sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XXIV, Nomor 3, 1999 : 1 - 10 ISSN 0216- 1877

BEBERAPA CATATAN TENTANG (RHODOPHYTA)

oleh

Nurul D.M. Sjafrie 1)

ABSTRACT

SOME NOTES ON GELIDIUM (RHODOPHYTA). Gelidium is one the belong to Rhodophyta. They have been known as the best agar produce. They are usually growing in clean sea water with high salinity and water current. Some species can grow on muddy bottom. The life cycle of this algae are triphasic, i.e. : tetrasporophytes, gametophytes and carposporophytes. This paper will discuss the biology and development prospects of this algae.

PENDAHULUAN obat-obatan, tekstil, dan sebagainya. Salah satu rumput laut yang dapat menghasilkan Penggalian sumberdaya alam sudah agar-agar adalah marga Gelidium. dilakukan sejak dulu, terutama pada Kandungan agar-agar dalam thallus sumberdaya yang ada di daratan. Untuk Gelidum sangat bervariasi menurut jenis dan sumberdaya laut pun usaha penggalian terus lokasi tumbuh. G. pussilum yang tumbuh di dilaksanakan, bahkan saat ini, telah diketahui perairan Veraval, India mempunyai kandungan adanya senyawa bioaktif yang berasal dari agar 22% (MAIRTH & RAO, 1978). organisme laut, misalnya dari sponge, karang Selanjutnya, kandungan agar pada G. lunak, teripang, rumput laut dan sebagainya. pristoides yang tumbuh di Port Alferd, Afrika Senyawa bioaktif tersebut ada yang bersifat Selatan adalah sebesar 30-48% berat kering antikanker, antibakteri dan lain-lain, sehingga (CARTER & ANDERSON, 1986). Gelidiium penggalian terus ditingkatkan. latifolium yang tumbuh di Roscoff (sebelah Telah diketahui pula bahwa hasil utara Britain), memiliki kandungan agar 26 - ekstraksi dari beberapa jenis rumput laut 42% kering (MOURADI-GIVERNAUD, et al. menghasilkan senyawa-senyawa berupa 1992). Sementara itu Gelidium yang tumbuh alginat, furcelaran, caulerpin, carragenan atau di perairan Sulawesi mempunyai kandungan agar-agar (SOEGIARTO et al., 1978). agar mencapai 30% (KADI & ATMADJA. Senyawa-senyawa tersebut umumnya 1988). digunakan dalam industri, misalnya agar-agar Di Indonesia rumput laut marga banyak digunakan dalam industri makanan, Gelidium, mempunyai nama daerah yang

1) Balai Peneiitian Lingkungan Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.

