KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA: ISLAM DAN PERLAWANAN TERHADAP KOLONIALISME PADA TAHUN 1760-1946 M

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora

Oleh : AHMAD SUPANDI 108022000013

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2015 M

ABSTRAK

AHMAD SUPANDI 108022000013

Penulis mencoba mendeskripsi pengaruh agama Islam dan perlawanan terhadap kolonialis yang terjadi pada kerajaan-kerajaan di sekitar , . Adapun judul skripsi ini "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M". Kesultanan Siak Sri Indrapura ini merupakan kerajaan yang bernafaskan Islam dan sebagai pewaris yang sah dari Kerajaan Melaka-. Pada 292 tahun silam tepatnya tahun 1723 M, Kota Siak Sri Indrapura yang terletak disekitar Sungai Jantan (Siak) sebagai pusat perdagangan regional dan internasional, terdapat pula sebuah bukti otentik berupa istana kerajaan hingga saat ini masih berdiri kokoh yakni Astana Asserayah Hasyimiyah, Istana ini menjadi pusat peradaban dan pemerintahan (city-state). Skripsi ini bertujuan untuk menunjukan akan adanya pengaruh agama Islam dalam sistem pemeritahan, kebudayaan, sosial-ekonomi yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Kemudian mengetahui kedatangan kolonialis seperti, bangsa Portugis ke Selat Melaka, bangsa Belanda dan Jepang untuk memonopoli perdagangan serta menanamkan pengaruhnya, sehingga menumbulkan aksi perlawanan di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari awal periode hingga akhir (1723-1946 M). Sebagai penguat dari skripsi ini, penulis menukil beberapa tulisan para ahli sejarah melayu yang mendeskripsikan terkait judul dengan metode kualitatif seperti, teknik pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research) hingga menyempatkan terbang ke Riau serta menggunakan beberapa pendekatan agama, sosio-politik, dan budaya. Berdasarkan hasil analisis penulis, dapat disimpulkan hasil dari temuan masalah tersebut bahwa dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura mengalami masa transisi dari Hindu-Budha hingga bercorak dengan nilai-nilai ke-Islaman dan selama berkuasa para sultan selalu mempertahankan ajaran agama Islam yang sesuai dengan dua pokok pedoman (al Qur'an dan Hadits) mesikupun berada di bawah kekuasaan bangsa kolonial.

i

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Peta Provinsi Riau 24 Oktober 1967-sekarang

Lampiran II: Gambar Posisi Kerajaan Kuno di Riau Abad VII-XIV M

Lampiran III : Gambar Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin,

Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Assaidis Syarif Kasim

Abdul Jalil Syaifuddin, Balai Rung Sari

Lampiran IV : Gambar Motif Tenun Siak

Lampiran V : Gambar Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim

Lampiran VI : Gambar Pernikahan Sultan Assaidis Syarif Kasim dengan Syarifah

Latifah Tengku Embung

Lampiran VII : Gambar Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura "Muhammad

Bertangkup"

Lampiran VIII : Peta Kekuasaan Kesultanan Siak pada Tahun 1815-1946 M

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Nama-nama Sultan yang Pernah Menjabat di Kesultanan Siak Sri

Indrapura

Tabel 2 : Silsilah Sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1723

1946

Tabel 3 : Struktur Administrasi Pemerintahan Belanda pada Tahun 1938-1942

Tabel 4 : Susunan Pemerintahan Masa Jepang pada Tahun 1942-1945

Tabel 5 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu

1898-1915

Tabel 6 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu

1915-1945

Tabel 7 : Alur Hubungan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan Kesultanan

Melaka

iii

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas kita ucapkan selain rasa syukur atas segala curahan nikmat,

rahmat dan karunia-Nya dengan melafadzkan kalimat "Alhamdulillahiirabbil'alaamiin", penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dan semoga kita senantiasa berada dalam kategori hamba-Nya yang selalu pandai bersyukur. Shalawat beriring salam tetap terpatri kepada sang proklamotor Islam, yakni kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita termasuk umatnya yang mendapatkan pertolongannya. Aamiin Yaa Rabbal'alamiin.

Sebagai insan akedemis di perguruan tinggi, maka harus menyelesaikan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam rangka itulah penulis membuat karya ilmiah dalam bentuk skrpsi yang berjudul :

“KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA : ISLAM DAN PERLAWANAN

TERHADAP KOLONIALISME PADA TAHUN 1760-1946 M”.

Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan

kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar

layak menjadi suatu khazanah literatur Sejarah dan Kebudayaan Islam Nusantara.

Pada kesempatan ini, perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih

dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik secara moral dan materil

yang begitu besar, hingga skripsi ini dapat selesai.

 Kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kepada Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

iv

 Kepada H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan dan Sholikatus Sa'diyah, M.Pd,

selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kapada Prof. Dr. Dien Majdid M.Hum, selaku guru besar dan sekaligus sebagai orang

tua bagi penulis, yang telah bersedia membimbing dengan penuh kesabaran dan penuh

dedikasi tinggi dan telah memberikan inspirasi bagi penulis.

 Kepada Pembimbing Akademik, Dr. H. M. Muslih Idris, MA, Lc, dan para dosen

terhaturkan salam ta'dzim dari penulis serta seluruh Civitas Akedemik Fakultas yang

telah memberikan pengetahuan baru selama menempuh studi di Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kepada Drs. H. O.K Nizami Djamil, Drs. Suwardi Mohammad Samin, Dra. Elly Roza

M.Hum, Drs. H. Kadri Yasif. M.Pd selaku Kepala Dinas Pariwisata Seni Budaya dan

Olah Raga Kabupaten Siak, yang telah bertemu dan berbincang hangat dengan penulis

pada acara Seminar Internasional Sejarah Lisan Rumpun Melayu 2014 "Rumpun

Melayu Dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya" di Gedung Guru Riau, Pekanbaru

pada tanggal 27-30 Maret 2014.

 Kepada kakanda Akbar, Kasmariadi, Suaib dan kawan-kawan Himpunan Mahasiswa

Islam Cabang Pekanbaru yang telah menemani dan membantu penulis selama berada

di Provinsi Riau.

 Kepada kedua orang tua tercinta Sarneti binti Sultan Tumanggung dan Ahmad Sahori

bin Muhammad Yatin dan Adik ku Bayti Witia telah menjadi semangat hidup dan

telah mendidik penulis dengan kasih sayang hingga menjadi pelita dalam hidup

penulis. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan senantiaasa berada dalam

selimut keberkahan dunia dan akhirat. Dari esemua sikap yang selama ini dirasakan,

izinkan penulis agar bisa membahagiakan mama, bapak dan adik. Kepada keluarga

v

Besar di Lampung, Maninjau, Tanah Datar, Bukittinggi dan Kampung Kapuk Jakarta

Barat.

 Kepada orang tua dari kekasih hati penulis tersayang, umi Aminah dan abi Saruji, dan

terimakasih kepada calon istri idaman penulis, Ajizah Nabilah yang telah menjadi

penyemangat penulis dan sabar menunggu selama ini.

 Kepada keluarga besar Himpunan selama penulis berhimpun di Himpunan Mahasiswa

Islam Kofah, dan komisariat se-Cabang Ciputat (Komtar, Komfaksyi, Komfuf,

Komfakda, Kafeis, Kompsi, Komfastek, Komfakdik, Komfakdisa, Komipam, Komici,

dan Kotaro) yang hebat, dan kawan-kawan angkatan 2008 di Jurusan SKI, BSA, BSI,

IP, TARJAMAH. Kepada kawan-kawan di DEMA-FAH yang telah menemani dan

menghabiskan hari dan bersenda gurau di basement Adab tercinta dan membimbing,

menasehati, dan menegur keras disaat penulis berbuat kesalahan. Jayalah HMI,

Sukses buat kita semua dan Bahagia HMI.

Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi bagian dalam pengembangan ilmu sejarah dan dapat dijadikan sebagai referensi. Amiin Yaa Rabbal

'alamiin.

Ciputat, 10 Juli 2015

Penulis,

Ahmad Supandi

vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...... i

Lembar Pengesahan ...... ii

Lembar Pernyataan ...... iii

Abstrak ...... iv

Daftar Lampiran ...... v

Kata Pengantar ...... vi

Daftar Isi ...... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ...... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...... 12

D. Tinjauan Pustaka ...... 13

E. Metode Penelitian ...... 15

F. Sistematika Penulisan ...... 18

BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH

A. Geografis dan Demografi ...... 20

B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura ...... 27

1. Sebelum Islam...... 27

2. Proses Bercorak Islam...... 31

3. Keriwayatan Pendiri...... 35

BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan ...... 46

B. Pengaruh Agama Islam ...... 78

vii

BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA TERHADAP

KOLONIALISME

A. Awal Mula Kedatangan Kolonialisme ...... 85

1. Kedatangan Bangsa Portugis di Selat Melaka ...... 86

2. Kedatangan Bangsa Belanda ...... 87

3. Kedatangan Bangsa Jepang ...... 90

B. Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme..... 91

1. Masa Pemerintahan Belanda…...... 91

2. Masa Pendudukanm Jepang…...... 99

C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura

Terhadap Kolonialisme...... 104

1. Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung ...... 104

2. Reaksi Rakyat Pada Pemerintahan Militer Jepang ...... 115

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ...... 119

B. SARAN ...... 122

DAFTAR PUSTAKA ...... 124

LAMPIRAN- LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS

viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Benua Kuning merupakan nama lain dari Benua Asia, adapun salah satu kawasan yang berada di Benua Kuning adalah, wilayah Asia Tenggara, dari sekian banyaknya negara yang berada di zona wilayah benua Asia seperti, Asia

Tengah, Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, namun penulis hanya memfokuskan dalam pembahasan skripsi ini pada kawasan Asia Tengggara. Di daerah Asia Tenggara terdapat beberapa negara yang dipisahkan oleh lautan sempit yang berada diantara dua pulau yang dinamakan selat. Kawasan ini sungguh telah menoreh dan memiliki beberapa nilai sejarah peradaban dan kebudayaan cukup besar yang dahulunya telah terjadi dikawasan ini, hal ini bisa terjadi karena Asia Tenggara adalah kawasan "geostrategis" yang terletak pada posisi silang antara jalur perdagangan internasional yang memiliki kekayaan akan sumber daya alamnya, tenaga kerja, dan sekaligus kawasan pasar yang potensial.

Kawasan Asia Tenggara adalah kawasan yang sangat identik dengan aktivitas perniagaan antar bangsa-bangsa asing dan lokal, serta kawasan Asia

Tenggara terdapat jalur sutera yang berfungsi sebagai lalu lintas utama yakni,

Selat Malaka dan Selat Singgapura yang merupakan salah satu jalur yang sangat ramai dilalui dan dipenuhi oleh kapal-kapal dagang.1 Kedua faktor itulah yang menjadi magnet serta incaran bagi bangsa asing (Eropa) seperti Portugis, Belanda,

Inggris, Jepang dan lain-lain, untuk memonopoli perdagangan dan menguasai

1 Djoko Pramono, Budaya Bahari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 13.

1 kekayaan sumber daya alam serta menanamkan pengaruhnya pada kerajaan- kerajaan yang berada di kawasan Asia Tenggara khususnya Nusantara yang kental akan akulturasi budaya, agama, bahasa, sistem pemerintahan, dan sosial-ekonomi karena dampak dari kedatangan bangsa asing di daerah kawasan Nusantara.

Pada abad VII dan XIII M, kedatangan negara asing tersebut tidak hanya berperan sebagai pedagang saja, melainkan juga telah memberikan pengaruh dan memperkenalkan agama yang terlebih dahulu sebelum Islam masuk di Nusantara ataupun Asia Tenggara secara luas yaitu, agama dan budaya Hindu-Budha.2

Sehingga Asia Tenggara menjadi pusat keramaian dan menjadi pusat perdagangan internasional, karena kawasan Asia Tenggara terdapat daerah-daerah yang menjadi pusat perdagangan dan berkedudukan paling penting dalam perdagangan internasional. Menurut penulis perairan Selat Melaka memegang peranan penting, karena jalur dagang yang terbentang antara India dan Cina pasti melintasi Selat

Melaka sejak awal Masehi, pernyataan ini dibenarkan oleh D.G.E. Hall dalam karyanya A History of South-East Asia, bahwa Melayu Sumateralah yang memulakan perhubungan dagang jalan laut ke negeri Cina, dan bukti-bukti yang telah ada menunjukkan bahwa ahli-ahli perkapalan Melayu telah memainkan peranan yang tidak kurang penting seperti India dalam perdagangan Asia

Tenggara dengan India dan Ceylon.

Kondisi di sekitar Selat Melaka pernah dikuasai oleh sebuah kerajaan yang bercorak maritim dan memilik kekuasaan wilayah cukup besar, yakni Kerajaan

Sriwijaya. Kerajaan ini juga menjadikan Selat Melaka hingga Selat Sunda sebagai

2 Bernard Phileppe Groslier, Indocina Persilangan Kebudayaan, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2007), hal. 27. Lihat juga, Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia II, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hal. 450.

2 pelabuhan pusat perdagangan. Mengenai wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya diantaranya, Pelembang, Aceh, Batak, Kampe

(Jambi Hilir), Semawe (wilayah Jambi), Selat Sunda, (Timur

Semenanjung), Trengganau (Semenanjung Pantai Utara Sumatera) dan Klantan,

Langkasuka (Pantai Barat Semenanjung), Jeletong (Semenanjung Tenggara wilayah Jambi), Grahi, Tamralingga (Muangthai), , hingga Sailan (Sri

Langka). Pada 670-673 M, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Budha dan sangat berpengaruh, tepat pada tahun 670-an salah satu pendeta termasyhur dari

Cina dalam perjalanannya ke India singgah untuk mengunjungi pusat Kerajaan

Sriwijaya, pendeta itu bernama I-Tsing.3

Pada akhir abad ke-X terdapat beberapa faktor kehancuran Kerajaan

Sriwijaya, faktor yang pertama ketika pemerintahan Kerajaan Sriwijaya berada di bawah kekuasaan Raja Udayadityawarman, pada masa itu pernah mengalami kekalahan pada saat melakukan perlawanan armada laut dari Jawa dibawah komando Raja Dharmawangsa Teguh. Pada faktor yang kedua abad ke-XI,

Kerajaan Sriwijaya dibawah pemerintahan Sanggarwijaya menerima serangan dari

Kerajaan India (1023-1030 M), pada akhirnya raja dari Kerajaan Sriwijaya menjadi tawanannya. Faktor ketiga tepat pada tahun 1377 M, Kerajaan Mojopahit dengan kekuatan besarnya berhasil mengalahkan Kerajaan Sriwijaya.

3 I-Tsing adalah seorang musafir berkebangsaan Cina, dan tepat pada tahun 671 M dirinya sampai di Fo-Che (Sriwijaya), I-Tsing sempat tinggal selama enam bulan dan selama di Fo-Che dirinya belajar tatabahasa Sanskerta. Setelah menuntut ilmu selama 14 tahun di Nalanda, pada tahun 685 M, kembali ke Sriwijaya untuk menyampaikan ilmunya selama di Nalanda dan menerjemahkan naskah suci Budha. Di Sriwijaya I-Tsing selama di Sriwijaya telah menulis beberapa karyanya kitab yang menjelaskan tentang praktek agama Budha di India agar dapat meluruskan kesalahan yang selama ini terjadi di Cina. Jadi selama berada di pusat Kerajaan Sriwijaya I-Tsing telah menulis beberapa kitab dan catatannya kemudian pada tahun 695 M, dirinya pulang ke Cina. Lihat selengkapnya, Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, 2006, Pekanbaru, Surya Benta Perkasa, hal. 94-95.

3

Akibat kekalahan tersebut yang terjadi pada akhir abad ke-XIII, Kerajaan

Sriwijaya mengalami keruntuhan karena didesak oleh tiga kekuatan,dari Utara, orang-orang Siam 1292.4 Kekuatan lain dari dalam sendiri yaitu Melayu Jambi yang telah dikuasai oleh Singosari pada tahun 1275-1293 M dan akhirnya kekuatan ketiga ialah langsung Singosari dan Mojopahit. Setelah hancurnya

Kerajaan Sriwijaya berdampak di kemudian hari dengan bermunculan kerajaan- kerajaan Melayu yang berada di bawah kekuasaannya. Dari beberapa faktor itulah pengaruh Kerajaan Sriwijaya sudah melemah sehingga menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Melaka. Demikian di daerah Riau, terdapat beberapa kerajaan Melayu yang namanya masih hidup dalam sejarah.

Kerajaan Melayu yang dimaksud adalah, Kerajaan Bintan atau Tumasik dan Melaka, Kerajaan Kandia atau Kuantan, Kerajaan Gasib, Kerajaan Kritang dan Inderagiri, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pekan Tua. Dalam pepatah Melayu mengatakan "Patah tumbuh hilang berganti, tidakkan Melayu hilang di bumi", itulah semboyan orang Melayu, walaupun Sriwijaya runtuh namun setelah itu tumbuh dan berkembang beberapa kerajaan Melayu yang bercorak Islam sekitar

Selat Melaka dan di daerah Riau. Melaka merupakan daerah lalu lintas dan tentunya sangat ramai dikunjungi oleh pedagang-pedangan Islam. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi, dikarenakan Selat Melaka sangat penting dan sebagai pintu gerbang (transito perdagangan) para pedagang muslim dan mubaligh (ulama) untuk meneruskan perjalanannya ke Pantai Utara Brunei, Sulu, Melaka, Jawa dan

4 Adapun yang dimaksud dari orang-orang Siam adalah Kerajaan Sukhotai di Wliayah Muang Thai sekarang ini. Orang Siam terusir oleh Raja Mongol di Cina yaitu Wangsa Yuan 1260- 1368 yang menginginkan untuk menaklukan orang-orang Siam di Indo-Cina. Dan tepat pada tahun 1292 M, daerah Ligor dapat di kuasai oleh Kerajaan Sukhotai dan terus ekspansi ke daerah Selatan. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru Riau, 1976, hal. 120.

4 terus ke Maluku. Tepat pada tahun 1414 M, pada masa Sultan Muhammad

Iskandar Syah agama Islam mulai terasa di Kesultanan Melaka dan berlanjut pada tahun 1445-1458 M, tepatnya pada masa Sultan Muzaffar Syah agama Islam menjadi agama rsmi di Kesultanan Melaka. Pada saatitupula pengaruh Hindu-

Budha perlahan hilang dengan masuknya agama Islam di Riau dengan ditinjau dari sudut sejarah dan geografis terdiri dua jalur, yakni melalui jalur perdagangan dari luar negeri dan dalam negeri (antar daerah).5

Sejak adanya jalur perdaganga ini, para pedagang Islam (pendakwah) mulailah Islamisasi di wilayah Riau dan sekitarnya dengan mengajarkan ajaran katauhidandari kepercayaan lama masyarakat setempat yang sudah melekat yakni

Hindu-Budha dengan tanpa merusak tradisi, adat, dan budaya yang sudah ada.

Pada abad ke-IV-V di pedalaman kampung yang bernama Gasib yang berada sekitar Sungai Jantan (Siak) terdapat sebuah kerajaan yang kental dengan ajaran

Hindu-Budha, yakni Kerajaan Gasib. Adapun daerah kekuasaan Kerajaan Gasib cukup luas, yakni sepanjang aliran Sungai Jantan hingga perbatasan daerah

Minangkabau, Sumatera Barat.6 Kerajaan Gasib mendapatkan serangan dari

Kesultanan Melaka yang sedang melakukan ekpansi tanah daratan Riau dan sekitarnya. Kesultanan Melaka menyadari akan potensi kekayaan alam dan kualitas tanah yang subur akan menguntungkan di sektor perekonomian.

5 Daerah Riau jika dilihat dalam globe terlihat sangat strategis bagi lalu lintas pelayaran yang menghubungkan jalur pelayaran dari Arab, Cina ke India dan sebaliknya, adapun rincian route yang dimaksud sebagai berikut: Dari Arab, ke Teluk Persia, Cambay, Gujarat, Selat Melaka, Teluk Siam, Cina. Dan apabila terjadi pergantian angin (angin muson) di Laut Cina Selatan, maka pelayaran beralih dari Selat Melaka, ke Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Selat Makassar, Philipina baru ke Cina. Dan dari jalur perdagangan dalam negeri (antar daerah) di Nusantara. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru, 1976, hal. 120-125. 6 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, CV. Sukabina Pekanbaru, LAM Kabupaten Siak, 2011, hal.8.

5

Tepat pada 1444-1477 M, Kerajaan Gasib berhasil ditaklukkan oleh

Kesultanan Melaka dibawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Setelah dikalahkan oleh Kesultanan Melaka, Kerajaan Gasib berada di bawah empayar

Kesultanan Melaka. Mulailah proses Islamisasi yang dilakukan oleh Kesultanan

Melaka ketika dipimpin Sultan Mansyur Syah dengan menjadikan anak laki-laki dari seorang Raja Gasib yang bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan

Gasib. Sehingga pada peristiwa ini raja yang bernama Megat Kudu mendapatkan gelar yang kental dengan Islam, yakni Sultan Ibrahim dan otomatis menjadi seorang muallaf karena melihat Kera Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai ke-Islaman.7

Peristiwa ini berdampak dengan kemunculan beberapa kerajaan yang bercorak Islam. Beberapa kerajaan yang kental dengan Hindu-Budha berbelok keyakinannya atas pengaruh Kesultanan Melaka yang terlebih dahulu memeluk

Islam, diantaranya Kerajaan Gasib. Pengaruh agama Islam yang dibawa oleh

Kesultanan Melaka semakin besar dan mengalami puncak kegemilangan pada masa Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M). Faktor berikutnya yang menyebabkan

Kesultanan Melaka berhasil memperluas daerah kekuasaanya diantara kerajaan- kerajaan kecil yang bercorak Hindu-Budha dengan menggunakan kekuasaan politiknya dan memasukkan negeri-negeri lain ke dalam sektor perdangangan dan melakukan Islamisasi dijajaran para raja. Strategi ini sangat efektif, karena ketika raja sudah memeluk agama Islam maka otomatis jajarannya dan rakyatnya akan mengikuti apa yang dilakukan oleh rajanya. Kemudian Kesultanan Melaka juga

7Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, Pekanbaru :Sutra Benta Pustaka, 2006, hal. 154-156.

6 memberlakukan sistem perkawinan, dengan menikahkan antar kerajaan sangat memperkuat keharmonisan di dalam keluarga-keluarga kerajaan. Dari semua langkah tersebut sudah dilaksakan ketika penaklukkan Kerajaan Gasib sehingga agama Islam masuk dan berkembang.Setelah Kerajaan Gasib ditaklukkan oleh

Kesultanan Melaka, Sultan Mansyur Syah menobatkan anak Raja Gasib yang bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan Gasib di bawah kedaulatan

Kesultanan Melaka. Sehingga Megat Kudu menjadi menantu dan bergelar Sultan

Ibrahim. Pada tahun 1477-1488 M, ketika Sultan Alauddin Riayat Syah I menjadi sultan di Kesultanan Melaka, maka di Kerajaan Gasib juga mengalami pergantian

Sultan Ibrahim digantikan anaknya bernama Raja Abdullah. Beranjak pada masa

Sultan Alauddin Riayat Syah I digantikan oleh Sultan Mahmud Syah I pada tahun

1488-1511 M, senada di Kerajaan Gasib digantikan juga Raja Abdullah dengan

Raja Husin. Pada periode inilah Kesultanan Melaka kedatangan tamu dari Eropa untuk menguasai Melaka dan memonopoli perdagangan. Bangsa Portugis datang ke Melaka dengan kekuatan penuh dan senjata yang memadai untuk merebut

Melaka dari Kesultanan Melaka hingga berhasil di taklukkan pada tahun 1511 M, sehingga Sultan Mahmud Syah I sultan terakhir di Kesultanan Melaka menyingkir ke Johordan memimindahkan pusat kekuasaannya ke Bintan. Pada tahun 1513 M,

Portugis kembali mengadakan penyerangan di Kara dan Bintan.

Sejak itulah Bintan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Melayu Melaka hingga sultan terakhir Melaka yang berkuasa di Johor (Kota Tinggi) hingga wafatnya yakni Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M). Pada saat itu juga

Kemaharajaan Melayu dikenal Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau) 1699-

1723 M yang berpusat di Bintan di Hulu Sungai Riau. Kemudian dilanjutkan oleh

7

Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719 M), pemerintahan selanjutnya oleh

Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (putera dari Sultan Mahmud Syah I yang telah mangkat Dijulang, pemberian gelar ini karena Sultan terbunuh dalam Julungan8 yang dipakul oleh pelayannya ketika berangkat ke Masjid.9 Pada masa inilah

Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendirikan Kesultanan Siak Sri Indrapura di

Buantan pada tahun 1723-1746 M.10 Sultan Abdul Jalil Riayat Syah pada waktu itu berada di Kuala Pahang, memfitnah Raja Kecik dengan mengatakan bahwa

Raja Kecik bukanlah seorang anak dari Encik Pong dan zuriat Sultan Mahmud

Syah II. Hal ini menyebabkan sebagian rakyat Johor cenderung membencinya, sehingga membuat keadaan di pemerintahan Kesultanan Johor resah, seolah-olah di Kesultanan Johor dipimpin oleh dua sultan. Pada akhirnya untuk menghindari keributan yang terjadi maka Raja Kecik meninggalkan Johor dan pindah ke

Riau.Pada 1718-1719 M, Raja Kecik membangun kekuasaannya dan mendirikan pusat pemerintahannya di Bintan, Tanjung Pinang. Kejadian diatas merupakan bagian kecil permasalahan yang telah terjadi dan menimbulkan perpecahan intenal di Kesultanan Johor, yang berimbas kepada rakyat sehingga menimbulkan huruhara, karena rakyat Johor terpecah menjadi dua golongan, golongan pertama ada yang berpihak kepada Raja Kecik dan golongan kedua yang berpihak kepada

Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan rakyat yang memihak kepada Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.

8Julungan adalah sebuah tandu kebesaran (usungan dengan pikulan yang mempunyai tempat duduk) 9 Prof. Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, cet.2, 1982), hal. 245. 10Lihat Lampiran Peta 5-6 Kesultanan Melayu Johor I (Melayu Bintan) tahun 1513-1699 M dan Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau) tahun 1699-1723 M.

8

Peperangan ini terjadi karena keduanya tidak bisa menahan diri dan emosinya.

Adapun dalam peperangan tersebut pihak dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV mengalami kekalahan dan kemudian beliau pindah ke Pahang dan Raja Kecik juga pindah dan menetap di Riau, sejak itulah Raja Kecik menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor-Riau. Dengan terjadinya dualisme di dalam pemerintahan Kesultanan Johor sehingga terpecah daerah kekuasaannya menjadi tiga pusat kekuasaan dan kemudian wilayah kekuasaan dibagi tiga, daerah

Terengganu dan Pahang berada di bawah pemerintahan Bendahara Abdul

Jalil(Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan daerah Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara berada dibawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat wilayah yang telah dikuasai oleh orang Bugis yang pada saat itu membantu

Bendahara Abdul Jalil dalam perebutan tahta Kesultanan Johor dengan Raja

Kecik yaitu daerah Selanggor, Kelang dan Lingga berada dibawah pemerintahan

Daeng Merewah dan Daeng Manompok.11 Setelah pembagian wilayah tersebut

Raja Kecik mundur dan mencari daerah yang nyaman dan strategis untuk menghimpun kekuatan dan mengkodusifkan pemerintahannya.

Pada akhirnya Raja Kecik menemukan suatu tempat dan merapat di Siak.

Adapun daerah Siak tepatnya di Buatan yang berada di sepanjang Sungai Siak

(Jantan) dipilih oleh Raja Kecik untuk membuat siasat dan dapat menuntut bela atas pembunuhan ayahnya oleh Bendahara Abdul Jalil Riayat Syah.Langkah pertamanya Raja Kecik mendirikan sebuah kerajaan yang pewaris sah Kesultanan

11 Mohd. Yusoff Hashim, 1992, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara. ; Dewan Bahasa dan Pusaka . Baca juga tulisan lain Mohd. Yusoff Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realiti. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3.

9

Johor, kerajaan tersebut nantinya bernama Kesultanan Siak yang berpusat di

Buantan (pedalaman Sungai Siak), meskipun berada di bawah pengaruh kekuasaan Kesultanan Johor-Riau yang pada saat itu pusat pemerintahannya terletak Bintan Hulu Sungai Riau. Raja Kecik pun dinobatkan sebagai Raja Siak pertama pada tahun 1723 M, dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.

Segenap peristiwa singkat di atas menyimpulkan bahwa Kesultanan Siak

Sri Indrapura memiliki hubungan dengan Kesultanan Johor, dan Kesultanan Johor memiliki hubungan dengan Kesultanan Melaka. Ketiga kerajaan ini merupakan dinasti Kemaharajaan Melayu yang menjadi pusat peradaban Islam dikalangan masyarakat Melayu Riau maupun Johor.

Dalam benak penulis terdapat pertanyaan, bagaimana proses Islamisasi dan perkembanganya di Kesultanan Siak Sri Indrapura?, seberapa besar pengaruh agama Islam disektor budaya, bahasa, sistem pemerintahan dan ekonomi-sosial?, dan mengenai kedatangan bangsa asing di Kesultanan Siak Sri Indrapura serta bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Pada permasalahan itu semua penulis ingin merangkumnya dalam satu judul yaitu:Kesultanan Siak Sri Indrapura :

Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme 1760-1946 M."

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Demikian sepenggal kisah mengenai Kerajaan Gasib-Siak serta nanti akan menjadi kerajaan yang bercorak Islam yang diperkasai oleh seorang anak laki-laki yang terbuang dan sebagai zuriat dari pada Sultan terakhir di Kesultanan Melaka yakni Sultan Mahmud Syah I, yang bernama Raja Kecik. Setelah Raja Kecik berhasil merebut kembali tahta Kesultanan Johor, akan tetapi keadaan di

10 pemerintahan tidak kondusif karena adanya orang-orang Bugis yang berkeliaran diSelat Melaka, keberadaan orang Bugis nantinya akan menimbulkan beberapa gejolak dan perpecahan selama roda pemerintahan, sehingga Raja Kecik beranjak dari Melaka ke Buantan. Pada tahun 1723 M, di Buantan, Raja Kecik mendirikan kerajaan baru yang merupakan pewaris dari Kesultanan Melaka yakni, Kesultanan

Siakdi bawah kendali Raja Kecik eksistensi Kesultanan Siak menjadi sebuah kerajaan bahari dan pusat pelabuhan dan hingga disegani di daerah pesisir Timur

Sumatera dan di Semenanjung Melaka. Meskipun nantinya selama masa pemerintahan Kesultanan Siak berada dalam tekanan imperialisme bangsa Eropa, namun semua Sultan yang menggenggam kekuasaan tidak pernah gentar untuk menghadapi bangsa asing itu, karena sang Sultan mendapatkan beberapa kekuatan dan sokongan dari kerajaan-kerajaan yang berada di bawah taklukan Kesultanan

Siak. Berdasarkan latar belakang tentunya penulis mengkhususkan bahasan hanya mengenai awal mula pembentukan dan berdirinya Kesultanan Siak yang terjadi di sekitar Sungai Jantan (Siak), dari awal yang kental agama Hindu-Budha menjadi kesultanan yang bercorak Islam dan juga mengkaji beberapa pengaruh Islam terhadap, budaya, sistem pemerintahan dan sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Dari paparan tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penulisan skripsi ini, adapun permasalahan dalam skripsi ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Sejarah awal mula pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

b. Proses Kesultanan Siak Sri Indrapura yang sangat kental Hindu-Budha

menjadi Kerajaan yang Bercorak Islam.

c. Kedatangan bangsa Eropa di Selat Melaka.

11

d. Kesultanan Siak Sri Indrapura menghadapi kolonialisme.

e. Campur tangan kolonial di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri

Indrapura.

f. Aksi-aksi perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda dan Jepang di

Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Berdasarkan identifikasi masalah diatas agar tidak melangkah lebih jauh pembahasan skripsi ini dan tidak mengalami pelebaran serta tetap terfokus pada masalah, maka penulis membatasi masalah dalam tiga pertanyaan sebagai berikut:

1. Sejarah awal pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

2. Masuk dan perkembangannya Agama Islam di Kesultanan Siak Sri

Indrapura.

