KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA: ISLAM DAN PERLAWANAN TERHADAP KOLONIALISME PADA TAHUN 1760-1946 M
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora
Oleh : AHMAD SUPANDI 108022000013
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2015 M
ABSTRAK
AHMAD SUPANDI 108022000013
Penulis mencoba mendeskripsi pengaruh agama Islam dan perlawanan terhadap kolonialis yang terjadi pada kerajaan-kerajaan di sekitar Pekanbaru, Riau. Adapun judul skripsi ini "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M". Kesultanan Siak Sri Indrapura ini merupakan kerajaan yang bernafaskan Islam dan sebagai pewaris yang sah dari Kerajaan Melaka-Johor. Pada 292 tahun silam tepatnya tahun 1723 M, Kota Siak Sri Indrapura yang terletak disekitar Sungai Jantan (Siak) sebagai pusat perdagangan regional dan internasional, terdapat pula sebuah bukti otentik berupa istana kerajaan hingga saat ini masih berdiri kokoh yakni Astana Asserayah Hasyimiyah, Istana ini menjadi pusat peradaban dan pemerintahan (city-state). Skripsi ini bertujuan untuk menunjukan akan adanya pengaruh agama Islam dalam sistem pemeritahan, kebudayaan, sosial-ekonomi yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Kemudian mengetahui kedatangan kolonialis seperti, bangsa Portugis ke Selat Melaka, bangsa Belanda dan Jepang untuk memonopoli perdagangan serta menanamkan pengaruhnya, sehingga menumbulkan aksi perlawanan di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari awal periode hingga akhir (1723-1946 M). Sebagai penguat dari skripsi ini, penulis menukil beberapa tulisan para ahli sejarah melayu yang mendeskripsikan terkait judul dengan metode kualitatif seperti, teknik pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research) hingga menyempatkan terbang ke Riau serta menggunakan beberapa pendekatan agama, sosio-politik, dan budaya. Berdasarkan hasil analisis penulis, dapat disimpulkan hasil dari temuan masalah tersebut bahwa dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura mengalami masa transisi dari Hindu-Budha hingga bercorak dengan nilai-nilai ke-Islaman dan selama berkuasa para sultan selalu mempertahankan ajaran agama Islam yang sesuai dengan dua pokok pedoman (al Qur'an dan Hadits) mesikupun berada di bawah kekuasaan bangsa kolonial.
i
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Peta Provinsi Riau 24 Oktober 1967-sekarang
Lampiran II: Gambar Posisi Kerajaan Kuno di Riau Abad VII-XIV M
Lampiran III : Gambar Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin,
Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Assaidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin, Balai Rung Sari
Lampiran IV : Gambar Motif Tenun Siak
Lampiran V : Gambar Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim
Lampiran VI : Gambar Pernikahan Sultan Assaidis Syarif Kasim dengan Syarifah
Latifah Tengku Embung
Lampiran VII : Gambar Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura "Muhammad
Bertangkup"
Lampiran VIII : Peta Kekuasaan Kesultanan Siak pada Tahun 1815-1946 M
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Nama-nama Sultan yang Pernah Menjabat di Kesultanan Siak Sri
Indrapura
Tabel 2 : Silsilah Sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1723
1946
Tabel 3 : Struktur Administrasi Pemerintahan Belanda pada Tahun 1938-1942
Tabel 4 : Susunan Pemerintahan Masa Jepang pada Tahun 1942-1945
Tabel 5 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu
1898-1915
Tabel 6 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu
1915-1945
Tabel 7 : Alur Hubungan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan Kesultanan
Melaka
iii
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas kita ucapkan selain rasa syukur atas segala curahan nikmat,
rahmat dan karunia-Nya dengan melafadzkan kalimat "Alhamdulillahiirabbil'alaamiin", penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dan semoga kita senantiasa berada dalam kategori hamba-Nya yang selalu pandai bersyukur. Shalawat beriring salam tetap terpatri kepada sang proklamotor Islam, yakni kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita termasuk umatnya yang mendapatkan pertolongannya. Aamiin Yaa Rabbal'alamiin.
Sebagai insan akedemis di perguruan tinggi, maka harus menyelesaikan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam rangka itulah penulis membuat karya ilmiah dalam bentuk skrpsi yang berjudul :
“KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA : ISLAM DAN PERLAWANAN
TERHADAP KOLONIALISME PADA TAHUN 1760-1946 M”.
Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan
kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar
layak menjadi suatu khazanah literatur Sejarah dan Kebudayaan Islam Nusantara.
Pada kesempatan ini, perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik secara moral dan materil
yang begitu besar, hingga skripsi ini dapat selesai.
Kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kepada Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
Kepada H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan dan Sholikatus Sa'diyah, M.Pd,
selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kapada Prof. Dr. Dien Majdid M.Hum, selaku guru besar dan sekaligus sebagai orang
tua bagi penulis, yang telah bersedia membimbing dengan penuh kesabaran dan penuh
dedikasi tinggi dan telah memberikan inspirasi bagi penulis.
Kepada Pembimbing Akademik, Dr. H. M. Muslih Idris, MA, Lc, dan para dosen
terhaturkan salam ta'dzim dari penulis serta seluruh Civitas Akedemik Fakultas yang
telah memberikan pengetahuan baru selama menempuh studi di Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kepada Drs. H. O.K Nizami Djamil, Drs. Suwardi Mohammad Samin, Dra. Elly Roza
M.Hum, Drs. H. Kadri Yasif. M.Pd selaku Kepala Dinas Pariwisata Seni Budaya dan
Olah Raga Kabupaten Siak, yang telah bertemu dan berbincang hangat dengan penulis
pada acara Seminar Internasional Sejarah Lisan Rumpun Melayu 2014 "Rumpun
Melayu Dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya" di Gedung Guru Riau, Pekanbaru
pada tanggal 27-30 Maret 2014.
Kepada kakanda Akbar, Kasmariadi, Suaib dan kawan-kawan Himpunan Mahasiswa
Islam Cabang Pekanbaru yang telah menemani dan membantu penulis selama berada
di Provinsi Riau.
Kepada kedua orang tua tercinta Sarneti binti Sultan Tumanggung dan Ahmad Sahori
bin Muhammad Yatin dan Adik ku Bayti Witia telah menjadi semangat hidup dan
telah mendidik penulis dengan kasih sayang hingga menjadi pelita dalam hidup
penulis. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan senantiaasa berada dalam
selimut keberkahan dunia dan akhirat. Dari esemua sikap yang selama ini dirasakan,
izinkan penulis agar bisa membahagiakan mama, bapak dan adik. Kepada keluarga
v
Besar di Lampung, Maninjau, Tanah Datar, Bukittinggi dan Kampung Kapuk Jakarta
Barat.
Kepada orang tua dari kekasih hati penulis tersayang, umi Aminah dan abi Saruji, dan
terimakasih kepada calon istri idaman penulis, Ajizah Nabilah yang telah menjadi
penyemangat penulis dan sabar menunggu selama ini.
Kepada keluarga besar Himpunan selama penulis berhimpun di Himpunan Mahasiswa
Islam Kofah, dan komisariat se-Cabang Ciputat (Komtar, Komfaksyi, Komfuf,
Komfakda, Kafeis, Kompsi, Komfastek, Komfakdik, Komfakdisa, Komipam, Komici,
dan Kotaro) yang hebat, dan kawan-kawan angkatan 2008 di Jurusan SKI, BSA, BSI,
IP, TARJAMAH. Kepada kawan-kawan di DEMA-FAH yang telah menemani dan
menghabiskan hari dan bersenda gurau di basement Adab tercinta dan membimbing,
menasehati, dan menegur keras disaat penulis berbuat kesalahan. Jayalah HMI,
Sukses buat kita semua dan Bahagia HMI.
Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi bagian dalam pengembangan ilmu sejarah dan dapat dijadikan sebagai referensi. Amiin Yaa Rabbal
'alamiin.
Ciputat, 10 Juli 2015
Penulis,
Ahmad Supandi
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...... i
Lembar Pengesahan ...... ii
Lembar Pernyataan ...... iii
Abstrak ...... iv
Daftar Lampiran ...... v
Kata Pengantar ...... vi
Daftar Isi ...... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ...... 10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...... 12
D. Tinjauan Pustaka ...... 13
E. Metode Penelitian ...... 15
F. Sistematika Penulisan ...... 18
BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH
A. Geografis dan Demografi ...... 20
B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura ...... 27
1. Sebelum Islam...... 27
2. Proses Bercorak Islam...... 31
3. Keriwayatan Pendiri...... 35
BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan ...... 46
B. Pengaruh Agama Islam ...... 78
vii
BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA TERHADAP
KOLONIALISME
A. Awal Mula Kedatangan Kolonialisme ...... 85
1. Kedatangan Bangsa Portugis di Selat Melaka ...... 86
2. Kedatangan Bangsa Belanda ...... 87
3. Kedatangan Bangsa Jepang ...... 90
B. Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme..... 91
1. Masa Pemerintahan Belanda…...... 91
2. Masa Pendudukanm Jepang…...... 99
C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura
Terhadap Kolonialisme...... 104
1. Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung ...... 104
2. Reaksi Rakyat Pada Pemerintahan Militer Jepang ...... 115
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ...... 119
B. SARAN ...... 122
DAFTAR PUSTAKA ...... 124
LAMPIRAN- LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Benua Kuning merupakan nama lain dari Benua Asia, adapun salah satu kawasan yang berada di Benua Kuning adalah, wilayah Asia Tenggara, dari sekian banyaknya negara yang berada di zona wilayah benua Asia seperti, Asia
Tengah, Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, namun penulis hanya memfokuskan dalam pembahasan skripsi ini pada kawasan Asia Tengggara. Di daerah Asia Tenggara terdapat beberapa negara yang dipisahkan oleh lautan sempit yang berada diantara dua pulau yang dinamakan selat. Kawasan ini sungguh telah menoreh dan memiliki beberapa nilai sejarah peradaban dan kebudayaan cukup besar yang dahulunya telah terjadi dikawasan ini, hal ini bisa terjadi karena Asia Tenggara adalah kawasan "geostrategis" yang terletak pada posisi silang antara jalur perdagangan internasional yang memiliki kekayaan akan sumber daya alamnya, tenaga kerja, dan sekaligus kawasan pasar yang potensial.
Kawasan Asia Tenggara adalah kawasan yang sangat identik dengan aktivitas perniagaan antar bangsa-bangsa asing dan lokal, serta kawasan Asia
Tenggara terdapat jalur sutera yang berfungsi sebagai lalu lintas utama yakni,
Selat Malaka dan Selat Singgapura yang merupakan salah satu jalur yang sangat ramai dilalui dan dipenuhi oleh kapal-kapal dagang.1 Kedua faktor itulah yang menjadi magnet serta incaran bagi bangsa asing (Eropa) seperti Portugis, Belanda,
Inggris, Jepang dan lain-lain, untuk memonopoli perdagangan dan menguasai
1 Djoko Pramono, Budaya Bahari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 13.
1 kekayaan sumber daya alam serta menanamkan pengaruhnya pada kerajaan- kerajaan yang berada di kawasan Asia Tenggara khususnya Nusantara yang kental akan akulturasi budaya, agama, bahasa, sistem pemerintahan, dan sosial-ekonomi karena dampak dari kedatangan bangsa asing di daerah kawasan Nusantara.
Pada abad VII dan XIII M, kedatangan negara asing tersebut tidak hanya berperan sebagai pedagang saja, melainkan juga telah memberikan pengaruh dan memperkenalkan agama yang terlebih dahulu sebelum Islam masuk di Nusantara ataupun Asia Tenggara secara luas yaitu, agama dan budaya Hindu-Budha.2
Sehingga Asia Tenggara menjadi pusat keramaian dan menjadi pusat perdagangan internasional, karena kawasan Asia Tenggara terdapat daerah-daerah yang menjadi pusat perdagangan dan berkedudukan paling penting dalam perdagangan internasional. Menurut penulis perairan Selat Melaka memegang peranan penting, karena jalur dagang yang terbentang antara India dan Cina pasti melintasi Selat
Melaka sejak awal Masehi, pernyataan ini dibenarkan oleh D.G.E. Hall dalam karyanya A History of South-East Asia, bahwa Melayu Sumateralah yang memulakan perhubungan dagang jalan laut ke negeri Cina, dan bukti-bukti yang telah ada menunjukkan bahwa ahli-ahli perkapalan Melayu telah memainkan peranan yang tidak kurang penting seperti India dalam perdagangan Asia
Tenggara dengan India dan Ceylon.
Kondisi di sekitar Selat Melaka pernah dikuasai oleh sebuah kerajaan yang bercorak maritim dan memilik kekuasaan wilayah cukup besar, yakni Kerajaan
Sriwijaya. Kerajaan ini juga menjadikan Selat Melaka hingga Selat Sunda sebagai
2 Bernard Phileppe Groslier, Indocina Persilangan Kebudayaan, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2007), hal. 27. Lihat juga, Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia II, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hal. 450.
2 pelabuhan pusat perdagangan. Mengenai wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya diantaranya, Pelembang, Aceh, Batak, Kampe
(Jambi Hilir), Semawe (wilayah Jambi), Selat Sunda, Pahang (Timur
Semenanjung), Trengganau (Semenanjung Pantai Utara Sumatera) dan Klantan,
Langkasuka (Pantai Barat Semenanjung), Jeletong (Semenanjung Tenggara wilayah Jambi), Grahi, Tamralingga (Muangthai), Selangor, hingga Sailan (Sri
Langka). Pada 670-673 M, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Budha dan sangat berpengaruh, tepat pada tahun 670-an salah satu pendeta termasyhur dari
Cina dalam perjalanannya ke India singgah untuk mengunjungi pusat Kerajaan
Sriwijaya, pendeta itu bernama I-Tsing.3
Pada akhir abad ke-X terdapat beberapa faktor kehancuran Kerajaan
Sriwijaya, faktor yang pertama ketika pemerintahan Kerajaan Sriwijaya berada di bawah kekuasaan Raja Udayadityawarman, pada masa itu pernah mengalami kekalahan pada saat melakukan perlawanan armada laut dari Jawa dibawah komando Raja Dharmawangsa Teguh. Pada faktor yang kedua abad ke-XI,
Kerajaan Sriwijaya dibawah pemerintahan Sanggarwijaya menerima serangan dari
Kerajaan India (1023-1030 M), pada akhirnya raja dari Kerajaan Sriwijaya menjadi tawanannya. Faktor ketiga tepat pada tahun 1377 M, Kerajaan Mojopahit dengan kekuatan besarnya berhasil mengalahkan Kerajaan Sriwijaya.
3 I-Tsing adalah seorang musafir berkebangsaan Cina, dan tepat pada tahun 671 M dirinya sampai di Fo-Che (Sriwijaya), I-Tsing sempat tinggal selama enam bulan dan selama di Fo-Che dirinya belajar tatabahasa Sanskerta. Setelah menuntut ilmu selama 14 tahun di Nalanda, pada tahun 685 M, kembali ke Sriwijaya untuk menyampaikan ilmunya selama di Nalanda dan menerjemahkan naskah suci Budha. Di Sriwijaya I-Tsing selama di Sriwijaya telah menulis beberapa karyanya kitab yang menjelaskan tentang praktek agama Budha di India agar dapat meluruskan kesalahan yang selama ini terjadi di Cina. Jadi selama berada di pusat Kerajaan Sriwijaya I-Tsing telah menulis beberapa kitab dan catatannya kemudian pada tahun 695 M, dirinya pulang ke Cina. Lihat selengkapnya, Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, 2006, Pekanbaru, Surya Benta Perkasa, hal. 94-95.
3
Akibat kekalahan tersebut yang terjadi pada akhir abad ke-XIII, Kerajaan
Sriwijaya mengalami keruntuhan karena didesak oleh tiga kekuatan,dari Utara, orang-orang Siam 1292.4 Kekuatan lain dari dalam sendiri yaitu Melayu Jambi yang telah dikuasai oleh Singosari pada tahun 1275-1293 M dan akhirnya kekuatan ketiga ialah langsung Singosari dan Mojopahit. Setelah hancurnya
Kerajaan Sriwijaya berdampak di kemudian hari dengan bermunculan kerajaan- kerajaan Melayu yang berada di bawah kekuasaannya. Dari beberapa faktor itulah pengaruh Kerajaan Sriwijaya sudah melemah sehingga menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Melaka. Demikian di daerah Riau, terdapat beberapa kerajaan Melayu yang namanya masih hidup dalam sejarah.
Kerajaan Melayu yang dimaksud adalah, Kerajaan Bintan atau Tumasik dan Melaka, Kerajaan Kandia atau Kuantan, Kerajaan Gasib, Kerajaan Kritang dan Inderagiri, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pekan Tua. Dalam pepatah Melayu mengatakan "Patah tumbuh hilang berganti, tidakkan Melayu hilang di bumi", itulah semboyan orang Melayu, walaupun Sriwijaya runtuh namun setelah itu tumbuh dan berkembang beberapa kerajaan Melayu yang bercorak Islam sekitar
Selat Melaka dan di daerah Riau. Melaka merupakan daerah lalu lintas dan tentunya sangat ramai dikunjungi oleh pedagang-pedangan Islam. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi, dikarenakan Selat Melaka sangat penting dan sebagai pintu gerbang (transito perdagangan) para pedagang muslim dan mubaligh (ulama) untuk meneruskan perjalanannya ke Pantai Utara Brunei, Sulu, Melaka, Jawa dan
4 Adapun yang dimaksud dari orang-orang Siam adalah Kerajaan Sukhotai di Wliayah Muang Thai sekarang ini. Orang Siam terusir oleh Raja Mongol di Cina yaitu Wangsa Yuan 1260- 1368 yang menginginkan untuk menaklukan orang-orang Siam di Indo-Cina. Dan tepat pada tahun 1292 M, daerah Ligor dapat di kuasai oleh Kerajaan Sukhotai dan terus ekspansi ke daerah Selatan. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru Riau, 1976, hal. 120.
4 terus ke Maluku. Tepat pada tahun 1414 M, pada masa Sultan Muhammad
Iskandar Syah agama Islam mulai terasa di Kesultanan Melaka dan berlanjut pada tahun 1445-1458 M, tepatnya pada masa Sultan Muzaffar Syah agama Islam menjadi agama rsmi di Kesultanan Melaka. Pada saatitupula pengaruh Hindu-
Budha perlahan hilang dengan masuknya agama Islam di Riau dengan ditinjau dari sudut sejarah dan geografis terdiri dua jalur, yakni melalui jalur perdagangan dari luar negeri dan dalam negeri (antar daerah).5
Sejak adanya jalur perdaganga ini, para pedagang Islam (pendakwah) mulailah Islamisasi di wilayah Riau dan sekitarnya dengan mengajarkan ajaran katauhidandari kepercayaan lama masyarakat setempat yang sudah melekat yakni
Hindu-Budha dengan tanpa merusak tradisi, adat, dan budaya yang sudah ada.
Pada abad ke-IV-V di pedalaman kampung yang bernama Gasib yang berada sekitar Sungai Jantan (Siak) terdapat sebuah kerajaan yang kental dengan ajaran
Hindu-Budha, yakni Kerajaan Gasib. Adapun daerah kekuasaan Kerajaan Gasib cukup luas, yakni sepanjang aliran Sungai Jantan hingga perbatasan daerah
Minangkabau, Sumatera Barat.6 Kerajaan Gasib mendapatkan serangan dari
Kesultanan Melaka yang sedang melakukan ekpansi tanah daratan Riau dan sekitarnya. Kesultanan Melaka menyadari akan potensi kekayaan alam dan kualitas tanah yang subur akan menguntungkan di sektor perekonomian.
5 Daerah Riau jika dilihat dalam globe terlihat sangat strategis bagi lalu lintas pelayaran yang menghubungkan jalur pelayaran dari Arab, Cina ke India dan sebaliknya, adapun rincian route yang dimaksud sebagai berikut: Dari Arab, ke Teluk Persia, Cambay, Gujarat, Selat Melaka, Teluk Siam, Cina. Dan apabila terjadi pergantian angin (angin muson) di Laut Cina Selatan, maka pelayaran beralih dari Selat Melaka, ke Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Selat Makassar, Philipina baru ke Cina. Dan dari jalur perdagangan dalam negeri (antar daerah) di Nusantara. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru, 1976, hal. 120-125. 6 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, CV. Sukabina Pekanbaru, LAM Kabupaten Siak, 2011, hal.8.
5
Tepat pada 1444-1477 M, Kerajaan Gasib berhasil ditaklukkan oleh
Kesultanan Melaka dibawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Setelah dikalahkan oleh Kesultanan Melaka, Kerajaan Gasib berada di bawah empayar
Kesultanan Melaka. Mulailah proses Islamisasi yang dilakukan oleh Kesultanan
Melaka ketika dipimpin Sultan Mansyur Syah dengan menjadikan anak laki-laki dari seorang Raja Gasib yang bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan
Gasib. Sehingga pada peristiwa ini raja yang bernama Megat Kudu mendapatkan gelar yang kental dengan Islam, yakni Sultan Ibrahim dan otomatis menjadi seorang muallaf karena melihat Kera Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai ke-Islaman.7
Peristiwa ini berdampak dengan kemunculan beberapa kerajaan yang bercorak Islam. Beberapa kerajaan yang kental dengan Hindu-Budha berbelok keyakinannya atas pengaruh Kesultanan Melaka yang terlebih dahulu memeluk
Islam, diantaranya Kerajaan Gasib. Pengaruh agama Islam yang dibawa oleh
Kesultanan Melaka semakin besar dan mengalami puncak kegemilangan pada masa Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M). Faktor berikutnya yang menyebabkan
Kesultanan Melaka berhasil memperluas daerah kekuasaanya diantara kerajaan- kerajaan kecil yang bercorak Hindu-Budha dengan menggunakan kekuasaan politiknya dan memasukkan negeri-negeri lain ke dalam sektor perdangangan dan melakukan Islamisasi dijajaran para raja. Strategi ini sangat efektif, karena ketika raja sudah memeluk agama Islam maka otomatis jajarannya dan rakyatnya akan mengikuti apa yang dilakukan oleh rajanya. Kemudian Kesultanan Melaka juga
7Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, Pekanbaru :Sutra Benta Pustaka, 2006, hal. 154-156.
6 memberlakukan sistem perkawinan, dengan menikahkan antar kerajaan sangat memperkuat keharmonisan di dalam keluarga-keluarga kerajaan. Dari semua langkah tersebut sudah dilaksakan ketika penaklukkan Kerajaan Gasib sehingga agama Islam masuk dan berkembang.Setelah Kerajaan Gasib ditaklukkan oleh
Kesultanan Melaka, Sultan Mansyur Syah menobatkan anak Raja Gasib yang bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan Gasib di bawah kedaulatan
Kesultanan Melaka. Sehingga Megat Kudu menjadi menantu dan bergelar Sultan
Ibrahim. Pada tahun 1477-1488 M, ketika Sultan Alauddin Riayat Syah I menjadi sultan di Kesultanan Melaka, maka di Kerajaan Gasib juga mengalami pergantian
Sultan Ibrahim digantikan anaknya bernama Raja Abdullah. Beranjak pada masa
Sultan Alauddin Riayat Syah I digantikan oleh Sultan Mahmud Syah I pada tahun
1488-1511 M, senada di Kerajaan Gasib digantikan juga Raja Abdullah dengan
Raja Husin. Pada periode inilah Kesultanan Melaka kedatangan tamu dari Eropa untuk menguasai Melaka dan memonopoli perdagangan. Bangsa Portugis datang ke Melaka dengan kekuatan penuh dan senjata yang memadai untuk merebut
Melaka dari Kesultanan Melaka hingga berhasil di taklukkan pada tahun 1511 M, sehingga Sultan Mahmud Syah I sultan terakhir di Kesultanan Melaka menyingkir ke Johordan memimindahkan pusat kekuasaannya ke Bintan. Pada tahun 1513 M,
Portugis kembali mengadakan penyerangan di Kara dan Bintan.
Sejak itulah Bintan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Melayu Melaka hingga sultan terakhir Melaka yang berkuasa di Johor (Kota Tinggi) hingga wafatnya yakni Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M). Pada saat itu juga
Kemaharajaan Melayu dikenal Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau) 1699-
1723 M yang berpusat di Bintan di Hulu Sungai Riau. Kemudian dilanjutkan oleh
7
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719 M), pemerintahan selanjutnya oleh
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (putera dari Sultan Mahmud Syah I yang telah mangkat Dijulang, pemberian gelar ini karena Sultan terbunuh dalam Julungan8 yang dipakul oleh pelayannya ketika berangkat ke Masjid.9 Pada masa inilah
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendirikan Kesultanan Siak Sri Indrapura di
Buantan pada tahun 1723-1746 M.10 Sultan Abdul Jalil Riayat Syah pada waktu itu berada di Kuala Pahang, memfitnah Raja Kecik dengan mengatakan bahwa
Raja Kecik bukanlah seorang anak dari Encik Pong dan zuriat Sultan Mahmud
Syah II. Hal ini menyebabkan sebagian rakyat Johor cenderung membencinya, sehingga membuat keadaan di pemerintahan Kesultanan Johor resah, seolah-olah di Kesultanan Johor dipimpin oleh dua sultan. Pada akhirnya untuk menghindari keributan yang terjadi maka Raja Kecik meninggalkan Johor dan pindah ke
Riau.Pada 1718-1719 M, Raja Kecik membangun kekuasaannya dan mendirikan pusat pemerintahannya di Bintan, Tanjung Pinang. Kejadian diatas merupakan bagian kecil permasalahan yang telah terjadi dan menimbulkan perpecahan intenal di Kesultanan Johor, yang berimbas kepada rakyat sehingga menimbulkan huruhara, karena rakyat Johor terpecah menjadi dua golongan, golongan pertama ada yang berpihak kepada Raja Kecik dan golongan kedua yang berpihak kepada
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan rakyat yang memihak kepada Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.
8Julungan adalah sebuah tandu kebesaran (usungan dengan pikulan yang mempunyai tempat duduk) 9 Prof. Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, cet.2, 1982), hal. 245. 10Lihat Lampiran Peta 5-6 Kesultanan Melayu Johor I (Melayu Bintan) tahun 1513-1699 M dan Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau) tahun 1699-1723 M.
8
Peperangan ini terjadi karena keduanya tidak bisa menahan diri dan emosinya.
Adapun dalam peperangan tersebut pihak dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV mengalami kekalahan dan kemudian beliau pindah ke Pahang dan Raja Kecik juga pindah dan menetap di Riau, sejak itulah Raja Kecik menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor-Riau. Dengan terjadinya dualisme di dalam pemerintahan Kesultanan Johor sehingga terpecah daerah kekuasaannya menjadi tiga pusat kekuasaan dan kemudian wilayah kekuasaan dibagi tiga, daerah
Terengganu dan Pahang berada di bawah pemerintahan Bendahara Abdul
Jalil(Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan daerah Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara berada dibawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat wilayah yang telah dikuasai oleh orang Bugis yang pada saat itu membantu
Bendahara Abdul Jalil dalam perebutan tahta Kesultanan Johor dengan Raja
Kecik yaitu daerah Selanggor, Kelang dan Lingga berada dibawah pemerintahan
Daeng Merewah dan Daeng Manompok.11 Setelah pembagian wilayah tersebut
Raja Kecik mundur dan mencari daerah yang nyaman dan strategis untuk menghimpun kekuatan dan mengkodusifkan pemerintahannya.
Pada akhirnya Raja Kecik menemukan suatu tempat dan merapat di Siak.
Adapun daerah Siak tepatnya di Buatan yang berada di sepanjang Sungai Siak
(Jantan) dipilih oleh Raja Kecik untuk membuat siasat dan dapat menuntut bela atas pembunuhan ayahnya oleh Bendahara Abdul Jalil Riayat Syah.Langkah pertamanya Raja Kecik mendirikan sebuah kerajaan yang pewaris sah Kesultanan
11 Mohd. Yusoff Hashim, 1992, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara. Kuala Lumpur ; Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia. Baca juga tulisan lain Mohd. Yusoff Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realiti. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3.
9
Johor, kerajaan tersebut nantinya bernama Kesultanan Siak yang berpusat di
Buantan (pedalaman Sungai Siak), meskipun berada di bawah pengaruh kekuasaan Kesultanan Johor-Riau yang pada saat itu pusat pemerintahannya terletak Bintan Hulu Sungai Riau. Raja Kecik pun dinobatkan sebagai Raja Siak pertama pada tahun 1723 M, dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.
Segenap peristiwa singkat di atas menyimpulkan bahwa Kesultanan Siak
Sri Indrapura memiliki hubungan dengan Kesultanan Johor, dan Kesultanan Johor memiliki hubungan dengan Kesultanan Melaka. Ketiga kerajaan ini merupakan dinasti Kemaharajaan Melayu yang menjadi pusat peradaban Islam dikalangan masyarakat Melayu Riau maupun Johor.
Dalam benak penulis terdapat pertanyaan, bagaimana proses Islamisasi dan perkembanganya di Kesultanan Siak Sri Indrapura?, seberapa besar pengaruh agama Islam disektor budaya, bahasa, sistem pemerintahan dan ekonomi-sosial?, dan mengenai kedatangan bangsa asing di Kesultanan Siak Sri Indrapura serta bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Pada permasalahan itu semua penulis ingin merangkumnya dalam satu judul yaitu:Kesultanan Siak Sri Indrapura :
Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme 1760-1946 M."
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Demikian sepenggal kisah mengenai Kerajaan Gasib-Siak serta nanti akan menjadi kerajaan yang bercorak Islam yang diperkasai oleh seorang anak laki-laki yang terbuang dan sebagai zuriat dari pada Sultan terakhir di Kesultanan Melaka yakni Sultan Mahmud Syah I, yang bernama Raja Kecik. Setelah Raja Kecik berhasil merebut kembali tahta Kesultanan Johor, akan tetapi keadaan di
10 pemerintahan tidak kondusif karena adanya orang-orang Bugis yang berkeliaran diSelat Melaka, keberadaan orang Bugis nantinya akan menimbulkan beberapa gejolak dan perpecahan selama roda pemerintahan, sehingga Raja Kecik beranjak dari Melaka ke Buantan. Pada tahun 1723 M, di Buantan, Raja Kecik mendirikan kerajaan baru yang merupakan pewaris dari Kesultanan Melaka yakni, Kesultanan
Siakdi bawah kendali Raja Kecik eksistensi Kesultanan Siak menjadi sebuah kerajaan bahari dan pusat pelabuhan dan hingga disegani di daerah pesisir Timur
Sumatera dan di Semenanjung Melaka. Meskipun nantinya selama masa pemerintahan Kesultanan Siak berada dalam tekanan imperialisme bangsa Eropa, namun semua Sultan yang menggenggam kekuasaan tidak pernah gentar untuk menghadapi bangsa asing itu, karena sang Sultan mendapatkan beberapa kekuatan dan sokongan dari kerajaan-kerajaan yang berada di bawah taklukan Kesultanan
Siak. Berdasarkan latar belakang tentunya penulis mengkhususkan bahasan hanya mengenai awal mula pembentukan dan berdirinya Kesultanan Siak yang terjadi di sekitar Sungai Jantan (Siak), dari awal yang kental agama Hindu-Budha menjadi kesultanan yang bercorak Islam dan juga mengkaji beberapa pengaruh Islam terhadap, budaya, sistem pemerintahan dan sosial-ekonomi masyarakat setempat.
Dari paparan tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penulisan skripsi ini, adapun permasalahan dalam skripsi ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Sejarah awal mula pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.
b. Proses Kesultanan Siak Sri Indrapura yang sangat kental Hindu-Budha
menjadi Kerajaan yang Bercorak Islam.
c. Kedatangan bangsa Eropa di Selat Melaka.
11
d. Kesultanan Siak Sri Indrapura menghadapi kolonialisme.
e. Campur tangan kolonial di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri
Indrapura.
f. Aksi-aksi perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda dan Jepang di
Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas agar tidak melangkah lebih jauh pembahasan skripsi ini dan tidak mengalami pelebaran serta tetap terfokus pada masalah, maka penulis membatasi masalah dalam tiga pertanyaan sebagai berikut:
1. Sejarah awal pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.
2. Masuk dan perkembangannya Agama Islam di Kesultanan Siak Sri
Indrapura.
