CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

Provided by Jurnal Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

UPAYA HB. JASSIN DALAM PENYELESAIAN POLEMIK HEBOH SASTRA CERPEN “LANGIT MAKIN MENDUNG” KARYA KIPANJIKUSMIN DI MAJALAH SASTRA TAHUN 1968-1970

ARUM WAHYUNINGTIAS 11040284211

Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya [email protected]

Septina Alrianingrum, SS.M.Pd

Jurusan Pendidikan SejarahFakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya

Abstrak Suatu karya sastra memiliki banyak menafsiran tergantung pemahaman sudut pandang pembaca. Suatu karya sastra cerpen yang berjudul Langit Makin Mendung karya Kipanjikusmin yang dimuat di majalah Sastra no. 8 edisi Agustus 1968 mendapat pencekalan. Cerpen Langit Makin Mendung karya Kipanjikusmin dianggap menghina dan melecehkan agama Islam. Dalam sejarah sastra Indonesia, bahkan dalam pengadilan di Indonesia. kasus “Langit Makin Mendung” adalah kejadian pertama sebuah karya sastra yang diperkarakan di depan pengadilan. Selaku pemimpin redaksi yang bertanggungjawab, HB. Jassin tampil sebagai terdakwa. Sebagai HB. Jassin sebagai pembela sastra bersikukuh mempertahankan prinsipnya yaitu kebebasan mencipta dan berimajinasi untuk perkembangan kesusastraan. Hal ini yang mendasari penulis mengambil judul penelitian “Upaya HB. Jassin dalam menyelesaikan polemik Heboh Sastra cerpen Langit Makin Mendung karya Kipanjikusmin di majalah Sastra tahun 1968-1970”. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana isi pokok cerpen Langit Makin Mendung karya Kipanjikusmin sehingga menimbulkan polemik ? (2) Bagaimana reaksi para sastrawan terhadap cerpen Langit Makin Mendung ? (3) Bagaimana upaya HB. Jassin dalam mengatasi polemik heboh sastra cerpen Langit Makin Mendung ? Dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan langkah-langkah sebagai berikut : pertama, heuristik (pengumpulan data/sumber) mengumpulkan buku-buku, artikel, majalah, koran mengenai Heboh Sastra. Kedua, kritik sumber terhadap sumber yang diperoleh seperti artikel, majalah, koran dan buku-buku yang berhubungan dengan Heboh Sastra dan cerpen Langit Makin Mendung. Ketiga, interpretasi dengan menghubungkan fakta-fakta yang diperoleh dan keempat, historigrafi atau penulisan sesuai dengan tema yang telah dipilih. Hasil penelitian ini membahas (1) isi pokok cerpen Langit Makin Mendung tersebut adalah suatu cerpen kritikan pada jaman Gestapu. Mengkritik keadaan masyarakat yang mayoritas beragama Islam namun terpengaruh oleh paham Nasakom. Sehingga masyarakat yang pemimpinnya berpaham Nasakom ikut dan patuh atas semua perintah; (2) reaksi dan tanggapan para sastrawan/seniman/budayawan dalam kasus cerpen Langit Makin Mendung ada yang pro dan kontra. Polemik timbul karena pelarangan dan penyitaan majalah Sastra yang memuat cerpen tersebut dan polemik tersebut harus diselesaikan dipengadilan. Sebagai pemimpin redaksi majalah Sastra dan penanggungjawab, HB. Jassin menjadi seorang terdakwa karena merahasiakan nama asli pengarang; (3) Upaya HB. Jassin sebagai pembela sastra mendorongnya untuk kukuh mempertahankan bahwa cerpen Langit Makin Mendung adalah suatu karya sastra cerpen yang murni kritikan bukan sengaja melecehkan agama. Kata Kunci : Cerpen Langit Makin Mendung, Heboh Sastra, HB. Jassin

Abstract A literature work has many intepretation which come by reader’s point of view. A short story with tittle Langit Makin Mendung wich written by Kipanjikusmin, that short story contained in Sastra’s magazine number 8th edition August 1968 has been forbiden. The short story of Langit Makin Mendung by Kipanjikusmin sounds like insulting and stickying moslem’s religion. On indonesia literature history, even on Indonesia justify, Langit Makin Mendung’s case is a fisrt creation about literature work which being a problem in front of justify. As editor manager that doing his obligation, H.B Jassin appear as the accused. H.B Jassin as literature’s defense still stand on his princip which in freedom of create and imagination on improving literature. This is one of reason why the writer taking the tittle of research: The Effort Of HB. Jassin to Finish Polemic Of Heboh Sastra short story Langit Makin Mendung That Written By Kipanjikusmin in Sastra’s Magazine On 1968-1970.

236

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

The problem that will ne discuss in this research is; (1) What is the point of view of Langit Makin Mendung’s short story that written by Kipanjikusmin so that make a polemic? (2) What is writers literature’s reaction to face Langit Makin Mendung’s short story? (3) what is effort of HB Jassin to resolve the polemic of literature sensation that born from Langit Makin Mendung short story? On creating of this research, used s history method with some of step such as: first, heuristic (collecting the source) collecting books, articles, magazine, newspaper that have a connection with Heboh Sastra. Second, source’s critic to some source that has been got like an articles, magazine, newspaper that have a connection with Heboh Sastra. Third, interpretation by connecting the fact which have been got and fourth, historiografy or create as choosen theme. The research’s product, itget the answer of problem’s formula which is; (1) point of Langit Makin Mendung’s short story is a critical short story on the Gestapu’s period. Critic the condition of the citizen who mayority as moslem but still touching by Nasakom’s understanding. So, citizen that their leader has Nasakom’s understanding follow and submit with all of command. (2) reaction of response some writer/artist/ humanist on case of Langit Makin Mendung’s short story have a pro and condtradiction. Polemic born because restriction and foreclosure Sastra’s magazine that load that short story and that polemic hvae to finish in justify. As editor manager Sastra’s magazine and person in charge, HB Jassin being a accused because made original name of writer to be a secret. 3) HB Jassin as literature’s defense, maintaning that Langit Makin Mendung’s short story is one of literature work short story that original by critical, not to deliberate harassing the religion. Keywords: Langit Makin Mendung’s short story, Heboh Sastra, HB. Jassin

PENDAHULUAN apapun akan menyebabkan kesalahan penyembahan Kesusastraan merupakan salah satu cabang dari terhadap Tuhan, seperti contoh Tuhan diibaratkan atau seni. pembahasan tentang seni, khususnya kesusastraan digambar seperti matahari, semua umat ditakutkan akan kadang dapat menimbulkan polemik. Pemahaman tentang menyembah matahari yang diibaratkan Tuhan tersebut kesusastraan akan membawa kita kepada polemik tentang melainkan bukan menyembah zat Tuhan yang pengertian umum seperti ilham, bentuk, isi, kiasan, sebenarnya. Itu menyebabkan dalam agama Islam tidak irama, sajak dan lain-lain, karena seni tidak dapat dinilai diperbolehkan karena akan mengarah dalam hal musyrik, atau dipahami dengan kasat mata atau pemahanan luar sedangkan musyrik dalam agama Islam dosanya tidak saja. dapat diampuni. Hakekat seni ialah imajinasi. Imajinasi seniman, Majalah Sastra yang memuat cerpen Langit imajinasi peminat, tanpa imajinasi tidak ada seni, tidak Makin Mendung yaitu majalah sastra Horison yang ada penghayatan estetis dari peminatnya. Imajinasi dipimpin oleh HB. Jassin. Pertama kali di Indonesia suatu meliputi pengetahuan seni dari seniman yang berbentuk karya sastra yang dipermasalahkan dalam hukum, karena intelek, pikiran, dan gagasan. Hasil karya yang si penulis telah mengijaminasikan (figur Tuhan dan Nabi) mengandung intelektual bisa dikatakan kering tidak yang di dalam norma agama Islam tidak diperbolehkan. terasa hidup.1 Keadaan dan peristiwa yang tergambar Sebagai pemimpin redaksi majalah sastra yang memuat dalam imajinasi pengarang/seniman dituangkan dalam cerpen itu, HB. Jassin ikut terseret dalam proses karyanya. Penggunaan imajinasi dalam kesusastraan persidangan. HB. Jassin merahasiakan identitas penulis bergantung pada pengarang, bagaimana menempatkan asli dalam kasus ini dan tetap bersikukuh imajinasinya dalam penulisan karya sastra tersebut mempertahankan etika jurnalistik serta bertanggungjawab menjadi menarik. sebagai pemimpin redaksi yang telah memuat cerpen Pada tahun 1968 muncul suatu peristiwa yang tersebut. Adanya kasus tersebut menyebabkan HB. Jassin mengheboh-kan dunia sastra yaitu adanya cerpen Langit menjadi seorang terdakwa untuk menyelamatkan majalah Makin Mendung karya Kipanjikusmin. Permasalahan Horison. HB. Jassin beranggapan bahwa karya sastra muncul karena cerpen Langit Makin Mendung dalam tidak terlepas dari seni, sehingga apa yang ditulis oleh cerita mengimajinasikan Tuhan yang diibaratkan Kipanjikusmin dalam cerpen Langit Makin Mendung bertingkahlaku seperti Manusia. Munculnya cerpen yang dimuat dalam majalah Horison belum tentu cerita Langit Makin Mendung yang dimuat dalam majalah itu fiktif melainkan suatu kritik sosial yang sastra Horison edisi Agustus 1968 dianggap sebagai diimajinasikan ke dalam cerpen. HB. Jassin bersedia penghinaan terhadap agama Islam. Peristiwa kontroversi menjadi terdakwa untuk melindungi penulis dari ini sering dikenal dengan “Heboh sastra 1968”. Dalam hukuman mati atas tuntutan para penuntut umum dan karya cerpennya Kipanjikusmin digambarkan bahwa masyarakat.2 Dampak adanya pencekalan majalah Tuhan dan Nabi seperti manusia. Secara umum bahwa Horison edisi Agustus 1968 mengakibatkan munculnya didalam agama Islam, figur Tuhan dan Nabi tidak boleh polemik yang disebut “Heboh Sastra 1968”. digambarkan seperti apapun. Di dalam agama Islam Berdasarkan latar belakang dan batasan masaah penggambaran zat Tuhan, Nabi serta malaikat-malaikat tersebut di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah dilarang sebab akan menimbulkan suatu persepsi yang yaitu: salah karena Tuhan yang diwujudkan dalam suatu bentuk

1HB. Jassin. 1970. “Heboh sastra 1968 suatu 2HB. Jassin. 1983. “Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra pertanggungjawaban”. Gunung Agung. . hlm. 21. Dunia”. Gramedia. Jakarta. hml. 108.

