(Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim

PELAYARAN ORANG BIAK NUMFOR SEBELUM ABAD 19 SUATU TINJAUAN SEJARAH MARITIM

BIAK NOEMFOOR SHIPPING BEFORE THE 19 CENTURY THE REVIEW OF MARITIME HISTORY

Desy Polla Usmany Balai Pelestarian Nilai Budaya Jayapura Jln. Isele Waena Kampung Jayapura Telp.(0967) 571089, Fax.(0967) 573383 Email: [email protected] Hp. 081354115370

Naskah diterima 17 Juni 2014, diterima setelah perbaikan 13 Juli 2014, disetujui untuk dicetak 20 Juli 2014

ABSTRAK Orang Biak Numfor adalah penduduk asli Papua yang tinggal di kepulauan Biak Numfor. Sebagai masyarakat bahari, mereka memiliki kemampuan dalam pengetahuan tentang alam, astronomi dan teknologi transportasi laut. Dari berbagai sumber sejarah, baik tertulis maupun lisan, diketahui bahwa sebelum abad 15, orang Biak Numfor sudah berlayar ke bagian Barat dan Timur Papua, bahkan hingga keluar Papua. Faktor penyebab pelayaran antara lain tuntutan hidup, harta kawin, budak, aib dan ego korfandi. Namun setelah berhasil menaklukkan sebagian pantai bagian Barat dan kepala burung Papua, tujuan pelayaran mulai berubah. Perburuan budak lebih dominan. Mereka menjadi perompak Papua. Terlebih setelah Belanda berhasil menaklukkan Tidore. Wilayah pelayaran mereka semakin meluas hingga ke Jawa, bahkan diyakini sampai ke Malaka. Peran mereka semakin menurun seiring dengan bangkitnya perompak Tobelo pada abad 19. Secara garis besar, jalur pelayaran mereka dimulai dari kepulauan Biak Numfor, selanjutnya menyusuri tanah besar Papua ke bagian Barat dan Timur. Pelayaran ini menyebabkan banyak orang Biak Numfor kemudian tinggal dan menetap di berbagai daerah lain di luar kepulauan Biak Numfor. Persebaran penduduk Biak Numfor ini berdampak pada terciptanya hubungan emosional nasionalisme kebangsaan , sehingga muncul pergerakan kebangsaan di Biak pada tahun 1948.

Kata Kunci : Sejarah Maritim, Biak Numfor, Papua

ABSTRACT Biak Noemfoor people are indigenous people living in the islands of Biak. As a maritime community, they have the ability in the knowledge of nature, astronomy and marine transportation technology. From a variety of historical sources, both written and verbal, it is known that before the 15th century, the Biak Noemfoor already sailed to the East and , even to get out of Papua. Factors causing the cruise include the demands of life, property mating, slave, embarrassment and ego korfandi. However, after successful conquered most Tidore western coast and Papua bird’s head, began to change the shipping destination. The hunt for the slave is more dominant. They become pirates Papua. Especially after the Dutch conquered Tidore. Increasingly shipping their territory extended to Java, and even believed to Malacca. Their role has declined with the rise of Tobelo pirates in the 19th century. Broadly speaking, the cruise line they started from Biak Noemfoor islands, further down the great land of Papua to the West and the East. This leads many people cruise Biak Noemfoor then lived and settled in many other areas outside the island Biak. Biak Noemfoor population distribution has resulted in the creation of an emotional connection Indonesian nationalism, nationalist movement that emerged in Biak in 1948.

Keywords: Maritime History Biak Noemfoor

199 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216)

A. PENDAHULUAN Di Papua, bukti sejarah maritim yang Papua adalah pulau terujung di bagian masih dapat kita jumpai hingga sekarang, adalah Timur, dari wilayah Republik Indonesia, pelayaran orang Biak Numfor. Pelayaran yang memiliki cukup banyak sejarah pelayaran dilakukan, menyebabkan komunitas mereka yang menghubungkannya dengan penduduk mampu tersebar ke berbagai daerah di Papua Indonesia lainnya. Namun sejarah itu hanya dan luar Papua. Keturunannya diketahui berada diceriterakan secara turun-temurun. Belum di Maluku, Raja Ampat dan hampir di semua ditemukan sumber tertulis dari orang Papua pesisir tanah Besar Papua dari Barat hingga ke yang berasal dari masa itu. Sumber sejarah Timur, bahkan juga di Makassar. kebanyakan berasal dari berita asing pada Secara politik, orang Biak Numfor masa Portugis dan Belanda. Sumber tertulis termasuk yang diperhitungkan oleh Portugis yang dianggap paling tua menceriterakan dan Belanda. Mereka dianggap sebagai hubungan Papua dengan daerah lain adalah sekutu Tidore yang handal. Kemampuan kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu mereka dalam berperang dan mengarungi Prapanca tahun 1364/1365 yang menyebutkan lautan membuat armada laut Tidore semakin nama-nama tempat yang memiliki hubungan jaya. Mereka diketahui memiliki hubungan dengan Majapahit antara lain wwanin ri Sran in emosional dengan Kesultanan Tidore, akibat Timur ning angeka nusatutur (Koentjaraningrat, perkawinan antara Gurabesi (tokoh legendaris 1963: 47-56) Wanin diketahui sebagai Onin Biak Numfor dan Raja Ampat) yang kawin (sekarang Kabupaten Fak-Fak) dan Sran dengan Boki Taiba Adik Sultan Tidore. Di diketahui sebagai Kowiai (sekarang Kabupaten samping itu secara politik wilayah Biak Kaimana). Numfor diklaim oleh Tidore sebagai bagian Berbicara tentang sejarah pelayaran, dari wilayah kekuasaannya. berarti berbicara tentang sejarah maritim. Pada masa perdagangan budak, banyak A.B.Lapian (1992) memberi pandangan orang Biak Numfor yang turut menjadi mengenai pembahasan sejarah maritim bahwa perompak laut. Ada yang berlayar hanya dengan Sejarah maritim Indonesia seharusnya melihat keretnya saja, namun ada juga yang bergabung seluruh wilayah perairan Indonesia sebagai dengan para perompak dari Raja Ampat. Mereka pemersatu yang mengintegrasikan ribuan pulau dikenal sebagai perompak Papua. Armada di Indonesia. Dengan demikian, laut tidak saja perompak ini kebanyakan dipimpin oleh orang dipandang sebagai salah satu sumber daya alam Tidore. Peran mereka sebagai perompak yang bagi kebutuhan hidup manusia, tetapi laut lebih sangat ditakuti, berakhir pada abad-18, dengan dipandang sebagai media pemersatu bangsa. munculnya perompak Tobelo pada abad-19. Pandangan A.B. Lapian, diharapkan Menurut Kamma (1981:60) diketahui dapat mengubah pandangan kita selama ini sudah sejak abad ke-15 orang Biak Numfor mengenai laut. Laut tidak hanya dipandang sampai ke Barat (kepulauan Maluku) dan sebagai media penghubung antar pulau dan Tidore. Hubungan dagang ini bisa terjadi media sumber pangan dan mata pencaharian tentunya karena ada pelayaran orang-orang saja, namun juga sebagai media integrasi yang Biak Numfor ke Bandar-bandar Niaga yang mempersatukan ribuan pulau di Indonesia. lebih besar, sehingga terjadi kontak. Namun Dengan demikian laut memiliki peran dan bagaimana dan di mana jalur pelayaran dan arti bagi pengembangan kajian sejarah, dimulainnya kontak dagang itu masih perlu di mana laut, pulau dan hal-hal lain yang terus digali. berhubungan dengannya menjadi unit analisis Pelayaran orang Biak-Numfor ke guna menemukan jejak-jejak pelayaran yang beberapa tempat yang kemudian ternyata mengintegrasikan bangsa Indonesia. memicu terjadinya gelombang-gelombang