3. Aksi perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan utama dari penelitian skripsi ini adalah :
a. Menggambarkan kondisi Kesultanan Siak Sri Indrapura dan
sebelumdan sesudah masuknya Agama Islam.
b. Mengetahui pengaruh agama Islam terhadap budaya, bahasa dan
sistem pemerintahan serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di
Kesultanan Siak Sri Indrapura.
c. Merincikanaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan
rakyat terhadap kolonialisme.
12
Adapun kegunaannya :
a. Untuk memberikan informasi ilmu pengetahuan sejarah khususnya
kawasan Asia Tenggara mengenai pengaruh agama Islam, kepada
mahasiswa/i atau masyarakat luas terkait sejarah kerajaaan Melayu
yang berada di Siak, Pekanbaru Riau yang terjadi pada tahun 1723
M.
b. Untuk dijadikan sumber kajian atau sember sejarah Islam di Asia
Tenggara, khususnya di tanah Melayu Siak, Riau, Pekanbaru.
c. Dapat bermanfaat sebagai alat bantu untuk memperluas khazanah
kepustakaan sejarah peradaban Islam di kawasan Asia Tenggara.
d. Dapat menambah pengetahuan masyarakat umum, mahasiswa/i dan
masyarakat Melayu yang berada di Provinsi Riau, khususnya di
Siak agar memahami sebuah sejarah yang panjang dan menjadikan
suatu pembelajaran yang telah terjadi pada masa Kemaharajaan
Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura,
sehingga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian skripsi ini yang menjadi inspirasi terkait dengan judul skripsi "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap
Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M" yang membahas tentang awal mulapembentukan dan perkembangan agama Islam di Kesultanan Siak Sri
Indrapura tentunya buku-buku yang akan digunakan terkait dengan judul.
Mengenai sumber data yang dipergunakan oleh penulis dapat di kategorikan
13 menjadi dua, yang pertama sumber primer dalam buku karya dari seorang keturunan dari sekretaris pribadi Sultan Assaidis Syarif Kasim Tsani menduduki kursi pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapuradalam karya yang ditulis oleh
Tim Penulis Drs. H. O.K Nizami Djamil dkk, yang berjudul Sejarah Kerajaan
Siak, dalam buku ini merupakan acuan pertama penulis dan sangat terbantu dalam proses penulisan skripsi ini karena didalamnya membahas sangat jelas sejarah
Kerajaan Siak sebelum dan sesudah Islam masuk, mengenai adat dan budaya serta dari bidang perekonomian Kerajaan Siak telah dijelaskan didalamnya. Kemudian dalam buku berikutnya yang disusun oleh Tim Universitas Riau dkk, yang awalnya merupakan draff seminar Sejarah Riau, seminar ini berlangsung pada tanggal 20-25 Mei 1975 M, dalam buku ini terdapat beberapa pembahasan mengenai kesultanan Melayu adapun kesultanan Melayu yang disinggung dalam buku ini adalah Kesultanan Siak, Indragiri, Pelalawan dan Rokan, kemudian membahas kondisi Riau. Penulis juga mendapati buku karangan Elisa Netscher, yang berjudul De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Bruining & Wijt
1870 yang telah diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk dengan judul Belanda Di
Johor Dan Siak 1602-1865, penulis sangat bersyukur, karena telah mendapatkan buku ini yang begitu sulit untuk mendapatkannya. Di dalam buku ini sangat kental pembahasan mengenai kondisi Siak dan menggambarkan akan kekuasaan pemerintahan Belanda dari Johor hingga menjalar ke Siak, dalam buku ini juga tercantum beberapa perjanjian Siak antara pihak Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan Belanda mengenai batas teritorial Riau dan perjanjian dibidang perdagangan. Buku yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Rapublik Indonesia dengan judul Surat-surat Perdjandjian Antara Kesultanan Riau Dengan
14
Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda 1784-1909, buku ini terdapat perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh pemerintahan Hindia-Belanda yang mengikat Kesultanan-kesultanan Riau dan taklukkannya. Arsip Nasional juga menerbitkan buku yang berjudul Hikayat Iskandar Zurkarnain dan Syair Raja
Siak, Dari Naskah W 113 & W273, buku ini terdapat dua naskah kuno yang aksara
Arab Melayu (Jawi) dengan berbahasa Melayu.
Kategori sumber yang kedua yaitu sumber sekunder, dalam buku W.G.
Shellaber, yang berjudul Sejarah Melayu mengulas secara rinci mengenai sejarah di Tanah Melayu dan peranannya, buku ini juga membahas mengenai sejarah awal berdirinya Malaka dan berkembang sedemikian pesat sehingga menjadi incaran bangsa Portugis yang kemudian menguasai Malaka pada tahun 1511 M. Dalam buku karya Muhammad Yusoff Hashim Ph.D yang berjudul Kesultanan Melayu
Malaka membahas beberapa aspek tentang Melaka pada Abad ke XV dan Abad ke XVI, terdapat juga bahasan mengenai hubungan tradisional Melaka-Siak dilihat melalui penulisan Hikayat Siak atau Raja-raja Melayu.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kembali masa lampau dari objek yang diteliti melalui metode penelitianyang memberikan gambaran dan pandangan serta dikuatkan dengan analisis penulis dari sumber-sumber yang didapat dari beberapa kali melakukan kunjungan perpustakaan. Penelitian ini jugasekilas membahas pada bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Tradisi
Islam. Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data (library research) dengan mengumpulkan data dan informasi bermacam-
15 macam material berupa buku-buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya yang relevansinya dengan kajian skripsi ini.12 Kemudian dari data tersebut untuk direkonstruksi kembali dengan meberikan gambaran serta analisa penulis melalui pendekatan kualitatif.
Adapun pengertian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.13 Penulis memulai langkah pertama dengan mengumpulkan data- data yang telah didapati dari beberapa hasil kunjungan di beberapa perpustakaan, bahkan menyempatkan diri datang ke Riau.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan beberapa tahapan yang disesuaikan dari buku pedoman akedemik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan tahapan dalam penulisan sejarah, seperti :
1. Heuristik, Pengumpulan sumber tentunya menggunakan metode
library research dengan melakukan beberapa kunjungan untuk
menemukan sumber yang berkaitan dengan judul skripi dari berbagai
kunjungsn perpustakaan diantaranya, Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora, Perpustakaan Imam Jama' Lebak Bulus, Jakarta Selatan,
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat,
Arsip Nasional Republik Indonesia, Ampera Raya, Jakarta Selatan,
Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat,
LAM (Lembaga Adat Melayu Riau), Pekanbaru Riau, dan lain-lain.
12Mardalis, Metodologi Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 25. 13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 3.
16
2. Interpretasi, dengan memberikan tafsiran terhadap fakta sejarah
yang terdapat dari fakta-fakta sejarah yang tercermin pada peristiwa-
peristiwa masa lampau dengan tahapan-tahapan seperti, diseleksi,
disusun, diberikan tekanan dan ditempatkan dalam urutan yang
kausal agar dapat disimpulkan data yang dimaksud dalam penulisan
skripsi ini.
3. Analisa, merupakan tahapan dengan menganalisis dan mengkritik
sumber-sumber yang telah didapat oleh penulis. Kritik ini terbagi
menjadi dua penyaringan, yang pertama, mengacu pada kredibilitas
sumber, apakah dari beberapa kualitas sumber yang digunakan tidak
dimanipulasi, mengandung bias dan data-data dapat diklasifikasi
layak dan pantas dijadikan sebagai acuan sumber atau kurang layak
sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenerannya.
4. Historiografi, metode ini merupakan tahapan akhir dalam penulisan
skripsi ini. Setelah data-data yang telah diinterpretasikan dengan
mengacu dari beberapa fakta sejarah dan dapat disusun strategi
dalam bentuk sistematika penulisan sejarah sesuai dengan judul
skripsi.
17
F. SistematikaPenulisan
Sistematika Penulisan dalam skripsi ini terdiri darilima bab, adapun rinciannya di bawah ini :
BAB I PENDAHULUAN
Mengenai signifikasi judul yang dibahas terdiri dari, latar belakang
masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS
SEJARAH
Dalam bab ini memaparkan mengenai geografis dan demografis
kota Siak Sri Indrapura, selayang pandang sejarah dan awal mula
pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura ysng masih kental
Hindu-Budha hingga menjadi sebuah kerajaan yang bercorak Islam
(proses Islamisasi) serta keriwayatan pendiri Kesultanan Siak Sri
Indrapura.
BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
Pada bab ini memaparkan periodisasi beriring dengan peristiwa
penting yangterjadi pada singgahsana pemerintahan Kesultanan
Siak Sri Indrapura dan mengulas perkembangan serta pengaruh
Agama Islam. Kemudian mengungkapkan unsur-unsur ke-Islaman
di dalam sistem pemerintahan, sektor keagamaan, kebudayaan dan
sosial-ekonomi.
18
BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
TERHADAP KOLONIALISME
Bab yang keempat ini mengenai kedatangan pihak kolonialisme di
Kesultanan Siak Sri Indrapura, posisi pemerintahan di Kesultanan
Siak Sri Indrapura yang berada di bawah kekuasaan kolonialisme,
campur tangan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, terdapat
juga mengenai aksi-aksi perlawanan sultan dan rakyat yang berada
dalam tekanan pihak kolonial.
BAB V PENUTUP
Pada bagian terakhir ini terdiri dari kesimpulan dari tiap-tiap bab
yang mampu menjawab dari batasan dan rumusan masalah.
Selanjutnya terdiri berupa saran untuk kebaikan dalam penelitian
ini, terdapat pula daftar pustaka, lembar lampiran dalam penulisan
skripsi ini, dan data riwayat hidup penulis.
19
BAB II
KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH
A. Geografis dan Demografis Siak Sri Indrapura
1. Geografis
Siak sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Di perkampungan ini cikal-bakal terwujudnya sebuah peradaban dan kebudayaan
Melayu Islam yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Karena dahulu daerah
Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah imperium
Kersultana Melaka. Sehingga begitu kentalnya siar dan ajaran agama Islam di
Siak, yang berdampak dalam peradaban, kebudayaan, dan adat. Sampai saat ini orang yang pandai dalam pengetahuan Islamnya dikenal dengan sebutan Orang
Siak.14 Adapun bukti otentik dari pernyataan diatas terdapat beberapa peninggalan sejarah berupa sebuah Istana yang masih kokoh sebagai simbol kekuasaan pada era pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang bernama Istana Asserayah
Hasyimiah15, Balai Rung Sari16 dan adanya bagunan masjid kerajaan yang
14Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5. 15Istana ini adalah peninggalan dan bukti nyata bahwasannya telah ada Kesultanan Siak Sri Indrapura dan pemerintahannya yang terletak di tepi Sungai Siak. Istana ini dibangun pada tahun 1846 di bawah kekuasaan Sultan Siak IX ( sembilan ), Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil Syarifuddin, kemudian direkonstruksi kembali oleh Sultan Siak XI ( sebelas ), Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Bangunannya terdiri dari dua Lantai, lantai pertama terdapat beberapa ruangan, diantaranya ruang makan dan tempat para permaisyuri menyambut tamu Sultan, sekarang diisi oleh benda-benda peninggalan Sultan, diantaranya gramofon atau komet.Komet adalah sebuah lemari kayu yang isinya piringan terbuat dari baja sebanyak 17 buah lempengan yang bisa mengeluarkan suara berupa lagu instrumentalis tiap buahnya.Komet ini dibawa pada masa Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dari Jerman pada tahun 1889. Dan terdapat pula sebuah gong yang berasal dari Tiongkok, foto-foto Sultan, tiga lemari berisi surat-surat resmi Kesultanan dan peti terbuat dari besi berfungsi sebagai penyimpanan kas.
20 bernama Masjid Agung Syahabuddin17 ketiga institusi ini pada saat itu berperan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Siak dan sekitarnya. Siak merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Riau yang telah dibentuk sejak tahun 2000, kabupaten Siak terbentuk awalnya sebuah kecamatan dan masih satu wilayah dengan kabupaten Bengkalis namun terjadi pemekaran. Adapun jarak tempuh
Siak ke Pekanbaru Riau sekitar 65 km dari jalur darat.18
Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak terbentuk berdasarkan ketetapan dalam UU No. 53 tahun 1999, yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999 oleh
Faisal Tanjung pada saat itu selaku Mendagri (Menteri Dalam Negeri), sekaligus diadakan pelantikan perdana bupati Siak yang dipimpin oleh H. Tengku Rafian berdasarkan dengan Surat Keputusan Mendagri No.131.24-1129 tanggal 8
Oktober 1999. Pembentukan kabupaten Siak berawal dari keinginan masyarakat yang pernah berada di bawah kebesaran daerah Siak untuk dijadikan wedana
(setara kabupaten) sebagai pembantu wilayah Tingkat II. Sejak tahun 1964, gagasan ini sudah timbul dikalangan masyarakat Siak dengan membentuk panitia yang akan mengadakan musyawarah besar (Mubes) masyarakat eks kewedanan
Siak pada 11 Juni 1999 dan menghasilkan suatu pernyataan sikap dari tokoh-
Pada lantai kedua terdapat kamar tidur tamu, kamar mandi dimana sekarang hanya terdapat foto- foto peniggalan Sultan. 16Balai Rung Sari adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai kantor Sultan, Dewan Kesultanan dan Kerapatan Tinggi. Namun sebelumnya ada bangunan Balai Rung Sari ini, sultan- sultan berpindah-pindah tempat nya. 17Masjid Agung Syahabuddin merupakan peninggalan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada masa Sultan Siak X. Masjid ini dilengkapi dengan kubah yang bernama Kasimiah.Masjid ini terletak ditepi Sungai Siak dan masih digunakkan oleh penduduk Siak sampai saat ini.Dibagian Barat masjid terdapat makam Sultan, diantaranya makam Sultan Siak XII 1915- 1945 dan para permasyurinya. 18 Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5.
21 tokoh masyarakat yang mewakili dari kecamatan-kecamatan yang berada di bawah kewedanan Siak dan pembentuk panitia Pembentukan Kebupaten Siak pada tanggal 24 Mei 1999, panitia pembentukan ini diketuai oleh Wan Galib.
Selain untuk membentuk Siak menjadi sebuah kabupaten, panitia ini membentuk
Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Siak (KPPKS) yang diketuai oleh M
Azaly Djohan, komite ini bertanggung jawab untuk mengatur beberapa program demi memajukan Kabupaten Siak. Semua gagasan dan sikap masyarakat Siak ini mendapatkan respon positif dari Tim DPOP Departemen Dalam Negeri dan dari
Tim Komisi DPR RI untuk meresmikan Siak sebagai Kabupaten Siak berdasarkan
UU No. 53 tahun 1999.19
Kabupaten Siak memiliki luas wilayah 8.233,57 km² dan kota Siak Sri
Indrapura sebagai pusat administrasi, daerah ini berada pada posisi 1º16‘30" LU dan 100º54‘21" 102º54‘21" 102º10‘59" BT, dengan suhu maksimum 32,7ºC sedangkan suhu minimum 22,1ºC dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau pada bulan Maret sampai bulan Agustus dan musim hujan pada bulan September sampai bulan Februari. Kabupaten Siak memiliki iklim yang sama pada wilayah- wilayah yang berada di Indonesia yakni beriklim tropis dan ketinggian Kabupaten
Siak ± 8 meter diatas permukaan laut.20
Adapun batas wilayah Kabupaten Siak, pada bagian Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis, Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar,
Barat berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan bagian Timur berbatasan dengan
Kabupaten Bengkalis dan Pelalawan.
19 Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU, PT. Sutra Benta Perkasa, 2003, hal. 52-53. 20 Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU, hal. 53.
22
Wilayah Kabupaten Siak tepatnya di Kota Siak Sri Indrapura yang terletak di bibir sungai yang bernama Sungai Jantan (saat ini Sungai Siak) dan termasuk daerah pesisir bagian Timur Sumatera. Sungai Siak Sri Indrapura ini ternyata salah satu sungai terdalam dan terpanjang di negara ini, dengan panjang ± 300 kilometer. Sungai Siak Sri Indrapura berdekatan dengan Sungai Jantan, sungai ini berfungsi sebagai uratnadi perekonomian sekaligus akses utama pengembangan kebudayaan dan agama.21 Karena Sungai Siak Sri Indrapura dan Sungai Jantan berfungsi sebagai jalur keluar-masuk barang-barang komoditi dari para pedagang lokal maupun pedagang interlokal dan juga sebagai pintu gerbang perniagaan yang sangat termashur, karena daerah ini sangat kaya akan sumber daya alamnya, berupa karet, kelapa sawit, kelapa dan ikan terubuk.
2. Demografis
2.1 Kehidupan Mayarakat
Kabupaten Siak ini dari dahulu kala hingga saat ini terdapat suku asli yang masih terasingkan dari peradaban, suku asli itu dapat diindentifikasi yakni Suku
Sakai. Suku Sakai ini hidup di pedalaman dan orang Sakai hidup dengan berburu hewan dan bercocok tanam, mereka juga masih kental akan paham animisme dan dinamisme. Adapun mengenai kehidupan masyarakat pada umumnya di Siak Sri
Indrapura dikenal sebagai perantau hingga antar pulau untuk mencari dan menuntut ilmu, bekerja serta melakukan aktifitas berdagang. Adapun mata pencaharian masyarakatnya sangat beraneka ragam, antaralain perikanan ada yang menjadi nelayan maupun peternak ikan terubuk. Pada sektor pertanian diantaranya
21Asril dalamJurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial yang berjudul, ("Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura"), hal.50-51, diakses pada tanggal 7 November 2014, pukul 14.00 wib.
23 ada yang menjadi petani mulai daripetani padi, pohon karet dan kelapa sawit.
Kemudian masyarakat Siak Sri Indrapura terpaksa merantau untuk memenuhi kehidupan mereka dengan berdagang, kebanyakan memilih berdagang diluar Siak tepatnya di Pekan Baharu (pasar baru) pada saat itu merupakan pusat keramaian kota yang selalu dipadati oleh aktivitas perdagangan, dan dewasa ini menjadi
Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau.
2.2 Kepercayaan Masyarakat
Dewasa ini, pada umumnya keyakinan yang dianut oleh penduduk Siak Sri
Indrapura adalah agama Islam, terlihat dari pengertian kata "Siak" mempunyai arti tersendiri dalam penyiaran agama Islam di daerah ini, kata Siak bermakna orang yang mempunyai dan memahami pengetahuan agama Islam yang disebut "Orang
Siak".22 Agama yang menjadi keyakinan masyarakat Melayu Islam di Siak adalah agama Islam yang bermazhab dari salah satu imam besar yang bernama Imam
Muhammad bin Idris Asy-Syaafi’i yang dikenal Imam Syafi'i, tidak hanya agama
Islam saja yang dianut, dewasa ini juga terdapat agama Hindu-Budha, Kristen dan
Kong Hu Tsu yang dianut dari sebagian kecil dari penduduk pribumi dan sebagian penduduk keturunan China yang berdomisili di Siak Sri Indrapura.
Pada masa kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapuraterdapat pula paham
"Animisme-Dinamisme"23 khususnya dipelosok kampung sebagai indentitas suku
22 Amir Luthfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, 1991, hal. 131. Lihat juga Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru : Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qaim, 1983. 23Animisme adalah suatu kepercayaan yang beranggapan bahwa setiap benda mempunyai roh dan kekuatan.Sedangkan Dinamisme yaitu kepercayaan primitive yang menganggap bahwa alam sebagai suatu benda yang memiliki kekuatan, dan dapat memberikan akibat baik dan buruk kepada manusia( Sutan Rajasa, KAMUS ILMIAH POPULER, hal. 34 dan 116. )
24 asli yang berada di Mandau dan sekitar Siak yakni, Suku Sakai24,Suku Akit, Suku
Hutan, Suku Petalangan, Suku Talang Mamak, dan Suku Duano. Semua suku asli tersebut masih dilestarikan oleh pemerintahan Siak Sri Indrapura.
2.3 Bahasa
Dalam percakapan untuk berkomunikasi penduduk di Riau khususnya daerah Siak Sri Indrapura dengan menggunakan bahasa Melayu-Riau. Mengenai sejarah bahasa Melayu berasal daripada rumpun bahasa Austronesia yang berasal dari bahasa Austris. Selain dari Austronesia terdapat juga bahasa rumpun Austro-
Asia dan rumpun Tibet-Cina. Bahasa Melayu memiliki tiga periode, yakni periode
Bahasa Melayu Kuno, Bahasa Melayu Klasik dan Bahasa Melayu Modern.
Periode pertama, Bahasa Melayu kuno digunakan pada abad ke-VII-XIII, tepatnya pada masa imperium Kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu Bahasa Melayu
Kuno dijadikan sebagai lingua franca, karena bahasa Melayu tidak membedakan status sosial dan mudah dipengaruhi dari luar. Bahasa Melayu Kuno oleh bahasa
Sanskrit yang memperkaya pembendaharaan kata dari bahasa melayu. Karena pada saat itu bahasa Sanskrit merupakan bahasa para bangsawan dan ilmuawan.
Bahasa melayu kuno dapat diidentifikasi dengan beberapa ciri sebagai berikut: huruf b dibunyikan w (bulan-wulan), huruf e tidak dibunyikan (dengan-dngan atau dangan), awalan ber dibaca mar (berlepas-marlamas), awalan di dibaca ni
(diperbuat-niparwuat). Periode yang keduaBahasa Melayu Klasik, pada abad ke
XIII, pada periode ini masa kegemilangan bahasa Melayu karena berada di tiga
24Suku Sakai adalah suku yangterbelakang dalam perkembangan kebudayaannya.Suku ini hidup di daerah pedalaman yang jauh dari tepi Sungai Siak dan mereka sebagian besar hidup sederhana dan belum dipengaruhi oleh kebudayaan luar.Pada masa Kesultanan Siak berkuasa, Sultan sangat memberikan kebebasan beragama sesuai dengan kepercayaan masyarakatnya.Sultan juga menghargai hasil adat kebiasaan Suku Sakai dengan mengakui kepala suku mereka yang disebut Batin.
25 zaman kerajaan yang besar, seperti Kesultanan Melaka, Kesultanan Acheh dan
Kesultanan Johor-Riau.
Pada masa yang berbeda ini, tiga kerajaan tersebut menjadikan bahasa
Melayu sebagai bahasa internasional dan bahasa wajib ketika melakukan aktivitas berdagang diarea Semenanjung Melaka. Bahasa melayu juga sebagai media yang efektif dalam proses Islamnisasi di Semenanjung Melayu. Seorang pegawai pada masa pemerintahan Portugis yang bernama Jan Hugen van Lischotten yang berkebangsaan Belanda mengatakan bahwa pada saat itu Bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa yang paling dihormati antara bangsa-bangsa negeri Timur.
Terdapat beberapa hipotesis yang terbangun, baik mengenai kedatangan maupun tarikh kedatangannya yang mungkin saling melengkapi satu sama lain.
Dalam bahasa Arab-Melayu ini menjadi bahasa orang-orang Melayu pada masa beberapa Kesultanandi tanah Melayu seperti, Kesultanan Pasai, Kesultanan Aceh,
Kesultanan Melaka, Kesultanan Johor-Riau, Kesultanan Siak Sri Indrapura.25
Demikian sekilas penjelasan mengenai bahasa Melayu, dan pada dahulu masa pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu Islam yang pernah menjadikannya sebagai bahasa internasional dan sebagai bahasa wajib setiap melakukan aktifitas perdagangan dan sebagai alat komunikasi utama dalam penyebaran agama Islam di kepulauan Melayu.
25 Yusuf Yusmar, Studi Melayu, (Jakarta: PT. Wedatama Widya Sastra) cet I, 2009, hal. 23-26.
26
B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura
1. Sebelum Islam
Dewasa ini Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang masih memiliki nilai sejarah dan peradaban Islam sangat kental di tanah Melayu. Terdapat bagunan istana masjid, dan makam sultan yang mengisyaratkan dahulu pernah berdiri sebuah kesultanan bercorak Islam, yakni Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Awalnya Kesultanan Siak Sri Indrapura bernama Kerajaan Gasib yang kental dengan ajaran Hindu-Budha, dan berada di bawah empayar kerajaan maritim yang kuat dan kokoh yakni Kerajaan Sriwijaya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ketika runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang pernah menampakkan kakinya di Riau tepatnya di Muara Takus, Bangkinang, desa ini merupakan pusat agama Budha tepatnya berada di komplek candi Muara Takus. Adapun jarak dari
Pekanbaru 135 kilometer, adapun letak candi Muara Takus terletak 2,5 kilometer dari pusat desa dan berdampingan dari Sungai Kampar Kanan. Candi ini juga menjadi saksi bisu bahwasannya dahulu pernah menjadi sebagai pelabuhan, pernyataan ini tampak jelas terlihat dari masyarakat Kerajaan Sriwijaya terkenal sebagai pelaut yang handal. Kapal-kapal besar yang datang dari penjuru untuk bersandar di dermaga Muara Takus.
Daerah Muara Takus pada saat itu sebagai ibukota Kerajaan Sriwijaya atau salahsatu pusat pembelajaran agama Budha yang merupakan misi utama dari India dan dari daratan lainnya. Dari sususan candi ini dikelilingi oleh dinding 74 X 74 meter dan lokasi yang lebih luas dikelilingi dengan dinding dunia dengan ukuran
1,5 X 1,5 kilometer, yang menjangkau ketepian Sungai Kampar Kanan. Candi
Muara Takus ini terdiri dari enam kelompok piring, dalam susunan dari kota kecil
27 dan beberapa kota ditemukan berdekatan dengan Jawa dari enam reruntuhan, dua dari mereka merupakan lubang yang kosong. Tetapi empat lainnya dikenal dengan
Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Mahligai Stupa dan Candi Patangka. Candi
Muara Takus ini terbuat dari bahan dasar berupa batu pasir, batu kali dan batubara. Menurut sumber lokal, bahan batu bata yang digunakan untuk komplek candi ini berasal dari Desa Pongkai yang terletak di hilir dari candi.26 Setelah
Kerajaan Sriwijaya hancur maka bermunculankerajaan-kerajaan yang bercorak
Islam seperti, Kerajaan Gasib, Kerajaan Inderagiri, Kerajaan Kampar, Kerajaan
Rokan, Kerajaan Pekantua dan lain-lain. Fenomena ini dapat terjadi karena daerah
Riau merupakan daerah yang terdapat beberapa sungai besar dan anak sungai, adapun sungai besar tersebut, Sungai Inderagiri, Kampar, Rokan, Gangsal dan
Jantan (Siak) yang memiliki nilai sejarah dimana dari setiap nama-nama sungai tersebut mengisyaratkan dahulu telahhadir dan pernah berdiri suatu kerajaan dari setiap sungai tersebut karena nama dari kerajaan pada saat itu diambil dari nama sebuah sungai.Pada bab ini, penulis berupaya mendeskripsikan kembali apa yang telah terjadi di sepanjang Sungai Jantan (Siak) pada abad ke-XIV-XV M, yakni anak Sungai Siak yang bernama Gasib, tempat ini sekarang berada di hulu Kuala
Mandau.27
Mengenai keberadaan Kerajaan Gasib memang sulit diungkap karena keterbatasan sumber, namun berdasarkan pernyataan dari beberapa tokoh lokal meyakini Kerajaan Gasib ini memang benar ada dan diketahui material bangunan
26 Adila Suwarno dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung Offest, hal. 16-17. 27Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, 1977, Pekanbaru, Percetakan Riau, Pemda Tk. I Riau, hal. 154-156 dan lihat juga Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 152-153.
28 kerajaan berbahan dasar kayu yang besar dan kokoh. Istana kerajaan berbentuk panggung dan ketinggiannya diperkirakan mencapai enam meter dan Kerajaan
Gasib ini memiliki seorang puteri mahkota yang cantik jelita bernama Puteri Kaca
Mayang. Pada masa pemerintahan Raja Begadai memiliki panglima perang yang berawak gagah (besar), tinggi (panjang) dan pandai berperang yang bernama
Panglima Jimban (Panglima Panjang), gelar yang diberikan kepadanya disusaikan dengan fisiknya (perawakan). Panglima Panjang ini telah menerima tugas besar dari Raja Begadai untuk mempersiapkan serangan ke Aceh, serangan ini terpicu karena Raja Begadai ingin memulangkan Puteri Kaca Mayang yang telah dipaksa oleh Raja Aceh untuk dijadikan sebagai permaisyuri.
Kemudian Panglima Panjang lekas menuju Aceh dengan pasukannya, hingga terjadi bentrokan antar keduanya. Pertempuran ini sudah lama terjadi, berawal dari ekspansi Kesultanan Aceh di daerah kekuasaan Kerajaan Gasib yang akan melakukan Islamisasi. Berhubung Kerajaan Gasib masih dipenuhi oleh paham Hindu-Budha pihak Kerajaan Gasib jelas berontak karena akan merusak semua tatanan masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Gasib.28
Dalam perjalanan Puteri Kaca Mayang menghembuskan nafasnya dan dibawanya kabar kepada Raja Gasib, pada saat itu pula raja sangat terkejut akan wafatnya
Puteri Mahkota kesayangannya itu hingga terjatuh sakit karena berlarut dalam kesedihan.
28 Mengenai penjelasan yang lebih mendalam lagi tentang Panglima Panjang tidak dapat diketahui secara jelas hingga akhir hayatnyapun tidak dapat diketahui keberadaannya, dalam peribahasa orang Siak "sahlah si Jimban mati hanyut tikar bantalnya"dan sosok dari seorang puteri tercinta Raja Begadai yang bernama Kaca Mayang itu tidak dapat diceritakan secara tuntas, karena keterbatasan sumber dan data, namun mengenai keberadaan Puteri Kaca Mayang dewasa ini, hanya terpaku pada sebuah makam yang diyakini oleh masyrakat setempat adalah makam dari Puteri Kaca Mayang, keterangan Selanjutnya dapat dilihat dari buku, O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, 2011, hal. 9-10.
29
Setelah wafat puteri kesayangannya itu, Raja Gasib hijrah ke Gunung
Ledang yang berada di Melaka. Untuk sementara tahta kerajaan dipinggul oleh panglima Jimban, meskipun sang panglima Jimban menguasai Kerajaan Gasib, karena kesetiaanya kepada raja sangat tinggi,maka dirinya tidak ingin menari dalam kesedihan yang dialami oleh rajanya itu. Kejadian tersebut secara ilmiah memang belum dapat dibuktikan secara nyata,bermodalkan pada keyakinan mayarakat setempat berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan disekitar area pusat pemerintahan Kerajaan Gasib seperti, ditemukan mahkota Puteri Kaca Mayang, di
Tapung Kiri yang didapatkan dari seorang Bendahara dari Batu Gajah yang masih menyimpan sebuah gagang keris yang diberikan oleh raja Gasib sebagai hadiah.
Bukti-bukti lainnya juga yang dimiliki Bendahara dari Tadun dari raja Gasib berupa perisai dan dikuatkan oleh adanya makam yang diyakini oleh penduduk setempat yakni makam Puteri Kaca Mayang. Adapun raja yang dapat diketahui periode pertama bernama Raja Begadai, pernyataan ini berlandaskan Tarikh Cina yang dikatakan didalamnya bahwa para raja yang berada di Gasib, Indragiri dan
Siantan pernah memohon perlindungan kepada Cina. Keadaan ini bisa dibenarkan karena saat itu terjadi perluasan wilayah jajahan yang dilakukan oleh Kesultanan
Melaka yang mulai merambat ke sungai-sungai yang berada di Riau, menginggat daerah ini memiliki sumber daya alam yang melimpah dan diiringi kepentingan dakwah (syiar) Islam yang dilakukan oleh pengusa Kesultanan Melaka.29
Pada tahun 1444-1477 M, Kesultanan Melaka yang dikendalikan oleh
Sultan Mansyur Syah berhasil menjadikan Kerajaan Gasib yang kental akan
Hindu-Budha berada di bawah kedaulatan Kesultanan Melaka.
29 Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, 1977, hal. 152-155.