1

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id berbeda-beda. Di Jawa Barat disebut kades, bervariasi antara 1 mm - 30 cm. G. pussilum, atau intip kembang karang. Di Bali disebut memiliki panjang thallus antara 1 - 2 mm bulung ayam atau bulung merak, sedangkan sedangkan G. robustum panjang thallusnya di Ambon disebut sayur laut (ATMADJA & antara 15 - 30 cm (DAWES, 1981). Trhallus SULISTIJO, 1988). tumbuhan membentuk rumpun dengan tipe Saat ini pemanfaatan Gelidium sebagai percabangan dichotomous atau menyirip bahan baku agar-agar masih tergantung pada dengan batang utama yang tegak. Bentuk thal- sediaan alami. Usaha pengembangan ke arah lus pipih dan bersifat cartilagenous. Thallus budidaya di lapangan masih belum dilakukan, berwarna coklat, hijau-coklat atau pirang. Or- karena belum ditemukan metoda yang cocok gan reproduksi berukuran mikroskopis (KADI untuk membudidayakan rumput laut tersebut. & ATMADJA, 1988), sistokarp biokular Bila pengambilan di alam dibiarkan terus (EDYVANE, 1991). sementara usaha ke arah budidaya tidak dilakukan, maka dikhawatirkan suatu saat SIFAT-SIFAT HIDUP keberadaan Gelidium di Indonesia akan mengalami kepunahan. Seperti tumbuhan hijau lainnya, untuk Informasi mengenai Gelidium dari tumbuh dan berkembang Gelidium berbagai aspek telah banyak dipublikasi oleh membutuhkan cahaya, dan nutrisi. Faktor- pakar asing, namun di Indonesia tulisan faktor lingkungan lain yang ikut menunjang tentang Gelidium masih terbatas pada tumbuh-kembangnya algae ini adalah suhu, sebarannya (ATMADJA & SULISTIJO, 1988) salinitas, substrat serta pergerakan air. Selain dan daur hidupnya (SJAFRIE, 1993). Dalam itu faktor biotik seperti kompetisi juga turut tulisan ini akan dikemukakan tentang sifat-sifat menentukan keberadaannya. hidup, daur hidup serta prospek pengembangan rumput laut marga Gelidium. Diharapkan A. Cahaya tulisan ini akan menambah wawasan kita untuk Cahaya merupakan salah satu faktor pengembangan serta pengelolaan rumput laut yang membatasi sebaran dari Gelidium. tersebut di masa mendatang. Beberapa pakar melaporkan bahwa Gelidium banyak didapati di daerah yang agak terlindung MORFOLOGI atau di daerah yang berintensitas cahaya rendah. Hal ini didukung oleh hasil dalam Gelidium termasuk salah satu anggota penelitian di dalam laboratorium memper- ordo , divisio Rhodophyta (algae lihatkan bahwa pertumbuhan Gelidium akan merah). Dalam Taksonomi, klasifikasi lebih baik di tempat yang berintensitas cahaya Gelidium menurut DAWES (1981) adalah rendah. Kecepatan fotosintesis dari G. sebagai berikut: caulacantheum lebih cepat pada intensitas cahaya 800 lilin daripada intensitas cahaya Divisio : Rhodophyta 2000 lilin. Sementara itu G. amansii akan Kelas : Floridophyceae mengalami kejenuhan pada intensitas cahaya Ordo : Gelidiales dibawah 5000 lux. (SANTELICES, 1988). Suku : Cahaya akan mempengaruhi warna dan Marga : Gelidium morfologi thallus Gelidium. Bleacing Geledium hidup di daerah intertidal dan (pemutihan) akan terjadi apabila tumbuhan subtidal, melekat pada substrat padat seperti berada pada intensitas cahaya yang tinggi. Di kayu, batu, karang mati. Panjang thallus daerah substropis bleacing umumnya terjadi

2

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id pada musim panas (AKATSUKA, 1986; laboratorium pada Photon Flux Density (PFD) SATELICES 1988). Diketahui bahwa proses 20 µmol/m2 detik masing-masing adalah perubahan warna pada thallus Gelidium antara sebesar 6.84 dan 0.369 mg/berat basah. lain disebabkan oleh berkurangny a kandungan Kemudian PFD dinaikkan menjadi 300 µmol/ phycobilin (phycocianin dan phycoerythrin). m2 detik, maka kandungan phycoerythrin dan Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang phycocianin menjadi 1.78 dan 0.086 mg/ berat telah dilakukan FREDRICKSEN & basah. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan RUENESS (1989). Hasil penelitian mereka penambahan Nitrogen (AKATSUKA, 1986; menunjukkan bahwa kandungan pigmen FREDDRICSEN & RUENESS, 1989). Pada phycoerytrin dan phycocianin Gelidium gambar la dan lb. diperlihatkan kandungan latifolium yang diperlihara di dalam phycobilin dan chlorofil a pada keadaan yang cukup dan kekurangan Nitrogen.

Gambar la. Total phycobiliprotein pada keadaan yang cukup dan kekurangan hidrogen

Gambar lb. Phycoeritrin dan phycocanin pada keadaan yang cukup dan kekurangan nitrogen