200 (Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim migrasi, menjadi perhatian G,J,Held. Dalam Numfor sebelum abad 19; 4) Bagaimana jalur penulisan Theodoor P.van Baaren, G.J.Held pelayaran dan persebaran orang Biak Numfor menyebutkan bahwa ia mencirikan tiga pusat serta dampaknya terhadap integrasi bangsa. migrasi suku-suku di dalam teluk Geelvink Adapun tujuan penelitian adalah : 1) karena adanya percampuran budaya. Ia Mengetahui keberadaan orang Biak Numfor menyebut Biak-Numfor kelompok, yang paling sebagai salah satu suku bangsa asli Papua di utama, daerah sepanjang pantai Wandamen, dan Kabupaten Biak Numfor dan menggali kembali areal pulau-pulau Waropen. (Suzanne Greub, kemaritiman mereka, dalam hal ini mengenai 1992: 17) Pendapat ini menguatkan eksisitensi pengetahuan tentang alam, astronomi dan orang Biak-Numfor akan kebenaran sejarah teknologi tradisional alat transportasi laut pelayaran yang dilakukannya. dimasa lampau; 2) mengungkapkan faktor- Dalam keterangannya Theodoor P.van faktor yang mendorong mereka melakukan Baaren, tidak banyak mengupas, dengan pelayaran; 3) Mengetahui sejarah pelayaran cara apa G.J.Held mengklasifikasikan orang orang Biak Numfor sebelum abad 19; 4) Biak Numfor sebagai penduduk terbesar Mengetahui Jalur pelayaran dan Persebaran yang melakukan migrasi. Bisa saja ia Orang Biak Numfor serta dampaknya Terhadap menyimpulkannya berdasarkan bahasa yang Integrasi Bangsa. Diharapkan hasil penelitian digunakan oleh mereka. Sebab salah satu ini, dapat bermanfaat untuk menggali kembali identitas orang Biak-Numfor adalah bahasanya. sejarah pelayaran orang Biak Numfor pada Dari bahasa ini para ahli bahasa mengetahui masa lalu, guna menemukan adanya interaksi persebaran orang Biak Numfor. orang Biak Numfor dengan bangsa Indonesia Menurut ahli bahasa Universitas lainnya maupun orang asing yang nantinya Cendrawasih Chris Faotngil, pelayaran mereka dapat digunakan untuk menambah dan ke Timur bahkan telah sampai ke beberapa melengkapi kajian sejarah maritim Indonesia. pulau di pasifik. Mereka teridentifikasi melalui Terkait dengan judul yang akan diteliti bahasa Biak yang digunakan. Dikemudian hari dalam penelitian ini, maka ruang lingkup materi ternyata hubungan yang terjalin antar orang meliputi kronologi peristiwa sejarah pelayaran Biak Numfor dengan suku-suku lain diluar orang Biak Numfor di masa lampau sampai Papua, menjadi salah satu unsur pemersatu abad-18. Sedangkan ruang lingkup operasional bangsa Indonesia. adalah kabupaten Biak Numfor, Manokwari, Bukti fisik yang masih dapat kita temukan Tambrauw, Sorong, Raja Ampat, Jayapura dan dari alat transportasi laut yang digunakan oleh orang Biak Numfor yang ada di Seram Utara Orang Biak Numfor ketika melakukan aktivitas Provinsi Maluku. pelayaran tradisionalnya pada masa lampau Berbagai pendapat dimungkinkan adalah perahu Wairon. Perahu ini kini menjadi untuk menyimpulkan sebab akibat terjadinya koleksi museum Rijkmuseum Voor Volkendunde pelayaran ini, misalnya karena konflik. Karl Leiden. Tidak menutup kemungkinan bahwa Marx dalam teori konfliknya. mengatakan pelayaran orang Biak Numfor, lebih luas dari bahwa potensi-potensi konflik terutama yang diketahui. terjadi dalam bidang perekonomian, dan ia Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pun memperlihatkan bahwa perjuangan atau dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1) konflik juga terjadi dalam bidang distribusi Bagaimanakah keberadaan orang Biak Numfor prestise/status dan kekuasaan politik dan sejauh mana pengetahuan mereka tentang (http://Zuryawanisvandiarzoebir.word,diakses kemaritiman; 2) Faktor-Faktor apa sajakah yang tanggal 10/6/2013) menyebabkan mereka melakukan pelayaran; Pengkajian terhadap pelayaran 3) Bagaimanakah Pelayaran Orang Biak tradisional orang Biak Numfor, dapat pula

201 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216) dikaji berdasarkan teori kebutuhan dan tekanan sebagian besar gugusan pulau-pulau di teluk (need and stress theory) oleh Ida Bagus Cenderawasih (teluk Sareri) di bagian Utara Mantra, (2000:224-225) yang menjelaskan pulau Papua. Dalam peta Belanda, wilayah mengapa suatu komunitas melakukan migrasi. teluk Cenderawasih ini disebut Geelvink Teori tersebut mengemukakan bahwa tiap Bay. Secara Geografis, Biak Numfor terletak manusia memiliki kebutuhan yang perlu antara 134° 47’-136° 45’ BT dan 0° 55’-1° 27’ untuk dipenuhi, antara lain adalah kebutuhan LS (Kabupaten Biak Numfor Dalam Angka ekonomi, sosial dan psikologis. Apabila tidak 2000). terjadi pemenuhan salah satu atau beberapa Penduduk Biak Numfor, terdiri atas 9 kebutuhan tersebut, maka akan terjadi tekanan suku; itulah sebabnya dalam bahasa daerah atau stress. Tekanan yang tidak terlau besar kepulauan Biak Numfor disebut Sub We Vyak dan mampu di hadapi oleh seseorang atau Iwa atau 9 negeri yang timbul dari permukaan suatu komunitas dapat membuat komunitas itu laut. Ke-9 suku ini adalah: suku Padaido/ mampu bertahan di tempat asalnya. Namun bila Anovo, suku Masen, suku Fairyo, suku Byak, tekanan yang dihadapi melebihi batas toleransi, suku Samber, suku Manwor, suku Mnuwar/ maka seseorang atau kelompok komunitas itu Swandiwe, suku Wombonda dan suku Poiru. akan pindah ke tempat lain. Pemilihan tempat Perhitungan musim orang Biak Numfor, baru, bisa secara kebetulan dan bisa juga karena dilihat berdasarkan konstalasi bintang yaitu sudah ada komunitasnya yang terlebih dahulu bintang Orion dan Scorpio. Dalam bahasa Biak sampai dan tinggal di tempat tersebut. Orion disebut Sawakoi dan Scorpio disebut Dalam penelitian ini, metode Romangguandi. Orion/Sawakoi biasa juga yang digunakan adalah metode sejarah. disebut bintang Robiserendi atau Dewi malam Pelaksanaannya dilakukan sesuai prosedur merupakan 15 buah bintang yang membentuk kerja sejarah yaitu melalui empat tahap sebagai satu gugusan bintang berbentuk mata panah berikut: Heuristik, Kritik, interpretasi dan atau pohon kecil, sedangkan Scorpio/ Historiografi (Gottschalk, 1986). Heuristik Romangguandi merupakan rangkaian bintang dilakukan untuk mencari dan menemukan – bintang berbentuk naga berekor. sumber data berupa sumber primer dan Berdasarkan konstalasi bintang ini, orang sekunder. Sumber primer berasal dari data Biak Numfor membagi musim dalam dua lapangan (observasi dan wawancara) sedangkan kategori besar yaitu Wampasi dan Wambraw. sumber sekunder berasal dari data pustaka. Wampasi adalah musim dimana laut tidak Berdasarkan data yang terhimpun, dilakukan berombak besar pada bulan April-September, kritik intern dan ekstern. Kritik berguna untuk karena pada saat itu kecepatan angin Selatan menilai kredibilitas data dalam sumber. Data dan Timur yang bertiup melemah. Memasuki yang telah dikritik kemudian diinterpretasi. bulan September, mulai terjadi pancaroba, Berdasarkan hasil analisis data yang juga namun bulan ini masih dapat dikategorikan dihubungkan dengan teori-teori tersebut diatas, sebagai masa wampasi. Selanjutnya musim maka disusunlah laporan hasil penelitian secara Wambraw yaitu musim angin barat (Wambraw). kronologis dan sistematis menjadi sebuah kisah Musim ini ditandai dengan bertiupnya angin (Historiografi). barat, angin barat daya dan angin barat laut yang membawa udara panas dan menyebabkan B. PEMBAHASAN laut bergelora berombak besar dan terjadi a. Orang Biak Numfor dan Pengetahuan perubahan iklim menjadi musim kemarau. Kemaritimannya Musim ini terjadi sejak bulan Oktober hingga Orang Biak-Numfor merupakan pen­ minggu ketiga bulan Maret. Gelombang laut duduk asli tanah Papua yang mendiami yang besar mulai terjadi pada bulan November