30
Berhubung Kesultanan Melaka telah menjadi kerajaan yang telah terpengaruh oleh agama Islam maka status Kerajaan Gasib yang berada di bawah taklukkannya maka raja dari Kerajaan Gasib yang bernama Permaisura ditawan oleh Kesultanan Melaka. Selain daripada itu raja Gasib tidak hanya dijadikan sebagai tawanan, sisi lain juga anak dari Permaisura yang bernama Megat Kudu telah menjadi seorang muallaf dan dinobatkan sebagai raja untuk mengendalikan kekuasaan Kerajaan Siak Gasib.30
2. Proses Bercorak Islam
Adapun dalam pemerintahan Kerajaan Gasib ini mengalami dua fase, fase yang pertama Kerajaan Gasib yang bercorak Hindu-Budha dan fase yang kedua
Kerajaan Gasib bercorak Islam. Pada akhir abad ke-XIV, Kerajaan Majapahit menyerang negeri Tumasik, dalam serangan tersebut Permaisyura melarikan diri ke wilayah bagian utara tepatnya Semenanjung dan disanalah Permaisyura mendirikan kerajaan baru yang nanti akan menjadi kerajaan besar yakni
Kesultanan Melaka.
Dalam perluasan kekuasaan Kerajaan Majapahit di dearah kekuasaan Raja
Begadai di Gasib, maka Raja Begadai memikirkan cara untuk menghadang para pasukan perang yang kuat dari Kerajaan Majapahit. Raja Begadai bersiasat dengan menggunakan taktik tipu muslihat untuk berkoalisi dengan Kerajaan
Majapahit. Kemudian Raja Begadai memerintahkan Panglima Panjang untuk bergabung dengan pasukan perang Majapahit, taktik Raja Begadai ini dapat terlaksana dengan mudah. Dengan mendapatkan sokongan dari pasukan perang
30 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, 2011, hal. 9-10.
31
Kerajaan Gasib di bawah komando Panglima Panjang maka Kerajaan Majapahit perlahan mulai memasuki Selat Melaka dan terus beranjak ke Laut Cina Selatan.31
Pada tahun 1433 M, Kerajaan Gasib di bawah kekuasaan Raja Begadai, saat itu masih memeluk agama Hindu-Budha. Kerajaan Gasib terancam akan ekspansi Kesultanan Melaka yang akan menyebarkan ajaran Islam. Daerah Gasib yang berada di sekitar Sungai Jantan (Siak) memiliki keunggulan tanah yang baik dan subur, tidak hanya kesuburan tanahnya daerah Gasib juga sangat kaya akan sumber daya alam yang dihasilkan dari hutan dan perkebunannya berupa damar, gaharu, getah sonde, rotan, dan biji-biji timah. Kekayaan alam ini sangat berguna untuk perbendaharaan kerajaan, fenomena ini menjadikan magnet Kesultanan
Melaka untuk menguasai daerah Gasib dan sekitarnya.
Dalam Hikayat Cina, mengisahkan mengenai ekspansi Kesultanan Melaka ke Gasib, Raja Begadai segera memohon bantuan Cina dan Kerajaan Majapahit, namun sangat disayangkan bantuan yang ditunggu-tunggu tak kunjung jua, karena
Kerajaan Majapahit sedang mengalami fase kemerosotan akibat munculnya beberapa kerajaan di Nusantara (yang berada di pulau Jawa dan Selat Melaka) telah berpindah haluan dari kepercayaan Hindu-Budha ke agama Islam.32
Melalui jalur pernikahan mulailah perubahan gelar raja menjadi sultan di
Kerajaan Gasib, dan pada fase yang pertama pemerintahan Kerajaan Gasib yang bercorak Hindu-Budha beranjak menjadi fase yang kedua pada pemerintahan
Kerajaan Gasib yang bercorak Islam. Masuknya agama baru yakni Islam di Gasib sama halnya seperti yang terjadi di daerah Nusantara. Adapun yang dimaksud
31O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, 2011, hal. 9-10. 32O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, hal. 10-11.
32 hadirnya Islam dengan penuh keramahan dan kedamaian terhadap agama yang sudah ada sebelumnya dan karena agama Islam tidak pernah merusak adat dan budaya yang telah berlaku jauh sebelum kedatangannya, seperti yang terjadi di
Gasib, justru agama Islam memadukan adat dan budaya Hindu-Budha dengan beberapa unsur yang condong dengan nilai ke-Islaman, diantaranya pada upacara adat seperti, membakar dupa, adat tepung tawar dipadukan dengan unsur ke-
Islaman adanya pengucapan salam dan diakhiri dengan doa. Seluruh peristiwa ini bisa terlaksana karena apa yang telah dilakukan oleh para pendakwah Islam mubalig (orang yang menyebarkan ajaran agama Islam) sesuai dengan ajaran Nabi
bahwasannya agama Islam adalah agama yang penuh dengan ,ﷺ Muhammad kedamaian, karena di dalam suatu riwayat"Sesungguhnya Aku (Nabi Muhammad
SAW) diutus oleh Allah SWT, tidak lainhanya untuk menyempurnakan
(memuliakan) akhlah".Berlandaskan itulah agama Islam perlahan mendapatkan respon positif dan berkembang begitu cepat di kalangan masyarakat Gasib meskipun dahulunya kental dengan ajaran Hindu-Budha. Masuknya agama Islam di Kerajaan Gasib ini karena posisi Gasib berada di bawah kekuasaan Kesultanan
Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Waktu demi waktu terus berjalan di pemerintahan Kesultanan Melaka, hingga tiba saatnya Sultan Alauddin
Riayat Syah mangkat, kemudian tahta kerajaan selanjutnya diwariskan kepada putera mahkotanya yang bernama Sultan Mahmud Syah I (1488-1511 M). Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah I mengalami masa kejayaan, tepatnya selama dua puluh tiga tahun di Kesultanan Melaka dan berhasil menjadi pusat perniagaan di Selat Melaka.
33
Eksistensi Kesultanan Melaka ini tersiar hingga mancanegara, diantaranya
Cina, India, Arab dan sekitar negara-negara Asia Tenggara dan beberapa negara
Eropa. Kemudian Sultan Mahmud Syah I juga memperkuat kerjasama dengan
Kerajaan Cina disektor intern dan ekstern untuk kepentingan pemerintahannya.
Tindakan Sultan Mahmud Syah I ini semata melanjutkan perjuangan daripada buyutnya yang menjadi Sultan Melaka yakni Sultan Mansyur Syah.
Kerjasama semakin harmonis antara Kesultanan Melaka dengan Kerajaan Cina berlanjut dengan diadakan pernikahan antara Sultan Melaka dengan puteri-puteri dari Kerajaan Cina. Berjalannya waktu maka Sultan Mahmud Syah I menobatkan sultan baru di Kerajaan Gasib, dimana Sultan Abdullah digantikan oleh Sultan
Husin.33 Tantangan dan masalah terus menghampiri Sultan Mahmud Syah I selama pemerintahan, sehingga Kesultanan Melaka mengalami fase kemerosotan karena kedatangan bangsa asing, yakni bangsa Portugis. Mengenai kehadiran bangsa-bangsa asing di dunia Timur dapat terjadi karena masalah polarisasi antara negara Barat dengan negara Timur (Eropa dan Asia), sesungguhnya telah terulang untuk kedua kalinya yang terjadi pada masa kekhalifahan Islam, dimana pada saat itu agama Islam telah menguasai Pantai Utara Afrika hingga ke Semenanjung
Liberia sekitar tahun 711 M. Atas besarnya pengaruh agama Islam maka Portugis dan Spanyol dan bagian negara Eropa lainnya berada di bawah kekuasaan agama
Islam. Kejayaan agama Islam pada saat itu dibuktikan dengan adanya pusat-pusat peradaban Islam di Cordova dan Granada dan Laut Tengah dan terdapat pula
33O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, hal. 13.
34 pangkalan-pangkalan basis agama Islam di sekitar perairan (Cordova, Granada dan Laut Tengah).34
Setelah bangsa Portugis datang ke Melaka untuk menguasai perdagangan internasional, bangsa lain yang hadir dan berambisi seperti, Belanda, Inggris,
Jepang juga hadir ke Melaka dalam rentan waktu yang berbeda-beda. Mengenai awal proses perjalanan Kerajaan Gasib menjadi kerajaan yang bercorak Islam kini dapat di simpulkan pada abad ke VII-VIII, para pedagang Islam telah datang ke daerah Riau yang bertujuan untuk mencari komoditi dan sekaligus melakukan
Islamisasi namun belum mendapatkan respon yang signifikan karena saat itu di
Riau masih kuat pengaruh agama Hindu-Budha. Berlanjut pada abad IX-XI M, di
Riau mengalami fase kemunduran dan terjadi vacuumnya aktifitas perdagangan, masuk pada abad ke XII, aktifitas perdagangan mulai ramai berdatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, Marokko ke Riau, pada abad ini dipastikan agama Islam masuk dan tersebar pada abad ke XII di Riau. Setelah melewati abad ke XII, pada abad ke XIII, eksistensi kerajaan yang kental dengan agama Budha melemah, adapun kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Sriwijaya, sehingga setelah melemah hingga runtuhnya kejayaan kerajaan tersebut mulai muncul beberapa kerajaan yang bercorak Islam di Riau. Khususnya Kerajaan Siak-Gasib muncul menjadi kerajaan bercorak Islam di bawah kuasa Sultan Ibrahim.35
3. Keriwayatan Pendiri
Dewasa ini daerah Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang ramai, maju dan hingga saat ini masih berdiri sebuah bangunan istana yang megah dan kokoh
34 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 178. 35 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 176.
35 yakni Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin, Komplek Makam
Pahlawan Nasional Sultan Syarif Kasim II, Balai Rung Sari.36
Pada 292 tahun silam istana ini merupakan bukti bisu dalam kesaksian yang tegas bahwa di Siak Sri Indrapura telah berdiri sebuah kerajaan bahari yang tangguh, dan memiliki armada kuat yang disegani di pesisir Timur Sumatera, dan
Selat Malaka memilik perjalanan sangat panjang yang membutuhkan perjuangan dalam melawan imperialisme bangsa Eropa. Kerjaan ini juga sebagai penerus kerajaan-kerajaan Melayu, yaitu dari Kesultanan Malaka dan Kesultanan Johor.
Adapun kerajaan yang berada di kota Siak Sri Indrapura yakni Kesultanan Siak
Sri Indrapura yangberdiri pada tahun 1723 M.Adapun letaknya di bibir Sungai
Jantan yang berada di Kampung Gasib sebagai pusat Kerajaan Gasib.37
Dari penjelasan singkat mengenai sejarah awal dari Kesultanan Siak Sri
Indrapura tentu pembahasan akan mengenai kerajaan,pusat pemerintahan dan istana, maka harus diketahui siapa aktor utamanya, bagaimanakah kepribadian, dan riwayatnya yang merupakan seorang putera mahkota dari zuriat Kesultanan
Johor-Riau bernama Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M), yang bernama Raja
Kecik. Membahas mengenai asal usul dari sosok Raja Kecik sangatlah sulit karena berbeda-beda persepsi ataupun pandangan mengenai waktu kelahiran dan mengenai zuriatnya.
Mengenai pandangan yang berbeda-beda tersebut, dapat difilter oleh penulis dari beberapa sumber yang sudah dikaji antara laindari buku Sejarah
Kerajaan Siak, yang ditulis oleh O.K Nizami Jamil dkk, berpendapat bahwa Raja
36 Lihat lampiran Gambar 37O.K Nizami Djamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 6-8.
36
Kecik adalah seorang putera dari Sultan Mahmud Syah II dengan gelar Marhum
Mangkat di Julang, dan dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Cik Pong puteri dari Datuk Laksemana Johor. Pada saat Raja Kecik masih dalam kandungan ibunya, ayahnya sudah terbunuh. Sebagai pengganti dari Sultan Mahmud Syah II adalah Datuk Bendahara Tun Habib dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah sebagai Sultan Johor yang ke XI. Setelah menjadi Sultan Johor dan berkuasa, maka Sultan Abdul Jalil Riayat Syah melakukan pembersihan bagi seluruh pengikut setia kepada Sultan Mahmud Syah II, diantaranya istri dari Sultan
Mahmud Syah yaitu Cik Pong. Keadaan di Istana memanas setelah wafatnya
Sultan Mahmud Syah maka Datuk Laksemana Johor membawa anaknya Cik Pong untuk beranjak keluar dari Istana dan keluar dari Johor dan tidak ada seorangpun yang mengetahui. Selama hijrahnya Cik Pong dari negeri Johor dalam pelariannya melahirkanseorang anak laki-laki dan diberi nama Raja Kecik, karena anak ini merupakan keturanan dari Sultan Mahmud Syah II. Kelanjutan dari perjalanan
Raja Kecik, kemudian Datuk Laksemana Johor menyerahkan Raja Kecik kepada
Temenggung Muar agar dirawat, selama tujuhtahun lamanya Temenggung Muar merawat Raja Kecik, hingga tercium oleh pemerintahan Johor dan tidak nyaman karena orang-orang utusan Datuk Bendahara senantiasa mencari keberadaannya.
Kemudian Temenggung Muar, menyerahkan Raja Kecik kepada seorang saudagar
Minangkabau yang terkenal aktifitas niaganya dengan Kerajaan Minangkabau dan
Jambi bernama Nakhoda Malim. Nakhoda Halim meyerahkan Raja Kecik kepada
Yamtuan Sakti Pagaruyung dan dirawat serta diasuh hingga Raja Kecik berusia tujuh belas tahun. Pada akhirnya Raja Kecik tumbuh dewasa dan sangat ingin merebut kembali tahta Kesultanan Johor.
37
Selanjutnya Raja Kecik memulai perjalanannpanjangnya dari satu negeri ke negeri lainnya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Puteri Jamilan ibunda
Yamtuan Sakti mengatakan kepada Raja Kecik bahwa lebih baik pergi ke Siak dan Bengkalis untuk menuntut bela atas kematian ayahmu dan menaklukan Johor.
Untuk melaksanakan cita-citanya, Raja Kecik mulai menghimpun dan mencari beberapa dukungan dari Suku Minangkabau, Suku Melayu di Palembang, Suku
Melayu Jambi, Suku Bintan, Suku Bugis, Suku Melayu di pesisir Selat Melaka dan Suku Laut di Pulau-pulau serta menjalin hubungan dengan orang Portugis agar pihak Portugis tidak berpihak kemana-mana, dan ketika Raja Kecik ingin menyerang ke Panchor,saat itu sebagai ibukota dari Kesultanan Johor. Pada bulan maret yang bertepatan pada tahun 1718 M, perahu-perahu angkatan perang Raja
Kecik menyusuri sungai Johor untuk menyerang Panchor. Sesampainya di Johor pasukan Raja Kecik sudah menunggu dan segera mengejar rombonganYamtuan
Muda Johor.38Peristiwa pengejaran ini berlangsung selama kurang lebih 20 hari pada akhirnya tepat pada tanggal 21 Maret Tahun 1718 M, akhirnya Sultan Abdul
Jalil Riayat Syah kalah dan menyerah.Raja Kecik dengan ikhlas memaafkan dan tidak ada sikap kasar sama sekali kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, bahkan
Raja Kecik memberikan izin kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah untuk tinggal di Johor. Kemudian dalam waktu itu pula Raja Kecikdinobatkan sebagai Sultan
Johor XII dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.
Menurut versi Mohd Yusouff Hashim telah terjadi perpecahan didalam pemerintahan Kesultanan Johor, akibatnya sangat berdampak kepada rakyatnya
38 Haji Buyung Bin Adil, Sejarah Johor, 1980, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka Kemeterian Pelajaran Malaysia, cet: II, hal. 94. Lihat juga Raja Ali Al Haji, Tuhfat al Nafis Sejarah Melayu dan Bugis, Singgapura : Malaysia Publication LTD.
38 yang selalu menimbulkan huruhara karena rakyat Johor ada berpihak kepada Raja
Kecik adapula yang berpihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, sehingga timbul dualisme dalam satu pemerintahan. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan pihak Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.
Dalam peperangan tersebut pihak Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV mengalami kekalahan dan beliau pindah ke Pahang kemudian Raja Kecik juga berpindah ke Riau. Sejak itulah Raja Kecik mulai menjalankan pemerintahan
Kesultanan Johor yang baru saja direbutnya. Kesultanan Johor terpecah menjadi tiga pusat kekuasaan yaitu, Terengganu dan Pahang sebagai daerah dibawah pemerintahan Bendahara Abdul Jalil (Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan
Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara di bawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat wilayah yang dikuasai orang Bugis yaitu, Selanggor, Kelang dan
Lingga di bawah pemerintahan Daeng Merewah dan Daeng Manompok.39
Setelah diadakan musyawarah dan menghasilkan beberapa kesepakatan, maka Raja Kecik, Orang Besarnya, Hulubalang dan beserata para pengikut setianyaberanjak ke daratan Sumatera. Dalam perjalanannya sempat berhenti di
Sungai Jantan (nama Sungai Siak pada waktu itu) karena menurut Raja Kecik tempat ini sangat cocok dan strategis. Kemudian Raja Kecik menentukan daerah
Buantan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan akan mendirikan istana serta benteng-benteng yang kokoh untuk pertahanan dan sebagai simbol telah ada dan
39 Mohd. Yusouf Hashim, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara. 1992, Kuala Lumpur ; Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia. Baca juga tulisan lain Mohd. Yusouf Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realita. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3.
39 berdiri sebuah kerajaan. Pada saat itu Raja Kecik dinobatkan sebagai sultan pertama yang bergelar sama halnya gelar Raja Kecik semasa Sultan Johor ke XII yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah dan kerajaan ini diberi nama Kesultanan
Siak.Pada tahun 1722 M, setelah lengsernya Raja Kecik dari Sultan Johor ke XII, sejak itulah Kesultanan Siak memulai pemerintahan kerajaan hingga berekspansi perluasan wilayah. Seluruh peristiwa di atas menyimpulkan bahwa daerah Siak memiliki hubungan dengan Johor, dan Johor memiliki hubungan dari Melaka.40
Adapun mengenai tulisan orang Melayu yakni Hikayat Siak pastinya telah ditulis pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Dalam Hikayat
Siak, secara gamblang mengisahkanasal usul Raja Kecik, menyatakan bahwa
Sultan Mahmud Syah II mempunyai seorang gundik41 yang bernama Encik Pong,
Encik Pong adalah seorang anak perempuan dari Laksamana. Terdapat kisah pada suatu malam menjelang sebelum baginda Sultan Mahmud Syah II terbunuh, Encik
Pong dipanggil Sultan Mahmud Syah II untuk mengurut kaki baginda Sultan.
Pada waktu menjelang subuh, saat itu sang Sultan begitu bergairah dan maninya hingga ke tikar. Baginda Sultan menyuruh Encik Pong untuk menelan air mani tersebut agar dapat hamil. Setelah Encik Pong melahirkan, Laksamana segera menemui Raja Negara Selat, Kepala Orang Laut Singgapura untuk menjelaskan kisah anak perempuan dan cucunya itu. Raja Negara Selat menyadari resiko yang menerima perintah dari Laksamana, namun dirinya tetap bersedia menerima cucu dari Laksamana dan segera menggantarkan kepada Temenggung Muar.42 Setelah
40 Ok. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, 2011, hal. 16-27. 41Gundik adalah sebutan selir dari kalangan rakyat biasa, sedangkan permaisuri sebutan selir dari kalangan bangsawan. 42 Asril,Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial,("Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura"), diakses pada 7 November 2014, pukul 14.00 wib.hal. 54.
40 cucu Laksamana berusia tujuh tahun, Temenggung Muar pergi ke Johor dengan membawa cucu Laksamana tersebut. Seperti kebanyakan tingkah anak-anak kecil pada umumnya, anak tersebut bermain sekitar makam Sultan Mahmud Syah II bersama teman-teman seusianya. Disekitar makam terdapat beberapa tumbuhan yang mengandung racun, karena ketidaktahuan anak-anak tersebut memakannya, dan semua anak-anak itu muntah darah karena kandungan racun yang ada pada tumbuhan itu, kecuali hanya anak dari Encik Pong yang tidak mengalami reaksi dampak racun tersebut. Kemudian Laksamana juga menceritakan keanehan dan keistimewaan tentang kelahiran cucunya itu kepada Nakhoda Malin. Nakhoda
Malin memberikan anak itu sebuahnama dengan sebutan Tuan Bujang, setelah beranjak dewasa, Nakhoda Malin mengajak Tuan Bujang untuk berlayar menuju
Jambi dengan menyusuri Sungai Batanghari dan pada akhirnya tiba di daerah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berada di tanah Minangkabau.43
Pada saat itu Maharaja Yam Tuan Sakti sebagai penguasa di Kesultanan
Pagaruyung mendengarkan penjelasan dari Nakhoda Malin, dan Maharaja Yam
Tuan Sakti sangat antusias mendengarkan cerita yang diceritakan oleh Nakhoda
Malin. Maharaja Yam Tuan Sakti juga tertarik akan paras tampan dari wajah anak tersebut. Kemudian Tuan Bujang dibawa kepangkuanibunda Yam Tuan Sakti yang bernama Putri Jamilan untuk bersedia merawatnya dengan penuh kasih sayang. Setelah enam tahun dirawat oleh Maharaja dan ibunda Yam Tuan Sakti,
Tuan Bujang telah berusia 13 tahun, Tuan Bujang meminta restu kepada Maharaja dan Ibunda Yam Tuan Sakti merantau ke Batanghari semata untuk menuntut ilmu pengetahuan.
43Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 55.
41
Sesampainya di Rawas dan di Palembang, kedatangannya disambut oleh
Raja Palembang yang bernama Sultan Lemabang. Kemudian Tuan Bujang dijadikan pembawa Tapak Sirih Diraja. Tuan Bujang bersama Sultan Lemabang berserta rombongan datang ke Johor, setelah sampai di Johor rombongan termasuk Tuan Bujang, Sultan Lemabang menjadi pusat perhatian karena paras dari wajah Tuan Bujang serupa dengan paras dari Sultan Mahmud Syah II, dari
Johor rombongan beranjak ke Siantan, kemudian menuju ke Bangka. Dari Bangka
Tuan Bujang mohon izin kepada Sultan Lemabang untuk balik ke Rawas, setelah sampai di Rawas Tuan Bujang menikahi seorang puteri Dipati Batu Kucing dan buah dari pernikahan itu dikaruniai seorang putra dan diberi nama Raja Alam.
Perjalanan berlanjut dari Rawas ke Jambi dan mengabdi kepada Sultan Maharaja
Dibatu. Setelah berada di Pagaruyung, Tuan Bujang berencana menuntut bela atas pembunuhan ayahandanya.44 Sebelum keberangkatnya ke Johor, Tuan Bujang diuji oleh pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung untuk memastikan zuriat Tuan
Bujang sebagai anak dari Sultan Mahmud Syah II untuk menggenggam sebatang kayu yang terbalut dengan tumbuhan jelatang45sambil berdoa kepada Sang Kholik dengan penuh keyakinan, Tuan Bujang menggenggamnya dengan erat dan tidak terjadi reaksi apa-apa setelah melepaskan genggamannya dari sebatang kayu yang dibalut dengan tumbuhan Jelatang dan Tuan Bujang juga tidak terkena tulah46, kejadian ini membuat semua orang terkecut salah satunya Maharaja Yam Tuan
44Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56. 45Jelatang adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh di tanah Minangkabau, Sumatera Barat, tumbuhan ini mempunyai kandungan getah yang beracun, bahkan efek dari racun itu dapat menyebabkan kematian bagi yang menyentuhnya apalagi dengan menggenggamnya. 46Tulah merupakan istilah atau sebutan dari kata kutukan, tulah ini akan berefek ketika rakyat biasa yang tidak memiliki zuriat dari raja ketika memakai mahkota diraja, maka akan mengalami kutukan berupa sakit, bahkan hingga menyebabkan kematian akan tulah tersebut.
42
Sakti yang terpana melihat reaksi yang biasa-biasa saja dari Tuan Bujang, atas semua itu, seluruh pihak di Kesultanan Pagaruyung bener-benar yakin akan zuriat
Tuan Bujang sebagai seorang anak dari raja dan bukan anak dari kalangan rakyat biasa. Kejadian ini pula Maharaja Yam Tuan Sakti memberi gelar kepada Tuan
Bujang dengan gelar Yam Dipertuan Kecil.
Pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung mempersilahkan Yam Dipertuan
Kecil untuk berangkat ke negeri Johor. Dalam perjalanannya Yamtuan Sakti (Raja
Kecik) dibekali berupa pedang yang bernama Saurajabe47, sebuah Cap Kerajaan
Pageruyung48, dan berupa beberapa halubalang untuk menemani Raja Kecik.49
Menurut versi Elisa Netcsher mengenai dari berbagai perspektif tentang asal usul Raja Kecik, maka dari berbagai pandangan dari Sejarah Melayu, secara singkat menyatakan, bahwa Raja Kecik sebagai pewaris yang berhak dan sah secara zuriat untuk menduduki kursi Kesultanan Johor, dan hal ini disebabkan karena Sultan yang terdahulu telah mengambil alih atau bisa dikatakan merampas dan bukan dari zuriah Sultan Mahmud Syah. Awal mula sejarah dari versi orang- orang Bugis ini berkembang, namun faktanya Bendahara memiliki saudara tua yang bernama Tun Husin. Tun Husin yang menjabat sebagai Bendahara pada saat pemerintahan adiknya, maka timbul rasa iri hati bahwa adiknya menjabat lebih tinggi darinya dan berupaya dengan menjodohkan puteri dari adiknya yang bernama Tengku Bungsu (Tengku Kamariyah) dengan Raja Kecik. Namun terjadi
47Pedang Saurajabe adalah pedang yang berasal dari Kerajaan Kuantan, yang dihadiahkan kepada Raja Kecik untuk bekal dalam perjalanannya ke Johor dalam rangka menuntut bela kematiaan ayahnya yakni, Sultan Mahmud Syah II yang telah dibunuh oleh Megat Seri Rama. 48Cap Kerajaan Pagaruyung ini merupakan cap atau symbol yang mengisyaratkan bahwasannya Raja Kecik adalah seorang anak yang telah diakui sebagai anak dari Kerajaan Pagruyung, dan sebagai alat ketika Raja Kecik mengalami kesultitan maka dengan cap itu memberikan isyarat kepada semua orang Minangkabau agar memberi bantuan kepadanya. 49Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56.
43 sebuah kesalahan yang dilakukan Raja Kecik dan melenceng dari skenario yang telah direncanakan, kejadian ini bermula dari penjodohan itu ternyata Raja Kecik lebih menyukai saudaranya (Tengku Kamariah) yang lebih muda dan cantik yakni
Tengku Tengah akhirnya terjadi kekecewaan yang mendalam kepada Raja Kecik, kemudian Tun Husin memperkeruh keadaan dengan mengadu kedua belah pihak.
Pada akhirnya Raja Kecik melakukan serangan ke Johor yang disokong orang-orang Minangkabau dan berhasil merebut kembali tahta Kesultanan Johor, atas kekalahan ini maka Bendahara yang menjadi Sultan di Johor beserta anak- anaknya, yakni Raja Sulaiman, Tengku Tengah dan Tengku Kamariyah ke
Pahang. Kemudian Raja Kecikmengejar mereka hingga ke Muara Sungai Pahang dan tepat diatas perahunya Bendahara itu dibunuh pada saat dirinya sedang melakukan shalat oleh orang-orang Minangkabau yang ikut dalam penyerangan ke Johor dan Raja Kecik kembali dan memilih untuk menetap di Riau. Setelah sampai di Riau, maka Raja Kecik menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor dengan membangun istana yang megah untuk kepentingan kerajaan. Kemudian
Tun Husin segera menghadap Raja Kecik dan memberikan saran bahwa dirinya pantas menjadi seorang sultan di Johor.50
Menjelang masa tua Raja Kecik yang semakin melemah dan mengalami sakit keras, kemudian Raja Kecik telah memikirkan dan mempersiapkan siapa yang menggantikan posisinya di kerajaan.
50 Elisa Netscher, de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, hal. 89-92.
44
Raja Kecik telah menikahi dua orang permaisyuri, yang pertama berada di
Palembang dan menghasilkan seorang anak laki-laki yang bernama Raja Alam dan perempuan keduanya adalah Tengku Kamariyah saudara perempuan dari
Sultan Sulaiman dan melahirkan seorang anak laki-laki pula yang bernama Raja
Buwang (Muhammad). Dari kedua pernikahan ini terlahir dua orang anak-laki- laki yang berbeda ibu tapi satu ayah, akan timbul kecemburan diantara kedua anak itu.51Pada saat itu kondisi kesehatan Raja Kecik menurun, keadaan ini ibarat
"sudah jatuh tertimpa tangga" ditambah lagi atas wafatnya Tengku Kamariyah sehingga Raja Kecik semakin melemah hingga Raja Kecik mengundurkan diri.
Atas perintah Raja Kecik, dewan kerajaan segera dinobatkan Raja Alam sebagai
Yang Tuan Muda, sedangkan Raja Buwang (Muhammad) sebagai penerus tahta kerajaan. Sepercik penjelasan diatas mengenai zuriat Raja Kecik dari berbagai tulisan dari tulisan orang Melayu maupun tulisan dari pihak luar juga senada dan sepakat bahwa Raja Kecik adalah zuriat yang sah dari Sultan Mahmud Syah II
(Sultan Johor ke-10 (1685-1699 M) Marhum Mangkat Dijulang).
51 Tenas Effendi,LintasanSejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1973, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, hal. 13.lihat juga Elisa Netscher,de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal. 117 dan 126-127.
45
BAB III
PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan
Mengingat panjangnya rentang waktu pada masa lampau maka diperlukan pemenggalan-pemenggalan waktu tesebut menjadi suatu kurun waktu. Langkah bertujuan mempermudah pembahasan mengenai setiap peristiwa-peristiwa sejarah yang terkait dalam dimensi waktu. Pembagian waktu itulah yang kemudian dikenal sebagai periodisasi. Pemenggalan atau pembagian sebuah kurun waktu tidak didasarkan pada hitungan matematis, misalnya setiap satu abad, lima abad, dan seterusnya tetapi sering kali mengikuti perkembangan peradaban masyarakat manusia. Secara tradisional, biasanya masyarakat menghubungkannya dengan tokoh besar yang berpengaruh pada masa itu. Tokoh besar itu biasanya seorang pemimpin raja atau kaisar, atau tokoh besar lain.52
Pada intinya periodisasi dilakukan untuk menunjukan perbedaan suatu kurun waktu sebelum atau sesudahnya, adapun kriteria waktu yang digunakan waktu antropologis.53
Dari paparan diatas, maka penulis akan membahas peristiwa yang telah terjadi (periodisasi) pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari tahun 1723-
1946 M. Di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura initerdiri dari duabelas sultan, adapun selengkapnya mengenai periodisasi di Kesultanan Siak
Sri Indrapura sebagai berikut:
52Prof. M. Dien Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, hal. 25-26.Lihat juga Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hal. 63. 53 Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hal. 63.
46
Pada periode pertama ini sudah jelas pasti mengenai awal mula berdirinya
Kesultanan Siak Sri Indrapura. Pada raja pertama ini yang bernama Raja Kecik dengan gelar yang pernah diberikan pada saat memerintah di Kesultanan Johor yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah adalah seorang anak dari Sultan Mahmud
Syah II (Sultan Johor ke-X), merupakan seorang anak dari Sultan Ibrahim Syah
(Sultan Johor ke IX), Sultan Ibrahim Syah seorang anak dari Raja Bajau yang menjadi Yam Tuan Muda Pahang dari tahun 1641-1676 M. Namun tidak dapat diketahui isteri atau ibunda dari Sultan Mahmud Syah II ini, Raja Bajau (Raja
Abdullah) sebagai Sultan Johor ke VII (1615-1623 M), Raja Abdullah yang bergelar Marhum Tambelan dan beristeri dari anak Paduka Raja Tun Abdul Jamil.
Raja Abdullah seorang anak dari Sultan Muzzafar Syah dan ibund nya bernama
Seri Nara Diraja Pahang.Melihat silsilah dari keturunan Raja Kecik sangat jelas terlihat dari ayah dan ibu merupakan keturunan dari Sultan Johor I yaitu Sultan
Mahmud Syah I yang bergelar Marhum Kampar. Bukti konkrit mengenai garisketurunan Raja Kecik, dapat dilihat pada bagan berikut ini :
47
Keterangan : ♂ : Ayah : Anak ♀ : Ibu : Orangtua ♥♥ : menikah Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa Encik Pong sebagai ibu dan
Sultan Mahmud Syah II sebagai ayah dari Raja Kecik dan memiliki kakek yang sama yakni Paduka Raja Tun Abdul Jamil, akan tetapi isteri dari Paduka Raja Tun
Abdul Jamil dan mengenai ibu dari Cik Pung tidak diketahui keberadaan mereka.