3. Aksi perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan utama dari penelitian skripsi ini adalah :

a. Menggambarkan kondisi Kesultanan Siak Sri Indrapura dan

sebelumdan sesudah masuknya Agama Islam.

b. Mengetahui pengaruh agama Islam terhadap budaya, bahasa dan

sistem pemerintahan serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di

Kesultanan Siak Sri Indrapura.

c. Merincikanaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan

rakyat terhadap kolonialisme.

12

Adapun kegunaannya :

a. Untuk memberikan informasi ilmu pengetahuan sejarah khususnya

kawasan Asia Tenggara mengenai pengaruh agama Islam, kepada

mahasiswa/i atau masyarakat luas terkait sejarah kerajaaan Melayu

yang berada di Siak, Pekanbaru Riau yang terjadi pada tahun 1723

M.

b. Untuk dijadikan sumber kajian atau sember sejarah Islam di Asia

Tenggara, khususnya di tanah Melayu Siak, Riau, Pekanbaru.

c. Dapat bermanfaat sebagai alat bantu untuk memperluas khazanah

kepustakaan sejarah peradaban Islam di kawasan Asia Tenggara.

d. Dapat menambah pengetahuan masyarakat umum, mahasiswa/i dan

masyarakat Melayu yang berada di Provinsi Riau, khususnya di

Siak agar memahami sebuah sejarah yang panjang dan menjadikan

suatu pembelajaran yang telah terjadi pada masa Kemaharajaan

Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura,

sehingga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian skripsi ini yang menjadi inspirasi terkait dengan judul skripsi "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap

Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M" yang membahas tentang awal mulapembentukan dan perkembangan agama Islam di Kesultanan Siak Sri

Indrapura tentunya buku-buku yang akan digunakan terkait dengan judul.

Mengenai sumber data yang dipergunakan oleh penulis dapat di kategorikan

13 menjadi dua, yang pertama sumber primer dalam buku karya dari seorang keturunan dari sekretaris pribadi Sultan Assaidis Syarif Kasim Tsani menduduki kursi pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapuradalam karya yang ditulis oleh

Tim Penulis Drs. H. O.K Nizami Djamil dkk, yang berjudul Sejarah Kerajaan

Siak, dalam buku ini merupakan acuan pertama penulis dan sangat terbantu dalam proses penulisan skripsi ini karena didalamnya membahas sangat jelas sejarah

Kerajaan Siak sebelum dan sesudah Islam masuk, mengenai adat dan budaya serta dari bidang perekonomian Kerajaan Siak telah dijelaskan didalamnya. Kemudian dalam buku berikutnya yang disusun oleh Tim Universitas Riau dkk, yang awalnya merupakan draff seminar Sejarah Riau, seminar ini berlangsung pada tanggal 20-25 Mei 1975 M, dalam buku ini terdapat beberapa pembahasan mengenai kesultanan Melayu adapun kesultanan Melayu yang disinggung dalam buku ini adalah Kesultanan Siak, Indragiri, Pelalawan dan Rokan, kemudian membahas kondisi Riau. Penulis juga mendapati buku karangan Elisa Netscher, yang berjudul De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Bruining & Wijt

1870 yang telah diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk dengan judul Belanda Di

Johor Dan Siak 1602-1865, penulis sangat bersyukur, karena telah mendapatkan buku ini yang begitu sulit untuk mendapatkannya. Di dalam buku ini sangat kental pembahasan mengenai kondisi Siak dan menggambarkan akan kekuasaan pemerintahan Belanda dari Johor hingga menjalar ke Siak, dalam buku ini juga tercantum beberapa perjanjian Siak antara pihak Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan Belanda mengenai batas teritorial Riau dan perjanjian dibidang perdagangan. Buku yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Rapublik Indonesia dengan judul Surat-surat Perdjandjian Antara Kesultanan Riau Dengan

14

Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda 1784-1909, buku ini terdapat perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh pemerintahan Hindia-Belanda yang mengikat Kesultanan-kesultanan Riau dan taklukkannya. Arsip Nasional juga menerbitkan buku yang berjudul Hikayat Iskandar Zurkarnain dan Syair Raja

Siak, Dari Naskah W 113 & W273, buku ini terdapat dua naskah kuno yang aksara

Arab Melayu (Jawi) dengan berbahasa Melayu.

Kategori sumber yang kedua yaitu sumber sekunder, dalam buku W.G.

Shellaber, yang berjudul Sejarah Melayu mengulas secara rinci mengenai sejarah di Tanah Melayu dan peranannya, buku ini juga membahas mengenai sejarah awal berdirinya Malaka dan berkembang sedemikian pesat sehingga menjadi incaran bangsa Portugis yang kemudian menguasai Malaka pada tahun 1511 M. Dalam buku karya Muhammad Yusoff Hashim Ph.D yang berjudul Kesultanan Melayu

Malaka membahas beberapa aspek tentang Melaka pada Abad ke XV dan Abad ke XVI, terdapat juga bahasan mengenai hubungan tradisional Melaka-Siak dilihat melalui penulisan Hikayat Siak atau Raja-raja Melayu.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kembali masa lampau dari objek yang diteliti melalui metode penelitianyang memberikan gambaran dan pandangan serta dikuatkan dengan analisis penulis dari sumber-sumber yang didapat dari beberapa kali melakukan kunjungan perpustakaan. Penelitian ini jugasekilas membahas pada bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Tradisi

Islam. Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data (library research) dengan mengumpulkan data dan informasi bermacam-

15 macam material berupa buku-buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya yang relevansinya dengan kajian skripsi ini.12 Kemudian dari data tersebut untuk direkonstruksi kembali dengan meberikan gambaran serta analisa penulis melalui pendekatan kualitatif.

Adapun pengertian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.13 Penulis memulai langkah pertama dengan mengumpulkan data- data yang telah didapati dari beberapa hasil kunjungan di beberapa perpustakaan, bahkan menyempatkan diri datang ke Riau.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan beberapa tahapan yang disesuaikan dari buku pedoman akedemik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan tahapan dalam penulisan sejarah, seperti :

1. Heuristik, Pengumpulan sumber tentunya menggunakan metode

library research dengan melakukan beberapa kunjungan untuk

menemukan sumber yang berkaitan dengan judul skripi dari berbagai

kunjungsn perpustakaan diantaranya, Perpustakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora, Perpustakaan Imam Jama' Lebak Bulus, Jakarta Selatan,

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat,

Arsip Nasional Republik Indonesia, Ampera Raya, Jakarta Selatan,

Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat,

LAM (Lembaga Adat Melayu Riau), Pekanbaru Riau, dan lain-lain.

12Mardalis, Metodologi Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 25. 13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 3.

16

2. Interpretasi, dengan memberikan tafsiran terhadap fakta sejarah

yang terdapat dari fakta-fakta sejarah yang tercermin pada peristiwa-

peristiwa masa lampau dengan tahapan-tahapan seperti, diseleksi,

disusun, diberikan tekanan dan ditempatkan dalam urutan yang

kausal agar dapat disimpulkan data yang dimaksud dalam penulisan

skripsi ini.

3. Analisa, merupakan tahapan dengan menganalisis dan mengkritik

sumber-sumber yang telah didapat oleh penulis. Kritik ini terbagi

menjadi dua penyaringan, yang pertama, mengacu pada kredibilitas

sumber, apakah dari beberapa kualitas sumber yang digunakan tidak

dimanipulasi, mengandung bias dan data-data dapat diklasifikasi

layak dan pantas dijadikan sebagai acuan sumber atau kurang layak

sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenerannya.

4. Historiografi, metode ini merupakan tahapan akhir dalam penulisan

skripsi ini. Setelah data-data yang telah diinterpretasikan dengan

mengacu dari beberapa fakta sejarah dan dapat disusun strategi

dalam bentuk sistematika penulisan sejarah sesuai dengan judul

skripsi.

17

F. SistematikaPenulisan

Sistematika Penulisan dalam skripsi ini terdiri darilima bab, adapun rinciannya di bawah ini :

BAB I PENDAHULUAN

Mengenai signifikasi judul yang dibahas terdiri dari, latar belakang

masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS

SEJARAH

Dalam bab ini memaparkan mengenai geografis dan demografis

kota Siak Sri Indrapura, selayang pandang sejarah dan awal mula

pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura ysng masih kental

Hindu-Budha hingga menjadi sebuah kerajaan yang bercorak Islam

(proses Islamisasi) serta keriwayatan pendiri Kesultanan Siak Sri

Indrapura.

BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

Pada bab ini memaparkan periodisasi beriring dengan peristiwa

penting yangterjadi pada singgahsana pemerintahan Kesultanan

Siak Sri Indrapura dan mengulas perkembangan serta pengaruh

Agama Islam. Kemudian mengungkapkan unsur-unsur ke-Islaman

di dalam sistem pemerintahan, sektor keagamaan, kebudayaan dan

sosial-ekonomi.

18

BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

TERHADAP KOLONIALISME

Bab yang keempat ini mengenai kedatangan pihak kolonialisme di

Kesultanan Siak Sri Indrapura, posisi pemerintahan di Kesultanan

Siak Sri Indrapura yang berada di bawah kekuasaan kolonialisme,

campur tangan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, terdapat

juga mengenai aksi-aksi perlawanan sultan dan rakyat yang berada

dalam tekanan pihak kolonial.

BAB V PENUTUP

Pada bagian terakhir ini terdiri dari kesimpulan dari tiap-tiap bab

yang mampu menjawab dari batasan dan rumusan masalah.

Selanjutnya terdiri berupa saran untuk kebaikan dalam penelitian

ini, terdapat pula daftar pustaka, lembar lampiran dalam penulisan

skripsi ini, dan data riwayat hidup penulis.

19

BAB II

KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH

A. Geografis dan Demografis Siak Sri Indrapura

1. Geografis

Siak sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Di perkampungan ini cikal-bakal terwujudnya sebuah peradaban dan kebudayaan

Melayu Islam yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Karena dahulu daerah

Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah imperium

Kersultana Melaka. Sehingga begitu kentalnya siar dan ajaran agama Islam di

Siak, yang berdampak dalam peradaban, kebudayaan, dan adat. Sampai saat ini orang yang pandai dalam pengetahuan Islamnya dikenal dengan sebutan Orang

Siak.14 Adapun bukti otentik dari pernyataan diatas terdapat beberapa peninggalan sejarah berupa sebuah Istana yang masih kokoh sebagai simbol kekuasaan pada era pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang bernama Istana Asserayah

Hasyimiah15, Balai Rung Sari16 dan adanya bagunan masjid kerajaan yang

14Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5. 15Istana ini adalah peninggalan dan bukti nyata bahwasannya telah ada Kesultanan Siak Sri Indrapura dan pemerintahannya yang terletak di tepi Sungai Siak. Istana ini dibangun pada tahun 1846 di bawah kekuasaan Sultan Siak IX ( sembilan ), Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil Syarifuddin, kemudian direkonstruksi kembali oleh Sultan Siak XI ( sebelas ), Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Bangunannya terdiri dari dua Lantai, lantai pertama terdapat beberapa ruangan, diantaranya ruang makan dan tempat para permaisyuri menyambut tamu Sultan, sekarang diisi oleh benda-benda peninggalan Sultan, diantaranya gramofon atau komet.Komet adalah sebuah lemari kayu yang isinya piringan terbuat dari baja sebanyak 17 buah lempengan yang bisa mengeluarkan suara berupa lagu instrumentalis tiap buahnya.Komet ini dibawa pada masa Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dari Jerman pada tahun 1889. Dan terdapat pula sebuah gong yang berasal dari Tiongkok, foto-foto Sultan, tiga lemari berisi surat-surat resmi Kesultanan dan peti terbuat dari besi berfungsi sebagai penyimpanan kas.

20 bernama Masjid Agung Syahabuddin17 ketiga institusi ini pada saat itu berperan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Siak dan sekitarnya. Siak merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Riau yang telah dibentuk sejak tahun 2000, kabupaten Siak terbentuk awalnya sebuah kecamatan dan masih satu wilayah dengan kabupaten Bengkalis namun terjadi pemekaran. Adapun jarak tempuh

Siak ke Pekanbaru Riau sekitar 65 km dari jalur darat.18

Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak terbentuk berdasarkan ketetapan dalam UU No. 53 tahun 1999, yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999 oleh

Faisal Tanjung pada saat itu selaku Mendagri (Menteri Dalam Negeri), sekaligus diadakan pelantikan perdana bupati Siak yang dipimpin oleh H. Tengku Rafian berdasarkan dengan Surat Keputusan Mendagri No.131.24-1129 tanggal 8

Oktober 1999. Pembentukan kabupaten Siak berawal dari keinginan masyarakat yang pernah berada di bawah kebesaran daerah Siak untuk dijadikan wedana

(setara kabupaten) sebagai pembantu wilayah Tingkat II. Sejak tahun 1964, gagasan ini sudah timbul dikalangan masyarakat Siak dengan membentuk panitia yang akan mengadakan musyawarah besar (Mubes) masyarakat eks kewedanan

Siak pada 11 Juni 1999 dan menghasilkan suatu pernyataan sikap dari tokoh-

Pada lantai kedua terdapat kamar tidur tamu, kamar mandi dimana sekarang hanya terdapat foto- foto peniggalan Sultan. 16Balai Rung Sari adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai kantor Sultan, Dewan Kesultanan dan Kerapatan Tinggi. Namun sebelumnya ada bangunan Balai Rung Sari ini, sultan- sultan berpindah-pindah tempat nya. 17Masjid Agung Syahabuddin merupakan peninggalan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada masa Sultan Siak X. Masjid ini dilengkapi dengan kubah yang bernama Kasimiah.Masjid ini terletak ditepi Sungai Siak dan masih digunakkan oleh penduduk Siak sampai saat ini.Dibagian Barat masjid terdapat makam Sultan, diantaranya makam Sultan Siak XII 1915- 1945 dan para permasyurinya. 18 Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5.

21 tokoh masyarakat yang mewakili dari kecamatan-kecamatan yang berada di bawah kewedanan Siak dan pembentuk panitia Pembentukan Kebupaten Siak pada tanggal 24 Mei 1999, panitia pembentukan ini diketuai oleh Wan Galib.

Selain untuk membentuk Siak menjadi sebuah kabupaten, panitia ini membentuk

Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Siak (KPPKS) yang diketuai oleh M

Azaly Djohan, komite ini bertanggung jawab untuk mengatur beberapa program demi memajukan Kabupaten Siak. Semua gagasan dan sikap masyarakat Siak ini mendapatkan respon positif dari Tim DPOP Departemen Dalam Negeri dan dari

Tim Komisi DPR RI untuk meresmikan Siak sebagai Kabupaten Siak berdasarkan

UU No. 53 tahun 1999.19

Kabupaten Siak memiliki luas wilayah 8.233,57 km² dan kota Siak Sri

Indrapura sebagai pusat administrasi, daerah ini berada pada posisi 1º16‘30" LU dan 100º54‘21" 102º54‘21" 102º10‘59" BT, dengan suhu maksimum 32,7ºC sedangkan suhu minimum 22,1ºC dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau pada bulan Maret sampai bulan Agustus dan musim hujan pada bulan September sampai bulan Februari. Kabupaten Siak memiliki iklim yang sama pada wilayah- wilayah yang berada di Indonesia yakni beriklim tropis dan ketinggian Kabupaten

Siak ± 8 meter diatas permukaan laut.20

Adapun batas wilayah Kabupaten Siak, pada bagian Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis, Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar,

Barat berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan bagian Timur berbatasan dengan

Kabupaten Bengkalis dan Pelalawan.

19 Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU, PT. Sutra Benta Perkasa, 2003, hal. 52-53. 20 Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU, hal. 53.

22

Wilayah Kabupaten Siak tepatnya di Kota Siak Sri Indrapura yang terletak di bibir sungai yang bernama Sungai Jantan (saat ini Sungai Siak) dan termasuk daerah pesisir bagian Timur Sumatera. Sungai Siak Sri Indrapura ini ternyata salah satu sungai terdalam dan terpanjang di negara ini, dengan panjang ± 300 kilometer. Sungai Siak Sri Indrapura berdekatan dengan Sungai Jantan, sungai ini berfungsi sebagai uratnadi perekonomian sekaligus akses utama pengembangan kebudayaan dan agama.21 Karena Sungai Siak Sri Indrapura dan Sungai Jantan berfungsi sebagai jalur keluar-masuk barang-barang komoditi dari para pedagang lokal maupun pedagang interlokal dan juga sebagai pintu gerbang perniagaan yang sangat termashur, karena daerah ini sangat kaya akan sumber daya alamnya, berupa karet, kelapa sawit, kelapa dan ikan terubuk.

2. Demografis

2.1 Kehidupan Mayarakat

Kabupaten Siak ini dari dahulu kala hingga saat ini terdapat suku asli yang masih terasingkan dari peradaban, suku asli itu dapat diindentifikasi yakni Suku

Sakai. Suku Sakai ini hidup di pedalaman dan orang Sakai hidup dengan berburu hewan dan bercocok tanam, mereka juga masih kental akan paham animisme dan dinamisme. Adapun mengenai kehidupan masyarakat pada umumnya di Siak Sri

Indrapura dikenal sebagai perantau hingga antar pulau untuk mencari dan menuntut ilmu, bekerja serta melakukan aktifitas berdagang. Adapun mata pencaharian masyarakatnya sangat beraneka ragam, antaralain perikanan ada yang menjadi nelayan maupun peternak ikan terubuk. Pada sektor pertanian diantaranya

21Asril dalamJurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial yang berjudul, ("Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura"), hal.50-51, diakses pada tanggal 7 November 2014, pukul 14.00 wib.

23 ada yang menjadi petani mulai daripetani padi, pohon karet dan kelapa sawit.

Kemudian masyarakat Siak Sri Indrapura terpaksa merantau untuk memenuhi kehidupan mereka dengan berdagang, kebanyakan memilih berdagang diluar Siak tepatnya di Pekan Baharu (pasar baru) pada saat itu merupakan pusat keramaian kota yang selalu dipadati oleh aktivitas perdagangan, dan dewasa ini menjadi

Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau.

2.2 Kepercayaan Masyarakat

Dewasa ini, pada umumnya keyakinan yang dianut oleh penduduk Siak Sri

Indrapura adalah agama Islam, terlihat dari pengertian kata "Siak" mempunyai arti tersendiri dalam penyiaran agama Islam di daerah ini, kata Siak bermakna orang yang mempunyai dan memahami pengetahuan agama Islam yang disebut "Orang

Siak".22 Agama yang menjadi keyakinan masyarakat Melayu Islam di Siak adalah agama Islam yang bermazhab dari salah satu imam besar yang bernama Imam

Muhammad bin Idris Asy-Syaafi’i yang dikenal Imam Syafi'i, tidak hanya agama

Islam saja yang dianut, dewasa ini juga terdapat agama Hindu-Budha, Kristen dan

Kong Hu Tsu yang dianut dari sebagian kecil dari penduduk pribumi dan sebagian penduduk keturunan China yang berdomisili di Siak Sri Indrapura.

Pada masa kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapuraterdapat pula paham

"Animisme-Dinamisme"23 khususnya dipelosok kampung sebagai indentitas suku

22 Amir Luthfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, 1991, hal. 131. Lihat juga Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru : Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qaim, 1983. 23Animisme adalah suatu kepercayaan yang beranggapan bahwa setiap benda mempunyai roh dan kekuatan.Sedangkan Dinamisme yaitu kepercayaan primitive yang menganggap bahwa alam sebagai suatu benda yang memiliki kekuatan, dan dapat memberikan akibat baik dan buruk kepada manusia( Sutan Rajasa, KAMUS ILMIAH POPULER, hal. 34 dan 116. )

24 asli yang berada di Mandau dan sekitar Siak yakni, Suku Sakai24,Suku Akit, Suku

Hutan, Suku Petalangan, Suku Talang Mamak, dan Suku Duano. Semua suku asli tersebut masih dilestarikan oleh pemerintahan Siak Sri Indrapura.

2.3 Bahasa

Dalam percakapan untuk berkomunikasi penduduk di Riau khususnya daerah Siak Sri Indrapura dengan menggunakan bahasa Melayu-Riau. Mengenai sejarah bahasa Melayu berasal daripada rumpun bahasa Austronesia yang berasal dari bahasa Austris. Selain dari Austronesia terdapat juga bahasa rumpun Austro-

Asia dan rumpun Tibet-Cina. Bahasa Melayu memiliki tiga periode, yakni periode

Bahasa Melayu Kuno, Bahasa Melayu Klasik dan Bahasa Melayu Modern.

Periode pertama, Bahasa Melayu kuno digunakan pada abad ke-VII-XIII, tepatnya pada masa imperium Kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu Bahasa Melayu

Kuno dijadikan sebagai lingua franca, karena bahasa Melayu tidak membedakan status sosial dan mudah dipengaruhi dari luar. Bahasa Melayu Kuno oleh bahasa

Sanskrit yang memperkaya pembendaharaan kata dari bahasa melayu. Karena pada saat itu bahasa Sanskrit merupakan bahasa para bangsawan dan ilmuawan.

Bahasa melayu kuno dapat diidentifikasi dengan beberapa ciri sebagai berikut: huruf b dibunyikan w (bulan-wulan), huruf e tidak dibunyikan (dengan-dngan atau dangan), awalan ber dibaca mar (berlepas-marlamas), awalan di dibaca ni

(diperbuat-niparwuat). Periode yang keduaBahasa Melayu Klasik, pada abad ke

XIII, pada periode ini masa kegemilangan bahasa Melayu karena berada di tiga

24Suku Sakai adalah suku yangterbelakang dalam perkembangan kebudayaannya.Suku ini hidup di daerah pedalaman yang jauh dari tepi Sungai Siak dan mereka sebagian besar hidup sederhana dan belum dipengaruhi oleh kebudayaan luar.Pada masa Kesultanan Siak berkuasa, Sultan sangat memberikan kebebasan beragama sesuai dengan kepercayaan masyarakatnya.Sultan juga menghargai hasil adat kebiasaan Suku Sakai dengan mengakui kepala suku mereka yang disebut Batin.

25 zaman kerajaan yang besar, seperti Kesultanan Melaka, Kesultanan Acheh dan

Kesultanan Johor-Riau.

Pada masa yang berbeda ini, tiga kerajaan tersebut menjadikan bahasa

Melayu sebagai bahasa internasional dan bahasa wajib ketika melakukan aktivitas berdagang diarea Semenanjung Melaka. Bahasa melayu juga sebagai media yang efektif dalam proses Islamnisasi di Semenanjung Melayu. Seorang pegawai pada masa pemerintahan Portugis yang bernama Jan Hugen van Lischotten yang berkebangsaan Belanda mengatakan bahwa pada saat itu Bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa yang paling dihormati antara bangsa-bangsa negeri Timur.

Terdapat beberapa hipotesis yang terbangun, baik mengenai kedatangan maupun tarikh kedatangannya yang mungkin saling melengkapi satu sama lain.

Dalam bahasa Arab-Melayu ini menjadi bahasa orang-orang Melayu pada masa beberapa Kesultanandi tanah Melayu seperti, Kesultanan Pasai, Kesultanan Aceh,

Kesultanan Melaka, Kesultanan Johor-Riau, Kesultanan Siak Sri Indrapura.25

Demikian sekilas penjelasan mengenai bahasa Melayu, dan pada dahulu masa pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu Islam yang pernah menjadikannya sebagai bahasa internasional dan sebagai bahasa wajib setiap melakukan aktifitas perdagangan dan sebagai alat komunikasi utama dalam penyebaran agama Islam di kepulauan Melayu.

25 Yusuf Yusmar, Studi Melayu, (Jakarta: PT. Wedatama Widya Sastra) cet I, 2009, hal. 23-26.

26

B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura

1. Sebelum Islam

Dewasa ini Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang masih memiliki nilai sejarah dan peradaban Islam sangat kental di tanah Melayu. Terdapat bagunan istana masjid, dan makam sultan yang mengisyaratkan dahulu pernah berdiri sebuah kesultanan bercorak Islam, yakni Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Awalnya Kesultanan Siak Sri Indrapura bernama Kerajaan Gasib yang kental dengan ajaran Hindu-Budha, dan berada di bawah empayar kerajaan maritim yang kuat dan kokoh yakni Kerajaan Sriwijaya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ketika runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang pernah menampakkan kakinya di Riau tepatnya di Muara Takus, , desa ini merupakan pusat agama Budha tepatnya berada di komplek candi Muara Takus. Adapun jarak dari

Pekanbaru 135 kilometer, adapun letak candi Muara Takus terletak 2,5 kilometer dari pusat desa dan berdampingan dari Sungai Kampar Kanan. Candi ini juga menjadi saksi bisu bahwasannya dahulu pernah menjadi sebagai pelabuhan, pernyataan ini tampak jelas terlihat dari masyarakat Kerajaan Sriwijaya terkenal sebagai pelaut yang handal. Kapal-kapal besar yang datang dari penjuru untuk bersandar di dermaga Muara Takus.

Daerah Muara Takus pada saat itu sebagai ibukota Kerajaan Sriwijaya atau salahsatu pusat pembelajaran agama Budha yang merupakan misi utama dari India dan dari daratan lainnya. Dari sususan candi ini dikelilingi oleh dinding 74 X 74 meter dan lokasi yang lebih luas dikelilingi dengan dinding dunia dengan ukuran

1,5 X 1,5 kilometer, yang menjangkau ketepian Sungai Kampar Kanan. Candi

Muara Takus ini terdiri dari enam kelompok piring, dalam susunan dari kota kecil

27 dan beberapa kota ditemukan berdekatan dengan Jawa dari enam reruntuhan, dua dari mereka merupakan lubang yang kosong. Tetapi empat lainnya dikenal dengan

Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Mahligai Stupa dan Candi Patangka. Candi

Muara Takus ini terbuat dari bahan dasar berupa batu pasir, batu kali dan batubara. Menurut sumber lokal, bahan batu bata yang digunakan untuk komplek candi ini berasal dari Desa Pongkai yang terletak di hilir dari candi.26 Setelah

Kerajaan Sriwijaya hancur maka bermunculankerajaan-kerajaan yang bercorak

Islam seperti, Kerajaan Gasib, Kerajaan Inderagiri, Kerajaan Kampar, Kerajaan

Rokan, Kerajaan Pekantua dan lain-lain. Fenomena ini dapat terjadi karena daerah

Riau merupakan daerah yang terdapat beberapa sungai besar dan anak sungai, adapun sungai besar tersebut, Sungai Inderagiri, Kampar, Rokan, Gangsal dan

Jantan (Siak) yang memiliki nilai sejarah dimana dari setiap nama-nama sungai tersebut mengisyaratkan dahulu telahhadir dan pernah berdiri suatu kerajaan dari setiap sungai tersebut karena nama dari kerajaan pada saat itu diambil dari nama sebuah sungai.Pada bab ini, penulis berupaya mendeskripsikan kembali apa yang telah terjadi di sepanjang Sungai Jantan (Siak) pada abad ke-XIV-XV M, yakni anak Sungai Siak yang bernama Gasib, tempat ini sekarang berada di hulu Kuala

Mandau.27

Mengenai keberadaan Kerajaan Gasib memang sulit diungkap karena keterbatasan sumber, namun berdasarkan pernyataan dari beberapa tokoh lokal meyakini Kerajaan Gasib ini memang benar ada dan diketahui material bangunan

26 Adila Suwarno dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung Offest, hal. 16-17. 27Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, 1977, Pekanbaru, Percetakan Riau, Pemda Tk. I Riau, hal. 154-156 dan lihat juga Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 152-153.

28 kerajaan berbahan dasar kayu yang besar dan kokoh. Istana kerajaan berbentuk panggung dan ketinggiannya diperkirakan mencapai enam meter dan Kerajaan

Gasib ini memiliki seorang puteri mahkota yang cantik jelita bernama Puteri Kaca

Mayang. Pada masa pemerintahan Raja Begadai memiliki panglima perang yang berawak gagah (besar), tinggi (panjang) dan pandai berperang yang bernama

Panglima Jimban (Panglima Panjang), gelar yang diberikan kepadanya disusaikan dengan fisiknya (perawakan). Panglima Panjang ini telah menerima tugas besar dari Raja Begadai untuk mempersiapkan serangan ke Aceh, serangan ini terpicu karena Raja Begadai ingin memulangkan Puteri Kaca Mayang yang telah dipaksa oleh Raja Aceh untuk dijadikan sebagai permaisyuri.

Kemudian Panglima Panjang lekas menuju Aceh dengan pasukannya, hingga terjadi bentrokan antar keduanya. Pertempuran ini sudah lama terjadi, berawal dari ekspansi Kesultanan Aceh di daerah kekuasaan Kerajaan Gasib yang akan melakukan Islamisasi. Berhubung Kerajaan Gasib masih dipenuhi oleh paham Hindu-Budha pihak Kerajaan Gasib jelas berontak karena akan merusak semua tatanan masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Gasib.28

Dalam perjalanan Puteri Kaca Mayang menghembuskan nafasnya dan dibawanya kabar kepada Raja Gasib, pada saat itu pula raja sangat terkejut akan wafatnya

Puteri Mahkota kesayangannya itu hingga terjatuh sakit karena berlarut dalam kesedihan.

28 Mengenai penjelasan yang lebih mendalam lagi tentang Panglima Panjang tidak dapat diketahui secara jelas hingga akhir hayatnyapun tidak dapat diketahui keberadaannya, dalam peribahasa orang Siak "sahlah si Jimban mati hanyut tikar bantalnya"dan sosok dari seorang puteri tercinta Raja Begadai yang bernama Kaca Mayang itu tidak dapat diceritakan secara tuntas, karena keterbatasan sumber dan data, namun mengenai keberadaan Puteri Kaca Mayang dewasa ini, hanya terpaku pada sebuah makam yang diyakini oleh masyrakat setempat adalah makam dari Puteri Kaca Mayang, keterangan Selanjutnya dapat dilihat dari buku, O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, 2011, hal. 9-10.

29

Setelah wafat puteri kesayangannya itu, Raja Gasib hijrah ke Gunung

Ledang yang berada di Melaka. Untuk sementara tahta kerajaan dipinggul oleh panglima Jimban, meskipun sang panglima Jimban menguasai Kerajaan Gasib, karena kesetiaanya kepada raja sangat tinggi,maka dirinya tidak ingin menari dalam kesedihan yang dialami oleh rajanya itu. Kejadian tersebut secara ilmiah memang belum dapat dibuktikan secara nyata,bermodalkan pada keyakinan mayarakat setempat berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan disekitar area pusat pemerintahan Kerajaan Gasib seperti, ditemukan mahkota Puteri Kaca Mayang, di

Tapung Kiri yang didapatkan dari seorang Bendahara dari Batu Gajah yang masih menyimpan sebuah gagang keris yang diberikan oleh raja Gasib sebagai hadiah.

Bukti-bukti lainnya juga yang dimiliki Bendahara dari Tadun dari raja Gasib berupa perisai dan dikuatkan oleh adanya makam yang diyakini oleh penduduk setempat yakni makam Puteri Kaca Mayang. Adapun raja yang dapat diketahui periode pertama bernama Raja Begadai, pernyataan ini berlandaskan Tarikh Cina yang dikatakan didalamnya bahwa para raja yang berada di Gasib, Indragiri dan

Siantan pernah memohon perlindungan kepada Cina. Keadaan ini bisa dibenarkan karena saat itu terjadi perluasan wilayah jajahan yang dilakukan oleh Kesultanan

Melaka yang mulai merambat ke sungai-sungai yang berada di Riau, menginggat daerah ini memiliki sumber daya alam yang melimpah dan diiringi kepentingan dakwah (syiar) Islam yang dilakukan oleh pengusa Kesultanan Melaka.29

Pada tahun 1444-1477 M, Kesultanan Melaka yang dikendalikan oleh

Sultan Mansyur Syah berhasil menjadikan Kerajaan Gasib yang kental akan

Hindu-Budha berada di bawah kedaulatan Kesultanan Melaka.

29 Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, 1977, hal. 152-155.