202 (Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim dan mencapai puncaknya pada bulan Januari untuk melakukan perjalanan Raak (hongi), hingga Pebruari, dimana laut bergelora disertai memburu budak atau mengadakan pembalasan badai. Pada minggu ketiga bulan Pebruari dendam, dan kalau mereka kembali dengan hingga minggu kedua bulan Maret, terjadinya berhasil, barulah kendaraan itu dianggap musim pancaroba. Perlahan-lahan gelombang baik. Akibatnya, permusuhan tidak pernah laut menurun akibat bertiupnya angin berhenti bila setiap perahu yang baru selesai Timur menggantikan angin Barat. Masa ini dibuat, melakukan misi yang sama. Bahkan merupakan masa dimana orang Biak Numfor, sesama suku pun akan saling curiga. Faktor mulai mempersiapkan segala sesuatunya untuk ini nampaknya yang menyebabkan di Biak- berlayar pada bulan April. Numfor, tidak terdapat pusat-pusat industri Tanda lain yang menjadi penunjuk arah perahu tradisional sejak dahulu. Hampir semua mata angin adalah bintang pagi (Kumeser keret di kampung-kampung Biak-Numfor wamurem) sebagai tanda arah Timur dan memproduksi perahunya sendiri. bintang sore (Makmandira) sebagai tanda arah Bahan baku yang umum digunakan dalam Selatan. Bintang pagi, akan terlihat pada saat proses pembuatan perahu, berasal dari beberapa fajar merekah. Bintang ini akan terlihat tepat jenis pohon. Untuk bodi perahu digunakan pada sinar terbitnya matahari pagi. Sementara batang pohon Moref, Marem,Sandere atau Makmandira, akan terlihat di sebelah selatan Abiyai karena kayunya keras dan tidak banyak ketika matahari akan terbenam. Bila malam menyerap air, sehingga kuat dan tahan lama. tiba, akan muncul empat bintang sebagai Dalam berita VOC pada tahun 1680 petunjuk arah yaitu Makberowamurem (bintang setelah berhasil menangkap salah satu perahu dari Timur), Makberowambraw (bintang dari bajak laut Papua dikatakan bahwa perahunya Barat), Makberowamires (bintang dari Selatan) hanya 18-19 kaki panjangnya, lebar 5 kaki dan Makberowamrur (bintang dari Utara). dan tinggi lambungnya 3 kaki. Wilayah Bagi orang Biak-Numfor, perahu me­ operasi mereka ternyata sangat luas dari Biak rupakan benda yang berharga. Pembuatannya ke Samudra Pasifik sampai Salayar di laut dilakukan sesuai kebutuhan penggunanya. Flores dan kepulauan Aru di laut Arafura Dengan demikian setiap keret memiliki lebih (Masinambow, 1984:29). dari satu macam jenis perahu sesuai dengan Bukti perahu tradisional Biak-Numfor fungsinya. Di masa lampau perahu yang megah seperti ini, kini menjadi koleksi Rijkmuseum dan baik karena selalu berhasil dalam setiap Voor Volkendunde Leiden, namun sudah missi, menjadi kebanggaan keret tersebut. tidak utuh lagi. Menurut Theodoor P.van Untuk itu dalam proses pembuatan perahu Baaren perahu tradisional Biak-Numfor diukir dibutuhkan orang-orang yang benar-benar dengan sangat indah dan ukiran yang ada di mahir dalam bidang tersebut. Ini disebabkan perahu memperlihatkan ukiran yang sama dalam pembuatan perahu, magis religius dengan yang terdapat pada ukiran Korwar digunakan sebagai tolak ukur baik tidaknya dan rumah tradisional Biak Numfor (Suzanne perahu yang dibuat. Greub,1992:44.). Simbol yang paling menonjol Dahulu semua tergantung pada ketaatan pada ukiran perahu Biak-Numfor adalah para tukang dan pemilik perahu pada adat leluhur. ornamen gaya rajawali dan ornamen gaya Dengan taat kepada adat, berarti mereka telah naga. Ornamen ini menjadi ciri khas perahu- mengalahkan naga besar pembawa bencana dan perahu Biak-Numfor dan perahu lainnya di kesengsaraan. Dengan demikian perahu yang teluk Cendrawasih. dihasilkan diyakini akan mendatangkan hasil Orang Biak-Numfor membagi bentuk yang baik. Menurut Kamma (1981:291) dahulu perahu menjadi tiga bagian yaitu perahu orang Numfor, pergi dengan perahu yang baru besar (Wai Beba), perahu sedang (Wai Fadu/

203 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216)

Wai Fanobek) dan perahu kecil (Wai Kasun). perahu sama, sehingga ketika terjadi perang Perahu besar terdiri atas 3 jenis yaitu Wairon, atau terdesak dalam medan perang, para Waimansusu, Karures dan Pendes. Perahu pendayung tidak perlu bersusah payah memutar sedang antara lain Waipapan. Sedangkan perahu untuk meninggalkan medan perang, perahu kecil, terdiri atas Karambow dan mereka cukup membalikkan badan saja dan kawasa. Jenis perahu Mansusu dan Wairon mendayung mundur perahu itu (Lamak A.P sudah punah, namun replikanya dapat kita lihat dkk, 2005:7-8). Ukurannya besar sesuai dengan pada karya seni tradisional pengrajin di Biak- fungsinya dan mampu mengangkut hingga 40 Numfor yang tetap melestarikannya sebagai orang pendayung Perahu ini dilengkapi dengan souvenir khas Biak-Numfor. cadik, layar, rum dan Kamboi Daum yaitu Wairon adalah jenis perahu perang yang sandaran untuk para pendayung. biasanya dipakai untuk kegiatan jelajah tempur. Berdasarkan fungsinya sebagai perahu Bentuknya dibuat sangat ramping, agar mudah muatan, maka pada perahu Wai Mansusu, melaju diatas lautan. Ukurannya bisa sedang gaya ornamen yang ditampilkan adalah gaya sampai besar dan dapat memuat 20-30 orang. ornamen naga. Naga adalah simbol kelautan Walaupun kegunaan utamanya adalah untuk dan lambang kemakmuran. Simbol-simbol perang, namun dapat juga digunakan untuk naga seringkali digunakan pada haluan dan kegiatan niaga. Ciri khas perahu ini adalah, bagian kemudi perahu yang berbentuk tiruan dibuatnya mulut dan lidah naga pada anjungan tubuh naga. Para pemilik perahu memasangnya perahu serta ukiran yang menggabungkan sebagai tanda kemenangan terhadap sang naga ornamen gaya Rajawali dan ornamen gaya yang telah dikalahkan oleh ketaatannya pada Naga. Perahu ini memiliki bentuk muka yang adat. Simbol-simbol ini terdapat pula pada tifa, lancip menyerupai kepala naga dan bentuk dayung, korwar dan alat-alat lain disamping belakang yang menyerupai ekor naga (Scorpio/ patung nenek moyang mereka. Romangguandi). Bila digunakan untuk perang, Sisa-sisa perahu mansusu menjadi kolesi maka perahu ini tidak dipasang layar. Tetapi Rijmuseum Voor Volkenkunde Leiden. Replika bila akan digunakan untuk berdagang, maka mansusu yang dibuat sekarang oleh orang Biak- perahu dilengkapi dengan 2 buah layar yang Numfor, berdasarkan gambaran ceritera turun terletak di bagian depan dan dibelakang yang temurun. Belum diketahui sebab musabab berfungsi sebagai alat untuk mempercepat laju musnahnya perahu ini; kemungkinan ada perahu. hubungannya dengan penaklukan Tidore oleh Perahu ini dilengkapi juga dengan Belanda pada waktu itu. Memang diketahui 2 buah cadik/semang di samping kiri dan bahwa pemerintah Belanda mengeluarkan kanan. Sedangkan anjungannya, diberi hiasan larangan keras terhadap perbudakan, sehingga tradisional yang cukup indah. Tinggi hiasan perahu mansusu tidak lagi digunakan untuk kurang lebih 147 cm dan panjang 264 cm mengangkut budak melainkan untuk perahu (Suzanne Greub, 1992:45.). Sebagai pelengkap angkut umum dan dagang. Lambat laun fungsi dipasang sebuah rum. Rum ini berfungsi perahu ini mulai digantikan oleh kapal-kapal api sebagai tempat meletakkan patung korwar milik Belanda dan perahu-perahu tradisional yang dibawa berlayar. besar lainnya seperti perahu Pinisi milik orang Perahu besar lainnya adalah Wai Bugis Makassar. Mansusu. Lebih dikenal dengan sebutan Perahu besar lain yang hingga kini Mansusu. Perahu ini adalah perahu muatan, dikenang dalam mitos adalah perahu Karures. namun dapat juga dipakai sebagai perahu Karures adalah perahu besar tanpa cadik dan perang antar daerah dan antar pulau. Ciri khas tidak bergading. Fungsinya adalah untuk perahu ini adalah bentuk muka dan belakang mengangkut barang antar pulau. Dalam

204 (Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim mitos Manarmakeri, perahu ini digunakan Di waktu lampau, fadaduren dilakukan oleh Manarmakeri untuk berlayar ke arah secara barter, seperti yang dilakukan antara barat, meninggalkan Biak Numfor. Karures orang Korido dan orang Sowek di mana orang masih terlihat pada tahun 1963. Perahu itu Sowek membarterkan ikan yang ditangkapnya milik keluarga Morin di pulau Wundi. beliau dengan sagu, ubi, keladi dan hasil kebun lain sendiri pernah ikut karures tersebut yang milik orang Korido Orang-orang Biak bahkan berlayar dari pulau Biak ke pulau Wundi dan pergi ke Yapen untuk mendapatkan sagu, atau dari pulau Wundi ke Biak. Rombongan anak- ke pulau Numfor untuk mendapatkan bahan anak sekolah ODO Biak ini melakukan piknik makanan lainnya. ke pulau Wundi bersama guru mereka tuan Di samping fadaduren, pada musim Van der Graff atas undangan keluarga Morin. kemarau panjang, juga diakukan pelayarn untuk Lebih lanjut menurutnya, terdapat juga perahu mencari tahu kemungkinan adanya sumber yang bentuknya seperti perahu pinisi. Perahu bahan pangan disuatu daerah. Aktivitas ini ini disebut perahu Pendes. Terakhir perahu ini disebut Wadwai. Wadway seringkali dilakukan terlihat tahun 1954 milik keluarga Rumaropen hingga jauh dari kepulauan Biak-Numfor. di Yenures. Keunikan perahu ini adalah Karena di sebelah Timur dan Barat banyak pulau digunakannya Maon (gong) di atas perahu itu. yakni Yapen, Waropen, Kumamba sampai ke Di samping ketiga perahu besar, perahu daratan besar, maka mereka cenderung selalu kecil pun memegang peranan penting dalam kesana untuk mencari ikan dan berkebun. hubungan kekerabatan dan dagang antar Banyak diantara mereka memilih menetap pulau di kepulauan Biak Numfor. Karambow disana hingga sekarang (Chris Faotngil, merupakan jenis perahu kecil bercadik ganda 2002:9). Merekapun pergi ke Amberbaken yang fungsinya sama dengan kawasa yaitu untuk mencari dan menukarkan barang bawaan perahu yang biasa digunakan oleh keluarga mereka dengan bahan makanan. untuk melakukan aktifitas mereka dalam Adanya hubungan baik antara penduduk mencari nafkah sehari hari dan membawa pulau-pulau lain dengan para pencari pangan barang atau dagangan ke tempat – tempat dari Biak-Numfor, membuat hubungan yang tidak terlalu jauh. Bentuknya sederhana perdagangan berkembang menjadi kawan berupa sampan kecil yang dilengkapi satu atau dagang. Kerjasama perdagangan ini disebut dua buah semang . Ukuran panjangnya hanya Manibob yaitu kawan dagang yang berada di 3 - 6 m. Yang membedakan keduanya adalah kampung atau pulau lain. Mereka ini menjadi penggunaan gaba-gaba yang sering dipasang patner setia bagi orang Biak Numfor dalam pada kawasa (waiamper). membarterkan dagangannya, begitupun sebaliknya; sehingga banyak orang Biak b. Faktor-Faktor Penyebab Pelayaran Numfor memiliki manibob di berbagai daerah. Kondisi alam yang berkarang Di samping berlayar untuk fadaduren mengakibatkan banyak daerah-daerah di dan wadwai, orang Biak Numfor juga berlayar wilayah Biak Bumfor pada musim wambraw untuk Bawores yaitu pelayaran yang bertujuan (musim panas) mengalami kekeringan. hanya untuk menjelajah, sehingga tidak Kondisi ini menyebabkan penduduknya harus menjanjikan hasil yang pasti dari pelayaran mencari bahan pangan ke pulau lain. Istilah tersebut. Orang-orang yang ikut dalam yang sering digunakan untuk pencarian ini pelayaran ini, biasanya sudah mempersiapkan disebut Fadaduren. Fadaduren dilakukan pada diri dengan perlengkapan perang. Pelayaran ini daerah-daerah yang sudah diketahui memiliki didorong oleh ego korfandi, yaitu persaingan ketersediaan bahan pangan yang cukup. perebutan prestice, disamping untuk memenuhi