48
Sudah diketahui bahwa seorang anak perempuan dari Paduka Raja Tun Abdul
Jamil menikah dengan Sultan Ibrahim (Sultan Johor ke-IX), sedangkan nenek dari
Cik Pung bernama Wan Sani. Kemudian silsilah ini dilanjutkan oleh anak-anak laki-laki ataupun perempuan, dari keturunan itulah yang meneruskan sampai kepada Sultan Mahmud Syah I (Sultan Melaka yang terakhir kemudian menjadi
Sultan Johor yang pertama dan menikah dengan Tun Fatimah) dengan gelar
Marhum Kampar pada tahun 1511-1528 M. Selama Raja Kecik memerintah di
Kesultanan Johor sungguh senantiasa menghadapi permasalahan, salah satunya berselisih dengan saudaranya yang bernama Raja Sulaiman yang telah koalisi dengan pasukan perang Bugis. Sehingga menyebabkan Raja Kecik berserta pengikutnya mundur dengan memindahkan pusat pemerintahannya dari Johor
Bintan, ke Bengkalis hingga akhirnya ke Buantan yang berada di sekitar Sungai
Jantan. Pada tahun 1723 M, tepatnya di Buantan Raja Kecik dinobatkan sebagai pewaris Kerajaan Melaka-Johor yakni sebagai raja pertama di Kesultanan Siak.
Adapun Raja Kecik mengawali dengan mencoba melakukan serangan kepada penguasa Kerajaan Johor, kemudian langkah berikutnya Raja Kecik juga mengadakan konsolidasi untuk memperkuat sektor pemerintahan, perekonomian dan pertahanan militer di Kesultanan Siak. Ketiga program kerja ini merupakan program utama pada masa awal pemerintahan Raja Kecik (Sultan Abdul Jalil
Rahmat Syah). Dalam pemerintahan, Raja Kecik menerapkan pemerintahan seperti yang pernah diterapkan pada saat memerintah di Kesultanan Johor dengan bentuk Sultan sebagai puncak kekuasaan, pemerintahan yang didampingi oleh
Dewan Kerajaan yang terdiri dari orang-orang besar kerajaan yang berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan dan berkerja sebagai penasihat utama sang
49
Sultan. Pemerintahan disetiap daerah yang berhasil ditaklukkan oleh Kesultanan
Siak ditugaskan kepada Kepala Suku yang bergelar Penghulu, Orang Kaya dan
Batin. Kepala Suku (Penghulu) dibantu oleh Sangko Penghulu (wakil Penghulu),
Malim Penghulu (urusan kepercayaan agama), Lelo Penghulu (urusan adat dan sebagai hulubalang). Batin dan Orang Kaya suatu jabatan yang harus diduduki oleh kepala suku asli yang terus diterapkan hingga anak cucunya (dinasti system).
Raja Kecik juga menjadikan daerah kekuasaannya dengan adanya perbatinan, seperti Perbatinan Gasib, Senapelan, Sejaleh dan Perawang. Terdapat juga perbatinan dibagian selatan kuala Sungai Jantan, Perbatinan Sakai dan Petalangan.
Terdapat juga perbatinan antar pulau, antara lain Perbatinan Tebing Tinggi,
Senggoro, Merbau dan Rangsang. Pada daerah asli yang dipimpin oleh kepala suku (penghulu) antara lain Siak Kecil, Siak Besar, Betung, dan Rempah.54
Langkah berikutnya Raja Kecik memfokuskan bidang pertahanan dengan memerintahkan Datuk Laksamana Raja Dilaut untuk mempersiapkan pasukan- pasukan laut yang handal, dan diperintahkan langsung oleh Raja Kecik agar membuat kapal perang yang besar beserta perlengkapan senjatanya. Selama roda pemerintahan berjalan Raja Kecik telah menerapkan sistem pemerintahan suku yang menggunakan sistem turun menurun dari ayah kepada anak atau dari abang ke adik untuk meneruskan pemenrintahan kerajaan.
Berikut beberapa suku-suku yang memiliki peran dan kontribusi sangat besar adalah:
54 Tim Universitas Riau, Sejarah Riau Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, 2006, Pekanbaru, PT. Sutra Benta Perkasa, cet. I, hal. 59.
50
Suku Lima Puluh : Ongku Raja Senara.
Ongku Biji Wangsa.
Datuk Maharaja Sri Sandra Muda.
Datuk Biji Wangsa
Datuk Sri Indra Muda (yang sekarang).
Suku Pesisir : Datuk Sila Pahlawan.
Maharaja Lela Muda.
Datuk Sila Pahlawan (yang sekarang).
Suku Tanah Datar : Datuk Sri Kamaraja.
Maharaja Sri Asmara.
Datuk Sri Kamaraja (yang sekarang).
Suku Kampar : Paduka Sri Dewa.
(Penggantinya tidak bergelar).
Paduka Sri Dewa (yang sekarang).55
Raja Kecik juga terfokuskan untuk membangun perekonomian sebagai income pembendaharaan kerajaan dengan memberlakukan pemungutan pajak berupa pancung alas (pajak hasil dari hutan), dan tapak lawang (pajak personal), dan membuka Bandar Saban Auh sebagai akivitas perdagangan antar negeri
Pesisir Timur Sumatera, Aceh, dan Minangkabau. Langkah ini diambil oleh Raja
Kecik karena melihat kondisi Selat Melaka telah berada di bawah kekuasaan
Belanda.
55Elisa Netcher, de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal 85-88.
51
Pada 1724-1726 M, Raja Kecik mulai menunjukan kekuatan pemerintahan yang telah dibangun olehnya, dengan melontarkan beberapa serangan terhadap orang-orang Bugis yang berada di Kedah, dalam pertempuran tersebut Raja Kecik berhadapan dengan Daeng Perani dan terjadi interaksi antar keduanya, Raja Kecik berkata: menyerahlah wahai Daeng Perani, namun Daeng Perani tidak merespon perkataan Raja Kecik, kemudian tanpa pikir panjang Raja Kecik mengarahkan meriam lelonya ke arah Daeng Perani.
Pada saat itulah tembakan meriam mengenai dada Daeng Perani seketika itu dirinya terjatuh dan meninggal dunia. Pada akhirnya Raja Kecik berhasil membunuh salah satu pembesar Bugis yakni Daeng Perani. Kemudian Raja Kecik terus melakukan ekspansinya hingga berhasil menguasai daerah Rokan, Tanah
Putih, Bangka, dan Kulo.56
Pada tahun 1746 M, wafat di Kota Buantan dengan diberi gelar Marhum
Buantan atau lebih dikenal dengan sebutan Yang Dipertuan Raja Kecik.Dewan
Kerajaan Datuk Empat Suku berdasarkan wasiat dari Sultan Abdul Jalil Rahmat
Syah segera melantik Raja Buwang Asmara (Sultan Muhammad Abdul Jalil
Muzaffar Syah) yang sokong oleh Raja Minangkabau sebagai Sultan ke-II (1746-
1760).57
Untuk mengawali pemerintahannya, Tengku Buwang Asmara mengangkat anak dari Tengku Alam yang bernama Tengku Muhammad Ali sebagai Penglima
Besar.Pada tahun 1750 M, Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah memindahkan pusat
56O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 50-52. 57O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 60-61.
52 pemerintahannya ke Mempura. Perpindahan pusat pemerintahan ini ke Mempura karena Mempura terletak dipedalaman.58
Mengenai perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Siak ini termaktub di dalam Syair Perang Siak59 pada bait 123-132 yang berbunyi
*Ada kepada suatu hari Lalu bertitah raja bestari Mengampungkan orang isi negeri Serta halubalang wazir menteri *Datang menghadap sekaliannya rata Lalu bertitah Duli Mahkota Apa bicara sekarang kita Cari mufakat pulak serta *Mufakat dicari dengan bicara Sebab terkenang akan saudara Lalu bertitah Sri Betara Kita hendak menyusup Mempura *Tidak tersebut kisah dan peri Perkenan Baginda membuat negeri Di bandar yang bahari *Zaman ini sukar dicahari Kerajaan baginda di Indrapura Yang seteru tidak bertara Wartanya masyhur tidak terkira Melaka hendak dikira-kira
Substansi yang terkandung dalam Syair Perang Siak di atas telah jelas bahwa telah terjadi perisitwa konflik bersaudara antara adik dan kakak di
58O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 66. 59Syair Raja Siak, adalah manuskrip koleksi Van de Wall dengan nomor W.273. Lihat juga buku O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak. hal. 66-69.
53
Kesultanan Siak dan pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah juga merubah sebuah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak. Kemudian pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, mulai melakukan perlawanan kepada pihak kolonial Belanda, perlawanan ini sebagai reaksi perlawanan
Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap kolonialisme.
Dengan dimulainya beberapa perjanjian yang dibentuk oleh pemerintahan
Belanda yang akan diajukan dan mengikat kepada sultan, berbagai tipu dayanya dan kelicikannya sang Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah berhasil terhanyut dalam permainan kolonial Belanda. Kemudian setelah berhasil masuk dalam sistem pemerintahan Kesultanan Siak, pemerintahan Belanda mendirikan sebuah benteng dengan maksud untuk memudahkan pemerintahan Belanda memantau daerah kekuasaan Kesultanan Siak dari tindakan kejahatan. Pada tahun 1752 M, Sultan
Abdul Jalil Muzaffar Syah mengabulkan keinginan Belanda untuk mendirikan benteng yang berada di Pulau Guntung. Setelah berhasil mendirikan benteng, nampak sikap asli Belanda yang arogan. Salah satunya dengan mengeksploitasi perdagangan di muara Sungai Siak. Bentuk eksploitasi adalah dengan memungut pajak para pedagang yang melakukan aktivitas berdagang di sekitar muara Sungai
Siak, pajak yang diberlakukan oleh Belanda berupa pajak pancung alas dan pajak lawang. Kejadian inilah yang menyalakan api amarah dipihak pemerintahan
Kesultanan Siak, maka terjadilah aksi perlawanan kepada pemerintahan Belanda yang berada di Pulau Guntung.
Pada tahun 1752 M, terjadi serangan pihak Kesultanan Siak ke benteng
Pulau Guntung sebagai basecamp pemerintahan Belanda, namun pasukan perang
Belanda masih sangat kuat untuk dikalahkan. Peristiwa peperangan ini terjadi
54 selama satu bulan lamanya, hingga akhirnya pada tahun 1760 M, pasukan perang
Kesultanan Siak melakukan tipu muslihat untuk mengajukan perdamaian kepada penguasa Belanda yang berada di Benteng Pulau Guntung.60
Kurang lebih 14 (empat belas) tahun pemerintahan Sultan Muhammad
Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1760 M), pada saat menjelang hayatnya Sultan
Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah telah berwasiat kepada anaknya yang bernama Tengku Ismail sebagai penerus estafet perjuangannya di Kesultanan
Siak, wasiat tersebut berbunyi:
Janganlah tunduk kepada Belanda yang kafir dan penjajah itu dan jangan melakukan perang terhadap saudara, apalagi keluarga sendiri serta apabila pamanmu Raja Alamuddin datang ke negeri Siak, serahkanlah tahta Kerajaan
Siak ini kepada pamanmu Raja Alamuddin.61
Tepat pada tahun 1760 M, Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah mangkat di Kota Mempura dengan gelar Marhum Mempura.62 Sebagai pewaris tahta kerajaan maka ditunjuk putera mahkotanya yang bernama Tengku Ismail dan dinobatkan sebagai Sultan Siak ke-III dengan gelar Sultan Ismail Abdul Jalil
Jalaluddin Syah (1760-1766 M). Tengku Ismail lahir pada tahun 1745 dari rahim ibunya yang merupakan anak perempuan dari Daeng Mattekuh yang beristri dua, isteri pertamanya bernama Tengku Sani seorang anak perempuan dari Tengku
Busu, dan isteri keduanya yang bernama Tengku Neh seorang anak perempuan dari Sultan Mansur di Terangganu.63
60O.K Nizami Jamil dkk,Sejarah Kerajaan Siak, hal. 73-75. 61O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 86-87. 62O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 84. 63O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 85.
55
Setelah satu tahun menjabat sebagai sultan, Belanda kembali melancarkan serangan dengan memperalat paman dari Sultan Ismail yang bernama Tengku
Alam yang merupakan anak kedua dari Raja Kecik. Tengku Alam dipengaruhi oleh Belanda agar segera merebut kembali tahta kerajaan untuk melengserkan keponakannya itu. Setelah terbentuk kesepakatan antara Tengku Alam dengan
Belanda yakni ketika Tengku Alam berhasil merebut tahta kerajaan maka pihak
Belanda tidak diperkenankan mencampuri pemerintahannya, dan pihak Belanda juga hanya sekedar meminta kepada Tengku Alam agar dapat mendirikan kembali benteng di Pulau Guntung. Setelah keduanya menyepakati semua pernjanjian tersebut maka Tengku Alam dan para pasukan perang Belanda mendatangi Siak.
Berdasarkan wasiat itulah Sultan Ismail menjalankan amanah dan tunduk kepada ayahnya yang telah berwasiat kepadanya. Karena mengalami cup de taat, kemudian Sultan Ismail resmi menyerahkan tahta Kesultanan Siak kepada pamannya dan meninggalkan Siak menuju beranjak Pelalawan, dan ke Langkat.
Kemudian Sultan Ismail mengembara dari daerah ke daerah lain, hingga pada suatu saat orang-orang Melayu yang berada di Riau-Lingga yang dipimpin oleh Datuk Bendahara Tun Hasan mengirimkan surat kepada Sultan Ismail dan
Sultan Mansyur di pemerintahan Kesultanan Terengganu untuk membantu Datuk
Bendahara Tun Hasan yang sedang berhadapan melawan orang-orang Bugis yang berambisi menghilangkan pengaruh dari orang-orang Melayu yang berdomisili di
Johor-Riau. Setelah menerima surat dari Datuk Bendaharan Tun Hasan maka
Sultan Ismail menuju Terengganu untuk menemui Sultan Mansyur dan sekaligus membahas mengenai taktik dan strategi untuk melawan orang-orang Bugis yang berada di Johor-Riau.
56
Pada Musyawarah tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, bahwa
Sultan Ismail beserta pasukan perangnya berangkat lebih awal, karena Sultan
Mansyur sedang menyelesaikan beberapa urusan, akan menyusul Sultan Ismail, setelah sampai Sultan Ismail di Singgapura, tak kunjung jua Sultan Mansyur. Dari
Singgapura terdengar kabar atas ketidakhadiran Sultan Mansyur, karena Sultan
Mansyur sedang menghadapi serangan dari Kesultanan Kelantan, kemudian
Sultan Ismail kembali ke Terengganu untuk membantu Sultan Mansyur dari serangan Kesultanan Kelantan. Setelah bergabungnya Sultan Ismail dan Sultan
Mansyur, kemudian pasukan dari Kesultanan Kelantan berhasil mundur.
Pada tahun 1763 M, Sultan Ismail menikahi seorang puteri mahkota
Kesultanan Terengganu, yakni puteri dari Sultan Mansyur yang bernama Tengku
Tipah.64 Satu tahun setelah menikah, tepatnya pada tahun 1764, tanpa ditemani mertuanya, dari Terengganu Sultan Ismail beserta pasukan perangnya berlayar menuju Singgapura untuk membantu Datuk Bendahara Tun Hasan. Sesampainya di Singgapura Sultan Ismail langsung berperang dengan angkatan perang orang- orang Bugis yang dipimpin oleh Daeng Kamboja. Dalam pertempuran antara
Sultan Ismail dengan Daeng Kamboja maka dipihak Sultan Ismail mengalami kekalahan dan mundur kembali ke Siak bersama istri tercintanya dan para pasukannya. Pada masa pemerintahan ini, asal usul adanya kerajinan tangan berupa tenun di Siak, karena istri dari Sultan Ismail yang bernama Tengku Tipeh menerapkan kerajinan tenun yang dibantu oleh para dayang dan perempuan
Terengganu yang pandai menenun mulai bersosialisasi kerajinan bertenun yang
64O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 88-89.
57 dibawanya dari Terengganu ke Siak.65 Sultan Ismail mangkat sesaat akan menyelenggarakan persidangan di Balairung Sari dan bergelar Marhum Mangkat
Dibalai. Mengenai sosok dari Sultan Ismail yang dikasihkan oleh Hikayat Siak dan berdasarkan cerita rakyat Siak juga menyatakan gelar lain dari Sultan Ismail yaitu Sultan Bertangan Kudung. Gelar Sultan Ismail ini menyatakan bahwa kondisi tangannya kudung (terpotong) kerena pada saat berperang tangan Sultan
Ismail terpotong.66
Para ahli peneliti sejarah Terangganu dan Siak memastikan dan meyakini makam Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah berada di Mempura Siak.
Selanjutnya roda pemerintahan Kesultanan Siak dipimpin oleh Raja Alam pada tahun 1766 M,dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Raja Alam memiliki adik tiri yang bernama Tengku Buwang Asmara (Sultan Muhammad
Mahmud) yang berbeda ibu dari Raja Alam, adapun ibu dari Tengku Muhammad bernama Tengku Kamariah. Raja Alam ini sebagai paman daripada Sultan Ismail
Abdul Jalil Jalaluddin Syah.Tengku Alam memiliki seorang putera yang bernama
Tengku Muhammad Ali dan pada saat Sultan Muhammad Mahmud menjabat sebagai Sultan Siak ke-II, Tengku Muhammad Ali berperan sebagai panglima perang hingga pada masa Sultan III yakni Sultan Ismail. Dalam catatan Elisa
Netscher dalam bukunya "De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865", menerangkan bahwa Raja Alam seorang pengembara yang mempunyai kapal- kapal dari hasil rampoknya. Seperti tiga puluh senjata berat dan puluhan senjata tangan. Kapal-kapal yang lewat di Selat Melaka atau disekitar Laut China Selatan,
65 Lihat Lampiran V gambar tenunan yang bermotif khas Siak. 66O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 90-91.
58 adapun kapal-kapal yang berhasil dirampok oleh Raja Alam dan pengikutnya diantaranya kapal-kapal dari Belanda, dari Eropa dan kapal Inggris yang bernama
Nancy yang dikapteni oleh Thomas Halnes menjadi korban perompakan Raja
Alam. Berhubung kompeni Belanda telah membantu Raja Alam dalam merebut tahta Kesultanan Siak, dan meminta untuk mendirikan kembali benteng yang telah hancur pada tahun 1760 M, di Pulau Guntung. Serta menghukum orang- orang Siak yang telah melakukan pembantaian di Benteng Pulau Guntung dan lain-lainnya yang terdiri 13 pasal.67
Pada tahun 1767, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan pusat pemerintahanya ke Bandar Senapelan yang terletak di Hulu Sungai Jantan.68 Di
Senapelan Raja Alam membangun istananya di Kampung Bukit yang berdekatan dengan Dusun Senapelan (saat ini sekitar Masjid Raja Pekanbaru) sebagai pusat pemerintahanya, kemudian Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah mendirikan pasar
(pekan) di Senapelan yang bernama Pekan Baharu, nama Pekan Baharu ini disahkan berdasarkan hasil musyawarah para datuk empat suku (Pesisir, Lima
Puluh, Tanah Datar, dan Kampar) pada tanggal 21 Rajab 1204 H bertepatan pada tanggal 23 Juni 1784 M. Pada saat itupula sebutan Senapelan perlahan dilupakan dan masyarakat mulai menyebutnya Pekan Baharu. Dewasa ini nama Pekan
Baharu lebih kita kenal Pekanbaru, dan setiap tanggal 23 Juni sebagai hari jadi kota Pekanbaru dan sebagai ibukota Provinsi Riau.
67Elisa Natcsher, "De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865," Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, 2002, hal. 191. 68 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 92-99.
59
Pada pemerintahannya, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah tidak mau lagi tunduk kepada Belanda dan Benteng Belanda di Pulau Guntung ditutup oleh
Sultan.69 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah merubah tradisi pernikahan yang biasanya terjadi antara anak dari keluarga atau dari kalangan suku sendiri.
Kebetulan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memiliki anak perwanan yang bernama Tengku Embung Badariah, menikahi dengan seorang dari keturunan
Arab yang gagah dan rupawan dan memiliki langsung garis silsilah Nabi
Muhammad SAW yang bernama Sayid Syarif Usman bin Syarif Abdul Rahman
Syahabuddin. Mengenai asal usul dari Sayid Syarif Usman ini, terdapat empat orang penyiar Agama Islam dari Negeri Arab (Yaman Tarim) yang turun ke wilayah Asia Tenggara, mereka adalah Syed Abdullah Al Qudsi, Syaid Usman bin Syahabuddin, Sayid Muhammad bin Akhmad Allydrus, Sayid Husen Al
Qadri. Sayid Usman meneruskan perjalannya ke daerah Kesultanan Siak, beliau memiliki garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW sebagaimana tersebut di bawah ini :
Sayid Usman bin Abdul Rahman Syahabuddin bin Sayid bin Ali bin
Muhammad bin Hasan bin Umar bin Hasan bin Syeh Ali bin Abu Bakar Asyakran bin Abdul Rahman As-Sagaf bin Achmad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin
Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad bin Isya bin Muhammad Annaqep bin Syaidina Ali dengan isterinya Siti
Fatimah Azzahra binti Muhammad SAW. Melihat panjangnya garis silsilah diatas terlihat sangat jelas bahwasannya Sayid Syarif Usman dari Syaidina Ali bin Abi
Thalib yang menikahi puteri kesayangan Nabi Muhammad SAW yang bernama
69Muchtar Lutfi, Sejarah Riau, hal. 179.
60
Fatimah Azzahra.70 Pada pernikahan inilah yang nantinya berawal nantinya raja- raja yang berketurunan bangsa Melayu di Kesultanan Siak berubah menjadi sultan keturunan dari Bangsa Arab yang ditandai dengan sebutan Assayid dan Assyarif.
Pada tahun 1780 M, Sultan Alamuddin Syah mangkat di Kampung Bukit di
Mesjid Raya Pekanbaru sekarang dan digelar dengan Marhum Bukit.71
Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah nampak kecintaan terhadap Islam yang dibuktikan dengan mendirikan masjid di Senapelan kampung Bukit yang bernama
Masjid Nur Alam yang saat ini menjadi Masjid Raya Pekanbaru.72
Pada 1780 M, Tengku Muhammad Ali dikukuhkan oleh Datuk Empat Suku dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782 M).
Kemudian Sultan Muhammad Abdul Jalil Muazzam Syah meminang sepupunya yang bernama Tengku Mandak binti Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzaffar
Syah. Sultan Muhammad Ali memimpin kerajaan tidak begitu lama mengingat usia lanjut dan telah banyak tenaga fisiknya terkuras sejak tahun 1760 M, ketika membantu pamannya (Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah) dalam melawan kompeni Belanda. Sultan Muhammad Ali memberikan jabatan kepada anak dari
Syarif Usman yang bernama Syarif Ali sebagai panglima perang.
Adapun Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah dan Tengku Khatijah memiliki anak yang berjumlah enam orang diantaranya, Tengku Muhammad Ali, Tengku
Akil, Tengku Embong Badariah, Tengku Hawi, Tengku Sukma dan Tengku Mas
Ayu.73Sultan Muhammad Ali wafat pada tahun 1782 M, ditanah leluhurnya di
70O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 100-102. 71 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal 101-102. 72 Lihat Lampiran Gambar Komplek Makam Raja-raja Siak di Masjid Raya Pekanbaru. 73 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal.103.
61
Siak dengan gelar Marhum Pekan dan dimakamkan di Komplek Pemakaman
Bukit Pekanbaru, saat ini Masjid Raya Pekanbaru.
Berikutnya pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Yahya (seorang putera dari Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah) dan memiliki adik perempuan yang bernama Tengku Puteri. Pada tahun 1781 M, Tengku Yahya dinobatkan menjadi Sultan Siak ke-VI dengan gelar Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar
Syah(1782-1784 M). Dalam menjalankan pemerintahannya tidak banyak yang dilakukan kerena sejak menjadi sultan selalu terjadi konflik internal antar keluarga kerajaan, untuk meminimalisir konflik tersebut maka Sultan Yahya memindahkan pusat pemerintahannya dari Bandar Senapelan ke Mempura dengan tujuan semata untuk benahi roda pemerintahan yang telah kakek dan ayahnya perjuangkan di
Mempura. Selama memimpin Kesultanan Siak, Sultan Yahya memiliki masalah dengan Syarif Ali yang selalu menyalahi kepercayaan yang diberikannya. Hal ini terlihat jelas bahwa Syarif Ali memiliki hasrat besar untuk menguasai tahta kerajaan dengan adanya Cop de Taat (ambil alih kekuasaan) tanpa ada peperangan. Pada tahun 1784 M, Sultan Yahya mangkat karena terjatuh sakit karena mengalami stress akan sikap yang dilakukan adik sepupunya itu, dan dimakamkan di kampung Che Lijah Dungun dengan gelar Marhum Mangkat di
Dungun.74
Pada dinasti ketujuh ini pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Udo (Syarif
Ali) yang telah mengambil alih kekuasaan Cup de Taat dari tangan Sultan Yahya dan pusat kerajaan kembali dipindahkan ke seberang Kota Mempura tepatnya dipinggiran Sungai Siak. Pada periode ketujuhlah terjadi perubahan nama dari
74 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 109-120.
62
Kesultanan Siak menjadi Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun maksud dari
Sultan Assaidis Syarif Ali dalam merubah nama Kesultanan Siak menjadi
Kesultanan Siak Sri Indrapura berdasarkan asal dari kata Siak Sri Indrapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota raja yg taat beragama, dalam bahasa
Sanskerta, sri berarti “bercahaya” dan indera atau indra dapat bermakna raja dan pura dapat dimaknai “kota” atau “kerajaan”. Kemudian Sultan Assaidis Syarif Ali mendirikan istana di Koto Tinggi dan memperkuat pasukan perangnya untuk mempersatukan raja-raja Melayu yang berada di Pantai Timur Sumatera.Selama pemerintahannya, Sultan Syarif Ali berhasil menyatukan duabelas Kesultanan
Melayu sekitar Pesisir Pantai Timur Sumatera. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan jajahan duabelas yaitu : Kota Pinang, Asahan, Kualuh, Bilah Panai, Deli,
Langkat, Badagai Batu Bara, Serdang, Temiang, Sambas, dan Pelalawan.75
Kemudian Sultan Syarif Ali mengadakan bentuk kerjasama dalam bidang perdagangan tanpa bergabung dengan musuh-musuh Belanda, sehingga langkah ini membuat Sultan Syarif Ali dalam menyatukan raja-raja Melayu, Kesultanan
Siak terbebas dari gangguan pemerintahan Belanda. Persahabatan perdagangan ini berupa siasat agar kolonial Belanda tidak semena-mena terhadap sultan-sultan
Melayu.Pada tahun 1810, Sultan Syarif Ali mangkat dan diberi gelar Marhum
Kota Tinggi, atas mangkatnya Sultan Syarif Ali maka barang tentu diadakan upacara kebesaran adat raja-raja di Koto Tinggi.76
Roda pemerintahan selanjutnya oleh Syarif Ibrahim sebagai Sultan Siak ke-
VIII dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-
75O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 114-116. 76O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 120.
63
1815 M). Pada saat Sultan Syarif Ibrahim menjalani pemerintahannya kurang maksimal dikarenakan kesehatan beliau yang kurang baik, sehingga Sultan Syarif
Ibrahim dibantu oleh seorang panglima besar yang bernama Tengku Muhammad bin Sayid Ahmad. Sultan Syarif Ibrahim semasa menjabat sebagai Sultan Siak ke-
VIII telah mendirikan Istana di Kuala Mempura Kecil.77 Istana ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan Sultan Syarif Ibrahim dan sebagai pusat aktifitas pemerintahannya. Kemudian Sultan Syarif Ibrahim mangkat di Sungai Mempura
Kecil, dan dimakamkan di komplek pemakaman yang berada di Koto Tinggi Siak
Sri Indrapura yang berdekatan dengan makam ayahnya Sultan Syarif Ali (Sultan
Siak ke-VII) dan diberi gelar Marhum Mempura Kecil.
Dewan Kerajaan memiliki wewenang untuk mempertimbangkan, menilai dan menentukan siapa dari calon sultan yang akan memimpin di Kesultanan Siak
Sri Indrapura. Dewan Kerajaan mengadakan musyawarah untuk menentukanmasa depan kerajaan di bawah pemimpin selanjutnya, tentunya dengan pedoman yang telah ditetapkan dalam undang-undang kerajaan untuk menentukan penerus tahta selanjutnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam menentukan siapa bakal calon penerus tahta pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pasca wafatnya
Sultan Syarif Ali. Berdasarkan pertimbangan dan penilaian dimata Dewan
Kerajaan dengan nilai kecerdasan, tingkah laku, kemampuan, kelembutan sikap
(beradab) dan memiliki sifat problem soulving (cepat tanggap) dalam suatu masalah, maka Dewan Kerajaan memutuskan dan menetapkan Tengku Sayid
Ismail. Beliau adalah seorang putera dari Sayid Muhammad bin Sayid Ahmad yang merupakan adik dari Sultan Siak ke-VII (Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul
77O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 123-124.
64
Jalil Syaifuddin). Tengku Sayid Ismail dinobatkan oleh Dewan Kerajaan sebagai
Sultan ke-IX dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Saifuddin
(1815-1864 M).
Pada tahun 1864, Sultan Syarif Ismail menghebus nafas terakhirnya di
Koto Tinggi dengan gelar Marhum Indrapura. Setelah turun tahta Sultan Syarif
Ismail maka Dewan Kerajaan kembali mengambil sikap untuk menggantikan posisi Sultan Syarif Ismail sebagai penerus dinasti kerajaan, Dewan Kerajaan memilih Tengku Syarif Kesuma bin Sayid Muhammad merupakan sosok yang layak, karena selama masa pemerintahan Sultan Syarif Ismail menjadi panglima perang yang hebat, gagah, dan tegas.
Sultan Syarif Ismail yang dinobatkan dengan gelar Sultan Assaidis Syarif
Kasim I (1864-1889 M). Pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Kasim I, kolonial Belanda selalu mencari peluang agar dapat menapakkan pengaruhnya dan menggendelikan sistem pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Bentuk usaha Belanda ini terlihat ketika akan mengadakan beberapa perjanjian dari awal pemerintahan hingga akhir di pemerintahan Kesultanan Sia Sri Indrapura.
Adapun wujud perjanjian yang telah dilakukan oleh pihak kolonial Belanda diantaranya, Perjanjian yang terjadi pada tanggal 1 Desember 1857 M, 1 Februari
1858 M, 26 Juli 1873 M, 25 Oktober 1891 M, inti dari perjanjian tersebut pihak pemerintahan Hindia-Belanda mengintimidasi Sultan agar daerah taklukkannya berada di bawah kedaulatan Belanda.78 Dampak dengan adanya perjanjian yang telah disepakti antara Belanda dengan Kesultanan Siak Sri Indrapura tersebut
78 Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perjanjian Antara Kesultanan Riau Dengan Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda1784-1909, 1970, hal. 90-221.
65 menjadikan sultan kehilangan kekuatannya, namun Sultan Assaidis Syarif Kasim I berinisiatif untuk segera mengadakan pertemuan dengan Dewan Kerajaan Datuk
Empat Suku dan membuat terobosan dari sektor ekonomi kerajaan, infrastruktur dengan merenovasi Istana Kerajaan yang sebelumnya telah didirikan oleh Sultan
Syarif Ismail.