30

Berhubung Kesultanan Melaka telah menjadi kerajaan yang telah terpengaruh oleh agama Islam maka status Kerajaan Gasib yang berada di bawah taklukkannya maka raja dari Kerajaan Gasib yang bernama Permaisura ditawan oleh Kesultanan Melaka. Selain daripada itu raja Gasib tidak hanya dijadikan sebagai tawanan, sisi lain juga anak dari Permaisura yang bernama Megat Kudu telah menjadi seorang muallaf dan dinobatkan sebagai raja untuk mengendalikan kekuasaan Kerajaan Siak Gasib.30

2. Proses Bercorak Islam

Adapun dalam pemerintahan Kerajaan Gasib ini mengalami dua fase, fase yang pertama Kerajaan Gasib yang bercorak Hindu-Budha dan fase yang kedua

Kerajaan Gasib bercorak Islam. Pada akhir abad ke-XIV, Kerajaan Majapahit menyerang negeri Tumasik, dalam serangan tersebut Permaisyura melarikan diri ke wilayah bagian utara tepatnya Semenanjung dan disanalah Permaisyura mendirikan kerajaan baru yang nanti akan menjadi kerajaan besar yakni

Kesultanan Melaka.

Dalam perluasan kekuasaan Kerajaan Majapahit di dearah kekuasaan Raja

Begadai di Gasib, maka Raja Begadai memikirkan cara untuk menghadang para pasukan perang yang kuat dari Kerajaan Majapahit. Raja Begadai bersiasat dengan menggunakan taktik tipu muslihat untuk berkoalisi dengan Kerajaan

Majapahit. Kemudian Raja Begadai memerintahkan Panglima Panjang untuk bergabung dengan pasukan perang Majapahit, taktik Raja Begadai ini dapat terlaksana dengan mudah. Dengan mendapatkan sokongan dari pasukan perang

30 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, 2011, hal. 9-10.

31

Kerajaan Gasib di bawah komando Panglima Panjang maka Kerajaan Majapahit perlahan mulai memasuki Selat Melaka dan terus beranjak ke Laut Cina Selatan.31

Pada tahun 1433 M, Kerajaan Gasib di bawah kekuasaan Raja Begadai, saat itu masih memeluk agama Hindu-Budha. Kerajaan Gasib terancam akan ekspansi Kesultanan Melaka yang akan menyebarkan ajaran Islam. Daerah Gasib yang berada di sekitar Sungai Jantan (Siak) memiliki keunggulan tanah yang baik dan subur, tidak hanya kesuburan tanahnya daerah Gasib juga sangat kaya akan sumber daya alam yang dihasilkan dari hutan dan perkebunannya berupa damar, gaharu, getah sonde, rotan, dan biji-biji timah. Kekayaan alam ini sangat berguna untuk perbendaharaan kerajaan, fenomena ini menjadikan magnet Kesultanan

Melaka untuk menguasai daerah Gasib dan sekitarnya.

Dalam Hikayat Cina, mengisahkan mengenai ekspansi Kesultanan Melaka ke Gasib, Raja Begadai segera memohon bantuan Cina dan Kerajaan Majapahit, namun sangat disayangkan bantuan yang ditunggu-tunggu tak kunjung jua, karena

Kerajaan Majapahit sedang mengalami fase kemerosotan akibat munculnya beberapa kerajaan di Nusantara (yang berada di pulau Jawa dan Selat Melaka) telah berpindah haluan dari kepercayaan Hindu-Budha ke agama Islam.32

Melalui jalur pernikahan mulailah perubahan gelar raja menjadi sultan di

Kerajaan Gasib, dan pada fase yang pertama pemerintahan Kerajaan Gasib yang bercorak Hindu-Budha beranjak menjadi fase yang kedua pada pemerintahan

Kerajaan Gasib yang bercorak Islam. Masuknya agama baru yakni Islam di Gasib sama halnya seperti yang terjadi di daerah Nusantara. Adapun yang dimaksud

31O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, 2011, hal. 9-10. 32O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, hal. 10-11.

32 hadirnya Islam dengan penuh keramahan dan kedamaian terhadap agama yang sudah ada sebelumnya dan karena agama Islam tidak pernah merusak adat dan budaya yang telah berlaku jauh sebelum kedatangannya, seperti yang terjadi di

Gasib, justru agama Islam memadukan adat dan budaya Hindu-Budha dengan beberapa unsur yang condong dengan nilai ke-Islaman, diantaranya pada upacara adat seperti, membakar dupa, adat tepung tawar dipadukan dengan unsur ke-

Islaman adanya pengucapan salam dan diakhiri dengan doa. Seluruh peristiwa ini bisa terlaksana karena apa yang telah dilakukan oleh para pendakwah Islam mubalig (orang yang menyebarkan ajaran agama Islam) sesuai dengan ajaran Nabi

bahwasannya agama Islam adalah agama yang penuh dengan ,ﷺ Muhammad kedamaian, karena di dalam suatu riwayat"Sesungguhnya Aku (Nabi Muhammad

SAW) diutus oleh Allah SWT, tidak lainhanya untuk menyempurnakan

(memuliakan) akhlah".Berlandaskan itulah agama Islam perlahan mendapatkan respon positif dan berkembang begitu cepat di kalangan masyarakat Gasib meskipun dahulunya kental dengan ajaran Hindu-Budha. Masuknya agama Islam di Kerajaan Gasib ini karena posisi Gasib berada di bawah kekuasaan Kesultanan

Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Waktu demi waktu terus berjalan di pemerintahan Kesultanan Melaka, hingga tiba saatnya Sultan Alauddin

Riayat Syah mangkat, kemudian tahta kerajaan selanjutnya diwariskan kepada putera mahkotanya yang bernama Sultan Mahmud Syah I (1488-1511 M). Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah I mengalami masa kejayaan, tepatnya selama dua puluh tiga tahun di Kesultanan Melaka dan berhasil menjadi pusat perniagaan di Selat Melaka.

33

Eksistensi Kesultanan Melaka ini tersiar hingga mancanegara, diantaranya

Cina, India, Arab dan sekitar negara-negara Asia Tenggara dan beberapa negara

Eropa. Kemudian Sultan Mahmud Syah I juga memperkuat kerjasama dengan

Kerajaan Cina disektor intern dan ekstern untuk kepentingan pemerintahannya.

Tindakan Sultan Mahmud Syah I ini semata melanjutkan perjuangan daripada buyutnya yang menjadi Sultan Melaka yakni Sultan Mansyur Syah.

Kerjasama semakin harmonis antara Kesultanan Melaka dengan Kerajaan Cina berlanjut dengan diadakan pernikahan antara Sultan Melaka dengan puteri-puteri dari Kerajaan Cina. Berjalannya waktu maka Sultan Mahmud Syah I menobatkan sultan baru di Kerajaan Gasib, dimana Sultan Abdullah digantikan oleh Sultan

Husin.33 Tantangan dan masalah terus menghampiri Sultan Mahmud Syah I selama pemerintahan, sehingga Kesultanan Melaka mengalami fase kemerosotan karena kedatangan bangsa asing, yakni bangsa Portugis. Mengenai kehadiran bangsa-bangsa asing di dunia Timur dapat terjadi karena masalah polarisasi antara negara Barat dengan negara Timur (Eropa dan Asia), sesungguhnya telah terulang untuk kedua kalinya yang terjadi pada masa kekhalifahan Islam, dimana pada saat itu agama Islam telah menguasai Pantai Utara Afrika hingga ke Semenanjung

Liberia sekitar tahun 711 M. Atas besarnya pengaruh agama Islam maka Portugis dan Spanyol dan bagian negara Eropa lainnya berada di bawah kekuasaan agama

Islam. Kejayaan agama Islam pada saat itu dibuktikan dengan adanya pusat-pusat peradaban Islam di Cordova dan Granada dan Laut Tengah dan terdapat pula

33O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, hal. 13.

34 pangkalan-pangkalan basis agama Islam di sekitar perairan (Cordova, Granada dan Laut Tengah).34

Setelah bangsa Portugis datang ke Melaka untuk menguasai perdagangan internasional, bangsa lain yang hadir dan berambisi seperti, Belanda, Inggris,

Jepang juga hadir ke Melaka dalam rentan waktu yang berbeda-beda. Mengenai awal proses perjalanan Kerajaan Gasib menjadi kerajaan yang bercorak Islam kini dapat di simpulkan pada abad ke VII-VIII, para pedagang Islam telah datang ke daerah Riau yang bertujuan untuk mencari komoditi dan sekaligus melakukan

Islamisasi namun belum mendapatkan respon yang signifikan karena saat itu di

Riau masih kuat pengaruh agama Hindu-Budha. Berlanjut pada abad IX-XI M, di

Riau mengalami fase kemunduran dan terjadi vacuumnya aktifitas perdagangan, masuk pada abad ke XII, aktifitas perdagangan mulai ramai berdatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, Marokko ke Riau, pada abad ini dipastikan agama Islam masuk dan tersebar pada abad ke XII di Riau. Setelah melewati abad ke XII, pada abad ke XIII, eksistensi kerajaan yang kental dengan agama Budha melemah, adapun kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Sriwijaya, sehingga setelah melemah hingga runtuhnya kejayaan kerajaan tersebut mulai muncul beberapa kerajaan yang bercorak Islam di Riau. Khususnya Kerajaan Siak-Gasib muncul menjadi kerajaan bercorak Islam di bawah kuasa Sultan Ibrahim.35

3. Keriwayatan Pendiri

Dewasa ini daerah Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang ramai, maju dan hingga saat ini masih berdiri sebuah bangunan istana yang megah dan kokoh

34 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 178. 35 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 176.

35 yakni Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin, Komplek Makam

Pahlawan Nasional Sultan Syarif Kasim II, Balai Rung Sari.36

Pada 292 tahun silam istana ini merupakan bukti bisu dalam kesaksian yang tegas bahwa di Siak Sri Indrapura telah berdiri sebuah kerajaan bahari yang tangguh, dan memiliki armada kuat yang disegani di pesisir Timur Sumatera, dan

Selat Malaka memilik perjalanan sangat panjang yang membutuhkan perjuangan dalam melawan imperialisme bangsa Eropa. Kerjaan ini juga sebagai penerus kerajaan-kerajaan Melayu, yaitu dari Kesultanan Malaka dan Kesultanan Johor.

Adapun kerajaan yang berada di kota Siak Sri Indrapura yakni Kesultanan Siak

Sri Indrapura yangberdiri pada tahun 1723 M.Adapun letaknya di bibir Sungai

Jantan yang berada di Kampung Gasib sebagai pusat Kerajaan Gasib.37

Dari penjelasan singkat mengenai sejarah awal dari Kesultanan Siak Sri

Indrapura tentu pembahasan akan mengenai kerajaan,pusat pemerintahan dan istana, maka harus diketahui siapa aktor utamanya, bagaimanakah kepribadian, dan riwayatnya yang merupakan seorang putera mahkota dari zuriat Kesultanan

Johor-Riau bernama Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M), yang bernama Raja

Kecik. Membahas mengenai asal usul dari sosok Raja Kecik sangatlah sulit karena berbeda-beda persepsi ataupun pandangan mengenai waktu kelahiran dan mengenai zuriatnya.

Mengenai pandangan yang berbeda-beda tersebut, dapat difilter oleh penulis dari beberapa sumber yang sudah dikaji antara laindari buku Sejarah

Kerajaan Siak, yang ditulis oleh O.K Nizami Jamil dkk, berpendapat bahwa Raja

36 Lihat lampiran Gambar 37O.K Nizami Djamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 6-8.

36

Kecik adalah seorang putera dari Sultan Mahmud Syah II dengan gelar Marhum

Mangkat di Julang, dan dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Cik Pong puteri dari Datuk Laksemana Johor. Pada saat Raja Kecik masih dalam kandungan ibunya, ayahnya sudah terbunuh. Sebagai pengganti dari Sultan Mahmud Syah II adalah Datuk Bendahara Tun Habib dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah sebagai Sultan Johor yang ke XI. Setelah menjadi Sultan Johor dan berkuasa, maka Sultan Abdul Jalil Riayat Syah melakukan pembersihan bagi seluruh pengikut setia kepada Sultan Mahmud Syah II, diantaranya istri dari Sultan

Mahmud Syah yaitu Cik Pong. Keadaan di Istana memanas setelah wafatnya

Sultan Mahmud Syah maka Datuk Laksemana Johor membawa anaknya Cik Pong untuk beranjak keluar dari Istana dan keluar dari Johor dan tidak ada seorangpun yang mengetahui. Selama hijrahnya Cik Pong dari negeri Johor dalam pelariannya melahirkanseorang anak laki-laki dan diberi nama Raja Kecik, karena anak ini merupakan keturanan dari Sultan Mahmud Syah II. Kelanjutan dari perjalanan

Raja Kecik, kemudian Datuk Laksemana Johor menyerahkan Raja Kecik kepada

Temenggung Muar agar dirawat, selama tujuhtahun lamanya Temenggung Muar merawat Raja Kecik, hingga tercium oleh pemerintahan Johor dan tidak nyaman karena orang-orang utusan Datuk Bendahara senantiasa mencari keberadaannya.

Kemudian Temenggung Muar, menyerahkan Raja Kecik kepada seorang saudagar

Minangkabau yang terkenal aktifitas niaganya dengan Kerajaan Minangkabau dan

Jambi bernama Nakhoda Malim. Nakhoda Halim meyerahkan Raja Kecik kepada

Yamtuan Sakti Pagaruyung dan dirawat serta diasuh hingga Raja Kecik berusia tujuh belas tahun. Pada akhirnya Raja Kecik tumbuh dewasa dan sangat ingin merebut kembali tahta Kesultanan Johor.

37

Selanjutnya Raja Kecik memulai perjalanannpanjangnya dari satu negeri ke negeri lainnya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Puteri Jamilan ibunda

Yamtuan Sakti mengatakan kepada Raja Kecik bahwa lebih baik pergi ke Siak dan Bengkalis untuk menuntut bela atas kematian ayahmu dan menaklukan Johor.

Untuk melaksanakan cita-citanya, Raja Kecik mulai menghimpun dan mencari beberapa dukungan dari Suku Minangkabau, Suku Melayu di Palembang, Suku

Melayu Jambi, Suku Bintan, Suku Bugis, Suku Melayu di pesisir Selat Melaka dan Suku Laut di Pulau-pulau serta menjalin hubungan dengan orang Portugis agar pihak Portugis tidak berpihak kemana-mana, dan ketika Raja Kecik ingin menyerang ke Panchor,saat itu sebagai ibukota dari Kesultanan Johor. Pada bulan maret yang bertepatan pada tahun 1718 M, perahu-perahu angkatan perang Raja

Kecik menyusuri sungai Johor untuk menyerang Panchor. Sesampainya di Johor pasukan Raja Kecik sudah menunggu dan segera mengejar rombonganYamtuan

Muda Johor.38Peristiwa pengejaran ini berlangsung selama kurang lebih 20 hari pada akhirnya tepat pada tanggal 21 Maret Tahun 1718 M, akhirnya Sultan Abdul

Jalil Riayat Syah kalah dan menyerah.Raja Kecik dengan ikhlas memaafkan dan tidak ada sikap kasar sama sekali kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, bahkan

Raja Kecik memberikan izin kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah untuk tinggal di Johor. Kemudian dalam waktu itu pula Raja Kecikdinobatkan sebagai Sultan

Johor XII dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.

Menurut versi Mohd Yusouff Hashim telah terjadi perpecahan didalam pemerintahan Kesultanan Johor, akibatnya sangat berdampak kepada rakyatnya

38 Haji Buyung Bin Adil, Sejarah Johor, 1980, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka Kemeterian Pelajaran Malaysia, cet: II, hal. 94. Lihat juga Raja Ali Al Haji, Tuhfat al Nafis Sejarah Melayu dan Bugis, Singgapura : Malaysia Publication LTD.

38 yang selalu menimbulkan huruhara karena rakyat Johor ada berpihak kepada Raja

Kecik adapula yang berpihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, sehingga timbul dualisme dalam satu pemerintahan. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan pihak Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.

Dalam peperangan tersebut pihak Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV mengalami kekalahan dan beliau pindah ke Pahang kemudian Raja Kecik juga berpindah ke Riau. Sejak itulah Raja Kecik mulai menjalankan pemerintahan

Kesultanan Johor yang baru saja direbutnya. Kesultanan Johor terpecah menjadi tiga pusat kekuasaan yaitu, dan Pahang sebagai daerah dibawah pemerintahan Bendahara Abdul Jalil (Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan

Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara di bawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat wilayah yang dikuasai orang Bugis yaitu, Selanggor, Kelang dan

Lingga di bawah pemerintahan Daeng Merewah dan Daeng Manompok.39

Setelah diadakan musyawarah dan menghasilkan beberapa kesepakatan, maka Raja Kecik, Orang Besarnya, Hulubalang dan beserata para pengikut setianyaberanjak ke daratan Sumatera. Dalam perjalanannya sempat berhenti di

Sungai Jantan (nama Sungai Siak pada waktu itu) karena menurut Raja Kecik tempat ini sangat cocok dan strategis. Kemudian Raja Kecik menentukan daerah

Buantan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan akan mendirikan istana serta benteng-benteng yang kokoh untuk pertahanan dan sebagai simbol telah ada dan

39 Mohd. Yusouf Hashim, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara. 1992, Kuala Lumpur ; Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia. Baca juga tulisan lain Mohd. Yusouf Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realita. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3.

39 berdiri sebuah kerajaan. Pada saat itu Raja Kecik dinobatkan sebagai sultan pertama yang bergelar sama halnya gelar Raja Kecik semasa Sultan Johor ke XII yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah dan kerajaan ini diberi nama Kesultanan

Siak.Pada tahun 1722 M, setelah lengsernya Raja Kecik dari Sultan Johor ke XII, sejak itulah Kesultanan Siak memulai pemerintahan kerajaan hingga berekspansi perluasan wilayah. Seluruh peristiwa di atas menyimpulkan bahwa daerah Siak memiliki hubungan dengan Johor, dan Johor memiliki hubungan dari Melaka.40

Adapun mengenai tulisan orang Melayu yakni Hikayat Siak pastinya telah ditulis pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Dalam Hikayat

Siak, secara gamblang mengisahkanasal usul Raja Kecik, menyatakan bahwa

Sultan Mahmud Syah II mempunyai seorang gundik41 yang bernama Encik Pong,

Encik Pong adalah seorang anak perempuan dari Laksamana. Terdapat kisah pada suatu malam menjelang sebelum baginda Sultan Mahmud Syah II terbunuh, Encik

Pong dipanggil Sultan Mahmud Syah II untuk mengurut kaki baginda Sultan.

Pada waktu menjelang subuh, saat itu sang Sultan begitu bergairah dan maninya hingga ke tikar. Baginda Sultan menyuruh Encik Pong untuk menelan air mani tersebut agar dapat hamil. Setelah Encik Pong melahirkan, Laksamana segera menemui Raja Negara Selat, Kepala Orang Laut Singgapura untuk menjelaskan kisah anak perempuan dan cucunya itu. Raja Negara Selat menyadari resiko yang menerima perintah dari Laksamana, namun dirinya tetap bersedia menerima cucu dari Laksamana dan segera menggantarkan kepada Temenggung Muar.42 Setelah

40 Ok. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, 2011, hal. 16-27. 41Gundik adalah sebutan selir dari kalangan rakyat biasa, sedangkan permaisuri sebutan selir dari kalangan bangsawan. 42 Asril,Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial,("Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura"), diakses pada 7 November 2014, pukul 14.00 wib.hal. 54.

40 cucu Laksamana berusia tujuh tahun, Temenggung Muar pergi ke Johor dengan membawa cucu Laksamana tersebut. Seperti kebanyakan tingkah anak-anak kecil pada umumnya, anak tersebut bermain sekitar makam Sultan Mahmud Syah II bersama teman-teman seusianya. Disekitar makam terdapat beberapa tumbuhan yang mengandung racun, karena ketidaktahuan anak-anak tersebut memakannya, dan semua anak-anak itu muntah darah karena kandungan racun yang ada pada tumbuhan itu, kecuali hanya anak dari Encik Pong yang tidak mengalami reaksi dampak racun tersebut. Kemudian Laksamana juga menceritakan keanehan dan keistimewaan tentang kelahiran cucunya itu kepada Nakhoda Malin. Nakhoda

Malin memberikan anak itu sebuahnama dengan sebutan Tuan Bujang, setelah beranjak dewasa, Nakhoda Malin mengajak Tuan Bujang untuk berlayar menuju

Jambi dengan menyusuri Sungai Batanghari dan pada akhirnya tiba di daerah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berada di tanah Minangkabau.43

Pada saat itu Maharaja Yam Tuan Sakti sebagai penguasa di Kesultanan

Pagaruyung mendengarkan penjelasan dari Nakhoda Malin, dan Maharaja Yam

Tuan Sakti sangat antusias mendengarkan cerita yang diceritakan oleh Nakhoda

Malin. Maharaja Yam Tuan Sakti juga tertarik akan paras tampan dari wajah anak tersebut. Kemudian Tuan Bujang dibawa kepangkuanibunda Yam Tuan Sakti yang bernama Putri Jamilan untuk bersedia merawatnya dengan penuh kasih sayang. Setelah enam tahun dirawat oleh Maharaja dan ibunda Yam Tuan Sakti,

Tuan Bujang telah berusia 13 tahun, Tuan Bujang meminta restu kepada Maharaja dan Ibunda Yam Tuan Sakti merantau ke Batanghari semata untuk menuntut ilmu pengetahuan.

43Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 55.

41

Sesampainya di Rawas dan di Palembang, kedatangannya disambut oleh

Raja Palembang yang bernama Sultan Lemabang. Kemudian Tuan Bujang dijadikan pembawa Tapak Sirih Diraja. Tuan Bujang bersama Sultan Lemabang berserta rombongan datang ke Johor, setelah sampai di Johor rombongan termasuk Tuan Bujang, Sultan Lemabang menjadi pusat perhatian karena paras dari wajah Tuan Bujang serupa dengan paras dari Sultan Mahmud Syah II, dari

Johor rombongan beranjak ke Siantan, kemudian menuju ke Bangka. Dari Bangka

Tuan Bujang mohon izin kepada Sultan Lemabang untuk balik ke Rawas, setelah sampai di Rawas Tuan Bujang menikahi seorang puteri Dipati Batu Kucing dan buah dari pernikahan itu dikaruniai seorang putra dan diberi nama Raja Alam.

Perjalanan berlanjut dari Rawas ke Jambi dan mengabdi kepada Sultan Maharaja

Dibatu. Setelah berada di Pagaruyung, Tuan Bujang berencana menuntut bela atas pembunuhan ayahandanya.44 Sebelum keberangkatnya ke Johor, Tuan Bujang diuji oleh pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung untuk memastikan zuriat Tuan

Bujang sebagai anak dari Sultan Mahmud Syah II untuk menggenggam sebatang kayu yang terbalut dengan tumbuhan jelatang45sambil berdoa kepada Sang Kholik dengan penuh keyakinan, Tuan Bujang menggenggamnya dengan erat dan tidak terjadi reaksi apa-apa setelah melepaskan genggamannya dari sebatang kayu yang dibalut dengan tumbuhan Jelatang dan Tuan Bujang juga tidak terkena tulah46, kejadian ini membuat semua orang terkecut salah satunya Maharaja Yam Tuan

44Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56. 45Jelatang adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh di tanah Minangkabau, Sumatera Barat, tumbuhan ini mempunyai kandungan getah yang beracun, bahkan efek dari racun itu dapat menyebabkan kematian bagi yang menyentuhnya apalagi dengan menggenggamnya. 46Tulah merupakan istilah atau sebutan dari kata kutukan, tulah ini akan berefek ketika rakyat biasa yang tidak memiliki zuriat dari raja ketika memakai mahkota diraja, maka akan mengalami kutukan berupa sakit, bahkan hingga menyebabkan kematian akan tulah tersebut.

42

Sakti yang terpana melihat reaksi yang biasa-biasa saja dari Tuan Bujang, atas semua itu, seluruh pihak di Kesultanan Pagaruyung bener-benar yakin akan zuriat

Tuan Bujang sebagai seorang anak dari raja dan bukan anak dari kalangan rakyat biasa. Kejadian ini pula Maharaja Yam Tuan Sakti memberi gelar kepada Tuan

Bujang dengan gelar Yam Dipertuan Kecil.

Pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung mempersilahkan Yam Dipertuan

Kecil untuk berangkat ke negeri Johor. Dalam perjalanannya Yamtuan Sakti (Raja

Kecik) dibekali berupa pedang yang bernama Saurajabe47, sebuah Cap Kerajaan

Pageruyung48, dan berupa beberapa halubalang untuk menemani Raja Kecik.49

Menurut versi Elisa Netcsher mengenai dari berbagai perspektif tentang asal usul Raja Kecik, maka dari berbagai pandangan dari Sejarah Melayu, secara singkat menyatakan, bahwa Raja Kecik sebagai pewaris yang berhak dan sah secara zuriat untuk menduduki kursi Kesultanan Johor, dan hal ini disebabkan karena Sultan yang terdahulu telah mengambil alih atau bisa dikatakan merampas dan bukan dari zuriah Sultan Mahmud Syah. Awal mula sejarah dari versi orang- orang Bugis ini berkembang, namun faktanya Bendahara memiliki saudara tua yang bernama Tun Husin. Tun Husin yang menjabat sebagai Bendahara pada saat pemerintahan adiknya, maka timbul rasa iri hati bahwa adiknya menjabat lebih tinggi darinya dan berupaya dengan menjodohkan puteri dari adiknya yang bernama Tengku Bungsu (Tengku Kamariyah) dengan Raja Kecik. Namun terjadi

47Pedang Saurajabe adalah pedang yang berasal dari Kerajaan Kuantan, yang dihadiahkan kepada Raja Kecik untuk bekal dalam perjalanannya ke Johor dalam rangka menuntut bela kematiaan ayahnya yakni, Sultan Mahmud Syah II yang telah dibunuh oleh Megat Seri Rama. 48Cap Kerajaan Pagaruyung ini merupakan cap atau symbol yang mengisyaratkan bahwasannya Raja Kecik adalah seorang anak yang telah diakui sebagai anak dari Kerajaan Pagruyung, dan sebagai alat ketika Raja Kecik mengalami kesultitan maka dengan cap itu memberikan isyarat kepada semua orang Minangkabau agar memberi bantuan kepadanya. 49Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56.

43 sebuah kesalahan yang dilakukan Raja Kecik dan melenceng dari skenario yang telah direncanakan, kejadian ini bermula dari penjodohan itu ternyata Raja Kecik lebih menyukai saudaranya (Tengku Kamariah) yang lebih muda dan cantik yakni

Tengku Tengah akhirnya terjadi kekecewaan yang mendalam kepada Raja Kecik, kemudian Tun Husin memperkeruh keadaan dengan mengadu kedua belah pihak.

Pada akhirnya Raja Kecik melakukan serangan ke Johor yang disokong orang-orang Minangkabau dan berhasil merebut kembali tahta Kesultanan Johor, atas kekalahan ini maka Bendahara yang menjadi Sultan di Johor beserta anak- anaknya, yakni Raja Sulaiman, Tengku Tengah dan Tengku Kamariyah ke

Pahang. Kemudian Raja Kecikmengejar mereka hingga ke Muara Sungai Pahang dan tepat diatas perahunya Bendahara itu dibunuh pada saat dirinya sedang melakukan shalat oleh orang-orang Minangkabau yang ikut dalam penyerangan ke Johor dan Raja Kecik kembali dan memilih untuk menetap di Riau. Setelah sampai di Riau, maka Raja Kecik menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor dengan membangun istana yang megah untuk kepentingan kerajaan. Kemudian

Tun Husin segera menghadap Raja Kecik dan memberikan saran bahwa dirinya pantas menjadi seorang sultan di Johor.50

Menjelang masa tua Raja Kecik yang semakin melemah dan mengalami sakit keras, kemudian Raja Kecik telah memikirkan dan mempersiapkan siapa yang menggantikan posisinya di kerajaan.

50 Elisa Netscher, de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, hal. 89-92.

44

Raja Kecik telah menikahi dua orang permaisyuri, yang pertama berada di

Palembang dan menghasilkan seorang anak laki-laki yang bernama Raja Alam dan perempuan keduanya adalah Tengku Kamariyah saudara perempuan dari

Sultan Sulaiman dan melahirkan seorang anak laki-laki pula yang bernama Raja

Buwang (Muhammad). Dari kedua pernikahan ini terlahir dua orang anak-laki- laki yang berbeda ibu tapi satu ayah, akan timbul kecemburan diantara kedua anak itu.51Pada saat itu kondisi kesehatan Raja Kecik menurun, keadaan ini ibarat

"sudah jatuh tertimpa tangga" ditambah lagi atas wafatnya Tengku Kamariyah sehingga Raja Kecik semakin melemah hingga Raja Kecik mengundurkan diri.

Atas perintah Raja Kecik, dewan kerajaan segera dinobatkan Raja Alam sebagai

Yang Tuan Muda, sedangkan Raja Buwang (Muhammad) sebagai penerus tahta kerajaan. Sepercik penjelasan diatas mengenai zuriat Raja Kecik dari berbagai tulisan dari tulisan orang Melayu maupun tulisan dari pihak luar juga senada dan sepakat bahwa Raja Kecik adalah zuriat yang sah dari Sultan Mahmud Syah II

(Sultan Johor ke-10 (1685-1699 M) Marhum Mangkat Dijulang).

51 Tenas Effendi,LintasanSejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1973, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, hal. 13.lihat juga Elisa Netscher,de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal. 117 dan 126-127.

45

BAB III

PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan

Mengingat panjangnya rentang waktu pada masa lampau maka diperlukan pemenggalan-pemenggalan waktu tesebut menjadi suatu kurun waktu. Langkah bertujuan mempermudah pembahasan mengenai setiap peristiwa-peristiwa sejarah yang terkait dalam dimensi waktu. Pembagian waktu itulah yang kemudian dikenal sebagai periodisasi. Pemenggalan atau pembagian sebuah kurun waktu tidak didasarkan pada hitungan matematis, misalnya setiap satu abad, lima abad, dan seterusnya tetapi sering kali mengikuti perkembangan peradaban masyarakat manusia. Secara tradisional, biasanya masyarakat menghubungkannya dengan tokoh besar yang berpengaruh pada masa itu. Tokoh besar itu biasanya seorang pemimpin raja atau kaisar, atau tokoh besar lain.52

Pada intinya periodisasi dilakukan untuk menunjukan perbedaan suatu kurun waktu sebelum atau sesudahnya, adapun kriteria waktu yang digunakan waktu antropologis.53

Dari paparan diatas, maka penulis akan membahas peristiwa yang telah terjadi (periodisasi) pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari tahun 1723-

1946 M. Di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura initerdiri dari duabelas sultan, adapun selengkapnya mengenai periodisasi di Kesultanan Siak

Sri Indrapura sebagai berikut:

52Prof. M. Dien Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, hal. 25-26.Lihat juga Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hal. 63. 53 Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hal. 63.

46

Pada periode pertama ini sudah jelas pasti mengenai awal mula berdirinya

Kesultanan Siak Sri Indrapura. Pada raja pertama ini yang bernama Raja Kecik dengan gelar yang pernah diberikan pada saat memerintah di Kesultanan Johor yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah

Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah adalah seorang anak dari Sultan Mahmud

Syah II (Sultan Johor ke-X), merupakan seorang anak dari Sultan Ibrahim Syah

(Sultan Johor ke IX), Sultan Ibrahim Syah seorang anak dari Raja Bajau yang menjadi Yam Tuan Muda Pahang dari tahun 1641-1676 M. Namun tidak dapat diketahui isteri atau ibunda dari Sultan Mahmud Syah II ini, Raja Bajau (Raja

Abdullah) sebagai Sultan Johor ke VII (1615-1623 M), Raja Abdullah yang bergelar Marhum Tambelan dan beristeri dari anak Paduka Raja Tun Abdul Jamil.

Raja Abdullah seorang anak dari Sultan Muzzafar Syah dan ibund nya bernama

Seri Nara Diraja Pahang.Melihat silsilah dari keturunan Raja Kecik sangat jelas terlihat dari ayah dan ibu merupakan keturunan dari Sultan Johor I yaitu Sultan

Mahmud Syah I yang bergelar Marhum Kampar. Bukti konkrit mengenai garisketurunan Raja Kecik, dapat dilihat pada bagan berikut ini :

47

Keterangan : ♂ : Ayah : Anak ♀ : Ibu : Orangtua ♥♥ : menikah Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa Encik Pong sebagai ibu dan

Sultan Mahmud Syah II sebagai ayah dari Raja Kecik dan memiliki kakek yang sama yakni Paduka Raja Tun Abdul Jamil, akan tetapi isteri dari Paduka Raja Tun

Abdul Jamil dan mengenai ibu dari Cik Pung tidak diketahui keberadaan mereka.

