Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan Ibnu Qayyim

M. Khoirul Hadi al-Asy’ari Alumni Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta1

Abtraks Penelitian ini adalah penelitian berbasis library reseach yang fokus membahas dalam masalah yang sudah ada sejak zaman klasik, pem- bahasan ini adalah pembahasan tentang konsep Riba dan Bunga Bank dalam pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Ulama Kontem- porer ini merupakan Ulama yang sering berpendapat kontroversial, apalagi pada wacana-wacana berupa kajian yang kontroversial. Dalam masalah ini, paper ini berkutat pada bagimana pandangan Ibnu Qa- yyim tentang Riba pada masa Nabi Muhammad SAW sampai Riba pada masa Ibnu Qayyim hidup. Lalu bagaimana penafsiran Kata Riba dalam al-Qur’an yang sempai sekarang tetap dalam debateble diantara kalangan Ulama tafsir dan fiqh terutama oleh Ibnu Qayyim sendiri, kemudian, bagaimana apabila pendapat Riba dalam pandan- gan Ibnu Qayyim di sangkutkan dengan pandangan Bunga Bank yang berkembang pada dunia modern. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pertama, bahwa yang dimaksud dengan Riba dan bunga Bank dalam pandangan Ibnu Qayyim mempunyai berbedaan yang mendasar. Kedua, bahwa bunga Bank yang sekarang berkembang bukan dikatakan murni sebgaia Riba dalam masa Nabi Muhammad SAW. Ketiga bahwa Ibnu Qayyim mempunyai pendapat satu dan dua itu berkaitan dengan pemahaman tafsir yang lebih kontekstual dalam kehidupan yang komplek pada saat ini. Kata Kunci : Ibnu Qayyim, Riba, dan Bunga Bank.

A. Pendahuluan Pro dan kontra tentang sekitar hukum bunga Bank yang ter- kait dengan Riba bukan saja terjadi dikalangan sarjana muslim, akan tetapi juga pemikir non muslim, sebab itulah ada beberapa ilmuan ahli filsafat yang juga mengharamkan Riba. Plato misalnya, dalam bukunya The Law of Plato, menegaskan bahwa orang tidak boleh me- minjamkan uang dengan rente, dan aristoteles juga menyatakan den- gan hal tersebut. Di dalam bukunya al-Siyasah, bahwa uang adalah alat jual beli, sementara hutang adalah hasil dari jual beli, sedan-

1 [email protected] Jurnal Syari’ah 42 Vol. II, No. II, Oktober 2014 gakan bunga (rente) adalah uang yang lahir dari uang. Menurutnya seseorang yang meminjamkan uang dengan rente merupakan peker- jaan hina dan kita katanya wajib menolaknya.2 Syariat agama Yahudi juga mengharamkan praktek Riba, dalam Taurat juga di jelaskan “Janganlah Kalian meminjam uang kepada Saudaramu sesama Israel dengan cara Riba, berupa perak emas, makanan atau apa saja yang bisa di pinjamkan dengan Riba, agar Rabb Tuhanmu memberikan berkat kepada setiap usahamu.3 Munrtadha Munthari juga berpendapat bahwa dalam kajian filsafat, ia menyatakan Riba adalah bentuk pencurian, karena uang tidak bisa melahirkan uang. Uang tidak memiliki fungsi lain selain alat tukar, uang itu sendiri tidak dapat memberi keuntungan dan sebenarnya uang Itu mandul, dan ini sebenarnya adalah hakekat dalam kajian Riba.4 Memang dalam perjalanan agama Islam Ulama membangi Riba menjadi dua, pertama, Riba nasi’ah, sedangkan kedua, Riba Fadl, Tokoh sahabat dan Tabi’in memperbolehkan Riba Fadl, yang kelebihan harga transaksinya barang bukan karena penundaan atau penyegeraan pembayaran, para tokoh tersebut misalnya Ibnu Ab- bas, Zaid bin Arqam, Ikrimah, dan lain sebagainya. Sedangkan para pakar tafsir yang juga memperbolehkan Riba Fadl adalah kalangan Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Tabari, Muhammad Abduh5 yang menjadi unik adalah salah satu Ulama sekaliber Ibnu al-Qayy- im Jauziyyah, dia membagi Riba menjadi dua macam, pertama, Riba Jali, dan kedua, Riba Khafi, Riba Jali adalah Riba yang mengandung kemudharatan besar, sedangkan Riba Khafi adalah Riba yang men- gandung atau kalau di lakukan membawa praktek ke Riba Jali.6 Ibnu Qayyim menegaskan bahwasanya dasarnya Riba diharam-

2 Fauzi, Atawi, al-Iqtishad wa al-Mal fi al-Tasri al-Islami wa al-Nazm wa al-Wadi’iyyah, (Bairut: Dar alpfikr 1988). 3 Muhammad Ilamuddin, Insurance and Islamic Law (Delhi: Markaz Maktab Is- lami, 1995) 4 Murtadhi Munthari, al-Riba wa al Tamim, Terjemahn Irwan Kurniawan, edisi Indo- nesia Asuransi dan Riba, (bandung: Pustak Hidayat, 1995) h. 18. 5 Muhmaad Rasyid, Ridha, Tafsir Al-manar, (Mesir: Matba’ah Muhammad Sahib wa Abduh, 1374) juz III. h. 102-104. 6 Ibnu Qayim al-Jauzuyah, I’lam al-Muwaqqi’in, (Beirut: Dar al-fikr, tt) II, h. 135. Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan ... M. Khoirul Hadi al-Asy’ari 43 kan, dalam kondisi tertentu menurutnya bisa ditolerir, adanya tolerir jelan dalam kondisi pertama, untuk Riba Jali dalam kondisi Darurat, sedangkan kedua, Riba Khafi diperbolehkan dalam kondisi hajat.7 Jelas apa yang dikemukan oleh Ibnu Qayyim ini berbeda dengan Ula- ma-Ulama pendahulunya. Yang tidak membuka peluang sama sekali dengan konsep Riba. Maka dalam adagium Fiqh mereka sedikit atau banyak kalau itu Riba tetap Haram,melihat pemikiran Ibnu Qayyim yang unik ini, menjadi dasar dari penulisan ini, bagaimana nalar Ijti- had dan penafsiran terhadap ayat-ayat Riba dalam pandangan Ibnu Qayyim. Lebih lagi kalau pendapat ini kita lempar dalam suasana wacana Perbankan Islam yang berkembang pesat di hari ini, warna Pemikiriran Ibnu qayyim ini menjadi hal yang penting dalam mem- berikan khazanah keilmuan dan pandangan baru dalam memaknai Riba, dalam kontek skala global.

B. Pembahasan a. Biografi Ibnu Qayyim Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Abu Bakr ibn Ayyub ibn Sa’ad ibn Hariz al-Zar’i8 al-Dimasyqi al-. Laqabnya adalah Syams al-Din dan kunyahnya Abu ‘Abdillah.9 Namun beliau lebih terkenal dengan sebutan Ibn Qayyim al- Jauziyyah, sebab ayahnya adalah seorang pengurus sekolah al- Jauziyyah.10 Julukan Ibn al-Jauzy sebenarnya tidak tepat kalau disan- darkan kepada Ibn Qayyim. Sebutan ini muncul dan populer dikarenakan keteledoran para penulis atau orang-orang yang

7 Ibnu Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, …… h. 138-9. 8 Zar’i adalah nama sebuah desa yang sekarang bernama Azra. 9 Ibn Qayyim al-Jauziyyah (selanjutnya ditulis al-Jauziyyah saja), Kunci Kebahagia- an, terj. ‘Abd al-Hayy al-Katani (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), h. 3. 10 Sekolah tersebut dibangun oleh salah seorang al-Hafiz ibn al-Jauzi yang ber- nama Muhyi al-Din Abu al-Mahasin Yusuf (w. 656 H.) di daerah Bazuriyah Damaskus. Lihat Kamil Muhammad Muh}ammad ‘Uwaidah, al-Imam al-Hafiz Syams al-Din Ibn Qayyim al-Jauziyyah (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), h. 5. Lihat juga pada Biografi Ibn Qayyim dalam Zad al-Ma’ad, Petunjuk Nabi saw. Menjadi Hamba Teladan dalam Berbagai Aspek Kehidupan, terj. Ahmad Sunarto dan Aunurrafiq (Jakarta: Rabbani Press, 1998), h. xix. Jurnal Syari’ah 44 Vol. II, No. II, Oktober 2014

tidak suka kepada Ibn Qayyim, karena julukan Ibn al-Jauzy di- berikan kepada ‘Abd al-Rahman ibn ‘Ali al-Quraisy yang wafat pada tahun 596 H. Di samping itu ada juga beberapa orang yang mempunyai julukan Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Mereka ti- dak lain adalah orang yang memiliki nasab yang sama dengan ayahnya yang bernama Abu Bakr Ayyub, yakni saudara kan- dung Ibn Qayyim (Muhammad ibn Abu Bakr).11 Sedangkan beberapa orang yang menyamai julukan Ibn Qayyim adalah dua orang yang sama alimnya, yaitu: 1. Ibn Qayyim al-Hanbali, adalah Abu Bakr Muhammad ibn ‘Ali ibn Husain ibn Qayyim al-Hanbali. Beliau termasuk golongan ulama ahli hadis dan wafat tahun 480 H. 2. Ibn Qayyim al-Misri, adalah ‘Ali ibn Isa ibn Sulaiman al- Salabi al-Syafi’i ibn Qayyim. Beliau dikenal sebagai muhaddis dan juga perawi. Wafat tahun 710 H. Ibn Qayyim al-Jauziyyah lahir pada 7 Safar 691 H/1292 M. Mayoritas ulama mengatakan bahwa beliau dilahirkan di kota Damaskus, Siria. Namun ada pula yang mengatakan bah- wa beliau dilahirkan di desa Zar’i, Hauran, yang terletak di se- belah Timur kota Damaskus. Beliau wafat pada usia 60 tahun, tepatnya malam Kamis 13 Rajab 751 H./1350 M, waktu azan Isya di kota Damaskus. Jenazahnya dimakamkan di pemaka- man al-Bab al-Saghir di samping makam orang tuanya.12 Beliau berasal dari kalangan terhormat dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat dan berilmu. Ayahnya, selain sebagai seorang pendidik juga dikenal sebagai seorang ulama Fiqh Hanbali yang ahli dalam bidang fara’id. Dari sini- lah beliau memulai perjalanan intelektualnya. Selain ahli dalam berbagai masalah agama, beliau pun

11 Muhammad Anwar Yasin al-Sanhuti (selanjutnya ditulis al-Sanhuti saja), Ibn Qayyim Berbicara tentang Tuhan, terj. Romli dan Heri (Jakarta: Mustaqim, 2001), h. 20. 12 Abu al-Falah ‘Abd al-Hayy ibn Azmad ibn Muhammad ibn al-’Imad al-Hanbali (selanjutnya ditulis al-‘Imad saja), Syazarat al-Zahab Fi Akhyar Man Zahab (Bei- rut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth.), juz VI, hlm. 180; Abu al-Fida ibn Kasir al-Dimasyqi (selanjutnya ditulis Ibn Kasir saja), Al-Bidayah wa al-Nihayah (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1987), juz XIV, h. 246. Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan ... M. Khoirul Hadi al-Asy’ari 45

sangat ahli dalam masalah akhlak dan sastra. Beliau memiliki wawasan tentang metodologi pembentukan dan terapi jiwa. Beliau menjadikan Rasulullah saw. sebagai panutan dan selalu menerapkan etika dan adab kenabian dalam dirinya. Etika kenabian ini beliau terapkan dalam sikap yang baik dan jiwa yang bersih. Hal ini dapat dilihat ketika beliau mengatakan dalam kitabnya Madarij al-Salikin, bahwa jika ada orang lain berbuat buruk kepadamu kemudian orang tersebut memin- ta maaf kepadamu, maka kamu wajib memaafkannya tanpa melihat apakah dia salah atau benar, kemudian serahkanlah maksud hatinya kepada Allah swt.13 Kehidupan Ibn Qayyim dalam mengisi aktivitas sehari- harinya tidak jauh dari kreatifitas ilmiahnya. Sepanjang hidupnya beliau curahkan untuk menulis kitab dan mengajar di berbagai madrasah di Damaskus. Seperti yang telah diketa- hui, Damaskus ketika itu menjadi pusat kajian keilmuan yang sangat terkenal dan penuh dengan forum-forum ilmiah yang diselenggarakan oleh para ulama. Beliau juga menggantikan kedudukan ayahnya menjadi pimpinan Madrasah al-Jauziyyah yang didirikan oleh ayahnya sendiri dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan periodisasi sejarah Islam, Ibn Qayyim hid- up pada abad pertengahan (1250-1800 M.), tepatnya ketika dinasti Mamluk (1250-1517 M.) berkuasa di Mesir dan Siria, yaitu pada masa pemerintahan Salah al-Din Khalil (1290-1294 M.) hingga masa Nasir al-Din al-Hasan (1347-1351 M). Pada periode tersebut, secara umum umat Islam sedang mengalami masa kemunduran, baik dalam bidang politik maupun sosial keagamaan.14 Dalam bidang politik, umat Islam sedang mengalami dua masalah besar. Pertama, disintegrasi politik dalam negeri dan kedua, bahaya serangan dari kaum Nasrani dan bangsa Mon- gol. Para Khalifah ‘Abbasiyah (750-1258 M.) yang berpusat di Baghdad ternyata tidak mampu mempertahankan kedaulatan

13 Al-Jauziyyah, Madarij al-Salikin (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), jilid II, h. 337. 14 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1985), jilid I, h. 79. Jurnal Syari’ah 46 Vol. II, No. II, Oktober 2014

wilayah kekuasaannya. Terjadinya disintegrasi politik dalam tubuh umat Islam tersebut menunjukkan adanya tiga hal. Per- tama, adanya dipolarisasi antara dua kekuasaan besar, yakni ‘Abbasiyyah di Timur dan Umayyah di Barat. Kedua, adanya fanatisme kebangsaan (‘asabiyyah) antara bangsa Arab dengan non Arab (mawali), khususnya Persia dan Turki. Ketiga, adanya persaingan mazhab terutama antara Sunni dan Syi’ah.15 Sementara itu, kekacauan di dalam negeri-negeri Islam ketika itu membuat mereka lengah terhadap bahaya dari luar. Kaum Nasrani merasa dendam terhadap umat Islam akibat kekalahannya dalam peristiwa Manzikart (1971 M). Sebagian besar unsur kekuatan Eropa ikut serta dalam penyerangan terhadap negeri-negeri Islam. Pada periode pertama, Palestina dan beberapa negeri Islam lainnya berhasil direbut oleh pasu- kan Salib. Namun pada beberapa tahun kemudian, tentara Is- lam yang dipimpin oleh Salah al-Din al-Ayyubi (1169-1193 M.), pendiri dinasti Ayyubiyah (1169-1250 M.), dapat merebutnya kembali dalam sebuah peperangan di Hittin pada tahun 1187 M.16 Di pihak lain, pasukan Mongol berhasil merebut kekua- saan pusat dan menghancurluluhkan kota Baghdad pada ta- hun 1258 M. Namun kemudian gerak maju mereka dihadang oleh tentara Islam yang dipimpin oleh al-Zahi Baybars (1260- 1277 M.) dari dinasti Mamluk dalam peperangan besar di ‘Ain Jalut, Palestina, pada tahun 1260 M.17 Satu demi satu negeri Islam berhasil direbut dan dihan- curkan. Hanya Mesir lah yang selamat dan dapat mempertah- ankan diri dari kehancuran. Pasukan Mamluk telah berhasil menyelamatkan Mesir dan Siria dari serangan pasukan Salib dan bangsa Mongol. Keberhasilan tersebut telah menjamin keamanan dalam negeri Mesir khususnya dan negeri-negeri

15 Ibid., h. 6. 16 Ibid., h. 77-79. 17 Mahmud ‘Awad, Para Pemberontak di Jalan Allah, , Ibn Taimiyyah, Rifa’ah al-Tahtawi, Jamaluddin al-Afghani, Abdullah al-Nadim, terj. Alimin (Jakarta: Cen- dikia Sentra Muslim, 2002), h. 76-85. Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan ... M. Khoirul Hadi al-Asy’ari 47

­Islam lainnya sampai beberapa abad selanjutnya.18 Demikianlah situasi politik yang melatarbelakangi ke- hidupan Ibn Qayyim. Masa kecil beliau diliputi oleh peper- angan dan kekacauan. Pada saat terjadinya peperangan besar di Syaqhab, Damaskus, pada tahun 1303 M. antara pasukan Mongol yang dipimpin oleh Mahmud Ghazan (1295-1304 M.) dengan tentara Mamluk yang dipimpin oleh Muhammad ibn Qalawun, usia beliau baru sekitar sebelas tahun.19 Saat itu umat Islam hidup dalam ketegangan politik. Sifat egois dan fanatis telah merasuki jiwa mereka kembali. Dalam bidang sosial, secara umum kehidupan umat Is- lam pada saat itu juga sedang mengalami kemunduran, wa- laupun pada beberapa segi kehidupan mengalami kemajuan. Pada masa dinasti Mamluk berkuasa, telah dibangun beberapa sarana umum untuk menunjang kehidupan masyarakat, sep- erti sekolah, mesjid, rumah sakit, perpustakaan, museum, dan lain-lain.20 Pemerintah pun memberikan kebebasan kepada para penganut mazhab untuk mengembangkan ajarannya. Namun demikian, umat Islam sedang mengalami kejumudan dalam berpikir. Hal ini disebabkan karena pendapat yang men- gatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup diterima secara luas oleh masyarakat, sehingga menyebarlah sikap taqlid dan fana- tik yang berlebihan, khususnya terhadap mazhab yang empat.21 Ibn Qayyim yang terdidik dalam lingkungan salafi sangat memegang teguh para al-Salaf al-Salih. Beliau banyak mengkritik metode takwil yang dilakukan oleh aliran rasiona- lis. Selain itu, beliau juga banyak mencela pemikiran-pemiki- ran mereka yang menurutnya telah menyimpang dari manhaj yang benar. Di pihak lain, gerakan tarekat sufi semakin bert- ambah luas di kalangan masyarakat. Hal ini turut ditunjang

18 Ibid., h. 76. 19 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, terj. Djahdan Humam (Yogya- karta: Kota Kembang, 1989), 319; Mahmud Awwad, Para Pemberontak....., h. 94. 20 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 128. 21 Harun Nasution, Islam Ditinjau....., h. 83. Jurnal Syari’ah 48 Vol. II, No. II, Oktober 2014

dengan dibangunnya tempat-tempat khusus oleh pemerintah untuk menampung para sufi dalam menyebarkan ajaran-aja- ran mereka. Mereka mengembangkan konsep takwa dengan mengisolasi diri dari masyarakat dan hanya mengkhususkan diri dengan ibadah-ibadah ritual semata. Di samping itu, mereka juga banyak menciptakan ritual- ritual aneh untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan melakukan tarian-tarian dan nyanyian-nyanyian tertentu yang mereka anggap sebagai bagian dari zikir.22 Ibn Qayyim dalam beberapa karyanya banyak mengkritik konsep-konsep tasaw- wuf dan praktek-praktek bid’ah yang mereka lakukan, salah satunya dalam kitab Madarij al-Salikin. Demikianlah situasi sosial umat Islam ketika itu. Seba- gian besar hidup beliau dihabiskan untuk meluruskan berb- agai penyimpangan pemikiran ahli , kaum sufi, para fi- losof, dan berbagai bid’ah yang berkembang di masyarakatnya. Karya-karya beliau merupakan respon kritis terhadap perkem- bangan pemikiran pada masanya. Di sana terlihat jelas betapa besar perhatian beliau terhadap kemaslahatan umat. Ibn Qayyim al-Jauziyyah telah memperlihatkan bakat in- telektualitas, pemikiran yang cemerlang, dan semangat yang tinggi dalam menuntut ilmu. Beliau pun tumbuh dalam ling- kungan yang kesehariannya dipenuhi dengan aktifitas ilmiah. Berbagai sekolah keagamaan yang khusus mengajarkan ilmu fiqh, hadis, dan kalam banyak tersebar di Mesir dan Siria keti- ka itu. Di antara sekolah-sekolah tersebut yang secara langsung berhubungan dengan aktifitas ilmiah beliau adalah sekolah al- Jauziyyah dan al-Sadriyyah.23 Pendidikan beliau dimulai bersama ayahnya di sekolah al-Jauziyyah, di samping beliau pun aktif belajar di sekolah- sekolah lain yang tersebar di daerahnya. Kemudian beliau men- imba ilmu dari ulama-ulama terkemuka dan ahli pada masanya dalam berbagai bidang. beliau pernah menetap di Mekah un-

22 Ibid., h. 89-90. 23 Sekolah al-Sadriyyah didirikan oleh As’ad ibn Usman ibn As’ad ibn al-Manja al-Tanwikni al-Dimasyqi di daerah Darb Raihan. Lihat ‘Uwaidhah, al-Imam al- Hafiz Syams al-Din Ibn Qayyim al-Jauziyyah. h.14. Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan ... M. Khoirul Hadi al-Asy’ari 49

tuk belajar di sana, sekaligus untuk menunaikan ibadah haji.24 Beliau sangat tekun menelaah kitab-kitab warisan para ulama, terutama karangan Imam dan Ibn Taimiyyah. Beliau juga gemar mengoleksi kitab-kitab tersebut untuk keperluan studi dan perpustakaan pribadinya. Jumlah koleksi beliau sangat banyak dan jarang sekali orang yang mam- pu menyainginya.25 Bahkan menurut Ibn Hajar al-Asqalani, setelah Ibn al-Qayyim wafat, anak-anaknya menjual sebagian koleksi ayahnya tersebut hingga beberapa tahun lamanya.26 Beliau belajar kepada para ulama terkemuka dan ahli dalam bidangnya. Sebagian besar dari mereka bermazhab Han- bali, namun ada juga yang bermazhab Syafi’i. Di antara mer- eka adalah:27 Dalam bidang hadis: al-Syihab al-Nabilisi al-‘Abir, al-Qadi Taqi’ al-Din ibn Sulaiman, Isma’il ibn Maktum, ‘Isa al-Mat’am, Abu Bakr ibn ‘Abd al-Da’im, dan Fatimah bint Jau- har. Dalam bidang bahasa: Ibn Abi al-Fath al-Ba’li dan Majd al- Din al-Tunisi. Dalam bidang fiqh dan ushul: Muhammad Safi’ al-Din al-Hindi al-Syafi’i,28 Taqi’ al-Din Ahmad ibn Taimiyyah, dan Isma’il ibn Muhammad al Harani.29 Guru-gurunya yang lain: Ahmad ibn al-Syirazi,30 ‘Ala’ al-Din al-Kindi, Muhammad ibn Abi al-Fath, Ayyub ibn Kamal, Badr al-Din ibn Jama’ah al-

24 al-’Imad, Syazarat....., h. 169. 25 Ibn Kasir, al-Bidayah....., h. 248. 26 Al-Sanhuti, Ibn Qayyim Berbicara....., h. 28. 27 Al-Jauziyyah, Petunjuk Memahami saw. Menjadi Hamba Allah Teladan dalam Berb- agai Aspek Kehidupan, terj. Achmad Sunarto dan Aunur Rafiq (Jakarta: Robbani Press, 1998), h. xix-xx. 28 Abu ‘Abdullah Muhammad ibn ‘Abd al-Rahim ibn Muhammad al-Armawy al- Syafi’i yang ahli dalam bidang ilmu kalam dan ushul al-fiqh. Wafat pada tahun 715 H. 29 Isma’il ibn Muhammad al-Fara’i al Harani, guru besar pengikut Imam Hambali di Damaskus. Wafat pada tahun 729 H. 30 Al-Qadi Ahmad ibn ‘Abd Allah al-Syirazi al-Dimasyqi. Beliau menjadi Qadi dan sebagai staf pengajar di berbagai lembaga tinggi di Damaskus. Wafat pada ta- hun 736 H. Jurnal Syari’ah 50 Vol. II, No. II, Oktober 2014

