrations in the manuscripts. Pakualaman’s wayang purwa is called Kyai Jimat, which changed and developed along the turn of Pakualaman leadership until the era of seventh leadership. A number of Pakualaman’s wayang purwa more infl uenced by a wayang illustrations on the manuscripts, such as at the Serat Baratayuda, Serat Rama, Serat Lokapala, Sestradisuhul, Pawukon, Sestra Ageng Adidarma, etc. The spesifi c was discovered through the form of design of motif, colouring, and ornaments. According to iconographic aspects was discovered through tatahan (carving), sunggingan (colouring), and symbolic. The creation of wayang purwa ‘Kyai Jimat’ s Pakualaman not merely for the performance purposes. Most of the characters that are made, is closely related to its narrative in literature text “scriptorium” from Paku Alam I until Paku Alam VII. There are various assumption emerge that wayang kulit made within Pakualaman style is not complete. Because its characters that is created in Pakualaman, is only emphasize in pedagogy aspect that relates to highly respectfully sestradi doctrin. Intertextuality aspect is important in order to reveal each of its character existance; which will be further understood through the shape and style, symbol that is found within the wayangs puppet.
    [Show full text]
  • The Governance of Sultan Ground Land Position and Pakualaman Ground In
    International Journal of Business, Economics and Law, Vol. 24, Issue 2 (April) ISSN 2289-1552 2021 THE GOVERNANCE OF SULTAN GROUND LAND POSITION AND PAKUALAMAN GROUND IN THE FRAMEWORK OF NATIONAL LAW AND THE SPECIAL LAW OF YOGYAKARTA SPECIAL REGION IN ACHIEVING JUSTICE Dwinanta Nugroho Anis Mashdurohatun Gunarto ABSTRACT One of the sovereignties of the Special Region of Yogyakarta is manifested in recognition of the privileged authority outlined in Law No. 13 of 2012 concerning the Privileges of Yogyakarta Special Region. The exercise of authority in terms of privileges is based on local wisdom values and favors the community. The authority of Yogyakarta Special Region as an Autonomous Region covers the authority in the Yogyakarta Special Region Regional Government's affairs as referred to in the Law on Regional Government and the special functions regulated in the special law. This study aims to analyze, study and formulate the governance of the land position of the sultan's ground and the nail in the ground within the framework of the national law and the special laws of Yogyakarta Special Region in realizing justice. This research was conducted by using normative legal research methods, namely by comparing the prevailing laws and related issues, then with existing legal principles or doctrines, and paying attention to the practices that occur as a study of legal history. This research found that the authority over the management and utilization of Sultan Ground Pakualaman Grounds (SG-PAG's) land often collided with the Sultanate's meaning, and the Duchy limited to the 'palace' only. The community's participation in planning, utilization, and control was still lacking, even though the term Sultanate -Duchy has a legal meaning, including all the components in it, namely the flag, servant (punggawa/abdi dalem), and community (kawula dalem).
    [Show full text]
  • POLITIK KOLONIAL DAN PERKEMBANGAN SENI TARI DI PURO PAKUALAMAN PADA MASA PEMERINTAHAN PAKU ALAM IV (1864-1878) Oleh : HY
    POLITIK KOLONIAL DAN PERKEMBANGAN SENI TARI DI PURO PAKUALAMAN PADA MASA PEMERINTAHAN PAKU ALAM IV (1864-1878) Oleh : HY. Agus Murdiyastomo ABSTRAK Pusat budaya di Yogyakarta selama ini yang lebih banyak diketahui oleh masyarakat adalah Kraton Kasultanan Yogyakarta, tetapi sesungguhnya selain Kraton Kasutanan masih terdapat pusat budaya yang lain yaitu Pura Paku Alaman. Di Kadipaten telah terlahir tokoh-tokoh yang sangat memperhatikan kelestarian budaya Jawa khususnya seni tari tradisi. Salah satunya adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam IV, yang pada masa ia berkuasa, budaya Barat yang dibawa oleh kaum kolonialis melanda daerah jajahan. Hadirnya budaya asing tentu sulit untuk ditolak. Namun demikian denga piawainya KGPAA Paku Alam IV, justru mengadopsi budaya Barat, tetapi ditampilkan dengan rasa dan estetika Jawa, dalam bentuk tari klasik. Sehingga pada masanya lahir repertoar tari baru yang memperkaya seni tari tradisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap perkembangan seni tari di Pura Pakualaman pada masa pemerintahan KGPAA Paku Alam IV, dan hal-hal apa yang melatarbelakangi penciptaannya. Dalam rangka mewujudkan rekonstruksi ini dilakukan dengan metode sejarah kritis, yang tahapannya meliputi Pertama, Heuristik, atau pencarian dan pengumpulan sumber data sejarah, yang dalam hal ini dilakukan di BPAD DIY, dan di Perpustakaan Pura Pakualaman. Di kedua lembaga tersebut tersimpan arsip tentang Paku Alaman, dan juga naskah- naskah yang berkaitan dengan penciptaan tari. Kedua, Kritik, atau pengujian terhadap sumber-sumber yang terkumpul, sumber yang telah terkumpul diuji dari segi fisik untuk memperoleh otentisitas, kemudian membandingkan informasi yang termuat dengan informasi dari sumber yang berbeda, untuk memperoleh keterpercayaan atau kredibilitas. Ketiga, Interpretasi yaitu informasi yang ada dikaji untuk diangkat fakta-fakta sejarahnya, yang kemudian dirangkai menjadi sebuah kisah sejarah.
