BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lumpia
Lumpia merupakan hasil perpaduan budaya kuliner Tionghoa dan Jawa.
Lumpia dijadikan salah satu Signature Dish kuliner kota Semarang. Lumpia
Semarang memiliki kekhasan sendiri, terlihat dari tampilan ukurannya yang lebih besar dan cita rasanya dibandingkan daerah lain. Lumpia adalah makanan yang berupa dadar yang berisi daging, rebung dan sebagainya lalu digulung dan digoreng namun juga ada yang direbus. Lumpia berasal dari kata lun bing, yang berbunyi lun pia berarti kue bulat. Lumpia Semarang diberi nama berdasarkan bentuk makanannya yaitu lun artinya gulung (Bahasa Jawa) dan pia artinya kue
(bahasa Hokkien). Jadi, lun pia atau lumpia adalah kue yang berbentuk gulung
(Susanti, 2015).
Lumpia Semarang terbuat dari kulit lumpia yang dibuat menggunakan tepung terigu kemudian diisi dengan menggunakan rebung sebagai bahan utamanya dan daging ayam, udang atau telur ayam sebagai campurannya. Lumpia disajikan dengan cara basah atau digoreng lalu disajikan bersama saus lumpia dan acar mentimun. Komposisi yang terdapat dalam Lumpia Semarang membuat
Lumpia Semarang tinggi akan serat karena terbuat dari rebung, namun juga tinggi akan karbohidrat, lemak dan protein karena kulit Lumpia Semarang dibuat dari tepung terigu, isi yang menggunakan daging ayam dan telur, tambahan bumbu seperti gula pasir dan kecap manis, dan juga saus lumpia yang terbuat dari tepung sagu dan gula merah.
4
5
1. Rebung
Rebung atau tunas muda bambu merupakan bahan utama yang digunakan
dalam pembuatan lumpia. Sejumlah pedagang lumpia di Semarang memenuhi
kebutuhan rebung dengan mendatangkan rebung dari daerah lain seperti
Kabupaten Demak dan Wonosobo (Widiarti, 2013). Salah satu pedagang lumpia
di Semarang mengungkapkan tidak kurang dari 100 kg rebung setiap hari
diperlukan pada hari biasa dan pada hari libur rebung yang dibutuhkan dapat
mencapai ± 400 kg (Widiarti, 2013).
Rebung memiliki kandungan HCN di bawah ambang batas sehingga aman
untuk dikonsumsi. Rebung memiliki 17 asam amino diantaranya yaitu asam
glutamat, glisine, dan lisin. Lisin berperan penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan anak (Choudhury dkk., 2012).
2. Udang
Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam
arthopoda (binatang berbuku-buku). Seluruh tubuh terdiri dari ruas-ruas yang
terbungkus oleh kerangka luar atau eksoskeleton dari zat tanduk atau kitin dan
diperkuat oleh bahan kapur kalsium karbonat (Soetomo, 1990). Cangkang udang
mengandung protein (25-40%), kitin (15-20%), dan kalsium karbonat (45-50%)
(Marganov, 2003). Limbah udang yang berupa cangkang (kepala,ekor, dan kulit)
mengandung zat kitin yang merupakan prekusor kitosan (Kaban,2009).
3. Telur
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna. Hal ini karena telur
memiliki kandungan gizi yang lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
6
proses pertumbuhan (Suardana dan Swacita, 2009). Telur dapat dimanfaatkan
sebagai lauk pauk, bahan pencampuran berbagai makanan, tepung telur, obat dan
lain sebagainya. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning
telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti
besi, fosfor, sedikit kalsium dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%)
dan semua lemak terdapat pada kuning telur (Pentadi, 2009 dalam penelitian
Hikma, 2010 ).