Syafi’i, Abu al-Fath al-Ba’labaki, Kamal al-Din al-Zamlakani,31 al-Mizzi al-Syafi’i, al-Muflih, dan Syaraf al-Din ibn Taimiyyah.32 Di antara guru-guru beliau yang paling banyak memberi- kan pengaruh pada perkembangan intelektualnya adalah Syai- kh al-Islam Ibn Taimiyyah (661-728 H/1263-11328 M). Beliau selalu menyertainya sejak kepulangannya kembali dari Mesir ke Damaskus pada tahun 712 H. hingga beliau wafat. Sejak itu beliau banyak menimba ilmu darinya dan berjuang bersaman- ya dalam memerangi berbagai pemikiran yang menyimpang dan praktek-praktek bid’ah.33 Pengaruh pemikiran gurunya itu sengat jelas terlihat dalam berbagai karya tulis beliau. Lebih dari itu beliau pun mengajarkan dan mewariskannya kepada murid-muridnya. Bahkan beliau telah menyusun sebuah risalah tentang ka- rangan-karangan gurunya dengan judul Risalah fi Asma’ al- Mu’allafat Ibn Taimiyyah yang mencapai 330 judul.34 Peran besarnya dalam mempopulerkan kebesaran dan pemikiran Ibn Taimiyyah ini digambarkan secara jelas oleh Ibn Hajar al- Asqalani, bahwa “Seandainya manaqib (riwayat keagungan) Ibn Taimiyyah sudah tidak ada lagi, dan yang tersisa hanya mu- ridnya Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyyah saja yang telah menulis berbagai karya bermanfaat bagi orang yang pro dan kontra, maka hal itu sudah cukup untuk menunjukkan kebesaran posisinya.”35 Selama berjuang dengan gurunya, beliau banyak men- galami penderitaan sebagaimana yang telah dialami gurunya. Beliau ikut disiksa dan dipenjara bersama gurunya dan baru

31 Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Abd al-Wahid al-Zamlakani. Zamlakan adalah nama sebuah desa di Damaskus. Beliau menjadi Qadi di Alepo dan menguasai berb- agai disiplin ilmu pengetahuan. Wafat pada tahun 736 H. 32 Beliau adalah saudara Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Lihat al-Jauziyyah, Kunci Kebahagiaan, h. 3. 33 Ibn Kasir, al-Bidayah....., h. 246. 34 Al-Sanhuti, Ibn Qayyim Berbicara....., h. 27. 35 Al-Jauziyyah, al-Manar al-Munif fi al-Sahih wa al-Da’if (Beirut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1983), h. 6. Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan ... M. Khoirul Hadi al-Asy’ari 51

dibebaskan setelah gurunya meninggal dunia. Ketika di dalam penjara, beliau selalu menyibukkan diri dengan membaca al- Qur’an, tadabbur, dan tafakkur sehingga Allah membukakan baginya kebaikan yang banyak.36 Ibn Qayyim juga banyak mencetak ulama-ulama besar dari ilmu yang dimilikinya. Di antara mereka adalah:37 Al-Imam al- Hafiz Zain al-Din Abu al-Faraj ‘Abd al-Rahman ibn Ahmad ibn Rajab al-Baghdadi al-Dimasyqi al-Hanbali yang dikenal dengan Ibn Rajab. Beliau adalah seorang ulama pengikut Imam Han- bali, ahli di bidang hadis, fiqh, dan sejarah. Wafat pada tahun 795 H. Al-Hafiz ‘Imad al-Din Abu al-Fida Isma’il ibn ‘Umar ibn Kasir al-Basrawi al-Dimasyqi al-Syafi’i. Ahli di bidang tafsir, hadis, dan sejarah. Dua di antara karyanya yang tidak asing adalah Tafsir Ibn Kasir dan al-Bidayah wa al-Nihayah. Wafat pada tahun 774 H. Al-Hafiz Syams al-Din Abu ‘Abd Allah Muham- mad ibn Ahmad ibn ‘Abd al-Hadi ibn ‘Abd al-Hamid ibn ‘Abd al-Hadi ibn Yusuf ibn Muhammad al-Maqdisi al-Jama’ili al-Salahi. Ahli di bidang fiqh dan hadis. Wafat pada tahun 774 H. Al-Imam al-Hafiz Syams al-Din Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn ‘Abd al-Qadir ibn Muhy al-Din ‘Usman ibn ‘Abd al-Rahman al-Nabilisi al-Hanbali. Wafat pada tahun 797 H.Kedua anak beliau, yaitu Syaraf al-Din ‘Abd Allah, meng- gantikan ayahnya mengajar di sekolah al-Sadriyyah yang kemu- dian wafat pada tahun 756 H. Dan, Burhan al-Din Ibrahim, ahli di bidang fiqh dan bahasa. Ia wafat pada tahun 767 H. ‘Ali ‘Abd al-Kafi ibn ‘Ali ibn Tammam al-Subki Taqiy al-Din Abu al-Hasan. Al-Imam al-Hafiz Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Us- man ibn Qiyam al-Zahabi al-Turkmani al-Syafi’i. Dia memiliki banyak karya di bidang hadis dan lain-lain.Muh}ammad ibn al-Khudari al-Ghazi al-Syafi’i. Nasabnya sampai kepada Zubair ibn ‘Awwam r.a. Al-Fairuzabadi. Dia adalah Muhammad ibn Ya’qub al-Fairuzabadi al-Syafi’i. b. Riba dan Bunga Bank Dalam Pandangan Ibnu Qayyim

36 Mahmud ‘Awad, Para Pemberontak....., h. 100-109. Lihat juga al-’Imad, Syaz- arat....., h. 168. 37 Al-Jauziyyah, Zad al-Ma’ad....., h. xxiv-xxv. Lihat juga al-Jauziyyah, Kunci Kebaha- giaan, h. 5. Jurnal Syari’ah 52 Vol. II, No. II, Oktober 2014

Dalam menjelaskan konsep Riba dalam pandangan Ibnu Qayyim maka perlu kita jelaskan dulu hikmah perbedaan an- tara jual beli barang sejenis dan jual beli barang yang tidak seje- nis. Dalam konteks Riba. Menurutnya, ungkapan diharamkan menukarkan satu Mud biji gandum basah dengan satu Mud biji gandum yang sama di tambah segengam, dan sebaliknya di bolehkan menukarkan dengan segengam biji gandum ker- ing.38 Menurut Ibnu Qayyim Riba di bagi menjadi dua ma- cam, pertama Riba Jali, (jelas) dan kedua, adalah Riba Khafi, (Samar) Riba Jali adalah Riba Nasi’ah, sedangkan Riba Khafi adalah Riba Fadl. Riba jali di haramkan karena mengandung kemudharatan besar, sementara Riba Khafi adalah diharam- kan karena menuju jalan Riba Jali, atau diharamkan karena menjadi maqs, dan diharamkan yang kedua sebgai Zari’ah, langkah antisipatif .39 Adapan Riba Jali, disebut dengan Riba Nasi’ah kare- na akar historisnya, Riba ini adalah Riba yang di praktekan dalam masa Jahiliyyah, dalam Riba ini terjadi mekanisme interst dalam pokok pinjaman, setiap kalai ada penjadwalan hutang setiap kali itu pula debitor memberikan bunga pokok pinjaman. Praktek inilah yang menjadikan debitor tidak mam- pu melunasi hutang-hutangnya, ini berrti debitor mengambil harta saudaranya dengan cara batil. Sedangkan dalam hal yang sama debitor dalam kondisi keterpurukan. Maka Allah den- gan sikap Rahman-Nya mengharamkan praktek semacam ini, mengutuk pelaku, penulis dan kedua belah saksinya.40 Ibnu Qayyim menjalaskan bahwa Rasio dan persepsi manusia terbatas dalam mengungkapkan rahasia persyari’atan hukum Allah, penegasan itu terlihat dari pengakuan dan kelemahan itu menunjukan Sikap Ibnu Qayyim sebagai seorang yang tawadu’ yang dalam bahasa Al-Quran disebut dengan al-Rasikh fi al-Ilmi, istilah Khafi dan Jali yang digunakan

38 Ibnu Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in. …… II, h. 103. 39 Ibnu Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in. …… II, h. 103. 40 Muslim, Sahih, …. V. 50, Abu Daud, Sunan….. III 244, Al-Turmuzhi, Sunan, …….. III, Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan ... M. Khoirul Hadi al-Asy’ari 53

oleh Ibnu Qayyim dalam hal ini merupakan Istilah baru pada zamannya dan tidak diketemukan selain Dia dalam menggu- nakan Istilah Jali dan Khafi ini. Dalam hal ini penyebutan Isti- lah baru adalah upaya Ibnu Qayyim dalam memberikan nuansa baru dengan pertama menyebutkan istilah baru. Ibnu Qayyim sangat hati-hati dalam mendefiniskan Riba Jali, dalam hal ini pandangan seorang Ulama Ibnu Hambal ia pakai, sesungguh- nya Riba itu adalah seseorang yang memiliki hutang lalu di- katakan kepadanya, apakah akan melunasi atau membayarnya lebih? maka jika tidak mampu melunasi maka dia harus mem- berikan ziyadah, kepada pokok harta karena penundaan waktu yang diberikan, kepadanya, Allah menjadikan Riba sebagai la- wan dari Sadaqah. Dalam sebuah hadis Nabi: Artinya: Dari Ibnu Abbas, Dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi Muhammad bersabda “Bahwa Riba itu hanya ada pada Nasi’ah”. Menurut Ibnu Qayyim, Sigat Hasr yakni Innam, pada hadis tersebut menunjukan Sigat Hasr Kamilah yang berarti Riba yang sempurna, hanya Riba Nasi’ah. Sedangkan apabila membahas Riba Khafi yang sebenarnya tak lain adalah Riba Fadl, maka menurut Ibnu Qayyim pengharamanya adalah me- lalui (sadd al-Zari’ah), yakni salah satu kaidah Ushul fiqh yang berarti menutup jalan. Atau dalam bahasa kerennya adalah langkah Prefentif, karena akan menuju Riba Nasi’ah. Hal ini dilandasi oleh Ibnu Qayyim dengan memperlihatkan dalil yang di kemukakan oleh Abi Sa’id al-khudri, dari Nabi Mu- hammad SAW: Artinya : Janganlah Kalian melakukan Transaksi satu dirham dengan dua dirham, sesungguhnya aku kahwatir kalian akan melakukan al-Rima, yakni al-Riba”41 jadi menurut Ibnu Qayy- im pelarangan Riba fadl atau Riba Khafi adalah karena adanya kekhawatiran akan terjerumus pada Riba Nasi’ah hal itu akan terjadi apabila satu dirham ditukarkan oleh dua dirham. Menurut Muslihudeen dalam mengomentari hadis terse- but, kata khawatir merupakan dalil yang jelas mengenai fatwa

41 Ibnu Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in. …… II, h. 104. Jurnal Syari’ah 54 Vol. II, No. II, Oktober 2014

Nabi mengharamkan cara dagang tersebut, sedangkan Ibnu Qayyim menjelaskan lebih lanjut bahwa ada beberapa komod- iti yang di haramakan dengan menggunakan Riba Fadl, dan para ahli fiqh sepakat terhadap enam komoditi tersebut apa- bila ada kelebihan, dalam satu jenis. Tetapi untuk diluar enam komoditi tersebut mereka berbeda pendapat hebat. Mereka berdali bahwa sebenarnya dalam Riba metodologi keharaman- nya berdasarkan Qiyas adalah metodologi Illat yang lemah, se- dangkan menurut Imam syafi’i dan Imam Ahmad, yang haram dalam segi makanan saja, menurut Ibnu Qayyim pendapat ini yang paling kuat.42 Keharaman yang dalam pendapat Ibnu Qayyim meru- pakan penjelmaan dari sebuah kaidah Ushul yang berbasis pada (sadd al-zari’ah) suatu saat bisa di bolehkan karena adanya kemaslahatan. Atau karena sudah menjadi keharusan sebagai sebuah kebutuhan masyarakat. Ketika menimbang adanya ke- butuhan itu yang tercermin dan berkaitan dengan Maqashid asy-syar’iyyah, maka pendapat Ibnu Qayyim membolehkan Riba Fadl karean konsekuensi tersebut. Ibnu Qayyim pandan- gan haram Riba Fadl harus melalui mekanisme dan mengikuti pandangan masyarakat. Sehingga acuan pandangan masyara- kat harus merujuk pada maqashid syari’ah. Hal ini juga kaji dari sisi kaidah fiqh “Kebutuhan Umum atau khusus menduduki posisi darurat.” Kebutuhan vital yang bersifat umum atau khusus, mem- punyai pengaruh dalam perubahan ketetapan hukum, seb- agaimana halnya darurat. Kebutuhan pokok dapat merubah status hukum yang semula dilarang menjadi di bolehkan. Ke- butuhan umum (al-hajjaj am-mah) ialah kebutuhan yang semua orang memerlukannya dalam konteks seprti pertanian, perda- gangan, politik dan hukum, sementara kebutuhan khusus, (al-hajjah al-khassah) merupakan kebutuhan sekelompok orang, seperti penduduk sebuah desa atau tenaga ahli tertentu, atau kebutuhan seorang individu tertentu,43

42 Ibnu Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, h. 104, bandingkan dengan al-Sya’rani, al- Mizan…h.46-8. 43 Wahbah az-Zuhaily, Nazariyah… h.284-285. Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan ... M. Khoirul Hadi al-Asy’ari 55

Berdasarkan teori al-hajjah tersebut, menurut kalangan ulama Hanafiyyah memperbolehkan mendaptkan pinjaman dari sebuah keuntungan. Dal hal ini, kesamaan antara Ibnu Qayyim dengan ulama kalangan Hanafiyyah adalah dengan menggunakan tori al-Hajjah dalam konteks melegalkan Riba Fadl. Selanjutnya Ibnu Qayyim menekankan bahwa dalam hal ini tujuan-tujuan pokok (al-Maqashid) harus menjadi sebuah dasar pengambilan dan letaknya memang dalam kondisi daru- rat. Berdasarkan uraian teori al-darurah tersebut, maka semua pemikiran Ibnu Qayyim yang terkait dengan konsep Riba Jali tampak di bangun dan dilandasai oleh kaidah-kaidah fiqh yang bersifat akuntable dan argumentatif. Ibnu Qayyim say- ang mentolerir terhadap Riba Jali dengan kondisi yang daru- rah. Sebagaimana diperbolehkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan pada kondisi yang sama, ijtihad ini adalah upaya mendalam yang dilakukan oleh Ibnu Qayyim dalam aspek pemikiran tentang konsep Riba Jali ini. Pemikiran ini merupakan pemikiran yang mendalam dalam aspek kebutuhan dan kemaslahatan umat secara keseluruhan. Karena itu kedepannya pemikiran yang dilakukan oleh Ibnu Qayyim adalah pemikiran yang maju pada zamannya dan seb- agai wacana perbankan kontemporer, dari sisi lain, apabila kita berpegangan dengan kaedah darurat dalam beberpa kondisi yang dikecualikan untuk diperbolehkan yang diharamkan, mengindikasikan bahwa Islam memperhatikan realitas dan kelemahan manusia serta kebutuhan-kebutuhan dan tuntu- tan-tuntutan hidup yang dihadapinya. Tetapi sebagaimana kita lihat pendapat Al-Zuhaili, kebolehan di dalam maksud Ibnu Qayyim adalah secara Ijmali, penghapusan dosa dan sik- saan ukhrawi dalam sisi Allah. Bukan kebolehan esensinya.44 Makanya secara tidak langsung Ibnu Qayyim menunjukkan perbedaan antara al-Hajjah dan al-Darurah. Sejak awal. Antara Riba al-Khafi dengan Riba al-Jali, Riba al-Khafi diharamkan karena sebagai sebuah antisipatif (Sadd az-Zari’ah). Sedangkan Al-Jali di perbolehkan dengan kondisi yang darurat (al-Darurah

44 Wahbah Zuhali, Nazariyah,…. h. 247. Jurnal Syari’ah 56 Vol. II, No. II, Oktober 2014

al-Muji’ah). Al-Darurah lebih kuat dari pada al-Hajjah, sedang- kan al-Hajjah di bangun dalam kondisi kelapangan dan kemu- dahan yang mana manusia dapat meninggalkannya, disamping itu, ketetapan-ketetapan hukum pengecualian karena darurat, umunya merupakan kebolehan yang bersifat sementara terha- dap sesuatu yang telah dilarang secara jelas, sedangkan keteta- pan-ketetapan hukum yang dibangun atas prinsip al-Hajjah umumnya tidak bertentangan dengan nash yang sarih, tetapi berlawanan dengan qiyas atau kaedah-kaedah umum.

C. Penutup Menurut Ibnu Qayyim Riba terbagi menjadi dua macam, pertama­ Riba Jali, yang dalam istilah lain disebut dengan Riba Nasi’ah, dan kedua, Riba Khafi yang disebut juga dengan Riba Fadl. Menurut Ibnu Qayyim Riba Jali diharamkan karena kemudharatan- nya yang sangat besar, sedangkan Riba Khafi di haramkan karena menjadi wasail terhadap praktek Riba jali. Pengharaman yang per- tama karena Qasdunya sedangkan yang kedua karena menggunakan konsep Sadd az-Zari’ah. Berdasarkan pandangan Ibnu Qayyim bahwa Riba Jali bisa di tolerir dalam kondisi darurat dan Riba khafi dalam kondisi hajat (membutuhkan) demikian pula pandangan bahwa transaksi yang bebas bunga adalah transaksi yang mengedepankan nilai-nilai keadilan, menghindari eksploitasi, dan menjauhi mo- nopoli. Implikasi pemikiran ini adalah pertama, memperkuat argu- mentasi perbankan Islam yang sudah berjalan. Kedua, menetralisir pendapat-pendapat ektrim yang menyatakan prektek terhadap Bank konvensional. Ketiga, mencermati adanya beberapa kritikan terha- dap kinerja perbankan Islam yang masih di nilai lemah dan tidak sepenuhnya memegang prinsip profit and lost sharing dan terbebas dari bunga, maka pemikiran Ibnu Qayyim dapat menjadi tawaran baru dalam upa membangun ekonomi Islam yang benar-benar terbe- bas dari konsep bunga bank.

Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan ... M. Khoirul Hadi al-Asy’ari 57

Daftar Pustaka

A’wad, Mahmud, Para Pemberontak di Jalan Allah, Ibn Hazm, Ibn Taimi- yyah, Rifa’ah al-Tahtawi, Jamaluddin al-Afghani, Abdullah al-Nadim, terj. Alimin, Jakarta: Cendikia Sentra Muslim, 2002. Al-Jauziyyah, al-Manar al-Munif fi al-Sahih wa al-Da’if (Beirut: Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1983. Al-Jauziyyah, al-Manar al-Munif fi al-Sahih wa al-Da’if, Beirut: Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1983. Al-Jauziyyah, Ibn Qayyim , (selanjutnya ditulis al-Jauziyyah saja), Kunci Kebahagiaan, terj. ‘Abd al-Hayy al-Katani ,Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004. Al-Jauziyyah, Petunjuk Memahami saw. Menjadi Hamba Allah Teladan dalam Berbagai Aspek Kehidupan, terj. Achmad Sunarto dan Aunur Rafiq, Jakarta: Robbani Press, 1998. Al-Sanhuti, Muhammad Anwar Yasin, (selanjutnya ditulis al-Sanhuti saja), Ibn Qayyim Berbicara tentang Tuhan, terj. Romli dan Heri, Jakarta: Mustaqim, 2001. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Bahreisy, H Salim & Bahreisy, H Said. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid I. Surabaya: Bina Ilmu, 1987. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid II. Surabaya: Bina Ilmu, 1987. Departemen Agama, Al-Quran Terjemah Al- Kamil, Jakarta: Darus Su- nah, 2007. Fauzi, Atawi, al-Iqtishad wa al-Mal fi al-Tasri al-Islami wa al-Nazm wa al-Wadi’iyyah, Bairut: Dar alpfikr 1988. Hasan, Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, terj. Djahdan Humam ,Yogyakarta: Kota Kembang, 1989 Illamudin, Muhammad, Insurance and Islamic Law, Delhi: Markaz Maktab Islami, 1995. Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. 2007. Nasution, Khoiruddin. Riba dan Poligami: sebuah studi atas pemikiran Muhammad Abduh. Yogyakarta : Academia, 1996. Cet.I Jurnal Syari’ah 58 Vol. II, No. II, Oktober 2014

Naution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1985. Zad al-Ma’ad, Petunjuk Nabi saw. Menjadi Hamba Teladan dalam Berb- agai Aspek Kehidupan, terj. Ahmad Sunarto dan Aunurrafiq, Ja- karta: Rabbani Press, 1998. Zahra, M.Abul. Buhusu fi al Riba, Bairut: Dar Buhus al-Ilmiyah 1399 H/1980 M Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Beirut: Daar al-Fikr, 2004. Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam Dan Sumber Daya Manusia ­Menuju Negara Maju: Studi Kritis Terhadap ­Kebijakan Pemerintah

Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec

Abstrak Bangsa Indonesia dianugerahi Allah s.w.t. kekayaan berupa sum- ber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia. Namun ironinya kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia kurang dapat memakmurkan masyarakat bahkan puluhan juta rakyatnya berada dalam garis kemiskinan. Kesenjangan sosial dan budaya koruspsi ter- jadi dimana-mana ditambah kebijakan pemerintah yang kurang pro terhadap masyarakat khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang anugrah Allah s.w.t. kepada bangsa Indonesia berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia agar dapat diberdayagunakan sesuai tujuan nasional bangsa ini menjadi negara maju bermatabat sesuai dengan Pembukaan dan UUD 1945. Kata Kunci: Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Kebijakan Pemerintah, Negara Maju, Pembukaan dan UUD 1945

A. Pendahuluan Dengan anugerah Allah s.w.t. berupa keanekaragaman kekay- aan yang tidak banyak dimiliki oleh negara-negara lain di dunia, bangsa Indonesia merupakan negara terkaya di dunia. Bahkan bangsa Indonesia sangat mungkin untuk bisa menjadi negara maju dan modern apabila anugerah kekayaan ini dapat dimanfaatkan dengan baik. Namun yang terjadi adalah kekayaan yang ada banyak mengalir ke luar negeri dan lebih banyak dinikmati oleh asing-aseng daripada bangsa Indonesia sendiri. Secara fisik, kita memang tidak lagi mengalami penjajahan, namun secara formal kita mengalami penjajahan dalam bentuk ideologi, ekonomi, politik, moral, kultur atau sosial budaya. Oleh karena itu kita harus kembali kepada spirit kemerdekaan yang sebenar-benarnya, menjalankan kemerdekaan bangsa ini sesuai dengan Pembukaan dan UUD 1945. Jurnal Syari’ah 60 Vol. II, No. II, Oktober 2014