237

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

1. Bagaimana isi pokok cerpen Langit Makin Mendung tulisan lain, ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, karya Kipanjikusmin sehingga menimbulkan polemik keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya”. Heboh Sastra? Karya sastra berarti karangan yang mengacu pada nilai- 2. Bagaimana reaksi para sastrawan terhadap cerpen nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Langit Makin Mendung ? Sastra memberikan wawasan yang umum tentang 3. Bagaimana upaya HB. Jassin dalam mengatasi masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan polemik heboh sastra cerpen Langit Makin Mendung caranya yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk ? menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan METODE wawasannya sendiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk sejarah meliputi tahap heuristik untuk mendapatkan mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, majalah Sastra no. 8 edisi Agustus 1968, surat kemanusiaan, dan semesta. Perbedaan sastrawan dengan kabar/majalah yang memuat polemik Heboh Sastra, orang lain terletak pada kepekaan sastrawan yang dapat koran, buku, dan lain sebagainya. menembus kebenaran hakiki manusia yang tidak dapat Sumber primer dari penelitian ini didapat dari diketahui tertembus oleh orang lain. majalah Sastra no. 8 edisi Agustus 1968 yang memuat Hasil dari penulisan sastra adalah karya sastra. naskah asli cerpen Langit Makin Mendung diperoleh Karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis di Pusat Dokumentasi HB. Jassin di Jakarta, penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang. Selain majalah yang memuat dokumentasi (rekaman) saat proses sebagai sebuah karya seni yang memiliki budi, imajinasi, persidangan yang dimuat dalam majalah Horison edisi dan emosi, sastra juga sebagai karya kreatif yang Februari, Juni, dan November diperoleh penulis pada saat dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan melakukan studi lapangan di Perpustakaan Nasional emosional. Sastra yang telah dilahirkan oleh sastrawan Republik Indonesia di Jakarta. Wawancara dengan diharapkan dapat memberi kepuasaan estetik dan Kipanjikusmin dan riwayat hidup Kipanjikusmin yang intelektual bagi pembaca. Namun, sering karya sastra dimuat dalam majalah EKSPRES diperoleh penulis dari tidak mampu dinikmati dan dipahami sepenuhnya oleh Pusat Dokumentasi HB. Jassin di Jakarta. Majalah- sebagian pembacanya. Dalam hubungan ini perlu adanya majalah yang memuat polemik Heboh Sastra didapat oleh penelaah dan peneliti sastra. penulis di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Karya sastra dapat dikenal dalam dua bentuk, Jakarta. Sumber pendukung lainnya seperti buku-buku di yaitu fiksi dan nonfiksi.3 bentuk karya sastra fiksi adalah dapat penulis dari Perpustakaan Daerah Surabaya, prosa, puisi, dan drama. Sedangkan contoh bentuk karya perpustakaan Medayu Agung. sastra nonfiksi adalah biografi, autobiografi, esai, dan Tahap kedua yakni kritik, untuk mendapatkan data kritik sastra. Menurut Suroto, roman terbentuk atas sejarah yang harus diverifikasi dengan sumber lain yang pengembangan seluruh segi kehidupan pelaku dalam sesuai untuk menemukan fakta sejarah. Tahap ketiga cerita tersebut. adalah interpretasi untuk menganalisi sumber yang saling Fokus sastra adalah kreativitas (puisi, drama, berkaitan sesuai tema penelitian dan Hasil rekonstruksi novel, dan cerpen). Fokus studi sastra adalah ilmu (teori, yang dihasilkan dari proses interpretasi yakni : (a) cerpen kritik, dan sejarah sastra). Pertanggungjawaban sastra yang tujuan aslinya mengkritik kehidupan sosial adalah estetika, dan pertanggungjawaban studi sastra masyarakat menjadi polemik karena telah adalah logika.4 mempersonifikasikan dan mengimajinasikan tokoh Karya sastra sendiri dibedakan berdasarkan Tuhan, Nabi dan Malaikat seolah manusia pada genrenya yaitu karya sastra imajinatif dan karya sastra umumnya sehingga dianggap sebagai pelecehan dan nonimajinatif. Karya sastra imajinatif adalah sebuah penghinaan, (b) munculnya cerpen Langit Makin karya sastra yang di dalamnya cenderung menonjolkan Mendung karya Kipanjikusmin di majalah Sastra sifat khayali, menggunakan bahasa yang sifatnya sehingga membuat majalah Sastra pimpinan HB. Jassin konotatif, dan memenuhi syarat estetika seni. Sedangkan dilarang beredar dan disita mengakibatkan perbedaan pengertian karya sastra nonimajinatif yaitu karya sastra pendapat antar para seniman/sastrawan/budayawan yang di dalamnya lebih banyak mengandung unsur sehingga menimbulkan polemik di media massa selama 1 faktual dan cenderung menggunakan bahasa denotatif tahun dan berlanjut di pengadilan. (c) sebagai pemimpin namun tetap memenuhi syarat-syarat estetika seni. 5 redaksi majalah Sastra, HB. Jassin bertanggungjawab Karya sastra imajinatif seperti; Puisi, Fiksi/Prosa demi menegakkan kode etik jurnalistik yang dijamin Naratif, Drama. Puisi merupakan sebuah rangkaian kata dalam Undang-Undang Pers 1966, demi keselamatan yang sangat padu dan ketepatan penggunaan kata sangat pengarang yang terancam jiwanya. HB. Jassin menjadi seorang terdakwa untuk membela dan mempertahankan 3A. Teeuw. 1984. “Sastra dan Ilmu Sastra”. Pustaka Jaya. imajinasi pengarang demi perkembangan pemikiran hlm. 24. kesusastraan di Indonesia. 4Budi Darma. 2004 . “Pengantar Teori Sastra”. Pusat PEMBAHASAN Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 32. 1. Pengertian sastra 5Yoseph Yapi Taum. “ Pengantar Teori Sastra” Nusa Sastra Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : Indah. hlm. 27. 2008 adalah “karya tulis yang bila dibandingkan dengan

238

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

mempengaruhi dalam penyampaian pesan. Fiksi atau Pengarang sengaja mengkritik situasi masa Nasakom, prosa naratif yaitu sebuah karangan yang sifatnya waktu pra-Gestapu melalui cerpen Langit Makin menjelaskan secara terurai suatu masalah atau peristiwa. Mendung. Harapan dari tulisan cerpen tersbut adalah agar Fiksi sendiri mempunyai berbagai macam jenis yaitu tidak banyak orang ikut dalam paham/ideologi pada saat novel, roman, serta cerita pendek (cerpen). 6 itu. Sedangkan jenis karya nonimajinatif Sesuai Cerpen Langit Makin Mendung jelas tergambar dengan pengertian karya sastra nonimajinatif tentunya bahwa pengarang tidak ada sedikitpun niatan ingin karya sastra ini dalam penyajiannya menonjolkan fakta- merendahkan masyarakat Indonesia. Pengarang hanya fakta serta kenyataan yang terjadi di lapangan. Karya ingin mengungkapkan bahwa para pemimpin yang sastra nonimajinatif adalah; Esai, Kritik, Biografi.7 berkuasa pada saat itu sedang melakukan kesalahan. Seperti kasus cerpen Langit Makin Mendung Melalui cerpen ini pengarang secara tidak langsung karya Kipanjikusmin yang dimuat dalam majalah Sastra sebenarnya meminta bantuan para ulama serta no. 8 edisi Agustus 1968 adalah suatu karya sastra jenis masyarakat untuk mengingatkan dan kembali ke jalan cerpen yang menggunakan imajinasi pengarang. yang benar. Pengarang (Kipanjikusmin) telah mengimajinasikan dan Namun, akibat penggambaran tokoh Tuhan, memprersonifikasikan dengan menggambarkan tokoh Nabi dan Malaikat yang seolah-olah seperti manusia Tuhan, Nabi dan Malaikat seolah manusia pada biasa dianggap oleh para ulama dan ahli agama telah umumnya. Imajinasi atas penggambaran tokoh Tuhan, menghina dan melecehkan junjungan para umat Islam. Nabi dan Malaikat tersebut dianggap bahwa cerpen Akibatnya majalah yang memuat cerpen tersebut disita tersebut telah menghina dan melecehkan agama terutama dan dilarang beredar. agama Islam. Pengarang memiliki kebebasan untuk 2. Reaksi terhadap cerpen Langit Makin Mendung menciptakan karya sastra. Dengan penggunaan Dari berbagai pendapat para seniman/sastrawan/ imajinasinya, pengarang diharapakan dalam menciptakan budayawan mengenai masalah Heboh Sastra cerpen karya sastra dengan hasil yang kreatif. Namun imajinasi Langit Makin Mendung, memunculkan pendapat yang yang dipakai di dalam cerpen Langit Makin Mendung berbeda. Ada yang menganggap pemberangusan majalah menyebabkan cerpen tersebut dicekal serta majalah yang Sastra yang memuat cerpen Langit Makin Mendung memuatnya disita dan dilarang terbit. tidak dibenarkan karena tidak sesuai prosedur Cerpen Langit Makin Mendung karya pengadilan. Namun, banyak juga sastrawan/budayawan Kipanjikusmin adalah suatu karya sastra (cerpen) yang yang menilai bahwa pemberangusan Majalah Sastra menceritakan tentang kondisi masyarakat Indonesia pada memang harus dilakukan karena telah menghina agama saat jaman Gestapu, yang masih dikuasai oleh paham Islam. Tuhan dan Nabi tidak bisa dijadikan permainan Nasakom. Pengarang menceritakan kebobrokan dengan cerita tokoh sebagai penggambaran manusia. masyarakat yang patuh dengan ajaran-ajaran paham Derajat Tuhan dan Nabi lebih tinggi dalam aqidah agama Nasakom sehingga agama sudah tidak ternilai lagi. tidak dapat disamakan dengan manusia. Dari kebanyakan Namun pada awal cerita dimulai dari suasana surga pendapat sastrawan/budayawan menggangap bahwa tempat dimana Tuhan, Nabi dan Malaikat berada. Di cerpen Langit Makin Mendung adalah cerpen yang gagal bagian ini memunculkan suatu anggapan bahwa cerpen dan tidak bermutu. Perbedaan pendapat ini menghasilkan tersebut telah menghina agama Islam terutama menghina perdebatan di dalam media massa. Selama kurang lebih Tuhan, Nabi dan Malaikat. Tuhan, Nabi dan Malaikat di satu tahun, media massa dipenuhi dengan perdebatan dalam cerita digambarkan seolah-olah seperti manusia pendapat sastrawan/budayawan mengenai cerpen Langit biasa. Tuhan digambarkan juga memakai kacamata emas Makin Mendung. Perdebatan tersebut tidak dapat dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Nabi yang menyelesaikan masalah namun semakin memperkeruh mengetahui bahwa umatnya semakin sedikit yang masuk masalah Langit Makin Mendung. Tidak hanya di media surga, memutuskan turun ke bumi untuk menyelidiki massa namun di persidangan juga terjadi perdebatan. penyebabnya. Dalam penyelidikannya Nabi dan Jibril menyamar menjadi seekor burung. Sampai diatas kota 3. Polemik di media massa Jakarta Nabi berhenti karena dilihatnya Jakarta seperti Tanggapan para seniman/sastrawan/budayawan neraka. akibat munculnya cerpen Langit Makin Mendung di Nabi menyelidiki kasus yang terjadi di Indonesia majalah Sastra no. 8 edisi Agustus 1968 membuat karena banyak umatnya yang Islam namun masuk neraka. masalah baru yaitu polemik di media massa yang terjadi Pada penyedilikan Nabi dan Malaikat melihat langsung selama satu tahun. Debat pendapat antara pihak yang pro apa penyebabnya yaitu maksiat, pelacuran, korupsi, dan pihak yang kontra terhadap cerpen Langit Makin kebohongan dan kejahatan. Mendung tidak dapat terselesaikan melainkan semakin Pengarang dalam cerpen Langit Makin Mendung memanas, karena saling menanggapi pendapat yang lain. tidak bermaksud menghina atau melecehkan, namun Tidak dapat menerima tanggapan orang lain di pengarang melakukan kritik terhadap rezim lama yang media massa, para seniman/sastrawan/budayawan sudah tumbang oleh rezim baru yang berkuasa setelah itu. membalas dengan tanggapan juga di media massa. Sehingga perang pendapat terjadi semakin memanas di

