1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media Massa
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media massa memiliki sebuah peran penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Hal ini tergambarkan dalam salah satu fungsi media massa sebagai penyebar informasi (Bungin, 2008 : 80). Audiens berharap dengan mengakses media massa, kebutuhan informasi mereka akan terpenuhi. Motivasi inilah yang mendorong audiens untuk mengkonsumsi media massa seperti membaca koran, mendengarkan radio, atau seperti dalam penelitian ini yaitu menonton televisi. Disini, audiens cenderung untuk mengakses media massa yang berguna bagi dirinya. Individu yang berbeda dapat menggunakan media yang sama untuk tujuan yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan informasi mereka masing-masing. Dari sekian banyak media yang ada, televisi merupakan salah satu media yang paling banyak diminati, karena dinilai lebih menarik dengan menampilkan paduan gambar dan suara secara bersamaan sehingga pesan yang disampaikan dapat ditangkap dan diinterpretasikan secara jelas oleh audiens. Televisi memiliki daya tarik yang kuat disebabkan oleh unsur-unsur audio yang berupa suara, dan visual yang berupa gambar hidup yang menimbulkan kesan mendalam pada audiens. Selain karena kelebihan tersebut televisi juga diminati karena adanya beragam pilihan, mulai dari stasiun televisi sampai program acara dengan berbagai macam jenis program yang dapat di akses dengan mudah dan cepat oleh audiens televisi (Effendy, 1993:177). Program acara televisi sendiri secara garis besar dapat dibagi dua yakni informasi (berita) dan hiburan (entertainment). Program informasi (berita) dibagi menjadi dua kategori, yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news) sedangkan untuk Program hiburan (entertainment), dibagi menjadi empat kategori yaitu music, drama, permainan, dan pertunjukan (Morissan, 2009:215). Berikut adalah contoh gambar tayangan program informasi (berita) televisi lokal berjaringan di Bandung yang menayangkan berbagai macam format : 1 Gambar 1.1 Jenis Program Informasi (Berita) Televisi Lokal Berjaringan di Bandung Program Berita di TVRI Bandung Program Talk Show di IMTV Program Talk Show di IMTV Program Berita di Kompas TV Sumber: Dokumen Pribadi Berikut adalah gambar Program Hiburan (Entertainment) stasiun televisi lokal berjaringan di Bandung yang menayangkan berbagai macam format hiburan. Gambar 1.2 Jenis Progran Hiburan ( Entertainment) Televisi Lokal Berjaringan di Bandung 2 Program Infotainment di Kompas TV Program lawak di Kompas TV Program Musik di PJTV Program lawak di IMTV Sumber : Dokumen Pribadi Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia selama bertahun- tahun menerapkan sistem siaran televisi secara terpusat (sentralistis) dimana sejumlah stasiun televisi yang berlokasi di Jakarta mendapat hak untuk melakukan siaran secara nasional. Sistem penyiaran terpusat dinilai tidak adil dalam suatu Negara demokratis karena tidak memberi peluang kepada masyarakat daerah untuk membuat program dan mengelola penyiaran untuk daerahnya sendiri. Menurut Morissan (2005:8) gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan media penyiaran khusunya televisi. Berlatar-belakang keadaan tersebut, Indonesia secara bertahap mengubah sistem penyiarannya menjadi sistem penyiaran berjaringan yang mengakui keberadaan stasiun televisi daerah atau stasiun lokal (Morissan, 2008 : 104). Hal ini ditandai dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002. Undang-Undang tersebut berisikan tentang UU penyiaran yang mengamanatkan realisasi Sistem Stasiun Berjaringan (SSB), seperti yang dituangkan dalam Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: “Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi atas stasiun penyiaran jaringan dan atau stasiun penyiaran lokal”. Setelah Undang-Undang Penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah televisi baru di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan, khususnya di daerah, yang terbagi dalam empat kategori yaitu lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran berlangganan dan lembaga penyiaran komunitas. Berbagai informasi tentang daerah yang tidak terekspos oleh media 3 nasional mendasari kehadiran media televisi lokal di berbagai daerah. Kehadiran televisi lokal menambah variasi atau pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi, hiburan, dan pendidikan. Bandung sebagai salah satu Kota terbesar di Indonesia menjadi pasar yang menarik bagi para pelaku bisnis industry pertelevisian. Adanya penambahan jumlah stasiun televisi lokal dari tahun ke tahun di Kota Bandung memperlihatkan geliat semangat dari pelaku industry televisi lokal. Berbagai stasiun televisi lokal bermunculan di Kota Bandung, Asosiasi TV Lokal Indonesia (ATVLI) menyatakan bahwa di wilayah Bandung, kurang lebih ada