B. Pembahasan Islam adalah agama sempurna dan lengkap dengan mengand- ungi sistem-sistem yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia.1 Dalam al-quran terdapat ayat-ayat yang menjelaskan mengenai nega- ra/khilafah sebagai petunjuk dan pedoman manusia untuk berneg- ara dan bermasyarakat.2 Negara memiliki istilah-istilah lain seperti al-mulk yang berarti kekuasaan atau kerajaan,3 khalifah yang berarti wakil atau pelaksana tugas memimpin,4 ulul amr yang berarti peme- gang kekuasaan,5 imam yang berarti pemimpin,6 sulthan yang berarti kekuatan dan kekuasaan,7 dan syuro yang berarti musyawarah.8 Jauh sebelum Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. datang, telah terdapat negara dalam pengertian yang umum berupa kerajaan. Allah s.w.t. telah mengangkat Nabi Daud a.s. dan anaknya Nabi Su- laiman a.s. sebagai raja.9 Rasulullah s.a.w. telah berhasil membentuk imperium besar bernama negara Madinah10 yang kekuasaannya menyebar sampai dua pertiga dunia. Rasulullah s.a.w. merintis dasar-dasar untuk memben- tuk negara agar terlaksananya ajaran-ajaran al-quran dan as-sunnah Rasulullah s.a.w. dalam kehidupan masyarakat, menuju kepada ter- capainya kesejahteraan kemakmuran hidup di dunia, material dan spiritual, perseorangan dari kelompok serta mengantarkan kepada

1 Surah Al-Maidah (5) : 3. 2 Nanang Abdul Mukti (2009), “Khilafah Dalam Perspektif Abu Al-A’la Al- Maududi Dan Hasan Al-Banna”, Skripsi. Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, h. 31. 3 Surah Ali-Imran (3) : 26. 4 Surah Al-An’am (6) : 165, Surah Yunus (10) : 14. 5 Surah An-Nisa (4) : 59. 6 Surah Al-Baqarah (2) : 24. 7 Surah Ghafir (40) : 23. 8 Surah Ali-Imran (3) : 159, Surah Asy-Syura (42) : 38. 9 Surah Shad (38) : 34-40. 10 Fauzi Al-Muhtad (t.t.), “Konsep Negara Hukum Dalam Perspektif Piagam Ma- dinah”, Madani. Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS), Kebumen, h. 2. Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 61 tercapainya kebahagiaan hidup di akhirat kelak.11 Oleh karena itu pembentukan negara menjadi wajib agar dapat tegaknya syariah-sya- riah Allah s.w.t. dan kemakmuran bagi masyarakatnya. Menurut ilmuan muslim Ibn Taimiyyah menyatakan dengan tegas pendirian negara adalah untuk mendukung syari’ah dan untuk mencapai tujuan-tujuan pokok syari’ah yaitu menegakkan agama Al- lah s.w.t.12 Bahkan Ibn Taimiyyah menyatakan bahwa negara harus ada sebagai sarana untuk merealisasikan kewajiban-kewajiban agama dan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.13 Indonesia merupakan negara yang merdeka dan berdaulat,14 ketauhidan dan syari’ah telah ada ditegakkah sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 dan pancasila khususnya sila pertama.15 Kemerdekaan untuk menjadi negara berdaulat diraih dalam kurun waktu yang sangat panjang dengan pengorbanan jiwa raga yang ti- dak ternilai.16 Oleh karena itu di dalam mengisi alam kemerdekaan, negara Indonesia memiliki tujuan nasional yang tercatat di dalam Pembukaan UUD 1945 serta mengimplementasikan pasal-pasal dalam UUD 1945 untuk pembangunan nasional dan mensejahter- akan masyarakatnya. Fungsi dan tujuan dari pada negara secara umum adalah un- tuk menciptakan kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth),17 negara

11 Oksep Adhayanto (2011), “Khilafah Dalam Sistem Pemerintahan Islam”, Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Uni- versitas Maritim Raja Ali Haji, Vol. 1, No. 1, 2011, h. 82. 12 Qamaruddin Khan (1995), Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah. Alih bahasa Anas Mahyudin, cetakan ke-II, Penerbit Pustaka, Bandung, h. 305. 13 Khalid Ibrahim Jindan (1994), Teori Pemerintahan Islam menurut Ibnu Taimiyah. Terj. Mufid, Rineka Cipta, Jakarta, h. 43. 14 Bewa Ragawino (2007), Hukum Tata Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poli- tik, Universitas Padjadjaran, Bandung, h. 9. 15 MPR RI (2011), Amandemen UUD 1945 Plus Atlas Berwarna. Cetakan pertama, Penerbit Pustaka Yustisia, Slemen Yogyakarta, h. 6. 16 Waryono Kushantara (t.t.), “Politik Luar Negeri Indonesia dalam Upaya Mewu- judkan Ketahanan Nasional dan Ketahanan Regional” Tesis. Deskripsi Doku- men, Perpustakaan Universitas Indonesia, Jakarta, h. 1. 17 Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a (2009), Memahami Ilmu Negara dan Teori Jurnal Syari’ah 62 Vol. II, No. II, Oktober 2014 merupakan kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik, mempunyai ke- satuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasi- onalnya.18 Tujuan nasional kemerdekaan Indonesia sebagaimana tercan- tum dalam pembukaan UUD 1945 adalah untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia dan untuk memaju- kan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, per- damaian abadi dan keadilan sosial.19 Serta merealisasikan seluruh pasal-pasal dalam UUD 1945 ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3 yang berbunyi,­ “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang mengua- sai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”20 Mengambil dari sprit di atas, negara haruslah memiliki sifat mental untuk lebih memberi (give),21 menyelenggarakan kemanfaatan umum dan memupuk pendapatan. Memberikan subsidi yang besar terhadap masyarakat khususnya pada kebutuhan yang menyangkut hajat hidup orang banyak sepeti BBM dan energi serta turut mem- bangun ekonomi dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur, materiil dan spirituil.22 Dari mana dana untuk mem- berikan subsidi yang besar kepada rakyat dan untuk kemakmuran

Negara. Refika Aditama, Bandung, h. 51. 18 Pusat Bahasa (2008), Kamus Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasi- onal, Republik Indonesia, Jakarta, h. 999. 19 MPR RI (2011), op.cit, h. 6. 20 MPR RI (2011), op.cit, h. 33. 21 Siti Mariyam (2007), “Pergeseran Kebijakan dalam Pelayanan Publik Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Dalam Perspektif Hukum dan Kebijak- sanaan Publik)”, Tesis. Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang, h. 24. 22 Siti Mariyam (2007), Ibid., h. 24. Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 63 masyarakat? Dana tersebut adalah dari pemanfaatan kekayaan alam yang sangat kaya ini.23 Mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie, industri minyak bumi Indonesia masih selalu menghasilkan surplus.24 Di sisi lain, masyarakat pun masih memiliki kesan bahwa Indonesia adalah nega- ra pengekspor minyak bumi, sehingga seharusnya kenaikan atau pun penurunan harga minyak dunia memberikan “windfall profit” bagi Indonesia, dan bukannya beban subsidi BBM yang begitu “mengeri- kan”. Mengapa untuk jenis industri yang “merupakan kekayaan negara” dan harus digunakan bagi “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” tersebut, rakyat harus membayar lebih mahal?25 Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sudah ditetap- kan sangat mengusik nadi rakyat.26 Bukan hanya sebatas BBM saja, kenaikan akan dilanjutkan lebih luas pada kebutuhan dasar energi lain yaitu tarif dasar listrik (TDL) dan gas 3kg sampai 12kg,27 serta subsidi banyak dikurangi.28 Melihat yang demikian maka sebenarnya pemerintah melihat

23 Emas Papua: Tiga Ton/ Tiap orang rakyat Indonesia dibagi pada 240 juta rakyat Indonesia. Juga kandungan mineral Uranium yang sangat berlimpah yang har- ganya 100 kali lebih mahal dari pada emas. (Suranegara, 2014, “Emas Papua: Tiga Ton/ Tiap orang rakyat Indonesia”, Artikel. Sidang Istimewa MPRS 2014). 24 Hanan Nugroho (2005), “Apakah persoalan pada subsidi BBM? Tinjauan ter- hadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi nasional, dan pembangunan infrastruktur energi”, Jurnal. Perencanaan Pembangunan Edisi 02, Tahun X, 2005, Perencanaan bidang energi Bappenas, h. 5. 25 Untuk kali pertama sejak Juli 2009, harga minyak Amerika jatuh di bawah 60 dolar Amerika per barel. Dengan demikian, harga minyak sudah turun 44 persen sejak Juni 2014 lalu. Negara China dan Malaysia sudah menurunkan harga minyak nya. Indonesia malah naik Rp.2000,- 26 Icha Rastika (2014), “JK:Jokowi Siap Tak Populer Umumkan Harga BBM Naik”, Kompas. Harian Kompas, Selasa 18 Novemb er 2014, Jakarta. 27 Badan Pusat Statistik (2014), “Perkembangan Indeks Harga Perdagangan Be- sar”, Berita Resmi Statistik. Berita Resmi Statistik No. 15/02/Th. XVII, 3 Febru- ari 2014, h. 1. 28 Energi Nusantara (2013), “Pengurangan Subsidi BBM dan Alokasi untuk ­Investasi Infrastruktur Energi”, Diskusi Publik. ”Dinner Talk” Energi Nusantara, Kamis, 27 Juni 2013, Jakarta, h. 7. Jurnal Syari’ah 64 Vol. II, No. II, Oktober 2014 masyarakat sebagai objek yang dibisniskan29 keputusan dibuat ber- dasarkan pertimbangan untung rugi, dengan membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang akan diperoleh.30 Menyamak- an harga bahan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai dengan harga pasar (kebijakan-kebijakan lain yang mengarah kepada neo-lib) akan meningkatkan inflasi serta membawa dampak negatif terhadap masyarakat bawah dan menengah.31 Padahal men- jual bahan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak (BBM dan energy) harus lebih rendah dari harga pasar32 agar tidak terjadi inflasi yang tinggi. Yang terjadi sekarang adalah kebijakan pemerintah yang san- gat membebani masyarakat (naiknya BBM, gas dan listrik), kebijakan yang pro-asing, WTO dan bank dunia (neo-lib). Pemerintah seha- rusnya mengelola kekayaan alam Indonesia yang tidak terbatas ini, kembali kepada spirit UUD 1945 pasal 33 mengelola kekayaan alam Indonesia dengan sebesar-besarnya untuk kemajuan bangsa dan neg- ara.33 Kekayaan alam Indonesia apabila dikelola dengan baik akan bisa menjadikan Indonesia menjadi negara maju, kaya, bermartabat dan disegani oleh bangsa lain bahkan oleh dunia bukan hanya seke- dar dengan konfrensi. Yang terjadi adalah sebaliknya kekayaan alam Indonesia dijual, dikelola dan banyak dinikmati oleh asing-aseng sedangkan rakyat hanya mendapatkan sepah-sepah atau 1% cuman dari kekayaan yang

29 Andries Lionardo (2007), ”Pelayanan Publik: Solusi atau Kolusi”, Sriwijaya Post, Opini. Selasa, 26 Juni 2007, h. 13. 30 Andi Fahmi Lubis, dkk (2009), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Kon- teks. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) Gmbh, Ja- karta, Indonesia, h. 23. 31 A Fauzan Azhima (2011), “Keberhasilan Gerakan Zapatistan di Meksiko (1994- 2009): Analisa Keterhubungan dengan Masyarakat Sipil Global”, Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Hubungan Internasi- onal, Universitas Indonesia, h. 29. 32 Dungtji Munawar (2013), Memahami Pengertian dan Kebijakan Subsidi dalam APBN. Widyaiswara Utama BDK Cimahi, Kemenkeu, h. 2. 33 Rio Admiral Parikesit (2013), Menelusuri Kekayaan Indonesia Melalui Arsip. Ba- gian Hukum dan Perundang-undangan - Arsip Nasional Republik Indonesia. Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 65 dihasilkan, selebihnya 99% mengalir ke luar negeri.34 Akhirnya raky- at yang harus menanggung beban negara, dengan dalih untuk men- galihkan subsidi. Padahal masyarakat memiliki hak dan kewajiban terhadap negara begitu juga sebaliknya, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 23A dan pasal 27 sampai dengan 34.35 Semangat bangsa Indonesia ingin masuk dalam alam ke- merdekaan adalah sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah In- donesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.36 Kalau bangsa Indonesia tidak dapat mengolah sumber daya alamnya sendiri dan sumber daya alam nya masih dikuasai oleh asing-aseng apa bedanya sekarang dengan zaman VOC dulu?37 Akhirnya pulu- han juta masyarakat Indonesia berada dalam garis kemiskinan.38 Sangat ironi apabila kelaparan dan penyakit busung lapar terjadi di Bumi yang gempah ripah loh jinawi (memiliki berbagai macam kekayaan dan budaya).39

34 Ahmad Yanuana Samantho (2012), Selama Kekayaan Alam Dirampok Asing Indo- nesia Akan Terus Miskin. Bayt al-Hikmah Institute, Research and Development Center for Philosophy, Science, Civilizations and Spiritualism. 35 MPR RI, op.cit, h. 22-34. 36 MPR RI, op.cit, h. 6. 37 Kangmas (2013), Sejarah Freeport (gunung emas yang dirampok secara terbuka). Kangmas WordPress. 38 120 juta rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan (versi Bank Dunia). Pendi- dikan SD-SMP gratis tapi SMU dan Perguruan Tinggi Negeri justru mahal dan tidak terjangkau bagi rakyat miskin. Pelayanan kesehatan umum di Indonesia sangat mahal dan tidak terjangkau. Korupsi merajalela di Indonesia. Hutang Luar Negeri Indonesia terus meningkat. Indonesia selalu bergantung pada In- vestor Asing dan jika tak ada Investor Asing datang maka pembangunan tidak berjalan. Dan lain-lain.. Semua dikarenakan Indonesia tidak punya cukup uang. Kenapa tidak punya cukup uang? Karena kekayaan alam Indonesia dikuras as- ing dan perekonomiannya dikuasai asing. Contohnya untuk tambang emas dan perak di Papua, Freeport dapat 99% sementara 240 juta rakyat Indonesia harus puas dgn 1% saja. Bagaimana Indonesia tidak miskin?. 39 Data Potensi Unggulan Daerah Kabupaten Sragen, Biro Humas Provinsi Jawa Jurnal Syari’ah 66 Vol. II, No. II, Oktober 2014

Bangsa yang merdeka adalah bangsa yang dapat memanfaatkan kekayaan alamnya sendiri dengan sebesar-besarnya untuk kemajuan, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya.40 Betapa banyak negara yang kurang atau memiliki kekayaan hanya dalam bidang tertentu sahaja tetapi mampu menjadi negara kaya bahkan menjadi negara maju (modern)41 disegani oleh dunia. Indonesia memiliki segala-galanya (everything) dalam SDA dan SDM42 tetapi Indonesia masih dalam dunia kelas tiga atau negara berkembang43 jika diband- ingkan usia Indonesia yang sudah enam puluh tahun lebih44 sejak zaman kemerdekaan dahulu tetapi fasilitas-fasilitas publik yang di perlukan masyarakat kurang memadai.45 Berbeda dengan negara-

Tengah. 40 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (2013), “Refleksi Semangat Perjuan- gan dan Idealisme Pendiri Bangsa dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Strat- egis Indonesia – Gas Bumi” Sajian Utama. PGN Inside, Edisi Khusus 59, h. 16-17. 41 Sebenarnya Indonesia bisa menjadi kaya raya dari kekayaan alamnya sahaja. Contoh negara yang kaya akan kekayaan alamnya adalah Qatar, minyak teru- tama gas bumi membuat Qatar kaya. Gaji di Qatar tergolong yang tertinggi di dunia dan membayar pajak hampir tidak dikenal di negara tersebut. Jepang, meskipun sumber daya alamnya terbatas, tetapi makmur berkat sumber daya manusianya. Begitu juga dengan Singapura, tingginya pendapatan perkapita penduduk Singapura tidak lain karena kemajuan pengembangan SDM-nya yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

42 Bacharuddin Jusuf Habibie (2014), IPTEK sebagai Arus Utama Politik­ Negara. Ceramah disampaikan pada Musyawarah Perencanaan Nasional (Musrennas) IPTEK, Jakarta 8 Agustus 2014, h. 1-2. 43 Economic Surveys and Country Surveillance (OEDC) (2012), “Survei OEDC Perekonomian Indonesia”, Dokumen. OEDC, September 2012, h. 10. 44 Suroso (2009), “Persepsi Siswa Terhadap Perpustakaan dalam Menunjang Pros- es Belajar Mengajar SD 3 Kadipiro Kabupaten Bantul Yogyakarta”, Skripsi. Pro- gram Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, h. 1. 45 Keperluan asas mayarakat adalah fasilitas jalan yang bagus berstandar Inter- nasional, air pdam dan listrik yang tidak pernah padam. Banyak daerah-dae- rah pedalaman khususnya di daerah perbatasan dengan negara tetangga yaitu Malaysia, kehidupan masyarakat belum menerima akses-akses fasilitas hidup memadai dari pemerintah yang pada akhirnya mereka lebih memilih berganti Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 67 negara yang memiliki kecepatan pembangunan dirantau Asia seperti China dan India, menjadi mereka raksasa ekonomi Asia akibat dari pertumbuhan ekonominya yang pesat.46 Kelengkapan kekayaan Indonesia berupa SDM dan SDA sung- guh luar biasa dapat menjadi misiu untuk percepatan pembangunan ekonomi masyarakat dan infrastruktur.47 Apakah Indonesia kekuran- gan ilmuan, tokoh atau pun tenaga ahli? Ternyata para cendikiawan Indonesia dan para tenaga ahli sangat diakui di luar negeri seperti BJ Habibie, Nur Kholis Majid, Emha Ainun Nadjib48 dan lain-lain. Be- lum lagi mereka orang-orang yang berprestasi lebih memilih menetap di luar negeri daripada di dalam negeri karena apresiasi negara yang kurang terhadap mereka jika dibandingkan negara lain yang sangat memberikan apresiasi yang sangat besar terhadap pada ilmuannya, tenaga ahli atau pun para pahlawan olahraga.49 Sikap aparat biokrasi yang korupsi turut memberikan dam- pak signifikan terhadap kemunduran sesebuah peradaban apatah

kewarganegaraan menjadi warga negara malaysia, karena melihat tingkat pem- bangunan yang sangat jauh seperti bumi dan langit. Daerah-daerah yang telah lepas dari NKRI dan ikut menjadi negara Malaysia yaitu tiga desa di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara dilkaim milik Malaysia seluas 54 ribu hektar. Pulau Sipadan merupakan wilayah pulau kecil yang berada di wilayah NKRI yang terletak tidak jauh dari pulau Kalimantan/Borneo menjadi wilayah Malaysia tahun 2003. Pulau Ligitan yang terletak di ujung timur pulau Kali- mantan/Borneo pada tahun 2002 menjadi milik Malaysia. Blok Ambalat yang kaya akan minyak seluas 15.235 km2 terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makas- sar diklaim milik Malaysia. Perairan Sambas yang terdapat di Kalimantan Barat yang akan diklaim menjadi wilayah Malaysia. 46 Sinthya Tegela (2011), “Suatu Analisis China-India (Chindia) Sebagai Kawasan Maju di Asia”, Skripsi. Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hassanuddin, Makassar, h. 1-7. 47 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2011), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Cetakan pertama, Ke- menterian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, h. 15. 48 Ismail Angkat (2013), “Budaya Politik Emha Ainun Nadjib dalam Meretas Ke- beragaman Agama di Indonesia”, Skripsi. Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, h. IX-X. 49 My Blog, Kurangnya Penghargaan Terhadap Orang-orang Berprestasi di Indonesia. http://wahyufisipuns.blogspot.com/2014/02/kurangnya-penghargaan-terha- dap-orang.html Jurnal Syari’ah 68 Vol. II, No. II, Oktober 2014 lagi terhadap negara. Indonesia adalah negara korupsi dengan in- deks persepsi korupsi pada urutan ke-110 (transparency International Indonesia).50 Dengan korupsi yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif di negara ini maka keberkahan akan kurang tercurah terhadap Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia51 meskipun kekayaan alam In- donesia berimpah ruah. Sehingga kita sulit maju dan sulit untuk maju menjadi negara yang maju memiliki harga diri lagi bermatabat. Bila kita bongkar sejarah, cita-cita para pendiri bangsa ini serta masyarakat adalah menegakkan harga diri bangsa menjadi negara yang maju dan makmur, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.52 Namun, apa yang terjadi tam- paknya cita-cita yang telah terwujud itu sekarang telah diingkari. Se- bagian di antara kita telah menjadi orang yang “munafik”, sehingga harga diri kita sebagai suatu bangsa seakan-akan telah hilang dan bahkan senang menjadi bangsa yang “didhalimi dan dijajah”.53 Se- cara fisik, kita memang tidak lagi mengalami penjajahan, namun se- cara formal kita mengalami penjajahan dalam bentuk ideologi, eko- nomi, politik, moral, kultur atau sosial budaya.54 Lebih tragis lagi, kita dijajah oleh saudara sebangsa dan setanah air. Hal ini semakin menguatkan tesis Marx, bahwa negara adalah alat penindas kaum lemah dan margina.55

50 Adinda Tenriangke Muchtar, Antonius Wiwan Koban (2010), Menegakkan Hu- kum dan Hak Warga Negara Pers, Buku dan Film. Cetakan pertama November, Freedom Institute dan Friedrich Naumann Stiftung, Menteng-Jakarta, h. vii. 51 Suroso (t.t.), “Bahaya Korupsi Ditinjau dari Akidah, Akhlak dan Syariah serta Solusinya”, Jurnal. Up. MPK Politeknik, Negara Bukit Besar Palembang, h. 12. 52 Miftahuddin (t.t), “Nasionalisme Indonesia: Nasionalisme Pancasila “, Artikel. Ilmu Sejarah, Jurusan Ilmu Sejarah, FISE Universitas Negeri Yogyakarta, h. 1. 53 Miftahuddin (t.t), Ibid., h. 1. 54 Amien Rais mengungkapkan dengan sangat mengesankan bahwa the history repeat again (sejarah kembali terulang) dimana Indonesia telah terperangkap neokolonialisme dan neoimperialisme. Baca M. Amien Rais, Selamatkan Indo- nesia: Agenda Mendesak Bangsa, PPSK Press, Yogyakarta, 2008. 55 Wayu Eko Yudiatmaja (2011), “Ekonomi Pancasila dan Kesejahteraan Rakyat”, Makalah. Makalah yang disampaikan pada Kongres Pancasila III “Harapan, Peluang dan Tantangan Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila” Surabaya, 31 Mei-1 Juni 2011. Pusat Studi Pemerintahan Daerah dan Kebijakan Publik, Universitas Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 69

Oleh karena nya, kita sebagai tunas-tunas dan harapan bang- sa seyogyanya memiliki kesadaran semangat tinggi serta semangat membagi untuk membawa Indonesia menuju negara maju dan mak- mur.56 Negara bisa dikatakan makmur dan maju jika banyak sektor pemasukan bagi kas negara untuk pembangunan. Pemasukan negara yang banyak bisa mensejahterakan rakyat. Semua bisa dilakukan jika pemerintah melakukan inovasi dalam mengatur negara ini. Perdagangan internasional harus dilakukan untuk meningkat- kan kesejahteraan masyarakat di negara-negara yang aktif terlibat di dalamnya.57 Negara yang makmur dan maju adalah negara yang mampu memproduksi lebih banyak dari yang dibutuhkan, sehingga kelebihan hasil produksi bisa diekspor, sehingga dapat menambah kemakmuran negara. Menurut bapak ekonomi Islam Ibn Khaldun mengatakan bahawa melalui perdagangan luar negeri kepuasan ma- syarakat, keuntungan pedagang, dan kekayaan negara semuanya me- ningkat.58 Kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang yang beredar di negara tersebut, tetapi oleh tingkat produksi. Dalam sejarah nusantara pernah muncul negara-negara kera- jaan eksportir. Kerajaan Majapahit dan Demak menjadikan kerajaan tersebut terkenal dengan pengekspor beras59 mampu menghidupi negara-negara Asia Tenggara. Kerajaan Ternate-Tidore di Maluku