6A. Teeuw. 1984 . “Sastra dan Ilmu Sastra”. Pustaka Jaya. media massa. hlm. 40-41. Seperti tulisan Abdul Muis yang menanggapi 7Ibid., hlm. 44. tulisan Bahrum Rangkuti, bahwa Abdul Muis tidak

239

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

sependapat dengan Bahrum, menurutnya tulisan Bahrum Polemik yang terjadi di pengadilan tidak dapat terlalu berlebihan. Tanggapan Zabidin Jacub mengenai jauh beda dengan yang terjadi di media massa. Mengenai tulisan S. Tasrif, menilai bahwa Tasrif telah asal kebebasan mencipta dan imajinasi. HB. Jassin bersikukuh berpendapat mengenai cerpen Langit Makin Mendung. memperjuangkan dan mempertahankan pendapatnya Menurut Zabidin Jacub, S. Tasrif mungkin belum bahwa suatu karya sastra tidak terlepas dari suatu membaca atau mengetahui cerpen Langit Makin imajinasi pengarang. Imajinasi tidak dapat diukur dengan Mendung. Sehingga dalam tulisan S. Tasrif dikatan apapun, karena imajinasi adalah dunia khayal seorang bahwa cerpen Langit Makin Mendung tidak menghina sastrawan/seniman/budayawan dalam menyalurkan Islam. kreativitas yang dimiliki. Sedangkan pihak Kejaksaan Tulisan Ajib Rosidi yang mengatakan Tinggi, menilai bahwa suatu karya sastra dilihat dari nilai kekecewaannya mengenai tulisan HB. Jassin tentang hukum realitas. kebebasan mencipta, bahwa seorang sastra mempunyai Pihak Kejaksaan mendatangkan saksi-saksi ahli hak bebas untuk menciptakan suatu karya sastra dengan agama, serta sastrawan yang ahli dalam bidang agama. imajinasi. Menurut Ajib Rosidi, kebebasan mencipta Sedangkan HB. Jassin menginginkan saksi ahli yang dengan menggunakan imajinasi mempunyai batasan- dibidang seni dan psikologis. Namun pandangan antara batasan tidak sepenuhnya bebas. Hakim dan HB. Jassin bertolakbelakang. Pihak Hakim Tanggapan mengenai tulisan Bahrum menilai bahwa cerepen Langit Makin Mendung adalah Rangkuti yang menyangkut penilaian cerpen Langit sebuah karya sastra yang realitas. HB. Jassin menilai Makin Mendung. Menurutnya, Bahrum Rangkuti telah bahwa cerpen Langit Makin Mendung adalah sebuah salah menilai cerpen Langit Makin Mendung. Telah jelas karya sastra imajinasi (fiktif). bahwa didalam agama Islam tidak diperbolehkan untuk Saksi ahli yang didatangkan oleh pihak menggambarkan sosok Tuhan. Hamka juga menilai Kejaksaan salah satunya adalah Hamka, seorang Bahrum Rangkuti telah salah ikut dalam aliran yang sastrawan yang ahli di bidang agama. Dalam belum jelas. kesaksiannya menyatakan bahwa cerpen Langit Makin Setiap pendapat yang dimuat di media massa Mendung telah jelas menghina agama dengan tidak sesuai dengan pendapat yang dianutunya menggambarkan tokoh Tuhan, Nabi dan Malaikat. mengakibatkan sanggahan pendapat yang ditulis dan Sebuah karya sastra fiktif, memang diperbolehkan dimuat di media massa lain, masalah Heboh Sastra ini menggunakan imajinasi. Namun imajinasi dalam kasus tidak semakin melarut namun semakin panjang. Karena cerpen Langit Makin Mendung telah melenceng jauh dari adanya perang pendapat di media massa yang terjadi akidah agama terutama agama Islam. selama satu tahun ini, akhirnya kasus Heboh Sastra Namun pendapat saksi ahli yang didatangkan cerpen Langit Makin Mendung diajukan di pengadilan oleh HB. Jassin di persidangan yaitu Ali Audah dan proses persidangan di mulai pada 30 April 1969. memberikan kesaksian bahwa karya sastra cerpen Langit Kasus ini dibawa ke pengadilan diharapkan agar masalah Makin Mendung tidak dapat dikatakan bahwa karya yang terjadi cepat terselesaikan dan mendapat sastra tersebut adalah karya sastra yang nonfiktif. penyelesaian akhir agar tidak terjadi masalah berlarut- Menurutnya, pengarang mempunyai dunia imajinasi larut akibat perbedaan pendapat yang terjadi. sendiri dari pandangan yang telah dilihatnya dan 4. Polemik di pengadilan dipersonifikasikan kembali oleh pengarang Masalah polemik Heboh Sastra cerpen Langit (Kipanjikusmin). Cerpen Langit Makin Mendung Makin Mendung tidak hanya mengguncangkan merupakan karya imajinasi tidak dapat langsung diambil masyarakat dan media massa, namun juga terjadi pemahaman mengenai cerita yang digambarkan, namun kehebohan pada proses di pengadilan. Setelah heboh pesan apa yang disampaikan. Untuk dapat mengambil polemik di media massa yang tidak kunjung berhenti dan pesan yang disampaikan harus dapat memahami suatu tidak ada jalan keluarnya, heboh berlajut di proses karya sastra itu (cerpen) dari berbagai sudut pandang. persidangan. Seperti apa yang diharapkan oleh para Perbedaan pendapat tidak hanya terjadi di media sastrawan pada tanggapannya mengenai cerpen Langit massa melainkan juga di pengadilan sehingga kasus ini Makin Mendung agar kasus ini dibawa ke pengadilan. tidak mudah terselesaikan. Polemik Heboh Sastra cerpen Menteri Agama juga menyarankan bahwa kasus ini Langit Mendung berlarut-larut sehingga proses sebaiknya dibawa ke pengadilan, agar pihak pengadilan persidangan terjadi selama sekitar satu tahun juga, dari yang memutuskan hasil akhirnya. mulai proses persidangan yaitu 30 April 1969 sampai Namun, penyelesaian didalam pengadilan belum penjatuhan hukuman pada 28 Oktober 1970. juga mendapatkan hasil. Proses persidangan kasus cerpen 5. Figur HB. Jassin Langit Makin Mendung dimulai pada 30 April 1969. Hans Bague Jassin (HB. Jassin) lahir di Menurut HB. Jassin selaku pemimpin redaksi yang Gorontalo, 31 Juli 1917 dan meninggal di Jakarta 11 bertanggungjawab atas cerpen Langit Makin Mendung Maret 2001. Pendidikan yang ditempuhnya ialah HIS menyatakan bahwa kasus ini tidak akan dapat Gorontalo (tamat tahun 1932), HBS B Medan (tamat diselesaikan meskipun harus dibawa ke pengadilan. 1939), Fakultas Sastra Universitas Indonesia (tamat Karena menurutnya, pada kasus Heboh Sastra ini adalah 1957). Pada 1958-1959 HB. Jassin memperdalam ilmu masalah imajinasi dan personifikasi. Bagaimana kita sastra di Universitas Yale, Amerika Serikat dan tahun dapat mengukur suatu dasar imajinasi seorang pengarang 1975 menerima gelar Doktor Honoris Causa dari dalam menciptakan karya sastra. Universitas Indonesia.