48

Sudah diketahui bahwa seorang anak perempuan dari Paduka Raja Tun Abdul

Jamil menikah dengan Sultan Ibrahim (Sultan Johor ke-IX), sedangkan nenek dari

Cik Pung bernama Wan Sani. Kemudian silsilah ini dilanjutkan oleh anak-anak laki-laki ataupun perempuan, dari keturunan itulah yang meneruskan sampai kepada Sultan Mahmud Syah I (Sultan Melaka yang terakhir kemudian menjadi

Sultan Johor yang pertama dan menikah dengan Tun Fatimah) dengan gelar

Marhum Kampar pada tahun 1511-1528 M. Selama Raja Kecik memerintah di

Kesultanan Johor sungguh senantiasa menghadapi permasalahan, salah satunya berselisih dengan saudaranya yang bernama Raja Sulaiman yang telah koalisi dengan pasukan perang Bugis. Sehingga menyebabkan Raja Kecik berserta pengikutnya mundur dengan memindahkan pusat pemerintahannya dari Johor

Bintan, ke Bengkalis hingga akhirnya ke Buantan yang berada di sekitar Sungai

Jantan. Pada tahun 1723 M, tepatnya di Buantan Raja Kecik dinobatkan sebagai pewaris Kerajaan Melaka-Johor yakni sebagai raja pertama di Kesultanan Siak.

Adapun Raja Kecik mengawali dengan mencoba melakukan serangan kepada penguasa Kerajaan Johor, kemudian langkah berikutnya Raja Kecik juga mengadakan konsolidasi untuk memperkuat sektor pemerintahan, perekonomian dan pertahanan militer di Kesultanan Siak. Ketiga program kerja ini merupakan program utama pada masa awal pemerintahan Raja Kecik (Sultan Abdul Jalil

Rahmat Syah). Dalam pemerintahan, Raja Kecik menerapkan pemerintahan seperti yang pernah diterapkan pada saat memerintah di Kesultanan Johor dengan bentuk Sultan sebagai puncak kekuasaan, pemerintahan yang didampingi oleh

Dewan Kerajaan yang terdiri dari orang-orang besar kerajaan yang berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan dan berkerja sebagai penasihat utama sang

49

Sultan. Pemerintahan disetiap daerah yang berhasil ditaklukkan oleh Kesultanan

Siak ditugaskan kepada Kepala Suku yang bergelar Penghulu, Orang Kaya dan

Batin. Kepala Suku (Penghulu) dibantu oleh Sangko Penghulu (wakil Penghulu),

Malim Penghulu (urusan kepercayaan agama), Lelo Penghulu (urusan adat dan sebagai hulubalang). Batin dan Orang Kaya suatu jabatan yang harus diduduki oleh kepala suku asli yang terus diterapkan hingga anak cucunya (dinasti system).

Raja Kecik juga menjadikan daerah kekuasaannya dengan adanya perbatinan, seperti Perbatinan Gasib, Senapelan, Sejaleh dan Perawang. Terdapat juga perbatinan dibagian selatan kuala Sungai Jantan, Perbatinan Sakai dan Petalangan.

Terdapat juga perbatinan antar pulau, antara lain Perbatinan Tebing Tinggi,

Senggoro, Merbau dan Rangsang. Pada daerah asli yang dipimpin oleh kepala suku (penghulu) antara lain Siak Kecil, Siak Besar, Betung, dan Rempah.54

Langkah berikutnya Raja Kecik memfokuskan bidang pertahanan dengan memerintahkan Datuk Laksamana Raja Dilaut untuk mempersiapkan pasukan- pasukan laut yang handal, dan diperintahkan langsung oleh Raja Kecik agar membuat kapal perang yang besar beserta perlengkapan senjatanya. Selama roda pemerintahan berjalan Raja Kecik telah menerapkan sistem pemerintahan suku yang menggunakan sistem turun menurun dari ayah kepada anak atau dari abang ke adik untuk meneruskan pemenrintahan kerajaan.

Berikut beberapa suku-suku yang memiliki peran dan kontribusi sangat besar adalah:

54 Tim Universitas Riau, Sejarah Riau Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, 2006, Pekanbaru, PT. Sutra Benta Perkasa, cet. I, hal. 59.

50

Suku Lima Puluh : Ongku Raja Senara.

Ongku Biji Wangsa.

Datuk Maharaja Sri Sandra Muda.

Datuk Biji Wangsa

Datuk Sri Indra Muda (yang sekarang).

Suku Pesisir : Datuk Sila Pahlawan.

Maharaja Lela Muda.

Datuk Sila Pahlawan (yang sekarang).

Suku Tanah Datar : Datuk Sri Kamaraja.

Maharaja Sri Asmara.

Datuk Sri Kamaraja (yang sekarang).

Suku Kampar : Paduka Sri Dewa.

(Penggantinya tidak bergelar).

Paduka Sri Dewa (yang sekarang).55

Raja Kecik juga terfokuskan untuk membangun perekonomian sebagai income pembendaharaan kerajaan dengan memberlakukan pemungutan pajak berupa pancung alas (pajak hasil dari hutan), dan tapak lawang (pajak personal), dan membuka Bandar Saban Auh sebagai akivitas perdagangan antar negeri

Pesisir Timur Sumatera, Aceh, dan Minangkabau. Langkah ini diambil oleh Raja

Kecik karena melihat kondisi Selat Melaka telah berada di bawah kekuasaan

Belanda.

55Elisa Netcher, de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal 85-88.

51

Pada 1724-1726 M, Raja Kecik mulai menunjukan kekuatan pemerintahan yang telah dibangun olehnya, dengan melontarkan beberapa serangan terhadap orang-orang Bugis yang berada di , dalam pertempuran tersebut Raja Kecik berhadapan dengan Daeng Perani dan terjadi interaksi antar keduanya, Raja Kecik berkata: menyerahlah wahai Daeng Perani, namun Daeng Perani tidak merespon perkataan Raja Kecik, kemudian tanpa pikir panjang Raja Kecik mengarahkan meriam lelonya ke arah Daeng Perani.

Pada saat itulah tembakan meriam mengenai dada Daeng Perani seketika itu dirinya terjatuh dan meninggal dunia. Pada akhirnya Raja Kecik berhasil membunuh salah satu pembesar Bugis yakni Daeng Perani. Kemudian Raja Kecik terus melakukan ekspansinya hingga berhasil menguasai daerah Rokan, Tanah

Putih, Bangka, dan Kulo.56

Pada tahun 1746 M, wafat di Kota Buantan dengan diberi gelar Marhum

Buantan atau lebih dikenal dengan sebutan Yang Dipertuan Raja Kecik.Dewan

Kerajaan Datuk Empat Suku berdasarkan wasiat dari Sultan Abdul Jalil Rahmat

Syah segera melantik Raja Buwang Asmara (Sultan Muhammad Abdul Jalil

Muzaffar Syah) yang sokong oleh Raja Minangkabau sebagai Sultan ke-II (1746-

1760).57

Untuk mengawali pemerintahannya, Tengku Buwang Asmara mengangkat anak dari Tengku Alam yang bernama Tengku Muhammad Ali sebagai Penglima

Besar.Pada tahun 1750 M, Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah memindahkan pusat

56O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 50-52. 57O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 60-61.

52 pemerintahannya ke Mempura. Perpindahan pusat pemerintahan ini ke Mempura karena Mempura terletak dipedalaman.58

Mengenai perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Siak ini termaktub di dalam Syair Perang Siak59 pada bait 123-132 yang berbunyi

*Ada kepada suatu hari Lalu bertitah raja bestari Mengampungkan orang isi negeri Serta halubalang wazir menteri *Datang menghadap sekaliannya rata Lalu bertitah Duli Mahkota Apa bicara sekarang kita Cari mufakat pulak serta *Mufakat dicari dengan bicara Sebab terkenang akan saudara Lalu bertitah Sri Betara Kita hendak menyusup Mempura *Tidak tersebut kisah dan peri Perkenan Baginda membuat negeri Di bandar yang bahari *Zaman ini sukar dicahari Kerajaan baginda di Indrapura Yang seteru tidak bertara Wartanya masyhur tidak terkira Melaka hendak dikira-kira

Substansi yang terkandung dalam Syair Perang Siak di atas telah jelas bahwa telah terjadi perisitwa konflik bersaudara antara adik dan kakak di

58O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 66. 59Syair Raja Siak, adalah manuskrip koleksi Van de Wall dengan nomor W.273. Lihat juga buku O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak. hal. 66-69.

53

Kesultanan Siak dan pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah juga merubah sebuah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak. Kemudian pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, mulai melakukan perlawanan kepada pihak kolonial Belanda, perlawanan ini sebagai reaksi perlawanan

Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap kolonialisme.

Dengan dimulainya beberapa perjanjian yang dibentuk oleh pemerintahan

Belanda yang akan diajukan dan mengikat kepada sultan, berbagai tipu dayanya dan kelicikannya sang Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah berhasil terhanyut dalam permainan kolonial Belanda. Kemudian setelah berhasil masuk dalam sistem pemerintahan Kesultanan Siak, pemerintahan Belanda mendirikan sebuah benteng dengan maksud untuk memudahkan pemerintahan Belanda memantau daerah kekuasaan Kesultanan Siak dari tindakan kejahatan. Pada tahun 1752 M, Sultan

Abdul Jalil Muzaffar Syah mengabulkan keinginan Belanda untuk mendirikan benteng yang berada di Pulau Guntung. Setelah berhasil mendirikan benteng, nampak sikap asli Belanda yang arogan. Salah satunya dengan mengeksploitasi perdagangan di muara Sungai Siak. Bentuk eksploitasi adalah dengan memungut pajak para pedagang yang melakukan aktivitas berdagang di sekitar muara Sungai

Siak, pajak yang diberlakukan oleh Belanda berupa pajak pancung alas dan pajak lawang. Kejadian inilah yang menyalakan api amarah dipihak pemerintahan

Kesultanan Siak, maka terjadilah aksi perlawanan kepada pemerintahan Belanda yang berada di Pulau Guntung.

Pada tahun 1752 M, terjadi serangan pihak Kesultanan Siak ke benteng

Pulau Guntung sebagai basecamp pemerintahan Belanda, namun pasukan perang

Belanda masih sangat kuat untuk dikalahkan. Peristiwa peperangan ini terjadi

54 selama satu bulan lamanya, hingga akhirnya pada tahun 1760 M, pasukan perang

Kesultanan Siak melakukan tipu muslihat untuk mengajukan perdamaian kepada penguasa Belanda yang berada di Benteng Pulau Guntung.60

Kurang lebih 14 (empat belas) tahun pemerintahan Sultan Muhammad

Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-1760 M), pada saat menjelang hayatnya Sultan

Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah telah berwasiat kepada anaknya yang bernama Tengku Ismail sebagai penerus estafet perjuangannya di Kesultanan

Siak, wasiat tersebut berbunyi:

Janganlah tunduk kepada Belanda yang kafir dan penjajah itu dan jangan melakukan perang terhadap saudara, apalagi keluarga sendiri serta apabila pamanmu Raja Alamuddin datang ke negeri Siak, serahkanlah tahta Kerajaan

Siak ini kepada pamanmu Raja Alamuddin.61

Tepat pada tahun 1760 M, Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah mangkat di Kota Mempura dengan gelar Marhum Mempura.62 Sebagai pewaris tahta kerajaan maka ditunjuk putera mahkotanya yang bernama Tengku Ismail dan dinobatkan sebagai Sultan Siak ke-III dengan gelar Sultan Ismail Abdul Jalil

Jalaluddin Syah (1760-1766 M). Tengku Ismail lahir pada tahun 1745 dari rahim ibunya yang merupakan anak perempuan dari Daeng Mattekuh yang beristri dua, isteri pertamanya bernama Tengku Sani seorang anak perempuan dari Tengku

Busu, dan isteri keduanya yang bernama Tengku Neh seorang anak perempuan dari Sultan Mansur di Terangganu.63

60O.K Nizami Jamil dkk,Sejarah Kerajaan Siak, hal. 73-75. 61O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 86-87. 62O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 84. 63O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 85.

55

Setelah satu tahun menjabat sebagai sultan, Belanda kembali melancarkan serangan dengan memperalat paman dari Sultan Ismail yang bernama Tengku

Alam yang merupakan anak kedua dari Raja Kecik. Tengku Alam dipengaruhi oleh Belanda agar segera merebut kembali tahta kerajaan untuk melengserkan keponakannya itu. Setelah terbentuk kesepakatan antara Tengku Alam dengan

Belanda yakni ketika Tengku Alam berhasil merebut tahta kerajaan maka pihak

Belanda tidak diperkenankan mencampuri pemerintahannya, dan pihak Belanda juga hanya sekedar meminta kepada Tengku Alam agar dapat mendirikan kembali benteng di Pulau Guntung. Setelah keduanya menyepakati semua pernjanjian tersebut maka Tengku Alam dan para pasukan perang Belanda mendatangi Siak.

Berdasarkan wasiat itulah Sultan Ismail menjalankan amanah dan tunduk kepada ayahnya yang telah berwasiat kepadanya. Karena mengalami cup de taat, kemudian Sultan Ismail resmi menyerahkan tahta Kesultanan Siak kepada pamannya dan meninggalkan Siak menuju beranjak Pelalawan, dan ke Langkat.

Kemudian Sultan Ismail mengembara dari daerah ke daerah lain, hingga pada suatu saat orang-orang Melayu yang berada di Riau-Lingga yang dipimpin oleh Datuk Bendahara Tun Hasan mengirimkan surat kepada Sultan Ismail dan

Sultan Mansyur di pemerintahan Kesultanan Terengganu untuk membantu Datuk

Bendahara Tun Hasan yang sedang berhadapan melawan orang-orang Bugis yang berambisi menghilangkan pengaruh dari orang-orang Melayu yang berdomisili di

Johor-Riau. Setelah menerima surat dari Datuk Bendaharan Tun Hasan maka

Sultan Ismail menuju Terengganu untuk menemui Sultan Mansyur dan sekaligus membahas mengenai taktik dan strategi untuk melawan orang-orang Bugis yang berada di Johor-Riau.

56

Pada Musyawarah tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, bahwa

Sultan Ismail beserta pasukan perangnya berangkat lebih awal, karena Sultan

Mansyur sedang menyelesaikan beberapa urusan, akan menyusul Sultan Ismail, setelah sampai Sultan Ismail di Singgapura, tak kunjung jua Sultan Mansyur. Dari

Singgapura terdengar kabar atas ketidakhadiran Sultan Mansyur, karena Sultan

Mansyur sedang menghadapi serangan dari Kesultanan , kemudian

Sultan Ismail kembali ke Terengganu untuk membantu Sultan Mansyur dari serangan Kesultanan Kelantan. Setelah bergabungnya Sultan Ismail dan Sultan

Mansyur, kemudian pasukan dari Kesultanan Kelantan berhasil mundur.

Pada tahun 1763 M, Sultan Ismail menikahi seorang puteri mahkota

Kesultanan Terengganu, yakni puteri dari Sultan Mansyur yang bernama Tengku

Tipah.64 Satu tahun setelah menikah, tepatnya pada tahun 1764, tanpa ditemani mertuanya, dari Terengganu Sultan Ismail beserta pasukan perangnya berlayar menuju Singgapura untuk membantu Datuk Bendahara Tun Hasan. Sesampainya di Singgapura Sultan Ismail langsung berperang dengan angkatan perang orang- orang Bugis yang dipimpin oleh Daeng Kamboja. Dalam pertempuran antara

Sultan Ismail dengan Daeng Kamboja maka dipihak Sultan Ismail mengalami kekalahan dan mundur kembali ke Siak bersama istri tercintanya dan para pasukannya. Pada masa pemerintahan ini, asal usul adanya kerajinan tangan berupa tenun di Siak, karena istri dari Sultan Ismail yang bernama Tengku Tipeh menerapkan kerajinan tenun yang dibantu oleh para dayang dan perempuan

Terengganu yang pandai menenun mulai bersosialisasi kerajinan bertenun yang

64O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 88-89.

57 dibawanya dari Terengganu ke Siak.65 Sultan Ismail mangkat sesaat akan menyelenggarakan persidangan di Balairung Sari dan bergelar Marhum Mangkat

Dibalai. Mengenai sosok dari Sultan Ismail yang dikasihkan oleh Hikayat Siak dan berdasarkan cerita rakyat Siak juga menyatakan gelar lain dari Sultan Ismail yaitu Sultan Bertangan Kudung. Gelar Sultan Ismail ini menyatakan bahwa kondisi tangannya kudung (terpotong) kerena pada saat berperang tangan Sultan

Ismail terpotong.66

Para ahli peneliti sejarah Terangganu dan Siak memastikan dan meyakini makam Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah berada di Mempura Siak.

Selanjutnya roda pemerintahan Kesultanan Siak dipimpin oleh Raja Alam pada tahun 1766 M,dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Raja Alam memiliki adik tiri yang bernama Tengku Buwang Asmara (Sultan Muhammad

Mahmud) yang berbeda ibu dari Raja Alam, adapun ibu dari Tengku Muhammad bernama Tengku Kamariah. Raja Alam ini sebagai paman daripada Sultan Ismail

Abdul Jalil Jalaluddin Syah.Tengku Alam memiliki seorang putera yang bernama

Tengku Muhammad Ali dan pada saat Sultan Muhammad Mahmud menjabat sebagai Sultan Siak ke-II, Tengku Muhammad Ali berperan sebagai panglima perang hingga pada masa Sultan III yakni Sultan Ismail. Dalam catatan Elisa

Netscher dalam bukunya "De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865", menerangkan bahwa Raja Alam seorang pengembara yang mempunyai kapal- kapal dari hasil rampoknya. Seperti tiga puluh senjata berat dan puluhan senjata tangan. Kapal-kapal yang lewat di Selat Melaka atau disekitar Laut China Selatan,

65 Lihat Lampiran V gambar tenunan yang bermotif khas Siak. 66O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 90-91.

58 adapun kapal-kapal yang berhasil dirampok oleh Raja Alam dan pengikutnya diantaranya kapal-kapal dari Belanda, dari Eropa dan kapal Inggris yang bernama

Nancy yang dikapteni oleh Thomas Halnes menjadi korban perompakan Raja

Alam. Berhubung kompeni Belanda telah membantu Raja Alam dalam merebut tahta Kesultanan Siak, dan meminta untuk mendirikan kembali benteng yang telah hancur pada tahun 1760 M, di Pulau Guntung. Serta menghukum orang- orang Siak yang telah melakukan pembantaian di Benteng Pulau Guntung dan lain-lainnya yang terdiri 13 pasal.67

Pada tahun 1767, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan pusat pemerintahanya ke Bandar Senapelan yang terletak di Hulu Sungai Jantan.68 Di

Senapelan Raja Alam membangun istananya di Kampung Bukit yang berdekatan dengan Dusun Senapelan (saat ini sekitar Masjid Raja Pekanbaru) sebagai pusat pemerintahanya, kemudian Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah mendirikan pasar

(pekan) di Senapelan yang bernama Pekan Baharu, nama Pekan Baharu ini disahkan berdasarkan hasil musyawarah para datuk empat suku (Pesisir, Lima

Puluh, Tanah Datar, dan Kampar) pada tanggal 21 Rajab 1204 H bertepatan pada tanggal 23 Juni 1784 M. Pada saat itupula sebutan Senapelan perlahan dilupakan dan masyarakat mulai menyebutnya Pekan Baharu. Dewasa ini nama Pekan

Baharu lebih kita kenal Pekanbaru, dan setiap tanggal 23 Juni sebagai hari jadi kota Pekanbaru dan sebagai ibukota Provinsi Riau.

67Elisa Natcsher, "De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865," Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, 2002, hal. 191. 68 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 92-99.

59

Pada pemerintahannya, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah tidak mau lagi tunduk kepada Belanda dan Benteng Belanda di Pulau Guntung ditutup oleh

Sultan.69 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah merubah tradisi pernikahan yang biasanya terjadi antara anak dari keluarga atau dari kalangan suku sendiri.

Kebetulan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memiliki anak perwanan yang bernama Tengku Embung Badariah, menikahi dengan seorang dari keturunan

Arab yang gagah dan rupawan dan memiliki langsung garis silsilah Nabi

Muhammad SAW yang bernama Sayid Syarif Usman bin Syarif Abdul Rahman

Syahabuddin. Mengenai asal usul dari Sayid Syarif Usman ini, terdapat empat orang penyiar Agama Islam dari Negeri Arab (Yaman Tarim) yang turun ke wilayah Asia Tenggara, mereka adalah Syed Abdullah Al Qudsi, Syaid Usman bin Syahabuddin, Sayid Muhammad bin Akhmad Allydrus, Sayid Husen Al

Qadri. Sayid Usman meneruskan perjalannya ke daerah Kesultanan Siak, beliau memiliki garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW sebagaimana tersebut di bawah ini :

Sayid Usman bin Abdul Rahman Syahabuddin bin Sayid bin Ali bin

Muhammad bin Hasan bin Umar bin Hasan bin Syeh Ali bin Abu Bakar Asyakran bin Abdul Rahman As-Sagaf bin Achmad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin

Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin

Ahmad bin Isya bin Muhammad Annaqep bin Syaidina Ali dengan isterinya Siti

Fatimah Azzahra binti Muhammad SAW. Melihat panjangnya garis silsilah diatas terlihat sangat jelas bahwasannya Sayid Syarif Usman dari Syaidina Ali bin Abi

Thalib yang menikahi puteri kesayangan Nabi Muhammad SAW yang bernama

69Muchtar Lutfi, Sejarah Riau, hal. 179.

60

Fatimah Azzahra.70 Pada pernikahan inilah yang nantinya berawal nantinya raja- raja yang berketurunan bangsa Melayu di Kesultanan Siak berubah menjadi sultan keturunan dari Bangsa Arab yang ditandai dengan sebutan Assayid dan Assyarif.

Pada tahun 1780 M, Sultan Alamuddin Syah mangkat di Kampung Bukit di

Mesjid Raya Pekanbaru sekarang dan digelar dengan Marhum Bukit.71

Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah nampak kecintaan terhadap Islam yang dibuktikan dengan mendirikan masjid di Senapelan kampung Bukit yang bernama

Masjid Nur Alam yang saat ini menjadi Masjid Raya Pekanbaru.72

Pada 1780 M, Tengku Muhammad Ali dikukuhkan oleh Datuk Empat Suku dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782 M).

Kemudian Sultan Muhammad Abdul Jalil Muazzam Syah meminang sepupunya yang bernama Tengku Mandak binti Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzaffar

Syah. Sultan Muhammad Ali memimpin kerajaan tidak begitu lama mengingat usia lanjut dan telah banyak tenaga fisiknya terkuras sejak tahun 1760 M, ketika membantu pamannya (Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah) dalam melawan kompeni Belanda. Sultan Muhammad Ali memberikan jabatan kepada anak dari

Syarif Usman yang bernama Syarif Ali sebagai panglima perang.

Adapun Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah dan Tengku Khatijah memiliki anak yang berjumlah enam orang diantaranya, Tengku Muhammad Ali, Tengku

Akil, Tengku Embong Badariah, Tengku Hawi, Tengku Sukma dan Tengku Mas

Ayu.73Sultan Muhammad Ali wafat pada tahun 1782 M, ditanah leluhurnya di

70O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 100-102. 71 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal 101-102. 72 Lihat Lampiran Gambar Komplek Makam Raja-raja Siak di Masjid Raya Pekanbaru. 73 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal.103.

61

Siak dengan gelar Marhum Pekan dan dimakamkan di Komplek Pemakaman

Bukit Pekanbaru, saat ini Masjid Raya Pekanbaru.

Berikutnya pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Yahya (seorang putera dari Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah) dan memiliki adik perempuan yang bernama Tengku Puteri. Pada tahun 1781 M, Tengku Yahya dinobatkan menjadi Sultan Siak ke-VI dengan gelar Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar

Syah(1782-1784 M). Dalam menjalankan pemerintahannya tidak banyak yang dilakukan kerena sejak menjadi sultan selalu terjadi konflik internal antar keluarga kerajaan, untuk meminimalisir konflik tersebut maka Sultan Yahya memindahkan pusat pemerintahannya dari Bandar Senapelan ke Mempura dengan tujuan semata untuk benahi roda pemerintahan yang telah kakek dan ayahnya perjuangkan di

Mempura. Selama memimpin Kesultanan Siak, Sultan Yahya memiliki masalah dengan Syarif Ali yang selalu menyalahi kepercayaan yang diberikannya. Hal ini terlihat jelas bahwa Syarif Ali memiliki hasrat besar untuk menguasai tahta kerajaan dengan adanya Cop de Taat (ambil alih kekuasaan) tanpa ada peperangan. Pada tahun 1784 M, Sultan Yahya mangkat karena terjatuh sakit karena mengalami stress akan sikap yang dilakukan adik sepupunya itu, dan dimakamkan di kampung Che Lijah Dungun dengan gelar Marhum Mangkat di

Dungun.74

Pada dinasti ketujuh ini pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Udo (Syarif

Ali) yang telah mengambil alih kekuasaan Cup de Taat dari tangan Sultan Yahya dan pusat kerajaan kembali dipindahkan ke seberang Kota Mempura tepatnya dipinggiran Sungai Siak. Pada periode ketujuhlah terjadi perubahan nama dari

74 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 109-120.

62

Kesultanan Siak menjadi Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun maksud dari

Sultan Assaidis Syarif Ali dalam merubah nama Kesultanan Siak menjadi

Kesultanan Siak Sri Indrapura berdasarkan asal dari kata Siak Sri Indrapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota raja yg taat beragama, dalam bahasa

Sanskerta, sri berarti “bercahaya” dan indera atau indra dapat bermakna raja dan pura dapat dimaknai “kota” atau “kerajaan”. Kemudian Sultan Assaidis Syarif Ali mendirikan istana di Koto Tinggi dan memperkuat pasukan perangnya untuk mempersatukan raja-raja Melayu yang berada di Pantai Timur Sumatera.Selama pemerintahannya, Sultan Syarif Ali berhasil menyatukan duabelas Kesultanan

Melayu sekitar Pesisir Pantai Timur Sumatera. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan jajahan duabelas yaitu : Kota Pinang, Asahan, Kualuh, Bilah Panai, Deli,

Langkat, Badagai Batu Bara, Serdang, Temiang, Sambas, dan Pelalawan.75

Kemudian Sultan Syarif Ali mengadakan bentuk kerjasama dalam bidang perdagangan tanpa bergabung dengan musuh-musuh Belanda, sehingga langkah ini membuat Sultan Syarif Ali dalam menyatukan raja-raja Melayu, Kesultanan

Siak terbebas dari gangguan pemerintahan Belanda. Persahabatan perdagangan ini berupa siasat agar kolonial Belanda tidak semena-mena terhadap sultan-sultan

Melayu.Pada tahun 1810, Sultan Syarif Ali mangkat dan diberi gelar Marhum

Kota Tinggi, atas mangkatnya Sultan Syarif Ali maka barang tentu diadakan upacara kebesaran adat raja-raja di Koto Tinggi.76

Roda pemerintahan selanjutnya oleh Syarif Ibrahim sebagai Sultan Siak ke-

VIII dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-

75O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 114-116. 76O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 120.

63

1815 M). Pada saat Sultan Syarif Ibrahim menjalani pemerintahannya kurang maksimal dikarenakan kesehatan beliau yang kurang baik, sehingga Sultan Syarif

Ibrahim dibantu oleh seorang panglima besar yang bernama Tengku Muhammad bin Sayid Ahmad. Sultan Syarif Ibrahim semasa menjabat sebagai Sultan Siak ke-

VIII telah mendirikan Istana di Kuala Mempura Kecil.77 Istana ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan Sultan Syarif Ibrahim dan sebagai pusat aktifitas pemerintahannya. Kemudian Sultan Syarif Ibrahim mangkat di Sungai Mempura

Kecil, dan dimakamkan di komplek pemakaman yang berada di Koto Tinggi Siak

Sri Indrapura yang berdekatan dengan makam ayahnya Sultan Syarif Ali (Sultan

Siak ke-VII) dan diberi gelar Marhum Mempura Kecil.

Dewan Kerajaan memiliki wewenang untuk mempertimbangkan, menilai dan menentukan siapa dari calon sultan yang akan memimpin di Kesultanan Siak

Sri Indrapura. Dewan Kerajaan mengadakan musyawarah untuk menentukanmasa depan kerajaan di bawah pemimpin selanjutnya, tentunya dengan pedoman yang telah ditetapkan dalam undang-undang kerajaan untuk menentukan penerus tahta selanjutnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam menentukan siapa bakal calon penerus tahta pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pasca wafatnya

Sultan Syarif Ali. Berdasarkan pertimbangan dan penilaian dimata Dewan

Kerajaan dengan nilai kecerdasan, tingkah laku, kemampuan, kelembutan sikap

(beradab) dan memiliki sifat problem soulving (cepat tanggap) dalam suatu masalah, maka Dewan Kerajaan memutuskan dan menetapkan Tengku Sayid

Ismail. Beliau adalah seorang putera dari Sayid Muhammad bin Sayid Ahmad yang merupakan adik dari Sultan Siak ke-VII (Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul

77O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 123-124.

64

Jalil Syaifuddin). Tengku Sayid Ismail dinobatkan oleh Dewan Kerajaan sebagai

Sultan ke-IX dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Saifuddin

(1815-1864 M).

Pada tahun 1864, Sultan Syarif Ismail menghebus nafas terakhirnya di

Koto Tinggi dengan gelar Marhum Indrapura. Setelah turun tahta Sultan Syarif

Ismail maka Dewan Kerajaan kembali mengambil sikap untuk menggantikan posisi Sultan Syarif Ismail sebagai penerus dinasti kerajaan, Dewan Kerajaan memilih Tengku Syarif Kesuma bin Sayid Muhammad merupakan sosok yang layak, karena selama masa pemerintahan Sultan Syarif Ismail menjadi panglima perang yang hebat, gagah, dan tegas.

Sultan Syarif Ismail yang dinobatkan dengan gelar Sultan Assaidis Syarif

Kasim I (1864-1889 M). Pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Kasim I, kolonial Belanda selalu mencari peluang agar dapat menapakkan pengaruhnya dan menggendelikan sistem pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Bentuk usaha Belanda ini terlihat ketika akan mengadakan beberapa perjanjian dari awal pemerintahan hingga akhir di pemerintahan Kesultanan Sia Sri Indrapura.

Adapun wujud perjanjian yang telah dilakukan oleh pihak kolonial Belanda diantaranya, Perjanjian yang terjadi pada tanggal 1 Desember 1857 M, 1 Februari

1858 M, 26 Juli 1873 M, 25 Oktober 1891 M, inti dari perjanjian tersebut pihak pemerintahan Hindia-Belanda mengintimidasi Sultan agar daerah taklukkannya berada di bawah kedaulatan Belanda.78 Dampak dengan adanya perjanjian yang telah disepakti antara Belanda dengan Kesultanan Siak Sri Indrapura tersebut

78 Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perjanjian Antara Kesultanan Riau Dengan Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda1784-1909, 1970, hal. 90-221.

65 menjadikan sultan kehilangan kekuatannya, namun Sultan Assaidis Syarif Kasim I berinisiatif untuk segera mengadakan pertemuan dengan Dewan Kerajaan Datuk

Empat Suku dan membuat terobosan dari sektor ekonomi kerajaan, infrastruktur dengan merenovasi Istana Kerajaan yang sebelumnya telah didirikan oleh Sultan

Syarif Ismail.

Sultan Assiadis Syarif Kasim I kembali memfokuskan untuk membuat sebuahmahkota kerajaan79 simbol kejayaan dan kedaulatan yang berbahan dasar emas yang dilengkapi dengan intan berlian kurang lebih 600 butir dan permata zambrud, nilam dan delima.80

Dewasa ini The crown of Siak Sultanate Sri Indrapura aslinya terdapat di

Museum Gajah (Nasional) tepat di muka Monumen Nasional (Monas) dan replikanya di Istana Asserayah Hasyimiyah.81

Pada masa pemerintahannya juga Sultan Assyaidis Syarif Kasim I Abdul

Jalil Syaifuddin mendirikan tempat yang berfungsi sebagai tempat persidangan perkara (pengadilan negeri) yang bernama Balai Rung Sari. Sultan Assaidis Syarif

Kasim I juga fokus memperbaiki bidang perekonomian dengan meningkatkan perdagangan impor dan ekspor, selanjutnya Sultan Assaidis Syarif Kasim I memajukan dibidang pertanian, dengan mengajak rakyatnya untuk bertaniatau berkebun, seperti membuat kebun karet, kebun lada, kebun merica dan lain-lain.