    [Show full text]
  • Sambutan SILATURAHMI TRAH PAKUALAMAN “HUDYANA JAKARTA”
    Sambutan SILATURAHMI TRAH PAKUALAMAN “HUDYANA JAKARTA” Jakarta, 3 Maret 2019 -------------------------------------------------------------------------- Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua, Yang Kami hormati Keluarga Besar Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta”, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita masih diberi kesempatan untuk hadir dan berkumpul pada acara Silaturahmi Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta”. Selanjutnya, izinkan kami dalam kesempatan ini menghaturkan terima kasih kepada Bapak/Ibu/Saudara sekalian yang telah berkenan meluangkan waktu menghadiri silaturahmi ini. Dan mohon pamit bahwa Gusti Putri tidak bisa hadir karena ada kesibukan lain. Kemudian ucapan terima kasih juga khusus Saya sampaikan kepada Jajaran Pengurus Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta” atas terselenggaranya silaturahmi ini. Hadirin sekalian yang berbahagia, Keluarga besar Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta” adalah sebuah “Jembatan”, yang menghubungkan antara Pakualaman dengan seluruh anggota keluarga besar trah bahkan antar anggota keluarga besar trah itu sendiri. Keterhubungan tersebut haruslah efektif, sehingga keberadaan Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta” ini menjadi dapat dirasakan manfaatnya yaitu mempererat silaturahmi yang dapat saling memberdayakan, dan melestarikan budaya poro leluhur yang memang harus diuri-uri. Kita bersyukur bahwa Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta” yang dirintis bersama masih eksis, dan semoga akan terus eksis.
    [Show full text]
  • Course Name : Indonesian Cultural Arts – Karawitan (Seni Budaya
    Course Name : Indonesian Cultural Arts – Karawitan (Seni Budaya Indonesia – Karawitan) Course Code / Credits : BDU 2303/ 3 SKS Teaching Period : January-June Semester Language Instruction : Indonesian Department : Sastra Nusantara Faculty : Faculty of Arts and Humanities (FIB) Course Description The course of Indonesian Cultural Arts (Karawitan) is a compulsory course for (regular) students of Faculty of Cultural Sciences Universitas Gadjah Mada, especially for the first and second semesters. The course is held every semester and is offered and can be taken by every student from semester 1 to 2. There are no prerequisites for Karawitan courses. The position of Indonesian Culture Arts (Karawitan) as the compulsory course serves to introduce the students to one aspect of Indonesian (or Javanese) art and culture and the practical knowledge related to the performance of traditional Javanese musical instruments, namely gamelan. This course also aims to provide both introduction and theoretical and practical understanding for the students of the Faculty of Cultural Science on gamelan instrument techniques, namely gendhing technique, that is found in Karawitan. Topics in this course include identification of Javanese gamelan instruments, exploration of tones in Javanese gamelan, gendhing instrument method and practice, as well as observation of traditional art performances. Proportionally, 30% of these courses contains briefing theoretical insights, 40% contains gamelan practice, and 30% contains provision of experience in a form of group collaboration and interaction Course Objectives The course of Indonesian Culture Arts (Karawitan) in general aims to provide theoretical and practical supplies through skill, application, and carefulness to recognize various instruments of Gamelan. Through this course, students are observant in identifying the various instruments of the gamelan and its application as instrumental and vocal art in karawitan.