Andalas, Padang, Sumatera Barat, h. 2. 56 Salikun, dkk (2014), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pusat Kurikulum dan Pembukuan, Balitbang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BaKe- las VII SMP/MTs, Edisi Revisi, Jakarta, h. 97. 57 Asdi Aulia (2008), “Perdagangan Internasional dan Restrukturisasi Industri TPT di Indonesia”, Jurnal. Jurnal Administrasi Bisnis 2008, Vol. 4 No. 1, FISIP- Unpar, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Parahyanga, h. 53. 58 Farah Kamalia Rusmahafi (2011), “Kontribusi Ekspor-Impor Terhadap Pendapatan Negara Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Empiris Indone- sia dan Arab Saudi)”, Skripsi. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Mu’amalat (Ekonomi Syariah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta, h. 53. 59 Sahid Susanto (2013), “Jatidiri Manusia Indonesia: Keberadaan lahan irigasi sebagai perwujudan karakter bangsa agraris berbasis beras”, Bagian dari buku: Jatidiri Manusia Indonesia Dalam Perspektif Pembentukan Karakter Bangsa. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Gadjah Mada Press, h. 2. Jurnal Syari’ah 70 Vol. II, No. II, Oktober 2014 bisa mengekspor cengkeh sedangkan kerajaan Sunda terkenal akan ekspor ladanya. Sekarang setelah masuk zaman kemerdekaan, bang- sa Indonesia menjadi bangsa importir.60 Tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri, apalagi menyumbangkan sesuatu kepada dunia. Kini banyak barang yang harus diimpor bahkan untuk sesuatu yang seharusnya bisa diproduksi bangsa Indonesia sendiri. Sumber daya manusia (SDM), demografi penduduk Indone- sia sungguh luar merupakan modal yang potensial untuk kemajuan bangsa dan negara.61 Allah s.w.t. memberikan modal dasar berupa 240 juta jiwa penduduk terbesar keempat di dunia. Angkatan produktif jauh lebih besar dan mulai berjalan. Kontribusi tenaga kerja sebagai alat membangun kekayaan suatu bangsa menjadi pertimbangan yang utama di balik suatu kemakmuran dan kekayaan negeri. Jepang berhasil mencapai kemajuan spektakuler dalam pereko- nomian karena ditopang oleh kualitas sumber daya manusia yang menguasai iptek,62 meskipun sumber daya alamnya terbatas, tetapi makmur berkat sumber daya manusianya. Begitu juga dengan Sin- gapura. Tingginya pendapatan perkapita penduduk Singapura ti- dak lain karena kemajuan pengembangan sumber daya manusianya yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern.63 Bukan karena kekayaan SDA-nya. Untuk wewujudkan kemakmuran rakyat dan mengembalikan perekonomian Indonesia seharusnya Indonesia membuka banyak lapangan pekerjaan dan memanfaatkan kelebihan SDM itu sebagai modal kemajuan bangsa di masa depan. Hasil pajak meningkat bisa didapat karena kemakmuran bis- nis dengan pajak yang tidak berlebihan. Tingkat pajak rendah bisa menyebabkan banyaknya tumbuh usaha dibandingkan dengan neg- ara dengan pajak tinggi. Disamping pajak rendah juga perlu diatur

60 Bangkit (2014), “Subsidi BBM untuk Kemakmuran Bangsah”, ITB News. KM- ITB Gelar Diskusi Publik Subsidi BBM untuk Kemakmuran Bangsa, Institut Teknologi Bandung, h. ½. 61 Salikun, dkk (2014), Ibid., h. 96. 62 Samaun Samadikun (2007), Sang Petani Silikon Indonesia. Lembaga Ilmu Penge- tahuan Indonesia (LIPI), LIPI press, Jakarta, h. 171. 63 Profesor Samaun Samadikun (2007), Ibid., h. xIii. Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 71 sistem peraturan pajak yang sederhana dan tidak rumit.64 Sistem pembayaran pajak di Indonesia sangat rumit, sehingga perlu diseder- hanakan agar tidak menghambat iklim investasi. Penyebab para calon entrepreneur tidak memulai berbisnis ialah rumitnya birokrasi dan kepastian hukum yang tegas dan aturan yang jelas. Masalah birokrasi perizinan di Indonesia sangat jauh dari efisien65 dan buruk. Banyak sekali meja yang harus dilewati dalam mengurus administrasi serta membutuhkan waktu yang cu- kup lama dan bertele-tele. Birokrasi di Indonesia secara organisasi terlalu gemuk sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dalam mengurus perizinan tertentu. Meski sudah di- canangkan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), masih banyak pi- hak yang mengeluhkan mengenai perizinan lantaran birokrasi yang terlalu panjang. Mandiri dalam mengelola semua sumber daya alam.66 Pasal 33 UUD 1945 berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-

64 Dina Anggraeni (2010), Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retri- busi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi Em- piris pada Propinsi Bengkulu), Skripsi. Jurusan Akuntansi/Perpajakan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, h. 16. 65 Tulus Tambunan (2006), Iklim Investasi di Indonesia: Masalah, Tantangan dan Po- tensi. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia-Jetro, h. 3. 66 Indonesia sedikitnya memiliki tujuh kekayaan alam yang tidak dimiliki negeri lain diantaranya: Tambang emas kualitas terbaik di dunia dan juga uranium berada di Pulau Burung Papua tepatnya di Tembagapura, Kabupaten Mimika Provinsi Papua. Cadangan gas alam terbesar di dunia diantaranya Natuna dan Blok Cepu, tetapi yang menikmati adalah bangsa lain pengelolanya adalah Exx- on Mobil. Tambang batu bara terbesar di dunia. Kesuburan tanah terbaik di dunia. tidak ada yang meragukan kualitas tanah Negeri Kita yang sangat-sangat subur hampir semua lahan di negeri ini bisa ditanami tumbuhan-tumbuhan apapun. Lautan terluas di dunia dan negara kepulauan terbesar di dunia atau The Largest Archipelago In The World dikelilingi Samudra Pasifik dan Samu- dra Hindia membuat sumber daya laut Indonesia sangat kaya. Ikan, Udang, dan hasil laut lain kita tak perlu diragukan. Hutan tropis terbesar di dunia bahkan semua negara di dunia menyebut Indonesia adalah paru-paru dunia terbesar. Dan tempat wisata eksotis terbesar di dunia seperti gunung Bromo di Probolinggo JawaTimur, lautan eksotis Raja Ampat Papua “pulau dengan seribu pantai”, dan lain-lain. Jurnal Syari’ah 72 Vol. II, No. II, Oktober 2014 besar kemakmuran rakyat”. Kalau mengikuti bunyi pasal itu harusnya kekayaan alam Indo- nesia dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Memanfaatkan kekayaan laut untuk menjadi negara maju. Se- bagai negeri maritim, Indonesia memiliki potensi kekayaan laut ter- besar.67 Kita harus melakukan reorientasi pembangunan, dari yang selama ini berbasis daratan (land-based development) ke berbasis lautan dan kepulauan (ocean and archipelagic-based development). Pembangunan berbasis lautan dan kepulauan tidak berarti menegasi- kan pembangunan di darat. Sebaliknya, justru menyinergikan antara pembangunan di wilayah darat dan laut. Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara-negara berkembang harus menyadari bahwa masa depan mereka terkait dengan kemampuan menguasai ilmu pengetahun dan teknologi.68 Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor yang sangat penting dalam menopang kemajuan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan. Militer yang kuat, sebuah negara mempunyai “posisi tawar” yang juga kuat.69 Makmur saja belum cukup bagi suatu bangsa bila tidak disertai rasa aman. Tanpa diimbangi kekuatan militer, neg- ara takkan mampu menjaga tanah tumpah darah dan melindungi segenap bangsanya. Itu sebabnya, negara-negara maju membangun kekuatan militernya lewat pengembangan industri dalam negeri. Pemimpin berkualitas. Indonesia masih menanti-nantikan hadirnya sosok pemimpin yang visioner: memiliki visi kebangsaan dan kerakyatan, yakni pemimpin yang tidak hanya memiliki intele- ktualitas, integritas, dan jujur, melainkan juga berpihak terhadap

67 Adirini Pujayanti (t.t.), Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan In- donesia. Sebagai negeri maritim, Indonesia memiliki potensi kekayaan dari laut Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, h. 3. 68 Prayoto (t.t.), “Peranan Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan IPTEK”, Maka- lah. Seminar Nasional Dies Natalis ke-45 UGM, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, h. 2. 69 Rudianto Handojo (2013),”Membangun Pertahanan”, Jurnal. Jurnal Engineer Monthly , No. 67 November 2013, Jakarta, h. 2. Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 73 kepentingan rakyat, serta cita-cita bangsa dan negara.70 Pemimpin- pemimpin yang seperti inilah yang diyakini akan mampu menghasil- kan kemandirian bangsa di tengah dinamika global yang semakin kompetitif. Dan yang terakhir bangsa Indonesia harus menggunakan jati dirinya sendiri untuk dapat menjadi negara yang maju.71 Tidak perlu terlalu meniru cara-cara bangsa lain yang tidak cocok dengan kara- kter bangsa kita. Kita bisa ambil yang terbaik dari setiap bangsa di dunia yang bisa memakmurkan negeri kita tapi tentu jangan sampai mengorbankan nilai-nilai agama dan budaya sendiri. Syarat untuk menjadi maju semua tersedia, di antaranya kekayaan alam, penduduk yang besar, infrastruktur, dan lain sebagainya. Perpaduan kekayaan alam dan keunggulan pengetahuan teknologi serta semangat untuk maju, akan bersinergi mengantarkan Indonesia menjadi negara yang makmur dan maju.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an Adhayanto, Oksep (2011), “Khilafah Dalam Sistem Pemerintahan Islam”, Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Vol. 1, No. 1, 2011. Anggraeni, Dina (2010), Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Dae- rah dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi Empiris pada Propinsi Bengkulu), Skripsi. Jurusan Akuntansi/Perpajakan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatul- lah, Jakarta. Angkat, Ismail (2013), “Budaya Politik Emha Ai-

70 Executive Summary Seminar Nasional (2008), “Masalah Kepemimpinan, De- mokratisasi dan Kebangsaan di Indonesia”, Seminar Nasional XXIII Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). 11-12 November 2008, Makassar, h. 1. 71 Soz Gumilar Rusliwa Somantri (2010), “Jati Diri Bangsa” Makalah Seminar. Seminar Etnopedagogik dan Pengembangan Budaya Sunda 23 September 2010, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Budaya Sunda, Sekolah Pascasar- jana UPI, h. 2. Jurnal Syari’ah 74 Vol. II, No. II, Oktober 2014

nun Nadjib dalam Meretas Keberagaman Agama di Indonesia”, Skripsi­. Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Univer- sitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Aulia, Asdi (2008), “Perdagangan Internasional dan Restrukturisasi Industri TPT di Indonesia”, Jurnal. Jurnal Administrasi Bisnis 2008, Vol. 4 No. 1, FISIP-Unpar, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Parahyanga. Azhima, A Fauzan (2011), “Keberhasilan Gerakan Zapatistan di Me- ksiko (1994-2009): Analisa Keterhubungan dengan Masyarakat Sipil Global”, Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, De- partemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia. Bahasa, Pusat (2008), Kamus Bahasa Indonesia. Departemen Pendidi- kan Nasional, Republik Indonesia, Jakarta. Bangkit (2014), “Subsidi BBM untuk Kemakmuran Bangsah”, ITB News. KM-ITB Gelar Diskusi Publik Subsidi BBM untuk Ke- makmuran Bangsa, Institut Teknologi Bandung. Data Potensi Unggulan Daerah Kabupaten Sragen, Biro Humas Provinsi Jawa Tengah.

Dkk, Andi Fahmi Lubis (2009), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenar- beit (GTZ) Gmbh, Jakarta, Indonesia. Dkk, Salikun, (2014), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pusat Kurikulum dan Pembukuan, Balitbang, Kementerian Pen- didikan dan Kebudayaan, BaKelas VII SMP/MTs, Edisi Revisi, Jakarta. Habibie, Bacharuddin Jusuf (2014), IPTEK sebagai Arus Utama Poli- tik Negara. Ceramah disampaikan pada Musyawarah Perenca- naan Nasional (Musrennas) IPTEK, Jakarta 8 Agustus 2014. Jindan, Khalid Ibrahim (1994), Teori Pemerintahan Islam menurut Ibnu Taimiyah. Terj. Mufid, Rineka Cipta, Jakarta. Kangmas (2013), Sejarah Freeport (gunung emas yang dirampok secara terbuka). Kangmas WordPress. Khan, Qamaruddin (1995), Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah. Alih ba- hasa Anas Mahyudin, cetakan ke-II, Penerbit Pustaka, Bandung. Koban, Adinda Tenriangke Muchtar, Antonius Wiwan (2010), Men- Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 75

egakkan Hukum dan Hak Warga Negara Pers, Buku dan Film. Ce- takan pertama November, Freedom Institute dan Friedrich Nau- mann Stiftung, Menteng-Jakarta. Kushantara, Waryono (t.t.), “Politik Luar Negeri Indonesia dalam Upaya Mewujudkan Ketahanan Nasional dan Ketahanan Re- gional”, Tesis. Deskripsi Dokumen, Perpustakaan Universitas Indonesia, Jakarta. Lionardo, Andries (2007), ”Pelayanan Publik: Solusi atau Kolusi”, Sriwijaya Post, Opini. Selasa, 26 Juni 2007. Mariyam, Siti (2007), “Pergeseran Kebijakan dalam Pelayanan Pub- lik Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Dalam Perspektif Hukum dan Kebijaksanaan Publik)”, Tesis. Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Miftahuddin (t.t), “Nasionalisme Indonesia: Nasionalisme Pancasila “, Artikel. Ilmu Sejarah, Jurusan Ilmu Sejarah, FISE Universitas Negeri Yogyakarta. Muhtad, Fauzi Al- (t.t.), “Konsep Negara Hukum Dalam Perspektif Piagam Madinah”, Madani. Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS), Kebumen. Mukti, Nanang Abdul (2009), “Khilafah Dalam Perspektif Abu Al- A’la Al-Maududi Dan Hasan Al-Banna”, Skripsi. Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Neg- eri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Munawar, Dungtji (2013), Memahami Pengertian dan Kebijakan Subsidi dalam APBN. Widyaiswara Utama BDK Cimahi, Kemenkeu. My Blog, Kurangnya Penghargaan Terhadap Orang-orang Berprestasi di In- donesia. http://wahyufisipuns.blogspot.com/2014/02/kurang- nya-penghargaan-terhadap-orang.html. Na’a, Gede Pantja Astawa dan Suprin (2009), Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara. Refika Aditama, Bandung. Nugroho, Hanan (2005), “Apakah persoalan pada subsidi BBM? Tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi nasional, dan pembangunan infrastruktur energi”, Jurnal. Perencanaan Pembangunan Edisi 02, Tahun X, 2005, Perencanaan bidang energi Bappenas. Parikesit, Rio Admiral (2013), Menelusuri Kekayaan Indonesia Melalui Jurnal Syari’ah 76 Vol. II, No. II, Oktober 2014

Arsip. Bagian Hukum dan Perundang-undangan - Arsip Nasion- al Republik Indonesia. Samantho, Ahmad Yanuana (2012), Se- lama Kekayaan Alam Dirampok Asing Indonesia Akan Terus Miskin. Bayt al-Hikmah Institute, Research and Development Center for Philosophy, Science, Civilizations and Spiritualism. Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang (2011), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011- 2025. Cetakan pertama, Kementerian Koordinator Bidang Per- ekonomian, Jakarta. Ragawino, Bewa (2007), Hukum Tata Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, Bandung. Rastika, Icha (2014), “JK:Jokowi Siap Tak Populer Umumkan Harga BBM Naik”, Kompas. Harian Kompas, Selasa 18 November 2014, Jakarta. RI, MPR (2011), Amandemen UUD 1945 Plus Atlas Berwarna. Cetakan pertama, Penerbit Pustaka Yustisia, Slemen Yogyakarta. Rusmahafi, Farah Kamalia (2011), “Kontribusi Ekspor-Impor Terha- dap Pendapatan Negara Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Empiris Indonesia dan Arab Saudi)”, Skripsi. Konsentrasi Per- bankan Syariah, Program Studi Mu’amalat (Ekonomi Syariah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta. Samadikun, Samaun (2007), Sang Petani Silikon Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LIPI press, Jakarta. Suranegara (2014), “Emas Papua: Tiga Ton/ Tiap orang rakyat Indo- nesia”, Artikel. Sidang Istimewa MPRS 2014. Suroso (2009), “Persepsi Siswa Terhadap Perpustakaan dalam Menunjang Proses Belajar Mengajar SD 3 Kadipiro Kabupaten Bantul Yogyakarta”, Skripsi. Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogya- karta. Suroso (t.t.), “Bahaya Korupsi Ditinjau dari Akidah, Akhlak dan Sya- riah serta Solusinya”, Jurnal. Up. MPK Politeknik, Negara Bukit Besar Palembang. Surveillance, Economic Surveys and Country (OEDC) (2012), “Survei OEDC Perekonomian Indonesia”, Do- kumen. OEDC, September 2012. Susanto, Sahid (2013), “Jatidiri Manusia Indonesia: Keberadaan la- Muamalah Negara Terhadap Sumber Daya Alam ... Hansen Rusliani, S.Th.I, M.Sh.Ec 77

han irigasi sebagai perwujudan karakter bangsa agraris berbasis beras”, Bagian dari buku: Jatidiri Manusia Indonesia Dalam Perspe- ktif Pembentukan Karakter Bangsa. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Gadjah Mada Press. Statistik, Badan Pusat (2014), “Perkembangan Indeks Harga Perda- gangan Besar”, Berita Resmi Statistik. Berita Resmi Statistik No. 15/02/Th. XVII, 3 Februari 2014. Nusantara, Energi (2013), “Pengurangan Subsidi BBM dan Alokasi untuk Investasi Infra- struktur Energi”, Diskusi Publik. ”Dinner Talk” Energi Nusan- tara, Kamis, 27 Juni 2013, Jakarta. Tbk, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) (2013), “Refleksi Seman- gat Perjuangan dan Idealisme Pendiri Bangsa dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Strategis Indonesia – Gas Bumi”, Sajian Utama. PGN Inside, Edisi Khusus 59. Tegela, Sinthya (2011), “Suatu Analisis China-India (Chindia) Seb- agai Kawasan Maju di Asia”, Skripsi. Jurusan Hubungan Interna- sional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Has- sanuddin, Makassar. Prayoto (t.t.), “Peranan Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan IPTEK”, Makalah. Seminar Nasional Dies Natalis ke-45 UGM, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pujayanti, Adirini (t.t.), Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Ke- amanan Indonesia. Sebagai negeri maritim, Indonesia memiliki potensi kekayaan dari laut Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI. Yudiatmaja, Wayu Eko (2011), “Ekonomi Pancasila dan Kesejahter- aan Rakyat”, Makalah. Makalah yang disampaikan pada Kongres Pancasila III “Harapan, Peluang dan Tantangan Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila” Surabaya, 31 Mei-1 Juni 2011. Pusat Studi Pemerintahan Daerah dan Kebijakan Publik, Universitas Anda- las, Padang, Sumatera Barat.

Tas’ir al-Jabari (Penetapan Harga oleh ­Negara) Dalam Koridor Fiqh Dengan Mempertimbangkan Realitas Ekonomi

Qusthoniah

Abstrak The market is an economic indicator of a country. In the concept of a modern economic, market mechanism is largely determined by supply and demand. But long time ago the classical moslem scholars such as , Yahya ibn Umar, Al-Ghazali, Ibn Taymiyya and Ibn Khaldun had voiced several factors that help forming a market mechanism, and also about the government policy in order to mar- ket intervention and price regulation. In the normal economic cir- cumstances, the government is not justified to interfere to determine prices and affect the market mechanism. But when the monopoly practices (ihtikar), hoarding (iktinaz), political dum – ping (siyasah al- ighraq), and various fraud committed by marketeer, the government is proposed to control the prices in order to achieve the benefit of the people. This article compara-tively tries to observe the past opinions of Moslem economists about market behavior in accordance with the sharia and the creation of price stability. Keywords: market mechanism, intervention, price regulation, ­pricing, ­fair price.