240

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

Pada tahun 1940, HB. Jassin melamar kerja di lingkungan dan zaman. Pengarang terpengaruh Balai Pustaka. Mulai dari sini HB. Jassin memulai sebuah lingkungan masyarakat Indonesia pada saat itu yang karir yang panjang dan amat berarti bagi perkembangan masih gencar peristiwa ”ganyang” Malaysia, Nasakom, kebudayaan dan kesusastraan di Indonesia. Dalam jangka Gestapu. waktu 30 tahun, HB. Jassin telah menjadi redaktur di 14 Pembelaan HB. Jassin pada pengarang di majalah, menulis 21 judul buku yang sebagian besar polemik/heboh sastra ini didasari oleh tanggung bertema sastra, kritik sastra dan perkembangan sastra di jawabnya sebagai pemimpin redaksi yang bertugas Indonesia. HB. Jassin juga menerjemahkan buku sastra menyeleksi naskah yang layak terbit. Alasan pertama HB. asing sehingga ada 9 judul buku terjemahan. Aktifitas Jassin adalah karena HB. Jassin tidak kenal dengan HB. Jassin ini mendorong HB. Jassin lebih dikenal pengarang (Kipanjikusmin). Waktu karangan yang sebagai kritikus sastra dan mendapat gelar sebagai Paus pertama dikirimkan ke Majalah Sastra, seperti biasa sastra di Indonesia.8 selaku ketua redaksi HB. Jassin memberikan formulir Sebagai seorang yang bekerja dalam biografi pengarang untuk keperluan dokumentasi bagi kesusastraan, HB. Jassin telah menjadi seorang pengamat pengarang yang lolos seleksi masuk Majalah Sastra. perkembangan sastra di Indonesia. Di Indonesia pernah Namun, pengarang pada saat itu belum dapat ada 3 peristiwa ramai dalam dunia kesusastraan sesudah memberikan data asli karena pengarang baru mulai dalam perang dunia kedua yaitu (1) perdebatan panjang tentang dunia kesusastraan. Setelah pengarang maju dan Angkatan 45 yang terjadi pada permulaan tahun 1950-an, berkembang dalam dunia sastra barulah akan mengirim (2) tuduhan plagiat Hamka serta larangan Lekra/Lesbi/ data aslinya.10 Jawaban pengarang membuat HB. Jassin LKN pada pengarang-pengarang bebas yang melahirkan menilai bahwa pengarang tersebut adalah seseorang yang Manifes Kebudayaan yang kemudian dilarang Presiden pemalu, tidak suka menonjolkan diri tetapi seorang yang (tahun 1964), (3) dan debat panjang tentang Angkatan 66. rendah hati. Setelah HB. Jassin menemui orang tua Namun pada tahun 1968, sebuah cerita pendek pengarang, dan memang benar bahwa pengarang kesusastraan Indonesia yang panjangnya 4406 kata telah merupakan orang yang pendiam, tidak banyak bergaul, mengakibatkan suatu polemik selama tahun 1968-1970.9 suka menyisihkan diri, tidak memperhatikan pakaian Pada tahun 1968=1970 muncul peristiwa Heboh Sastra yang dipakai, suka merenung dan menulis. dari cerpen berjudul Langit Makin Mendung karya Kedua, menurut HB. Jassin dengan melihat pola Kipanjikusmin yang dimuat dalam Majalah Sastra edisi pikir pengarang mengenai Tuhan, Nabi dan Malaikat Agustus 1968. yang digambarkan di cerpen Langit Makin Mendung 6. Sikap HB. Jassin seperti pola cerita dalam pewayangan. Dalam Munculnya masalah pelarangan majalah Sastra pewayangan biasanya cerita dimulai dari dunia oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara akibat memuat Surgaloka, Mahadewa dan para dewa bertahta. cerpen Langit Makin Mendung karya Kipanjikusmin Mahadewa menyuruh para dewa turun ke bumi. Pola sehingga membuat HB. Jassin selaku ketua redaksi cerita turunnya manusia dari surga juga ada dalam terseret kasus pengadilan sebagai terdakwa. HB. Jassin sejarah manusia yaitu turunnya Nabi Adam dan Hawa sebagai pemimpin redaksi memegang teguh pendiriannya yang diusir dari surga diturunkan ke bumi.11 Tidak untuk menegakkan kode etik jurnalistik yang dijamin mengherankan jika pola pikir pengarang seperti itu dalam Undang-undang Pers 1966 bahwa rahasia karena disebabkan oleh kecintaan pengarang terhadap pengarang berada penuh ditangan pemimpin redaksi. cerita-cerita pewayangan serta tokoh-tokoh yang ada Cerpen Langit Makin Mendung ini adalah didalam cerita.12 Jadi tidak mengherankan jika pengarang cerpen pertama karya Kipanjikusmin yang harus memakai pola pikir seperti cerita yang ada di dalam melibatkan ketua redaksi Majalah Sastra yaitu HB. Jassin pewayangan. menjadi terdakwa. Dalam cerpen tersebut berisi tentang Ketiga, HB. Jassin memberikan tanggapan penghinaan terhadap umat Islam karena telah kepada pemikiran pengarang (Kipanjikusmin) mengenai menggambarkan tokoh Tuhan, Nabi dan Malaikat seolah- pemanusiaan Tuhan dalam agama Khatolik maupun olah seperti manusia. HB. Jassin menjadi terdekwa Protestan bukan hal yang asing. Pengarang berasal dari karena sebagai ketua redaksi telah menutupi nama asli keluarga Islam namun sejak umur 5 tahun ikut dengan pengarang yang bersembunyi dibalik nama ibu tirinya yang beragama Protestan. Ibu tirinya Kipanjikusmin. Selaku ketua redaksi, HB. Jassin harus mengirim Kipanjikusmin (pengarang) ke sekolah Kristen bertanggungjawab karena telah memuat cerpen tersebut di Malang, disana pengarang dibaptis menjadi Protestan. sehingga HB. Jassin dijadikan sebagai terdakwa. Ketika umur 10 tahun, karena sering tidak naik kelas oleh Menurut HB. Jassin, pengarang dalam cerpen ibu tirinya pengarang dipindahkan ke Jogja. Sejak Langit Makin Mendung adalah seorang pemula yang memulai berkarya. Pada cerpen Langit Makin Mendung menurut HB. Jassin pengarang terpengaruh keadaan 10HB. Jassin. 1970. “Heboh Sastra 1968 Suatu Pertanggunganjawab”. Gunung Agung. Jakarta. hlm. 30.

8“HB. Jassin dari Alif-Ba-Ta ke LMM”. EKSPRES. 14 Juni 11Ibid., 1970. hlm. 17. 12“Riwayat Hidup Kipandjikusmin Menurut Orangnja 9Ibid., Sendiri”. EKSPRES. 14 Juni 1970. hlm. 24.

241

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

dipindahkan di Jogja, karena sekolahan milik Katholik pribadi. Karena setiap pribadi masing-masing orang akhirnya pengarang dibaptis sebagai Khatolik. mempunyai cara untuk berdialog dengan Tuhan. Akan Pengarang yang dulunya masih anak-anak tetapi, pengarang (Kipanjikusmin) mempersinifikasi mengikuti saja apa yang dikatakan orang lain padanya. Tuhan dengan menggambar-kan seolah-olah seperti Setelah lulus SMP, pengarang bersekolah di SMA manusia agar dapat berdialog dengan cara yang mudah.15 Masehi milik Protestan namun tetap beragama Khatolik. Namun personifikasi Tuhan yang dibuat oleh pengarang Saat SMA, ibu tiri pengarang meninggal dan ayahnya tidak mempermudah masyarakat memahami isi cerpen menikah lagi dengan istri baru yang beragama Islam. akan tetapi semakin membuat polemik yang tak ujung Melihat pernikahan ayahnya dengan adat Islam selesai dan perdebatan antara para seniman, sastrawan pengarang tertarik dan mulai saat itu memeluk agama dan budayawan. Islam. Gagal menyelesaikan SMA Masehi di Semarang, pengarang pindah ke Akademi Pelayaran Nasional.13 Dari 5. Upaya HB. Jassin di media massa pendidikan pengarang yang seperti itu, menurut HB. H.B. Jassin selalu mempublikasikan tulisan- Jassin dapat mempengaruhi pada pola pikirnya dan hasil tulisannya terkait dengan pembelajarannya mengenai ciptanya dalam karya sastra yang dibuat pengarang. Oleh masalah cerpen Langit Makin Mendung seperti berikut sebab itu, tidak mengherankan jika pengarang ini, menggambarkan Tuhan seolah-olah seperti manusia Dalam artikelnya yang berjudul “Bukan Yang dalam cerpen Langit Makin Mendung karena dipengaruhi Pertama Kali”, HB. Jassin menyatakan bahwa peristiwa oleh pemahaman agama yang masih belum jelas. yang terjadi Heboh Sastra cerpen Langit Makin Mendung Melihat latar belakang pengarang, HB. Jassin bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya sudah pernah menilai bahwa pengarang seorang yang pendiam, seperti karya Navis “Robohnya Surau Kami”. Namun pemalu, dan agama yang dianut sehingga patutlah HB. tidak ada reaksi apapun dari cerpen tersebut seperti Jassin untuk mempertahan-kan identitas asli pengarang Langit Makin Makin Mendung. Ceritanya sama, yaitu guna menyelamatkannya dari masa. menyeritakan masalah manusia dan Tuhan serta Nabi. Menurut HB. Jassin sebagai seorang pemuda yang HB. Jassin menerangkan bahwa cerita-cerita semacam ini pendiam dan pemalu serta tidak banyak pergaulan tidak mungkin terjadi dan memang tidak ada dalam pengarang mempunyai rasa rendah diri. Dapat ajaran Islam yang sesunngguhnya. Namun hal ini dibayangkan keadaan jiwa pengarang saat cerpen tersebut merupakan hasil imajinasi pengarang dengan caranya menghebohkan semua orang. Banyak orang yang sendiri ingin mengeluarkan pendapat ataupun pesan berdemontrasi mendatangi kantor Majalah Sastra, dakwah dengan hasil karyanya. Hasil karya dari imajinasi mencari pemimpin redaksi dan pengarangnya. Kemudian pengarang ini dibaca dan dinikmat oleh semua orang, banyak orang yang mengutuk perbuatan pengarang sehingga banyak persepsi mengenai semua itu.16 bahkan ada yang mengatakan pantas untuk dihukum Menurut HB. Jassin, cerpen Langit Makin mati. Mendung semata-mata murni cerpen biasa yang memakai Peristiwa Heboh Sastra yang terjadi tersebut imajinasi kreatif. HB. Jassin tidak melihat adanya membuat pengarang takut dan panik sehingga pengarang penodaan terhadap Nabi , Tuhan Yang Maha dengan cepat meminta maaf atas cerpen yang telah Esa, atau kesucian Alquran, malah sebaliknya dibuatnya. kesuciannya cukup terjaga didalam karangan tersebut. Permintaan maafnya dimuat dalam majalah Salah satunya pada kalimat waktu buroq yang KAMI tanggal 24 Oktober 1968. Pengarang mengatakan ditunggangi oleh Nabi Muhammad beserta Malaikat telah mencabut cerpen Langit Makin Mendung dan Jibril bertubrukan dengan sputnik, buroq dan sputnik meminta agar cerpen tersebut dianggap tidak pernah ada. tersebut hancur. Nabi Muhammad dan Jibril terpental, Namun permohonan maafnya tidak dapat meredakan tetapi mereka tersangkut digumpalan awan yang empuk masalah.14 Karena pengarang sudah dianggap melakukan bagaikan kapas. Sedangkan para orang yang naik sputnik penghinaan dan pelecehan terhadap agama Islam dan mati dan masuk neraka. Hal tersebut memperlihatkan pengarang sudah dianggap tidak ada atau sudah mati. bahwa pengarang tidak bermaksud melecehkan. Cerpen Langit Makin Mendung adalah karya ketiga yang Menyangkut masalah Heboh Sastra yang terjadi dimuat dalam majalah Sastra. Namun karya ketiga ini di surat kabar dan majalah, HB. Jassin menuangkan ternyata menimbulkan polemik di dalam kesusastraan pemikirannya dengan menulis beberapa tulisan atau Indonesia. Karya cerpen Langit Makin Mendung sebagai tanggapannya terkait polemik yang terjadi. Berikut karya terakhir Kipanjikusmin. Karena akibat beberapa tanggapan dan pemikiran HB. Jassin terkait personifikasi yang dipakai dianggap sebagai pelecehan polemik tersebut diatas. dan penghinaan yang mengakibatkan pelomik. Pemikiran H.B. Jassin tentang “Tuhan, Imajinasi Personifikasi Tuhan yang dibuat oleh pengarang Manusia dan Kebebasan Mencipta” yang dimuat dalam (Kipanjikusmin) sebagai dialog dengan Tuhan sifatnya

15“Seorang Pengarang Kristen dan Agamanya”. EKSPRES. 13Ibid., 14 Juni 1970. hlm. 20.