Sultan Assiadis Syarif Kasim I kembali memfokuskan untuk membuat sebuahmahkota kerajaan79 simbol kejayaan dan kedaulatan yang berbahan dasar emas yang dilengkapi dengan intan berlian kurang lebih 600 butir dan permata zambrud, nilam dan delima.80
Dewasa ini The crown of Siak Sultanate Sri Indrapura aslinya terdapat di
Museum Gajah (Nasional) tepat di muka Monumen Nasional (Monas) dan replikanya di Istana Asserayah Hasyimiyah.81
Pada masa pemerintahannya juga Sultan Assyaidis Syarif Kasim I Abdul
Jalil Syaifuddin mendirikan tempat yang berfungsi sebagai tempat persidangan perkara (pengadilan negeri) yang bernama Balai Rung Sari. Sultan Assaidis Syarif
Kasim I juga fokus memperbaiki bidang perekonomian dengan meningkatkan perdagangan impor dan ekspor, selanjutnya Sultan Assaidis Syarif Kasim I memajukan dibidang pertanian, dengan mengajak rakyatnya untuk bertaniatau berkebun, seperti membuat kebun karet, kebun lada, kebun merica dan lain-lain.
Pada akhirnya Sultan Assaidis Syarif Kasim I berhasil menjadikan Kesultanan
Siak Sri Indrapura sebagai kerajaan yang mandiri. Meskipun berada di bawah
79 Lihat Lampiran Gambar Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura. 80 Wawancara Pribadi dengan Pengelola Museum, pada saat Kunjungan ke Museum Nasional, Jakarta, pada tanggal 22 April 2014. 81 Adila Suwarmo dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung, hal. 113.
66 pengaruh kolonial Belanda, Sultan Assaidis Syarif Kasim I mampu menjalani pemerintahan selama dua puluh lima tahun. Tepat pada tahun 1889 baginda Sultan
Assaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin wafat, dengan gelar Marhum
Mahkota, dan dikebumikan di Koto Tinggi Siak Sri Indrapura.82
Generasi selanjutnya dilanjutkan oleh seorang putera dari Sultan Syarif
Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dari istri yang keduanya bernama Tengku Dalam
(Tengku Long Jiwa) yang memiliki dua orang anak laki-laki, anak pertamanya
Tengku Sulung (Sayid Alwi) dan yang kedua Tengku Ngah (Sayid Hasyim). Pada saat ayahnya yakni Sultan Syarif Kasim I menjadi sultan, beliau menjadikan anaknya yang kedua bernama Tengku Ngah (Sayid Hasyim) dari rahim isterinya yang kedua sebagai panglima perang yang mampu menguasai Selat Melaka dan bersikap bijaksana terhadap pedagang yang datang ke Siak baik dari China, India,
Belanda bahkan Inggris. Berdasarkan dengan beberapa prestasi Syarif Hasyim selama menjadi panglima perang maka Dewan Kerajaan Datuk Empat Suku dan mendapat dukungan dari pihak Pemerintahan Belanda di Batavia tertarik dan memilih Tengku Ngah (Sayid Hasyim) sebagai penerus dari ayahnya.
Tepat pada tanggal 21 Oktober 1889 M, Syarif Hasyim dilantik sebagai
Sultan Siak ke-XI dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil
Syaifuddin (1889-1908 M). Pada saat pemerintahan inilah sultan bertekad untuk mensejahterakan rakyat-rakyatnya dengan memfokuskan di sektor perdagangan dan perekonomian. Sultan Assadis Syarif Hasyim menyerukan kepada rakyatnya
82 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, 2007, cet. I Yayasan Pusaka Riau, hal. 64. Lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 133- 139.
67 agar senantiasa bersinergi dalam membantuprogram sultan dalam memajukan perekonomian kerajaan dan perekonomian.83
Selain dariprogram sultan yang telah dipaparkan diatas, Sultan Syarif juga memperbaiki infrastruktur dipemerintahannya dan pada tahun 1889 M, Sultan
Syarif Hasyim mendirikan istana yang dikhususkan untuk isterinya Tengku
Embung. Istana yang dimaksud bernama Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim.
Kemudian mendirikan balai yang bernama Balai Kerapatan Tinggi sebagai ruang kerja Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dan jajaran pemerintahanya untuk bermusyawarah dalam menentukan kebijakan-kebijakan, berfungsi juga untuk penobatan sultan serta tempat pelaksanaan persidangan adat baik kasus- kasus adat ataupun mahkamah syari'ah yang langsung dipimpin oleh sultan.
Sultan Syairf Hasyim juga memperindah Istana Asserayah Hasyimiyah, sultan menunjuk seorang arsitek dari Perancis dan para pekerja orang-orang
Tionghua di Singapura dan komponen material dari Jerman dan selesai pada tahun
1899 M. Dalam menjalani pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim dibantu oleh beberapa menteri kerajaan dan datuk yang diberi kekuasaan untuk memimpin daerah masing-masing. Adapun nama-nama yang dimaksud adalah:
. Datuk M. Tahir Sri Pakerma Raja, Kepala Suku Tanah Datar.
. Datuk M. Saleh Sri Berjuangsah, Kepala Suku Lima Puluh.
. Datuk H. Mustafa Amar Pahlawan, Datuk. Maharaja Sri Wangsa,
Kepala Suku Kampar.
. Datuk Sentol Sri Dewa Raja, Kepala Suku Pesisir.
83 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, 1976, Pekanbaru, hal. 348.
68
. Datuk Mohd. Syekh gelar Datuk. Raja Lela Pahlawan, Kepala Suku
Hamba Raja Dalam, Jaksa Kerapatan Tinggi.
Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura terbagi 10 Provinsi yang di kepalai oleh seorang Hakim Polisi, adapun 10 Provinsi tersebut :
Provinsi Negeri Tebing Tinggi, dikepalai oleh Temenggung Muda.
Provinsi Negeri Siak Sri Indrapura, dikepali oleh Tengku Besar.
Provinsi Negeri Merbau, dikepalai oleh Orang Kaya Setia Raja.
Provinsi Negeri Bukit Batu, dikepalai oleh Datuk Laksamana.
Provinsi Negeri Bangko, dikepalai oleh Datuk Dewa Pahlawan.
Provinsi Negeri Tanah Putih, dikepalai oleh Datuk Setia Maharaja.
Provinsi Negeri Kubu, dikepalai oleh Datuk Jaya Perkasa.
Provinsi Negeri Pekanbaru, di kepalai oleh Datuk Syahbandar.
Provinsi Negeri Tapung Kiri, di kepalai oleh Syarif Bendahara.
Provinsi Negeri Tapung Kanan, di kepalai oleh Datuk Bendahara.
Di bentuk juga dua Komisaris Jajahan yakni :
o Tengku Mansyur Putera Mangkubumi Sayid Ahmad (Sayid Hasan)
gelar Tengku Pangeran Waira Negara (commissaris zhbenedin
strom). Menguasai daerah jajahan sebelah Barat Laut.
o Tengku Cik gelar Tengku Pangeran Waira Kesuma (Tengku Kecil
Besar Sayid Mahdar) atau dikenal dengan commissaris zhboupen
strom yang menguasai daerah jajahan sebelah hulu.84
84 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 348. Lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 149.
69
Selanjutnya Sultan Syarif Hasyim mendirikan sebuah percetakan untuk memenuhi kebutuhan kerajaan yang terkait administrasi pemerintahan kerajaan, pada masa Sultan Assaidis Syarif Hasyim ini tejadi kodifikasi di pemerintahan.
Adapun yang dimaksud dengan menyusun undang-undang pemerintahan sejak 1898-1916 M, dinamakan kodifikasi Baabul Qawa'id dan lebih dikenal dengan sebutan Baabul al-Qawaid85 yang bermakna pintu segala pegangan.86
Baabul Qawa'id berupa perubahan dan tambahan tentang peraturan- peraturan pemerintahan sebelum masa Sultan Assaidis Syairf Hasyim, sebagai pedoman kerajaan, dan juga berisi struktur pemerintahan semasa Sultan Assaidis
Syarif Hasyim berkuasa. Segala peraturan yang telah disusun itu berdasarkan kontrak politik dengan Belanda yang telah disepakati dan disahkan pada tanggal 1
Desember 1898 M. Menyadari akan kemajuan dan prestasi Sultan Syarif Hayim
85Baabul al Qowa'id ditulis pada periode ketika Kesultanan Siak Sri Indrapura dipimpin oleh sultan yang berketurunan bangsa Arab. Baabul al Qowa'id ini terdiri 22 bab yang dibagi dari 154 pasal. Adapun bab yang pertama mengenai Batas-batas propinsi yang terdiri 10 pasal. Bab yang kedua mengenai Gelar yang berkuasa di Kerapatan Tinggi (Balai Rung Sari), terdiri 10 Pasal. Bab ketiga mengenai perkara yang akan disidang dihadapan Keraparan Tinggi, terdiri dari 9 pasal. Bab yang keempat mengenai perkara yang akan dihadapan Hakim Polisi, terdiri dari 5 pasal. Bab kelima mengenai perkara yang akan dihadapan Hakim Polisi di daerah jajahan, terdiri 7 pasal. Bab keenam mengenai menentukan musyawarah antara Hakim Polisi, terdiri dari 13 pasal. Bab ketujuh mengenai nama Kepala Suku dan suku yang dipegangnya, terdiri dari 18 pasal. Bab kedelapan mengenai kuasa Kepala Suku dalam menyelesaikan perkara, terdiri dari 4 nomor. Bab kesembilan mengenai kuasa Bendahara. Bab kesepuluh mengenai kuasa Qodhi, terdiri atas 13 pasal. Bab kesebelas mengenai kuasa Imam pada 9 provinsi, terdiri 9 pasal. Bab keduabelas mengenai kuasa Kepala Imam jajahan, terdiri 6 pasal. Bab ketigabelas mengenai Ketinggian Sultan atas Hakim Polisi dan Kepala Suku, terdiri atas 4 pasal. Bab keempatbelas mengenai tugas Hakim Polisi Kerajaan dan Propinsi Jajahan, terdiri atas 3 pasal. Bab kelimabelas mengenai Kewajiban Pangeran-pangeran, terdiri atas 3 pasal. Bab keenambelas mengenai Pekerjaan Jaksa, terdiri atas 5 pasal. Bab ketujuhbelas mengenai Pekerjaan Tambahan Beduanda Perkasa, terdiri atas 5 pasal. Bab kedelapanbelas mengenai Kuasa Penghulu Balai, terdiri dari 8 pasal. Bab kesembilanbelas mengenai Aturan Jual-Beli, terdiri dari 4 pasal. Bab keduapuluh mengenai Nama-nama Suku, tidak ada pasal. Bab keduapuluh satu mengenai Aturan Kepala-kepala mengenai apabila mendapat perintah dari Sultan, terdiri 14 pasal. Bab keduapuluh dua mengenai bahagian-bahagian denda dan sapu meja yang dapat dari tempat keadilan yang dilakukan oleh Kerapatan Tinggi dan Hakim Polisi Negeri Siak dan Hakim Polisi Jajahan, terdiri dari 6 pasal. Pada bagian akhir terdapat penutup dengan beberapa cap, diantaranya Cap Sultan Siak Sri Indrapura, Cap Residen Vasthust Sumatera, Cap Datuk Laksemana, Cap Datuk Kampar, Cap Datuk Pesisir, Cap Datuk Lima Puluh, dan Cap Datuk Tanah Datar. (O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.2, Lembaga Adat Melayu Kab. Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011, hal. 148..). 86 Amir Luthfi, 1983, hal. 25-26.
70 selama menjabat sebagai pemimpin kerajaan maka Sultan Syarif Hasyim segera memikirkan masa depan kerajaan ketikabeliau wafat, maka Sultan Syarif Hasyim menentukan balon (bakal calon) untuk menggantikan dirinya nanti.87
Masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Indrapura terjadi pada pemerintahan
Sultan Assaidis Syarif Hasyim, namun kejayaan ini terlalu singkat, meskipun singkat telah terasa perubahan yang signifikan. Pada 1908 M, Sultan Assaidis
Syarif Hasyim bersama beberapa orang besar kerajaan untuk melakukan perjalanan ke Negeri Singapura dengan maksud untuk mencari pengalaman dan memperdalam hubungan dibidang ekonomi khususnya sektor perdangangan dengan para pengusaha asing diantaranya dari Belanda, Inggris, dan Cina. Namun dalam perjalanan itu, tepatnya pada tanggal 2 April 1908 M, Sultan Assaidis
Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di Singapura dan dimakamkan di
Kota Tinggi Siak Sri Indrapura dengan gelar Marhum Baginda.88
Roda pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Sulung Sayid Kasim adalah anak dari Sultan Siak ke-XI yakni Sultan Assaidis Sayid Hasyim Abdul Jalil
Syaifuddin dan ibunda tercinta yang bernama Tengku Yuk Syarifah Aminah binti
Tengku Musa Sayid Said, Tengku Yuk ini merupakan permaisuri dan istri kedua
Sultan Sayid Hasyim sedangakan istri pertamanya bernama Encik Rafi'ah binti
Datuk (perempuan bukan dari ketururan bangsawan) Muhammad Saleh (seorang
Datuk Orang Besar Kerajaan Siak) dan melahirkan seorang anak lelaki yang bernama Tengku Long Putih Sayid Muhammad, adapun saudara dari Tengku
Sulung ini mengahabiskan waktunya di Singgapura kerena memiliki kesibukan di
87O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 152. 88O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 150-151.
71 sektor perdagangan.89 Latar belakang pendidikan seorang Tengku Sulung Sayid
Kasim banyak mempelajari ilmu agama Islam di Siak, hingga pada tahun 1904 M,
Tengku Sayid Kasim beranjak ke Batavia untuk mendalami pendidikannya yang dibimbing oleh seorang ulama besar dari keturunan Arab yang bernama Sayid
Husein al-Aidit. Tengku Sulung Sayid Kasim sangat gemar belajar tentang ilmu hukum dan ketatanegaraan, maka dipilihnya seorang guru yang bernama Snouck
Hurgronje yang berasal dari Belanda. Sikap ini dilakukan oleh pihak Belanda, agar Tengku Sulung dapat diperalat dan dijadikan kaki tangan pemerintahan
Belanda, akan tetapi maksud tersebut tidak dapat menjadi kenyataan.90
Pada tahun 1908 M, ayah dari Tengku Sulung Sayid Kasim menghembus nafas terakhir, kemudian roda pemerintahan diserahkan kepada anaknya yakni
Tengku Sayid Kasim yang masih belia. Tengku Sulung Sayid Kasim lebih fokus untuk menuntut ilmu di Batavia, maka untuk sementara waktu pemerintahan dipimpin oleh regent (wakil sultan) yang terdiri dari dua regent sebagai menteri
Datuk Sri Bejuang Syah (Datuk Lima Puluh) dan Tengku Besar Sayid Sagaf sebagai Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan tinggat propinsi (sepupu dari
Tengku Sayid Kasim) di Propinsi Siak Sri Indrapura.91 Pada tahun1912 M,
Tengku Sulung Sayid Kasim menikahi Tengku Syarifah Latifah (Tengku Bih) dan medapatkan gelar Tengku Agung.92 Tengku Agung adalah seorang puteri dari
Tengku Embung Djaya Setia dari Langkat. Singkat kisah, Tengku Sulung Sayid
Kasim beranjak dewasa berusia 23 tahun, yang telah digadang-gadangkan untuk
89O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 154-155. 90 Tenas Effendy dan Nahar Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1972, Pekanbaru: BPKD Riau, hal. 44-47. 91Mukhtar Lutfi, Sejarah Riau,hal. 348. 92Lihat Lampiran Gambar Pernikahan Sultan Syarif Kasim II dengan Syarifah Latifah binti Tengku Embong gelar Tengku Agung.
72 menjadi sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Tengku Sulung Sayid Kasim dinobatkan pada tanggal 3 Maret 1915 M, sebagai Sultan Siak ke-XII dengan gelar Sultan Sayid Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin dan istrinya diberi gelar Tengku Agung. Pasca menjadi pemimpin Sultan Syarif Kasim II sangatlah paham akan statusnya sebagai sultan hanya menjabat sebagai khalifatullah atau jabatan sultan sebagai bayangan Allah SWT dipermukaan bumi ini.93 Sultan
Assaidis Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin sosok yang sangat kental nilai-nilai ke-Islamannya.94 Dalam menjalani roda pemerintahan Sultan Assaidis
Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin awalnya masih sama seperti masa pemerintahan ayahnya tercinta, namun perlahan mengalami perubahan sedikit pada struktur dan tugas-tugasnya dari yang telah ditentukan di dalam Baabul
Qawa'id.
Berikut struktur pemerintahan yang baru pada era Sultan Assaidis Syarif
Kasim Abdul Jalil Syaifuddin.95
SULTAN*
DEWAN KERAJAAN* HAKIM POLISI*
HAKIM KERAPATAN TINGGI* -Ketua Sultan HAKIM SYARI'AH* Anggota : -Datuk Empat Suku -Qhadi Negeri HAKIM KEPALA SUKU* -Controleur Siak Sri Indrapura Kepala Suku (Hinduk) (perwakilan dari Gubernur Belanda).
93Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915- 1945, hal. 266. 94O.K Nizami Jamil, Dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 156. 95Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915- 1945, hal.28.
73
Keterangan:
* Sultan adalah pucuk pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura.
* Dewan Kerajaan sebagai asisten Sultan dalam menjalankan tugasnya untuk
membuat undang-undang dan peraturan.
* Hakim Kerapatan Tinggi mempunyai tugas penting dalam menyelesaikan
perkara-perkara kerajaan atau rakyat di daerah kedaultan Kesultanan Siak
Sri Indrapura. Badan pengadilan umum ini memiliki susunan pengurus;
Hakim Kerapatan Tinggi ini langsung diketuai oleh Sultan, dan anggota
terdiri dari para Datuk Kerajaan dan para pembesar kerajaan, seperti Datuk
Empat Suku, Qhadi Negeri, dan Controleur Siak sebagai perwakilan dari
Gubernur Belanda yang selalu dihadirkan setiap persidangan.
* Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan di dalam pemerintahan namun di
tingkatan provinsi, secara fungsi Hakim Polisi ini sebagai wakil Sultan.
Hakim Polisi ini berjumlah yang sama pada era Sultan Assaidis Syarif
Hasyim yang terbagai dari 10 provinsi namun pada era Sultan Assaidis
Syarif Kasim memilik perbedaan terletak pada Provinsi Tanah Putih di
tiadakan dan perbedaan itu tidak terlalu signifikan, adapun yang dimaksud
sebagai berikut :
- Provinsi Siak bergelar Tengku Besar. - Provinsi Tebing Tinggi bergelar Tengku Temenggung Muar Muda. - Provinsi Merbau bergelar Orang Kaya Setia Indra. - Provinsi Bukit Batu bergelar Datuk Laksemana Setiadiraja. - Provinsi Bangko bergelar Datuk Dewa Pahlawan. - Provinsi Kubu bergelar Datuk Jaya Perkasa. - Provinsi Pekanbaru bergelar Datuk Syahbandar.
74
- Provinsi Tapung Kiri bergelar Syarif Bendahara. - Provinsi Tapung Kanan bergelar Datuk Bendahara. - Komisaris Negara terdiri II (dua) : Pangeran Wira Negara dan Pangeran Wira Kesuma. * Hakim Syari'ah badan ini terbentuk karena di Kesultanan Siak Sri Indrapura
mempunyai 10 provinsi maka harus di posisikan seorang Hakim Syari'ah.
Hakim Syari'ah yang berkedudukan di Negeri Siak Sri Indrapura bergelar
Qadhi yang tugasnya mengenai permasalahan sosial seperti, harta pusaka-
hak waris dan masalah hukum adat dan agama. Hakim Syari'ah di provinsi
lainnya bergelar Imam Jajahan. Meskipun terbagi seperti itu namun
keduanya saling bersinergi dalam menjalankan tugas.
* Hakim Kepala Suku, badan pemerintahan ini menurut hirarki kekuasaan di
Kesultanan Siak Sri Indrapura berada paling bawah posisinya di struktur.
Hakim Kepala Suku (Hinduk) ini berjumalah 211 Suku (Hinduk) dari 10
provinsi. Tugas utamanya adalah melaksanakan tugas-tugas pemerintahan,
mengurusi dan mengatur kehidupan masyarakat dari sisi agama, budaya,
adat istiadat yang taat kepada keputusan kerajaan dan perintah Sultan.
Secara struktural Hakim Kepala Suku ini harus patuh kepada Hakim Polisi
karena sebagai wakil sultan di setiap provinsinya.
Setelah membentuk sistem pemerintahan dengan sangat baik, kemudian
Sultan Assadis Syarif Kasim juga memfokuskan dibidang pendidikan. Untuk tahap awal Sultan Assaidis Syarif Kasim membentuk beberapa sarana pendidikan baik yang formal, informal dan nonformal. Dalam pengembangan pendidikan di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Berikut bidang pendidikan formal yang telah berdiri di Siak sejak masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim
75 yang bernama Volkschool (sekolah tingkat dasar dengan masa pendidikan tiga tahun dengan materi pembelajaran diantaranya, membaca, menulis dan berhitung).96 Sekolah ini merupakan tempat pendidikan formal satu-satunya, kemudian Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin bertekad untuk terus mendirikan sarana pendidikan agar rakyat-rakyatnya tidak asing terhadap dunia pendidikan. Sarana pendidikan formal yang didirikan oleh Sultan Assaidis
Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin yaitu HIS (Hollandsh Inlandsche School).97
Pada tahun 1917 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jali Syaifuddin juga mendirikan sebuah sekolah yang kental dengan unsur Islam yang bernama
Madrasah Taufiqiyyah al Hasyimiyyah sekolah ini pada dasarnya setingkat dengan Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyyah (SMP) dan Aliyah (SMA). Dalam kegiatan belajar dan mengajar disekolah ini berjalan pada sora hari yang didalamnya diajarkan pengetahuan agama Islam dan nilai-nilai ke-Islaman. Bagi sang Sultan agar anak-anak di sekolah Volkschool dan HIS dapat belajar pagi hari dengan mendapatkan pengetahuan umum kemudian dilanjutkan sora harinya belajar tentang pengetahuan agama Islam. Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil
Syaifuddin juga tidak melupakan kaum perempuan, karena Sultan ingin menjadikan kaum perempuannya menjadi kaum yang berintelektual tinggi.
Adapun sekolah yang dimaksud adalah Latifah School yang berasal dari nama
96 Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Jakarta : Balai Pustaka, cet ke-V, 1984, hal. 122. 97 Pengertian HIS (Hollandsch Indlandsche School) adalah sebuah tempat pendidikan formal pada kurikulimnya di sekolah ini kental dengan pengaruh Belanda, karena sekolah ini bahasa pengantarnya dengan berhasa Belanda dan sebagain besar pengajarnya dari orang-orang Belanda. Sekolah ini juga berada di lingkungan militer Belanda, tujuan dari semua ini tentunya bangsa Belanda tidak ingin memberlakukan sistem pendidikan yang menjurus nasional. Tidak semua orang bisa belajar di sekolah ini, hanya anak-anak golongan bangsawan dan para pegawai pemerintahan Belanda yang memiliki gaji f. 100,00 saja yang berhak duduk di sekolah ini. (Tenas Effendi, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, 1973, hal. 51).
76 permaisyuri tercintanya yang telah wafat bernama Tengku Syarifah Latifah.
Sekolah ini didirikan pada tahun 1926 M, dan setara dengan Volkschool. Pada tahun 1929 M, juga didirikan sekolah khusus kaum perempuan dengan materi belajar yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam.
Sekolah ini bernama Madrasah an-Nisa, dan guru-gurunya berasal dari
Sumatera Barat, ada juga yang berasal dari Universiatas al Azhar, Kairo.98 Semua sikap yang dilakukan oleh sultan semata demi menjadikan rakyat-rakyatnya lebih baik dan kaya akan ilmu pengetahuan meskipun kita miskin harta karena berada di bawah tekanan penjajah, namun merdeka dalam pengetahuan. Menurut Sultan
Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin pendidikan unsur terpenting menuju perkembangan dalam kehidupan yang nantinya akan terbentuk jiwa nasionalisme dan patriot nasionalis yang kental dengan unsur Islam.
Pada tahun 1964 M, kondisi kesehatan Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul
Jalil Syaifuddin menurun dan sempatdilarikan ke rumah sakit Cartex Rumbai di
Pekanbaru. Namun apa daya pada tahun 1967 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin mulai melemah dan kurus karena sakit, dan akhirnya pada
23 April 1968, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di rumah sakit Caltex Rumbai Pekanbaru.
98 Asmuni Marleilly, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial di Daerah Riau Pada Awal Abad XX, Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah, hal. 70-85. Lihat Juga Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, 1976, Pekanbaru, hal. 348-349.
77
B. Pengaruh Agama Islam
Kebudayaan Melayu yang telah diterima dikalangan masyarakat Melayu dan menjadi tumbuh atau berkembang dengan kekuatan agama Islam yang telah merobohkan kerajaan-kerajaan yang bernaung di bawah agama Hindu-Budha dan dapat mengusai perdagangan internasional. Jauh sebelum hadirnya Islam di tanah
Melayu, khususnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura, keberadaan Islam yang mulai memasuki tanah Melayu yang dihadapkan langsung dengan tata nilai orang- orang Melayu. Tata nilai orang-orang Melayu yang dimaksud adalah mengenai kepercayaan nenek moyang yang sangat kental yakni, Animisme dan Dinamisme.
Kedua pemahaman ini merupakan tantangan suatu agama dengan adat dan tradisi orang-orang Melayu yang sudah berkembang. Setelah hadirnya agama Islam di masyarakat Melayu, khususnya di Siak memulai lembaran baru dengan didasari rasionalisme dan intelektualisme untuk merekonstruksi pandangan masyarakat dari pemahaman lama (nenek moyang) menuju pemahaman baru, tentunya yang bernafaskan Islam. Mengenai perkembangan agama Islam dapat terlihat pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin (1784-
1810M), meskipun tidak ada legalitas secara tertulis yang menyatakan bahwa
Islam dijadikan sebagai agama resmi di Siak. Hal ini bisa terjadi kerena
KesultananSiak Sri Indrapuraberada di bawah kekuasaan Kesultanan Johor yang lebih awal memeluk agama Islam, berbagai pengaruhnya terlihat pada Kesultanan
Siak Sri Indrapura, dan secara otomatis perlahan menerapkan ajaran-ajaran sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu agama Islam terus berkembang di Siak.
Terlebih pada 1784, tepatnya pada masa Sultan Siak ke-VII, yakni Sultan
Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin dimana beliau adalah keturunan Arab,
78 sejak itulah sultan-sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura diberi gelar Assaidis
Syarif yang merupakan tanda yang kental yang menyatakan dari keturunan
Arabyang hadir di tengah-tengah pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura yakni Syarif Usman Syahabuddin, beliau adalah seorang Panglima Perang ketika masa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah pada 1766-1780 M.Pada periode ini terjadi suatu keunikan, dari keunikan tersebut adalah, dari duabelas sultan yang pernah berkuasa di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, pada tahun 1723-
1784 M, tepatnya pada masa Sultan Siak ke-I sampai Sultan Siak ke-VII berasal dari keturunan orang Melayu-Johor dan dari Sultan Siak VII hingga Sultan Siak
XII adalah keturanan yang berasal dari Arab yang memiliki gelar Sayid dan
Syarif.99
Bukti lain yang menunjukkan besarnya pengaruh Islam tercermin dalam permasalahan yang terjadi di pemerintahan harus di selesaikan berdasarkan syariat
Islam, seperti masalah pernikahan, talak, rujuk, warisan dan hal-hal lainnya. Pada sistem pemerintahan juga sangat kental akan pengaruh agama Islam, seperti dalam menjalankan pemerintahan sang sultan dibantu oleh pegawainya yang terdiri dari
99Sayid dan Syarif adalah gelar kebangsaan dari keturunan sultan-sultan Siak di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun sebenarnya gelar Sayid berasal dari Hadramaut dan gelar Syarif berasal dari keturunan Saidina Husen. Gelar ini mulai ada di Siak sejak berkuasanya Sultan Siak VII yang berasal dari keturanan Arab. Gelar kebangsaan ini sangat besar pengaruhnya dalam perkawinan, cara berbicara, berpakaian dan lain-lain. Terutama perkawinan dapat menentukan gelar kebangsaannya. Dalam gelar kebangsaan terdapat lima golongan, yaitu : Golongan Tengku Sayid (Sultan), Sayid, atau Syarif, dan Syarifah (galar untuk perempuan). Syarifah hanya boleh kawin dengan golongan yang sederajat dengannya, sedangkan Tengku atau Sayid boleh nikah dengan siapa saja. Golongan Tengku Sayid dengan rakyat biasa, maka anaknya bergelar Tengku, Wan (keturunan Temenggung, Bendahara, hasil dari perkawinan sayid atau syarif dengan rakyat biasa). Golongan Datuk (gelar yang pemberian sultan, dan tidak diturunkan pada anak-anaknya). Golongan Encik (hasil dari perkawinan dari keturunan orang baik-baik dan terhormat dengan keturunan DatukEmpat Suku, dan golongan kedua dengan rakyat biasa). Golongan Rakyat Biasa (perkawinan encik dan rakyat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit. Hal. 108).
79 imam dan khatib, sedangkan untuk tingkat kepenghuluan dan kebatinan dibantu oleh penghulu dan batin dalam bidang keagamaan.
Kemudian agamaIslam berkembang dibidang kesenian dan kebudayaan yang telah ada sebelum masuknya Islamdi Kesultanan Siak Sri Indrapura, seperti adanya tarian zapin, ada juga tapung tawar. Karena keduanya itu tidak dapat dilepaskan dari keseharian masyarakat, maka dari itu Islam bisa diterima dan disambut baik oleh masyarakat Siak. Dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri
Indrapura terdapat faham modernisasi, faham ini mendapat pengaruh dari Wahabi yang berasa dari Makkah yang dibawa oleh golongan salaf, selain itu faham ini dipelopori oleh kaum bangsawan yang ikut sebagai anggota Rusydiah Club (kaum cerdik dan pandai yang membahas dan mempunyai masalah dalam pemerintahan, agama, sastra dan ilmu pengetahuan.
Paham modernisasi (pembaharuan) mulai masuk dari aspek pendidikan, dengan berdirinya beberapa lembaga yang bercorak Islam Modern ataupun madrasah, sepertiMadrasah Taufiqiyah al-Hasyimiyyah yang berdiri dari tahun
1917-1942 M, dan Madrasah Al-Nisa yang berdiri dari tahun 1929-1942 M.
Begitupula adanya ajaran Muhammadiyah yang ajarannya sejalan dengan gerakan padri yang dapat dengan mudah masuk dan diterima masyarakat Siak. Aliran
Muhammadiyah atau sering dikenal gerakan kaum muda, aliran ini berkembang pesat di daerah Bengkalis.
Sultan Syarif Kasim II berupaya untuk menyebarkan agama Islam dengan mengembangkan, serta mengatur masyarakat agar selalu berpedoman pada hukum
Islam, namun tidak merusak hukum adat yang sudah berlaku. Baginya antara
80 hukum adat dan hukum Islam tidak ada pertentangan, bahkan keduanya memiliki peran untuk mengatur masyarakat di Siak.100
Pengaruh Islam juga tampak dari lambang Kesultanan Siak Sri Indrapurayang diberi nama Muhammad Bertangkup.101
Pembahasan mengenai pengaruh Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura, terlihat jugadari aspek sosial-ekonomi yang terjadi dikalangan masyarakat Siak.
Beriring dengan masuknya agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura sejak masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah hingga pada masasultan terakhirAssaidis Syarif Sultan Sayid Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin
1915-1946 M. Pengaruh agama Islam terlihat ketika segala kebijakan yang diberlakukan selama menjalani roda pemerintahan tetap berada dalam koridor nilai-nilai ke-Islaman.
Menurut pandangan penulis hal ini terlihat pada aspek sosial, sejak ajaran
Islam sebagai landasan, maka dari itu sangatlah mempengaruhi segala apapundi dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, diantaranya terdapat pada sisi garis keturunan yang bersifat parental, sistem kekerabatan dalam keluarga yang bersifat atau berhubungan dengan orang tua (ayah-ibu) sebagai pusat kekuasaan, artinya kedudukan serta tanggungjawab ibu dan ayah harus sama terhadap anaknya. Adapun sistem garis keturunan ini berlaku diwilayah Kepulauan Riau,
Bengkalis, Rokan, Pelalawan, Indragiri, Kuantan dan Siak.