Pendahuluan Kegiatan ekonomi yang banyak digeluti masyarakat sejak za- man dulu hingga kini adalah bidang perdagangan. Aktivitas dagang merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bah- kan, Rasulullah Saw pernah menyatakan dalam hadis shahih bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang. Itu artinya bisnis dagang menguasai 90% pangsa ekonomi dunia. Perdagangan merupakan kolaborasi aktivitas penjual dan pem- beli yang umumnya dilakukan di pasar dengan segenap bentuknya, baik pasar tradisional maupun modern, pasar nyata maupun maya, pasar konvensional maupun syari’ah. Pasar adalah jantung pereko- nomian bangsa. Maju mundurnya perekonomian sangat bergantung ال يبيع حاضر لباد ، دعوا الناس يرزق اهلل بعضهم من بعض أن يسعر اإلمام سعرأ ويجبرهم على الﺗبايع به Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... 79أن يأمر Qusthoniahالسلطان أهل السوﻖ أن ال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر معلوم لمصلحة تحد يد الحاكم السوﻖ لبايع المأكول -إِنََّمَاden الْبَيْعُ sesuai عَنْ yang ﺗَرَاضkepada kondisi pasar. Agar pasar bergerak pada jalurٍ gan fitrahnya, al-Quran dan hadis memberikan beberapa garis pan- يَاأَيَُّهَا rangka الََّذِينَ dalam ءَامَنُوا الَ main ﺗَأْكُلُوا aturan أَمْوَالَكُمatauْ بَيْنَكُمْ rambu بِالْبَاطِلِ sebagaiإِالََّ أَنْ ﺗَكُونَ berfungsi ﺗِجَارَةyangً عَنْ duan -ﺗَرَاضkepentٍ مِنْكُمmenegakkan kepentingan semua pihak, berdiri di atas segalaْ ingan, baik individu serta kelompok. Pengelolaan pasar yang sesuai dengan kehendak syari’ah meru- ﺗصرفlahan اإلمام membuka على yang الرعية منوط muamalah بالمصلحةpakan bagian dari aplikasi bidang -إنماpen أنﺕ مضار ,pelaksana) رواﻩ ,kebijakan البﺨارﻯ ومسلم pengambilعن أبى para سعيدluas bagi الﺨدرﻯ( ijtihad sangat gawas dan para mujtahid iqtishad (ekonomi), sesuai dengan kaidah مطل الغني ﻆلم )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم واحمد بن حنبل وابو داود(:ushul fiqh األصل في المعامالﺕ اإلباحة إال أن يدل دليل على ﺗحريمها “Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Berdasarkan2. Akadkaidah wakalah di atas, untuk jelaslah beli bahwa barang Islam memberi- kan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan akti- fitas ekonomi. Namun,1. Negosiasi Islam mempunyai & persyaratan prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem perdagangan yaitu harus terbebas dari unsur dharar (bahaya),Bank jahalah (ketidakjelasan) dan zhulmNasabah (merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Dagang juga harus terbebas dari unsur MAGHRIB, singkatan3. Akad jualdari bMaysireli (judi), Aniaya (zhulm), Gharar (penipuan), Haram, Riba (bunga), Iktinaz (menimbun ba- rang) atau Ihtikar (monopoli), dan Bathil. Bahkan pemerintah pun perlu berhati-hati dalam4. menetapkan Bayar secara kebijakan cicil yang bersifat inter- vensi maupun regulasi harga di pasaran, karena akan menimbulkan efek multiplier terhadap perkembangan ekonomi negara. Persoalan mekanisme harga termasuk topik inti yang banyak mempengaruhi pergerakan supply dan demand di pasar. Secara teo- ritis, keseimbangan dalam supply dan demand sangat dibutuhkan untuk menjaga kestabilan ekonomi. Surplus supply dapat merugikan produsen karena barangnya tidak terserap oleh pasar. Sebaliknya, de- mand berlebih tanpa diiringi produksi yang memadai akan mendo- rong peningkatan harga, dan bila terus berlanjut akan mengurangi kesejahteraan masyarakat sebagai konsumen. Adam Smith melalui karya the Wealth of Nation, mengungkap- kan bahwa sistem pasar yang paling tepat adalah mekanisme pasar Jurnal Syari’ah 80 Vol. II, No. II, Oktober 2014 bebas. Pemerintah tidak mempunyai wewenang untuk mengatur pas- ar. Biarkan pasar berjalan, dan akan ada suatu invisible hand (tangan tak terlihat) yang mengarahkan pada keseimbangan. Teori ini diten- tang keras oleh Karl Max yang menyebutkan bahwa sistem liberal merupakan proses pemiskinan dan proletarisasi massa oleh kaum borjouis lewat transfer nilai surplus produksi (teori surplus values). Dalam karyanya, The Communist Manifesto, ia memasukkan sepuluh program untuk mewujudkan keadilan ekonomi yang semuanya men- garah kepada sentralisasi properti di tangan negara dan kesetaraan seluruh warganegara. Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect competition). Tapi bukan berarti kebebasan itu berlaku mutlak, namun kebebasan yang dibungkus oleh frame syari’ah. Islam mengedepankan transaksi jual-beli yang terjadi secara sukarela (‘an taradhin minkum/mutual goodwill) sesuai petunjuk al-Qur’an Teks Arabsurat Jurnalal-Nisa’ Syariah ayat 29. Oktober Kebebasan 2014 bersaing dan menentukan harga di pasaran kian dipertegas dengan adanya laran- -ri الصح hadisما يجتمعdalam ركن و disebutkanشرط gan tas’ir (penetapan harga) seperti yang wayat Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majjah dan al-Syaukani sebagai الباطل ما ال يجتمع ركن و شرط :berikut حدثنا عثمان بن أبي شيبة حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة أخبرنا ثابت عن أنس بن مالك وقتادة وحميد عن أنس قال الناس يا رسول اهلل غال السعر فسعر لنا فقال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم : إن اهلل هو المسعر القابض الباسط الرازق وإني ألرجو أن ألقى اهلل وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دم وال مال الﺗسعيرOrang-orang berkata: “Wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah“ harga untuk kami!” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah dan السعر ,yang mematok harga, yang menyempitkan dan yang melapangkan rizki aku sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorangpun هو dalam ﺗحديد حاكم kezhaliman-punالسوق لبائع suatu المأكولdengan فيه قدراً kepadaku للمبيع menuntut بدرهم yang معلوم dari kalian أن يأمر الوالى السوقة أن اليبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذا ”.darah dan harta Islam memang tidak melarang individu maupun kelompok -التسعيرSebera أن يسعر .dilakukan اإلمام yang أو نائبه على perniagaan الناسdari سعراً keuntungan ويجبرهم على meraup ­التبايع بهuntuk pa besar kadar keuntungan yang dibenarkan juga menjadi polemik هو dalamأن يأمرyang baku السلطان أوbatas نوابهpagu أو ada كل منtidak ولى diakuiمن أمور meskipun المسلمين أمراً ,tersendiri أهل السوق أال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذا فينمع من الزيادة عليه أو النقصان لمصلحة هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً أهل السوق أال يبيعوا السلع إال بسعر كذا فينمعوا من الزيادة عليه حتى ال يغلوا األسعار أو النقصان عنه حتى ال يضاربوا غيرهم، أي ينمعون من الزيادة أوالنقص عن السعر لمصلحة الناس غال المسعر القابط الباسط الرزأﻖ وإنى ألرجو ان ألقى هلل وليس أحد يطلبنى بمظلمة فى دم وال مال )رواﻩ البخارﻯ ومسلم وأبو داود وابن ماجه والترمذﻯ واحمد بن حنبل وابن حبان عن السعر فقال الناس يارسول هلل غال السعر فسعرلنا فقال رسول هلل صلى هلل عليه وسلم أن هلل هو أنس بن مالك( Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 81 penentuan besaran keuntungan. Persoalan segera timbul ketika keuntungan yang diharapkan berbanding jauh dengan kemampuan daya beli mayarakat. Mekanisme pasar memang memiliki kemam- puan mengatur dirinya sendiri dalam mencapai keseimbangan serta titik temu harga jual dan beli. Namun bukan berarti mekanisme yang sudah built-in itu bebas dari gangguan perilaku peniaga yang memiliki motif mencari untung sebesar-besarnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Berbagai cara bisa dilakukan, mulai dari prak- tik monopoli, kartel, menimbun barang, memalsukan produk, hing- ga transaksi black market. Dalam menghadapi problematika semacam ini, tentu diperlu- kan sentuhan intervensi, pengawasan (al-hisbah) dan regulasi dalam batas-batas yang wajar sehinga akan menjaga harga yang adil dan tingkat laba yang saling menguntungkan serta diterima oleh pasar. Sejauhmana toleransi intervensi dan regulasi harga dalam pandan- gan tokoh-tokoh ekonom muslim menjadi fokus kajian dalam tu- lisan ini. Namun, seiring dengan bayaknya jumlah pemikir ekonom muslim, maka tulisan ini membatasi pada pandangan beberapa to- koh saja yang memiliki pandangan signifikan tentang format pasar Islami dan teori keseimbangan harga, dengan mengedepankan sisi komparasi pemikiran para tokoh seperti Abu Yusuf (731-798), Yahya bin Umar, Al-Ghazali (1058-1111), Ibnu Taymiyah (1263-1328) dan Ibnu Khaldun (1332-1404) yang mewakili era dan wilayah berbeda. Tentu saja jauh dari maksud mengesampingkan sumbangsih pemiki- ran ekonom muslim lainnya dengan sejumlah karya fenomenal mer- eka seperti Abu Ubaid dengan Kitab al-Amwal, Al-Syaibani dengan kitab al-Kasb, Al-Mawardi dengan kitab al-Ahkam as-Sulthaniyah, dan sebagainya. Perekonomian merupakan salah satu soko guru kehidupan negara. Perekonomian negara yang kokoh akan mampu menjamin kesejahteraan dan kemampuan rakyat. Salah satu penunjang pereko- nomian negara adalah kesehatan pasar, baik pasar barang jasa, pasar uang maupun pasar tenaga kerja. Kesehatan pasar, sangat tergantung pada makanisme pasar yang mampu menciptakan tingkat harga yang seimbang, yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat. Apabila kondisi ini dalam keadaan wajar dan normal –tanpa ada pelanggaran, monopoli Jurnal Syari’ah 82 Vol. II, No. II, Oktober 2014

misalnya– maka harga akan stabil, namun apabila terjadi persaingan yang tidak fair, maka keseimbangan harga akan terganggu dan yang pada akhirnya mengganggu hak rakyat secara umum. Dalam Islam, kebebasan ekonomi (mu’amalah) diatur sedemiki- an rupa. Islam melarang segala bentuk pemerasan, baik di pihak pro- dusen maupun konsumen. Ini menunjukkan bahwa ekonomi Islam merujuk kepada suatu kondisi ekonomi yang bebas dari spekulasi dan penimbunan barang yang merugikan konsumen. Ekonomi Is- lam menawarkan keseimbangan antara kepentingan individu den- gan kepentingan masyarakat serta mendorong seseorang untuk ber- aktifitas dengan baik tanpa merugikan kepentingan orang lain. Tas’ir al-Jabari (campur tangan pemerintah dalam persoalan harga) merupakan cara untuk mengatasi terjadinya ketidakseimban- gan dan kesewenangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak mau memperhatikan kemaslahatan orang lain. Teks Arab Jurnal Syariah Oktober 2014 Pemerintah Islam, sejak Rasulullah SAW di Madinah concern Tekspada Arab masalah Jurnal keseimbangan Syariah Oktober harga 2014 ini, terutama pada bagaimana dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana الصح ما negara يجتمع peranركن و شرط -ulama berbeda pan الصح ماPara يجتمع .harga ركن و شرط mengatasi masalah ketidakstabilan -boleh tidaknya negara menetapkan harga. Masing الباطل ما الmengenai يجتمعdapat ركن و شرط .dan interpretasi الباطل ماhukum ال dasar يجتمع ركن memilikiو ini شرط masing golongan ulama pendapat para ulama tersebut, maka penulis حدثناperbedaan عثمان بن Berdasarkanأبي شيبة حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة أخبرنا ثابت -tentang Tas’ir al حدثناjauh عثمانlebih بن أبي mengkaji شيبة dan حدثنا عفان menelitiعن حدثنا أنس untuk بنحماد مبن الك tertarikسلمة وقتادة وأخبرنا حميد عنثابت أنس قال الناس يا رسول اهلل غال -Fiqh Dengan Mem عن أنسKoridor بن مDalam الك وقتادة(Negara وحميدOleh عن السعرHarga أنس فسعرقال لناPenetapan) الناس فقال يا Jabariرسول رسول اهلل اهلل صلىغال اهلل عليه وسلم : إن اهلل هو المسعر pertimbangkan Realitas Ekonomi. السعر فسعر لنا فقال رسول اهلل صلى اهلل القابض عليه الباسط وسلم : إن الرازق اهلل وإني هو ألرجو المسعر أن ألقى اهلل وليس أحد منكم يطلبني القابض الباسط الرازق وإني ألرجو أن ألقى اهلل وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دم وال Pengertianمال بمظلمة في دم وال مال tas’ir berasal dari kata sa’ara-yas’aru-sa’ran yang artinya الﺗسعير Kata seakar dengan ( الﺗسعير) menyalakan. Secara etimologi kata at-tas’ir -harga) yang berarti penetapan harga. Kata as = السعر ) kata as-si’r di pasar) sebagai) السعر si’r ini digunakan di pasar untuk menyebut harga aktivitas penyalaan api, seakan menyalakan هو terhadap ﺗحديد حاكم penyerupaanالسوق لبائع المأكول فيه قدراً للمبيع بدرهم معلوم -a tasîran, arti هو asy-syay ﺗحديد sa’arat حاكم السوق ,Dikatakanلبائع المأكول.sesuatu فيه bagi قدراً (harga)للمبيع nilaiبدرهم معلوم أن يأمر الوالى السوقة أن اليبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذا -berhenti tawar أن titik يأمر الوالى merupakan السوقة yangأن sesuatu اليبيعوا harga أمتعتهم إال بسعر menetapkan كذاnya Jika dikatakan, as’arû wa sa’arû, artinya mereka telahالتسعير أن1 يسعر .menawarاإلمام أو نائبه على الناس سعراً ويجبرهم على التبايع به التسعير أن يسعر اإلمام أو نائبه على الناس سعراً ويجبرهم على التبايع به -Juz I, Dar al-Fikr al-Mu’ashirah-Dar al-Fikr, Beirut-Dam , هو At-Ta’ârifأن يأمر ,Al-Minawi 1السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو أهلكل من السوق ولى أالمن أمور يبيعوا أمتعتهمالمسلمين إال أمراً بسعر كذا فينمع من الزيادة عليه أو أهل السوق أال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذاالنقصان فينمع لمصلحةمن الزيادة عليه أو النقصان لمصلحة هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كلأهل من السوق ولى أالمن أموريبيعوا السلع المسلمين إال أمراً بسعر كذا فينمعوا من الزيادة عليه حتى أهل السوق أال يبيعوا السلع إال ال بسعر كذايغلوا فينمعوا األسعار من أو الزيادة النقصان عليه عنه حتى حتى ال يضاربوا غيرهم، أي ينمعون ال يغلوا األسعار أو النقصان عنه حتى من ال الزيادة أويضاربوا النقص غيرهم،عن أي السعر ينمعون لمصلحة الناس من الزيادة أوالنقص عن السعر لمصلحة الناس غال المسعر القابط الباسط الرزأﻖ وإنى ألرجو ان ألقى هلل وليس أحد غال المسعر القابط الباسط الرزأﻖ وإنى يطلبنى ألرجو بمظلمةان فى ألقى دم هلل وال وليسمال )أحد رواﻩ البخارﻯ ومسلم وأبو داود وابن يطلبنى بمظلمة فى دم وال مال )رواﻩ ماجه البخارﻯ والترمذﻯ ومسلم واحمدوأبو بن داود حنبلوابن وابن حبان عن السعر فقال الناس ماجه والترمذﻯ واحمد بن حنبل وابن يارسول حبانهلل عنغال السعرالسعر فقال فسعرلنا الناسفقال رسول هلل صلى هلل عليه وسلم أن هلل يارسول هلل غال السعر فسعرلنا فقال هو رسول أنس هلل بن صلى مالك(هلل عليه وسلم أن هلل هو أنس بن مالك( Teks Arab Jurnal Syariah Oktober 2014

الصح ما يجتمع ركن و شرط الباطل ما ال يجتمع ركن و شرط Teks Arab Jurnal Syariah Oktober 2014 حدثنا عثمان بن أبي شيبة حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة أخبرنا ثابت عن الصح ... ماأنس بن ميجتمع(Negara الك Olehركن و وقتادة Hargaو شرطحميد عن Penetapan)أنس قال Al-Jabari الناس Tas’irيا رسول اهلل غال 83 السعر الباطل فسعر ما اللنا فقالQusthoniah يجتمع 2014 رسول ركن و اهلل Oktober شرطصلى Syariah اهلل Jurnalعليه وسلمArab : إن Teksاهلل هو المسعر القابض الباسط الرازق وإني ألرجو أن ألقى اهلل وليس أحد منكم يطلبني حدثناالصح ما عثمان يجتمعبن أبيركن و شيبة شرطحدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة أخبرنا ثابت بمظلمة في دم وال مال عن secara أنس tas‘îrبن م,itu الك karenaوقتادة وحميدOleh 2عن أنس .tertentu قال hargaالناس يا suatu رسولatas اهلل غال bersepakat الباطل ما 3ال يجتمع ركن و شرط السعر فسعرالﺗسعير لنا فقال .(harga 2014 رسول اهلل Oktober صلى Syariah اهلل Jurnal (penetapan/penentuanعليه as-si‘ri وسلمArab : إن Tekstaqdîr اهلل هو berarti المسعر bahasa -حدثنا penger عثمان بن beberapa أبي شيبة terdapat حدثنا ,syariah عفان حدثنا pengertian حماد بن menurut سلمة أخبرنا Adapunثابت الصحالسعر القابض ما الباسط يجتمع الرازق ركن و وإني شرط:(Malikiyah ألرجو أنulama) ألقى Irfah اهلل Ibnu وليس Imam أحد منكم Menurut يطلبني .tian عن بمظلمة أنسفي بندم موالالك مالوقتادة وحميد عن أنس قال الناس يا رسول اهلل غال السعر هو الباطل فسعر ماﺗحديد اللنا حاكم فقال يجتمع رسولالسوق ركن و لبائع اهلل شرطالمأكوصلى ل فيه اهلل قدراً عليه للمبيعوسلم : إن بدرهم اهلل هومعلوم المسعر الﺗسعير -أن di يأمر yangالقابض الباسط الوالى dagangan الرازق السوقة أن barangوإني untukاليبيعوا ألرجو أن أمتعتهمtertentu ألقى إال hargaاهلل بسعر كذوليسا penetapanأحد منكم adalah يطلبني Tas’ir“ -dir حدثنا sejumlahعثمان بن denganأبي شيبةdi pasar حدثنا عفان makanan حدثنا penjual حماد بن kepada سلمة penguasaأخبر نا ثابت lakukan بمظلمةالسعر في دم وال مال عن التسعير أنسأن بن ميسعر الك اإلمام وقتادة أو وحميد نائبه عن على أنس الناس قال سعراً الناس يا 4ويجبرهم رسول على اهلل ”.tertentu التبايع غال بهham السعر هو فسعرالﺗسعير ﺗحديد لنا حاكم فقال :(Syafi’iyah رسولالسوق ulama)لبائع اهلل المأكوصلى ل Al-Anshariفيه اهلل قدراً عليه Zakariya للمبيعوسلم : إن Syaikh بدرهم اهلل هومعلوم Menurutالمسعر هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً القابض الباسط الرازق وإني ألرجو أن ألقى اهلل وليس أحد منكم يطلبني أن أهل يأمرالسعر السوق الوالى أال السوقة يبيعوا أن أمتعتهم اليبيعوا إال بسأمتعتهمعر إالكذا بسعرفينمع كذامن الزيادة عليه أو بمظلمة في دم وال مال هو التسعيرmereka النقصان أنﺗحديد agar حاكميسعر لمصلحةpasar السوق اإلمام pelaku أو لبائع نائبه kepada المأكولعلى فيه الناس (penguasa)قدراً سعراwaliً للمبيع بدرهمperintahويجبرهم علىمعلوم adalah التبايع بهTas’ir“ 5الﺗسعير ”.tidak menjual barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu أن هو يأمر أن الوالىيأمر السوقة السلطان أن أو نوابه:(Hanabilah اليبيعوا أو كل ulama) أمتعتهم من إال ولى Al-Bahutiمن بسعر كذاأمورImam المسلمين Menurutأمراً أهل السعر السوق أال يبيعوا السلع إال بسعر كذا فينمعوا من الزيادة عليه حتى أهل التسعير السوقأن أال يسعر يبيعوا اإلمام أو أمتعتهم نائبه إال على بسعر الناس كذا سعراً فينمع من ويجبرهم الزيادةعلى عليه التبايع أو به ال يغلوا األسعار أو النقصان عنه حتى ال يضاربوا غيرهم، أي ينمعون هو wakilnyaالنقصان ﺗحديد atau حاكم لمصلحة السوق (Khalifah) لبائع Imam المأكوolehل فيه harga قدراً suatu للمبيع بدرهم penetapan معلومTas’ir adalah“ هومن أن الزيادة يأمر أوالنقص السلطان عنأو نوابهالسعر أو كل لمصلحة من الناسولى من أمور المسلمين أمراً أن هو يأمرharga أن pada الوالىيأمر beli السوقة السلطانberjual أن أو untuk نوابه اليبيعوا أو mereka كل أمتعتهم من إال memaksa ولى منبسعر Imam كذاأمورdan المسلمين masyarakat أمراً atas أهل السوق أال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذا فينمع من الزيادة 6عليه أو ”.itu أهل غال السوق المسعرأال القابط يبيعوا السلعالباسط إال الرزأﻖ بسعر وإنىكذا ألرجوفينمعوا ان من ألقى هللالزيادة عليهوليس حتىأحد التسعير النقصان أن يسعر لمصلحة اإلمام أو نائبه على :الناس سعراً Imam Syaukani ويجبرهم على Menurutالتبايع به ال يغلوايطلبنى األسعاربمظلمة أوفى دم والالنقصان مالعنه )حتىرواﻩ ال البخارﻯ يضاربوا ومسلم غيرهم،وأبو أي داود ينمعونوابن هومن ماجهأن الزيادة يأمر أووالترمذﻯ النقص السلطان واحمدعنأو بن نوابهالسعر أوحنبل كل لمصلحةوابن من الناسولىحبان من عن أمور السعر فقال المسلمين أمراًالناس أهل يارسولالسوق هلل أالأال غال يبيعوايبيعوا السعر السلع أمتعتهم فسعرلناإال إال فقال بسعربس عركذا رسول كذاهلل فينمعوا فينمعصلى من هللمن عليه الزيادة الزيادة وسلمعليه عليهأن حتىأوهلل غال المسعر القابط الباسط الرزأﻖ وإنى ألرجو ان ألقى هلل وليس أحد ال هو يغلوا أنسالنقصان بن األسعار مالكلمصلحة(أو النقصان عنه حتى ال يضاربوا غيرهم، أي ينمعون منyang يطلبنى saja الزيادة أوsiapa بمظلمة فىatauالنقص دم عن وال wakilnya السعر مال )para رواﻩ atauلمصلحة الناسالبخارﻯ penguasa ومسلم perintah وأبو داودadalah وابن Tas’ir“ هو tidakماجه أن يأمرmereka والترمذﻯagar السلطان pasarواحمدأو بن نوابهpelaku أوحنبل كل kepada وابنمن ولىحبان muslimin من عن kaum أمور السعر urusan فقال المسلمين أمراًالناس mengatur - أهل dilaغال يارسولالسوقdan هلل المسعرأال غال tertentu القابط يبيعوا السعر harga السلعالباسط فسعرلناdenganإال الرزأﻖفقال بسعر kecuali وإنىكذا رسول هلل mereka ألرجوفينمعوا صلىان من هلل daganganألقى عليههلل الزيادة barang وسلمعليه وليس أن حتىأحدهلل menjual ال هو يغلوايطلبنى أنس بن األسعاربمظلمة مالك(أوفى دم والالنقصان مالعنه )حتىرواﻩ ال البخارﻯ يضاربوا ومسلم غيرهم،وأبو أي داود ينمعونوابن من ماجه الزيادة أووالترمذﻯ النقص واحمدعن بن السعر حنبل لمصلحةوابن الناسحبان h. 405عن ,H السعرI. 1414 فقال.askus, cetالناس 365يارسول .h هلل ,I. tt غال .cet السعر ,(al-Shadr فسعرلنا فقال IV, (Beirut:Dar رسول Juz هلل, صلىal-‘Arab هلل Lisân عليه وسلم ,Manzhur أن Ibnهلل 2 .cet غال المسعر ,(an-Nasyirun القابط Lubn الباسط Maktabah الرزأﻖ :I (Beirut وإنى, ألرجو ash-Shihâh ان ألقىMukhtâr هلل ,Ar-Razi ;وليس .Ibidأحد 3 هو يطلبنىأنس بن بمظلمة مالك(فى دم وال مال )رواﻩ 126البخارﻯ .H. h ومسلم M-1415وأبو 1995 داود .Baruوابن ماجه II, h. 35 والترمذﻯ, Irfah واحمدIbnu بن Hudud حنبل Syarah وابن حبان ,Al-Anshari عن bin Qasimالسعر فقال Muhammadالناس 4 يارسول هلل II/38 ,غال السعر Ath-Thalib فسعرلنا Raudhah فقال Syarah رسول هللAsnal Mathalibصلى هلل عليه ,Al-Anshari وسلم أن Zakariyaهلل 5 هو أنس بن مالك( Al-Bahuti, Syarah Muntaha Al-Iradat, Juz II, h. 26 6 Teks Arab Jurnal Syariah Oktober 2014

الصح ما يجتمع ركن و شرط الباطل ما ال يجتمع ركن و شرط حدثنا عثمان بن أبي شيبة حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة أخبرنا ثابت عن أنس بن مالك وقتادة وحميد عن أنس قال الناس يا رسول اهلل غال السعر فسعر لنا فقال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم : إن اهلل هو المسعر القابض الباسط الرازق وإني ألرجو أن ألقى اهلل وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دم وال مال الﺗسعير السعر هو ﺗحديد حاكم السوق لبائع المأكول فيه قدراً للمبيع بدرهم معلوم أن يأمر الوالى السوقة أن اليبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذا Jurnal Syari’ah 84 Vol. II, No. II, Oktober 2014 التسعير أن يسعر اإلمام أو نائبه على الناس سعراً ويجبرهم على التبايع به هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً rang ada tambahan atau pengurangan dari harga itu karena alasan masla- أهل السوق أال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذا فينمع من الزيادة 7عليه أو ”.hat النقصان لمصلحة :Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً أهل السوق أال يبيعوا السلع إال بسعر كذا فينمعوا من الزيادة عليه حتى ال يغلوا األسعار أو النقصان عنه حتى ال يضاربوا غيرهم، أي ينمعون من الزيادة أوالنقص عن السعر لمصلحة الناس “Tas’ir adalah perintah penguasa atau para wakilnya atau siapa saja yang غالtidak المسعرagar mereka القابط pasar الباسط pelaku الرزأﻖ kepada وإنى ألرجوmuslimin ان kaum ألقى هلل urusan وليس أحد mengatur -mer يطلبنىdan بمظلمة ,tertentu فى دمharga وال denganمال )رواﻩmereka kecuali البخارﻯ ومسلم dagangan وأبو barang داود وابن menjual -har ماجه والترمذﻯtidak melonjakkan واحمد بن mereka حنبلitu agar وابن harga حبان atas عن السعر menambah فقال dilarang الناس eka .lainnyaيارسول هلل غال merugikan السعر tidak فسعرلنا mereka فقال itu agar رسول هلل harga صلىdari هلل عليه mengurangi وسلم أن atau هلل ,ga Artinya, mereka dilarang menambah atau mengurangi dari harga itu demi هو أنس بن مالك( kemaslahatan masyakarat.” 8 Dari berbagai definisi tersebut, sebenarnya maknanya hampir sama. Kesamaannya ialah definisi-definisi tersebut selalu menyebut tiga unsur yang sama. Pertama, penguasa sebagai pihak yang menge- luarkan kebijakan. Kedua, pelaku pasar sebagai pihak yang menjadi sasaran kebijakan. Ketiga, penetapan harga tertentu sebagai substan- si kebijakan.