14HB. Jassin. 1970. “Heboh Sastra 1968 Suatu 16HB. Jassin. 1970. “Heboh Sastra 1968 Suatu Pertanggunganjawab”. Gunung Agung. Jakarta. hlm. 30. Pertanggungjawaban”. Gunung Agung. Jakarta. hlm. 8.

242

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

Majalah Horison, Thn. II, No. 11, November 1968. Maka Ekspres, orang ingin agar Kipandjikusmin apabila seorang pengarang atau seorang pelukis tampil ke depan. Namun HB. Jassin tetap menggambarkan Tuhan dengan kata-kata, dengan bertekad akan terus memikul tanggung lukisan, ataupun dengan patung, seorang pengarang tahu jawab. Pengarang (Kipandjikusmin) tidak bahwa itu bukanlah Tuhan, tapi Ide Ketuhanan. Demikian akan dapat merubah apapun, tidak akan pula orang lain, umat yang melihat, semua tahu bahwa itu membuka aspek-aspek baru dalam bukanlah Tuhan, tapi ide Ketuhanan. Jika Tuhan masalah yang terjadi.20 digambarkan seolah-olah manusia ditakutkan bahwa H.B. Jassin dengan keteguhan hati dan segala Tuhan akan diremehkan, oleh sebab itu Tuhan dalam kecemerlangan pekertinya telah menerapkan dan agama Islam tidak boleh digambar-kan. Namun mengakui bahwa pengarang telah mati. Dalam sudut sastrawan akan mati jika ide imajinasinya dibatasi oleh pandang semiotika komunikasi sastra pada sesuatu apapun. Kebebasan mencipta adalah soal yang perkembangannya pengarang telah dianggap mati. penting dipikirkan dan disadari oleh para seniman, Pembacalah yang berhak menentukan makna karya terutama seniman muda yang hendak mengabdikan sastra. H.B. Jassin pun menjadi pelopor bahwa sastra seninya sebagai dakwah agama. Dan ini perlu adalah sesuatu yang harus dipertanggung-jawabkan dan dibicarakan dalam tingkat yang lebih tinggi dan iklim memang harus bisa dipertanggungjawabkan. Maka dari yang jernih, lepas dari emosi yang berkobar-kobar dan itu H.B. Jassin rela mengorbankan dirinya demi generasi meluap-luap. Maka seorang pengarang harus berhati-hati penerus dalam perkembangan kesusastraan di Indonesia. dalam meluapkan kebebasannya dalam berkarya.17 H.B. Jassin menilai pengarang cerpen Langit Tulisan HB. Jassin yang berjudul “Karya Seni Makin Mendung adalah seorang muda berbakat yang Bukan Text-book”, menyatakan tentang pandangan H.B. memiliki banyak pengetahuan. H.B. Jassin adalah Jassin mengenai hasil imajinasi bukanlah kitab pelajaran kritikus sastra terkemuka berkat buah pikirannya yang dan tidak sama dengan kitab pelajaran, maka dengan original. H.B. Jassin bisa disejajarkan dengan para filsuf sendirinya suatu karya hasil imajinasi tidak dapat dikaji pencetus teori sastra. seperti mengaji kitab pelajaran. Suatu karya sastra Seandainya disalahkan seorang seniman bukanlah buku sejarah, hasil karya seperti cerita fantasi karena mengimajinasikan dan tidak berpretensi ajaran agama.18 mempersonifikasikan Tuhan dan Nabi dan Dalam tulisannya yang berjudul “Kebebasan dijatuhkan hukuman. Maka golongan- Mencipta”, HB. Jassin berpendapat bahwa pengarang golongan agama bukan Islam, yang harus diberikan kebebasan mencipta yang mutlak. Tentu dengan bebas mengimajinasikan dan saja dengan kepercayaan, bahwa pengarang tidak akan mempersonifikasikan. Merasa dalam menyalahgunakan kebabasan tersebut. Pengarang dan kedudukan yang lebih mengguntungkan seniman merupakan hati nurani masyarakat dan dan memandang rendah dan picik kepada bangsanya. Apa yang dirasakan, dipikirkan, dihasratkan golongan yang tidak bisa menghargai oleh bangsanya, turut bergetar dalam jiwanya. Demikian imajinasi bebas itu. Di kalangan Islam pula kekhawatiran, kesedihan, kekecewaan kepadanya. sendiri akan terjadi perbedaan pendapat Pedomannya adalah hati nuraninya, kejujuran, kebenaran, yang labih tajam. Seniman yang keadilan. Seniman berkarya menurut imajinasinya yang menyetujui dan berpegang teguh pada bebas, sekali pun kadang-kadang tidak cocok dengan larangan, akan tertegun dalam kegiatan akidah, namun itikadnya baik. Mengenai masalah cerpen ciptanya atau mungkin terhenti sama Langit Makin Mendung, HB. Jassin percaya, bahwa sekali. Matilah ia sebagai seniman.21 pengarang (Kipanjikusmin) adalah orang yang baik dan HB. Jassin berpendapat bahwa seorang seniman mempunyai maksud-maksud yang baik.19 tidak dapat dibatasi oleh suatu apapun, karena apabila H.B. Jassin pernah menyampaikan pemikirannya ada batasan akan mematikan imajinasi maka matinya mengenai Kipandjikusmin dalam sebuah surat kepada suatu karya cipta. Seorang seniman menurut HB. Jassin Andrea Hardjana tertanggal 7 Agustus 1970 sebagai yang mempunyai pribadi lebih kuat, akan terus berkarya, berikut: jika perlu tanpa memperhatikan hukum larangan yang Proses (majalah) Sastra masih jalan terus. dianggap tidak tepat. Seorang seniman akan terus hidup Sesudah dua kali diundur mudah- sebagai seniman sekalipun akan dianggap murtad oleh mudahan Jaksa akan membacakan orang-orang yang tidak mengerti hakekat seni. replikanya tanggal 12 depan. Sesudah Sebagai penanggungjawab Majalah Sastra, HB. adanya wawancara dengan Majalah Jassin sedikit pun tidak bermaksud untuk menghina golongan Islam, malahan sebaliknya, berhasrat 17HB. Jassin. “Tuhan, Imajinasi Manusia, dan Kebebasan meningkatkan golongan Islam dalam apresiasi dan Mencipta”. Horison. Tahun II No. 11. November 1968.

18HB. Jassin. 1970. “Heboh Sastra 1968 Suatu 20HB. Jassin. 1984. “Surat-surat 1943-1983”. Gramedia. Pertanggungjawaban”. Gunung Agung. Jakart. hlm. 18. Jakarta. hlm. 314.

19HB. Jassin. 1983. “Sastra Indonesia sebagai warga sastra 21HB. Jassin. 1970. “Heboh Sastra 1968 Suatu dunia”. Gramedia. Jakarta. hlm. 124. Pertanggungan jawaban”. Gunung Agung. Jakarta. hlm. 75.