3

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Hasil penelitian D'ANTONIO & fotosintesis akan terus meningkat sampai suhu GIBOR (1985) tentang pengaruh PFD 30 °C dan akan turun secara drastis pada suhu terhadap morfologi G. robustum yang berasal diatas 35 °C. Selanjutnya G. coulterii dari Santa Cruz, California menunjukkan mempunyai suhu optimum antara 25 °C dan bahwa tanaman yang diberi perlakuan PFD 35 °C, namun proses fotosintesis akan terjadi tinggi akan membentuk percabangan yang sangat lambat pada suhu antara 33 - 42 °C banyak namun ukuran thallusnya pendek- (SANTELICES, 1988). pendek. Sebaliknya, tanaman yang diberi Hasil penelitian MACLER & WEST perlakuan PFD rendah mempunyai ukuran (1987) memperlihatkan bahwa G. coulteri yang thallus yang panjang serta percabangan yang ada di Baja California dapat hidup pada kisaran relatif sedikit. Hasil lain yang diperoleh suhu antara 8 - 17 °C. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman yang diperlihara laboratorium menunjukkan bahwa jenis dengan periode penyinaran 16.8 terang:gelap tersebut tumbuh optimal pada kisaran suhu akan memiliki percabangan dan perakaran antara 20 - 27 °C. yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang diberi periode penyinaran 12 : C. Salinitas 12 terang:gelap. Kemampuan adaptasi Gelidium terhadap salinitas cukup bervariasi, tergantung B. Suhu dari masing-masing jenis. Misalnya G. Setiap makhluk hidup memiliki pussilum memiliki kisaran salinitas antara 26,3 toleransi yang berbeda terhadap suhu. - 31.36 permil. G. corneum dari Texas, dapat Umumnya suhu akan berpengaruh terhadap hidup pada salinitas minimum 13 permil proses-proses metabolisma tubuh. Pada dan salinitas maksimum 37 permil Gelidium, faktor suhu akan berpengaruh (SANTELICES, 1988). terhadap sebaran vertikal dari rumput laut ini. Di Indonesia Gelidium cenderung G. cartilageneum dan G. nudiform yang hidup hidup di daerah yang bersalinitas tinggi, pada kedalaman 13-14 meter dapat bertahan misalnya di Bali 33 permil, di Cilurah Banten hidup pada suhu di bawah 30 - 32°C, 34 permil dan di Seram Timur 34 permil sedangkan G. pussilum yang hidup di daerah (ATMADJA & SULISTIJO, 1988) dan belum upper intertidal tumbuh baik (optimal) pada pernah ada publikasi yang menyatakan bahwa suhu 20 °C. Selanjutnya G. rex yang hidup di ada Gelidium yang hidup pada salinitas rendah. daerah sub tidal tumbuh optimal pada suhu 15 °C (SANTELICES, 1988). D. Substrat Menurut CARTER (1985) suhu opti- Untuk hidup, masing-masing jenis mum bagi G. pristodes yang tumbuh di Port Gelidium membutuhkan substrat yang paling Alfred, Afrika Selatan adalah 15-23 °C. la cocok. Umumnya rumput laut ini lebih juga mengatakan bahwa pada suhu dibawah menyukai substrat yang berupa batu-batuan. 5 °C aktivitas fotosintesis akan terhambat, Namun kekecualian yang terjadi pada G. sementara itu untuk jenis-jenis Gelidium yang pussilum yang tumbuh di Australia Selatan hidup di perairan hangat, aktivitas fotosintesis lebih menyukai substrat berlumpur, sedangkan akan terhenti pada suhu di bawah 10 °C. G. crinale yang tumbuh di pantai Cadiz lebih Penelitian laboratorium tentang menyukai substrat berpasir. pengaruh suhu terhadap aktivitas fotosintesis Tipe substrat akan berpengaruh Gelidium amansii menunjukkan bahwa proses terhadap morfologi Gelidium. Dari hasil

4

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id penelitian diketahui bahwa Gelidium yang pada tempat yang sama. Selain memiliki tumbuh pada substrat batuan akan memiliki kompetitor, Gelidium juga tidak lepas dari percabangan yang gemuk, sedangkan yang intaian pemangsanya. Organisme pemangsa tumbuh pada pasir/lumpur akan memiliki terdiri dari ikan (Acanthurus triostegus dan A. percabangan yang kurus tetapi panjang aliala), moluska (Haliotis cracherodii dan H. (SANTELICES, 1988). Hal ini tidak berlaku australis) dan bulu babi (Arbacia lixula dan mutlak, karena masih banyak faktor-faktor lain Paracentrotus lividus) (SANTELICES, 1988). yang ikut menentukan morfologi dari Gelidium. DAUR HIDUP