Dasar Hukum Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa ketentuan peneta- pan harga ini tidak dijumpai dalam al-Qur’an. Adapun dalam hadits Rasulullah saw dijumpai beberapa hadits, yang dari logika hadits itu dapat diinduksi bahwa penetapan harga itu dibolehkan. Faktor dom- inan yang menjadi landasan hukum at-tas’ir, menurut kesepakatan ulama fiqh adalah al-maslahah al-mursalah. Hadits Rasulullah saw yang berkaitan dengan penetapan har- ga adalah sebuah riwayat dari Anas Ibn Malik. Dalam riwayat itu ­dikatakan:

7 Imam Al-Syaukani, Nail al-Authar, Juz V, (Beirut: Dar al-Fikr), t.t, h.335 8 Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishad fi al- Islam, terjemahan (Band- ung: Diponegoro), 1967, h. 199. Teks Arab Jurnal Syariah Oktober 2014

الصح ما يجتمع ركن و شرط الباطل ما ال يجتمع ركن و شرط حدثنا عثمان بن أبي شيبة حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة أخبرنا ثابت عن أنس بن مالك وقتادة وحميد عن أنس قال الناس يا رسول اهلل غال السعر فسعر لنا فقال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم : إن اهلل هو المسعر القابض الباسط الرازق وإني ألرجو أن ألقى اهلل وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دم وال مال الﺗسعير السعر هو ﺗحديد حاكم السوق لبائع المأكول فيه قدراً للمبيع بدرهم معلوم أن يأمر الوالى السوقة أن اليبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذا التسعير أن يسعر اإلمام أو نائبه على الناس سعراً ويجبرهم على التبايع به هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً أهل السوق أال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر كذا فينمع من الزيادة عليه أو النقصان لمصلحة هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... أهل85 السوق أال يبيعوا السلع إال بسعر كذا فينمعوا من الزيادة عليه حتى ال يغلوا األسعارQusthoniah أو النقصان عنه حتى ال يضاربوا غيرهم، أي ينمعون من الزيادة أوالنقص عن السعر لمصلحة الناس غال المسعر القابط الباسط الرزأﻖ وإنى ألرجو ان ألقى هلل وليس أحد يطلبنى بمظلمة فى دم وال مال )رواﻩ البخارﻯ ومسلم وأبو داود وابن ماجه والترمذﻯ واحمد بن حنبل وابن حبان عن السعر فقال الناس يارسول هلل غال السعر فسعرلنا فقال رسول هلل صلى هلل عليه وسلم أن هلل هو أنس بن مالك( “Pada zaman Rasulullah saw, terjadi pelonjakan harga dipasar, lalu seke- lompok orang menghadap kepada Rasulullah saw seraya berkata: ya Rasu- lullah, harga-harga di pasar kian melonjak begitu tinggi, tolonglah tetapkan harga itu. Rasulullah saw, menjawab: sesungguhnya Allahlah yang (berhak) menetapkan harga dan menahannya, melapangkan dan memberi rezeki. Saya berharap akan bertemu dengan Allah dan jangan seseorang diantara kalian menuntut saya untuk berlaku zalim dalam soal harta dan nyawa.” 9 Dalil lainnya, hadits Nabi saw : ال يبيع حاضر لباد ، دعوا الناس يرزق اهلل بعضهم من بعض “Janganlah orang kota menjual kepada orang dusun, biarkanlah manusia, أن يسعر”.lainnya اإلمام sebagian سعرأ dari ويجبرهم sebagian على mereka الﺗبايع بهAllah akan memberi rizki kepada أن tahu يأمر kota yangالسلطان أهل orang السوﻖ أن melarangال saw يبيعوا أمتعتهم Rasulullah إال ini بسعر hadits معلوم Dariلمصلحة harga menjual barang dagangan kepada orang dusun yang tidak tahu تحد tas’ir يد Maka الحاكم .hargaالسوﻖ لبايع المأكولharga. Karena hal ini akan dapat melonjakkan 10 إِنََّمَا الْبَيْعُ عَنْ ﺗَرَاضٍ .dibolehkan agar tidak terjadi pelonjakan harga Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, tas’ir yang dibolehkan itu - يbaَاأَيَُّهَا الََّذِينَ menjual ءَامَنُوا الuntukَ ﺗَأْكُلُوا pedagang أَمْوَالَكُمْ para بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ melarang إِالََّ أَنْ penguasa ﺗَكُونَ: ﺗِجَارَةً عَنْ contohnya rang dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar, sementara saat -kondiﺗَرَاضٍ مِنْكُمitu masyarakat sangat membutuhkan barang itu. Maka dalamْ si seperti ini penguasa mewajibkan pedagang menjual dengan harga ﺗصرف keadilan اإلمام Padahalعلى الرعية .keadilan منوط بالمصلحة pasar, karena ini berarti mengharuskan adalah hal yang diperintahkan Allah.11 إنما أنﺕ مضار )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم عن أبى سعيد الﺨدرﻯ( -Han مطل Ibn الغني Ahmadﻆلم )رواﻩ,Ibn Majah البﺨارﻯ ,at-Tirmizi ومسلم ,Dawud واحمد Abuبن حنبل ,Muslim وابو داود(,HR. al-Bukhari 9 bal dan Ibn Hibban. األصل في المعامالﺕ اإلباحة إال أن يدل دليل على ibid., h. 9 ﺗحريمها ,Ahmad Irfah 10 11 Ibnul Qayyim, Ibnul Qayyim, Ath-Thuruq al- Hukmiyah fi al-Siyasah al-Syar’iyyah , (Kairo: Muassisah al-’Arabiyyah), h. 291. Pendapat ini adalah juga pendapat gurunya, Ibnu Taimiyah, dalam kitab Majmu’ al-Fatawa, Juz 28, (t,t: tp), t,th h. 76-77. Lihat Yusuf2. Al-Qaradhawi,Akad wakalah Dar untuk Al-Qiyam beli wa barangAl-Akhlaq fi Al-Iqtishadi Al-

1. Negosiasi & persyaratan

Bank Nasabah

3. Akad jual beli

4. Bayar secara cicil

Jurnal Syari’ah 86 Vol. II, No. II, Oktober 2014

Para ulama fiqh menyatakan bahwa kenaikan harga yang ter- jadi di zaman Rasulullah saw, itu bukanlah oleh tindakan sewenang- wenang dari para pedagang, tetapi karena memang komoditi yang ada terbatas. Sesuai dengan hukum ekonomi apabila stok terbatas, maka lumrah harga barang itu naik. Oleh sebab itu dalam keadaan demikian Rasulullah saw, tidak mau campur tangan membatasi har- ga komoditi di pasar itu, karena tindakan seperti ini bersifat zalim terhadap para pedagang. Padahal, Rasulullah saw tidak akan mau dan tak akan pernah berbuat zalim kepada sesama manusia, tidak ter- kecuali kepada pedagang dan pembeli. Dengan demikian, menurut para pakar fiqh, apabila kenaikan harga itu bukan karena ulah para pedagang, maka pihak pemerintah tidak boleh ikut campur dalam masalah harga, karena perbuatan itu menzalimi para pedagang.

Pembagian Para ulama fiqh membagi tas’ir kepada dua macam, yaitu: • Pertama, harga yang berlaku secara alami, tanpa campur tangan dan ulah para pedagang. Harga seperti ini, para pedagang bebas menjual barangnya sesuai dengan harga yang wajar, dengan mem- pertimbangkan keuntungannya. Pemerintah, dalam harga yang berlaku secara alami ini, tidak boleh campur tangan, karena cam- pur tangan pemerintah dalam kasus seperti ini akan membatasi hak para pedagang. • Kedua, harga suatu komoditi yang ditetapkan pemerintah setelah mempertimbangkan modal dan keuntungan bagi para pedagang dan keadaan ekonomi masyarakat. Penetapan harga dari pemer- intah ini disebut dengan at-tas’ir al-jabari. Menurut Abd. Karim Ustman, pakar fiqh dari Mesir, dalam perilaku ekonomi, harga suatu komoditi akan stabil apabila stok barang tersedia banyak di pasar, karena antara penyediaan barang dan dengan permin- taan konsumen terdapat keseimbangan. Akan tetapi, apabila barang yang tersedia sedikit, sedangkan permintaan konsumen banyak, maka dalam hal ini akan terjadi fluktuasi harga. Dalam keadaan yang disebutkan terakhir ini, menurutnya, pihak pemer- intah tidak boleh ikut campur dalam masalah harga itu. Cara

Islami, h. 429. Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 87

yang boleh menstabilkan harga itu adalah pemerintah berupaya menyediakan komoditi dimaksud dan menyesuaikannya dengan permintaan pasar. Sebaliknya, apabila stok barang cukup banyak di pasar, tetapi harga melonjak naik, maka pihak pemerintah perlu melakukan pengawasan yang ketat. Apabila kenaikan harga ini disebabkan ulah para pedagang, misalnya dengan melakukan penimbunan dengan tujuan menjualnya setelah melonjaknya harga (ihtikar), maka kasus seperti ini pemerintah berhak untuk menetapkan harga.­ Penetapan harga dalam fiqh disebut dengan at-tas’ir al-jabari. Ada beberapa rumusan at-tas’ir al-jabari yang dikemukakan para ال يبيع حاضر:dengan لباد ، al’jabari دعوا الناسat-tas’ir يرزق اهلل mendefenisikan بعضهم من Hambali بعض ulama. Ulama أن يسعر اإلمام سعرأ ويجبرهم على الﺗبايع به “Upaya pemerintah dalam menetapkan harga suatu komoditi, serta mem- أن يأمر السلطان أهل السوﻖ أن ال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر معلوم لمصلحة ال يبيع حاضر لباد ، دعوا الناس ”.warganya يرزق jual beliاهلل بعضهم transaksi من dalam بعض berlakukannya تحدusul يد tokoh الحاكم ,(M السوﻖ لبايع H/ 1759-1834المأكول Imam as-Syaukani (1172-1250 أن يسعر اإلمام سعرأ ويجبرهم على 12الﺗبايع به:fiqh, mendefenisikannya dengan إِنََّمَا الْبَيْعُ عَنْ ﺗَرَاضٍ أن يأمر السلطان أهل السوﻖ أن ال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر معلوم لمصلحة - يَاأَيَُّهَا men الََّذِينَ tidak ءَامَنُوا merekaالَ agar ﺗَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمpedagangْ بَيْنَكُمparaْ بِالْبَاطِلkepadaِ إِالََّ أَنْ penguasa ﺗَكُونَ pihak ﺗِجَارَةً عَنْ Intruksi” تحد telah يد yang الحاكم harga السوﻖ لبايعdengan ketentuanالمأكول jual barang dagangannya, kecuali sesuai ﺗَرَاضٍ مِنْكُمْ إِنََّمَا الْبَيْعُ عَنْ ﺗَرَاضٍ”.ditetapkan pemerintah dengan tujuan kemaslahatan bersama -har ﺗصرف saja yangاإلمام apa على الرعية komoditi منوط membatasi بالمصلحة Kedua defenisi ini tidak يَاأَيَُّهَا yang الََّذِينَ lain ءَامَنُوا defenisiالَ juga ﺗَأْكُلُوا Ada أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ .pemerintah بِالْبَاطِلِ oleh إِالََّ أَنْ ﺗَكُونtelah ditentukanَﺗِجَارَةً عَنْ ganya -إنما ﺗَرَاضٍ أنﺕ membata مِنْكُمْ مضار )mereka رواﻩ hanya sajaالبﺨارﻯ ,atas ومسلم di عن أبى سعيد defenisi-defenisi الﺨدرﻯ( senada dengan si komoditinya pada barang-barang dagangan yang bersifat konsum- مطل الغني ﻆلم mendefenisikan) رواﻩ ,fiqh Malikiالبﺨارﻯ pakarومسلم واحمد ,al-Difki بن حنبلUrfah‘ وابوIbn داود( ,tif. Misalnya ﺗصرف اإلمام على الرعية منوط بالمصلحة at-tas’ir al-jabari dengan: األصل في المعامالﺕ اإلباحة إال أن يدل دليل على ﺗحريمها إنما أنﺕ مضار )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم عن أبى سعيد الﺨدرﻯ(

مطل redaksi الغني dengan ﻆلم )sama رواﻩ yang hampirالبﺨارﻯ ومسلم Defenisi .308 واحمد .h ,بن Op.cit حنبل وابو داود,Imam ) Al-Syaukani 12 yang berbeda juga dikemukakan oleh ulama mazhab Hanbali. Kedua defenisi األصل boleh في harganya المعامالﺕapa barang saja yang اإلباحةbeli إال أن untukkomoditas يدل دليل membatasi wakalah على Akadtidak .2ﺗحريمها tersebut sama-sama ditentukan oleh pemerintah. Namun ada juga defenisi lain yang senada dengan kedua defenisi sebelumnya hanya saja mereka membatasi komoditasnya pada barang-barang dagangan1. Negosiasiyang sifatnya & konsumtif. persyaratan Seperti Ibn Urfah al- (ahli fqh mazhab Maliki). Lihat Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar2. Akad Baru wakalah Van Houve), untuk 1997, beli h. 1802 barang Bank Nasabah

1. Negosiasi3. Akad & jual persyaratan beli

Bank Nasabah 4. Bayar secara cicil

3. Akad jual beli

4. Bayar secara cicil

ال يبيع حاضر لباد ، دعوا الناس يرزق اهلل بعضهم من Syari’ahبعض Jurnal 88 أن يسعر اإلمام سعرأ ويجبرهم على الﺗبايع 2014 به Vol. II, No. II, Oktober أن يأمر السلطان أهل السوﻖ أن ال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر معلوم لمصلحة تحد يد الحاكم السوﻖ لبايع المأكول “Penetapan harga oleh pihak penguasa terhadap komoditi yang bersifat إِنََّمَا الْبَيْعُ عَنْ ﺗَرَاضٍ ”.konsumtif­ يَاأَيَُّهَا الََّذِينَ di Universitasءَامَنُوا الَ fiqh ﺗَأْكُلُوا guru besarأَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ ,ad-Durainiبِالْبَاطِلِ إِالََّ Fathi أَنْ ﺗَكُونَ,tetapi ﺗِجَارَةAkanً عَنْ Damaskus, sependapat dengan ulama Hanabilah dan as-Syaukani di yang ﺗَرَاضٍ مِنْكُمatas, karena kedua defenisi itu tidak membatasi jenis produkْ boleh ditetapkan harganya oleh pemerintah. Bahkan ad-Duraini leb- ﺗصرف اإلمام perkembangan على dengan الرعية Sesuai منوط. al-jabari بالمصلحة ih memperluas cakupan tas’ir إنما tidak أنﺕitu مضار )رواﻩpemerintah البﺨارﻯ ketetapan ومسلم عن أبى ,Menurutnya سعيد الﺨدرﻯ(.keperluan masyarakat hanya terhadap komoditi yang digunakan dan diperlukan masyara- مطل الغنيdiperlukan ﻆلم )yang رواﻩ pekerja البﺨارﻯdan jasa ومسلم واحمد manfaat بن حنبل terhadap وابو juga داود( kat, tetapi masyarakat. Misalnya, apabila sewa rumah naik dengan tiba-tiba dari األصل في المعامالﺕ wajar.13 اإلباحة إالtidak أن secaraيدل دليلnaik على atau harga ﺗحريمها harga biasanya Sesuai dengan kandungan definisi-definisi diatas, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa yang berhak untuk menentukan dan menetapkan harga itu adalah pihak pemerintah, setelah mendis- kusikannya dengan2. Akad pakar-pakar wakalah ekonomi. untuk beli Dalam barang menetapkan harga itu pemerintah harus mempertimbangkan kemaslahatan para peda- gang dan para konsumen. Dengan demikian, menurut ad-Duaraini, apa pun bentuk komoditi1. Negosiasi dan keperluan & persyaratan warga suatu Negara, untuk kemaslahatan mereka pihak pemerintah berhak atau bahkan harus menentukanBank harga yang logis, sehingga pihak produsenNasabah dan kon- sumen tidak dirugikan. 3. Akad jual beli

Pendapat Para Ulama Menurut jumhur ulama4. Bayar fiqih, secara kegiatan cicil tas’ir al-jabari mempun- yai beberapa syarat: Pertama, komoditi atau jasa tersebut menyang- kut kepentingan dan keperluan masyarakat secara umum. Kedua, timbulnya cara penentuan harga komoditi yang sewenang-wenang oleh pedagang. Ketiga, penguasa haruslah adil. Keempat, penunju- kan ahli ekonomi untuk mengkaji kelayakan kondisi pasar. Kelima, peneteapan harga tidak merugikan pihak pedagang. Keenam, ter- jaminnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah setiap waktu. Terdapat perbedaan pandangan ulama tentang regulasi harga

13 Muhammad Fathi al-Duraini, Buhuts al-Muqarranah fi al-Fiqh al-Islamy wa Ushu- lihi, (Beirut: Muassasah al-Risalah), 1998, h. 532 Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 89 yang bersumber pada perbedaan penafsiran terhadap hadis nabi berkaitan dengan tas’ir. Menurut Ibnu Qudamah, “Di dalamnya menunjukkan penentuan harga adalah mudzlim, dan jika zhalim maka haram.” Ibnu Qudamah memberikan dua alasan tidak diper- kenankannya tas’ir. 1. Rasulullah tidak pernah menetapkan harga, meskipun penduduk menginginkan hal itu. 2. Regulasi harga adalah sebuah ketidakadilan yang tidak dilarang. Ini melibatkan hak milik seseorang, didalamnya setiap orang memiliki hak untuk menjual pada harga berapapun, asal ia ber- sepakat dengan pembelinya, sesuai QS. al-Nisa’ ayat 29.

Imam al-Syaukani berpendapat, sesungguhnya manusia berkua- sa atas harga mereka, maka tas’ir adalah pembatasan bagi mereka. Imam dituntut untuk menjaga maslahat muslimin. Memperhatikan maslahat pembeli dengan menentukan harga rendah tidaklah lebih utama dari memperhatikan maslahat penjual dengan harga tinggi. Dan jika kedua perkara ini bertemu haruslah diserahkan kepada ijtihad mereka masing-masing. Adapun mewajibkan pemilik barang untuk menjual pada harga yang tidak diridhai adalah bertentangan dengan QS. al-Nisa’ ayat 29. Dalam kondisi normal, semua ulama sepakat akan haram- nya melakukan tas’ir, namun dalam kondisi ketidakadilan terdapat perbedaan pandangan ulama. Imam Malik dan sebagian Syafi’iyah memperbolehkan tas’ir dalam keadaan harga melambung (ghala’). Ibnu Taimiyah menguji pendapat imam-imam mazhab dan beber- apa ahli fiqih, menurutnya, kontroversi antar para ulama berkisar dua poin: Pertama, jika terjadi harga yang tinggi di pasaran dan ses- eorang berusaha menetapkan harga yang lebih tinggi daripada harga sebenarnya, perbuatan mereka itu menurut mazhab Maliki harus dihentikan. Tetapi, bila para penjual mau menjual dibawah harga se- mestinya, ada dua pendapat dalam hal ini. Menurut Syafi’i dan pen- ganut Ahmad bin Hanbal, seperti Abu Hafz al-Akbari, Qadhi Abu Ya’la dan lainnya, mereka tetap menentang berbagai campur tangan terhadap keadaan itu. Kedua, dari perbedaan pendapat antar para ulama adalah penetapan harga maksimum bagi para penyalur barang dagangan (dalam kondisi normal), ketika mereka telah memenuhi Jurnal Syari’ah 90 Vol. II, No. II, Oktober 2014 kewajibannya. Inilah pendapat yang bertentangan dengan mayori- tas para ulama, bahkan oleh Maliki sendiri. Tetapi beberapa ahli, seperti Sa’id bin Musayyab, Rabi’ah bin Abdul Rahman dan Yahya bin Sa’id, menyetujuinya. Para pengikut Abu Hanifah berkata bahwa otoritas harus menetapkan harga, hanya bila masyarakat menderita akibat peningkatan harga itu, dimana hak penduduk harus dilind- ungi dari kerugian yang diakibatkan olehnya. Ibnu Taimiyah menafsirkan sabda Rasulullah Saw yang meno- lak penetapan harga, meskipun pengikutnya memintanya, bahwa “itu adalah sebuah kasus khusus dan bukan aturan umum. Itu bu- kan merupakan laporan bahwa seseorang tidak boleh menjual atau melakukan sesuatu yang wajib dilakukan atau menetapkan harga melebihi konpensasi yang ekuivalen.” Ia membuktikan bahwa Rasu- lullah SAW sendiri menetapkan harga yang adil, jika terjadi perselisi- han antara dua orang. Kondisi pertama, ketika dalam kasus pem- bebasan budaknya sendiri, Ia mendekritkan bahwa harga yang adil (qimah al-‘adl) dari budak itu harus dipertimbangkan tanpa ada tam- bahan atau pengurangan (la wakasa wa la syatata) dan setiap orang harus diberi bagian dan budak itu harus dibebaskan. Kondisi kedua, dilaporkan ketika terjadi perselisihan antara dua orang, satu pihak memiliki pohon, yang sebagian tumbuh di tanah orang lain, pemilik tanah menemukan adanya bagian pohon yang tumbuh di atas ta- nahnya, yang dirasa mengganggunya. Ia mengajukan masalah itu ke- pada Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan pemilik pohon untuk menjual pohon itu kepada pemilik tanah dan menerima konpensasi atau ganti rugi yang adil kepadanya. Orang itu ternyata tidak melaku- kan apa-apa. Kemudian Rasulullah SAW membolehkan pemilik ta- nah untuk menebang pohon tersebut dan ia memberikan konpensasi harganya kepada pemilik pohon. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa “jika harga itu bisa ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan satu orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal itu ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan, pakaian dan pe- rumahan, karena kebutuhan umum itu jauh lebih penting dari pada kebutuhan seorang individu. Salah satu alasan lagi mengapa Rasu- lullah Saw menolak menetapkan harga adalah bahwa barang-barang yang dijual di Madinah sebagian besar berasal dari impor. Kondisi apapun yang dilakukan terhadap barang itu, akan bisa menyebabkan Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 91 timbulnya kekurangan suplai dan memperburuk situasi. Pada waktu itu, di Madinah, tak ada kelompok yang secara khusus hanya men- jadi pedagang. Para penjual dan pedagang merupakan orang yang sama, satu sama lain (min jins wahid). Tak seorang pun bisa dipaksa untuk menjual sesuatu, karena penjualnya tak bisa diidentifikasi secara khusus. Kepada siapa penetapan itu akan dipaksakan?14 Itu sebabnya penetapan harga hanya mungkin dilakukan jika diketahui secara persis ada kelompok yang melakukan perdagangan dan bisnis melakukan manipulasi sehingga berakibat menaikkan harga. Keti- adaan kondisi ini, tak ada alasan yang bisa digunakan untuk mene- tapkan harga. Argumentasi terakhir ini tampaknya lebih realistis untuk dipahami. Secara lebih rinci Mannan menunjukkan 3 fungsi dasar dari regulasi harga:15 1. Harus menunjukkan fungsi ekonomi yang berhubungan den- gan peningkatan produktifitas dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin melalui alokasi dan realokasi sumber daya ekonomi. 2. Harus menunjukkan fungsi sosial dalam memelihara keseim- bangan sosial antara masyarakat kaya dan miskin. 3. Harus menunjukkan fungsi moral dalam menegakkan nilai- nilai syariah Islam, khususnya yang berkaitan dalam transaksi ekonomi (misalnya kejujuran, keadilan, kemanfaatan/mutual goodwill. Dengan demikian, apabila kenaikan harga barang di pasar dise- babkan ulah para spekulator dengan cara menimbun barang (ihti- kar), sehingga barang di pasar menipis dan harga di pasar melonjak dengan tajam, maka keadaan seperti ini para ulama fiqh berbeda pendapat tentang hukum campur tangan pemerintah dalam mene- tapkan harga komoditi itu. Ulama Zahiriyah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian ulama Syafi’iyah, sebagian ulama Hanabaliah dan Imam as-Syaukani ber-