243

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

pengertiannya terhadap sastra. HB. Jassin tidak massa, namun di pengadilan juga terjadi berdebatan mempunyai perasaan permusuhan atau hendak hebat. Perdebatan di pengadilan yang terjadi secara resmi menyatakan perasaan permusuhan atau kebencian karena terjadi secara langsung. Perdebatan secara terhadap agama Islam atau golongan Islam di Indonesia. langsung ini menjadi pertimbangan hakim untuk Karena HB. Jassin adalah seorang yang berusaha untuk menjatuhi keputusan pada terdakwa yaitu HB. Jassin. menjadi seorang Islam yang baik, yaitu dengan Polemik mengenai Langit Makin Mendung melakukan ibadah sembahyang dan setiap hari membaca selama tahun 1968-1970 memenuhi media massa seperti Al- dengan mencoba mendalami isi serta surat kabar, koran-koran dan majalah. Semua itu meresapkan firman-firman . disebabkan karena tuntutan Menteri Agama yang HB. Jassin menyatakan tidak sedikitpun memperkarakan Majalah Sastra. Sekiranya tidak ada bermaksud buruk, HB. Jassin bermaksud ingin tuntutan itu, maka dapat diperkirakan tidak ada meningkatkan pengertian dan kesadaran umat. Namun kegoncangan yang berlarut-larut, kalau polemik dan masyarakat telah salah manafsirkan dan karena perlainan pembahasan di surat kabar dan majalah dan diskusi- tafsiran itu orang mengira cerpen Langit Makin diskusi mau dianggap sebagai kehebohan dan Mendung telah menghina , menghina kepercayaan kegoncangan masyarakat.24 masyarakat muslim yang merupakan kepercayaan dan HB. Jassin, sekalu ketua redaksi pernah keyakinan yang dianut juga oleh pengarang dan HB. bersumpah bahwa sampai kapanpun tidak akan Jassin. HB. Jassin mengakui kesalahan namun tidak memberitahu data asli pengarang. Pertama karena bermaksud menghina. HB. Jassin dan pengarang juga menegakkan kode etik jurnalistik yang dijamin oleh dari awal telah meminta maaf kepada masyarakat, namun Undang-Undang Pers 1966 dan kedua demi keselamatan tidak ada reaksi apapun. Menurut HB. Jassin meminta pengarang yang terancam jiwanya. maaf yang pertamakali kepada Tuhan Yang Mahakuasa, Setelah munculnya Heboh Sastra, HB. Jassin yang menurutnya bahwa Tuhan adalah Maha Pengampun menulis pendapatnya mengenai masalah cerpen tersebut. dan Maha Pemaaf. HB. Jassin menyatakan bahwa reaksi Namun upayanya juga tidak meredakan masalah. Situasi masyarakat (yang merasa terhina) di depan para mereka perdebatan antara sastrawan, budayawan, pengarang yang tidak bersedia memberikan maaf dan ampun.22 semakin memanas. HB. Jassin berharap pada Tuhan Meskipun banyak sastrawan/budayawan dan semenjak timbulnya polemik Heboh Sastra agar masyarakat tidak dapat memaafkan kesalahan pengarang diberikan ketabahan hati, kesabaran dan kejernihan (Kipanjikusmin) sehingga peristiwa Heboh Sastra ini pikiran untuk melihat segala sesuatu dalam proposi yang masuk dalam penyelesain perkara di pengadilan. benar. Tanggapan HB. Jassin mengenai Heboh Sastra cerpen HB. Jassin dalam kasus cerpen Langit Makin Langit Makin Mendung yang menjadi perkara di Mendung sengaja tidak mengajukan eksepsi untuk pengadilan membuatnya merasa terhormat, karena selaku membatalkan penyidangan perkara meskipun cukup ada ketua redaksi bertanggungjawab atas kepemimpinannya alasan untuk mengajukannya. HB. Jassin menyatakan selama menjadi ketua redaksi beberapa majalah. HB. bahwa cerpen Langit Makin Mendung yang oleh Jassin dengan senang menerima panggilan ke pengadilan pengarangnya dalam surat permohonan maafnya tanggal untuk kasus tersebut, karena mendapat kesempatan untuk 24 Oktober 1968 telah dicabut dan meminta agar menjelaskan tentang apa yang dianggapnya penting bagi dianggap tidak ada. Menurut HB. Jassin, seniman dalam perkara kasus tersebut. HB. Jassin juga bagaimana bisa kita membicarakan ingin menjelaskan pendapatnya khususnya kepada para tentang suatu hal yang tidak ada lagi dan seniman/sastrawan/budayawan Indonesia dan masyarakat malahan menuntut orang yang sudah Indonesia yang menanggapi Heboh Sastra cerpen Langit mencabut sumber perkara itu ? Kedua, Makin Mendung ini. HB. Jassin sangat gembira karena perkara ini sebenarnya sudah kadaluarsa, kasus Heboh Sastra cerpen Langit Makin Mendung karya menurut KUHP pasal 78. Majalah Sastra Kipanjikusmin adalah pertama kali suatu peristiwa sastra yang memuat cerpen Langit Makin mendapat kehormatan bersejarah berdiri ditengah-tengah Mendung adalah majalah bulan Agustus perhatian, meskipun HB. Jassin sebagai terdakwa di 1968, sedang penuntutan ke depan depan forum pengadilan.23 pengadilan baru diajukan 17 bulan 6. Upaya HB. Jassin di media massa sesudahnya. 25 Selama lebih dari satu tahun, sudah banyak Jangka waktu perkara cerpen Langit Makin berdebatan mengenai masalah cerpen Langit Makin Mendung diajukan, menurut HB. Jassin sudah kadaluarsa Mendung. Perdebatan terjadi di koran-koran dan majalah- karena segala yang dianggap pelanggaran dengan barang majalah. Namun pada akhirnya yang menentukan dan cetakan adalah 12 bulan. Namun pada perkara cerpen mengadili adalah pengadilan. Tidak hanya di media Langit Makin Mendung meski lebih dari 12 bulan tetap di sidangkan di pengadilan.

22HB. Jassi. 1970. “Heboh Sastra 1968 Suatu Pertanggungan Jawaban”. Gunung Agung. Jakarta. hlm. 80. 24Ibid., hlm. 180. 23HB. Jassin. 1983 “Sastra Indonesia sebagai warga sastra dunia”. Gramedia. Jakarta. hlm. 96. 25Ibid., hlm. 97.

244

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

HB. Jassin mempunyai banyak alasan untuk Karena pihak Kejaksaan Tinggi menghadirkan mengajukan eksepsi namun tidak dilakukan karena ahli agama, HB. Jassin meminta untuk dapat mengajukan menurutnya melalui persidangan HB. Jassin ingin saksi dari ahli seni, namun semua saksi yang diajukan memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban oleh HB. Jassin tidak diterima pihak Kejaksaan Tinggi terhadap orang, golongan atau instansi yang telah karena Hakim Ketua sudah menutup permohonan dengan mengajukan perkara ini ke depan pengadilan. HB. Jassin alasan bahwa yang diperlukan hanya pembuktian secara berharap dari persidangan dapat diciptakan suatu dasar hukum dan bukan mengenai efek psikologis. Menurut hukum yang tepat, supaya seniman/sastrawan/budayawan HB. Jassin dalam permasalahan ini efek psikologis yang dan karyanya tidak selalu dapat rongrongan dari agama harus ditampung oleh hukum, bukan hukum yang dan masyarakat yang memakaikan ukuran bukan seni menjadi sumber efek psikologis. Berikut adalah nama- pada hasil seni. nama saksi yang diajukan oleh HB. Jassin yaitu Umar Menurut HB. Jassin di dalam kode etik Kayam (Ketua Dewan Kesenian Jakarta), Oesman wartawan ada peraturan bahwa orang yang merasa Effendi dan Sudjojono (pelukis), Mochtar Lubis diserang nama baiknya dalam surat kabar, berhak (wartanan dan pengarang), Pak Said (tokoh pendidikan menjawab serangan itu sebanyak karangan yang telah Taman Siswa), Takdir Alisjahbana (filosof kebudayan menyerang nama baiknya. Maka HB. Jassin merasa dan pengarang), Asrul Sani dan Usmar Ismail (tokoh bahwa sepantasnya apabila menghadapi saksi a charge drama dan perfilman). dua orang dari pihak kejaksaan agung, pihak tertuduh Selama persidangan HB. Jassin mengambil diberi izin pulang dapat memajukan sekurang-kurangnya kesimpulan bahwa hukum positif tidak mengandung 2 orang saksi a decharge. Pada pengambilan Berita Acara aturan-aturan yang menampung alam dunia imajinasi oleh Kejaksaan Agung bulan April 1969 HB. Jassin telah seniman. Alam dunia imajinasi seniman ditanggapi memberikan beberapa nama yang diminta agar dipanggil seolah-olah seperti menanggapi dunia hukum positif. sebagai saksi a decharge. Nama-nama itu berserta Menurut HB. Jassin dengan demikian para seniman akan alamatnya telah dicatat oleh Verbalisan Masjdulhak terancam bahaya rongrongan sebagai penjahat-penjahat Simatupang SH, tapi tidak dicantumkan dalam Berita yang selalu mau merusak hukum-hukum positif dengan Acara sebagaimana ditentukan dalam HIR pasal 82 ayat dunianya yang imajiner. (2). Kemudian ketika memenuhi panggilan Jaksa Dalam persidangan perkara Langit Makin Penuntut Umum Sudarsono SH dan dari Kejaksaan Mendung, HB. Jassi tidak berharap akan mendapatkan Negeri Jakarta Pusat, bulan Januari yang lalu saya pun keringanan hukuman atau dibebaskan sama sekali tanpa telah menyebutkan nama-nama yang saya minta syarat. Karena yang disidangkan adalah perkara dihadapkan sebagai saksi a decharge, tapi nama-nama itu penghinaan agama. Jika tim Hakim berhasil tetap tidak dicantumkan dalam Berita Acara. Nama-nama membuktikan tuduhan bahwa cerpen Langit Makin ialah Bahrum Rangkuti, Fuad Hassan, dan Ali Audah. Mendung memang sengaja menghina agama, maka HB. HB. Jassin merasa bahwa pengajuan saksi Jassin bersedia dan rela dihukum 5 tahun penjara ataupun olehnya tidak ditanggapi oleh pihak Kejaksaan. Namun, hukuman yang seberat mungkin. Namun jika pihak tim pihak tim Hakim menerima satu orang saksi yang Hakim tidak dapat membuktikannya maka HB. Jassin diajukan oleh HB. Jassin meskipun hanya sebagai saksi dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Karena jalan ahli biasa. Pihak Kejaksaan membawa dua orang saksi tengah dalam perkara ini menurut HB. Jassin tidak ada.26 ahli ulama besar Indonesia, namun HB. Jassin yakin Tuduhan yang ditujukan Menteri Agama kepada bahwa dua orang saksi ahli yang dibawa oleh pihak pengarang yang menyatakan bahwa pengarang adalah Kejaksaan tidak mewakili konsepsi Islam secara mutlak seorang yang atheis/komunis. Tuduhan tersebut menurut dan menyeluruh. HB. Jassin tidak dapat dibenar, karena jika pengarang Menurut HB. Jassin, saksi yang dibawa oleh memang atheis/komunis tidak akan menceritakan tentang pihak Kejaksaan kurang tepat untuk membawa saksi- Tuhan dan Nabi mendapatkan tempat yang terhormat. saksi yang ahli agama. Karena menurutnya ini seolah- Tuduhan tersebut hanya menurut logika semu Menteri olah yang diadili adalah masalah agama. Padahal cerpen Agama bukan logika menurut logika pengarang. Langit Makin Mendung bukan tulisan yang bernilai Masalah cerpen Langit Makin Mendung agama melainkan sebuah cerpen sastra biasa. Menurutnya mengalami perdebatan sangat hebat di pengadilan karena lebih pantas jika yang didatangkan adalah saksi-saksi perbedaan persepsi, pemahaman dan pandangan. Masalah yang ahli ilmu jiwa dan seniman karena yang dibicarakan ini tak kunjung berakhir karena setiap orang memiliki dalam hal ini termasuk dibidangnnya. persepsi, pemahaman dan pandangan sendiri terhadap Dalam penyelesaian polemik Heboh Sastra penilaian tentang cerpen Langit Makin Mendung. cerpen Langit Makin Mendung pihak Kejaksaan Tinggi Masalah yang timbul dikarenakan imajinasi dan menilai dari sudut pandang agama, padahal menurut HB. personifikasi pengarang. Masalah imajinasi pengarang Jassin pada kasus ini yang diadili adalah suatu imajinasi tidak ada habisnya dibahas dalam persidangan. Begitu tidak bisa diukur dengan hukum positif. Menurut HB. juga personifikasi yang dilakukan pengarang juga Jassin cerita mempunyai dunianya sendiri, dengan dipermasalahkan. Menurut HB. Jassin masalah hukum-hukumnya sendiri, seperti dunia mimpi yang personifikasi disebutkan sebagai salah satu macam mempunyai hukum-hukum lain dari hukum-hukum moral atau logika tradisional. Begitu juga dengan imajinasi 26Ibid., hlm. 100. mempunyai dunia dan hukumnya sendiri.