100Barzanji adalah beberapa kumpulan doa yang dibacanya mengguanakan irama, yang berisi mengenai puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW dan terdapat riwayat sang Nabi dan para sahabat-sahabatnya. Dan pembacaan Barzanzi ini dilakukan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dan 44 hari keliharan anak adam sambil memberi nama dan akekahan, pada khitanan pada anak laki-laki, dan pada pernikahan di rumah mempelai wanita. (departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Adat Istiadat Daerah Riau, 1977, hal. 100-101 dan 104). 101 Lihat Lampiran gambar lambang Kesultanan Siak
81
Mengenai pengaruh agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura sangat kentaldalam beribadah terdapat kewajiban yang bertempat tinggal di sekitar area masjid, bagi kaum laki-laki maka wajibatasnya untuk melaksanakan shalat Jum'at dan menyejahterakan masjid, bagi masyarakat Melayu, karena hari jum'at adalah hari yang sangat istimewa istilah arabnya "Syaiyidul ayyam" (rajanya hari-hari).
Setiap hari jum'at masyarakat Melayu menyadari bahwa hari ini adalah hari yang sangat singkat untuk bekerja maka haruslah memperbanyak dengan kegiatan ibadah. Apabila terjadi pelanggaran, maka hukuman siap diberikan bagi siapun yang melanggar berupa hukuman keras (mars).102
Pengaruh agama Islam juga terlihat pada pengaturan hak waris yang sesuai dengan ajaran hak waris dalam Islam (faraidh), seperti harta yang diwarisi dari garis keturunan ibu "harta pusaka" tetap berlaki sebagaimana adanya. Pada harta kekayaan bersama selama perkawinan dibagi menurut ajaran Islam, seperti kasus perceraian atau ditinggalkan suami (meninggal dunia) dan semasa perkawinan keduanya telah mendirikan rumah maka hak rumah tersebut teruntuk istri. Dalam hal ini telah disepakati oleh sang sultan dan para Mufti atau Qadhi bahwasanya ketika terdapat pasangan suami istri dan bercerai atau suami yang meninggalkan istri untuk selamanya (meninggal dunia), dan telah memiliki rumah maka rumah tersebut menjadi hak istri sepenuhnya, selain itu harta-harta yang lain dibagikan sesuai dengan ajaran hak waris dalam Islam (faraidh). Adapun poin penting yang harus diperhatikan bahwa dalam melakukan kebijakan diatas ada ketentuan- ketentuan sebelum mengambil keputusan menurut ajaran hak waris dalam Islam
102 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, hal.121- 122, lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siz
82
(faraidh) yaitu, dengan membagi dua harta antara harta suami dan istri, jika harta bersama (gono-gini), namun jika harta tersebut hasil dari kerja sama suami dan istri atau harta bawaan istri maka tidak dibagi dan sepenuhnya bagian istri.
Kebijakan ini disepakati atas pertimbangan Sultan ingin melindungi kaum perempuan agar terhindar dari kaum laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan ingin memainkan perempuan. Sungguh bijaksananya sang sultan yang selalu memperhatikan rakyat-rakyatnya mengenai kebijakan hak waris di Kesultanan
Siak Sri Indrapura. Disamping masalah perkawinan, hal lainnya yang diterangkan secara rinci didalam al-Qur’an adalah masalah kewarisan yang terdapat dalam
Surat an-Nisa : ayat 11-12 dan 176, tetapi sebelumnya, pada ayat ketujuh lebih dahulu dikemukakan satu prinsip pokok dalam pembagian warisan dari harta peninggalan kedua orang tua dan karib kerabat mereka masing-masing, yaitu:
"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan." Pengaruh agama Islam juga dapat terlihat dalam bidang ekonomi yakni
Sultan mewajibkan rakyat dan dirinya untuk tunaikan zakat fitrah atau zakat mal
(harta), seperti orang yang berada di hulu sungai setelah terkumpul zakat fitrahnya maka langsung disalurkan imam, dan dibagian hilir di serahkan kepada khatib, adapun zakat mal (harta) dengan ketentuan bagi para petani padi mengeluarkan zakat mal dari hasil panennya sebesar 10% jika telah mencapai nisab (hitungan) adapun zakat mal berupa emas maka pembayaran zakat nya harus dengan uang.
83
Pengaruh agama Islam juga berfungsi untuk meluruskan kepercayaan ataupun adat istiadat lama yang masih bertentangan dengan ajaran Islam harus diluruskan kembali sesuai pedoman pada al-Qur'an dan Hadist.
Seperti pepatah Melayu yang berbunyi :
Yang bengkok diluruskan Yang sesat dibetulkan Yang menyalah diperbaiki Pada hakikatnya masyarakat Melayu, khususnya selama pemerintahan
Kesultanan Siak Sri Indrapura hingga saat ini, hadirnya agama Islam ditengah- tengah masyarakat Siak sebagai pelita kehidupan dengan ajaran-ajaran yang terkandung dalam ajaran Islam dan berfungsi sebagai tolak ukur dari kepercayaan
(adat istiadat) lama yang terdapat dalam kebudayaan Melayu Siak ke adat istiadat yang sesuai dengan nafas-nafas Islam.103
103 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, hal.118.
84
BAB IV
PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA TERHADAP
KOLONIALISME
A. Awal Mula Kedatangan Kolonialisme
Membahas kolonialisme tentu berkaitan dengan masalah kedatangan bangsa asing dari negara-negara barat (Eropa) ke timur, khususnya Indonesia.
Kedatangan bangsa asing atau orang barat ini tidak lepas juga dari masalah polarisasi antara dua pola kekuatan, tradisi, budayam bahasa antara Barat dan
Timur (Eropa dan Asia). Peristiwa mengenai kedatangan bangsa asing ini juga bisa dikatakan bentrokan, kenapa bisa dikatakan bentrokan karena telah berulang kali terjadi bagaikan mata rantai yang terus menyambung.
Diawali ketika masa kekhalifahan Islam, pada saat itu peradaban Islam dan kekuasaan Islam yang saat itu sangatlah kuat dan besar dari Pantai Utara
Afrika hingga Semenanjung Liberia. Kekuatan dan keuasaan Islam yang kuat dan besar itu daerah barat (Eropa) seperti Spanyol, Portugis, bagian Selatan Benua
Eropa berada di bawah kejayaan Islam. Selama 700 tahun Kekuasaan Islam berkuasa di Eropa Selatan. Pada tahun 1453 M, kekuasaan Islam bertambah besar di bawah kekuasaan Sultan Salim dinasti Turki Osmani yang berhasil melumpuhkan kota Constatinopel dari bangsa Romawi Timur dan terus meluas hingga perbatasan kota Wina (Istambul). Akibat dari peristiwa ini berdampak buruk bagi bangsa Barat karena, kondisi Laut Tengah sebagai akses utama lalu lintas dan aktivitas perdagangan antara Timur dan Barat telah di kuasai orang- orang Islam Turki, sehingga menyulitkan bangsa Barat untuk melakukan aktivitas
85 perdagangan. Setelah berhasil menguasai beberapa daerah, orang-orang barat, kaum nasrani menyingkir ke Eropa Utara.
Para bangsa barat itu berupaya melakukan serangan untuk merobohkan kejayaan Islam, dengan serangan senjata yang dilontarkan kepada kaum Islam oleh orang-orang nasrani yang terus berkelanjutan. Hingga perang Salib terjadi, perlahan kekuatan Islam melemah dan bangsa Portugis dan Spanyol berhasil merebut daerahnya dari tangan kekhalifahan Islam.104
Menyambung pada pembahasan mengenai kedatangan bangsa asing di
Tanah Melayu, khususnya di daerah Siak, bahwasannya terdapat pengaruh besar para kolonialis yang berasal dari Eropa, yakni Portugis, Belanda, Inggris dan
Jepang.
Keempat bangsa asing ini telah menapaktilas di daerah kekuasaan
Kesultanan Melaka (Selat Melaka), Kesultanan Johor (Riau dan Kepulauan Riau), dan Kesultanan Siak Sri Indrapura (Siak). Semua bangsa asing ini mereka memilik hasrat untuk mengeksploitasi Selat Melaka yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Sisi lain Selat Melaka juga sebagai pusat perdagangan dan pusat kekuasaan Islam Nusantara.
1. Kedatangan Bangsa Portugis
Kedatangan bangsa Portugis mulai datang dan masuk di Selat Melaka di bawah komando Admiral Alfonso d'Albourqueque segera menuju Melaka dan melakukan serangan pada tahun 1509-1510 M, namun percobaan itu belum berhasil karena masih kuatnya armada Islam di Selat Melaka. Pada 1511 M,
104 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 178-180.
86 bangsa Portugis berhasil menguasai Melaka.105 Melihat situasi ini Sultan Melaka tidak tinggal diam dengan melawan Portugis yang telah mengacak-acak daerah kekuasaannya. Dengan memindahkan pusat kerajaan ke Bintan, terus sampai ke
Pantai Timur Sumatera seperti Kampar, Mempura dan lainnya. Bangsa Portugis terus menyelusuri daerah sekitar Melaka dan mendesak kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Melaka dengan ancaman agar semua hasil bumi dijual kepadanya.Sultan Mahmud Syah geram melihat kelakuan Portugis, kemudian Sultan memblokade dan mengusir Portugis. Sekian lamanya bangsa
Portugis menguasai Selat Melaka dan sekitarnya, yakni berkisar130 tahun (1511-
1641 M), namun mereka tidak dapat menguasai daerah-daerah Kemaharajaan
Melayu.
2. Kedatangan Bangsa Belanda
Sebelum membahas mengenai kedatangan bangsa Belanda, terlebih dahulu harus mengetahui organisasi yang menaungi Belanda dalam melakukan monopoli perdagangan yakni VOC di Nusantara. Dari semua perserikatan dagang sejak abad ke-XVII dan ke-XVIII, hanya Perserikatan Dagang Hindia Timur (VOC) yang berdiri dan telah terbentuk sejak tahun 1602 M. Perserikatan Dagang Hindia
Timur (VOC) atau Organisasi ini berhasil menyingkirkan kekuatan dari Portugis yang telah menguasai perdagangan di Asia-Eropa, VOC juga memiliki rival yang kuat dari London telah berdiri sejak tahun 1600 M, yakni East India Company
(EIC). EIC ini berhasil menjadi rival yang berat bagi VOC pada akhir abad ke-
XVII, dan berhasil menguasai dibeberapa bidang. Pada tahun 1800 M,organisasi dagang (VOC) tetap menjadi organisasi dagang terbesar diantara perusahaan-
105 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 182.
87 perusahaan dagang yang beroperasi diAsia.106 Kota Batavia menjadi residensi
Hogere Regering (sebutan gubernur jenderal bersama Raad van Indie), dan merupakan pusat administratif dan titik temu dari berbagai jalur pelayaran kompeni.107 Pada 1637 M, Belanda menawarkan perjanjian kepada Kemaharajaan
Melayu, yakni Kesultanan Johor-Riau untuk bergabung dalam satu kekuatan dalam mengusir Portugis dari Melaka, dari gabungan dua kekuatan itulah Belanda dan Kemaharajaan Melayu akhirnya pada tahun 1642 M, bangsa Portugis behasil dilumpuhkan dan diusir dari Melaka.
Setelah keduanya berhasil melumpuhkan Portugis, hubungan keduanya berlanjut hingga kedalam kontrak (perjanjian) dan setelah dirinya pantas berkuasa di Melaka maka terwujud sikap arogansi kolonial Belanda dengan mendirikan benteng-benteng yang dilengkapi dari berbagai jenis senjata.Kolonial Belanda perlahan mengintimidasi beberapa kesultanan yang berada di sekitar Selat Melaka terutama di wilayah Riau dengan membuat beberapa perjanjian dengan sultan- sultan yang nantinya akan berdampak baik bagi Belanda dan berdampak buruk bagi para sultan. Adapun dalam setiap perjanjian yang dibuat dan harus ditaati itu terbagi menjadi dua golongan, pertama perjanjian pendek (Korte Verklaring), dan kedua perjanjian panjang (Lange Contract).108 Perjanjian yang dimaksud terjadi pada tahun 1689 M, yang nantinya merupakan awal dari pengaruh Belanda untuk memonopoli perdagangan di Melaka dan sekitarnya. Pengaruh Belanda tertanam
106 Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East India Company (VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), 2007, Leiden-Boston, hal. 28. J.R. Bruijn, F.S. Gaastra, dan I Schoffer, eds., Dutch Asiatic Shipping in the 17 en 18 Centuries, dan Rijks Geschiedkundige Publicatien, Grote Serie (3 Jilid; Den Haag 1979 dan 1987) khususnya jilid II dan III, hal. 165-176. 107 Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East India Company (VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), Brill, Leiden Boston, 2007, hal. 40. 108 Tim Penulisan Universitas Riau,Sejarah Riau, hal 184.
88 sejak perjanjian yang mengikat yang berada di Riau, perjanjian ini dinamakan
"Tractaat van altoos durende, getrouwe Vriend en Bondgenootschap" teraktat ini terdiri dari 26 pasal, pada bagian pembukaan terdapat pernyataan persahabatan antara Belanda dengan Sultan Mahmud dan berserta raja-raja yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Melaka, dan terdapat pula perjanjian mengenai pihak Belanda yang menginginkan pihak sultan, pegawai, dan rakyatnya untuk melakukan aktifitas perdagangan hanya kepada pihak kompeni dengan harga yang lazim. Tentunya semua yang dilakukan itu semata untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, berdasarkan ambisi tersebut berbagai cara yang diterapkan oleh kolonial Belanda salah satunya dengan menggunakan taktik politik Devide
Et Impera (perpecahan) dengan mengadu domba suatu suku dengan suku lainnya, bangsawan dengan rakyat dan internal kerajaan. Tepat pada 1784 M, Kolonial
Belanda berhasil menguasai perdagangan di Selat Melaka dan sekitarnya, keadaan ini berdampak buruk bagi seluruh kesultanan Melayu yang berada di Riau.109
Berdasarkan sumber yang temaktub pada beberapa literatur, diantaranya dalam buku terbitan Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Riau dengan Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-
1909, sangat terang dikatakan mengenai pengaruh kekuasaan Belanda di daerah kekuasaan kesultanan-kesultanan Islam Melayu ketika berada di bawah tekanan kolonial Belanda dan dikatakan mengenai penguasa Belanda tertinggi di Riau terpusat di Tanjung Pinang.110
109 Tim Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 175. 110 Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Riau dengan Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-1909, pada halaman 171, A-12 Wijziging van de lijst der landen en eilanden behoorende tot het rijk van Riouw, Lingga en
89
3. Kedatangan Bangsa Jepang
Pada tahun 1942 M, bertepatan dengan runtuhnya kekuasaan pemerintahan
Hindia-Belanda yang berpusat di Kalijati, karena menyerahnya Gebernur Jenderal
Hindia Belanda yang bernama Tjandra Van Stakenborg Stachower dan Letnan
Jendral Teer Poorten kepada pasukan perang militer Jepang di bawah pimpinan
Jendral Imamura. Daerah-daerah taklukan yang berada di bawah pemerintahan
Belanda telah resmi diambilalih oleh kekuatan pasukan Jepang. Pada saat itu terjadi perang Asia Timur Raya dan Jepang telah menguasai Tanah Semenanjung
Malaya. Nampak beberapaangkatan militer udara Jepang telahmelintasi di atas daerah Kesultanan Siak Sri Indrapura. Mengenai kedatangan Jepang di Siak Sri
Indrapura bertepatan pada tahun 1942, saat itu sultan sedang berada di Masjid
Syahabuddin sedang mengikuti resepsi acara peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW, kemudian O.K Mohammad Jamil (status beliau sebagai sekretaris pribadi sultan), menghampiri sultan dan menyampaikan kabar mengenai kedatangan pasukan Jepang yang sudah berada di Kampung Benteng tepatnya di Kantoor
Controluer.
Kemudian kolonial Jepang disambut oleh sultan dan rakyat Siak karena bagi mereka tentara Jepang telah membebaskan mereka dari kebiadaban kolonial
Belanda.Mengapa sikap rakyat Siak ini bisa terjadi, dikarenakan kolonial Jepang telah menyebarkan berbagai propaganda dengan pencitraan diseluruh pelosok
Onderhoorigheden, gehecht aan het kontrak dd. 1 December 1857 (Bt 9 Februari 1858 no 3) goed gekeurd bij van 13 Oktober 1864 no 14. Bijl. Hand. St. Generaal 1865/66-117. Kemudian berlanjut pada halaman 181, A-13 Contract met den Sultan van Lingga-Riouw dan Onderch.dd°. 30 September 1868 (Bt. 1 October 1869 No. 5) Hand. Staten Genaar 1870/71-65. Surat perjanjian ini berisi tujuh pasal dan berkesimpulan bahwa pihak Belanda setelah menempatkan pusat kuasanya di Tanjung Pinang agar ditambahkan lagi daerah kekuasaan Gebernur Jenderal Hindia- Belanda.
90 tanah Melayu. Kedatangan kolonial militer Jepang di Siak Sri Indrapura diringi dengan teriakan yang lantang yakni "banzai". Sesungguhnya kedatangan kolonial
Jepang sangat dipenuhi segala tipu muslihat dengan berpura-pura bersikap simpatik, baik dan ramah kepada sultan, pegawai, dan rakyat Kesultanan Siak Sri
Indrapura sehingga mendapatkan respon positif dari rakyat dan pihak Kesultanan
Siak Sri Indrapura.111
Semua sikap ini merupakan strategi licik yang diterapkan kolonial Jepang ketika akan menguasai daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Setelah kolonial Jepang berhasil mengambil emosional sultan dan jajarannya, maka pihak
Jepang meminta untuk mengibarkan bendera Jepang "Hinomaru" disekitar istana
Siak Sri Indrapura, pada akhirnya sultan mengizinkannya.Keadaan yang damai, tenang dan ramah ini, kemudian berubah dari keramahan menjadi sikap militer yang fasis menjurus sistem pemerintahan yang otoriter. Setelah pasukan militer
Jepang berhasil memperluas kekuasaannya, maka semua sandiwara tersebut berakhir. Kemudian kolonial Jepang mulai menampakkan kararkter aslinya yang ganas, kejam dan tidak berperikemanusiaan terhadap daerah jajahannya, sikap inilah yang pernah diterapkan pada saat pemerintahan Sultan Syarif Kasim Tsani.
B. Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme
1. Masa Pemerintahan Belanda
Setelah melakukan beberapa perjanjian yang mengikat para sultan di Riau dan sekitarnya, khususnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura, maka kolonialisme menjalar ke dalam sistem pemerintahan yang mengakibatkan lumpuhnya sistem
111O.K.Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 170.
91 pemerintahan karena segala apa yang sultan dan para pegawai lakukan untuk pentingan kerajaan terbatas.
Adapun maksud dari ekspansi yang dilakukan oleh Belanda ke Timur
Sumatera, dikarenakan Belanda sudah mengetahui potensi kekayaan sumber daya alam, khususnya daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Setelah berhasil menjejakkan pengaruhnya di Selat Melaka kemudian berlanjut untuk memegang kendali diseluruh kesultanan yang berada di Riau.
Kolonialisme sudah masuk sejak masa pemerintahan di Kesultanan Johor, tepatnya pada tahun 1713 M, ketika Sultan Abdul Jalil Riayat Syah mencoba untuk membuat perjanjian kepada pihak Belanda, sebenarnya perjanjian ini tidak jauh pembahasannya untuk melanjuti perjanjian yang sudah disepakati pada tanggal 9 April tahun 1689 M.112
112 Perjanjian ini berawal dari tanggal 6 April 1685 M, yang dibuat oleh ketiga pihak, yakni pihak Sultan yang diwakili oleh Datuk Sri Maharaja dengan Syahbandar Francois van der Beeke dan Letnan Jan Rosdom selaku perwakilan dari pihak Gebernur Melaka yang bernama Nicholas Schagen. Perjanjian ini oleh ketiga pihak telah disepakati yang terdiri dari 8 pasal yaitu: Pasal I Perjanjian perdamaian abadi Pasal II Monopoli perdagangan bebas dalam bahan pakaian, uang kontan, timah, dan emas untuk V.O.C. sepanjang Sungai Siak tanpa mendirikan sebuah rumah atau kantor pajak. Paduka Raja diperbolehkan setiap tahun mengirim sebuah perahu berisi pakaian kesana.Artikel ini hanyaberlaku sampai Sultan jadi akil balig. Pasal III Orang-orang Johor diizinkan berdagang secara bebas di Sungai Siak dalam barang-barang makanan selain dari garam.Kompeni mempunyai hak untuk menggeledah perahu mereka untuk memeriksa bahan-bahan terlarang. Pasal IV Raja tidak diperbolehkan mengizinkan kepada suatu bangsa Eropa lainnya untuk berdagang dalam barang-barang pakaian. Pasal V Pengembalian pelarian-pelarian dan budak-budak yang melarikan diri secara timbal balik Pasal VI Kapal-kapal kompenitidak dibenarkan mengganggu perahu-perahu orang Johor yang berlayar di Sungai Siak maupun di Bengkalis. Pasal VII Pembesar-pembesar Negeri harus bersedia untuk turut serta dalam menyelesaian persengketaan yang mungkin timbul antara Inderagiri, Jambi dan Palembang. Pasal VIII Dengan demikian turut serta mempertahankan kepentingan-kepentingan kompeni dan menjalankan bunyi kontrak ini. Perjanjian ini bagi Belanda tidak menguntungkan dan selang beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1689 M untuk mendesak agar dapat diperbaharui perjanjian tersebut.perjanjian ini kemudian direvisi dengan adanya penambahan redaksi dan pasal dari delapan menjadi sepuluh. Adapun perjanjian jelasnya adalah : Pasal I Pembaharuan dan pengesahan traktat-traktat yang lama
92
Sungguh terjadi berbagai serangan antar keduanya hingga akhirnya Raja
Sulaiman dan pasukan perang Bugis berhasil merebut kembali tahta Kesultanan
Johor dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dan mengukuhkan kedaulatannya di pedalaman Johor. Sedangkan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah berhijrah ke Bintan dan disanalah Sultan Abdul Jalil Riayat Syah membangun kekuatan. Pada tahun
1723 M, telah mendirikan sebuahkerajaan Melayu Islam baru dibibir Sungai
Jantan (Siak) yang nantinya bernama Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam melakukan jajahannya, kolonial Belanda menerapkan cara yang efektif, yakni dengan cara politik adu domba antar keluarga sultan hingga timbul kegoncanggan.
Seperti apa yang telah terjadi pada masa Sultan Siak ke-III, Sultan Ismail
Abdul Jalil Jalaluddin Syah dengan Tengku Alam. Saat ituTengku Alam meminta bantuan kepada Belanda untuk mengambil alih tahta kerajaan dari tangan Sultan
Siak ke-III, Tengku Alam berhasil merebut tahta kerajaan yang disokong oleh
Belanda dan dirinya menjadi Sultan Siak ke-IV dengan gelar Sultan Abdul Jalil
Pasal II Monopoli dan perdagangan di seluruh daerah kerajaan Pasal III Melarang bagsa Arab bermukim di daerah Johor sebagai pedagang mereka harus membayar pajak yang tinggi sekali. Pasal IV Sampai Sultan menjadi akil baligh kompeni diberikan hak monopoli dalam perdagangan bahan pakaian, uang kontan, timah, dan emas sepanjang Sungai Siak dengan izin dapat mendirikan sebuah rumah kayu di sana. Bendahara diizinkan sekali dalam setahun mengirim sebuah kapal kecil berisi bahan pakaian ke sana. Pasal V Perdagangan bebas antara Johor dan Melaka Pasal VI Penduduj sepanjang Sungai Siak berhak menjual bahan-bahan kayu kepada kompeni.Syahbandar Johor yang ada di Sabah Auh tidak boleh menghalang-halangi perdagangan kompeni. Pasal VII Rakyat Johor diperbolehkan berdagangan sepanjang Sungai Siak dalam barang- barang makanan dan barang-barang kecil.Perahu-perahu mereka harus patuh pada pemerikasaan yang dilakukan oleh kompeni untuk memerikasa barang-barang larangan. Pasal VIII Penyerahan timbal balik dari budak-budak yang melarikan diri dan penghiantan-penghianatan.Penculikan manusia dihukum dengan hukuman mati.Untuk memberikan contoh budak yang melarikan diri yang pertama dihukum mati. Pasal IX Rakyat-rakyat Johor tidak boleh diganggu oleh kapal-kapal perang kompeni di Sungai Siak dan sekitar Bengkalis.Tetapi orang-orang Johor yang mengganggu dapat dihukum. Pasal X Johor wajib membantu perdagangan kompeni dan wajib melaksanakan kontrak ini sebaik mungkin.Lihat selengkapnya Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru, 1976, hal. 224.
93
Alamuddin Syah (1766-1780 M). Pada saat menjalani pemerintahannya Sultan
Alamuddin Syah menjadikan Tengku Muhammad Ali sebagai Raja Muda.
Berlanjut pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali sebagai pewaris tahta kerajaan, karena dirinya sebagai anak dari Sultan Abdul Jalil Alamuddin
Syah. Dalam menjalani pemerintahan yang dibantu oleh panglima perang yang sebagai adik sepupu yang bernama Syarif Ali, karena Syarif Ali anak dari Syarif
Usman. Pada masa ini pengaruh Belanda tidak terlalu kuat dan pihak Belanda tidak mendapatkan keuntungan apapun. Sehingga Belanda melepas tangan dan tidak ingin membantu Kesultanan Siak Sri Indrapura karena sudah melanggar perjanjian pada tahun 1761 M. Masuk pada masa pemerintahan yang keenam
Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah merupakan anak dari Sultan Ismail
Abdul Jalil Jalaluddin Syah dari isterinya Tengku Tipah seorang puteri dari Sultan
Mansyur Syah (Marhum Janggut) dari Kesultanan Terengganu.
Dalam menjalani pemerintahannya, Sultan Yahya selalu didesak oleh
Belanda untuk menindak lanjuti perjanjian tahun 1761 M, agar segera direvisi kembali karena ada beberapa perubahan pasal, kemudian diadakan lagi perjanjian pada tahun 1783 M. Dalam perjanjian ini menyatakan kerja sama perdagangan oleh pihak Belanda. Ketentuan yang telah disepakati oleh kedua pihak antaralain salah satunya adalah, timah yang berasal dari Rokan akan dijual kepada Belanda.
Begitu cerdiknya cara Belanda untuk mengambil hati agar Sultan Yahya tidak menyadari bahwasannya pihak Belanda telah diuntungkan dari perjanjian tersebut, dengan memberikan hadiah berupa alat perang yang terdiri dari Senapan, Meriam
94 dan Mesiu.113 Kemudian pengaruh kolonialisme juga tidak terlihat pada periode ketujuh, tepatnya masa Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin. Sultan
Assaidis Syarif Ali menjadikan Kota Tinggi sebagai pusat pemerintahannya dan di dalam catatan Anrooij, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, saat itu Kota Tinggi menjadi benteng kuat untuk pertahanan dan keamanan Kesultanan Siak.114
Sehingga dengan keadaan ini pihak Belanda tidak berdaya hanya sebatas mengajukan saran untuk membangun kembali kerjasama dagang. Kolonial Inggris dan Belanda tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan berlomba membujuk Sultan Ibrahim untuk menjalin kerjasama dagang. Dimulai perjanjian antara Sultan Ibrahim dengan Kolenel Williaam Forquhar, Kepala Kompeni India
Timur Inggris di Penang pada tanggal 31 Agustus 1818 M.
Kemudian pihak Belanda mendengar kabar mengenai perjanjian antara
Sultan Ibrahim dengan Inggris, maka Pemerintahan Belanda yang berada di
Melaka mengutus Kapten D. Buys untuk belayar ke Siak dan membuat perjanjian juga di Bukit Batu pada tanggal 16 Desember 1822 M. Mengenai isi daripada surat perjanjian termaktub bahwa Siak tidak diperbolehkan berkerjasama di bidang perdagangan dengan negara asing. Selanjutnya Belanda melancarkan ambisinya hingga pemerintahan kesembilan yakni Sultan Assaidis Syarif Ismail
Abdul Jalil Syaifuddin (1815-1864 M), selama menjalani pemerintahan Sultan
Syarif Ismail mengalami perselisihan antara keluarga kerajaan ketika menentukan tahta kerajaan antara Tengku Putera dengan Sultan Syarif Ismail.
113 O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 109-110. 114 H. A.Anrooij Hijmans, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, diterbitkan oleh TBG. XXX, pada tahun 1885, Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode XXI-1305. Lihat juga O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 120.
95
Untuk meminimalisir dan menyudahi perselisihan tersebut, kemudian
Sultan Syarif Ismail meminta bantuan kepada Inggris dengan bantuan Tuan
Wilson (seorang petualang bangsa Inggris yang berada di Bengkalis) dan Tuan
Wilson bersedia membantu namun dengan mengajukan beberapa syarat, apabila berhasil mengalahkan Tengku Putera, maka Inggris diperbolehkan masuk ke Siak.
Sultan Ibrahim menyetujui syarat yang ditawarkan kepadanya, kemudian Tuan
Wilson bergegas membawa pasukannya dan pasukan Bugis yang berada di
Singgapura.
Pada akhirnya pasukan Tuan Wilson berhasil mengalahkan dan mengusir
Tengku Putera, namun Sultan Syarif Ismail tidak memenuhi kesepakatan untuk memasuki daerah Siak dan hanya diperbolehkan menduduki Pulau Bengkalis.
Kejadian ini membuat murka Tuan Wilson, menyadari akan kemurkaan Tuan
Wilson, maka pada tahun 1857 M, Sultan Syarif Ismail meminta bantuan kepada
Belanda melalui Residen Belanda di Riau untuk mengusir Inggris dan Tuan
Wilson dari Bengkalis. Setelah menerima permohonan dari Sultan Syarif Ismail, kemudian pihak Belanda tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melancarkan tujuannya untuk memonopoli perdagangan di Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Singkat kisah dengan berhasilnya Belanda mengusir Tuan Wilson dan bangsa Inggris, pada tanggal 11 Desember 1858 M, terciptalah perjanjian antara
Sultan Syarif Ismail dengan Belanda yang dikenal Traktaat Siak. Mengenai campur tangan Belanda terjadi hingga masa akhir pemerintahan Kesultanan Siak
Sri Indrapura, tepatnya pada masa Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil
Syaifuddin. Pengaruh kolonial Belanda sangat terasa pada sistem pemerintahan
96 dengan menguasai pajak dan mengatur kebijakan-kebijakan bahkan mengatur pengangangkatan sultan harus berdasarkan persetujuan Belanda.
Mengenai pembagian wilayah ini dapat dilakukan oleh Belanda dan sang sultan tidak dapat berbuat banyak karena mendapatkan tekanan, maka terjadi perjanjian dalam bentuk pembagian wilayah pada tanggal 15 Juni 1915 no. 1/1915 yang disahkan oleh Gubernur Pantai Timur Sumatera pada tanggal 29 Oktober
1915 M.115 Berdasarkan surat keputusan dari Gubernur Pantai Timur Sumatera
Belanda itu, pihak Belanda yang berada di Siak langsung memperkecil wilayah kekuasaan kerajaan seperti berikut ini :
a. Distrik Siak
Onder Distrik Siak di Siak Sri Indrapura, Onder Distrik Mempura
di Buantan, Onder Distrik Mandau di Muara Kelantan, Onder
Distrik Sungai Oakning di Pakning.
b. Distrik Selat Panjang
Onder Distrik Tebing Tinggi di Selat Panjang, Onder Distrik
Merbau di Belitung.
c. Distrik Bukit Batu
Onder Distrik Bukit Batu di Bukit Batu, Onder Distrik Dumai di
Batu Panjang.
d. Distrik Bagan Siapi-api
Onder Distrik Bangko di Bagan Siapi-api, Onder Distrik Tanah
Putih di Tanah Putih, Onder Distrik Kubu di Kubu.
115O.K.Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siakhal. 162.
97
e. Distrik Pekanbaru
Onder Distrik Pekanbaru di Pekanbaru, Onder Distrik Tapung Kiri
di Petapahan, Onder Distrik Tapung Kanan di Sekijang.116
Pada masa pemerintahan terakhir yakni Sultan Assaidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin (1915-1946 M), Pengaruh Belanda di Kesultanan Siak Sri
Indrapura salah satunya dalam bidang pemerintahan yang sangat dominan dalam mengendalikan sistem dengan membuat Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) yang disahkan oleh Gebernur Hindia Belanda Pesisir Timur Sumatera.