    [Show full text]
  • Habitus of Culture: Retaining Batik's Identity Amidst the Modernization
    Habitus of Culture: Retaining Batik’s Identity amidst the Modernization Kamsidjo Budi Utomo. Ebnan Syarif, Universitas Negeri Semarang [email protected] Abstract Amidst the rapid modernization, Batik is now considered old-fashioned and less favored; as an icon of traditional textile art, Batik has been inferior in keeping up with current demands of a so-called “modern” society. The quick-spreading fad of kekinian (or „trendy‟, „hype‟) has been more familiar to the younger generation. This phenomenon calls for a critical outlook on the “metaphysics of presence” that lays its foundation on the principle of aesthetics. To this growing lifestyle, perfections in life are achieved by expediency and pragmatism. Contrary to that, batik offers traditionalistic, symbolic approach of representing meaning; therefore, it becomes less popular compared to the recent trends. This study, however, sees the relevance of raising the discourse of batik in the midst of recent trends by approaching it from the lens of cultural pluralism that highlights its emphasis on a nation‟s “character”. However, in lieu of mere attempt of “reviving” the relevance of batik, this study aims further to discuss batik‟s true nature and the development of its existence throughout the advancement of culture and science. Keywords : Batik Education, Habitus of Culture, Philosophy of Batik 1. Batik’s motifs There has been much debate over the history of batik: its origins, motifs, and dyeing techniques. People all over the world, from Latin America, up to India and Indonesia‟s neighbor, Malaysia, has been claiming about their respective cultures to be the birthplace of batik as one of the oldest fabric tie-dyeing techniques.
    [Show full text]
  • Batik, a Beautiful Cultural Heritage That Preserve Culture and Support Economic Development in Indonesia”
    “BATIK, A BEAUTIFUL CULTURAL HERITAGE THAT PRESERVE CULTURE AND SUPPORT ECONOMIC DEVELOPMENT IN INDONESIA” Evi Steelyana Accounting Departement, Faculty of Economics and Communication, BINUS University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 [email protected] ABSTRACT Batik is an icon nation for Indonesia. Batik has awarded as cultural heritage from UNESCO on October 2nd, 2009and it is significantly affected to batik industry afterward.The raising of batik industry caused some multiplier effects to economics and socio cultural in Indonesia. In many areas of industry, banking role has always beenthe man behind the scene. Banking role in Indonesia also gives some encouragement and be part of batik industry development. Many national event has been created by some banks to encourage SME in batik industry to market their product internationally. This paper will give a simple explanation how banking industry and batik industry get along together in Indonesia, especially in financial sector to enhance economics development and to preserve a nation culture.Research methodology in this paper is quantitative method. This paper will give a simple analysis through comparative analysis based on export value from batik industry, domestic use of batik,batik industry development and microcredit or loan from banking industry to SME in batik industry.Many people wearing batik to show how they do appreciate and belong to a culture.Batik also gives other spirit of nationalism which represent in Batik Nationalis.The role of batik in international diplomacy and in the world level gives significant meaning for batik as a commodity which preserve Indonesian culture. In a piece of batik cloth, embodied socio-cultural and economic values that maintain the dignity of a nation.
    [Show full text]
  • “Liberal Democracy” in Yogyakarta Special Regions of Indonesia
    Local Politics and Local Identity: Resistance to “Liberal Democracy” in Yogyakarta Special Regions Of Indonesia A Thesis Submitted To the Graduate Devision of The University Of Hawai’i at Mānoa in Partial Fulfillment of the Requirements For the Degree Of Master of Arts In Political Science August, 2012 By David Efendi Thesis Committee: Ehito Kimura, Chairperson Benedict J. Kerkvliet Nevzat Soguk Keywords: Transitional Politics, Liberal Democracy, Social Movement, Everyday Politics DEDICATION For my beloved son: Iqra Garda Nusantara i ACKNOWLEDGEMENTS “There is no time to rest before grassroots politics becomes a well-established field of study in Indonesian political discourse. It is my dream to see this happen soon after my graduation from the University of Hawai‘i at Mānoa, USA.” I have been blessed with a great opportunity, and I deeply owe a debt of gratitude to the people of Yogyakarta who have inspired me to study local and grassroots politics. Yogyakarta, as the center of Javanese culture, was an ideal location to study everyday politics, and the creativity of the people of Yogyakarta impressed me during my field research. The movement against the Dutch in Yogyakarta is a manifestation of Javanese ideology called “Manunggaling Kawulo lan Gusti,” meaning the people and the King aer united. It was inspiring for me to learn more about the recent movement in Yogyakarta under the banner of defending the special status of this region as part of the decentralization and democratization project led by the central government. The Pisowanan Agung (The Great Mass Gathering), which was attended by millions of Yogyakartans in 1998, clearly showed the solidarity of the people and the King.