245

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

penghinaan yang ada di dalam perkara cerpen Langit menjadi seorang muballigh. Namun rencana itu gagal Makin Mendung. Masalah Tuhan yang telah karena HB. Jassin tidak pernah berani untuk berpidato di dipersonifikasikan adalah suatu hal penghinaan. depan umum. HB. Jassin sering gugup jika berada di HB. Jassin sangat menolak cerpen Langit Makin depan publik. HB. Jassin pernah memiliki rasa cemburu Mendung dianggap sebagai karya agama dan pada seorang temannya yang mempunyai keterbatasan memakaikan ukuran akidah-akidah agama. Karena (cacat tidak dapat berjalan) namun mempunyai daya Menurut HB. Jassin, cerpen Langit Makin Mendung tangkap yang tinggi, lancar berpidato di muka umum semata-mata murni cerpen biasa. Nampak jelas bahwa serta pandai melafalkan Al-Quran. pengarang hanya mempersonifikasinya atau kiasan, Sejak munculnya kasus cerpen Langit Makin namun pemahaman masyarakat kurang mendalam Mendung yang menghebohkan dunia kesusastraan, serta sehingga salah dalam menilai karya tersebut. banyak menimbulkan perdebatan antara para sastrawan Tuntutan jaksa menurut HB. Jassin hanya dan ahli agama. Cerpen Langit Makin Mendung yang melihat dari sudut akidah dan hukum positif saja. Jaksa dianggap sebagai penghinaan dan pelecehan terhadap tidak mengakui dimensi-dimensi lain dari cerita tersebut, agama Islam sehingga menyeret HB. Jassin selaku yakni dimensi sastra, dimensi psikologis, dimensi pemimpin redaksi Majalah Sastra yang memuat cerpen estetika, dimensi estetis, dimensi sosiologis, dan dimensi tersebut. HB. Jassin menjadi terdakwa, sosio-psikologis. Jaksa menyangka dengan berdasarkan bertanggungjawab atas pemuatan cerpen tersebut harus aturan dalam KUHP dan kitab akidah agama dapat berhadapan dengan Hakim di meja pengadilan. menduga segala apa yang terkandung dalam suatu karya Setelah keputusan yang dibacakan oleh Hakim sastra dalam segala dimensinya. Menurut HB. Jassin Ketua Anton Abdulrachman SH pada sidang hari Rabu suatu karya sastra yang diukur hanya dengan pasal-pasal menyatakan bahwa, KUHP dan akidah-akidah agama sehingga pesan yang Terdakwa Hans Bague Jassin (53 th) disampaikan terlalu kecil dan sempit artinya. Pesan yang selaku penanggung jawab Majalah Sastra disampaikan oleh pengarang dalam cerita tidak dapat terbukti bersalah melakukan penyalah dipahami dengan luas karena keterbatasan pengukuran gunaaan dan penodaan terhadap agama suatu hasil karya sastra. Islam. Oleh karenanya terdakwa dikenai HB. Jassin memberikan pernyataan dan hukuman penjara bersyarat selama 1 kesaksian bahwa karya tersebut adalah hasil imajinasi tahun dalam masa percobaan 2 tahun. semata. Tidak dapat disamakan dengan hukum atau kitab Dengan barang bukti berupa naskah asli agama. HB. Jassin memberikan penjelasan mengenai dari cerpen Langit Makin Mendung imajinasi pengarang. Pengarang dalam imajinasinya tidak karya Kipanjikusmin yang menurut selalu mengikat diri pada kaidah-kaidah agama yang Hakim nyata-nyata menghina agama mungkin tidak didalaminya, atau tidak diketahuinya. Islam dan sejumlah Majalah Sastra Masalah cerpen Langit Makin Mendung ini terbitan bulan Agustus no. 8 tahun ke VI memang tidak dapat diselesaikan dengan mudah, karena yang memuat cerpen tersebut disita. berurusan dengan sastra. Karya sastra mempunyai ikatan Disamping itu terdakwa juga diwajibkan yang erat dengan imajinasi, personifikasi dan khayalan. membayar segala biaya perkara.27 Pengarang menggunakan personifikasi Tuhan, Nabi dan Keputusan yang telah diambil oleh pihak Malaikat, sehingga membuat para masyarakat terutama pengadilan setelah melakukan proses persidangan selama tokoh agama merasa terhina akan personifikasian yang kurang lebih satu tahun. Sidang dimulai tanggal 24 dilakukan oleh pengarang (Kipanjikusmin). HB. Jassin November 1969 sampai tanggal 28 Oktober 1970. dalam persidangan sering mengingatkan bahwa cerpen Keputusan diambil dengan adanya pertimbangan Langit Makin Mendung adalah hasil imajinasi dan Hakim Anton Abdulrachman yang mengakui bahwa di personifikasi pengarang yang mempunyai dunia lain. negara Indonesia memang berlaku asas kebebasan pers. Oleh sebab itu karya sastra cerpen Langit Makin Akan tetapi kebebasan tersebut harus dijalankan dengan Mendung tidak dapat diukur dengan akidah-akidah didasarkan atas tanggung jawab kepada Tuhan dan agama. HB. Jassin meminta agar hakim membedakan kepentingan bangsa dan negara. Semua itu dilakukan antara dunia imajinasi seniman dan dunia nyata dengan untuk menghindari bentrokan di dalam masyarakat yang hukum positifnya. HB. Jassin berharap setalah adanya masing-masing diantaranya ialah anggota masyarakat kasus Heboh Sastra cerpen Langit Makin Mendung ini yang dalam kategori pers atau seniman yang harus diharapkan agar kesusastraan Indonesia belajar akan mengikuti hukum objektif yang berlaku di Indonesia. kejadian ini dan kemudian hari agar tidak terulang Masalah yang terjadi seperti pada kasus cerpen kembali. Hukuman atas kasus imajinasi cerpen Langit Langit Makin Mendung diharapkan untuk para Makin Mendung ini menurut HB. Jassin akan memiliki seniman/sastrawan/ budayawan dalam menciptakan suatu dampak yang merugikan bagi dunia kreatif seniman karya yang sasaran utamanya adalah masyarakat tidak dimasa yang akan datang. cukup hanya mementingkan pemikiran perseorangan dan 7. Dampak polemik HB. Jassin masa kecilnya sering menyendiri, 27“HB. Jassin Dijatuhi Hukuman Penjara Bersyarat 1 diam hanya melihat teman-temannya yang lain asyik Tahun Dengan Masa Percobaan 2 Tahun.” Jakarta. Kompas 29 berkumpul dan bermain bersama. Umur 13 tahun ayah Oktober 1970. HB. Jassin ingin memasukkannya dalam pesantern agar

246

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

hanya sebagai pemuas emosi, akan tetapi juga harus Namun pada awal cerita dimulai dari suasana surga memikirkan persepsi masyarakat serta hukum yang tempat dimana Tuhan, Nabi dan Malaikat berada. Di berlaku. bagian ini memunculkan suatu anggapan bahwa cerpen Menurut hakim Anton Abdulrachman bahwa tersebut telah menghina agama Islam terutama menghina setiap imajinasi yang menyinggung perasaan ataupun Tuhan, Nabi dan Malaikat. Tuhan, Nabi dan Malaikat di menodai suatu agama tetap dianggap melanggar hukum. dalam cerita digambarkan seolah-olah seperti manusia Namun untuk mempertimbangkan berat atau ringannya biasa. Tuhan digambarkan juga memakai kacamata emas hukuman yang diberikan Hakim menyatakan ada dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Nabi yang beberapa faktor yang membuat keringanan hukuman. mengetahui bahwa umatnya semakin sedikit yang masuk Faktor pertama yang meringakan adalah terdakwa surga, memutuskan turun ke bumi untuk menyelidiki bukanlah pengarang sesungguhnya dan terdakwa berani penyebabnya. Dalam penyelidikannya Nabi dan Jibril mengambil resiko tetap merahasiakan nama asli menyamar menjadi seekor burung. Sampai diatas kota pengarang demi tanggungjawab sebagai pemimpin Jakarta Nabi berhenti karena dilihatnya Jakarta seperti redaksi majalah. Sikap tersebut sangat dihargai oleh neraka. Hakim Ketua. Cerpen Langit Makin Mendung mengakibatkan Namun faktor yang memberatkan terdakwa para ulama serta masyarakat memprotes pengarangnya. menurut pengadilan adalah terdakwa seorang sarjana, Protes pertama terjadi Medan, karena karya ini dianggap seniman, sastrawan dan terkenal sebagai kritikus sastra. sebagai penghinaan dan pelecahan terhadap agama Islam Namun dalam hal ini mengapa tetap membiarkan cerpen sehingga Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melarang dan Langit Makin Mendung lolos dan dimuat dalam Majalah menyita Majalah Sastra no. 8 edisi Agustus tahun 1968. Sastra. Seharusnya terdakwa telah mengetahui bahwa Kasus ini tidak hanya berhenti dengan penyitaan dan cerpen tersebut bertentangan dengan aqidah agama Islam. pelarangan Majalah Sastra yang memuatnya. Masalah cerpen Langit Makin Mendung Reaksi dan tanggapan para seniman/sastrawan/ membuat HB. Jassin untuk memperdalam dua hal dalam budayawan dalam menanggapi masalah pelarangan ini kehidupannya yaitu memperdalam Agama dan Al-Quran sehingga kasus polemik/heboh sastra tak kunjung serta memperdalam kesusastraan. Bahasa Arab juga lebih berhenti dan semakin memanas. Pemahaman para diperdalam lagi karena bahasa Arab yang dimiliki HB. seniman/sastrawan/ budayawan yang berbeda melahirkan Jassin masih biasa-biasa saja belum lancar banyak tanggapan yang pro dan kontra. Beberapa melafalkannya. sastrawan yang kontra terhadap cerpen Langit Makin HB. Jassin setalah menyelesaikan perkara Mendung yaitu Jusuf Abdullah Puar, Hamka, Wiratmo Heboh Sastra cerpen Langit Makin Mendung semakin Soekito, Moh. Zabidin Jacub SH, Ajib Rosidi, Abdul mendalami agama dan mulai mempedalam Muis. Sedangkan yang pro yaitu Bur Rasuanto, Taufik pemahamannya dengan membuat buku terjemahan Ismail, Goenawan Muhamad, Sju’bah Asa, Mochtar Alquran. Lubis, Jus Rusamsi, Bahrum Rangkuti, S. Tasrif. Dengan adanya polemik Heboh Sastra cerpen Polemik Heboh Sastra cerpen Langit Makin Langit Makin Mendung berdampak bagi semua Mendung dibawa ke pengadilan karena kasus tersebut seniman/sastrawan/ budayawan untuk lebih hati-hati lagi tidak bisa diselesaikan akibat perang pendapat yang dalam pemakaian personifikasi. Setiap pengarang terjadi selama 1 tahun. Meskipun pengarang pada tanggal memang bebas untuk berkarya namun kebebasan dalam 24 Oktober 1968, meminta maaf atas cerpen karyanya mencipta suatu hasil karya memiliki batasan-batasan yang telah menghebohkan dunia sastra. Sebagai seperti aqidah agama, hukum, serta adat yang berlaku di pemimpin redaksi Majalah Sastra, HB. Jassin harus masyarakat. bertanggungjawab atas pemuatan cerpen Langit Makin Heboh Sastra cerpen Langit Makin Mendung Mendung di majalah Sastra. HB. Jassin selaku ketua membawa menjadi suatu peristiwa bersejarah bagi redaksi Majalah Sastra bertanggung jawab atas pemuatan seniman/sastrawan/ budayawan serta masyarakat lain di cerpen dan polemik yang terjadi. Hanya HB. Jassin yang Indonesia dalam hal kesusastraan. mengetahui siapa nama asli dan alamat si penulis cerpen PENUTUP Langit Makin Mendung, karena HB. Jassin yang telah Cerpen Langit Makin Mendung karya menyeleksi cerpen-cerpen yang masuk dalam redaksi dan Kipanjikusmin yang dimuat dalam Majalah Sastra no. 8 layak terbit. HB. Jassin sering berkomunikasi dengan edisi Agustus tahun 1968 dianggap sebagai suatu para pengarang yang ingin karyanya dimuat di Majalah pelecehan atau penghinaan terhadap agama Islam. Cerpen Sastra pimpinannya tersebut. tersebut telah membuat suatu polemik yang terjadi Sebagai pemimpin redaksi majalah sastra dan selama kurang lebih dari tahun 1968-1970. Peristiwa sebagai penanggungjawab atas pemuatan cerpen Langit tersebut dikenal dengan Heboh Sastra. Makin Mendung, HB. Jassin harus berhadapan dengan Cerpen Langit Makin Mendung karya pengadilan karena tetap bersikukuh mempertahankan Kipanjikusmin adalah suatu karya sastra (cerpen) yang identitas dan alamat penulis aslinya. HB. Jassin menceritakan tentang kondisi masyarakat Indonesia pada bertanggungjawab dan tetap melindungi pengarang saat jaman Gestapu, yang masih dikuasai oleh paham dengan membela serta melindungi pengarang. Alasan Nasakom. Pengarang menceritakan kebobrokan pembelaan HB. Jassin yaitu (1) untuk menegakkan kode masyarakat yang patuh dengan ajaran-ajaran paham etik jurnalistik yang dijamin dalam Undang-Undang Pers Nasakom sehingga agama sudah tidak ternilai lagi. 1966; (2) melindungi keselamatan pengarang yang

