Tafsir Lughawi
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
TAFSIR LUGHAWI Syafrijal Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang e-mail: [email protected] Abstract: Lughawi Tafsir (Quranic Interpretation) explains the Holy Qur’an through semiotic and semantic including language, morphology, lexical, grammatical, and rhetoric. This kind of interpretation has been used by Mufassir (experts in Quranic Interpretastion) to explain the verses of the Quran. Since the Quran was written in a very high style of language, the mufassirs who applied this method should have capability with certain criteria.The Lughawi Tafsir appeared in 2nd and 3rd H, along with the integration of the Arabs and non-Arabians. The fact that Arabic was no longer superior language of that time and the decrease of zaug ‘arabi (sense of Arabic), necessitated the Mufassirs to strengthen the language so that they could figure out the meanings of the Qur’an. The operational concept in explaining Lughawi Tafsir is done by presenting topics in the fields of nahu, sharaf, and balaghah together with their types and branches. Key words: quranic interpretation, semiotic and semantic Abstrak: Tafsir lughawi menjelaskan kitab suci Alquran melalui interpretasi semiotic dan semantic yang meliputi etimologis, morfologis,leksikal, gramatikal, dan retorikal. Tafsir lughawi ini merupakan salah satu corak yang dilakukan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat-ayat Alquran. Karen Alquran mempunyai gaya bahasa yang sangat tinggi, maka mufassir yang akan menafsirkan Alquran dengan corak ini harus memiliki kapasitas dan criteria tertentu. Tafsir lughawi ini sudah mulai muncul pada abad kedua dan ketiga hijriyah. Muncul cara menafsirkan Alquran dengan bahasan corak kebahasaan ini disebabkan karena trjadi integrasi antara bangsa Arab dan non bangsa Arab, dan semakin hilangnya zauq Arabi, maka mufassir merasa memerlukan ilmu-ilmu mengenai bahasa Arab untuk menggambarkan makna-makna dan memahami maksud Alquran. Kerangka operasional untuk menjelaskan tafsir lughawi ini adalah dengan mengemukakan pembahasan di bidang ilmu nahu, sharaf, dan balaghah dengan macam-macam dan bagian masing-masing. Kata kunci: lughawi tafsir, interpretasi semiotic dan semantic PENDAHULUAN cara dan beberapa metode dan corak penyajiannya. Melihat kepada metode yang Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk digunakan ulama dalam menafsirkan Alqur an, untuk memperdalam pemahaman dan penghaya- ada dalam bentuk ijmali atau mengungkap tan tentang Islam. Bahasanya yang mempesona makna Alqur an secara global saja, ada yang dan pesan-pesannya yang begitu agung telah menafsirkan secara rinci dan runtut, dan ada meluluhkan hati orang-orang yang membacanya juga yang menafsirkan berdasarkan topik dan membuat mereka kagum. Namun, penulis tertentu, dan bahkan ada yang membandingkan melihat banyak orang yang hanya terpesona pendapat ulama tentang pemahaman ayat yang dengan Alqur an , seolah-olah Alqur an itu kitab sama, membandingkan antara ayat yang mirip suci diturunkan hanya untuk dibaca. atau ayat dengan hadis. Begitu juga corak yang digunakan mufassir dalam menafsirkan Alqur Karena itu ulama bertanggung jawab dan an, mufassir menyampaikan pesan Alqur an itu berkewajiban untuk memperkenalkan Alqur’an sesuai dengan kapasitas ilmu yang mereka dan menyuguhkan pesan-pesan yang tersimpan miliki. Maka muncullah buku- buku tafsir di balik setiap untaian mutiara kata sejalan dengan berbagai corak sesuai dengan perkem- dengan perkembangan masyarakat, sehingga bangan ilmu pengetahuan dan bidang ilmu yang Alqur’an benar-benar berfungsi sesuai menurut mereka tekuni. Contohnya adalah tafsir ayat semestinya. Untuk menyampaikan pesan-pesan ahkam, tafsir al-adabi al-ijtima’i, tafsir isyari, Alqur’an tersebut, ulama menempuh berbagai tafsir kauni, dan lain-lain. 421 Syafrijal, Tafsir Lughawi | 422 Salah satu metode pendekatan yang sangat ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, syaraf, signifikan adalah dengan menggunakan etimologi, balaghah dan qiraat) sebagai syarat pendekatan linguistik atau yang lebih dikenal utama bagi seorang mufassir. Abu hayyan (1992: dengan istilah tafsir lughawi. Tafsir lughawi 14–17) mengatakan bahwa seorang mufassir sangat diperlukan dalam memahami Alqur’an, harus mempersiapkan beberapa hal sebagai karena Alqur’an menggunakan bahasa Arab berikut: yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah, bayan, tamsil dan retorika, dan al-Qur’an juga 1. Mengetahui ilmu lughah, baik yang diturunkan pada masa kejayaan syair dan menyangkut isim, fi’il, maupun huruf. linguistik. Bahkan pada awal Islam , sebagian 2. Megetahui tata aturan bahasa Arab, baik orang masuk Islam hanya karena kekaguman ketika belum tersusun dalam suatu kalimat linguistik dan kefashihan al-Qur’an. maupun setelah tersusun dalam bentuk PENGERTIAN TAFSIR LUGHAWI kalimat. Tafsir lughawi terdiri dari dua kata, yaitu 3. Mengetahui adanya kata-kata atau kalimat tafsir dan lughawi. Tafsir yag akar katanya yang baligh atau fashih (ditinjau dari ilmu .