14 Ibnu Taymiyah, Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, Vol. 29, (Riyadh: Matabi’ al- Riyadh), 1983, h. 51 15 Mannan. A. A, Economic Concepts of Ibn Taymiyah, (London: The Islamic Fouda- tion), Terjemahan Konsep Ekonomi Ibn Taymiyah, (Surabaya: Bina Ilmu Off- set), 1998, h. 218-219. Jurnal Syari’ah 92 Vol. II, No. II, Oktober 2014

ال -harيبيع حاضر penetapanلباد ، دعوا apapun الناس kondisi يرزق dan اهلل situasi بعضهم منdalam بعضpendapat bahwa ga itu tidak dapat dibenarkan, dan jika dilakukan juga hukumnya -أن يسعرnaik disebabاإلمام سعرأ itu melonjakويجبرهم على harga الﺗبايع baik به ,haram. Menurut mereka أن tanpa يأمر ,alam السلطان أهلhukum السوﻖ أن ال disebabkan يبيعوا maupun أمتعتهم إال pedagang بسعر para معلوم ulah لمصلحةkan campur tangan para pedagang, maka segala bentuk campur tangan تحد يدadalah الحاكم mereka السوﻖ Alasan لبايع المأكول .dalam penetapan harga tidak dibolehkan firman Allah swt dalam surat an-Nisa (4):29 yang menyatakan إِنََّمَا الْبَيْعُ عَنْ ﺗَرَاضٍ :bahwa­ يَاأَيَُّهَا الََّذِينَ ءَامَنُوا الَ ﺗَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِالََّ أَنْ ﺗَكُونَ ﺗِجَارَةً عَنْ ال يبيع حاضر لباد ، دعوا الناس يرزق اهلل بعضهم من بعض ﺗَرَاضٍ مِنْكُمْ أن harta يسعر اإلمام memakan سعرأ kamu saling ويجبرهم على janganlah الﺗبايع به ,Hai orang-orang yang beriman“ ﺗصرف اإلمام على الرعية منوط بالمصلحة أن yang يأمر perniagaanالسلطان أهلjalan السوﻖ dengan أن ال kecuali يبيعوا ,batil أمتعتهمyang إال jalan بسعر dengan معلوم لمصلحةsesamamu إنما أنﺕ مضار )رواﻩ ”... البﺨارﻯ .kamu ومسلم di antaraعن أبىsuka سعيد suka sama الﺨدرﻯ( berlaku dengan تحد يد الحاكم : السوﻖ لبايع yang berbunyi المأكول Dan juga sabda Rasulullah saw مطل الغني ﻆلم )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم واحمد بن حنبل وابو داود( إِنََّمَا الْبَيْعُ عَنْ ﺗَرَاضٍ األصل dan في penjual المعامالﺕ ridha (antara اإلباحة salingإال أن denganيدل دليل itu harusعلى jual-beliﺗحريمها Sesungguhnya“ يَاأَيَُّهَا الََّذِينَ ءَامَنُوا الَ ﺗَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِالََّ أَنْ ﺗَكُونَ 16ﺗِجَارَةً عَنْ ”.(pembeli

dalamﺗَرَاضٍ مِنْكُمْ Menurut mereka, apabila pemerintah ikut campur menetapkan harga komoditi, berarti unsur terpenting dari jual beli 2. Akad wakalah untuk beli barang ﺗصرف kerelaan اإلمام yaitu على ,(rukun الرعية منوطsebagai بالمصلحة bahkan oleh para ulama dikatakan) hati kedua belah pihak, telah hilang. Ini berarti pihak pemerintah di إنما ayatأنﺕ مضار )kehendak رواﻩ degan البﺨارﻯ ومسلم عنbertentangan أبى yang سعيد sesuatu الﺨدرﻯ( telah berbuat 1. Negosiasi & persyaratan atas, sekaligus pihak penguasa telah berbuata zalim kepada pihak مطل الغني ﻆلم )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم واحمد بن حنبل وابو داود( penjual/pengeluar. Bank Nasabah Selanjutnya, para ulama fiqh yang mengharamkan penetapan األصل في المعامالﺕ اإلباحة إال أن يدل دليل على ﺗحريمها harga itu menyatakan bahwa3. Akad dalam jual suatu beli transaksi terdapat dua per- tentangan kepentingan, yaitu kepentingan konsumen dan kepent- ingan produsen. Pihak pemerintah tidak boleh memenangkan atau berpihak kepada2. kepada Akad4. wakalah kepentinganBayar secarauntuk satucicil beli pihakbarang dengan mengor- bankan kepentingan pihak lain. Itulah sebabnya, menurut mereka, ketika para sahabat meminta Rasulullah saw untuk mengedalikan harga yang terjadi dipasar,1. Negosiasi beliau &menjawab persyaratan bahwa kenaikan harga itu urusan Allah, dan tidak dibenarkan seseorang ikut campur dalam

Bank Nasabah 16 HR. Ibn Majah 3. Akad jual beli

4. Bayar secara cicil

Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 93 masalah itu dan jika ada yang campur tangan maka ia telah berbuat zalim. Di sisi lain, jika penetapan harga diberlakukan, maka tidak mustahil para pedagang akan enggan menjual barang dagangan dan tidak tertutup kemungkinan akan terjadinya menimbun barang oleh para pedagang, karena harga yang ditetapkan tidak sesuai dengan ke- inginan mereka. Jika ini terjadi, pasar akan lebih kacau dan berbagai kepentingan akan terabaikan.

Pemikiran Abu Yusuf Beliau merupakan fuqaha’ pertama yang secara eksklusif menekuni masalah tentang kebijaksanaan ekonomi. Salah satu dian- taranya adalah beliau memperhatikan peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya dengan perubahan harga. Selain dibidang keuangan publik, Abu Yusuf juga memberikan pandanganya seputar mekanisme pasar dan harga, seperti bagaimana harga itu ditentukan dan apa dampak dari adanya berbagai jenis pajak. Pemahaman masyarakat pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva permintaan saja dimana pada saat barang yang tersedia sedikit maka harga barang tersebut akan menjadi mahal dan sebaliknya, bila ba- rang yang tersedia banyak maka harga barang tersebut akan menjadi turun atau murah. Pemahaman masyarakat itu kemudian dibantah oleh Abu Yu- suf dan menyatakan sebagai berikut, “karena pada kenyatannya ter- kadang pada saat persediaan barang hanya sedikit tidak membuat harga barang tersebut menjadi naik/mahal. Sebaliknya, pada saat persediaan barang melimpah, harga barang tersebut belum tentu menjadi murah. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa Abu Yusuf menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara persedian barang (supply) dan harga. Karena pada kenyata- annya harga tidak bergantung kepada permintaan saja tetapi juga bergantung pada kekuatan penawaran. Oleh karena itu, peningka- tan-penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan peningka- tan-penurunan permintaan ataupun penurunan- peningkatan dalam produksi. Abu Yusuf menjungkirbalikkan asumsi yang berlaku masa itu. Beliau mengatakan bahwa “tidak ada batasan tertentu tentang mu- Jurnal Syari’ah 94 Vol. II, No. II, Oktober 2014 rah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang men- gaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Al- lah. Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal, dan kadang-kadng makanan sangat sedikit tetapi murah.” 17 Abu Yusuf menegaskan bahwa ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi naik turunnya harga barang atau makanan, tetapi dia tidak menjelaskan lebih rinci variabel tersebut. Abu Yusuf me- nyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara penawaran dan harga. Pada kenyataannya, harga tidak bergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan permin- taan. Karena itu, peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan penurunan atau peningkatan dalam produk- si. Bisa jadi, variabel lain yang dimaksud Abu Yusuf adalah perge- seran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara, atau penimbunan dan penahanan barang, atau semua hal tersebut. Namun demikian, pernyataan Abu Yusuf tersebut tidak menyangkal pengaruh permintaan dan penawaran dalam penen- tuan suatu harga.18

Pemikiran Yahya Bin Umar Fokus perhatian Yahya bin Umar tertuju pada hukum-hukum pasar yang terefleksikan dalam pembahasan tentang tas’ir (penetapan harga). Yahya berpendapat bahwa al-tas’ir (penetapan harga) ­tidak bo- leh dilakukan. Ia berhujjah dengan berbagai hadis Nabi Saw tentang larangan tas’ir. Yahya bin Umar melarang kebijakan penetapan harga (tas’ir) jika kenaikan harga yang terjadi adalah semata-mata hasil in- teraksi penawaran dan permintaan yang alami. Dalam hal demikian, pemerintah tidak mempunyai hak untuk melakukan intervensi har- ga. Hal ini akan berbeda jika kenaikan harga diakibatkan oleh ulah manusia. Pemerintah, sebagai institusi formal yang memikul tang-

17 Abu Yusuf, Kitab al-Kharaj, (Beirut: Dar al-Ma’rifah), 1979, h. 48 18 Muhammad Nejatullah Siddiqi, Abu Yusuf ka Ma’ah al-Fikr (Economic Thought of Abu Yusuf), Aligarh, Vol. 5. No. 1, Januari 1964, h. 86. Lihat juga Adiwarman Azhar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press), 2001, h. 154-156 Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 95 gung jawab menciptakan kesejahteraan umum, berhak melakukan intervensi harga ketika terjadi suatu aktivitas yang dapat membahay- akan kehidupan masyarakat luas. Yahya menyatakan bahwa pemerin- tah tidak boleh melakukan intervensi, kecuali dalam dua hal, yaitu: Pertama, Para pedagang tidak memperdagangkan barang dagangan tertentunya yang sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga dapat me- nimbulkan kemudharatan serta merusak mekanisme pasar. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengeluarkan para pedagang tersebut dari pasar serta menggantikannya dengan para pedagang yang lain ber- dasarkan kemaslahatan dan kemanfaatan umum. Kedua, Para peda- gang melakukan praktik siyasah al-ighraq atau banting harga­ (dumping) yang dapat menimbulkan persaingan tidak sehat serta dapat men- gacaukan stabilitas harga pasar. Dalam hal ini, pemerintah berhak memerintahkan para pedagang tersebut untuk menaikkan kembali harganya sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Apabila mereka menolaknya, pemerintah berhak mengusir para pedagang tersebut dari pasar. Hal ini pernah dipraktikkan Umar bin al-Khattab ketika mendapati seorang pedagang kismis menjual barang dagangannya di bawah harga pasar. Ia memberikan pilihan kepada pedagang tersebut, apakah menaikkan harga sesuai dengan standar yang berlaku atau pergi dari pasar. Pernyataan Yahya tersebut jelas mengindikasikan bahwa hukum asal intervensi pemerintah adalah haram. Intervensi baru dapat dilakukan jika dan hanya jika kesejahteraan masyarakat umum terancam. Hal ini sesuai dengan tugas yang dibebankan ke- pada pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial disetiap aspek kehidupan masyarakat, termasuk ekonomi.

Pemikiran Imam Al-Ghazali Sumbangan al-Ghazali terhadap ilmu ekonomi diantaranya ia berhasil menyajikan penjabaran yang rinci tentang peranan aktivi- tas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran. Bagi al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Al-Ghazali tidak meno- lak kenyataan bahwa laba-lah yang menjadi motif perdagangan. Pada saat lain, ia menjabarkan pentingnya peran pemerintah dalam men- jamin keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Akhirnya ia juga memberikan definisi Jurnal Syari’ah 96 Vol. II, No. II, Oktober 2014 yang jelas tentang etika bisnis.19 Walaupun Al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi modern, beberapa paragraf dalam tu- lisannya jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permin- taan. Kurva penawaran yang “naik dari kiri bawah ke kanan atas” dinyatakannya sebagai “jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya maka ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah.” Sementara untuk kurva permintaan yang “turun dari kiri atas ke kanan bawah” dijelaskan olehnya sebagai “harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”. Al-Ghazali juga memaparkan kosep elastisitas permintaan. “Menguragi margin keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan”.20 Bahkan Al-Ghazali merinci produk makanan sebagai komoditas yang perlu mendapat proteksi, “Karena makanan adalah kebutuhan pokok, perdagangan makanan harus seminimal mungkin didorong oleh motif mencari keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan har- ga yang tinggi dan keuntungan yang besar. Keuntungan semacam ini sepatutnya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutu- han pokok”.21 Bagi al-Ghazali, keuntungan merupakan kompensasi dari sulit- nya perjalanan, risiko bisnis, dan ancaman keselamatan diri si peda- gang. Walaupun ia tidak setuju dengan keuntungan yang berlebih untuk menjadi motivasi pedagang, namun diakui bahwa keuntun- ganlah yang menjadi motivasi pedagang. Namun bagi Al-Ghazali, keuntungan sesungguhnya adalah keuntungan di akhirat kelak.22

Pemikiran Ibnu Taimiyyah Masyarakat pada masa Ibnu Taimiyyah beranggapan bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tinda- kan melanggar hukum dari pihak penjual atau mungkin sebagai aki-

19 Abu Hamid al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid II, t.t, h. 75, 78-79 20 Abu Hamid al-Ghazali, Ibid, h. 80 21 Abu Hamid al-Ghazali, Ibid, h. 73 22 Abu Hamid al-Ghazali, Ibid, h. 75 Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 97 bat manipulasi pasar. Istilah yang dipakai adalah ‘dhulm’ yang berarti pelanggaran atau ketidakadilan. Istilah tersebut digunakan dalam arti manipulasi oleh penjual yang mengarah pada ketidaksempuran- an harga di pasar, seperti penimbunan. Anggapan ini dibantah oleh Ibnu Taimiyyah. Beliau menyatakan dengan tegas bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi, tapi bisa jadi penyebabnya adalah supply yang menurun akibat produksi yang tidak efisien, penu- runan jumlah impor barang-barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Dengan kata lain, alasan ekonomi untuk naik dan turunnya harga berasal dari kekuatan pasar. Karena itu, jika permintaan terha- dap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun maka harga barang tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya, kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil atau mungkin tindakan yang tidak adil.23 Jadi, Ibnu Taimiyyah jauh- jauh hari sebelum Adam Smith, telah menjelaskan pergerakan harga yang dipengaruhi oleh supply dan demand. Ibnu Taimiyah menyebut dua sumber penawaran yakni produksi lokal dan impor barang (ma yukhlaq aw yujlab min dzalik al-mal al-math- lub). Al-mathlub berasal dari kata “thalaba” yang merupakan sinonim dari kata demand dalam bahasa Inggris. Untuk mengekspresikan per- mintaan barang dia menggunakan frase raghabat fi al-shai’, permintaan akan barang. Penawaran bisa datang dari produksi domestik dan im- por. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecil- nya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah Swt.24 Dibe- dakan pula dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaan,yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan melang- gar hukum dari penjual, misalnya penimbunan. Faktor lain yang mem- pengaruhi permintaan dan penawaran antara lain adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan ataupun melimpahnya barang, kondisi kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai.

23 Ibn Taymiyah, Op.cit, h. 583. Lihat juga Adiwarman Azhar Karim, Op.cit, h. 160 24 Ibn Taymiyah, Ibid., h. 41 Jurnal Syari’ah 98 Vol. II, No. II, Oktober 2014

Permintaan terhadap barang acapkali berubah. Perubahan tersebut bergantung pada jumlah penawaran, jumlah orang yang menginginkannya, kuat-lemahnya dan besar-kecilnya kebutuhan se- seorang terhadap barang tersebut. Bila penafsiran ini benar, Ibnu Taimiyyah telah mengasosiasikan harga tinggi dengan intensitas ke- butuhan sebagaimana kepentingan relatif barang terhadap total ke- butuhan pembeli. Bila kebutuhan kuat dan besar, harga akan naik. Demikian pula sebaliknya. Menarik untuk dicatat bahwa tampaknya Ibnu Taimiyyah men- dukung kebebasan untuk keluar-masuk pasar. Beliau juga mengkritik adanya kolusi antara pembeli dan penjual, menyokong homogenitas dan standarisasi produk dan melarang pemalsuan produk serta pe- nipuan pengemasan produk yang dijual. Selain itu, Ibnu Taimiyyah menentang peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif. Dengan tetap memperhatikan pasar yang tidak sempurna, ia merekomenda- sikan bahwa bila penjual melakukan penimbunan dan menjual pada harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga normal padahal orang-orang membutuhkan barang-barang ini, maka para penjual diharuskan menjualnya pada tingkat harga ekuivalen dan secara keb- etulan konsep ini bersamaan artinya dengan apa yang disebut seb- agai harga yang adil. Selanjutnya, bila ada elemen-elemen monopoli (khususnya dalam pasar bahan makanan dan kebutuhan pokok lain- nya), pemerintah harus turun tangan melarang kekuatan monopoli. Selain menguraikan konsep harga yang adil dan mekanisme pasar berimbang, Ibnu Taimiyyah juga menjabarkan pemikirannya mengenai regulasi harga atau konsep kebijakan pengendalian harga oleh pemerintah. Ibnu Taimiyyah membedakan dua jenis peneta- pan harga, yakni penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan bebas, yakni kelangkaan supply dan kenaikan demand. Sementara un- tuk “Pengaturan administratif terhadap harga yang terlalu rendah tidak dapat menghasilkan keuntungan sehingga menyebabkan ko- rupsi terahadap harga, menyembunyikan barang (oleh penjual) serta Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 99 perusakan kesejahteraan masyarakat.” 25 Menurut Ibnu Taimiyah, keabsahan pemerintah dalam mene- tapkan kebijakan intervensi dapat terjadi pada situasi dan kondisi sebagai berikut: 1. Produsen tidak mau menjual produk-nya kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada harga umum pasar, padahal kon- sumen membutuhkan produk tersebut. 2. Terjadi kasus monopoli (penimbunan), para fuqaha’ untuk memberlakukan hak hajar (ketetapan yang membatasi hak guna dan hak pakai atas kepemilikan barang) oleh pemerintah. 3. Terjadi keadaan al-hasr (pemboikotan), dimana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak tertentu. Penetapan harga disini untuk menghindari penjualan barang tersebut dengan harga yang ditetapkan sepihak dan semena- mena oleh pihak penjual tersebut. 4. Terjadi koalisi dan kolusi antar penjual (kartel) dimana sejum- lah pedagang sepakat untuk melakukan transaksi diantara mer- eka, dengan harga diatas ataupun dibawah harga normal. 5. Produsen menawarkan produknya pada harga yang terlalu tinggi menurut konsumen, sedangkan konsumen meminta pada har- ga yang terlalu rendah menurut produsen. 6. Pemilik jasa, misal tenaga kerja, menolak untuk bekerja kecuali pada harga yang lebih tinggi dari pada harga pasar yang berlaku, padahal masyarakat membutuhkan jasa tersebut. Dalam hubungannya dengan masalah ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan sebuah metode yang diajukan pendahulunya, Ibnu Habib, menurutnya, Imam (kepala pemerintahan), harus menjalank- an musyawarah dengan para tokoh perwakilan dari pasar (wujuh ahl al-suq), ”Imam (penguasa) harus menyelenggarakan musyawarah dan- gan para tokoh yang merupakan wakil dari para pelaku pasar (wujuh ahl al-suq). Anggota masyarakat lainnya juga diperkenankan meng- hadiri musyawarah tersebut sehingga dapat menyatakan pembuktian mereka. Setelah melakukan musyawarah dan penyelidikan terhadap pelaksanaan transaksi jual-beli mereka, pemerintah harus meyakink- an mereka pada suatu tingkat harga yang dapat membantu mereka

25 Ibn Taymiyah, Ibid., h. 41 ال يبيع حاضر لباد ، دعوا الناس يرزق اهلل بعضهم من بعض أن يسعر اإلمام سعرأ ويجبرهم على الﺗبايع به أن يأمر السلطان أهل السوﻖ أن ال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر معلوم لمصلحة تحد يد الحاكم السوﻖ لبايع المأكول Jurnal Syari’ah إِنََّمَا الْبَيْعُ عَنْ ﺗَرَاضٍ Vol. II, No. II, Oktober 2014 100 يَاأَيَُّهَا الََّذِينَ ءَامَنُوا الَ ﺗَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِالََّ أَنْ ﺗَكُونَ ﺗِجَارَةً عَنْ ﺗَرَاضٍ tersebut مِنْكُمْ dan masyarakat luas, hingga mereka menyetujuinya. Harga tidak boleh ditetapkan tanpa persetujuan dan izin mereka.”26 Hal ini ﺗصرف اإلمام على الرعية منوط بالمصلحة sesuai dengan kaidah fiqh (segala tindakan kebijakan imam terhadap rakyatnya adalah semata-mata إنما أنﺕ مضار )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم عن .أبى (umat سعيد الﺨدرﻯ( untuk kemashlahatan Lebih lanjut, dengan mengutip pendapat Abu al-Walid, Ibn مطل untuk الغني adalah ﻆلم )ini رواﻩ ketentuan البﺨارﻯ balik ومسلمdi واحمد Logika“بن حنبل وابو ,menjelaskan داود( Taimiyah األصل في dan pembeli المعامالﺕ para penjualاإلباحة إال أن يدل kepentingan دليل ,ini على dalam halﺗحريمها ,mengetahui serta menetapkan harga yang dapat menghasilkan keuntungan dan kepuasan para pedagang serta tidak menggandung hal yang memalu - kan bagi para pembeli. Jika harga tersebut dipaksakan tanpa persetu- juan dari para pedagang2. Akad wakalah sehingga untuk mereka beli tidak barang memperoleh keun- tungan, harga akan dirusak, bahan makanan akan disembunyikan serta barang-barang masyarakat akan dihancurkan.” Secara jelas, ia 1.memaparkan Negosiasi & kerugian persyaratan dan bahaya dari pene- tapan harga yang sewenang-wenang yang tidak akan memperoleh dukungan luas,Bank seperti timbulnya pasar gelap atauNasabah manipulasi kuali- tas barang yang dijual pada tingkat harga yang ditetapkan. Berbagai bahaya ini dapat direduksi,3. bahkanAkad jual dihilangkan, beli apabila harga-harga ditetapkan melalui proses musyawarah dan dengan menciptakan rasa tanggung jawab moral serta dedikasi terhadap kepentingan publik.27 Pada kesempatan lain,4. Bayar dalam secara fatwanya cicil ia memberikan bebera- pa faktor yang mempengaruhi permintaan dan harga yang ditim- bulkan. Ibnu Taimiyah mengatakan:28 a) “Keinginan orang (al-raghabah) terdiri dari berbagai jenis dan sering beragam. Keberagaman keinginan tersebut sesuai den- gan kelimpahan atau kelangkaan barang yang diminta (al-math- lub). Barang yang langka seringkali lebih dikehendaki diband- ing dengan barang yang tersedia melimpah.