205 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216) tuntutan akan kebutuhan benda-benda berharga dengan beberapa kelompok penduduk asli sebagai mas kawin dan pengayauan. Bawores daerah itu antara lain orang Arfak dan Hattam. inilah yang menyebabkan orang Biak-Numfor, Namun persahabatan pada masa itu tidak dapat berhasil berlayar hingga ke Raja Ampat dan dijamin kekekalannya. Permusuhan tetap saja tempat-tempat yang jauh lainnya. terjadi. Tidak saja di Doreh tetapi juga di Di wilayah kepulauan Biak-Numfor, tempat asal mereka Biak-Numfor. Kondisi ini tuntutan adat akan harta kawin dan budaya menyebabkan mereka berusaha mencari daerah mengayau, menjadikan daerah ini tidak aman yang lebih baik dan aman. dan mengekalkan perseteruan antar suku. Faktor lain yang turut mempengaruhi Konflik yang tidak habis-habisnya akibat perang orang Biak-Numfor untuk berlayar adalah antar suku, menyebabkan kampung-kampung mitos Manarmakeri. Mereka melakukan sering berpindah untuk mencari daerah yang pelayaran ke arah Barat mengikuti jejaknya aman. Ada juga klen yang berpindah karena hingga ke Raja Ampat. Posisi Raja Ampat yang diminta untuk membantu salah satu kampung merupakan pintu gerbang bagi orang Papua yang sedang berperang dan memutuskan untuk menuju jalur pelayaran Internasional justru menetap di tempat itu, seperti yang terjadi pada menjadi daerah yang sangat menguntungkan. klen Mandowen yang berpindah dari Biak ke Di sini kelompok-kelompok orang Biak- pulau Numfor. Numfor menetap dan berkembang. Mereka Menurut ceritera rakyat, di Numfor, dengan mudah mendapatkan barang-barang akibat kekeringan, kematian dan perang, bagus. Itulah sebabnya gelombang-gelombang banyak orang Numfor yang berpindah ke imigran Biak-Numfor terus mengalir ke Raja tempat lain. 4 klan purba, masing-masing klan Ampat. Rumberpon, Klan Anggradifu, klan Rumansra Di samping faktor-faktor yang sudah dan klan Rumberpur bermigrasi ke berbagai dibahas sebelumnya, pelayaran orang – Biak tempat. Klan Rumberpon bermigrasi ke pulau Numfor juga dapat disebabkan oleh aib. Aib Rumberpon di sebelah Barat kepala burung, terjadi bila seseorang salah masuk kamar (sim), klan Anggradifu dan Rumansra sebagian membocorkan rahasia keluarga dan berbuat kecil pergi ke pulau Roon dan sekitarnya, hal-hal lain yang tidak dapat ditolerir oleh tetapi kebanyakan menuju Raja Ampat dan adat. Untuk menghukum orang itu, tidak harus menetap di pulau Efman dan di kampung dengan dibunuh, namun orang itu harus pergi Arar. Sedangkan klan Rumberpur sebagian keluar meninggalkan kampungnya. Orang- tetap tinggal di Numfor, namun selebihnya orang seperti ini (kalau tidak mati karena bermigrasi ke pulau Manaswari di teluk Doreh diserang perompak), akan tinggal di tempat (Kamma,1981:68). lain dan beranak cucu di tempat baru tersebut. Orang Numfor yang sudah pergi ke Setelah abad ke-15, muncul faktor baru Manaswari (Mansinam di teluk Doreri), penyebab pelayaran orang Biak Numfor yaitu kembali lagi ke Numfor untuk menjemput budak. Faktor ini disebabkan tuntutan upeti saudara-saudaranya agar dapat berpindah juga Tidore dan keuntungan yang didapat dari hasil ke sana. Namun dalam perjalanan perpindahan perdagangan budak. besar-besaran ini, rombongan ini diterjang badai sehingga tercerai berai dan terdampar di c. Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum berbagai tempat seperti pulau Roon, Wandamen, Abad-19. Dusner dan sebagainya (Kamma,1981:77). Jauh sebelum adanya kapal-kapal api Para imigran Numfor inilah yang milik Belanda berlayar ke Papua, orang Papua kemudian berkembang pesat di teluk Doreh. dari Biak Numfor, sudah melakukan pelayaran Mereka berhasil membangun persahabatan hingga keluar Papua. Akibat pelayaran yang

206 (Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim dilakukan, orang Biak Numfor mengenal abad lalu penyerangan-penyerangan dilakukan kepulauan Raja Ampat. Untuk berlayar ke sampai ke Maluku, Sulawesi dan Jawa. Dalam kepulauan Raja Ampat, bukanlah hal mudah. setiap penyerangan para wanita diculik dan Para keret yang akan berlayar ke Raja Ampat harta dicuri. Barang-barang berharga yang seringkali melakukannya berkelompok. berasal dari tempat asing ini lambat laun Ekspedisi pelayaran tersebut biasanya terdiri menjadi penting terutama sebagai alat tukar dari perahu Wairon dan mansusu. Posisi Wairon dalam peraturan adat. berada di depan,samping kanan, samping kiri Wanita menjadi barang yang paling dan belakang, mengawal perahu mansusu yang berharga sehingga dulu perempuan sangat berisi muatan barang atau sanak keluarga yang kurang di hampir semua kampung yang akan bermigrasi. Ada kalanya juga posisi perahu ada di Biak-Numfor. Para penyerang selalu wairon berada di depan, samping kanan dan membunuh para laki-laki dan menculik para kiri saja, sementara perahu mansusu berada di wanita serta merampas harta-harta mereka. bagian belakang. Hal ini untuk mengantisipasi Wanita begitu penting karena dapat memberi bencana yang diakibatkan oleh alam dan keturunan. Mereka juga sering dijadikan alat menghindari penyerangan kelompok lainnya. tukar yang bernilai tinggi untuk membayar Mereka menuju tempat-tempat baru yang asing denda. dan menamakan tempat baru itu sesuai dengan Dalam pelayaran seperti ini, fungsi tempat asal mereka sendiri seperti Mamoribo perahu wairon adalah untuk menyerang, dan Warjo. Mereka juga seringkai menggunakan sedangkan fungsi perahu mansusu adalah nama-nama dari kaum yang lebih besar seperti untuk mengangkut barang jarahan dan wanita Osba atau Omkai Kafdarun. serta tawanan lainnya. Untuk dapat mengerti Kaum Omkai dinilai memiliki reputasi peristiwa masa lampau itu, maka pandangan kelompok perompak yang jahat (tipe mambri kita pada hal ini, harus melihat peristiwa ini yang ditakuti) oleh kelompok-kelompok dalam konteks berpikir masa itu. Para perompak perompak lainnya hingga ke pulau Seram dan Biak-Numfor masa itu, mengisyaratkan bahwa Ambon. Dalam setiap penyerangan mereka kebiasaan mereka bepergian ke negeri asing selalu berhasil membawa wanita-wanita dan untuk menyerang, menculik para wanitanya dan tawanan lainnya. Kemenangan ini dirayakan membawa pulang harta yang berhasil mereka dengan menyayikan lagu kemenangan: Snonsja ambil, dianggap sebagai aktifitas yang suci. nggo mun, binsja nggo yun’ yang artinya ‘Kita Figur pahlawan Sekfamneri (salah satu tokoh membunuh orang-orang dan membawa wanita’ legendaris Biak Numfor) adalah salah satu (Kamma, 1948:365-367). Kemungkinan ini contoh pemimpin penyerang/ perompak yang pula yang menyebabkan arus pelayaran orang- hebat. Barang rampasan yang didapat, disimpan orang Biak Numfor ke Maluku bahkan lebih di dalam tempat-tempat suci sebagai harta ke Barat berlangsung secara bergelombang, benda. Kelompok penyerang yang berhasil ini terus menerus seperti yang diungkapkan oleh akan disegani dan dihormati. Mereka dipercaya J.R.Mansoben (1995:270-271) bahwa sebelum memiliki tenaga dan keberanian yang luar biasa kedatangan orang Eropa di kepulauan Maluku berhubungan dengan perang. dan di daerah Irian Jaya awal abad ke-16, orang Sekfamneri dan sekutunya Raja Ampat, Biak telah menjelajah ke berbagai tempat menjadi perompak-perompak yang sangat di wilayah Indonesia lainnya baik melalui ditakuti dan disegani. Mereka sering kali ekspedisi-ekspedisi perdagangan dan perang berlayar ke negeri asing yang jauh untuk yang dilakukan oleh orang - orang Biak. mendapatkan barang-barang baru. Dalam Tuturan sejarah ini diungkapkan pula pelayaran ini, kadang kala mereka terkendala oleh Kamma (1972:214), bahwa berabad- karena pendayung yang sakit. Untuk mengganti