Pada tanggal 17 April tahun 1925 M.117 Tujuan dibentuknya KUHP untuk menyelesaikan perkara-perkara sesuai hukum dan undang-undang yang ditetapkan oleh Belanda.
Pada tahun 1939 M, Gubernur Hindia Belanda Pesisir Timur Sumatera mengundang para sultan untuk datang ke Medan agar para sultan bersedia menandatangani kontrak antar raja-raja dengan para penguasa pemerintahan
Belanda, kontrak tersebut disebut, Politik Kontrak Zelf Bestuursregelen 1938.118
Perjanjian kontrak ini bersifat permanen, walaupun raja atau sultan yang terlibat kontrak sudah wafat.119 Adapun gambaran selama berjalannya kontrak tersebut antara lain, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dengan sikap penolakannya untuk menandatangani kontrak politik tersebut dengan beberapa
116 Tenas Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1973, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, hal. 49-50 117Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura, hal. 64. 118 Istilah Zelf Bestuursregelen 1938 adalah suatu pemerintahan swapraja dalam bidang ekonomi, politik, dan pemerintahan yang diperintah oleh sultan, akan tetapi secara wewenang dikendalikan oleh Residen Belanda. Lihat juga, O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 170. 119Usep Ranawidjaja,Swapraja Sekarang dan di Hari Kemudian, 1955, Djakarta, PT. Djambatan, hal. 6.
98 pertimbangan, salah satunya karena sultan menganggap pemerintahan Kesultanan
Siak Sri Indrapura sudah mengikat diri dan berada di bawah kekuasaan Hindia
Belanda.120 Satu tahun kemudian tepatnya pada tahun 1940 M, pada akhirnya sultan datang juga ke Medan untuk menandatangani kontrak politik tersebut, karena sultan mendapatkan intimidasi dari kolonial Belanda. Pada tahun 1941, pasukan kolonial Belanda yang berada di Siak terlihat panik, karena mereka sedang menghadapi segala kemungkinanan yang akan terjadi akibat dari pengaruh
Perang Dunia ke-II. Dengan berbagai siasat, residen dan asisten residen datang ke
Siak untuk menemui Sultan Siak ke-XII untuk memberi saran agar Kesultanan
Siak Sri Indrapura segera membuat staatwach (daerah pertahanan perang) sebagaimana di daerah Sumatera Timur telah dahulu mendirikan staatwach.
Namun saran tersebut ditolak mentah oleh Sultan Assidis Syarif Kasim
Abdul Jalil Syaifuddin, penolakan ini beralasan karena Kesultanan Siak Sri
Indrapura tidak memerlukan pertahanan militer yang sudah berada di bawah kekuasaan militer Belanda yang sangat kuat.121
Akhirnya kolonial Belanda menyiapkan pasukan militernya yang berada sekitar pusat pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, karena melihat tentara militer Jepang sudah menuju ke Asia pasca Perang Dunia II dan kekuasaan pemerintahan Belanda berakhir pada tahun 1942 M.
2. Masa Pendudukan Militer Jepang
Setelah membuat propaganda statusnya sebagai penyelamat dan pelindung sesama bangsa Asia dari jajahan bangsa Eropa yang melakukan kolonialisme di
120Tenas Effendy dan Nahar Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, hal. 51. 121 O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 168-170.
99 pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Maka kekuasaan Jepang mulai menjalar ke dalam bidang sosial-ekonomi, karena kolonial Jepang memiliki ciri khas dengan style militer dan pemerintahan totaliter untuk menguasai seluruh aspek kehidupan. Apapun kasus yang terjadi di Siak tindakan kolonial Jepang dengan menutup dan membatasi segala informasi dari luar Siak agar tidak mengetahui kabar yang terjadi diluar Siak. Pada masa pemerintahan kolonial militer Jepang juga membatasi berbagai media, seperti media informasi dengan menyita pesawat-pesawat radio bahkan dirusak. Kolonial Jepang juga mewajibkan rakyat Siak untuk mendengarkan siaran yang hanya disiarkan oleh pemerintahan
Jepang. Pasukan Jepang juga merampas kendaraan bermotor dari tangan rakyat kemudian kendaraan hasil dari rampasan tersebut digunakan untuk kepentingan tentara Jepang. Dari sisi lain juga terlihat pengaruh kolonial militer Jepang di
Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai menjalar ke dalam bidang agama, karena pemerintahan militer Jepang menyadari betul bahwa rakyat Melayu Siak sebagai muslim sejati. Tindakkan pemerintahan Jepang berikutnya dengan mengundang seluruh tokoh agama Islam yang berada di Pekanbaru Riau Syu Cokan ingin mengadakan musyawarah kepada para ulama mengenai keikut sertaan dalam perang Asia Timur Raya dengan melalui media dakwah yang dikendalikan oleh
Dai Nippon. Kemudian pemerintahan Jepang mengharuskan para ulama untuk berikrar dan menyetujui hasil musyawarah tersebut dengan menandatangani lembaran yang telah disiapkan, sebagai ucapan terimakasih pemerintahan Jepang kepada para ulama yang telah menghadiri dan menyetujui hasil dari musyawarah tersebut dengan memberikan hadiah berupa rokok dan potongan bahan kain.
100
Kekuasaan pemerintahan militer Jepang juga memasuki bidang pendidikan dengan mengadakan dan mewajibkan pelajaran tambahan berupa pelajaran bahasa
Jepang dan disiplin Jepang di sekolah-sekolah agama yang berada di daerah Riau, khususnya daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam kekuasaan pemerintah militer Jepang tidak hanya terfokus pada aspek sosial, aspek agama dan aspek pendidikan saja, namun pada aspek kesehatan dan aspek pangan yang tidak mendapat perhatian khusus oleh pemerintah militer Jepang, seperti kasusnya mengenai kesediaan obat-obatan yang telah menipis dan bisa dikatakan langka, akhirnya kondisi ini dirasakan oleh rakyat dan beralih ke obat-obat tradisional yang kurang higienis sehingga metabolisme rakyat bertambah lemas.
Pada saat pemerintahan Jepang juga memberlakukan gerakan dikalangan rakyat, gerakan ini disebut romusha. Adapun pengertian dari romusha adalah pekerja yang tidak ada paksaan (relawan) didalam bidang pembangunan untuk persiapan perang. Namun pada kenyataannya para pekerja (relawan) ini dijadikan sebagai pekerja paksa (rodi) oleh pemerintah Jepang.
Para pekerja paksa ini terdapat dari penduduk setempat yang disebut konrohosyi (pekerja rodi pada saat pemerintahan Belanda). Adapun proyek mereka membuat akses transportasi yaitu rel kereta dari Pekanbaru hingga ke
Sijunjung di wilayah Sumatera Barat.122
Selama masa pemerintahan kolonial Jepang menguasai Kesultanan Siak
Sri Indrapura terjadi kemerosotan khususnya di bidang pendidikan, dengan diberlakukannya Nippon Go (bahasa Jepang) sebagai mata pelajaran pokok dan
122 Soenjata Kartadarmadja, dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah Riau, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1979, hal. 24-25.
101 pendidikan militer dengan baris-berbaris yang beraba-aba menggunakan bahasa
Jepang, serta terjadi mangkirnya para guru dan murid dari kewajibanya di sekolah-sekolah, karena mereka harus mencari makan dengan berladang, karena bagi masyarakat Siak menganggap berladang hal yang lebih penting dibanding dengan belajar atau mengajar.
Pemerintahan Jepang mendirikan beberapa sekolah akedemi militer untuk keperluan perang, sekolah yang dimaksud diantaranya sekolah Gyu Gun di
Pekanbaru, Bagan Siapi-api untuk mendidiik para pemuda Riau dan sekitarnya sebagai serdadu tentara Jepang yang setia dan siap mengabdikan dirinya kepada pemerintah kolonial Jepang. Dai Nippon merupakan istilah mengenai arti dari kekuatan serta kekuasaan kolinial Jepang, atas pengaruh dari kehadiran koloni
Jepang ini maka terjadi beberapa perubahan susunan pemerintahan di Kesultanan
Siak Sri Indrapura. Selama masa pendudukan Jepang telah merubah istilah pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura seperti pada masa pemerintahan
Belanda dari istilah Afdeeling menjadi Bun (setingkat kepala distrik), pimpinannya disebut Bun Sus Co, Onderafdeeling (kabupaten) dirubah menjadi
Gun, pimpinannya disebut Gun Co, Onderdistrik menjadi Ku (setingkat
Kecamatan), pimpinannya disebut Ku Co dan daerah penghulu dan batin menjadi
Sun (setingkat kelurahan), pimpinannya disebut Sun Co.123 Karakter kolonial
Jepang setiap menjalan pemerintahannya setiap daerah jajahannya selalu kental dengan paham yang selalu diterapkan paham militerisme yang identik dengan
123 Dada Meuraxa, Sejarah Kebudayaan Sumatera, Medan : Firma Hasmar, 1974, hal. 605.
102 kekerasan dan seluruh kebijakan dan kekuasaan telah dikendalikan oleh kolonial
Jepang dengan menguasai sistem pemerintahan, kehakiman dan kepolisian.
Pemerintahan Jepang mengganggap Sultan Syarif Kasim II hanya sebagai orang terkemuka, kejadian ini membuat para datuk dan kepala pemerintahan Gun sudah tidak lagi mengikuti perintah sultan.124
Sebelum berakhirnya pemerintahan militer Jepang di Siak, maka Jepang menjadikan Bangkinang yang sebelumnya masuk dalam kawasan Sumatera Barat dipindahkan ke Riau Syu. Bangkinang Gun terdiri dari dua Ku yakni, Bangkinang
Ku dan XIII Koto Kampar Ku. Dengan penambahan Gun ini maka ditambah pula bunsuco, dan jalur koordinasi Gun bertambah menjadi empat Bun diantaranya :
Pekanbaru Bun, membawahi Pekanbaru Gun, Siak Gun, dan Pelalawan
Gun.
Bengkalis Bun, membawahi Bengkalis Gun, Selat Panjang Gun, dan
Bagansiapi-api Gun.
Indragiri Bun, membawahi Rengat Gun, Taluk Gun, dan Tembilahan
Gun.
Bangkinang Bun, membawahi Bangkinang Gun, dan Pasir Pengaraian
Gun.
Kemudian pemerintahan Jepang jugam membentuk Riau Syu Sangi Kai secara fungsisama halnya seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Riau Syu
Sangi Kai ini beranggotakan sebanyak 27 orang di ambil dua orang dari tiap-tiap
Gun di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam menentukan dewan ini tidak melalui pemilihan akan tetapi dipilih langsung oleh pemerintahan koloni militer Jepang.
124 Muchtar Lutfi, Sejarah Riau, hal. 404-409.
103
Tujuan Jepang mengadakan sistem Riau Syu Sangi Kai ini bukan sebagai badan legislatif yang menyampaikan permasalah disetiap Gun namun sebagai alat untuk pendekatan Jepang kepada rakyat ketika akan melaksanakan kegiatan dipemerintahanya, seperti ketika mengalami hasil panen ladang berupa padi, maka ditugaskan para anggota Riau Syu Sangai Kai untuk mengambil hasil panen rakyat.
C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura
Terhadap Kolonialisme
1. Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung
Mengenai perlawanan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap Belanda yang terjadi di benteng Belanda tepatnya di Pulau Guntung, termaktub dalam karya Elisa Netcsher yang berjudul De Nederlanders In Djohor
En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen, yang telah diterjemahkan Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865.
Pada akhirnya Raja Alam mengambil alih di Siak, dan diberi gelar Sultan
Alamuddin Syah (Atlim'udin Raja Syah). Mengetahui kejadian ini, pihak kolonial yang berada di Siak sangat terancam, maka segera melakukan tindakan dengan mengutus pegawainya ke Siak untuk melakukan mediasi, pegawai yang dimaksud bernama Jan Frederick Bierman. Tuan Jan Frederick berlayar menuju Siak dengan menahkodai kapal kecil dan membawa beberapa muatan sebesar f 60.000, dengan maksud untuk membeli emas. Namun rencana ini tidak berhasil karena Sultan
Alamuddin Syah mengadang para penjual emas sehinga kolonial gagal ke Siak
104 dan kembali ke Melaka. Langkah selanjut yang dilakukan oleh Sultan Alamuddin
Syah dengan mengancam kompeni dengan dinaikan pajak sebesar 3% (persen).
Sikap Raja Alam ini dinilai oleh kompeni sangat arogan, maka pada tahun 1753
M, guberneur Pieter van Heemskerk mengutus juru bayar gaji yang bernama Arij
Verbrugge untuk berangat ke Riau, tindakan ini semata ingin mengetahui doktrin apa yang dilakukan oleh Sultan Sulaiman terhadao Raja Alam (Sultan Alamuddin
Syah) dan ingin mencari solusi akan masalah yang terjadi di Siak. Pada bulan
Agustus juru bayar gaji (Mr. Arij Verbrugge) kembali dengan membawa supucuk surat, adapun rincian isi dari surat tersebut mengatakan bahwa Raja Muhammad telah datang kepadanya dan menyerahkan sepenuhnya kepada kompeni, namun bersamaan pada saat itu utusan dari pihak Raja Alam datang yang menyatakan pihaknya telah menyerahkan kedaulatan Kesultanan Siak kepada Sultan Sulaiman.
Kejadian ini tidak mengahasil solusi hingga akhirnya harus diselasikan dengan genjatan senjata dan peperangan itupun terjadi pada bulan Oktober tahun 1753 M.
Peperangan ini dipenuhi kapa-kapal perang yang besar dan kokoh yang terdiri dari pasukan Riau dengan membawa 75 kapal dan ditambah 15 kapal dari pasukan
Sultan Muhammad, pasukan Raja Alam pun menyambut serang itu dengan menurunkan kapal-kapalnya yang berjumlah 75 buah dan peristiwa peperangan ini terjadi disekitar Selat Melaka pada bagian selatan. Pada tanggal 18 Oktober, pihak kompeni di Melaka mengutus seorang pedagang atau syahbandar yang bernama Mr. Andries van Bockom bersama rombongan untuk segera menemui
Sultan Sulaiman di Pulau Buru, Kepulauan Karimun.125 Keduanya membuat
125Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib
105 kontrak yang terdiri dai beberapa pasal diantaranya, tawaran yang pertama adalah pihak kompeni akan menetapkan seorang bendahara di Siak, apabila tahta
Kesultanan Siak berada di tangan Sultan Sulaiman. Tawaran kedua, ketika Sultan
Sulaiman dapat meraih tahta, pihak kompeni mengajukan tawaran agar dapat mendirikan loji atau benteng di Pulau Guntung yang terletak disekitar muara
Sunga Jantan atau di tempat yang dikehendaki Sultan Sulaiman. Tawaran ketiga, pihak kompeni meminta agar diberi kebebasan untuk menyusuri Sungai Jantan.
Tawaran yang keempat, pihak kompeni juga terbebas dari cukai dan mendapatkan sebagian hasil dari cukai. Tawaran yang kelima pihak kompeni meminta agar orang-orangnya dapat berkedudukan di Buantan sebagai bendahara.
Pada tanggal 3 November 1754 M, tambahan pasal itupun disepakati oleh seorang syahbandar yang bernama Mr. Andries van Bockom. Sultan Sulaiman menyarankan agar diberitahukan kepada Sultan Mahmud yang berada di Bukit
Batu. Kemudian Mr. Andries van Bockom dan Sultan Sulaiman menuju Bukit
Bati untuk menemui Sultan Mahmud dan melaporkan hasil kontrak itu. Setelah menerima kontak itu dan Sultan Mahmud juga menyepakatinya maka Mr. Andries van Bockom membawa hasil kontrak itu ke Melaka. Sesampainya di Melaka,
Gubernur dan Dewan Melaka menolak keras tambahan pasal yang diajukan oleh
Sultan Sulaiman. Penolakan ini segera diinfokan kepada Sultan Sulaiman melalui surat yang dibawa oleh Mr. Everhard Cramer untuk meyakini Sultan Sulaiman dengan alasan bahwa kompeni juga sedang mengalami kekurangan kapal-kapal, maka dengan amunisi seadanya pihak kompeni memerintahakan Mr. Everhard
dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 132-137.
106
Cramer untuk pergi ke Siak. Pada tanggal 15 Desember 1754 M, Mr. Everhard
Cramer menuju ke Siak dengan membawa kapal yang lengkap dengan awak kapal dan senjata, kapal tersebut didapati dari penduduk yang berada di Melaka yang bernama Brigantijn dan Tiga Chalup dan kompeni juga memberikan bantuan kapalnya yang bernama Candauwa. Namun pada tanggal 5 Maret 1755 M, Mr,
Everhard Cramer kembali ke Melaka dengan membawa surat di Sultan Sulaiman, karena melihat kekuatan kapal-kapal yang diberikan pihak kompeni tidak dapat menandingi kapal-kapal yang dimiliki Raja Alam. Kemudian pihak Belanda segera mengutus kapalnya yang dilengkapi dengan persenjataan perang, kapal ini bernama Jerussalem, pada awal bulan Maret 1755 M, kapal ini berangkat ke
Sungai Siak.126
Pemerintah Tinggi di Batavia menambah lagi amunisi dengan mengirim beberapa kapal yang bernama De Herstelling yang dilengkapi dengan 60 pasukan perang, fregat "Admiraal Tromp", De Kaaskooper, Weltevreden dan Vriedschap, seluruh kapal-kapal tersebut dilayarkan ke Melaka agar dapat menduduki Pulau
Guntung dan untuk membantu Sultan dalam mengahadapi Raja Alam dan pasukannya yang berkeliaran di Melaka. Pada 1755 M, pasukan dari kompeni
Belanda berhasil memukul mundur pasukan perang Raja Alam ke Batu Bara, namun dalam peperangan itu pasukan perang kompeni tidak dapat menangkap
Raja Alam.127 Setelah berhasil merebut Siak yang berada di bawah kuasa Raja
126 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 138-140. 127 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan olehWan Ghalib
107
Alam, Sultan Muhammad yang telah dijadikan penguasa di Siak, maka Sultan
Sulaiman menuju Melaka untuk menemui Gubernuer dan Dewan Kompeni.
Pertemuan ini nanti akan membahas kelanjutan dari kontrak yang sebelumnya sudah disepakati bersama. Pada tanggal 6 Januari 1756 M, Sultan Sulaiman beserta pembesarnya menyarankan kepada kompeni lekas membuat kontrak baru.
Kemudian pada tanggal 19 Januari, perundingan dengan membuat kontrak baru itu selesai dilaksakan.128
dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 142. 128Elisa Netcsher,de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal 142-143-144-145-146. Kontrak tersebut terdiri dari 10 Pasal yang berbunyi secara singkat sebagai berikut : Pembukaannya mengandung isi, menghapuskan persetujuan yang dibuat pada tahun 1754 M. Pasal satu, Kompeni akan menolong sahabatnya, sedapat mungkin apabila keadaan mengizinkan, akan membantu mengembalikan daerah-daerah yang sudah terlepas dari tangannya. Pasal dua, Apabila Siak, dengan bantuan Kompeni akan tunduk dan taat kepada Sultan, akan meletakkan seorang regen disitu, yang akan mengurus kepentingan kompeni. Pasal tiga, Terserah kepada kompeni untuk tetap mempertahankan kedudukannya di Pulau Guntung atau memindahkannya ketempat lain. Pasal empat, Kompeni berhak menjelajahi Sungai Siak dan pelanggaran atas kontrak ini akan dihukum. Pasal lima, Pelayaran di Sungai Siak tanpa pas dari kompeni atau Sultan, dilarang. Pasal enam, Monopoli untuk kompeni dan Sultan dalam perdagangan kain-kain di Sungai Siak. Pasal tujuh, Bebas cukai bagi kompeni di Sungai Siak. Hak-hak biasa berada pada Sultan tanpa dibagi. Pasal delapan, Apabila kompeni berhasil mengembalikan tempat-tempat dan daerah kepada Joor, maka kompeni akan dibebaskan dari cukai untuk berdagang di seluruh negara. Pasal sembilan, Monopoli untuk kompeni dalam dagang timah di Selangor, Kelang dan Linggi. Pasal sepuluh. Tidak dibenarkan memasuki Kerajaan Johor bagi bangsa Eropah asing, tanpa izin dari kompeni. Penutup. Kontrak ini akan dipegang teguh oleh Sultan dan Kompeni tanpa boleh menyimpang, selama matahari dan bulan masih memberikan sinarnya. Dengan cara yang demikianlah kita akan dapat membebaskan diri kita dari musuh-musuh kita dan kompeni dapat dengan aman melakukan perdagangannya. Tetapi begitu ompeni mengabaikan kontrak ini, ia jagan sampai menyalahkan Johor. Mengenai biaya-biaya yang sudah dan yang akan datang, baik untuk kepentingan dinas kompeni maupun dinas Sultan, mereka yang membuatnya maupun yang akan membuatnya menjadi tanggungan masing-masing.
108
Untuk mempertahankan kedaulatan kompeni di Siak, maka Pemerintah
Tinggi membuat tujuh keputusan yang berdasarkan memori berisikan resolusi tanggal 13 april 1758 M, ketujuh keputusan itu sebagai berikut :
1. Memerintahkan kepada pemerintahan Melaka, apabila Deang Kamboja,
Sultan Selangor, dan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (Siak)
menentang Sultan Sulaiman lagi, "hendaklah bertindak bijaksana dan
untuk menjaga perdamaian, janganlah berbuat lebih jauh selain dari
memberi peringatan keras, sehingga keterikatan meraka kepada kompeni
tetap dapat dipertahankan".
2. Tidak dibenarkan bagi kapal-kapal yang datang dari Benggala memasuki
Melaka dan semua kapal yang datang dari Barat hendaklah diperiksa
dengan teliti, dan kapal-kapal yang demikian tidak dizinkan berlayar ke
tempat-tempat sebelah Tenggara Melaka, termasuk Sungai Siak secara
khusus".
3. Pelayaran dari Palembang dan Bangka ke Johor dan Selat Melaka atau
sebaliknya dilarang, untuk menjaga penyeludupan timah.
4. Pelayaran dari Batavia dan dari Makassar ditentukan hanya sampai
Melaka saja, jadi dikenakan hukuman sita bagi kapal dan muatan yang
melakukan pelanggaran denganaktifitas perdagangan di tempat-tempat
terlarang yakni di sebelah Barat Daya Melaka, biarpun mereka orang
Johor atau orang Riau.
5. Kepada penduduk Melaka yang dikenal pelayaran di Pantai Barat
Sumatera, di pantai seberang dan sepanjangaliran Sungai Siak dan Sungai
Indragiri, dibenarkan dengan surat izin dari kompeni, dengan syarat bahwa
109
emas yang diperdagangkan harus dijual kepada kompeni dengan harga f
350,- atau setinggi-tinggi f 370,- satu mark mumi, dengan ancaman sita.
6. Pos di Pulau Guntung dihapuskan dan Sungai Siak diawasi dengan kapal-
kapal patroli, untuk menjaga adanya pedagang-pedagan liar.
7. Memerintahkan kepada pemerintahan Melaka supaya mengawasi gerak
gerik para lanun Raja Alam dan pengikut-pengikutnya dan melakukan
pengekangan terhadapnya, apabila ia menghina kompeni atau petugasnya
atau jika ia mengganggu Sungai Siak.129
Dari ketujuh poin ini yang sengaja dibuat oleh Pemerintah Tinggi guna menjaga ketenteraman di area Melaka dan Sungai Siak. Namun dibalik itu semua, ternyata memicu kemarahan bagi penduduk Siak dan sekitarnya karena merasa dirugikan dengan adanya ketujuh keputusan itu kerugian yang dimaksud adalah secara tidak langsung mematikan mata pencaharian mereka dengan prosedur yang rumit, sehingga menimbulkan niat untuk melakukan perompakan. Kekesalan juga dirasakan oleh Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah mengenai ketujuh keputusan itu ternyata hanya menguntungkan pihak kompeni. Pada akhirnya semua respon negatif dari penduduk Siak dan Sultan Muhaammad ini bermula dari kesalahan Komandan Hansen yang kurang baik menjadikan suasana yang kondusif dan kurangnya koordinasi dengan pemerintah di Melaka. Sehingga pihak kompeni tidak dapat melakukan pencegahan akan perompakan yang terjadi di sekitar Pulau Guntung.
129 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 167-168.
110
Maka pada 1759 M, pihak kompeni mengundang Raja Alam untuk datang ke Melaka dalam rangka memperbaiki hubungan dengan Sultan Sulaiman di
Johor. Misi kompeni ini tentunya dengan mengadu domba keduanya antar Sultan
Muhammad dan Raja Alam, sehingga terjadi konflik keduanya.
Menurut kacamata Belanda, Raja Alam memiliki pengaruh besar karena telah menguasai daerah Asahan yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Siak.
Setelah menerima surat dari Pemerintah Tinggi yang terjadi pada tanggal
21 Desember 1759 M, isi dari surat ini menyatakan sikap yang menyudutkan
Sultan Muhammad akan semua sikapnya yang dilakukan olehnya. Dari semua sikapnya itu menimbulkan kekesalan Sultan Muhammad yang merasa dipojokkan oleh kompeni, kemudian dirinya melampiaskan dengan menyerang benteng atau loji kompeni di Pulau Guntung dan melakukan pembunuhan massal.130
Pemerintah Melaka melihat kejadian ini merasa tidak aman lagi di Pulau
Guntung dengan aksi yang dilakukan oleh Sultan Muhammad, kemudian langkah selanjutnya pada Oktober 1759 M, pihak kompeni menambah armada prajuritnya, yang dilengkapi 19 meriam, dan membenahi infrastruktur dengan mendirikan tembok benteng empat hingga lima kaki, dan juga melakukan penebangan pohon- pohon dan meratakan semak-semak diarea benteng di Pulau Guntung.131
Pada tanggal 6 November 1759 M, armada Sultan Muhammad berpikir mengenai strategi untuk melakukan serangan yang terselubung, Kemudian Sultan
Muhammad Mahmud mengutus seorang imam berketurunan Arab untuk menemui
130 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 177.
111
Komandan Vandrig Hansen menyampaikan kabar bahwa Sultan Muhammad
Mahmud ingin bersahabat dengan Belanda.132 Dilanjutkan dengan berkunjung ke
Pulau Guntung dengan membawa beberapa hadiah, seperti dua tong arak, lima karung beras, empat karung kacang dan dua bal kain yang berasal dari Jawa.
Dengan meminta izin dari komandan Vandrig Hansen untuk menerima niat baik dari Sultan Muhammad yang ingin bersahabat baik dengan kompeni.
Setelah mendapatkan izin maka keesokan harinya tepatnya pada pagi hari,
Sultan Muhammad sampai di Benteng Pulau Guntung dengan rombongan yang berjumlah 80 orang disambut baik oleh komandan Vandrig Hansen dengan tembakan meriam sebanyak tujuh kali tembakan, dan mulailah Sultan Muhammad masuk dan rombongan tidak diperkenankan masuk kedalam benteng.Sultan
Muhammad menghadap komandan Vandrig Hansen dengan membawa hadiah yang telah dijanjikan olehnya dengan balutan kain putih, kemudian diterimalah hadiah itu dan komandan memberikan penghormatan dengan lima tembakan meriam. Setelah menyerahkan hadiah, Sultan Muhammad meminta izin agar rombongannya yang berada didepan pintu gerbang benteng agar masuk ke dalam, dan komandanpun memberikan izin masuk kepada para rombongan sultan ke dalam benteng.
Sesungguhnya rombongan tersebut adalah para halubalang (panglima) yang telah bersiap untuk menyerang dan melumpuhkan Komandan Hansen beserta para pegawainya, sambil menyembah kaki sultan para halubalang itu melakukan eksekusi yang itu berupa isyarat dengan rekayasa seolah-olah Sultan
Muhammad bertanya kepada panglima, dengan pertanyaan "berita apa yang
132 O.K Nizami Jamil,Sejarah Kerajaan Siak, hal. 73-74.
112 dibawa", kemudian panglima itu tidak menjawabnya, dan pada akhirnya panglima itu langsung melompat kehadapan komandan Hansen dengan mencabut kerisnya yang akan menikam komanda hingga tewas seketika itu juga.
Adapun harta rampasan yang didapati pleh Sultan Muhammad dan para halubalang dari hasil peperangan di Pulau Guntung terdiri dari kapal-kapal perang
Belanda berjumlah kurang lebih 50 buah kapal, dan 30 buah kapalnya dikirim ke
Melaka untuk melakukan penjarahan kapal-kapal Cina dan Siam di Selat Melaka.
Langkah selanjutnya Sultan Muhammad dengan merangkul Daeng
Kamboja untuk memberantas kekuasaan kompeni, sikap ini diambil oleh Sultan
Muhammad karena dirinya mengetahui akan kebencian Daeng Kamboja dengan
Belanda melebihi kebencian kepada Raja Alam. Dari aksi perlawanan tersebut diketahui jumlah korban yang berjatuhan pada perlawanan yang terjadi di Pulau
Guntung, yang ditewaskan berjumlah 52 orang, dari kapal kompeni 6 orang, dari kapal swasta 7 orang, dan total kesuluruhan 65 orang dari jumlah awal 72 orang.
Dari semua jumlah itu terdapat tiga orang yang dapat meloloskan diri ke Melaka, dan ketiga orang itu menyampaikan kejadian di Pulau Guntung kepada penguasnya yang berada disana.133
133 Memang patut pemerintah Melaka merasa terganggu oleh keseimbangan Vandrig Hansen, dalam sepucuk surat yang memberi tahukan peristiwa tersebut kepada Vandrig Bartholomeus Meijer, komandan di Pera, meminta supaya ia berhati-hati dan dimana Gubernur mengatakan : penyergapan yang telah terjadi, menurut perasaan mereka yang mengetahui situasi Pulau Guntung, dimana jumlah tenaga cukup memadai dan perlengkapan juga mencukupi, tak mungkin dapat terjadi, jika komandan Hansen tidak melakukan kesalahan, yang telah berulang- ulang kepadanya diperingatkan supaya waspada dan dengan teliti membaca situasi, dan tidak secara aib memandang ringan keadaan kebaikkannya ia terlalu kepada orang Melayu, sehingga hanya dialah yang bertanggung jawab atas terjadinya pembataian dan segala keruwetan yang terjadi.; bagi sisa orangnya yang masih hidup, memang baik baginya terbunuh pada waktu itu, sehingga ia tidak perlu lagi menghadapi pengadilan yang mengabaikannya. (Surat tanggal 7 Desember 1759, di arsip Melaka) dan lihat juga, Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal.180
113
Pada tahun 1760 M, di Siak Sultan Muhammad mengancam kompeni dengan para lanun sehingga tercipta suasana yang mencekam di Selat Melaka.
Mengetahui tindakan-tindakan para lanun di Siak, maka kompeni Belanda segera memikirkan cara untuk melumpuhkan Sultan Muhammad.
Pihak Belanda menemukan solusi untuk meredam Sultan Muhammad, yaitu dengan bantuan Raja Alam, kompeni Belanda bersiasat untuk memanfaatkan
Raja Alam agar dirinya berhasrat untuk merebut kekuasaan dari tangan Sultan
Muhammad dan menawarkan kerjasama apabila dirinya ingin menyerang Siak.
Tawaran ini membuat Raja Alam terhanyut dalam buaian Belanda, kemudian pihak kompeni mengundang Raja Alam untuk datang ke Melaka.
Pada 25 September 1760 M, Raja Alam memenuhi undangan tersebut, kemudian Raja Alam langsung bergegas menuju Melaka dengan diiringi sepuluh kapal yang berukuran cukup besar dan delapan kapal berukuran kecil dan dengan awak kapal berjumlah 255 orang dan menantunya yang bernama Said Usman beserta Raja Asahan ikut serta dalam perjalanan ke Melaka.134 Setelah sampai di
Melaka, Raja Alam tidak sabar lagi untuk melakukan kerja sama dengan kompeni untuk mengambil alih kekuasaan Kesultanan Siak dari tangan Sultan Muhammad.
Kemudian kompeni menghimbau Raja Alam untuk menambah pasukan perangnya, Raja Alam bergegas mencari bala bantuan kepada Daeng Kamboja yang berada di Selangor, namun Daeng Kamboja tidak menyanggupi permintaan
Raja Alam dengan alasan Daeng Komboja tidak dalam keadaan baik di Selangor.