    [Show full text]
  • Downloaded from Brill.Com09/27/2021 02:46:26PM Via Free Access Review Essays 545 in General (Scheper)
    Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 173 (2017) 544–551 bki brill.com/bki Recent Books on Indonesian Manuscript Dick van der Meij Independent scholar [email protected] E.P. Wieringa and T. Hanstein (eds), Schrift Sprache/Aksara dan Bahasa. Aus- stellungskatalog.IndonesischeHandschriftenderStaatsbibliothekzuBerlinPreu- ßischer Kulturbesitz. Berlin: Staatsbibliothek zu Berlin-Preussischer Kulturbe- sitz/Jakarta: Museum Nasional Indonesia, 2015, 183 (in English) + 183 pp. (in Indonesian). (Paperback) Farouk Yahya, Magic and Divination in Malay Illustrated Manuscripts.[Arts and Archaeology of the Islamic World Volume 6]. Leiden: Brill, 2016, xx + 349 pp. isbn 9789004301641, price: eur 136.00 (hardback); issn 22133844, isbn 9789004301726, isbn 978900430172-6 (e-book). Sri Ratna Saktimulya, Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman Periode Paku Alam ii (1830–1858). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, Ecole française d’Extrême-Orient, Perpustakaan Widyapustaka, Pura Pakualaman (Pustaka Hikmah Disertasi [PhD] xii), 2016, xvii + 438 pp. isbn 9782855391991 (France); isbn 9786024242282 (Indonesia), price: irp 85.000. Karin Scheper, The Technique of Islamic Bookbinding. Methods, Materials and Regional Varieties. Leiden: Brill, 2015, xii + 428 pp. [Islamic Manuscripts and Books 8]. issn 1879964, isbn 9789004290921, price eur 146.00 (hardback); 9789004291119, 143.00 (e-book). Recently, four books were published that discuss a variety of aspects of Indo- nesian and Malay manuscripts and bookbindings. They deserve attention to- gether
    [Show full text]
  • Edisi 6 / 2018 Buletin Pelestarian Warisan Budaya Dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018
    ISSN 2502-1567 Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018 Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018 Sampul Depan: Gedhong Purwaretna, Pura Pakualaman Rubrik Uneg-uneg Redaktur KORI: rubrik pembuka berisi informasi mengenai sejarah dan penjelasan tema buletin edisi kali ini. SUSUNAN REDAKSI PENDHAPA: tajuk utama dalam buletin. PENANGGUNG JAWAB: Drs. Umar Priyono, M. Pd. PLATARAN: rubrik ringan yang berisi perjalanan ataupun informasi situs warisan budaya di berbagai tempat, khususnya Salam Budaya, di DIY. PEMIMPIN REDAKSI: Dian Lakshmi Pratiwi, S.S.,, M.A PRINGGITAN: rubrik berisi kajian maupun penelitian yang membahas mengenai tema Buletin Mayangkara edisi kali ini. Perkembangan pembangunan modern yang terjadi di Yogyakarta khususnya di Kawasan REDAKTUR: EMPU: rubrik wawancara interaktif dengan tokoh-tokoh yang Cagar Budaya Pakualaman membawa berbagai dampak salah satunya identitas kawasan yang Aris Wityanto, S.IP berpengaruh dalam pelestarian warisan budaya dan cagar tergerus. Oleh sebab itu, sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya yang diprioritaskan oleh budaya. pemerintah, perlu adanya langkah khusus dalam mempertahankan karakter Kawasan Cagar EDITOR: PAWARTOS: rubrik berisi berita-berita pelestarian warisan Joy Jatmiko Abdi, S.S. budaya dan cagar budaya. Budaya Pakualaman sebagai salah satu bentuk pelestarian kota heritage. Anglir Bawono, S.S. PAGELARAN: rubrik mengenai kegiatan masyarakat dalam Edisi ke 6 buletin Mayangkara akan membahas lebih dalam mengenai Pelestarian Warisan upaya pelestarian terhadap warisan budaya dan cagar budaya REPORTER: di Kotabaru. Budaya dan Cagar Budaya serta nilai-nilai penting yang terkandung di dalam Kawasan Cagar Ria Retno Wulansari, S.S Budaya Pakualaman. Pembaca akan menemukan rubrik-rubrik yang menambah wawasan SRAWUNG: rubrik berisi serba-serbi mengenai warisan budaya FOTOGRAFER: dan cagar budaya.