Pada akhirnya Sultan Assaidis Syarif Kasim I berhasil menjadikan Kesultanan

Siak Sri Indrapura sebagai kerajaan yang mandiri. Meskipun berada di bawah

79 Lihat Lampiran Gambar Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura. 80 Wawancara Pribadi dengan Pengelola Museum, pada saat Kunjungan ke Museum Nasional, Jakarta, pada tanggal 22 April 2014. 81 Adila Suwarmo dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung, hal. 113.

66 pengaruh kolonial Belanda, Sultan Assaidis Syarif Kasim I mampu menjalani pemerintahan selama dua puluh lima tahun. Tepat pada tahun 1889 baginda Sultan

Assaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin wafat, dengan gelar Marhum

Mahkota, dan dikebumikan di Koto Tinggi Siak Sri Indrapura.82

Generasi selanjutnya dilanjutkan oleh seorang putera dari Sultan Syarif

Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dari istri yang keduanya bernama Tengku Dalam

(Tengku Long Jiwa) yang memiliki dua orang anak laki-laki, anak pertamanya

Tengku Sulung (Sayid Alwi) dan yang kedua Tengku Ngah (Sayid Hasyim). Pada saat ayahnya yakni Sultan Syarif Kasim I menjadi sultan, beliau menjadikan anaknya yang kedua bernama Tengku Ngah (Sayid Hasyim) dari rahim isterinya yang kedua sebagai panglima perang yang mampu menguasai Selat Melaka dan bersikap bijaksana terhadap pedagang yang datang ke Siak baik dari China, India,

Belanda bahkan Inggris. Berdasarkan dengan beberapa prestasi Syarif Hasyim selama menjadi panglima perang maka Dewan Kerajaan Datuk Empat Suku dan mendapat dukungan dari pihak Pemerintahan Belanda di Batavia tertarik dan memilih Tengku Ngah (Sayid Hasyim) sebagai penerus dari ayahnya.

Tepat pada tanggal 21 Oktober 1889 M, Syarif Hasyim dilantik sebagai

Sultan Siak ke-XI dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil

Syaifuddin (1889-1908 M). Pada saat pemerintahan inilah sultan bertekad untuk mensejahterakan rakyat-rakyatnya dengan memfokuskan di sektor perdagangan dan perekonomian. Sultan Assadis Syarif Hasyim menyerukan kepada rakyatnya

82 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, 2007, cet. I Yayasan Pusaka Riau, hal. 64. Lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 133- 139.

67 agar senantiasa bersinergi dalam membantuprogram sultan dalam memajukan perekonomian kerajaan dan perekonomian.83

Selain dariprogram sultan yang telah dipaparkan diatas, Sultan Syarif juga memperbaiki infrastruktur dipemerintahannya dan pada tahun 1889 M, Sultan

Syarif Hasyim mendirikan istana yang dikhususkan untuk isterinya Tengku

Embung. Istana yang dimaksud bernama Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim.

Kemudian mendirikan balai yang bernama Balai Kerapatan Tinggi sebagai ruang kerja Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dan jajaran pemerintahanya untuk bermusyawarah dalam menentukan kebijakan-kebijakan, berfungsi juga untuk penobatan sultan serta tempat pelaksanaan persidangan adat baik kasus- kasus adat ataupun mahkamah syari'ah yang langsung dipimpin oleh sultan.

Sultan Syairf Hasyim juga memperindah Istana Asserayah Hasyimiyah, sultan menunjuk seorang arsitek dari Perancis dan para pekerja orang-orang

Tionghua di Singapura dan komponen material dari Jerman dan selesai pada tahun

1899 M. Dalam menjalani pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim dibantu oleh beberapa menteri kerajaan dan datuk yang diberi kekuasaan untuk memimpin daerah masing-masing. Adapun nama-nama yang dimaksud adalah:

. Datuk M. Tahir Sri Pakerma Raja, Kepala Suku Tanah Datar.

. Datuk M. Saleh Sri Berjuangsah, Kepala Suku Lima Puluh.

. Datuk H. Mustafa Amar Pahlawan, Datuk. Maharaja Sri Wangsa,

Kepala Suku Kampar.

. Datuk Sentol Sri Dewa Raja, Kepala Suku Pesisir.

83 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, 1976, Pekanbaru, hal. 348.

68

. Datuk Mohd. Syekh gelar Datuk. Raja Lela Pahlawan, Kepala Suku

Hamba Raja Dalam, Jaksa Kerapatan Tinggi.

Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura terbagi 10 Provinsi yang di kepalai oleh seorang Hakim Polisi, adapun 10 Provinsi tersebut :

 Provinsi Negeri Tebing Tinggi, dikepalai oleh Temenggung Muda.

 Provinsi Negeri Siak Sri Indrapura, dikepali oleh Tengku Besar.

 Provinsi Negeri Merbau, dikepalai oleh Orang Kaya Setia Raja.

 Provinsi Negeri Bukit Batu, dikepalai oleh Datuk Laksamana.

 Provinsi Negeri Bangko, dikepalai oleh Datuk Dewa Pahlawan.

 Provinsi Negeri Tanah Putih, dikepalai oleh Datuk Setia Maharaja.

 Provinsi Negeri Kubu, dikepalai oleh Datuk Jaya Perkasa.

 Provinsi Negeri Pekanbaru, di kepalai oleh Datuk Syahbandar.

 Provinsi Negeri Tapung Kiri, di kepalai oleh Syarif Bendahara.

 Provinsi Negeri Tapung Kanan, di kepalai oleh Datuk Bendahara.

Di bentuk juga dua Komisaris Jajahan yakni :

o Tengku Mansyur Putera Mangkubumi Sayid Ahmad (Sayid Hasan)

gelar Tengku Pangeran Waira Negara (commissaris zhbenedin

strom). Menguasai daerah jajahan sebelah Barat Laut.

o Tengku Cik gelar Tengku Pangeran Waira Kesuma (Tengku Kecil

Besar Sayid Mahdar) atau dikenal dengan commissaris zhboupen

strom yang menguasai daerah jajahan sebelah hulu.84

84 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 348. Lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 149.

69

Selanjutnya Sultan Syarif Hasyim mendirikan sebuah percetakan untuk memenuhi kebutuhan kerajaan yang terkait administrasi pemerintahan kerajaan, pada masa Sultan Assaidis Syarif Hasyim ini tejadi kodifikasi di pemerintahan.

Adapun yang dimaksud dengan menyusun undang-undang pemerintahan sejak 1898-1916 M, dinamakan kodifikasi Baabul Qawa'id dan lebih dikenal dengan sebutan Baabul al-Qawaid85 yang bermakna pintu segala pegangan.86

Baabul Qawa'id berupa perubahan dan tambahan tentang peraturan- peraturan pemerintahan sebelum masa Sultan Assaidis Syairf Hasyim, sebagai pedoman kerajaan, dan juga berisi struktur pemerintahan semasa Sultan Assaidis

Syarif Hasyim berkuasa. Segala peraturan yang telah disusun itu berdasarkan kontrak politik dengan Belanda yang telah disepakati dan disahkan pada tanggal 1

Desember 1898 M. Menyadari akan kemajuan dan prestasi Sultan Syarif Hayim

85Baabul al Qowa'id ditulis pada periode ketika Kesultanan Siak Sri Indrapura dipimpin oleh sultan yang berketurunan bangsa Arab. Baabul al Qowa'id ini terdiri 22 bab yang dibagi dari 154 pasal. Adapun bab yang pertama mengenai Batas-batas propinsi yang terdiri 10 pasal. Bab yang kedua mengenai Gelar yang berkuasa di Kerapatan Tinggi (Balai Rung Sari), terdiri 10 Pasal. Bab ketiga mengenai perkara yang akan disidang dihadapan Keraparan Tinggi, terdiri dari 9 pasal. Bab yang keempat mengenai perkara yang akan dihadapan Hakim Polisi, terdiri dari 5 pasal. Bab kelima mengenai perkara yang akan dihadapan Hakim Polisi di daerah jajahan, terdiri 7 pasal. Bab keenam mengenai menentukan musyawarah antara Hakim Polisi, terdiri dari 13 pasal. Bab ketujuh mengenai nama Kepala Suku dan suku yang dipegangnya, terdiri dari 18 pasal. Bab kedelapan mengenai kuasa Kepala Suku dalam menyelesaikan perkara, terdiri dari 4 nomor. Bab kesembilan mengenai kuasa Bendahara. Bab kesepuluh mengenai kuasa Qodhi, terdiri atas 13 pasal. Bab kesebelas mengenai kuasa Imam pada 9 provinsi, terdiri 9 pasal. Bab keduabelas mengenai kuasa Kepala Imam jajahan, terdiri 6 pasal. Bab ketigabelas mengenai Ketinggian Sultan atas Hakim Polisi dan Kepala Suku, terdiri atas 4 pasal. Bab keempatbelas mengenai tugas Hakim Polisi Kerajaan dan Propinsi Jajahan, terdiri atas 3 pasal. Bab kelimabelas mengenai Kewajiban Pangeran-pangeran, terdiri atas 3 pasal. Bab keenambelas mengenai Pekerjaan Jaksa, terdiri atas 5 pasal. Bab ketujuhbelas mengenai Pekerjaan Tambahan Beduanda Perkasa, terdiri atas 5 pasal. Bab kedelapanbelas mengenai Kuasa Penghulu Balai, terdiri dari 8 pasal. Bab kesembilanbelas mengenai Aturan Jual-Beli, terdiri dari 4 pasal. Bab keduapuluh mengenai Nama-nama Suku, tidak ada pasal. Bab keduapuluh satu mengenai Aturan Kepala-kepala mengenai apabila mendapat perintah dari Sultan, terdiri 14 pasal. Bab keduapuluh dua mengenai bahagian-bahagian denda dan sapu meja yang dapat dari tempat keadilan yang dilakukan oleh Kerapatan Tinggi dan Hakim Polisi Negeri Siak dan Hakim Polisi Jajahan, terdiri dari 6 pasal. Pada bagian akhir terdapat penutup dengan beberapa cap, diantaranya Cap Sultan Siak Sri Indrapura, Cap Residen Vasthust Sumatera, Cap Datuk Laksemana, Cap Datuk Kampar, Cap Datuk Pesisir, Cap Datuk Lima Puluh, dan Cap Datuk Tanah Datar. (O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.2, Lembaga Adat Melayu Kab. Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011, hal. 148..). 86 Amir Luthfi, 1983, hal. 25-26.

70 selama menjabat sebagai pemimpin kerajaan maka Sultan Syarif Hasyim segera memikirkan masa depan kerajaan ketikabeliau wafat, maka Sultan Syarif Hasyim menentukan balon (bakal calon) untuk menggantikan dirinya nanti.87

Masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Indrapura terjadi pada pemerintahan

Sultan Assaidis Syarif Hasyim, namun kejayaan ini terlalu singkat, meskipun singkat telah terasa perubahan yang signifikan. Pada 1908 M, Sultan Assaidis

Syarif Hasyim bersama beberapa orang besar kerajaan untuk melakukan perjalanan ke Negeri Singapura dengan maksud untuk mencari pengalaman dan memperdalam hubungan dibidang ekonomi khususnya sektor perdangangan dengan para pengusaha asing diantaranya dari Belanda, Inggris, dan Cina. Namun dalam perjalanan itu, tepatnya pada tanggal 2 April 1908 M, Sultan Assaidis

Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di Singapura dan dimakamkan di

Kota Tinggi Siak Sri Indrapura dengan gelar Marhum Baginda.88

Roda pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Sulung Sayid Kasim adalah anak dari Sultan Siak ke-XI yakni Sultan Assaidis Sayid Hasyim Abdul Jalil

Syaifuddin dan ibunda tercinta yang bernama Tengku Yuk Syarifah Aminah binti

Tengku Musa Sayid Said, Tengku Yuk ini merupakan permaisuri dan istri kedua

Sultan Sayid Hasyim sedangakan istri pertamanya bernama Encik Rafi'ah binti

Datuk (perempuan bukan dari ketururan bangsawan) Muhammad Saleh (seorang

Datuk Orang Besar Kerajaan Siak) dan melahirkan seorang anak lelaki yang bernama Tengku Long Putih Sayid Muhammad, adapun saudara dari Tengku

Sulung ini mengahabiskan waktunya di Singgapura kerena memiliki kesibukan di

87O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 152. 88O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 150-151.

71 sektor perdagangan.89 Latar belakang pendidikan seorang Tengku Sulung Sayid

Kasim banyak mempelajari ilmu agama Islam di Siak, hingga pada tahun 1904 M,

Tengku Sayid Kasim beranjak ke Batavia untuk mendalami pendidikannya yang dibimbing oleh seorang ulama besar dari keturunan Arab yang bernama Sayid

Husein al-Aidit. Tengku Sulung Sayid Kasim sangat gemar belajar tentang ilmu hukum dan ketatanegaraan, maka dipilihnya seorang guru yang bernama Snouck

Hurgronje yang berasal dari Belanda. Sikap ini dilakukan oleh pihak Belanda, agar Tengku Sulung dapat diperalat dan dijadikan kaki tangan pemerintahan

Belanda, akan tetapi maksud tersebut tidak dapat menjadi kenyataan.90

Pada tahun 1908 M, ayah dari Tengku Sulung Sayid Kasim menghembus nafas terakhir, kemudian roda pemerintahan diserahkan kepada anaknya yakni

Tengku Sayid Kasim yang masih belia. Tengku Sulung Sayid Kasim lebih fokus untuk menuntut ilmu di Batavia, maka untuk sementara waktu pemerintahan dipimpin oleh regent (wakil sultan) yang terdiri dari dua regent sebagai menteri

Datuk Sri Bejuang Syah (Datuk Lima Puluh) dan Tengku Besar Sayid Sagaf sebagai Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan tinggat propinsi (sepupu dari

Tengku Sayid Kasim) di Propinsi Siak Sri Indrapura.91 Pada tahun1912 M,

Tengku Sulung Sayid Kasim menikahi Tengku Syarifah Latifah (Tengku Bih) dan medapatkan gelar Tengku Agung.92 Tengku Agung adalah seorang puteri dari

Tengku Embung Djaya Setia dari Langkat. Singkat kisah, Tengku Sulung Sayid

Kasim beranjak dewasa berusia 23 tahun, yang telah digadang-gadangkan untuk

89O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 154-155. 90 Tenas Effendy dan Nahar Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1972, Pekanbaru: BPKD Riau, hal. 44-47. 91Mukhtar Lutfi, Sejarah Riau,hal. 348. 92Lihat Lampiran Gambar Pernikahan Sultan Syarif Kasim II dengan Syarifah Latifah binti Tengku Embong gelar Tengku Agung.

72 menjadi sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Tengku Sulung Sayid Kasim dinobatkan pada tanggal 3 Maret 1915 M, sebagai Sultan Siak ke-XII dengan gelar Sultan Sayid Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin dan istrinya diberi gelar Tengku Agung. Pasca menjadi pemimpin Sultan Syarif Kasim II sangatlah paham akan statusnya sebagai sultan hanya menjabat sebagai khalifatullah atau jabatan sultan sebagai bayangan Allah SWT dipermukaan bumi ini.93 Sultan

Assaidis Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin sosok yang sangat kental nilai-nilai ke-Islamannya.94 Dalam menjalani roda pemerintahan Sultan Assaidis

Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin awalnya masih sama seperti masa pemerintahan ayahnya tercinta, namun perlahan mengalami perubahan sedikit pada struktur dan tugas-tugasnya dari yang telah ditentukan di dalam Baabul

Qawa'id.

Berikut struktur pemerintahan yang baru pada era Sultan Assaidis Syarif

Kasim Abdul Jalil Syaifuddin.95

SULTAN*

DEWAN KERAJAAN* HAKIM POLISI*

HAKIM KERAPATAN TINGGI* -Ketua Sultan HAKIM SYARI'AH* Anggota : -Datuk Empat Suku -Qhadi Negeri HAKIM KEPALA SUKU* -Controleur Siak Sri Indrapura Kepala Suku (Hinduk) (perwakilan dari Gubernur Belanda).

93Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915- 1945, hal. 266. 94O.K Nizami Jamil, Dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 156. 95Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915- 1945, hal.28.

73

Keterangan:

* Sultan adalah pucuk pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura.

* Dewan Kerajaan sebagai asisten Sultan dalam menjalankan tugasnya untuk

membuat undang-undang dan peraturan.

* Hakim Kerapatan Tinggi mempunyai tugas penting dalam menyelesaikan

perkara-perkara kerajaan atau rakyat di daerah kedaultan Kesultanan Siak

Sri Indrapura. Badan pengadilan umum ini memiliki susunan pengurus;

Hakim Kerapatan Tinggi ini langsung diketuai oleh Sultan, dan anggota

terdiri dari para Datuk Kerajaan dan para pembesar kerajaan, seperti Datuk

Empat Suku, Qhadi Negeri, dan Controleur Siak sebagai perwakilan dari

Gubernur Belanda yang selalu dihadirkan setiap persidangan.

* Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan di dalam pemerintahan namun di

tingkatan provinsi, secara fungsi Hakim Polisi ini sebagai wakil Sultan.

Hakim Polisi ini berjumlah yang sama pada era Sultan Assaidis Syarif

Hasyim yang terbagai dari 10 provinsi namun pada era Sultan Assaidis

Syarif Kasim memilik perbedaan terletak pada Provinsi Tanah Putih di

tiadakan dan perbedaan itu tidak terlalu signifikan, adapun yang dimaksud

sebagai berikut :

- Provinsi Siak bergelar Tengku Besar. - Provinsi Tebing Tinggi bergelar Tengku Temenggung Muar Muda. - Provinsi Merbau bergelar Orang Kaya Setia Indra. - Provinsi Bukit Batu bergelar Datuk Laksemana Setiadiraja. - Provinsi Bangko bergelar Datuk Dewa Pahlawan. - Provinsi Kubu bergelar Datuk Jaya Perkasa. - Provinsi Pekanbaru bergelar Datuk Syahbandar.

74

- Provinsi Tapung Kiri bergelar Syarif Bendahara. - Provinsi Tapung Kanan bergelar Datuk Bendahara. - Komisaris Negara terdiri II (dua) : Pangeran Wira Negara dan Pangeran Wira Kesuma. * Hakim Syari'ah badan ini terbentuk karena di Kesultanan Siak Sri Indrapura

mempunyai 10 provinsi maka harus di posisikan seorang Hakim Syari'ah.

Hakim Syari'ah yang berkedudukan di Negeri Siak Sri Indrapura bergelar

Qadhi yang tugasnya mengenai permasalahan sosial seperti, harta pusaka-

hak waris dan masalah hukum adat dan agama. Hakim Syari'ah di provinsi

lainnya bergelar Imam Jajahan. Meskipun terbagi seperti itu namun

keduanya saling bersinergi dalam menjalankan tugas.

* Hakim Kepala Suku, badan pemerintahan ini menurut hirarki kekuasaan di

Kesultanan Siak Sri Indrapura berada paling bawah posisinya di struktur.

Hakim Kepala Suku (Hinduk) ini berjumalah 211 Suku (Hinduk) dari 10

provinsi. Tugas utamanya adalah melaksanakan tugas-tugas pemerintahan,

mengurusi dan mengatur kehidupan masyarakat dari sisi agama, budaya,

adat istiadat yang taat kepada keputusan kerajaan dan perintah Sultan.

Secara struktural Hakim Kepala Suku ini harus patuh kepada Hakim Polisi

karena sebagai wakil sultan di setiap provinsinya.

Setelah membentuk sistem pemerintahan dengan sangat baik, kemudian

Sultan Assadis Syarif Kasim juga memfokuskan dibidang pendidikan. Untuk tahap awal Sultan Assaidis Syarif Kasim membentuk beberapa sarana pendidikan baik yang formal, informal dan nonformal. Dalam pengembangan pendidikan di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Berikut bidang pendidikan formal yang telah berdiri di Siak sejak masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim

75 yang bernama Volkschool (sekolah tingkat dasar dengan masa pendidikan tiga tahun dengan materi pembelajaran diantaranya, membaca, menulis dan berhitung).96 Sekolah ini merupakan tempat pendidikan formal satu-satunya, kemudian Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin bertekad untuk terus mendirikan sarana pendidikan agar rakyat-rakyatnya tidak asing terhadap dunia pendidikan. Sarana pendidikan formal yang didirikan oleh Sultan Assaidis

Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin yaitu HIS (Hollandsh Inlandsche School).97

Pada tahun 1917 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jali Syaifuddin juga mendirikan sebuah sekolah yang kental dengan unsur Islam yang bernama

Madrasah Taufiqiyyah al Hasyimiyyah sekolah ini pada dasarnya setingkat dengan Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyyah (SMP) dan Aliyah (SMA). Dalam kegiatan belajar dan mengajar disekolah ini berjalan pada sora hari yang didalamnya diajarkan pengetahuan agama Islam dan nilai-nilai ke-Islaman. Bagi sang Sultan agar anak-anak di sekolah Volkschool dan HIS dapat belajar pagi hari dengan mendapatkan pengetahuan umum kemudian dilanjutkan sora harinya belajar tentang pengetahuan agama Islam. Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil

Syaifuddin juga tidak melupakan kaum perempuan, karena Sultan ingin menjadikan kaum perempuannya menjadi kaum yang berintelektual tinggi.

Adapun sekolah yang dimaksud adalah Latifah School yang berasal dari nama

96 Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Jakarta : Balai Pustaka, cet ke-V, 1984, hal. 122. 97 Pengertian HIS (Hollandsch Indlandsche School) adalah sebuah tempat pendidikan formal pada kurikulimnya di sekolah ini kental dengan pengaruh Belanda, karena sekolah ini bahasa pengantarnya dengan berhasa Belanda dan sebagain besar pengajarnya dari orang-orang Belanda. Sekolah ini juga berada di lingkungan militer Belanda, tujuan dari semua ini tentunya bangsa Belanda tidak ingin memberlakukan sistem pendidikan yang menjurus nasional. Tidak semua orang bisa belajar di sekolah ini, hanya anak-anak golongan bangsawan dan para pegawai pemerintahan Belanda yang memiliki gaji f. 100,00 saja yang berhak duduk di sekolah ini. (Tenas Effendi, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, 1973, hal. 51).

76 permaisyuri tercintanya yang telah wafat bernama Tengku Syarifah Latifah.

Sekolah ini didirikan pada tahun 1926 M, dan setara dengan Volkschool. Pada tahun 1929 M, juga didirikan sekolah khusus kaum perempuan dengan materi belajar yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam.

Sekolah ini bernama Madrasah an-Nisa, dan guru-gurunya berasal dari

Sumatera Barat, ada juga yang berasal dari Universiatas al Azhar, Kairo.98 Semua sikap yang dilakukan oleh sultan semata demi menjadikan rakyat-rakyatnya lebih baik dan kaya akan ilmu pengetahuan meskipun kita miskin harta karena berada di bawah tekanan penjajah, namun merdeka dalam pengetahuan. Menurut Sultan

Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin pendidikan unsur terpenting menuju perkembangan dalam kehidupan yang nantinya akan terbentuk jiwa nasionalisme dan patriot nasionalis yang kental dengan unsur Islam.

Pada tahun 1964 M, kondisi kesehatan Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul

Jalil Syaifuddin menurun dan sempatdilarikan ke rumah sakit Cartex Rumbai di

Pekanbaru. Namun apa daya pada tahun 1967 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim

Abdul Jalil Syaifuddin mulai melemah dan kurus karena sakit, dan akhirnya pada

23 April 1968, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di rumah sakit Caltex Rumbai Pekanbaru.

98 Asmuni Marleilly, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial di Daerah Riau Pada Awal Abad XX, Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah, hal. 70-85. Lihat Juga Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, 1976, Pekanbaru, hal. 348-349.

77

B. Pengaruh Agama Islam

Kebudayaan Melayu yang telah diterima dikalangan masyarakat Melayu dan menjadi tumbuh atau berkembang dengan kekuatan agama Islam yang telah merobohkan kerajaan-kerajaan yang bernaung di bawah agama Hindu-Budha dan dapat mengusai perdagangan internasional. Jauh sebelum hadirnya Islam di tanah

Melayu, khususnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura, keberadaan Islam yang mulai memasuki tanah Melayu yang dihadapkan langsung dengan tata nilai orang- orang Melayu. Tata nilai orang-orang Melayu yang dimaksud adalah mengenai kepercayaan nenek moyang yang sangat kental yakni, Animisme dan Dinamisme.

Kedua pemahaman ini merupakan tantangan suatu agama dengan adat dan tradisi orang-orang Melayu yang sudah berkembang. Setelah hadirnya agama Islam di masyarakat Melayu, khususnya di Siak memulai lembaran baru dengan didasari rasionalisme dan intelektualisme untuk merekonstruksi pandangan masyarakat dari pemahaman lama (nenek moyang) menuju pemahaman baru, tentunya yang bernafaskan Islam. Mengenai perkembangan agama Islam dapat terlihat pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin (1784-

1810M), meskipun tidak ada legalitas secara tertulis yang menyatakan bahwa

Islam dijadikan sebagai agama resmi di Siak. Hal ini bisa terjadi kerena

KesultananSiak Sri Indrapuraberada di bawah kekuasaan Kesultanan Johor yang lebih awal memeluk agama Islam, berbagai pengaruhnya terlihat pada Kesultanan

Siak Sri Indrapura, dan secara otomatis perlahan menerapkan ajaran-ajaran sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu agama Islam terus berkembang di Siak.

Terlebih pada 1784, tepatnya pada masa Sultan Siak ke-VII, yakni Sultan

Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin dimana beliau adalah keturunan Arab,

78 sejak itulah sultan-sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura diberi gelar Assaidis

Syarif yang merupakan tanda yang kental yang menyatakan dari keturunan

Arabyang hadir di tengah-tengah pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura yakni Syarif Usman Syahabuddin, beliau adalah seorang Panglima Perang ketika masa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah pada 1766-1780 M.Pada periode ini terjadi suatu keunikan, dari keunikan tersebut adalah, dari duabelas sultan yang pernah berkuasa di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, pada tahun 1723-

1784 M, tepatnya pada masa Sultan Siak ke-I sampai Sultan Siak ke-VII berasal dari keturunan orang Melayu-Johor dan dari Sultan Siak VII hingga Sultan Siak

XII adalah keturanan yang berasal dari Arab yang memiliki gelar Sayid dan

Syarif.99

Bukti lain yang menunjukkan besarnya pengaruh Islam tercermin dalam permasalahan yang terjadi di pemerintahan harus di selesaikan berdasarkan syariat

Islam, seperti masalah pernikahan, talak, rujuk, warisan dan hal-hal lainnya. Pada sistem pemerintahan juga sangat kental akan pengaruh agama Islam, seperti dalam menjalankan pemerintahan sang sultan dibantu oleh pegawainya yang terdiri dari

99Sayid dan Syarif adalah gelar kebangsaan dari keturunan sultan-sultan Siak di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun sebenarnya gelar Sayid berasal dari Hadramaut dan gelar Syarif berasal dari keturunan Saidina Husen. Gelar ini mulai ada di Siak sejak berkuasanya Sultan Siak VII yang berasal dari keturanan Arab. Gelar kebangsaan ini sangat besar pengaruhnya dalam perkawinan, cara berbicara, berpakaian dan lain-lain. Terutama perkawinan dapat menentukan gelar kebangsaannya. Dalam gelar kebangsaan terdapat lima golongan, yaitu :  Golongan Tengku Sayid (Sultan), Sayid, atau Syarif, dan Syarifah (galar untuk perempuan). Syarifah hanya boleh kawin dengan golongan yang sederajat dengannya, sedangkan Tengku atau Sayid boleh nikah dengan siapa saja.  Golongan Tengku Sayid dengan rakyat biasa, maka anaknya bergelar Tengku, Wan (keturunan Temenggung, Bendahara, hasil dari perkawinan sayid atau syarif dengan rakyat biasa).  Golongan Datuk (gelar yang pemberian sultan, dan tidak diturunkan pada anak-anaknya).  Golongan Encik (hasil dari perkawinan dari keturunan orang baik-baik dan terhormat dengan keturunan DatukEmpat Suku, dan golongan kedua dengan rakyat biasa).  Golongan Rakyat Biasa (perkawinan encik dan rakyat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit. Hal. 108).

79 imam dan khatib, sedangkan untuk tingkat kepenghuluan dan kebatinan dibantu oleh penghulu dan batin dalam bidang keagamaan.

Kemudian agamaIslam berkembang dibidang kesenian dan kebudayaan yang telah ada sebelum masuknya Islamdi Kesultanan Siak Sri Indrapura, seperti adanya tarian zapin, ada juga tapung tawar. Karena keduanya itu tidak dapat dilepaskan dari keseharian masyarakat, maka dari itu Islam bisa diterima dan disambut baik oleh masyarakat Siak. Dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri

Indrapura terdapat faham modernisasi, faham ini mendapat pengaruh dari Wahabi yang berasa dari Makkah yang dibawa oleh golongan salaf, selain itu faham ini dipelopori oleh kaum bangsawan yang ikut sebagai anggota Rusydiah Club (kaum cerdik dan pandai yang membahas dan mempunyai masalah dalam pemerintahan, agama, sastra dan ilmu pengetahuan.

Paham modernisasi (pembaharuan) mulai masuk dari aspek pendidikan, dengan berdirinya beberapa lembaga yang bercorak Islam Modern ataupun madrasah, sepertiMadrasah Taufiqiyah al-Hasyimiyyah yang berdiri dari tahun

1917-1942 M, dan Madrasah Al-Nisa yang berdiri dari tahun 1929-1942 M.

Begitupula adanya ajaran Muhammadiyah yang ajarannya sejalan dengan gerakan padri yang dapat dengan mudah masuk dan diterima masyarakat Siak. Aliran

Muhammadiyah atau sering dikenal gerakan kaum muda, aliran ini berkembang pesat di daerah Bengkalis.

Sultan Syarif Kasim II berupaya untuk menyebarkan agama Islam dengan mengembangkan, serta mengatur masyarakat agar selalu berpedoman pada hukum

Islam, namun tidak merusak hukum adat yang sudah berlaku. Baginya antara

80 hukum adat dan hukum Islam tidak ada pertentangan, bahkan keduanya memiliki peran untuk mengatur masyarakat di Siak.100

Pengaruh Islam juga tampak dari lambang Kesultanan Siak Sri Indrapurayang diberi nama Muhammad Bertangkup.101

Pembahasan mengenai pengaruh Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura, terlihat jugadari aspek sosial-ekonomi yang terjadi dikalangan masyarakat Siak.

Beriring dengan masuknya agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura sejak masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah hingga pada masasultan terakhirAssaidis Syarif Sultan Sayid Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin

1915-1946 M. Pengaruh agama Islam terlihat ketika segala kebijakan yang diberlakukan selama menjalani roda pemerintahan tetap berada dalam koridor nilai-nilai ke-Islaman.

Menurut pandangan penulis hal ini terlihat pada aspek sosial, sejak ajaran

Islam sebagai landasan, maka dari itu sangatlah mempengaruhi segala apapundi dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, diantaranya terdapat pada sisi garis keturunan yang bersifat parental, sistem kekerabatan dalam keluarga yang bersifat atau berhubungan dengan orang tua (ayah-ibu) sebagai pusat kekuasaan, artinya kedudukan serta tanggungjawab ibu dan ayah harus sama terhadap anaknya. Adapun sistem garis keturunan ini berlaku diwilayah Kepulauan Riau,

Bengkalis, Rokan, Pelalawan, Indragiri, Kuantan dan Siak.

100Barzanji adalah beberapa kumpulan doa yang dibacanya mengguanakan irama, yang berisi mengenai puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW dan terdapat riwayat sang Nabi dan para sahabat-sahabatnya. Dan pembacaan Barzanzi ini dilakukan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dan 44 hari keliharan anak adam sambil memberi nama dan akekahan, pada khitanan pada anak laki-laki, dan pada pernikahan di rumah mempelai wanita. (departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Adat Istiadat Daerah Riau, 1977, hal. 100-101 dan 104). 101 Lihat Lampiran gambar lambang Kesultanan Siak

81

Mengenai pengaruh agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura sangat kentaldalam beribadah terdapat kewajiban yang bertempat tinggal di sekitar area masjid, bagi kaum laki-laki maka wajibatasnya untuk melaksanakan shalat Jum'at dan menyejahterakan masjid, bagi masyarakat Melayu, karena hari jum'at adalah hari yang sangat istimewa istilah arabnya "Syaiyidul ayyam" (rajanya hari-hari).