B. Pengemasan
Secara umum, kemasan pangan merupakan bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan pangan (Juwita, 2012). Menurut Sutardi dan
Tranggono (1990), selain untuk mewadahi atau membungkus pangan, kemasan pangan juga mempunyai berbagai fungsi lain, diantaranya untuk menjaga pangan tetap bersih serta mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme; menjaga produk dari kerusakan fisik; menjaga produk dari kerusakan kimiawi; mempermudah pengangkutan dan distribusi; mempermudah penyimpanan; memberikan informasi mengenai produk pangan dan instruksi lain pada label; menyeragamkan volume atau berat produk dan membuat tampilan produk lebih menarik sekaligus menjadi media promosi.
Menurut Juwita (2012) jenis bahan pengemasan yang paling umum digunakan untuk pengemasan bahan pangan dapat dibedakan berdasarkan bahannya, yaitu: kemasan kaca/gelas, kemasan logam, kemasan plastik, kemasan
7
kertas dan kemasan logam. Pemilihan jenis kemasan yang akan digunakan sangat tergantung pada karakteristik dan jenis bahan pangan yang akan dikemas.
C. Penyimpanan
Penyimpanan bahan makanan dilakukan agar memiliki shelf life yang cukup lama dengan mencegah pembusukan makanan tersebut. Pembusukan makanan dipengaruhi berbagai faktor yaitu suhu, kelembaban dan kekeringan, udara dan oksigen, cahaya, dan waktu. Sedangkan, pembusukan makanan disebabkan mikroorganisme (bakteri, jamur, yeast, alga, protozoa, dan lainnya), enzim yang dikandung makanan, insektisida dan hewan pengerat. Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi, infeksi penyakit, dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen
(Pantastico dkk., 1989).
Desrosier (1988) dalam Suhelmi (2007), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan bahan pangan diantaranya jenis kualitas bahan baku yang digunakan, metode dan keefektifan pengolahan, jenis dan keadaan pengemasan, perlakuan mekanis yang dilakukan terhadap produk yang dikemas selama distribusi dan penyimpanan, dan pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban penyimpanan. Oleh karena itu diperlukan pemilihan jenis dan kondisi pengolahan yang sesuai, pengemasan dan penyimpanan yang tepat sehingga dapat benar-benar melindungi dan mempertahankan kualitas yang dikehendaki.
8
D. Pemanasan
Secara umum proses pasteurisasi / pemanasan adalah suatu proses pemanasan yang relative cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah
100°C dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang di-pasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi) (Bejan dan Alan, 2003).
Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika:
1. Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebab-kan
terjadinya kerusakan mutu.
2. Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme
patogen penyebab penyakit, atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak
mutu.
3. Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah
mikroorganisme yang sensitif terhadap panas.
4. Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan
dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada
setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan
tersebut (misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan,
penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain). Proses kombinasi pasteurisasi
dan pengawetan lain ini di antaranya diaplikasikan dalam proses hot filling.
9
Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan
dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang
sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang
tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan atau
penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan
peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi
oleh karakteristik bahan pangan terutama nilai PH.
E. Analisis Sifat Fisik
1. Daya ikat air (DIA) / Water Holding Capacity (WHC)
Water Holding Capacity (WHC) makanan dapat didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menahan airnya sendiri dan menambahkan air selama
penerapan gaya, pengepresan, sentrifugasi, atau pemanasan (Zayas J. F.,
1997). Hermansson (1986 dalam Zayas, 1997) mendefinisikan WHC sebagai
properti fisik dan merupakan kemampuan struktur makanan untuk mencegah
air dilepaskan dari struktur tiga dimensi protein. Tingkat hidrasi protein dan
viskositas sistem cairan dalam makanan saling terkait. Retensi air adalah air
yang diserap atau ditahan oleh campuran komponen basah atau kering,
misalnya protein atau pati. Ini adalah salah satu sifat hidrasi yang menentukan
aplikasi protein dalam sistem makanan.
Pengukuran WHC dan berbagai jenis air dalam protein makanan
diperlukan untuk mempelajari interaksi protein-air dan fungsionalitas protein.