(’bermakna keterangan dan ma’any, bayan , dan badi ﻓﺴﺮ berasal dari penjelasan (Abu al-Husain, t.t.: 504). Kemudian 4. Mengetahui hal-hal yang ijmali, tabyin, yang bererti ﻓﻌﻞ lafal itu diikutkan wazan umum, khusus, ithlaq, taqyid, dan menjelaskan atau menampakkan sesuatu. mengetahui pula dilalah amar dan nahi. yang berarti ﻟﻐﻰ Lughawi berasal dari kata gemar dan menetapi sesuatu (Abu Al-Husain, 5. Mengetahui perbedaan kata-kata dalam t.t.: 255). Manusia yang gemar dan menetapi bahasa Arab, baik ketika adanya penam- atau menekuni kata-kata yang digunakannya bahan huruf maupun pengurangan-nya, dan maka kata – kata itu disebut lughah. adanya perubahan harakat dan sebagainya. Dari penjelasan di atas dapat ditarik Dengan demikin, berarti seseorang belum sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud layak dan tidak pantas menafsirkan al-Qur’an dengan tafsir lughawi adalah tafsir yang sebelum mengantongi ilmu-ilmu yang disebut- mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur’an kan di atas dan tidak akan mendapatkan hasil dengan menggunakan kaedah-kaedah kebaha- yang dalam karya tafsirnya, bahkan akan saan, atau lebih simpelnya tafsir lughawi adalah menyesatkan umat dalam memahami al-Qur’an menjelaskan al-Qur’an melalui interpretasi apabila tidak menguasai ilmu bahasa Arab. Al- semiotik dan semantik yang meliputi etimo- Zahabi (t.t.: 266) mengatakan bahwa tidak logis, morfologis, leksikal, gramatikal dan sepantasnya orang yang beriman kepda Allah retorikal (Abd Muin Salim, 1999: 34 ). Dengan mendiskusikan kitab Allah (al-Qur’an) jika demikian, maka tafsir lughawi itu merupakan tidak pandai bahasa Arab. Lebih lanjut ia tafsir al-Qur’an yang menjelaskan ayat-ayat suci mengatakan bahwa seorang mufassir harus al-Qur’an lebih banyak difokuskan kepada mendalam bahasa Arab. Pengetahuan yang bidang bahasa. Maksudnya tafsir yang meng- sempit tentang baha Arab tidak cukup dipakai kaji Alqur’an dari segi nahwu, sharaf, balaghah sebagai alat untuk menafsirkan al-Qur’an, (ma’any, bayan dan badi’) dan lain sebagainya karena kadang-kadang suatu kata itu memiliki yang notabenenya adalah memahami ayat-ayat makna ganda (musytarak), sehingga seorang Alqur’an dengan pendekatan ilmu bahasa, maka mufassir yang demikan itu hanya mengetahui seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an salah satu maknanya saja, sementara ada dengan pendekatan bahasa harus mengetahui kemungkinan makna yang dikehendaki dalam bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa Al-Qur’an adalah makna lain yang belum arab dengan segala seluk-beluknya, yang terkait diketahuinya. dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Bahkan Ahmad Syurbasyi (1999: 31) menempatkan 423 | Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 5 Juli 2013, hlm. 423-430 hijrah (Musa’id Muslim Abdullah Ali Ja’far, 1984: 77-86). SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR LUGHAWI Syeikh Hasan Husain dalam suatu pendapatnya tentang sejarah ilmu tafsir Menurut Hasan ali al-Aridhi (1994: 23- mengatakan bahwa para sahabat dan tabi ‘in 24), terdapat perbedaan antara tafsir pada abad tidak menaruh perhatian kepada ilmu tafsir, pertama, kedua dan ketiga hijrah (mutaqaddimin) I’rab dan majaz pada masa permulaan dengan tafsir pada abad sesudahnya (muta pembukuan tafsir, bahkan, metode yang mereka ‘akhkhirin). Tafsir pada abad pertama, kedua gunakan sama dengan metode ahli hadis dalam dan ketiga hijrah hanya mengacu kepada inti meriwayatkan makna-makna Al-Qur’an. Kemu- dan kandungan al-Qur’an serta penjelasan dian kondisi yang demikian itu berubah pada makna yang dikehendaki oleh ayat al-Qur’an. masa berikutnya disebabkan semakin bertambah Belum ada perhatian terhadap bahasa, yaitu meluasnya interaksi bangsa Arab dan non Arab dari segi nahwu dan I’rab, dan tidak ada pula dan hilangnya zouq Araby. Maka para mufassir kajian tentang kata, susunan- susunan kalimat, merasa sangat memerlukan ilmu-ilmu tentang majaz, ijaz, ithnab, taqdim, ta’khir, wasl, qath’ bahasa Arab yang telah dibukukan, yaitu nahwu, serta nida dan istisna. Apa yang dilakukan oleh sharaf, ma’any, bayan badi’, dan lain-lain untuk ulama tafsir pada abad ketiga yang kemudian menggambarkan makna-makna dan mereka tuangkan dalam kitab-kitab karangan menjelaskan maksud-maksud Al-Qur’an yang mereka, sekaligus mereka mengelompokkannya mulia, sehingga sampailah pada kondisi menjadi bab-bab dan bagiannya adalah karena sebagaimana sekarang (Al-‘Aridhi, 1994: 25– melihat terjadinya perkembangan ilmiah 26). tentang tafsir pada saat itu. Kitab-kitab tafsir yang terkenal dengan Apa yang dikatakan al-Aridhi itu, prediket tafsir lughawi antara lain adalah kitab menurut hemat penulis, tidak semuanya benar, Anwar al-Tanzil, Wa Asrar al-Ta’wil karya karena telah muncul