E. Pergerakan Air Seperti umumnya Rhodophyceae, daur Umumnya Gelidium tumbuh di daerah hidup Gelidium mengalami pergantian yang berombak besar, dimana pergerakan air generasi antara seksual dan aseksual. Bentuk- (ombak) dan arus yang relatif besar bentuk yang dapat ditemukan di alam adalah (ATMADJA & SULISTIJO, 1988). bentuk tetrasporofit (2n=diploid) dan bentuk SATELICES (1988) mengatakan bahwa suku gametofit (n=haploid). Pada tetrasporofit Gelidiaceae digolongkan kedalaman rumput tumbuhan akan membentuk spora yang hap- laut yang dapat hidup pada pergerakan air loid, masing-masing akan tumbuh menjadi sedang sampai keras. gamettofit jantan dan gammetofit betina. Setelah tumbuh menjadi tumbuhan masing- G. Kompetisi masing gametofit betina akan berdiferensiasi Organisme yang dianggap sebagai menjadi wadah tempat memelihara zigot kompetitor utama adalah Pterocladia apabila sperma masuk ke dalamnya, Zigot (2n) cappilacea. Secara visual antara Gelidium dan akan dikeluarkan sebagai karpospora, yang Pterocladia. sangat sulit dibedakan. Umumnya selanjutnya akan tumbuh menjadi tetrasporofit kedua rumput laut ini selalau hidup bersamaan kembali (Gambar 2).

Gambar 2. Daur hidup Gelidium (Edyvane, 1991)

5

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Di alam bentuk gametofit jantan disarikan dalam Tabel 1. maupun betina sangat sukar dijumpai, bentuk yang umum adalah tetrasporofit. DEL-PROO PROSPEK PENGEMBANGAN & DE-LACAMPA (dalam SANTELICES, 1988) mendapatkan perbandingan tetrasporofit Seirama dengan berkembangnya dan gametofit Gelidium robostum yang hidup bioteknologi, terutama masalah-masalah yang di Baja California adalah 12 : 1. berhubungan dengan manipulasi genetik Hasil penelitian di laboratorium (kultur bakteri), maka permintaan bahan baku menunjukkan bahwa spora yang baru dilepaskan agar-agar akan semakin meningkat. Seperti oleh tetrasporofit Gelidium amansii berbentuk diketahui bahwa medium agar standar yang seperti amoeba dan lama kelamaan akan berbentuk digunakan dalam kultur bakteri adalah agar bulat dengan diameter 25 µm, sedangkan yang sebagian besar berasal dari marga karpospora berdiameter 30 µm (SJAFRIE, 1993). Gelidium. Oleh karena itu usaha untuk tetap Ditambahkan pula bahwa spora yang dikeluarkan dapat mempertahankan suplay bahan baku oleh thallus akan menempel di dasar petridish harus terus dipertahankan. setelah 10 - 20 menit (KATADA, 1955) Sampai saat ini usaha untuk Hasil penelitian KATADA (1955); DEL- membudidayakan Gelidium di alam masih PROO, et al. (1971); CARTER (1985) dan merupakan tanda tanya yang besar. Salah satu SJAFRIE (1993) tentang perkembangan spora penyebab mengapa Gelidium tidak menarik dari marga Gelidium memperlihatkan bahwa untuk dibudidayakan adalah morfologinya. pada saat spora menempel di dasar petridish Bentuk thallus yang relatif kecil bila warnanya akan menjadi gelap (Gambar 3 a) dan dibadingkan dengan Gracilaria atau Eucheuma segera disusul dengan keluarnya "germ tube" akan menyulitkan usaha budidaya dengan (Gambar 3b, c, dan d). Selanjutnya isi sel lama menggunakan sistem yang ada saat ini. Seperti akan bermigrasi ke tonjolan yang dibentuk dan diketahui bahwa sistem penanaman rumput setelah seluruh isi sel berpindah, sel akan laut yang lazim dipakai sampai saat ini adalah membelah (Gambar 3e, f, g, h). Setelah sistem ini rumpun tanaman diikatkan pada rak- beberapa waktu "primary rhizoid" akan muncul rak atau tali. Untuk Gelidium hal ini sangatlah dan akan bertambah panjang sesuai dengan tidak memungkinkan karena thallusnya yang pertambahan waktu (Gambar i, j, k). Selanjutnya relatif pendek. Selain itu, Gelidium yang ada kumpulan sel (thallus) akan membuat di Indonesia umumnya adalah jenis-jenis yang percabangan serta akar-akar (Gambar 31, m, n). menyukai salinitas tinggi dan perairan yang relatif berombak besar. Hal ini akan menjadi SEBARAN faktor pembatas karena sistem tanam yang ada tidak dapat diterapkan di lokasi tersebut. Dari 40 jenis Gelidium yang ada di Tampaknya sistem tanam untuk dunia, 8 diantaranya terdapat di perairan In- Gelidium tidak dapat dilakukan di alam, donesia (LEVRING et al. dalam ATMADJA melainkan dilakukan di dalam bak-bak yang & SULISTIJO, 1988). Di Indonesia, Gelidium diisi oleh air laut serta dirancang sedemikian mempunyai sebaran geografik yang luas. rupa sehingga keadaannya tidak jauh berbeda Umumnya rumput laut ini hidup di perairan dengan di alam. Disamping teknik penanaman, pantai yang berombak besar, misalnya pantai usaha pengadaan bibit juga perlu diperhatikan Barat Sumatera, pantai Selatan Jawa, Bali, agar usaha budidaya dapat berjalan seoptimal Nusa Tenggara dan Maluku. ATMADJA & mungkin. Di bawah ini akan dikemukakan SULISTIJO (1988) telah merangkum sebaran beberapa alternatif untuk pengembangan dan habitat Gelidium di Indonesia dan pembibitan rumput laut marga Gelidium.