207 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216) pendayung-pendayung yang sakit itu, merekan dari orang-orang Biak-Numfor yang menetap menangkap orang-orang Seram, pulau Buru, dan beranak cucu di Seram Utara, leluhur Ambalau, Selayar, Makassar, Jawa hingga mereka pun berasal dari Papua, namun untuk Malaka. menyembunyikan identitas mereka marganya Beberapa jejak sejarah pelayaran orang dihilangkan dan menggunakan marga sesuai Biak Numfor sebelum abad ke-15, masih dapat bahasa lokal, seperti Latupakua (Latupapua) dibuktikan hingga sekarang. Di kampung di kampung Horale. Ada juga Latupapua di Asokweri Waigeo Utara, jejak orang Biak kampung Samet di pulau Haruku. Latupakua Numfor, terdeteksi melalui tinggalannya berhasil dikalahkan oleh orang Horale dalam berupa beberapa peti mayat yang dipahat dari suatu pertempuran di peisisir pantai Wai Uta, batu. Pendatang Biak ini berasal dari Wardo. Seram Utara. Para pengikutnya (anak buah) Menurut kamma (1981:304), berdasarkan dibunuh sedangkan sang pemimpin (Latupakua) informasi yang diperoleh dari seorang ditawan, hingga kemudian dia dibebaskan pegawai pemerintah bentuk peti tersebut, dan memperistri salah satu perempuan di menyerupai seekor ikan. Ini mengingatkan kampung Horale. Sekalipun kalah, Raja Horale kita akan kebiasaan orang Biak Selatan yang memberikannya tempat dalam struktur adat menempatkan tulang belulang orang mati pada masyarakat setempat dengan gelar kapitang. peti aba. Kebiasaan itu tetap dibawa ketika Keturunannya masih ada hingga kini, namun mereka bermigrasi keluar dari Biak Selatan. marga ini hilang akibat perkawinan beratus- Di pulau Buru, jejak pelayaran orang ratus tahun sesudahnya. Biak-Numfor hingga ke tempat ini, dapat Dengan demikian sejarah pelayaran diketahui melalui persebaran salah satu orang Biak Numfor sebelum abad 15, tidak tumbuhan. Tumbuhan ini dipulau Buru disebut memperlihatkan kesan bahwa penyerangan Hotong. Sedangkan di Numfor disebut Pokem. mereka ke kampung-kampung lain adalah Tumbuhan ini hanya ada di pulau Buru Maluku untuk perdagangan budak. Salah satu alasan dan di pulau Numfor Papua. Belum diketahui adalah karena mereka hanya mengincar wanita apakah tanaman ini didatangkan dari Numfor dan harta mereka. Kaum laki-laki mereka atau justru berasal dari pulau Buru. bunuh. Penyerangan lebih dikarenakan faktor Di samping tinggalan arkeologis dan tuntutan adat terhadap mas kawin, pengayauan, tumbuhan, jejak pelayaran orang Biak Numfor, dendam dan ego korfandi. Hal-hal kecilpun dapat juga diketahui melalui golongan darah. dapat memicu perkelahian. Apalagi bila itu Hal ini dibuktikan oleh penelitian Neuhaus sudah me­nyangkut keret. Menurut Kamma, yang dilakukan oleh H.C.Bos. Ia berhasil keterlibatan Orang Papua dari daerah teluk menemukan persamaan antara perbandingan Geelvink (teluk Cenderawasih) di dalam golongan darah orang Biak, penduduk di kelompok perompak adalah karena persekutuan Sahu (Halmahera), penduduk Seram (Kaibobo mereka dengan kelompok-kelompok perompak dan Wemale), Ambon, Sangir dan penduduk- Raja Ampat, terutama sekali Misool (Kamma, penduduk kepulauan Kei dan Alor. Orang 1972:215). Karena itu, jelas bahwa orang Biak yang telah diselidiki memberikan Biak-Numfor mengenal perdagangan budak golongan darah yang berikut: Golongan O, setelah terjadinya kontak mereka dengan 63,1%, golongan A, 17,1%, golongan B, suku-suku lain di luar wilayahnya, terutama di 17,5%, golongan AB,2,3%. (Koentjaraningrat, Raja-Ampat yang pada saat itu sudah memiliki 1963:115). hubungan pelayaran dan perdagangan dengan Penelitian Neuhaus memang tidak Maluku. mengambil sampel dari semua orang Biak Pada akhir abad 1400 sampai awal tahun Numfor, namun menurut penuturan keturunan 1500 orang-orang Papua, dari pantai Barat dan

208 (Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim sebagian pantai Utara kehilangan kemerdekaan orang Arfak menyerahkan anak-anak mereka, mereka. Sultan Tidore mengangkat akibatnya, orang-orang Arfak menyerang kepala-kepala suku, sebagai penguasa dan kampung-kampung lain untuk mendapatkan mengharuskan mereka membayar upeti tahunan budak sebagai alat pembayaran ganti anak berupa kulit penyu, burung Cendrawasih dan mereka. budak. (Kamma, 1981: 61; Muller, 2008:86) Di zaman kongsi dagang pada masa itu, Akibat penaklukan dan keharusan orang-orang Belanda juga memiliki budak membayar upeti itu, orang Biak-Numfor mulai untuk dipekerjakan di rumah atau dikebun. berlayar untuk menyerang kampung-kampung Karena itu ketika berhasil menaklukkan guna mendapatkan budak. Mereka menamakan Sultan-Sultan dan raja-raja Maluku, Belanda diri orang-orang dari tempat terbitnya juga membuat kontrak-kontrak dengan para matahari. Pada kesempatan itu, mereka diberi Sultan yang takluk. Mereka harus menyediakan gelar-gelar seperti Suruhan (utusan), Rojau budak bagi kompeni yang akan dipekerjakan di (kepala kampUng), Gimelaha (Dimara), juga kebun pala dan cengkeh. Demikianlah Sultan Sengaji (kepala Distrik), Mayor (wakil kepala Tidore terikat perjanjian dengan Belanda yang kampung) dan sebagainya. Mereka juga harus menyerahkan sejumlah budak kepada diberi kain, alat-alat dari besi, manik-manik Belanda. dan tembikar. Budak-budak yang diberikan Setelah terikat perjanjian dengan Belanda sebagai upeti biasanya dimanfaatkan sebagai soal penyediaan Budak, Sultan mengutus pengangkut barang. Disamping mengantarkan bawahannya pergi ke daerah-daerah yang sendiri upetinya, orang-orang Biak dapat pula dikuasainya untuk menangkap budak-budak. Ia menyerahkan upetinya pada Sultan Tidore lebih keras lagi terhadap para kepala suku yang melalui para penguasa Halmahera terutama akan datang ke Tidore. Ia menuntut supaya Patani dan Gebe. kepala suku pada saat mereka diangkat, maka Tidak hanya itu faktor ekonomi juga selain burung cenderawasih dan barang-barang menjadi salah satu sebab begitu dekatnya orang hasil bumi, mereka juga harus menyerahkan Tidore dan Biak Numfor. Budak-budak ternyata budak-budak. memiliki harga jual. Jadi selain membawa Berbeda dengan budak yang dulu budak sebagai upeti, orang Biak Numfor juga diminta oleh Tidore sebagai upeti. Budak- membawa budak untuk diperjual belikan. Harga budak itu digunakan sendiri oleh Tidore seorang budak pada tahun 1654 berkisar antara sebagai pendayung perahu dan pengangkut 25-30 real per orang (Masinambow, 1984:30). barang. Budak-budak yang diminta oleh Faktor ini yang kemudian lebih membuat Tidore sekarang merupakan upeti Tidore bagi orang Biak Numfor berani mengarungi lautan Belanda sebagai daerah taklukan yang terikat dan menyerang kampung-kampung lain demi perjanjian. mendapatkan budak. Perjanjian inilah yang menjadi mala­ Ada juga cara damai semisal orang Biak petaka bagi kehidupan orang Biak Numfor yang Numfor yang tinggal di teluk Doreri. Mereka mana bila tidak ditaati, mereka akan menerima menukarkan alat-alat besi dan kain dengan ganjaran yang sangat pahit dari armada hongi burung cenderawasih dari orang Arfak yang Tidore. Akhirnya orang-orang Papua termasuk ada di pedalaman; dan bila orang Arfak tidak orang Biak-Numfor mencoba dengan berbagai dapat menyediakan burung Cenderawsih, cara untuk merampok orang-orang dari mereka meminta untuk menukarnya dengan suku lain bahkan dari kampung-kampung anak-anak mereka sebagai ganti pembayaran. tetangganya. Menurut sumber Belanda, pada Keadaan menjadi sangat kompleks karena abad ke 17, yang menguasai perairan bagian untuk memenuhi hal itu, tidak mungkin Timur adalah mereka yang disebut ‘Papoesche