26 Ibid. 27 Firdaus, 2009, “Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga dalam Perspektif Ekonomi Islam”, dalam http://dausalhuriyah.blogspot.com/2009/08/mekanisme-pasar- dan-regulasi-harga.html. Diakses pada tanggal 12 Juni 2013. Lihat juga Fuadi, Suud, 2009, “Mekanisme Pasar dan Pengendalian Harga”, dalam http://suud83. wordpres.com/2009/03/27/mekanisme-pasar-islami-dan-pengendalian-harga/ yang diakses pada 12 Juni 2013 28 Ibn Taymiyah, Op.cit., h. 523-525 Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 101

b) “keberagaman keinginan juga bergantung pada jumlah per- mintan (thullab). Jika jumlah permintaan barang komuditas besar, maka harga akan naik ketika jumlah komuditas barang tersebut sedikit. c) “Hal ini juga dipengaruhi oleh kekuatan dan kelemahan kebu- tuhan akan barang konsumsi, serta besaran ukuran kebutuhan untuk itu. Jika kebutuhan itu besar dan kuat, maka harga akan meningkat dibanding jika kebutuhan akan barang dalam skala lebih kecil dan lemah. d) “(Tingkat harga juga bervariasi) menurut (pelanggan) yang melakukan transaksi (al-mu’awid). Jika ia kaya dan terpercaya dalam membayar hutang, harga yang lebih kecil dapat diterima (bagi penjual) dimana (tingkat harga) tidak akan diterima dari orang yang mempunyai kesulitan membayar hutang, keterlam- batan pembayaran atau penolakan pembayaran ketika jatuh tempo. e) “Dan juga (harga dipengaruhi) oleh jenis (mata uang) yang dibayarkan dalam pertukaran, jika dalam sirkulasi umum (naqd ra’ij), harga lebih rendah jika pembayaran dilakukan dalam sirkulasi yang kurang umum. Dirham dan dinar sebagaimana yang berlaku saat ini di Damaskus dimana pembayaran meng- gunakan dirham menjadi praktek yang umum.

Pemikiran Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun telah menyumbangkan teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang dipadu menjadi teori ekonomi umum yang koheren dan disusun dalam kerangka sejarah. Dalam penentuan harga di pasar atas sebuah produksi, faktor yang sangat berpengaruh adalah permintaan dan penawaran. Tingkat harga yang stabil dengan biaya hidup yang relatif ren- dah menjadi pilihan bagi masyarakat dengan sudut pandang pertum- buhan dan keadilan dalam perbandingan masa inflasi dan deflasi. Inflasi akan merusak keadilan, sedangkan deflasi mengurangi insen- tif dan efisiensi. Harga rendah untuk kebutuhan pokok seharusnya tidak dicapai melalui penetapan harga baku oleh negara karena hal itu akan merusak insentif bagi produksi. Faktor yang menetapkan penawaran, menurut Ibnu Khaldun, adalah permintaan, tingkat Jurnal Syari’ah 102 Vol. II, No. II, Oktober 2014 keuntungan relatif, tingkat usaha manusia, besarnya tenaga buruh termasuk ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, ke- tenangan dan keamanan, dan kemampuan teknik serta perkemban- gan masyarakat secara keseluruhan. Jika harga turun dan menyebab- kan kebangkrutan modal menjadi hilang, insentif untuk penawaran menurun, dan mendorong munculnya resesi, sehingga pedagang dan pengrajin menderita. Pada sisi lain, faktor-faktor yang menen- tukan permintaan adalah pendapatan, jumlah penduduk, kebiasaan dan adat istiadat masyarakat, serta pembangunan dan kemakmuran masyarakat secara umum. Dalam bukunya tersebut, Ibnu Khaldun menjelaskan me- kanisme permintaan dan penawaran dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci ia menjabarkan pengaruh per- saingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan. Selanjutnya ia menjelaskan pula pengaruh meningkat- nya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain pada sisi penawaran tersebut. Ia mengatakan bahwa bea cukai biasa dan bea cukai lainnya dipungut atas bahan makanan di pasar-pasar dan di pintu-pintu kota demi raja, dan para pengumpul pajak menarik keuntungan dari transaksi bisnis untuk kepentingan mereka sendiri. Karenanya, harga dikota lebih tinggi daripada di padang pasir. Ibnu Khaldun juga menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan bahwa ketika barang- barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga dari barang tersebut akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor se- hingga ketersediaan barang akan berlimpah sehingga harga-harga pun akan turun. Ketika menyinggung masalah laba, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa keuntungan yang wajar akan mendorong tum- buhnya perdagangan. Sebaliknya, keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan dikarenakan pedagang kehilangan motivasi. Demikian pula dengan sebab yang berbeda, keuntungan yang sangat tinggi akan melesukan perdagangan karena permintaan konsumen akan melemah. Dari pemikiran-pemikiran para ulama di atas dapat ditarik benang merah bahwa ada ulama yang setuju dengan tas’ir al-jabari ada yang menolak. Di antara pendapat yang menerima adalah pendapat Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 103 yang dikemukakakan oleh ulama Hanafiyah, sebagian besar ulama Hanabaliah, seperti Ibn Qudamah (541-620 H/ 1147-1223 M), Ibn Taimiyah (661-728 H/ 1262-1327 M), dan Ibn Qayyim al-Jauziyah (691-751 H/ 1292-1350 M) dan mayoritas pendapat ulama Maliki- yah. Ulama Hanafiyah yang membolehkan pihak pemerintah bertin- dak menetapkan harga yang adil (mempertimbangkan kepentingan pedagang dan pembeli), ketika terjadinya fluktuasi harga disebabkan ulah para pedagang. Alasan mereka adalah pemerintah dalam syari’at Islam berperan dan berwenang untuk mengatur kehidupan masyara- kat demi tercapainya kemaslahatan mereka. Hal ini Imam Abu Yu- suf (113-182 H/ 731-789 M) mengatakan bahwa: “Segala kebijakan penguasa harus mengacu kepada kemaslahatan warganya.” Oleh sebab itu, jika pemerintah melihat bahwa pihak pedagang telah melakukan manipulasi harga, pihak pemerintah boleh turun tangan untuk men- gaturnya dan melakukan penetapan harga komoditi yang naik itu. Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim al-Jauziyyah, membagi bentuk penetapan harga itu kepada dua macam, yaitu: penetapan harga yang bersifat zalim, dan penetapan harga yang bersi- fat adil. Penetapan harga yang bersifat zalim, menurut mereka adalah penetapan harga yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan ke- adaan pasar dan tanpa mempertimbangkan kemaslahtan para peda- gang. Menurut mereka, apabila harga suatu komoditi melonjak naik disebabkan terbatasnya barang dan banyaknya permintaaan, maka dalam hal ini pemerintah tidak boleh ikut campur dalam masalah harga itu. Apabila pemerintah ikut menetapkan harga dalam ke- adaan seperti ini, maka pihak pemerintah telah melakukan suatu kezaliman terhadap para pedagang. Inilah yang dimaksud Rasulullah saw dalam sabdanya di atas. Penetapan harga yang dibolehkan, bahkan diwajibkan, adalah ketika terjadinya pelonjakan harga yang cukup tajam disebabkan ulah para pedagang. Apabila para pedagang terbukti mempermain- kan harga, sedangkan hal itu menyangkut kepentingan orang ban- yak, maka menurut mereka dalam kasus seperti ini penetapan harga itu menjadi wajib bagi pemerintah, karena mendahulukan kepent- ingan orang banyak daripada kepentingan kelompok yang terbatas. Akan tetapi, sikap pemerintah dalam penetapan harga itupun harus adil, yaitu dengan memperhitungkan modal, biaya transportasi, dan Jurnal Syari’ah 104 Vol. II, No. II, Oktober 2014 keuntungan para pedagang. Alasan mereka adalah sebuah riwayat tentang kasus Samu- rah Ibn Jundab yang tidak mau menjual pohon kurmanya kepada -ال يبيعini tum حاضر لبادibn ، Jundab دعوا الناس Samurah يرزق kuram اهلل Pohon بعضهم من.Ansar بعض seorang keluarga buh dengan posisi miring ke kebun seorang keluarga Ansar. Apabila أن يسعر kurmanya اإلمام pohon سعرأ ويجبرهم membersihkan على atau الﺗبايع بهSamurah ingin memetik buah itu, ia harus masuk perkebunan keluarga Ansar ini, padahal dikebun أن kebun يأمر ke السلطان masuk أهل السوﻖSamurah أن Jikaال يبيعوا .tanaman أمتعتهم إال banyak بسعر sendiri معلوم Ansar ituلمصلحة itu pasti ada tanaman yang rusak terinjak Samurah. Akhirnya orang تحدDan يد .saw الحاكم السوﻖ Rasulullah لبايع kepada المأكولAnsar ini mengadukan persoalan ini -po إِنََّمَا الْبَيْعُ menjualعَنْ ﺗَرَاضRasulullah menanggapinya dengan menyuruh Samurahٍ hon kuramanya yang tumbuh miring kek kebun Ansar itu kepada يَاأَيَُّهَا الََّذِينَ Menyuruhnya ءَامَنُوا الَ Nabi ﺗَأْكُلُوا Lalu أَمْوَالَكُمْ .enggan بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلSamurahِ إِالََّ Tetapiأَنْ .itu ﺗَكُونَ Ansarﺗِجَارَةً عَنْ orang untuk menyedekahkan saja satu batang pohon kuram itu, Samurah ini ﺗَرَاضٍ Ansar مِنْكُمْ juga enggan. Akhirnya Rasulullah memerintahkan orang untuk menebang pohon kurma itu, seraya berucap kepada Samurah ﺗصرف اإلمام على الرعية منوط بالمصلحة :bahwa إنما أنﺕ مضار )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم عن أبى سعيد الﺨدرﻯ( 29 مطل الغني ﻆلم ) رواﻩ ”.lain البﺨارﻯorang ومسلم mudharat واحمد بن memneri حنبل yang وابو orang داود(Kamu ini“ Menurut Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim al-Jauziyyah, inti dari -األصل dise في ,Ansar ini المعامالﺕ orang اإلباحة dideritaإال أن yang يدل دليل على kemudharatan ﺗحريمها kasus ini adalah babkan sikap egois Samurah yang memaksakan pemanfaatan hak miliknya. Dalam kasus jual beli, para pedagang telah melakukan per- mainan harga sehingga merugikan masyarakat banyak. Oleh sebab itu, menurut mereka2. sesuai Akad denganwakalah teori untuk Qiyas beli, lebih barang pantas dan sangat logis jika kemudharatan orang banyak dalam kasus penetapan harga dihukumkan sama dengan kasus Samurah dengan seorang Ansar di atas. Karena pohon kuram1. Negosiasi Samurah & persyaratan harus ditebang demi kepentin- gan seorang Ansar, dan tindakan pemerintah membatasi harga atas dasar kepentinganBank masyarakat banyak adalah lebihNasabah logis dan relevan. Cara seperti ini oleh para pakar Usul Fiqh disebut sebagai qiyas au- 3. Akad jual beli lawiy (analogi yang paling utama). Alasan laian yang mereka kemuka- kan adalah menganalogikan at-tas’ir al-jabari dengan kebolehan hakim memaksa seseorang yang berutang tapi enggan membayarnya. Dalam 4. Bayar secara cicil hal ini Rasulullah saw bersabda:

29 HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa’id al-Khudri.

ال يبيع حاضر لباد ، دعوا الناس يرزق اهلل بعضهم من بعض أن يسعر اإلمام سعرأ ويجبرهم على الﺗبايع به أن يأمر السلطان أهل السوﻖ أن ال يبيعوا أمتعتهم إال بسعر معلوم لمصلحة تحد يد الحاكم السوﻖ لبايع المأكول إِنََّمَا الْبَيْعُ عَنْ ﺗَرَاضٍ يَاأَيَُّهَا الََّذِينَ ءَامَنُوا الَ ﺗَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِالََّ أَنْ ﺗَكُونَ ﺗِجَارَةً عَنْ ﺗَرَاضٍ مِنْكُمْ Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... 105 ﺗصرف اإلمام Qusthoniahعلى الرعية منوط بالمصلحة إنما أنﺕ مضار )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم عن أبى سعيد الﺨدرﻯ( مطل الغني ﻆلم )رواﻩ البﺨارﻯ ومسلم واحمد بن حنبل وابو داود( 30 األصل في المعامالﺕ ”.adalah zalim اإلباحة إال أن utangnya يدل دليل membayar على enggan ﺗحريمها Orang kaya yang“ Hadits ini juga membicarakan pertentangan kepentingan pribadi, yaitu kepentingan pribadi yang memberi utang dan kepent - ingan pribadi yang berutang. Ketika orang yang berutang dianggap mampu membayar2. Akad utangnya, wakalah tetapi untuk ia enggan beli barang membayarnya, maka Rasulullah saw menyatakan sebagai zalim. Oleh sebab itu, para pa- kar fiqh sepakat menyatakan bahwa hakim berhak memaksa orang yang berutang itu menjual1. Negosiasi hartanya & persyaratanuntuk membayar utangnya itu. Dalam kasus at-tas’ir al-jabari ini pun demikian halnya. Apabila para pedagang mempermainkanBank harga, berarti mereka Nasabahjuga berbuat zalim kepada para konsumen, padahal kepentingan konsumen lebih domi- nan disbanding kepentingan3. Akad para jualpedagang beli itu. Di samping itu, Imam al-Ghazali (450-505 H/ 1085-1111 M), mengqiyaskan kebolehan penetapan harga dari pihak pemerintah ini kepada kebolehan pemerintah4. Bayar secara untuk cicil mengambil harta orang- orang kaya untuk memenuhi keperluan angkatan bersenjata, karena angkatan bersenjata berfungsi penting dalam pengamanan Negara dan warganya. Menurutnya, apabila untuk kepentingan angkatan bersenjata harta orang-orang kaya boleh diambil, tanpa imbalan, maka penetapan harga yang disebabkan ulah para pedagang lebih lo- gis untuk dibolehkan, setelah memperhitungkan modal, biaya tans- fortasi, dan keuntungan para pedagang itu. Logika al-Ghazali ini, dalam Usul Fiqh, disebut dengan qiyas aulawiy. Menurut para ulama fiqh, syarat-syarat at-tas’ir al-jabari adalah: • Komoditi atau jasa itu sangat diperlukan masyarakat banyak. • Terbukti bahwa para pedagang melakukan kesewenang-wenangan dalam menentukan harga komoditi dagangan mereka. • Pemerintah itu adalah pemerintah yang adil. • Pihak pemerintah harus melakukan studi kelayakan pasar dengan menunjukan para pakar ekonomi. • Penetapan harga itu dilakukan dengan terlebih dahulu memper- timbangakn modal dan keuntungan para pedagang. • Ada pengawasan yang berkesinambungan dari pihak penguasa ter- hadap pasar, baik yang menyangkut harga maupun yang menyang-

30 HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad ibn Hanbal, dan Abu Dawud. Jurnal Syari’ah 106 Vol. II, No. II, Oktober 2014

kut stok barang, sehingga tidak terjadi penimbunan barang oleh para pedagang. Untuk pengawasan secara berkesinambungan ini pihak penguasa harus membentuk suatu badan yang secara khu- sus bertugas untuk itu.

Urgensi Penetapan Harga Menurut Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi: “Penentuan harga mempunyai dua bentuk; ada yang boleh dan ada yang haram. Tas’ir ada yang zalim, itulah yang diharamkan dan ada yang adil, itulah yang dibolehkan.”31 Penetapan harga yang tak adil dan haram, berlaku atas naiknya harga akibat kompetisi kekuatan pasar yang be- bas, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan suplai atau menai- kkan permintaan. Ibnu Taimiyah sering menyebut beberapa syarat dari kompetisi yang sempurna. Misalnya, ia menyatakan, “Memaksa penduduk menjual barang-barang dagangan tanpa ada dasar kewajiban un- tuk menjual, merupakan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang.” Ini berarti, penduduk memiliki kebebasan sepenuhnya un- tuk memasuki atau keluar dari pasar. Qardhawi menyatakan bahwa jika penentuan harga dilakukan dengan memaksa penjual menerima harga yang tidak mereka ridai, maka tindakan ini tidak dibenarkan oleh agama. Namun, jika penentuan harga itu menimbulkan suatu keadilan bagi seluruh masyarakat, seperti menetapkan Undang-un- dang untuk tidak menjual di atas harga resmi, maka hal ini diperbo- lehkan dan wajib diterapkan.32 Sedangkan penetapan harga yang adil dan sah sebagaimana pada penjelasan di atas yaitu penetapan harga diberlakukan apabila ada kedzaliman dalam penentuan harga atau karena ada ketimpan- gan harga yang kiranya diperlukan adanya tas’ir. Dan sah jika untuk kemashlahatan bersama. Menurut Qardhawi, jika pedagang mena- han suatu barang, sementara pembeli membutuhkannya de­ngan maksud agar pembeli mau membelinya dengan harga dua kali lipat harga pertama. Dalam kasus ini, para pedagang secara suka rela ha- rus menerima penetapan harga oleh pemerintah. Pihak yang ber- wenang wajib menetapkan harga itu. Dengan demikian, penetapan

31 DR. Yusuf Qardhawi. Norma Dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta : Gema Insani, 1997) h.257 32 Ibid. Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 107 harga wajib dilakukan agar pedagang menjual harga yang sesuai demi tegaknya keadilan sebagaimana diminta oleh Allah.33 Sedang menurut Ibnu Taimiyah, ”Harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.”34 Tak dapat dielakkan lagi bahwa penetapan harga sangat penting dan dibutuhkan sekali pada saat terjadi monopoli, ketimpangan atau kedzaliman dalam penentuan harga pada suatu pasar.

Kesimpulan Kata tas’ir berasal dari kata sa’ara-yas’aru-sa’ran, yang artinya me- nyalakan. Lalu dibentuk menjadi kata as-si’r dan jamaknya as’ar yang artinya harga (sesuatu). Dari berbagai definisi para ahli, sebenarnya maknanya hampir sama. Kesamaannya ialah definisi-definisi terse- but selalu menyebut tiga unsur yang sama. Pertama, penguasa seb- agai pihak yang mengeluarkan kebijakan. Kedua, pelaku pasar seb- agai pihak yang menjadi sasaran kebijakan. Ketiga, penetapan harga tertentu sebagai substansi kebijakan. Mengenai penetapan harga sendiri, sebagian ulama meng- haramkannya dan sebagian lain membeolehkannya. Penetapan har- ga (tas’ir) pada suatu perdagangan dan bisnis diperbolehkan jika di dalamnya terdapat kemungkinan adanya manipulasi sehingga beraki- bat naiknya harga. Berbagai macam metode penetapan harga tidak dilarang oleh Islam dengan ketentuan sebagai berikut; harga yang ditetapkan oleh pihak pengusaha/pedagang tidak menzalimi pihak pembeli, yaitu tidak dengan mengambil keuntungan di atas normal atau tingkat kewajaran. Tidak ada penetapan harga yang sifatnya me- maksa terhadap para pengusaha/pedagang selama mereka menetap- kan harga yang wajar dengan mengambil tingkat keuntungan yang wajar (tidak di atas normal). Harga diridai oleh masing-masing pi- hak, baik pihak pembeli maupun pihak penjual. Harga merupakan titik keseimbangan antara kekuatan permintaan dan penawaran pasar yang disepakati secara rela sama rela oleh pembeli dan pen- jual. Apabila keseimbangan ini terganggu, maka pemerintah atau pihak yang berwenang harus melakukan intervensi ke pasar dengan

33 Ibid. 34 Ir.Adiwarman Karim, SE, MA. Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Penerbit III Indo- nesia), 2003, h. 224 Jurnal Syari’ah 108 Vol. II, No. II, Oktober 2014 menjunjung tinggi asas-asas keadilan baik terhadap pihak pedagang/ pengu­saha maupun terhadap pihak konsumen.

Daftar Pustaka

Abu Yusuf, 1979, Kitab al-Kharaj, (Beirut: Dar al-Ma’rifah) Al-Ghazali, Abu Hamid, t,t, Ihya’ ‘Ulum al-Din, Jilid II Al-Duraini, Muhammad Fathi, 1998, Buhuts al-Muqarranah fi al-Fiqh al-Islamy wa Ushhulihi, (Beirut: Muassasah al-Risalah) An-Nabhani, Taqiyuddin, 1967, Pokok-Pokok Pedoman Islam Dalam Bernegara, terjemahan dari An-Nizham Al-Iqtishad fi al- Islam, (Bandung: Diponegoro) Budi Utomo, Setiawan, 2003, Fiqih Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. (Jakarta: Penerbit Gema Insani Press) Chapra, DR. M. Umer, 2000, Islam dan Tantangan Ekonomi. (Jakarta: Gema Insani Press) Firdaus, 2009, “Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga dalam Perspe- ktif Ekonomi Islam”, dalam http://dausalhuriyah.blogspot. com/2009/08/mekanisme-pasar-dan-regulasi-harga.html. Diak- ses pada tanggal 12 Juni 2013 Fuadi, Suud, 2009, “Mekanisme Pasar dan Pengendalian Harga”, dalam http://suud83.wordpres.com/2009/03/27/mekanisme-pasar- islami-dan-pengendalian-harga/ yang diakses pada 12 Juni 2013 Haroen, Nasrun, 1999, Perdagangan Saham di Bursa Efek Menurut Hu- kum Islam, (Padang: IAIN IB Press) Ibn Taymiyah, t,t, Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, Vol 29, t.tp, t.th Islahi, A.A, 1998, Economic Concepts of Ibn Taymiyah, (London: The Islamic Foundation), terjemahan Konsep Ekonomi Ibn Taymi- yah, (Surabaya: Bina Ilmu Offset. Ifham Sholihin, Ahmad, 2010, Buku Pintar: Ekonomi Syariah. (Jakar- ta: PT Gramedia Pustaka Utama) Al-Jauziyah, Ibn Qayyim, 1961, Al-Thuruq al-Hukmiyah fi al-Siyasah al- Syar’iyyah (Kairo: Muassasah Al-’Arabiyyah) Karim, Adiwarman Azhar, 2003, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontem- porer. (Jakarta : Gema Insani Press) Tas’ir Al-Jabari (Penetapan Harga Oleh Negara) ... Qusthoniah 109

______, 2004, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mannan, M. A, 2005, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Islamic Eco- nomics, Theory and Practice, HM Sonhaji et.al, (Ed), (Yokyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa) Muhammad Sulaiman, Ph.D., Aizuddinur Zakaria, 2010, Jejak Bisnis Rasul. (Jakarta: PT Mizan Republika) Qardhawi, Yusuf, 2000 Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press), yang diterjemahka oleh Zainal Arifin dan Dahlia Husin dari Dar al-Qiyam wa al-Akhlam fi al-Iqtishad al- Islami.