Setelah mendapatkan jawaban dari Daeng Kamboja maka Raja Alam beranjak
134 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal, 188-189.
114 dari Selangor ke Rambau, dan Raja Alam mendapatkan bantuan beberapa ratus orang. Melihat semua peristiwa ini Sultan Muhammad tidak tinggal diam dan menentang keras sikap Belanda yang telah memperalat Raja Alam.
Pada tanggal 12 November 1760 M, Sultan Muhammad mengirim sepucuk surat kepada Gubernur Melaka yang menyatakan dengan keras menentang sikap kompeni itu.135 Setelah berusaha mempertahankan kedaulatan Kesultanan Siak, meskipun dalam kondisi kesehatannya melemah Sultan Muhammad tidak gentar melawan kompeni. Dengan berjalannya waktu kondisi kesehatannya semakin melemah, Sultan Muhammad mempersiapkan puteranya yang bernama Tengku
Ismail untuk meneruskan perjuangannya dalam mempertahankan kedaulatan
Kesultanan Siak Sri Indrapura. Selama sembilanbelas tahun roda pemerintahan yang dipimpin oleh Sultan Muhammad telah mempertahankan kedaulatan kerajaan dengan baik, dan selama menjalani pemerintahannya Sultan Muhammad dipenuhi tekanan dari kompeni dan Raja Alam namun tidak membuat dirinya mundur selangkahpun.
2. Reaksi Rakyat Pada Pemerintahan Jepang
Kekuasaan koloni militer Jepang yang telah merambah pada aspek pertanian dengan mengeksploitasi hasil tani, dan perkebunan masyarakat Siak berupa padi. Salah satu sikap kolonial Jepang terhadap rakyat Siak dengan mewajibkan rakyat Siak untuk bertani dan berladang hingga ke pelosok daerah.
Adapun daerah utama yang memiliki lahan ladang padi yang luas seperti daerah
Tembilahan Gun dan Pasir Pengarairan Gun. Singkat kisah pada saat musim
135 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal, 189.
115 panen, pemerintahan Jepang menyerukankepada anak-anak dan penduduk dari setiap Gun untuk mengurusi hasil panen padi. Setelah hasil panen terkumpul, kolonial Jepang merampas dan membawanya ke gudang penyimpanan pangan.
Saat itulah awal mula kekesalan masyarakat dan sultan terhadap sikap kolonial
Jepang sehingga menimbulkan reaksi perlawanan rakyat terhadap sikap kolonial
Jepang.Bentuk perlawanan tersebutberupa dengan menimbun hasil panen padi dan digantikannya karung kosong untuk dibawa ke gudang penyimpanan Jepang.
Setelah Jepang menguasai sebagian daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri
Indrapura, kemudian tentara Jepang membuat paksaan dan tindakan sewenang- wenangan mengambil padi rakyat yang katanya untuk perjuangan peperangan
Asia Timur Raya, maka terjadilah pemberontakan Suku Sakai yang berada di
Balai Pungut yang dipimpin oleh Sekodai dan beberapa anak buahnya. Setiap tentara Jepang mengadakan patrol ke Mandau atau di daerah Balai Pungut karena daerah ini pusat pengeboran minyak Belanda (BPM) dihadang oleh Sikodai dengan kawan-kawannya dan membunuh tentara Jepang dan merampas senjatanya.136
Atas sikap pemerintahan Jepang yang semena-mena terhadap rakyat Siak maka terjadi aksi perlawanan senjata di Tembilahan Gun dengan pemerintahan
Jepang tepatnya di Parit Baru karena tidak ingin meyerahkan hasil panennya kepada Jepang.
Meskipun sudah diberi peringatankeras oleh pemerintahan Jepang namun tidak menyurutkan semangat perlawanan untuk melawan kolonial Jepang. Jepang menanggapi aksi rakyat yang berdomisli di Tembilahan Gun dengan mengirim
136O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 176.
116 sejumlah junsa (polisi) ke Parit Batu untuk memberantas para pemberontak di
Tembilahan Gun. Namun para rakyat memberontak dan terjadilah perlawanan senjata antara rakyat terhadap kolonial Jepamg dan banyak memakan korban di pihak junsa yang diutus pemerintahan Jepang. Melihat kejadiaan ini, seketika itu pula pemerintah Jepang memerintahkan kepada Ku-Co untuk mengamankan rakyat yang menjadi pemberontak di Tembilahan Gun. Pada peristiwa ini terjadi perlawanan yang amat keras sehingga kembali memakan korban yakni Ku-Co dan beberapa Junsa (polisi). Pemerintahan Jepang semakin geram melihat peristiwa ini dan kembali memberi instruksi kepada para junsa dibawah komando dari militer kolonial Jepang. Seluruh rakyat menyambut tindakan kolonial Jepang untuk kedaulatan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Perlawanan ini kembali mengalami kekalahan dipihak Jepang yang bermodal senjata dan perlengkapam perang yang seadaanya. Ketika mengalami kekalahan pemerintah Jepang tidak ingin didengar oleh kampung-kampung lainnya, maka segera diutus pasukan yang berjumlah satu kompi tentara yang dipimpin oleh Bunso Co dan Kaisatsu Co
(Ketua Polisi), langsung mengelilingi kampung Bukit Baru. Kebiadaban tentara
Jepang tercermin ketika membakar seluruh rumah penduduk yang berada disana.
Perlawanan ini mengalami respon dari pihak rakyat yang telah membakar api perjuangan untuk memberantas kolonialisme dengan membawa senjata berupa parang panjang sambil diiringi seruan takbir Allahu Akbar!!. Dalam peperangan ini banyak memakan korban dipihak rakyat karena meliha kondisi rakyat yang menggunakan senjata seadanya, sedangkan tentara militer Jepang menggunakan senjata senapan.
117
118
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak awal pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada saat berada di bawah empayar Kerajaan Sriwijaya awalnya bernama Kerajaan Gasib yang lebih dikenal Kerajaan Siak-Gasib. Kerajaan Siak-Gasib ini mengalami dua fase, yakni fase pemerintahan di bawah pengaruh Hindu-Budha dan fase di bawah pengaruh agama Islam. Sejak abad ke XIV, telah terjadi ekspansi yang dilakukan oleh Kerajaan Majapait di daerah Tumasik maka Kerajaan Siak-Gasib di bawah kekuasaan Raja Begadai bergabung dengan Majapahit. Pada tahun 1433 M,
Kerajaan Siak-Gasib tepatnya pada masa Raja Begadai yang masih menganut agama Hindu-Budha merasa terusik atas ekspansi Kesultanan Melaka yang melakukan Islamisasi di sekitar Selat Melaka yang dilakukan oleh Sultan Mansur
Syah sebagai Sultan Melaka
Peristiwa ini merupakan awal mula Islam hadir dan terus berkembang secara perlahan tradisi masyarakat yang kental dengan ajarah Hindu-Budha terkikis dengan nilai-nilai ke-Islaman pada setiap aktifitas masyarakat Gasib, seperti berdo'a yang memakai dupa, adat tapung tawar dan lain-lain.
Awal periode Kesultanan Siak Sri Indrapura (1723 M), pada masa Raja
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, hingga pada puncak pemerintahan yakni Sultan
Assaidis Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin (1946 M).
Menurut kacamata penulis selama penelitian ini dapat terlihat secara jelas bahwa sejak awal periode Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecik) sudah
119 menetapkan agama Islam sebagai agama resmi kerajaan, adapun mazhab yang diamalakan yakni mazhab Imam Syafi'i. Dari awal berdiri hingga masa akhir pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura selalu mengedepankan unsur-unsur
Islam di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Seperti pada peraturan-peraturan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam setiap menjalankan pemerintahan harus bermusyawarah dengan para pembesar kerajaan seperti, orang besar kerajaan, qhadi, penghulu.
Perkembangan agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada periode ke-IV, yakni Sultan Abdul Jalil Alamuddin Sysh (1766 M), karena Sultan
Alamuddin Syah merubah tradisi bahwa anak raja atau sultan harus menikah sesuai harkat dan martabat (selevel keluarga kerajaaan), peristiwa ini terjadi ketika puteri Sultan Alamuddin Syah yang bernama Tengku Embung Badariah dinakahi dengan seorang keturuanan bangsa Arab yang memilik silsilah langsung dengan
Nabi Muhammad SAW, yang bernama Syarif Ustman bin Abdul Rahman bin
Sayid bin Ali bin Muhammad bin Hasan bin Umar bin Hasan bin Syeh Ali bin
Abu Bakar Asyakran bin Abdul Rahman Assagaf bin Ahmad bin Ali bin Alwi bin
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Alwi bin
Muhammad bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isya bin Muhammad Annaqef bin
Syaidina Ali dengan Istrinya Siti Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.
Kedatangan seorang dari bangsa Arab yang bernama Syarif Usman yang menikahi puteri sultan, sehingga ditandai dengan adanya tambahan gelar Assaidis
Syarif merupakan indikasi bahwa Islam mulai kental di Kesultanan Siak Sri
Indrapura. Gelar Assaidis bermula keturunan sultan dari tanah Melayu berganti keturunan bangsa Arab, dan pada masa sultan ke-VII yakni Sultan Assaidis Syarif
120
Ali Abdul Jalil Syafuddin (1784 M) pemerintahan mencapai puncak kejayaan dalam hal perluasan daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura sampai ke
Sambas Kalimantan.
Meskipun keadaan pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai dicampuri dan pengaruh kolonialisme, namun dari setiap sultan yang memegang kekuasaan menyikapi dengan cara dan style yang berbeda-beda mengahadapi kolonialisme yang selalu menentang adanya kolonialisme. Pengaruh kolonialisme sangat mengganggu kestabilan pemerintahan kerajaan, sehingga memicu aksi-aksi perlawanan dari setiap sultan yang memerintahan di Kesultanan Siak Sri Inrapura.
Salah satunya perlawanan yang terjadi di Pulau Guntung yang merupakan markas besar sekaligus sebagai benteng pemerintahan Belanda.
Pemicu aksi perlawanan dikarenakan kolonial Belanda telah melakukan sabotase dengan mengambil pajak cukai secara sepihak. Perlawanan yang digagas oleh Sultan ke-II, yakni Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-
1760 M) yang terjadi pada tahun 1760 M, dan dengan strategi tipu muslihatnya itu Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah begitu efektif, sehingga mendapatkan kemenangan perdana selama pemerintahan Kesultanan Siak Sri
Indrapura mengahadapi kolonial Belanda.
Peristiwa inilah yang menjadi bukti bahwa Kesultanan Siak Sri Indrapura menentang keras kolonialisme. Mesikupun pihak Belanda sangat mendominasi pengaruhnya di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan membuat peraturan (KUHP), numun Sultan Assaidis Syarif Kasim juga bersisih keras agar setiap permasalah harus diselasikan dengan tiga tahap, tahap pertama, hukum
Islam, hukum adat dan KUHP yang harus ditaat oleh kedua pihak antara
121 pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan Pemerintahan Belanda. Masuk masa pendudukan Jepang, sang sultan juga berjuang demi kemajuan kerajaan dan sangat mementingkan rakyatnya, rasa cinta Sultan Assaidis Syarif Kasim terhadap rakyatnya ini terlihat ketika sang sultan menentang keras romusha yang akan dikembangkan oleh Jepang di Siak dan sekitarnya. Pada masa pendudukan Jepang tidak banyak perubahan dalam pemerintahan, namun hanya sebatas perubahan istilah didalam sistem pemerintahan.
Kemudian mulai merambat menancapkan pengaruhnya karena merasa telah diterima baik oleh pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan membentuk Riau Syu Sangi Kai yang fungsinya seperti Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) secara otoriter. Perlahan pemerintah Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai menyadari akan ambisi Jepang yang ingin menjadikan Siak Sri Indrapura sebagai sapi perah yang menguntungkan pihak kolonial Jepang. Dari seluruh perlawanan yang dilakukan oleh Kesultanan Siak Sri Indrapura beserta rakyat, berasal dengan adanya pengaruh agama Islam yang dapat membangkitkan aksi perlawanan terhadap kolonialisme yang identik kafir sebagai musuh besar Islam dan dengan rasa kesadaran akan cinta kepada tanah air maka jajaran pemerintahan dan rakyat menolak keras dengan hadirnya kolonialisme.
B. Saran
Tahapan penghujung dari skripsinya, panulis berharap agar anak-anak bangsa semakin bangga dan bertambah rasa nasionalisme, seperti apa yang terjadi di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dengan melihat kesimpulan di atas, kita akan menyadari indentitas kita sebagai seorang muslim harus mengedepankan nilai-
122 nilai ke-Islaman, dan sebagai akedemisi berkewajiban untuk mengkritisi dan meluruskan sejarah peradaban Islam yang berkembang di Nusantara agar tidak diputar balikan fakta sebenarnya karena kekurangan sumber daya manusia khususnya bidang sejarah. Penulis selalu mengharapkan saran untuk perbaikan penulisan skripsi ini agar menjadi kajian sejarah yang layak untuk dijadiakan acuan oleh mahasiswa/I UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, khususnya Jurusan
Sejarah dan Kebudayaan Fakultas Adab dan Humaniora. Penulis juga memohon maaf atas kekurangan dan kesalahan, karena segala kelebihan hanya milik Allah
SWT.
"Dengan niat penuh keyakinan dan usaha beriring do'a maka yakin akan sampai segala cita-cita"
123
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Primer:
Anrooij, Hijmans, H. A, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, diterbitkan oleh TBG. XXX, Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode XXI-1305, 1885.
Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East IndiaCompany (VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), Brill, Leiden Boston, 2007.
______, Surat-surat Perjanjian antara Kesultanan Riau dengan Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-1909,Djakarta, 1970.
Jamil, Nizami, dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, Cet ke-2, LAM Kabubaten Siak, Juni 2011.
______, Upacara Perkawinan Adat Daerah Riau (Siak Sri Indrapura-Pasir Pangaraian-Kepulauan Riau), Cet. ke-I, Pekanbaru :Bumi Pustaka, 1982. ______, Upacara Adat Tepung Tawar Beserta Filosofinya di Kerajaan Siak,Pekanbaru :CV. Sukabina Pekanbaru, Cet ke-2, LAM Riau, 2010.
M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra Benta Perkasa.
Netscher, Elisa, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, 2002.
124
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Hikayat Iskandar Zulkurnain dan Syair Raja Siak Dari Naskah W113 & W273, Data Kataalog Dalam Terbitan (KDT), 2002.
Sumber Sekunder:
Abdullah, Taufik dkk, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta, Januari 1989.
Adil, Haji Buyung Bin, Sejarah Johor, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka Kemeterian Pelajaran Malaysia, cet: II, 1980.
Akhimuddin, Yusri, Naskah-Naskah Gempa: Perspektif Orang Melayu Minangkabau Tentang Gempa Bumi, Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Sosial Kemasyarakatan, 2013.
Al Anshori, Junaedi. M, Sejarah Nasional Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan, PT Mitra Aksara Panaitan, Jakarta, 2010.
Al Haji, Raja Ali, Tuhfat al Nafis Sejarah Melayu dan Bugis, Singgapura : Malaysia Publication LTD.
Ali, Husin.S, Rakyat Melayu Nasib dan Masa Depannya, Terjemahan, PT Inti Sarana Aksara, Jakarta, 1985.
Alisjahbana, Takdir,Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia dilihat dari jurusan nilai-nilai, Yayasan IDAYU, Jakarta, 1975.
Amran, Rusli, Sumatera Barat Plakat Panjang, Sinar Harapan, Jakarta, 1985. Arenawati, Silsilah Melayu dan Bugis, Kuala Lumpur : Penerbit Pusaka Antara, cet. II,1973.
125
Arief, Armai, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau,cet ke-1, Suara ADI, Jakarta, Agustus 2009.
Bernard H.M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1967.
D.H. Burger, Terj. Prajudi Atmosudirdjo, Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Vol. I, Djakarta: P.N. Pradnya Paramita, 1960.
Effendi, Tenas, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura,Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, 1973.
Hall, D.G.E, Sejarah Asia Tenggara, Usaha Nasional Surabaya, 1988.
Hamidy, UU, Agama dan Kehidupan Dalam Cerita Rakyat, Pekanbaru : Bumi Pustaka, 1982.
Harrison, Brian, Asia Tenggara Satu Sejarah Ringkas. Terj, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1966.
Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007.
Kartadarmadja, Soenjata Drs, dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah Riau, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan, 1979.
Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Anggota IKAPI, Jakarta, 1992.
______, PengantarSejarah Indonesia Baru 1500-1900 Dari Emporium sampai Imperium, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993.
126
______, Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Jakarta : Balai Pustaka, cet. ke-V, 1984.
Loir-Chambert, Henri, Sultan, Pahlawan dan Hakim Lima Teks Indonesia Lama, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, Desember 2011.
Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, Pekanbaru, Percetakan Riau, Pemda Tk. I Riau, 1977.
Luthfi, Amir, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945,Pekanbaru : Lembaga Penelitian Institute Agama Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 1983. ______, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991.
Madjid, Dien, M. Pengantar Ilmu Sejarah, UIN Jakarta Press, Ciputat, 2013. Marleilly, Asmuni, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial di Daerah Riau Pada Awal Abad XX, Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah.
Meuraxa, Dada, Sejarah Kebudayaan Sumatera,Medan : Firma Hasmar, 1974.
Muzani, Saiful (edt), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, PT Pustaka LP3ES, Jakarta, Oktober 1993.
N.J. Ryan, Sejarah Semenanjung Tanah Melayu, (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1966.
127
Nasution, Harun dkk.,Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2002. ______, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid ke-I, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2008.
______, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid ke-2, UI Press, Jakarta, 2008.
Onghokham, Runtuhnya Hindia Belanda, PT Gramedia, Anggota IKAPI, Cet ke- I, Jakarta, 1987.
Ph.D, Hashim, Yusoff, Muhammad, Kesultanan Melayu Melaka Kajian Beberapa Aspek Tentang Melaka Pada Abad ke-15 dan Abad ke-16 Dalam Sejarah Malaysia, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1989.
______, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia, 1992.
______,Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realiti, Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3. 1994.
Ph.D, Sarumpeat, Toha, K., Riris, Liaw Yock Fang,Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, edisi petama, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, Agustus 2011. Ranawidjaya, Usep, Swapraja Sekarang dan Dihari Kemudian,Djakarta : PT. Djambatan, 1955.
Reid, Anthony, Sumatera Tempo Doeloe: dari Marco Polo sampai Tan Malaka, Komunitas Bambu, Jakarta, November 2010.
128
Ricklefs, M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, ter, PT. Serambi Ilmu Semesta, cet I, II, III, 2005, 2007.
Suroyo, Djuliat,Eksplotasi Kolonial Abad XIX Kerja Wajib di Keresidenan Kedu 1800-1890, Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia, November 2000. Suwarno, Adila dkk, Siak Sri Indrapura, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung Offest, 2007.
Tim Penulisan Universitas Riau dkk, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, Pekanbaru : Sutra Benta Perkasa, 2006.
Ichwan, Budi. dkk, Sejarah Riau Masa Kolonialisme Hingga Kemerdekaan RI, PT: Sutera Benta Perkasa cet ke-1, Pekanbaru, Mei 2006.
Yusmar, Yusuf, Studi Melayu, PT. Wedatama Widya Sastra, cet I, Januari 2009.
Sumber Makalah:
Asril, Raja Kecil Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura, dalam Jurnal Ilmu ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial.
Marleily, Asmuni, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisasi Sosial di Daerah Riau Pada Awal Abad XX,Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisasi Sosial, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah, 1983.
Rina Shintawaty, Peranan Sultan Sayid Syarif Qasim II Abdul Jalil Syaifuddin Tahun 1915-1945 Di Kesultanan Siak Sri Indrapura, Skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1985.
129
Seminar Intenasional Sejarah Lisan Rumpun Melayu 2014, "Rumpun Melayu Dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya", Gedung Guru Riau, Pekanbaru, Tanggal 27-30 Maret 2014.
Tri Shubhi A, Berjabat Tangan Dengan Masa Lalu Sebuah Ikhtiar Memahami Kedirian Bangsa dalam Panji Mahasiswa, Dzukhijjah 1435 AH/ Oktober, 2014.
Sumber Internet:
http://www.griyawisata.com/internasional/internasional/artikel/riau- tunjukan sebagai-pusat-kebudayaan-melayu diakses pada tanggal 4 April 2014 jam 22:40
http://www.pekanbaruriau.com/2009/04/visi-riau-2020.htmldiakses pada tanggal 4 April 2014 jam 20:22
http://www.riaupos.co/800-spesial-riwayat-hidup-dan-perjuangan-sultan- syarif-kasim--.htmldiakses pada tanggal 4 April 2014 jam 20:22
130
D. LAMPIRAN LAMPIRANTABEL 1 Nama-nama Sultan yang pernah menjabat di Kesultanan Siak Sri Indrapura
NO NAMA GELAR GELAR WAFAT PERIODE PEMERINTAHAN 1 Raja Kecil Sultan Abdul Jalil Marhum Buantan 1723 – 1746 Rahmad Syah 2 Tengku Buang Asmara Sultan Muhammad Abdul Marhum 1746 - 1765 Jalil Muzaffar Syah Mempura
3 Tengku Ismail Sultan Ismail Abdul Jalil Marhum Mangkat 1765 - 1766 Jalaluddin Syah Di Balai 4 Tengku Alam Sultan Abdul Jalil Marhum Bukit 1766 – 1780 Alamuddin Syah 5 Tengku Muhammad Ali Sultan Muhammad Ali Marhum Pekan 1780 - 1782 Abdul Jalil Muazzam Syah 6 Tengku Yahya Sultan Yahya Abdul Jalil Marhum Mangkat 1782 – 1784 Muzaffar Syah Di Dungun 7 Tengku Sayid Ali Sultan Sayid Syarif Ali Marhum Kota 1784 - 1810 Abdul Jalil Baalawi Tinggi Syaiffuddin 8 Tengku Sayid Ibrahim Sultan Sayid Syarif Marhum 1815 - 1864 Ibrahim Abdul Jalil Mempura Kecil Khaliluddin 9 Tengku Sayid Ismail Sultan Sayid Syarif Ismail Marhum 1815 - 1864 Abdul Jalil Jalaluddin Indrapura 10 Sultan Syarif Qasim I Sultan Sayid Syarif Qasim Marhum Mahkota 1864 - 1889 I Abdul Jalil Syaifuddin 11 Sultan Syarif Hasyim Sultan Sayid Syarif Marhum Baginda 1889 - 1908 Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin 12 Sultan Syarif Qasim II Sultan Sayid Syarif Qasim 1915 - 1945 II Abdul Jalil Syaifuddin
ket: Sultan Siak Sri Indrapura yang Berasal dari Keturunan Melayu Johor
Sultan Siak yang berasal dari Keturanan Arab (Syarif Usman Syahabuddin) Periodisasi Kesultanan Siak Sri Indrapura Sumber : Drs. Soenjata Kartadarmadja, Riwayat Hidup dan Perjuangan Sultan Sarief Kasim II, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, hal. 4-10. LAMPIRAN TABEL 2 Silsilah Sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada tahun 1723-1946 Sultan Mahmud Syah II Sultan Johor X 1685 - 1699
Tengku Alam Sultan Abdul Jalil Raja Kecil Sultan Abdul Jalil Muhammad Abdul Jalil Alamuddin Syah 1766-1780 Rahmat Syah 1723-1746 Muzaffar Syah 1746-1760 Tengku Sayid Syarif Osman Tengku Tengah Embung Tengku Ismail Sultan Ismail (Orang Arab) (meninggal sebelum X X Abdul Jalil Jalaluddin Syah Badriyah dewasa) 1760-1766
Tengku Muhammad Ali Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazam Syah Tengku Yahya Sultan Yahya 1780-1782 Abdul Jalil Muzaffar Syah
*Tengku Sayid Abdurrahman Tengku Sayid Ahmad *Tengku Sayid Ali Sultan Tengku Long Putih
Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Tengku Hitam 1784 -1810
Tengku Sayid Ismail Sultan Sultan Syarif Qasim I Tengku Syarif Hasyim Sultan Sultan Assaidis Syarif Assaidis Syarif Hasyim Abdul Assaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin 1815-1864 Qasim I Abdul Jalil Jalil Syaifuddin 1889-1908 Syaifuddin 1864-1889
Tengku Sayid Ibrahim Sultan Assaidis Syarif Ibrahim Abdul
Jalil Khaliuddin 1810-1815
Tengku SulongSayid Syarif Qasim II Sultan Tengku Putera Assaidis Syarif Qassim II Abdul Jalil Syaifuddin 1915-1946 Ket: X (Menikah) * (Keturunan Hasil dari Pernikahan) Sumber: Drs. Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru; Lembaga Penelitian IAIN Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 80. Drs. Soenjata Kartadarmadja. Riwayat Hidup dan Perjuangan Sultan Sarief Kasim. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, hal. 4-10. LAMPIRAN TABEL 3 STRUKTUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN BELANDA PADA TAHUN 1938-1942
Gouvernement Sumatra's Oostkust (Provinsi Pesisir Timur Sumatera) Gubernur Pesisir Timur Sumatera yang berpusat di Medan
Resindetie Riouw en Onderhoorgheden (Keresidenan Riau) dengan ibu kota Tanjung Pinang
Asisten Residen (Kepala Afdeling) Riau Kepulauan Indragiri Bengkalis Countroluer (Kontrolir) Countroleur (Kontrolir) Kepala Onderafdeeling Kepala Onderafdeeling Countroleur (Kontrolir) Kepala menjabat di Distrik: Rengat, Menjabat di Distrik: Tanjung Onderrafdeeling menjabat di Taluk Kuantan, Tembilahan Pinang, Karimun, Lingga, Pulau Dsitrik: Siak, Bagan Siapi-api, Tujuh Selat Panjang, Pekanbaru,Rokan Onderdistrik Kepala Daerah
Onderdistrik Kepala Daerah Onderdistrik Kepala Daerah Setempat Setempat Setempat Kebatinan (Batin) Kepenghuluan(Penghulu)
Hinduk Kepala Suku
Hinduk Kepala Suku
Sumber: Muchtar Luthfi, Sejarah Riau, Pekanbaru: Percetakan Riau, 1977, hal. 382-386.
LAMPIRAN TABEL 4 SUSUNAN PEMERINTAHAN MASA JEPANG PADA TAHUN 1942-1945
RIAU SYU COKAN (Gubernur Militer) di Pekanbaru
BUN (Keresidenan) BUNSUS CO GUN (Onderafdeeling)
*Bengkalis BUN GUNCO
*Pekanbaru BUN
*Indragiri BUN KU (Onderdistrik) *Bangkinang GUN KU CO
Ket: * pembagian Daerah BUN Bengkalis BUN : Bengkalis Gun, Selat Panjang Gun, Bagan Siapi-api Gun. Pekanbaru BUN : Pekanbaru Gun, Siak Gun, Pelelawan Gun, Pasir Pangaraian Gun. Indragiri BUN : Rengat Gun, Yaluk Kuantan Gun, Tembilahan Gun. Bangkinang BUN : Bangkinang Gun, Pasir Pangairaian Gun.
Sumber: Muchtar Luthfi, Sejarah Riau, Pekan Baru: Percetakan Riau, 1977, hal. 407-409.
LAMPIRAN TABEL 5 STRUKTUR PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA PADA TAHUN 1898-1915
SULTAN SIAK
Kerapatan Tinggi Dewan Kesultanan
Sultan Sebagai Ketua Datuk Empat Suku
Kadi
Komisaris Negara Jajahan
Hakim Polisi
Pengadilan Syariah Pengadilan Hakim Polisi
Kepala Suku Hinduik
Sumber: Drs. Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915- 1945, Pekanbaru: Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Negeri Islam Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 28.
LAMPIRAN TABEL 6 STRUKTUR PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA PADA TAHUN 1915-1945
SULTAN SIAK
KERAPATAN TINGGI MAHKAMAH KADI SULTAN SIAK MAJELIS KESULTANAN
Sultan sebagai ketua KADI SIAK Sultan Sebagai Ketua
DISTRIK
Datuk Empat Suku
KEPALA DISTRIK KERAPATAN TINGGI Imam Distrik
Kepala Distrik ONDERDISTRIK
Kepala
KERAPATAN ONDERDISTRIK IMAM ONDERDISTRIK
KEPENGHULUAN KEBATINAN
Penghulu Batin
HINDUK-HINDUK HINDUK-HINDUK
Kepala Kepala
Sumber: Drs. Amir Luthfi. Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945. Pekanbaru: Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 32. LAMPIRAN TABEL 7
ALUR HUBUNGAN KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA DENGAN KERAJAAN MELAKA
Kesultanan Melayu Melaka yang berdiri pada tahun (1400- 1511 M) yang berakhir pada masa Sultan Mahmud Syah I (Sultan ke X dengan gelar Marhum Kampar yang wafat pada tahun 1528 M)
Kesultana Melayu Johor yang berdiri pada tahun (1511-1819 M) yang berakhir pada masa Sultan Abdul Rahman Muazam Syah (Sultan Johor ke XVII 1912-1832 M).
Kesultanan Melayu Siak Kesultanan Melayu Johor-Riau-Lingga-Pahang (1723-1946 M) (1723-1832 M)
Berawal dari Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah Yang dipimpin oleh Sultan Sulaiaman Badrul gelar Raja Kecik dari tahun 1723-1746 M Alamsyah gelar dari Tengku Sululaiman (Raja
setelah menjabat dari Sultan Johor ke XII. Sulaiman) sebagai Sultan ke XIII dari tahun 1723-1761 M, dan Kesultanan ini berakhir pada masa Sultan ke XVII yaitu pada masa Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah pada tahun 1812-1819 M. Kesultanan Johor Riau Singgapura
(1819-1913 M) Kesultanan Johor-Riau Lingga
Berawal pada kepemerintahan Tengku Husin (1819-1913 M) dari tahun 1819-1935 M, letak Kesultanan Johor Berawal pada pemerintahan Sultan Tengku Abdul Riau Singgpura ini terletak di Singgapura Rahman Muazzam Syah pada tahun 1812-1832 M dibawah pengaruh Inggris. Berakhir oleh Sultan terletak di Lingga dibawah pengaruh Belanda. Akhir Temenggung Abu Bakar Seri Maharaja Johor Kesultanan Johor Riau Lingga ini di masa Sultan (1862), Sultan Abu Bakar (1885-1895 M) Abdul Rahman Muazzam Syah pada tahun 1885- mangkat 1895 di London-Inggris. 1911 M.
Sumber: OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011, hal.27
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR
Lampiran I : Peta Kekuasaan dan Pengaruh Kerajaan Sriwijaya
Sumber : www.indocropcircles.wordpress.com atau mascotnusantara.indonetwork.co.is
(diakses pada tanggal 22 April 2014, 19.00 WIB)
Lampiran III : Gambar Posisi Kerajaan Kuno di Riau Abad VII-XIV M
Sumber : M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra Benta Perkasa.
Lampiran IV : Gambar Istanan Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin, Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin, Balai Rung Sari
Lampiran Gambar : Pernikahan Sultan Syarif Kasim Tsani dengan Permaisyuri
Sumber : http://ria.choosen.net/2010/04/07/wisata-riau-rindu-sempadan-istana-siak/ (diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)
Lampiran Gambar : Masjid Raja Syahabuddin
www.kesultanan siak sri indrapura.melayu_onlinefiles.com ((diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)
Lampiran Gambar : Makam Pahlawan Nasional Sultan Syarif Kasim beserta Keluarga Siak Sri Indrapura
Sumber : http://ria.choosen.net/2010/04/07/wisata-riau-rindu-sempadan-istana-siak/ (diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)
Lampiran : Gambar Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura
Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.
Lampiran Gambar Tenun Siak
Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.
Lampiaran Gambar : Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura
Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.
Lampiran Gambar : Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1858-1945 M
Sumber : M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra Benta Perkasa Lampiran Gambar : Istana Peraduan dan Area Pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura
Sumber : www. flickriver/photo/tag/siak.com (diakses pada tanggal 22 April 2014, 21:11 WIB)
Lampiran Gambar : Istana Asseraah Hasyimiah
Sumber : http: www.riaudailyphoto.com (diakses pada tanggal 22 April 2014, 20:00 WIB)