209 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216) seerover’ atau bajak laut orang Papua, yang ke-18, kelompok-kelompok perompak Papua, diketahui berasal dari kepulauan Raja Ampat akan memperluas daerah-daerah operasinya. dan dari daerah Biak di teluk Cenderawasih Penyerangan tidak lagi terbatas pada pulau (Lapian, 2009:127-128). Ambon, Buru dan Seram, tetapi diperluas Dalam perburuan budak ini, orang-orang menuju ke Selatan yaitu ke Pulau-pulau Aru- Papua tidak memandang asal usul bangsanya. Kei, Tanimbar, Seram Laut, dan ke arah Barat Para bajak laut tidak segan-segan membunuh dengan sasaran Sula, Banggai, dan Sulawesi orang asing, demi mendapatkan budak. Hal Utara (Muridan Widjojo, 2013:160). Indikasi itu menyebabkan dalam tahun 1673, Belanda ini, membuat pemerintah Belanda di Maluku membuat perjanjian baru yang memuat berusaha mengembangkan kebijakan-kebijakan ketentuan bahwa setiap kapal yang menurut baru mengenai pelayaran. pengaduan dari Amboina, Banda atau daerah Tahun 1704, Belanda mengirim lain tidak memiliki surat Izin dari Gubernur utusannya ke Misol dengan sebuah kapal Belanda di Maluku atau Sultan Tidore, Belanda. Utusan ini terdiri atas wakil-wakil dikenakan denda sebanyak dua hamba budak; Belanda yang berusaha menjalin kerjasama untuk setiap pembunuhan atas diri seorang dengan para pemimpin perompak (Raja Ampat anggota kompeni Belanda, dendanya adalah dan Biak-Numfor). Usaha ini tidak berhasil. seorang hamba budak (Koentjaraningrat dkk, Para pemimpin perompak masih menghormati 1992:49). kekuasaan Tidore. Mereka tidak akan melanggar Keputusan Belanda ini tidak mem­ ikatan politis yang sudah terjalin dengan pengaruhi minat orang Tidore dan orang Biak kesultanan Tidore dan orang-orang Halmahera. Numfor untuk berhenti menangkap budak; Resiko yang akan ditanggung cukup berat, namun justru pelayaran orang Biak Numfor karena Tidore akan mengirim pasukan hongi untuk mendapatkan budak semakin meluas. untuk menghancurkan mereka. Karena itu Dalam setiap pelayarannya, perahu-perahu pelebaran wilayah operasional hingga jauh pemburu itu banyak yang dinahkodai oleh orang ke Barat tetap berlangsung.orang-orang Biak- Tidore dan Sangaji Patani. Suatu kerjasama Numfor menjadi pendayung-pendayung pada yang baik dan saling menguntungkan. pelayaran hongi dan pelayaran-pelayaran Pada tanggal 17 November 1677 lima mereka sendiri, mereka mengenal Maluku buah perahu Papua muncul di kepulauan dan daerah-daerah Timor, Gorontalo bahkan Banda dan berhasil menangkap 7 orang. Pada Saleier dan Jawa Timur. Pada orang Kisar, kata bulan April 1678 mereka berada di perairan Papua berarti bajak laut (Koentjaraningrat, Ambon, menangkap 13-16 orang Ambalau dan 1963:116). 60 nelayan di pantai Hitu dan Seram Selatan. Budak Papua terus mengalir ke luar Beberapa diantaranya kemudian dijual dan Papua. Di teluk Cendrawasih (Geelvink Bay), ditebus kembali (Masinambow,1984:29) perdagangan budak dilakukan di Manokwari. Harga budak yang cukup tinggi tanpa Kebanyakan budak-budak ini diperoleh orang harus mengeluarkan modal besar untuk Biak-Numfor dari Amberbaken. Mereka mendapatkannya, menjadi komoditi dagang memperolehnya dengan cara menyerang, yang baik bagi para pedagang dan penguasa atau menukarkannya dengan kapak, parang, Biak-Numfor yang bekerjasama dengan blok-blok kain dan sebagainya. Kegiatan ini Tidore dan Raja Ampat. Sasaran mereka sulit dibendung, mengingat Belanda masih semakin meluas, dan tidak memandang siapa memberikan penguasaan wilayah Papua yang diserangnya. Kampung tetanggapun kepada Tidore yang justru melegalkan aktifitas bisa menjadi sasaran. Bahkan ada indikasi ini untuk mendapatkan upeti berupa budak bahwa pada akhir abad ke-17 dan awal abad yang dibutuhkannya. Disamping itu, Belanda

210 (Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim sendiri menjadi pembeli budak-budak tersebut pulang hasil yang gemilang, bukanlah hal untuk dipekerjakan di perkebunan mereka di yang biasa. Mereka mendapat sambutan yang Banda. meriah dari para keluarga dan orang-orang Di tahun 1705, Jacob Weyland sekampungnya. Apalagi bila barang-barang memimpin satu ekspedisi ke teluk Geelvink, yang mereka bawa adalah barang-barang baru ia menemukan bahwa orang-orang di sebelah yang masih asing bagi kelompok lain seperti utara dari Biak atau di timurlaut hidupnya saling sarung, jambangan-jambangan Cina, piring- permusuhan satu sama lain. Ketika melihat piring keramik,manik-manik, gong-gong kedatangan ekspedisi Belanda, orang-orang perunggu dan lain sebagainya. dengan seketika pergi melarikan diri. Mereka Barang-barang bawaan ini dipamerkan sudah sangat peka terhadap pendatang akibat di dalam pesta yang secara tidak langsung penyerangan dan perompakan yang tiada henti- menyinggung kelompok lain apakah mampu hentinya. Kejadian yang sama, terjadi juga melakukan penyerangan dan perompakan pada penduduk Padaido. Dalam catatan Von melebihi hasil mereka. Benda-benda ini Rosenberg tahun 1840 (Kamma,1972:214), juga digunakan sebagai mas kawin. Mereka dikatakan bahwa populasi orang kepulauan mengumpulkannya sebanyak mungkin terutama Padaido hampir punah oleh serangan orang- benda-benda asing yang belum pernah dimiliki orang Biak. Demikian juga penduduk oleh kelompok lain. kampung Yobi yang pada akhirnya pindah Orang lalu merindukan hidup damai dari Meokwundi ke pesisir Utara pulau Yapen, dan tidak ada lagi kematian, kelaparan dimana mereka mendirikan sebuah kampung dan ketakutan. Mereka berusaha mencari yang diberi nama kampung Yobi. Manarmakeri yang disebut juga Manggundi ke Situasi semakin tidak aman dengan arah Barat tempat kemana ia pergi. Menurut adanya mambri-mambri (pemimpin perang). ceritera rakyat yang berkembang di sana, Menurut Mansoben Mambri (pemimpin perang) orang-orang Biak Numfor berlayar ke arah itu seringkali menimbulkan situasi tidak aman Barat. Ketika mereka tiba di Raja Ampat, oleh dan damai di teluk Cendrawasih, daerah pesisir orang-orang Biak yang ada di sana mengatakan kepala Burung dan kepulauan Raja Ampat bahwa Manggundi pernah tinggal sementara (Mansoben,1995:290). Mereka terkenal sangat di semenanjung Yenbekaki di pulau Batanta, kejam dan bengis. Mereka beranggapan bahwa namun ia telah berlayar kembali kearah Barat. Perompakan merupakan suatu kebanggaan. Orang-orang Biak-Numfor terus mencarinya Sehingga terbersit bahwa, perburuan budak hingga ke pulau Selayar di Sulawesi Selatan. dilakukan bukan karena takluk pada Tidore, Di tempat ini mereka berhasil menemukan tetapi sudah menjadi ukuran tantangan. Karena Manggundi, namun oleh Manggundi, mereka itu dengan senang hati mereka melakukannya disuruh pulang dan berjanji bahwa ia akan untuk menaikkan prestise pribadi maupun kembali. Ceritera ini terus berkembang. kelompoknya dimata masyarakat. Penduduk Ada yang mengatakan bahwa mereka telah lain yang merasa terancam, lalu mendambakan mencari Manggundi ke Jawa bahkan hingga munculnya mambri-mambri di dalam kampung ke Malaka. mereka. Karena itu bila ada orang di kampung Dari berbagai peristiwa sejarah mengenai mereka menunjukkan sifat-sifat mambri, pelayaran orang Biak-Numfor sejak abad langsung diangkat sebagai mambri. 15 hingga akhir abad 19, nampak adanya Para mambri memiliki kedudukan sosial pergeseran tujuan. Kalau awalnya pelayaran yang tinggi dalam masyarakat. Mereka sangat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dihormati dan disegani. Perjalanan mereka dan tuntutan adat, maka pada masa selanjutnya, yang jauh untuk menyerang dan membawa disamping hal tersebut di atas, penyerangan