WHC ditandai dengan jumlah air yang dipegang oleh bubuk protein atau
bahan padat dengan adanya air berlebih. Interaksi protein-air dalam makanan
10
dapat dipelajari dengan bantuan yang disebut absorpsi isoterm, yang
menunjukkan jumlah air yang diserap oleh protein (g H20 / g protein) sebagai
fungsi dari tekanan uap air relatif.
2. Tekstur
Tekstur merupakan aspek yang penting untuk penilaian mutu produk
pangan. Tekstur termasuk dalam salah satu faktor yang mempengaruhi
penerimaan konsumen terhadap produk pangan (Hellyer, 2004). Menurut de
Man (1999), tekstur adalah cara bagaimana berbagai unsur komponen dan
struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan makro struktur dan
pernyataan struktur ini keluar dari segi aliran dan deformasi. Ada hubungan
langsung antara susunan kimia makanan, struktur fisiknya, dan sifat fisiknya
atau sifat mekaniknya. Sedangkan menurut Rahmawati dan Luwihana (2013),
tekstur merupakan sifat suatu bahan pangan yang berhubungan dengan sifat
fisik yang diterima indra penglihatan (sebelum dikonsumsi), indera peraba
jari (dalam pengamatan), indera peraba menggunakan mulut (selama
dikonsumsi) dan indera pendengar.
Menurut Szczesniak dan Kelyn (1963), pengukuran tekstur sangat
penting karena dapat mempengaruhi citra makanan tersebut. Tekstur paling
penting pada makanan lunak dan makanan rangup atau renyah. Ciri yang
paling penting adalah kekerasan, kekohesifan dan kandungan air. Beberapa
upaya telah dicoba untuk mengembangkan sistem klasifikasi untuk ciri-ciri
tekstur.
11
Menurut Enquiry (2014), batasan-batasan dalam tekstur, yaitu:
a. Kerapuhan
Kerapuhan merupakan suatu gaya menyebabkan keretakan atau
kepatahan.
b. Konsistensi
Konsistensi merupakan segi tekstur yang berkaitan dengan suatu aliran
dan deformasi.
c. Kelekatan
Kelekatan menyangkut daya tarik materi yang sejauh mana materi dapat
ditarik.
d. Kekerasan
Kekerasan diperlukan dalam memampatkan suatu materi sehingga
resisten terhadap deformasi.
F. Analisis Kimia
1. Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih
dari 100 persen (Syarif dan Halid, 1993). Kadar air merupakan pemegang
peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat
tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan
makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi,
12
enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses
tersebut memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air bebas
yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Tabrani,1997).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk
berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
(Winarno, 1997). Kadar air perlu diukur untuk menentukan umur simpan
suatu bahan pangan. Dengan demikian, suatu produsen makanan olahan dapat
langsung mengetahui umur simpan produknya tanpa harus menunggu sampai
produknya busuk.
G. Analisis Sensori
Analisis sensori atau dikenal dengan pengujian organoleptik adalah suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran (Dwi S, dkk. 2010:2).
1. Uji Hedonik
Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan suatu cara pengujian untuk
mengetahui tanggapan pribadi panelis terhadap kesukaan atau ketidaksukaan
berdasarkan tingkatnya terhadap sesuatu produk atau sampel. Tingkat kesukaan
13
ini disebut skala hedonik. Contohnya: amat sangat suka, sangat suka, agak suka, netral, tidak suka, dan sebagainya. Skala hedonik ini dapat direntangkan atau diciutkan skala hedonik pun dapat di tranformasikan menjadi skala numerik dengan angka menarik sesuai dengan tingkat kesukaan (Sofiah dan
Achyar, 2008). a. Tekstur
Gozali, dkk. (2001), menjelaskan bahwa tekstur makanan dapat
didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai unsur komponen dan unsur
struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur dan
pernyataan struktur ke luar dalam segi aliran dan deformasi. Kartika, dkk.
(1988), menyatakan bahwa tekstur merupakan sifat penting dalam mutu
pangan, karena setiap produk pangan memiliki perbedaan yang sangat luas
dalam sifat dan strukturnya.