Setiap hari jum'at masyarakat Melayu menyadari bahwa hari ini adalah hari yang sangat singkat untuk bekerja maka haruslah memperbanyak dengan kegiatan ibadah. Apabila terjadi pelanggaran, maka hukuman siap diberikan bagi siapun yang melanggar berupa hukuman keras (mars).102

Pengaruh agama Islam juga terlihat pada pengaturan hak waris yang sesuai dengan ajaran hak waris dalam Islam (faraidh), seperti harta yang diwarisi dari garis keturunan ibu "harta pusaka" tetap berlaki sebagaimana adanya. Pada harta kekayaan bersama selama perkawinan dibagi menurut ajaran Islam, seperti kasus perceraian atau ditinggalkan suami (meninggal dunia) dan semasa perkawinan keduanya telah mendirikan rumah maka hak rumah tersebut teruntuk istri. Dalam hal ini telah disepakati oleh sang sultan dan para Mufti atau Qadhi bahwasanya ketika terdapat pasangan suami istri dan bercerai atau suami yang meninggalkan istri untuk selamanya (meninggal dunia), dan telah memiliki rumah maka rumah tersebut menjadi hak istri sepenuhnya, selain itu harta-harta yang lain dibagikan sesuai dengan ajaran hak waris dalam Islam (faraidh). Adapun poin penting yang harus diperhatikan bahwa dalam melakukan kebijakan diatas ada ketentuan- ketentuan sebelum mengambil keputusan menurut ajaran hak waris dalam Islam

102 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, hal.121- 122, lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siz

82

(faraidh) yaitu, dengan membagi dua harta antara harta suami dan istri, jika harta bersama (gono-gini), namun jika harta tersebut hasil dari kerja sama suami dan istri atau harta bawaan istri maka tidak dibagi dan sepenuhnya bagian istri.

Kebijakan ini disepakati atas pertimbangan Sultan ingin melindungi kaum perempuan agar terhindar dari kaum laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan ingin memainkan perempuan. Sungguh bijaksananya sang sultan yang selalu memperhatikan rakyat-rakyatnya mengenai kebijakan hak waris di Kesultanan

Siak Sri Indrapura. Disamping masalah perkawinan, hal lainnya yang diterangkan secara rinci didalam al-Qur’an adalah masalah kewarisan yang terdapat dalam

Surat an-Nisa : ayat 11-12 dan 176, tetapi sebelumnya, pada ayat ketujuh lebih dahulu dikemukakan satu prinsip pokok dalam pembagian warisan dari harta peninggalan kedua orang tua dan karib kerabat mereka masing-masing, yaitu:

"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan." Pengaruh agama Islam juga dapat terlihat dalam bidang ekonomi yakni

Sultan mewajibkan rakyat dan dirinya untuk tunaikan zakat fitrah atau zakat mal

(harta), seperti orang yang berada di hulu sungai setelah terkumpul zakat fitrahnya maka langsung disalurkan imam, dan dibagian hilir di serahkan kepada khatib, adapun zakat mal (harta) dengan ketentuan bagi para petani padi mengeluarkan zakat mal dari hasil panennya sebesar 10% jika telah mencapai nisab (hitungan) adapun zakat mal berupa emas maka pembayaran zakat nya harus dengan uang.

83

Pengaruh agama Islam juga berfungsi untuk meluruskan kepercayaan ataupun adat istiadat lama yang masih bertentangan dengan ajaran Islam harus diluruskan kembali sesuai pedoman pada al-Qur'an dan Hadist.

Seperti pepatah Melayu yang berbunyi :

Yang bengkok diluruskan Yang sesat dibetulkan Yang menyalah diperbaiki Pada hakikatnya masyarakat Melayu, khususnya selama pemerintahan

Kesultanan Siak Sri Indrapura hingga saat ini, hadirnya agama Islam ditengah- tengah masyarakat Siak sebagai pelita kehidupan dengan ajaran-ajaran yang terkandung dalam ajaran Islam dan berfungsi sebagai tolak ukur dari kepercayaan

(adat istiadat) lama yang terdapat dalam kebudayaan Melayu Siak ke adat istiadat yang sesuai dengan nafas-nafas Islam.103

103 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, hal.118.

84

BAB IV

PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA TERHADAP

KOLONIALISME

A. Awal Mula Kedatangan Kolonialisme

Membahas kolonialisme tentu berkaitan dengan masalah kedatangan bangsa asing dari negara-negara barat (Eropa) ke timur, khususnya Indonesia.

Kedatangan bangsa asing atau orang barat ini tidak lepas juga dari masalah polarisasi antara dua pola kekuatan, tradisi, budayam bahasa antara Barat dan

Timur (Eropa dan Asia). Peristiwa mengenai kedatangan bangsa asing ini juga bisa dikatakan bentrokan, kenapa bisa dikatakan bentrokan karena telah berulang kali terjadi bagaikan mata rantai yang terus menyambung.

Diawali ketika masa kekhalifahan Islam, pada saat itu peradaban Islam dan kekuasaan Islam yang saat itu sangatlah kuat dan besar dari Pantai Utara

Afrika hingga Semenanjung Liberia. Kekuatan dan keuasaan Islam yang kuat dan besar itu daerah barat (Eropa) seperti Spanyol, Portugis, bagian Selatan Benua

Eropa berada di bawah kejayaan Islam. Selama 700 tahun Kekuasaan Islam berkuasa di Eropa Selatan. Pada tahun 1453 M, kekuasaan Islam bertambah besar di bawah kekuasaan Sultan Salim dinasti Turki Osmani yang berhasil melumpuhkan kota Constatinopel dari bangsa Romawi Timur dan terus meluas hingga perbatasan kota Wina (Istambul). Akibat dari peristiwa ini berdampak buruk bagi bangsa Barat karena, kondisi Laut Tengah sebagai akses utama lalu lintas dan aktivitas perdagangan antara Timur dan Barat telah di kuasai orang- orang Islam Turki, sehingga menyulitkan bangsa Barat untuk melakukan aktivitas

85 perdagangan. Setelah berhasil menguasai beberapa daerah, orang-orang barat, kaum nasrani menyingkir ke Eropa Utara.

Para bangsa barat itu berupaya melakukan serangan untuk merobohkan kejayaan Islam, dengan serangan senjata yang dilontarkan kepada kaum Islam oleh orang-orang nasrani yang terus berkelanjutan. Hingga perang Salib terjadi, perlahan kekuatan Islam melemah dan bangsa Portugis dan Spanyol berhasil merebut daerahnya dari tangan kekhalifahan Islam.104

Menyambung pada pembahasan mengenai kedatangan bangsa asing di

Tanah Melayu, khususnya di daerah Siak, bahwasannya terdapat pengaruh besar para kolonialis yang berasal dari Eropa, yakni Portugis, Belanda, Inggris dan

Jepang.

Keempat bangsa asing ini telah menapaktilas di daerah kekuasaan

Kesultanan Melaka (Selat Melaka), Kesultanan Johor (Riau dan Kepulauan Riau), dan Kesultanan Siak Sri Indrapura (Siak). Semua bangsa asing ini mereka memilik hasrat untuk mengeksploitasi Selat Melaka yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Sisi lain Selat Melaka juga sebagai pusat perdagangan dan pusat kekuasaan Islam Nusantara.

1. Kedatangan Bangsa Portugis

Kedatangan bangsa Portugis mulai datang dan masuk di Selat Melaka di bawah komando Admiral Alfonso d'Albourqueque segera menuju Melaka dan melakukan serangan pada tahun 1509-1510 M, namun percobaan itu belum berhasil karena masih kuatnya armada Islam di Selat Melaka. Pada 1511 M,

104 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 178-180.

86 bangsa Portugis berhasil menguasai Melaka.105 Melihat situasi ini Sultan Melaka tidak tinggal diam dengan melawan Portugis yang telah mengacak-acak daerah kekuasaannya. Dengan memindahkan pusat kerajaan ke Bintan, terus sampai ke

Pantai Timur Sumatera seperti Kampar, Mempura dan lainnya. Bangsa Portugis terus menyelusuri daerah sekitar Melaka dan mendesak kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Melaka dengan ancaman agar semua hasil bumi dijual kepadanya.Sultan Mahmud Syah geram melihat kelakuan Portugis, kemudian Sultan memblokade dan mengusir Portugis. Sekian lamanya bangsa

Portugis menguasai Selat Melaka dan sekitarnya, yakni berkisar130 tahun (1511-

1641 M), namun mereka tidak dapat menguasai daerah-daerah Kemaharajaan

Melayu.

2. Kedatangan Bangsa Belanda

Sebelum membahas mengenai kedatangan bangsa Belanda, terlebih dahulu harus mengetahui organisasi yang menaungi Belanda dalam melakukan monopoli perdagangan yakni VOC di Nusantara. Dari semua perserikatan dagang sejak abad ke-XVII dan ke-XVIII, hanya Perserikatan Dagang Hindia Timur (VOC) yang berdiri dan telah terbentuk sejak tahun 1602 M. Perserikatan Dagang Hindia

Timur (VOC) atau Organisasi ini berhasil menyingkirkan kekuatan dari Portugis yang telah menguasai perdagangan di Asia-Eropa, VOC juga memiliki rival yang kuat dari London telah berdiri sejak tahun 1600 M, yakni East India Company

(EIC). EIC ini berhasil menjadi rival yang berat bagi VOC pada akhir abad ke-

XVII, dan berhasil menguasai dibeberapa bidang. Pada tahun 1800 M,organisasi dagang (VOC) tetap menjadi organisasi dagang terbesar diantara perusahaan-

105 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 182.

87 perusahaan dagang yang beroperasi diAsia.106 Kota Batavia menjadi residensi

Hogere Regering (sebutan gubernur jenderal bersama Raad van Indie), dan merupakan pusat administratif dan titik temu dari berbagai jalur pelayaran kompeni.107 Pada 1637 M, Belanda menawarkan perjanjian kepada Kemaharajaan

Melayu, yakni Kesultanan Johor-Riau untuk bergabung dalam satu kekuatan dalam mengusir Portugis dari Melaka, dari gabungan dua kekuatan itulah Belanda dan Kemaharajaan Melayu akhirnya pada tahun 1642 M, bangsa Portugis behasil dilumpuhkan dan diusir dari Melaka.

Setelah keduanya berhasil melumpuhkan Portugis, hubungan keduanya berlanjut hingga kedalam kontrak (perjanjian) dan setelah dirinya pantas berkuasa di Melaka maka terwujud sikap arogansi kolonial Belanda dengan mendirikan benteng-benteng yang dilengkapi dari berbagai jenis senjata.Kolonial Belanda perlahan mengintimidasi beberapa kesultanan yang berada di sekitar Selat Melaka terutama di wilayah Riau dengan membuat beberapa perjanjian dengan sultan- sultan yang nantinya akan berdampak baik bagi Belanda dan berdampak buruk bagi para sultan. Adapun dalam setiap perjanjian yang dibuat dan harus ditaati itu terbagi menjadi dua golongan, pertama perjanjian pendek (Korte Verklaring), dan kedua perjanjian panjang (Lange Contract).108 Perjanjian yang dimaksud terjadi pada tahun 1689 M, yang nantinya merupakan awal dari pengaruh Belanda untuk memonopoli perdagangan di Melaka dan sekitarnya. Pengaruh Belanda tertanam

106 Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East India Company (VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), 2007, Leiden-Boston, hal. 28. J.R. Bruijn, F.S. Gaastra, dan I Schoffer, eds., Dutch Asiatic Shipping in the 17 en 18 Centuries, dan Rijks Geschiedkundige Publicatien, Grote Serie (3 Jilid; Den Haag 1979 dan 1987) khususnya jilid II dan III, hal. 165-176. 107 Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East India Company (VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), Brill, Leiden Boston, 2007, hal. 40. 108 Tim Penulisan Universitas Riau,Sejarah Riau, hal 184.

88 sejak perjanjian yang mengikat yang berada di Riau, perjanjian ini dinamakan

"Tractaat van altoos durende, getrouwe Vriend en Bondgenootschap" teraktat ini terdiri dari 26 pasal, pada bagian pembukaan terdapat pernyataan persahabatan antara Belanda dengan Sultan Mahmud dan berserta raja-raja yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Melaka, dan terdapat pula perjanjian mengenai pihak Belanda yang menginginkan pihak sultan, pegawai, dan rakyatnya untuk melakukan aktifitas perdagangan hanya kepada pihak kompeni dengan harga yang lazim. Tentunya semua yang dilakukan itu semata untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, berdasarkan ambisi tersebut berbagai cara yang diterapkan oleh kolonial Belanda salah satunya dengan menggunakan taktik politik Devide

Et Impera (perpecahan) dengan mengadu domba suatu suku dengan suku lainnya, bangsawan dengan rakyat dan internal kerajaan. Tepat pada 1784 M, Kolonial

Belanda berhasil menguasai perdagangan di Selat Melaka dan sekitarnya, keadaan ini berdampak buruk bagi seluruh kesultanan Melayu yang berada di Riau.109

Berdasarkan sumber yang temaktub pada beberapa literatur, diantaranya dalam buku terbitan Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Riau dengan Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-

1909, sangat terang dikatakan mengenai pengaruh kekuasaan Belanda di daerah kekuasaan kesultanan-kesultanan Islam Melayu ketika berada di bawah tekanan kolonial Belanda dan dikatakan mengenai penguasa Belanda tertinggi di Riau terpusat di Tanjung Pinang.110

109 Tim Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 175. 110 Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Riau dengan Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-1909, pada halaman 171, A-12 Wijziging van de lijst der landen en eilanden behoorende tot het rijk van Riouw, Lingga en

89

3. Kedatangan Bangsa Jepang

Pada tahun 1942 M, bertepatan dengan runtuhnya kekuasaan pemerintahan

Hindia-Belanda yang berpusat di Kalijati, karena menyerahnya Gebernur Jenderal

Hindia Belanda yang bernama Tjandra Van Stakenborg Stachower dan Letnan

Jendral Teer Poorten kepada pasukan perang militer Jepang di bawah pimpinan

Jendral Imamura. Daerah-daerah taklukan yang berada di bawah pemerintahan

Belanda telah resmi diambilalih oleh kekuatan pasukan Jepang. Pada saat itu terjadi perang Asia Timur Raya dan Jepang telah menguasai Tanah Semenanjung

Malaya. Nampak beberapaangkatan militer udara Jepang telahmelintasi di atas daerah Kesultanan Siak Sri Indrapura. Mengenai kedatangan Jepang di Siak Sri

Indrapura bertepatan pada tahun 1942, saat itu sultan sedang berada di Masjid

Syahabuddin sedang mengikuti resepsi acara peringatan Maulid Nabi Muhammad

SAW, kemudian O.K Mohammad Jamil (status beliau sebagai sekretaris pribadi sultan), menghampiri sultan dan menyampaikan kabar mengenai kedatangan pasukan Jepang yang sudah berada di Kampung Benteng tepatnya di Kantoor

Controluer.

Kemudian kolonial Jepang disambut oleh sultan dan rakyat Siak karena bagi mereka tentara Jepang telah membebaskan mereka dari kebiadaban kolonial

Belanda.Mengapa sikap rakyat Siak ini bisa terjadi, dikarenakan kolonial Jepang telah menyebarkan berbagai propaganda dengan pencitraan diseluruh pelosok

Onderhoorigheden, gehecht aan het kontrak dd. 1 December 1857 (Bt 9 Februari 1858 no 3) goed gekeurd bij van 13 Oktober 1864 no 14. Bijl. Hand. St. Generaal 1865/66-117. Kemudian berlanjut pada halaman 181, A-13 Contract met den Sultan van Lingga-Riouw dan Onderch.dd°. 30 September 1868 (Bt. 1 October 1869 No. 5) Hand. Staten Genaar 1870/71-65. Surat perjanjian ini berisi tujuh pasal dan berkesimpulan bahwa pihak Belanda setelah menempatkan pusat kuasanya di Tanjung Pinang agar ditambahkan lagi daerah kekuasaan Gebernur Jenderal Hindia- Belanda.

90 tanah Melayu. Kedatangan kolonial militer Jepang di Siak Sri Indrapura diringi dengan teriakan yang lantang yakni "banzai". Sesungguhnya kedatangan kolonial

Jepang sangat dipenuhi segala tipu muslihat dengan berpura-pura bersikap simpatik, baik dan ramah kepada sultan, pegawai, dan rakyat Kesultanan Siak Sri

Indrapura sehingga mendapatkan respon positif dari rakyat dan pihak Kesultanan

Siak Sri Indrapura.111

Semua sikap ini merupakan strategi licik yang diterapkan kolonial Jepang ketika akan menguasai daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Setelah kolonial Jepang berhasil mengambil emosional sultan dan jajarannya, maka pihak

Jepang meminta untuk mengibarkan bendera Jepang "Hinomaru" disekitar istana

Siak Sri Indrapura, pada akhirnya sultan mengizinkannya.Keadaan yang damai, tenang dan ramah ini, kemudian berubah dari keramahan menjadi sikap militer yang fasis menjurus sistem pemerintahan yang otoriter. Setelah pasukan militer

Jepang berhasil memperluas kekuasaannya, maka semua sandiwara tersebut berakhir. Kemudian kolonial Jepang mulai menampakkan kararkter aslinya yang ganas, kejam dan tidak berperikemanusiaan terhadap daerah jajahannya, sikap inilah yang pernah diterapkan pada saat pemerintahan Sultan Syarif Kasim Tsani.

B. Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme

1. Masa Pemerintahan Belanda

Setelah melakukan beberapa perjanjian yang mengikat para sultan di Riau dan sekitarnya, khususnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura, maka kolonialisme menjalar ke dalam sistem pemerintahan yang mengakibatkan lumpuhnya sistem

111O.K.Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 170.

91 pemerintahan karena segala apa yang sultan dan para pegawai lakukan untuk pentingan kerajaan terbatas.

Adapun maksud dari ekspansi yang dilakukan oleh Belanda ke Timur

Sumatera, dikarenakan Belanda sudah mengetahui potensi kekayaan sumber daya alam, khususnya daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Setelah berhasil menjejakkan pengaruhnya di Selat Melaka kemudian berlanjut untuk memegang kendali diseluruh kesultanan yang berada di Riau.

Kolonialisme sudah masuk sejak masa pemerintahan di Kesultanan Johor, tepatnya pada tahun 1713 M, ketika Sultan Abdul Jalil Riayat Syah mencoba untuk membuat perjanjian kepada pihak Belanda, sebenarnya perjanjian ini tidak jauh pembahasannya untuk melanjuti perjanjian yang sudah disepakati pada tanggal 9 April tahun 1689 M.112

112 Perjanjian ini berawal dari tanggal 6 April 1685 M, yang dibuat oleh ketiga pihak, yakni pihak Sultan yang diwakili oleh Datuk Sri Maharaja dengan Syahbandar Francois van der Beeke dan Letnan Jan Rosdom selaku perwakilan dari pihak Gebernur Melaka yang bernama Nicholas Schagen. Perjanjian ini oleh ketiga pihak telah disepakati yang terdiri dari 8 pasal yaitu: Pasal I Perjanjian perdamaian abadi Pasal II Monopoli perdagangan bebas dalam bahan pakaian, uang kontan, timah, dan emas untuk V.O.C. sepanjang Sungai Siak tanpa mendirikan sebuah rumah atau kantor pajak. Paduka Raja diperbolehkan setiap tahun mengirim sebuah perahu berisi pakaian kesana.Artikel ini hanyaberlaku sampai Sultan jadi akil balig. Pasal III Orang-orang Johor diizinkan berdagang secara bebas di Sungai Siak dalam barang-barang makanan selain dari garam.Kompeni mempunyai hak untuk menggeledah perahu mereka untuk memeriksa bahan-bahan terlarang. Pasal IV Raja tidak diperbolehkan mengizinkan kepada suatu bangsa Eropa lainnya untuk berdagang dalam barang-barang pakaian. Pasal V Pengembalian pelarian-pelarian dan budak-budak yang melarikan diri secara timbal balik Pasal VI Kapal-kapal kompenitidak dibenarkan mengganggu perahu-perahu orang Johor yang berlayar di Sungai Siak maupun di Bengkalis. Pasal VII Pembesar-pembesar Negeri harus bersedia untuk turut serta dalam menyelesaian persengketaan yang mungkin timbul antara Inderagiri, Jambi dan Palembang. Pasal VIII Dengan demikian turut serta mempertahankan kepentingan-kepentingan kompeni dan menjalankan bunyi kontrak ini. Perjanjian ini bagi Belanda tidak menguntungkan dan selang beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1689 M untuk mendesak agar dapat diperbaharui perjanjian tersebut.perjanjian ini kemudian direvisi dengan adanya penambahan redaksi dan pasal dari delapan menjadi sepuluh. Adapun perjanjian jelasnya adalah : Pasal I Pembaharuan dan pengesahan traktat-traktat yang lama

92

Sungguh terjadi berbagai serangan antar keduanya hingga akhirnya Raja

Sulaiman dan pasukan perang Bugis berhasil merebut kembali tahta Kesultanan

Johor dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dan mengukuhkan kedaulatannya di pedalaman Johor. Sedangkan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah berhijrah ke Bintan dan disanalah Sultan Abdul Jalil Riayat Syah membangun kekuatan. Pada tahun

1723 M, telah mendirikan sebuahkerajaan Melayu Islam baru dibibir Sungai

Jantan (Siak) yang nantinya bernama Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam melakukan jajahannya, kolonial Belanda menerapkan cara yang efektif, yakni dengan cara politik adu domba antar keluarga sultan hingga timbul kegoncanggan.

Seperti apa yang telah terjadi pada masa Sultan Siak ke-III, Sultan Ismail

Abdul Jalil Jalaluddin Syah dengan Tengku Alam. Saat ituTengku Alam meminta bantuan kepada Belanda untuk mengambil alih tahta kerajaan dari tangan Sultan

Siak ke-III, Tengku Alam berhasil merebut tahta kerajaan yang disokong oleh

Belanda dan dirinya menjadi Sultan Siak ke-IV dengan gelar Sultan Abdul Jalil

Pasal II Monopoli dan perdagangan di seluruh daerah kerajaan Pasal III Melarang bagsa Arab bermukim di daerah Johor sebagai pedagang mereka harus membayar pajak yang tinggi sekali. Pasal IV Sampai Sultan menjadi akil baligh kompeni diberikan hak monopoli dalam perdagangan bahan pakaian, uang kontan, timah, dan emas sepanjang Sungai Siak dengan izin dapat mendirikan sebuah rumah kayu di sana. Bendahara diizinkan sekali dalam setahun mengirim sebuah kapal kecil berisi bahan pakaian ke sana. Pasal V Perdagangan bebas antara Johor dan Melaka Pasal VI Penduduj sepanjang Sungai Siak berhak menjual bahan-bahan kayu kepada kompeni.Syahbandar Johor yang ada di Auh tidak boleh menghalang-halangi perdagangan kompeni. Pasal VII Rakyat Johor diperbolehkan berdagangan sepanjang Sungai Siak dalam barang- barang makanan dan barang-barang kecil.Perahu-perahu mereka harus patuh pada pemerikasaan yang dilakukan oleh kompeni untuk memerikasa barang-barang larangan. Pasal VIII Penyerahan timbal balik dari budak-budak yang melarikan diri dan penghiantan-penghianatan.Penculikan manusia dihukum dengan hukuman mati.Untuk memberikan contoh budak yang melarikan diri yang pertama dihukum mati. Pasal IX Rakyat-rakyat Johor tidak boleh diganggu oleh kapal-kapal perang kompeni di Sungai Siak dan sekitar Bengkalis.Tetapi orang-orang Johor yang mengganggu dapat dihukum. Pasal X Johor wajib membantu perdagangan kompeni dan wajib melaksanakan kontrak ini sebaik mungkin.Lihat selengkapnya Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru, 1976, hal. 224.

93

Alamuddin Syah (1766-1780 M). Pada saat menjalani pemerintahannya Sultan

Alamuddin Syah menjadikan Tengku Muhammad Ali sebagai Raja Muda.

Berlanjut pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali sebagai pewaris tahta kerajaan, karena dirinya sebagai anak dari Sultan Abdul Jalil Alamuddin

Syah. Dalam menjalani pemerintahan yang dibantu oleh panglima perang yang sebagai adik sepupu yang bernama Syarif Ali, karena Syarif Ali anak dari Syarif

Usman. Pada masa ini pengaruh Belanda tidak terlalu kuat dan pihak Belanda tidak mendapatkan keuntungan apapun. Sehingga Belanda melepas tangan dan tidak ingin membantu Kesultanan Siak Sri Indrapura karena sudah melanggar perjanjian pada tahun 1761 M. Masuk pada masa pemerintahan yang keenam

Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah merupakan anak dari Sultan Ismail

Abdul Jalil Jalaluddin Syah dari isterinya Tengku Tipah seorang puteri dari Sultan

Mansyur Syah (Marhum Janggut) dari Kesultanan Terengganu.

Dalam menjalani pemerintahannya, Sultan Yahya selalu didesak oleh

Belanda untuk menindak lanjuti perjanjian tahun 1761 M, agar segera direvisi kembali karena ada beberapa perubahan pasal, kemudian diadakan lagi perjanjian pada tahun 1783 M. Dalam perjanjian ini menyatakan kerja sama perdagangan oleh pihak Belanda. Ketentuan yang telah disepakati oleh kedua pihak antaralain salah satunya adalah, timah yang berasal dari Rokan akan dijual kepada Belanda.

Begitu cerdiknya cara Belanda untuk mengambil hati agar Sultan Yahya tidak menyadari bahwasannya pihak Belanda telah diuntungkan dari perjanjian tersebut, dengan memberikan hadiah berupa alat perang yang terdiri dari Senapan, Meriam

94 dan Mesiu.113 Kemudian pengaruh kolonialisme juga tidak terlihat pada periode ketujuh, tepatnya masa Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin. Sultan

Assaidis Syarif Ali menjadikan Kota Tinggi sebagai pusat pemerintahannya dan di dalam catatan Anrooij, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, saat itu Kota Tinggi menjadi benteng kuat untuk pertahanan dan keamanan Kesultanan Siak.114

Sehingga dengan keadaan ini pihak Belanda tidak berdaya hanya sebatas mengajukan saran untuk membangun kembali kerjasama dagang. Kolonial Inggris dan Belanda tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan berlomba membujuk Sultan Ibrahim untuk menjalin kerjasama dagang. Dimulai perjanjian antara Sultan Ibrahim dengan Kolenel Williaam Forquhar, Kepala Kompeni India

Timur Inggris di pada tanggal 31 Agustus 1818 M.

Kemudian pihak Belanda mendengar kabar mengenai perjanjian antara

Sultan Ibrahim dengan Inggris, maka Pemerintahan Belanda yang berada di

Melaka mengutus Kapten D. Buys untuk belayar ke Siak dan membuat perjanjian juga di Bukit Batu pada tanggal 16 Desember 1822 M. Mengenai isi daripada surat perjanjian termaktub bahwa Siak tidak diperbolehkan berkerjasama di bidang perdagangan dengan negara asing. Selanjutnya Belanda melancarkan ambisinya hingga pemerintahan kesembilan yakni Sultan Assaidis Syarif Ismail

Abdul Jalil Syaifuddin (1815-1864 M), selama menjalani pemerintahan Sultan

Syarif Ismail mengalami perselisihan antara keluarga kerajaan ketika menentukan tahta kerajaan antara Tengku Putera dengan Sultan Syarif Ismail.

113 O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 109-110. 114 H. A.Anrooij Hijmans, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, diterbitkan oleh TBG. XXX, pada tahun 1885, Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode XXI-1305. Lihat juga O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 120.

95

Untuk meminimalisir dan menyudahi perselisihan tersebut, kemudian

Sultan Syarif Ismail meminta bantuan kepada Inggris dengan bantuan Tuan

Wilson (seorang petualang bangsa Inggris yang berada di Bengkalis) dan Tuan

Wilson bersedia membantu namun dengan mengajukan beberapa syarat, apabila berhasil mengalahkan Tengku Putera, maka Inggris diperbolehkan masuk ke Siak.

Sultan Ibrahim menyetujui syarat yang ditawarkan kepadanya, kemudian Tuan

Wilson bergegas membawa pasukannya dan pasukan Bugis yang berada di

Singgapura.

Pada akhirnya pasukan Tuan Wilson berhasil mengalahkan dan mengusir

Tengku Putera, namun Sultan Syarif Ismail tidak memenuhi kesepakatan untuk memasuki daerah Siak dan hanya diperbolehkan menduduki Pulau Bengkalis.

Kejadian ini membuat murka Tuan Wilson, menyadari akan kemurkaan Tuan

Wilson, maka pada tahun 1857 M, Sultan Syarif Ismail meminta bantuan kepada

Belanda melalui Residen Belanda di Riau untuk mengusir Inggris dan Tuan

Wilson dari Bengkalis. Setelah menerima permohonan dari Sultan Syarif Ismail, kemudian pihak Belanda tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melancarkan tujuannya untuk memonopoli perdagangan di Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Singkat kisah dengan berhasilnya Belanda mengusir Tuan Wilson dan bangsa Inggris, pada tanggal 11 Desember 1858 M, terciptalah perjanjian antara

Sultan Syarif Ismail dengan Belanda yang dikenal Traktaat Siak. Mengenai campur tangan Belanda terjadi hingga masa akhir pemerintahan Kesultanan Siak

Sri Indrapura, tepatnya pada masa Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil

Syaifuddin. Pengaruh kolonial Belanda sangat terasa pada sistem pemerintahan

96 dengan menguasai pajak dan mengatur kebijakan-kebijakan bahkan mengatur pengangangkatan sultan harus berdasarkan persetujuan Belanda.

Mengenai pembagian wilayah ini dapat dilakukan oleh Belanda dan sang sultan tidak dapat berbuat banyak karena mendapatkan tekanan, maka terjadi perjanjian dalam bentuk pembagian wilayah pada tanggal 15 Juni 1915 no. 1/1915 yang disahkan oleh Gubernur Pantai Timur Sumatera pada tanggal 29 Oktober

1915 M.115 Berdasarkan surat keputusan dari Gubernur Pantai Timur Sumatera

Belanda itu, pihak Belanda yang berada di Siak langsung memperkecil wilayah kekuasaan kerajaan seperti berikut ini :

a. Distrik Siak

Onder Distrik Siak di Siak Sri Indrapura, Onder Distrik Mempura

di Buantan, Onder Distrik Mandau di Muara Kelantan, Onder

Distrik Sungai Oakning di Pakning.

b. Distrik Selat Panjang

Onder Distrik Tebing Tinggi di Selat Panjang, Onder Distrik

Merbau di Belitung.

c. Distrik Bukit Batu

Onder Distrik Bukit Batu di Bukit Batu, Onder Distrik di

Batu Panjang.

d. Distrik Bagan Siapi-api

Onder Distrik Bangko di Bagan Siapi-api, Onder Distrik Tanah

Putih di Tanah Putih, Onder Distrik Kubu di Kubu.

115O.K.Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siakhal. 162.

97

e. Distrik Pekanbaru

Onder Distrik Pekanbaru di Pekanbaru, Onder Distrik Tapung Kiri

di Petapahan, Onder Distrik Tapung Kanan di Sekijang.116

Pada masa pemerintahan terakhir yakni Sultan Assaidis Syarif Kasim

Abdul Jalil Syaifuddin (1915-1946 M), Pengaruh Belanda di Kesultanan Siak Sri

Indrapura salah satunya dalam bidang pemerintahan yang sangat dominan dalam mengendalikan sistem dengan membuat Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) yang disahkan oleh Gebernur Hindia Belanda Pesisir Timur Sumatera.

Pada tanggal 17 April tahun 1925 M.117 Tujuan dibentuknya KUHP untuk menyelesaikan perkara-perkara sesuai hukum dan undang-undang yang ditetapkan oleh Belanda.