211 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216) dilakukan juga untuk memenuhi tanggungan Dom), dan Halmahera (Tobelo). Di sebelah upeti kepada Tidore dan untuk memperoleh Timur Teluk Cenderawasih terdapat juga keuntungan secara ekonomis dari hasil pemukiman-pemukiman orang Biak yaitu di perdagangan budak. Itu sebabnya pelayaran- kepulauan Kumamba. Pelayaran kearah Timur pelayaran yang dilakukan semakin meluas hingga ke teluk Humbol, dilakukan dari Biak ke berbagai wilayah. Sumber-sumber sejarah menuju Runi, Woda, Kurudu Kaipuri, Bonoi, mengenai perompak Papua selama abad ke- Mambramo, Komamba, Armo, Sarmi, Demta, 17 dan 18 memang menyebutkan nama laut Depapre hingga Sentani. Mereka teridentifikasi Flores. A.B Lapian menggambarkan wilayah dari bahasa Biak yang digunakan. Walaupun operasional perompak Papua sangat luas, dari pada beberapa daerah, telah terjadi asimilasi Biak di Samudra Pasifik sampai Salayar di antara bahasa setempat dengan bahasa Biak. laut Flores dan kepulauan Aru di laut Arafuru; Misalnya bahasa Beser. dan ini dilakukan dengan perahu yang relatif Migrasi mereka yang terbesar adalah sederhana (Masinambau,1984:29). ke kepulauan Raja Ampat. Orang Biak Pada tahun 1850 sebuah armada hongi melakukan pelayaran ke Raja Ampat melalui yang dikawal oleh kapal Belanda Circe bertolak rute dari Yondidori, Padaido, Moibaken dan menuju Papua untuk melakukan penyerangan kampung-kampung lain di Biak, menuju dan pengumpulan budak. Sayangnya dalam Numfor, Manokwari, Sorong dan Raja Ampat. kejadian itu, perlakuan para awak hongi Sementara orang Numfor menyinggahi terhadap daerah yang diserangnya sangat pulau Roon kemudian teluk Doreh. Dengan sadis, sehingga pada tahun 1854 pemerintah demikian wilayah teluk Doreh menjadi daerah Hindia Belanda membatasi ekspedisi- transit pertama dalam pelayaran Orang Biak- ekspedisi semacam ini; dan membuat rencana Numfor menuju Raja Ampat. Dari sini mereka untuk mendirikan pos tetap di Papua (Kamma, menyusuri pesisir pantai Utara Papua menuju 1981:62). Keputusan ini berdampak pada Sorong dan akhirnya tiba di Raja Ampat. peran bajak laut Papua, sehingga lambat laun Persebarannya antara lain: peran mereka mulai tergantikan seiring dengan a) Pulau Waigeo : Pada umumnya mendiami bangkitnya perompak, bajak laut Tobelo pada wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau, abad 19. yaitu seluruh Kepulauan Ayau (Kampung Dorekar, Yenkawir, Meosbekwan, Rutum d. Jalur pelayaran dan Persebaran Orang dan Reni), Waigeo Utara (Kampung Rauki, Biak Numfor serta Dampaknya Terhadap Bonsayor, Kabare, Andei, Asukweri, Boni, Integrasi Bangsa Warwanai, dan Mnier), Waigeo Timur Pelayaran orang Biak - Numfor dapat (Kampung Puper, Yenbekaki, Urbinasopen, dibuktikan dengan adanya pemukiman- Yensner), Waigeo Selatan (Kampung pemukiman orang Biak Numfor di berbagai Saonek, Saporkren, Yenbeser, Yenwaupnor, daerah sesuai dengan jalur pelayaran yang Sawinggrai, Kapisawar, Yenbuba, ditelusurinya antara lain: di teluk Cendarawasih Yenbekwan, Sawandarek, Kurkapa, tepatnya di Yapen (pantai Utara dan Ansus Arborek, Kabui). Di wilayah Waigeo Barat, di sebelah Selatan; di ujung Timur pulau penduduk suku Biak mendiami kampung- Yapen, Krudu; Wandamen; di pulau-pulau kampung seperti, Bianci, Mutus, Meos Roon dan kampung Dusner), di pantai Utara Manggara, Manyaifun, Safkabu dan Fam di Kepala Burung (Saokorem,Sausapor,Mega), di Kep. Fam. Juga, suku Biak tersebar sampai kepulauan Raja Ampat (Waigeo Utara, Batanta, ke Pulau Gag. Kelompok suku Biak ini Meos Kapal, Pulau Pambemuk, kepulauan dibagi lagi menjadi beberapa sub suku, yaitu Kofiau, pulau Yefman, kepulauan Ayau, pulau Biak Beteu (Beser), Biak Wardo dan Biak

212 (Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim

Usba. Penduduk suku Biak ini merupakan Migrasi ini, menjadi ceritera rakyat di penduduk yang bermigrasi ke Kepulauan Raja Ampat. Setelah perkawinan-perkawinan Raja Ampat dari Pulau Biak dan Numfor yang terjadi, orang Raja Ampat kadang-kadang di wilayah Teluk Cenderawasih (Teluk berkewajiban untuk kembali ke Biak guna Geelvink), sebelah timur dari Kepulauan membangun sebuah rumah atau membuka Raja Ampat. Mereka bermigrasi dalam kebun bagi ayah pengantin perempuan. beberapa periode waktu dan sejarah, bermula Konsekuesi ini adalah wajib secara adat sebagai dari pelayaran hongi dan pembayaran upeti pembayaran mas kawin. kepada Sultan Tidore/Ternate, kemudian Pelayaran lebih jauh menuju Halmahera, disusul dengan perjalanan kelompok suku dilakukan melalui Yapen, Miosnom (disini Biak mengikuti arah perjalanan Koreri mereka mengisi makanan dan air), selanjutnya (Manarmaker) dalam legenda kepercayaan menuju pulau Run, Doreri, Sorong,Raja Ampat tradisional orang Biak. Migrasi yang dan Halmahera. Dari Raja Ampat, orang Biak terakhir diperkirakan terjadi pada tahun- Numfor berlayar pula ke Seram, Banda, Buru tahun akhir pemerintahan Belanda (sekitar dan pulau-pulau lain di Maluku. tahun 1950-an). Pada masa awal pemberian upeti, orang b) Pulau Batanta. Mayoritas penduduk di Biak Numfor masih melakukannya sendiri bagian utara ke arah timur Pulau Batanta dengan berlayar ke Tidore. Sesudah mereka berasal dari suku Biak. Penduduk di hampir mempersiapkan upeti yang diwajibkan untuk seluruh kampung-kampung di wilayah ini diserahkan setiap tahunnya, orang Biak-Numfor berbahasa dan berbudaya Biak. Kampung- mulai berlayar menyusuri pesisir pantai Utara kampung tersebut adalah Yensawai, Arefi, dataran besar pulau Papua, menyeberang ke Amdui dan sebagian Yenanas. Kelompok Raja Ampat, Halmahera dan menyusuri pesisir suku Biak di Batanta ini disebut Biak Utara pulau Seram dan pulau Halmahera Kafdaron. Secara historis, orang Biak bagian Selatan terus ke Barat dan berbelok Kafdaron adalah kelompok yang bermigrasi ke Utara hingga tiba di Tidore. Jalur lainnya ke Pulau Batanta mengikuti jejak perjalanan adalah melalui Raja Ampat, Pesisir Halmahera legenda Koreri (Mansar Manarmaker) dari Selatan terus ke Halmahera Utara (Tobelo), Pulau Biak ke arah barat. berbelok ke Barat dan berlayar menuju ke c) Pulau Salawati: Di pulau ini, mereka Selatan hingga tiba di Tidore. Mereka juga bersama kelompok suku-suku pendatang melakukan pelayaran jarak jauh melewati jalur lainnya seperti, Jawa, Ternate, Tidore, pelayaran kuno di bagian selatan menyusuri Tobelo, Seram, Bugis dan Buton, tersebar di pulau-pulau di Maluku bagian Tenggara, NTT, kampung-kampung alyam, Solol, Samate, NTB, Bali dan tiba di Banyuwangi pulau Jawa. Kapatlap, Kalobo dan Sakabu. Mereka berasumsi bahwa kemahiran orang d) Pulau Misol: Suku Biak yang mendiami Biak Numfor menempa besi dipelajarinya dari beberapa kampung di Pulau Misool adalah Banyuwangi selain belajar dari Gebe. suku Biak dari sub suku Biak Beteu (Beser). Persebaran orang Biak Numfor ke ber­ Mereka mendiami Kampung Pulau Tikus, bagai daerah di wilayah Papua maupun daerah Solal, Wejim dan Satukurano. lainnya di Indonesia bagian Barat, menyebabkan e) Pulau Kofiau: Distrik Kofiau yang terdiri sejarah pelayaran orang Biak Numfor, tidak dari beberapa pulau umumnya dihuni lagi memandang laut sebagai pemisah, oleh penduduk dari suku Biak, sub Suku namun justru menjadi pemersatu, dimana laut Biak Beteu (Beser). Suku ini mendiami merupakan media penghubung bagi mereka Kampung Deer, Dibalal dan Tolobi untuk saling berinteraksi. Hal ini berpengaruh