247

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

terancam jiwanya; dan (3) menurut keyakinan HB. Jassin Bahrum Rangkuti. “Sayang Hamka Kurang Tahu dan bahwa pengarang tidak bersalah, sehingga cerpen yang Kelewat Personalik”. Harian KAMI. Tahun dibuatnya sebagai kritikan terhadap suatu keadaantelah IV No. 1089. 11 Maret 1970. disalah tafsirkan pembaca yang berbeda imajinasi dengan pengarang. Akibatnya, karya sastra ini dianggap Goenawan Muhamad. “Tentang Kemungkinan- masyarakat sebagai penghinaan terhadap agama, kemungkinan Kesusastraan”. Horison. Tahun khususnya agama Islam. III No. 10, Oktober 1968. Perkara kasus Heboh Sastra cerpen Langit Makin Mendung akhirnya dibawa ke pengadilan. HB. Jassin. “Imajinasi Di Depan Hakim”. Horison edisi Menurut HB. Jassin meskipun perkara cerpen Langit November 1970. Makin Mendung dibawa ke pengadilan tidak akan menyelesaikan masalah. Hal ini karena akar masalahnya HB. Jassin. “Tuhan, Imajinasi, Kebebasan Mencipta.” adalah imajinasi/personifikasi pengarang yang Horison edisi November 1968. menggambarkan Tuhan, Nabi, Malaikat seperti manusia J.E. Siahaan. “Imajinasi Di Depan Pengadilan (Satu perlu pemahaman mendalam dari pembaca agar dapat Rekaman). Dokumentasi Dewan Kesenian mengambil pesan yang disampaikan pengarang tersebut. Jakarta”. Horison edisi Oktober 1970. HB. Jassin memberikan pernyataan dan kesaksian bahwa karya tersebut adalah hasil imajinasi Jus Rusamsi. “Kebenaran dan Kebebasan”. Budaja semata dan tidak dapat disamakan dengan hukum/kitab Djaja. Tahun II No. 10, Maret 1969. agama. HB. Jassin memberikan penjelasan mengenai imajinasi pengarang tidak selalu mengikat diri pada Kipanjikusmin. ” Langit Makin Mendung”. Majalah kaidah-kaidah agama yang didalaminya. Tindakan HB. Satra, Agustus 1968. Jassin seperti itu menyebabkan reaksi dari para sastrawan yang mengenal dekat HB. Jassin menanggap M. Jusuf Lubis. “Mengingkari Sabda-sabda Paus Sastra sebagai suatu sikap yang teledor. Para sastrawan kecewa Indonesia”. Majalah Sastra. no. 9 th. 7 karena HB. Jassin merupakan kritikus sastra. Para September 1969. sastrawan menegaskan bahwa HB. Jassin telah melakukan kesalahan yang jelas-jelas terbukti bahwa di Mochtar Lubis. “Kebebasan Berpikir”. Horison. Tahun dalam cerpen Langit Makin Mendung terdapat kalimat- IV No. 1. Januari 1969. kalimat yang menghina dan melecehkan agama. Akibat keteledorannya sehingga HB. Jassin harus berjuang untuk S. Tarif SH. ”Larangan Beredar Majalah Sastra”. mempertahankan pemikirannya bahwa karya sastra Pelopor Baru, 15 Oktober 1968. adalah hasil imajinasi pengarang tidak dapat disamakan dengan realitas. Taufik Ismail. “Beberapa Pikiran Tentang Pelarangan Sastra”. Harian Kami, tahun III No. 688, 25 DAFTAR PUSTAKA Oktober 1968. SURAT KABAR DAN MAJALAH Taufil Ismail. “LMM.” Horison edisi Juni 1970. “HB. Jassin dari Alif-Ba-Ta ke LMM”. EKSPRES. 14 Wiratmo Sukito. “Soal Majalah Sastra”. Kami, 16 Juni 1970. Oktober 1968. “HB. Jassin Dijatuhi Hukuman Penjara Bersyarat 1 Tahun Dengan Masa Percobaan 2 Tahun”. Kompas. 29 Oktober 1970. BUKU Abdullah, Taufik. 2012. “Indonesia Dalam Arus “Riwayat Hidup Kipandjikusmin Menurut Orangnja Sejarah”. PT Ichtiar Baru van Hoeve bekerja Sendiri”. EKSPRES. 14 Juni 1970. sama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. “Seorang Pengarang Kristen dan Agamanya”. EKSPRES. 14 Juni 1970. Alisjahbana, Takdir. 1977. “Perjuangan Tanggung Jawab Dalam Kesusastraan”. Jakarta: Pustaka “Wawancara dengan Kipanjikusmin”. EKSPRES. 14 Jaya. Juni 1970. Aminuddin Kasdi. 2008. “Memahami Sejarah”. Bahrum Rangkuti. “Imajinasi, Observasi, dan Intuisi Surabaya: Unesa University Press. pada Cerpen Langit Makin Mendung”. Harian Merdeka. Tahun 24 No. 6915. 25 Februari Astuti, Indarti. 2008. “Ensiklopedi Sastrawan Indonesia. 1970. Jilid I”. Permata Equator Media.

Budi Darma. 2004 . “Pengantar Teori Sastra”. Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional.

248

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

Dahlan, Muhidin M. dan Mujib Hermani (ed). 2004. Wahyu Wibowo. 2009. “Menuju Jurnalisme Beretika “Pleidoi Sastra: Kontroversi Cerpen Langit (peran bahasa, bisnis dan politik di era Makin Mendung”. Yogyakarta: Melibas. mondial)”. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Dhakidae Daniel. 2003. “Cendekiawan dan kekuasaan Widada. 2009. “SAUSSURE UNTUK SASTRA Sebuah dalam negara Orde Baru”. Jakarta: Gramedia Metode Kritik Sastra Struktural”. Jalasutra: Pustaka Utama. Yogyakarta.

Gandhi. 1985. “UU pokok pers (proses pembentukan dan Yoseph Yapi Taum. “ Pengantar Teori Sastra”. Nusa penjelasannya)”. Jakarta: rajawali. Indah.

HB. Jassin. 1970. “Heboh Sastra 1968 Suatu Yudiono K.S. 1986. “Telaah Kritik Sastra Indonesia”. Pertanggunganjawab”. Jakarta: PT Gunung Angkasa. Agung.

HB. Jassin. 1983. “Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia”. Jakarta: PT Gramedia.

HB. Jassin. 1984. “Surat-surat 1943-1983”. Gramedia: Jakarta.

M. C. Ricklefs. 2008. “Sejarah Indonesia Modern 1200- 2008”. Jakarta: Serambi Ilmu Sastra.

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2010. “Sejarah Nasional Indonesia VI (Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia ± 1942-1998)”. Jakarta: Balai pustaka.

Moeljanto D.S, Taufik Ismail. “Prahara Budaya Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI DKK (kumpulan dokumen pergolakan sejarah)”. Mizan (anggota IKAPI) bekerja sama dengan HU Republika.

Peter Burker. 2003. “Sejarah dan Teori Sosial”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Rachmat Djoko. “Kritik Sastra Indonesia Modern”. Gama Media.

Rosidi, Ajip. 1998. “Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia” Cetakan ke enam. Bandung: Binacipta

Sapardi Djoko Damono. 2012. “Rona Budaya”. Obor: Yogyakarta.

Sarwadi, “Sejarah Sastra Indonesia Modern”, Jilid I, Kurnia Kalam Semesta: Yogyakarta.

Seno Gumiro, Ajidarma. 1997. “Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra harus Bicara”. Yogyakarta: Benteng Budaya.

Sofyan, Oyon (ed). 2001. “H.B. Jassin Harga Diri Sastra Indonesia”. Indonesiatera: Magelang.

Teeuw. 1984. “Sastra dan Ilmu Sastra”. Pustaka Jaya.

249