Pada tahun 1939 M, Gubernur Hindia Belanda Pesisir Timur Sumatera mengundang para sultan untuk datang ke Medan agar para sultan bersedia menandatangani kontrak antar raja-raja dengan para penguasa pemerintahan

Belanda, kontrak tersebut disebut, Politik Kontrak Zelf Bestuursregelen 1938.118

Perjanjian kontrak ini bersifat permanen, walaupun raja atau sultan yang terlibat kontrak sudah wafat.119 Adapun gambaran selama berjalannya kontrak tersebut antara lain, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dengan sikap penolakannya untuk menandatangani kontrak politik tersebut dengan beberapa

116 Tenas Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1973, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, hal. 49-50 117Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura, hal. 64. 118 Istilah Zelf Bestuursregelen 1938 adalah suatu pemerintahan swapraja dalam bidang ekonomi, politik, dan pemerintahan yang diperintah oleh sultan, akan tetapi secara wewenang dikendalikan oleh Residen Belanda. Lihat juga, O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 170. 119Usep Ranawidjaja,Swapraja Sekarang dan di Hari Kemudian, 1955, Djakarta, PT. Djambatan, hal. 6.

98 pertimbangan, salah satunya karena sultan menganggap pemerintahan Kesultanan

Siak Sri Indrapura sudah mengikat diri dan berada di bawah kekuasaan Hindia

Belanda.120 Satu tahun kemudian tepatnya pada tahun 1940 M, pada akhirnya sultan datang juga ke Medan untuk menandatangani kontrak politik tersebut, karena sultan mendapatkan intimidasi dari kolonial Belanda. Pada tahun 1941, pasukan kolonial Belanda yang berada di Siak terlihat panik, karena mereka sedang menghadapi segala kemungkinanan yang akan terjadi akibat dari pengaruh

Perang Dunia ke-II. Dengan berbagai siasat, residen dan asisten residen datang ke

Siak untuk menemui Sultan Siak ke-XII untuk memberi saran agar Kesultanan

Siak Sri Indrapura segera membuat staatwach (daerah pertahanan perang) sebagaimana di daerah Sumatera Timur telah dahulu mendirikan staatwach.

Namun saran tersebut ditolak mentah oleh Sultan Assidis Syarif Kasim

Abdul Jalil Syaifuddin, penolakan ini beralasan karena Kesultanan Siak Sri

Indrapura tidak memerlukan pertahanan militer yang sudah berada di bawah kekuasaan militer Belanda yang sangat kuat.121

Akhirnya kolonial Belanda menyiapkan pasukan militernya yang berada sekitar pusat pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, karena melihat tentara militer Jepang sudah menuju ke Asia pasca Perang Dunia II dan kekuasaan pemerintahan Belanda berakhir pada tahun 1942 M.

2. Masa Pendudukan Militer Jepang

Setelah membuat propaganda statusnya sebagai penyelamat dan pelindung sesama bangsa Asia dari jajahan bangsa Eropa yang melakukan kolonialisme di

120Tenas Effendy dan Nahar Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, hal. 51. 121 O.K Nizami Jamil, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 168-170.

99 pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Maka kekuasaan Jepang mulai menjalar ke dalam bidang sosial-ekonomi, karena kolonial Jepang memiliki ciri khas dengan style militer dan pemerintahan totaliter untuk menguasai seluruh aspek kehidupan. Apapun kasus yang terjadi di Siak tindakan kolonial Jepang dengan menutup dan membatasi segala informasi dari luar Siak agar tidak mengetahui kabar yang terjadi diluar Siak. Pada masa pemerintahan kolonial militer Jepang juga membatasi berbagai media, seperti media informasi dengan menyita pesawat-pesawat radio bahkan dirusak. Kolonial Jepang juga mewajibkan rakyat Siak untuk mendengarkan siaran yang hanya disiarkan oleh pemerintahan

Jepang. Pasukan Jepang juga merampas kendaraan bermotor dari tangan rakyat kemudian kendaraan hasil dari rampasan tersebut digunakan untuk kepentingan tentara Jepang. Dari sisi lain juga terlihat pengaruh kolonial militer Jepang di

Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai menjalar ke dalam bidang agama, karena pemerintahan militer Jepang menyadari betul bahwa rakyat Melayu Siak sebagai muslim sejati. Tindakkan pemerintahan Jepang berikutnya dengan mengundang seluruh tokoh agama Islam yang berada di Pekanbaru Riau Syu Cokan ingin mengadakan musyawarah kepada para ulama mengenai keikut sertaan dalam perang Asia Timur Raya dengan melalui media dakwah yang dikendalikan oleh

Dai Nippon. Kemudian pemerintahan Jepang mengharuskan para ulama untuk berikrar dan menyetujui hasil musyawarah tersebut dengan menandatangani lembaran yang telah disiapkan, sebagai ucapan terimakasih pemerintahan Jepang kepada para ulama yang telah menghadiri dan menyetujui hasil dari musyawarah tersebut dengan memberikan hadiah berupa rokok dan potongan bahan kain.

100

Kekuasaan pemerintahan militer Jepang juga memasuki bidang pendidikan dengan mengadakan dan mewajibkan pelajaran tambahan berupa pelajaran bahasa

Jepang dan disiplin Jepang di sekolah-sekolah agama yang berada di daerah Riau, khususnya daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam kekuasaan pemerintah militer Jepang tidak hanya terfokus pada aspek sosial, aspek agama dan aspek pendidikan saja, namun pada aspek kesehatan dan aspek pangan yang tidak mendapat perhatian khusus oleh pemerintah militer Jepang, seperti kasusnya mengenai kesediaan obat-obatan yang telah menipis dan bisa dikatakan langka, akhirnya kondisi ini dirasakan oleh rakyat dan beralih ke obat-obat tradisional yang kurang higienis sehingga metabolisme rakyat bertambah lemas.

Pada saat pemerintahan Jepang juga memberlakukan gerakan dikalangan rakyat, gerakan ini disebut romusha. Adapun pengertian dari romusha adalah pekerja yang tidak ada paksaan (relawan) didalam bidang pembangunan untuk persiapan perang. Namun pada kenyataannya para pekerja (relawan) ini dijadikan sebagai pekerja paksa (rodi) oleh pemerintah Jepang.

Para pekerja paksa ini terdapat dari penduduk setempat yang disebut konrohosyi (pekerja rodi pada saat pemerintahan Belanda). Adapun proyek mereka membuat akses transportasi yaitu rel kereta dari Pekanbaru hingga ke

Sijunjung di wilayah Sumatera Barat.122

Selama masa pemerintahan kolonial Jepang menguasai Kesultanan Siak

Sri Indrapura terjadi kemerosotan khususnya di bidang pendidikan, dengan diberlakukannya Nippon Go (bahasa Jepang) sebagai mata pelajaran pokok dan

122 Soenjata Kartadarmadja, dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah Riau, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1979, hal. 24-25.

101 pendidikan militer dengan baris-berbaris yang beraba-aba menggunakan bahasa

Jepang, serta terjadi mangkirnya para guru dan murid dari kewajibanya di sekolah-sekolah, karena mereka harus mencari makan dengan berladang, karena bagi masyarakat Siak menganggap berladang hal yang lebih penting dibanding dengan belajar atau mengajar.

Pemerintahan Jepang mendirikan beberapa sekolah akedemi militer untuk keperluan perang, sekolah yang dimaksud diantaranya sekolah Gyu Gun di

Pekanbaru, Bagan Siapi-api untuk mendidiik para pemuda Riau dan sekitarnya sebagai serdadu tentara Jepang yang setia dan siap mengabdikan dirinya kepada pemerintah kolonial Jepang. Dai Nippon merupakan istilah mengenai arti dari kekuatan serta kekuasaan kolinial Jepang, atas pengaruh dari kehadiran koloni

Jepang ini maka terjadi beberapa perubahan susunan pemerintahan di Kesultanan

Siak Sri Indrapura. Selama masa pendudukan Jepang telah merubah istilah pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura seperti pada masa pemerintahan

Belanda dari istilah Afdeeling menjadi Bun (setingkat kepala distrik), pimpinannya disebut Bun Sus Co, Onderafdeeling (kabupaten) dirubah menjadi

Gun, pimpinannya disebut Gun Co, Onderdistrik menjadi Ku (setingkat

Kecamatan), pimpinannya disebut Ku Co dan daerah penghulu dan batin menjadi

Sun (setingkat kelurahan), pimpinannya disebut Sun Co.123 Karakter kolonial

Jepang setiap menjalan pemerintahannya setiap daerah jajahannya selalu kental dengan paham yang selalu diterapkan paham militerisme yang identik dengan

123 Dada Meuraxa, Sejarah Kebudayaan Sumatera, Medan : Firma Hasmar, 1974, hal. 605.

102 kekerasan dan seluruh kebijakan dan kekuasaan telah dikendalikan oleh kolonial

Jepang dengan menguasai sistem pemerintahan, kehakiman dan kepolisian.

Pemerintahan Jepang mengganggap Sultan Syarif Kasim II hanya sebagai orang terkemuka, kejadian ini membuat para datuk dan kepala pemerintahan Gun sudah tidak lagi mengikuti perintah sultan.124

Sebelum berakhirnya pemerintahan militer Jepang di Siak, maka Jepang menjadikan Bangkinang yang sebelumnya masuk dalam kawasan Sumatera Barat dipindahkan ke Riau Syu. Bangkinang Gun terdiri dari dua Ku yakni, Bangkinang

Ku dan XIII Koto Kampar Ku. Dengan penambahan Gun ini maka ditambah pula bunsuco, dan jalur koordinasi Gun bertambah menjadi empat Bun diantaranya :

 Pekanbaru Bun, membawahi Pekanbaru Gun, Siak Gun, dan Pelalawan

Gun.

 Bengkalis Bun, membawahi Bengkalis Gun, Selat Panjang Gun, dan

Bagansiapi-api Gun.

 Indragiri Bun, membawahi Rengat Gun, Taluk Gun, dan Tembilahan

Gun.

 Bangkinang Bun, membawahi Bangkinang Gun, dan Pasir Pengaraian

Gun.

Kemudian pemerintahan Jepang jugam membentuk Riau Syu Sangi Kai secara fungsisama halnya seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Riau Syu

Sangi Kai ini beranggotakan sebanyak 27 orang di ambil dua orang dari tiap-tiap

Gun di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam menentukan dewan ini tidak melalui pemilihan akan tetapi dipilih langsung oleh pemerintahan koloni militer Jepang.

124 Muchtar Lutfi, Sejarah Riau, hal. 404-409.

103

Tujuan Jepang mengadakan sistem Riau Syu Sangi Kai ini bukan sebagai badan legislatif yang menyampaikan permasalah disetiap Gun namun sebagai alat untuk pendekatan Jepang kepada rakyat ketika akan melaksanakan kegiatan dipemerintahanya, seperti ketika mengalami hasil panen ladang berupa padi, maka ditugaskan para anggota Riau Syu Sangai Kai untuk mengambil hasil panen rakyat.

C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura

Terhadap Kolonialisme

1. Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung

Mengenai perlawanan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap Belanda yang terjadi di benteng Belanda tepatnya di Pulau Guntung, termaktub dalam karya Elisa Netcsher yang berjudul De Nederlanders In Djohor

En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviaasch Genootschap van

Kunsten en Wetenschappen, yang telah diterjemahkan Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865.

Pada akhirnya Raja Alam mengambil alih di Siak, dan diberi gelar Sultan

Alamuddin Syah (Atlim'udin Raja Syah). Mengetahui kejadian ini, pihak kolonial yang berada di Siak sangat terancam, maka segera melakukan tindakan dengan mengutus pegawainya ke Siak untuk melakukan mediasi, pegawai yang dimaksud bernama Jan Frederick Bierman. Tuan Jan Frederick berlayar menuju Siak dengan menahkodai kapal kecil dan membawa beberapa muatan sebesar f 60.000, dengan maksud untuk membeli emas. Namun rencana ini tidak berhasil karena Sultan

Alamuddin Syah mengadang para penjual emas sehinga kolonial gagal ke Siak

104 dan kembali ke Melaka. Langkah selanjut yang dilakukan oleh Sultan Alamuddin

Syah dengan mengancam kompeni dengan dinaikan pajak sebesar 3% (persen).

Sikap Raja Alam ini dinilai oleh kompeni sangat arogan, maka pada tahun 1753

M, guberneur Pieter van Heemskerk mengutus juru bayar gaji yang bernama Arij

Verbrugge untuk berangat ke Riau, tindakan ini semata ingin mengetahui doktrin apa yang dilakukan oleh Sultan Sulaiman terhadao Raja Alam (Sultan Alamuddin

Syah) dan ingin mencari solusi akan masalah yang terjadi di Siak. Pada bulan

Agustus juru bayar gaji (Mr. Arij Verbrugge) kembali dengan membawa supucuk surat, adapun rincian isi dari surat tersebut mengatakan bahwa Raja Muhammad telah datang kepadanya dan menyerahkan sepenuhnya kepada kompeni, namun bersamaan pada saat itu utusan dari pihak Raja Alam datang yang menyatakan pihaknya telah menyerahkan kedaulatan Kesultanan Siak kepada Sultan Sulaiman.

Kejadian ini tidak mengahasil solusi hingga akhirnya harus diselasikan dengan genjatan senjata dan peperangan itupun terjadi pada bulan Oktober tahun 1753 M.

Peperangan ini dipenuhi kapa-kapal perang yang besar dan kokoh yang terdiri dari pasukan Riau dengan membawa 75 kapal dan ditambah 15 kapal dari pasukan

Sultan Muhammad, pasukan Raja Alam pun menyambut serang itu dengan menurunkan kapal-kapalnya yang berjumlah 75 buah dan peristiwa peperangan ini terjadi disekitar Selat Melaka pada bagian selatan. Pada tanggal 18 Oktober, pihak kompeni di Melaka mengutus seorang pedagang atau syahbandar yang bernama Mr. Andries van Bockom bersama rombongan untuk segera menemui

Sultan Sulaiman di Pulau Buru, Kepulauan Karimun.125 Keduanya membuat

125Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib

105 kontrak yang terdiri dai beberapa pasal diantaranya, tawaran yang pertama adalah pihak kompeni akan menetapkan seorang bendahara di Siak, apabila tahta

Kesultanan Siak berada di tangan Sultan Sulaiman. Tawaran kedua, ketika Sultan

Sulaiman dapat meraih tahta, pihak kompeni mengajukan tawaran agar dapat mendirikan loji atau benteng di Pulau Guntung yang terletak disekitar muara

Sunga Jantan atau di tempat yang dikehendaki Sultan Sulaiman. Tawaran ketiga, pihak kompeni meminta agar diberi kebebasan untuk menyusuri Sungai Jantan.

Tawaran yang keempat, pihak kompeni juga terbebas dari cukai dan mendapatkan sebagian hasil dari cukai. Tawaran yang kelima pihak kompeni meminta agar orang-orangnya dapat berkedudukan di Buantan sebagai bendahara.

Pada tanggal 3 November 1754 M, tambahan pasal itupun disepakati oleh seorang syahbandar yang bernama Mr. Andries van Bockom. Sultan Sulaiman menyarankan agar diberitahukan kepada Sultan Mahmud yang berada di Bukit

Batu. Kemudian Mr. Andries van Bockom dan Sultan Sulaiman menuju Bukit

Bati untuk menemui Sultan Mahmud dan melaporkan hasil kontrak itu. Setelah menerima kontak itu dan Sultan Mahmud juga menyepakatinya maka Mr. Andries van Bockom membawa hasil kontrak itu ke Melaka. Sesampainya di Melaka,

Gubernur dan Dewan Melaka menolak keras tambahan pasal yang diajukan oleh

Sultan Sulaiman. Penolakan ini segera diinfokan kepada Sultan Sulaiman melalui surat yang dibawa oleh Mr. Everhard Cramer untuk meyakini Sultan Sulaiman dengan alasan bahwa kompeni juga sedang mengalami kekurangan kapal-kapal, maka dengan amunisi seadanya pihak kompeni memerintahakan Mr. Everhard

dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 132-137.

106

Cramer untuk pergi ke Siak. Pada tanggal 15 Desember 1754 M, Mr. Everhard

Cramer menuju ke Siak dengan membawa kapal yang lengkap dengan awak kapal dan senjata, kapal tersebut didapati dari penduduk yang berada di Melaka yang bernama Brigantijn dan Tiga Chalup dan kompeni juga memberikan bantuan kapalnya yang bernama Candauwa. Namun pada tanggal 5 Maret 1755 M, Mr,

Everhard Cramer kembali ke Melaka dengan membawa surat di Sultan Sulaiman, karena melihat kekuatan kapal-kapal yang diberikan pihak kompeni tidak dapat menandingi kapal-kapal yang dimiliki Raja Alam. Kemudian pihak Belanda segera mengutus kapalnya yang dilengkapi dengan persenjataan perang, kapal ini bernama Jerussalem, pada awal bulan Maret 1755 M, kapal ini berangkat ke

Sungai Siak.126

Pemerintah Tinggi di Batavia menambah lagi amunisi dengan mengirim beberapa kapal yang bernama De Herstelling yang dilengkapi dengan 60 pasukan perang, fregat "Admiraal Tromp", De Kaaskooper, Weltevreden dan Vriedschap, seluruh kapal-kapal tersebut dilayarkan ke Melaka agar dapat menduduki Pulau

Guntung dan untuk membantu Sultan dalam mengahadapi Raja Alam dan pasukannya yang berkeliaran di Melaka. Pada 1755 M, pasukan dari kompeni

Belanda berhasil memukul mundur pasukan perang Raja Alam ke Batu Bara, namun dalam peperangan itu pasukan perang kompeni tidak dapat menangkap

Raja Alam.127 Setelah berhasil merebut Siak yang berada di bawah kuasa Raja

126 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 138-140. 127 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan olehWan Ghalib

107

Alam, Sultan Muhammad yang telah dijadikan penguasa di Siak, maka Sultan

Sulaiman menuju Melaka untuk menemui Gubernuer dan Dewan Kompeni.

Pertemuan ini nanti akan membahas kelanjutan dari kontrak yang sebelumnya sudah disepakati bersama. Pada tanggal 6 Januari 1756 M, Sultan Sulaiman beserta pembesarnya menyarankan kepada kompeni lekas membuat kontrak baru.

Kemudian pada tanggal 19 Januari, perundingan dengan membuat kontrak baru itu selesai dilaksakan.128

dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 142. 128Elisa Netcsher,de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal 142-143-144-145-146. Kontrak tersebut terdiri dari 10 Pasal yang berbunyi secara singkat sebagai berikut : Pembukaannya mengandung isi, menghapuskan persetujuan yang dibuat pada tahun 1754 M. Pasal satu, Kompeni akan menolong sahabatnya, sedapat mungkin apabila keadaan mengizinkan, akan membantu mengembalikan daerah-daerah yang sudah terlepas dari tangannya. Pasal dua, Apabila Siak, dengan bantuan Kompeni akan tunduk dan taat kepada Sultan, akan meletakkan seorang regen disitu, yang akan mengurus kepentingan kompeni. Pasal tiga, Terserah kepada kompeni untuk tetap mempertahankan kedudukannya di Pulau Guntung atau memindahkannya ketempat lain. Pasal empat, Kompeni berhak menjelajahi Sungai Siak dan pelanggaran atas kontrak ini akan dihukum. Pasal lima, Pelayaran di Sungai Siak tanpa pas dari kompeni atau Sultan, dilarang. Pasal enam, Monopoli untuk kompeni dan Sultan dalam perdagangan kain-kain di Sungai Siak. Pasal tujuh, Bebas cukai bagi kompeni di Sungai Siak. Hak-hak biasa berada pada Sultan tanpa dibagi. Pasal delapan, Apabila kompeni berhasil mengembalikan tempat-tempat dan daerah kepada Joor, maka kompeni akan dibebaskan dari cukai untuk berdagang di seluruh negara. Pasal sembilan, Monopoli untuk kompeni dalam dagang timah di Selangor, Kelang dan Linggi. Pasal sepuluh. Tidak dibenarkan memasuki Kerajaan Johor bagi bangsa Eropah asing, tanpa izin dari kompeni. Penutup. Kontrak ini akan dipegang teguh oleh Sultan dan Kompeni tanpa boleh menyimpang, selama matahari dan bulan masih memberikan sinarnya. Dengan cara yang demikianlah kita akan dapat membebaskan diri kita dari musuh-musuh kita dan kompeni dapat dengan aman melakukan perdagangannya. Tetapi begitu ompeni mengabaikan kontrak ini, ia jagan sampai menyalahkan Johor. Mengenai biaya-biaya yang sudah dan yang akan datang, baik untuk kepentingan dinas kompeni maupun dinas Sultan, mereka yang membuatnya maupun yang akan membuatnya menjadi tanggungan masing-masing.

108

Untuk mempertahankan kedaulatan kompeni di Siak, maka Pemerintah

Tinggi membuat tujuh keputusan yang berdasarkan memori berisikan resolusi tanggal 13 april 1758 M, ketujuh keputusan itu sebagai berikut :

1. Memerintahkan kepada pemerintahan Melaka, apabila Deang Kamboja,

Sultan Selangor, dan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (Siak)

menentang Sultan Sulaiman lagi, "hendaklah bertindak bijaksana dan

untuk menjaga perdamaian, janganlah berbuat lebih jauh selain dari

memberi peringatan keras, sehingga keterikatan meraka kepada kompeni

tetap dapat dipertahankan".

2. Tidak dibenarkan bagi kapal-kapal yang datang dari Benggala memasuki

Melaka dan semua kapal yang datang dari Barat hendaklah diperiksa

dengan teliti, dan kapal-kapal yang demikian tidak dizinkan berlayar ke

tempat-tempat sebelah Tenggara Melaka, termasuk Sungai Siak secara

khusus".

3. Pelayaran dari Palembang dan Bangka ke Johor dan Selat Melaka atau

sebaliknya dilarang, untuk menjaga penyeludupan timah.

4. Pelayaran dari Batavia dan dari Makassar ditentukan hanya sampai

Melaka saja, jadi dikenakan hukuman sita bagi kapal dan muatan yang

melakukan pelanggaran denganaktifitas perdagangan di tempat-tempat

terlarang yakni di sebelah Barat Daya Melaka, biarpun mereka orang

Johor atau orang Riau.

5. Kepada penduduk Melaka yang dikenal pelayaran di Pantai Barat

Sumatera, di pantai seberang dan sepanjangaliran Sungai Siak dan Sungai

Indragiri, dibenarkan dengan surat izin dari kompeni, dengan syarat bahwa

109

emas yang diperdagangkan harus dijual kepada kompeni dengan harga f

350,- atau setinggi-tinggi f 370,- satu mark mumi, dengan ancaman sita.

6. Pos di Pulau Guntung dihapuskan dan Sungai Siak diawasi dengan kapal-

kapal patroli, untuk menjaga adanya pedagang-pedagan liar.

7. Memerintahkan kepada pemerintahan Melaka supaya mengawasi gerak

gerik para lanun Raja Alam dan pengikut-pengikutnya dan melakukan

pengekangan terhadapnya, apabila ia menghina kompeni atau petugasnya

atau jika ia mengganggu Sungai Siak.129

Dari ketujuh poin ini yang sengaja dibuat oleh Pemerintah Tinggi guna menjaga ketenteraman di area Melaka dan Sungai Siak. Namun dibalik itu semua, ternyata memicu kemarahan bagi penduduk Siak dan sekitarnya karena merasa dirugikan dengan adanya ketujuh keputusan itu kerugian yang dimaksud adalah secara tidak langsung mematikan mata pencaharian mereka dengan prosedur yang rumit, sehingga menimbulkan niat untuk melakukan perompakan. Kekesalan juga dirasakan oleh Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah mengenai ketujuh keputusan itu ternyata hanya menguntungkan pihak kompeni. Pada akhirnya semua respon negatif dari penduduk Siak dan Sultan Muhaammad ini bermula dari kesalahan Komandan Hansen yang kurang baik menjadikan suasana yang kondusif dan kurangnya koordinasi dengan pemerintah di Melaka. Sehingga pihak kompeni tidak dapat melakukan pencegahan akan perompakan yang terjadi di sekitar Pulau Guntung.

129 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 167-168.

110

Maka pada 1759 M, pihak kompeni mengundang Raja Alam untuk datang ke Melaka dalam rangka memperbaiki hubungan dengan Sultan Sulaiman di

Johor. Misi kompeni ini tentunya dengan mengadu domba keduanya antar Sultan

Muhammad dan Raja Alam, sehingga terjadi konflik keduanya.

Menurut kacamata Belanda, Raja Alam memiliki pengaruh besar karena telah menguasai daerah Asahan yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Siak.

Setelah menerima surat dari Pemerintah Tinggi yang terjadi pada tanggal

21 Desember 1759 M, isi dari surat ini menyatakan sikap yang menyudutkan

Sultan Muhammad akan semua sikapnya yang dilakukan olehnya. Dari semua sikapnya itu menimbulkan kekesalan Sultan Muhammad yang merasa dipojokkan oleh kompeni, kemudian dirinya melampiaskan dengan menyerang benteng atau loji kompeni di Pulau Guntung dan melakukan pembunuhan massal.130

Pemerintah Melaka melihat kejadian ini merasa tidak aman lagi di Pulau

Guntung dengan aksi yang dilakukan oleh Sultan Muhammad, kemudian langkah selanjutnya pada Oktober 1759 M, pihak kompeni menambah armada prajuritnya, yang dilengkapi 19 meriam, dan membenahi infrastruktur dengan mendirikan tembok benteng empat hingga lima kaki, dan juga melakukan penebangan pohon- pohon dan meratakan semak-semak diarea benteng di Pulau Guntung.131

Pada tanggal 6 November 1759 M, armada Sultan Muhammad berpikir mengenai strategi untuk melakukan serangan yang terselubung, Kemudian Sultan

Muhammad Mahmud mengutus seorang imam berketurunan Arab untuk menemui

130 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 177.

111

Komandan Vandrig Hansen menyampaikan kabar bahwa Sultan Muhammad

Mahmud ingin bersahabat dengan Belanda.132 Dilanjutkan dengan berkunjung ke

Pulau Guntung dengan membawa beberapa hadiah, seperti dua tong arak, lima karung beras, empat karung kacang dan dua bal kain yang berasal dari Jawa.

Dengan meminta izin dari komandan Vandrig Hansen untuk menerima niat baik dari Sultan Muhammad yang ingin bersahabat baik dengan kompeni.

Setelah mendapatkan izin maka keesokan harinya tepatnya pada pagi hari,

Sultan Muhammad sampai di Benteng Pulau Guntung dengan rombongan yang berjumlah 80 orang disambut baik oleh komandan Vandrig Hansen dengan tembakan meriam sebanyak tujuh kali tembakan, dan mulailah Sultan Muhammad masuk dan rombongan tidak diperkenankan masuk kedalam benteng.Sultan

Muhammad menghadap komandan Vandrig Hansen dengan membawa hadiah yang telah dijanjikan olehnya dengan balutan kain putih, kemudian diterimalah hadiah itu dan komandan memberikan penghormatan dengan lima tembakan meriam. Setelah menyerahkan hadiah, Sultan Muhammad meminta izin agar rombongannya yang berada didepan pintu gerbang benteng agar masuk ke dalam, dan komandanpun memberikan izin masuk kepada para rombongan sultan ke dalam benteng.

Sesungguhnya rombongan tersebut adalah para halubalang (panglima) yang telah bersiap untuk menyerang dan melumpuhkan Komandan Hansen beserta para pegawainya, sambil menyembah kaki sultan para halubalang itu melakukan eksekusi yang itu berupa isyarat dengan rekayasa seolah-olah Sultan

Muhammad bertanya kepada panglima, dengan pertanyaan "berita apa yang

132 O.K Nizami Jamil,Sejarah Kerajaan Siak, hal. 73-74.

112 dibawa", kemudian panglima itu tidak menjawabnya, dan pada akhirnya panglima itu langsung melompat kehadapan komandan Hansen dengan mencabut kerisnya yang akan menikam komanda hingga tewas seketika itu juga.

Adapun harta rampasan yang didapati pleh Sultan Muhammad dan para halubalang dari hasil peperangan di Pulau Guntung terdiri dari kapal-kapal perang

Belanda berjumlah kurang lebih 50 buah kapal, dan 30 buah kapalnya dikirim ke

Melaka untuk melakukan penjarahan kapal-kapal Cina dan Siam di Selat Melaka.

Langkah selanjutnya Sultan Muhammad dengan merangkul Daeng

Kamboja untuk memberantas kekuasaan kompeni, sikap ini diambil oleh Sultan

Muhammad karena dirinya mengetahui akan kebencian Daeng Kamboja dengan

Belanda melebihi kebencian kepada Raja Alam. Dari aksi perlawanan tersebut diketahui jumlah korban yang berjatuhan pada perlawanan yang terjadi di Pulau

Guntung, yang ditewaskan berjumlah 52 orang, dari kapal kompeni 6 orang, dari kapal swasta 7 orang, dan total kesuluruhan 65 orang dari jumlah awal 72 orang.

Dari semua jumlah itu terdapat tiga orang yang dapat meloloskan diri ke Melaka, dan ketiga orang itu menyampaikan kejadian di Pulau Guntung kepada penguasnya yang berada disana.133

133 Memang patut pemerintah Melaka merasa terganggu oleh keseimbangan Vandrig Hansen, dalam sepucuk surat yang memberi tahukan peristiwa tersebut kepada Vandrig Bartholomeus Meijer, komandan di Pera, meminta supaya ia berhati-hati dan dimana Gubernur mengatakan : penyergapan yang telah terjadi, menurut perasaan mereka yang mengetahui situasi Pulau Guntung, dimana jumlah tenaga cukup memadai dan perlengkapan juga mencukupi, tak mungkin dapat terjadi, jika komandan Hansen tidak melakukan kesalahan, yang telah berulang- ulang kepadanya diperingatkan supaya waspada dan dengan teliti membaca situasi, dan tidak secara aib memandang ringan keadaan kebaikkannya ia terlalu kepada orang Melayu, sehingga hanya dialah yang bertanggung jawab atas terjadinya pembataian dan segala keruwetan yang terjadi.; bagi sisa orangnya yang masih hidup, memang baik baginya terbunuh pada waktu itu, sehingga ia tidak perlu lagi menghadapi pengadilan yang mengabaikannya. (Surat tanggal 7 Desember 1759, di arsip Melaka) dan lihat juga, Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal.180

113

Pada tahun 1760 M, di Siak Sultan Muhammad mengancam kompeni dengan para lanun sehingga tercipta suasana yang mencekam di Selat Melaka.

Mengetahui tindakan-tindakan para lanun di Siak, maka kompeni Belanda segera memikirkan cara untuk melumpuhkan Sultan Muhammad.

Pihak Belanda menemukan solusi untuk meredam Sultan Muhammad, yaitu dengan bantuan Raja Alam, kompeni Belanda bersiasat untuk memanfaatkan

Raja Alam agar dirinya berhasrat untuk merebut kekuasaan dari tangan Sultan

Muhammad dan menawarkan kerjasama apabila dirinya ingin menyerang Siak.

Tawaran ini membuat Raja Alam terhanyut dalam buaian Belanda, kemudian pihak kompeni mengundang Raja Alam untuk datang ke Melaka.

Pada 25 September 1760 M, Raja Alam memenuhi undangan tersebut, kemudian Raja Alam langsung bergegas menuju Melaka dengan diiringi sepuluh kapal yang berukuran cukup besar dan delapan kapal berukuran kecil dan dengan awak kapal berjumlah 255 orang dan menantunya yang bernama Said Usman beserta Raja Asahan ikut serta dalam perjalanan ke Melaka.134 Setelah sampai di

Melaka, Raja Alam tidak sabar lagi untuk melakukan kerja sama dengan kompeni untuk mengambil alih kekuasaan Kesultanan Siak dari tangan Sultan Muhammad.

Kemudian kompeni menghimbau Raja Alam untuk menambah pasukan perangnya, Raja Alam bergegas mencari bala bantuan kepada Daeng Kamboja yang berada di Selangor, namun Daeng Kamboja tidak menyanggupi permintaan

Raja Alam dengan alasan Daeng Komboja tidak dalam keadaan baik di Selangor.

Setelah mendapatkan jawaban dari Daeng Kamboja maka Raja Alam beranjak

134 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal, 188-189.

114 dari Selangor ke Rambau, dan Raja Alam mendapatkan bantuan beberapa ratus orang. Melihat semua peristiwa ini Sultan Muhammad tidak tinggal diam dan menentang keras sikap Belanda yang telah memperalat Raja Alam.