213 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216) terhadap pandangan dan pola pikir orang Biak Orang Biak Numfor melakukan pelayaran Numfor akan arti nasionalisme berbangsa, hingga ke berbagai daerah, disebabakan dimana ikatan emosional dalam diri orang beberapa faktor yaitu: 1) Mencari bahan pangan Biak Numfor, yang tercipta akibat persebaran ke pulau lain (Fadaduren); 2) Mencari tahu mereka ke bagian barat, menyebabkan banyak kemungkinan adanya sumber bahan pangan orang Biak Numfor terlibat dalam pergerakan disuatu daerah (Wadwai); 3) Pelayaran yang kebangsaan Indonesia, jauh sebelum Papua bertujuan hanya untuk menjelajah (Bawores) melakukan Pepera. Beberapa tokoh pejuang akibat ego korfandi (persaingan perebutan asal Biak Numfor antara lain, Johannes prestice) untuk memenuhi tuntutan akan Abraham Dimara dan Frans Kaisepo. Wujud kebutuhan benda-benda berharga sebagai mas dari rasa nasionalisme kebangsaan Indonesia kawin dan pengayauan; 4) Perang antar suku; adalah dengan terjadinya peristiwa merah 5) Mitos Manarmakeri; 6) Aib; 7) Tuntutan putih di Biak pada tanggal 14 Maret 1948. Bila upeti Tidore berupa budak dan; 8) perburuan sejarah ini terus telusuri akan berdampak pada budak sebagai alat komoditi perdagangan. semakin eratnya integrasi seluruh wilayah Pelayaran orang Biak Numfor sebelum yang ada di Indonesia. abad 19, melalui dua fase. Fase pertama sebelum penaklukan Tidore dan sesudah C. PENUTUP penaklukan Tidore.Sebelum penaklukan Tidore Orang Biak Numfor adalah penduduk pelayaran mereka ke berbagai daerah adalah asli Papua yang berasal dari pulau Biak, pulau untuk memenuhi tuntutan sandang pangan, Supiori, pulau Numfor dan beberapa pulau kecil harta adat (termasuk harta kawin) menghindari seperti pulau Insumbabi, Rani, Meosbefondi, perang antar suku di tanah asal dan mitos Ayau, Mapia dan kepulauan Padaido. Mereka Manarmakeri. Sejalan dengan berkembangnya terdiri atas 9 suku. Mereka juga dikenal kekuasaan kerajaan Tidore, maka berdampak karena memiliki pengetahuan astronomi dan pula bagi pelayaran orang Biak Numfor. teknologi alat pembuatan perahu. Untuk Pelayaran lebih dikarenakan tuntutan upeti melakukan pelayaan, mereka berpatokan bagi tidore dan faktor ekonomi, dimana budak pada bintang Sawakoi dan Romangguandi. menjadi komoditi utama dalam perdagangan. Kedua bintang ini menandai musim yang Karena itu sebelum abad 19, sudah banyak terjadi. Sawakoi merupakan musim angin dan orang Biak Numfor yang bermigrasi ke daerah gelombang sedangkan Romangguandi berarti lain.Beberapa jalur pelayaran yang dapat musim teduh dan masa untuk berlayar, yang disimpulkan adalah: dimulai pada bulan april sampai september. • Pelayaran lokal dilakukan antar pulau di Untuk pembuatan perahu, orang Biak Numfor wilayah kepulauan Biak Numfor. Sedangkan menggunakan beberapa batang pohon antara pelayaran di teluk Cendrawasih dilakukan lain Moref, Marem, Sandere atau Abiyai. dari berbagai arah sesuai letak pulaunya Sedangkan perahu yang dibuat antara lain menuju Yapen dan tanah besar Papua. Wairon, Mansusu, Karures dan Pendes. Perahu • Pelayaran ke Maluku Utara: Biak Numfor- sedang antara lain Waipapan. Sedangkan perahu Manokwari-Sorong-Raja Ampat-Misol- kecil, terdiri atas Karambow dan kawasa. Seram Utara-Bacan-Tidore-Ternate. Bisa juga dari Raja Ampat ke Halmahera- Bacan- Tidore-Ternate.

214 (Desy Polla Usmany) Pelayaran Orang Biak Numfor Sebelum Abad 19 Suatu Tinjauan Sejarah Maritim

• Pelayaran ke Maluku Tengah : Biak Numfor- Kamma, Freerk Ch. 1972. Koreri Messianic Manokwari-Sorong-Raja Ampat-Misol- Movements in The Biak-Numfor Culture Seram Utara. Dapat juga dari Raja Ampat- Area,The Hague-Martinus Nijhoff. Gorom-Geser-Seram Selatan –Ambon- Kamma, Freerk Ch. 1981. Ajaib di Mata Kita. pulau-pulau Lease-Buru-Ambalau dan Seri Gereja, Agama dan Kebudayaan Banda. Dari Raja Ampat dapat juga langsung Indonesia,BPK Gunung Mulia, ke Banda melewati Fak-fak-Gorom-Banda. diterjemahkan oleh Koesalah Soebagyo • Pelayaran ke Maluku Tenggara hingga pulau Toer dan dr.Th.van den End. Jawa: Biak Numfor-Manokwari – Sorong - Kamma, Freerk Ch. 1948. ‘De verhouding Raja Ampat - Kepulauan Kei – Tanimbar tussen Tidore and de Papoesche Eilanden - Pulau Babar – Moa – NTT – NTB – Bali in legende en historie, II’ (The Relation - Banyuwangi (pulau Jawa). between Tidore and the Papua Islands • Pelayaran ke Timur: Biak Numfor- and history), Indonesië, 1. Runi-Woda-Kerudung Kadpuri-Bonoi- Koentjaraningrat, 1963,dkk ,Penduduk Irian Mambramo – Komamba – Armo – Sarmi Barat, Djakarta, Universitas Indonesia. - Teluk Humbold-Denta depaprie-Sentani- Koentjaraningrat, 1992,dkk Irian Bismark-Pasifik. Jaya Membangun Masyarakat Dampak pelayaran terhadap komunitas Majemuk,Djambatan Biak Numfor adalah tersebarnya komunitas Lameck A.P dkk. 2005. Budaya Masyarakat mereka di hampir semua pesisir Tanah Besar Suku Bangsa Biak Di Kabupaten Biak Papua, Maluku, NTT dan mungkin juga di Jawa. Numfor, Depbudpar,Ditjen NBSF, Balai Sedangkan dampaknya terhadap persatuan dan Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional kesatuan bangsa adalah terciptanya potensi Papua dasar persatuan dan kesatuan berbangsa sebagai Laksono,P.M, dkk,2001, Kepulauan Padaido, akibat adanya ikatan sosial emosional. Haruskah Habis Terkuras,Kehati Psap- Ugm Rumsram, Jogyakarta, 2001. DAFTAR PUSTAKA Lapian A.B, 1992, Sejarah Nusantara Sejarah BPS Kab.Biak Numfor, 2000. Kabupaten Biak Bahari, Pidato Pengukuhan Guru Besar Numfor Dalam Angka tahun 2000. Luar Biasa, Jakarta, Fak.Sastra UI. Budjang Anis. 1963. Orang Biak Numfor Lapian A.B, 2009, Orang Laut, Bajak Laut,Raja dalam Penduduk Irian Barat, Proyek Laut, Sejarah Kawasan Laut Sulawesi penelitian Universitas Indonesia No.CII, abad XIX, Jakarta, Komunitas Bambu. Penerbitan Universitas. Mansoben Johzua Robert.1995. Sistim Politik Faotngil Cris, Frans Rumbrawer. 2002. Tradisional di Irian Jaya,LIPI-RUL, Tata Bahasa Biak, Yayasan Servas Jakarta. Mario:ed.I. Masinambow E.K.M., 1984, Maluku dan Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah, Irian Jaya,Buletin Leknas Vol.III,No.1. Terjemahan Nugroho Notosusanto, Edisi Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan kelima, jakarta, Universitas Indonesia. Nasional LIPI, Jakarta Greub, Suzanne. 1992. Art Of North West , From Geelvin Bay,Humboldt Bay, and Lake Sentani,Rizzoli

215 Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (199 - 216)

Muller Kal. 2008. Mengenal Papua,Daisy Internet: World Books http://Zuryawanisvandiarzoebir.word, Tijauan Van Hasel F.J.F.,Ditanah Orang Papua, Konflik Sosial Ambon Berdasarkan Yayasan Timotius Papua bekerjasama Teori Konflik Karl Marx.diakses tanggal dengan Yayasan Hapin Belanda. 10/6/2013, Widjojo Muridan, 2013, Pemberontakan Nuku, Persekutuan Lintas Budaya Di Maluku- Papua sekitar 1780-1810, Depok, Komunitas Bambu.

216