6

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar 3. Perkembangan spora Gelidium (a-n)

7

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Tabel 1. Sebaran dan Macam Habitat Gelidium spp. di Indonesia (ATMADJA DAN SULISTUO, 1988)

A. Kultur Jaringan. Selanjutnya FUJITA & SAITO (1990) telah Teknik ini mungkin dapat diterapkan dapat menggabungkan protoplasma dari 7 jenis setelah diperoleh keberhasilan pada kultur Porphyra. jaringan porphyra dan Gracilaria. (EVAN et al., 1983) C. Perkawinan Silang Dari bekal pengetahuan tentang siklus B. Fusi Protoplasma reproduksi maka sangatlah memungkinkan Kemungkinan untuk melakukan fusi dapat dilakukannya perkawinan silang antara protoplasma pada Gelidium tampaknya akan 2 jenis Gelidium. Setelah diperoleh bentuk menjadi tantangan para pakar. Namun ada titik gametofit jantan dan betina dari 2 jenis yang terang setelah muncul keberhasilan yang berlainan, maka akan dapat dilakukan kawin diperoleh FUJITA & MIGITA (1987) dalam silang, dengan catatan bahwa kromosom antara menggabungkan protoplasma dari 2 jenis kedua jenis tersebut relatif sama. Pada Tabel Porphyra. Keberhasilan lainnya diperoleh 2. diperlihatkan jumlah kromosom dari REDDY et al. (1989) yang telah beberapa jenis Gelidium yang hidup di Jepang menggabungkan protoplasma dari 3 jenis Ulva. (AKATSUKA, 1986).