Pada tanggal 12 November 1760 M, Sultan Muhammad mengirim sepucuk surat kepada Gubernur Melaka yang menyatakan dengan keras menentang sikap kompeni itu.135 Setelah berusaha mempertahankan kedaulatan Kesultanan Siak, meskipun dalam kondisi kesehatannya melemah Sultan Muhammad tidak gentar melawan kompeni. Dengan berjalannya waktu kondisi kesehatannya semakin melemah, Sultan Muhammad mempersiapkan puteranya yang bernama Tengku

Ismail untuk meneruskan perjuangannya dalam mempertahankan kedaulatan

Kesultanan Siak Sri Indrapura. Selama sembilanbelas tahun roda pemerintahan yang dipimpin oleh Sultan Muhammad telah mempertahankan kedaulatan kerajaan dengan baik, dan selama menjalani pemerintahannya Sultan Muhammad dipenuhi tekanan dari kompeni dan Raja Alam namun tidak membuat dirinya mundur selangkahpun.

2. Reaksi Rakyat Pada Pemerintahan Jepang

Kekuasaan koloni militer Jepang yang telah merambah pada aspek pertanian dengan mengeksploitasi hasil tani, dan perkebunan masyarakat Siak berupa padi. Salah satu sikap kolonial Jepang terhadap rakyat Siak dengan mewajibkan rakyat Siak untuk bertani dan berladang hingga ke pelosok daerah.

Adapun daerah utama yang memiliki lahan ladang padi yang luas seperti daerah

Tembilahan Gun dan Pasir Pengarairan Gun. Singkat kisah pada saat musim

135 Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk,Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal, 189.

115 panen, pemerintahan Jepang menyerukankepada anak-anak dan penduduk dari setiap Gun untuk mengurusi hasil panen padi. Setelah hasil panen terkumpul, kolonial Jepang merampas dan membawanya ke gudang penyimpanan pangan.

Saat itulah awal mula kekesalan masyarakat dan sultan terhadap sikap kolonial

Jepang sehingga menimbulkan reaksi perlawanan rakyat terhadap sikap kolonial

Jepang.Bentuk perlawanan tersebutberupa dengan menimbun hasil panen padi dan digantikannya karung kosong untuk dibawa ke gudang penyimpanan Jepang.

Setelah Jepang menguasai sebagian daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri

Indrapura, kemudian tentara Jepang membuat paksaan dan tindakan sewenang- wenangan mengambil padi rakyat yang katanya untuk perjuangan peperangan

Asia Timur Raya, maka terjadilah pemberontakan Suku Sakai yang berada di

Balai Pungut yang dipimpin oleh Sekodai dan beberapa anak buahnya. Setiap tentara Jepang mengadakan patrol ke Mandau atau di daerah Balai Pungut karena daerah ini pusat pengeboran minyak Belanda (BPM) dihadang oleh Sikodai dengan kawan-kawannya dan membunuh tentara Jepang dan merampas senjatanya.136

Atas sikap pemerintahan Jepang yang semena-mena terhadap rakyat Siak maka terjadi aksi perlawanan senjata di Tembilahan Gun dengan pemerintahan

Jepang tepatnya di Parit Baru karena tidak ingin meyerahkan hasil panennya kepada Jepang.

Meskipun sudah diberi peringatankeras oleh pemerintahan Jepang namun tidak menyurutkan semangat perlawanan untuk melawan kolonial Jepang. Jepang menanggapi aksi rakyat yang berdomisli di Tembilahan Gun dengan mengirim

136O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 176.

116 sejumlah junsa (polisi) ke Parit Batu untuk memberantas para pemberontak di

Tembilahan Gun. Namun para rakyat memberontak dan terjadilah perlawanan senjata antara rakyat terhadap kolonial Jepamg dan banyak memakan korban di pihak junsa yang diutus pemerintahan Jepang. Melihat kejadiaan ini, seketika itu pula pemerintah Jepang memerintahkan kepada Ku-Co untuk mengamankan rakyat yang menjadi pemberontak di Tembilahan Gun. Pada peristiwa ini terjadi perlawanan yang amat keras sehingga kembali memakan korban yakni Ku-Co dan beberapa Junsa (polisi). Pemerintahan Jepang semakin geram melihat peristiwa ini dan kembali memberi instruksi kepada para junsa dibawah komando dari militer kolonial Jepang. Seluruh rakyat menyambut tindakan kolonial Jepang untuk kedaulatan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Perlawanan ini kembali mengalami kekalahan dipihak Jepang yang bermodal senjata dan perlengkapam perang yang seadaanya. Ketika mengalami kekalahan pemerintah Jepang tidak ingin didengar oleh kampung-kampung lainnya, maka segera diutus pasukan yang berjumlah satu kompi tentara yang dipimpin oleh Bunso Co dan Kaisatsu Co

(Ketua Polisi), langsung mengelilingi kampung Bukit Baru. Kebiadaban tentara

Jepang tercermin ketika membakar seluruh rumah penduduk yang berada disana.

Perlawanan ini mengalami respon dari pihak rakyat yang telah membakar api perjuangan untuk memberantas kolonialisme dengan membawa senjata berupa parang panjang sambil diiringi seruan takbir Allahu Akbar!!. Dalam peperangan ini banyak memakan korban dipihak rakyat karena meliha kondisi rakyat yang menggunakan senjata seadanya, sedangkan tentara militer Jepang menggunakan senjata senapan.

117

118

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejak awal pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada saat berada di bawah empayar Kerajaan Sriwijaya awalnya bernama Kerajaan Gasib yang lebih dikenal Kerajaan Siak-Gasib. Kerajaan Siak-Gasib ini mengalami dua fase, yakni fase pemerintahan di bawah pengaruh Hindu-Budha dan fase di bawah pengaruh agama Islam. Sejak abad ke XIV, telah terjadi ekspansi yang dilakukan oleh Kerajaan Majapait di daerah Tumasik maka Kerajaan Siak-Gasib di bawah kekuasaan Raja Begadai bergabung dengan Majapahit. Pada tahun 1433 M,

Kerajaan Siak-Gasib tepatnya pada masa Raja Begadai yang masih menganut agama Hindu-Budha merasa terusik atas ekspansi Kesultanan Melaka yang melakukan Islamisasi di sekitar Selat Melaka yang dilakukan oleh Sultan Mansur

Syah sebagai Sultan Melaka

Peristiwa ini merupakan awal mula Islam hadir dan terus berkembang secara perlahan tradisi masyarakat yang kental dengan ajarah Hindu-Budha terkikis dengan nilai-nilai ke-Islaman pada setiap aktifitas masyarakat Gasib, seperti berdo'a yang memakai dupa, adat tapung tawar dan lain-lain.

Awal periode Kesultanan Siak Sri Indrapura (1723 M), pada masa Raja

Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, hingga pada puncak pemerintahan yakni Sultan

Assaidis Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin (1946 M).

Menurut kacamata penulis selama penelitian ini dapat terlihat secara jelas bahwa sejak awal periode Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecik) sudah

119 menetapkan agama Islam sebagai agama resmi kerajaan, adapun mazhab yang diamalakan yakni mazhab Imam Syafi'i. Dari awal berdiri hingga masa akhir pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura selalu mengedepankan unsur-unsur

Islam di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Seperti pada peraturan-peraturan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam setiap menjalankan pemerintahan harus bermusyawarah dengan para pembesar kerajaan seperti, orang besar kerajaan, qhadi, penghulu.

Perkembangan agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada periode ke-IV, yakni Sultan Abdul Jalil Alamuddin Sysh (1766 M), karena Sultan

Alamuddin Syah merubah tradisi bahwa anak raja atau sultan harus menikah sesuai harkat dan martabat (selevel keluarga kerajaaan), peristiwa ini terjadi ketika puteri Sultan Alamuddin Syah yang bernama Tengku Embung Badariah dinakahi dengan seorang keturuanan bangsa Arab yang memilik silsilah langsung dengan

Nabi Muhammad SAW, yang bernama Syarif Ustman bin Abdul Rahman bin

Sayid bin Ali bin Muhammad bin Hasan bin Umar bin Hasan bin Syeh Ali bin

Abu Bakar Asyakran bin Abdul Rahman Assagaf bin Ahmad bin Ali bin Alwi bin

Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Alwi bin

Muhammad bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isya bin Muhammad Annaqef bin

Syaidina Ali dengan Istrinya Siti Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.

Kedatangan seorang dari bangsa Arab yang bernama Syarif Usman yang menikahi puteri sultan, sehingga ditandai dengan adanya tambahan gelar Assaidis

Syarif merupakan indikasi bahwa Islam mulai kental di Kesultanan Siak Sri

Indrapura. Gelar Assaidis bermula keturunan sultan dari tanah Melayu berganti keturunan bangsa Arab, dan pada masa sultan ke-VII yakni Sultan Assaidis Syarif

120

Ali Abdul Jalil Syafuddin (1784 M) pemerintahan mencapai puncak kejayaan dalam hal perluasan daerah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura sampai ke

Sambas Kalimantan.

Meskipun keadaan pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai dicampuri dan pengaruh kolonialisme, namun dari setiap sultan yang memegang kekuasaan menyikapi dengan cara dan style yang berbeda-beda mengahadapi kolonialisme yang selalu menentang adanya kolonialisme. Pengaruh kolonialisme sangat mengganggu kestabilan pemerintahan kerajaan, sehingga memicu aksi-aksi perlawanan dari setiap sultan yang memerintahan di Kesultanan Siak Sri Inrapura.

Salah satunya perlawanan yang terjadi di Pulau Guntung yang merupakan markas besar sekaligus sebagai benteng pemerintahan Belanda.

Pemicu aksi perlawanan dikarenakan kolonial Belanda telah melakukan sabotase dengan mengambil pajak cukai secara sepihak. Perlawanan yang digagas oleh Sultan ke-II, yakni Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746-

1760 M) yang terjadi pada tahun 1760 M, dan dengan strategi tipu muslihatnya itu Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah begitu efektif, sehingga mendapatkan kemenangan perdana selama pemerintahan Kesultanan Siak Sri

Indrapura mengahadapi kolonial Belanda.

Peristiwa inilah yang menjadi bukti bahwa Kesultanan Siak Sri Indrapura menentang keras kolonialisme. Mesikupun pihak Belanda sangat mendominasi pengaruhnya di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan membuat peraturan (KUHP), numun Sultan Assaidis Syarif Kasim juga bersisih keras agar setiap permasalah harus diselasikan dengan tiga tahap, tahap pertama, hukum

Islam, hukum adat dan KUHP yang harus ditaat oleh kedua pihak antara

121 pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan Pemerintahan Belanda. Masuk masa pendudukan Jepang, sang sultan juga berjuang demi kemajuan kerajaan dan sangat mementingkan rakyatnya, rasa cinta Sultan Assaidis Syarif Kasim terhadap rakyatnya ini terlihat ketika sang sultan menentang keras romusha yang akan dikembangkan oleh Jepang di Siak dan sekitarnya. Pada masa pendudukan Jepang tidak banyak perubahan dalam pemerintahan, namun hanya sebatas perubahan istilah didalam sistem pemerintahan.

Kemudian mulai merambat menancapkan pengaruhnya karena merasa telah diterima baik oleh pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan membentuk Riau Syu Sangi Kai yang fungsinya seperti Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) secara otoriter. Perlahan pemerintah Kesultanan Siak Sri Indrapura mulai menyadari akan ambisi Jepang yang ingin menjadikan Siak Sri Indrapura sebagai sapi perah yang menguntungkan pihak kolonial Jepang. Dari seluruh perlawanan yang dilakukan oleh Kesultanan Siak Sri Indrapura beserta rakyat, berasal dengan adanya pengaruh agama Islam yang dapat membangkitkan aksi perlawanan terhadap kolonialisme yang identik kafir sebagai musuh besar Islam dan dengan rasa kesadaran akan cinta kepada tanah air maka jajaran pemerintahan dan rakyat menolak keras dengan hadirnya kolonialisme.

B. Saran

Tahapan penghujung dari skripsinya, panulis berharap agar anak-anak bangsa semakin bangga dan bertambah rasa nasionalisme, seperti apa yang terjadi di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dengan melihat kesimpulan di atas, kita akan menyadari indentitas kita sebagai seorang muslim harus mengedepankan nilai-

122 nilai ke-Islaman, dan sebagai akedemisi berkewajiban untuk mengkritisi dan meluruskan sejarah peradaban Islam yang berkembang di Nusantara agar tidak diputar balikan fakta sebenarnya karena kekurangan sumber daya manusia khususnya bidang sejarah. Penulis selalu mengharapkan saran untuk perbaikan penulisan skripsi ini agar menjadi kajian sejarah yang layak untuk dijadiakan acuan oleh mahasiswa/I UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, khususnya Jurusan

Sejarah dan Kebudayaan Fakultas Adab dan Humaniora. Penulis juga memohon maaf atas kekurangan dan kesalahan, karena segala kelebihan hanya milik Allah

SWT.

"Dengan niat penuh keyakinan dan usaha beriring do'a maka yakin akan sampai segala cita-cita"

123

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Primer:

Anrooij, Hijmans, H. A, Nota Omtrent Het Rijk van Siak, diterbitkan oleh TBG. XXX, Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode XXI-1305, 1885.

Arsip Nasional Republik Indonesia, The Archives of the Dutch East IndiaCompany (VOC) and the Local Institutions in Batavia (Jakarta), Brill, Leiden Boston, 2007.

______, Surat-surat Perjanjian antara Kesultanan Riau dengan Pemerintahan V.O.C dan Hindia-Belanda 1784-1909,Djakarta, 1970.

Jamil, Nizami, dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, Cet ke-2, LAM Kabubaten Siak, Juni 2011.

______, Upacara Perkawinan Adat Daerah Riau (Siak Sri Indrapura-Pasir Pangaraian-Kepulauan Riau), Cet. ke-I, Pekanbaru :Bumi Pustaka, 1982. ______, Upacara Adat Tepung Tawar Beserta Filosofinya di Kerajaan Siak,Pekanbaru :CV. Sukabina Pekanbaru, Cet ke-2, LAM Riau, 2010.

M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra Benta Perkasa.

Netscher, Elisa, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, 2002.

124

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Hikayat Iskandar Zulkurnain dan Syair Raja Siak Dari Naskah W113 & W273, Data Kataalog Dalam Terbitan (KDT), 2002.

Sumber Sekunder:

Abdullah, Taufik dkk, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta, Januari 1989.

Adil, Haji Buyung Bin, Sejarah Johor, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka Kemeterian Pelajaran Malaysia, cet: II, 1980.

Akhimuddin, Yusri, Naskah-Naskah Gempa: Perspektif Orang Melayu Minangkabau Tentang Gempa Bumi, Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Sosial Kemasyarakatan, 2013.

Al Anshori, Junaedi. M, Sejarah Nasional Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan, PT Mitra Aksara Panaitan, Jakarta, 2010.

Al Haji, Raja Ali, Tuhfat al Nafis Sejarah Melayu dan Bugis, Singgapura : Malaysia Publication LTD.

Ali, Husin.S, Rakyat Melayu Nasib dan Masa Depannya, Terjemahan, PT Inti Sarana Aksara, Jakarta, 1985.

Alisjahbana, Takdir,Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia dilihat dari jurusan nilai-nilai, Yayasan IDAYU, Jakarta, 1975.

Amran, Rusli, Sumatera Barat Plakat Panjang, Sinar Harapan, Jakarta, 1985. Arenawati, Silsilah Melayu dan Bugis, Kuala Lumpur : Penerbit Pusaka Antara, cet. II,1973.

125

Arief, Armai, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau,cet ke-1, Suara ADI, Jakarta, Agustus 2009.

Bernard H.M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1967.

D.H. Burger, Terj. Prajudi Atmosudirdjo, Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Vol. I, Djakarta: P.N. Pradnya Paramita, 1960.

Effendi, Tenas, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura,Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, 1973.

Hall, D.G.E, Sejarah Asia Tenggara, Usaha Nasional Surabaya, 1988.

Hamidy, UU, Agama dan Kehidupan Dalam Cerita Rakyat, Pekanbaru : Bumi Pustaka, 1982.

Harrison, Brian, Asia Tenggara Satu Sejarah Ringkas. Terj, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1966.

Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007.

Kartadarmadja, Soenjata Drs, dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah Riau, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan, 1979.

Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Anggota IKAPI, Jakarta, 1992.

______, PengantarSejarah Indonesia Baru 1500-1900 Dari Emporium sampai Imperium, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993.

126

______, Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Jakarta : Balai Pustaka, cet. ke-V, 1984.

Loir-Chambert, Henri, Sultan, Pahlawan dan Hakim Lima Teks Indonesia Lama, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta, Desember 2011.

Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, Pekanbaru, Percetakan Riau, Pemda Tk. I Riau, 1977.

Luthfi, Amir, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945,Pekanbaru : Lembaga Penelitian Institute Agama Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 1983. ______, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991.

Madjid, Dien, M. Pengantar Ilmu Sejarah, UIN Jakarta Press, Ciputat, 2013. Marleilly, Asmuni, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial di Daerah Riau Pada Awal Abad XX, Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah.

Meuraxa, Dada, Sejarah Kebudayaan Sumatera,Medan : Firma Hasmar, 1974.

Muzani, Saiful (edt), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, PT Pustaka LP3ES, Jakarta, Oktober 1993.

N.J. Ryan, Sejarah Semenanjung Tanah Melayu, (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1966.

127

Nasution, Harun dkk.,Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2002. ______, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid ke-I, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2008.

______, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid ke-2, UI Press, Jakarta, 2008.

Onghokham, Runtuhnya Hindia Belanda, PT Gramedia, Anggota IKAPI, Cet ke- I, Jakarta, 1987.

Ph.D, Hashim, Yusoff, Muhammad, Kesultanan Melayu Melaka Kajian Beberapa Aspek Tentang Melaka Pada Abad ke-15 dan Abad ke-16 Dalam Sejarah Malaysia, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1989.

______, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia, 1992.

______,Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realiti, Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3. 1994.

Ph.D, Sarumpeat, Toha, K., Riris, Liaw Yock Fang,Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, edisi petama, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, Agustus 2011. Ranawidjaya, Usep, Swapraja Sekarang dan Dihari Kemudian,Djakarta : PT. Djambatan, 1955.

Reid, Anthony, Sumatera Tempo Doeloe: dari Marco Polo sampai Tan Malaka, Komunitas Bambu, Jakarta, November 2010.

128

Ricklefs, M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, ter, PT. Serambi Ilmu Semesta, cet I, II, III, 2005, 2007.

Suroyo, Djuliat,Eksplotasi Kolonial Abad XIX Kerja Wajib di Keresidenan Kedu 1800-1890, Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia, November 2000. Suwarno, Adila dkk, Siak Sri Indrapura, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung Offest, 2007.

Tim Penulisan Universitas Riau dkk, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, Pekanbaru : Sutra Benta Perkasa, 2006.

Ichwan, Budi. dkk, Sejarah Riau Masa Kolonialisme Hingga Kemerdekaan RI, PT: Sutera Benta Perkasa cet ke-1, Pekanbaru, Mei 2006.

Yusmar, Yusuf, Studi Melayu, PT. Wedatama Widya Sastra, cet I, Januari 2009.

Sumber Makalah:

Asril, Raja Kecil Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura, dalam Jurnal Ilmu ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial.

Marleily, Asmuni, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisasi Sosial di Daerah Riau Pada Awal Abad XX,Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisasi Sosial, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah, 1983.

Rina Shintawaty, Peranan Sultan Sayid Syarif Qasim II Abdul Jalil Syaifuddin Tahun 1915-1945 Di Kesultanan Siak Sri Indrapura, Skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1985.

129

Seminar Intenasional Sejarah Lisan Rumpun Melayu 2014, "Rumpun Melayu Dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya", Gedung Guru Riau, Pekanbaru, Tanggal 27-30 Maret 2014.

Tri Shubhi A, Berjabat Tangan Dengan Masa Lalu Sebuah Ikhtiar Memahami Kedirian Bangsa dalam Panji Mahasiswa, Dzukhijjah 1435 AH/ Oktober, 2014.

Sumber Internet:

http://www.griyawisata.com/internasional/internasional/artikel/riau- tunjukan sebagai-pusat-kebudayaan-melayu diakses pada tanggal 4 April 2014 jam 22:40

http://www.pekanbaruriau.com/2009/04/visi-riau-2020.htmldiakses pada tanggal 4 April 2014 jam 20:22

http://www.riaupos.co/800-spesial-riwayat-hidup-dan-perjuangan-sultan- syarif-kasim--.htmldiakses pada tanggal 4 April 2014 jam 20:22

130

D. LAMPIRAN LAMPIRANTABEL 1 Nama-nama Sultan yang pernah menjabat di Kesultanan Siak Sri Indrapura

NO NAMA GELAR GELAR WAFAT PERIODE PEMERINTAHAN 1 Raja Kecil Sultan Abdul Jalil Marhum Buantan 1723 – 1746 Rahmad Syah 2 Tengku Buang Asmara Sultan Muhammad Abdul Marhum 1746 - 1765 Jalil Muzaffar Syah Mempura

3 Tengku Ismail Sultan Ismail Abdul Jalil Marhum Mangkat 1765 - 1766 Jalaluddin Syah Di Balai 4 Tengku Alam Sultan Abdul Jalil Marhum Bukit 1766 – 1780 Alamuddin Syah 5 Tengku Muhammad Ali Sultan Muhammad Ali Marhum Pekan 1780 - 1782 Abdul Jalil Muazzam Syah 6 Tengku Yahya Sultan Yahya Abdul Jalil Marhum Mangkat 1782 – 1784 Muzaffar Syah Di Dungun 7 Tengku Sayid Ali Sultan Sayid Syarif Ali Marhum Kota 1784 - 1810 Abdul Jalil Baalawi Tinggi Syaiffuddin 8 Tengku Sayid Ibrahim Sultan Sayid Syarif Marhum 1815 - 1864 Ibrahim Abdul Jalil Mempura Kecil Khaliluddin 9 Tengku Sayid Ismail Sultan Sayid Syarif Ismail Marhum 1815 - 1864 Abdul Jalil Jalaluddin Indrapura 10 Sultan Syarif Qasim I Sultan Sayid Syarif Qasim Marhum Mahkota 1864 - 1889 I Abdul Jalil Syaifuddin 11 Sultan Syarif Hasyim Sultan Sayid Syarif Marhum Baginda 1889 - 1908 Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin 12 Sultan Syarif Qasim II Sultan Sayid Syarif Qasim 1915 - 1945 II Abdul Jalil Syaifuddin

ket: Sultan Siak Sri Indrapura yang Berasal dari Keturunan Melayu Johor

Sultan Siak yang berasal dari Keturanan Arab (Syarif Usman Syahabuddin) Periodisasi Kesultanan Siak Sri Indrapura Sumber : Drs. Soenjata Kartadarmadja, Riwayat Hidup dan Perjuangan Sultan Sarief Kasim II, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, hal. 4-10. LAMPIRAN TABEL 2 Silsilah Sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada tahun 1723-1946 Sultan Mahmud Syah II Sultan Johor X 1685 - 1699

Tengku Alam Sultan Abdul Jalil Raja Kecil Sultan Abdul Jalil Muhammad Abdul Jalil Alamuddin Syah 1766-1780 Rahmat Syah 1723-1746 Muzaffar Syah 1746-1760 Tengku Sayid Syarif Osman Tengku Tengah Embung Tengku Ismail Sultan Ismail (Orang Arab) (meninggal sebelum X X Abdul Jalil Jalaluddin Syah Badriyah dewasa) 1760-1766

Tengku Muhammad Ali Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazam Syah Tengku Yahya Sultan Yahya 1780-1782 Abdul Jalil Muzaffar Syah

*Tengku Sayid Abdurrahman Tengku Sayid Ahmad *Tengku Sayid Ali Sultan Tengku Long Putih

Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Tengku Hitam 1784 -1810

Tengku Sayid Ismail Sultan Sultan Syarif Qasim I Tengku Syarif Hasyim Sultan Sultan Assaidis Syarif Assaidis Syarif Hasyim Abdul Assaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syaifuddin 1815-1864 Qasim I Abdul Jalil Jalil Syaifuddin 1889-1908 Syaifuddin 1864-1889

Tengku Sayid Ibrahim Sultan Assaidis Syarif Ibrahim Abdul

Jalil Khaliuddin 1810-1815

Tengku SulongSayid Syarif Qasim II Sultan Tengku Putera Assaidis Syarif Qassim II Abdul Jalil Syaifuddin 1915-1946 Ket: X (Menikah) * (Keturunan Hasil dari Pernikahan) Sumber: Drs. Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru; Lembaga Penelitian IAIN Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 80. Drs. Soenjata Kartadarmadja. Riwayat Hidup dan Perjuangan Sultan Sarief Kasim. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, hal. 4-10. LAMPIRAN TABEL 3 STRUKTUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN BELANDA PADA TAHUN 1938-1942

Gouvernement Sumatra's Oostkust (Provinsi Pesisir Timur Sumatera) Gubernur Pesisir Timur Sumatera yang berpusat di Medan

Resindetie Riouw en Onderhoorgheden (Keresidenan Riau) dengan ibu kota Tanjung Pinang

Asisten Residen (Kepala Afdeling) Riau Kepulauan Indragiri Bengkalis Countroluer (Kontrolir) Countroleur (Kontrolir) Kepala Onderafdeeling Kepala Onderafdeeling Countroleur (Kontrolir) Kepala menjabat di Distrik: Rengat, Menjabat di Distrik: Tanjung Onderrafdeeling menjabat di Taluk Kuantan, Tembilahan Pinang, Karimun, Lingga, Pulau Dsitrik: Siak, Bagan Siapi-api, Tujuh Selat Panjang, Pekanbaru,Rokan Onderdistrik Kepala Daerah

Onderdistrik Kepala Daerah Onderdistrik Kepala Daerah Setempat Setempat Setempat Kebatinan (Batin) Kepenghuluan(Penghulu)

Hinduk Kepala Suku

Hinduk Kepala Suku

Sumber: Muchtar Luthfi, Sejarah Riau, Pekanbaru: Percetakan Riau, 1977, hal. 382-386.

LAMPIRAN TABEL 4 SUSUNAN PEMERINTAHAN MASA JEPANG PADA TAHUN 1942-1945

RIAU SYU COKAN (Gubernur Militer) di Pekanbaru

BUN (Keresidenan) BUNSUS CO GUN (Onderafdeeling)

*Bengkalis BUN GUNCO

*Pekanbaru BUN

*Indragiri BUN KU (Onderdistrik) *Bangkinang GUN KU CO

Ket: * pembagian Daerah BUN Bengkalis BUN : Bengkalis Gun, Selat Panjang Gun, Bagan Siapi-api Gun. Pekanbaru BUN : Pekanbaru Gun, Siak Gun, Pelelawan Gun, Pasir Pangaraian Gun. Indragiri BUN : Rengat Gun, Yaluk Kuantan Gun, Tembilahan Gun. Bangkinang BUN : Bangkinang Gun, Pasir Pangairaian Gun.

Sumber: Muchtar Luthfi, Sejarah Riau, Pekan Baru: Percetakan Riau, 1977, hal. 407-409.

LAMPIRAN TABEL 5 STRUKTUR PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA PADA TAHUN 1898-1915

SULTAN SIAK

Kerapatan Tinggi Dewan Kesultanan

Sultan Sebagai Ketua Datuk Empat Suku

Kadi

Komisaris Negara Jajahan

Hakim Polisi

Pengadilan Syariah Pengadilan Hakim Polisi

Kepala Suku Hinduik

Sumber: Drs. Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915- 1945, Pekanbaru: Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Negeri Islam Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 28.

LAMPIRAN TABEL 6 STRUKTUR PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA PADA TAHUN 1915-1945

SULTAN SIAK

KERAPATAN TINGGI MAHKAMAH KADI SULTAN SIAK MAJELIS KESULTANAN

Sultan sebagai ketua KADI SIAK Sultan Sebagai Ketua

DISTRIK

Datuk Empat Suku

KEPALA DISTRIK KERAPATAN TINGGI Imam Distrik

Kepala Distrik ONDERDISTRIK

Kepala

KERAPATAN ONDERDISTRIK IMAM ONDERDISTRIK

KEPENGHULUAN KEBATINAN

Penghulu Batin

HINDUK-HINDUK HINDUK-HINDUK

Kepala Kepala

Sumber: Drs. Amir Luthfi. Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945. Pekanbaru: Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Sultan Syarif Qasim, 1983, hal. 32. LAMPIRAN TABEL 7

ALUR HUBUNGAN KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA DENGAN KERAJAAN MELAKA

Kesultanan Melayu Melaka yang berdiri pada tahun (1400- 1511 M) yang berakhir pada masa Sultan Mahmud Syah I (Sultan ke X dengan gelar Marhum Kampar yang wafat pada tahun 1528 M)

Kesultana Melayu Johor yang berdiri pada tahun (1511-1819 M) yang berakhir pada masa Sultan Abdul Rahman Muazam Syah (Sultan Johor ke XVII 1912-1832 M).

Kesultanan Melayu Siak Kesultanan Melayu Johor-Riau-Lingga-Pahang (1723-1946 M) (1723-1832 M)

Berawal dari Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah Yang dipimpin oleh Sultan Sulaiaman Badrul gelar Raja Kecik dari tahun 1723-1746 M Alamsyah gelar dari Tengku Sululaiman (Raja

setelah menjabat dari Sultan Johor ke XII. Sulaiman) sebagai Sultan ke XIII dari tahun 1723-1761 M, dan Kesultanan ini berakhir pada masa Sultan ke XVII yaitu pada masa Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah pada tahun 1812-1819 M. Kesultanan Johor Riau Singgapura

(1819-1913 M) Kesultanan Johor-Riau Lingga

Berawal pada kepemerintahan Tengku Husin (1819-1913 M) dari tahun 1819-1935 M, letak Kesultanan Johor Berawal pada pemerintahan Sultan Tengku Abdul Riau Singgpura ini terletak di Singgapura Rahman Muazzam Syah pada tahun 1812-1832 M dibawah pengaruh Inggris. Berakhir oleh Sultan terletak di Lingga dibawah pengaruh Belanda. Akhir Temenggung Abu Bakar Seri Maharaja Johor Kesultanan Johor Riau Lingga ini di masa Sultan (1862), Sultan Abu Bakar (1885-1895 M) Abdul Rahman Muazzam Syah pada tahun 1885- mangkat 1895 di London-Inggris. 1911 M.

Sumber: OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011, hal.27

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

Lampiran I : Peta Kekuasaan dan Pengaruh Kerajaan Sriwijaya

Sumber : www.indocropcircles.wordpress.com atau mascotnusantara.indonetwork.co.is

(diakses pada tanggal 22 April 2014, 19.00 WIB)

Lampiran III : Gambar Posisi Kerajaan Kuno di Riau Abad VII-XIV M

Sumber : M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra Benta Perkasa.

Lampiran IV : Gambar Istanan Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin, Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin, Balai Rung Sari

Lampiran Gambar : Pernikahan Sultan Syarif Kasim Tsani dengan Permaisyuri

Sumber : http://ria.choosen.net/2010/04/07/wisata-riau-rindu-sempadan-istana-siak/ (diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)

Lampiran Gambar : Masjid Raja Syahabuddin

www.kesultanan siak sri indrapura.melayu_onlinefiles.com ((diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)

Lampiran Gambar : Makam Pahlawan Nasional Sultan Syarif Kasim beserta Keluarga Siak Sri Indrapura

Sumber : http://ria.choosen.net/2010/04/07/wisata-riau-rindu-sempadan-istana-siak/ (diakses pada tanggal 22 April 2014, 22:15 WIB)

Lampiran : Gambar Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura

Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.

Lampiran Gambar Tenun Siak

Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.

Lampiaran Gambar : Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura

Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.

Lampiran Gambar : Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1858-1945 M

Sumber : M.S, Suwardi, dkk, Peta Sejarah dan Budaya Provinsi Riau, PT. Sutra Benta Perkasa Lampiran Gambar : Istana Peraduan dan Area Pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura

Sumber : www. flickriver/photo/tag/siak.com (diakses pada tanggal 22 April 2014, 21:11 WIB)

Lampiran Gambar : Istana Asseraah Hasyimiah

Sumber : http: www.riaudailyphoto.com (diakses pada tanggal 22 April 2014, 20:00 WIB)