    [Show full text]
  • Patrawidya Vol 15 No 1 Maret 2014
    Terakreditasi No. : 405/AU3/P2MI-LIPI/04/2012 seri penerbitan penelitian sejarah dan budaya Melawat ke Barat : Westernisasi Pendidikan Keluarga Paku Alam V Oleh : Mutiah Amini Aspek-Aspek Ikonografi Penggambaran Tokoh Ramayana Seni Prasi di Desa Sidemen Karangasem Bali Oleh : I Wayan Suardana Jinem : Lumbung Padi Petani Blora Oleh : Christriyati Ariani Merapi yang Suci dan Pariwisata yang Kotor : Benturan Nilai-nilai Religi dan Ekonomi yang Memperlemah Potensi Ritual Sebagai Mitigasi Bencana di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Oleh : Bambang H. Suta Purwana Persepsi Petani Terhadap Nilai Sosial-Budaya dan Ekonomi Lahan Sawah di Pinggiran Kota Yogyakarta Oleh : Sudrajat Usaha Kerajinan Ukir Kayu Desa Mulyoharjo Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Oleh : Sukari Calung: Musik Tradisional Masyarakat Purbalingga, Jawa Tengah Oleh : Theresiana Ani Larasati Serat Atmawiyata Kajian Aspek Moral dan Didaktik Oleh : Titi Mumfangati Resensi Buku : Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1885) Oleh : Baha' Uddin Yogyakarta No. 1 Hal. 1 - 170 ISSN 1411-5239 Vol. 15 Maret 2014 seri penerbitan penelitian sejarah dan budaya Patrawidya merupakan seri penerbitan hasil penelitian Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta dan peneliti tamu, serta penulis undangan yang meliputi bidang sejarah dan budaya. Patrawidya terbit secara berkala tiga bulan sekali, yaitu pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Nama Patrawidya berasal dari dua kata “patra” dan “widya”, yang berasal dari bahasa Sansekerta, yang kemudian menjadi kata serapan dalam bahasa Jawa Kuna. Kata “patra” berasal dari kata “pattra” , dari akar kata pat=melayang, yang kemudian diartikan sayap burug; bulu; daun; bunga; tanaman yang harum semerbak; daun yang digunakan untuk ditulisi; surat; dokumen; logam tipis atau daun emas. Kata “widya” berasal dari kata “vidya” , dari akar kata vid=tahu, yang kemudian diartikan sebagai “ilmu pengetahuan”.
    [Show full text]
  • European Journal of Education Studies HYBRIDITY of BEKSAN FLORET PURA PAKUALAMAN YOGYAKARTA
    European Journal of Education Studies ISSN: 2501 - 1111 ISSN-L: 2501 - 1111 Available on-line at: www.oapub.org/edu doi: 10.5281/zenodo.3877516 Volume 7 │ Issue 5 │ 2020 HYBRIDITY OF BEKSAN FLORET PURA PAKUALAMAN YOGYAKARTA: POSTCOLONIAL STUDY Feri Catur Harjanta1i, Kuswarsantyo2 1Magister Student of Art Education Study Program, Graduate Program of Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia 2Lecturer of Art Education Study Program, Graduate Program of Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia Abstract: During the British colonial era, there was an important momentum in the city of Yogyakarta. The important moment was the birth of a kingdom called Pura Pakualaman or Pakualaman Palace where Prince Notokusumo was known as Sri Paku Alam I. He could not be separated from the political contract between the British government and Sri Sultan Hamengku Buwono II. During the reign of Sri Paduka Paku Alam IV, he was very close to the Dutch government so that most of the art of dance at that time was influenced by Dutch culture. The artworks of Sri Paku Alam IV include Srimpi Nadheg Putri, Beksan Floret, Beksan Sabel, Beksan Inum and Beksan Penthul Tembem. The object of this research was Beksan Floret. Meanwhile the method used in this study was a qualitative method with a post-colonial approach. In this study, a theory from Homi K Bhabha which explains hybridity was used. Post-colonial representations have several characteristics, including power relations, identity, ambivalence, and mimicry. Based on the results of post-colonial representation, it can be further elaborated as follows: (1). Beksan Floret reflects a split identity, (2) There is a power relation, which is legitimate, emancipatory, hierarchical and dominative, (3) Mimikri Beksan Floret itself gives birth to ideas about dynamic, creative and independent especially in costume and choreography, (4).
    [Show full text]