8

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Tabel 2. Jumlah kromosom dari beberapa jenis D'ANTONIO CM. and A. GIBOR 1985. A Gelidium yang hidup di perairan Jepang note on some influences of Photon Flux Density on the morphologY of germlings of Gilidium robustum (Gilidiales, Rhodophyta) in culture. Botanica Marina. 24 : 313 - 316. DAWES, C.J. 1981. Marine Botany. John Wiley & Sons, New York : 173 - 194. EDYVANE, K.S. 1991. An Introduction to tax- onomy of coral reef macroalgae and their role as bio-indicators of the effects of pollution. Paper presented in Asean- Australia Marine Project : Living Kultur spora direkomendasikan juga Coastal Resourses, July, 1991, Jakarta : untuk memenuhi kebutuhan bibit rumput laut. 48p. Dari kultur spora diharapkan akan diperoleh bibit-bibit pilihan yang dapat dikembangkan. EVANS, D.A.; W.R. SHARP; PV. Dengan begitu banyak informasi serta peluang AMMIRATO and Y. YAM ADA 1983. yang ada, maka pengembangan sumberdaya Handbook of Plant Cell Culture Volume laut yang masih belum diungkapkan akan I: Technique for propagation and breed- menjadi tantangan bagi kita semua. ing. FREDRICKSEN, S and J. RUENESS 1989. DAFTAR PUSTAKA Culture studies of Gelidium latifolium (Grev.) Born et Thur. (Rhodophyta) AKATSUKA, I. 1986. Japanese Gelidiales from Norway. Growth and Nitrogen (Rhodophyta) especially Gelidium. storage in response to varying photon Oceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev. 24 : 171 flux density, temperature and nitrogen - 263. availability. Botanica Marine. 32 : 539- ATMADJA, W.S. dan SULISTIJO 1988. 546. Sebaran dan habitat Gelidium di Indo- FUJITA, Y. and MIGITA, S. 1987. Fusion of nesia. Penelitian Oseanologi Perairan protoplast from thalli two different Indonesia Buku I: Biologi, Geologi, color types in Porphyra yezoensis Ueda. Lingkungan dan Oseanografi : 69 - 73. and development of fusion products. CARTER, A.R. 1985. Reproduktive morphol- Jap. J. Phycol. 35 : 201 - 208. ogy and culture studies of Gelidium FUJITA, Y. and SAITO, M. 1990. Protoplast pristoides (Rhodophyta) from Port isolation and fusion in Porphyra Alfred in South Africa. Botanica Ma- (Bangiales, Rhodophyta). rina 28: 303 - 311. Hydrobiologia. 204/205 : 161 - 166. CARTER, A.R. and R.J. ANDERSON 1986. KADI, A., dan W.S. ATMADJA 1988. Rumput Seasional growth and agar contents in Laut (Algae) : Jenis, Reproduksi, Gelidium pristoides (Gelidiales, Budidayadan Pasca-panen. Puslitbang Rhodophyta) from Port Alfred, South Oseanologi LIPI Jakarta : vi + 69 h. Africa. Botanica Marina 24 : 117 -123. KATADA, M. 1955. Fundamental studie on the propagation of Gelidiaceous Algae

9

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

with special reference to shedding and REDDY, C.R.K.; MIGITA, S AND Y. YUJITA adhesion of spores, germination, 1989. Protoplast isolation and regenera- growth and vegetative reproduction. tion of three species of Ulva in axenic Jour. Shimoseki Coll. Fish. 5 : 1 - 87. culture. Botanica Marina 32:483 - 490. MACLER, B.A. and J.A. WEST 1987. Life SANTELICES. B. 1988. Synopsis of biologi- history, physiology of red alga, cal data on seaweed genera Gelidium Gelidium coulterii, in unualgal culture. and Pterocladia (Rhodophyta). FAO Aquaculture. 61 : 281 - 293. Fish. Synop. (145): 55 p. MAIRH, O.R and RAO, P.S. 1978. Culture SOEGIARTO. A.; SULISTIJO; W.S. studies on Gelidium pussilum (Stackh.) ATMADJA dan H. MUBARAK 1978. Le Jolis. Botanica Maarina. 21 : 169 - Rumput Laut (Algae) : Manfaat, 174. Potensi dan Usaha Budidayanya. MOURADI-GEVERNOUD, A.; T. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI, GIVERNOUD; H. MORVAN and J. Jakarta. V 61 hal. COSSON 1992. Agar from Gelidium Sjafrie N.D.M. 1993. Studi tentang daur hidup latifolium (Rhodophyceae, Gelidiales) : Gelidium amansii (Rhodophyta) di Biochemical composition and dalam laboratorium. Paper yang seaseonal variations. Botanica Marina disampikan pada Seminar Ilmiah 35 : 153 - 159. Nasional Biologi XI di Ujungpandang, 20-21 Juli 1993: 14 h.

10

Oseana, Volume XXIV no. 3, 1999