delapan stasiun TV lokal terkemuka, yakni TVRI Jawa Barat, MQTV, Kompas TV (STV Bandung), PJTV, Rajawali Televisi (RTV), Bandung TV, Indonesia Musik Televisi (IMTV Bandung), Garuda Vision TV. Di Bandung sendiri masih banyak stasiun TV lokal yang belum terhimpun di ATVLI dan beberapa dalam proses pembentukan. (atvli.com id.wikipedia.org). Dari delapan televisi lokal tersebut, Bandung hanya mempunyai enam televisi lokal yang berjaringan yaitu TVRI Jawa Barat berjaringan dengan TVRI Nasional, STV berjaringan dengan Kompas TV, PJTV berjaringan dengan JPMC, Bandung TV berjaringan dengan Bali TV, IMTV berjaringan dengan Sindo TV, Garuda TV berjaringan dengan O-Channel. (http://skpm.ipb.ac.id/karyailmiah/index.php/proposalskripsi/article/view/976) Perkembangan televisi lokal berjaringan pertama di Bandung hadir pada tanggal 11 Maret 1987 yang ditandai dengan mengudaranya TVRI (Televisi Republik Indonesia) pada saat itu mengudara selama 60 menit dengan program acara berita daerah khas TVRI. Pada tanggal 18 Maret 2005 berdiri STV (Sunda Televisi) berjaringan dengan Kompas TV. Dua bulan setelah itu pada tanggal 18 Mei 2005 berdiri PJTV (Padjajaran Televisi) berjaringan dengan JPMC (Jawa Pos Multimedia Corporation) merupakan bagian dari Grup Jawa Pos. Di tahun yang sama pada tanggal 22 Desember 2005 berdiri Bandung TV berjaringan dengan Bali TV. Di tahun 2006 pada tanggal 1 Januari 2006 muncul IMTV (Indonesia Musik Televisi) berjaringan dengan Sindo TV. Pada tanggal 18 Mei 2010 berdiri Garuda Vision TV yang berjaringan dengan O-Channel. Garuda Vision TV 4 sebenarnya telah mengantongi Izin Penyiaran Prinsip (IPP) dari Dinas Komunikasi dan Informatika Propinsi Jawa Barat serta memiliki izin mengudara dari Komisi Penyiaran Indonesia Jawa Barat sejak tahun 2005, namun karena terkendala dana operasional, maka Garuda TV hanya sebatas memiliki frekuensi saja dan belum dapat bersiaran. Dan pada tahun 2010, ketika Grup Garuda TV Network, sebuah perusahaan televisi berlangganan yang berpusat di Belanda bergabung dengan Garuda TV, maka Garuda TV pun dapat bersiaran. (http://fauzyalfalasany.blogspot.com/2010/01/perkembangan-tv-lokal.html) Banyaknya jumlah stasiun televisi lokal berjaringan tersebut membuat masing-masing stasiun televisi berlomba-lomba untuk memperoleh jumlah penonton yang tinggi. Bagi stasiun televisi , faktor yang paling penting adalah audiens, karena audiens adalah konsumen stasiun televisi. Keberhasilan suatu stasiun televisi sangat ditentukan oleh seberapa besar stasiun televisi yang bersangkutan mampu memperoleh audiens, sehingga rating dan audiens share menjadi tolak ukur keberhasilan masing-masing stasiun televisi. Harapan untuk meraih kepemirsaan yang tinggi, sayangnya sampai saat ini belum terwujud di Kota Bandung. Menurut perolehan share TV lokal yang dilakukan oleh AGB Nielsen pada 10 kota besar di Indonesia (Jakarta, Denpasar, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Makassar, Bandung, Banjarmasin, Palembang, Medan), tingkat kepemirsaan media televisi lokal di Kota Bandung tergolong rendah dibandingkan dengan kota lainnya, dimana pada tahun 2010, share pemirsa di Bandung hanya sebanyak 1,1 %. Sedangkan, Denpasar meraih share pemirsa tertinggi sebanyak 4,4%. (Nielsen Newsletter, April 2014) Rendahnya share pemirsa tersebut menunjukkan rendahnya tingkat konsumsi media televisi lokal dari pemirsa di Kota Bandung. Tingkat konsumsi atau penggunaan pada pemirsa berkaitan dengan pemuasan kebutuhan mereka. Media harus mampu memenuhi kebutuhan atau memberikan kepuasan kepada pemirsa yang menontonnya. Apabila kepuasan telah diperoleh, maka mereka akan menonton media tersebut dalam frekuensi yang lebih lama dibandingkan dengan media yang lain. 5 Pada prakteknya perkembangan televisi lokal berjaringan memiliki banyak kendala. Keterbatasan investasi, lemahnya manajemen sumber daya manusia, maupun manajemen keuangan menjadi problem tersendiri bagi TV lokal berjaringan untuk bersaing dengan TV nasional, hal ini kemudian mengakibatkan TV lokal berjaringan kesulitan di dalam mengembangkan dirinya. Popularitas TV lokal berjaringan di tengah masyarakat yang kalah jauh dibanding TV nasional menjadi faktor bagi minimnya sponsor dan investasi pengiklan untuk menghidupi TV lokal berjaringan. Hal ini berdampak sistematis terhadap kelanjutan hidup TV lokal berjaringan yang berada di bandung, maka TV lokal berjaringan di bandung menyiarkan program 80% program dari stasiun TV nasional di bandingkan program lokal dari stasiun TV lokal tersebut. Beragamnya program acara yang muncul di televisi lokal maupun nasional yang menjadi persaingan mengharuskan produser program atau tim kreatifnya untuk membuat suatu strategi baru di setiap acara maupun episode yang akan ditayangkan, karena suatu stasiun televisi tidak lepas dari program di dalamnya (inhouse) bukan hanya acara-acara seperti